VI. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN TANAMAN HORTIKULTURA DI HULU DAS JENEBERANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN TANAMAN HORTIKULTURA DI HULU DAS JENEBERANG"

Transkripsi

1 79 VI. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN TANAMAN HORTIKULTURA DI HULU DAS JENEBERANG 6.1. Pendahuluan Tanaman hortikultura buah-buahan dan sayuran merupakan tanaman komoditas unggulan di Kabupaten Gowa yang bisa mendatangkan devisa bagi pendapatan asli daerah (PAD). Tanaman hortikultura merupakan salah satu penyumbang pendapatan asli daerah (PAD) terbanyak di Kabupaten Gowa. Sekitar 40 persen PAD pada tahun 2010 berasal tanaman tersebut (BPS Kab. Gowa, 2010). Tanaman hortikultura memiliki prospek yang baik, karena banyak dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat. Bagian hulu DAS Jeneberang yang terletak di Kabupaten Gowa memiliki potensi untuk pengembangan pertanian khususnya tanaman hortikultura. Luas lahan kering di Kabupaten Gowa mencapai ha dan hanya sekitar ha yang merupakan tanah sawah. Ada 25,7 % dari luas lahan kering dimanfaatkan untuk tegalan dan ladang yang merupakan lahan berpotensi untuk pengembangan pertanian hortikultura (BPS Kab. Gowa, 2008). Tipologi lahan dimanfaatkan secara optimal. Mengacu pada potensi lahan dan pengembangan wilayah, maka perlu dikembangkan prioritas komoditas pertanian khususnya tanaman hortikultura yang berbasis agroekologi. Peningkatan produksi tanaman hortikultura memerlukan penerapan teknologi budidaya yang tepat, perbaikan mutu produksi, dan peluang pasar dengan tetap mengacu pada kesesuaian lahan dan iklim berdasarkan agroekologinya. Produktivitas tanaman hortikultura tergantung pada kualitas lahan yang ditanami. Jika ada pemilihan lahan pada awal penanaman tanaman yang tidak produktif tidak disisihkan, maka akan terjadi kerugian (finansial) yang cukup besar. Penentuan jenis budidaya tanaman hortikultura yang sesuai untuk ditanami pada suatu lahan tertentu dapat dilakukan dengan membandingkan data-data yang ada di lapangan (biofisik lahan) dengan kriteria persyaratan tumbuh untuk tanaman hortikultura tertentu. Keberhasilan penanaman suatu jenis tanaman sangat dipengaruhi oleh kondisi biofisik lokasi yang akan ditanami. Seberapa jauh tingkat kesesuaiannya tergantung dari kecocokan antara persyaratan tumbuh tanaman dengan kondisi biofisik lokasi penanaman (Bydekerke et al., 1998). Kondisi biofisik yang tidak

2 80 sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan mengakibatkan pertumbuhan tanaman akan terganggu, sehingga secara ekonomis tanaman tersebut tidak menguntungkan (FAO, 1993 dalam Sicat, Carranza, dan Nidumolu, 2005). Karakteristik lahan dan iklim di kawasan lahan kering hulu DAS Jeneberang sesuai untuk pengembangan tanaman hortikultura. Keberhasilan penanaman suatu jenis tanaman sangat dipengaruhi oleh kondisi biofisik lokasi yang akan ditanami. Seberapa jauh tingkat kesesuaiannya tergantung dari kecocokan antara persyaratan tumbuh tanaman dengan kondisi biofisik lokasi penanaman. Kondisi biofisik yang tidak sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan mengakibatkan pertumbuhan tanaman akan terganggu, sehingga secara ekonomis tanaman tersebut tidak menguntungkan. Selain itu daerah tersebut sebagian besar merupakan daerah perbukitan yang mempunyai lereng yang cukup curam dan curah hujan yang tinggi. Berdasar hal tersebut maka perlu dikaji kembali tingkat kesesuaian lahannya untuk jenis tanaman hortikultura. Meskipun secara sosial ekonomi tanaman hortikultura ini dapat diterima masyarakat dan menguntungkan, serta lokasi ini telah menjadi tempat studi banding bagi daerah lain, namun informasi tentang kesesuaian lahan penting untuk dilakukan dan untuk diketahui. Dengan diketahuinya tingkat kesesuaian lahan, maka informasi ini dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan secara teknis bagi pengembangan tanaman hortikultura di Kabupaten Gowa khususnya di hulu DAS Jeneberang. Suatu jenis tanaman dapat hidup meskipun produktivitasnya rendah, dan dapat masuk pada kelas tidak sesuai, tergantung dari faktor-faktor dalam menentukan kelas kesesuaian lahan. Meskipun secara fisik tidak sesuai tetapi kenyataannya secara sosial dapat dianggap sesuai oleh masyarakat setempat Metode Penelitian Tahap Pertama : Penentuan Komoditas Unggulan Hortikultura Sumber dan Teknik Pengambilan Data Jenis data yang digunakan dalam penentuan komoditas unggulan yaitu data sekunder. Data sekunder meliputi jenis komoditas hortikultura, produktivitas, luas tanam dan luas panen di tingkat kabupaten dan tingkat kecamatan.

3 Metode Analisis Data Komoditas unggulan merupakan komoditas basis atau penggerak utama pertumbuhan ekonomi dari sektor pertanian. Komoditas unggulan adalah komoditas yang dominan diusahakan masyarakat, merupakan komoditas spesifik lokasi, dibudidayakan berdasarkan agroekologi, besaran ekonominya menguntungkan, memiliki prospek pasar, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga petani, potensi dan sumberdaya lahan yang luas, digemari oleh masyarakat, diusahakan sepanjang tahun, dan merupakan komoditas dominan. Komoditas unggulan di hulu DAS Jeneberang dibagi dalam dua wilayah kecamatan (sesuai dengan elevasinya). Kecamatan Parangloe (zona agroekologi pada elevasi < 700 m dpl) sebagai daerah pengembangan komoditas hortikultura buah-buahan dan Kecamatan Tinggi Moncong (zona agroekologi padab elevasi 700 m dpl) sebagai daerah pengembangan komoditas hortikultura sayuran. Analisis komoditas unggulan menggunakan beberapa kriteria yang dapat dijadikan sebagai dasar penilaian, yaitu : a. Pengusahaan komoditas dominan, dengan indikator luas tanam. b. Tingkat produktivitas wilayah dengan indikator penilaian nilai relatif produktivitas komoditas. c. Memiliki keunggulan komparatif, dengan indikator penilaian nilai location quotient (LQ) luas tanam. Rumus LQ adalah sebagai berikut : LQ ij = X kec X kab / X skec / X Skab imana : X kec = luas tanam komoditas tertentu di kecamatan tertentu X skec = luas tanam seluruh komoditas di kecamatan tertentu X kab = luas tanam komoditas tertentu di kabupaten X Skab = luas total komoditas di kabupaten Hasil perhitungan LQ menghasilkan tiga kriteria yaitu : Jika LQ > 1, artinya komoditas tersebut menjadi basis atau menjadi sumber pertumbuhan. Komoditas menjadi keunggulan komparatif, hasilnya tidak saja dapat memenuhi kebutuhan di wailayah bersangkutan akan tetapi juga dapat diekspor ke luar wilayah.

4 82 Jika LQ = 1, artinya komoditas tersebut tergolong non basis, tidak memiliki keunggulan komparatif. Produksinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan wilayah sendiri dan tidak mampu untuk diekspor. Jika LQ < 1, artinya komoditas ini juga termasuk non basis. Produksi komoditas di suatu wilayah tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri sehingga perlu pasokan atau impor dari luar. d. Komoditas diperdagangkan antar wilayah, dengan indikator penilaian adalah nilai LQ produksi komoditas Tahap Kedua: Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura Sumber dan Teknik Pengambilan Data Data untuk evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman hortikultura diambil dari survey tanah di hulu DAS Jeneberang yang ditanami tanaman hortikultura. Lokasi pengambilan sampel didasarkan pada peta satuan lahan (unit lahan) yang dihasilkan dari overlay peta dasar berdasarkan agroekologi lokasi penelitian.titik koordinat pengambilan sampel tanah disajikan pada Tabel Lampiran 2. Pengambilan contoh tanah menggunakan Stratified Random Sampling untuk masing-masing unit lahan. Jumlah contoh tanah untuk keperluan analisis sifat kimia dan fisik tanah sangat tergantung pada banyaknya satuan lahan. Contoh tanah untuk analisis sifat fisik menggunakan ring sampel. Untuk analisis sifat kimia, setiap satuan unit lahan dipilih secara acak sebanyak lima contoh tanah, kemudian dikompositkan. Pengambilan contoh tanah untuk analisis sifat kimia tanah menggunakan bor tanah sedalam lapisan olah (0 30 cm) dari permukaan tanah. Contoh tanah tersebut kemudian dianalisis di Laboratorium. Analisis sifat kimia tanah meliputi kapasitas tukar kation (KTK), ph, N-total, P-tersedia, K dapat ditukar, C-organik, salinitas dan kejenuhan basa. Analisis sifat fisik tanah meliputi tekstur dan permeabilitas. Pengamatan di lapang untuk sifat fisik-kimia tanah dilakukan dengan mengukur beberapa variabel meliputi drainase, kedalaman efektif, kemiringan lereng, panjang lereng, jenis komoditas, dan tutupan vegetasi. Pengukuran

