BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kebijaksanaan dan Keadilan. Nilai-nilai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kebijaksanaan dan Keadilan. Nilai-nilai"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang berideologi Pancasila dan memiliki nilai-nilai budaya yang luhur. Pancasila mengandung 5 pokok nilai yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kebijaksanaan dan Keadilan. Nilai-nilai tersebut diharapkan terdapat di dalam setiap diri dan jiwa setiap rakyatnya, agar menjadi manusia yang bermoral, berkemanusiaan, dan berguna bagi nusa bangsa serta agamanya. Negara Indonesia merupakan sebuah negara yang terdiri dari beberapa elemen profesi dalam masyarakat. Permasalahan dalam setiap profesi sangat mungkin terjadi. Kasus korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintah merupakan salah satu contoh permasalahan yang terjadi di dunia politik, hukum dan pemerintahan. Begitu pula dalam dunia pendidikan antara lain seorang dosen di salah satu perguruan tinggi yang melakukan tindakan plagiat hampir separuh dari tesis mahasiswa (Anwar Siswadi, 2012), kasus pencontekan saat ujian Pendidikan Latihan dan Profesi Guru (PLPG) (Arief Ardliyanto, 2012). Tindakan menyimpang selain dilakukan oleh orang dewasa, juga dilakukan oleh mereka yang berusia remaja yang biasanya masih menjadi pelajar atau mahasiswa. Peristiwa lain yang mengejutkan yaitu enam orang remaja memperkosa dan membakar seorang siswi SMK sekaligus teman dekatnya di daerah Kalasan, Sleman (Ayu, kedaulatan rakyat jumat 19 April 1

2 Hlm 1). Kasus penyimpangan juga dilakukan oleh enam siswa SMA swasta di Yogyakarta, enam orang tersangka melakukan perampokan di sebuah toko waralaba dan menggunakan uang hasil rampokan tersebut untuk bersenang-senang dan membeli minuman keras (Chatarina Binarsih, 2013). Peristiwa lain yang masih terjadi yaitu siswa yang berusaha mencontek pada saat ulangan berlangsung. Menurut pernyataan hasil wawancara peneliti dengan beberapa remaja SMA, salah satu MA di sekitar Sleman pada tanggal 17 Maret 2012, mengatakan bahwa masih ada siswa yang berusaha mencontek ketika ulangan. Hal ini sempat terlihat saat peneliti melakukan praktek pengalaman lapangan pada bulan Agustus 2012 ketika sedang mengawasi ulangan di kelas. Terlihat perilaku siswa yang mencurigakan, antara lain: membawa kertas, membawa handphone, dan tengok kanan-kiri, bahkan membuka buku catatan. Saat siswa didekati, sikap siswa tersebut seperti menyembunyikan sesuatu, ini merupakan masalah yang serius dan selayaknya untuk ditindak lanjuti. Mencontek, berbohong, mencuri, termasuk dalam perilaku moral yang merupakan aspek-aspek negatif dari tingkah laku (Santrock, 2007 : 315). Perilaku seperti mencontek, mencuri, dan korupsi termasuk dalam perkembangan moral yang mencakup pemikiran (kognisi) moral; perasaan (afeksi) moral, dan tindakan (aksi) moral (Santrock, 2007:301; Shaffer, 2009 : 530). Dilihat dari segi pendidikan, yang artinya mereka (baik yang masih di bangku sekolah maupun yang sudah bekerja sebagai profesional) telah dididik dan dilatih kognisinya secara berkelanjutan dari kecil hingga usia dewasa

