ANALISIS PERTUMBUHAN MINDI (Melia azedarach L.) DAN PRODUKTIVITAS SORGUM (Sorghum bicolor L.) GALUR G55 DAN BIOSS 04 DALAM SISTEM AGROFORESTRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PERTUMBUHAN MINDI (Melia azedarach L.) DAN PRODUKTIVITAS SORGUM (Sorghum bicolor L.) GALUR G55 DAN BIOSS 04 DALAM SISTEM AGROFORESTRI"

Transkripsi

1 ANALISIS PERTUMBUHAN MINDI (Melia azedarach L.) DAN PRODUKTIVITAS SORGUM (Sorghum bicolor L.) GALUR G55 DAN BIOSS 04 DALAM SISTEM AGROFORESTRI ANDHIRA TRIANINGTYAS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017

2

3

4

5 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Pertumbuhan Mindi (Melia azedarach L.) dan Produktivitas Sorgum (Sorghum bicolor L.) Galur G55 dan BIOSS 04 dalam Sistem Agroforestri adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2017 Andhira Trianingtyas NIM E

6 RINGKASAN ANDHIRA TRIANINGTYAS. Analisis Pertumbuhan Mindi (Melia azedarach L.) dan Produktivitas Sorgum (Sorghum bicolor L.) Galur G55 dan Bioss 04 dalam Sistem Agroforestri. Dibimbing oleh NURHENI WIJAYANTO dan SUPRIYANTO Peningkatan jumlah penduduk Indonesia menyebabkan peningkatan kebutuhan manusia. Dilain pihak, lahan yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan tersebut semakin berkurang. Sehingga perlu adanya sistem yang memaksimalkan penggunaan lahan salah satunya agroforestri. Agroforestri dalam penelitian ini akan menggabungkan antara pohon mindi (Melia azedarach L.) berumur 2 tahun dengan jarak tanam 2.5 m x 2.5 m, dan tanaman pertanian yakni sorgum galur hasil pengembangan SEAMEO BIOTROP yaitu G55 yang merupakan galur BMR (Brown Midrib) dan BIOSS 04 yang termasuk dalam sweet sorghum. Tujuan penelitian yaitu: (1) menganalisis pertumbuhan mindi pada sistem agroforestri dan monokultur, (2) menganalisis pertumbuhan dan produktivitas sorgum pada sistem agroforestri dan monokultur, (3) menganalisis adaptasi sorgum galur G55 dan BIOSS 04 di sistem agroforestri, dan (4) memperoleh galur sorgum tahan naungan. Penelitian dilaksanakan di Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka Cikabayan, Institut Pertanian Bogor dengan luas 450 m 2. Penelitian ini terdiri dari dua percobaan yaitu (1) pertumbuhan mindi pada sistem agroforestri dan monokultur dan (2) pertumbuhan dan produktivitas sorgum pada sistem agroforestri dan monokultur. Percobaan 1 menggunakan rancangan acak lengkap dengan satu faktor dan dua taraf yaitu pola tanam agroforestri dan monokultur. Percobaan 2 menggunakan rancangan acak kelompok split plot. Petak utama yaitu pola tanam sebagai petak utama, terdiri atas monokultur dan agroforestri. Anak petak yaitu galur sorgum terdiri atas 2 taraf sebagai anak petak yang keragamannya di dalam petak utama. Taraf galur sorgum terdiri atas galur G55 dan BIOSS 04. Setiap taraf diulang sebanyak 3 kali. Peubah yang diamati pada mindi yaitu diameter, tinggi, tajuk dan perakaran, dilakukan pada 12 pohon contoh yang terletak di tengah plot pengamatan. Peubah yang diamati pada sorgum yaitu tinggi, diameter, panjang akar, panjang malai, berat basah batang, berat kering batang, berat basah malai, produksi biji per plot, berat 1000 butir dan kadar gula. Hasil penelitian pada pertumbuhan pohon mindi menunjukkan bahwa pertambahan diameter dan tinggi pada perlakuan pola tanam agroforestri menunjukkan perbedaan yang nyata pada bulan pertama dan kedua dibandingkan dengan monokultur. Bulan ketiga dan keempat penanaman sorgum tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada pola tanam, artinya perbedaan pola tanam tidak berpengaruh pada pertambahan diameter dan tinggi total pohon mindi. Pola tanam juga menunjukkan perbedaan yang nyata pada pertambahan panjang dan kedalaman akar. Pola tanam monokultur menunjukkan nilai yang lebih besar daripada agroforestri pada pertambahan panjang dan kedalaman akar. Perbedaan pola tanam juga berpengaruh pada pertambahan diameter tajuk. Pertambahan diameter tajuk pada pola tanam agroforestri lebih besar daripada monokultur. Diameter pohon menunjukkan pertambahan yang signifikan pada bulan pertama dan kedua. Perlakuan agroforestri pada bulan pertama penanaman

7 sorgum dapat meningkatkan diameter mindi sebesar 49.5%, sedangkan pada bulan kedua perlakuan agroforestri meningkatkan diameter sebesar 100%. Selama 4 bulan pengamatan, perlakuan agroforestri meningkatkan pertumbuhan diameter sebesar 41.8%. Tinggi pohon juga menunjukkan pertambahan yang signifikan pada bulan pertama dan kedua penanaman sorgum. Perlakuan agroforestri pada bulan pertama penanaman sorgum dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi mindi sebesar 90.9%, sedangkan pada bulan kedua perlakuan agroforestri meningkatkan diameter sebesar 160%. Selama 4 bulan pengamatan, perlakuan agroforestri meningkatkan pertumbuhan tinggi total pohon sebesar 24.2%. Diameter tajuk juga salah satu parameter pertumbuhan pada mindi. Pola tanam agroforestri menunjukkan pertambahan diameter tajuk yang lebih besar daripada monokultur. Perlakuan agroforestri meningkatkan pertumbuhan diameter tajuk pohon hingga 103.1% dibandingkan monokultur. Perakaran pohon mindi diukur dengan peubah panjang dan kedalaman akar. Kedua peubah ini menunjukkan pola tanam monokultur memiliki pertumbuhan akar yang lebih besar dibandingkan dengan monokultur. Hingga akhir pengamatan, panjang akar monokultur tumbuh sepanjang cm sedangkan pada agroforestri sebesar cm. Kedalaman akar juga menunjukkan pada pola tanam monokultur hingga akhir pengamatan tumbuh sedalam cm sedangkan pada agroforestri hanya sebesar 3.38 cm. Hasil penelitian pada pertumbuhan sorgum menunjukkan semua peubah pertumbuhan sorgum yang diamati yakni diameter, tinggi dan panjang akar sorgum berbeda nyata terhadap pola tanam yang diberikan. Pada perlakuan galur, hanya peubah tinggi yang menunjukkan hasil berbeda nyata. Peubah tinggi juga menunjukkan hasil berbeda nyata pada interaksi antar perlakuan pola tanam dan galur. Pola tanam agroforestri menghasilkan pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan monokultur. Perlakuan galur sorgum menunjukkan galur G55 menghasilkan tinggi yang lebih besar dibandingkan dengan galur BIOSS 04. Interaksi yang terjadi antar perlakuan menunjukkan galur G55 yang ditanam secara monokultur menghasilkan tinggi yang lebih besar dibandingkan dengan interaksi yang lain. Pola tanam monokultur sorgum menunjukkan hasil yang lebih tinggi daripada agroforestri pada peubah berat basah batang, berat basah malai, berat kering batang dan produksi biji per plot, sedangkan pada peubah panjang malai, berat 100 butir dan kadar gula, pola tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan pola tanam tidak mempengaruhi produktivitas sorgum pada peubah panjang malai, berat 1000 butir dan kadar gula. Galur G55 memiliki berat basah batang dan berat kering batang memiliki nilai terbesar. Sedangkan nilai terbesar pada peubah berat basah malai, produksi biji per plot dan berat 1000 biji adalah produktivitas galur BIOSS-04. Interaksi antara pola tanam dan galur memberikan pengaruh nyata pada berat basah batang dan berat kering batang. Sorgum galur G55 yang ditanam secara monokultur memiliki berat basah batang dan berat kering batang yang lebih tinggi. Interaksi antara pola tanam dan galur juga memberikan pengaruh nyata pada besar basah malai dan produksi biji per plot. Sorgum galur BIOSS 04 yang ditanam secara monokultur memiliki berat basah malai dan produksi biji per plot yang lebih tinggi Kata kunci: Agroforestri, Melia azedarach, Sorghum bicolor

8 SUMMARY ANDHIRA TRIANINGTYAS. Growth Analysis of Mindi (Melia Azedarach L.) Poles and Productivity of Sorghum (Sorghum Bicolor L.) G55 and BIOSS 04 Lines in Agroforestry Systems. Supervised by NURHENI WIJAYANTO and SUPRIYANTO The increase of Indonesia population leads to the increase in the demand of human need. On the other hand, the land availability to meet the human needs is decreasing. Therefore of land optimization using agroforestry system is needed. In this study the agroforestry was done by integrating two years old mindi stand (Melia azedarach L.) with spacing of 2.5 m x 2.5 m and sorghum lines developed by SEAMEO BIOTROP namely G55 sorghum which is BMR (Brown Midrib) and BIOSS 04 which is sweet sorghum. This research aimed to (1) analyze mindi growth in agroforestry and in monoculture system, (2) analyze sorghum growth and productivity in agroforestry and in monoculture system, (3) analyze the adaptation of sorghum G55 and BIOS 04 in agroforestry system, and (4) identify shade tolerant sorghum line. The study was conducted in Conservation Unit of Biopharmaceutical Cikabayan, Bogor Agricultural University with 450 m 2 width. The research consisted of two experiments which were (1) growth of mindi in agroforestry and in monoculture system and (2) growth and productivity of sorghum in agroforestry and in monoculture system. The first experiment used complete randomized design with one factor and two levels namely agroforestry and monoculture. The second experiment used complete randomized split plot design with cropping pattern as the main plot consisted of agroforestry and monoculture and sorghum lines as the subplot which the variation was in the main plot, consisted of G55 line and BIOS 04 with 3 replicates for each lines. The parameters observed for mindi growth were diameter, height, and crown and root growth. Measurement was performed in 12 sampling trees located in the observation plot. Observed parameters in sorghum growth were height, diameter, root length, panicle length, stem wet weight, stem dry weight, panicle wet weight, seed production per plot, weight of 1000 seeds, and sugar content. Results of research on mindi growth shows that the increase in diameter and height on agroforestry treatment showed significant differences in the first and second month compared to in monoculture system. The third and fourth months of sorghum planting showed no significant differences in the cropping pattern, meaning that differences on cropping pattern has no effect on the increase in diameter and a total height of mindi trees. The cropping pattern also showed significant differences in the length and depth of the roots. Monoculture showed a greater value than agroforestry on the length and depth of the roots. Differences in cropping patterns also affect the increase in diameter canopy. The increament of crown diameter in agroforestry cropping pattern is greater than in monocultures. Diameter trees showed a significant increase in the first and second month. While the third and fourth months, the diameter of the tree did not show any significant differences in the treatment of cropping patterns. Treatment of agroforestry in the first month of sorghum planting increased the diameter of mindi trees until 49.5%, while in the second month of treatment agroforestry increased the tree diameter until 100%. During four months of observation,

