BAB I PENDAHULUAN. Sastra dalam bahasa Korea disebut munhak (hangeul: 문학 ) yang berarti

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra dalam bahasa Korea disebut munhak (hangeul: 문학 ) yang berarti kesenian yang menggunakan bahasa atau kata-kata untuk mengekspresikan suatu imajinasi atau perasaan (Sae Gukkeo Sajon, 2004: 310). Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia (1976: 875), sastra adalah bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai di kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari). Selain itu, sastra juga berarti karya kesenian yang diwujudkan dengan bahasa (seperti gubahangubahan prosa dan puisi yang indah-indah), tulisan, dan huruf. Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sastra adalah hasil imajinasi, pikiran, masalah semesta, emosi, dan kepercayaan yang dituangkan dalam bentuk bahasa secara indah, berguna, bermanfaat, dan menyenangkan. Salah satu jenis karya sastra prosa adalah novel. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 788), novel adalah karangan prosa yang panjang dan mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap perilaku. Dalam bahasa Korea, novel disebut dengan soseol (hangeul: 소설 ) yang berarti salah satu bagian dari sastra berbentuk prosa yang berasal dari fakta atau hasil imajinasi penulis. Novel menyajikan kehidupan sosial atau wajah manusia melalui latar, aktivitas tokoh, pemikiran, dan karakter dalam sebuah struktur yang pasti ( Dari definisi di atas, bisa disimpulkan bahwa novel adalah salah satu jenis karya 1

2 2 sastra prosa yang panjang, menceritakan kehidupan tokoh yang diciptakan dari hasil imajinasi atau fakta yang didapat oleh penulis. Fakta-fakta yang didapatkan oleh penulis merupakan gambaran dari kehidupan dan kenyataan sosial yang ada dalam masyarakat. Dalam hubungan sosial masyarakat terdapat hubungan antarkelompok yang sering terjadi perselisihan. Hubungan antarkelompok ini membahas hubungan sosial antarkelompok yang statusnya berbeda, terutama menyangkut status yang diperoleh sejak lahir (Sunarto, 1993: 135). Hubungan antarkelompok ini dibagi menjadi dua, yaitu mayoritas dan minoritas. Menurut Kinloch (dalam Sunarto, 1993: 135), kelompok mayoritas didefinisikan sebagai kelompok kekuasaan; kelompok yang menganggap dirinya normal, sedangkan kelompok lain (kelompok minoritas) dianggap tidak normal serta lebih rendah karena dinilai mempunyai ciri-ciri tertentu. Atas anggapan tersebut, kelompok minoritas sering mengalami eksploitasi dan diskriminasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 269), diskriminasi adalah pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara (berdasarkan warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama, dsb), sedangkan eksploitasi berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 290) adalah pengusahaan; pendayagunaan; pemanfaatan untuk keuntungan sendiri; pengisapan; pemerasan (tt tenaga orang). Dalam bahasa Korea, diskriminasi disebut dengan chabyeol (hangeul: 차별 ) dan eksploitasi disebut dengan chakcui (hangeul: 착취 ). Diskriminasi dan eksploitasi terjadi karena adanya kaum mayoritas dan kaum minoritas.

3 3 Salah satu kaum minoritas di sosial masyarakat adalah difabel. Difabel dalam bahasa Korea disebut dengan jangaein (hangeul: 장애인 ), yang berarti orang yang mempunyai kekurangan dan kerusakan fungsi badan, baik secara fisik maupun psikologis (Sae Gukkeo Sajon, 2004: 679). Di Indonesia, difabel merupakan sebutan untuk penyandang cacat tubuh. Cacat tubuh berarti kekurangan pada tubuh seseorang, baik badan maupun anggota badan, baik kehilangan fisik, ketidaknormalan bentuk maupun berkurangnya fungsi karena bawaan sejak lahir atau karena penyakit dan gangguan lain semasa hidupnya sehingga timbul keterbatasan yang nyata untuk melaksanakan tugas hidup dan penyesuaian diri (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005:185). Korea Selatan merupakan negara dengan kasus diskriminasi terhadap difabel terbesar jika dibandingkan dengan negara maju lain di dunia. Selain diskriminasi, kasus lain yang banyak terjadi di Korea Selatan adalah eksploitasi. Kehidupan difabel juga tidak terlepas dari beberapa konflik dan masalah. Beberapa kasus mengenai difabel terjadi di berbagai tempat di Korea Selatan, seperti kasus pelecehan seksual dan kekerasan terhadap anak difabel yang terjadi di Gwangju Korea Selatan pada Salah satu karya sastra Korea yang menceritakan difabel adalah novel Dugeun-Dugeun Nae Insaeng (hangeul: 두근두근내인생 ) karya Kim Aeran (hangeul: 김애란 ). Novel Dugeun Dugeun Nae Insaeng bercerita tentang Han Areum, anak dari pasangan Han Daesu dan Choi Mira yang didiagnosa terkena progeria disorder saat berusia 4 tahun. Progeria disorder adalah penyakit penuaan dini yang langka terjadi di dunia. Setelah diterbitkan pertama kali pada