3 3 muda; semestinya pengetahuan (kognisi) moralnya baik atau tinggi, namun dalam prakteknya atau dalam tindakan moralnya buruk atau rendah. Muncul pertanyaan mengapa individu melakukan tindakan moral yang negatif atau membuat keputusan yang tidak bermoral. Menurut Bandura dalam Detert & Trevino (2008: 374), individu membuat keputusan tidak etis karena proses regulasi diri moralnya tidak aktif. Ketidakaktifan regulasi diri moral ini disebut tercerabutnya (lepas) moral atau regulasi diri moral yang tidak berfungsi disebut moral disengagement oleh Bandura. Jika regulasi diri moralnya baik (berfungsi) maka seharusnya dapat menahan untuk tidak melakukan tindakan moral yang buruk, akan tetapi jika regulasi diri moralnya buruk maka dapat memfasilitasi terjadinya tindakan moral yang buruk. Regulasi diri moral yang tidak berfungsi (Moral disengagement) Bandura (1999:193) menegaskan tentang kompleksnya regulasi diri moral yang tidak berfungsi, bahwa orang-orang mengambil keputusan tidak etis dengan tanpa menampakkan perasaan bersalah atau tidak adanya self sensor. Menurut Bandura (1999: 193), ada suatu sudut atau pusat dalam kognitif yang merestrukturisasi tindakan dengan cara berikut : 1. Justifikasi moral yaitu keputusan tindakan baik atau buruk yang pada diri sendiri atau orang lain yang tampak dibenarkan secara moral. Misalnya seseorang mencuri karena ingin menghidupi keluarganya. 2. Bahasa yang diperhalus, seseorang menyebutkan hal tercela dengan ungkapan yang halus.

4 4 3. Perbandingan yang menguntungkan, seseorang membandingkan pelanggaran moral dengan pelanggaran lain yang lebih berat, sehingga individu tersebut dapat membenarkan diri. 4. Melemparkan tanggung jawab seseorang membenarkan pelanggaran moral karena ada perintah dari otoritas yang lebih tinggi. 5. Mengaburkan tanggung jawab, merasa bahwa kesalahan tidak hanya dilakukan oleh dirinya sendiri namun juga oleh orang lain. 6. Tidak menghargai atau sangat sedikit usaha untuk mengurangi akibat melukai orang lain, seseorang mengabaikan bahaya yang akan timbul dari perbuatan yang di lakukan. 7. Selalu menyalahkan pihak lain, seseorang menyalahkan pihak lain atas pelanggaran moral yang dilakukan. 8. Memperlakukan tidak manusiawi pada orang yang menjadi korban. Justifikasi moral, penghaluan istilah, perbandingan yang menguntungkan merupakan ketidaktahuan kognitif tentang perilaku sebagai cara untuk meningkatkan penerimaan moral, melempar tanggung jawab, mengaburkan tanggung jawab dan tidak menghargai merupakan perilaku seseorang yang mengaburkan sebuah tindakan yang merugikan dirinya, dehumanisasi dan menyalahkan orang lain dapat terlepas dari sangsi moral ketika individu mengurangi identifikasi pada tujuan yang merugikan (Kurtinez & Gewirtz, 1991: Hal 71-93). Detert & Trevino (2008: ), meneliti tentang perbedaan individu sebagai anteseden dari regulasi diri moralnya tidak berfungsi, dan

5 5 adanya hubungan antara moral disengagement yang tidak berfungsi dengan serangkaian pembuatan keputusan moral yang tidak etis. Hasilnya sebagai berikut : 1. Adanya hubungan antara empati dengan regulasi diri moral yang tidak berfungsi (Moral disengagement) seseorang yang memiliki empati lebih tinggi, maka akan semakin mampu meregulasi diri moralnya dengan baik. 2. Adanya hubungan antara sifat sinis dengan regulasi diri moral yang tidak berfungsi, seseorang yang memiliki sifat sinis akan sulit mengendalikan moralnya. 3. Adanya hubungan positif antara orientasi locus of control yang chance dengan regulasi diri moral yang tidak berfungsi; sedangkan hubungan antara internal locus of control dan power locus of control dengan regulasi diri moral yang tidak berfungsi tidak terdukung 4. Ada hubungan yang negatif antara identitas moral dengan regulasi diri moral yang tidak berfungsi. Terdapat satu aspek mediasi dalam pengambilan keputusan dalam kognitif yang disebut dengan moral disengagement yang dapat menjadi fasilitator pengambilan keputusan moral yang buruk. Pengambilan keputusan tersebut terbentuk dengan dukungan aspek aspek atau faktor faktor personal yang berasal dari pikiran (kognisi) moral, serta reaksi diri afektif dan faktor lingkungan yang semuanya saling berinteraksi dengan tindakan moral seseorang (Bandura dalam Kurtinez & Gewirtz, 1991 : 45 46).