5 83 kedalaman efektif, kedalaman solum, menggunakan metode minipit, yaitu dengan cara menggali tanah berukuran : panjang, lebar dan kedalaman masing-masing 60 cm, kemudian diukur setiap lapisan/kedalamannya menggunakan meteran. Pengukuran panjang lereng dan kemiringan lereng menggunakan alat abney level. Satuan panjang lereng adalah meter dan kemiringan lereng adalah persen (%). Data sekunder yang diperlukan untuk analisis kesesuaian lahan yaitu curah hujan, luas panen komoditas hortikultura buah-buahan dan sayuran tingkat kabupaten dan kecamatan. Pengamatan komoditas dominan yang ditemukan di lapangan pada setiap satuan lahan dilakukan untuk data dasar dalam melaksanakan analisis kesesuaian lahan dan prediksi erosi yang terjadi. Setiap satuan lahan dari komoditas dominan di plotkan dalam areal di hulu DAS Jeneberang, kemudian dibuatkan peta dominansi relatif tutupan lahan untuk komoditas hortikultura (buah-buahan dan sayuran) Metode Analisis Data Analisis evaluasi kesesuaian lahan dilakukan terhadap hasil dari analisis komoditas unggulan tanaman hortikultura. Evaluasi kesesuaian penggunaan lahan akan dilakukan dengan menggunakan sistem evaluasi yang diadopsi dari FAO dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang disusun berdasarkan persyaratan tumbuh komoditas tanaman berbasis lahan. Penilaian kesesuaian lahan dilakukan melalui dua tahap (Sitorus, 2004). Tahap pertama adalah menilai persyaratan tumbuh tanaman yang akan diusahakan atau mengetahui sifat-sifat tanah dan lokasi yang pengaruhnya bersifat negatif terhadap tanaman. Tahap kedua mengidentifikasi dan membatasi lahan yang mempunyai sifat-sifat yang diinginkan tetapi tanpa sifat-sifat lain yang tidak diinginkan. Klasifikasi kesesuaian penggunaan lahan yang akan digunakan ada dua kategori, yaitu kelas dan subkelas. Kesesuaian lahan pada tingkat kelas terdiri dari : (1) Kelas S1 ; sangat sesuai (Highly Suitable), (2) Kelas S2 ; cukup sesuai (Moderately Suitable), (3) Kelas S3 ; sesuai marginal (Marginally Suitable), (4) Kelas N1 ; tidak sesuai pada saat ini (Currently not Suitable), dan (5) Kelas N2 ; tidak sesuai permanen (Permanently not Suitable). Subkelas ditentukan

6 84 berdasarkan kualitas dan sifat-sifat lahan yang menjadi faktor pembatas terberat (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Kriteria kesesuaian lahan yang digunakan berpedoman pada kriteria yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (Djaenudin et al., 2000) sebanyak 13 faktor, yaitu temperatur, curah hujan, drainase, tekstur, bahan kasar, kedalaman tanah, KTK, kejenuhan basa, ph, C-organik, lereng, bahaya erosi, dan batuan dipermukaan Hasil dan Pembahasan Analisis Komoditas Unggulan Hortikultura di Hulu DAS Jeneberang Penentuan komoditas unggulan suatu daerah merupakan langkah awal menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisien untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi perdagangan. Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan mengembangkan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi, dan kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah. Sedangkan dari sisi permintaan, komoditas unggulan dicirikan oleh kuatnya permintaan di pasar (Syafaat dan Supena, 2000). Kondisi sosial ekonomi mencakup penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur, dan kebiasaan petani setempat. Menurut Hood (1998) dalam Hendayana (2003), LQ adalah suatu alat pengembangan ekonomi yang lebih sederhana dengan segala kelebihan dan keterbatasannya. Teknik LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan yang menjadi pemacu pertumbuhan. LQ mengukur konsentrasi relatif atau derajat spesialisasi kegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandingan. Metode LQ merupakan salah satu metode pendekatan yang dapat digunakan untuk menginisiasi komoditas unggulan. Berdasarkan pemahaman terhadap teori ekonomi basis, teknik LQ relevan digunakan sebagai metoda dalam menentukan komoditas unggulan khususnya dari sisi penawaran (produksi atau populasi). Untuk komoditas yang berbasis lahan seperti tanaman hortikultura,

7 85 perhitungannya didasarkan pada lahan pertanian (areal tanam atau areal panen), produksi atau produktivitas. Hasil perhitungan nilai LQ (Location Quotient) dalam penentuan komoditas unggulan hortikultura buah-buahan (Tabel 12) dan sayuran (Tabel 13) pada daerah hulu DAS Jeneberang. Tabel 12. Nilai LQ komoditas hortikultura buah-buahan pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang, Kecamatan Parangloe No. Jenis Komoditas Jumlah Tanaman Jumlah Tanaman Nilai LQ Kabupaten (pohon) Kecamatan (pohon) 1. Rambutan ,77 2. Mangga ,72 3. Pisang ,46 4. Durian ,08 5. Jeruk ,52 6. Nangka ,69 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Gowa, diolah. Data pada Tabel 12 menunjukkan bahwa untuk komoditas hortikultura buah-buahan, komoditas rambutan (1,77), mangga (1,72), pisang (1,46), dan durian (1,08) mempunyai nilai LQ lebih dari 1, sedangkan jeruk (0,52) dan nangka (0,69) nilainya kurang dari 1. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas rambutan, mangga, pisang dan durian merupakan komoditas unggulan yang menjadi basis sumber pertumbuhan dan memiliki keunggulan komparatif. Komoditas rambutan mempunyai nilai LQ paling tinggi artinya komoditas ini yang paling unggul dibanding komoditas lainnya. Sedangkan komoditas jeruk dan nangka merupakan komoditas non basis. Komoditas unggulan hortikultura sayuran (Tabel 13) menunjukkan bahwa kentang (2,75), kubis (2,41), bawang daun (1,80), wortel (2,70), dan sawi (1,92) mempunyai nilai LQ lebih besar dari 1, sedangkan tomat (0,23) mempunyai nilai LQ lebih kecil dari 1. Komoditas kentang, kubis, bawang daun, wortel, dan sawi merupakan komoditas basis yang merupakan sumber pertumbuhan dan memiliki keunggulan komparatif. Komoditas kentang memiliki nilai LQ paling tinggi yaitu 2,75 dibandingkan komoditas lainnya, artinya komoditas kentang merupakan

8 86 komoditas hortikultura sayuran yang paling unggul di daerah hulu DAS Jeneberang. Sedangkan komoditas tomat merupakan komoditas non basis di daerah ini. Menurut Rusastra et al., (2002 dalam Hendayana, 2003), menjelaskan bahwa yang dimaksud komoditas basis adalah komoditas yang hasilnya dari suatu masyarakat baik berupa barang maupun jasa ditujukan untuk ekspor ke luar dari lingkungan masyarakat atau yang berorientasi keluar, regional, nasional, dan internasional. Konsep efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis sangat menentukan dalam pertumbuhan basis suatu wilayah. Tabel 13. Nilai LQ komoditas hortikultura sayuran pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang, Kecamatan Tinggi Moncong Luas Tanam Kabupaten Luas Tanam No. Jenis Komoditas Nilai LQ (ha) Kecamatan (ha) 1. Kentang ,75 2. Kubis ,41 3. Bawang Daun ,80 4. Wortel ,70 5. Sawi ,92 6. Tomat ,23 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Gowa, diolah. Selain komoditas unggulan di atas, di daerah hulu DAS Jeneberang terdapat komoditas khas daerah ini yaitu markisah dan avokad. Tanaman markisah dikembangkan petani di Kecamatan Tinggi Moncong sampai tahun 1990 an, setelah itu harga komoditas markisah turun sehingga petani beralih menanam tanaman sayuran Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah dan Status Kesuburan Tanah Pengambilan sampel tanah didasarkan pada peta satuan lahan. Sampel tanah diambil pada 28 titik pengamatan, sampel tanah yang diambil yaitu sampel tanah utuh dan sampel tanah tidak utuh. Analisis tanah yang dilakukan yaitu sifat kimia dan sifat fisika tanah. Sifat kimia tanah meliputi ph, KTK, C-organik, N- total, P-tersedia, basa-basa dapat tukar, Al-dd, dan salinitas. Sedangkan sifat fisik tanah meliputi tekstur dan permeabilitas. Hasil analisis tanah disajikan dalam