9 treatment agroforestry increased diameter growth until 41.8%. Tree height also showed a significant increase in the first and second planting sorghum. Treatment of agroforestry in the first month of sorghum planting increased high growth of mindi until 90.9%, while in the second month of agroforestry treatment increased the tree diameter until 160%. During four months of observation, agroforestry treatment enhanced the growth of the total height of the tree until 24.2%. Crown diameter is also one of the parameters of growth in Mindi. Agroforestry cropping patterns showed that the increase in crown diameter was greater than monocultures. Agroforestry treatment enhanced the growth of the tree crown diameter up to 103.1% compared to monoculture. Rooting system of mindi tree variables was measured by the length and depth of the roots. Both of these variables showed monoculture have a greater root growth compared to agroforestry. By the end of the observation, root length monoculture growing along cm whereas the agroforestry of cm. Root depth also showed in monoculture until the end of observation grew deeper at cm than in agroforestry (3.38 cm). Results of research on the growth of sorghum showed that all sorghum variables growth (diameter, height and root length) was affected by cropping patterns. While on treatment of line showed that sorghum height was significantly difference. Sorghum height growth was also affected significantly by interaction among treatments and planting patterns. Agroforestry cropping pattern produces lower growth compared to monoculture. Treatment of sorghum lines showed that G55 lines produced greater height growth than the BIOSS 04 lines. Interactions among the treatments showed that G55 lines growth in monoculture produced better height growth than the other interactions. Research on sorghum productivity showed that the stem wet weight, panicle wet weight, stem dry weight and seed production per plot. Treatment strains real effect on all variables except panicle length. The interaction that occurs between the treatment and furrow planting patterns visible effect on stem wet weight, panicle wet weight, dry weight of stem and seed yield per plot. Monoculture showed a higher yield than agroforestry at the variable wet weight stem, wet weight panicle, dry weight of stem and seed yield per plot, while at the variable panicle length, weight of 100 grains and sugar level, cropping patterns no significant effect. It shows the differences did not affect the productivity of the cropping pattern at the variable sorghum panicle length, weight of 100 grains and sugar level. G55 lines has the best value on wet weight and dry weight stem. While the largest value in variable wet weight panicle, seed production per plot and weight of 1000 seeds was found on BIOSS-04 lines. The interaction between cropping patterns and lines affected the wet weight and dry weight stem. Sorghum lines grown in monoculture produced higher in wet and dry weight of stem than BIOSS 04. The interaction between cropping patterns and lines significantly affected on the wet weight panicles and seed production per plot. Sorghum BIOSS 04 lines grown in monoculture has higher on wet weight panicles and seed production per plot than G55. Keywords: Agroforestry, Melia azedarach L., Sorghum bicolor

10 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

11 ANALISIS PERTUMBUHAN MINDI (Melia azedarach L.) DAN PRODUKTIVITAS SORGUM (Sorghum bicolor L.) GALUR G55 DAN BIOSS 04 DALAM SISTEM AGROFORESTRI ANDHIRA TRIANINGTYAS Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Silvikultur Tropika SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017

12 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Arum Sekar Wulandari, MS

13

14 2 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa Ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah Agroforestri, dengan judul Analisis Pertumbuhan Mindi (Melia azedarach L.) dan Produktivitas Sorgum (Sorghum bicolor L.) Galur G55 dan BIOSS 04 dalam Sistem Agroforestri. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS dan Dr Ir Supriyanto selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan nasihat, saran, ilmu, dan bimbingan dalam penulisan karya ilmiah ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada SEAMEO BIOTROP atas penyediaan benih sorgum galur G55 dan BIOSS 04 yang digunakan dalam penelitian. Terima kasih penulis sampaikan kepada (Almh) Mama, Papa, Mas Andhika, Mbak Rika, Mbak Andhini, Mas Arik, Aji, Tata dan Ishana, atas kasih sayang dan motivasi yang telah diberikan. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Arifa Mulyesthi Rahmawathi, Nilasari Dewi, Aditya Wardani, Nofika Senjaya, Rizki Widiyatmoko, Christine Della Prasetya, Nining Nurfatma, Fatimah Nur Istiqomah, Roisatuz Zakiyah dan Dinda Aisyah Fadhilah, yang tergabung dalam Fast Track Silvikultur 48, atas semangat, kerjasama dan bantuan dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Bu Anna Juliarti Suhada, Sulistiowati, Risma Suryani, Raisa Kautsarina, Asyiah Hamazah, Inka Ayu Permanasari, Zulfa Sirrin, Siti Jaenab, Zhafira Rizki Amelia, Aldy Juliansyah, M. Iqbal Maulana, Abdulah, teman-teman Kos Pondok Putri, Mas-Mbak Silvikultur Tropika 2015 dan seluruh staf Departemen Silvikultur IPB atas bantuan dan doa yang diberikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, April 2017 Andhira Trianingtyas

15 3 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 2 Rumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 3 2 METODE 3 Lokasi dan Waktu Penelitian 3 Alat dan Bahan 3 Rancangan Penelitian 4 Prosedur Penelitian 5 Pengumpulan data 6 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Hasil Penelitian 8 Pembahasan 18 4 SIMPULAN DAN SARAN 25 Simpulan 25 Saran 25 DAFTAR PUSTAKA 26 LAMPIRAN 28 RIWAYAT HIDUP 35 vi vi vi

16 4 DAFTAR TABEL 1 Pengukuran pertumbuhan dan produktivitas sorgum 7 2 Pengamatan aspek biofisik 8 3 Hasil analisis sifat kimia tanah di lokasi penelitian 9 4 Hasil analisis sifat fisika tanah 9 5 Rekapitulasi hasil sidik ragam dan uji Duncan pengaruh pola tanam terhadap pertumbuhan mindi 12 6 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan 16 7 Pertumbuhan sorgum pada pola tanam yang berbeda 16 8 pertumbuhan sorgum pada beberapa galur 16 9 Interaksi antara pola tanam dan galur terhadap pertumbuhan sorgum Rekapitulasi hasil analisis ragam produktivitas sorgum Produktivitas sorgum pada pola tanam berbeda Produktivitas sorgum pada beberapa galur Interaksi antara pola tanam dan galur terhadap berat basah batang Interaksi antara pola tanam dan galur terhadap berat basah malai dan produksi biji per plot 18 DAFTAR GAMBAR 1 Intensitas cahaya tiap minggu pada lahan agroforestri dan monokultur 10 2 Suhu tiap minggu pada lahan agroforestri dan monokultur sorgum 10 3 Kelembaban tiap minggu pada lahan agroforestri dan monokultur sorgum 11 4 Curah hujan per bulan di lokasi penelitian 11 5 Diameter mindi pada bulan ke-0 hingga bulan ke Diameter mindi pada awal dan akhir pengamatan 13 7 Tinggi total mindi pada bulan ke-0 hingga bulan ke Tinggi total mindi pada awal dan akhir pengamatan 14 9 Diameter tajuk pohon mindi pada awal dan akhir pengamatan Panjang akar pohon mindi pada awal dan akhir pengamatan Kedalaman akar pohon mindi pada awal dan akhir pengamatan Malai sorgum A:galur G55; B:galur BIOSS Pengukuran kadar gula sorgum galur BIOSS 04 A:monokultur; B:agroforestri 24 DAFTAR LAMPIRAN 1 Tata letak percobaan pertumbuhan mindi pada agroforestri dan monokultur 29 2 Tata letak percobaan pertumbuhan dan produktivitas sorgum pada sistem agroforestri dan monokultur 30 3 Ilustrasi pengukuran perakaran pohon mindi 31 4 Titik pengambilan sampel tanah 32 5 Hasil analisis sifat kimia tanah 33 6 Hasil analisis sifat fisika tanah 34

17

18 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki jumlah penduduk yang besar dan terus meningkat. Menurut BPS (2016), data jumlah penduduk Indonesia mencapai juta penduduk pada tahun 2014 dan juta penduduk pada tahun Pertumbuhan jumlah penduduk menyebabkan kenaikan terhadap jumlah kebutuhan hidup manusia seperti sandang, pangan, papan dan energi. Di lain pihak, lahan yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan tersebut semakin berkurang. Solusi permasalahan keterbatasan lahan adalah adanya pemanfaatan lahan secara maksimal dengan memanfaatkan lahan hutan, dengan tetap mempertahankan fungsi hutannya yaitu sistem agroforestri. Agroforestri memiliki dua komponen penyusun utama yaitu tanaman kehutanan dan pertanian yang saling berkompetisi untuk mendapatkan cahaya dan unsur hara yang berakibat pada kompetisi ruang tumbuh (Hairiah 2000). Oleh karena itu, dinamika ruang tumbuh dalam sistem agroforestri sangat dipengaruhi oleh karakteristik komponen penyusunnya, yang dapat menguntungkan maupun merugikan antar komponen penyusun sistem ini. Penentuan komponen tersebut harus menjawab kebutuhan jangka panjang bagi hasil kehutanan dan jangka pendek bagi tanaman pertaniannya, dengan mempertimbangkan pembagian penggunaan cahaya dan memiliki jaringan akar yang berfungsi sebagai jaringan pengaman unsur hara (safety nutrient network) yang memiliki tingkat efisiensi serapan hara yang tinggi dalam lingkungan tanah (Hairiah 2002). Penentuan tanaman kehutanan sebaiknya dilakukan berdasarkan karakteristik tajuk yang mendukung dalam pembagian penggunaan cahaya untuk itu dipilih pohon mindi (Melia azedarach L.) Mindi (Melia azedarach L.) merupakan jenis pohon cepat tumbuh yang mempunyai karakteristik daun majemuk berukuran kecil dengan tajuk ringan dan mudah tertembus cahaya matahari serta mempunyai akar tunggang dalam dengan banyak cabang akar (Wardani 2001). Mindi memiliki potensi besar dikembangkan dalam pembangunan hutan karena memiliki sifat multipurpose, seperti kayunya yang memiliki kelas kuat III-II, setara dengan mahoni, sungkai dan meranti merah serta memiliki kelas awet V-VI. Sifat kayu mindi sesuai untuk mebel karena memiliki corak kayu yang indah, mudah dikerjakan dan dapat mengering tanpa cacat (Balitbanghut 2007). Bagian lain dari mindi dapat juga dimanfaatkan seperti daun, akar, dan kulit mindi. Ekstrak daun mindi dapat digunakan sebagai bahan untuk mengendalikan hama termasuk belalang. Kulit mindi dipakai sebagai penghasil obat untuk mengeluarkan cacing usus. Kulit, daun dan akar mindi telah banyak digunakan sebagai obat rematik, demam, bengkak dan radang (Irwanto 2007). Hasil survei di Jawa Barat menunjukkan bahwa pohon mindi banyak dijumpai pada lahan masyarakat sebagai bagian dari sistem pertanaman campuran dengan tanaman pertanian (Pramono et al. 2008). Salah satu tanaman pertanian yang akan dicoba ditanam dalam sistem agroforestri dengan mindi adalah tanaman sorgum. Sorgum (Sorghum bicolour L.) merupakan tanaman pangan lahan kering yang memiliki potensi besar dikembangkan di agroforestri karena geometri