4 4 20 Juni 2011, novel ini menjadi novel bestseller. Kemudian, pada 2014, produser E J-yong dan Lee Yu Jin mengadaptasi novel Dugeun-Dugeun Nae Insaeng menjadi sebuah film. Film Adaptasi tersebut dikenal dengan judul My Brilliant Life atau My Palpitating Life. Film ini dibintangi oleh Kang Dong Won sebagai Han Daesu, Song Hye Gyo sebagai Choi Mira, dan Jo Sung Mok sebagai Han Areum. Film ini tidak jauh berbeda dengan novel aslinya. Dalam film, Areum juga diceritakan mendapatkan diskriminasi dan eksploitasi dari sekitarnya. Bagian yang berbeda adalah dalam novel, kakek Areum diceritakan merestui pernikahan Daesu dan Mira setelah Areum lahir, sedangkan dalam film, kakek Areum merestui pernikahan orangtua Areum setelah Areum mengikuti program Iutege Heuimang. Alasan dipilihnya novel Dugeun-Dugeun Nae Insaeng sebagai objek material penelitian sebagai berikut. Pertama, novel yang menggambarkan kehidupan tokoh Han Areum ini dianggap mencerminkan fenomena sosial tentang difabel yang terjadi saat novel ini ditulis. Novel ini dianggap bisa mewakili cermin kehidupan difabel, terutama diskriminasi dan eksploitasi yang diterima dalam sosial masyarakat Korea Selatan. Sebagai negara maju, Korea Selatan sudah memberikan fasilitas dan perlindungan hukum yang cukup untuk difabel. Akan tetapi faktanya difabel di Korea Selatan masih mendapatkan perlakuan yang berbeda dari orang lain. Kedua, novel ini dianggap mempengaruhi sosial masyarakat untuk memahami difabel lebih dalam sehingga bisa meminimalisasi tindakan diskriminasi dan eksploitasi terhadap difabel di Korea Selatan. Ketiga, novel

5 5 Dugeun-Dugeun Nae Insaeng adalah salah satu novel bestseller di Korea Selatan. Seperti yang ditulis oleh Seoul Gyeongje pada 31 Juli 2011, sepuluh hari setelah novel ini diterbitkan, novel ini telah menduduki posisi pertama dari perhitungan penjualan toko buku Interpark. Sebulan setelah diterbitkan, novel ini terjual sebanyak jilid dan menduduki posisi ke-7 novel bestseller Korea pada 31 Juli Alasan dipilihnya novel dibandingkan dengan filmnya adalah novel sudah jelas merupakan salah satu jenis karya sastra berbentuk prosa. Berbeda dengan film yang sudah digambarkan dengan jelas, novel dianggap memberikan kebebasan pembaca untuk menginterpretasikan yang dibacanya. Selain itu, Stanton (dalam Pujiharto, 2012: 79:80) berpendapat bahwa novel mampu menampung berbagai pengalaman dan prinsip. Novel memiliki kompleksitas dan detail yang sangat jelas sehingga novel Dugeun-Dugeun Nae Insaeng dianggap bisa merepresentasikan difabel di Korea Selatan secara jelas dibandingkan dengan filmnya. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah-masalah berikut. 1. Bagaimanakah konsep difabel, diskriminasi, dan eksploitasi terhadap difabel dalam novel Dugeun-Dugeun Nae Insaeng? 2. Bagaimanakah diskriminasi dan eksploitasi terhadap difabel di Korea Selatan dan hubungannya dengan novel Dugeun-Dugeun Nae Insaeng?

