III. KERANGKA PEMIKIRAN
|
|
- Irwan Makmur
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Degradasi Lingkungan Model Pezzey dan Teori EKC secara substansi memiliki makna yang sama, yakni membahas hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan degradasi lingkungan. Pemikiran Pezzey yang terungkap dalam economic and environmental stocks and flows a general model, memperlihatkan hubungan timbal balik antara produktivitas lingkungan dengan degradasi lingkungan. Bahwasannya, produksi barang dan jasa dipengaruhi oleh produktivitas lingkungan dimana kualitas lingkungan sendiri ditentukan oleh besar kecilnya belanja lingkungan yang disisihkan dari kegiatan produksi. Namun model tersebut sulit memisahkan dampak negatif dan positif dari berlangsungnya pertumbuhan ekonomi terhadap kualitas lingkungan. Artinya, model tidak mengungkapkan apakah hubungan timbal balik tersebut terjadi secara bersamaan atau bertahap. Teori EKC muncul lebih detil melalui elaborasi tahap pembangunan yang menentukan degradasi lingkungan, bahwa pada tahap awal pembangunan yang didominasi oleh sektor pertanian degradasi lingkungan masih rendah. Selanjutnya ketika perekonomian memasuki tahap industrialisasi, degradasi lingkungan semakin meningkat. Setelah melewati tahap tersebut dimana perekonomian mulai didominasi oleh sektor jasa, setiap peningkatan pendapatan per kapita akan menurunkan degradasi lingkungan. Industrialisasi di Indonesia mulai dilaksanakan setelah ditetapkannya kebijakan Industri Substitusi Impor (ISI) yang dimulai tahun Tujuan utama kebijakan tersebut diarahkan untuk melindungi infant industry dari kompetisi
2 52 dengan produk impor. Ketika tahun 1985 harga minyak anjlok, pemerintah mulai menaruh perhatian pada komoditas non migas, sehingga kebijakan ISI digeser oleh kebijakan promosi ekspor. Sebagai wilayah administrasi terdekat dengan ibu kota, Jawa Barat menjadi daerah utama untuk pengembangan kawasan industri. Tidak mengherankan sejak tahun 1985 pangsa industri manufaktur dalam PDRB Jabar mencapai persen, padahal tahun sebelumnya masih 9.49 persen. Pada tahun 1993 pangsa industri manufaktur semakin besar yakni persen sehingga menurut klasifikasi UNIDO Jawa Barat sudah tergolong sebagai wilayah industri. Periode berikutnya pangsa tersebut semakin besar dan mencapai persen pada tahun 1996 dan akhir tahun 2005 sudah mencapai 41.6 persen (BPS Jabar, berbagai tahun). Industrialisasi yang terjadi Jawa Barat pada dasarnya merupakan strategi pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Strategi ini cukup berhasil dimana Jabar bisa mencapai pertumbuhan ekonomi yang cenderung di atas nasional dan memberikan kontribusi terhadap PDB Indonesia rata-rata 14 persen setiap tahunnya. Artinya, peran Jabar sangat strategis sebagai penyangga perekonomian nasional. Industri Jawa Barat terkonsentrasi di Kabupaten Bogor (10.7 persen), Kabupaten Bekasi (13.5 persen), Kota Bandung (12.9 persen), dan Kabupaten Bandung (17.6 persen). Pada saat yang bersamaan wilayah lainnya masih bercorak agraris. Arus urbanisasi ke wilayah industri sangat tinggi sehingga kepadatan penduduk melebihi kewajarannya. Sungai yang melewati daerah tersebut adalah Sungai Cisadane, Cileungsi, Ciliwung, dan Citarum. Sebagai
3 53 dampak dari industrialisasi dan padatnya penduduk, keempat sungai ini masuk dalam kategori sebagai sungai dengan polusi air permukaan paling tinggi di Jawa Barat (BPLHD, 2004). Dikaitkan dengan Teori EKC, kondisi kualitas air permukaan Jawa Barat berada pada tahap sebelum titik balik bahwa industrialisasi yang meningkatkan pendapatan per kapita memperburuk kualitas air. Dilihat dari jumlahnya, industri yang ada di Jawa Barat didominasi oleh industri pakaian, tekstil, logam, kulit, makanan dan minuman, kayu, mineral, dan furniture. Karakteristik industri seperti ini terutama industri pakaian dan tekstil