9 87 Tabel 14 berikut ini. Penilaian status kesuburan tanah didasarkan pada kriteria Pusat Penelitian Tanah (1983). Sifat kimia dan kesuburan tanah sangat dipengaruhi oleh jenis bahan induk, tingkat pelapukan tanah serta topografi suatu wilayah. Reaksi tanah (ph) sangat mempengaruhi ketersediaan unsur hara dan kejenuhan basa di dalam tanah. Hasil analisis menunjukkan bahwa tanah di daerah hulu DAS Jeneberang mempunyai ph tanah sangat masam sampai agak masam (4,23 6,13). Reaksi tanah di daerah ini menjadi masam disebabkan oleh curah hujan yang tinggi sehingga terjadi pencucian basa-basa, disisi lain juga disebabkan karena topografi yang berlereng dengan curah hujan yang tinggi maka erosi yang terjadi cukup tinggi. Akibatnya tanah lapisan atas (top soil) hilang tererosi dan muncul ke permukaan lapisan subsoil. Bahan organik berpengaruh penting terhadap sifat fisik dan kimia tanah. Pengaruhnya terhadap sifat fisik tanah adalah merangsang granulasi, menurunkan daya kohesi, menurunkan berat jenis tanah, memperbaiki permeabilitas tanah dan meningkatkan kemampuan tanah mengikat air. Pengaruhnya terhadap sifat kimia tanah yaitu meningkatkan ketersediaan unsur hara N, P, K, S dan unsur mikro serta meningkatkan kapasitas tukar kation tanah. Indikator kandungan bahan organik tanah dapat dilihat dari kadar C-organik tanah. Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa kandungan C-organik tanah daerah hulu DAS Jeneberang tergolong rendah sampai tinggi ( 1,32 4,55 % ). Kadar C-organik yang rendah disebabkan karena lapisan permukaan mengalami erosi sehingga bahan organik hilang tererosi bersama dengan tanah. Kehilangan bahan organik juga disebabkan oleh adanya pengolahan tanah intensif yang menyebabkan laju degradasi bahan organik berjalan lebih cepat. Khusus untuk tanah pada dataran tinggi (zona agroekologi pada elevasi 700 m dpl), kadar C-organik cukup tinggi karena pemberian pupuk organik (pupuk kandang) dilakukan pada setiap penanaman. Nitrogen merupakan unsur hara esensial bagi tanaman. Nitrogen dalam tanah terdapat dalam bentuk senyawa organik dan anorganik. Tanaman menyerap nitrogen dalam bentuk NO - 3 dan NH + 4. Kadar nitrogen tanah dinyatakan dalam bentuk N-total tanah. Hasil analisis N-total tanah di daerah hulu DAS Jeneberang tergolong sangat rendah sampai rendah ( 0,09 0,14 %). Nitrogen dalam tanah-

10 Tabel 14. Hasil analisis sifat kimia tanah dan status kesuburan tanah dari lokasi penelitian Satuan Lahan ph C-org (%) N-tot (%) P-trsd (ppm) K-dd cmol/kg Na-dd cmol/kg Sifat Kimia Ca-dd cmol/kg Mg-dd cmol/kg KTK cmol/kg KB (%) Al-dd cmol/kg Salin ms/cm Status Kesuburan Zona Agroekologi pada Elevasi < 700 m dpl PL1 5,09 2,15 0,08 12,05 0,24 0,15 2,85 1,57 16,70 28,80 0,35 0,10 rendah PL2 4,55 2,03 0,09 11,85 0,21 0,12 2,74 1,46 35,70 12,69 0,42 0,10 rendah PL3 4,77 2,33 0,10 11,64 0,22 0,13 2,94 1,66 25,90 19,11 0,52 0,01 rendah PL4 4,31 2,27 0,12 11,84 0,14 0,15 2,66 1,38 17,10 25,32 0,36 0,10 rendah PL5 4,49 1,92 0,01 11,32 0,19 0,10 3,16 1,88 21,10 25,26 0,39 0,08 rendah PL6 4,88 1,86 0,13 11,48 0,15 0,12 2,85 1,57 18,40 25,49 0,42 0,08 rendah PL7 4,75 1,68 0,14 11,52 0,18 0,11 3,09 1,81 16,60 31,26 0,48 0,05 rendah PL8 5,23 2,81 0,12 11,48 0,21 0,12 2,47 1,19 17,60 22,67 0,41 0,18 rendah Zona Agroekologi pada Elevasi 700 m dpl SP1 5,05 3,17 0,09 11,25 0,29 0,14 2,95 1,77 13,70 37,59 0,62 0,16 rendah SP2 4,94 3,11 0,11 10,59 0,39 0,14 2,98 1,89 14,70 36,73 0,53 0,13 rendah SP3 5,54 2,39 0,12 12,21 0,28 0,12 2,54 1,26 9,10 46,15 0,66 0,85 rendah SP4 4,30 1,74 0,11 11,59 0,39 0,13 2,65 1,37 12,80 35,47 0,52 0,32 rendah SP5 5,43 1,38 0,09 11,85 0,25 0,14 2,75 1,47 9,00 51,22 0,54 0,14 rendah SP6 6,13 3,41 0,14 12,45 0,21 0,12 3,01 1,73 11,10 45,68 0,59 0,49 rendah SP7 5,70 4,55 0,12 11,85 0,29 0,12 2,55 1,27 15,00 28,20 0,62 0,11 rendah SP8 5,44 1,32 0,12 11,95 0,20 0,11 2,46 1,18 13,70 28,83 0,45 0,14 rendah SP9 5,93 2,99 0,11 12,54 0,28 0,12 2,54 1,26 15,80 26,58 0,55 0,15 rendah SP10 5,94 3,71 0,09 11,87 0,26 0,17 2,62 1,34 10,40 42,21 0,81 0,79 rendah SP11 5,31 3,65 0,11 12,54 0,24 0,15 2,84 1,56 16,80 28,51 0,52 0,11 rendah SP12 5,79 2,81 0,11 11,95 0,17 0,15 2,97 1,69 12,30 40,49 0,62 0,16 rendah SP13 4,96 3,47 0,12 13,25 0,15 0,11 2,08 1,06 13,80 24,64 0,58 10,00 rendah SP14 4,77 3,77 0,09 11,45 0,29 0,12 2,05 1,07 11,60 30,43 0,55 0,17 rendah SP15 5,48 1,92 0,12 10,25 0,21 0,12 2,47 1,19 15,10 26,42 0,61 0,02 rendah 88

11 SP16 4,23 3,77 0,13 11,98 0,25 0,14 2,01 1,03 11,10 31,26 0,68 0,06 rendah SP17 5,91 2,03 0,11 12,08 0,39 0,13 2,65 1,37 9,00 50,44 0,55 0,19 rendah SP18 5,63 2,39 0,12 11,45 0,32 0,12 2,58 1,30 9,00 48,00 0,42 0,19 rendah SP19 5,82 3,41 0,14 11,95 0,39 0,13 2,65 1,37 7,40 61,35 0,62 0,11 rendah SP20 4,94 2,93 0,11 12,08 0,28 0,12 2,54 1,26 11,10 37,84 0,57 0,43 rendah 89

12 90 bersumber dari penambahan bahan organik dan pemberian pupuk anorganik. Rendahnya kandungan nitrogen dalam tanah disebabkan karena pencucian ion nitrat dan amonium serta terikut bersama tanah yang tererosi. Fosfor merupakan unsur hara makro kedua setelah nitrogen. Fosfor di dalam tanah terdapat dalam bentuk organik dan anorganik, dengan ketersediaan yang sangat ditentukan oleh ph tanah. Pada ph tanah 6,0 7,0 merupakan ph dimana ketersediaan fosfor yang optimum. Tanaman umumnya menyerap fosfor - dalam bentuk H 2 PO 4 dan HPO = 4. Hasil analisis tanah di daerah hulu DAS Jeneberang menunjukkan bahwa kandungan P-tersedia rendah, berkisar antara 10,25 13,25 ppm. Rendahnya ketersediaan fosfor disebabkan karena rendahnya ph tanah (4,23 6,13) dan adanya kandungan Al-dd ( 0,42 0,81 cmol/kg ) sehingga memungkinkan terbentuknya fiksasi fosfor oleh aluminium membentuk senyawa Al-P yang sukar larut dan menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Kalium merupakan unsur hara makro esensil ketiga setelah N dan P. Sumber utama kalium di dalam tanah adalah bahan mineral, bahan organik dan pupuk anorganik. Hasil analisis sampel tanah di daerah hulu DAS Jeneberang menunjukkan bahwa kandungan kalium berkisar antara rendah sampai sedang (0,17 0,39 cmol/kg). Kalium sangat labil di dalam tanah karena muatannya +1, sehingga mudah tercuci oleh air perkolasi dan mudah tererosi bersama tanah. Pemberian pupuk yang mengandung kalium sangat diperlukan mengingat kandungan kalium tanah yang rendah dan sifat kalium sangat labil (Nursyamsi et al., 2007). Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan kemampuan tanah untuk menjerap dan mempertukarkan kation-kation dalam larutan tanah. KTK yang tinggi merupakan petunjuk untuk menjerap unsur hara yang besar sehingga menghindari terjadinya pencucian. Hasil analisis tanah di daerah hulu DAS Jeneberang menunjukkan nilai KTK berkisar antara sangat rendah sampai rendah ( 5,10 16,80 cmol/kg). KTK tanah sangat ditentukan oleh tekstur tanah, kandungan bahan organik, kandungan liat tanah, tipe liat, reaksi tanah, pemupukan, dan pengapuran. Kejenuhan basa (KB) menunjukkan jumlah kation basa yang terjerap pada kompleks jerapan tanah, dinyatakan sebagai perbandingan antara jumlah kation

