KONFERENSI DIPLOMATIK UNTUK PENERAPAN KONVENSI MUNISI TANDAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONFERENSI DIPLOMATIK UNTUK PENERAPAN KONVENSI MUNISI TANDAN"

Transkripsi

1 KONFERENSI DIPLOMATIK UNTUK PENERAPAN KONVENSI MUNISI TANDAN DUBLIN MEI 2008 CCM/77 30 Mei 2008 Original: ENGLISH FRENCH SPANISH Konvensi tentang Munisi Tandan Yth para delegasi Negara Peserta Konvensi, Sangat cemas karena para penduduk sipil dan warga terus saja harus menderita karena adanya berbagai konflik bersenjata, Bertekad untuk mengakhiri selama-lamanya penderitaan dan korban yang disebabkan oleh munisi tandan (yang meledak bersamaan) pada saat mereka dipergunakan manakala senjata-senjata itu tidak berfungsi seperti yang diharapkan atau ditinggalkan begitu saja, Prihatin dengan sisa-sisa munisi tandan yang membunuh atau mencabik-cabik para penduduk sipil, termasuk kaum perempuan dan anak-anak, mengacaukan pembangunan ekonomi dan sosial, di antaranya dengan hilangnya mata pencaharian, terganggunya upaya pemulihan dan pembangunan kembali pasca konflik, tertundanya atau tercegahnya kembalinya para pelarian dan pengungsi, bisa berdampak negatif terhadap upaya-upaya penegakan perdamaian serta pmberian bantuan kemanusiaan nasional mau pun internasional. Juga sangat mencemaskan bahaya yang mengancam oleh adanya penumpukan besar-besaran munisi tandan, yang tetap disimpan untuk penggunaan operasional dan bertekad untuk memastikan pemusnahan senjata-senjata tersebut, Percaya akan perlunya untuk secara efektif ikut-serta lewat cara yang efisien dan terkoordinasi guna mengatasi tantangan penghapusan sisa-sisa munisi tandan yang tersebar di seluruh pelosok dunia, serta memastikan bahwa senjata-senjata itu dimusnahkan. Bertekad untuk melaksanakan secara penuh hak-hak para korban munisi tandan dan mengakui martabat yang melekat pada diri mereka, Berketetapan untuk melakukan sebisa mungkin upaya pemberian bantuan kepada para korban munisi tandan, termasuk perawatan medis, rehabilitasi serta dukungan psikologis dan juga penerimaan mereka secara sosial dan ekonomi, Mengenali perlunya bantuan yang bersifat peka usia dan gender bagi para korban munisi tandan serta penanganan kebutuhan khusus dari kelompok-kelompok rentan,

2 Mengingat Konvensi Hak-Hak Para Penderita Cacat (Difabel), yang antara lain mengharuskan Negara-negara Peserta Konvensi berusaha memastikan dan menggalakkan pelaksanaan secara sepenuhnya hak asasi manusia serta kebebasan yang mendasar seluruh kaum difabel yang bersih dari diskriminasi apa pun bentuknya lantaran kecacatanya itu, Memperhatikan perlunya mengatur secukupnya upaya-upaya yang dilakukan pada berbagai forum untuk menangani hak-hak dan kebutuhan para korban berbagai jenis senjata, dan bertekad untuk mencegah terjadinya diskriminasi di antara korban berbagai jenis senjata, Menegaskan lagi, bahwa dalam kasus-kasus yang tidak dicakup Konvensi ini atau pun oleh kesepakatan-kesepakatan internasional lainnya, penduduk sipil dan pelaku perang (kombatan) tetap di bawah perlindungan dan penguasaan asas-asas hukum internasional, yang berasal dari kebiasaan yang sudah mapan, dari asas-asas kemanusiaan serta dari hal-hal yang digariskan oleh kesadaran masyarakat, Juga berketetapan, bahwa perbedaan gerombolan bersenjata dengan angkatan bersenjata sebuah negara tidak boleh, dalam kondisi apa pun, melakukan kegiatan yang dilarang sebuah Negara Peserta Konvensi ini. Menyambut baik dukungan internasional yang sangat luas terhadap norma internasional yang melarang ranjau anti-personel, yang dicantumkan dalam Konvensi tahun 1997 tentang Pelarangan Penggunaan, Penumpukan, Produksi dan Pemindahan Ranjau Anti-Personel serta Pemusnahannya, Juga menyambut baik penerapan Protokol tentang Sisa-sisa Peledak dalam Perang, yang dikaitkan dengan Konvensi tentang Pembatasan Penggunaan Senjata-senjata Konvensional Tertentu, Yang Mungkin Dinilai Bisa Menimbulkan Luka-luka Yang Keterlaluan atau Akibat Yang Tak Pandang Bulu, dan pencantumannya untuk diberlakukan pada tanggal 12 November 2006, serta mengharapkan penguatan perlindungan para penduduk sipil dari dampak sisa-sisa munisi tandan di wilayahwilayah pasca-konflik, Memperhatikan Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa 1325 tentang kaum perempuan, perdamaian dan keamanan, dan Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa 1612 tentang anak-anak dalam konflik bersenjata, Menyambut baik langkah-langkah lebih lanjut yang diambil pada tingkat nasional, regional dan global pada tahun-tahun belakangan ini, yang dimaksudkan melarang, membatasi atau pun menangguhkan penggunaan, penumpukan, produksi dan pemindahan munisi tandan, Menekankan peran kesadaran masyarakat dalam upaya peningkatan asas-asas kemanusiaan seperti yang dibuktikan oleh seruan global bagi diakhirinya penderitaan para penduduk sipil karena munisi tandan, dan mengenali berbagai usaha sejauh ini, yang dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, Komite Palang

3 Merah Internasional (ICRC), Koalisi Munisi Tandan (CMC) dan banyak organisasi non pemerintah lainnya di seluruh dunia, Menegaskan kembali Deklarasi Konferensi Oslo tentang Munisi Tandan, di mana, antara lain, negara-negara mengakui adanya dampak yang parah dari penggunaan munisi tandan dan mereka bersiteguh untuk mengesahkan pada tahun 2008 sebuah instrumen yang mengikat secara hukum, yang akan melarang penggunaan, produksi, pemindahan dan penumpukan munisi tandan yang menyebabkan akibat buruk bagi penduduk sipil, dan akan menetapkan satu kerangka kerja bagi kerjasama dan bantuan, yang menjamin penyediaan secukupnya perawatan dan rehabilitasi para korban, pembersihan (dari ranjau) daerah-daerah yang terkontaminsai, pendidikan tentang pengurangan risiko serta pemusnahan simpanan senjata,. Menegaskan adanya keinginan agar Negara-negara semakin patuh pada Konvensi ini, dan bertekad untuk bekerja keras bagi peningkatan upaya universialisasinya serta pelaksanaannya secara penuh, Mendasarkan diri mereka pada asas-asas dan aturan-aturan hukum kemanusiaan internasional, khususnya asas bahwa hak-hak dari para pihak dalam sebuah konflik bersenjata untuk memilih cara mau pun sarana dalam perang tidak terbatas, dan aturan-aturan bahwa pihak-pihak dalam sebuah konflik harus selalu, kapan saja, membedakan antara masyarakat sipil dan pelaku perang serta antara obyek-obyek sipil dan sasaran-sasaran militer saja, bahwa dalam melancarkan operasi militer perhatian harus selalu diberikan kepada penduduk sipil, kaum sipil dan obyek-obyek sipil dan bahwa setiap unsur sipil tetap mendapatkan perlindungan umum terhadap bahaya yang muncul dari operasi militer, TELAH BERSEPAKAT seperti berikut ini : Pasal 1 Kewajiban umum dan ruang lingkup penerapannya 1. Setiap Negara Peserta Konvensi (State Party) jangan sampai, dalam kondisi apa pun (a) Menggunakan munisi tandan; (b) Mengembangkan, memproduksi, atau pun mendapatkan, menimbun, menyimpan atau mengalihkan kepada siapa saja, langsung atau tak langsung, munisi tandan; (c) Membantu, mendorong atau membujuk siapa pun untuk melakukan kegiatan yang dilarang negara Peserta Konvensi ini. 2. Paragraf 1 Pasal ini berlaku, mutatis mutandis (dengan perubahan dimana diperlukan), pada bom-bom kecil (bomblets) yang secara khusus dirancang ditebarkan dan dilepas dari piranti penebar yang ditempelkan pada pesawat terbang. 3. Konvensi ini tidak berlaku pada ranjau.

4 Pasal 2 Definisi Untuk maksud dari Konvensi ini: 1. Korban munisi tandan berarti semua orang yang terbunuh atau menderita cedera fisik mau pun kejiwaan, kerugian ekonomi, marjinalisasi sosial atau kurangnya kemampuan secara substansial untuk melaksanakan hak-hak mereka lantaran penggunaan munisi tandan. Termasuk di dalamnya adalah mereka yang terkena dampak 2. Munisi tandan berarti sebuah jenis senjata konvensional yang dirancang menebar atau melepaskan submunisi ledak yang berat masing-masingnya kurang dari 20 kilogram, dan juga submunisi itu. Arti tersebut tidak termasuk hal-hal berikut : (a) Munisi atau submunisi yang dirancang untuk mengeluarkan lidah api, asap, petasan atau bara sekam, atau sebuah senjata yang dirancang secara ekslusif untuk pertahanan udara; (b) Sebuah senjata atau submunisi yang dirancang untuk menghasilkan dampak listrik atau elektronik; (c) Sebuah senjata, yang karena dimaksudkan untuk menghindari dampak daerah yang tak pandang bulu serta resiko dari submunisi yang tidak meledak, memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (i) Setiap munisi berisi kurang dari sepuluh submunisi eksplosif; (ii) Setiap submunisi ledak beratnya tidak lebih dari empat kilogram ; (iii) Setiap submunisi ledak dirancang untuk mendeteksi dan menghadapi satu obyek sasaran; (iv) Setiap submunisi ledak dilengkapi dengan mekanisme penghancur-diri elektronik; (v) Setiap submunisi ledak dilengkapi dengan fitur deaktifasi-diri elektronik; 3. Submunisi ledak berarti sebuah senjata konvensional, yang agar mampu melakukan tugasnya, ditebar atau dilepas oleh sebuah munisi tandan dan dirancang untuk berfungsi dengan memicu sebuah alat peledak sebelum, pada saat atau sesudah hantamannya; 4. Munisi tandan gagal berarti sebuah munisi tandan yang telah ditembakkan, dijatuhkan, diluncurkan, diarahkan atau dihidupkan dan yang seyogyanya menebarkan atau melepaskan submunisi-submunisi ledaknya, tetapi tidak berfungsi; 5. Submunisi tak meledak berarti sebuah submunisi ledak, yang telah ditebar atau dilepas oleh, atau dipisahkan dari, sebuah munisi tandan dan tidak meledak seperti yang diharapkan; 6. Munisi tandan tertinggal berarti munisi tandan atau submunisi ledak yang telah tidak digunakan dan ditinggalkan atau dibuang, dan tidak lagi menjadi barang milik pihak, yang meninggalkan atau membuangnya. Senjata-senjata tersebut mungkin atau mungkin tidak disediakan untuk digunakan;

5 7. Sisa-sisa munisi tandan berarti munisi tandan yang gagal, munisi tandan yang ditinggalkan, submunisi yang tak meledak dan bom-bom kecil tak meledak; 8. Pemindahan mencakup selain pemindahan secara fisik senjata-senjata ke dalam atau dari wilayah negara, juga pengalihan kepemilikan dan penguasaan atas senjata-munisi tandan, tetapi tidak mencakup pengalihan kawasan yang mengandung sisa-sisa munisi tandan; 9. Mekanisme penghancur-diri berarti sebuah mekanisme yang berfungsi secara otomatik yang digabung, yang juga merupakan sebuah mekanisme awal primer dari senjata, dan yang memastikan penghancuran senjata, ke dalam mana mekanisme tersebut digabungkan; 10. De-aktivasi diri berarti secara otomatik mengembalikan senjata ke posisi tidak bisa dioperasikan dengan cara pelumpuhan tetap sebuah komponen, seperti batere/aki, yang vital bagi beroperasinya sebuah senjata 11. Daerah terkontaminasi munisi tandan berarti sebuah daerah yang diketahui atau dicurigai bersisi sisa-sisa munisi tandan; 12. Ranjau berarti sebuah senjata yang dirancang untuk diletakkan di bawah, di atas atau dekat tanah atau permukaan lainnya dan diledakkan lewat kehadiran, kedekatan atau kontak dengan seorang manusia atau kendaraan; 13. Bom ledak kecil berarti sebuah senjata konvensional yang beratnya kurang dari 20 kilogram, yang tidak digerakkan dirinya sendiri dan yang, agar mampu menjalankan tugasnya, ditebar atau dilepas oleh sebuah alat penebar, dan dirancang untuk berfungsi dengan memicu alat peledak sebelum, pada saat atau sesudah hantamannya; 14. Penebar berarti sebuah tempat (kontainer) yang dirancang untuk menebar dan melepaskan bom-bom ledak dan yang ditempelkan pada pesawat terbang pada waktu mereka ditebar atau dilepaskan; 15. Bom kecil tak meledak berarti bom kecil ledak yang telah ditebar, dilepas atau pun dipisahkan dari sebuah penebar dan tidak berhasil meledak seperti yang diharapkan. Pasal 3 Penyimpanan dan pemusnahan simpanan 1. Setiap Negara Peserta harus, sesuai dengan peraturan nasionalnya, memisahkan semua munisi tandan yang ada di bawah yurisdiksinya dan penguasaannya dari senjata-senjata yang dipertahankan keberadaannya untuk penggunaan operasional dan menandai mereka untuk maksud-maksud pemusnahannya.

6 2. Setiap Negara Peserta berusaha memusnahkan atau memastikan pemusnahan semua munisi tandan yang dimaksud dalam paragraf 1 dari Pasal ini sesegera mungkin, tetapi tidak lebih dari delapan tahun setelah pemberlakuan Konvensi ini untuk Negara Peserta tersebut. Setiap Negara Peserta berusaha memastikan bahwa metoda-metoda pemusnahannya sesuai dengan standar internasional yang bisa diterapkan untuk melindungi kesehatan masyarakat dan lingkungan. 3. Jika sebuah Negara Peserta beranggapan dirinya tidak bisa memusnahkan atau memastikan pemusnahan semua munisi tandan seperti yang dimaksud pada paragraf 1 Pasal ini dalam waktu delapan tahun semenjak diberlakukannya Konvensi ini untuk Negara Peserta tersebut, Negara itu dimungkinkan untuk mengajukan permohonan kepada Pertemuan Negara-negara Peserta atau sebuah Konferensi Peninjauan bagi ditundanya batas waktu akhir diselesaikannya pemusnahan munisi tandan sampai kurun empat tahun. Sebuah Negara Peserta, dalam kondisi luar biasa, dapat meminta perpanjangan waktu hingga empat tahun. Perpanjangan yang dimintakan tidak boleh melebihi jumlah tahun yang memang sangat diperlukan agar Negara Peserta tersebut bisa menuntaskan kewajibannya sesuai dengan paragraf 2 Pasal ini. 4. Setiap permohonan perpanjangan harus memaparkan: (a) Lamanya waktu perpanjangan yang diusulkan; (b) Penjelasan terinci tentang perpanjangan yang diusulkan, termasuk sarana finansial dan teknis yang tersedia atau dibutuhkan oleh Negara Peserta itu untuk pemusnahan semua munisi tandan yang dimaksudkan dalam paragraf 1 Pasal ini, dan, di mana pun bisa diterapkan, hal-hal luar biasa yang menjadi alasannya; (c) Sebuah rencana tentang bagaimana dan bilamana pemusnahan simpanan munisi tandan akan selesai ; (d) Jumlah dan jenis munisi tandan dan submunisi ledak yang dimiliki pada saat diberlakukannya Konvensi untuk Negara Peserta tersebut serta semua munisi tandan atau submunisi ledak lainnya yang ditemukan setelah pemberlakukan itu; (e) Jumlah dan jenis munisi tandan dan submunisi ledak yang dimusnahkan selama kurun waktu seperti dimaksud dalam paragraf 2 Pasal ini; dan (f) Jumlah dan jenis munisi tandan dan submunisi ledak yang masih harus dimusnahkan selama perpanjangan waktu yang diusulkan dan laju pemusnahan tahunan yang diharapkan akan dicapai. 5. Pertemuan Negara-negara Peserta atau Konferensi Peninjauan dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang disebutkan paragraf 4 Pasal ini, harus mengkaji permintaan tersebut dan memutuskan lewat suara terbanyak Negaranegara Peserta yang hadir dan memberikan suara tentang dikabulkannya atau ditolaknya permohonan perpanjanagn tersebut. Negara-negara Peserta mungkin menyetujui perpanjangan yang lebih singkat daripada yang dimintakan serta mengusulkan dibuatnya patokan-patokan penanda bagi perpanjangan tersebut sepantasnya. Sebuah permintaan perpanjangan harus diserahkan selambatlambatnya sembilan bulan menjelang Pertemuan Negara-negara Peserta atau Konferensi Peninjauan tempat permohonan itu dibahas.

7 6. Biarpun sudah ada Pasal 1 Konvensi ini, tindakan untuk tetap menyimpan sejumlah munisi tandan dan submunisi ledak untuk pengembangan dan pelatihan teknik-teknik deteksi, pembersihan atau pemusnahan munisi tandan dan sub-munisi tandan, atau untuk pengembangan langkah-langkah perlawanan terhadap munisi tandan, diperbolehkan. Jumlah submunisi ledak yang tetap disimpan atau diperoleh tidak boleh melebihi jumlah minimum yang mutlak dibutuhkan untuk maksudmaksud tersebut. 7. Walau pun sudah ada Pasal 1 Konvensi ini, pemindahan munisi tandan ke sebuah Negara Peserta lainnya dengan maksud untuk dimusnahkan dan juga maksud-maksud lain yang disebutkan pada paragraf 6 Pasal ini diperbolehkan. 8. Negara-negara Peserta yang menyimpan, mendapatkan atau memindahkan senjata-munisi tandan atau submunisi ledak untuk maksud-maksud yang disebutkan pada paragraf 6 dan 7 Pasal ini harus menyerahkan laporan terinci tentang penggunaan yang direncanakan dan penggunaan sesungguhnya dari senjata-munisi tandan dan submunisi ledak, dengan jenis, banyaknya serta nomor-nomor serinya. Kalau munisi tandan atau submunisi ledak dipindahkan ke sebuah Negara Peserta lain untuk maksud-maksud tersebut, laporannya harus juga mencakup penyebutan pihak (Negara) penerimanya. Laporan sedemikian ini harus disiapkan setiap tahun selama Negara Peserta itu tetap menyimpan, mendapatkan atau mengalihkan senjata-munisi tandan atau submunisi ledak dan harus diserahkan kepada Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya.. Pasal 4 Pembersihan dan pemusnahan sisa-sisa munisi tandan dan pendidikan pengurangan risiko 1. Setiap Negara Peserta berupaya untuk membersihkan dan memusnahkan atau memastikan pembersihan dan pemusnahan sisa-sisa munisi tandan yang terdapat di dalam daerah-daerah yang terkontaminasi munisi tandan di dalam wilayah kuasanya atau dalam penguasaannya, sebagai berikut: (a) Di mana sisa-sisa munisi tandan terdapat di daerah-daerah yang berada dalam yurisdiksinya atau kuasanya pada hari Konvensi ini mulai diberlakukan di Negara Peserta itu, pembersihan dan pemusnahannya harus diselesaikan sesegera mungkin tetapi tidak lebih dari sepuluh tahun setelah tanggal tersebut; (b) Di mana, setelah mulai diberlakukannya Konvensi di Negara Peserta ini, munisi tandan telah menjadi sisa-sisa munisi tandan yang terletak di daerahdaerah dalam yurisdiksinya atau kuasanya, pembersihan dan pemusnahannya harus diselesaikan sesegera mungkin tetapi tidak lebih dari sepuluh tahun setelah akhir permusuhan yang aktif, ketika munisi tandan semacam itu menjadi sisa-sisa munisi tandan; (c) Setelah memenuhi kewajiban-kewajibannya seperti yang dipaparkan pada sub-paragraf (a) dan sub-paragraf (b) dari paragraf ini, Negara Peserta tersebut harus membuat pernyataan kepatuhan pada Pertemuan Negaranegara Peserta berikutnya.

8 2. Dalam tindakan untuk memenuhi kewajibannya sesuai paragraf 1 Pasal ini, setiap Negara Peserta harus mengambil langkah-langkah berikut ini sesegera mungkin, dengan mempertimbangkan hal-hal yang dicantumkan pada Pasal 1 Konvensi ini, yang berkenaan dengan kerjasama dan bantuan: (a) Mensurvei, mengkaji dan mencatat ancaman yang ditimbulkan oleh sisa-sisa munisi tandan, dengan melakukan segala upaya untuk mengidentifikasi semua daerah yang terkontaminasi munisi tandan di dalam yurisdiksi atau kuasanya (b) Mengkaji dan memprioritaskan kebutuhan-kebutuhan dalam arti penandaan, perlindungan kaum sipil, pembersihan dan pemusnahan, dan mengambil langkah-langkah untuk menggalang berbagai sumber dan mengembangkan sebuah rencana nasional untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut, membangun di mana dianggap perlu dan pantas di bangunan-bangunan yang masih ada, pengalaman serta metodologi (c) Mengambil semua langkah yang dapat dilakukan untuk memastikan, bahwa semua daerah yang tercemari munisi tandan di dalam yurisdiksi atau kuasanya diberi tanda-tanda batas, dipantau dan dilindungi dengan pagar atau alat lainnya untuk memastikan penduduk sipil secara efektif benar-benar tidak memasukinya. Tanda-tanda peringatan yang didasarkan pada metodemetode penandaan yang mudah dikenali oleh masyarakat yang terkena dampaknya harus digunakan dalam pemasangan tanda-tanda daerah yang diperkirakan berbahaya. Tanda-tanda dan penanda batas kawasan berbahaya sejauh mungkin harus mudah dilihat, dibaca, tahan lama dan tahan terhadap dampak lingkungan serta dengan jelas memberikan tengara sisi mana dari batas-batas yang diberi tanda itu yang ada di dalam kawasan tercemari munisi tandan dan sisi mana yang dianggap aman; (d) Membersihkan dan memusnahkan semua sisa munisi tandan yang terletak di daerah-daerah dalam yursidiksi atau kuasanya; dan (e) Menyelenggarakan pendidikan pengurangan risiko untuk menyadarkan penduduk sipil yang tinggal di dalam atau sekitar daerah-daerah yang tercemari munisi tandan tentang risiko dari adanya sisa-sisa itu. 3. Ketika melakukan kegiatan yang disebutkan pada paragraf 2 Pasal ini, setiap Negara Peserta harus tetap memperhitungkan standar-standar internasional termasuk Standar Aksi Ranjau Internasional (IMAS). 4. Paragraf ini berlaku pada kasus-kasus di mana munisi tandan telah digunakan atau ditinggalkan oleh sebuah Negara Peserta sebelum mulai diberlakukannya Konvensi ini ke Negara Peserta tersebut dan telah menjadi sisa-sisa munisi tandan yang terletak di daerah-daerah dalam yurisdiksi atau kuasa sebuah Negara Peserta lainnya pada saat mulai diberlakukannya Konvensi ini ke Negara Peserta lainnya itu. (a) Pada kasus-kasus sedemikian ini, pada saat diberlakukannya Konvensi ini ke kedua Negara Peserta tersebut, Negara Peserta yang terdahulu sangat diseyogyakan untuk menyediakan, antara lain, bantuan teknis, keuangan, material dan sumber daya manusia ke Negara Peserta yang belakangan, baik secara bilateral mau pun melalui pihak ketiga yang disepakati, termasuk lewat sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa atau pun badan-badan terkait

9 lainnya, untuk memfasilitasi penandaan, pembersihan dan pemusnahan sisasisa munisi tandan sedemikian itu. (b) Bantuan sedemikian itu harus mencakup, sejauh ada, informasi tentang jenis dan jumlah munisi tandan yang digunakan, lokasi-lokasi tepatnya dari serangan-serangan munisi tandan dan daerah-daerah di mana sisa-sisa munisi tandan diketahui telah ditempatkan. 5. Jika sebuah Negara Peserta beranggapan dirinya tidak akan mampu membersihkan dan memusnahkan atau memastikan pembersihan dan pemusnahan semua sisa munisi tandan seperti yang disebutkan pada paragraf 1 Pasal ini dalam waktu sepuluh tahun semenjak diberlakukannya Konvensi ini pada Negara Peserta itu, Negara tersebut bisa mengajukan permohonan kepada Pertemuan Negaranegara Peserta atau Konferensi Peninjauan bagi perpanjangan batas waktu untuk menyelesaikan pembersihan dan pemusnahan sisa-sisa munisi tandan sedemikian itu sampai selama-lamanya lima tahun. Perpanjangan yang dimintakan tidak boleh melebihi jumlah tahun yang memang dibutuhkan agar Negara Peserta tersebut bisa menyelesaikan kewajibannya sesuai dengan paragraf 1 Pasal ini.. 6. Permohonan perpanjangan harus diserahkan kepada Pertemuan Negara-negara Peserta atau Konferensi Peninjauan sebelum berakhirnya rentang waktu yang disebutkan dalam paragraf 1 Pasal ini untuk Negara Peserta tersebut. Setiap permohonan harus diserahkan sekurang-kurangnya sembilan bulan sebelum Pertemuan Negara-negara Peserta atau Konferensi Peninjauan. Setiap permohonan harus memaparkan : (a) Lamanya perpanjangan yang dimintakan; (b) Penjelasan terinci mengenai alasan-alasan permintaan perpanjangan waktu, termasuk sarana-sarana keuangan dan teknis yang ada dan dibutuhkan oleh Negara Peserta terkait bagi pembersihan dan pemusnahan semua sisa munisi tandan selama waktu perpanjangan yang diusulkan; (c) Persiapan pekerjaan ke depan dan status pekerjaan yang telah dilakukan sesuai dengan program pembersihan dan upaya pembebasan dari ranjau selama sepuluh tahun pertama seperti disebutkan pada paragraf 1 Pasal ini serta perpanjanganperpanjangan yang berikutnya; (d) Luasnya daerah yang mengandung sisa-sisa munisi tandan pada saat diberlakukannya Konvensi ini pada Negara Peserta dimaksud dan daerahdaerah lainnya yang mana pun yang mengandung sisa-sisa munisi tandan yang ditemukan setelah diberlakukannya Konvensi tersebut; (e) Luasnya daerah yang mengandung sisa-sisa munisi tandan yang sudah dibersihkan sejak diberlakukannya Konvensi ini; (f) Luasnya daerah yang mengandung sisa-sisa munisi tandan yang masih belum dibersihkan selama perpanjangan yang dimintakan; (g) Kondisi yang menghalangi kemampuan Negara Peserta untuk memusnahkan semua sisa munisi tandan yang terletak di daerah-daerah dalam yurisdiksi atau kuasanya selama masa sepuluh tahun awal seperti disebutkan pada paragraf 1 Pasal ini, dan kondisi yang mungkin menghalangi kemampuan ini selama perpanjangan waktu yang dimintakan; (h) Implikasi kemanusian, sosial, ekonomi dan lingkungan dari perpanjangan yang diusulkan; dan

10 (i) Informasi lain mana pun yang berhubungan dengan permohonan perpanjangan waktu yang diusulkan. 7. Pertemuan Negara-negara Peserta atau Konferensi Peninjauan, dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang disebutkan dalam paragraf 6 Pasal ini, termasuk antara lain jumlah sisa-sisa munisi tandan yang dilaporkan, harus mengkaji permohonan dan memutuskan dengan suara mayoritas Negara-negara Peserta yang hadir dan memberikan suara untuk menyetujui atau tidak permintaan perpanjangan tersebut. Negara-negara Peserta bisa saja memutuskan untuk mengabulkan perpanjangan waktu yang lebih pendek daripada yang dimintakan dan mengusulkan patokan-patokan untuk perpanjangan itu sepantasnya 8. Perpanjangan sedemikian itu bisa diperbarui sampai lima tahun setelah penyerahan permohonan baru, sesuai dengan paragraf 5, 6 dan 7 dari Pasal ini. Dalam meminta perpanjangan lebih lanjut, sebuah Negara Peserta harus menyerahkan informasi tambahan yang relevan mengenai apa yang sudah dilakukan selama perpanjangan sebelumnya yang diberikan sesuai dengan Pasal ini. Pasal 5 Bantuan bagi korban 1. Setiap Negara Peserta, dalam hal yang berkenaan dengan para korban munisi tandan di daerah-daerah di dalam yurisdiksi atau kuasanya, harus sesuai dengan hukum kemanusiaan dan hak-hak asasi manusia internasional secara cukup menyediakan bantuan yang bersifat peka usia dan gender, termasuk perawatan medis, rehabilitasi dan dukungan psikologis dan juga membantu mereka diterima secara sosial dan ekonomi. Setiap Negara Peserta harus berusaha sebisa-bisanya untuk mengumpulkan data terkait yang terpercaya berkenaan dengan para korban munisi tandan.. 2. Ketika melaksanakan kewajibannya sesuai dengan paragraf 1 Pasal ini, setiap Negara Peserta harus : (a) Mengkaji kebutuhan-kebutuhan para korban munisi tandan; (b) Mengembangkan, melaksanakan dan memberlakukan semua undangundang dan kebijakan negara; (c) Mengembangkan sebuah rencana dan pembelajaan nasional, termasuk kerangka waktu untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan ini dengan pandangan ke depan untuk menyatukan mereka ke dalam ketidakmampuan nasional (national disability) yang ada, kerangka kerja pembangunan dan mekanisme pembangunan dan hak asasi manusia dengan tetap menghormati peran khusus dan darmabakti para pelaku yang terkait; (d) Melakukan langkah-langkah untuk mengerahkan sumber-sumber nasional dan internasional; (e) Tidak membeda-bedakan di antara para korban munisi tandan sendiri, di antara mereka dan orang-orang lain yang mengalami cedera atau menjadi penyandang cacat karena sebab-sebab yang lain; perbedaan dalam

11 perlakuan harus hanya didasarkan pada kebutuhan medis, rehabilitasi, psikologis atau pun sosio-ekonomi; (f) Berkonsultasi secara dekat dengan dan secara aktif melibatkan para korban munisi tandan dan organisasi-organisasi yang mewakili mereka; (g) Menunjuk satu titik fokus dalam pemerintah untuk koordinasi dalam hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan Pasal ini; dan (h) Berusaha keras menggabungkan garis-garis besar dan pelaksanaan yang baik, di antaranya bidang-bidang perawatan medis, dukungan rehabilitasi dan psikologis, dan juga penerimaan sosial dan ekonomi. Pasal 6 Bantuan dan kerjasama internasional 1. Dalam usaha memenuhi kewajibannya menurut Konvensi ini, setiap Negara Peserta mempunyai hak untuk mencari dan menerima bantuan. 2. Setiap Negara Peserta yang dalam posisi melakukan hal itu harus menyediakan bantuan teknis, material dan keuangan kepada Negara-negara Peserta yang terkena dampak munisi tandan, dengan tujuan agar kewajiban-kewajiban dari Konvensi ini dilaksanakan. Bantuan sedemikian itu mungkin disediakan, antara lain, lewat sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa, badan-badan internasional, regional atau nasional, atau atas dasar bilateral. 3. Setiap Negara Peserta berusaha untuk memfasilitasi dan berhak untuk berpartisipasi dalam keilmuan dan teknologi yang berkenaan dengan pelaksanaan Konvensi ini. Negara-negara Peserta dilarang melakukan pembatasan-pembatasan yang tidak wajar terhadap pengadaan ataupun penerimaan perlengkapan pembersihan atau sejenisnya dan informasi teknologi yang terkait untuk maksudmaksud kemanusiaan 4. Selain kewajiban-kewajiban yang mungkin dipikulnya sesuai dengan paragraf 4 Pasal 4 dari Konvensi ini, setiap Negara Peserta yang dalam posisi melakukannya harus menyediakan bantuan bagi pembersihan dan pemusnahan sisa-sisa munisi tandan dan informasi tentang berbagai sarana dan teknologi yang berkaitan dengan pembersihan dan pemusnahan, dan juga daftar para pakar, agensi-agensi pakar atau pusat-pusat kontak nasional tentang pembersihan dan pemusnahan sisa-sisa munisi tandan dan kegiatan-kegiatan yang terkait. 5. Setiap Negara Peserta yang dalam posisi melakukan hal itu harus menyediakan bantuan bagi pemusnahan senjata-munisi tandan yang tersimpan, dan juga harus menyediakan bantuan untuk mengidentifikasi, mengkaji dan memprioritaskan kebutuhan serta langkah-langkah praktis dalam arti penandaan, pendidikan pengurangan resiko, perlindungan kaum sipil dan pembersihan serta pemusnahan seperti yang tercantum dalam Pasal 4 Konvensi ini. 6. Dimana setelah diberlakukannya Konvensi ini, munisi tandan telah menjadi sisasisa munisi tandan yang terletak di daerah-daerah di bawah yurisdiksi atau kuasa sebuah Negara Peserta, setiap Negara Peserta yang dalam posisi melakukannya

12 harus dengan mendesak menyediakan bantuan darurat kepada Negara Peserta yang terkena dampak. 7. Setiap Negara Peserta yang dalam posisi melakukan hal tersebut harus menyediakan bantuan bagi pelaksanaan kewajiban-kewajiban yang disebutkan pada Pasal 5 Konvensi ini untuk secukupnya menyediakan bantuan yang bersifat peka usia dan gender termasuk perawatan medis, dukungan rehabilitasi dan psikologis, dan juga menyediakan bantuan untuk penerimaan sosial ekonomi para korban munisi tandan. Bantuan sedemikian itu bisa diberikan, antara lain, lewat sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa, organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga internasional, regional mau pun nasional, Komite Internasional Palang Merah (ICRC), Palang Merah setempat dan Masyarakat Bulan Sabit Merah dan Federasi Internasional mereka, lembaga-lembaga sosial masyarakat (LSM) atau atas dasar bilateral. 8. Setiap Negara Peserta yang dalam posisi melakukannya harus menyediakan bantuan untuk ikut serta dalam pemulihan ekonomi dan sosial sebagai akibat dari digunakannya munisi tandan di Negara-negara Peserta yang terkena dampaknya. 9. Setiap Negara Peserta yang dalam posisi melakukannya bisa memberikan sumbangannya ke badan yang dipercaya yang terkait untuk memfasilitasi pemberian bantuan susuai dengan Pasal ini. 10. Setiap Negara Peserta yang mencari maupun menerima bantuan harus mengambil langkah-langkah sewajarnya untuk memfasilitasi pelaksanaan yang efektif dan tepat waktu atas Konvensi ini, termasuk pemberian fasilitas bagi masuk mau pun keluarnya para tenaga, material dan perlengkapan lewat cara yang selaras dengan undang-undang dan peraturan nasional, dengan mempertimbangkan praktik-praktik internasional yang baik. 11. Setiap Negara Peserta dimungkinkan, dengan maksud mengembangkan sebuah rencana aksi nasional, meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa, organisasi-organisasi regional, Negara-negara Peserta lainnya atau pun lembaga-lembaga antarpemerintah atau non-pemerintah untuk membantu penguasa mereka dalam menentukan, antara lain : (a) Sifat-sifat dan besaran sisa-sisa munisi tandan yang terletak di daerahdaerah yang berada dalam yurisdiksi atau kuasanya; (b) Sumber-sumber keuangan, teknologi dan manusia yang dibutuhkan dalam pelaksanaan rencana tersebut; (c) Masa yang diperkirakan diperlukan untuk membersihkan dan memusnahkan semua sisa munisi tandan yang terletak di daerah-daerah yang berada dalam yurisdiksi atau kuasanya; (d) Program-program pendidikan pengurangan resiko dan kegiatan-kegiatan peningkatan kesadaran untuk memperkecil kasus-kasus cedera atau kematian yang disebabkan oleh sisa-sisa munisi tandan; (e) Bantuan untuk para korban munisi tandan; dan (f) Hubungan koordinasi antara pemerintah dari Negara Peserta terkait dan badan-badan pemerintah, antar-pemerintah atau pun non-pemerintah yang akan bekerja dalam pelaksanaan rencana tersebut.

13 12. Negara-negara Peserta yang memberi dan menerima bantuan sesuai dengan apa yang dipaparkan pada Pasal ini harus bekerjasama dengan maksud untuk memastikan pelaksanaan secara penuh dan cepat dari program-program bantuan yang telah disepakati. Pasal 7 Langkah-langkah transparan 1. Setiap Negara Peserta harus melaporkan ke Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa secepat bisa dilaksanakan, dan dalam keadaan apa pun tidak lebih dari 180 hari setelah diberlakukannya Konvensi ini pada Negara Peserta itu, tentang: (a) Langkah-langkah pelaksanaan nasional seperti tersebut pada Pasal 9 Konvensi ini; (b) Jumlah keseluruhan munisi tandan, termasuk submunisi ledak, seperti yang disebutkan pada paragraf 1 Pasal 3 Konvensi ini, yang mencakup rincian dari jenis, jumlah dan, jika mungkin, nomor seri dari setiap jenisnya. (c) Ciri-ciri teknis dari masing-masing jenis munisi tandan yang diproduksi oleh Negara Peserta itu sebelum diberlakukannya Konvensi ini pada Negara tersebut, sampai pada titik yang diketahui, dan senjata-munisi tandan yang pada saat tersebut dimiliki atau menjadi haknya, dengan kalau cukup masuk akal kategori-kategori informasi sejauh yang mungkin bisa memudahkan identifikasi dan pembersihan munisi tandan; setidak-tidaknya, informasi ini harus mencakup dimensi, sumbu pemicunya, konten eksplosif, konten metalik, foto-foto warna dan informasi lainnya yang bisa memudahkan pembersihan sisa-sisa munisi tandan; (d) Status dan kemajuan dari program-program untuk pengkonversian dan pembongkaran fasilitas produksi senjata-munisi tandan; (e) Status dan kemajuan dari program-program untuk pemusnahan sesuai dengan Pasal 3 Konvensi ini senjata-munisi tandan, termasuk submunisi ledak, dengan rincian metoda pemusnahannya, lokasi semua tempat pemusnahan dan standar keamanan dan lingkungan yang bisa diterapkan, yang harus diikutinya; (f) Jenis dan jumlah munisi tandan, termasuk submunisi ledak, yang dimusnahkan sesuai dengan Pasal 3 Konvensi ini, termasuk rincian metoda pemusnahan yang digunakan, lokasi tempat-tempat pemusnahan dan standar keamanan dan lingkungan yang diikutinya; (g) Simpanan munisi tandan, termasuk submunisi ledak, yang ditemukan setelah selesainya program, yang dilaporkan, yang disebut pada sub-paragraf (e) dari paragraf ini dan rencana-rencana pemusnahannya menurut Pasal 3 Konvensi ini; (h) Sampai pada titik tertentu yang dimungkinkan, ukuran dan lokasi semua daerah yang tercemari munisi tandan dalam yurisdiksi atau kuasanya, mencakup sebanyak mungkin rincian tentang jenis dan jumlah masingmasing jenis sisa munisi tandan di setiap daerah itu dan kapan mereka itu digunakan; (i) Status dan kemajuan dari program-program untuk pembersihan dan pemusnahan semua jenis dan jumlah sisa-sisa munisi tandan yang

14 dibersihkan dan dimusnahkan sesuai dengan Pasal 4 Konvensi ini, termasuk ukuran dan lokasi daerah yang tercemari munisi tandan dan rincian jumlah dari masing-masing jenis sisa munisi tandan yang dibersihkan dan dimusnahkan; (j) Langkah-langkah yang diambil untuk mengadakan pendidikan pengurangan risiko dan, khususnya, peringatan seketika yang yang efektif kepada penduduk sipil yang tinggal di daerah-daerah yang tercemari munisi tandan di dalam yurisdiksi atau kuasanya; (k) Status dan kemajuan dari pelaksanaan kewajiban-kewajiban sesuai dengan Pasal 5 Konvensi ini untuk secara cukup menyediakan bantuan yang peka usia dan gender, termasuk perawatan medis, dukungan rehabilitasi dan psikologi, dan juga menyediakan bantuan untuk penerimaan para korban munisi tandan serta mengumpulkan data terkait yang terpercaya berkenaan dengan korban-korban munisi tandan; (l) Rincian nama dan kontak dari lembaga-lembaga yang diberi mandat untuk menyediakan informasi dan melaksanakan tindakan-tindakan yang diterangkan dalam paragraf ini; (m) Jumlah sumber-sumber nasional, termasuk keuangan dan material atau halhal serupa yang disisihkan untuk pelaksanaan Pasal-pasal 3, 4 dan 5 Konvensi ini; dan (n) Jumlah, jenis dan tujuan dari kerjasama dan bantuan internasional yang disediakan sesuai dengan Pasal 6 Konvensi ini. 2. Informasi yang disediakan sesuai dengan paragraf 1 Pasal ini harus diperbarui oleh Negara-negara Peserta setiap tahun dengan mencakup tahun kalender sebelumnya, dan dilaporkan ke Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak lebih dari tanggal 30 April setiap tahun. 3. Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa harus meneruskan semua laporan yang diterimanya itu ke semua Negara Peserta. Pasal 8 Fasilitasi dan klarifikasi kepatuhan 1. Negara-negara Peserta sepakat untuk saling bermusyawarah dan bekerjasama sehubungan dengan pelaksanaan hal-hal yang disebutkan Konvensi dan bekerja bersama-sama dengan semangat kerjasama untuk memudahkan kepatuhan Negara-negara Peserta melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka seturut Konvensi ini. 2. Jika satu atau lebih Negara Peserta ingin mengklarifikasi dan berusaha menyelesaikan soal-soal yang berhubungan dengan masalah kepatuhan untuk melaksanakan hal-hal yang disebutkan dalam Konvensi ini oleh sebuah Negara Pesertalainnya, Negara tersebut bisa menyerahkan, lewat Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa, sebuah Permohonan untuk Klarifikasi tentang hal tersebut kepada Negara Peserta itu. Permohonan semacam itu harus disertai informasi yang sepantasnya. Setiap Negara Peserta harus menahan diri dari Permohonan untuk Klarifikasi yang tidak berdasar, dengan waspada demi menghindari pemelencengan. Sebuah Negara Peserta yang menerima sebuah

15 Permohonan untuk Klarifikasi harus menyediakan, lewat Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa, semua informasi yang akan membantu dalam upaya klarifikasi masalah tersebut, dalam tempo 28 hari. 3. Jika Negara Peserta yang memohon tidak menerima jawaban lewat Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam tenggang waktu tersebut, atau menganggap jawaban terhadap Permohonon untuk Klarifikasi itu tidak memuaskan, Negara tersebut bisa menyerahkan masalah itu lewat Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa ke Pertemuan Negara-negara Peserta yang berikutnya. Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa harus meneruskan penyerahan permohonan itu, disertai dengan informasi yang sepantasnya berkenaan dengan Permohonan untuk Klarifikasi itu, ke semua Negara Peserta. Kesemua informasi sedemikian itu harus berhak memperoleh tanggapan. 4. Menunggu digelarnya Pertemuan Negara-negara Peserta, Negara-negara Peserta yang terkait bisa meminta Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa untuk memberikan jasa baiknya guna memfasilitasi klarifikasi yang diminta. 5. Jika sebuah masalah sudah diserahkan kepadanya sesuai dengan paragraf 3 Pasal ini, Pertemuan Negara-negara Peserta pertama-tama harus menentukan apakah akan mempertimbangkan masalah itu lebih jauh lagi, dengan memperhitungkan semua informasi yang diserahkan oleh Negara-negara Peserta terkait. Kalau diputuskan begitu, Pertemuan Negara-negara Peserta bisa menyarankan kepada Negara-negara Peserta terkait cara-cara dan sarana lebih lanjut untuk mengklarifikasi dan menyelesaikan masalah yang dipertimbangkan itu, termasuk diterapkannya prosedur-prosedur yang sewajarnya selaras dengan hukum internasional. Dalam kondisi di mana pokok masalah yang ditangani ditentukan diakibatkan oleh kondisi sekeliling di luar kendali Negara Peserta yang dimintakan, Pertemuan Negara-negara Peserta mungkin saja menyarankan langkah-langkah secukupnya, termasuk penggunaan langkah-langkah kerjasama seperti yang dimaksudkan pada Pasal 6 Konvensi ini.. 6. Selain prosedur-prosedur yang disebutkan pada paragraf 2 sampai 5 dari Pasal ini, Pertemuan Negara-negara Peserta bisa memutuskan untuk mengadopsi prosedur-prosedur umum dan mekanisme yang khusus sedemikian itu untuk klarifikasi atau kepatuhan, termasuk fakta-fakta, dan penyelesaian atas contohcontoh ketidak patuhan terhadap hal-hal yang disebutkan dalam Konvensi sampai dianggapnya cukup pantas Pasal 9 Tindakan pelaksanaan nasional Setiap Negara Peserta harus mengambil semua langkah hukum, administratif dan lainnya yang wajar untuk melaksanakan Konvensi ini, termasuk penerapan sanksisanksi hukum guna mencegah atau menekan setiap kegiatan yang dilarang di Negara Peserta sesuai dengan Konvensi ini, yang dilakukan oleh orang-orang atau di wilayah yang berada dalam yurisdiksi atau kuasanya

16 Pasal 10 Penyelesaian sengketa 1. Ketika sengketa timbul di antara dua atau lebih Negara Peserta yang berkaitan dengan penafsiran atau penerapan Konvensi ini, Negara-negara Peserta terkait harus saling bermusyawarah dengan pandangan untuk penyelesaian yang cepat dari pertikaian itu melalui negosiasi atau sarana-sarana damai lainnya yang mereka tentukan, termasuk meminta perlindungan Pertemuan Negara-negara Peserta serta penyerahan masalah ke Mahkamah Agung Internasional (International Court of Justice) selaras dengan Aturan Mahkamah (Statute of the Court) 2. Pertemuan Negara-negara Peserta bisa ikut menyelesaikan sengketa tersebut dengan sarana apa saja yang dianggapnya pantas, termasuk menawarkan jasa baiknya, dengan menyerukan kepada Negara-negara Peserta terkait untuk memulai prosedur penyelesaian yang mereka pilih serta menyarankan satu batas-waktu untuk prosedur mana saja yang disepakati. Pasal 11 Pertemuan Negara-negara Peserta 1. Negara-negara Peserta harus bertemu secara tetap untuk mempertimbangkan, dan, dimana perlu, mengambil keputusan sehubungan dengan segala hal yang berkaitan dengan penerapan atau pelaksanaan Konvensi ini, antaralain: (a) Operasi dan status Konvensi ini; (b) Hal-hal yang timbul dari laporan-laporan yang diserahkan sesuai dengan aturan-aturan Konvensi ini; (c) Kerjasama dan bantuan internasional sesuai dengan Pasal 6 Konvensi ini; (d) Pengembangan teknologi untuk membersihkan sisa-sisa munisi tandan; (e) Penyerahan Negara-negara Peserta menurut Pasal-pasal 8 dan 10 Konvensi ini; dan (f) Penyerahan Negara-negara Peserta seperti yang diatur pada Pasal-pasal 3 dan 4 Konvensi ini. 2. Pertemuan Negara-negaraPeserta yang pertama harus diadakan oleh Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam tempo satu tahun sejak diberlakukannya Konvensi ini. Pertemuan-pertemuan berikutnya harus diselenggarakan oleh Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa setiap tahun sampai diadakannya Konferensi Peninjauan. 3. Negara-negara bukan peserta Konvensi ini, dan juga Perserikatan Bangsa- Bangsa, organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga, organisasi-organisasi regional, Komite Internasional Palang Merah, Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah dan lembaga-lembaga non-pemerintah yang relevan bisa diundang untuk hadir pada pertemuan-pertemuan itu sebagai peninjau sesuai dengan aturan-aturan prosedur yang disepakati.

17 Pasal 12 Konferensi Peninjauan 1. Sebuah Konferensi Peninjauan harus diselenggarakan oleh Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa lima tahun setelah diberlakukannya Konvensi ini. Konferensi-konferensi Peninjauan selanjutnya harus digelar oleh Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa kalau memang dimintakan oleh satu Negara Peserta atau lebih, seandainya selang waktu antara Konferensi-konferensi Peninjauan itu tidak lebih dari lima tahun dalam kondisi apa pun. Semua Negara Peserta Konvensi ini harus diundang ke setiap Konferensi Peninjauan. 2. Maksud dari Konferensi Peninjauan ini harus : (a) Untuk meninjau kembali operasi dan status Konvensi; (b) Untuk mempertimbangkan perlu-tidaknya dan selang waktu antara Pertemuan-pertemuan Negara-negara Peserta berikutnya, seperti yang dimaksud pada paragraf 2 Pasal 11 Konvensi ini; dan (c) Untuk membuat keputusan atas penyerahan Negara-negara Peserta seperti yang dipaparkan pada Pasal 3 dan 4 Konvensi ini. 3. Negara-negara bukan peserta Konvensi ini, dan juga Perserikatan Bangsa- Bangsa, organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga internasional lain, organisasiorganisasi regional, Komite Internasional Palang Merah (ICRC), Federasi Internasional Palang Merah (IFRC) dan Bulan Sabit Merah dan lembaga-lembaga non-pemerintah yang relevan bisa diundang untuk hadir pada setiap Konferensi Peninjauan sebagai peninjau sesuai dengan aturan-aturan prosedur yang disepakati. Pasal 13 Amandemen 1. Kapan pun setelah diberlakukannya Konvensi ini, setiap Negara Peserta bisa mengajukan amandemen atas Konvensi ini. Setiap usul amandemen harus dikomunikasikan ke Sekretaris Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang harus mengedarkannya ke semua Negara Peserta dan memintakan pandanganpandangan mereka mengenai apakah sebuah Konferensi Amendemen perlu diadakan untuk mempertimbangkan usulan tersebut. Kalau mayoritas Negaranegara Peserta memberitahu Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa tidak lebih dari 90 hari setelah diedarkannya usul amandemen, bahwa mereka mendukung pertimbangan lebih lanjut atas usulan tersebut, Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa harus menggelar Konferensi Amandemen dengan mengundang semua Negara Peserta. 2. Negara-negara bukan peserta Konvensi ini, dan juga Perserikatan Bangsa- Bangsa, organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga inetrnasional lain, organisasiorganisasi regional, Komite Internasional Palang Merah (ICRC), Federasi Internasional Palang Merah (IFRC) dan Bulan Sabit Merah dan lembaga-lembaga

18 non-pemerintah yang relevan bisa diundang untuk hadir pada setiap Konferensi Amandemen sebagai peninjau sesuai dengan aturan-aturan prosedur yang disepakati. 3. Konferensi Amandemen harus diadakan segera setelah Pertemuan Negaranegara Peserta atau Konferensi Peninjauan kecuali kalau mayoritas Negara-negara Peserta meminta agar konferensi ini diadakan lebih dini. 4. Setiap perubahan pada Konvensi ini harus diadopsi oleh mayoritas sejumlah duapertiga Negara-negara Peserta yang hadir dan memberikan suara pada Konferensi Amandemen. Pihak-pihak yang diberi tugas harus mengkomunikasikan setiap perubahan untuk diadopsi ke semua Negara Peserta. 5. Sebuah amandemen pada Konvensi ini harus diberlakukan ke Negara-negara Peserta yang telah menerima amandemen itu pada tanggal penyerahan pernyataan setuju oleh mayoritas Negara-negara yang menjadi peserta pada tanggal pengadopsian amandemen tersebut. Selanjutnya amandemen itu harus diberlakukan pada Negara Peserta mana pun yang tersisa pada tanggal pemasukan pernyataan persetujuannya. Pasal 14 Tugas-tugas pembiayaan dan administratif 1. Beaya Pertemuan-pertemuan Negara-negara Peserta, Konferensi-konferensi Peninjauan dan Konferensi-konferensi Amandemen harus dipikul oleh Negaranegara Peserta dan Negara-negara non-peserta Konvensi ini yang mereka ikuti ketika itu, sesuai dengan skala pengkajian Perserikatan Bangsa yang disesuaikan dengan sepantasnya. 2. Beaya yang dikeluarkan oleh Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa seperti tercantum pada Pasal 7 dan 8 Konvensi ini harus ditanggung oleh Negaranegara Peserta sesuai dengan skala pengkajian Perserikatan Bangsa-Bangsa yang disesuaikan dengan sepantasnya. 3. Kinerja Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam tugas-tugas administrasi yang dibebankan kepadanya seturut Konvensi ini tergantung pada mandat Perserikatan bangsa-bangsa. Pasal 15 Tandatangan Konvensi ini, yang diadakan di Dublin pada tanggal 30 Mei 2008, harus terbuka untuk ditandatangani di Oslo oleh semua Negara pada tanggal 3 Desember 2008 dan setelahnya di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York sampai pemberlakuannya.

19 Pasal 16 Ratifikasi, penerimaan, persetujuan atau pemasukan (aksesi) 1. Konvensi ini berlaku tergantung pada ratifikasi, penerimaan dan persetujuan oleh para Penandatangan. 2. Konvensi ini harus terbuka untuk dimasuki oleh semua Negara yang belum menandatangani Konvensi ini. 3. Instrumen ratifikasi, penerimaan, persetujuan atau pemasukan harus diserahkan untuk disimpan oleh pihak Penyimpan. Pasal 17 Pemberlakuan 1. Konvensi harus mulai diberlakukan pada hari pertama bulan ke-enam setelah bulan dalam mana instrument ketiga-puluh untuk ratifikasi, penerimaan, persetujuan atau pemasukan telah diserahkan untuk disimpan. 2. Untuk setiap Negara yang menyimpankan instrument ratifikasi, penerimaan, persetujuan atau pemasukan setelah tanggal penyerahan untuk disimpan instrumen ketiga-puluh dari ratifikasi, penerimaan, persetujuan dan pemasukan, Konvensi ini harus diberlakukan pada hari pertama bulan ke-enam setelah tanggal di mana Negara tersebut menyerahkan untuk disimpan instrumennya untuk ratifikasi, penerimaan, persetujuan atau pemasukan. Pasal 18 Penerapan Setiap Negara bisa pada saat yang sama dengan ratifikasi, penerimaan, persetujuan atau pemasukannya menyatakan bahwa pihaknya akan menerapkan sementara Pasal 1 Konvensi ini sambil menunggu pemberlakuannya ke Negara tersebut. Pasal 19 Keberatan Pasal-pasal Konvensi ini tidak boleh ditawar dengan keberatan sebagian. Pasal 20 Durasi dan pengunduran diri 1. Konvensi ini harus berlaku untuk waktu tak terbatas. 2. Setiap Negara Peserta harus dalam menggunakan kedaulatan nasionalnya mempunyai hak untuk menarik diri dari Konvensi ini. Negara tersebut harus menyampaikan pemberitahuan pengunduran dirinya itu ke semua Negara, kepada pihak Penyimpan dan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Instrumen

20 pengunduran diri semacam itu harus mencakup penjelasan penuh tentang alasanalasan yang mendorong pengunduran diri tersebut. 3. Pengunduran diri sedemikian itu harus hanya mulai berlaku enam bulan setelah diterimanya instrument pengunduran diri oleh pihak penyimpan. Namun, kalau setelah lewatnya masa enam bulan, Negara Peserta yang mengundurkan diri terlibat dalam konflik bersenjata, pengunduran dirinya belum akan berlaku sebelum berakhirnya konflik bersenjata tersebut. Pasal 21 Hubungan dengan Negara-negara bukan Peserta Konvensi ini 1. Setiap Negara Peserta harus mendorong Negara-negara yang bukan Peserta Konvensi ini untuk meratifikasi, menerima, menyetujui atau masuk ke Konvensi ini dengan tujuan untuk menarik semua Negara agar menundukkan diri pada Konvensi ini. 2. Setiap Negara Peserta harus memberitahukan pemerintah semua Negara yang bukan peserta Konvensi ini, seperti yang dimaksudkan pada paragraf 3 Pasal ini, tentang kewajiban-kewajibannya menurut Konvensi, harus menggalakkan normanorma yang diletakkannya serta berbuat sebisa-bisanya untuk membujuk Negaranegara bukan peserta Konvensi ini untuk tidak menggunakan munisi tandan. 3. Walaupun ada aturan yang tercantum pada Pasal 1 Konvensi ini dan menurut hukum internasional, Negara-negara Peserta, personel militer atau para warganya, mungkin melancarkan kerjasama mau pun operasi militer dengan Negara-negara bukan peserta Konvensi, yang mungkin melakukan kegiatan yang dilarang dilakukan sebuah Negara Peserta. 4. Tak ada dalam paragraf 3 Pasal ini yang mengijinkan sebuah Negara Peserta: (a) Untuk mengembangkan, memproduksi atau mendapatkan munisi tandan; (b) Untuk sendirinya menimbun atau memindahkan senjata-munisi tandan; (c) Untuk sendirinya menggunakan munisi tandan; atau (d) Untuk secara terbuka meminta penggunaan munisi tandan pada kasus-kasus di mana pemilihan persenjataan yang digunakan berada dalam kendalinya yang eksklusif Pasal 22 Penyimpan Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan begitu ditunjuk sebagai Penyimpan (Depositary) Konvensi ini. Pasal Teks otentiki Teks-teks berbahasa Arab,Cina, Inggris, Perancis, Rusia dan Spanyol dari Konvensi ini harus dianggap sebagai sama-sama otentik..

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions)

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Fakta dan Kekeliruan April 2009 DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Kekeliruan 1: Bergabung dengan Konvensi Munisi Tandan (CCM) menimbulkan ancaman

Lebih terperinci

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata 12 Februari 2002 Negara-negara yang turut serta dalam Protokol ini,terdorong oleh dukungan yang melimpah atas Konvensi

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA 1 PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Pada tanggal 25 Mei 2000 Negara-negara Pihak

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL

Lebih terperinci

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI Para Pihak pada Protokol ini, Menjadi Para Pihak pada Konvensi Tentang Keanekaragaman Hayati, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Protokol Konvensi Hak Anak Tentang Perdagangan Anak, Prostitusi Anak dan Pronografi Anak Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Negara-negara peserta tentang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE PROHIBITION OF THE USE, STOCKPILING, PRODUCTION AND TRANSFER OF ANTI-PERSONNEL MINES AND ON THEIR DESTRUCTION (KONVENSI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008

Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008 Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008 Perangkat Ratifikasi International Committee of the Red Cross 19 Avenue de la Paix, 1202 Geneva, Switzerland T +41 22 734 6001 F+41 22 733 2057 www.icrc.org KETAATAN

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL OPSIONAL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPPRES 20/1996, PENGESAHAN CONVENTION ON INTERNATIONAL LIABILITY FOR DAMAGE BY SPACE OBJECTS, 1972 (KONVENSI TENTANG TANGGUNGJAWAB INTERNASIONAL TERHADAP KERUGIAN YANG DISEBABKAN OLEH BENDA BENDA ANTARIKSA,

Lebih terperinci

KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA BANGSA TENTANG HUKUM LAUT BAB VII LAUT LEPAS BAB IX LAUT TERTUTUP ATAU SETENGAH TERTUTUP.

KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA BANGSA TENTANG HUKUM LAUT BAB VII LAUT LEPAS BAB IX LAUT TERTUTUP ATAU SETENGAH TERTUTUP. Annex I KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA BANGSA TENTANG HUKUM LAUT Bagian 1. Ketentuan Umum BAB VII LAUT LEPAS Pasal 89 Tidak sahnya tuntutan kedaulatan laut lepas Tidak ada suatu negarapun yang dapat secara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Mempertimbangkan bahwa, untuk lebih lanjut mencapai tujuan Konvensi

Lebih terperinci

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168)

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 - Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) 2 K168 Konvensi

Lebih terperinci

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979)

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979) KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979) PARA PIHAK DALAM KONVENSI MEMPERHATIKAN arti penting yang tercantum dalam beberapa konvensi mengenai pemberian

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK 2012, No.149 4 PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Mempertimbangkan bahwa, untuk lebih lanjut mencapai

Lebih terperinci

KONVENSI NOMOR 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

KONVENSI NOMOR 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 81 CONCERNING LABOUR INSPECTION IN INDUSTRY AND COMMERCE (KONVENSI ILO NO. 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

Annex 1: Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

Annex 1: Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Annex 1: Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Diambil dan terbuka untuk ditandatangani, diratifikasi dan diaksesi oleh resolusi Mahkamah Umum 2200A (XXI) pada 16 Desember 1966, berlaku

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Mempertimbangkan bahwa, untuk lebih lanjut mencapai tujuan Konvensi

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1 KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA Mukadimah Negara-negara Pihak Kovenan ini, Menimbang, bahwa sesuai dengan prinsip-prinsip yang diumumkan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.149, 2012 PENGESAHAN. Protokol. Hak-Hak. Anak. Penjualan. Prostitusi. Pornografi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5330) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NOMOR 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD LABOUR (KONVENSI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 1 TAHUN 2000 (1/2000) TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NOMOR 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD

Lebih terperinci

Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia

Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia (Resolusi No. 39/46 disetujui oleh Majelis Umum pada 10 Desember 1984) Majelis

Lebih terperinci

Mengingat ketentuan-ketentuan yang relevan dari Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982,

Mengingat ketentuan-ketentuan yang relevan dari Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982, PERSETUJUAN PELAKSANAAN KETENTUAN-KETENTUAN KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT TANGGAL 10 DESEMBER 1982 YANG BERKAITAN DENGAN KONSERVASI DAN PENGELOLAAN SEDIAAN IKAN YANG BERUAYA TERBATAS

Lebih terperinci

KONVENSI ROMA 1961 KONVENSI INTERNASIONAL UNTUK PERLINDUNGAN PELAKU, PRODUSER REKAMAN DAN BADAN-BADAN PENYIARAN

KONVENSI ROMA 1961 KONVENSI INTERNASIONAL UNTUK PERLINDUNGAN PELAKU, PRODUSER REKAMAN DAN BADAN-BADAN PENYIARAN KONVENSI ROMA 1961 KONVENSI INTERNASIONAL UNTUK PERLINDUNGAN PELAKU, PRODUSER REKAMAN DAN BADAN-BADAN PENYIARAN Diselenggarakan di Roma Tanggal 26 Oktober 1961 HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DUNIA JENEWA

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA Mukadimah Negara-negara peserta Konvensi ini, Menimbang, kewajiban negara-negara dalam Piagam Perserikatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH Negara-negara Pihak pada Kovenan ini, Menimbang bahwa, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diproklamasikan pada Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,

Lebih terperinci

K81 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

K81 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN K81 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN 1 K-81 Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan

Lebih terperinci

K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK 1 K 182 - Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak 2 Pengantar

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Copyright (C) 2000 BPHN UU 5/1998, PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN Undang-undang Arbitrase Tahun (Direvisi tahun 2011)

DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN Undang-undang Arbitrase Tahun (Direvisi tahun 2011) DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005 UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN 2005 (Direvisi tahun 2011) 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur SUSUNAN BAGIAN Bagian I Pendahuluan 1. Judul singkat

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

KonveKonvensi Anti Penyiksaan dan perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia

KonveKonvensi Anti Penyiksaan dan perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia KonveKonvensi Anti Penyiksaan dan perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia Disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan persetujuan oleh Resolusi Majelis

Lebih terperinci

K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949

K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949 K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949 2 K-95 Konvensi Perlindungan Upah, 1949 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi laki-laki

Lebih terperinci

KONVENSI STOCKHOLM TENTANG BAHAN PENCEMAR ORGANIK YANG PERSISTEN

KONVENSI STOCKHOLM TENTANG BAHAN PENCEMAR ORGANIK YANG PERSISTEN KONVENSI STOCKHOLM TENTANG BAHAN PENCEMAR ORGANIK YANG PERSISTEN Para Pihak atas Konvensi ini, mengakui bahwa bahan pencemar organik yang persisten memiliki sifat beracun, sulit terurai, bersifat bioakumulasi

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Pasal 1 Definisi. Untuk maksud-maksud Persetujuan ini, kecuali konteksnya mensyaratkan sebaliknya;

LAMPIRAN. Pasal 1 Definisi. Untuk maksud-maksud Persetujuan ini, kecuali konteksnya mensyaratkan sebaliknya; LAMPIRAN PERSETUJUAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI MENYELURUH ANTAR PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI

Lebih terperinci

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15B Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15B/ 1 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2002 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS

Lebih terperinci

LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PERSETUJUAN ATAS TIGA KONVENSI JENEWA TAHUN 1958 MENGENAI HUKUM LAUT

LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PERSETUJUAN ATAS TIGA KONVENSI JENEWA TAHUN 1958 MENGENAI HUKUM LAUT LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PERSETUJUAN ATAS TIGA KONVENSI JENEWA TAHUN 1958 MENGENAI HUKUM LAUT KONVENSI MENGENAI PENGAMBILAN IKAN SERTA HASIL LAUT DAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

R-166 REKOMENDASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982

R-166 REKOMENDASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 R-166 REKOMENDASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 2 R-166 Rekomendasi Pemutusan Hubungan Kerja, 1982 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 2 K-189: Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Deklarasi Dhaka tentang

Deklarasi Dhaka tentang Pembukaan Konferensi Dhaka tentang Disabilitas & Manajemen Risiko Bencana 12-14 Desember 2015, Dhaka, Bangladesh Deklarasi Dhaka tentang Disabilitas dan Manajemen Risiko Bencana, 14 Desember 2015 diadopsi

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA Diadopsi pada 20 Desember 2006 oleh Resolusi Majelis Umum PBB A/RES/61/177 Mukadimah Negara-negara

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1 KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1 MUKADIMAH Negara-Negara Pihak pada Kovenan ini, Menimbang bahwa, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diproklamasikan dalam Piagam Perserikatan

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RAS

KONVENSI INTERNASIONAL PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RAS KONVENSI INTERNASIONAL PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RAS Disetujui dan dibuka bagi penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 2106 A (XX) 21 Desember 1965 Berlaku 4 Januari 1969

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005

DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005 DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005 UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN 2005 (Direvisi tahun 2011) 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun 2005 3 SUSUNAN BAGIAN

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA E/CN.4/2005/WG.22/WP.1/REV.4 23 September 2005 (Diterjemahkan dari Bahasa Inggris. Naskah Asli dalam Bahasa Prancis) KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN

Lebih terperinci

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15A Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15A/ 1 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 83, 2004 () KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT ON THE RESCUE OF ASTRONAUTS, THE RETURN OF ASTRONAUTS AND THE RETURN OF OBJECTS LAUNCHED INTO OUTER SPACE (PERSETUJUAN

Lebih terperinci

Naskah Terjemahan Lampiran Umum International Convention on Simplification and Harmonization of Customs Procedures (Revised Kyoto Convention)

Naskah Terjemahan Lampiran Umum International Convention on Simplification and Harmonization of Customs Procedures (Revised Kyoto Convention) Naskah Terjemahan Lampiran Umum International Convention on Simplification and Harmonization of Customs Procedures (Revised Kyoto Convention) BAB 1 PRINSIP UMUM 1.1. Standar Definisi, Standar, dan Standar

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 99, 2004 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1995 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN KERAJAAN SPANYOL MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN SECARA RESIPROKAL ATAS PENANAMAN

Lebih terperinci

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 2 R-201: Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN DENMARK MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN PENANAMAN MODAL

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN DENMARK MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN PENANAMAN MODAL PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN DENMARK MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN PENANAMAN MODAL Pembukaan Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Denmark

Lebih terperinci

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA ON MUTUAL ASSISTANCE IN CRIMINAL MATTERS) PERJANJIAN

Lebih terperinci

CONVENTION INTERNATIONALE

CONVENTION INTERNATIONALE CONVENTION INTERNATIONALE POUR LA SIMPLIFICATION ET L'HARMONISATION DES REGIMES DOUANIERS (amendée) Conseil de Coopération douanière ( Organisation Mondiale des Douanes ) Rue du Marché 30 B-1210 Bruxelles

Lebih terperinci

K185 PERUBAHAN DOKUMEN IDENTITAS PELAUT, 2003

K185 PERUBAHAN DOKUMEN IDENTITAS PELAUT, 2003 K185 PERUBAHAN DOKUMEN IDENTITAS PELAUT, 2003 1 K-185 Perubahan Dokumen Identitas Pelaut, 2003 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO.182 CONCEMING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR THE ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD LABOUR (KONVENSI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN MULTILATERAL AGREEMENT AMONG D-8 MEMBER COUNTRIES ON ADMINISTRATIVE ASSISTANCE IN CUSTOMS MATTERS (PERSETUJUAN MULTILATERAL

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melindungi segenap

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak :

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak : PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH ROMANIA TENTANG KERJASAMA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KEJAHATAN TERORGANISIR TRANSNASIONAL, TERORISME DAN JENIS KEJAHATAN LAINNYA Pemerintah

Lebih terperinci

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA Republik Indonesia dan Republik Rakyat China (dalam hal ini disebut sebagai "Para

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL PERTAMA PADA KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1

PROTOKOL OPSIONAL PERTAMA PADA KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 PROTOKOL OPSIONAL PERTAMA PADA KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 Negara-negara Pihak pada Protokol ini, Menimbang bahwa untuk lebih jauh mencapai tujuan Kovenan Internasional tentang

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK FEDERAL JERMAN TENTANG PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL

PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK FEDERAL JERMAN TENTANG PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK FEDERAL JERMAN TENTANG PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL Republik Indonesia dan Republik Federal Jerman (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 78/2004, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK BULGARIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL *51771 KEPUTUSAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 14/1999, PENGESAHAN AMENDED CONVENTION ON THE INTERNATIONAL MOBILE SATELLITE ORGANIZATION (KONVENSI TENTANG ORGANISASI SATELIT BERGERAK INTERNASIONAL YANG TELAH DIUBAH)

Lebih terperinci

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak Melindungi Hak-Hak Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan K o n v e n s i 1 9 5 4 t e n t a n g S t a t u s O r a n g - O r a n g T a n p a k e w a r g a n e g a r a a n SERUAN PRIBADI DARI KOMISIONER TINGGI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II.

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II. DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA Bagian I PERATURAN MEDIASI KLRCA Bagian II SKEMA Bagian III UU MEDIASI 2012 Bagian IV PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Bagian

Lebih terperinci

Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan

Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan 1 Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan I.PENDAHULUAN Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan perundang-undangan yang menyangkut perkarantinaan ikan, sudah

Lebih terperinci

-2- Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah di

-2- Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah di TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KESRA. Kepalangmerahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 4) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.257, 2014 PERTAHANAN. Hukum. Disiplin. Militer. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5591) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN

NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa peraturan perundang-undangan yang menyangkut perkarantinaan ikan, sudah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM Para Pihak pada Protokol ini, Menjadi para Pihak pada Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Perubahan Iklim,

Lebih terperinci