6 6 Salah satu aspek dalam kognisi moral adalah orientasi moral. Orientasi moral adalah suatu konsep tentang kerangka atau perspektif yang berbeda untuk menyusun atau memahami domain moral. Terdapat dua orientasi menurut Gilligan (Lawrence J, Walker dalam Kurtinez & Gewirtz, 1991:334), yaitu orientasi keadilan dan orientasi kepedulian. Orientasi keadilan berdasarkan pemikiran Kohlberg, sedangkan orientasi kepedulian merupakan pemikiran Gilligan (Barnstein Lamb, 1992: ). Menurut Gilligan teori tingkat perkembangan moral Kohlberg tidak memadai untuk menggambarkan moral remaja perempuan. Perempuan yang diukur dengan alat Kohlberg skornya lebih rendah dari laki-laki dan hanya akan behenti pada tahap ketiga yaitu goodboy/goodgirl. Laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan orientasi (penalaran) moral (Gilligan, 1997). Menurut Gilligan (1997: 112) terdapat tiga tingkatan perkembangan moral yang berorientasi pada kepedulian yaitu: a) tingkat Orientasi of individual survival, transisi selfishness ke responsibility b) tingkat Goodness as self sacrifice, transisi goodness ke truth, c) morality of nonviolence. Individu yang berada pada tingkat pertama dianggap mempunyai tingkat kepedulian yang kurang, hal ini dapat di amati pada anak usia sekolah awal. Pada tingkat kedua dianggap memiliki tingkat kepedulian yang baik walaupun belum memiliki keseimbangan yang nantinya akan dapat beralih pada tahap kedua yaitu goodness ke truth. Pada tingkatan ketiga menurut Gilligan tidak mudah seorang individu untuk dapat mencapai tingkat kepedulian ini bahkan

7 7 oleh orang dewasa sekalipun karena keputusan yang diambil adalah baik baginya dan bagi orang lain. Fenomena perilaku buruk yang terjadi pada siswa SMA seperti mencontek, tawuran pelajar, narkoba, mencuri, berbohong cukup memprihatinkan. Perilaku buruk ini kemungkinan terjadi karena regulasi diri moral yang ada dalam diri remaja tersebut tidak berfungsi, hal ini diduga terjadi karena disebabkan oleh faktor internal berupa orientasi moral dengan moral disengagement yang saling terkait. Orientasi moral kepedulian yang tinggi seharusnya regulasi diri moralnya semakin berfungsi untuk mendukung kearah tindakan moral yang baik, namun sebaliknya jika orientasi moralnya rendah maka regulasi diri moralnya tidak berfungsi. Jika di andaikan orientasi moral kepeduliannya baik maka moral disengagementnya akan lemah, namun jika orientasi moral kepeduliaanya rendah maka moral disengagementnya akan tinggi. Fase remaja secara umum adalah sekitar usia tahun yang kebanyakan berada pada usia sekolah. Remaja menghadapi kondisi pencarian identitas dan berusaha menjelaskan siapa dirinya dan cenderung merasa tidak puas dengan keberadaan dirinya, sehingga berusaha mencari perhatian dari sekelilingnya, ada yang dapat melewati masa remajanya dengan sukses dan berprestasi namun ada pula yang melewati masa remajanya tidak sukses dengan kata lain bermasalah. Menurut Saefullah (2012: 265) remaja bermasalah tidak mampu menyaring berbagai pengaruh buruk yang ada di sekelilingnya. Ada cara-cara