13 91 basa yang dapat dipertukarkan terhadap nilai KTK efektif tanah. Pada umumnya semakin tinggi kejenuhan basa suatu tanah, nilai ph semakin tinggi dan kesuburan tanahnya cenderung lebih baik. Kejenuhan basa tanah-tanah di daerah hulu DAS Jeneberang menunjukkan kisaran antara sedang sampai sangat tinggi ( 26,58-78,24 % ) Dominansi Relatif Tutupan Lahan Eksisting pada Satuan LahanTitik- Titik Pengamatan Tanaman tertentu akan mendominasi tutupan lahan karena terciptanya habitat yang sesuai untuk jenis tanaman tersebut yang diakibatkan oleh penanaman atau budidaya oleh petani. Dominansi relatif tutupan lahan diamati untuk mengetahui jenis komoditas hortikultura yang dominan ditanam oleh petani. Pengamatan dominansi relatif tutupan lahan eksisting dilakukan pada 28 satuan lahan, 8 satuan lahan pada zona agroekologi elevasi < 700 m dpl dan 20 satuan lahan pada zona agroekologi elevasi 700 m dpl. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada zona agroekologi elevasi < 700 m dpl, dominansi relatif tutupan lahan eksisitingnya yaitu tanaman hortikultura buah-buahan. Sedangkan pada zona agroekologi elevasi 700 m dpl, hasil pengamatan menunjukkan bahwa dominansi relatif tutupan lahannya adalah hortikultura sayuran, kecuali satuan lahan SP 16 yang dominansi relatif tutupan lahannya adalah markisah. Data hasil pengamatan dominansi relatif tutupan lahan eksisting pada masing-masing satuan lahan disajikan pada Tabel 15 dan penyebaran masing-masing satuan lahan di hulu DAS Jeneberang disajikan pada Gambar 8 dan titik koordinatnya disajikan pada Tabel Lampiran 2. Hasil pengamatan dominansi relatif tutupan lahan pada Tabel 15 menunjukkan bahwa zona agroekologi pada elevasi < 700 m dpl, komoditas rambutan yang paling dominan (PL1, PL2, PL4, dan PL6), disusul komoditas durian (PL4, PL5, dan PL7), komoditas mangga (PL1 dan PL8), dan komoditas pisang (PL3 dan PL5). Dominansi relatif tutupan komoditas rambutan yang terluas, hal ini sesuai dengan hasil analisis komoditas unggulan buah-buahan yaitu rambutan yang tertinggi dengan nilai LQ sebesar 1,77. Pada zona agroekologi pada elevasi 700 m dpl, komoditas kentang yang paling dominan (SP2, SP4, SP6, SP7, SP18, dan SP19), diikuti komoditas kubis (SP1, SP3, SP9, SP10, SP11,

14 Gambar 8. Peta lokasi contoh pengamatan dominansi relatif tutupan lahan tanaman hortikultura di hulu DAS Jeneberang. 92

15 93 Tabel 15. Dominansi relatif tutupan lahan (tanaman hortikultura) di hulu DAS Jeneberang pada masing-masing satuan lahan yang diamati No. Satuan Lahan Luas Dominansi Relatif Tutupan Lahan Eksisting Zona Agroekologi pada Elevasi < 700 m dpl 1. PL1 279,04 Rambutan dan Mangga 2. PL2 87,38 Rambutan 3. PL3 15,78 Pisang 4. PL4 252,67 Durian dan Rambutan 5. PL5 218,68 Durian, Jeruk dan Pisang 6. PL ,17 Rambutan 7. PL7 22,64 Durian 8. PL8 21,39 Mangga Zona Agroekologi pada Elevasi 700 m dpl 9. SP1 338,92 Bawang Daun dan Kubis 10 SP2 192,91 Kentang 11. SP3 52,38 Kubis 12. SP4 18,05 Kentang 13. SP5 24,93 Wortel 14. SP6 126,80 Kentang 15. SP7 171,07 Kentang 16. SP8 158,06 Sawi 17. SP9 6,56 Kubis dan Tomat 18. SP10 10,62 Kubis 19. SP11 95,56 Kubis 20. SP12 22,40 Wortel 21. SP13 99,77 Bawang Daun 22. SP14 489,02 Bawang Daun 23. SP15 16,44 Bawang Daun 24. SP16 111,82 Markisah 25. SP17 179,36 Kubis 26. SP18 91,56 Kentang 27. SP19 71,34 Kentang 28. SP20 23,07 Wortel Total 4.264,37

16 94 dan SP17), komoditas bawang daun (SP1, SP13, SP14, dan SP15), komoditas wortel (SP5, SP12, dan SP20), komoditas sawi (SP8), komoditas markisah (SP16), dan komoditas tomat (SP9). Komoditas kentang sebagai dominansi relatif tutupan terluas, hal ini sesuai dengan hasil analisis komoditas unggulan hortikultura sayuran, dimana nilai LQ dari komoditas kentang tertinggi yaitu 2,75 dibandingkan dengan komoditas lainnya. nya Klasifikasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Hortikultura Klasifikasi kesesuaian lahan menggunakan kriteria CSR/FAO Staff (1983) dan disesuaiakan sua dengan kriteria kesesuaian untuk masing-masing komoditas. Penilaian kesesuaian sua lahan dilakukan dengan mencocokkan (matching) antara kualitas lahan dari masing-masing satuan lahan (hasil analisis tanah dan data-data sekunder seperti curah hujan, temperatur, dan kelembaban) dengan persyaratan tumbuh untuk tanaman hortikultura buah-buahan dan sayuran. Komoditas hortikultura yang dipilih yaitu komoditas yang masuk kategori komoditas unggulan di daerah hulu DAS Jeneberang (Tabel 12 dan Tabel 13). Komoditas unggulan hortikultura buah-buahan meliputi komoditas rambutan, mangga, pisang, dan durian. Sedangkan komoditas unggulan hortikultura sayuran meliputi komoditas kentang, kubis, bawang daun, sawi, dan wortel. Kriteria kesesuaian lahan untuk komoditas hortikultura buah-buahan dan sayuran tertera pada Tabel Lampiran 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, dan Klasifikasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Hortikultura Buah- Buahan, Zona Agroekologi pada Elevasi < 700 m dpl Kesesuaian lahan aktual atau kesesuaian lahan saat ini (current suitability) atau kelas kesesuaian lahan alami merupakan kesesuaian lahan yang dianalisis pada kondisi penggunaan gu lahan sekarang, tanpa masukan atau usaha-usaha perbaikan atau belum mempertimbangkan mpe usaha perbaikan dan tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala atau faktor-faktor pembatas yang ada disetiap satuan lahan. Sedangkan kesesuaian lahan potensial merupakan kesesuaian lahan yang dilakukan pada kondisi setelah diberikan masukan atau usaha-usaha perbaikan atau kesesuaian lahan yang akan dicapai setelah dilakukan usaha-usaha perbaikan lahan. Kesesuaian lahan potensial merupakan kondisi yang diharapkan sesudah diberikan masukan sesuai dengan tingkat pengelolaan yang akan diterapkan, sehingga dapat diduga tingkat produktivitas dari suatu lahan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

17 95 Hasil analisis kesesuaian lahan aktual dan potensial untuk tanaman buah-buahan yang tergolong komoditas unggulan tersaji dalam Tabel 16. Berdasarkan data pada Tabel 16 terlihat bahwa tingkat kesesuaian lahan aktual untuk komoditas buah-buahan (tanaman rambutan, mangga, pisang, dan durian) termasuk kelas kesesuaian S2 dan S3. Faktor pembatas yang dominan adalah bahaya erosi (e), daerah perakaran (r), dan retensi hara (f). Berdasarkan kriteria CSR FAO Staff (1983), tingkat kesesuaian S2 dikategorikan sebagai lahan yang cukup sesuai dimana produktivitas tanaman dibatasi oleh beberapa faktor pembatas yang tergolong sedang. Tingkat kesesuaian S3 dikategorikan sebagai lahan yang memiliki kesesuaian marginal. Pada tingkat S3 ini faktor pembatas tergolong sangat berat untuk penggunaan lahan yang lestari. Pembataspembatas tersebut akan mengurangi produktivitas atau keuntungan karena akan menaikkan masukan yang diperlukan. Pada zona agroekologi elevasi < 700 m dpl di hulu DAS Jeneberang, kelas kesesuaian sua lahan aktual untuk tanaman rambutan pada satuan lahan PL4 adalah kelas S2 dengan faktor pembatas retensi hara (f). Apabila retensi hara diperbaiki maka kelas kesesuaiannya su (kelas kesesuaian lahan potensial) akan meningkat menjadi sangat sesuai (S1). Pada satuan lahan PL1, PL2, dan PL5, kelas kesesuaian lahan aktual adalah S2 dengan faktor pembatas retensi hara, bahaya erosi dan media perakaran. Apabila faktor pembatas tersebut dikelola dan diperbaiki maka kelas kesesuaiannya tetap S2 tapi faktor pembatasnya berkurang menjadi bahaya erosi dan media perakaran. Satuan lahan PL3, PL7, dan PL8, mempunyai kelas kesesuaian lahan aktual marginal (S3) dengan faktor pembatas retensi hara, bahaya erosi dan media perakaran. Apabila faktor pembatas tersebut dikelola dan diperbaiki maka kelas kesesuaian lahan potensial tetap S3 tapi faktor pembatasnya berkurang menjadi bahaya erosi dan media perakaran. Peta kesesuaian sua lahan aktual pada areal penggunaan lain di hulu DAS Jeneberang untuk komoditas rambutan tersaji pada Gambar 9.

