Prodi Pengelolaan Infrastruktur dan Pembangunan Masyarakat Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Prodi Pengelolaan Infrastruktur dan Pembangunan Masyarakat Pascasarjana Universitas Gadjah Mada."

Transkripsi

1 APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK PEMILIHAN LAHAN RUSUN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (GEOGRAPHICAL INFORMATION SYSTEM (GIS) APLICATION FOR PUBLIC RENTAL FLAT LOCATION SELECTION IN YOGYAKARTA SPECIAL REGENCY) Rajib Khafif Arruzzi Prodi Pengelolaan Infrastruktur dan Pembangunan Masyarakat Pascasarjana Universitas Gadjah Mada ABSTRAK Perumahan sebagai tempat tinggal merupakan kebutuhan primer menjadi prioritas di DIY. Mengingat lahan yang semakin sempit, maka langkah yang diambil adalah perumahan vertikal (rusun) Pemilihan lokasi merupakan langkah awal dari perencaan pembangunan rusun. Tulisan ini membahas aplikasi teknik GIS termasuk juga menggunakan parameter-paramater spasial dan non spasial yang bertujuan untuk pemilihan lokasi lahan yang terbaik untuk keperluan land banking rusun di DIY. Metode yang digunakan adalah dengan analisis studio, menggunakan aplikasi SIG dengan teknik tumpang susun (overlay) dan pembobotan pada masing-masing parameter. Prameter yang digunakan antara lain: Arahan RP4D, Pola Ruang, Topografi, Bencana, Penggunaan Lahan, Sempadan Sungai, dan luasan minimum lahan rusun. Masing-masing parameter diberikan penilaian cocok dan tidak untuk dibangun rusun. Masing-masing parameter diberikan penilaian cocok dan tidak untuk dibangun rusun. Hasil yang didapatkan mencakup seluruh wilayah administrasi di DIY, yaitu 1 (satu) kota yaitu Kota Yogyakarta dan 4 (empat) kabupaten yaitu Sleman, Gunung Kidul, Bantul dan Kulon Progo. Tahapan overlay mendapatkan lahan dengan jumlah 24 lokasi lahan dengan total luasan seluruhnya adalah ,3 Ha, terluas 3.599,0 Ha di Kecamatan Playen Gunung Kidul dan paling kecil adalah 0,1 di Kecamatan danurejan, Kota Yogyakarta. Kata kunci: Aplikasi SIG, pemilihan lokasi terbaik, permukiman;sig ABSTRACK Housing as shelter is the primary need to be a priority in the province. Given the increasingly narrow area, the setps taken are vertical housing (flats). Site selection is the firts step of planning the contruction of towers. This paper discusess the application of GIS techniques including the use of parameter-spatial and non-spatial parameters aiming for site selection of the best land for the purpose of land banking tower in DIY. The method used is the analysis of studio, using application of GIS techniques overlaying and the weightting of each parameter. Parameters used include: Referrals RP4D, Patters Space, Topography, Disaster, Landuse, Border River, and the minimum area of flat land. Each parameter is given a suitable assessment and not to build towers. The results obtained covering all areas of administration in the province, namely 1 (one) cities of Yogyakarta and 4 (four) districts of Sleman, Gunung Kidul, Bantul and Kulon Progo. Stages overlay acquire land by the number of 24 location with a total land of the whole is ,3 Ha, the largest in the distric Ha Playen Gunung Kidul and the smallest is 0,1 in District Danurejan, Yogyakarta. Keywords: GIS Applications, selecting the best location, settlements, GIS A. PENDAHULUAN 1.2. Latar Belakang Perumahan merupakan kebutuhan primer Berdasarkan Pedoman Umum Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman Kumuh, Dirjen Perumahan dan Permukiman Departemen Kimpraswil (2001), pembangunan rusunawa dalam penanganan lingkungan memiliki peran untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan mengengah ke bawah, serta pencegahan timbulnya kawasan kumuh perkotaan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan bagi MBR.

2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Satu unit hunian yang ada pada rusun disebut dengan sarusun (satuan rumah susun). Dalam undangundang tersebut mendefinisikan sarusun sebagai unit rumah susun yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah dengan fungsi utama sebagai tempat hunian dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum. Undang Undang Dasar (UUD) 1945 menekankan pentingnya fungsi perumahan yang merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Namun pesatnya perkembangan kota akibat peningkatan aktifitas penduduk berdampak pada pertumbuhan penduduk yang signifikan. Konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan penduduk tersebut adalah meningkatnya kebutuhan pelayanan akan prasarana dan sarana kota termasuk kebutuhan perumahan yang layak bagi penduduk yang mencapai sekitar rumah baru per tahun, belum termasuk jumlah kebutuhan perumahan yang belum tuntas terpenuhi di tahun sebelumnya (backlog). Sementara perumahan formal yang mampu disediakan pemerintah hanya sekitar unit/tahun atau kurang dari 10% per tahun. Tingginya jumlah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) menjadi penyebab lemahnya akses mereka untuk mendapatkan perumahan yang berkualitas. Pemerintah melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun antara lain mengamanatkan Pembangunan Rumah Sederhana Sehat bersubsidi, 180 Rusunami dan 650 twin block berikut fasilitas pendukung kawasan permukiman yang dapat menampung keluarga yang kurang mampu pada tahun Dasar pemikiran rumah susun sederhana (rusuna) antara lain (1) Pembangunan landed house di kota besar sudah tidak sesuai lagi akibat langka dan mahalnya lahan perkotaan, (2) Memanfaatkan ruang kota sesuai rencana tata ruang wilayah dengan pola hunian bersusun, dan (2) Untuk memenuhi kebutuhan Masyarakat Berpenghasilan Menengah dan Rendah perkotaan akan tempat tinggal yang murah, layak dan terjangkau. Dengan semakin langkanya tempat yang bisa dibangun dan tingginya harga tanah yang dapat diperhitungkan sebanyak sepertiga dari biaya total pembangunan proyek, setiap tanah harus dipergunakan secara efisien. Guna melaksanakan percepatan pembangunan rusuna, Pemerintah Daerah berkewajiban membuat kebijakan yang diarahkan untuk mengendalikan harga jual rumah atau harga sewa rumah yang terjangkau oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah atau tidak memiliki akses keuangan untuk memiliki rumah. Dalam hal rumah susun untuk hunian dibangun di atas tanah yang sebelumnya merupakan daerah pemukiman yang kumuh, maka kepada masyarakat penghuni semula diberikan prioritas untuk menghuni rumah susun (rusun) tersebut. Penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman, diselenggarakan dengan penggunaan tanah yang langsung dikuasai negara; konsolidasi tanah oleh pemilik tanah; pelepasan hak atas tanah oleh pemilik tanah yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu identifikasi lahan perkotaan di Yogyakarta ini diharapkan memberikan gambaran ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk pembangunan rusun di DIY Rumusan Masalah Pasal 81 UU 20 Tahun 2011 menyatakan dengan tegas bahwa pemerintah provinsi dan kab/kota mempunyai tugas dalam melakukan pencadangan atau pengadaan tanah untuk rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara yang sesuai dengan peruntukan lokasi pembangunan rumah susun.