6 6 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan teoretis penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep difabel, diskriminasi, dan eksploitasi yang dialami oleh difabel di dalam novel dan mengetahui tindakan diskriminasi dan eksploitasi terhadap difabel di sosial masyarakat Korea Selatan menggunakan teori sosiologi sastra. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui hubungan novel Dugeun-Dugeun Nae Insaeng dengan keadaan difabel di Korea Selatan. Tujuan praktis penelitian ini adalah membantu masyarakat menghargai dan mengapresiasi karya sastra Korea pada umumnya dan memberikan referensi penelitian sastra Korea dengan analisis sosiologi sastra kepada mahasiswa Program Studi Bahasa Korea pada khususnya. 1.4 Tinjauan Pustaka Penelitian sastra dengan menggunakan sosiologi sastra telah banyak dilakukan. Di Program Studi Bahasa Korea UGM, penelitian menggunakan sosiologi sastra telah dilakukan oleh Ade Sri Oktavia (2014) dengan judul Representasi Kehidupan Sosial Tokoh Shaman di Kerajaan Joseon dalam Drama The Moon That Embraces The Sun 해를품은달 : Kajian Sosiologi Sastra. Penelitian ini mengkaji representasi kehidupan dan pengaruh shaman dalam drama The Moon That Embrace The Sun. Penelitian ini menemukan diskriminasi terhadap para tokoh shaman dalam kerajaan Joseon, kedudukan shaman dalam

7 7 masyarakat, ritual gut, percintaan, hubungan sosial, dan ketergantungan masyarakat Korea kepada shaman. Penelitian tentang difabel dan menggunakan sosiologi sastra berjudul Citra Difabel dalam Novel Biola Tak Berdawai Karya Seno Gumira Ajidarma: Analisis Sosiologi Sastra Ian Watt pernah dilakukan oleh Mukhanif Yasin Yusuf (2015), mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia FIB UGM. Penelitian ini mengkaji isu difabel dalam masyarakat Indonesia yang digambarkan dalam novel Biola Tak Berdawai. Penelitian ini menemukan marginalisasi difabel, subordinasi, dan stereotype difabel di Indonesia yang tercermin dalam Novel Biola Tak Berdawai. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh mahasiswi Program Studi Bahasa Korea, Arum Mayang sari (2014) dengan judul Representasi Kekerasan Terhadap Anak dalam Film Dogani ( 도가니 ): Kajian Sosiologi Sastra. Penelitian ini menekankan bentuk kekerasan terhadap anak yang terjadi di Korea Selatan dengan objek film. Film yang digunakan adalah film yang diangkat dari kisah nyata pada 2000 di SLB Gwangju. Berdasarkan analisis yang dilakukan, bentuk kekerasan terhadap anak yang dimunculkan dalam film adalah tindak kekerasan fisik yang ditunjukkan dengan tindak pemukulan, tindak kekerasan seksual yang ditunjukkan dengan adanya tindak pemerkosaan dan pelecehan seksual, dan kekerasan emosional yang dimunculkan dalam bentuk ancaman. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada penelitian yang menggunakan sosiologi sastra dengan objek material novel Dugeun-Dugeun Nae Insaeng karya Kim Aeran. Berbeda dengan penelitian yang lain, penelitian ini membahas diskriminasi dan eksploitasi difabel di Korea Selatan. Novel Dugeun-Dugeun Nae

8 8 Insaeng menceritakan Han Areum, seorang penderita progeria disorder. Han Areum mendapatkan perlakukan yang berbeda dari sekitarnya karena hal tersebut. Perlakuan-perlakuan yang berbeda terhadap difabel di Korea Selatan yang tercermin dalam novel dan hubungannya dengan sosial masyarakat Korea Selatan dianggap perlu dianalisis dengan menerapkan teori sosiologi sastra. 1.5 Landasan Teori Sosiologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 1085) adalah pengetahuan atau ilmu tentang sifat, perilaku, dan perkembangan masyarakat; ilmu tentang struktur sosial, proses sosial, dan perubahannya. Sosiologi sastra adalah sastra karya para kritikus dan sejarawan yang terutama mengungkapkan pengarang yang dipengaruhi status lapisan masyarakat tempat ia berasal, ideologi politik dan sosialnya, kondisi ekonomi serta khalayak yang ditujunya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005: 1086). Wellek dan Warren (1993: 111) menyatakan sosiologi sastra mempunyai tiga klasifikasi. Pertama, sosiologi pengarang, profesi pengarang, dan institusi sastra. Hal yang dikaji dalam sosiologi pengarang adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial, status pengarang, dan ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai kegiatan pengarang di luar karya sastra. Kedua, isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan dengan masalah sosial. Ketiga, permasalahan pembaca dan dampak sosial karya sastra.