8 8 yang berbeda pada remaja perempuan dan remaja laki-laki tentang pengertian diri. Remaja perempuan membangun identitas awal mereka berkaitan dengan diri sendiri dan ibunya, sementara remaja laki-laki mengidentifikasikan diri mereka dengan memisahkan dari jenis kelamin yang berlawanan, yaitu ibu (Barnstein Lamb, 1992: ). Masa remaja merupakan fase perkembangan yang sangat penting bagi individu. Harold Alberty 1957 dalam (Saefullah, 2012: 264) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan suatu periode dalam perkembangan yang dijalani individu sejak berakhirnya masa kanak-kanak sampai awal masa dewasa. Menurut WHO dalam Sarlito W Sarwono (2012: 13) remaja memiliki tanda-tanda perkembangan psikologis dan pada identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. Remaja usia sekolah rawan untuk melakukan tindakan yang buruk karena tidak adanya self sensor yang diaktifkan saat sendiri atau besama teman-temannya menurut Bandura (1999: 193) terdapat delapan indikator yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan yang buruk. Jika seseorang berlaku ingin menang sendiri atau melakukan tindakan lain yang terdapat dalam delapan indikator Bandura maka dia berada pada tingkat pertama pada orientasi kepedulian Gilligan. Peneliti berpandangan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara orientasi moral kepedulian dengan moral disengagement. semakin tinggi orientasi moral kepeduliannya maka akan semakin mendukung kearah tindakan moral yang baik, namun sebaliknya jika orientasi moral kepeduliannya rendah maka tindakan yang dilakukan akan kemungkinan buruk. Dengan demikian orientasi moral kepedulian memiliki

9 9 kontribusi pada terjadinya suatu tindakan moral yang buruk oleh seorang individu. Berkaitan dengan latar belakang diatas, maka peneliti memiliki pendapat bahwa perlu dilakukan penelitian tentang moral disengagement dari tinjauan orientasi moral sebagai faktor internal seseorang yang memengaruhi terjadinya tindakan moral oleh siswa. Minimnya penelitian yang meneliti tentang orientasi moral siswa dengan moral disengagement maka penelitian tentang orientasi moral ini perlu untuk dilakukan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan Hubungan Orientasi Moral Kepedulian dengan Moral disengagement pada Siswa SMA Se-Kabupaten Sleman. B. Identifikasi Masalah 1. Banyak remaja melakukan tindakan moral yang buruk semacam kecurangan saat ujian, mencuri, dan tawuran. 2. Ketidakmampuan remaja mengendalikan tingkah lakunya. 3. Keterkaitan orientasi moral dengan moral disengagement yang terjadi pada tindakan moral siswa yang buruk. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas agar penelitian lebih fokus pada hubungan orientasi moral kepedulian dengan moral disengagement pada kalangan siswa SMA se-kabupaten Sleman.

10 10 D. Rumusan Masalah Dapat diketahui berdasarkan pembatasan masalah di atas terdapat dua variabel yang menjadi objek penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah orientasi moral, dan moral disengagement. Untuk mengetahui ada dan tidaknya hubungan antara kedua variabel tersebut, maka masalah yang diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut: adakah hubungan antara orientasi moral kepedulian dengan moral disengagement pada siswa SMA Se-Kabupaten Sleman? E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara orientasi moral kepedulian dengan moral disengagement pada siswa SMA di Kabupaten Sleman. F. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoretis Hasil hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan untuk jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum di bidang etika atau psikologi moral. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberi masukan dan salah satu referensi bagi penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini.

11 11 2. Manfaat Praktis a. Dapat dijadikan sebagai masukan dalam mengambil keputusan untuk mengadakan peningkatan dan pembinaan terkait dengan orientasi moral kepedulian dan moral disengagement. b. Dari hasil penelitian ini akan didapatkan informasi mengenai hubungan orientasi moral kepedulian dengan moral disengagement dan dapat memberikan pengetahuan serta gambaran tentang tingkat kepedulian pada siswa. c. Bagi siswa, memberikan pemahaman mengenai pentingnya kepedulian dan pengendalian perilaku moral. d. Bagi peneliti, kesempatan peneliti untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan sebagai pembelajaran mengenai penelitian. e. Bagi sekolah dapat mengembangkan model pendidikan moral dalam rangka memperbaiki pendidikan moral di sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. dalam taraf kecil, maka hampir dipastikan kedepan bangsa ini akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dalam taraf kecil, maka hampir dipastikan kedepan bangsa ini akan mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini di Indonesia terjadi beberapa permasalahan dalam berbagai bidang. Beberapa kasus terjadi di bidang hukum, politik dan tata pemerintahan. Dalam ranah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. making) merupakan salah satu bentuk perbuatan berpikir, hasil dari perbuatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. making) merupakan salah satu bentuk perbuatan berpikir, hasil dari perbuatan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Moral disengagement Menurut Desmita (2005: 198) pengambilan keputusan (decision making) merupakan salah satu bentuk perbuatan berpikir, hasil dari perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (2004: 206) menyatakan bahwa Secara psikologis masa remaja adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Hampir setiap hari banyak ditemukan pemberitaan-pemberitaan mengenai perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dengan moral disengagement pada siswa SMA se Kabupaten Sleman. Data yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dengan moral disengagement pada siswa SMA se Kabupaten Sleman. Data yang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pertimbangan moral dengan moral disengagement pada siswa SMA se Kabupaten Sleman. Data yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik dan psikisnya. Karena dalam