3 Sulitnya lahan yang dapat dikembangkan untuk pembangunan rusunami menjadi masalah utama keterlambatan pembangunan 1000 menara rusun. Harga tanah yang seringkali melonjak tidak terkendali dan luas lahan yang kurang mencukupi menjadi alasan mengapa para pengembang mengurungkan niatnya untuk membantu mengakselerasi program pemerintah ini. Program 1000 menara rusun bukan pertama kali yang tersendat prosesnya karena masalah ketersediaan lahan. Program penyediaan perumahan rakyat pada era orde baru juga mengalami hal yang sama. Alasannya tanah dimiliki segelintir orang dan banyak spekulan yang memainkan harga. Sejatinya masalah ketersediaan lahan ini tidak akan terjadi. Apabila pemerintah mempunyai sistem perencanaan tata ruang dan manajemen lahan yang lebih terencana. Sehingga setiap program-program pembangunan dapat terealisasi tanpa harus merugikan pihak lain seperti harus dengan melakukan penggusuran secara paksa atau dengan menggunakan perubahan peruntukkan secara mendadak. Ketersediaan lahan ini penting karena pembangunan akan terus bergerak dinamis. Tanpa adanya land banking pemerintah akan kesulitan memperoleh tanah dengan harga yang wajar untuk berbagai keperluan pembangunan. Mengenai land banking sendiri bisa diklasifikasikan menjadi dua yaitu ; land banking sebagai sebuah lembaga, dan land banking sebagai mekanisme mengumpulkan lahan yang tidak dimanfaatkan oleh semua pihak baik pemerintah/ BUMN atau swasta. Perbedaan mendasar dari dua konsep land banking itu adalah terkait dengan pelaksanaan mekanisme land banking yang dilakukan secara komprehensif atau hanya sebatas sektoral. Apabila mekanisme land banking dilembagakan maka konsepnya akan mengarah kepada manajemen aset negara secara komprehensif yang mensyaratkan adanya beberapa aktivitas diantaranya; melakukan inventarisir aset/lahan, mendokumentasikan dalam sistem informasi pertanahan, melakukan manajerisasi pertanahan dan terakhir melakukan distribusi yang merata sesuai kebutuhan pembangunan untuk kepentingan sosial dan komersial. Dengan adanya land banking, harga pasar tanah bisa dikontrol, spekulasi tanah bisa dicegah, dan pemerintah sendiri bisa mengambil sebagian keuntungan dari peningkatan nilai tanah sehingga pembangunan dengan mekanisme land banking bisa dioreintasikan untuk kepentingan sosial Tujuan Tujuan dari penelitian Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) Untuk Pemilihan Lahan Rusun Di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah : Menentukan ketersediaan lahan dan kriteria pemilihan lahan untuk pembangunan rusun sehingga akan didapatkan alternatif lokasi yang sesuai untuk pembangunan rusun. B. METODE Lokasi penelitian adalah di Dearah Istimewa Yogyakarta, dilakukan dalam rentang waktu tahun Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Peta Arahan RP4D DIY 2. Peta Kemiringan lereng 3. Peta Zonasi Bencana 4. Peta Pola Ruang (RTRW Peruntukan Permukiman) 5. Peta Penggunaan Lahan 6. Peta Sempadan Sungai Suatu metodologi studi dikembangkan untuk memberikan jaminan (assurance) bahwa sasaran atau keluaran studi mengenai Identifikasi Lahan Perkotaan Yogyakarta untuk Pembangunan Rusun dapat dicapai dengan tepat dan akurat.. Adapun metodologi dalam kajian ini digambarkan melalui diagram di bawah ini.

4 Akses Jalan Cocok = (500 meter, 800 meter) Kurang cocok > 800 meter Asumsi jarak yang ramah untuk berjalan kaki Lereng Cocok < 15 persen Kurang cocok > 15 persen Eliminasi lahan yang memiliki jarak dari jalan Arteri dan Jalan Kolektor sejauh max 800 m Eleminasi lahan dengan lereng > 15 persen Lahan Terpilih Lahan yang memiliki syarat yang telah ditetapkan tersebut dan diambil 36 lokasi teratas berdasarkan luasan. Bencana Alam Cocok = relatif tidak ada bencana Kurang cocok = ada potensi bencana Eleminasi lahan yang ada potensi bencana Pola Ruang Cocok = kawasan budidaya Kurang cocok = kawasan lindung Eleminasi lahan dengan peruntukan kawasan lindung Penggunaan Lahan Eksisting Cocok = (Belukar, Kebun, pasir darat, rumput, tegalan) Kurang cocok = (Bandara, Hutan, pemukiman, sawah irigasi, sawah tadah hujan, tubuh air, waduk) Eleminasi lahan dengan penggunaan lahan Bandara, Hutan, pemukiman, sawah irigasi, sawah tadah hujan, tubuh air, waduk Sempadan Sungai Cocok = (> 30 meter) Kurang cocok = (< 30 meter) Eleminasi lahan yang memiliki jarak < 30 meter dari sungai C. Hasil dan Pembahasan Rusun atau rumah susun, merupakan salah satu bentuk infrastruktur permukiman dengan sistem vertical housing. Pemilihan lokasi untuk rusun bisa mengacu pada parameter yang digunakan untuk penentuan lokasi untuk permukiman. Ada beberapa parameter yang digunakan dalam penentuan rusun di DIY, antara lain: 1. Arahan RP4D DIY 2. Kemiringan lereng 3. Zonasi Bencana 4. Pola Ruang (RTRW Peruntukan Permukiman) 5. Penggunaan Lahan 6. Sempadan Sungai Harapannya dengan memperhatikan parameter tersebut akan mendapatkan lokasi yang tepat, tanpa ada banyak resisten baik dari segi peraturan maupun dari segi fisik geografisnya. Pada dasarnya langkahlangkah filterisasi pada tahap ini adalah memilih lokasi yang sesuai atau tidak sesuai, baik dari sisi geografis maupun dari sisi legalitas tata ruangnya. Adapun penjelasan lebih lanjut akan lebih akan dijelaskan pada sub bab berikut Arahan RP4D DIY 2011 Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan Dan Di Daerah (RP4D) DIY 2011 adalah dokumen resmi dari pemerintah yang merupakan jabaran dan pengisian RTRW dalam bentuk rencana untuk peruntukan perumahan dan kawasan permukiman, yang selanjutnya akan diacu oleh seluruh sektor terkait. Oleh karena itu penting untuk menjadikan dokumen RP4D sebagai filter pertama dalam acuan memilih lokasi yang sesuai untuk rusun di DIY. Sehingga rusun sebagai bentuk dari permukiman dalam hal identifikasi lokasi lahan untuk pembangunannya mutlak harus mengacu pada kebijakan ini. Menurut RP4D ada tiga rekomendasi yang diberikan untuk 5 (lima) Kabupaten dan kota di DIY pada satu lokasi lahan (dengan basis kecamatan), yaitu:

5 1. Permukiman Vertikal saja 2. Permukiman Horisontal saja 3. Kombinasi Permukiman Horisontal dan Vertikal Sebaran lokasi yang menjadi arahan permukiman di DIY dapat dilihat pada peta di atas. Tidak semua wilayah mendapatkan rekomendasi ini, akan tetapi hanya Tabel Kecamatan-Kecamatan yang di Arahankan Sebagai Pengembangan Permukiman di DIY. NO KABUPATEN KECAMATAN HORIZONTAL VERTIKAL 1 Bantul Sedayu Pajangan Kasihan Banguntapan Piyungan 2 Kulon Progo Kalibawang Nanggulan Sentolo Girimulyo Panjatan Pengasih Lendah Kalibawang Pengasih Nanggulan Kokap Sentolo Wates Lendah 3 GunungKidul Wonosari Nglipar Playen Gedangsari Ngawen Semanu Semin Patuk Paliyan Wonosari Playen Semanu Karangmojo 4 Sleman Prambanan Kalasan Ngaglik Depok Gamping Mlati Prambanan

