BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam kelas, sejarah merupakan mata pelajaran yang menggunakan peristiwa peristiwa terpilih tertentu di masa lalu. Siswa pada umumnya mengalami kesulitan dalam pelajaran sejarah. Dari praobservasi yang telah dilakukan, diketahui bahwa siswa terbiasa dituntut untuk membaca materi dari Buku Paket hingga Lembar Kerja Siswa (LKS) dan guru memberikan penjelasan kemudian siswa mencatat. Siswa juga enggan belajar sejarah dikarenakan mata pelajaran ini dianggap tidak penting karena tidak mempengaruhi jurusan di perguruan tinggi yang akan mereka pilih. Selain itu, kemampuan guru yang hanya menggunakan metode ceramah juga mempengaruhi ketertarikan siswa dalam pelajaran sejarah, sehingga sejarah menjadi mata pelajaran yang dianggap sebelah mata. Anggapan anggapan yang salah tentang mata pelajaran sejarah seharusnya menjadi sebuah tantangan yang harus dihadapi oleh guru sejarah itu sendiri. Kemampuan guru dalam melakukan inovasi pembelajaran menjadi penting ketika sejarah tidak hanya menuntut siswa untuk belajar mengenai masa lalu bangsanya. Tetapi juga kegunaan sejarah bagi mereka kini maupun di masa yang akan datang. Sulit bagi siswa untuk memahami suatu peristiwa sejarah di masa lampau kemudian merefleksikan nilai nilai kehidupan yang terkandung di dalam peristiwa tersebut untuk kepentingan masa kini maupun masa yang akan datang. Hal tersebut terjadi karena sejarah merupakan mata pelajaran yang bersifat abstrak

2 (Hasan, 2012, hlm. 7). Siswa diminta untuk memahami masa lalu dengan membaca saja, tidak dengan mengimajinasikannya. Siswa membayangkan suatu peristiwa di masa lampau, kemudian mereka menulis kembali apa yang mereka imajinasikan tersebut. Sehingga, mereka dapat memahami peristiwa tersebut dengan penafsiran mereka sendiri dan dapat menemukan nilai nilai kehidupan yang berguna bagi dirinya di masa kini, dan akan datang. Dikarenakan sifatnya yang abstrak ini, siswa seharusnya merefleksikan peristiwa sejarah tersebut dengan menggunakan imajinasi mereka sendiri. Hal ini didasarkan bahwa kemampuan siswa dalam melihat peristiwa sejarah di masa lampau dan memaknainya berbeda beda. Namun, banyak dari mereka hanya mendapat pengetahuan saja. Pengetahuan ini diperoleh dari membaca Buku Paket, Lembar Kerja Siswa (LKS) maupun mencatat dari penjelasan yang diberikan oleh guru mereka, sehingga kemampuan yang terasah hanya kognitif saja. Penguasaan materi pelajaran sejarah ini sebenarnya merupakan tujuan dari kompetensi kompetensi dasar yang termaktub dalam kurikulum pendidikan sejarah itu sendiri, namum sebuah apresiasi yang baik jika nilai-nilai dari peristiwa di masa lampau dapat ditanamkan pada siswa. Penguasaan materi sejarah yang terjadi di kelas kelas hanya akan memperkuat satu bidang kemampuan saja, yakni pengetahuan atau kognisi siswa. Sehingga, nantinya proses yang terjadi hanyalah transfer pengetahuan atau Transfer of Knowledge. Kemampuan siswa memahami peristiwa sejarah yang masih terbatas transfer of knowledge dikarenakan oleh beberapa hal, yakni: guru, inovasi pembelajaran, maupun tuntutan kurikulum. Guru, dalam hal ini merupakan bagian yang penting dalam berlangsungnya pembelajaran sejarah yang berhasil di dalam kelas. Seorang guru mampu mengembangkan kemampuannya dalam mengajar di kelas, namun ada kendala-kendala yang terkadang membuat pembelajaran di kelas hanya Transfer of Knowledge dengan metode pengajaran

3 yang tidak berganti yakni ceramah (Mulyana dan Gunawan, 2007, hlm. 1; Aman, 2011, hlm. 8). Penguasaan siswa dalam hal kognisi yakni ingatan dan pemahaman siswa mengenai materi pembelajaran sejarah ini menjadi sebuah keprihatinan. Keprihatinan ini muncul dikarenakan pergeseran pandangan bahwa pembelajaran sejarah tidak hanya mengingat dan memahami peristiwa di masa lalu saja, tetapi juga siswa memaknai peristiwa tersebut. Mereka sepatutnya memahami peristiwa di masa lampau, tetapi juga mampu memaknai peristiwa itu. Hal ini nantinya diharapkan akan memiliki andil bagi siswa di lingkungan sosial di masa kini maupun masa yang akan datang. Pembelajaran yang mendalam (deep learning) salahsatunya adalah ketika siswa tidak hanya mampu mengingat dan memahami suatu peristiwa dalam pembelajaran sejarah. Tetapi juga mereka dapat memaknai peristiwa tersebut dan merefleksikannya bagi dirinya sendiri maupun menjadi contoh bagi yang lain. Pemaknaan akan peristiwa sejarah oleh siswa ini akan membentuk deep learning atau pembelajaran yang mendalam. Siswa yang belajar dengan deep learning ini akan mampu menghubungkan konsep konsep yang bertautan. Kemampuan siswa dalam menghubungkan konsep konsep yang bertautan merupakan ciri siswa yang kreatif. Hal ini muncul dari kreativitas mereka dalam mencari, mengolah informasi, mengkomunikasikan, kemudian membentuk suatu pemikiran baru hingga disampaikan ke muka kelas. Kreativitas siswa pun bermacam macam, ini dikarenakan karakteristik berpikir mereka yang berbeda beda. Perbedaan berpikir siswa jika dituangkan dalam kelas akan mewarnai pembelajaran sejarah yang aktif dan kreatif. Kreativitas siswa dapat dimunculkan, namun sayangnya dalam pembelajaran pada umumnya dan pembelajaran sejarah khususnya, guru seringkali mengabaikan pentingnya hal ini.