BAB I PENDAHULUAN. menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik dan psikisnya. Karena dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa.pada masa remaja terjadi pertumbuhan untuk mencapai kematangan yang mencakup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. Kenakalan Remaja 1. Pengertian Kenakalan Remaja Kenakalan remaja (juvenile delinquency) mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada rentang usia remaja, yaitu berkisar antara 12-15 tahun (Lytha, 2009:16). Hurlock (1980:10) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Remaja merupakan fase perubahan baik itu dalam bentuk fisik, sifat, sikap, perilaku maupun emosi. Seiring dengan tingkat pertumbuhan fisik yang semakin berkembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka harus meninggalkan segala hal yang kekanak-kanakan dan

BAB I PENDAHULUAN. mereka harus meninggalkan segala hal yang kekanak-kanakan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak yang berarti mereka harus meninggalkan segala hal yang kekanak-kanakan dan mempelajari pola tingkah laku serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bangsa, maju tidaknya suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas pendidikan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bangsa, maju tidaknya suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas pendidikan bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan suatu bangsa, maju tidaknya suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas pendidikan bangsa itu sendiri. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan negatif antara. pertimbangan moral dengan moral disengagement pada siswa SMA se-

BAB V PENUTUP. maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan negatif antara. pertimbangan moral dengan moral disengagement pada siswa SMA se- BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil analisis yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan negatif antara pertimbangan moral dengan moral disengagement

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di sepanjang kehidupannya sejalan dengan pertambahan usianya. Manusia merupakan individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia Sekolah Menengah Atas pada umumnya berada pada rentang usia

BAB I PENDAHULUAN. Usia Sekolah Menengah Atas pada umumnya berada pada rentang usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Usia Sekolah Menengah Atas pada umumnya berada pada rentang usia remaja yaitu berkisar antara 15-18 tahun. Santrock (2005) mengemukakan usia remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi atau peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Emosi adalah respon yang dirasakan setiap individu dikarenakan rangsangan baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECENDERUNGAN MENYONTEK PADA MAHASISWA. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECENDERUNGAN MENYONTEK PADA MAHASISWA. Skripsi HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECENDERUNGAN MENYONTEK PADA MAHASISWA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Oleh : Willis Jati Nirmala Putri F 100 030 114

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, mengenal lingkungannya, dan mengenal masyarakat di sekitarnya. Remaja mulai memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kecemasan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kecemasan masing-masing BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya setiap manusia memiliki kecemasan masing-masing dalam dirinya, baik untuk menghadapi masalah dalam dirinya sendiri atau dalam bersosialisasi dengan teman-teman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan lingkungannya agar mampu bertahan dalam berbagai aspek kehidupan. Individu dituntut mampu menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perbuatan curang dalam dunia pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perbuatan curang dalam dunia pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bentuk tindakan negatif yang dilakukan oleh pelajar dalam proses pembelajaran adalah menyontek. Menyontek merupakan salah satu perbuatan curang dalam dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin meningkat prevalensinya dari tahun ke tahun. Hasil survei yang dilakukan oleh Biro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengetahuan bisa didapatkan di sekitar kita salah satunya dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengetahuan bisa didapatkan di sekitar kita salah satunya dengan cara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengetahuan bisa didapatkan di sekitar kita salah satunya dengan cara pendidikan. Peristiwa pendidikan ditandai adanya kegiatan belajar mengajar. Belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pelaksanaannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 6.