19 2 akarnya berfungsi sebagai jaringan pengaman unsur hara (safety nutrient network) yaitu memiliki sebaran akar yang dalam, distribusi akar lebar dan kerapatan akar pada lapisan bawahnya tinggi sehingga efisien serapan hara dalam lingkungan tanah tinggi. Sorgum memiliki banyak manfaat baik digunakan sebagai bahan pangan, pakan maupun energi. Biji sorgum mengandung karbohidrat yang relatif tinggi sebagai sumber bahan pangan utama, dan memiliki protein, kalsium, mineral dan vitamin yang tidak kalah dibandingkan beras dan jagung. Sementara itu, batang dari sorgum manis dapat diperas niranya untuk bahan pembuatan gula dan bioetanol (Reddy et al. 2007). Selain untuk pangan, sorgum juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak unggas (biji) maupun ternak ruminansia (batang dan daun). Sorgum banyak digunakan sebagai bahan baku industri seperti industri bioetanol, bir, kertas, plastik bio, dan sirup di beberapa negara maju (ICRISAT 1990). Melihat potensi sorgum yang cukup besar, beberapa peneliti mulai mengembangkan beberapa varietas sorgum untuk meningkatkan produksi dan kualitas nutrisi dari sorgum itu sendiri. Saat ini di Indonesia telah banyak galur sorgum yang sedang dikembangkan, beberapa di antaranya sorgum hasil pemuliaan yang dilakukan oleh SEAMEO BIOTROP yaitu galur G55 yang merupakan sorgum Brown Midrib (BMR) dan BIOSS 04 (BIOTROP Sweet Sorghum). Galur G55 merupakan hasil mutasi yang memiliki sifat genotip yang rendah lignin, kadar selulosa yang tinggi dan biomassa yang tinggi. Hasil panen G55 diperuntukan bagi pangan dan pakan. Galur BIOSS 04 merupakan galur yang termasuk dalam sweet sorghum dan hasil mutasi dari sorgum galur G20. Hasil panen BIOSS 04 diperuntukkan bagi pangan dan energi (Supriyanto 2016, komunikasi pribadi). Berdasarkan keunggulan yang dimiliki oleh kedua jenis tersebut, maka pada penelitian ini akan dilakukan agroforestri antara mindi dan sorgum dengan galur G55 dan BIOSS 04. Kombinasi antara mindi dan sorgum diharapkan akan meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas masing-masing komponen dalam sistem agroforestri karena terjadi hubungan yang saling menguntungkan. Rumusan Masalah Pertambahan jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan hidup manusia seperti sandang, pangan, papan dan energi bertambah dari waktu ke waktu, sementara itu jumlah produksi dari kebutuhan manusia tersebut seringkali tidak dapat memenuhi kebutuhan yang diperlukan. Guna menjawab permasalahan tersebut maka perlu mengembangkan sistem agroforestri yang produktif dan berkelanjutan. Penelitian agroforestri tidak banyak dilakukan dengan menggunakan sorgum sebagai tanaman pertaniannya karena sorgum biasanya ditanam di lahan terbuka dengan cahaya penuh. Sejalan dengan umur tanaman pokok maka akan terbentuk tajuk yang akan menghalangi cahaya sampai ke lantai hutan. Tingkat toleransi sorgum terhadap naungan belum banyak dipelajari khususnya di dalam sistem agroforestri. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba mengembangkan lahan dengan sistem agroforestri antara mindi dan sorgum untuk mengetahui interaksi yang terjadi dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan kedua

20 3 tanaman, produktivitas sorgum dan mengetahui galur sorgum yang tahan naungan. Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pertumbuhan mindi yang ditanam secara agroforestri dan monokultur? 2. Bagaimana pertumbuhan dan produktivitas sorgum galur G55 dan BIOSS 04 yang ditanam secara agroforestri dan monokultur? 3. Bagaimana adaptasi sorgum galur G55 dan BIOSS 04 di sistem agroforestri? Tujuan Penelitian 1. Menganalisis pertumbuhan mindi yang ditanam secara agroforestri dan monokultur 2. Menganalisis pertumbuhan dan produktivitas sorgum galur G55 dan BIOSS 04 yang ditanam secara agroforestri dan monokultur 3. Menganalisis adaptasi galur sorgum G55 dan BIOSS 04 di sistem agroforestri 4. Memperoleh galur sorgum tahan naungan Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh agroforestri mindi dan sorgum terhadap pertumbuhan mindi dan produktivitas sorgum galur G55 dan BIOSS 04 serta mengetahui galur sorgum hasil pengembangan SEAMEO BIOTROP yang tahan naungan, memberikan informasi pemilihan jenis tanaman pertanian yang mampu ditanam dengan sistem agroforestri dan mampu mendorong penelitian lebih lanjut terhadap agroforestri mindi dengan sorgum. 2 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka Cikabayan, Insitut Pertanian Bogor dengan luas lahan sebesar 450 m 2. Penanaman sorgum dilakukan pada lahan yang sudah ditanami mindi berumur 2 tahun. Jarak tanam mindi pada lahan penelitian yaitu 2.5 m x 2.5 m. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian adalah meteran jahit, pita meter, penggaris, haga hypsometer, lux meter, penggaris, kaliper digital, bor tanah, ring tanah, cangkul, parang, garpu tanah, timbangan analitik, tugal, gembor, tali rafia,

21 4 refraktometer, kamera, software Microsoft Word, software Microsoft Excel, software SAS dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu benih sorgum (Sorghum bicolor L.) yang terdiri dari dua galur yaitu G55 dan BIOSS 04 yang dikembangkan oleh SEAMEO BIOTROP, tanaman mindi berumur 2 tahun, kapur lolime, kompos, pupuk urea, pupuk SP36 dan pupuk KCL. Rancangan Penelitian Pertumbuhan Mindi pada Sistem Agroforestri dan Monokultur Rancangan penelitian yang dilakukan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor yaitu pola tanam dengan dua taraf dan 12 ulangan. Taraf pertama adalah monokultur mindi dan taraf kedua adalah agroforestri mindisorgum. Tata letak percobaan disajikan pada Lampiran 1. Model Rancangan Acak Lengkap berdasarkan Mattjik dan Sumertajaya (2006) adalah Y ijk = μ + α i + β j + ε ij keterangan : Y ijk μ α i β j ε ijk : respon yang diamati pada lingkungan ke-i dan ulangan ke-j : nilai tengah pengamatan : pengaruh pola tanam ke-i : pengaruh ulangan ke-j : pengaruh acak dari pola tanam ke-i dan ulangan ke-j yang menyebar normal Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan Analysis of varians (ANOVA) pada selang kepercayaan 5% untuk melihat perbedaan antar taraf. Apabila hasil sidik ragam berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut Duncan. Pengolahan data menggunakan program SAS Pertumbuhan dan Produktivitas Sorgum pada Sistem Agroforestri dan Monokultur Rancangan penelitian yang digunakan pada percobaan ini adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan petak terbagi (split plot design) yang terdiri atas petak utama dan anak petak. Petak utama yaitu pola tanam, terdiri atas monokultur dan agroforestri. Anak petak yaitu galur kedelai terdiri atas 2 taraf yang keragamannya di dalam petak utama. Taraf galur sorgum yaitu galur G55 dan BIOSS 04. Setiap taraf diulang sebanyak 3 kali. Tata letak percobaan disajikan pada Lampiran 2. Model Rancangan Acak Kelompok Split Plot berdasarkan Mattjik dan Sumertajaya (2006) adalah keterangan: Y ijk = µ + i + β + ( β) ij +δ ik + jk : nilai pengamatan pada pola tanam taraf ke-i, galur sorgum taraf ke-j, dan kelompok ke-k µ : nilai rataan umum

22 5 α β : pengaruh taraf pola tanam ke-i : pengaruh taraf galur ke-j ( β) ij : pengaruh interaksi antara pola tanam ke-i dengan galur ke-j δ ik : pengaruh acak dari pola tanam ke-i, kelompok ke-k yang menyebar normal : pengaruh acak dari galur ke-j, kelompok ke-k yang menyebar normal jk Analisis data menggunakan sidik ragam (ANOVA) pada taraf 5% untuk melihat perbedaan antar perlakuan. Uji jarak berganda Duncan pada taraf 5% dilakukan apabila terjadi pengaruh beda nyata terhadap peubah yang diamati. Data diolah dengan mengunakan program SAS Prosedur Penelitian Pembersihan Lahan Pembersihan lahan dilakukan pada lahan Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka Cikabayan, Institut Pertanian Bogor dengan luas lahan 450 m 2 yang dimulai dari kegiatan pembabatan rumput yang tumbuh di lahan tersebut dengan menggunakan parang dan cangkul. Tujuan pembersihan lahan ini adalah agar plot percobaan terbebas dari gulma dan sisa tanaman sebelumnya. Analisis Tanah Analisis tanah awal dilakukan untuk mengetahui sifat fisik, dan kimia pada tanah yang akan digunakan sebagai lahan penanaman. Sampel tanah untuk analisis sifat fisik dan kimia merupakan sampel tanah komposit dengan pengambilan sampel menggunakan cara sistematis diagonal, contoh tanah individu diambil pada 4 titik diagonal dan 1 titik pusat. Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (2001) dan Amirullah (2011) menyatakan bahwa sampel tanah dianjurkan merupakan sampel komposit yang banyaknya individu tanah ditentukan oleh keseragaman areal dan keadaan topografi. Pada percobaan, sampel tanah akan diambil pada dua plot yang berbeda yaitu plot agroforestri dan monokultur. Pengambilan sampel tanah dapat dilihat pada Lampiran 4. Pengambilan sampel tanah menggunakan dua metode yaitu metode sampel tanah terusik (disturbed soil sample) dan metode sampel tanah tidak terusik (undisturbed soil sample). Metode sampel tanah terusik diambil menggunakan bor tanah dengan kedalaman 0-20 cm. Sampel tanah ini digunakan untuk mengukur sifat kimia tanah dan tekstur tanah. Metode sampel tanah tidak terusik diambil menggunakan ring tanah (Balai Penelitian dan Pembangunan Sumber Daya Lahan Pertanian 2006). Analisis sifat fisik dan kimia tanah di analisis di Balai Penelitian Tanah, Bogor. Penyiapan Lahan Penyiapan lahan dilakukan agar mendapatkan lahan yang siap tanam dan sesuai dengan rancangan percobaan. Penyiapan lahan meliputi penggemburan tanah dengan menggunakan cangkul, penataan sesuai tata letak percobaan (Lampiran 1 dan 2) penanaman, penambahan kapur lolime dengan dosis 4 ton/ha