18 96 Tabel 16. Hasil klasifikasi kesesuaian lahan untuk komoditas hortikultura buah-buahan (rambutan, mangga, pisang, dan durian) pada setiap satuan lahan di hulu DAS Jeneberang Satuan Lahan Tingkat Kesesuaian Lahan Rambutan Mangga Pisang Durian A I P A I P A I P A I P PL1 S2rf Mi S2r S2rf Mi S2r S3f Mi S2r S2rf Mi S2r PL2 S2ref Mi-Hi S2re S3f Mi S2re S3f Mi S2e S3f Mi S2re PL3 S3ref Mi-Hi S3re S3ref Mi-Hi S3re S3ef Mi-Hi S3e S3ref Mi-Hi S3re PL4 S2f Mi S1 S3f Mi S2r S3f Mi S2f S3f Mi S2r PL5 S2er Hi S2r S3f Mi-Hi S2re S3f Mi S2e S3f Mi S2re PL6 S3ef Hi S3e S3ef Mi-Hi S3e S3ef Mi-Hi S3e S3ef Mi-Hi S3e PL7 S3er Hi S3r S3ref Mi-Hi S3re S3ref Mi-Hi S3re S3ref Mi-Hi S3re PL8 S3er Hi S3r S3re Mi-Hi S3r S3ref Mi-Hi S3re S3ref Mi-Hi S3re Keterangan : A = kesesuaian lahan aktual; I = tingkat input; P = kesesuaian lahan potensial; f = retensi hara; e = bahaya erosi; r = media perakaran; Mi = medium input; Hi = high input (input tinggi).

19 97 Kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman mangga pada satuan lahan PL1 adalah kelas S2 dengan faktor pembatas retensi hara (f) dan media perakaran (r). Apabila retensi hara diperbaiki maka kelas kesesuaian kesesuaian potensial menjadi S2 dengan faktor pembatas media perakaran. Pada satuan lahan PL2, PL3, PL4, PL5, PL6, PL7, dan PL8, kelas kesesuaian lahan aktual adalah S3 dengan faktor pembatas retensi hara, bahaya erosi dan media perakaran. Apabila ketiga faktor pembatas ini dikelola dan diperbaiki maka kelas kesesuaian potensial meningkat menjadi S2 untuk PL2, PL4, dan PL5, sedangkan satuan lahan PL3, PL6, PL7, dan PL8 tetap S3 dengan faktor pembatasnya berkurang menjadi bahaya erosi dan media perakaran. Peta kesesuaian lahan aktual pada areal penggunaan lain (APL) untuk komoditas mangga disajikan pada Gambar 10. Kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman pisang menunjukkan bahwa semua satuan lahan berada pada kelas S3 dengan faktor pembatas retensi hara (f) dan media perakaran (r). Apabila retensi hara diperbaiki maka kelas kesesuaian potensial menjadi S2 dengan faktor pembatas media perakaran dan bahaya erosi untuk satuan lahan PL1, PL2, PL4, dan PL5. Sedangkan satuan lahan PL3, PL6, PL7, dan PL8, kelas kesesuaian lahan potensial tetap di S3 dengan faktor pembatas bahaya erosi dan media perakaran. Peta kesesuaian lahan aktual pada areal penggunaan lain (APL) untuk komoditas pisang tersaji pada Gambar 11. Kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman durian pada satuan lahan PL1 adalah kelas S2 dengan faktor pembatas retensi hara (f) dan media perakaran (r). Apabila retensi hara diperbaiki maka kelas kesesuaian potensial menjadi S2 dengan faktor pembatas media perakaran. Pada satuan lahan PL2, PL3, PL4, PL5, PL6, PL7, dan PL8, kelas kesesuaian lahan aktual adalah S3 dengan faktor pembatas retensi hara, bahaya erosi dan media perakaran. Apabila ketiga faktor pembatas ini dikelolah dan diperbaiki maka kelas kesesuaian potensial meningkat menjadi S2 untuk PL2, PL4, dan PL5, sedangkan satuan lahan PL3, PL6, PL7, dan PL8 tetap S3 dengan faktor pembatasnya berkurang menjadi bahaya erosi dan media perakaran. Peta kesesuaian lahan aktual untuk komoditas durian tersaji pada Gambar 12.

20 Gambar 9. Peta kesesuaian lahan aktual komoditas rambutan pada areal penggunaan lain di hulu DAS Jeneberang. 98

21 Gambar 10. Peta kesesuaian lahan aktual komoditas mangga di area hulu DAS Jeneberang. 99

22 Gambar 11. Peta kesesuaian lahan aktual komoditas pisang di area hulu DAS Jeneberang. 100

23 Gambar 12. Peta kesesuaian lahan aktual komoditas durian di area hulu DAS Jeneberang. 101

24 Tabel 17. Luas areal (ha) berdasarkan kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial untuk komoditas hortikultura buah-buahan Luas Areal Berdasarkan Kelas Kesesuaian Lahan (ha) Komoditas Aktual Potensial Unggulan S1 S2 S3 N S1 S2 S3 N Rambutan ,00 174, , ,45 174,38 - Mangga - 485, , , ,46 - Pisang , , ,18 - Durian - 485, , , ,45-102

25 103 Luas areal masing-masing kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial untuk komoditas hortikultura buah-buahan pada areal penggunaan lain (APL) disajikan dalam Tabel 17. Data dalam Tabel 17 menunjukkan bahwa luas lahan yang sesuai moderat (S2) aktual untuk komoditas rambutan yaitu 5.061,00 ha, dan kelas sesuai marginal (S3) yaitu 174,38 ha. Apabila dilakukan perbaikan pada faktor pembatas retensi unsur hara (f) maka kelas kesesuaian lahan aktual S2 akan meningkat menjadi kelas kesesuaian potensial S1 dengan luas 1.484,55 ha. Dengan demikian luas kelas S2 potensial menurun menjadi 3.576,45 ha, dan luas lahan yang masuk kategori kelas S3 adalah 174,38 ha, dengan faktor pembatas yang semakin sedikit yaitu media perakaran dan bahaya erosi. Komoditas mangga dan durian penyebarannya sama, yaitu untuk kelas cukup sesuai (S2) aktual luasannya 485,81 ha, dan sesuai marginal (S3) yaitu 4.749,58 ha. Apabila dilakukan perbaikan pada faktor pembatas retensi unsur hara (f) maka kelas kesesuaian lahan potensial S2 luasannya meningkat menjadi 2.901,93 ha, dan luas lahan yang masuk kategori kelas S3 menurun menjadi 2.333,46 ha. Kelas kesesuaian lahan aktual untuk komoditas pisang yaitu semua unit lahan masuk kategori kelas S3 yaitu 5.235,39 ha. Jika dilakukan perbaikan pada faktor pembatas retensi unsur hara (f) maka ada perubahan dari kelas aktual S3 menjadi kelas kesesuaian lahan potensial S2 dengan luasan 2.929,20 ha, dengan demikian luas lahan yang masuk kategori kelas S3 menurun menjadi 2.306,18 ha Klasifikasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Hortikultura Sayuran, Zona Agroekologi pada Elevasi 700 m dpl Data hasil klasifikasi lahan untuk komoditas hortikultura sayuran disajikan pada Tabel 18. Data pada Tabel 18 menunjukkan bahwa komoditas kentang, wortel, kubis, sawi, dan bawang daun yang ditanam petani di hulu DAS Jeneberang memiliki tingkat kesesuaian lahan antara kelas S2, S3, dan N. Faktor pembatas adalah retensi hara (f) dan bahaya erosi (e). Kelas kesesuaian lahan aktual untuk komoditas kentang, wortel dan kubis yang masuk kategori kelas S2 yaitu SP6 dan SP7 dengan faktor pembatas retensi hara, erosi dan lereng. Luas areal dari kedua satuan lahan ini yaitu 3.152,29 ha atau 19,49%. Kelas kesesuaian lahan aktual untuk komoditas kentang, wortel,

26 104 Tabel 18. Hasil klasifikasi kesesuaian lahan untuk komoditas hortikultura sayuran (kentang, wortel, kubis, sawi, dan bawang daun) pada setiap satuan lahan di zona agroekologi elevasi 700 m dpl di hulu DAS Jeneberang Satuan Lahan Tingkat Kesesuaian Lahan Kentang Wortel Kubis Sawi Bawang Daun A I P A I P A I P A I P A I P SP1 S3f Mi S2e S3f Mi S2e S3f Mi S2e S3f Mi S2f S3f Mi S2f SP2 S3f Mi-Hi S2e S3f Mi S2e S3f Mi S2e S3f Mi S2e S3f Mi S2e SP3 S3fe Mi-Hi S3e S3fe Mi-Hi S3e S3fe Mi-Hi S3e S3fe Mi-Hi S3e S3fe Mi-Hi S3e SP4 Ne Hi S3e Ne Hi S3e Ne Hi S3e Ne Hi S3e Ne Hi S3e SP5 S3f Mi-Hi S2e S3f Mi-Hi S2e S3f Mi-Hi S2e S3f Mi-Hi S2f S3f Mi-Hi S2f SP6 S2fe Mi-Hi S2e S2fe Mi-Hi S2e S2fe Mi-Hi S2e S3f Mi-Hi S2e S2fe Mi-Hi S2e SP7 S3fe Mi-Hi S3e S3fe Mi-Hi S3e S3fe Mi-Hi S3e S3e Mi-Hi S3e S3fe Mi-Hi S3e SP8 Ne Hi S3e Ne Hi S3e Ne Hi S3e Ne Hi S3e Ne Hi S3e SP10 S2fe Mi S2e S3f Mi S2e S3f Mi S2e S2fe Mi S2e S2fe Mi S2e SP11 S3e Hi S3e S3e Hi S3e S3e Hi S3e S3fe Hi S3e S3fe Hi S3e SP12 Ne Hi S3e Ne Hi S3e Ne Hi S3e Ne Hi S3e Ne Hi S3e SP13 S3f Mi S2f S3f Mi S2f S3f Mi S2f S3f Mi S2f S3f Mi S2f SP14 S3f Mi S2e S3f Mi S2e S3f Mi S2e S3f Mi S2e S3f Mi S2e SP15 S3fe Mi-Hi S3e S3fe Mi-Hi S3e S3fe Mi-Hi S3e S3fe Mi-Hi S3e S3fe Mi-Hi S3e SP16 Ne Hi S3e Ne Hi S3e Ne Hi S3e Ne Hi S3e Ne Hi S3e SP17 S3f Mi S2e S3f Mi S2e S3f Mi S2e S2f Mi S1 S2f Mi S1 SP18 S3f Mi S2e S3f Mi S2e S3f Mi S2e S3f Mi S2e S3f Mi S2e SP19 S3fe Mi-Hi S3e S3fe Mi-Hi S3e S3fe Mi-Hi S3e S3fe Mi-Hi S3e S3fe Mi-Hi S3e SP20 Ne Hi S3e Ne Hi S3e Ne Hi S3e Ne Hi S3e Ne Hi S3e Keterangan : A = kesesuaian lahan aktual; I = tingkat input; P = kesesuaian lahan potensial; f = retensi hara; e = bahaya erosi; r = media perakaran; Mi = medium input; Hi = high input (input tinggi).

27 105 kubis, sawi, dan bawang daun yang masuk kategori kelas S2 yaitu SP6, dan komoditas kentang, sawi, dan bawang daun pada SP10 dan SP17, dengan faktor pembatas retensi hara, dan bahaya erosi. Kelas kesesuaian lahan aktual S3 untuk komoditas kentang, wortel, kubis, sawi, dan bawang daun meliputi SP1, SP2, SP3, SP5, SP7, SP10, SP11, SP13, SP14, SP15, SP17, SP18, dan SP19 dengan faktor pembatas retensi hara dan bahaya erosi. Sedangkan lahan yang masuk kategori tidak sesuai aktual untuk komoditas kentang, wortel, kubis, sawi, dan bawang daun yaitu SP4, SP8, SP9, SP12, SP16 dan SP20. Lahan ini dapat dimanfaatkan untuk pertanaman komoditas hortikultura sayuran tapi memerlukan input yang sangat besar, sehingga perlu dilakukan kajian mendalam untuk mempertahankannya. Hal ini disebabkan karena faktor pembatasnya adalah kemiringan lereng dan bahaya erosi. Peta kesesuaian lahan aktual komoditas kentang tersaji pada Gambar 13, komoditas wortel (Gambar 14), komoditas sawi (Gambar 15), komoditas bawang daun (Gambar 16) dan komoditas kubis (Gambar 17). Dengan pemberian input atau usaha-usaha perbaikan pada lahan, maka kelas kesesuaian lahan aktual akan berubah menjadi kelas kesesuaian lahan potensial. Kelas kesesuaian lahan potensial komoditas hortikultura sawi dan bawang daun meningkat dari S2 menjadi S1 pada satuan lahan SP 17. Kelas kesesuaian lahan potensial S2 komoditas hortikultura sayuran (kentang, wortel, kubis, sawi, dan bawang daun) pada satuan lahan SP1, SP2, SP5, SP6, SP10, SP13, SP14, SP17, dan SP18. Satuan lahan yang masuk kategori kelas kesesuaian lahan potensial S3 untuk komoditas sayuran yaitu SP3, SP4, SP7, SP8, SP11, SP12, SP15, SP16, SP19, dan SP20. Luas areal masing-masing kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial untuk komoditas hortikultura sayuran pada areal penggunaan lain (APL) disajikan pada Tabel 19. Data pada Tabel 19 menunjukkan luas lahan yang sesuai moderat (S2) aktual untuk komoditas kentang yaitu 613,39 ha, kelas sesuai marginal (S3) yaitu 4.054,21 ha, dan tidak sesuai (N) yaitu 613,39 ha. Apabila dilakukan perbaikan pada faktor pembatas retensi unsur hara (f) maka kelas kesesuaian lahan potensial S2 luasannya meningkat menjadi 1.622,86 ha, luas lahan yang masuk-

28 Tabel 19. Luas areal (ha) berdasarkan kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial untuk komoditas hortikultura sayuran Komoditas Luas Areal Berdasarkan Kelas Kesesuaian Lahan (ha) Aktual Potensial S1 S2 S3 N S1 S2 S3 N Kentang - 613, ,21 613, , ,39 - Kubis - 347, ,20 613, , ,39 - Bawang Daun , ,37 613,39 446, , ,85 - Wortel - 347, ,20 613, , ,39 - Sawi , ,55 613,39 446, , ,32-106

29 Gambar 13. Peta kesesuaian lahan aktual komoditas kentang di area hulu DAS Jeneberang. 107

30 Gambar 14. Peta kesesuaian lahan aktual komoditas wortel di hulu DAS Jeneberang. 108

31 Gambar 15. Peta kesesuaian lahan aktual komoditas sawi di area hulu DAS Jeneberang. 109

32 Gambar 16. Peta kesesuaian lahan aktual komoditas bawang daun di area hulu DAS Jeneberang. 110

33 Gambar 17. Peta kesesuaian lahan aktual komoditas kubis di area hulu DAS Jeneberang. 111

34 112 kategori kelas S3 menurun menjadi 3.392,39 ha, dan tidak ada lagi lahan yang tidak sesuai untuk tanaman kentang. Komoditas wortel dan kubis penyebarannya sama, yaitu untuk kelas cukup sesuai (S2) aktual luasannya 347,65 ha, sesuai marginal (S3) yaitu 4.054,20 ha, dan tidak sesuai (N) yaitu 613,39 ha. Apabila dilakukan perbaikan pada faktor pembatas retensi unsur hara (f) maka kelas kesesuaian lahan potensial S2 luasannya meningkat menjadi 1.622,86 ha, luas lahan yang masuk kategori kelas S3 menurun menjadi 3.392,39 ha, dan tidak ada lahan yang tidak sesuai untuk tanaman wortel dan kubis. Kelas kesesuaian lahan aktual untuk komoditas sawi, kelas S2 luasnya 1.363,38 ha, kelas S3 luasnya 1.576,55 ha, dan tidak sesuai (N) luasnya 613,39 ha. Jika dilakukan perbaikan pada faktor pembatas retensi unsur hara (f) maka perubahan dari kelas S2 menjadi kelas kesesuaian lahan potensial S1 luasnya yaitu 446,00 ha. Sedangkan kelas S2 potensial yaitu 2.493,93 ha, dan luas lahan yang masuk kategori kelas S3 menurun menjadi 2.075,32 ha, dan tidak ada lahan yang tidak sesuai. Kelas kesesuaian lahan aktual S2 untuk komoditas bawang daun luasnya 1.479,49 ha, kelas S3 luasnya 2.904,20 ha, dan tidak sesuai (N) luasnya 613,39 ha. Jika dilakukan perbaikan pada faktor pembatas retensi unsur hara (f) maka perubahan dari kelas S2 menjadi kelas kesesuaian lahan potensial S1 luasnya yaitu 446,00 ha. Sedangkan kelas S2 potensial yaitu 2.280,39 ha, dan luas lahan yang masuk kategori kelas S3 menurun menjadi 2.288,85 ha, dan tidak ada lahan yang tidak sesuai untuk tanaman bawang daun Kesimpulan Berdasarkan uraian dalam pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa : Hasil analisis komoditas unggulan melalui pendekatan LQ di daerah hulu DAS Jeneberang menunjukkan bahwa komoditas buah-buahan meliputi rambutan, mangga, pisang, dan durian, sedangkan komoditas sayuran yaitu kentang, wortel, kubis, sawi, dan bawang daun merupakan komoditas unggulan.