4 Ada dua faktor yang menjadi kendala seorang guru dalam mengajar, pertama faktor internal dan yang kedua adalah faktor eksternal. Ada beberapa hal yang menjadi kendala pembelajaran dalam faktor internal. Kendala tersebut adalah keinginan untuk melakukan inovasi pembelajaran, seperti yang dijumpai oleh peneliti pada Pra-observasi, biasanya seorang guru enggan melakukan inovasi pembelajara di kelas. Keengganan seorang guru melakukan inovasi pembelajaran dikarenakan: tidak adanya motivasi diri, kesibukan selain di sekolah, dan usia yang sudah tua dan menganggap tidak perlu untuk melakukan inovasi pembelajaran. Faktor eksternal yang mempengaruhi guru tersebut adalah, kurangnya sosialisasi maupun seminar mengenai pembelajaran sejarah. Hal ini menjadi kendala karena ketika guru bersedia untuk mengikuti, terkadang pihak sekolah tidak mengizinkan, atau ada guru lain yang diberi surat tugas untuk mengikuti acara tersebut. Selain itu, dari pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, guru yang menjadi subjek berada di Sekolah di mana sebagian besar adalah guru-guru yang berusia di atas 50 tahun, sehingga membuat guru tersebut berpikir tidak perlu melakukan inovasi karena mengikuti guru-guru lainnya yang sebentar lagi akan pensiun (profil guru SMA Negeri 1 Cikarang Utara, 2014). Pada penelitian ini, peneliti mengamati bahwa guru yang menjadi salahsatu subjek penelitian telah dengan baik dalam mengajar sejarah. Walau menggunakan metode ceramah, guru ini telah mampu memberikan sebuah pandangan kepada siswa bahwa sejarah dapat dikaitkan dengan pengalaman mereka dan juga isu-isu kontemporernya. Penggunaan metode ceramah yang dilakukan memiliki beberapa kelemahan, antara lain: guru menjadi pusat pembelajaran, sehingga yang terjadi adalah Transfer of Knowledge, padahal paradigma pembelajaran sejarah dewasa ini sudah bertambah yakni dengan adalah Transfer of Values yakni penanaman nilai-nilai dari yang mereka pahami dari peristiwa di masa lampau tersebut. Selain itu, siswa cenderung pasif, hanya mendengarkan dan mencatat. Ada siswa yang

5 bertanya, hanya sekedar melakukan klarifikasi dan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru. Sebenarnya, guru yang diteliti telah menggunakan metode maupun teknik pembelajaran. Teknik pembelajaran yang digunakan adalah Six Thinking Hats. Teknik ini diciptakan oleh de Bono pada tahun 1995 (Utari, 2013, hlm. 6). Dia menganalogikan cara berpikir dengan topi karena mengidentifikasikan peran yang diembannya. Keenam topi tersebut adalah: topi putih yakni informasi; topi hitam adalah risiko atau dampak negatif;, topi hijau adalah dampak positif atau kreatifitas; topi merah adalah intuisi atau imajinasi; topi hijau adalah kreatifitas atau solusi/tindak lanjut, dan topi biru adalah pengendali/ ketua kelompok dan yang memberi kesimpulan (de Bono, 1995, hlm ). Teknik ini mencoba untuk melihat kemampuan berpikir siswa. Dalam pembelajaran sejarah, teknik ini dapat dilakukan dalam kelompok. Tiap-tiap kelompok terdiri atas 6 orang siswa. Tahap-tahap dalam pembelajaran dengan menggunakan teknik ini adalah peserta didik diberi masing-masing topi yang berwarna berbeda, yakni: putih, merah, biru, hijau, kuning dan hitam, kemudian, mereka diminta untuk membentuk kelompok yang terdiri atas enam warna berbeda. Langkah pertama dalam teknik ini adalah peserta didik yang menggunakan topi merah untuk mengenali reaksi pertama anak apa, perasaan atau intuisi pada 2-3 detik pertama. Ini sering kali diabaikan, dan penting bagi anak untuk mengakses dan mengenali reaksi pertama mereka. Setelah itu mengumpulkan data, fakta, segala bentuk informasi dengan menggunakan topi putih. Setelah selesai, topi diganti dengan topi hitam, supaya anak mengetahui risiko yang akan dihadapi apa saja. kemudian menemukan risiko yang mungkin terjadi, berganti dengan topi kuning. Jangan sampai anak menjadi terlalu pesimis, topi kuning punya andil dalam menyeimbangkannya. Gunakan topi kuning untuk mengetahui manfaat, semua sisi positif. Setelah itu mulai berpikir kreatif dalam pemecahannya dengan menggunakan topi hijau. Setelah semuanya rampung

6 gunakan topi biru dalam pengambilan keputusan (de Bono, 1995). Teknik yang dikembangkan oleh de Bono ini dilakukan modifikasi oleh guru yang diobservasi, sehingga akan nampak perbedaan dengan tidak meninggalkan dasar-dasar teknik pembelajaran ini. Pada praobservasi kedua, peneliti melihat ketika menggunakan teknik Six Thinking Hats ini terjadi perubahan. Perubahan di sini sangat nampak berbeda, yakni siswa menjadi kreatif yakni, lebih aktif, berani mengemukakan temuantemuannya, dan kondisi kelas yang lebih menyenangkan. Keaktifan ini menunjukkan kemampuan kecerdasan yang diminta pada topi topi tersebut, sehingga memperlihatkan keragaman dalam informasi yang mereka sampaikan. Selain itu, guru menjadi fasilitator dalam mengatur jalannya diskusi dalam kelas dan melakukan klarifikasi atas temuan-temuan maupun pendapat yang disampaikan. Penggunaan Teknik Six Thinking Hats dalam pembelajaran sejarah akan membantu kepada bentuk pembelajaran sejarah yang berlangsung dengan baik. Pembelajaran sejarah di dalam kelas yang berhasil akan terwujud ketika terjadi perubahan yang baik pada diri siswa. Perubahan ini terlihat dengan dikuasainya materi pelajaran sejarah maupun kompetensi-kompetensi yang diharapkan. Selain itu, proses penanaman nilai-nilai atau Transfer of Values menjadi hal yang penting bagi siswa. Penguasaan materi maupun pencapaian kompetensi serta proses penanaman nilai-nilai yang terjadi di dalam kelas ini merupakan perubahan yang hendak dicapai dalam suatu proses pembelajaran. Pencapaian ini nantinya akan berguna bagi mereka untuk menjadi generasi bangsa Indonesia yang cerdas, terampil, dan peduli akan lingkungan sosialnya. Pembelajaran sejarah yang baik akan dicapai melalui proses belajar yang aktif, interaksi dua arah antara guru dan siswa, hingga keluaran yang dihasilkan yakni kemampuan siswa berpikir kreatif. Proses belajar mengajar yang baik dapat dicapai apabila memenuhi beberapa kriteria, yakni: proses interaksi belajar

7 mengajar dua arah, suasana kelas yang menyenangkan, metode maupun teknik pembelajaran yang variatif, hingga kemampuan guru dalam mengajar. Proses interaksi dua arah dimaksudkan tidak hanya guru yang melakukan transfer pengetahuan atau transfer of knowledge dan cenderung terpusat pada guru saja, tetapi di sini memungkinkan siswa untuk memiliki kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya dalam berpikir kreatif dalam rangka pencapaian kompetensi-kompetensi yang diharapkan. Jadi, paradigma tentang pembelajaran yang terpusat pada guru berubah menjadi pembelajaran yang terpusat pada siswa (Student Centered). Pembelajaran yang terpusat pada siswa akan membentuk kompetensi-kompetensi siswa seperti: percaya diri, bertanggung jawab, bekerja sama, jujur, berani, maupun kompetensi-kompetensi yang diharapkan dalam sebuah silabus pembelajaran. Hal ini menghindarkan sebuah pembelajaran yang cenderung membuat siswa menguasai materi tanpa menguasai kompetensikompetensi, maupun nilai-nilai diharapkan. Suasana kelas yang menyenangkan juga mempengaruhi pembelajaran sejarah yang aktif di kelas. Siswa cenderung memahami dengan baik apabila suasana kelas yang menyenangkan. Suasana kelas menyenangkan dapat teridentifikasi mulai dari kondisi kelas yang rapi, bersih, dan tidak gaduh. Selain itu, suasana kelas yang menyenangkan dapat dilihat dari kesiapan mereka untuk belajar dan kemauan untuk belajar. Kondisi psikologis mereka pun dapat mempengaruhi suasana kelas. Guru yang siap untuk mengajar dengan segala persiapannya pun dapat mempengaruhi suasana kelas. Metode maupun teknik pembelajaran merupakan komponen yang tidak bisa terlepas dalam pembelajaran sejarah yang menyenangkan bagi siswa. Penggunaan metode maupun teknik pembelajaran yang beragam akan membantu menstimulasi siswa untuk belajar sejarah yang lebih menyenangkan dan tidak terlalu berpedoman pada buku paket atau textbook. Metode yang beragam akan membantu pencapaian materi-materi maupun kompetensi yang hendak dicapai.