23 6 (Setiadi 2016, komunikasi pribadi), penambahan kompos sebanyak 5 ton/ha (Supriyanto 2013) dan pembuatan lubang untuk penanaman sorgum. Ukuran tiap plot pengamatan sorgum di agroforestri sebesar 2.5 m x 10 m sebanyak 6 plot sedangkan ukuran plot pengamatan sorgum pada plot monokultur yaitu 5 m x 5 m sebanyak 6 plot. Pembuatan lubang tanam sorgum dalam guludan dengan menggunakan tugal dengan jarak 20 cm x 60 cm (Supriyanto 2013) dalam guludan berukuran 1 m x 5 m. Setiap guludan ditanam 2 larikan sorgum, 1 larikan terdapat 25 lubang. Jadi setiap guludan ada 50 lubang tanaman. Penanaman Sorgum Penanaman sorgum sebanyak 2-3 butir/lubang tanam (Supriyanto 2013). Furadan dengan dosis 20 kg/ha ditaburkan pada lubang yang telah berisi benih sorgum untuk mencegah rusaknya benih akibat dimakan oleh hama benih. Kemudian lubang tanam ditutup dengan tanah ringan agar benih mudah berkecambah dan menembus permukaan tanah. Pemeliharaan Pemeliharaan dilakukan setiap satu minggu sekali selama 4 bulan dengan cara penyiangan, menyeleksi satu tanaman sorgum/lubang setelah tanaman berumur 2 MST (Minggu Setelah Tanam), memberikan pupuk pada tanaman sorgum, dan memasang jala/sungkup pada malai sorgum (perlindungan terhadap hama burung). Prosedur pemupukan mengacu dari penelitian sorgum di SEAMEO-BIOTROP (Supriyanto 2013). Pemupukan pertama sorgum dilakukan pada umur 21 hari setelah penanaman dengan pupuk urea sebanyak 120 kg/ha, SP36 sebanyak 90 kg/ha, dan KCl sebanyak 60 kg/ha dan pemupukan kedua dilakukan pada umur 45 hari setelah penanaman dengan pupuk pupuk urea sebanyak 60 kg/ha, SP36 sebanyak 120 kg/ha, dan KCl sebanyak 60 kg/ha. Pemanenan Sorgum Pemanenan sorgum dilakukan setelah malai sorgum matang dan 80% tanaman dalam plot pengamatan sudah masak. Pemanenan sorgum dilakukan dengan cara mencabut keseluruhan tanaman dan ditimbang bobot biomassa masing-masing plot, setelah itu dilakukan pemisahan bagian malai dari batang. Batang sorgum yang sudah dipisahkan lalu diperas dan diukur kadar nira dengan refraktometer. Perlakuan pasca panen pada biji dilakukan dengan penjemuran biji di bawah sinar matahari selama 7 hari. Pengukuran Pertumbuhan Mindi Pengumpulan Data Pertumbuhan mindi pada agroforestri dan monokultur diukur dengan parameter sebagai berikut: 1. Diameter batang Pengukuran diameter batang dilakukan dengan memberikan tanda dengan cat di batang pada ketinggian 130 cm di atas permukaan tanah. Pengukuran

24 7 dilakukan dengan menggunakan meteran jahit pada batang yang diberikan tanda. Pengukuran dilakukan pada 12 pohon contoh yang ada dalam plot pengamatan agroforestri dan monokultur. Pengukuran dilakukan tiap bulan selama 4 bulan pengamatan. 2. Tinggi Pengukuran tinggi dilakukan dari pangkal batang hingga pucuk apikal, dengan menggunakan haga hypsometer. Pengukuran dilakukan pada 12 pohon contoh yang ada dalam plot pengamatan baik agroforestri maupun monokultur. Pengukuran dilakukan tiap bulan selama 4 bulan pengamatan. 3. Tajuk Pengukuran diameter tajuk dilakukan dengan menggunakan meteran dan kompas. Pengambilan data dilakukan sebelum tanam dan setelah panen sorgum. Pengukuran dilakukan pada 12 pohon contoh yang terletak di tengah plot percobaan agroforestri dan monokultur. Pengukuran dilakukan sebelum penanaman dan setelah panen sorgum. 4. Perakaran Pengukuran perakaran mindi dilakukan dengan meteran dan kaliper. Pengukuran perakaran berdasarkan Wijayanto dan Hidayanthi (2012) tertera pada Lampiran 3. Pengambilan data dilakukan pada akar mindi yang terdapat pada kedalaman 0-20 cm. Penggalian tanah akan dihentikan apabila pada kedalaman 0 20 cm telah d temu an a ar mindi. Penggalian tanah tetap dilakukan apabila akar mindi belum ditemukan. Pengukuran dilakukan untuk setiap jarak 50 cm ke arah kanan dan kiri dari penggalian sebelumnya sampai ditemukan akar. Pengukuran dilakukan pada panjang, dan kedalaman akar. Pengambilan data dilakukan sebelum tanam dan sesudah panen sorgum. Pengukuran dilakukan pada 12 pohon contoh yang terletak di tengah plot percobaan baik agroforestri maupun monokultur. Pengukuran Pertumbuhan dan Produktivitas Sorgum Pengukuran pertumbuhan dan produktivitas sorgum dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Pengukuran pertumbuhan sorgum dan produktivitas sorgum No Peubah Satuan Waktu Pengamatan Jumlah Sampel Pertumbuhan sorgum 1. Diameter tanaman cm 2 MST -panen 10 tanaman contoh 2. Tinggi tanaman cm 2 MST -panen 10 tanaman contoh 3. Panjang akar cm Saat panen 10 tanaman contoh Produktivitas sorgum 1. Panjang malai cm Saat panen 10 tanaman contoh 2. Berat basah tajuk gram Saat panen 10 tanaman contoh 3. Berat basah malai g Saat panen 10 tanaman contoh 4. Berat kering tajuk g Saat panen 10 tanaman contoh 5. Produksi biji per g Saat panen 10 tanaman contoh plot 6. Berat 1000 biji g Saat panen 10 tanaman contoh 7. Kadar gula % brix Saat panen 10 tanaman contoh

25 8 Pengukuran Data Biofisik Data biofisik pada penelitian ini tersaji pada Tabel 2. Tanah yang digunakan untuk analisis tanah diambil sebelum penanaman sorgum. Pengukuran suhu, kelembaban dan intensitas cahaya dilakukan tiap minggu selama 4 bulan. Data curah hujan selama bulan penelitian di dapatkan dari BMKG Situgede, Bogor. Tabel 2 Pengamatan aspek biofisik No Peubah Satuan Waktu Pengamatan Keterangan 1. Analisis tanah - Sebelum penanaman Sampel tanah diambil dan akhir penelitian dari plot agroforestri 2. Suhu lingkungan dan monokultur 0 C Tiap minggu Pengukuran pada pagi, siang dan sore hari 3. Kelembaban % Tiap minggu Pengukuran pada pagi, siang dan sore hari 4. Intensitas cahaya lux Tiap minggu Diukur pada jam 07.00, 12.00, dan Curah hujan mm/bulan Tiap bulan Data berasal dari BMKG Situgede, Bogor 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Kondisi Umum Penelitian ini secara umum dilakukan di Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka Cikabayan, Insitut Pertanian Bogor, koordinat pada BT, LS, dengan luas lahan sebesar 450 m 2 yang terdiri dari dua lokasi penanaman sorgum yaitu secara agroforestri dan monokultur. Lahan agroforestri berupa lahan dengan tegakan mindi umur dua tahun dengan jarak tanam 2.5 m x 2.5 m, sedangkan lahan monokultur berupa lahan kosong. Ukuran tiap plot pengamatan sorgum di agroforestri sebesar 2.5 m x 10 m sebanyak 6 plot sedangkan ukuran plot pengamatan sorgum pada plot monokultur yaitu 5 m x 5 m sebanyak 6 plot. Pembuatan lubang tanam sorgum dalam guludan dengan menggunakan tugal dengan jarak 20 cm x 60 cm (Supriyanto 2013) dalam guludan berukuran 1 m x 5 m. Setiap guludan ditanam 2 larikan sorgum, 1 larikan terdapat 25 lubang. Jadi setiap guludan ada 50 lubang tanaman. Hasil analisis sifat kimia tanah menunjukkan (Tabel 3), tanah dari kedua lokasi penanaman sorgum memiliki nilai ph dengan kategori masam, kandungan C-org yang rendah dan N-org yang rendah (Hardjowigeno 2007). Nilai ph yang masam menunjukkan, pada lokasi tersebut, tanaman tidak dapat menyerap nutrisi secara maksimal (Hardjowigeno 2010). Lokasi agroforestri sorgum memiliki nilai C/N kategori sedang, sedangkan lokasi monokultur memiliki nilai C/N kategori yang rendah. Hasil analisis tanah dari kedua plot penanaman sorgum menunjukkan nilai KTK yang tinggi di lahan monokultur dibandingkan dengan agroforestri sorgum. Hal ini menunjukkan, lahan monokultur lebih mampu

26 9 menjerap dan menyediakan unsur hara dibandingkan agroforestri (Hardjowigeno 2010). Tabel 3 Hasil analisis sifat kimia tanah di lokasi penelitian No Parameter Pengujian Satuan Perlakuan Monokultur Agroforestri 1 ph H 2 O KCl C-org Walkley & Black % N-org Kjeldahl % C/N P 2 O 5 HCl 25% mg/100g Bray K 2 O HCl 25% mg/100g 8 7 Morgan ppm Ca Mg K Nilai Tukar cmol c /kg Na Kation Jumlah KTK KB % KCl 1N AL cmol c /kg H Hasil analisis sifat fisika tanah (Tabel 4) menunjukkan, nilai bobot isi pada kedua lokasi ini memiliki nilai yang kurang dari angka 1.30, sehingga dapat dikatakan tanah pada kedua lokasi memiliki sifat yang mudah ditembus oleh akar. Tanah yang mudah tertembus akar sangat menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Hal ini didukung dengan ruang pori yang terdapat pada kedua lahan penelitian memiliki nilai di atas 50%, yang termasuk dalam karakterisitik tanah yang mudah tertembus oleh akar tanaman sehingga mendukung pertumbuhan tanaman (Hardjowigeno 2010). Tabel 4 Hasil analisis sifat fisika tanah di lokasi penelitian No Parameter Pengujian Satuan Perlakuan Monokultur Agroforestri 1 Kadar air %vol Bobot isi g/cc Ruang pori %volum total e Permeabilitas cm/jam Pasir % Tekstur Debu % Liat % 54 51