6 NO KABUPATEN KECAMATAN HORIZONTAL VERTIKAL Sleman Godean 5 Yogyakarta Danurejan Gedongtengen Jetis Tegalrejo Wirobrajan Sumber: RP4D 2011 Di Kabupaten Bantul total terdapat 5 (lima) kecamatan yang dijadikan arahan perkembangan permukiman dengan rincian 4 (empat) khusus permukiman vertikal dan 1 (satu) khusus permukiman horisontal. Khusus untuk permukiman vertikal di arahkan pada empat kecamatan, yaitu: Kecamatan Pajangan, Kasihan, Banguntapan dan Piyungan. Sementara itu untuk arahan permukiman horisontal diarahkan hanya pada satu kecamatan yaitu Kecamatan Sedayu. Di Kabupaten Kulon Progo total terdapat 9 (sembilan) lokasi arahan perkembangan permukiman baik vertikal dan horisontal, dengan rincian lima lokasi bisa dikembangkan vertikal maupun horisontal, dua lokasi hanya permukiman vertikal dan dua lokasi juga hanya untuk permukiman horisontal. Khusus untuk permukiman vertikal di arahkan pada 7 (Tujuh) kecamatan, yaitu kecamatan Kalibawang, Pengasih, Nanggulan, Kokap, Sentolo, Wates dan Lendah. Sementara itu untuk arahan permukiman horisontal diarahkan 7 (tujuh) kecamatan yaitu Kecamatan Kalibawang, Nanggulan, Sentolo, Girimulyo, Panjatan, Pengasih, dan Lendah. Menarik jika kita cermati, terdapat beberapa kecamatan yang direkomendasikan untuk diarahkan untuk perkembangan baik permukiman vertikal maupun horisontal. Terdapat empat kecamatan yang memiliki kebijakan bisa dikembangkan untuk dua kebijakan permukiman, baik horisontal maupun vertikal, yaitu kecamatan Kalibawang, Naggulan, Sentolo dan Lendah. Sedangkan untuk arahan permukiman vertikal saja ada di 2 (dua) kecamatan, yaitu kecamatan Kokap dan Wates. Kebijakan untuk arahan pengembangan permukiman khusus horisontal juga berada di 2 (dua) kecamatan, tetapi di lokasi yang berbeda dengan sebelumnya yaitu di kecamatan Girimulyo, dan Panjatan. Di Kabupaten Gunungkidul seperti halnya pada Kabupaten Bantul dan Kulon Progo terdapat dua arahan jenis perkembangan permukiman yaitu permukiman vertikal dan horisontal. Total ada 10 lokasi kecamatan yang diarahkan untuk perkembangan permukiman di Kabupaten Gunung Kidul. Rincian 10 lokasi permukiman, 4 (empat) diantaranya diarahkan untuk permukiman vertikal, yaitu Kecamatan Wonosari, Playen, Semanu, dan Karangmojo. Terdapat 9 (sembilan) lokasi kecamatan yang diarahkan untuk permukiman horisontal yaitu kecamatan Wonosari, Nglipar, Playen, Gedangsari, Ngawen, Semanu, Semin, Patuk, dan Paliyan. Sementara itu dari kecamatan yang diarahkan untuk permukiman vertikal dan horisontal terdapat 3 (tiga) kecamatan yang memiliki rekomendasi baik vertikal maupun horisontal yaitu kecamatan Wonosari, Playen, dan Semanu. Di Kabupaten Sleman total terdapat 8 (delapan) lokasi kecamatan yang diarahkan untuk permukiman baik vertikal maupun horisontal. Rinciannya adalah 8 kecamatan diarahkan untuk permukiman vertikal yaitu Kecamatan Kalasan, Ngaglik, Depok, Gamping, Mlati, Prambanan, Sleman, dan Godean. Kecamatan prambanan merupakan kecamatan dengan dua arahan sekaligus untuk permukiman, dimana kecamatan ini diarahkan baik untuk permukiman horisontal maupun vertikal. Kota Yogyakarta merupakan satu-satunya administrasi yang berupa administrasi kota di DIY. Kebijakan permukiman yang tertuang pada dokumen RP4D menerangkan bahwa Kota Yogyakarta diarahkan untuk dikembangkan hanya untuk permukiman vertikal. Jadi memang tidak ada kesempatan lagi untuk mengembangkan permukiman dengan sistem horisontal di wilayah Kota yogyakarta. Hal ini sangat rasional, mengingat bahwa lahan yang tersedia relatif semakin sempit, dan harganya juga luar biasa kenaikannya dari tahun-ketahun. Sehingga kebijakan yang memungkinkan untuk dikembangkan adalah permukiman dengan sistem vertikal. Dokumen RP4D menyebutkan bahwa terdapat 5 (lima) kecamatan yang diarahkan untuk permukiman di Kota Yogyakarta, yaitu Danurejan, Gedongtengen, Jetis, Tegalrejo, dan Wirobrajan.

7 Tabel Jumlah Kecamatan Arahanan Permukiman Vertikal di DIY No Kecamatan Jumlah Kecamatan 1 Bantul 4 2 GunungKidul 4 3 Kulon Progo 7 4 Sleman 8 5 Yogyakarta 5 Jumlah 28 Sumber: Olah data RP4D 2011 Setelah dideskripsikan arahan permukiman di DIY secara umum berdasarkan RP4D dan disesuaikan dengan kebutuhan kajian identifikasi lahan untuk lokasi rusun maka arahan yang paling sesuai adalah arahan permukiman vertikal. Dari 37 kecamatan yang menjadi prioritas arahan permukiman vertikal dan horisontal, hasilnya adalah terdapat 28 kecamatan yang sesuai untuk dikembangkan lokasi untuk permukiman vertikal di DIY. Rincian lokasi tersebut di kab bantul dan kab Gunungkidul masing-masing ada 4 (empat) kecamatan, di Kab Kulon progo ada 7 (tujuh) kecamatan, Kab Sleman ada 8 (delapan) kecamatan, dan di Kota Yogyakarta ada 5 (lima) kecamatan Pola Ruang (Peruntukan Permukiman) Filter RP4D menunjuk pada kecamatan, masih perlu didetailkan lebih dalam. Oleh karena itu perlu untuk dilakukan analisis tinjauan RTRW masing-masing Kabupaten/ Kota di DIY. Pada dokumen RTRW tersebut yang perlu dicermati adalah pada peruntukan ruang yang tertuang dalam bagian Pola Ruang. Definisi Pola Ruang yang tertuang dalam dokumen RTRW adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya (Perda RTRW). Pada pasal 36 Perda RTRW DIY, Pola Ruang di DIY sebagaimana juga ada di daerah lain dikategorikan menjadi kawasan lindung dan kawasan produksi. Kawasan lindung terdiri atas : a. kawasan lindung bawahan; b. kawasan lindung setempat; c. kawasan suaka alam; d. kawasan suaka margasatwa;dan e. kawasan rawan bencana alam. Kawasan Budidaya terdiri atas: a. kawasan peruntukan hutan produksi; b. kawasan peruntukan pertanian; c. kawasan peruntukan pertambangan; d. kawasan peruntukan industri; e. kawasan peruntukan pariwisata; f. kawasan peruntukan permukiman; g. kawasan pendidikan tinggi; h. kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil; dan i. kawasan militer dan kepolisian. Pada pembagian tersebut jelas bahwa kawasan peruntukan permukiman masuk dalam kawasan budidaya. Oleh karena itu pemilihan lokasi untuk rusun harus pada lokasi yang peruntukannya kawasan lindung dan lebih spesifik lagi pada kawasan peruntukan permukiman. Pada filter ini secara tegas akan memberlakukan bahwa lokasi yang terbaik untuk rusun adalah pada peruntukan permukiman yang telah ditentukan pada masing-masing Kabupaten/ Kota di DIY. Hal ini dikarena rusun merupakan salah satu bentuk dari permukiman. Sehingga untuk lokasi selain pada peruntukan permukiman tidak direkomendasikan atau tidak boleh untuk lokasi rusun. Kondisi pola ruang di DIY yang diarahkan untuk permukiman vertikal seperti terlihat pada peta berikut:

8 Data tersebut merupakan kompilasi dari data-data RTRW yang telah terkumpul pada masing-masing Kabupaten/ Kota di DIY. Dokumen RTRW tersebut adalah sebagai berikut: Tabel Rekapitulasi Dokumen RTRW di Provinsi DIY NO WILAYAH DOKUMEN/ DATA 1 Kab. Kulon Progo Peta Rencana Pola Ruang Kab Kulon Progo (RTRW Kab Kulon Progo Tahun ) 2 Kab. Bantul Peta Rencana Pola Ruang Kab Bantul (RTRW Kab Bantul Tahun 2007) 3 Kab. Sleman Peta Rencana Pola Ruang Kab Sleman (RTRW Kab Bantul Tahun ) 4 Kota Yogyakarta Peta Rencana Pola Ruang Kota Yogyakarta (RTRW Kab Bantul Tahun ) 5 DIY Peta Rencana Pola Ruang Provinsi D.I. Yogyakarta (RTRW Provinsi D.I. Yogyakarta Tahun )

9 Pada Peta terlihat sebaran rencana peruntukan permukiman di DIY menurut RTRW Kabupaten Kulon progo, Sleman, Bantul dan Kota Yogyakarta. Pola Rencana Permukiman di Kabupaten Sleman relatif menyebar merata di seluruh wilayah. Ada beberapa konsentrasi rencana permukiman seperti di pusat Kecamatan Sleman, Ngaglik dan wilayah dekat perbatasan kota Yogyakarta. Sementara untuk Kabupaten Kulon Progo, polanya hampir sama dengan Sleman, tetapi lebih terlihat pengelompokkann rencana peruntukan permukimannya. Konsentrasi rencana permukiman terlihat di Kecamatan Wates, Pengasih dan Sentolo. Rencana Peruntukan permukiman terlihat lebih mencolok lagi di Kabupaten Bantul, dimana konsentrasi rencana peruntukan permukiman ada di Kecamatan Pajangan dan Kasihan Kemiringan Lereng Topografi merupakan kondisi fisik geografis lokasi. topografi menjadi faktor pembatas bagi perkembangan suatu kawasan permukiman karena kondisi fisik ini tidak dapat berkembang kecuali dalam keadaan labil. Meskipun demikian usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah topografi atau mengatasi keadaan ketinggian, kemiringan tanah dapat dilakukan dengan menggali bukit, menguruk tanah, reklamasi laut/rawa dapat mengurangi hambatan. Kota yang berada pada daratan yang rata akan mudah berkembang ke segala arah dibandingkan dengan kota yang berada di wilayah pegunungan. USDA (1983) menyatakan bahwa untuk kawasan perumahan, kemiringan lereng yang diijinkan adalah < 15%. Keadaan tanah, topografi, drainase mempengaruhi penataan lokasi dan desain bangunan.

10 Hal tersebut sesuai dengan Persyaratan Umum lokasi perumahan dan Permukiman (BALITBANG PU) disebutkan bahwa lahan dengan kemiringan lereng 0-8% (landai) dapat dibangun perumahan tanpa rekayasa teknis. Sementara kemiringan lereng 8-15% (landai) diperlukan adanya rekayasa teknis. Faktor ini memiliki pertimbangan lebih jauh pada aspek biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan rusun. Kemiringan yang relatif datar, relatif tidak banyak melakukan kegiatan untuk teknis perataan lahan, sehingga ditinjau dari aspek biaya relatif lebih sedikit dibandingkan dengan lereng yang lebih terjal karena harus melakukan usaha teknis perataan lahan yang biayanya tidak sedikit. Berdasarkan filter sebelumnya yaitu arahan perkembangan permukiman RP4D DIY menunjuk pada 28 kecamatan di seluruh DIY. Selanjutnya di gunakan filter topografi dimana area dengan lereng lebih dari 15 persen dieleminasi. Hasilnya dapat dilihat pada peta di atas, terdapat beberapa lokasi yang berkurang terutama di wilayah pegunungan seperti di Kab Kulon Progo dan Kab Gunung Kidul yang memiliki daerah bergunung Zonasi Bencana Bencana alam merupakan siklus alam yang berdampak menimbulkan korban baik jiwa maupun harta benda. Seperti gempa bumi, longsor, angin puting beliung, banjir, erupsi gunung api, kekeringan dll. Sangat tidak sesuai jika perkemabangan permukiman di arahkan pada lokasi yang memiliki potensi bencana alam tersebut. Oleh karena itu sebisa mungkin daerah dengan potensi bencana alam dihindari dalam penentuan lokasi untuk rusun. Karena rusun diperuntukan untuk tempat tinggal manusia, sehingga jika ditempatkan pada lokasi bencana, maka korban jiwa dan benda akan sangat besar jika terjadi bencana.

11 Zonasi bencana merupakan suatu filter yang harus dipertimbangkan untuk lokasi pembangunan rusun. Belajar dari pengalaman gempa bumi Bantul 2006 dan letusan Gunung Merapi yang dapat dipastikan siklusnya masi terus terjadi, maka lokasi harus benar-benar dipertimbangkan yang bukan merupakan zona rawan bencana. Dasar yang dijadikan data untuk filter bencana di DIY adalah peta Rencana Penanganan dan Pengelolaan Kawasan RTRW DIY Berdasarkan peta bencana yang telah disesuaikan dengan hasil peta berdasarkan filter RP4D maka dapat dilihat pada peta di atas sebaran lokasi dengan potensi bencana. Pada tahapan ini yang menjadi penting untuk diperhatikan adalah lokasi yang sesuai dengan rusun adalah lokasi yang tidak terdapat bencana. Sehingga dengan kata lain lokasi yang berada pada zona bencana tidak cook untuk dibangun rusun. Lokasi dengan potensi bencana otomatis akan di eleminasi untuk mendapatkan lokasi yang sesuai untuk rusun di DIY. Pada Peta terlihat bahwa pada wilayah rekomendasi perumahan dari RP4D DIY di Kabupaten Sleman memiliki potensi bencana berupa Bahaya Gunung Api II. Sementara itu untuk wilayah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul bencana gempa bumi merupakan ancaman utama, terdapat sedikit zona Bahaya Gunung Api II di Kecamatan Jetis dan tanah longsor pada wilayah timur, yaitu tepatnya di Kecamatan Piyungan. Kabupaten Kulon Progo terdapat potensi banjir dan tsunami di wilayah selatan yang berbatasan dengan Samudera Hindia dan pada wilayah pegunungannya terdapat potensi bencana longsor erosi. Sementara itu untuk Kabupaten Gunungkidul terdapat potensi kekeringan di Wilayah Selatan dan sedikit potensi longsor dan erosi di wilayah bagian timur Kabupaten Gunungkidul Penggunaan Lahan Faktor penggunaan lahan merupakan filter yang digunakan untuk pertimbangan bahwa eksisting lahan yang diidentifikasi sebagai lokasi yang cocok untuk rusun bukan merupakan lahan yang digunakan untuk areal yang produktif dan dilindungi oleh peraturan. Data yang digunakan adalah data penggunaan lahan dari single basemap DIY dengan layer penggunaan lahan pada tahun 2009 yang disusun oleh BAPPEDA DIY. Filter penggunaan lahan ini digunakan, harapannya tidak ada kesulitan dalam proses membangunnya kemudian. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa potensi konflik dengan masyarakat secara langsung perlu menjadi pertimbangan. Oleh karena itu penting untuk memasukkan filter ini pada proses penentuan lokasi untuk rusun. Lahan yang digunakan sebagai permukiman akan lebih tinggi potensi konfliknya dibandingkan dengan lahan pekarangan atau lahan kosong. Pertimbangan konflik ini, maka pada proses filterisasi lokasi akan menghindari lokasi yang sudah terbangun rumah atau tempat tinggal.