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pelaksanaannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 6. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembinaan akhlak sangat penting ditanamkan sejak dini, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat, agar menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Sebagai seorang manusia, kita memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain di sekitar kita. Interaksi kita dengan orang lain akan memiliki dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan. Sebagai makhluk sosial, individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

MORALITAS SEBAGAI PEMAHAMAN SOSIAL DAN PENALARAN MORAL PADA ANAK USIA DINI

MORALITAS SEBAGAI PEMAHAMAN SOSIAL DAN PENALARAN MORAL PADA ANAK USIA DINI MORALITAS SEBAGAI PEMAHAMAN SOSIAL DAN PENALARAN MORAL PADA ANAK USIA DINI MORALITAS SEBAGAI PEMAHAMAN SOSIAL Menurut perspektif pengembangan kognitif, teori kedewasaan dan pengalaman sosial menjurus kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik bagi masa depan negara. Oleh karena itu banyak pihak yang menaruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik bagi masa depan negara. Oleh karena itu banyak pihak yang menaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan salah satu tahap perkembangan yang selalu menarik untuk dikaji. Remaja dianggap sebagai generasi penerus bangsa dan merupakan aset terbesar yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kembang remaja. Istilah remaja sendiri berasal dari bahasa latin yaitu adolescere

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kembang remaja. Istilah remaja sendiri berasal dari bahasa latin yaitu adolescere BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa yang indah. Banyak hal yang terjadi dalam masa transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Suatu proses masa yang semua anak manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Erni Purnamasari, 2015 PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP ETIKA PADA SISWA KELAS XI MIA 4 DAN XI IIS 2 SMA NEGERI 14 KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Erni Purnamasari, 2015 PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP ETIKA PADA SISWA KELAS XI MIA 4 DAN XI IIS 2 SMA NEGERI 14 KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa. Atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah perpanjangan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Adolescence (remaja) merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia, karena masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menghubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia terbentuk dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia terbentuk dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku manusia terbentuk dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor lingkungan, keluarga dan sekolah. Peserta didik merupakan pewaris bangsa,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab empat serta saran baik teoretis maupun saran praktis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ujian Nasional merupakan gerbang dari sebuah keinginan besar bahwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ujian Nasional merupakan gerbang dari sebuah keinginan besar bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujian Nasional merupakan gerbang dari sebuah keinginan besar bahwa pendidikan memilki hasil yang nyata dan itu tertuang lewat soal-soal dan jawaban yang tertera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu tahap perkembangan sepanjang rentang kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan dan harapan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang merupakan persoalan yang penting. Krisis moral ini bukan lagi

BAB I PENDAHULUAN. sekarang merupakan persoalan yang penting. Krisis moral ini bukan lagi BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Pendidikan karakter merupakan proses pembentukan karakter yang memberikan dampak positif terhadap perkembangan emosional, spiritual, dan kepribadian seseorang. Oleh sebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar, membahas soal bersama-sama, atau bahkan ada yang berbuat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar, membahas soal bersama-sama, atau bahkan ada yang berbuat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa menerima pendidikan di sekolah formal untuk mendapatkan bekal yang akan berguna dalam kehidupannya kelak. Sudah menjadi tugas siswa untuk belajar dan menimba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014 BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga pendidikan mempunyai peranan yang cukup penting dalam membentuk kepribadian, karakter, serta tingkah laku moral para peserta didik. Di bangku sekolah, para peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, salah satu dari tugas perkembangan kehidupan sosial remaja ialah kemampuan memahami

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO SKRIPSI Diajukan oleh : Bonnie Suryaningsih F. 100020086 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA JULI 2010 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu,

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu, menggali serta memahami arti dan makna dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia remaja merupakan dunia yang penuh dengan perubahan. Berbagai aktivitas menjadi bagian dari penjelasan usianya yang terus bertambah, tentu saja karena remaja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digolongkan pada individu yang sedang tumbuh dan berkembang (Yusuf,