banyak menimbulkann limbah cair yang berbahaya. Di sisi lain, industrialisasi dan dinamika penduduk di wilayah-wilayah yang berbasis aktivitas ekonomi di sektor industri dan jasa telah menimbulkan tingginya pembuangan emisi terutama dari sektor transportasi. Dengan demikian menurunnya kualitas air dan udara terjadi seiring dengan proses industrialisasi yang sudah dimulai sejak tahun Berdasarkan perhitungan Bapeda Jabar, sektor industri pengolahan di Jawa Barat memiliki keterkaitan terkuat dengan sektor industri sendiri (intraindustry trade), sedikit keterkaitan dengan sektor pertanian dan cenderung menggunakan input impor baik luar propinsi maupun luar negeri (Pemprov Jabar, 2003). Selain itu industri yang berkembang di Jawa Barat cenderung padat modal. Artinya, industrialisasi Jawa Barat tidak berbasis sumberdaya lokal sehingga peningkatan output sektor industri pengolahan tidak diikuti oleh peningkatan tenaga kerjanya secara proporsional. Kenyataan ini berdampak pada disparitas antar wilayah, disparitas pendapatan antar golongan masyarakat pertanian dan
4 54 non-pertanian dan tingginya persentase penduduk miskin. Kenyataan tersebut sangat nampak dengan indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dimana Jawa Barat menduduki urutan ke-15 di tingkat nasional, padahal ekonominya tumbuh di atas rata-rata. Ketika perekonomian dihadapkan pada krisis dimana pengangguran meningkat, kondisi sosial ekonomi masyarakat Jawa Barat semakin memburuk yakni meningkatnya angka Gini Ratio dan tingkat kemiskinan. Kenyataan ini menyimpang dari Teori Kuznet, bahwa perekonomian Jawa Barat ternyata tidak mampu terus tumbuh justru mengalami resesi dan kualitas lingkungan semakin buruk. Dalam kondisi distribusi pendapatan yang tidak merata, terdapat 2 fenomena yang berdampak pada luasnya lahan kritis. Pertama, adanya kelompok kaya yang menjadi pressure group terhadap mekanisme pembuatan kebijakan sehingga bias untuk kepentingannya, bahkan perilaku memanfaatkan kelemahan hukum dan masyarakat miskin untuk melakukan penebangan ilegal secara besarbesaran. Kedua, adanya kelompok miskin yang sulit akses terhadap banyak aspek, seperti terhadap kegiatan ekonomi formal, sumber permodalan, pendidikan, kesehatan, air bersih, dan sanitasi. Kondisi seperti ini memaksa mereka tidak memikirkan kepentingan jangka panjang. Artinya, kebutuhan mendesak saat ini jauh lebih penting sehingga tidak peduli apakah tindakan tertentu berdampak buruk terhadap lingkungan. Kasus tingginya perambahan dan penjarahan kayu di area hutan milik Perhutani di Kabupaten Garut, Cianjur, Ciamis, dan Sukabumi, adalah contoh masalah lahan kritis yang terkait dengan kemiskinan. Berdasarkan gambaran kinerja perekonomian Jawa Barat seperti di atas
5 55 berarti dibalik hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan degradasi lingkungan terdapat variabel kemiskinan yang mendorong hubungan diantara keduanya menjadi berbalik arah (backward bending), tidak mengikuti Teori EKC yang berbalik arah menjadi seperti huruf U terbalik Degradasi Lingkungan: Aspek Kelembagaan Dilihat dari aspek hak kepemilikan, terdapat perbedaan karakteristik antara lahan kritis dengan pencemaran air dan pencemaran udara. Untuk kasus lahan kritis terdapat kepemilikan yang jelas yakni pemilikan pribadi atau negara. Sebagian besar lahan kritis di Jawa Barat yakni 68 persen adalah milik masyarakat, berarti terkait dengan fungsi kawasan budidaya untuk usaha pertanian. Kepemilikan pribadi seharusnya dapat menjamin adanya upaya konservasi karena benar tidaknya pola pemanfaatan dari lahan tersebut menyangkut keuntungan dan kerugian buat si pemilik. Kepemilikan yang jelas ini seyogianya mempermudah penanganan luas lahan kritis, dengan syarat masyarakat paham dan peduli terhadap pengelolaan lahan yang tepat dan ada surplus produksi untuk menutupi biaya pengolahan. Sedangkan lahan kritis milik negara sangat dimungkinkan karena tidak terdefinisikannya hak kepemilikan tersebut dengan baik terutama karakteristik enforceability. Berbeda dengan kasus lahan kritis, air dan udara merupakan barang publik yang bebas diakses oleh siapapun. Sifat open access ini menempatkan kedua SDA tersebut sebagai barang gratis yang tidak ada harganya sehingga bisa menimbulkan kegagalan pasar. Artinya, ketika tidak ada kepemilikan mendorong banyak pihak turut memanfaatkan tanpa ada kewajiban memeliharanya sehingga