12 Selain itu menurut peraturan dianjurkan untuk tidak mengkonversi lahan produkstif pertanian untuk peruntukan yang lain, hal ini erat kaitannya dengan ketahanan pangan. Jika lahan produktif berkurang dikhawatirkan akan menurukan pasokan untuk bahan makanan, terutama bahan makanan pokok seperti padi. Walaupun masih ada mekanisme yang memungkinkan untuk konversi, seperti pada lahan berupa sawah, perlu adanya proses yang panjang, perlu adanya pengeringan, dan memerlukan waktu yang tidak singkat. Disisi lain seperti di Kab sleman sudah diberlakukan peraturan dalam rangka melindungi areal sawah, sehingga secara legal memang tidak boleh digunakan untuk permukiman. Penggunaan lahan di wilayah yang menjadi kandidat lokasi rusun terlihat ada beberapa kategori, Bandara, belukar/semak, kebun, pasir darat, permukiman, rumput, sawah irigasi, sawah tadah hujan, tegalan dan tubuh air. Setelah dilakukan proses eleminasi maka hasilnya adalah sebagai berikut. Tabel Filter pada Layer Penggunaan Lahan yang untuk Rusun di DIY No Penggunaan Lahan Filter untuk Rusun 1 Waduk Tidak Diperbolehkan 2 Pemukiman Tidak Diperbolehkan 3 Sawah Irigasi Tidak Diperbolehkan 4 Sawah Tadah Hujan Tidak Diperbolehkan 5 Tubuh Air Tidak Diperbolehkan 6 Bandara Tidak Diperbolehkan 7 Hutan Tidak Diperbolehkan 8 Belukar/Semak Diperbolehkan 9 Kebun Diperbolehkan 10 Pasir Darat Diperbolehkan 11 Pasir Pantai Diperbolehkan 12 Rumput Diperbolehkan 13 Tegalan Diperbolehkan Sumber: Olah Data Lokasi hasil filteri penggunaan lahan dapat dilihat pada peta di atas. Proses filter ini menghasilkan area dengan lokasi yang tersebar secara acak di seluruh DIY. Pada peta terlihat bahwa untuk wilayah Kota Yogyakarta relatif sangat sedikit lahan yang tersisa yang cocok untuk dibangun rusun. Hal ini dikarenakan filter ini mengeliminasi penggunaan lahan untuk permukiman, dan kondisi eksisting lahan di Kota

13 Yogyakarta khususnya di Danurejan, Gedongtengen, Jetis, Tegalrejo, Wirobrajan, merupakan sebagian besar permukiman Sempadan Sungai Undang-undang sungai menyebutkan sempadan sungai merupakan hak sungai dan tidak boleh dilakukan untuk peruntukan yang lain dan dibiarkan secara alami. Oleh karena itu lokasi yang masuk pada sempadan sungai dihindari, mengingat adanya peraturan yang mengatur tentang sempadan sungai. Dalam menentukan lebar garis sempada sungai Code didasarkan pada Peraturan Pemeintah No 38 tahun 2011 tetang Sungai. PP 38, tahun 2011 Bab II menjelaskan secara terinci tetang pengaturan pengelolaan ruang sungai dan ruang sempadan sungai yang secara nyata telah memasukkan unsur-unsur ekologi, sosial dan fisik dalam pengelolaan sungai. Jarak yang digunakan adalah 30 meter. Sempadan sungai 30 meter kemudian dipetakan untuk seluruh lokasi di DIY menggunakan GIS dengan metode buffer. Sempadan sungai tersebut kemudian di tampalkan dengan hasil filterisasi terahir dari penggunaan lahan untuk mendapatkan lokasi yang tidak berhimpitan dengan sungai. Wilayah yang bertampalan dengan sungai kemudian di eleminasi. Hal ini untuk menghindari pelanggaran undang-undang kedepannya dalam mendirikan rusun. Peta di atas memperlihatkan hasil akhir setelah adanya filterisasi sempadan sungai, lokasi menjadi semakin sempit tetapi sebarannya semakin banyak. Area yang berbentuk poligon-poligon tersebut sangat variatif baik bentuk maupun ukurannya Hasil Filter Lokasi Sementara Filter Arahan RP4D DIY, Pola Ruang peruntukan permukiman berdasarkan RTRW, Topografi, Bencana, Penggunaan Lahan dan Sempadan Sungai dengan sistem filter boleh dan tidak boleh menghasilkan sebaran-sebaran lokasi yang kemudian menjadi hasil sementara untuk lahan rusun di DIY. Hasil tersebut merupakan gambaran dari lokasi yang benar-benar tidak ada hambatan yang berarti ditinjau baik dari sisi fisik geografisnya maupun dari legalitas tata ruangnya. Hasilnya keluar lokasi lahan. No Keterangan Statistik 1 Jumlah lokasi lahan Nilai luasan terendah 0, m 2 3 Nilai luasan terluas ,3 m 2

14 4 Jumlah total luasan ,9 m 2 5 Rata-rata luasan ,2 m 2 Sumber: Olah Data Luasan tersebut masih merupakan luasan hasil proses komputasi overlay pada GIS. Sehingga range luasan masih memerlukan filterisasi lebih lanjut untuk menghasilkan lokasi yang benar-benar cukup untuk dibangun sebuah rusun, setidaknya rusun mininalis dengan luasan 500 m Luasan Minimum ( 500 m2) Filter selanjutnya adalah luasan minimal untuk membangun rusun. Peraturan PU menyebutkan bahwa luasan minimal untuk rusun adalah 500 m 2. Hal ini menjadi sebuah acuan minal dalam penentuan lokasi untuk rusun. Walaupun demikian mengingat peruntukan rusun adalah bagi masyarakat, maka sisi humanismenya perlu untuk dipertimbangkan yaitu dengan jalan memberikan adanya fasilitas umum, ruang terbuka hijau, dan fasilitas yang lain. Oleh karena itu, maka selain rusun yang standar tersebut terdapat juga luasan minimal untuk twinblok yaitu m 2, sampai dengan m 2 lengkap dengan fasilitas pendukungnya. Indentifikasi lokasi sebelumnya kemudian dilakukan filter luasan, dimana luasan dibawah 500 m 2 tidak akan digunakan. Karena satu rusun setidaknya membutuhkan luasan 500 m 2. Proses ini mendapatkan hasil lokasi yang luasan yang di atas 500 m 2 statistik sebagai berikut: No Keterangan Statistik 1 Jumlah lokasi lahan lokasi 2 Nilai luasan terendah 502,6 m 2 3 Nilai luasan terluas ,3 m 2 4 Jumlah total luasan ,9 m 2 5 Rata-rata luasan ,83 m 2 Sumber: Olah Data Lokasi yang luasan di atas 500 m 2 jumlahnya ada di lokasi. Luasan minimal yang terdeteksi adalah 502,6 m 2 dan terluas adalah 768,87 Ha. Jumlah seluruh lokasi yang berhasil teridentifikasi di seluruh DIY adalah seluas ,3 Ha.