BAB I PENDAHULUAN. digolongkan pada individu yang sedang tumbuh dan berkembang (Yusuf, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah individu yang benar-benar berada dalam kondisi perubahan yang menyeluruh menuju ke arah kesempurnaan, sehingga remaja digolongkan pada individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan memiliki budi pekerti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan memiliki budi pekerti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan nasional pendidikan Indonesia adalah mencerdaskan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gaya kehidupan anak-anak remaja sekarang ini banyak mengalami perubahan. Perubahan itu meliputi cara berpikir, tata cara bertingkah laku, bergaul dan berbagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori atribusi ini dikembangkan oleh Kelley pada tahun 1967, kemudian dilanjutkan oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori atribusi ini dikembangkan oleh Kelley pada tahun 1967, kemudian dilanjutkan oleh BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Atribusi Teori atribusi ini dikembangkan oleh Kelley pada tahun 1967, kemudian dilanjutkan oleh Green serta Mitchell

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sintia Dewi,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sintia Dewi,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fase remaja merupakan masa perkembangan individu yang sangat penting. Alberty (Syamsudin, 2004:130) mengemukakan masa remaja merupakan suatu periode dalam

Lebih terperinci

2016 KECENDERUNGAN INTEGRITAS AKADEMIK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS

2016 KECENDERUNGAN INTEGRITAS AKADEMIK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Integritas akademik (academic integrity) saat ini merupakan isu pendidikan yang krusial dan menjadi perhatian utama dalam pengembangan pendidikan secara internasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik,

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik, BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pertolongan orang lain dalam menjalani kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pertolongan orang lain dalam menjalani kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa pertolongan orang lain dalam menjalani kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari tidak bisa lepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar baik di sekolah maupun di kampus. Hasil survey Litbang Media Group

BAB I PENDAHULUAN. belajar baik di sekolah maupun di kampus. Hasil survey Litbang Media Group BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini perilaku plagiat sering kita jumpain pada setiap aktivitas belajar baik di sekolah maupun di kampus. Hasil survey Litbang Media Group pada tahun 2012 mayoritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja adalah masa pencarian nilai-nilai hidup. Dalam situasi demikian

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja adalah masa pencarian nilai-nilai hidup. Dalam situasi demikian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa yang sangat berpotensi untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki sesuai dengan bakat dan minat, karena masa remaja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu proses penting yang harus didapatkan dalam hidup setiap individu, yang terdiri dari segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi dan semakin terbukanya pasar dunia, Indonesia dihadapkan pada persaingan yang semakin luas dan berat. Ketidakmampuan dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta tingkat pendidikan ini berusia 12 hingga 15 tahun. Dimana pada usia

BAB I PENDAHULUAN. peserta tingkat pendidikan ini berusia 12 hingga 15 tahun. Dimana pada usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan tingkat pendidikan dasar secara formal setelah melalui tingkat sekolah dasar. Pada umumnya peserta tingkat pendidikan ini berusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fenomena yang akhir-akhir ini sangat memprihatinkan adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan berita harian di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Remaja dalam memasuki masa peralihan tanpa pengetahuan yang memadai tentang seksual pranikah. Hal ini disebabkan orang tua merasa tabu membicarakan masalah seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini budaya barat telah banyak yang masuk ke negara kita dan budaya barat ini sangat tidak sesuai dengan budaya negara kita yang kental dengan budaya timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai wadah dari mahasiswa untuk menyalurkan bakat dibidang olahraga. Mahasiswa juga dapat mengembangkan

Lebih terperinci

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Penelitian Sekolah merupakan salah satu lembaga sosial yang memiliki peranan penting dalam mengembangkan pendidikan di dalam masyarakat. Sekolah sebagai organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan. Sebagai makhluk sosial, individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikemukakan oleh Pieget (1932) dalam bukunya, The Moral Judgement of. objek dan kejadian yang ada di sekitar lingkungannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikemukakan oleh Pieget (1932) dalam bukunya, The Moral Judgement of. objek dan kejadian yang ada di sekitar lingkungannya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Moral Kognitif Teori perkembangan moral (moral development), pada awalnya dikemukakan oleh Pieget (1932) dalam bukunya, The Moral Judgement of a Child

