VI. DAMPAK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEMISKINAN TERHADAP DEGRADASI LINGKUNGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. DAMPAK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEMISKINAN TERHADAP DEGRADASI LINGKUNGAN"

Transkripsi

1 VI. DAMPAK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEMISKINAN TERHADAP DEGRADASI LINGKUNGAN Berdasarkan hasil estimasi parameter 12 persamaan perilaku yang disajikan dalam Bab V dapat ditarik substansi temuan empiris bahwa, pertumbuhan ekonomi adalah faktor dominan penentu degradasi lingkungan di Jawa Barat. Hal ini tercermin pada besarnya angka elastisitas setiap parameter perkembangan output ekonomi terhadap lahan kritis per kapita, BODp, TDSp, CO dan CO2p. Sedangkan kondisi sosial ekonomi yang ditunjukan oleh angka Gini Rasio dan tingkat kemiskinan kurang responsif terhadap tingkat pencemaran air baik jangka pendek maupun jangka panjang, hanya variabel GR terhadap luas lahan kritis per kapita yang elastis dalam jangka panjang. Melalui simulasi historis dengan skenario yang sudah diungkapkan dalam Bab IV akan dibuktikan bagaimanakah dampak dari pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan terhadap degradasi lingkungan Pengaruh Kenaikan PDRB Variabel PDRB didahulukan sebagai variabel yang mengalami perubahan karena perubahan kualitas lingkungan dalam perspektif ekonomi lingkungan terjadi karena adanya aktivitas ekonomi untuk memenuhi kebutuhan penduduknya. PDRB merupakan total produksi barang dan jasa yang diproduksi oleh masyarakat yang ada di suatu wilayah selama kurun waktu tertentu. Dari sisi lapangan usaha PDRB mencakup 9 sektor ekonomi, yakni sektor primer, sekunder dan tersier. Proses

2 113 produksi sektor sekunder yakni industri pengolahan yang mengolah bahan-bahan mentah disinyalir banyak menimbulkan limbah yang kembali ke alam. Dengan menaikan nilai variabel PDRB secara bertahap mulai dari sebesar 1 persen kemudian 2 persen dan 3 persen dari nilai aktualnya, ternyata memiliki dampak berantai ke seluruh variabel endogen dalam model ini sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 24. Simulasi historis ini menggunakan model yang telah diuji validasinya dan menggunakan data historis dari tahun Tabel 24. Simulasi Historis Dampak Kenaikan PDRB Terhadap Makroekonomi- Lingkungan Jawa Barat Variabel Keterangan Kenaikan PDRB 1% 2% 3% AGRO Sektor Pertanian INDS Sektor Industri JASA Sektor Jasa GR Gini Rasio PR Jumlah Penduduk Miskin LK Lahan Kritis Perkapita TG Tambang dan Galian KN Kontruksi TDSP Total Dissolved Solid percapita BODP Biologi oxigen demand percapita COP Carbon Monoksida CO2P Carbon Dioksida perkapita Yt PDRB/kapita SA Pangsa Pertanian SI Pangsa Industri SJ Pangsa Jasa-Jasa PRDA Produktivitas TK Pertanian PRDI Produktivitas TK Industri PRDJ Produktivitas TK Jasa-Jasa Berdasarkan hasil simulasi nampak bahwa kenaikan PDRB sebesar 1 persen berdampak pada naiknya seluruh output sektor ekonomi. Peningkatan tersebut terjadi

3 114 melalui transmisi PDRB per kapita yang naik sebesar 1 persen dan indikator kualitas lingkungan. Karena terdapat indikator kualitas lingkungan yang berdampak positif terhadap output sektor ekonomi, maka ketika estimasi parameter tersebut meningkat sebagai dampak dari naiknya PDRB per kapita akan mendorong peningkatan output. Pengaruh ini ternyata mendominasi estimasi parameter indikator kualitas lingkungan lainnya yang memiliki arah negatif. Industri pengolahan paling tinggi diantara sektor ekonomi lainnya yakni mencapai 2.16 persen sehingga berdampak pada meningkatnya pangsa sektor ini dalam PDRB Jawa Barat sebesar 1.47 persen. Hal ini bersumber dari peningkatan C02p ketika PDRB per kapita naik. Kenaikan output sektor industri pengolahan meningkatkan produktivitas tenaga kerjanya sampai 2.38 persen. Selanjutnya peningkatan produktivitas tenaga kerja di sektor industri pengolahan ini dapat memperbaiki ketimpangan pendapatan, tercermin pada turunnya angka GR sebesar 0.09 persen. Penurunan angka GR disumbang pula oleh meningkatnya produktivitas tenaga kerja sektor pertanian sebagai dampak dari naiknya output sektor pertanian yang lebih besar dari sektor jasa. Meningkatnya PDRB sebesar 1 persen berdampak pula pada turunnya tingkat kemiskinan sebesar 0.71 persen. Berdasarkan gambaran dampak berantai dari kenaikan PDRB terhadap output sektor ekonomi melalui peningkatan PDRB per kapita dan indikator kualitas lingkungan sudah nampak bahwa peningkatan PDRB sebesar 1 persen memperburuk kualitas lingkungan kecuali lahan kritis per kapita. Hal ini tercermin dengan naiknya

4 115 TDSp sebesar 1.54 persen dan BODp 2.24 persen. Jumlah CO dan CO2p juga meningkat masing-masing sebesar 2.13 persen dan 2.94 persen. Namun tidak demikian untuk lahan kritis, ternyata LKp turun sebesar 0.83 persen. Penurunan ini tidak lepas karena pengaruh dari turunnya variabel kemisinan dan GR. Penurunan angka kemiskinan dan GR ini dapat mengeliminir kenaikan output sektor pertambangan dan penggalian yang mencapai 0.1 persen. Sebenarnya dalam persamaan indikator kualitas lingkungan lainnya juga terdapat variabel kemiskinan dan GR, namun karena kuatnya pengaruh peningkatan PDRB per kapita sehingga tetap menambah jumlah CO, CO2p, TDSp dan BODp. Namun jika kemiskinan dan ketimpangan pendapatan (Gini Ratio) dianggap eksogen, ternyata dampak dari pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen tidak berpengaruh terhadap LKP sementara kenaikan BODp dan TDSp lebih besar lagi. Hal ini terbukti dari hasil simulasi ketika variabel kemiskinan dianggap eksogen seperti yang bisa dilihat pada Tabel 25. Artinya, pertumbuhan ekonomi saja belum bisa diandalkan untuk mengatasi lahan kritis. Ketika ekonomi tumbuh yang tidak berpengaruh terhadap kemiskinan, luas lahan kritis relatif tetap sementara jumlah BODp dan TDSp semakin besar. Padahal ketika kemiskinan bersifat endogen, pertumbuhan ekonomi berdampak pada turunnya kemiskinan, luas lahan kritis per kapita turun dan kenaikan jumlah BODp serta TDSp lebih rendah. Jadi penurunan jumlah penduduk miskin secara langsung dapat mengendalikan luas lahan kritis per kapita dan juga jumlah BODp dan TDSp.

5 116 Tabel 25. Simulasi Historis Dampak Kenaikan PDRB Terhadap Makroekonomi- Lingkungan Jawa Barat Jika Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan Eksogen Variable Keterangan Nilai PDRB Naik 1% Dasar Nilai % AGRO Sektor Pertanian INDS Sektor Industri JASA Sektor Jasa LKP Lahan Kritis Perkapita TG Tambang dan Galian KN Kontruksi TDSP Total Dissolved Solid percapita BODP Biologi oxigen demand percapita CO Carbon Monoksida CO2P Carbon Dioksida perkapita YT PDRB per kapita SA Pangsa Pertanian SI Pangsa Industri SJ Pangsa Jasa-Jasa PRDA Produktivitas TK Pertanian PRDI Produktivitas TK Industri PRDJ Produktivitas TK Jasa-Jasa Dengan demikian kunci mengatasi lahan kritis adalah melalui perbaikan tingkat pendapatan masyarakat. Semakin rendah tingkat kemiskinan semakin terkendali luas lahan kritis per kapita. Hasil studi empiris ini sesuai dengan fakta di lapangan yakni lokasi survey di Kecamatan Arjasari dan Rongga Kabupaten Bandung dimana sebagian besar masyarakatnya miskin dan merupakan daerah lahan kritis terluas di Kabupaten Bandung. Karena alasan untuk mempertahankan hidup mereka terpaksa bercocok tanam sayuran di lahan yang kemiringannya lebih dari 35 derajat dan memangkas pohon-pohon tinggi yang dianggap mengahalangi penyinaran ke tanaman mereka. GRLK yang dicanangkan Pemerintah Propinsi Jawa Barat pada tahun 2003 melalui pola pemberdayaan masyarakat sekitar lahan kritis perlu lebih

6 117 diintensifkan agar secara perlahan pendapatan mereka meningkat dan semakin peduli akan konservasi lahan.kenaikan PDRB 2 persen dan 3 persen memiliki dampak linier yang semakin tinggi terhadap seluruh variabel endogen. Artinya nilai-nilai variabel tersebut berubah apakah naik atau turun sesuai perubahannya sebesar dua kali lipat untuk kenaikan PDRB sebesar 2 persen dan tiga kali lipat untuk kenaikan PDRB sebesar 3 persen Pengaruh Kenaikan Tingkat Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan Dalam skenario yang pertama tentang dampak pertumbuhan ekonomi dengan menganggap variabel kemiskinan dan ketimpangan pendapatan eksogen terbukti bahwa kemiskinan turut memperburuk kualitas lingkungan. Untuk lebih memperkuat temuan tersebut maka skenario selanjutnya adalah jika tingkat kemiskinan naik 0.5 persen dan ketimpangan pendapatan (GR) naik sebesar Tabel 26 menunjukan bagaimana dampaknya terhadap makroekonomi-lingkungan Jawa Barat. Berdasarkan hasil simulasi nampak bahwa ketika tingkat kemiskinan naik 0.5 persen dan GR naik 0.02 dapat menurunkan tingkat output seluruh sektor ekonomi, sehingga PDRB dan PDRB per kapita pun menurun. Artinya, tingkat kesejahteraan masyarakat menurun seperti ditujukan oleh turunnya PDRB per kapita sebesar 7.77 persen. Kondisi ini mendorong perambahan hutan dan eksploitasi lahan secara berlebihan. Akibatnya LKp meningkat persen yakni sebesar hektar. Dengan asumsi jumlah penduduk Jawa Barat 40 juta orang berarti kenaikan sebesar persen atau hektar ekivalen dengan hektar.

7 118 Tabel 26. Simulasi Historis Dampak Kenaikan Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan Terhadap Makroekonomi-Lingkungan Jawa Barat Variable Keterangan Kenaikan PR 0.5% GR 0.02 AGRO Sektor Pertanian INDS Sektor Industri JASA Sektor Jasa LKP Lahan Kritis Perkapita TG Tambang dan Galian KN Kontruksi TDSP Total Dissolved Solid percapita BODP Biologi oxigen demand percapita CO Carbon Monoksida CO2P Carbon Dioksida perkapita PDRB Produk Domestik Regional Bruto Yt PDRB/kapita SA Pangsa Pertanian SI Pangsa Industri SJ Pangsa Jasa-Jasa PRDA Produktivitas TK Pertanian PRDI Produktivitas TK Industri PRDJ Produktivitas TK Jasa-Jasa Fakta di lapangan menunjukan bahwa ketika krisis ekonomi terjadi dan sampai saat ini dimana perekonomian belum pulih sebagaimana mestinya tekanan terhadap sumberdaya lahan dan hutan sangat mengkhawatirkan. Penjarahan hutan oleh masyarakat sebenarnya terkait dengan kelompok masyarakat yang bermodal yang memanfaatkan lemahnya perangkat hukum dan kemiskinan masyarakat sekitar. Dapat dimengerti jika kemiskinan dan ketimpangan pendapatan semakin tinggi dampaknya semakin besar. Tidak demikian untuk kasus pencemaran air dan udara, dengan turunnya output sektor ekonomi konsisten dengan skenario yang pertama, maka tingkat

8 119 pencemaran air dan udara berkurang. Nampak di tabel jumlah TDSp turun sebesar 8.07 persen, BODp turun persen, CO turun persen dan CO2p turun persen. Hal ini semakin memperkuat temuan di skenario yang pertama bahwa tingkat pencemaran air dan udara sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi. Pengaruh kemiskinan dan ketimpangan pendapatan yang positif terhadap BODp dan TDSp relatif rendah sehingga tereliminir oleh pengaruh dari PDRB per kapita. Penurunan PDRB per kapita sebesar 8.13 persen sebagai akibat dari naiknya kemiskinan 0.5 persen dan GR 0.02 ternyata menimbulkan dampak terhadap turunnya indikator kualitas air dan udara dalam proporsi yang lebih besar. Untuk membuang pengaruh perubahan PDRB yang berarti pertumbuhan ekonomi dianggap eksogen, berarti kemiskinan berdampak langsung terhadap degradasi lingkungan ternyata luas lahan kritis per kapita naik dalam persentase yang lebih besar, tingkat pencemaran air pun meningkat. Hasil simulasi untuk kasus ini dapat membuktikannya sebagaimana bisa dilihat pada Tabel 27 di bawah ini. Dengan membuang pengaruh PDRB, terbukti kemiskinan turut memperburuk kualitas lingkungan yakni meningkatnya luas lahan kritis per kapita, BODp dan TDSp. Padahal kedua indikator kualitas air ini membaik jika PDRB bersifat endogen. Memperlakukan PDRB sebagai variabel eksogen di sini memperkuat hasil simulasi sebelumnya bahwa kemiskinan menentukan degradasi lingkungan.

9 120 Tabel 27. Simulasi Historis Dampak Kenaikan Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan Terhadap Makroekonomi-Lingkungan Jawa Barat Jika PDRB Eksogen Variabel Keterangan Jika PDRB Eksogen Nilai Dasar Simulasi Δ % AGRO Sektor Pertanian INDS Sektor Industri JASA Sektor Jasa LKP Lahan Kritis Perkapita TG Tambang dan Galian KN Kontruksi TDSP Total Dissolved Solid percapita BODP Biologi oxigen demand percapita CO Carbon Monoksida CO2P Carbon Dioksida perkapita YT PDRB/kapita SA Pangsa Pertanian SI Pangsa Industri SJ Pangsa Jasa-Jasa PRDA Produktivitas TK Pertanian PRDI Produktivitas TK Industri PRDJ Produktivitas TK Jasa-Jasa Berdasarkan keempat skenario ini nampak bahwa penyebab utama masalah lahan kritis adalah kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Temuan ini mendukung pemikiran Hayami, Andersen dan studi empiris sebelumnya yang dibahas di Bab II Studi Literatur yakni studi Barros, et.al dan Grepperud. Pertumbuhan ekonomi memiliki potensi untuk mengendalikan lahan kritis jika tumbuh dalam persentase yang cukup besar (lebih dari 1 persen). Sementara penyebab utama masalah pencemaran air dan pencemaran udara adalah pertumbuhan ekonomi. Perubahan seluruh indikator kualitas air dan udara sangat responsif terhadap perubahan pertumbuhan ekonomi, artinya ketika ekonomi tumbuh 1 persen kenaikan jumlah CO,

10 121 CO2p, BODp dan TDSp lebih dari 1 persen. Kemiskinan pun turut memperburuk kualitas air. Dengan demikian masih terjadi trade off antara perkembangan lahan kritis dengan pencemaran air dan pencemaran udara ketika ekonomi tumbuh. Hal ini secara implisit mengisyaratkan bahwa menangani lahan kritis relatif lebih mudah dibandingkan dengan yang lainnya ketika ekonomi tumbuh signifikan. Fakta ini selaras dengan eksistensi tipe hak kepemilikan diantara lahan kritis dengan air dan udara, juga tipe kerusakan dan dampaknya. Lahan dimiliki secara jelas yakni pribadi (masyarakat) dan negara (Perhutani) sehingga lebih mudah dalam merancang pola dan mekanisme kebijakan, siapa sasarannya dan bagaimana aturan mainnya agar luas lahan kritis dapat berkurang. Kerusakan dapat teridentifikasi dengan mudah karena menyangkut lokasi tertentu. Dampak sangat terasa dengan munculnya banjir ketika musim hujan dan kekeringan ketika musim kemarau. Dengan demikian ketika pendapatan naik mendorong alokasi untuk konservasi lahan semakin besar. Melalui hubungan ini pula dampak kemiskinan menjadi konsisten dengan luas lahan kritis, bahwa semakin rendah kemiskinan dan ketimpangan pendapatan semakin tinggi upaya konservasi lahan. Sedangkan kasus pencemaran air dan udara terkait erat dengan sifat open access, sulit menetapkan siapa yang paling bertanggungjawab. Pencemaran air dan udara memerlukan pengukuran secara akurat untuk menentukan tingkat pencemarannya. Sifat pencemaran bisa lintas batas wilayah administrasi sehingga

11 122 mendorong sikap kurang peduli. Efek langsung tidak terasa dalam jangka pendek bahkan dimungkinkan lintas generasi. Oleh karena itu kenaikan pendapatan masih mendorong peningkatan polusi air dan udara. Skenario kenaikan dalam proporsi yang sama memiliki dampak yang linier terhadap seluruh variabel endogen bahwa perubahannya dua kali lipat dibandingkan dengan kenaikan skenario yang pertama Pengaruh Kenaikan Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan penduduk adalah kunci katalisator dari kemiskinan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan terutama untuk kasus di lahan marjinal dan pembuangan kotoran ke badan air. Oleh karena itu dicoba disimulasikan kenaikan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0.15 persen dari angka aktualnya. Dampak kenaikan pertumbuhan penduduk terhadap kondisi makroekonomi dan lingkungan Jawa Barat bisa dilihat pada Tabel 28. Kenaikan pertumbuhan penduduk sebesar 0.1 persen meningkatkan kemiskinan sebesar 2.1 persen. Selanjutnya dampak kenaikan kemiskinan ini memperburuk kualitas lingkungan. Hal ini tercermin pada luas lahan kritis per kapita yang naik 0.87 persen, jumlah TDSp naik 0.62 persen, jumlah BODp naik 1.22 persen, jumlah CO naik 0.61 persen dan jumlah CO2p naik 0.79 persen. Produktivitas lingkungan yang menurun ternyata masih mampu mendorong kenaikan output. Sektor pertanian mengalami peningkatan output tertinggi karena kenaikan BODp yang terjadi dalam persentase yang besar memiliki pengaruh dominan dibandingkan

12 123 dengan lahan kritis dan TDSp. Tabel 28. Simulasi Historis Dampak Kenaikan Pertumbuhan Penduduk 0.15% Terhadap Makroekonomi-Lingkungan Jawa Barat Variabel Keterangan Pertumbuhan Penduduk Naik 1% Naik 2% AGRO Sektor Pertanian INDS Sektor Industri JASA Sektor Jasa GR Gini Rasio PR Poverty LKP Lahan Kritis Perkapita TG Tambang dan Galian KN Kontruksi TDSP Total Dissolved Solid percapita BODP Biologi oxigen demand percapita CO Carbon Monoksida CO2P Carbon Dioksida perkapita PDRB Produk Domestik Regional Bruto YT PDRB per kapita SA Pangsa Pertanian SI Pangsa Industri SJ Pangsa Jasa-Jasa PRDA Produktivitas TK Pertanian PRDI Produktivitas TK Industri PRDJ Produktivitas TK Jasa-Jasa Kenaikan output sektor industri pengolahan dan jasa terjadi dalam persentase yang kecil sehingga berdampak pada membaiknya kondisi distribusi pendapatan. Ekonomi keseluruhan tumbuh 0.35 persen, inilah yang membuat kualitas air dan udara tetap naik.

13 Substansi Hasil Simulasi Historis Hasil simulasi historis menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat yang seiring dengan proses industrialisasi berdampak buruk pada kualitas air dan udara. Fakta ini mendorong Teori EKC sisi kiri sebelum titik balik. Artinya, industri yang berkembang di Jawa Barat adalah tipe industri yang banyak menimbulkan polusi. Hal ini kemungkinan besar terkait dengan karakteristik input dan atau teknologi yang tidak ramah lingkungan. Terdapat temuan lain untuk kasus lahan kritis bahwa dampak dari kenaikan PDRB dapat menurunkan LKp. Elaborasi terhadap variabel lainnya menunjukan bahwa fakta tersebut tidak lepas dari pengaruh membaiknya tingkat kemiskinan dan distribusi pendapatan. Artinya, ekonomi tumbuh saja belum cukup dapat menurunkan LKp. Penurunan LKp lebih didorong oleh turunnya kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Temuan ini dapat memperkaya makna Teori EKC, bahwa hubungan yang berbalik arah setelah mencapai titik balik belum tentu berlaku secara utuh. Kasus hubungan antara lahan kritis di Jawa Barat dengan pertumbuhan ekonomi sudah berbalik arah ketika pertumbuhan ekonomi benar-benar berkualitas dapat menurunkan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Dengan lain kata, jika ekonomi tumbuh tinggi namun berdampak kecil terhadap perbaikan kondisi sosial ekonomi maka ada kecenderungan LKp tetap meningkat. Atau kondisi lain ketika pertumbuhan penduduk begitu tingginya sehingga tingkat kemiskinan meningkat dikhawatirkan pula akan mendorong peningkatan LKp.

14 125 Berdasarkan temuan empiris tersebut terdapat dua permasalahan yang terkait dengan masalah pencemaran air, pencemaran udara dan lahan kritis ini, yakni jumlah limbah dan emisi yang meningkat seiring dengan peningkatan outputnya dan meningkatnya lahan kritis jika kemiskinan bertambah. Perubahan kemiskinan tidak semata-mata terkait dengan pertumbuhan ekonomi namun juga pertumbuhan penduduk, dan Jawa Barat sangat riskan dengan masalah yang terakhir ini. Tingkat migrasi ke Jawa Barat sangat tinggi karena posisi strategis sebagai penyangga ibu kota negara. Dalam merespon kedua masalah tersebut pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan lingkungan sebagaimana sudah diungkapkan dalam Bab II, namun masih sulit menemukan kebijakan pengendalian arus migrasi. Dalam bab berikutnya akan dibahas sejauhmana efektivitas implementasi ragam kebijakan lingkungan tersebut.

15 126 Daftar Isi : VI. DAMPAK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEMISKINAN TERHADAP DEGRADASI LINGKUNGAN Pengaruh Kenaikan PDRB Pengaruh Kenaikan Tingkat Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan Pengaruh Kenaikan Pertumbuhan Penduduk Substansi Hasil Simulasi Historis Tabel : Tabel 24. Simulasi Historis Dampak Kenaikan PDRB Terhadap Makroekonomi- Lingkungan Jawa Barat Tabel 25. Simulasi Historis Dampak Kenaikan PDRB Terhadap Makroekonomi- Lingkungan Jawa Barat Jika Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan Eksogen. 116 Tabel 26. Simulasi Historis Dampak Kenaikan Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan Terhadap Makroekonomi-Lingkungan Jawa Barat Tabel 27. Simulasi Historis Dampak Kenaikan Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan Terhadap Makroekonomi-Lingkungan Jawa Barat Jika PDRB Eksogen 120 Tabel 28. Simulasi Historis Dampak Kenaikan Pertumbuhan Penduduk Terhadap Makroekonomi-Lingkungan Jawa Barat 123 Gambar :

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduknya. Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduknya. Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator dari kemajuan pembangunan, indikator ini pada dasarnya mengukur kemampuan suatu negara untuk memperbesar outputnya

Lebih terperinci

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah) 3.14. KECAMATAN NGADIREJO 3.14.1. PDRB Kecamatan Ngadirejo Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Ngadirejo selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.14.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri.

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan (4)

Lebih terperinci

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini. Hal yang dibahas pada bab ini adalah: (1) keterkaitan penerimaan daerah

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti pertumbuhan pendapatan perkapita, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Degradasi Lingkungan Model Pezzey dan Teori EKC secara substansi memiliki makna yang sama, yakni membahas hubungan antara pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi daerah adalah salah satu indikator untuk mengevaluasi perkembangan/kemajuan pembangunan ekonomi di suatu daerah pada periode tertentu (Nuni

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pemerataan pembangunan ekonomi merupakan hasil yang diharapkan oleh seluruh masyarakat bagi sebuah negara. Hal ini mengingat bahwa tujuan dari pembangunan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN

VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN 102 VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN Adanya otonomi daerah menuntut setiap daerah untuk dapat melaksanakan pembangunan daerah berdasarkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat

Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Rezky Fatma Dewi Mahasiswa Prodi Ekonomi Pembangunan Fak. Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan atas sumber daya air, sumber daya lahan, sumber daya hutan, sumber

Lebih terperinci

DAMPAK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEMISKINAN TERHADAP DEGRADASI LINGKUNGAN DI JAWA BARAT ATIH ROHAETI DARIAH

DAMPAK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEMISKINAN TERHADAP DEGRADASI LINGKUNGAN DI JAWA BARAT ATIH ROHAETI DARIAH DAMPAK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEMISKINAN TERHADAP DEGRADASI LINGKUNGAN DI JAWA BARAT ATIH ROHAETI DARIAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 BPS KABUPATEN TAPANULI UTARA No. 08/07/1205/Th. VI, 06 Oktober 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara yang diukur

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI ANALISIS STRUKTUR PEREKONOMIAN BERDASARKAN PENDEKATAN SHIFT SHARE DI PROVINSI SUMATERA BARAT PERIODE TAHUN 1980 2009 Oleh : JEFFRI MINTON GULTOM NBP. 07 151

Lebih terperinci

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Isu-isu Pokok Pembangunan Ekonomi Daerah... 2 1.1.2 Tujuan... 5 1.1.3 Keluaran... 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dalam suatu negara sangat penting, karena pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal dan mandiri. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan

Lebih terperinci

6 ANALISIS PEMODELAN PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

6 ANALISIS PEMODELAN PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN 6 ANALISIS PEMODELAN PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN 6. Analisis Input-Output 6.. Analisis Keterkaitan Keterkaitan aktivitas antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah mampu meningkatkan taraf hidup penduduknya. Peningkatan pendapatan di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah mampu meningkatkan taraf hidup penduduknya. Peningkatan pendapatan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah mampu meningkatkan taraf hidup penduduknya. Peningkatan pendapatan di wilayah ini ditunjukkan dengan pertumbuhan kegiatan produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hampir seluruh kegiatan ekonomi berpusat di Pulau Jawa. Sebagai pusat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk dalam suatu daerah karena hal tersebut merupakan kejadian

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki kontribusi terhadap pembangunan terutama di daerah, salah satunya di Provinsi Jawa Barat. Pembangunan ekonomi daerah erat kaitannya dengan industrialisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. tujuan pembangunan ekonomi secara makro adalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. tujuan pembangunan ekonomi secara makro adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan ekonomi secara makro adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi disamping dua tujuan lainnya yaitu pemerataan dan stabilitas. Indikator

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Northeast Georgia Regional Development Center (1999) menjelaskan beberapa. indikator pencemaran sungai sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Northeast Georgia Regional Development Center (1999) menjelaskan beberapa. indikator pencemaran sungai sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Indikator Kerusakan Lingkungan Sungai Kualitas air sungai tergantung pada komponen penyusun sungai dan komponen yang berasal luar, seperti pemukiman dan industri. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan ekonomi, industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih tinggi. Di lain segi istilah tersebut bertujuan untuk menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. lebih tinggi. Di lain segi istilah tersebut bertujuan untuk menggambarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam analisis mikro ekonomi perkataan pertumbuhan ekonomi mempunyai dua segi pengertian berbeda. Di satu pihak istilah pertumbuhan ekonomi digunakan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pembangunan ekonomi secara essensial dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan meningkat. Masalah pertumbuhan ekonomi ini dapat dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. akan meningkat. Masalah pertumbuhan ekonomi ini dapat dipandang sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi berarti adalah perkembangan kegiatan yang terjadi dalam perekonomian yang mengakibatkan barang dan jasa yang diproduksi dimasyarakat akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan besar untuk menggerakkan roda perekonomian. Pada saat usaha besar tidak mampu mempertahankan eksistensinya,

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting 12 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Istilah

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perkembangan suatu perekonomian dalam satu periode ke periode

BAB I PENDAHULUAN. dan perkembangan suatu perekonomian dalam satu periode ke periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan tujuan perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Dalam hal ini pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dan perkembangan suatu

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB Lapangan Usaha TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB Lapangan Usaha TAHUN 2015 BPS KABUPATEN TAPANULI UTARA No. 01/08/1205/Th. VIII, 16 Agustus 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB Lapangan Usaha TAHUN 2015 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT Oleh: Memed Gunawan dan Ikin Sadikin Abstrak Belakangan ini struktur perekonomian masyarakat pedesaan Jawa Barat telah

Lebih terperinci

PROFIL PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA di DKI JAKARTA TAHUN 2011

PROFIL PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA di DKI JAKARTA TAHUN 2011 No. 44/10/31/Th. XIV, 1 Oktober 2012 PROFIL PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA di DKI JAKARTA TAHUN 2011 Laju pertumbuhan ekonomi yang diukur dari PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan total PDRB Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan Ekonomi 2.1.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA No. 52/ V / 15 Nopember 2002 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA INDONESIA TRIWULAN III TAHUN 2002 TUMBUH 2,39 PERSEN Indonesia pada triwulan III tahun 2002 meningkat sebesar 2,39 persen terhadap triwulan II

Lebih terperinci

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 143 2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 2.2.1 Evaluasi Indikator Kinerja Utama Pembangunan Daerah Kinerja pembangunan Jawa Timur tahun 2013 diukur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek yang sangat menonjol dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya produksi total suatu daerah. Selain itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta meningkatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 5.1. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah Dalam pengelolaan anggaran pendapatan daerah harus diperhatikan upaya untuk peningkatan pendapatan pajak dan retribusi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya pertumbuhan ekonomi mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan salah satu usaha daerah untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR No. 01/10/3172/Th.VIII, 7 Oktober 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TIMUR TAHUN 2015 EKONOMI JAKARTA TIMUR TAHUN 2015 TUMBUH 5,41 PERSEN Perekonomian Jakarta Timur tahun

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 2010, serta data-data lain yang mendukung. Data ini diperoleh dari BPS Pusat,

III. METODE PENELITIAN. 2010, serta data-data lain yang mendukung. Data ini diperoleh dari BPS Pusat, 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data Produk Domestik Bruto (PDRB) Kabupaten Cirebon dan Provinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. produktivitas tenaga kerja di semua sektor.

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. produktivitas tenaga kerja di semua sektor. VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Dalam jangka pendek peningkatan pendidikan efektif dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja pertanian dibanding dengan sektor industri

Lebih terperinci

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal JURNAL TEKNIK POMITS Vol.,, () ISSN: 7-59 (-97 Print) Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal Yennita Hana Ridwan dan Rulli Pratiwi Setiawan Jurusan

Lebih terperinci

KONDISI EKONOMI KOTA TASIKMALAYA

KONDISI EKONOMI KOTA TASIKMALAYA KONDISI EKONOMI KOTA TASIKMALAYA KONDISI EKONOMI a. Potensi Unggulan Daerah Sebagian besar pusat bisnis, pusat perdagangan dan jasa, dan pusat industri di Priangan Timur berada di Kota Tasikmalaya. Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan taraf hidup atau mensejahterakan seluruh rakyat melalui pembangunan ekonomi. Dengan kata

Lebih terperinci

PENGARUH URBANISASI TERHADAP SUKSESI SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBERLANJUTAN SWASEMBADA PANGAN

PENGARUH URBANISASI TERHADAP SUKSESI SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBERLANJUTAN SWASEMBADA PANGAN LAPORAN AKHIR TAHUN 2015 PENGARUH URBANISASI TERHADAP SUKSESI SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBERLANJUTAN SWASEMBADA PANGAN Oleh: Sumaryanto Hermanto Mewa Ariani Sri Hastuti Suhartini

Lebih terperinci

VII. DAMPAK TRANSFER FISKAL TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA

VII. DAMPAK TRANSFER FISKAL TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA VII. DAMPAK TRANSFER FISKAL TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA Secara teoritis, tujuan dari suatu simulasi kebijakan adalah untuk menganalisis dampak dari berbagai alternatif atau skenario kebijakan dengan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada di peringkat 55 dari 134 negara, menurun satu peringkat dari tahun sebelumnya. Dalam hal ini,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BUNGO

BAB IV TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BUNGO BAB IV TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BUNGO 1. PERKEMBANGAN KABUPATEN BUNGO merupakan penghitungan atas nilai tambah yang timbul akibat adanya berbagai aktifitas ekonomi dalam suatu daerah/wilayah. Data

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi nasional yang dapat dicapai melalui pembenahan taraf hidup masyarakat, perluasan lapangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam menghadapi globalisasi diperlukan perekonomian yang. Menurut Simon Kuznet dalam Jhingan (2007) mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam menghadapi globalisasi diperlukan perekonomian yang. Menurut Simon Kuznet dalam Jhingan (2007) mendefinisikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi yang terjadi mengharuskan Indonesia dituntut untuk siap bersaing dengan negara negara lain. Agar mampu bersaing Indonesia harus memantapkan terlebih dahulu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi melalui produktivitas yang tinggi, dan mendatangkan lebih banyak input ke dalam proses produksi.

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi

Lebih terperinci

BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR No. 01/10/3172/Th.VII, 1 Oktober 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TIMUR TAHUN 2014 EKONOMI JAKARTA TIMUR TAHUN 2014 TUMBUH 5,98 PERSEN Release PDRB tahun 2014 dan selanjutnya

Lebih terperinci

Oleh : Sumiawati A

Oleh : Sumiawati A ~7 '. ->. ' _ V PERIJBAHAN KESEMPATAN KERJA TANIAN DAN PERKEMBANGAN SUBSEKTOR TANAMAN PANGAN Oleh : Sumiawati A 28.0586 PROGRAM STUD1 EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA JURUSAN ILIMU-ILMU SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Batas Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Masyarakat Miskin ( ) Presentase Penduduk Miskin. Kota& Desa Kota Desa

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Batas Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Masyarakat Miskin ( ) Presentase Penduduk Miskin. Kota& Desa Kota Desa 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peranan pertanian dalam pembangunan ekonomi hanya dipandang pasif dan bahkan hanya dianggap sebagai unsur penunjang semata. Peranan utama pertanian dianggap hanya sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibahas adalah masalah kemiskinan. Baik di negara maju atau negara

BAB I PENDAHULUAN. dibahas adalah masalah kemiskinan. Baik di negara maju atau negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Permasalahan utama pada setiap negara yang tidak akan pernah selesai dibahas adalah masalah kemiskinan. Baik di negara maju atau negara berkembang, kemiskinan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya dalam jangka panjang akan berdampak terhadap perubahan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya dalam jangka panjang akan berdampak terhadap perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara yang sedang mengalami proses perkembangan perekonomiannya dalam jangka panjang akan berdampak terhadap perubahan struktur ekonomi pada hal yang paling mendasar.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan

Lebih terperinci