15 Peta di atas merupakan hasil dari filter lokasi yang telah dilakukan. Hasil peta tersebut adalah bersifat peta analisis pada level studio, dan sifatnya tentatif, dimana perlu adanya validasi untuk menguji keabsahan data yang telah dilakukan. Walaupun demikian, mengingat bahwa filter yang digunakan merupakan datadata dan kebijakan resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait, maka hasil tersebut menjadi suatu hal yang valid dan bisa dipertanggunjawabkan secara ilmiah maupun secara legalitasnya. Tabel Luasan Lahan Yang Berpotensi untuk dibangun Rusun Di DIY NO KABUPATEN KECAMATAN LUAS (Ha) 1 Bantul Banguntapan 60,2 2 Bantul Kasihan 182,6 3 Bantul Pajangan 460,7 4 Bantul Piyungan 10,1 5 Gunungkidul Karangmojo 2.987,6 6 Gunungkidul Paliyan 210,4 7 Gunungkidul Playen 3.599,0 8 Gunungkidul Semanu 1.387,4 9 Gunungkidul Wonosari 499,3 10 Kulon progo Kokap 15,9 11 Kulon progo Lendah 3,1 12 Kulon progo Pengasih 10,9 13 Kulon progo Wates 2,5 14 Sleman Depok 243,8 15 Sleman Gamping 106,1 16 Sleman Godean 21,1 17 Sleman Kalasan 69,1 18 Sleman Mlati 66,1 19 Sleman Ngaglik 73,2 20 Sleman Prambanan 47,2 21 Sleman Sleman 26,3 22 Yogyakarta Danurejan 0,4 23 Yogyakarta Jetis 0,1 24 Yogyakarta Tegalrejo 2,9 Grand Total ,3 Sumber: Hasil Analisis Hasil tersebut merupakan gambaran lokasi yang cocok untuk dibangun rusun secara umum. Pemilihan lokasi menggunakan aplikasi SIG memungkinkan beberapa parameter digunakan secara bersamaan. Kelebihan dari aplikasi ini adalah pada sisi spasialnya, dimana hasil dari lokasi akan terlihat sebaran dan luasannya yang dapat diestimasikan. Akan tetapi masih belum masuk pada prioritas lahan terbaik. Masih perlu adanya koordinasi dengan stakeholder dalam hal ini adalah Pemerintah Kabupaten/ Kota dan Pemerintah Desa atau Kelurahan. Hal ini dimaksudkan agar terwujud kebijakan yang sinergi baik sistem Top Down maupun Botoom Up. Aspirasi dari bawah dijaring melalui metode survai, dan sinergi antar keduanya dijembatani menggunakan metode FGD. Hasil dari proses tersebut selanjutnya dilakukan analisis mendalam menggunakan metode SWOT untuk mendapatkan hasil berupa prioritas lahan yang terbaik untuk dibangun rusun. D. Kesimpulan dan Rekomendasi Kesimpulan 1. Kriteria pemilihan lahan untuk pembangunan rusun di DIY terdiri dari Arahan RP4D; Topografi/kemiringan lahan; Bebas bencana; Tidak Melanggar Pola Ruang; Memiliki Jalan Akses; Penggunaan Lahan Sesuai Ketentuan; Tidak Melanggar Sempadan Sungai; dan Luasan Lahan Sesuai Untuk Rusun.

16 2. Berdasarkan hasil analisis diperoleh 24 lokasi yang potensial untuk dibangun rusun meliputi 3 lokasi di Kota Yogyakarta, 8 lokasi di Kab Sleman, 4 lokasi di Kab Bantul, 4 lokasi di Kab Kulon Progo dan 5 lokasi di Kab Gunungkidul 3. Lokasi yang behasil diidentifikasi dengan 24 lokasi dengan total luasan seluruhnya adalah ,3 Ha, terluas 3.599,0 Ha di Kecamatan Playen Gunung Kidul dan paling kecil adalah 0,1 di Kecamatan danurejan, Kota Yogyakarta 4. Aplikasi SIG dapat digunakan dalam memprediksi lahan untuk perumahan, dengan menggunakan berbagai parameter terkait perumahan dengan hasil akhir yang menggambarkan lokasi sebaran dan estimasi luasannya. Rekomendasi 1. Parameter yang dijadikan acuan perlu diperkuat dengan kriteria pendukung, yaitu dilihat dari bebera kriteria yang digolongkan kedalam aspek sosial, ekonomi, lingkungan dan hukum. 2. Perlu dilakukan kajian tindak lanjut terkait kelayakan ekonomi dan finansial, kelayakan politis dan kelayakan administratif lokasi-lokasi tersebut. Kelayakan ekonomi finansial berkaitan dengan pertimbangan cost benefit. Ada lima kriteria kelayakan sosial politis yang dapat dianalisis, yaitu: dapat diterima tidaknya (acceptability), kesesuaian (appropriateness), merupakan tanggapan terhadap kebutuhan atau bukan (responsiveness), sesuai perundang-undangan (legality), dan kesama-rataan (equity). Kelayakan administratif berkaitan dengan: kewenangan (authority), komitmen kelembagaan (institutional commitment), kemampuan (capability), dan dukungan organisasional (organizational support). 3. Perlu dilakukan survei persepsi masyarakat dalam menghuni rusun. 4. Perlu dilakukan koordinasi lebih lanjut dengan instansi terkait baik pemerintah kab/kota dan pemerintah kec/desa jika akan lokasi akan direalisasikan menjadi rusun. E. Daftar Acuan Badan Standarisasi Nasional Standar Nasional Indonesia (SNI) (sni ). Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan Di Perkotaan Dewan Standarisasi Indonesia. Jakarta Damayanti, R.R. and Utomo, C.C., Analisa Biaya dan Permintaan pada Penetapan Harga Marginal Unit Rumah di Perumahan Royal Regency, Lumajang. Jurnal Teknik ITS, 3(1), pp.d36-d40. Umum, P.M.P., Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Peraturan Pemerintah no 38 Tahun 2011 Tentang Sungai Ruang, D.J.P., Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dep. PU. Yakarta. Sekarningrum, E., Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Permukinan di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora Jawa Tengah (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta)., RP4D Prov DIY Yogyakarta. Pemerintah Daerah DI Yogyakara, Data Spasial BAPPEDA DIY Tahun Yogyakarta. Pemerintah Daerah DI Yogyakara, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun Yogyakarta. Pemerintah Daerah DI Yogyakara, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun Jakarta. BAPPENAS Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

Wahyudi Kumorotomo, PhD Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada 27 September 2013

Wahyudi Kumorotomo, PhD Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada 27 September 2013 Wahyudi Kumorotomo, PhD Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada 27 September 2013 www.kumoro.staff.ugm.ac.id 081 328 488 444 1. Kondisi umum DIY 2. Otonomi Daerah Setelah UU No. 13/2012 3.

Lebih terperinci

Lampiran I.34 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014

Lampiran I.34 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 Lampiran I. : Keputusan Komisi Pemilihan Umum : 106/Kpts/KPU/TAHUN 01 : 9 MARET 01 ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 01 No DAERAH PEMILIHAN JUMLAH PENDUDUK JUMLAH

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Yogyakarta, 21 September 2012 BAPPEDA DIY Latar Belakang UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; Seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia sekarang masih tergolong tinggi berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu 1,49 % per tahun, akibatnya diperlukan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUMAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUMAHAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUMAHAN 1.1.1 Pertumbuhan Sektor Perumahan Nasional Peta bisnis properti di Indonesia menunjukkan terjadinya kecenderungan penurunan kapitalisasi pada tahun 2007,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek 3.1.1 Kondisi Administratif Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten dari

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN 58 BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian 1. Profil Daerah Istimewa Yogyakarta Sumber: DPPKA Pemda DIY Gambar 4.1 Peta Administrasi Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Potensi longsor di Indonesia sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2008, tercatat

Lebih terperinci

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi.