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai tanggungjawab dalam

BAB I P E N D A H U L U A N. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai tanggungjawab dalam BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai tanggungjawab dalam mengembangkan kemampuan anak secara optimal. Kemampuan yang harus dikembangkan bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dijelaskan bahwa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dijelaskan bahwa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja adalah seseorang yang berada pada rentang usia 12-21 tahun dengan pembagian menjadi tiga masa, yaitu masa remaja awal 12-15 tahun, masa remaja tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menyadari akan pentingnya menciptakan warga negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menyadari akan pentingnya menciptakan warga negara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional, pemerintah Indonesia menyadari akan pentingnya menciptakan warga negara yang berkualitas, agar sumberdaya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan bagian dari generasi muda yang menjadi peletak dasar bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan oleh remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peserta didik pada jenjang pendidikan menengah, yakni Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berada dalam tahapan usia remaja, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ilmu-ilmu agama di suatu pondok-pondok pesantren tertentu. Seperti halnya di

BAB I PENDAHULUAN. ilmu-ilmu agama di suatu pondok-pondok pesantren tertentu. Seperti halnya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Santri adalah seorang yang bermukim di pondok pesantren yang menimba ilmu-ilmu agama di suatu pondok-pondok pesantren tertentu. Seperti halnya di Pondok Pesantren Anwarul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk berpikir, kemampuan afektif merupakan respon syaraf simpatetik atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk berpikir, kemampuan afektif merupakan respon syaraf simpatetik atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mempunyai tiga kemampuan yaitu kemampuan kognitif, afektif, dan perilaku. Kemampuan kognitif merupakan respon perseptual atau kemampuan untuk berpikir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan kehidupan manusia, begitu pula dengan proses perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan kehidupan manusia, begitu pula dengan proses perkembangannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia, begitu pula dengan proses perkembangannya. Bahkan keduanya saling

Lebih terperinci

2015 PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI BERDASARKAN PROFIL

2015 PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI BERDASARKAN PROFIL BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dikemukakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan penelitian 1.3 Kerangka Teori

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan penelitian 1.3 Kerangka Teori BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menolong merupakan perbuatan yang mulia, sejauh pertolongan itu dibutuhkan sehingga bermanfaat. Namun terkadang pertolongan justru tidak datang saat dibutuhkan. Banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia sesuai Visi Indonesia Sehat 2010 ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia sesuai Visi Indonesia Sehat 2010 ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia sesuai Visi Indonesia Sehat 2010 ditandai dengan penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau

Lebih terperinci

Selamat membaca, mempelajari dan memahami materi Rentang Perkembangan Manusia II

Selamat membaca, mempelajari dan memahami materi Rentang Perkembangan Manusia II Selamat membaca, mempelajari dan memahami materi Rentang Perkembangan Manusia II PERKEMBANGAN MORAL PADA REMAJA oleh: Triana Noor Edwina D.S, M.Si Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Lebih terperinci

PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA SMA NEGERI 1 WIROSARI. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1

PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA SMA NEGERI 1 WIROSARI. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1 PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA SMA NEGERI 1 WIROSARI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1 Diajukan oleh : DIAH MARTININGRUM F 100 040 183 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Dalam masa peralihan ini akan terjadi perubahan-perubahan pada diri remaja seperti fisik, kepribadian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan tersebut menjungjung tinggi moralitas berdasarkan norma-norma

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan tersebut menjungjung tinggi moralitas berdasarkan norma-norma 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terkenal dengan masyarakatnya yang ramah. Kebudayaan Indonesia seringkali disebut sebagai bagian dari budaya timur, dimana kebudayaan tersebut menjungjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu masa dalam tahap perkembangan manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja menurut Hurlock (1973)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara berkembang, remaja merupakan bagian terbesar dalam populasi. Data demografi menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai orang tua kadang merasa jengkel dan kesal dengan sebuah kenakalan anak. Tetapi sebenarnya kenakalan anak itu suatu proses menuju pendewasaan dimana anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siswa SMA berada pada usia remaja yaitu masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis. Dengan adanya

Lebih terperinci