8 Selain itu, penggunaan metode maupun teknik ini juga dapat membentuk suasana kelas yang menyenangkan, yakni pembelajaran yang interaktif, terpusat pada siswa, dan proses penanaman nilai-nilai terjadi dalam diri mereka. Penggunaan teknik pembelajaran Six Thinking Hats ini juga diiringi dengan pemanfaatan materi sejarah dengan isu-isu kontemporer. Menurut Seixas (2000: 20-21), pembelajaran sejarah terbagi atas tiga pendekatan: memori kolektif, disipliner dan postmodern. Pendekatan memori kolektif menyatukan identitas kelompok, mempromosikan pengalaman kolektif bersama dan membangun dasar berbagi dalam berpikir, mempercayai, dan bertindak. Pendekatan disipliner ialah pembelajaran sejarah dengan menggunakan berbagai versi, dengan menggunakan pendekatan ini, siswa akan mencapai suatu kesimpulan di mana mereka mengkonstruksi interpretasi sendiri dari yang telah dipaparkan. Terakhir, pendekatan postmodern, pendekatan ini menghubungkan kisah masa lalu untuk kegunaan politik dan sosial di masa kini. Senada dengan yang diungkapkan Seixas pada pendekatan postmodern, pembelajaran sejarah dengan menggunakan teknik Six Thinking Hats ini dianggap mampu untuk membentuk siswa yang memahami dirinya sendiri, bangsanya pada umumnya dan dapat menghubungkan masa lalu dan masa kini maupun masa yang akan datang. Penggunaan teknik pembelajaran Six Thinking Hats di kelas membantu dalam aktivitas belajar peserta didik. Seperti yang diungkap oleh Saroja Dhanapal dan Khoo Tabitha Wern Ling yang berjudul A Study to Investigate How Six Thinking Hats Enhance the Learning of Environmental Studies. Dalam artikelnya ini adanya peningkatan kemampuan peserta didik di dalam kelas ketika menggunakan teknik ini. Mereka menemukan bahwa penggunaan Teknik Six Thinking Hats merupakan teknik yang tepat digunakan untuk mendorong cara berpikir tingkat tinggi. Kemudian, artikel karya Gary L. Geissler, Steve W. Edison, dan Jane P. Wayland yang berjudul Improving Students Critical Thinking, Creativity, and Communication Skills dalam Journal

9 of Instructional Pedagogies. Hlm Mereka mengindikasikan hal serupa dengan artikel sebelumnya walau dengan subjek dan metode penelitian yang berbeda. Artikel ini mengidentifikasikan bahwa teknik Six Thinking Hats dapat memahami masing-masing perspektif dan mampu menyajikan fokus yang spesifik ketika menghadapi sebuah topik. Setelah menggunakan teknik ini, banyak dari responden menyatakan bahwa mereka dapat meningkatkan partisipasi kelas berikutnya. Penguatan pembelajaran sejarah tidak hanya dilakukan dengan menggunakan teknik pembelajaran Six Thinking Hats, tetapi juga dengan mengangkat isu-isu kontemporer sejarah. Hal ini nantinya tidak hanya membentuk generasi yang tahu akan masa lalunya, tetapi juga memahami secara kritis dan mendalam kebenaran akan masa lalunya serta kegunaannya untuk masa yang akan datang. Materi pembelajaran sejarah yang dipadukan dengan isu-isu kontemporer sejarah digunakan untuk melihat konsep maupun peristiwa sejarah dilihat dari dua pandangan: sejarah resmi (official history) maupun sejarah pinggiran (peripherial history). Upaya untuk melihat suatu peristiwa sejarah dari dua pandangan dikarenakan sejarah mengalami perkembangan dalam penafsiran maupun sumbersumbernya, sehingga sejarah resmi dapat dilihat juga melalui interpretasi yang berbeda maupun sumber-sumber yang berkembang (sejarah pinggiran). Pemanfaatan isu-isu kontemporer yang digunakan dalam pembelajaran sejarah ini diangkat untuk membentuk suatu kesadaran sejarah. Hal ini senada dengan pendapat Kellner (dalam Segall, 2006, hlm. 129) this suggest that history is not about the past, but rather about our ways of creating meanings from and about it. Kesadaran sejarah merupakan salahsatu cara menciptakan makna dari peristiwa di masa lampau. Pemaknaan akan peristiwa sejarah pada materi sejarah cenderung berupaya membentuk nasionalisme siswa. Padahal, banyak nilai yang terkandung dalam suatu peristiwa sejarah itu sendiri. Hal ini dianggap sebagai sebuah pemahaman temporal dari sebuah pengalaman sejarah. Ini menyangkut

10 bagaimana masa lalu dan masa yang akan datang dibentuk dan dihubungkan untuk kepentingan pembentukan masa lalu Pada akhirnya, kesadaran sejarah tersebut akan membentuk kemampuan siswa yang lebih adaptif dan responsif memandang masalah-masalah sekitar lingkungan sosial yang dihadapinya melalui masa lalunya. Kemampuan kesadaran sejarah menuntut siswa untuk mendalami dirinya sendiri maupun lingkungan sekitar serta menghubungkannya dengan konsep-konsep dalam pembelajaran sejarah. Siswa mampu menghubungkan masa lalu dengan isu kontemporernya maupun masa kini terutama dengan menghubungkan pengalaman sendiri siswa tersebut. Keterhubungan tersebut akan membentuk pemahaman siswa bahwa belajar masa lalu juga memiliki manfaat yang besar, terutama bagi diri mereka sendiri. Berangkat dari alasan-alasan maupun konsep-konsep yang disajikan, maka peneliti mencoba untuk melakukan penelitian. Penelitian ini berbentuk penelitian pendidikan. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus (Case Study) sebagai metode penelitiannya. Penelitian dengan metode ini mencoba untuk melihat kegiatan-kegiatan siswa dalam pembelajaran sejarah yang diamati dan dicatat kemudian diinterpretasikan secara mendalam. Penelitian studi kasus adalah sebuah metode penelitian yang jika dengan pendekatan kualitatif didasarkan atas suatu kasus khusus dari sebuah generalisasi yang terjadi dalam latar alamiah yakni tanpa adanya pemberian perlakuan (treatment). Kasus khusus yang dimaksud adalah penerapan sebuah teknik pembelajaran yakni teknik Six Thinking Hats di beberapa kelas XI yang diteliti pada pembelajaran spesifik yakni pembelajaran pada mata pelajaran sejarah Indonesia. Kasus tersebut diteliti secara mendalam dan ekstensif melalui penelitian lapangan di mana peneliti terjun langsung ke lapangan, kemudian dilakukan analisis dengan berbagai cara. Sehingga, peneliti mencapai pada suatu topik penelitian yang berjudul Penerapan Teknik Six Thinking Hats pada Isu-isu Kontemporer dalam Pembelajaran