6 56 menimbulkan eksternalitas negatif. Pihak ketiga menderita kerugian akibat perilaku pihak pertama. Pencemaran air dan udara sebagai by product terutama dari kegiatan produksi yang dilakukan oleh pihak industri menimbulkan dampak negatif bagi pihak lain. Pencemaran air dan udara sebagai eksternalitas negatif memiliki konsekuensi ganda. Pertama, pencemaran yang dibiarkan terakumulasi akan menurunkan produktivitas lingkungan yang pada gilirannya dapat membatasi pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana yang sudah dirumuskan oleh Pezzey tentang economic and environmental stocks and flows a general model kemampuan menghasilkan output tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan modal, teknologi dan tenaga kerja, namun juga oleh produktivitas lingkungan. Kedua, pihak yang dirugikan akan bereaksi atas penderitaannya sehingga menuntut kompensasi. Keduanya memiliki implikasi bahwa eksternalitas negatif harus diinternalisasikan yang berarti memberikan harga untuknya dalam rangka mencapai manfaat sosial secara optimum. Konsekuensinya, internalisasi eksternalitas akan mempengaruhi biaya produksi dan tingkat produksi. Coase (1960) mengemukakan solusi terhadap masalah eksternalitas negatif ini. Inti dari cara pemecahan yang dikemukakan Coase adalah bagaimana dua individu atau perusahaan memecahkan masalah eksternalitas negatif tanpa banyak campur tangan dari pemerintah. Artinya, sejauhmana solusi swasta mampu mengatasi masalah eksternalitas. Coase Theorem menyatakan bahwa dalam keadaan tidak ada biaya transaksi, tingkat produksi barang dan jasa dalam suatu industri dimana terjadi eksternalitas tergantung apakah pihak yang menimbulkan eksternalitas secara
7 57 legal dikenakan biaya atau tidak atas eksternalitas yang menimbulkan dampak negatif bagi pihak lain. Kesediaan menanggung biaya eksternalitas sangat tergantung pada bargaining antara pihak yang menderita dengan pihak yang berbuat. Dengan demikian solusi swasta bisa sangat efektif seandainya pihak yang berkepentingan dapat melakukan negosiasi atau merundingkan solusi penanganan masalah eksternalitas tanpa mengeluarkan biaya yang memberatkan alokasi sumberdaya. Asumsi kuat yang melekat dibalik teorema ini adalah proses bargaining bekerja dalam kerangka pasar persaingan sempurna, informasi sempurna, tidak ada biaya transaksi sehingga kedua belah pihak akan sama-sama diuntungkan. Namun dalam kenyataannya asumsi tersebut sangat tidak realistis. Selain banyak pihak yang berkepentingan, kepentingan masing-masing akan lebih mendominasi untuk memenangkan tawar menawar. Untuk itu pemerintah dapat memfasilitasi proses bargaining ini agar tercapai tingkat produksi optimum secara sosial yakni profit maksimum dimana eksternalitas sudah diinternalisasikan. Selain itu pemerintah dapat menetapkan kebijakan dalam rangka menominalkan air dan udara melalui standar baku mutu limbah cair dan emisi dengan mekanisme CAC atau berbasis pasar. Aturan baku mutu limbah yang merupakan turunan dari UU Lingkungan Hidup merupakan tipe CAC yang membutuhkan kelembagaan yang kuat dalam pelaksanaannya. Temuan Panayotou (1992) menunjukan bahwa di negara-negara berkembang dimana terdapat keterbatasan pemerintah dalam anggaran dan kemampuan penegakan, maka tipe kebijakan CAC secara umum tidak efektif dalam mengontrol degradasi lingkungan.