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. III.1.3. Kondisi Ekonomi Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik, perhitungan PDRB atas harga

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2018

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2018 KATA PENGANTAR Prakiraan Musim Kemarau 2018 Publikasi Prakiraan Musim Kemarau 2018 Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi

Lebih terperinci

Bab II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Sejarah Direktorat Jenderal Pajak DIY

Bab II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Sejarah Direktorat Jenderal Pajak DIY Bab II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Sejarah Direktorat Jenderal Pajak DIY Perjalanan reformasi birokrasi nampaknya tak terasa sudah dimulai sejak tahun 2002 yang dimasinisi oleh departemen keungan

Lebih terperinci

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan 3 Nilai Tanah : a. Ricardian Rent (mencakup sifat kualitas dr tanah) b. Locational Rent (mencakup lokasi relatif dr tanah) c. Environmental Rent (mencakup sifat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2016

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2016 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Musim Kemarau 2016 Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Geofisika Kelas 1 Yogyakarta / Pos Klimatologi

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Deskripsi Daerah Daerah hulu dan hilir dalam penelitian ini adalah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak pada 110 33 00

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG Oleh : Muhammad 3615100007 Friska Hadi N. 3615100010 Muhammad Luthfi H. 3615100024 Dini Rizki Rokhmawati 3615100026 Klara Hay 3615100704 Jurusan Perencanaan

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 13 PERENCANAAN TATA RUANG BERBASIS MITIGASI BENCANA GEOLOGI 1. Pendahuluan Perencanaan tataguna lahan berbasis mitigasi bencana geologi dimaksudkan untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geologis Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan berbagai lempeng

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Deskripsi Umum Kabupten Bantul a. Geografis Kabupaten Bantul merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas wilayah seluruhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses penataan ruang. Pemanfaatan ruang dibanyak daerah di Indonesia, dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN LOKASI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB IV TINJAUAN LOKASI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BAB IV TINJAUAN LOKASI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 4.1. Letak geografis wilayah Yogyakarta 1 Secara geografis Daerah Istimewa Yogyakarta terletak diantara 7 33-8 15 Lintang Selatan dan 110 5-110 50 Bujur

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan untuk Lokasi Permukiman Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul

Analisis Kesesuaian Lahan untuk Lokasi Permukiman Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul Analisis Kesesuaian Lahan untuk Lokasi Permukiman Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Disusun Oleh : Yetti

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KHUSUS Kawasan Outbound Training di Kabupaten Kulon Progo 3.1 TINJAUAN KONDISI UMUM KABUPATEN KULON PROGO

BAB III TINJAUAN KHUSUS Kawasan Outbound Training di Kabupaten Kulon Progo 3.1 TINJAUAN KONDISI UMUM KABUPATEN KULON PROGO BAB III TINJAUAN KHUSUS Kawasan Outbound Training di Kabupaten Kulon Progo Kawasan outbound training di Kabupaten Kulon Progo merupakan kawasan pusat di alam terbuka yang bertujuan untuk mewadahi kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Lahan sebagai ruang untuk tempat tinggal manusia dan sebagian orang memanfaatkan lahan sebagai

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN A. PROFIL KABUPATEN KULON PROGO Berdasarkan website resmi Pemerintah Kabupaten Kulon Progo (www.kulonprogo.go.id), profil daerah Kabupaten Kulon Progo yaitu: 1. Kondisi

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu komponen dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu komponen dalam upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan salah satu komponen dalam upaya pembangunan suatu wilayah. Transportasi menjadi sektor tersier, yaitu sektor yang menyediakan jasa pelayanan

Lebih terperinci

Buletin Edisi Agustustus Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi Agustustus Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Buletin Edisi Agustustus Tahun 2016 Analisis Hujan Juli 2016 dan Prakiraan September, Oktober dan November 2016 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Mei

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1 Kondisi Administratif Gambar 3.1. Peta Daerah Istimewa Yogyakarta dan Sekitarnya Sumber : www.jogjakota.go.id Daerah Istimewa Yogyakarta terletak antara 7 30' - 8 15' lintang

Lebih terperinci

Buletin Edisi September Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi September Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan Agustus 2016 dan Prakiraan Oktober, November dan Desember 2016 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Juni Agustus 2016) dan Prakiraan Tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Aplikasi teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis semakin meluas sejak dikembangkan di era tahun 1960-an. Sejak itu teknologi penginderaan jauh dan

Lebih terperinci

Buletin Edisi Oktober Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi Oktober Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan September 2016 dan Prakiraan November, Desember 2016 dan Januari 2017 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Juli September 2016) dan Prakiraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk kemakmuran rakyat, memerlukan keseimbangan antar berbagai sektor. Sektor pertanian yang selama ini merupakan aset penting karena

Lebih terperinci

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro BAB III DATA LOKASI 3.1 Data Makro 3.1.1 Data Kawasan wilayah Kabupaten Sleman yaitu : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang (Provinsi Jawa Tengah) Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten

Lebih terperinci

Buletin Edisi Januari Tahun 2017 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi Januari Tahun 2017 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan Desember 2016 dan Prakiraan Februari, Maret dan April 2017 serta informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Oktober Desember 2016) dan Prakiraan Tingkat Kekeringan

Lebih terperinci

Buletin Edisi November Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi November Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan Oktober 2016 dan Prakiraan Desember 2016 dan Januari, Februari 2017 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Agustus Oktober 2016) dan Prakiraan

Lebih terperinci

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: HENDRA WIJAYA L2D 307 014 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 i ABSTRAK

Lebih terperinci

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011 IPB International Convention Center, Bogor, 12 13 September 2011 Kerangka Latar Belakang Masalah PERTUMBUHAN EKONOMI PERKEMBANGAN KOTA PENINGKATAN KEBUTUHAN LAHAN KOTA LUAS LAHAN KOTA TERBATAS PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN 3.1. Tinjauan Umum Kota Yogyakarta Sleman Provinsi Derah Istimewa Yogyakarta berada di tengah pulau Jawa bagian selatan dengan jumlah penduduk 3.264.942 jiwa,

Lebih terperinci

Buletin Bulan Mei Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Bulan Mei Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan April 2016 dan Prakiraan Juni, Juli, Agustus 2016 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Februari April 2016) dan Prakiraan Tingkat Kekeringan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Sleman, Februari 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI MLATI. AGUS SUDARYATNO, S.Kom, MM NIP

KATA PENGANTAR. Sleman, Februari 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI MLATI. AGUS SUDARYATNO, S.Kom, MM NIP KATA PENGANTAR Buku Buletin Prakiraan dan Analisis memuat pengertian tentang Dinamika Atmosfer, Analisis Hujan Januari 2017, Prakiraan Hujan Maret, April, Mei 2017 dan informasi hasil Analisis Tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensinya. Penggunaan

Lebih terperinci

KEPALA, STASIUN KLIMATOLOGI MLATI

KEPALA, STASIUN KLIMATOLOGI MLATI KATA PENGANTAR Buku Buletin Prakiraan dan Analisis memuat pengertian tentang Dinamika Atmosfer, Analisis Hujan Oktober 2017, Prakiraan Desember 2017, Januari dan Februari 2018 serta informasi hasil Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana. BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara

Lebih terperinci

Buletin Edisi Juli Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi Juli Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan Juni 2016 dan Prakiraan Agustus, September dan Oktober 2016 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (April Juni 2016) dan Prakiraan Tingkat Kekeringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Alih fungsi lahan pertanian merupakan salah satu permasalahan yang sedang dihadapi dalam bidang pertanian di Indonesia. Luas lahan pertanian sawah di Indonesia saat

Lebih terperinci

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 1 Periode: Maret-Agustus 2015

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 1 Periode: Maret-Agustus 2015 PENENTUAN ZONASI PERIZINAN PERTAMBANGAN MINERAL NON LOGAM DAN BATUAN DI KABUPATEN BLORA BAGIAN SELATAN PROVINSI JAWA TENGAH Dody Bagus Widodo, Budiarto, Abdul Rauf Prodi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

KEPALA, STASIUN KLIMATOLOGI MLATI

KEPALA, STASIUN KLIMATOLOGI MLATI KATA PENGANTAR Buku Buletin Prakiraan dan Analisis memuat pengertian tentang Dinamika Atmosfer, Analisis Hujan September 2017, Prakiraan November, Desember 2017 dan Januari 2018 serta informasi hasil Analisis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual Jabodetabek Tahun 2010 Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa terdapat 11 tipe penggunaan/penutupan lahan wilayah Jabodetabek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Pemukiman dan perumahan adalah merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan dan pemukiman tidak hanya

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penyusunan penelitian ini dilakukan dengan menentukan tingkat bahaya banjir yang kemudian dilanjutkan dengan menentukan tingkat kerentanan wilayah terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG DAN KABUPATEN BANDUNG

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA

BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA 3.1. TINJAUAN UMUM 3.1.1. Kondisi Administrasi Luas dan Batas Wilayah Administrasi Kota Yogyakarta telah terintegrasi dengan sejumlah kawasan di sekitarnya sehingga batas