11 Sejarah untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa (Studi Kasus di SMA Negeri 1 Cikarang. B. Perumusan Masalah Penelitian ini dibatasi pembahasannya melalui beberapa perumusan masalah yang berbentuk pertanyaan penelitian, yakni: 1. Bagaimana desain perencanaan penerapan Teknik Six Thinking Hats pada Isu-Isu Kontemporer dalam Pembelajaran Sejarah untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa? 2. Bagaimana Sintaks penerapan Teknik Six Thinking Hats pada Isu-Isu Kontemporer dalam Pembelajaran Sejarah untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa? 3. Bagaimana hasil hasil peningkatan kreativitas pada penerapan Teknik Six Thinking Hats pada Isu-Isu Kontemporer dalam Pembelajaran Sejarah? 4. Bagaimana kendala kendala serta solusi mengatasi penerapan Teknik Six Thinking Hats pada Isu-Isu Kontemporer dalam Pembelajaran Sejarah untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa? C. Klarifikasi Konsep 1. Kreativitas Kreativitas adalah kemampuan berpikir manusia untuk menciptakan. Menciptakan di sini diartikan secara luas, yakni kemampuan manusia dalam memandang suatu masalah, menganalisisnya, hingga mencari solusi untuk memecahkan masalah tersebut. Seorang siswa yang kreatif adalah siswa yang melakukan hal hal yang telah dimaksudkan dengan tahap akhir adalah memecahkan atau memberikan solusi atas masalah tersebut. Masalah yang dimaksud adalah topik topik, atau konsep konsep dalam pembelajaran sejarah di kelas. Sebuah topik yang diangkat di dalam kelas oleh guru kemudian dibahas

12 oleh siswa melalui proses kognitif. Proses kognitif ini antara lain melihat/merasakan, mengulang, berpikir, memecahkan masalah, mengingat, dan mencitrakan (Schunk, 2013, hlm. 230). 2. Teori Lateral Thinking Teori Lateral Thinking pada dasarnya adalah memecahkan masalah dengan cara yang tidak biasa atau dengan metode di luar logika umumnya. Manusia seharusnya berpikir dengan cara berbeda maupun dengan pendekatan yang berbeda dalam melihat suatu permasalahan, kemudian mencari solusi yang mungkin digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Dalam teori ini, berbagai pandangan maupun solusi itu dianggap ada dan benar. Logika manusia pada umumnya berhubungan dengan kebenaran, sedangkan berpikir lateral mengacu kepada kemungkinan atau apa yang mungkin. kemungkinan adalah persepsi atau pandangan yang berbeda beda yang berupaya untuk mencari solusi solusi yang mungkin digunakan dalam memecahkan masalah. 3. Pembelajaran Sejarah Pembelajaran sejarah berarti belajar tentang peristiwa di masa lampau. Peristiwa di masa lampau yang dipelajari tidak hanya rentetan peristiwa secara kronologis, namun harus mampu memaknai tiap-tiap peristiwa tersebut ke dalam bentuk nilai-nilai positif dan menerapkannya dalam kehidupan peserta didik. Sebuah pembelajaran sejarah yang baik bukan hanya mampu melakukan transfer pengetahuan atau transfer of knowledge, tetapi juga dapat menanamkan nilai-nilai kehidupan pada diri siswa melalui pemahamannya terhadap peristiwa sejarah.

13 Penanaman nilai-nilai pada diri siswa merupakan salahsatu tujuan dari mata pelajaran sejarah. Hal ini terutama berkaitan bagi pembentukan karakter bangsa. Penanaman nilai-nilai nantinya diharapkan dapat mengarahkan kepada diri siswa tentang siapa diri kita sebagai bangsa Indonesia. Selain itu, siswa akan mengenali lingkungannya dengan baik sehingga akan membentuk pribadi yang responsif maupun adaptif. 4. Teknik Six Thinking Hats Teknik ini diciptakan oleh de Bono pada tahun 1985 (Utari, 2013, hlm. 6). Dia menganalogikan cara berpikir dengan topi karena mengidentifikasikan peran yang diembannya. Keenam topi tersebut adalah: topi putih yakni informasi; topi hitam adalah risiko atau dampak negatif;, topi hijau adalah dampak positif atau kreatifitas; topi merah adalah intuisi atau imajinasi; topi hijau adalah kreatifitas atau solusi/tindak lanjut, dan topi biru adalah pengendali/ ketua kelompok dan yang memberi kesimpulan (de Bono, 1995, hlm ). Dalam pembelajaran, teknik ini dapat dilakukan dalam kelompok. Tiap-tiap kelompok terdiri atas 6 orang siswa. Tahap- dalam pembelajaran ini adalah langkah pertama adalah menggunakan topi merah untuk mengenali reaksi pertama anak apa, perasaan atau intuisi pada 2-3 detik pertama. Ini sering kali diabaikan, dan penting bagi anak untuk mengakses dan mengenali reaksi pertama mereka. Setelah itu mengumpulkan data, fakta, segala bentuk informasi dengan menggunakan topi putih. Setelah selesai, topi diganti dengan topi hitam, supaya anak mengetahui risiko yang akan dihadapi apa saja. Setelah selesai menemukan risiko yang mungkin terjadi, berganti dengan topi kuning. Jangan sampai anak menjadi terlalu pesimis, topi kuning punya andil dalam menyeimbangkannya. Gunakan topi kuning untuk mengetahui manfaat, semua sisi positif. Setelah itu mulai berpikir kreatif dalam pemecahannya dengan menggunakan topi hijau. Setelah semuanya rampung gunakan topi biru dalam pengambilan keputusan (de Bono, 1995).