35 113 Tingkat kesuburan tanah di daerah hulu DAS Jeneberang termasuk kategori rendah, baik pada tanah di zona agroekologi pada elevasi < 700 m dpl, maupun pada tanah di zona agroekologi pada elevasi 700 m dpl. Kelas kesesuaian lahan aktual untuk komoditas unggulan hortikultura buahbuahan adalah S2 dan S3, dengan faktor pembatas retensi hara, media perakaran, dan bahaya erosi. Kelas kesesuaian lahan potensial untuk komoditas buah-buahan yaitu S1, S2, dan S3, dengan faktor pembatas media perakaran dan bahaya erosi. Kelas kesesuaian lahan aktual untuk komoditas unggulan hortikultura sayuran adalah S2, S3, dan N dengan faktor pembatas retensi hara dan bahaya erosi. Kelas kesesuaian lahan potensial untuk komoditas hortikultura sayuran yaitu S1, S2, dan S3 dengan faktor pembatas bahaya erosi.

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 47 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di bagian hulu daerah aliran sungai (DAS) Jeneberang yang terletak di Kabupaten Gowa (Gambar 3). Penelitian dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 2.1 Survei Tanah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi

Lebih terperinci

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 57 V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 5.1. Pendahuluan Pemenuhan kebutuhan manusia untuk kehidupannya dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan lahan untuk usaha pertanian.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah terdiri dari 12 desa dengan luas ± 161,64 km2 dengan kemiringan kurang dari 15% di setiap

Lebih terperinci

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan 22 TATACARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Pengamatan lapangan dilakukan di empat lokasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Desa Panapalan, Kecamatan Tengah Ilir terdiri dari 5 desa dengan luas 221,44 Km 2 dengan berbagai ketinggian yang berbeda dan di desa

Lebih terperinci

KAJIAN KORELASI KARAKTERISTIK AGROEKOLOGI TERHADAP PRODUKSI KELAPA SAWIT DAN KARET DI PROVINSI LAMPUNG

KAJIAN KORELASI KARAKTERISTIK AGROEKOLOGI TERHADAP PRODUKSI KELAPA SAWIT DAN KARET DI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN KORELASI KARAKTERISTIK AGROEKOLOGI TERHADAP PRODUKSI KELAPA SAWIT DAN KARET DI PROVINSI LAMPUNG Andarias Makka Murni Soraya Amrizal Nazar KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor selain faktor internal dari tanaman itu sendiri yaitu berupa hormon

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api,

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Material Vulkanik Merapi Abu vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan dan dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan bahkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Tujuan survey dan pemetaan tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu satuan peta tanah yang

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) 1. Karakteristik Tanaman Ubi Jalar Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, dan terdiri dari 400 species. Ubi jalar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Komoditas Basis Komoditas basis adalah komoditas yang memiliki keunggulan secara komparatif dan kompetitif. Secara komparatif, tingkat keunggulan ditentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah dikenal sejak dulu. Ada beberapa jenis tomat seperti tomat biasa, tomat apel, tomat keriting,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Prosedur Penelitian dan Parameter Pengamatan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Prosedur Penelitian dan Parameter Pengamatan 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di beberapa lokasi daerah sebaran duku di Propinsi Jambi, di 8 (delapan) kabupaten yaitu Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Batanghari, Kabupaten

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kualitas dan Karakteristik Lahan Sawah. wilayahnya, sehingga kondisi iklim pada masing-masing penggunaan lahan adalah

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kualitas dan Karakteristik Lahan Sawah. wilayahnya, sehingga kondisi iklim pada masing-masing penggunaan lahan adalah 40 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kualitas dan Karakteristik Lahan Sawah Data iklim yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data keadaan wilayah penelitian. Kecamatan Imogiri memiliki satu tipe iklim di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu jenis tanaman budidaya yang dimanfaatkan bagian akarnya yang membentuk umbi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Geofisik Wilayah. genetik tanaman juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yang berupa nutrisi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Geofisik Wilayah. genetik tanaman juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yang berupa nutrisi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik dan Geofisik Wilayah Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor selain dari faktor internal dari tanaman itu sendiri yaitu berupa hormon

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Lahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Lahan III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kualitas Lahan Kualitas lahan yang digunakan untuk evaluasi kesesuaian lahan dalam penelitian ini adalah iklim, topografi, media perakaran dan kandungan hara sebagaimana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014).

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014). I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah dan Lahan Tanah merupakan sebuah bahan yang berada di permukaan bumi yang terbentuk melalui hasil interaksi anatara 5 faktor yaitu iklim, organisme/ vegetasi, bahan induk,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi utama sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang tanah adalah salah satu jenis palawija yang dapat ditanam di sawah atau di ladang. Budidaya kacang tanah tidak begitu rumit, dan kondisi lingkungan setempat yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. devisa non migas, penyedia lapangan kerja, dan berkaitan langsung dengan

I. PENDAHULUAN. devisa non migas, penyedia lapangan kerja, dan berkaitan langsung dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu subsektor yang berfungsi sebagai sumber devisa non migas, penyedia lapangan kerja, dan berkaitan langsung dengan pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Januari 2013.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Januari 2013. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Januari 2013. Penelitian dilaksanakan pada lahan pertanaman ubi kayu (Manihot esculenta

Lebih terperinci

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DI KECAMATAN MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DI KECAMATAN MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DI KECAMATAN MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA The Evaluation of Land Suitability Onion (Allium ascalonicum L.) in Muara Subdistrict

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam

TINJAUAN PUSTAKA. daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Seiring dengan kebijakan otonomi daerah yang telah diterapkan sejak tahun 1999, masing-masing daerah harus bekerja keras untuk meningkatkan pendapatan daerahnya masing-masing.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan

Lebih terperinci

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG Rossi Prabowo 1*,Renan Subantoro 1 1 Jurusan Agrobisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penduduk di Indonesia bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber. kehidupan utama (Suparyono dan Setyono, 1994).

I. PENDAHULUAN. penduduk di Indonesia bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber. kehidupan utama (Suparyono dan Setyono, 1994). I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang menjadikan sektor pertanian sebagai sektor utama dalam pembangunan perekonomian di Indonesia, karena sekitar 70% penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH 4. Phosphor (P) Unsur Fosfor (P) dlm tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan & mineral 2 di dlm tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pd ph

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Lahan adalah suatu daerah dipermukaan bumi dengan sifat- sifat tertentu yaitu

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Lahan adalah suatu daerah dipermukaan bumi dengan sifat- sifat tertentu yaitu 7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Lahan Lahan adalah suatu daerah dipermukaan bumi dengan sifat- sifat tertentu yaitu adanya persamaan dalam hal geologi, geomorfologi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah Ultisol termasuk bagian terluas dari lahan kering yang ada di Indonesia yaitu 45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari total luas daratan Indonesia (Subagyo, dkk, 2000). Namun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian menjadi prioritas utama dalam pembangunan wilayah berorientasi agribisnis, berproduktivitas tinggi, efisien, berkerakyatan, dan berkelanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun. Berdasarkan iklimnya, lahan kering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan tanaman perdu dan berakar tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. Tomat

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. 8 desa merupakan daerah daratan dengan total luas 2.466,70 hektar.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. 8 desa merupakan daerah daratan dengan total luas 2.466,70 hektar. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Kecamatan Jepara terdiri dari 16 desa, 8 desa merupakan daerah pantai dan 8 desa merupakan daerah daratan dengan total luas 2.466,70

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh bagi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN an. Namun seiring dengan semakin menurunnya produktivitas gula

BAB I PENDAHULUAN an. Namun seiring dengan semakin menurunnya produktivitas gula BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara dengan basis sumberdaya agraris, Indonesia pernah menjadi salah satu produsen dan eksportir gula pasir yang terbesar di dunia pada decade 1930-40 an.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kualitas tanah dalam hal kemampuannya untuk menyediakan unsur hara yang cocok dalam jumlah yang cukup serta dalam keseimbangan yang tepat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung tepatnya pada koordinat 7 19 20.87-7

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dapat menghasilkan genotip baru yang dapat beradaptasi terhadap berbagai

I. PENDAHULUAN. dapat menghasilkan genotip baru yang dapat beradaptasi terhadap berbagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu tanaman serealia yang tumbuh hampir di seluruh dunia dan tergolong spesies dengan viabilitas genetik yang besar. Tanaman jagung dapat menghasilkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Di Sumatra Utara areal pertanaman jagung sebagian besar di tanah Inceptisol yang tersebar luas dan berdasarkan data dari Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Sumatera Utara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaan lahannya (Hardjowigeno et

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Mei-Agustus 2015 di 5 unit lahan pertanaman

Lebih terperinci

KESESUAIAN LAHAN TANAM KENTANG DI WILAYAH BATU

KESESUAIAN LAHAN TANAM KENTANG DI WILAYAH BATU KESESUAIAN LAHAN TANAM KENTANG DI WILAYAH BATU Ni Wayan Suryawardhani a, Atiek Iriany b, Aniek Iriany c, Agus Dwi Sulistyono d a. Department of Statistics, Faculty of Mathematics and Natural Sciences Brawijaya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar wilayahnya didominasi oleh tanah yang miskin akan unsur hara, salah satunya adalah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lahan padi sawah irigasi milik Kelompok Tani Mekar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lahan padi sawah irigasi milik Kelompok Tani Mekar 26 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lahan padi sawah irigasi milik Kelompok Tani Mekar Desa Tulung Balak dengan luas 15 ha yang terletak pada wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Provinsi Lampung memiliki kegiatan pembangunan yang berorientasikan pada potensi sumberdaya alam

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Provinsi Lampung memiliki kegiatan pembangunan yang berorientasikan pada potensi sumberdaya alam 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Provinsi Lampung memiliki kegiatan pembangunan yang berorientasikan pada potensi sumberdaya alam pada sektor pertanian terutama subsektor tanaman pangan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia. Perkembangan produksi tanaman pada (Oryza sativa L.) baik di Indonesia maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman durian merupakan salah satu tanaman buah yang dapat dibudidayakan dan termasuk dalam tanaman hortikultura. Definisi dari tanaman hortikultura itu sendiri menurut

Lebih terperinci

1.5. Hipotesis 3. Pemberian pupuk hayati berperan terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman nilam. 4. Pemberian zeolit dengan dosis tertentu dapat

1.5. Hipotesis 3. Pemberian pupuk hayati berperan terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman nilam. 4. Pemberian zeolit dengan dosis tertentu dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilam (Pogostemon sp.) merupakan salah satu tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri (essential oil). Di dalam dunia perdagangan Intemasional minyak nilam sering

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani sehingga sektor pertanian memegang peranan penting sebagai penyedia

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG

VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG 133 VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG 8.1. Pendahuluan Kabupaten Gowa mensuplai kebutuhan bahan material untuk pembangunan fisik, bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih TINJAUAN PUSTAKA Sekilas Tentang Tanah Andisol Andisol merupakan tanah yang mempunyai sifat tanah andik pada 60% atau lebih dari ketebalannya, sebagaimana menurut Soil Survey Staff (2010) : 1. Didalam

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet 57 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet Sektor pekebunan dan pertanian menjadi salah satu pilihan mata pencarian masyarakat yang bermukim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan kedua setelah padi. Selain itu, jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri lainnya.

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

IV. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Analisis terhadap sampel tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas

IV. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Analisis terhadap sampel tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan di 4 (empat) desa di Kecamatan Windusari yaitu Desa Balesari, Desa Kembangkunig, Desa Windusari dan Desa Genito. Analisis terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

Mutiara Dewi P. Pertemuan 4

Mutiara Dewi P. Pertemuan 4 Mutiara Dewi P. Pertemuan 4 Ketika kita melakukan budidaya tanaman, faktor apa saja yang mempengaruhi produksi tanaman? Genetika tan. Lingkungan: Air Udara Tanah : Sifat Fisik Kimia Bahan Mineral Bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk, namun hal ini tidak dibarengi dengan peningkatan kuantitas dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat, tepatnya di Desa Karanglayung dan Desa Narimbang. Secara

Lebih terperinci

Kajian Potensi Sumberdaya Lahan Untuk Pengembangan Tanaman Hortikultura Di Kecamatan Manggis Kabupaten Karangasem

Kajian Potensi Sumberdaya Lahan Untuk Pengembangan Tanaman Hortikultura Di Kecamatan Manggis Kabupaten Karangasem AGROTROP, 4 (1): 27-36 (2014) ISSN: 2088-155X C Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar Bali - Indonesia Kajian Potensi Sumberdaya Lahan Untuk Pengembangan Tanaman Hortikultura Di Kecamatan Manggis

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2016 sampai April 2017 di

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2016 sampai April 2017 di IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2016 sampai April 2017 di Desa Sendangrejo, Kecamatan Bogorejo yang terletak di Kabupaten Blora

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini maka akan

TINJAUAN PUSTAKA. yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini maka akan TINJAUAN PUSTAKA Evaluasi lahan Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaa tataguna lahan. Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian dari bentang alam ( Landscape) yang mencakup pengertian lingkungan

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian dari bentang alam ( Landscape) yang mencakup pengertian lingkungan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Lahan adalah wilayah dipermukaan bumi, meliputi semua benda penyusun biosfer baik yang berada di atas maupun di bawahnya, yang bersifat tetap atau siklis (Mahi,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Lahan pesisir Pantai Desa Bandengan,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Lahan pesisir Pantai Desa Bandengan, 12 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai Januari sampai Maret 2017. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Lahan pesisir Pantai Desa Bandengan, Kecamatan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 Maret 2017.

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 Maret 2017. 17 IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 Maret 2017. Penelitian dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Pengamatan lapangan dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia produksi nanas setiap tahun mengalami peningkatan seiring

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia produksi nanas setiap tahun mengalami peningkatan seiring 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan salah satu komoditas ekspor dari sektor perkebunan hortikutura. Di Indonesia produksi nanas setiap tahun mengalami peningkatan seiring peningkatan

Lebih terperinci

8/19/2015 SENAWI SNHB-FKT-UGM

8/19/2015 SENAWI SNHB-FKT-UGM 1 PRINSIP ESL-KESESUAIAN LAHAN 1. Kesesuaian lahan dinilai berdasarkan macam/jenis penggunaan lahan tertentu. 2. Evaluasi lahan membutuhkan pembandingan antara keuntungan yang diperoleh dengan masukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan menggunakan pendekatan ekologi. Penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan ekologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian. Disisi yang lain sering berjalannya waktu, jumlah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha pengembangan pertanian selayaknya dilakukan secara optimal tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha tersebut, maka produktivitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tanah Ultisol tersebar di berbagai daerah di Indonesia, dan diperkirakan menduduki hampir 30 % dari seluruh dataran di

PENDAHULUAN. Tanah Ultisol tersebar di berbagai daerah di Indonesia, dan diperkirakan menduduki hampir 30 % dari seluruh dataran di PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah Ultisol tersebar di berbagai daerah di Indonesia, dan diperkirakan menduduki hampir 30 % dari seluruh dataran di Indonesia(Darmawi jaya, 1992). Tanah Ultisol memiliki sifat

Lebih terperinci

BAB I. kemampuannya. Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian

BAB I. kemampuannya. Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi segala kebutuhan hidup sehingga dalam pengelolaan harus sesuai dengan kemampuan agar tidak menurunkan produktivitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikonsumsi di Indonesia, karena sekitar 45% konsumsi buah-buahan adalah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikonsumsi di Indonesia, karena sekitar 45% konsumsi buah-buahan adalah 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pisang (Musa paradisiaca) adalah komoditas buah yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia, karena sekitar 45% konsumsi buah-buahan adalah pisang. Buah pisang mudah didapat

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gadingsari, Desa Gadingharjo, Desa Srigading dan Desa Murtigading. Wilayah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gadingsari, Desa Gadingharjo, Desa Srigading dan Desa Murtigading. Wilayah V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi dan Wilayah Studi Kecamatan Sanden secara administratif terdiri dari 4 desa meliputi Desa Gadingsari, Desa Gadingharjo, Desa Srigading dan Desa Murtigading.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Pertanian dan Perkebunan

Analisis Kesesuaian Lahan Pertanian dan Perkebunan Analisis Kesesuaian Lahan Pertanian dan Perkebunan Oleh : Idung Risdiyanto 1. Konsep dan Batasan Evaluasi Lahan dan Zonasi Pertanian 1.1. Pengertian Dasar (dikutip dari Evakuasi Lahan Puslitanak) Dalam

Lebih terperinci

Kesesuian lahan untuk tanaman tebu dipolitani

Kesesuian lahan untuk tanaman tebu dipolitani KESESUAIAN LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2 No.2 (2014) 024 028 http://www... Kesesuian lahan untuk tanaman tebu dipolitani Sry maryenti 1, Yosi puti angela 1 1 Mahasiswi semester 3 Prodi. Tata

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai sumber daya alam sangat penting dalam meyediakan sebahagian besar kebutuhan hidup manusia, terutama pangan. Pada saat ini kebutuhan akan pangan tidak

Lebih terperinci