Lebih terperinci

Buletin Bulan Juni Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Bulan Juni Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan Mei 2016 dan Prakiraan Juli, Agustus, September 2016 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Maret Mei 2016) dan Prakiraan Tingkat Kekeringan

Lebih terperinci

ANALISIS KESELARASAN PEMANFAATAN RUANG KECAMATAN SEWON BANTUL TAHUN 2006, 2010, 2014 TERHADAP RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN (RDTRK )

ANALISIS KESELARASAN PEMANFAATAN RUANG KECAMATAN SEWON BANTUL TAHUN 2006, 2010, 2014 TERHADAP RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN (RDTRK ) ANALISIS KESELARASAN PEMANFAATAN RUANG KECAMATAN SEWON BANTUL TAHUN 2006, 2010, 2014 TERHADAP RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN (RDTRK 2008-2018) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Sabua Vol.6, No.2: 215-222, Agustus 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Arifin Kamil 1, Hanny Poli, 2 & Hendriek H. Karongkong

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Kabupaten Kulonprogo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

Buletin Bulan Januari Tahun 2016 PENGANTAR

Buletin Bulan Januari Tahun 2016 PENGANTAR PENGANTAR Analisis Hujan Desember 2015, Analisis Indeks Kekeringan Tingkat Kekeringan dan Kebasahan periode Oktober - Desember 2015 dan Prakiraan Februari, Maret dan April 2016 disusun berdasarkan data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. infrastruktur, ekonomi, kapasitas sumber daya, dan lain-lain.

BAB I PENDAHULUAN. infrastruktur, ekonomi, kapasitas sumber daya, dan lain-lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pelaksanaan Otonomi Daerah, setiap daerah dituntut untuk lebih meningkatkan potensi-potensi yang dimilikinya dalam rangka peningkatan perekonomian

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

Buletin Bulan Maret Tahun 2016 PENGANTAR

Buletin Bulan Maret Tahun 2016 PENGANTAR PENGANTAR Analisis Februari 2016, Analisis Indeks Kekeringan Tingkat Kekeringan dan Kebasahan periode Desember 2015 Februari 2016, Prakiraan April, Mei, dan Juni 2016 serta Prakiraan Indeks Kekeringan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2003 dan 2007

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2003 dan 2007 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Penggunaan/Penutupan Lahan dan Perubahan Luasannya di Kota Bogor Kota Bogor memiliki luas kurang lebih 11.267 Ha dan memiliki enam kecamatan, yaitu Kecamatan Bogor

Lebih terperinci

Jumlah desa, dusun dan luas Kabupaten Bantul per kecamatan dapat

Jumlah desa, dusun dan luas Kabupaten Bantul per kecamatan dapat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Letak dan Luas Daerah Penelitian Secara astronomis Kabupaten Bantul terletak antara 07 0 44 04-08 0 00 27 LS dan 110 0 12 34 110 0 31 08 BT.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

LP3A SEKOLAH TINGGI TEKNIK ARSITEKTUR DI YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN LOKASI

LP3A SEKOLAH TINGGI TEKNIK ARSITEKTUR DI YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN LOKASI BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Tinjauan Kota Yogyakarta Gambar 3.1 Peta Kota Yogyakarta Sumber: google.com, diakses tanggal 17 Mei 2014 Daerah Istimewa Yogyakarta atau biasa kita menyebutnya DIY merupakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 12/PJ/2010 TENTANG : NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 12/PJ/2010 TENTANG : NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 12/PJ/2010 TENTANG : NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

Buletin Bulan Februari Tahun 2016 PENGANTAR

Buletin Bulan Februari Tahun 2016 PENGANTAR PENGANTAR Analisis Januari 2016, Analisis Indeks Kekeringan Tingkat Kekeringan dan Kebasahan periode November 2015 Januari 2016, Prakiraan Maret, April dan Mei 2016 serta Prakiraan Indeks Kekeringan Tingkat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KAWASAN

BAB III TINJAUAN KAWASAN BAB III TINJAUAN KAWASAN 3.1. Tinjauan Wilayah D.I. Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta terletak antara 110º.00-110º.50 Bujur Timur dan antara 7º.33-8 º.12 Lintang Selatan. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM 51 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Keadaan Geografis 1. Keadaan Alam Wilayah Kabupaten Bantul terletak antara 07 o 44 04 08 o 00 27 Lintang Selatan dan 110 o 12 34 110 o 31 08 Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

Buletin Bulan April Tahun 2016 PENGANTAR

Buletin Bulan April Tahun 2016 PENGANTAR PENGANTAR Analisis Maret 2016 dan Prakiraan Mei, Juni, Juli 2016 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Januari Maret 2016) dan Prakiraan Tingkat Kekeringan tiga bulanan

Lebih terperinci

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab.

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab. C6 Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab. Lumajang) Zahra Rahma Larasati, Teguh Hariyanto, Akbar Kurniawan Departemen

Lebih terperinci

Buletin Edisi April 2018 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi April 2018 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Buletin Prakiraan Hujan Bulanan memuat pengertian tentang Dinamika Atmosfer, Analisis Hujan Maret 2018, Prakiraan Hujan Mei, Juni, dan Juli 2018 serta informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN dituangkan dalam Undang-Undang Pokok-pokok Agraria (UUPA). Pasal 2

BAB I PENDAHULUAN dituangkan dalam Undang-Undang Pokok-pokok Agraria (UUPA). Pasal 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah sebagai salah satu sumber daya alam yang mempunyai peran bagi keperluan pembangunan bangsa Indonesia dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN AUDIT

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG LAHAN PERUMAHAN. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada penjabaran analisis berikut :

BAB IV ANALISIS DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG LAHAN PERUMAHAN. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada penjabaran analisis berikut : BAB IV ANALISIS DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG LAHAN PERUMAHAN Penelitian mengenai analisis daya dukung dan daya tampung terkait kebutuhan perumahan di Kota Cimahi dilakukan dengan tujuan mengetahui daya

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI Studio Foto Sewa di Kota Yogyakarta

BAB III TINJAUAN LOKASI Studio Foto Sewa di Kota Yogyakarta BAB III TINJAUAN LOKASI Studio Foto Sewa di Kota Yogyakarta Studio foto sewa di Kota Yogyakarta merupakan wadah bagi fotograferfotografer baik hobi maupun freelance untuk berkarya dan bekerja dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perbandingan Peta Topografi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perbandingan Peta Topografi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perbandingan Peta Topografi 1. DEM dan Kontur RBI Perbandingan peta topografi antara data DEM dan Kontur RBI disajikan dalam bentuk degredasi warna yang diklasifikasikan menjadi

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH. Projotamansari singkatan dari Produktif-profesional, ijo royo royo, tertib, aman,

KEADAAN UMUM WILAYAH. Projotamansari singkatan dari Produktif-profesional, ijo royo royo, tertib, aman, IV. KEADAAN UMUM WILAYAH A. Keadaan Fisik Daerah Kabupaten Bantul merupakan kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Ibukotanya adalah Bantul. Motto dari Kabupaten ini adalah Projotamansari

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI

BAB III TINJAUAN LOKASI BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Tinjauan Data Pusat Rehabilitasi Narkoba di Yogyakarta 3.1.1 Esensi Pusat Rehabilitasi Narkoba adalah suatu sarana yang melaksanakan rehabilitasi sosial dan rehabilitasi medis

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom No.1513, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Audit Tata Ruang. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

KEPALA, STASIUN KLIMATOLOGI MLATI

KEPALA, STASIUN KLIMATOLOGI MLATI KATA PENGANTAR Buletin Prakiraan Hujan Bulanan memuat pengertian tentang Dinamika Atmosfer, Analisis Hujan Desember 2017, Prakiraan Hujan Februari, Maret, dan April 2018 serta informasi hasil Analisis

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2005

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2005 PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci