HUBUNGAN NAFSU MAKAN, PENGETAHUAN GIZI DENGAN ASUPAN ENERGI, PROTEIN DAN STATUS GIZI DI RUMKITAL Dr. MINTOHARDJO TAHUN 2015

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN NAFSU MAKAN, PENGETAHUAN GIZI DENGAN ASUPAN ENERGI, PROTEIN DAN STATUS GIZI DI RUMKITAL Dr. MINTOHARDJO TAHUN 2015"

Transkripsi

1 HUBUNGAN NAFSU MAKAN, PENGETAHUAN GIZI DENGAN ASUPAN ENERGI, PROTEIN DAN STATUS GIZI DI RUMKITAL Dr. MINTOHARDJO TAHUN 2015 Meylina Djafar* Heny Sulistyowati*, *Dosen Program Studi Ilmu Gizi STIKes Binawan **Alumni Mahasiswa Program Studi Gizi STIKes Binawan Korespodensi: ABSTRAK Pendahuluan: Banyak faktor yang mempengaruhi asupan energi dan protein antara lain adalah nafsu makan dan pengetahuan gizi. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi hubungan nafsu makan, pengetahuan gizi dengan asupan energi, protein dan status gizi pasien perawatan hemodialisis. Metode: Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan desain cross-sectional, yang dilaksanakan di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo pada bulan Maret-April Populasi penelitian adalah 37 pasien dengan penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis dan memenuhi kriteria inklusi, yaitu melakukan rawat jalan, berusia 18 tahun, HD rutin setidaknya dua kali per minggu, dapat berkomunikasi baik, bisa ditimbang dan bersedia menjadi responden. Sampel penelitian dengan menggunakan total populasi. Data yang dikumpulkan adalah nafsu makan, pengetahuan gizi, asupan energi dan protein asupan tiga hari dalam 24 jam recall dan record, dan nilai BMI untuk status gizi. Analisis hubungan dilakukan dengan uji Chi-square. Hasil: Subyek terdiri dari 37 pasien, 54,1% dengan BMI <20 kg/m 2 (kurang gizi); 40,5% kurang nafsu makan; 43,2% memiliki pengetahuan gizi kurang; 64,9% kurang asupan energi dan 62,2% kurang asupan protein. Asupan energi rata-rata adalah 23,89 ± 5,43 kkal/kg/hari, sedangkan asupan protein rata-rata 0,85 ± 0,18 g/kg/hari. Terdapat hubungan yang signifikan antara asupan energi dengan status gizi namun tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan status gizi. Kata Kunci: Nafsu Makan, Asupan Energi, Pengetahuan Gizi, Status Gizi, Asupan Protein. THE CORRELATION AMONG PATIENT APPETIVE, NUTRITION KNOWLEDGE AND ENERGY INTAKE PROTEIN AND NUTRITION STATUS AT DR. MINTOHARDJO TAHUN 2015 ABSTRACT Introduction: There are many factors influencing energy and protein intake such as appetite and nutritional knowledge. The objective of this study is to identify the relationship between appetite, nutrition knowledge and energy intake, protein and nutritional status of maintenance hemodialysis patients. Methods: This research is quantitative descriptive with cross-sectional design, which is implemented in Dr. Mintohardjo Naval Hospital from March to April The subjects of the study were 37 patients with chronic kidney disease on hemodialysis who met the inclusion criteria which outpatients, aged 18 years, HD routine at least two times per week, can communicate well, can be weighed and are willing to become respondents. The data collected is the nutritional status of BMI, appetite, nutritional knowledge, a three-day energy and protein intake with 24 hour dietary recall and record. The analysis of the relationship was done with chi-square test. Results: The subjects consisted of 37 patients, 54,1% with a BMI <20 kg/m 2 (under nutrition); 40,5% lack of appetite; 43,2% less nutrition knowledge; 64.9% less energy intake and 62,2% less protein intake. The average energy intake was 23,89 ± 5.43 kcal/kg/day, while the average protein intake was 0.85 ± 0.18 g/kg/day. Conclusion: There is significant relationship between energy intake and nutritional status but there is no significant relationship between nutritional status and protein intake. Keywords: Appetite, Energy Intake, Nutrition Knowledge, Nutritional Status Protein Intake. Page 104

2 PENDAHULUAN Penyakit ginjal kronik (PG K) merupakan salah satu penyakit tidak menular dan menjadi masalah kesehatan di dunia. Prevalensi PGK di Amerika meningkat dari 12% pada dekade tahun menjadi 14% pada dekade tahun (USRDS Report, 2014). Prevalensi penyakit gagal ginjal kronik sebesar 0,2% dan termasuk dalam 10 besar penyakit tidak menular terbesar di Indonesia (Kemenkes RI, 2013). Penyakit ginjal kronik bila tidak ditangani dengan baik akan berlanjut menjadi gagal ginjal terminal atau End-Stage Renal Disease (ESRD) yang memerlukan terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009). Metode yang umum digunakan adalah hemodialisis (HD) (Prodjosudjadi dkk, 2009). Malnutrisi merupakan masalah yang umum terjadi pada pasien PGK dengan HD dan berhubungan dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas (Jahromi dkk, 2010). Menurut Pernefri (2011), pasien yang mengalami penyakit ginjal tahap akhir yang diawal hemodialisis rutin berada pada keadaan gizi kurang sebesar 40%. Berdasarkan parameter Indeks Massa Tubuh (IMT) penelitian di RS Dr. Sardjito Yogyakarta didapatkan sebanyak 43% pasien mempunyai status gizi kurang dan buruk (Susetyowati, 2002). Kemudian pada penelitian di RS Tugurejo Semarang diperoleh sebesar 28,6% pasien PGK yang mengalami status gizi kurang atau underweight (Nura dkk, 2014). Penyebab kurang energi protein (KEP) ini bersifat multifaktorial. Asupan energi pada pasien hemodialisis umumnya rendah yaitu sekitar kkal/kg/hari (Carrero et al., 2013). Hal ini dikarenakan nafsu makan pasien yang menurun dan adanya gangguan saluran cerna akibat uremia ( Katsilambros et al., 2013). Pengaturan makan pada pasien penyakit ginjal sangat komplek sehingga diperlukan pengetahuan gizi yang baik dalam penerapannya sehari-hari. Berdasarkan survei awal pada pasien PGK yang menjalani HD di Rumkital Dr. Mintohardjo diketahui 30% berstatus gizi kurang berdasarkan parameter IMT dan 40% mengalami nafsu makan kurang. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui hubungan antara nafsu makan, pengetahuan gizi dengan asupan energi, protein dan status gizi pasien PGK dengan HD di Rumkital Dr. Mintohardjo tahun BAHAN DAN METODE Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif dengan desain cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Maret - 21 April 2015 di Rumkital Dr. Mintohardjo. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien PGK yang menjalani HD di Rumkital Dr. Mintohardjo, dengan sampel penelitian adalah seluruh populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi meliputi pasien rawat jalan, berumur 18 tahun, rutin HD minimal dua kali perminggu, sudah menjalani HD minimal 3 bulan dan maksimal 5 tahun, dapat berkomunikasi dengan baik, dapat ditimbang dan bersedia menjadi responden dengan mengisi informed consent, sedangkan kriteria eksklusi yaitu pasien yang mengalami diare kronik >7 hari dengan frekuensi 3 kali sehari dan menderita penyakit keganasan, TBC paru, sirosis hati dan HIV. Pengambilan sampel penelitian ini menggunakan teknik non-probabilistik sampling, dimana dalam pengambilan sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 37 orang dari 76 orang total populasi PGK yang menjalani HD. Variabel bebas penelitian ini adalah nafsu makan dan pengetahuan gizi; variabel antara yaitu asupan energi dan asupan protein sedangkan variabel terikat adalah status gizi. Data yang dikumpulkan dalam penelitian meliputi identitas responden, nilai IMT sebagai parameter status gizi, nafsu makan responden selama PGK menjalani HD, pengetahuan gizi dan asupan energi serta asupan protein. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner, formulir food recall dan food record, timbangan berat badan digital, dan pengukur tinggi badan (mikroto a). Karakteristik responden yang meliputi nama, jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, dan lama melakukan HD. Data status gizi parameter IMT diperoleh dengan mengukur tinggi badan dan berat badan setelah HD (b erat badan kering), selanjutnya dikategorikan menjadi status gizi kurang (<20 kg/m 2 ), status gizi baik (20-25 kg/m 2 ) dan status gizi lebih (>25 kg/m 2 ). Nafsu makan diukur menggunakan kuesioner yang diadaptasi dari SNAQ (Simplified Nutritional Appetite Questionnaire) dan dikategorikan menjadi nafsu makan kurang Page 105

3 (skor 14) dan nafsu makan baik (skor >14). Pengetahuan gizi diukur menggunakan kuesioner yang terdiri dari 15 pertanyaan dan hasilnya setelah dilakukan uji normalitas data dengan uji Kolmogorov-Smirnov terdistribusi normal sehingga menggunakan cut of point mean. Pengetahuan dikategorikan kurang (< mean) dan baik ( mean). Asupan energi dan asupan protein diambil selama tiga hari yaitu sehari sebelum HD dengan formulir food recall; asupan pada hari berlangsungnya HD dan sehari setelah HD dengan formulir food record. Hasil food recall dan food record dianalisis menggunakan program Nutrisurvey, hasil rata-rata tiga hari asupan dibandingkan dengan kebutuhan energi dan protein. Kebutuhan energi responden dihitung 35 kkal/kgbbi/hari sedangkan protein 1,2 gr/kgbbi/hari. Kategori asupan kurang asupan kurang jika <80% kebutuhan; asupan baik jika 80% - 110% kebutuhan; dan asupan lebih jika >110% kebutuhan. Analisis data hasil penelitian diolah menggunakan program SPSS versi 22 dengan menggunakan uji statistik Chi- Square pada selang kepercayaan 95% (α 0,05). HASIL Karakteristik Responden Sebaran distribusi penelitian ini berdasarkan kategori jenis kelamin menunjukkan bahwa sebanyak 73% responden laki-laki dan 27% responden perempuan. Responden berumur antara tahun dimana responden terbanyak pada kategori tahun (43, 3%). Tingkat pendidikan responden terbanyak pada kategori SMA (56,8%) dan pekerjaan responden terbanyak pada kategori purnawirawan/pensiunan, PNS/TNI/Polri (29, 7%). Hitungan lama menjalani HD dihitung sejak pasien rutin menjalani HD dua kali perminggu, minimal 3 bulan dan maksimal 60 bulan dengan lama HD terbanyak responden pada kategori bulan (45, 9%). Distribusi karakteristik responden pasien HD di Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2015 tedapat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden Pasien Hemodialisis Karakteristik Frekuensi Presentasi (%) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan ,0 27,0 Umur (tahun) < Pendidikan SD SMP SMA Perguruan Tinggi ,1 5,4 43,3 29,7 13,5 2,7 13,5 56,8 27,0 Tabel 2. Distribusi karakteristik responden pasien hemodialisis Karakteristik Frekuensi Presentase (%) Pekerjaan a. PNS/TNI/Polri b. Pegawai swasta c. Wiraswasta d. Purn PNS/TNI/Polri e. Tidak bekerja Lama HD (bulan) a b c ,9 10,8 13,5 29,7 27,0 43,3 45,9 10,8 Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran variabel penelitian yaitu status gizi, nafsu makan, pengetahuan gizi, asupan energi, dan asupan protein. Tabel 2 menyajikan analisis univariat distribusi status gizi, nafus makan, pengetahuan gizi, asupan energi dan protein. Tabel 3. Distribusi status gizi, nafsu makan, pengetahuan gizi, asupan energi dan asupan protein Variabel Frekuensi Presentase (%) Status Gizi (IMT) c. Lebih Nafsu Makan Pengetahuan Gizi Asupan Energi ,1 32,4 13,5 40,5 59,5 43,2 56,8 64,9 35,1 Page 106

4 c. Lebih 0 0 Asupan protein 23 62,2 c. Lebih ,8 0 Status Gizi, Nafsu Makan dan Pengetahuan Gizi Berdasarkan Tabel 3 diatas pada kategori status gizi menunjukan rata-rata parameter IMT adalah 20,93 ± 3,3 kg/m 2, IMT terendah 16,4 kg/m 2 dan tertinggi 29,2 kg/m 2 ; dengan kategori status gizi kurang sebanyak 54,1% (20 orang), baik sebanyak 32,4% (12 orang) dan lebih sebanyak 13,5% (5 orang). Berdasarkan kategori nafsu makan meunjukan bahwa responden dengan kategori nafsu makan kurang sebanyak 40,5% (15 orang) sedangkan nafsu makan baik sebanyak 59,5% (22 orang). Kategori pengetahuan gizi menunjukan ratarata skor pengetahuan gizi responden 65,41 ± 17,91 dengan skor terendah 33,33 dan tertinggi. Responden dengan kategori pengetahuan gizi kurang sebanyak 43,2% (16 orang) dan yang berpengetahuan gizi baik sebanyak 56,8% (21 orang). Asupan Energi Rata-rata asupan energi responden 1352,64 ± 356,53 kkal per hari, asupan terendah 745,47 kkal dan asupan tertinggi 2076,60 kkal. Bila dikonversikan terhadap berat badan ideal maka rata-rata asupan energi adalah 23,89 ± 5,43 kkal/kgbbi, asupan terendah 13,36 kkal/kgbbi dan asupan tertinggi 36,05 kkal/kgbbi. Rata-rata kebutuhan energinya adalah 1974,28 ± 186,66 kkal, kebutuhan terendah 1575 kkal dan tertinggi 2457 kkal. Responden yang termasuk kategori asupan energi kurang sebanyak 64,9% (24 orang), asupan energi baik sebanyak 35,1% (13 orang) dan tidak ada yang termasuk kategori asupan energi lebih. Asupan Protein Rata-rata asupan protein responden 67,69 ± 6,4 g, asupan terendah 27,5 g dan asupan tertinggi 72,77 g. Bila dikonversikan terhadap berat badan ideal maka rata-rata asupan protein adalah 0,85 ± 0,18 g/kgbbi, asupan terendah 0,5 g/kgbbi dan asupan tertinggi 1,26 g/kgbbi. Rata-rata kebutuhan protein responden adalah 67,69 ± 6,4 g, kebutuhan terendah 54,0 g dan tertinggi 84,2 g. Responden yang termasuk pada kategori asupan protein kurang sebanyak 62,2% (23 orang), asupan protein baik sebanyak 37,8% (14 orang) dan tidak terdapat responden yang memiliki asupan protein lebih. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu: hubungan nafsu makan dengan asupan energi; hubungan pengetahuan gizi dengan asupan energi; hubungan nafsu makan dengan asupan protein; hubungan pengetahuan gizi dengan asupan protein; hubungan asupan energi dengan status gizi; dan hubungan asupan protein dengan status gizi. Hubungan antara kedua variabel tersebut dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square. Tabel 3 menunjukkan hubungan nafsu makan dan pengetahuan gizi terhadap asupan energi Tabel 4. Hubungan nafsu makan dan pengetahuan gizi terhadap asupan energi Variabel Asupan Energi Total P (%) n % n % n % Nafsu makan Kurang Baik Pengetahuan Gizi b.baik 14 93,3 1 6, , ,5 22 Total 24 64, , ,8 5 31, ,9 8 38,1 21 Total 24 64, ,1 37 0,008 0,933 Page 107

5 Hubungan nafsu makan dan pengetahuan gizi terhadap asupan energi. Berdasarkan Tabel 4 mengenai analisis hubungan nafsu makan dengan asupan energi diperoleh hasil bahwa dari 15 responden dengan nafsu makan kurang, sebanyak 93,3% (14 orang) mempunyai asupan energi kurang dan 6,7% (1 orang) mempunyai asupan energi baik. Sedangkan diantara 22 responden dengan nafsu makan baik, sebanyak 54,5% (12 orang) mempunyai asupan energi baik dan 45,5% (10 orang) mempunyai asupan energi kurang. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,008 atau (p<0,05) maka dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan proporsi asupan energi antara responden yang mempunyai nafsu makan kurang dengan nafsu makan baik. Hal ini berarti terdapat hubungan antara nafsu makan dengan asupan energi. Berdasarkan analisis hubungan pengetahuan gizi dengan asupan energi diperoleh hasil bahwa dari 16 responden dengan pengetahuan gizi kurang, sebanyak 68,8% (11 orang) mempunyai asupan energi kurang dan sebanyak 31,2% (5 o rang) mempunyai asupan energi baik. Sedangkan diantara 21 responden dengan pengetahuan gizi baik, sebanyak 38,1% (8 orang). mempunyai asupan energi baik dan sebanyak 61,9% (13 o rang) dengan asupan energi kurang. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,933 atau (p >0,05) maka tidak terdapat hubungan antara pengetahuan gizi dengan asupan energi. Hubungan nafsu makan dan pengetahuan gizi terhadap asupan protein. Tabel 4 menyajikan hasil analisis hubungan nafsu makan dan pengetahuan gizi terhadap asupan protein. Hasil analisis hubungan nafsu makan dengan asupan protein menunjukan bahwa dari 15 responden dengan nafsu makan kurang, sebanyak 93,3% (14 orang) mempunyai asupan protein kurang dan 6,7% (1 orang) mempunyai asupan protein baik. Sedangkan diantara 22 responden dengan nafsu makan baik sebanyak 59,1% (13 orang) mempunyai asupan protein baik dan 40,9% (9 orang) mempunyai asupan protein kurang. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,004 (p<0,05) maka dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan proporsi asupan protein antara responden yang mempunyai nafsu makan kurang dengan nafsu makan baik. Hal ini berarti terdapat hubungan antara nafsu makan dengan asupan protein Tabel 4. Hubungan nafsu makan dan pengetahuan gizi terhadap asupan protein Variabel Asupan protein Total Kurang Baik P n % n % n % value Nafsu makan 14 93,3 1 6, , ,1 22 Total 23 62, ,8 37 Peng. Gizi 10 62,5 6 37, ,9 8 38,1 21 Total 23 62, ,8 37 0,004 1,000 Berdasarkan analisis hubungan pengetahuan gizi dengan asupan protein dapat dilihat bahwa dari 16 responden dengan pengetahuan gizi kurang, sebanyak 62,5% (10 orang) mempunyai asupan protein kurang dadn 37,5% (6 orang) mempunyai asupan protein baik. Sedangkan diantara 21 responden dengan pengetahuan gizi baik, sebanyak 38,1% (8 orang) mempunyai asupan protein baik dan 61,9% (13 orang) mempunyai asupan protein kurang. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=1,000 (p>0,05) maka dapat dikatakan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi dengan asupan protein. Hubungan asupan energi dan protein terhadap IMT. Pada analisis hubungan asupan energi dan asupan protein dengan Indeks Massa Tubuh menggunakan uji Chi-square terdapat sel yang mempunyai nilai harapan (expected value) kurang dari 5, lebih dari 20% jumlah sel sehingga dilakukan penggabungan kategori IMT lebih menjadi IMT baik. Tabel 5 menyajikan hasil analisis hubungan asupan Page 108

6 energi dan protein terhadap Indeks Massa Tubuh (IMT). baik, sebanyak 84,6% (11 orang) mempunyai IMT baik dan 15,4% (2 orang) dengan IMT Berdasarkan Tabel 5 mengenai analisis kurang. Hasil uji statistik diperoleh nilai hubungan asupan energi dengan IMT p=0,002 (p<0,05). Maka dapat dikatakan menunjukkan bahwa dari 24 responden dengan terdapat perbedaan proporsi IMT antara asupan energi kurang, sebanyak 75% (18 responden yang mempunyai asupan energy orang) mempunyai IMT kurang dan 25% (6 kurang dengan asupan energy baik. Hal ini orang) mempunyai IMT baik. Sedangkan berarti terdapat hubungan antara asupan energy diantara 13 responden dengan asupan energi dengan IMT responden.. Tabel 5. Hubungan asupan energi dan protein terhadap Indeks Massa Tubuh (IMT) Variabel Asupan protein Total P Kurang Baik n % value n % n % Asupan energi Kurang Baik ,0 15, ,0 84, Total 20 54, ,9 37 Asupan Protein Kurang 15 65,2 8 34,8 23 Baik 5 35,7 9 64,3 14 Total 23 62, ,8 37 Berdasarkan analisis hubungan antara asupan protein dengan IMT menunjukka bahwa dari 23 responden dengan asupan protein kurang, sebanyak 65,2% (15 o rang) mempunyai IMT kurang dan 34,8% (8 orang) mempunyai IMT baik. Sedangkan diantara 14 responden dengan asupan protein baik, sebanyak 64,3% (9 o rang) mempunyai IMT baik dan 35,7% (5 orang) mempunyai IMT kurang. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,160 (p >0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan protein dengan IMT. PEMBAHASAN Karakteristik Responden Responden penelitian ini terdiri dari 37 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, sebagian besar (73 %) berjenis kelamin laki-laki dan sebagian besar berada pada kategori umur tahun (43,3%). Hal ini sejalan dengan 5 th Report of Indonesian Renal Registry bahwa PGK dengan HD di Indonesia sebanyak 61,2% terjadi pada lakilaki dengan kisaran umur tahun (30%) (Indonesian Renal Report, 2014). Tingkat pendidikan responden paling banyak berada pada kategori SMA (56, 8%), dan yang berpendidikan perguruan tinggi sebesar 27%, sehingga dapat dikatakan sebagian besar responden berpendidikan baik. Jenis pekerjaan sebagian responden adalah pensiunan 0,002 0,160 PNS/TNI/Polri (29, 7%), PNS/TNI/Polri aktif dan wiraswasta masing-masing 18,9% dan 13,5% sedangkan yang tidak bekerja sebanyak 27%. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan dan penghasilan yang seseorang, apabila pendidikan baik maka lebih memudahkan untuk mendapatkan kerja demi memenuhi kebutuhan primer dan sekunder keluarga (Notoatmodjo, 2010). Nafsu Makan Nafsu makan adalah keinginan untuk mendapatkan jenis makanan tertentu yang berguna untuk dimakan ( Guyton & Hall, 2007). Nafsu makan merupakan sensasi lapar dan keinginan untuk menyantap makanan serta perasaan senang terhadap makanan. Menurut Yeomans & Bertenshaw (2008), nafsu makan juga berkaitan dengan aroma, rasa, penampilan, dan daya tarik makanan yang dapat dianggap sebagai metafora bagi perasaan ingin atau suka akan hal yang berharga dalam hidup. Mekanisme penyebab terjadinya kehilangan keinginan untuk makan pada dasarnya tidak diketahui secara pasti, namun pengaruh racun uremia; inflamasi; kadar hormon leptin, ghrelin dan neuropeptide Y dianggap dapat mempengaruhi nafsu makan pada pasien penyakit ginjal kronik (Khairunnisa, 2012). Menurut Bassola et al., (2006) fisiologis kehilangan nafsu makan dapat disebabkan karena obat-obatan yang diberikan, hemodialisis yang tidak adekuat, Page 109

7 dan komponen cairan dialisatnya. Secara psikologis nafsu makan yang kurang dapat disebabkan oleh karena depresi dan ansietas (Susetyowati 2005). Nafsu makan akan mengontrol asupan makan yang berkaitan dengan kebutuhan fisiologis dan juga kesenangan untuk makan. Pengaturan asupan makanan tidak hanya dipengaruhi oleh satu sinyal, tetapi juga ditentukan oleh integrasi berbagai input termasuk efek dari hormon (Radha & Girija, 2013). Racun uremi menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah, dan gangguan pencernaan yang akan mempengaruhi nafsu makan dan berakibat pada rendahnya asupan makan. Akibat lain terjadinya penurunan nafus makan adalah timbulnya stomatitis dan parotitis (Sherwood, 2014). Hasil analisis statistik penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang memiliki nafsu makan kurang sebesar 40,5%, dari responden tersebut terdapat sebesar 64,9% memiliki asupan energi kurang dan 62,2% mempunyai asupan protein kurang. Hasil uji statistik Chi- square (95% CI; α 0,05) menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara nafsu makan dengan asupan energi (p=0,008), begitu juga dengna asupan protein (p=0,004). Hasil penelitian Triyani (199 9) menunjukan bahwa sebanyak 34,2% pasien PGK dengan HD mengalami nafsu makan kurang dan beresiko 8,21 kali lebih besar kekurangan asupan makan dibandingkan dengan yang mempunyai nafsu makan baik. Berdasarkan penelitian Bossola et al., (20 06) juga mengemukakan bahwa 53% responden PGK dengan HD mengalami nafsu makan kurang dan hanya terjadi pada pasien dengan asupan energi dan protein yang kurang. Hasil penelitian Akpele & Bailey (200 4) menunjukkan bahwa sebagian besar pasien HD memiliki asupan makanan yang tidak adekuat. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa setelah diberikan edukasi dan konseling diet secara intensif selama 14 bulan terjadi peningkatan serum albumin yang bermakna dibandingkan dengan pasien yang diberikan suplementasi oral saja. Selain faktor pengetahuan belum pada tingkat aplikasi, kemungkinan ada faktor psikologis (depresi) yang berpengaruh terhadap asupan makan responden yang kurang ( Bossola et al., 2006) Prevalensi depresi pada pasien HD sekitar 20-30% bahkan bisa mencapai 47% (Khairunnisa, 2012). Hasil uji statistik penelitian ini menggunakan Chi-square (95% CI;α 0,05) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pengetahuan gizi dengan asupan energi (p=0,933), begitu juga dengan asupan protein (p=1,000). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Triyani (199 9) bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pengetahuan gizi dengan asupan makan, tetapi hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Rachmawati dan Syaugy (2014) yang menyebutkan terdapat hubungan antara pengetahuan gizi dengan asupan protein tetapi pengetahuan gizi tidak berhubungan dengan asupan energi. Status Gizi Hasil penelitian ini menunjukkan sebesar 54,1% responden mempunyai status gizi kurang (IMT <20 kg/m 2 ). Cut of point yang digunakan untuk menentukan status gizi kurang pada penelitian ini adalah 20 kg/m 2, hal ini dikarenakan menurut beberapa penelitian bila nilai IMT <20 kg/m 2 angka morbiditas dan mortalitasnya meningkat. Kondisi pasien PGK menunjukkan perubahan hidrasi jaringan dimana kandungan air meningkat maka pengukuran berat badan dilakukan segera setelah dialisis selesai dan berat badan kering tercapai (Pernefri, 2011). Pada waktu pengukuran berat badan setelah HD masih terdapat responden yang mengalami oedema dan asites sebanyak 3 orang (8,1 %) tetapi berdasarkan kondisi klinis termasuk dalam kategori ringan dan dilakukan perhitungan koreksi berat badan. Penyebab malnutrisi (ku rang gizi) pasien PGK dengan HD bersifat multifactorial (Carrero et al., 2013). Penyebab utamanya adalah buruknya asupan gizi, gangguan pada metabolisme lemak, karbohidrat, ketidakseimbangan asam amino, respon hormon yang abnormal, kehilangan nutrien, toksisitas uremik dan katabolisme. Penyebab malnutrisi pada penyakit ginjal kronik termasuk kurangnya asupan energi dan protein, inflamasi dan komorbiditas ( Jahromi dkk, 2010). Menurut International Society of Renal Nutrition and Metabolism (ISRNM) penyebab utamanya adalah ketidakcukupan asupan energi dan protein; hipermetabolisme; asidosis metabolik; menurunnya anabolisme; komorbiditas; dan faktor dialisis (Carrero et al., 2013). Hasil uji statistik Chi-square (95% CI; α 0,05) menunjukkan terdapat hubungan antara asupan energi dengan IMT (p=0,002), namun Page 110

8 tidak terdapat hubungan antara asupan protein dan IMT (p =0,160). Hal ini diduga meskipun asupan protein cukup bila tidak diimbangi dengan asupan energi yang cukup maka protein tidak dapat berfungsi untuk membentuk dan memelihara sel-sel dan jaringan tubuh; membentuk hormon dan enzim. Kecukupan energi sangat penting untuk utilisasi protein, pada pasien PGK dengan HD yang diberi diet 1,1-1,2 gram protein/kg BB/hari dengan energi kurang dari 35 kkal/kgbb/hari menghasilkan keseimbangan protein yang negatif, sedangkan bila energi yang diberikan kkal/kgbb/hari menghasilkan keseimbangan protein yang netral dan positif ( Triyani, 1999). Oleh karena protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh serta masalah yang spesifik pada pasien hemodialisis yaitu meningkatnya katabolisme protein akibat hemodialisis maka akan lebih baik untuk menilai kecukupan asupan makan dihitung dari kecukupan asupan energi dan protein (Almatsier, 2001). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa responden penelitian ini sebagian besar memiliki jenis kelamin laki-laki dengan rentang umur tahun. Tingkat pendidikan responden sebagian besar SMA (56,8%) dengan dominasi pekerjaan sebagai purnawirawan atau pensiunan PNS/TNI/Polri. Responden penelitian ini mengalami penyakit ginjal kronik yang sudah menjalani hemodialisis selama bulan. Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat hubungan antara nafsu makan dengan asupan energi dan asupan protein (p<0,005), namun tidak terdapat KEPUSTAKAAN Almatsier, S. (2001). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Bossola, et al. (2006). Anorexia in Hemodialysis Patients: AnUpdate. Kidney International Journal, 70, Carrero, et al. (2013). Etiology of The Protein-EnergyWasting Syndrome in Chronic Kidney Disease: A Consensus Statement From the hubungan antara pengetahuan gizi dengan asupan energi dan asupan protein (p >0,05). Terdapat hubungan antara asupan energi dengan status gizi; tidak terdapat hubungan antara asupan protein dengan status gizi. Saran Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini bagi Rumkital Dr. Mintohardjo adalah perlu dipertimbangkan untuk membentuk tim kesehatan khusus yang terdiri dari dokter, dietisen, perawat dan petugas kesehatan lainnya untuk menangani tingginya angka status gizi kurang pada pasien hemodialisis; perlu adanya dietisien yang khusus berdinas di Unit Hemodialisa sehingga proses asuhan gizi terstandar dapat terlaksana optimal; untuk meningkatkan pengetahuan gizi perlu dilakukan edukasi dan konseling secara berkesinambungan baik individu maupun kelompok kepada pasien HD dan keluarganya. Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini bagi pasien HD dan keluarga adalah dianjurkan mengikuti edukasi dan konseling gizi secara berkala untuk meningkatkan pengetahuannya; mentaati aturan diet yang telah ditentukan meliputi jumlah, jenis dan jadwal makan; keluarga diharapkan menyediakan makanan yang sesuai diet, bervariasi, menarik sehingga akan membantu meningkatkan nafsu makan pasien.saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini bagi peneliti lain adalah diharapkan adanya peningkatan penelitian hubungan asupan makan dengan status gizi dan faktor- faktor yang berhubungan dengan asupan makan pasien hemodialisis, dengan variabel yang lebih banyak misalnya gangguan gastrointestinal dan depresi serta parameter status gizi dengan SGA (Subjective Global Assessment) dan MIS (Malnutrition Inflammation Score). International Society of Renal Nutrition and Metabolism (ISRNM). Journal of Nutrition, 23 (20), Guyton, AC dan Hall, JE. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Textbook of Medical Physiology). Alih bahasa Irawati et al; Luqman Y.R et al. Ed.11. Jakarta: EGC. Indonesian Renal Registry Report. (2014). 5 th Report of Indonesian Renal Registry, akses secara (Online), Page 111

9 rg/data/indonesian%20re NAL%20REGISTRY%202014, diakses tanggal 20 April Jahromi dkk. (2010). Malnutrition Predicting Factors in Hemodialysis Patients. Saudi Journal of Kidney Disease and Transplantation 2, Katsilambros et al. (2013). Asuhan Gizi Klinik (Clinical Nutritional in Practice). Alih bahasa: Aryandhito Widhi Nugroho. Jakarta: EGC. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI. Khairunnisa, A. (2012). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Nafsu Makan Kurang Pada Pasien Hemodialisis di RSPAD Gatot Soebroto Tahun 2012 [Skripsi]. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Notoatmodjo S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Nura M, Sufiati B, Erma H. (2014). Hubungan asupan Protein dengan Kadar Ureum, Kreatinin, dan Kadar Hemoglobin Darah pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Hemodialisa Rawat Jalan Di RS Tugurejo Semarang. Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang, 3 (1). Perhimpunan Nefrologi Indonesia. (1992). Gizi Pada Gagal Ginjal Kronik Beberapa Aspek Penatalaksa naan. Editor R.P. Sidabutar dan Suhardjono. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri). (2011). Konsensus Nutrisi pada Penyakit Ginjal Kronik. Edisi I Cetakan II Prodjosudjadi, Wiguno dan Suhardjono. (2009). End-Stage Renal Disease In Indonesia: Treatment Development. Ethnicity & Disease, 19 (1). Radha, R. Girija, K. (2013). Eating Disorders in Hemodialysis Patients. International Journal of Food and Nutritional Sciences, 2. Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, 8 th. Alih Bahasa: Brahm U.Pendit. Jakarta: Penerbit Kedokteran EGC. Susetyowati. (2002). Pengaruh Konseling Gizi dengan Buklet terhadap Konsumsi Makanan dan Status Gizi penderita Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisis di RS Dr. Sardjito Yogyakarta. Jakarta: Prosiding Kursus Penyegaran Ilmu Gizi. Susetyowati. (2005). Hubungan Adekuasi Hemodialisis dengan Gangguan Gastrointestinal dan Asupan Makan Penderita Penyakit Ginjal Kronik di RS Dr. Sardjito Yogyakarta. Bandung: Prosiding Pertemuan Ilmiah Nasional Dietetic II. Suwitra, K. (2009). Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor: Sudoyo, Aru W, dkk. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI. USRD CKD in the United States: An Overview of the USRDS Annual Data Report, 1. Triyani. (1999). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Asupan Makanan dan Status Gizi pada Pasien Gagal Ginjal Terminal dengan Terapi Hemodialisis Di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional DR. Cipto Mangunkusumo Jakarta [Tesis]. Depok: Program Pascasarjana, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Page 112

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN NABATI DAN HEWANI DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN DI RSUP

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN NABATI DAN HEWANI DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN DI RSUP HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN NABATI DAN HEWANI DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN Skripsi ini Disusun

Lebih terperinci

PERBEDAAN ASUPAN MAKAN DAN STATUS GIZI ANTARA PASIEN HEMODIALISIS ADEKUAT DAN INADEKUAT PENYAKIT GINJAL KRONIK

PERBEDAAN ASUPAN MAKAN DAN STATUS GIZI ANTARA PASIEN HEMODIALISIS ADEKUAT DAN INADEKUAT PENYAKIT GINJAL KRONIK PERBEDAAN ASUPAN MAKAN DAN STATUS GIZI ANTARA PASIEN HEMODIALISIS ADEKUAT DAN INADEKUAT PENYAKIT GINJAL KRONIK Lina Zuyana¹ dan Merryana Adriani² 1 Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan kreatinin yang sangat

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Alam et al., Gagal Ginjal, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2007).

DAFTAR PUSTAKA. Alam et al., Gagal Ginjal, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2007). DAFTAR PUSTAKA Alam et al., Gagal Ginjal, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2007). Almatsier, Sunita, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2001). Almatsier, Sunita, Penuntun

Lebih terperinci

Dewantari EO, Taruna A, Angraini DI, Dilangga P. Medical Faculty of Lampung University ABSTRACT

Dewantari EO, Taruna A, Angraini DI, Dilangga P. Medical Faculty of Lampung University ABSTRACT RELATION BETWEEN HEMODIALYSIS ADEQUACY WITH FOOD INTAKE AND BODY MASS INDEX OF PATIENTS WITH CHRONIC RENAL FAILURE UNDERGOING HEMODIALYSIS AT ABDUL MOELOEK HOSPITAL BANDAR LAMPUNG Dewantari EO, Taruna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan permasalahan bidang nefrologi dengan angka kejadian masih cukup tinggi, etiologi luas dan komplek, sering diawali tanpa keluhan maupun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal adalah organ vital yang berperan penting dalam mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal adalah organ vital yang berperan penting dalam mempertahankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ginjal adalah organ vital yang berperan penting dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh, elektrolit,

Lebih terperinci

PEMBERIAN SMS REMINDER EFEKTIF MEMPERBAIKI STATUS GIZI ANTROPOMETRI PASIEN HEMODIALISIS

PEMBERIAN SMS REMINDER EFEKTIF MEMPERBAIKI STATUS GIZI ANTROPOMETRI PASIEN HEMODIALISIS ILMU GIZI INDONESIA pissn 2580-491X Vol. 01, No. 01, Agustus 2017 PEMBERIAN SMS REMINDER EFEKTIF MEMPERBAIKI STATUS GIZI ANTROPOMETRI PASIEN HEMODIALISIS Fery Lusviana Widiany 1*, Yuni Afriani 1 Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah penurunan faal ginjal yang terjadi secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan kreatinin yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ penting dari manusia. Berbagai penyakit yang menyerang fungsi ginjal dapat menyebabkan beberapa masalah pada tubuh manusia, seperti penumpukan

Lebih terperinci

JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 2, NO. 2, APRIL 2015:

JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 2, NO. 2, APRIL 2015: JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 2, NO. 2, APRIL 2015: 163-168 The Different of Protein Intake Between Chronic Renal Failure Patients with Malnutrition and Not Malnutrition in Hemodialysis Unit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun sebelumnya. Di Amerika Serikat, kejadian

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD KABUPATEN KOTABARU ABSTRAK

KARAKTERISTIK PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD KABUPATEN KOTABARU ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD KABUPATEN KOTABARU Badariah 1), Farida Halis Dyah Kusuma. 2), Novita Dewi 3) 1) Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I dalam Neliya, 2012). Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal

BAB I dalam Neliya, 2012). Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masyarakat selama ini menganggap penyakit yang banyak mengakibatkan kematian adalah jantung dan kanker. Sebenarnya penyakit gagal ginjal juga dapat mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan lambat. PGK umumnya

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI. Disusun oleh : AZIZAH NUGRAHANI NIM: 05/190419/EKU/0172

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI. Disusun oleh : AZIZAH NUGRAHANI NIM: 05/190419/EKU/0172 HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN TERHADAP KADAR UREA NITROGEN, KREATININ, DAN ALBUMIN DARAH PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI Disusun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh mereka yang menderita gagal ginjal (Indraratna, 2012). Terapi diet

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh mereka yang menderita gagal ginjal (Indraratna, 2012). Terapi diet BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diet gagal ginjal adalah diet atau pengaturan pola makan yang dijalani oleh mereka yang menderita gagal ginjal (Indraratna, 2012). Terapi diet tersebut dapat

Lebih terperinci

Journal of Nutrition College, Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman

Journal of Nutrition College, Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman Journal of Nutrition College, Volume, Nomor, Tahun, Halaman - Journal of Nutrition College, Volume, Nomor, Tahun, Halaman Online di : http://ejournal-s.undip.ac.id/index.php/jnc HUBUNGAN PENGETAHAN GIZI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 15,2%, prevalensi PGK pada stadium 1-3 meningkat menjadi 6,5 % dan

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 15,2%, prevalensi PGK pada stadium 1-3 meningkat menjadi 6,5 % dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) sebagai suatu proses patofisiologi yang menyebabkan kerusakan struktural dan fungsional ginjal ini masih menjadi permasalahan serius di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit ginjal kronik (PGK) disebut sebagai penyakit renal tahap akhir yang merupakan gangguan fungsi renal yang progesif dan irreversibel dimana terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal berperan sangat penting bagi sistem pengeluaran (ekskresi) manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa metabolisme yang tidak diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian,

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal. Karena ginjal memiiki peran vital dalam mempertahankan homeostasis, gagal ginjal menyebabkan efek sistemik multipel. Semua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk mempertahankan stabilitas volume, komposisi elektrolit, dan osmolaritas cairan ekstraseluler. Salah satu fungsi penting

Lebih terperinci

GAMBARAN MEKANISME KOPING PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DI RUANG HEMODIALISA RSUD. PROF. DR. W. Z.

GAMBARAN MEKANISME KOPING PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DI RUANG HEMODIALISA RSUD. PROF. DR. W. Z. GAMBARAN MEKANISME KOPING PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DI RUANG HEMODIALISA RSUD. PROF. DR. W. Z. JOHANNES KUPANG Engelbertus A. Wutuna,c*, Serlibrina Turwewib, Angela

Lebih terperinci

Skripsi Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun oleh : WIDYA REZA KUSUMASTUTI J

Skripsi Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun oleh : WIDYA REZA KUSUMASTUTI J PUBLIKASI KARYA ILMIAH HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI MAKRO (ENERGI, PROTEIN, LEMAK, KARBOHIDRAT) TERHADAP STATUS GIZI PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK RAWAT JALAN DENGAN HEMODIALISIS DI RSUD DR. MOEWARDI Skripsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang dapat dilakukan adalah pengendalian penyakit tidak menular. 2

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang dapat dilakukan adalah pengendalian penyakit tidak menular. 2 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat dicapai melalui penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan dengan menghimpun seluruh potensi bangsa. 1 Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Ginjal merupakan organ yang mempunyai fungsi vital pada manusia, organ ini memerankan berbagai fungsi tubuh yang sangat penting bagi kehidupan, yakni menyaring (filtrasi)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian di bidang gizi klinik. Jenis penelitian ini adalah penelitian penjelasan/explanatory research yaitu menjelaskan variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik hampir selalu bersifat asimtomatik pada stadium awal. Definisi dari penyakit ginjal kronik yang paling diterima adalah dari Kidney Disease:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital dalam tubuh. Ginjal berfungsi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n =

METODE PENELITIAN. n = 24 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study karena pengumpulan variabel independen dan dependen dilakukan pada satu waktu yang tidak

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN STATUS NUTRISI DENGAN DERAJAT PROTEINURIA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI NEFROPATI DIABETIK DI RSUP SANGLAH

ABSTRAK HUBUNGAN STATUS NUTRISI DENGAN DERAJAT PROTEINURIA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI NEFROPATI DIABETIK DI RSUP SANGLAH DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi RINGKASAN... vii SUMMARY... ix KATA PENGANTAR...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap akhir atau gagal ginjal terminal. Richard Bright pada tahun 1800 menggambarkan beberapa pasien

Lebih terperinci

: asupan energi, protein, tingkat depresi dan status gizi, pasien, Prop Kalbar

: asupan energi, protein, tingkat depresi dan status gizi, pasien, Prop Kalbar HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI, ASUPAN PROTEIN DAN TINGKAT DEPRESI DENGAN STATUS GIZI PASIEN GANGGUAN JIWA (Studi di Rumah Sakit Jiwa Propinsi Kalimantan Barat) Sri Mariati 1, Marlenywati 2, Indah Budiastutik

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN ZAT GIZI MIKRO DAN MORBIDITAS TERHADAP STATUS GIZI SISWA SISWI DI SMP MUHAMMADIYAH 1 KARTASURA

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN ZAT GIZI MIKRO DAN MORBIDITAS TERHADAP STATUS GIZI SISWA SISWI DI SMP MUHAMMADIYAH 1 KARTASURA HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN ZAT GIZI MIKRO DAN MORBIDITAS TERHADAP STATUS GIZI SISWA SISWI DI SMP MUHAMMADIYAH 1 KARTASURA Karya Tulis Ilmiah ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komposisi cairan tubuh dengan nilai Gloumerulus Filtration Rate (GFR) 25%-10% dari nilai normal (Ulya & Suryanto 2007).

BAB I PENDAHULUAN. komposisi cairan tubuh dengan nilai Gloumerulus Filtration Rate (GFR) 25%-10% dari nilai normal (Ulya & Suryanto 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh dan berfungsi untuk membuang sampah metabolisme dan racun tubuh dalam bentuk urin/air seni, yang kemudian dikeluarkan dari

Lebih terperinci

Nunung Sri Mulyani Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Aceh

Nunung Sri Mulyani Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Aceh Pengaruh Konsultasi Gizi Terhadap Asupan Karbohidrat dan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di Poliklinik Endokrin Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Effect of Nutrition

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Ginjal Kronik (PGK) kini telah menjadi masalah kesehatan serius di dunia. Menurut (WHO, 2002) dan Burden of Disease, penyakit ginjal dan saluran kemih telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari mulai faal ginjal normal sampai tidak berfungsi lagi. Penyakit gagal ginjal

BAB I PENDAHULUAN. dari mulai faal ginjal normal sampai tidak berfungsi lagi. Penyakit gagal ginjal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gagal ginjal kronik adalah gangguan faal ginjal yang berjalan kronik dari mulai faal ginjal normal sampai tidak berfungsi lagi. Penyakit gagal ginjal kronik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kronis adalah kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan medis dan keperawatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN Amilia Yuni D 1, Siti Zulaekah 2 1 Alumni Prodi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronis (GGK) adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Berkorelasi dengan Status Nutrisi pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)

Faktor-faktor yang Berkorelasi dengan Status Nutrisi pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) LAPORAN PENELITIAN Faktor-faktor yang Berkorelasi dengan Status Nutrisi pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) Mira Yulianti 1, Suhardjono 2, Triyani Kresnawan 3, Kuntjoro Harimurti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, didapatkan peningkatan insiden dan prevalensi dari gagal ginjal, dengan prognosis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan menggunakan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan menggunakan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan menggunakan desain penelitian cross sectional untuk melihat hubungan adekuasi hemodialisis

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal atau renal failure merupakan gangguan fungsi ginjal menahun yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan kemampuannya

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit tidak menular (non-communicable disease) yang perlu mendapatkan perhatian karena telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat keadaan gizi normal

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD Dr. MOEWARDI SKRIPSI Diajukan Oleh : ARLIS WICAK KUSUMO J 500060025

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang

BAB I PENDAHULUAN. Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang racun dan produk sisa dari darah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik adalah kondisi jangka panjang ketika ginjal tidak dapat berfungsi dengan normal dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Penyakit ginjal

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu sebuah studi pada sekelompok orang pada satu titik waktu untuk mengetahui hubungan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh manusia terutama dalam sistem urinaria. Pada manusia, ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel yang ditandai dengan kemampuan tubuh yang gagal dalam mempertahankan metabolisme, keseimbangan

Lebih terperinci

Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Energi, Protein dan Daya Beli Makanan dengan Status Gizi pada Remaja di SMP Negeri 2 Banjarbaru

Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Energi, Protein dan Daya Beli Makanan dengan Status Gizi pada Remaja di SMP Negeri 2 Banjarbaru Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Energi, Protein dan Daya Beli Makanan dengan Status Gizi pada Remaja di SMP Correlation Of Energy Consumption Level, Protein and Food Consumerism With Nutritional Status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal progresif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal progresif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal bagi tubuh, sehingga tubuh tidak mampu untuk mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini penyakit gagal ginjal kronis menduduki peringkat ke- 12 tertinggi angka kematian atau angka ke-17 angka kecacatan diseluruh dunia, serta sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung selama beberapa tahun). Perjalanan penyakit ginjal stadium

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. 2,3 (0,3-17,5) Jenis Kelamin Pria 62 57,4 Wanita 46 42,6

BAB 4 HASIL. 2,3 (0,3-17,5) Jenis Kelamin Pria 62 57,4 Wanita 46 42,6 BAB 4 HASIL 4.1. Data Umum Pada data umum akan ditampilkan data usia, lama menjalani hemodialisis, dan jenis kelamin pasien. Data tersebut ditampilkan pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Data Demogragis dan Lama

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN NABATI DAN HEWANI DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN DI RSUP

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN NABATI DAN HEWANI DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN DI RSUP HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN NABATI DAN HEWANI DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN Skripsi ini Disusun

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN KELUARGA PASIEN HEMODIALISIS MENGENAI GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD DOKTER SOEDARSO PONTIANAK

NASKAH PUBLIKASI TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN KELUARGA PASIEN HEMODIALISIS MENGENAI GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD DOKTER SOEDARSO PONTIANAK NASKAH PUBLIKASI TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN KELUARGA PASIEN HEMODIALISIS MENGENAI GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD DOKTER SOEDARSO PONTIANAK DEVI NOVIRIYANTI I11107039 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang menjalani hemodialisis reguler

BAB I PENDAHULUAN. Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang menjalani hemodialisis reguler 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang menjalani hemodialisis reguler memiliki risiko mengalami kejadian kardiovaskular yang lebih tinggi dibandingkan dengan populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun sebelumnya. Di Amerika Serikat,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPATUHAN MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DAN KUALITAS HIDUP PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI RUMAHSAKIT Dr.

HUBUNGAN ANTARA KEPATUHAN MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DAN KUALITAS HIDUP PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI RUMAHSAKIT Dr. HUBUNGAN ANTARA KEPATUHAN MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DAN KUALITAS HIDUP PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI RUMAHSAKIT Dr. MOEWARDI SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana

Lebih terperinci

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan Naskah Publikasi, November 008 Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Hubungan Antara Sikap, Perilaku dan Partisipasi Keluarga Terhadap Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe di RS PKU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data hasil Riskesdas

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data hasil Riskesdas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit ginjal kronik merupakan salah satu penyakit degeneratif prevalensi yang meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data hasil Riskesdas oleh Kemenkes RI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan National Kidney Foundation penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan dengan kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh secara baik. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostatic dengan mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. irreversible. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50

BAB I PENDAHULUAN. irreversible. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan irreversible. Hal ini terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penderita gagal ginjal kronik menurut estimasi World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penderita gagal ginjal kronik menurut estimasi World Health Organization 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penderita gagal ginjal kronik menurut estimasi World Health Organization (WHO) secara global lebih dari 500 juta orang dan sekitar 1,5 juta orang harus menjalani

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain 49 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain penelitian cross sectional yang bertujuan untuk menggali apakah terdapat perbedaan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KADAR ALBUMIN SERUM DENGAN STATUS NUTRISI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD DR.

HUBUNGAN KADAR ALBUMIN SERUM DENGAN STATUS NUTRISI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD DR. HUBUNGAN KADAR ALBUMIN SERUM DENGAN STATUS NUTRISI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD DR. MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi dari makanan diet khusus selama dirawat di rumah sakit (Altmatsier,

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi dari makanan diet khusus selama dirawat di rumah sakit (Altmatsier, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berbagai macam jenis penyakit yang diderita oleh pasien yang dirawat di rumah sakit membutuhkan makanan dengan diet khusus. Diet khusus adalah pengaturan makanan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pasien penyakit ginjal kronik ini mencakup ilmu penyakit dalam.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pasien penyakit ginjal kronik ini mencakup ilmu penyakit dalam. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian mengenai hubungan lama hemodialisis dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik ini mencakup ilmu penyakit dalam. 3.2 Tempat

Lebih terperinci

ABSTRAK. Hubungan Penurunan Pendengaran Sensorineural dengan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Terkontrol dan Tidak Terkontrol di RSUP Sanglah

ABSTRAK. Hubungan Penurunan Pendengaran Sensorineural dengan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Terkontrol dan Tidak Terkontrol di RSUP Sanglah ABSTRAK Hubungan Penurunan Pendengaran Sensorineural dengan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Terkontrol dan Tidak Terkontrol di RSUP Sanglah Dini Nur Muharromah Yuniati Diabetes melitus (DM) merupakan suatu

Lebih terperinci

ABSTRACT. Objective: To find out association between timelines in food distribution and food intake of patients on rice diet at Atambua Hospital.

ABSTRACT. Objective: To find out association between timelines in food distribution and food intake of patients on rice diet at Atambua Hospital. 1 KETEPATAN JAM DISTRIBUSI DAN ASUPAN MAKAN PADA PASIEN DENGAN DIET NASI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ATAMBUA TIMELINESS IN FOOD DISTRIBUTION AND FOOD INTAKE OF PATIENTS ON RICE DIET AT ATAMBUA HOSPITAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gagal ginjal merupakan suatu kondisi dimana fungsi ginjal mengalami penurunan, sehingga tidak mampu lagi untuk melakukan filtrasi sisa metabolisme tubuh dan

Lebih terperinci

Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan

Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan Silaen P, Zuraidah R, Larasati TA. Medical Faculty

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUPAN MAKANAN PUASA RAMADHAN DENGAN KADAR KOLESTEROL PADA KARYAWAN DENGAN OBESITAS DI PT. TIGA SERANGKAI SKRIPSI

HUBUNGAN POLA ASUPAN MAKANAN PUASA RAMADHAN DENGAN KADAR KOLESTEROL PADA KARYAWAN DENGAN OBESITAS DI PT. TIGA SERANGKAI SKRIPSI HUBUNGAN POLA ASUPAN MAKANAN PUASA RAMADHAN DENGAN KADAR KOLESTEROL PADA KARYAWAN DENGAN OBESITAS DI PT. TIGA SERANGKAI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran SEPTIANA CHARISMAWATI

Lebih terperinci

Perbedaan Kadar Hb Pra dan Post Hemodialisa pada Penderita Gagal Ginjal Kronis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Perbedaan Kadar Hb Pra dan Post Hemodialisa pada Penderita Gagal Ginjal Kronis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Perbedaan Kadar Hb Pra dan Post Hemodialisa pada Penderita Gagal Ginjal Kronis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta The Difference of Hb Levels Pre and Post Hemodialysis in Chronic Renal Failure Patients

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (PGK) tahap akhir yang menjalani dialisis masih sangat tinggi, kira-kira 15 -

BAB I PENDAHULUAN. (PGK) tahap akhir yang menjalani dialisis masih sangat tinggi, kira-kira 15 - BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angka morbiditas dan mortalitas pasien penyakit ginjal kronik (PGK) tahap akhir yang menjalani dialisis masih sangat tinggi, kira-kira 15-20 persen per tahun, meskipun

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN PENELITIAN HUBUNGAN POLA KONSUMSI ENERGI, LEMAK JENUH DAN SERAT DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER Usdeka Muliani* *Dosen Jurusan Gizi Indonesia saat ini menghadapi masalah

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Balita, Status gizi, Energi, Protein PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci : Balita, Status gizi, Energi, Protein PENDAHULUAN HUBUNGAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN DENGAN STATUS GIZI ANAK -5 TAHUN DI POSYANDU LESTARI IV DESA KALIPUCANGWETAN KECAMATAN WELAHAN KABUPATEN JEPARA TAHUN 24 Hana Listya Pratiwi, Vilda Ana Veria Setyawati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sel tubuh normal mengadakan mutasi menjadi sel kanker yang kemudian. Penyakit kanker saat ini sudah merupakan masalah kesehatan di

BAB I PENDAHULUAN. sel tubuh normal mengadakan mutasi menjadi sel kanker yang kemudian. Penyakit kanker saat ini sudah merupakan masalah kesehatan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kanker merupakan penyakit keganasan yang timbul ketika sel tubuh normal mengadakan mutasi menjadi sel kanker yang kemudian tumbuh cepat dan tidak mempedulikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hemodialisis Ginjal mempunyai fungsi utama sebagai penyaring darah kotor, yaitu darah yang telah tercampur dengan sisa metabolisme tubuh. Sisa hasil metabolisme antara lain ureum,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012

HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012 HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012 Mulinatus Saadah 1. Mahasiswa Peminatan Gizi Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya menginginkan dirinya selalu dalam kondisi yang sehat, baik secara fisik maupun secara psikis, karena hanya dalam kondisi yang sehatlah manusia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu peneliti melakukan pengukuran terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 22 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini observasional analitik dengan pendekatan crosssectional. Penelitian analitik yaitu penelitian yang hasilnya tidak hanya berhenti pada taraf

Lebih terperinci

Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Gizi Dan Konsumsi Protein Dengan Kejadian KEK Pada Mahasiswi STIKES Ngudi Waluyo

Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Gizi Dan Konsumsi Protein Dengan Kejadian KEK Pada Mahasiswi STIKES Ngudi Waluyo Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Gizi Dan Konsumsi Protein Dengan Kejadian KEK Pada Mahasiswi STIKES Ngudi Waluyo Nur Khasanah *), Yuliaji Siswanto **), Sigit Ambar Widyawati **) *) Mahasiswi PSKM STIKES

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pendekatan cross sectional, yaitu pengukuran variabel-variabelnya

METODE PENELITIAN. pendekatan cross sectional, yaitu pengukuran variabel-variabelnya III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2010). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2010). Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronis yang paling banyak dialami oleh penduduk di dunia. DM ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa dalam darah

Lebih terperinci

SEBAGAI ALAT ASESMEN GIZI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUP

SEBAGAI ALAT ASESMEN GIZI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUP HANDGRIP STRENGTH SEBAGAI ALAT ASESMEN GIZI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA Khoirun Nisa Alfitri 1, Susetyowati 2, Bambang Djarwoto 3 INTISARI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang lingkup keilmuan : Ilmu Kulit dan Kelamin 2. Ruang lingkup tempat : RSUD Tugurejo Semarang 3. Ruang lingkup waktu : Periode Agustus September

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah hilangnya fungsi ginjal secara mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi tubular dan glomerular. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik (GGK) atau Chronic Kidney Diseases (CKD) dalam jangka waktu yang lama (Black & Hawks, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik (GGK) atau Chronic Kidney Diseases (CKD) dalam jangka waktu yang lama (Black & Hawks, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik (GGK) atau Chronic Kidney Diseases (CKD) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN DIIT DM TINGGI SERAT TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH PASIEN DM TIPE-2 DI RSUD SALEWANGANG KAB. MAROS

PENGARUH PEMBERIAN DIIT DM TINGGI SERAT TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH PASIEN DM TIPE-2 DI RSUD SALEWANGANG KAB. MAROS PENGARUH PEMBERIAN DIIT DM TINGGI SERAT TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH PASIEN DM TIPE-2 DI RSUD SALEWANGANG KAB. MAROS Nadimin 1, Sri Dara Ayu 1, Sadariah 2 1 Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan, Makassar

Lebih terperinci