COREMAP I: MEMBANGKITKAN GELORA SELAMATKAN TERUMBU KARANG

Transkripsi

1 COREMAP I: MEMBANGKITKAN GELORA SELAMATKAN TERUMBU KARANG Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan yang sangat kaya akan keanekaragaman hayatinya. Untaian terumbu karangnya yang tersebar di berbagai penjuru Nusantaraa merupakan ekosistem tropis yang dikenal sebagai pusat segi tiga karang dunia (coral triangle) dengan keanekaragaman yang tertinggi di dunia. Adapun yang dimaksud dengan terumbu karang dalam hal ini adalah ekosistem perairan laut yang terdiri dari berbagai jenis flora dan fauna laut yang didominasi oleh karang batu (ordoo Scleractinia), yang saling berinteraksi dengan berbagai faktor lingkungannya. Gambar 1. COREMAP (Coral Reef Rehabilitation and Management Program) Tahap I ( ) Pemanfaatan terumbu karang, selain sebagai sumber perikanann juga dapat untuk berbagai keperluan lain seperti untuk pariwisata, bahan baku untuk obat-obatan secara tradisional antara lain penambangan untuk dan berbagai industri. Di samping itu pemanfaatan pembuatan kapur sebagai bahanan konstruksi bangunan. Kawasan terumbu karang juga sebagian dimanfaatkan untuk keperluan riset dan pendidikan serta untuk kawasan konservsasi. Namun di lain pihak, pemanfaatan terumbu karang telah mengakibatkan banyak kerusakan atau ancaman atas kelestariannya sebagai akibat dari berbagai kegiatan destruktif seperti penangkapan ikan secara berlebihan ( overfishing), penggunaan bom ikan dan racun 1

2 sianida. Penambangan terumbu karang secara berlebihan dapat pula menggerus dan mengubah garis pantai, bahkan dapat menyebabkan hilangnya atau tenggelamnya pulau kecil. Selain itu pencemaran, baik asal darat maupun asal laut, tidak sedikit menimbulkan masalah lingkungan di pantai pulau-pulau karang. Kegiatan pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan seperti pengerukan, pengurugan, dan pembangunan konstruksi pantai juga telah menimbulkan ancaman bagi banyak terumbu karang. Selain karena ulah manusia, kerusakan terumbu karang juga dapat tejadi karena gangguan alami misalnya terjadinya siklon, letusan gunung api, gempa bumi, tsunami dan perubahan iklim global. Meskipun pemanfaatan dan kerusakan terumbu karang telah berjalan sejak lama, namun permasalahannya pada mulanya kurang mendapat perhatian masyarakat luas. Bahkan sampai beberapa dekade lalu boleh dikatakan masalah terumbu karang hanya menjadi wacana yang didiskusikan di kalangan akademisi atau Gambar 2. Indonesia sebagai pusat keanekaragaman karang dunia lingkngan terbatas saja. Bahkan, setidaknya sampai dekakde 1970-an terjemahan untuk kata coral reef pun masih menjadi bahan perdebatan, apakah itu akan diterjemahkan sebagai beting karang, gosong karang, terumbu karang, batu karang, atau bunga karang? Tahun 1981, the ASEAN Committee on Science and Technology mengakui bahwa ekosistem mangrove, terumbu karang dan padang lamun di kawasan Asia Tenggara sangat cepat mengalami kerusakan. Dengan bantuan dana dari AIDAB ( Australian International Development Assistance Bureau) dibangunlah ASEAN-Australia Program on Living Coastal Resources (LCR) untuk memonitor dan mengevaluasi sumberdaya tersebut di kawasan Asia Tenggara. Dr. Sukarno (dari Lembaga Oseanografi Nasional LIPI / sekarang Pusat Penelitian Oseanografi LIPI) ditunjuk oleh LCR untuk meminpin tugas mengevaluasi kondisi terumbu arang di kawasan Asia Tenggara dengan metode baku yang telah disepakati menjadi acuan survei-survei terumbu karang di kawasan ini. 2

3 Gambar 3. Sebaran terumbu karang di Indonesia (merah), dan lokasi Program COREMAP I (bundaran biru). Tahun 1984, Indonesia melaporkan bahwa kondisi terumbu karang Indonesia yang dalam kondisi sangat baik hanya tinggal 5,06 %, kondisi baik 29,11 %, buruk 25,32 % sedangkan yang sangat buruk 40,51 %. Data yang pertama kali mengungkapkan parahnya kondisi terumbu karang Indonesia serta-merta mengejutkan banyak kalangan, termasuk para pengambil keputusan di negeri ini. Ternyata kondisi terumbu karang kita sudah tidak seindah seperti yang selama itu didengungkan. Dilandasi keprihatinan yang mendalam, BAPPENAS (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) dengan peran kuat Dr. Triono Sundoro, membantu mengupayakan pendanaan untuk penelitian terumbu karang untuk mengkonfirmasi kondisi yang meresahkan itu. Atas dukungan itu, Lembaga Oseanologi Nasional LIPI dapat mengintensifkan penelitian terumbu karang di berbagai lokasi di Indonesia, dengan melibatkan pula berbagai instansi dan perguruan tinggi di berbagai daerah di Indonesia. Terkait dengan itu dibangun jejaring (networking) yang melibatkan beberapa perguruan tinggi di Indonesia untuk pelaksanaan survei dan monitoring terumbu karang. Ekspedsisi-ekspedisii terumbu karang ke berbagai daerah juga digalakkan (Ekspedisi Rinca, Ekspedisi Taka Bonerate, Ekspedisi Moyo). Seiring dengan keprihatinan itu mulailah digarap proposal untuk penyelamatan terumbu karang Indonesia dengan nama COREMAP ( Coral Reef Rehabilitation and Management Program) yang diketuai Dr. Kasim Moosa dari LIPI. Akhirnya pada bulan September 1998 Program COREMAP diluncurkan dengan dukungan dana tidak saja dari Pemerintah RI tetapi juga dari World Bank (WB), Asia Development Bank (ADB) dan AusAID (Autralia). Adapun tujuan utama COREMAP adalah untuk melindungi, merehabilitasi, dan memanfaatkan secara lestari 3

4 terumbu karang dan ekosistem terkait di Indonesia, untuk menunjang kesejahteraan masyrakat pantai. Untuk itu LIPI ditetapkan sebagai lembaga penyelenggara (Executing Agency). Program COREMAP serta merta menjadi sorotan global, karena inilah pertama kalinya di dunia ada program terumbu karang yang sangat komprehensif dan serentak yang bercirikan multi-sektoral, multidisiplin, multi-donor, multi-lokasi. Kegiatannya melibatkan berbagai lembaga pemerintah baik di pusat dan di daerah, para ilmuwan dari berbagai lembaga dan perguruan tinggi, organisasi non-pemerintah dan kelompok-kelompok masyarakat yang difokuskan di empat kabupaten yang menjadi prioritas yakni di Kepulauan Riau (bantuan ADB), Selayar (bantuan WB), Biak (bantuan WB) dan Sikka (bantuan Aus AID). Pentahapan Program COREMAP pada saat awalnya adalah sebagai berikut: Tahap 1: Inisiasi ( ) dengan tujuan pengembangan kerangka dasar sistem pengelolan terumbu karang di lokasi prioritas; Tahap 2: Akselerasi ( ) dengan tujuan sistem pengelolaan terumbu karang diperluas ke lokasi-lokasi lain di Indonesia; Tahap 3: Institusionalsasi ( ) dengan tujuan sistem pengelolaan terumbu karang nasional telah operasional, terdesentralisasi sepenuhnya dan telah melembaga. Gambar 4. Presiden RI Abdurrahman Wahid (ke-3 dari kiri), Wakil Presiden RI Megawati (paling kanan), Ketua LIPI Sofyan Tsauri (paling kiri), dan Menteri Eksplorasi Laut Sarwono Kusumaatmadja (ke-2 dari kiri) dalam upacara peluncuran kampanye COREMAP Selamatkan Terumbu Karang ( Sekarang ), 21 Februari

5 Dalam implemantasinya telah terjadi modifikasi yang disesuaikan dengan perkembangan situasi. Tahap 1 diperpanjang menjadi 5 tahun. Lembaga Penyelenggara pada Tahap 2 dialihkan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan. Tahap 3 telah berkembang menjadi COREMAP-CTI yang mengakomodasi kegiatan yang terkait dengan keterlibatan Indoneia dalam CTI (Coral Triangle Initiative) yang terkait dengan beberapa negara Asia-Pasifik. Salah satu kegitan COREMAP yang sangat menonjol dalam Tahap 1 adalah komponen Komunikasi Publik ( Public Communication) yang telah berhasil mengubah persepsi masyarakat luas tentang pentingnya segera dilaksanakan penyelamatan terumbu karang dengan Gambar 5. Pertemuan Duta Karang Indonesia yang melibatkan berbagai unsur seperti Pemerintah/ Pemerintah Daerah, diikuti para remaja dari berbagai penjuru Indonesia (2002) pihak swasta, organisasi masyarakat, perguruan tinggi, lembaga riset, artis, budayawan, tokoh- tokoh pendidikan, pemuka agama dan lainnya. Tak kurang dari Presiden RI Abdurrahman Wahid didampingi Wakil Presiden Megawati, Menteri Eksplorasi Laut Sarwono Kusumaatmadja dan Ketua LIPI Sofyan Tsauri saat itu bersama-sama mencanangkan dimulainya kampanye nasional Selamatkan Terumbu Karang (disingkat Sekarang ) tanggal 21 Februari Kampanye Sekarang dilaksnakan secara massif di pusat dan di daerah lewat berbagai media dan kegiatan sosial. Sedikitnya lima Gambar 6. Seorang gadis kecil, mewakili generasi stasiun TV gencar menyiarkan mendatang, membacakan Pantun Anak Negeri di depan para petinggi Kepulauan Riau lagu Selamatkan Terumbu 5

6 Karang ciptaan A. Simanjuntak selama berbulan-bulan. Artis penyanyi seperti Lilis Karlina, Nugie, Edo Kondologit ikut meramaikan kampanye ini dalam berbagai kesempatan. Selain itu pameran-pameran terkait perlunya dan mendesaknya peneyelamatan terumbu karang diseleggarakan di banyak daerah. Pada awal bulan Juli 2002 diselenggarakan Pertemuan Duta Karang Indonesia yang melibatkan anak-anak remaja usia tahun dari berbagai penjuru Indonesia yang masingmasing berbicara dan membahas terumbu karang di daerah masing-masing menurut pengalaman dan versi keremajaan mereka. Pertemuan antar anak-anak remaja ini yang didukung guru-guru pendamping menghasilkan Piagam Kesepakatan Anak-Anak Indonesia tentang Pelestarian Termbu Karang yang kemudian disampaikan ke Presiden RI. Gambar 7. Mata Pencaharian Alternatif dikembangkan seperti perikanan karamba jaring apung (kiri) dan budidaya rumput laut (kanan) Dalam bidang pendidikan, para guru-guru Sekolah Dasar dan wakil dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dilibatkan untuk bersama-sama menangani kerangka Muatan Lokal Pendidikan Kelautan di tingkat nasional dan kabupaten, mengacu pada sistem pendidikan terbaru Pendidikan Nasional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Sejumlah buku bertema Pesisir dan Laut Kita diterbitkan untuk disosialisasian di sekolah-sekolah yang diharapkan dapat menggugah perhatian terhadap perairan pesisir termasuk terumbu karangnya. Yang juga cukup menarik adalah bagaimana para pemuka agama di daerah ikut berpartsipasi dalam kampanye selamatkan terumbu karang. Para mubaligh di Kepulauan Selayar misalnya menyusun buku bertajuk Tanpa Karang Kita Bukan Selayar yang berisikan petikan-petikan yang bersumber dari Al Quran dan Hadis yang mengajak masyarakat untuk menjaga laut kita termasuk terumbu karang di dalamnya. 6

7 Dampak dari kampanye Sekarang yang luas dan gencar ini telah dievaluasi oleh lembaga studi internadional (A.C. Nielsen ) yang mengungkapkan telah terjadinya perubahan persepsi yang sangat positif dan signifikan di kalangan masyarakat antara sebelum dan sesudah kampanye Sekarang dilakukan, baik di masyarakat kota maupun desa. Keberhasilan ini mengantarkan COREMAP meraih Gold Quill Award dari IABC (International Association of Business Communicators). Gambar 8. Kelompok Masyarakat mengawal keamanan terumbu karang di Kepulauan Taka Bonerate, Kabupaten Selayar 7 Dalam hal Pengelolaan Berbasis Masyarakat ( Community Based Management) COREMAP terjun langsung ke masyarakat dan bersama-sama mengembangkan sistem pengelolaan sumberdaya terumbu karang yang dapat langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dengan tetap memperhatikan prinsip pelestarian. Berbagai bentuk mata pencaharian alernatif dikembangkan seperti budidaya ikan dengan karamba apung, budidaya rumput laut, pengembangan kerajinan tangan, berbagai bentuk makanan asal laut dan lainnya. Tak kalah pentingnya adalah membina masyarakat untuk menjaga keamanan lingkungan terumbu karangnya sendiri dari upaya pihak tertentu yang mau merusak terumbu karang dengan penggunaan bom ikan dan bius sianida. Telah dikembangkan Kelompok-Kelompok Konservasi bersama masyarakat untuk menetapkan areal yang akan disisihkan sebagai DPL (Daerah Perlindungan Laut) dan pengawasannya dilaksanakan terutama oleh kelompok masyarakat itu sendiri. Berbagai capaian yang juga patut dicatat dari kegiatan COREMAP I adalah pengembangan Pusat Pelatihan dan Infomrasi Terumbu Karang (CRITC/ Coral Reef Information and Training Centre) yang bertugas membangun dan mengembangkan sistem

8 informasi untuk pengelolaan terumbu karang nasional, dan pelatihan-pelatihan mempersiapkan sumberdaya manusia yang mempunyai keahlian dalam bidang riset monitoring terumbu karang. Gambar 9. Pelatihan selam dan penelitian terumbu karang di kawasan COREMAP Dalam kaitan ini tidak sedikit pula riset agenda yang telah dilaksanakan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan baik lokal maupun nasional. Sejumlah buku berkaitan dengan terumbu karang telah diterbitkan, salah satunya adalah buku bertajuk Jenis-jenis karang di Indonesia oleh Suharsono (2003) yang merupakan buku referensi terlengkap tentang keanekaragaman jenis karang dalam bahasa Indonesia. Di samping itu, dalam kerjasama dengan LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) telah dapat diselesaikan Peta Lingkungan Terumbu Karang untuk seluruh Indonesia sebanyak 292 lembar, dengan skala 1: Semoga ke depan semangat dan tindakan untuk menyelamatkan dan melestarikan terumbu karang tidak akan pernah redup. PUSTAKA Nontji, A COREMAP Tahap I: Upaya anak bangsa dalam penyelamatan dan pemanfaatan lestari terumbu karang. Kantor Pengelola Program COREMAP, Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Imu Pengetahuan Indonesia: 130 hlm. Suharsono Jens-jenis karang di Indonesia. Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI COREMAP Program Anugerah Nontji 27/09/2017 8