27 10 Penelitian ini juga mengukur kondisi iklim seperti intensitas cahaya, suhu, dan kelembaban. Berdasarkan hasil pengamatan yang terlihat pada Gambar 1, intensitas cahaya pada lahan monokultur memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan agroforestri. Hal ini terjadi akibat adanya tajuk pohon mindi di lahan agroforestri yang menghalangi cahaya masuk ke lantai hutan. Intensitas cahaya pada lokasi monokultur mencapai 500 lux, sedangkan pada lokasi agroforestri hanya 100 lux. MONOKULTUR SORGUM AGROFORESTRI Intensitas Cahaya (lux) Waktu (Minggu Setelah Tanam) Gambar 1 Intensitas cahaya tiap minggu pada lahan agroforestri dan monokultur Hasil pengumpulan data suhu (Gambar 2) menunjukkan, suhu di lahan monokultur lebih tinggi daripada agroforestri. Suhu pada lahan penelitian berkisar antara ºC, cocok untuk pertumbuhan sorgum karena menurut Balai Penelitian Tanah (2003); Ishak dan Ismail (2012) lahan yang sesuai untuk pertumbuhan sorgum adalah yang memiliki suhu yang berkisar antara ºC. MONOKULTUR SORGUM AGROFORESTRI SUHU ( C) 34,0 32,0 30,0 28,0 26,0 24, Waktu (Minggu Setelah Tanam) Gambar 2 Suhu tiap minggu pada lahan agroforestri dan monokultur sorgum Hasil pengumpulan data kelembaban (Gambar 3) menunjukkan, kelembaban di lahan monokultur lebih rendah daripada agroforestri. Kelembaban pada lahan penelitian berkisar antara 56-75%. Lahan yang sesuai untuk pertumbuhan sorgum adalah yang memiliki kelembaban kurang dari 75% (Balai Penelitian Tanah 2003; Ishak & Ismail 2012), sehingga dapat dikatakan lahan penelitian ini sesuai untuk pertumbuhan sorgum.

28 11 MONOKULTUR SORGUM AGROFORESTRI Kelembaban (%) 90,0 80,0 70,0 60,0 50,0 40, Waktu (Minggu Setelah Tanam) Gambar 3 Kelembaban tiap minggu pada lahan agroforestri dan monokultur sorgum Curah hujan di lokasi penelitian (Gambar 4) pada awal penanaman sorgum (bulan Maret) adalah 450 mm/bulan, meningkat pada bulan April yaitu sebesar mm/bulan dan menurun sampai pada saat panen sorgum berkisar mm/bulan. Curah hujan ini sesuai untuk pertumbuhan sorgum karena sorgum tumbuh baik pada curah hujan mm/bulan (Balai Penelitian Tanah 2003; Ishak dan Ismail 2012). Curah hujan (mm/bulan) , ,7 292,2 Maret April Mei Juni Juli Waktu Gambar 4 Curah hujan per bulan di lokasi penelitian Pertumbuhan Mindi pada Sistem Agroforestri dan Monokultur Peubah yang diamati pada pohon mindi sebagai tanaman pokok adalah diameter, tinggi total, diameter tajuk, panjang akar, dan kedalaman akar. Hasil penelitian pada Tabel 5 menunjukkan bahwa pertambahan diameter dan tinggi pada perlakuan pola tanam agroforestri menunjukkan perbedaan yang nyata pada bulan pertama dan kedua dibandingkan dengan monokultur. Bulan ketiga dan keempat penanaman sorgum tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada pola tanam, artinya perbedaan pola tanam tidak berpengaruh pada pertambahan diameter dan tinggi total pohon mindi. Pola tanam juga menunjukkan perbedaan yang nyata pada pertambahan panjang dan kedalaman akar. Pola tanam monokultur menunjukkan nilai yang lebih besar daripada agroforestri pada pertambahan panjang dan kedalaman akar. Perbedaan pola tanam juga

29 12 berpengaruh pada pertambahan diameter tajuk. Pertambahan diameter tajuk pada pola tanam agroforestri lebih besar daripada monokultur. Tabel 5 Rekapitulasi hasil sidik ragam dan uji Duncan pengaruh pola tanam terhadap pertumbuhan mindi Peubah mindi Uji F Pola tanam Monokultur Agroforestri Pertambahan diamater (cm) Bulan 1 * 0.93 b 1.39 a Bulan 2 * 0.18 b 0.36 a Bulan 3 tn 0.23 a 0.26 a Bulan 4 tn 0.24 a 0.23 a Pertambahan tinggi (m) Bulan 1 * 1.1 b 2.1 a Bulan 2 * 0.5 b 1.3 a Bulan 3 tn 0.6 a 0.5 a Bulan 4 tn 1.1 a 1.1 a Pertambahan diameter tajuk (m) * 0.90 b 1.82 a Pertambahan panjang akar (cm) * 29.6 a 18.0 b Pertambahan kedalaman akar (cm) * 11.1 a 3.4 b (tn): tidak berbeda nyata; (*): berbeda nyata pada taraf uji 5%; Angka-angka yang diikuti huruf sama, pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). Diameter pohon Diameter pohon menunjukkan perubahan yang signifikan pada bulan pertama dan kedua (Gambar 5). Sedangkan pada bulan ketiga dan keempat, diameter pohon tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada perlakuan pola tanam. Pada bulan pertama diameter mindi agroforestri sebesar 8.05 cm sedangkan mindi monokultur sebesar 6.99 cm. Perlakuan agroforestri dapat meningkatkan diameter mindi sebesar 49.5%. Bulan kedua diameter mindi agroforestri sebesar 8.40 cm sedangkan mindi monokultur sebesar Perlakuan agroforestri meningkatkan diameter sebesar 100%. Diameter (cm) 10,00 9,50 9,00 8,50 8,00 7,50 7,00 6,50 6, MONOKULTUR 6,06 6,99 7,17 7,40 7,64 AGROFORESTRI 6,66 8,05 8,40 8,66 8,89 Gambar 5 Diameter mindi pada bulan 0 hingga bulan 4

30 13 Pada akhir pengamatan (Gambar 6), diameter pohon di pola tanam agroforestri sebesar 8.89 cm sedangkan mindi monokultur 7.64 cm. Selama 4 bulan, mindi agroforestri tumbuh sebesar 2.23 cm, sedangkan mindi monokultur sebesar Perlakuan agroforestri meningkatkan pertumbuhan diameter sebesar 41.8%. MONOKULTUR AGROFORESTRI Diameter (cm) 10,00 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 8,89 7,64 6,66 6,06 BULAN 0 BULAN 4 Waktu Gambar 6 Diameter mindi pada awal dan akhir pengamatan Tinggi total pohon Selain peubah diameter pohon, peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah tinggi total pohon. Hasil penelitian menunjukkan hal yang sama dengan diameter, yaitu pertambahan tinggi total pohon pada pola tanam agroforestri lebih besar dibanding dengan monokultur. Pada bulan pertama dan kedua menunjukkan pertambahan yang signifikan (Gambar 7). Bulan ketiga dan keempat tidak menunjukkan pertambahan yang signifikan pada kedua pola tanam. Pada bulan pertama tinggi mindi agroforestri sebesar 8.4 m, sedangkan mini agroforestri sebesar 6.8 m. Perlakuan agroforestri dapat meningkatkan pertumbuhan mindi sebesar 90.9%. Pada bulan kedua, tinggi mindi sebesar 9.7 m, sedangkan mindi monokultur sebesar 7.3m. perlakuan agroforestri meningkatkan pertumbuhan tinggi mindi sebesar 160%. Tinggi (m) 12,0 11,0 10,0 9,0 8,0 7,0 6,0 5, MONOKULTUR 5,8 6,8 7,3 7,8 8,9 AGROFORESTRI 6,3 8,4 9,7 10,2 11,2 Gambar 7 Tinggi total mindi pada bulan 0 hingga bulan 4 Pada akhir pengamatan (Gambar 8), tinggi mindi agroforestri sebesar 11.2 m dan mindi monokultur sebesar 8.9 m. Selama 4 bulan, mindi agroforestri

31 14 tumbuh sebesar 4.9 m sedangkan monokultur sebesar 3.1 m. Perlakuan agroforestri meningkatkan pertumbuhan tinggi mindi sebesar 24.2%. Tinggi (m) 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 11,2 8,9 5,8 6,3 BULAN 0 BULAN 4 Waktu MONOKULTUR AGROFORESTRI Gambar 8 Tinggi total mindi pada awal dan akhir pengamatan Diameter tajuk Diameter tajuk juga salah satu parameter pertumbuhan pada mindi. Pola tanam agroforestri menunjukkan pertambahan diameter tajuk yang lebih tinggi daripada monokultur. Pada akhir pengamatan (Gambar 9), diameter tajuk mindi agroforestri sebesar 5.48 m, sedangkan monokultur sebesar Selama 4 bulan, tajuk mindi agroforestri tumbuh sebesar 1.82 sedangkan monokultur sebesar 0.90 m. Perlakuan agroforestri meningkatkan pertumbuhan tajuk mindi sebesar 103.1% Diameter Tajuk (m) 6,00 4,00 2,00 3,22 MONOKULTUR 3,66 AGROFORESTRI 4,11 5,48 0,00 BULAN 0 BULAN 4 Waktu Gambar 9 Diameter tajuk pohon mindi pada awal dan akhir pengamatan Panjang akar Pada peubah panjang akar, hasil penelitian menunjukkan pada pola tanam monokultur memiliki pertambahan yang lebih besar daripada agroforestri. Pada akhir pengamatan (Gambar 10), panjang akar mindi monokultur sebesar cm, sedangkan monokultur sebesar cm. Selama 4 bulan, panjang akar monokultur tumbuh sepanjang cm, sedangkan agroforestri cm.

32 15 Panjang akar (cm) 200,00 150,00 100,00 MONOKULTUR 115,67 70,48 AGROFORESTRI 145,29 88,44 50,00 0,00 BULAN 0 BULAN 4 Waktu Gambar 10 Panjang akar pohon mindi pada awal dan akhir pengamatan Kedalaman akar Pada peubah kedalaman akar, hasil penelitian menunjukkan pada pola tanam monokultur memiliki pertambahan yang lebih besar daripada agroforestri. Pada akhir pengamatan (Gambar 11), kedalaman akar mindi monokultur sebesar cm, sedangkan monokultur sebesar 6.96 cm. Selama 4 bulan, kedalaman akar monokultur tumbuh sepanjang cm, sedangkan agroforestri 3.38 cm. Kedalaman akar (cm) 15,00 10,00 5,00 MONOKULTUR 2,73 3,58 AGROFORESTRI 13,79 6,96 0,00 BULAN 0 BULAN 4 Waktu Gambar 11 Kedalaman akar pohon mindi pada awal dan akhir pengamatan Pertumbuhan dan Produktivitas Sorgum pada Sistem Agroforestri dan Monokultur Pertumbuhan sorgum Penelitian yang dilakukan pada sorgum terdapat dua faktor perlakuan, yaitu faktor pola tanam berupa agroforestri dan monokultur, dan faktor galur sorgum yaitu G55 dan BIOSS 04. Perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap peubah pertumbuhan dan produktivitas sorgum (Tabel 6). Hasil sidik ragam menunjukkan semua peubah pertumbuhan sorgum yang diamati berbeda nyata terhadap pola tanam yang diberikan. Sedangkan pada perlakuan galur, hanya peubah tinggi yang menunjukkan hasil berbeda nyata. Peubah tinggi juga menunjukkan hasil berbeda nyata pada interaksi antar perlakuan pola tanam dan galur.