14 5. Isu isu Kontemporer Menurut Kochhar, Semakin banyak kita menginterpretasikan masa sekarang dengan bantuan masa lalu, semakin besar pula kemungkinan kita menemukan isuisu yang kontemporer (2008, hlm. 450). Dengan penggunaan interpretasi yang baru dan beragam, maka akan terbentuk pemahaman siswa dengan adanya isu-isu kontemporer. Isu-isu kontemporer muncul karena: Kontroversi mengenai faktafakta dapat terjadi karena kurangnya data atau tidak masuk akalnya suatu penemuan (Kochhar, 2008, hlm. 453). Selain itu, Kontroversi disebabkan interpretasi; sering terlihat bahwa pendekatan yang dilakukan sejarawan tidak ilmiah, bias, dan dipengaruhi prasangka (Kochhar, 2008, hlm. 453). Isu isu kontemporer sejarah menarik untuk dikaji dalam pembelajaran sejarah terutama dalam materi pelajaran sejarah kontemporer di Indonesia, maupun materi lainnya. Hal ini, sebagaimana nampak dalam buku-buku teks sejarah di sekolah yang banyak mengandung masalah. Permasalahan itu terletak tidak hanya sejak awal pilihan atas materi-materi sejarah itu penuh dengan nuansa kepentingan politik, tetapi juga acapkali proses eksplanasi sejarahnya terlalu sederhana, monolitik, dan tidak memadai. Memang sudah menjadi pengetahuan umum bahwa sejarah untuk kepentingan pendidikan di sekolah tidak bisa dilepaskan dari kebijakan politik pemerintah. D. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini antara lain:

15 1. Mendeskripsikan desain perencanaan penerapan Teknik Six Thinking Hats pada Isu-Isu Kontemporer dalam Pembelajaran Sejarah untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa; 2. Mendeskripsikan Urutan Pembelajaran penerapan Teknik Six Thinking Hats pada Isu-Isu Kontemporer dalam Pembelajaran Sejarah untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa; 3. Mengidentifikasikan hasil hasil peningkatan kreativitas pada penerapan Teknik Six Thinking Hats pada Isu-Isu Kontemporer dalam Pembelajaran Sejarah; 4. Menganalisis kendala kendala serta solusi mengatasi penerapan Teknik Six Thinking Hats pada Isu-Isu Kontemporer dalam Pembelajaran Sejarah untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Secara teoretis, penelitian ini diharapkan mampu menjadi sebuah kajian ilmiah mengenai pembelajaran sejarah dengan menggunakan Teknik Six Thinking Hats melalui Isu-isu Kontemporer untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif. Penggunaan teknik Six Thinking Hats walau sudah dikenal dalam dunia pendidikan, namun belum cukup kajian ilmiahnya dalam mata pelajaran sejarah. Selain itu, penggunaan teknik ini pada pembelajaran sejarah juga digunakan untuk mengidentifikasi kemampuan berpikir kreatif siswa. Penggunaan pembelajaran sejarah dengan isu-isu kontemporer yang juga diterapkan memiliki andil sehingga, siswa mampu melakukan komparasi sejarah besar dan pinggiran, kemudian menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari mereka. 2. Manfaat Praktis

16 Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai pembelajaran sejarah kontekstual dengan menggunakan Teknik Six Thinking Hats melalui Isu-isu Kontemporer untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memiliki kontribusi dalam pembelajaran sejarah. Kontribusi tersebut berupa penggunaan teknik yang disesuaikan dengan kondisi kelas, hingga adanya inovasi inovasi pembelajaran yang didasarkan atas penelitian ini. Hasil penelitian ini sangat bermanfaat karena secara tidak langsung akan membantu guru dan siswa dalam pembelajaran, yaitu dapat memupuk kemampuan mereka dalam menjawab permasalahan permasalahan yang diajukan dalam pembelajaran, membantu keaktifan, dan meningkatkan antusias siswa dalam belajar sejarah hingga akhirnya meningkatkan kreativitas siswa. Selain itu, Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif teknik pembelajaran sejarah, yang dapat membuat proses pembelajaran lebih menarik; meningkatkan pemahaman siswa, kemampuan analisis, identifikasi, hingga pemecahan masalah yang dibingkai dalam satu lingkup yakni kreativitas; dan mengurangi dominasi guru dalam pembelajaran. Bagi Pembelajaran Sejarah, sebagai sebuah bentuk dari pembelajaran sejarah, penelitian ini dapat menambah pustaka pelaksanaan pembelajaran sejarah sehingga dapat menjadi variasi pembelajaran yang dapat diterapkan di dalam kelas. Dengan menggunakan metode studi kasus, dapat diketahui mengapa teknik ini dapat membentuk kemampuan berpikir kontekstual siswa dan memahami secara mendalam keunikan penggunaan teknik ini pada kelas yang diteliti, mulai dari faktor pendukung hingga penghambat penerapan teknik pembelajaran ini.

17 F. Sistematika Penulisan Pembuatan Sistematika penulisan ini dimaksudkan agar dapat memberikan gambaran secara garis besar mengenai isi penulisan Tesis ini secara keseluruhan. Adapun penulisan Tesis ini terbagi menjadi 5 Bab yaitu: Bab I adalah bagian Pendahuluan. Pada bagian Bab ini berisi uraian tentang pendahuluan dan merupakan bagian awal dari tesis. Pendahuluan berisi: Latar Belakang Masalah yang berisi alasan alasan berupa keresahan antara kenyataan dan harapan dari penulisan tesis ini; Perumusan Masalah yang berupa pertanyaan pertanyaan penelitian yang menjadi dasar bagi peneliti untuk membatasi fokus penelitian; Klarifikasi Konsep merupakan bagian di mana peneliti mendeskripsikan secara sederhana konsep konsep yang digunakan dalam penelitian ini; Tujuan Penelitian berisi tujuan dari penelitian ini yang mencoba untuk menjawab pertanyaan pertanyaan dalam perumusan masalah; Manfaat Penelitian berisi kontribusi yang nantinya disumbangkan dari penelitian ini; hingga Sistematika Penulisan yang mencoba mendeskripsikan secara singkat urutan penelitian ini. Bab II adalah Landasan Teori. Dalam suatu karya ilmiah, Landasan Teori mempunyai peran yang sangat penting. Melalui Landasan Teori ditunjukkan the state of the art dari teori yang sedang dikaji dan kedudukan masalah penelitian dalam bidang ilmu yang diteliti. Bab ini mengemukakan masalah tentang apa itu Kreativitas, Teori Lateral Thinking, Pembelajaran Sejarah, Teknik Pembelajaran Six Thinking Hats, Isu-isu Kontemporer dalam pembelajaran sejarah, maupun kajian atas penelitian-penelitian yang serupa. Bab III adalah Metode Penelitian. Bahasan mengenai metode penelitian memuat beberapa komponen yaitu: desain penelitian yang digunakan dalam penelitian, teknik pengumpulan data, subjek dan lokasi penelitian, hingga analisis data, serta alasan-alasan rasionalnya. Bab IV berisi tentang Hasil Penelitian Dan Pembahasan. Bab ini merupakan pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan temuan dan pembahasan atau

18 analisis temuan. Pengolahan data dilakukan berdasarkan prosedur penelitian kualitatif sesuai dengan desain penelitian yang diuraikan dalam Bab III. Karena penelitian ini menggunakan penelitian dengan pendekatan kualitatif dengan desain Penelitian Studi Kasus, maka hasil pembahasan temuan merupakan bahasan yang terkait dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian didasarkan atas Landasan Teori yang digunakan dalam Bab II. Bab V yakni Kesimpulan dan Rekomendasi. Bab ini menyajikan tentang penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian, yang disajikan dalam bentuk kesimpulan penelitian. Bab ini juga memuat tentang implikasi atau rekomendasi yang ditunjukkan kepada para pembuat kebijakan, para pengguna penelitian, dan pada peneliti berikutnya yang berminat untuk melakukan penelitian selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang bertujuan untuk mendidik siswanya menjadi warga negara yang baik. Pendidikan Kewarganegaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang baik, yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, baik

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang baik, yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Kewarganegaraan (Pkn) merupakan mata pelajaran yang bertujuan mendidik siswanya untuk membina moral dan menjadikan warga Negara yang baik, yang diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pembelajaran sejarah di tingkat sekolah menengah atas pada dasarnya memberikan ruang yang luas kepada siswa untuk dapat mengoptimalkan berbagai potensi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mendengarkan adalah salah satu komponen kecakapan yang dimiliki oleh seseorang ketika mereka memiliki kecakapan interpersonal skills yang baik. Sebuah komunikasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Melalui pendidikan, manusia mendapatkan pembelajaran secara kognitif, afektif dan psikomotor yang kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ida Rosita, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ida Rosita, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam rangkaian peristiwa sejarah, sejarah identik dengan konsep perubahan dimana konsep ini mengindikasikan bahwa segala hal yang ada didunia ini pasti mengalami

Lebih terperinci

pembelajaran berbahasa dan kegiatan berbahasa dalam kehidupan sehari-hari karena antara satu dengan yang lainnya memiliki keterkaitan yang erat.

pembelajaran berbahasa dan kegiatan berbahasa dalam kehidupan sehari-hari karena antara satu dengan yang lainnya memiliki keterkaitan yang erat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia. Melalui pendidikan, manusia yang tidak tahu apa-apa menjadi tahu segalanya, manusia yang tidak bisa apa-apa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mengingat mutu pendidikan adalah hal yang penting, pembelajaran pun harus

BAB I PENDAHULUAN. Mengingat mutu pendidikan adalah hal yang penting, pembelajaran pun harus 1 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pembelajaran merupakan salah satu bentuk implementasi pendidikan. Mengingat mutu pendidikan adalah hal yang penting, pembelajaran pun harus memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencapaian tujuan pendidikan ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Banyak permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

SITUASI SULIT SAAT MEMFASILITASI

SITUASI SULIT SAAT MEMFASILITASI SAAT MEMFASILITASI 1 81 1 82 BAB 4 Teknik Menangani Situasi Sulit Saat Memfasilitasi Bayangkan situasi sulit apa yang bisa dihadapi seorang fasilitator infomobilisasi saat mengelola kegiatan kelompok atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang menanamkan. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah dapat

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang menanamkan. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Vita Rosmiati, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Vita Rosmiati, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 1 disebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Metode debat merupakan salah satu bentuk dari metode diskusi. Pada dasarnya kedua metode tersebut memiliki kesamaan, yaitu mengambil sebuah keputusan. Akan tetapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan negara. Pendididkan memiliki peranan yang sangat penting pada

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan negara. Pendididkan memiliki peranan yang sangat penting pada BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan negara. Pendididkan memiliki peranan yang sangat penting pada era sekarang ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan prioritas utama bagi suatu negara termasuk Indonesia, hal ini dibuktikan dari Undang-undang Pasal 31 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup negara dan bangsa. Pendidikan merupakan suatu cara membentuk

BAB I PENDAHULUAN. hidup negara dan bangsa. Pendidikan merupakan suatu cara membentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa. Pendidikan merupakan suatu cara membentuk kemampuan dan cara berpikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan gerbang untuk membentuk karakter masyarakat yang dapat bersifat formal maupun non-formal. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Guru memegang peranan penting dalam membentuk watak bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Guru memegang peranan penting dalam membentuk watak bangsa dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru memegang peranan penting dalam membentuk watak bangsa dan mengembangkan potensi siswa. Potensi siswa dikembangkan sesuai dengan bakat dan kemampuan yang

Lebih terperinci

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) DENGAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS VIII C SMP NEGERI 14 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penguasaan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan dasar bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa yang akan datang. IPA berkaitan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sikap mental siswa (Wiyanarti, 2010: 2). Kesadaran sejarah berkaitan dengan upaya

BAB I PENDAHULUAN. sikap mental siswa (Wiyanarti, 2010: 2). Kesadaran sejarah berkaitan dengan upaya BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan sejarah di era global dewasa ini dituntut kontribusinya untuk dapat lebih menumbuhkan kesadaran sejarah dalam upaya membangun kepribadian dan sikap

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai dan temuan hasil

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai dan temuan hasil 422 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai dan temuan hasil penelitian, maka pada bab lima ini dikemukakan tentang simpulan hasil penelitian pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mengutip dari Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea keempat, bahwa salah satu tujuan terbentuknya negara Indonesia adalah untuk mencerdaskan bangsa. Hal ini

Lebih terperinci

belaka (Widja, 1989). Seorang pakar pendidikan, Suprijono secara rinci menjelaskan tentang masalah pembelajaran sebagai berikut:

belaka (Widja, 1989). Seorang pakar pendidikan, Suprijono secara rinci menjelaskan tentang masalah pembelajaran sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata pelajaran sejarah memiliki andil yang sangat berpengaruh dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam pembentukan karakter manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah IPS merupakan suatu bidang kajian tentang masalah-masalah sosial dimana siswa dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Simpulan penelitian secara keseluruhan sesuai dengan fokus permasalahan penelitian adalah sebagai berikut. 1. Model Ecopedagogy BMLHL lebih efektif meningkatkan kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat suatu masalah dalam pembelajaran sejarah di sekolah saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat suatu masalah dalam pembelajaran sejarah di sekolah saat ini. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Terdapat suatu masalah dalam pembelajaran sejarah di sekolah saat ini. Pembelajaran Sejarah dipandang sebagai proses mengingat fakta-fakta masa lalu dan berorientasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia harus dilaksanakan dengan efektif agar mampu menimbulkan minat dan perhatian peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah komunikasi dalam konteks pedagogi adalah hal yang penting karena ketika proses pembelajaran berlangsung didalamnya terdapat interaksi antara guru dengan siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Peradapan manusia yang terus berkembang menyebabkan perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) juga terus mengalami kemajuan yang pesat. Dalam

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan BAB I LATAR BELAKANG MASALAH 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan yang sangat cepat di semua sektor kehidupan khususnya dunia kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wahana penting. Alasannya menurut Hasan (Tt: 1) disebabkan adanya keyakinan

BAB I PENDAHULUAN. wahana penting. Alasannya menurut Hasan (Tt: 1) disebabkan adanya keyakinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pendidikan suatu bangsa, pendidikan sejarah merupakan suatu wahana penting. Alasannya menurut Hasan (Tt: 1) disebabkan adanya keyakinan bahwa materi pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengalaman merupakan hal yang penting bagi generasi muda, bukan hanya sekedar diingat tetapi juga sebagai cara bagi anak-anak untuk berkenalan dengan nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di sekolah baik di tingkat SD, SLTP maupun SLTA. Di tingkatan sekolah dasar dan lanjutan tingkat pertama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berjiwa pemikir, kreatif dan mau bekerja keras, memiliki

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berjiwa pemikir, kreatif dan mau bekerja keras, memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan bertujuan untuk membangun manusia seutuhnya. Ini berarti bahwa pembangunan mempunyai jangkauan yang luas dan jauh. Berhasil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan kondisi belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi-potensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian ini berangkat dari permasalahan siswa yang kurang kreatif dalam bertanya dan mengemukakan pendapat. Kondisi ini menimbulkan interaksi yang kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Metode pembelajaran merupakan suatu cara yang digunakan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu metode yang dapat digunakan oleh guru dalam proses

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. mengintegrasikan nilai-nilai patriotisme Sultan Mahmud Badaruddin II yang

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. mengintegrasikan nilai-nilai patriotisme Sultan Mahmud Badaruddin II yang BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pembelajaran sejarah dengan mengintegrasikan nilai-nilai patriotisme Sultan Mahmud Badaruddin II yang dilakukan oleh peneliti,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan dapat membantu peserta didik untuk menumbuh kembangkan potensi peserta didik, sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara

I. PENDAHULUAN. Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara tentang pendidikan kita dewasa ini dalam perspektif masa depan. Dalam kenyataannya, pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. SDM yang dimaksud adalah peserta didik sebagai ouput pendidikan. Dengan SDM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan mendasar yang sangat penting bagi manusia. Di zaman yang saat ini sedang berkembang dengan cepat, pendidikan merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question

BAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question 1 BAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa pada Pembelajaran PKn (Penelitian

Lebih terperinci

2015 KEEFEKTIFAN TEKNIK EXAMPLE NON EXAMPLE BERMEDIA GAMBAR DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS NEGOSIASI

2015 KEEFEKTIFAN TEKNIK EXAMPLE NON EXAMPLE BERMEDIA GAMBAR DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS NEGOSIASI 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembelajaran berbahasa Indonesia, kita mengenal empat keterampilan berbahasa yakni mendengarkan, berbicara, menyimak, dan menulis. Keempat keterampilan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Membaca sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari karena membaca

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Membaca sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari karena membaca BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Membaca sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari karena membaca merupakan perilaku yang positif. Perilaku yang harus diawali dengan pembiasaan sebelum

Lebih terperinci

T, 2015 PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH PADA PEMBELAJARAN IPS

T, 2015 PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH PADA PEMBELAJARAN IPS BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Berdasarkan hasil observasi pra- penelitian yang peneliti lakukan di SMP Negeri 19 Bandung khususnya di kelas VIII F, peneliti menemukan masalah ketika pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rizky Ananda Oktaviani, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rizky Ananda Oktaviani, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menulis merupakan suatu kegiatan di mana siswa dapat menuangkan ide atau gagasan kreatif dan imajinasinya ke dalam bentuk tulisan. Menulis merupakan cara

Lebih terperinci

HUBUNGAN DIALOG KREATIF DENGAN PENGALAMAN HISTORIS SISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN SEJARAH

HUBUNGAN DIALOG KREATIF DENGAN PENGALAMAN HISTORIS SISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN SEJARAH Hubungan Dialog Kreatif dengan Pengalaman Historis Siswa, Adhitya 1 HUBUNGAN DIALOG KREATIF DENGAN PENGALAMAN HISTORIS SISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN SEJARAH Adhitya Rol Asmi. FKIP Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa yang besar adalah bangsa menghargai jasa para pahlawan. Pernyataan yang sudah cukup umum didengar tersebut tersirat bahwa sejarah memerankan peran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global sekarang ini menuntut individu untuk berkembang menjadi manusia berkualitas yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada masa sekarang ini memerlukan adanya. pembaruan dibidang strategi pembelajaran dan peningkatan relevansi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada masa sekarang ini memerlukan adanya. pembaruan dibidang strategi pembelajaran dan peningkatan relevansi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada masa sekarang ini memerlukan adanya pembaruan dibidang strategi pembelajaran dan peningkatan relevansi pendidikan. Strategi pembelajaran dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan primer bagi setiap manusia. Dengan pendidikan seseorang dapat memperoleh ilmu pengetahuan yang dapat menjamin kelangsungan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan dan pendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan membekali manusia akan ilmu pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan membekali manusia akan ilmu pengetahuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan membekali manusia akan ilmu pengetahuan, keterampilan, serta sikap yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan perubahan yang terjadi kian cepat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum pendidikan harus disusun dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Kurikulum 2004 berbasis kompetensi yang telah direvisi

BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Kurikulum 2004 berbasis kompetensi yang telah direvisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berlakunya Kurikulum 2004 berbasis kompetensi yang telah direvisi melalui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu upaya untuk menciptakan manusia- manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu upaya untuk menciptakan manusia- manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu upaya untuk menciptakan manusia- manusia yang lebih baik lagi dan berkualitas. Akibat pengaruh itupendidikan mengalami kemajuan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut ditujukan untuk membantu anak dalam menghadapi dan. dalam perkembangan anak (Suryosubroto, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. tersebut ditujukan untuk membantu anak dalam menghadapi dan. dalam perkembangan anak (Suryosubroto, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha yang sengaja dan terencana untuk membantu perkembangan potensi dan kemampuan anak agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk membuat siswa belajar secara aktif dalam mengembangkan kreativitas berfikirnya. Tujuan pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMA Negeri 4

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMA Negeri 4 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMA Negeri 4 Cimahi, berdasarkan hasil wawancara dan observasi pada pra penelitian diperoleh keterangan bahwa belajar

Lebih terperinci

2016 PENINGKATAN KEMAND IRIAN BELAJAR SISWA D ENGAN MENGGUNAKAN MOD EL D ISCOVERY LEARNING D ALAM PEMBELAJARAN IPS

2016 PENINGKATAN KEMAND IRIAN BELAJAR SISWA D ENGAN MENGGUNAKAN MOD EL D ISCOVERY LEARNING D ALAM PEMBELAJARAN IPS BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan hasil pengamatan di kelas VII-C di SMP Negeri 2 Lembang, peneliti menemukan beberapa masalah pada proses pembelajaran IPS, salah satu masalah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum merupakan implementasi pemerintah dalam mencapai tujuan untuk mencerdaskan bangsa. Kurikulum dijadikan sebagai pedoman setiap jenjang pendidikan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN KAJIAN KETERBACAAN DAN NILAI KARAKTER TEKS ARTIKEL HARIAN KOMPAS SERTA UPAYA PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR MEMBACA KRITIS

BAB I PENDAHULUAN KAJIAN KETERBACAAN DAN NILAI KARAKTER TEKS ARTIKEL HARIAN KOMPAS SERTA UPAYA PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR MEMBACA KRITIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membaca merupakan salah satu keterampilan yang berkaitan erat dengan keterampilan dasar terpenting manusia yaitu berbahasa. Oleh karena itu, keterampilan membaca

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kualitas pendidikan ditentukan oleh kualitas guru. Sebaik apapun

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kualitas pendidikan ditentukan oleh kualitas guru. Sebaik apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan sumber daya manusia yang berimplikasi pada kemajuan suatu daerah bahkan bangsa. Kualitas pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan pendidikan dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan hidup. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar mengajar adalah suatu interaksi timbal balik antara guru dan siswa dan antara siswa dengan siswa itu sendiri. Berhasil tidaknya proses belajar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan. Perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang

I. PENDAHULUAN. perkembangan. Perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN TEKNIK MENULIS BERANTAI DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS ULASAN FILM ATAU DRAMA