8 58 Permasalahannya, kebijakan tersebut bisa jadi tidak efektif mencapai sasarannya ketika tingkat kepedulian dan kesadaran lingkungan belum terbangun. Implementasi kebijakan yang efektif perlu didukung oleh kepedulian dan kesadaran stakeholders terhadap masalah pencemaran ini, yakni pemerintah, pengusaha dan masyarakat. Kepedulian dan kesadaran lingkungan akan menjadi sentral dalam implementasi kebijakan lingkungan dalam bentuk apa pun. Artinya, tanpa kepedulian dan kesadaran lingkungan kebijakan tersebut tidak akan ada maknanya. Kepedulian dan kesadaran lingkungan ini perlu dibangun dengan berbagai dimensi yang menyangkut berbagai pihak. Oleh karena itu, etika lingkungan menjadi sentral dalam pengendalian degradasi lingkungan Etika Lingkungan Etika lingkungan hidup menawarkan cara pandang atau paradigma baru sekaligus perilaku baru terhadap lingkungan hidup atau alam yang bisa dianggap sebagai solusi terhadap degradasi lingkungan. Dalam perspektif ini, degradasi lingkungan terjadi karena perilaku manusia yang dipengaruhi oleh cara pandang antroposentris dan karena keberanian manusai melawan etika yang diketahuinya (Keraf, 2002; Arifin, 2001). Sekalipun menurut antroposentrisme manusia dianggap terpisah dan berada di atas alam, paham ini tidak bisa mengingkari kenyataan ekologis bahwa ada keterkaitan sangat erat antara semua makhluk alam termasuk manusia. Artinya, manusia mempunyai kepentingan untuk melestarikan lingkungan karena dengan melestarikan lingkungan manusia mempertahankan hidupnya sendiri.
9 59 Sebaliknya, biosentrisme dan ekosentrisme beranggapan bahwa manusia mempunyai kewajiban moral untuk menghargai alam semesta dengan segala isinya karena manusia adalah bagian dari alam dan karena alam mempunyai nilai pada dirinya sendiri. Dari kedua mahzab ini muncul prinsip-prinsip etika lingkungan hidup yakni sikap hormat terhadap alam, prinsip tanggungjawab, solidaritas, prinsip kasih sayang dan kepedulian, prinsip no harm, prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam, prinsip keadilan, prinsip demokrasi, prinsip integritas moral (Keraf, 2002). Seluruh prinsip tersebut mengerucut pada pada pembentukan karakter dan sikap bersama agar pro-lingkungan. Artinya, sikap individu yang peduli terhadap lingkungan selanjutnya perlu dikembangkan menjadi collective action dalam melestarikan lingkungan. Hal ini sejalan dengan pemikiran Chiang (1995) bahwa terkait dengan masalah lingkungan tahap pertama yang diperlukan adalah kepedulian orang-orang. Mengatasi masalah lingkungan sebagian besar merupakan upaya kolektif, artinya jika seseorang berbuat namun yang lain tidak maka akan sia-sia. Pemikiran Pezzey, pengusung Teori EKC, temuan empiris dampak degradasi lingkungan terhadap kemiskinan dan kesehatan serta kesinambungan pembangunan, juga paradigma pembangunan berkelanjutan tampaknya tidak lepas dari paham antroposentris. Bahwasannya perlindungan dan perbaikan lingkungan semata-mata untuk mempertahankan keberlanjutan pembangunan dan kesejahteraan manusia itu sendiri. Sebenarnya melalui paradigma pembangunan berkelanjutan, dicoba diselaraskan antara pertumbuhan ekonomi dan perlindungan lingkungan. Pembangunan dan lingkungan merupakan dikotomi yang salah (Sanim, 2003).
10 60 Namun dari beberapa definisi tentang pembangunan berkelanjutan dan pengukurannya, tampaknya bobot kepentingan ekonomi lebih menonjol. Apalagi ketika paradigma pembangunan berkelanjutan tersebut dihadapkan pada kondisi negara-negara berkembang, maka sulit dipungkiri bahwa orientasi pertumbuhan dalam rangka menurunkan kemiskinan akan lebih mendominasi dibandingkan dengan perlindungan lingkungan. Hanya pada kelompok masyarakat tertentu yang memiliki local wisdom terhadap alam, yang mau mengorbankan kepentingan hidupnya demi pelestarian alam. Namun konsekuensinya, pertumbuhan ekonomi akan berjalan lambat, kehidupan sederhana dan apa adanya. Dengan demikian hubungan yang harmonis antara pertumbuhan ekonomi dan perlindungan lingkungan dalam perspektif pembangunan berkelanjutan hanya bisa terjadi ketika pendapatan per kapita sudah tinggi dan atau karena tingginya penghargaan masyarakat terhadap alam sehingga terbentuk aksi kolektif peduli lingkungan. Tantangannya adalah mencapai kesejahteraan masyarakat tetapi merubah aktivitas pasar sehingga SDA dan lingkungan terlindungi. Persepsi harus diubah untuk mengakui bahwa konservasi dan pengurangan polusi dapat mendorong kepentingan pribadi sama dengan kepentingan sosial. Komunikasi harus dikembangkan untuk berbagi informasi tentang teknologi, input, dan proses yang dapat melindungi lingkungan tanpa menurunkan profit. Jika berhasil, kerjasama sebaiknya menggantikan posisi yang saling merugikan antara sektor privat dan publik yang akan mengurangi biaya monitoring dan prosedur penegakan. Upaya yang lebih meluas harus terus dilakukan seperti mempromosikan pencegahan polusi. Pada saat yang bersamaan, kepedulian/kesadaran/melek lingkungan terus
11 61 dikembangkan, pendidikan masyarakat tentang dampak dari degradasi lingkungan dan mendorong membuat keputusan yang bertanggungjawab. Teknologi lingkungan terus dikembangkan (Callan, 2000). Untuk kasus Jawa Barat, karakteristik masyarakatnya heterogen dan sudah terimbas globalisasi dimana terdapat kecenderungan lunturnya norma-norma dan etika lokal yang berdampak positif pada lingkungan. Sedangkan proses industrialisasi masih berjalan intensif, namun pendapatan per kapita masih rendah. Karenanya, tidak mudah untuk mengubah preferensi masyarakat agar pro lingkungan. Gambar 3 mengilustrasikan kerangka pemikiran penelitian yang menunjukan bagaimana keterkaitan antar variabel utama sesuai permasalahan yang dihadapi oleh Jawa Barat dan landasan teori. Perekonomian Jawa Barat Industrialisasi Perubahan Output Tenaga Kerja Pertumbuhan ekonomi Ketimpangan Pendapatan Kemiskinan Krisis Ekonomi Emisi Pertumbuhan Penduduk Open Access Limbah Kegagalan Pasar Lahan Kritis State Property Private Property Kepedulian Lingkungan Kebijakan Lingkungan Kebijakan Pertumbuhan Ekonomi Pembangunan Berkelanjutan Gambar 3. Kerangka Pemikiran Penelitian
12 62
13 63 Daftar Isi Bab 3 : III. KERANGKA PEMIKIRAN Lahan Kritis: Penyebab dan Dampak Pencemaran Air: Penyebab dan DampakError! Bookmark not defined. 3.3 Pencemaran Udara: Penyebab dan DampakError! Bookmark not defined. 3.4 Respon Terhadap Degradasi Lingkungan: Kebijakan... Error! Bookmark not defined. 3.5 Hipotesis Untuk Degradasi Lingkungan di Jawa Barat... Error! Bookmark not defined Hipotesis Untuk Lahan KritisError! Bookmark not defined Hipotesis Untuk Pencemaran AirError! Bookmark not defined Hipotesis Untuk Pencemaran UdaraError! Bookmark not defined. Gambar Error! Bookmark not defined. Model Lahan Kritis Untuk Jawa Barat... Error! Bookmark not defined.
14 64 Gambar 4. Model Pencemaran Air Untuk Jawa BaratError! Bookmark not defined. Gambar 5. Model Pencemaran Udara Untuk Jawa BaratError! Bookmark not defined.
VI. DAMPAK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEMISKINAN TERHADAP DEGRADASI LINGKUNGAN
VI. DAMPAK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEMISKINAN TERHADAP DEGRADASI LINGKUNGAN Berdasarkan hasil estimasi parameter 12 persamaan perilaku yang disajikan dalam Bab V dapat ditarik substansi temuan empiris
Lebih terperinciVI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN
VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bukti empiris menunjukkan sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian sebagian besar negara berkembang. Hal ini dilihat dari peran sektor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan
Lebih terperinciSebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di
120 No. 1 2 3 4 Tabel 3.5 Kegiatan Pembangunan Infrastruktur dalam MP3EI di Kota Balikpapan Proyek MP3EI Pembangunan jembatan Pulau Balang bentang panjang 1.314 meter. Pengembangan pelabuhan Internasional
Lebih terperinciETIKA DAN LINGKUNGAN
ETIKA DAN LINGKUNGAN Pendahuluan Berbagai kasus lingkungan hidup yang terjadi saat ini lokal, regional, nasional, internasional sebagian besar bersumber dari perilaku manusia Kasus-kasus pencemaran dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting
12 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Istilah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang dilakukan banyak
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang dilakukan banyak negara di berbagai penjuru dunia dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di masing-masing
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa. bersama akan maksimal, dengan demikian kemakmuran sebuah bangsa dapat
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa pembangunan adalah sesuatu yang bersahabat, pembangunan seharusnya merupakan proses yang memfasilitasi
Lebih terperinciBAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA
BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan
Lebih terperinciEtika lingkungan dapat diartikan sebagai dasar moralitas yang memberikan pedoman bagi individu atau masyarakat dalam berperilaku atau memilih
ix U Tinjauan Mata Kuliah ntuk menjaga agar setiap kegiatan yang menyangkut lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga, diperlukan etika lingkungan. Etika lingkungan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alam adalah suatu dunia yang berbeda terpisah dari dirinya sendiri dan dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Alam adalah suatu dunia yang berbeda terpisah dari dirinya sendiri dan dapat dipelajari dengan cara yang berjarak dan ilmiah. Keberadaannya mendahului
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan ekonomi, industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan seringkali dikaitkan dengan proses industrialisasi. Proses industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur kegiatan untuk
Lebih terperinciPeningkatan Daya Saing Industri Manufaktur
XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5. A 5.1 Kesimpulan Dari hasil analisis 21 sektor perekonomian pada tabel Input-Ouput Provinsi Jawa Tengah tahun 2004 dan 2008 pada penelittian ini, beberapa kesimpulan yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN ,87 Milyar atau senilai 14,99 % dari Produk Domestik Bruto
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Jawa Timur adalah salah satu provinsi yang menjadi kutub pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan didukung oleh ketersediaan infrastruktur dan sumber daya lokal, pembangunan
Lebih terperinciPerekonomian Indonesia
MODUL PERKULIAHAN Perekonomian Indonesia Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia Fakultas Program Studi Pertemuan Kode MK Disusun Oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Akuntansi 08 84041 Abstraksi Modul
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. peningkatan yang sangat pesat. Data survei resmi United Nation dalam The 2010
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, pertumbuhan penduduk dunia menunjukkan trend peningkatan yang sangat pesat. Data survei resmi United Nation dalam The 2010 Revision 1 mengestimasi bahwa jumlah
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi konsep ekonomi pencemaran, Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode valuasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Northeast Georgia Regional Development Center (1999) menjelaskan beberapa. indikator pencemaran sungai sebagai berikut:
II. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Indikator Kerusakan Lingkungan Sungai Kualitas air sungai tergantung pada komponen penyusun sungai dan komponen yang berasal luar, seperti pemukiman dan industri. Oleh karena itu,
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,
Lebih terperinciPertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983
VIX. KESIMPUL?LN DAN I MPLIKASI 7.1. Kesimpulan 7.1.1. Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983 dalam kurun waktu 1971-1990 sangat berfluktuasi. Tingkat pertumbuhan paling tinggi terjadi pada
Lebih terperinciRingkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional
Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan
Lebih terperinciSEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.
SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan
Lebih terperinciAKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian
AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.
Lebih terperinci5 DISPARITAS REGIONAL DAN KONSENTRASI INDUSTRI MANUFAKTUR DI JAWA BARAT
5 DISPARITAS REGIONAL DAN KONSENTRASI INDUSTRI MANUFAKTUR DI JAWA BARAT Ketimpangan pembangunan antar wilayah merupakan sesuatu yang wajar pada awal proses pembangunan baru dimulai terutama di negara berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan
BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan memberikan kesimpulan hasil penelitian berdasarkan teori dan temuan studi yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya. Selain itu, juga akan diberikan rekomendasi
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup dan sebagai barang publik yang tidak dimiliki oleh siapapun, melainkan dalam bentuk kepemilikan bersama (global commons atau common
Lebih terperinciBAB III Visi dan Misi
BAB III Visi dan Misi 3.1 Visi Pembangunan daerah di Kabupaten Bandung Barat, pada tahap lima tahun ke II Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) atau dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan
I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan salah satu bentuk ekosistem yang secara umum terdiri dari wilayah hulu dan hilir. Wilayah hulu DAS didominasi oleh kegiatan pertanian lahan
Lebih terperinci10Pilihan Stategi Industrialisasi
10Pilihan Stategi Industrialisasi Memasuki Milenium Ketiga yang Berpihak pada Penguatan Ekonomi Rakyat Pendahuluan Sebenarnya judul makalah yang diminta panitia kepada saya adalah Peluang Rakyat Dalam
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian sudah seharusnya mendapat prioritas dalam kebijaksanaan strategis pembangunan di Indonesia. Selama lebih dari 30 tahun terakhir, sektor pertanian di Indonesia,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam. perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat.
Lebih terperinciPERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II
Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana
Lebih terperinciBAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang
Lebih terperinciPEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA. Saktyanu K. Dermoredjo
1 PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA Saktyanu K. Dermoredjo Pendahuluan 1. Dinamika perkembangan ekonomi global akhir-akhir ini memberikan sinyal terhadap pentingnya peningkatan daya saing. Seiring
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pendekatan pembangunan yang sangat menekankan pada pertumbuhan ekonomi selama ini, telah banyak menimbulkan masalah pembangunan yang semakin besar dan kompleks, semakin melebarnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tegal terletak di pantai utara Jawa Tengah dengan wilayah pantai dan laut yang berbatasan dengan Kabupaten Tegal oleh Sungai Ketiwon di sebelah timur dan dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan pertumbuhan ekonomi yang terjadi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Tujuan utama
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan perusahaan adalah sumber
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan perusahaan adalah sumber daya manusia nya. Keberhasilan perusahaan diukur oleh kemampuan perusahaan mencapai sasaran
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Hubungan antara manusia dengan lingkungan adalah sirkuler. Perubahan pada lingkungan pada gilirannya akan mempengaruhi manusia. Interaksi antara manusia dengan lingkungannya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan proses desentralisasi, pembangunan sebagai konsekwensi dari pelaksanaan otonomi daerah. Kemampuan daerah baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan perekonomian. Banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hampir seluruh kegiatan ekonomi berpusat di Pulau Jawa. Sebagai pusat pertumbuhan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara
Lebih terperinciBAB III ANALISIS ISU STRATEGIS
BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS 3.1 Identifikasi Faktor Lingkungan Berdasarkan Kondisi Saat Ini sebagaimana tercantum dalam BAB II maka dapat diidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti pertumbuhan pendapatan perkapita, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi
Lebih terperincimencerminkan tantangan sekaligus kesempatan. Meningkatnya persaingan antar negara tidak hanya berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat persaingan antarnegara dari waktu ke waktu semakin tinggi sebagai dampak dari munculnya fenomena globalisasi ekonomi. Globalisasi mencerminkan tantangan sekaligus
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur. Dengan demikian segala upaya pelaksanaan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pada hakekatnya pembangunan nasional ditujukan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur. Dengan demikian segala upaya pelaksanaan kegiatan-kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepadatan penduduk di Kota Bandung yang telah mencapai 2,5 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni. Perumahan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi Daerah sebagai wujud dari sistem demokrasi dan desentralisasi merupakan landasan dalam pelaksanaan strategi pembangunan yang berkeadilan, merata, dan inklusif. Kebijakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan
1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pemerataan pembangunan ekonomi merupakan hasil yang diharapkan oleh seluruh masyarakat bagi sebuah negara. Hal ini mengingat bahwa tujuan dari pembangunan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan Ekonomi 2.1.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
22 PENDAHULUAN Latar Belakang Fenomena kerusakan sumberdaya hutan (deforestasi dan degradasi) terjadi di Indonesia dan juga di negara-negara lain, yang menurut Sharma et al. (1995) selama periode 1950-1980
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Industri Pengolahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini
Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas
Lebih terperinciBAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;
BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang Berkembang (NSB) pada awalnya identik dengan strategi pertumbuhan ekonomi, yaitu usaha untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimanasebelumnya Indonesia dikenal dengan negara agraris, kini Indonesia mulai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakansalah satu negara yang kaya akansumberdayaalamnya, dimanasebelumnya Indonesia dikenal dengan negara agraris, kini Indonesia mulai memperbanyak kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Luas wilayah Provinsi Banten adalah 9.662,92 Km2, dengan pertumbuhan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Banten dengan jumlah penduduk sebesar 9,782,779 (pada tahun 2010) dikategorikan sebagai propinsi berpenduduk padat di Indonesia. Luas wilayah Provinsi Banten
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah beserta dengan perangkat kelengkapannya sejak penerbitan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam dan jasa lingkungan merupakan aset yang menghasilkan arus barang dan jasa, baik yang dapat dikonsumsi langsung maupun tidak untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pembangunan ekonomi secara essensial dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan (4)
Lebih terperinci2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD
143 2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 2.2.1 Evaluasi Indikator Kinerja Utama Pembangunan Daerah Kinerja pembangunan Jawa Timur tahun 2013 diukur
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1990-an paradigma pembangunan ekonomi Indonesia
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 1990-an paradigma pembangunan ekonomi Indonesia mengarah kepada industrialisasi. Sektor industri makin berperan sangat strategis sebagai motor penggerak pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah tidaklah terpisahkan dari pembangunan nasional, karena pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (UN, 2001). Pertumbuhan populasi dunia yang hampir menyentuh empat kali lipat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang UNDP (2014) dalam laporan tahunannya Human Development Reports menyebutkan bahwa populasi penduduk dunia saat ini sebesar 7,612 milyar penduduk sedangkan pada tahun
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I. VISI Pembangunan di Kabupaten Flores Timur pada tahap kedua RPJPD atau RPJMD tahun 2005-2010 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan
Lebih terperinciREFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN
REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN Krisis ekonomi yang sampai saat ini dampaknya masih terasa sebenarnya mengandung hikmah yang harus sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi nasional yang dapat dicapai melalui pembenahan taraf hidup masyarakat, perluasan lapangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam lain yang terdapat di atas maupun di bawah tanah. Definisi hutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong perekonomian berbagai negara di dunia semakin menyatu. Keterbukaan perdagangan luar negeri dan keterbukaan
Lebih terperinciKajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA)
Kajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA) Oleh : Benny Gunawan Ardiansyah, Peneliti Badan Kebijakan Fiskal 1. Pendahuluan Pasal 33 Undang- undang Dasar 1945
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga termasuk pula percepatan/akselerasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Istilah
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM WILAYAH
29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. situ, sungai, maupun cekungan air tanah. Indonesia memiliki lebih dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tanggal 22 Maret, dunia memperingati Hari Air Sedunia (HAD), hari dimana warga dunia memperingati kembali betapa pentingnya air untuk kelangsungan hidup untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan atas sumber daya air, sumber daya lahan, sumber daya hutan, sumber
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Indonesia merupakan negara yang
I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan jawaban bagi keberhasilan suatu negara untuk meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Kewenangan Pemerintah Daerah menjadi sangat luas dan strategis setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang
Lebih terperinci