33 16 Tabel 6 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan Peubah sorgum Pola tanam Galur Interaksi Diameter (mm) * tn tn Tinggi (cm) * * * Panjang akar (cm) * tn tn (tn): tidak berbeda nyata; (*): berbeda nyata pada taraf uji 5%; Pertumbuhan sorgum pada pola tanam agroforestri rata-rata lebih rendah dibandingkan dengan monokultur (Tabel 7). Hasil sidik ragam menunjukkan perlakuan galur sorgum berbeda nyata hanya pada peubah tinggi sorgum (Tabel 8). Tinggi sorgum pada galur G55 lebih besar daripada BIOSS 04. Tabel 7 Pertumbuhan sorgum pada pola tanam yang berbeda Peubah Pola tanam Monokultur Agroforestri Diameter (mm) 4.83 a 2.35 b Tinggi (cm) a b Panjang akar 33.1 a 21.7 b (cm) Angka-angka yang diikuti huruf sama, pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). Tabel 8 Pertumbuhan sorgum pada beberapa galur Peubah Galur G55 BIOSS 04 Diameter (mm) 3.63 a 3.55 a Tinggi (cm) a b Panjang akar (cm) 28.2 a 26.7 a Angka-angka yang diikuti huruf sama, pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). Hasil sidik ragam juga menunjukkan pada peubah tinggi, interaksi yang terjadi pada galur G55 yang ditanam secara monokultur memberikan hasil yang terbesar (Tabel 9). Tabel 9 Interaksi antara pola tanam dan galur terhadap pertumbuhan sorgum Galur Peubah Pola tanam G55 BIOSS-04 Monokultur a b Tinggi (cm) Agroforestri c c Angka-angka yang diikuti huruf sama, pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

34 17 Produktivitas sorgum Hasil sidik ragam menunjukkan produktivitas sorgum yang diberikan perlakuan pola tanam dan galur disajikan pada Tabel 10. Perlakuan pola tanam berpengaruh nyata pada berat basah batang, berat basah malai, berat kering batang dan produksi biji per plot. Perlakuan galur berpengaruh nyata pada semua peubah kecuali pada panjang malai. Pola tanam monokultur menunjukkan hasil yang lebih tinggi daripada agroforestri pada peubah berat basah batang, berat basah malai, berat kering batang dan produksi biji per plot (Tabel 11). Tabel 10 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam produktivitas sorgum Peubah sorgum Pola tanam Galur Interaksi Panjang malai (cm) tn tn tn Berat basah batang (g) * * * Berat basah malai (g) * * * Berat kering batang (g) * * * Produksi biji per plot(g) * * * Berat 1000 biji (g) tn * tn Kadar gula (%brix) tn * tn (tn): tidak berbeda nyata; (*): berbeda nyata pada taraf uji 5% Tabel 11 Produktivitas sorgum pada pola tanam berbeda Peubah Pola tanam Monokultur Agroforestri Panjang malai (cm) 32.9 a 29.6 a Berat basah batang (g) a b Berat basah malai (g) a b Berat kering batang (g) a b Produksi biji per plot(g) a b Berat 1000 biji (g) a a Kadar gula (%brix) 12.6 a 12.5 a Angka-angka yang diikuti huruf sama, pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). Tabel 12 Produktivitas sorgum pada beberapa galur Peubah Galur G55 BIOSS 04 Panjang malai (cm) 31.9 a 30.5 a Berat basah batang (g) a b Berat basah malai (g) b a Berat kering batang (g) a b Produksi biji per plot(g) b a Berat 1000 biji (g) b a Kadar gula (%brix) 11.0 b 14.1 a Angka-angka yang diikuti huruf sama, pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

35 18 Perlakuan galur memberikan pengaruh pada semua peubah kecuali pada panjang malai (Tabel 12). Galur G55 memiliki berat basah batang dan berat kering batang dengan hasil yang terbesar. Sedangkan hasil yang terbesar pada peubah berat basah malai, produksi biji per plot dan berat 1000 biji adalah produktivitas galur BIOSS-04. Interaksi antara pola tanam dan galur memberikan pengaruh nyata pada berat basah batang dan berat kering batang. Sorgum galur G55 yang ditanam secara monokultur memiliki berat basah batang dan berat kering batang yang lebih tinggi (Tabel 13). Tabel 13 Interaksi antara pola tanam dan galur terhadap berat basah dan berat kering batang Peubah Pola tanam Galur G55 BIOSS-04 Berat basah batang Monokultur a b (g) Agroforestri c c Berat kering tajuk (g) Monokultur a b Agroforestri c c Angka-angka yang diikuti huruf sama, pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). Interaksi antara pola tanam dan galur juga memberikan pengaruh nyata pada besar basah malai dan produksi biji per plot. Sorgum galur BIOSS 04 yang ditanam secara monokultur memiliki berat basah malai dan produksi biji per plot yang lebih tinggi (Tabel 14). Tabel 14 Interaksi antara pola tanam dan galur terhadap berat basah malai dan produksi biji per plot Peubah Pola tanam Galur G55 BIOSS-04 Berat basah malai Monokultur b a (g) Agroforestri c c Produksi biji per plot Monokultur b a (g) Agroforestri c c Angka-angka yang diikuti huruf sama, pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). Pembahasan Pertumbuhan Mindi pada Sistem Agroforestri dan Monokultur Lokasi penelitian terdiri atas dua lahan yaitu lahan monokultur mindi dan agroforestri mindi dan sorgum. Lahan monokultur mindi berupa tegakan pohon mindi yang berumur dua tahun dengan jarak tanam sebesar 2.5 m x 2.5 m yang dibawah tegakannya tidak ditanami sorgum. Lahan agroforestri mindi berupa tegakan pohon mindi berumur 2 tahun dengan jarak 2.5 m x 2.5 m yang dibawahnya dibuat guludan untuk sorgum dengan ukuran 5 m x 1 m.

36 Pengamatan terhadap parameter yang diukur seperti diameter, tinggi total, perakaran dan tajuk dilakukan pada 12 pohon contoh yang terletak di tengah plot pengamatan. Hal ini dilakukan karena pohon yang berada di tengah dianggap mendapat pengaruh yang lebih tinggi terhadap perlakuan dibandingkan dengan pohon yang berada di pinggir plot pengamatan. Pohon yang berada di pinggir akan mendapatkan pengaruh lingkungan luar plot pengamatan yang akan mempengaruhi pertumbuhannya. Hasil penelitian pada pertumbuhan pohon mindi menunjukkan bahwa pertambahan diameter dan tinggi pada perlakuan pola tanam agroforestri menunjukkan perbedaan yang nyata pada bulan pertama dan kedua dibandingkan dengan monokultur. Hal ini disebabkan adanya penambahan nutrisi berupa pupuk untuk tanaman sorgum pada lahan agroforestri. Pohon mindi yang ditanam bersamaan dengan sorgum pada lahan agroforestri juga akan memperoleh nutrisi dari pupuk tersebut. Selain dilakukan pemupukan, pada lahan agroforestri juga dilakukan pemeliharaan secara intensif seperti penyiangan pada lahan agroforestri akan berpengaruh juga pada pertumbuhan pohon mindi. Hal ini yang menyebabkan pertumbuhan mindi pada agroforestri lebih tinggi daripada mindi monokultur. Diameter pohon menunjukkan pertambahan yang signifikan pada bulan pertama dan kedua. Bulan ketiga dan keempat, diameter pohon tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada perlakuan pola tanam. Perlakuan agroforestri pada bulan pertama penanaman sorgum dapat meningkatkan diameter mindi sebesar 49.5%, sedangkan pada bulan kedua perlakuan agroforestri meningkatkan diameter sebesar 100%. Tinggi pohon juga menunjukkan pertambahan yang signifikan pada bulan pertama dan kedua penanaman sorgum. Perlakuan agroforestri pada bulan pertama penanaman sorgum dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi mindi sebesar 90.9%, sedangkan pada bulan kedua perlakuan agroforestri meningkatkan diameter sebesar 160%. Adanya peningkatan pertambahan diameter dan tinggi pohon pada agroforestri diduga karena penambahan pupuk untuk tanaman sorgum dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada 21 HST dan 45 HST menggunakan pupuk urea, SP36 dan KCl (Supriyanto 2013). Adanya penambahan pupuk berupa urea, SP36 dan KCL akan menambah persediaan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk peningkatan produksi dan mutu hasil tanaman. Pupuk yang diberikan pada 21 HST dan 45 HST di tanaman sorgum menyebabkan peningkatan pertumbuhan di waktu yang sama yaitu pada bulan pertama dan kedua pada pohon mindi yang ditanam bersamaan dengan tanaman sorgum. Pupuk akan menyediakan unsur hara yang kurang atau bahkan tidak tersedia di tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman (Wasis & Fathia 2011). Pupuk yang digunakan pada penelitian ini yaitu urea yang mengandung hara nitrogen, SP36 yang mengandung hara fosfor dan KCl yang mengandung hara kalium. Fungsi nitrogen sebagai pupuk adalah untuk memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman dan membantu proses pembentukan protein. Unsur fosfor sangat berguna untuk merangsang pembelahan sel, pertumbuhan akar, dan memperkuat batang tanaman agar tidak mudah roboh. Unsur kalium berperan dalam perkembangan akar, pembentukan pati dan mempertinggi daya tahan terhadap kekeringan dan penyakit (Hardjowigeno 2010). 19