9 9 Tidak jauh berbeda dengan pendapat Wellek dan Warren, Ian Watt dalam essai Literature and Society membagi kajian sosiologi sastra menjadi tiga, yaitu konteks sosial pengarang, sastra sebagai cerminan masyarakat, dan fungsi sosial sastra (dalam Damono, 1984: 3-4). Dalam konteks sosial pengarang, kajian yang dibahas adalah cara pengarang mendapatkan mata pencahariannya, profesionalisme dalam kepengarangan, dan masyarakat yang dituju oleh pengarang. Konteks sosial pengarang ini berhubungan dengan posisi sosial pengarang dalam masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca. Kedua, sastra sebagai cerminan masyarakat. Kajian yang dibahas adalah sejauh mana sastra dianggap mencerminkan masyarakat. Sastra mungkin tidak dapat dikatakan mencerminkan masyarakat pada waktu sastra tersebut ditulis, sifat pengarang yang mempengaruhi pemilihan dan penampilan fakta sosial dalam karyanya, genre sastra merupakan sikap sosial suatu kelompok masyarakat tertentu, dan karya mungkin tidak dimaksudkan untuk mencerminkan keadaan masyarakat. Ketiga, fungsi sosial sastra. Kajian yang dibahas adalah seberapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial dan sejauh mana nilai sastra dipengaruhi nilai sosial masyarakat. Sastra dianggap sebagai pembaharu atau perombak seperti sudut pandang kaum Romantik, sastra sebagai penghibur, dan sastra harus mengajarkan sesuatu dengan cara menghibur. Berdasarkan penjelasan tersebut, teori sosiologi sastra dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis diskriminasi dan eksploitasi difabel yang terdapat pada novel Dugeun-Dugeun Nae Insaeng. Teori sosiologi sastra juga digunakan

10 10 untuk mengidentifikasi diskriminasi dan eksploitasi terhadap difabel di Korea Selatan. Selain itu, gagasan sosial yang ingin disampaikan oleh Kim Aeran juga dibahas dalam penelitian ini. 1.6 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif-deskriptif. Metode tersebut merupakan metode penelitian yang bersifat menjelaskan dan menggambarkan. Selanjutnya, metode ini dijelaskan dalam dua bagian sebagai berikut Metode Pengumpulan Data Langkah-langkah pengumpulan data bisa dilihat pada bagan berikut. Menentukan objek material Membaca novel secara berulang Menentukan masalah pokok Melakukan studi pustaka Mengumpulkan data

11 11 Pengumpulan data diawali dengan menentukan objek material yang akan diteliti dengan cara memilih novel Korea yang menceritakan kehidupan difabel. Setelah terpilih, hal yang dilakukan adalah membaca novel Dugeun-Dugeun Nae Insaeng secara berulang-ulang untuk dipelajari dan dipahami cerita novel tersebut. Setelah itu, menentukan masalah-masalah pokok dalam objek kajian. Kemudian melakukan studi pustaka dengan mencari data yang diperlukan yang terdapat pada novel. Tahap berikutnya adalah mengumpulkan data yang didapatkan dari novel yang selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan metode yang sesuai Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Metode analisis data diawali dengan menganalisis diskriminasi dan eksploitasi difabel dalam novel Dugeun-Dugeun Nae Insaeng. Setelah menganalisis keadaan dalam novel, selanjutnya menganalisis keadaan yang sebenarnya dalam masyarakat. Setelah menganalisis keduanya, hal yang dilakukan berikutnya adalah menggabungkan kasus diskriminasi dan eksploitasi dalam novel dan keadaan sosial masyarakat, lalu menganalisis gagasan yang ingin disampaikan oleh Kim Aeran dalam novel Dugeun-Dugeun Nae Insaeng. Kemudian, menyajikan hasil analisis yang terbagi menjadi dua bab. Terakhir, menarik kesimpulan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan. 1.7 Sistematika Penyajian Sistematika penyajian penelitian ini terdiri atas empat bagian. Bagian

12 12 pertama adalah Bab I yang merupakan pendahuluan. Pendahuluan menjelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II adalah analisis masalah berdasarkan teori sosiologi sastra mengenai diskriminasi dan eksploitasi difabel dalam novel Dugeun-Dugeun Nae Insaeng. Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep difabel menurut pengarang, bentuk-bentuk diskriminasi, dan bentuk eksploitasi terhadap difabel yang terdapat dalam novel. Bagian ketiga adalah Bab III, yang merupakan analisis masalah berdasarkan teori sosiologi sastra mengenai diskriminasi dan eksploitasi difabel di Korea Selatan, serta hubungannya dengan novel Dugeun-Dugeun Nae Insaeng. Bab ini berisi kondisi difabel di Korea Selatan, fasilitas-fasilitas yang didapat difabel, perlindungan hukum dari pemerintah, kasus diskriminasi, dan kasus eksploitasi terhadap difabel. Selain itu, bab ini juga menjelaskan cermin difabel di Korea Selatan dalam novel Dugeun-Dugeun Nae Insaeng dan gagasan sosial Kim Aeran. Bagian terakhir adalah Bab IV yang berisi kesimpulan dari hasil analisis pada Bab II dan Bab III.