BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perusahaan adalah sebuah entitas yang dibentuk berdasarkan peraturan hukum

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan adalah sebuah entitas yang dibentuk berdasarkan peraturan hukum yang berlaku dan terpisah dari pemilik atau manajer perusahaan. Dengan adanya pemisahan tersebut, perusahaan memiliki tiga manfaat yaitu (1) usia perusahaan tidak berkaitan dengan usia pemilik atau manajer sehingga usia perusahaan tidak terbatas. (2) Bentuk kepemilikan perusahaan sudah dalam lembar saham, sehingga kepemilikan perusahaan lebih mudah dipindah-tangankan. (3) Apabila perusahaan mengalami kerugian, maka kerugian tersebut hanya terbatas pada dana yang telah diinvestasikan. Usia perusahaan yang tidak terbatas, kemudahan pengalihan kepemilikan serta kewajiban terbatas membuat perusahaan lebih mudah mendapatkan suntikan dana di pasar modal untuk mengembangkan perusahaan menjadi lebih besar (Ehrhardt & Brigham, 2011) Manajer memiliki tugas untuk mengelola perusahaan, salah-satunya melakukan pengambilan keputusan yang tepat bagi perusahaan dan juga pemegang saham. Setiap manajer memiliki peran dan tanggung-jawab masing-masing. Sedangkan manajer keuangan memiliki peran sebagai pengelola keuangan perusahaan dan perantara pihak internal serta eksternal perusahaan. Di satu sisi, manajer keuangan berperan membantu pengelolaan perusahaan, khususnya 1

2 mengambil keputusan investasi yang tepat. Dan di sisi lain, manajer keuangan berhubungan tidak hanya dengan pemegang saham tapi juga lembaga-lembaga keuangan seperti bank. (Brealey, Myers, & Marcus, 2012). Sedangkan aktivitas perusahaan yang menjadi wewenang manajer keuangan mencakup pengelolaan keuangan jangka pendek (liquidity), pengambilan keputusan mengenai pendanaan (financing) dan pengambilan keputusan mengenai alokasi dana untuk melakukan pembelian aset (investing) (Hanafi, 2008). Selain menjadi salah satu tanggung jawab utama manajer keuangan, pengambilan keputusan investasi sangat penting bagi perusahaan, karena selain bertujuan untuk mendapatkan pendanaan dari investor, perusahaan sendiri dapat bertindak sebagai investor dan mendapatkan tingkat keuntungan tertentu dengan tingkat risiko yang bersedia ditanggungnya. Tandelilin (2001) menyebutkan bahwa dalam investasi, konsep risk dan return selalu berdampingan. Selain memperhitungkan tingkat keuntungan yang diharapkan, investor juga harus memperhatikan tingkat risiko yang bersedia ditanggungnya. Pasar modal yang semakin kompetitif menghasilkan pilihan investasi yang sangat bervariasi bagi investor sehingga dalam pembentukan portofolio dapat disesuaikan dengan preferensi yang dimiliki oleh investor. Capital Asset Pricing Model (CAPM) adalah salah satu perhitungan yang sering digunakan untuk menggambarkan hubungan antara tingkat keuntungan yang diharapkan dan risiko yang bersedia di tanggung oleh investor. Menurut Hanafi (2008) dengan 2

3 menggunakan beta pasar saham sebagai tingkat risiko sistematis, risiko keseluruhan dapat diminimalkan dengan membentuk diversifikasi portofolio sehingga investor dapat menentukan tingkat premi risiko yang tepat pada suatu pilihan investasi dengan menggunakan CAPM. Jones (2014) menjelaskan untuk mengurangi kompleksitas dari individu-individu maka digunakan beberapa asumsi tambahan, antara lain: semua investor dapat meminjam dan meminjamkan uang pada tingkat bunga bebas risiko (risk free rate); semua investor memiliki tingkat ekspetasi yang sama dalam tingkat keuntungan yang diharapkan, varians keuntungan dan kovarians antar aset; semua investor memiliki satu periode waktu yang sama; tidak ada biaya transaksi; tidak ada pajak pendapatan; tidak ada inflasi. Asumsi-asumsi rasionalitas yang digunakan dalam teori-teori keuangan membuat semakin jauhnya perbedaan antara pendapat akademisi yang menggunakan teori-teori tersebut dengan praktisi yang menghadapi realita langsung di pasar modal. Praktisi keuangan berpendapat bahwa akademisi keuangan kurang memerhatikan variabel yang lebih manusiawi di lapangan, sehingga hasil penelitian menjadi sulit untuk diterapkan. Akademisi dinilai memandang persoalan di pasar modal sebagai kumpulan kasus yang statis dan tidak mempertimbangkan fakta bahwa pasar modal beranggotakan manusia-manusia yang memiliki perilaku sangat dinamis. Perkembangan isu-isu tersebut mendorong munculnya Keuangan Keperilakuan sebagai salah satu alternatif pemikiran yang mampu menjelaskan bias yang terjadi pada keputusan yang diharapkan oleh teori nilai harapan (Asri, 2013) 3

4 Sebagai salah satu teori yang menggunakan asumsi rasionalitas teori manfaat harapan atau Expected Utility Theory (EUT) dinilai belum dapat menjelaskan keadaan yang sebenarnya mengenai hubungan antara risk dan return. EUT menyatakan bahwa hubungan antara risiko yang bersedia ditanggung dengan tingkat keuntungan yang diharapkan oleh investor memiliki hubungan positif. Kemudian Kahneman dan Tversky (1979) mengemukakan sebuah teori baru yang disebut prospect theory. Dalam teori tersebut dijelaskan adanya perbedaan perilaku individu dalam menghadapi risiko kerugian dan usaha untuk mendapatkan keuntungan. Manusia memiliki kecenderungan untuk menghindari risiko ketika berusaha untuk mendapatkan keuntungan sehingga dapat dikatakan manusia bersifat risk averse pada kondisi menguntungkan. Sedangkan pada saat menghadapi risiko kerugian manusia tidak ragu untuk mengambil alternatif yang memiliki risiko lebih besar sehingga dapat diindikasikan pada saat mengalami kerugian manusia bersifat less risk averse. Penelitian yang dilakukan oleh Bowman (1980) menemukan adanya hubungan negatif antara risk dan return pada 85 industri yang diteliti. Hasil penelitian Bowman menunjukkan perusahaan dengan tingkat keuntungan yang lebih tinggi memiliki kecenderungan risiko yang lebih rendah. Fenomena yang sangat bertentangan dengan Expected Utility Theory (EUT) kemudian disebut sebagai Bowman s Paradox. Fiegenbaum dan Thomas (1988) meneliti Bowman s Paradox menggunakan prospect theory pada level perusahaan. Dengan menggunakan median ROE industri sebagai target level, ditemukan terdapat hubungan negatif pada 4

5 perusahaan di bawah median industri dan hubungan positif pada perusahaan di atas median industri. Miller dan Bromiley (1990) menjelaskan bahwa setiap perusahaan memiliki target level kinerja yang berdasarkan rata-rata kinerja industri secara keseluruhan. Dalam konteks prospect theory, perusahaan yang berada di atas kinerja rata-rata industri yang dijadikan sebagai refererence point akan memiliki kecenderungan untuk menghindari risiko (risk averse) dan hanya bersedia menanggung risiko yang lebih tinggi apabila kesempatan investasi tersebut menawarkan keuntungan yang lebih tinggi. Kinerja perusahaan yang semakin baik membuat perusahaan akan semakin enggan untuk menanggung risiko tambahan agar mendapatkan keuntungan harapan yang lebih tinggi. Sehingga ketika perusahaan dengan kinerja yang baik menentukan risiko yang bersedia mereka tanggung, risiko tersebut menjanjikan keuntungan yang tinggi. Sebaliknya, perusahaan dengan kinerja di bawah rata-rata industri akan memilih alternatif investasi dengan risiko yang lebih tinggi. Sehingga semakin rendah kinerja yang sebuah perusahaan akan semakin tinggi rissiko yang ditanggung. Teori ini yang kemudian menjadi dasar dilakukannya pengujian perilaku pengambil keputusan pada level organisasi dalam melakukan pemilihan tingkat risiko yang bersedia ditanggung dan tingkat keuntungan yang diharapkan. 5

6 Penelitian untuk mengetahui hubungan antara risiko yang bersedia ditanggung dan tingkat keuntungan yang diharapkan menggunakan prospect theory di Indonesia pernah dilakukan sebelumnya oleh Raymond (2014) dan Pramana (2015) dimana penelitian dilakukan pada level perusahaan. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Raymond (2014) mengadopsi penelitian yang dilakukan oleh Fiegenbaum dan Thomas (1988) yang menentukan target level industri berdasarkan median industri yang diukur pada akhir tahun pengamatan dan dilakukan pengamatan pada perusahaan di atas dan di bawah reference point. Sedangkan Pramana (2015) melakukan pengujian dengan mengadopsi penelitian Kliger dan Tsur (2011) di seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan mengamati perilaku pengambil keputusan pada perusahaan dengan posisi relatif di atas reference point Penentuan reference point merupakan salah satu tahap yang krusial dalam pengujian Prospect Theory. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Fiegenbaum dan Thomas (1988), Figenbaum (1990), Jegers (1991), Sinha (1994) dan Chou (2009) menentukan reference point menggunakan ex-post measurement. Rata-rata atau median industri pada akhir tahun pengamatan digunakan sebagai reference point dimana asumsi yang digunakan adalah tidak adanya perubahan pada situasi dan kebiasaan yang dimiliki oleh perusahaan saat periode pengamatan, serta asumsi bahwa perusahaan mengetahui kinerja dan kondisi terbaru industri secara keseluruhan. Padahal sering kali kondisi industri baru benar-benar diketahui pada tahun berikutnya. Sehingga kondisi dan hasil yang didapatkan pada tahun 6

7 sebelumnya memiliki pengaruh yang besar pada perilaku pengambil keputusan di tahun berikutnya. Maka diperlukan ex-ante measurement untuk mengakomodasi perubahan kondisi dan perilaku tersebut (Kliger dan Tsur, 2011). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Pramana (2015) yang dilakukan di keseluruhan industri di Indonesia, penelitian ini ingin mengetahui perilaku pengambilan keputusan di level perusahaan khususnya di industri keuangan di Indonesia. Menurut Asri (2013) pasar uang sebagai salah satu tempat untuk mendapatkan pendanaan, sedangkan pemain utama dalam pasar ini bank dan lembaga keuangan lainnya. Selain itu, industri keuangan merupakan salah satu industri yang memiliki karakteristik khusus karena perusahaan yang termasuk dalam industri keuangan merupakan perusahaan yang bertindak sebagai perantara dan pengelola dana pihak ketiga. Selain itu proses bisnis dalam industri keuangan sangat erat dengan peredaran uang dan investasi. Industri keuangan juga memiliki peraturan dan pengawasan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI). Selain itu menurut Godlewski (2007) pengambilan keputusan investasi dan penentuan risiko yang kurang tepat dalam industri keuangan dapat merugikan karena akan meningkatkan risiko kebangkrutan bagi perusahaan keuangan. Risiko kebangkrutan pada perusahaan keuangan dikhawatirkan dapat memperburuk keadaan ekonomi pada suatu negara secara keseluruhan. Contohnya di Amerika Serikat pada tahun 2008 terjadi krisis ekonomi yang disebabkan karena kredit kepemilikan rumah yang diberikan oleh perbankan di Amerika Serikat kepada pihak-pihak yang tidak 7

8 layak menerima fasilitass kredit tersebut, sehingga terjadi kegagalan pembayaran kredit dalam jumlah besar (Asri, 2013). Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di atas, penulis bermaksud untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara risk yang bersedia ditanggung dan return yang diharapkan pada perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, terutama yang termasuk dalam klasifikasi sektor industri keuangan dengan menggunakan pendekatan Prospect Theory dan melihat perbedaan hubungan tersebut di dua kondisi yang berbeda, yaitu di atas reference point dan dibawah reference point. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan latar belakang permasalahan yang sudah dijelaskan di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Apakah risk yang bersedia ditanggung dan return yang diharapkan memiliki hubungan negatif pada perusahaan dengan return di atas reference point. 2. Apakah risk yang bersedia ditanggung dan return yang diharapkan memiliki hubungan positif pada perusahaan dengan return di bawah reference point. 8

9 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah 1. Untuk melakukan pengujian hubungan antara risk yang bersedia ditanggung dan return yang diharapkan pada perusahaan dengan return di atas reference point 2. Untuk melakukan pengujian hubungan antara risk yang bersedia ditanggung dan return yang diharapkan pada perusahaan dengan return di bawah reference point 1.4 Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini, manfaat yang dapat diperoleh antara lain: 1. Dapat memperkuat bukti empiris di bidang manajemen keuangan mengenai hubungan risk yang bersedia ditanggung dan return yang diharapkan, khususnya dalam konteks prospect theory. 2. Mampu membantu memberikan gambaran pola perilaku pengambilan keputusan di tingkat perusahaan, khususnya industri keuangan di Indonesia. Sehingga dapat dijadikan salah satu dasar pertimbangan dalam penentuan keputusan investasi yang akan diambil. 9

10 1.5 Sistematika Penulisan Penelitian ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I: PENDAHULUAN Pada bab ini memuat latar belakang permasalahan penelitian, rumusan masalah yang ingin dibuktikan, tujuan dari pelaksanaan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan yang akan dipergunakan di dalam penelitian ini BAB II: LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Bab ini akan menjelaskan mengenai teori yang menjadi dasar pengujian dalam penelitian ini. Kemudian tinjauan dari berbagai literatur serta penelitianpenelitian yang sudah dilakukan sebelumnya sehingga hipotesis yang akan diuji dapat dikembangkan. BAB III: METODE PENELITIAN Selanjutnya, dalam bab ini dibahas mengenai data dan sampel yang akan diuji, serta definisi operasional dari variabel independen dan variabel dependen, model yang digunakan untuk melakukan pengujian hipotesis, uji asumsi klasik, serta pemilihan model regresi dalam penelitian BAB IV: ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai analisis data yang sudah dilakukan, serta pembahasan mengenai hasil dari pengolahan data tersebut 10

11 BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN Bab terakhir ini berisi kesimpulan penelitian dari pembahasan analisis data yang telah dilakukan di bab sebelumnya, keterbatasan dari penelitian yang dilakukan, serta rekomendasi yang dihasilkan dari penelitian ini 11