37 20 Diameter tajuk juga salah satu parameter pertumbuhan pada mindi. Pola tanam agroforestri menunjukkan pertambahan diameter tajuk yang lebih besar daripada monokultur. Perlakuan agroforestri meningkatkan pertumbuhan diameter tajuk pohon hingga 103.1% dibandingkan monokultur. Hal ini disebabkan adanya korelasi positif antara diameter tajuk dan tinggi pohon dengan diameter pohon (Buba 2012). Pertambahan tinggi dan diameter pohon pada agroforestri lebih tinggi daripada monokultur, sehingga pertambahan diameter tajuknya pun akan lebih besar pada agroforestri daripada monokultur. Perkembangan tajuk juga untuk mengetahui cahaya matahari yang sampai ke lantai hutan. Adanya pertambahan diameter tajuk yang lebih besar dapat menyebabkan terhambatnya cahaya matahari masuk ke lantai hutan sehingga pada pola tanam agroforestri hal ini bisa menjadi kendala bagi tanaman pertanian yang ditanam di bawah tegakan. Sistem perakaran pohon memiliki kontribusi yang sangat penting terhadap pertumbuhan pohon dan vegetasi lainnya di lahan tersebut, karena adanya persaingan untuk mendapatkan nutrisi tanah dan air. Selain itu, perakaran yang kuat dapat menopang pucuk yang ada diatasnya. Perakaran yang baik akan mendukung pertumbuhan bagi pucuknya. Parameter yang diamati pada perakaran mindi menunjukkan panjang akar dan kedalaman akar pada monokultur lebih tinggi daripada agroforestri. Hal ini disebabkan pohon mindi pada pola tanam agroforestri mendapatkan nutrisi yang cukup baik dari pemupukan maupun guguran serasah di permukaan tanah, sehingga akar tidak tumbuh jauh ke bawah tanah untuk mencari nutrisi yang dibutuhkannya. Pada mindi monokultur, akar harus menemukan hara dan air jauh ke dalam tanah karena tidak adanya pemupukan yang dilakukan pada pohon mindi di lahan tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian Wijayanto dan Rhahmi (2013) yang menyatakan bahwa perakaran yang dalam berhubungan dengan aktivitas akar untuk menemukan air dan unsur hara bagi pertumbuhannya. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya sorgum justru dapat meningkatkan pertumbuhan dari mindi sebagai tanaman pokok. Lahan agroforestri dan monokultur merupakan lahan yang ditanami pohon mindi dengan umur yang sama yaitu 2 tahun dan dengan jarak tanam mindi yang sama yaitu 2.5 m x 2.5 m. Pertumbuhan mindi lebih besar pada agroforestri dibandingkan dengan monokultur diduga karena adanya pemupukan dan pemeliharaan yang intensif yang dilakukan pada tanaman pertanian (sorgum) sehingga berpengaruh juga pada pohon yang ditanam bersamaan dengan sorgum. Pemupukan yang dilakukan pada tanaman sorgum berpengaruh juga pada pohon mindi karena pohon berfungsi sebagai jaringan pengaman unsur hara (safety nutrient network) yang tercuci ke lapisan bawah sehingga mengurangi pencucian hara ke lapisan yang lebih dalam (Hairiah 2002). Hal inilah yang menunjukkan pupuk yang digunakan pada tanaman sorgum juga dapat dimanfaatkan oleh pohon. Sistem perakaran yang terjalin antara pohon yang memiliki perakaran yang dalam dan tanaman pertanian yang memiliki perakaran dangkal menyebabkan efisiensi serapan hara pada lahan agroforestri lebih besar dibandingkan dengan monokultur, sehingga berinteraksi positif bagi pohon mindi.

38 21 Pertumbuhan dan Produktivitas Sorgum pada Sistem Agroforestri dan Monokultur Pertumbuhan sorgum Pertumbuhan sorgum pada pola tanam agroforestri rata-rata lebih rendah dibandingkan dengan monokultur. Hal ini disebabkan kurangnya intensitas cahaya yang didapatkan oleh sorgum pada pola tanam agroforestri. Adanya pertambahan diameter tajuk yang lebih besar pada pola tanam agroforestri dapat menyebabkan terhambatnya cahaya matahari masuk ke lantai hutan sehingga berpengaruh pada pertumbuhan sorgum. Intensitas cahaya pada lahan agroforestri rata-rata sebesar 100 lux, sedangkan pada lahan monokultur mencapai 500 lux. Pola tanam agroforestri menyebabkan cahaya menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan sorgum. Intensitas cahaya yang diterima daun menentukan kecepatan untuk berfotosintesis. Cahaya matahari merupakan sumber energi utama untuk melakukan proses fotosintesis. Hasil fotosintesis akan ditranslokasikan ke seluruh jaringan tanaman yang selanjutnya energi hasil fotosintesis tersebut akan dipergunakan tanaman untuk pertumbuhan. Jika intensitas cahaya yang diterima oleh sorgum kurang, maka proses fotosintesis akan terganggu, sehingga menyebabkan pertumbuhan pada tanaman sorgum juga terganggu. Panjang akar sorgum pada lahan monokultur lebih tinggi dibandingkan dengan agroforestri. Hal ini diduga karena pertumbuhan tinggi dan diameter sorgum pada monokultur lebih besar sehingga beban yang ditopang oleh akar juga semakin besar. Hal ini menyebabkan sorgum beradaptasi dengan memperpanjang akar untuk menopang beban tajuknya. Hasil analisis tanah menunjukkan pada kedua lokasi memiliki nilai bobot isi yang kurang dari 1.3, sehingga dapat dikatakan pada kedua lokasi penanaman sorgum mudah tertembus oleh akar. Pola tanam monokultur juga menunjukkan tidak adanya kompetisi ruang yang dialami oleh sorgum sehingga akar sorgum dapat tumbuh bebas untuk mencari hara dan air. Pada pola tanam agroforestri, kompetisi yang terjadi dibawah tanah antara akar sorgum dan akar pohon menyebabkan akar sorgum tidak dapat tumbuh bebas sehingga memiliki panjang akar yang lebih pendek. Hasil sidik ragam juga menunjukkan perlakuan galur sorgum berbeda nyata hanya pada peubah tinggi sorgum. Tinggi sorgum pada galur G55 lebih besar daripada BIOSS 04. Galur G55 merupakan sorgum mutan BMR (Brown Midrib). Sorgum mutan BMR merupakan hasil pemuliaan yang pemanfaatannya difokuskan pada pakan ternak sehingga memiliki karakteristik pertumbuhan vegetatif yang lebih besar dibandingkan dengan sorgum jenis yang lain. Hasil penelitian Kaligis et al. (2017) menunjukkan hasil yang sama bahwa vegetatif sorgum BMR pada tingkat naungan yang berbeda akan menunjukkan hasil yang berbeda. BMR pada naungan tinggi menunjukkan pertumbuhan yang terhambat dibandingkan pada lahan dengan naungan yang rendah. Penelitian menunjukkan pada peubah tinggi, interaksi yang terjadi pada galur G55 yang ditanam secara monokultur memberikan hasil yang terbesar yaitu sebesar cm. Semakin besar tingkat pertumbuhan tinggi sorgum, maka semakin besar pula biomassa yang akan didapatkan untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pada pola tanam agroforestri, galur G55 memiliki tinggi sebesar cm, jauh lebih rendah dibandingkan dengan tinggi galur G55 pada pola tanam monokultur. Tinggi sorgum galur BIOSS 04 yang ditanam pada lahan

39 22 agroforestri menunjukkan hal yang sama. Sorgum galur BIOSS 04 yang ditanam secara agroforestri lebih rendah 50% dibandingkan dengan yang ditanam secara monokultur. Hal ini menunjukkan sorgum galur G55 dan galur BIOSS 04 tidak menunjukkan pertumbuhan yang maksimal jika ditanam bersamaan dengan pohon mindi, sehingga pemanfaatan hasil panen pada kedua galur yang ditanam secara agroforestri tidak dapat dilakukan secara optimal. Produktivitas sorgum Perbedaan pola tanam menunjukkan pengaruhnya terhadap hampir semua peubah. Pola tanam monokultur menunjukkan hasil yang lebih tinggi daripada agroforestri. Adanya persaingan hara, air dan cahaya antara pohon mindi dan sorgum berpengaruh pada pertumbuhan masing-masing komponennya. Sorgum yang ditanam secara agroforestri cenderung memiliki produktivitas yang lebih rendah daripada sorgum yang ditanam secara monokultur. Meski pemupukan sebagai tambahan nutrisi tanaman telah dilakukan pada tanaman sorgum, tapi pohon mindi yang ditanam bersamaan dengan sorgum juga akan mendapatkan hara yang sama. Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan pohon mindi pada agroforestri lebih besar dibandingkan dengan mindi yang ditanam secara monokultur. Kemampuan pohon mindi sebagai jaringan pengaman hara (safety nutrient network) menyebabkan hara yang tidak tercuci ke lapisan bawah. Akar pohon menyerap hara di tanah dengan jalan berkompetisi dengan tanaman sorgum, sehingga terjadi persaingan mendapatkan unsur hara yang berakibat pada interaksi negatif bagi produktivitas tanaman sorgum seperti berat basah batang, berat basah malai, berat kering batang dan produksi biji per plotnya. Hasil penelitian menunjukkan hal yang berbeda pada berat 1000 butir dan kadar gula di kedua pola tanam. Perlakuan pola tanam tidak menunjukkan perbedaan di kedua peubah tersebut, artinya adanya persaingan antara tanaman sorgum dan pohon mindi tidak mengubah berat 1000 butir yang berhubungan dengan ukuran dari biji sorgum dan kadar gula sorgum tersebut. Perlakuan galur memberikan pengaruh pada semua peubah kecuali pada panjang malai. Galur G55 memiliki nilai terbesar pada peubah berat basah batang dan berat kering batang. Sedangkan nilai terbesar pada peubah berat basah malai, produksi biji per plot, berat 1000 butir dan kadar gula adalah produktivitas galur BIOSS-04. Galur G55 termasuk dalam galur mutan BMR hasil pemuliaan yang pemanfaatannya difokuskan pada pakan ternak. Selain karena memiliki bobot biomassa yang besar, sorgum BMR memiliki kadar selulosa yang tinggi dan kadar lignin yang rendah sehingga baik untuk pakan ternak. Interaksi antara pola tanam dan galur memberikan pengaruh nyata pada besar basah batang. Sorgum galur G55 yang ditanam secara monokultur memiliki berat basah batang yang paling tinggi. Berdasarkan hasil yang didapat, berat basah batang pada kedua galur mengalami penurunan pada pola tanam agroforestri. Ini menunjukkan intensitas cahaya sangat berpengaruh pada berat basah batang sorgum. Pada pola tanam agroforestri menunjukkan galur G55 memiliki berat basah gram sedangkan BIOSS gram. Sorgum yang ditanam secara agroforestri tidak menghasilkan biomassa yang maksimal untuk digunakan sebagai pakan ternak jika dibandingkan dengan biomassa sorgum yang ditanam secara monokultur.