2015 PENERAPAN TEKNIK MENULIS BERANTAI DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS ULASAN FILM ATAU DRAMA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menulis adalah kegiatan pembelajaran yang mengedepankan proses dan hasil. Menulis merupakan suatu keterampilan yang kompleks dan unik yang menuntut sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah proses komunikasi transaksional yang melibatkan guru, siswa, media, bahan ajar dan komponen lainnya sehingga tercipta proses interaksi belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dilihat dari perspektif filsafat ilmu, paradigma Pendidikan Bahasa Indonesia berakar pada pendidikan nasional yang mengedepankan nilai-nilai persatuan bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan SMAN 1 Padalarang adalah salah satu SMA negeri di wilayah Kabupaten Bandung Barat yang telah menerapkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seminar, dan kegiatan ilmiah lain yang di dalammnya terjadi proses tanya-jawab,

BAB I PENDAHULUAN. seminar, dan kegiatan ilmiah lain yang di dalammnya terjadi proses tanya-jawab, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Metode tanya-jawab seringkali dikaitkan dengan kegiatan diskusi, seminar, dan kegiatan ilmiah lain yang di dalammnya terjadi proses tanya-jawab, meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu tempat dimana siswa mendapatkan ilmu secara

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu tempat dimana siswa mendapatkan ilmu secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu tempat dimana siswa mendapatkan ilmu secara formal. Sekolah bukan hanya tempat menimba ilmu, tetapi juga sebagai tempat berkumpul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menghiasi praktek pembelajaran di kelas. Pada umumnya guru

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menghiasi praktek pembelajaran di kelas. Pada umumnya guru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paradigma lama dalam proses pembelajaran masih sangat kental menghiasi praktek pembelajaran di kelas. Pada umumnya guru mempersiapkan materi ajar yang akan disampaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehari-hari. Namun dengan kondisi kehidupan yang berubah dengan sangat

I. PENDAHULUAN. sehari-hari. Namun dengan kondisi kehidupan yang berubah dengan sangat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan diharapkan dapat membekali seseorang dengan pengetahuan yang memungkinkan baginya untuk mengatasi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Namun dengan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran yang bertujuan untuk membentuk karakter individu yang bertanggung jawab, demokratis, serta berakhlak mulia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika merupakan bidang pelajaran yang ditemui diberbagai jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Matematika mengajarkan kita untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewarnai berbagai aspek kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. mewarnai berbagai aspek kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat cepat mewarnai berbagai aspek kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Masyarakat dengan mudah menerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran ekonomi selama ini berdasarkan hasil observasi di sekolahsekolah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran ekonomi selama ini berdasarkan hasil observasi di sekolahsekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran ekonomi selama ini berdasarkan hasil observasi di sekolahsekolah menengah atas cenderung bersifat monoton dan tidak menghasilkan banyak kemajuan

Lebih terperinci

2015 PERAN SOSIALISASI POLITIK ORGANISASI KEMAHASISWAAN DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI POLIITK MAHASISWA

2015 PERAN SOSIALISASI POLITIK ORGANISASI KEMAHASISWAAN DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI POLIITK MAHASISWA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan insan intelektual yang akan menjadi generasi penerus bangsa di masa depan. Dalam mengembangkan dirinya, mahasiswa tidak hanya bisa memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam peningkatan sumber daya manusia dan salah satu kunci keberhasilan dalam pembangunan nasional di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum merupakan implementasi pemerintah dalam mencapai tujuan untuk mencerdaskan bangsa. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Tantangan masa depan yang selalu berubah sekaligus persaingan yang semakin ketat memerlukan keluaran pendidikan yang tidak hanya terampil dalam suatu bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan kualitas manusia seutuhnya adalah misi pendidikan sebab pendidikan dapat membuat manusia menjadi cerdas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sumber manusia itu tergantung pada kualitas pendidikan. Peran

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sumber manusia itu tergantung pada kualitas pendidikan. Peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber manusia itu tergantung pada kualitas pendidikan. Peran pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejarah menunjukkan bahwa kemajuan dan kesejahteraan bangsa ditentukan oleh

I. PENDAHULUAN. Sejarah menunjukkan bahwa kemajuan dan kesejahteraan bangsa ditentukan oleh I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah menunjukkan bahwa kemajuan dan kesejahteraan bangsa ditentukan oleh kemampuannya dalam mengembangkan serta memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan bagian dalam ilmu pengetahuan dengan berbagai peranan menjadikannya sebagai ilmu yang sangat penting dalam pembentukan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak rintangan dalam masalah kualitas pendidikan, salah satunya dalam program pendidikan di Indonesia atau kurikulum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh pengetahuan, menambah keterampilan serta dapat merubah sikap individu dari yang tidak tahu menjadi tahu.

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE FIELD TRIP UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS DESKRIPSI PADA SISWA KELAS X-1 SMA NEGERI 1 NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

PENERAPAN METODE FIELD TRIP UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS DESKRIPSI PADA SISWA KELAS X-1 SMA NEGERI 1 NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI PENERAPAN METODE FIELD TRIP UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS DESKRIPSI PADA SISWA KELAS X-1 SMA NEGERI 1 NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Ekonomi Akuntansi. Disusun Oleh:

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Ekonomi Akuntansi. Disusun Oleh: PENGARUH PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN AKUNTANSI PADA SISWA KELAS XI IPS SMA AL - ISLAM 3 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009-2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya kegiatan belajar mengajar adalah suatu. sebagai salah satu komponen dalam proses belajar mengajar berperan sangat

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya kegiatan belajar mengajar adalah suatu. sebagai salah satu komponen dalam proses belajar mengajar berperan sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam satuan pembelajaran. Guru sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan lembaga untuk peserta didik. Kurikulum pendidikan sudah beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keputusan dapat diambil sesuai kebutuhan yang diharapkan. keputusan, yaitu keputusan untuk tidak melakukan apa-apa.

BAB I PENDAHULUAN. keputusan dapat diambil sesuai kebutuhan yang diharapkan. keputusan, yaitu keputusan untuk tidak melakukan apa-apa. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang masalah Pengambilan keputusan sangat diperlukan dalam beberapa bidang dan dalam kehidupan sehari-hari. Keputusan-keputusan tersebut biasanya didasarkan pada alternatif-alternatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada model pembelajaran yang di lakukan secara masal dan klasikal, dengan

BAB I PENDAHULUAN. pada model pembelajaran yang di lakukan secara masal dan klasikal, dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan sistem Pendidikan di Indonesia pada umumnya lebih mengarah pada model pembelajaran yang di lakukan secara masal dan klasikal, dengan berorientasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian ini dilatarbelakangi oleh hasil observasi di kelas VII D SMP Negeri 1 Cimahi. Berdasarkan hasil observasi, peneliti menemukan permasalahan yang dihadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk. mengembangkan potensi diri dan sebagai katalisator bagi terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk. mengembangkan potensi diri dan sebagai katalisator bagi terjadinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai salah satu unsur kehidupan berperan penting dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk mengembangkan potensi diri dan sebagai

Lebih terperinci