40 Komponen bobot kering batang salah satunya adalah daun yang berfungsi dalam proses fotosintesis. Tanaman yang mampu mengkonversi energi sinar matahari dan mengakumulasikan produk fotosintesis dengan cepat akan ditandai dengan bobot kering tajuk yang tinggi (Sitompul dan Guritno 1995). Bobot kering batang yang tinggi mampu menghasilkan fotosintat yang cukup besar untuk dialokasikan ke bagian sink dan bagian tanaman lain yang sedang tumbuh sehingga dapat menghasilkan produksi yang tinggi pula. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa berat kering batang berpengaruh nyata pada pola tanam monokultur daripada agroforestri. Pada perlakuan galur, berat kering tanaman yang paling besar dihasilkan oleh galur G55. Interaksi yang terjadi antara pola tanam dan galur menunjukkan galur G55 yang ditanam secara monokultur menghasilkan berat kering tajuk yang paling besar. Hal ini menunjukkan hasil fotosintesis yang maksimal karena didukung dengan intensitas cahaya yang tinggi dan tidak adanya persaingan hara dan air dalam pola tanam secara monokultur sangat berpengaruh pada berat kering batang. Berat kering batang juga berkorelasi positif dengan berat basah batang. Berat basah batang yang paling besar pada penelitian ini juga ditunjukkan pada perlakuan galur G55 yang ditanam secara monokultur. Pola tanam agroforestri menunjukkan berat kering batang yang lebih rendah 50% pada kedua galur sorgum. Sorgum galur G55 dan BIOSS 04 tidak menghasilkan biomassa yang optimal jika ditanam bersamaan dengan pohon mindi akibat adanya kompetisi diantara kedua komponen tersebut. Pola tanam memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap berat malai. Pola tanam monokultur menghasilkan berat malai sorgum yang lebih besar daripada agroforestri. Sedangkan pada panjang malai, pola tanam tidak berpengaruh nyata. Berat malai dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi tanaman sorgum karena berat malai mempengaruhi produksi biji segar. Semakin besar berat basah malai, maka produksi biji juga akan semakin besar. Galur BIOSS-04 memiliki berat basah malai yang lebih besar dari galur G55. Hal ini menunjukkan, galur BIOSS lebih unggul dalam produksi biji dibandingkan dengan galur G55. Hasil ini sama dengan penelitian Pabendon et al. (2012) yang menunjukkan adanya korelasi positif antara brangkasan malai dan kadar etanol. Semakin tinggi berat brangkasan malai, maka etanol dalam tanaman tersebut juga semakin besar. Galur BIOSS merupakan galur hasil pemuliaan SEAMEO BIOTROP yang termasuk dalam sweet sorgum. Sweet sorgum telah diidentifikasi sebagai komoditas energi karena memiliki kandungan gula yang tinggi dan mampu menghasilkan etanol (Dinesh et al. 2013). Rataan peubah berat 1000 butir menunjukkan perlakuan pola tanam tidak berbeda nyata sedangkan perlakuan galur berbeda nyata. Galur BIOSS 04 menghasilkan berat 1000 butir sebesar gram, sedangkan galur G55 sebesar 18.9 gram. Berat 1000 butir yang tinggi menunjukkan bahwa tanaman memiliki ukuran biji yang besar, sedangkan berat 1000 butir yang ringan menunjukkan bahwa tanaman memiliki ukuran biji yang kecil, artinya, galur BIOSS 04 memiliki ukuran biji yang lebih besar daripada galur G55. Berat 1000 biji yang tinggi menunjukkan kemampuan galur dalam mengakumulasikan fotosintat ke sink (Dermawan 2011). 23

41 24 Gambar 12 Malai sorgum A:galur G55; B:galur BIOSS 04 Biji yang berukuran besar ditunjukkan dengan berat biji yang berat dan umumnya dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan karena memiliki kulit yang mudah dilepas dibandingkan dengan biji yang berukuran kecil. Biasanya untuk pakan ternak digunakan biji yang ukurannya kecil (Yusro 2001). Penelitian ini menunjukkan biji galur BIOSS 04 lebih cocok dimanfaatkan sebagai bahan pangan, sedangkan biji galur G55 cocok digunakan sebagai pakan ternak. Pada pola tanam agroforestri, kedua galur menunjukkan hasil yang sama pada hasil berat 1000 butir. Hal ini menunjukkan, sorgum galur G55 dan BIOSS 04 jika ditanam bersamaan dengan pohon mindi tidak berpengaruh pada berat 1000 butir di kedua galur, artinya kompetisi antara kedua komponen agroforestri tidak mempengaruhi ukuran biji kedua galur sorgum tersebut. Kadar gula pada batang sorgum juga diukur dalam penelitian ini. Kadar gula dalam batang sorgum biasa dinyatakan dalam nilai presentase brix. Brix merupakan parameter yang penting untuk menyeleksi genotip sorgum yang banyak mengakumulasi sukrosa (Kawahigashi et al. 2013). Tingkat kemanisan sorgum menjadi salah satu tujuan penting pengembangan sorgum sebagai bahan pakan selain keempukan dan proporsi daun (Bian et al. 2006). Hasil penelitian menunjukkan perlakuan pola tanam tidak berbeda nyata sedangkan pada perlakuan galur berbeda nyata terhadap kadar gula sorgum. Gambar 13 Pengukuran kadar gula sorgum galur BIOSS 04, A: monokultur; B:agroforestri Galur BIOSS 04 menunjukkan rataan yang lebih tinggi dibandingkan dengan galur G55. Nilai brix yang lebih tinggi mengindikasikan tingginya

42 25 akumulasi kandungan gula total pada batang tanaman sorgum (Gadakh et al. 2013). Penelitian Reddy et al. (2005) juga menunjukkan bahwa sweet sorgum memiliki kadar gula brix yang tinggi pada batangnya. Kadar gula yang tinggi menunjukkan sorgum galur BIOSS 04 cocok dimanfaatkan sebagai bahan baku etanol, sesuai dengan pernyataan Adelekan (2010). Penelitian ini menunjukkan BIOSS 04 baik yang ditanam secara monokultur maupun agroforestri cocok digunakan sebagai bahan baku etanol. Hasil penelitian menunjukkan pola tanam tidak memberikan pengaruh pada berat 1000 butir dan kadar gula. Hal ini menunjukkan sorgum galur G55 dan BIOSS 04 menghasilkan biji dan gula yang sama bila ditanam di monokultur dan agroforestri. Adanya kompetisi yang terjadi pada pola tanam agroforestri tidak menyebabkan perubahan pada biji dan kadar gula pada kedua galur tersebut. 4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Mindi yang ditanam secara agroforestri memiliki pertambahan tinggi, diameter, diameter tajuk dan diameter akar yang lebih besar daripada monokultur. Hal ini menunjukkan sistem agroforestri memiliki interaksi yang positif pada pertumbuhan pohon mindi. Biomassa tanaman yang dapat diukur dari berat basah dan berat kering batang menunjukkan galur G55 yang ditanam di pola tanam monokultur lebih tinggi dari pola tanam agroforestri. Produksi biji per plot pada galur BIOSS 04 pada pola tanam monokultur menunjukkan nilai yang besar dibandingkan agroforestri. Pola tanam tidak berpengaruh pada ukuran biji dan kadar gula kedua galur sorgum. Sorgum galur G55 dan BIOSS 04 dapat tumbuh di bawah tegakan mindi umur 2 tahun dengan jarak tanam 2.5 m x 2.5 m tetapi tidak bisa berproduksi secara maksimal. Saran Perlu adanya pemangkasan cabang pohon mindi guna memaksimalkan masuknya cahaya ke lantai hutan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman sorgum. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang pengaruh perbedaan intensitas cahaya yang lain pada pertumbuhan sorgum.

43 26 DAFTAR PUSTAKA [BLSDPL] Balai Penelitian dan Pembangunan Sumber Daya Lahan Pertanian Sifat Fisika Tanah dan Metode Analisisnya. Jakarta (ID): BLSDPL [BPS] Badan Pusat Statistik Statistik Indonesia Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. [BPTP] Badan Pengkajian teknologi Pertanian Yogyakarta Tata cara pengambilan contoh tanah [internet]. [diunduh 2016 Feb 1]. Tersedia pada : /bppi/lengkap/lip50111.pdf Adelekan BA Investigation of ethanol productivity of cassava crop as sustainable source of biofuel in tropical countries. African Journal Of Biotechnology 9(35): Amirullah Cara pengambilan contoh tanah untuk analisis (uji tanah) [internet]. [diunduh 2016 Feb 1]. Tersedia pada: Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Bogor (ID):Balitbanghut. Balai Penelitian Tanah Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah. Bian Y, Seiji Y, Maiko I, Cai H Qtls for sugar content of stalk in sweet sorghum (Sorghum Bicolor (L). Moench). Agricultural Sciences In China 5(10): Buba T Prediction equations for estimating tree height, crown diameter, crown height and crownbratio of Parkia Biglobosa in the Nigerian guinea savanna. African Journal Of Agricultural Research 7(49): Dermawan R Respon galur sorgum terhadap pemupukan P pada berbagai taraf kejenuhan aluminium di tanah masam [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Dinesh HB, Rao MRG, Rao AM, Naik SJS, Chetan HN, Shantharaja CS Evaluation of sweet sorghum (Sorghum bicolor L. Moench) cultivars for ethanol yield as an alternative source for bioenergy. Research Journal Of Agricultural Sciences 4(2): Gadakh SR, Shinde MS, Gaikwad AR, Patil VR Effect of genotypes and phenological stages on green cane yield, brix and juice yield in sweet sorghum. Journal Acad Indus 1(10). Ginting CU, Djamin A, Hartanta, Efficacy of several concentrations of the leaves of neem tree (Azadirachta indica A. Juss) and mindi tree (Melia azedarach L.) against Setothosea asigna van Ecke. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit 3(2): Hairiah K Model Simulasi untuk Sistem Agroforestri. Bogor (ID): Internasional Center for Research in Agroforestry. Hairiah K Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologis:Refleksi Pengalaman dari Lampung Utara. Bogor (ID):ICRAF Hardjowigeno S Ilmu Tanah. Jakarta(ID) : Akademika Pressindo Hardjowigeno S Ilmu Tanah. Jakarta(ID) : Akademika Pressindo Huxley P Tropical Agroforestry. Blackwell Science Ltd.

44 ICRISAT Industrial Utilization of Sorghum. Proceedings of Symposium on the Current Status and Potential of Industrial Uses of Sorghum. Irwanto Ekologi Hutan. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Ishak MS, Ismail A Zonasi kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman sorgum manis (Sorghum bicolor L.) di Kabupaten Sumedang berdasarkan analisis geologi, penggunaan lahan, iklim dan topografi. Bionatura 3(14): Kaligis YB, Kaunang CL, Kaligis DA, Rustandi Pertumbuhan vegetatif brown midrib (bmr) sorgum pada tingkat naungan berbeda dan kepadatan populasi. Jurnal Zootek 37(1) : Karyono, Hariatno Peluang dan tantangan pemasaran kayu mindi (Melia azedarach L.): studi kasus di Bogor Jawa Barat. J Sosial Ekonomi. 2(2): Kawahigashi H, Kasuga S, Okuizumi H, Hiradate S, Yonemaru J Evaluation Of Brix And Sugar Content In Stem Juice From Sorghum Varieties. Japanese Society Of Grassland Science 59: Mattjik AA, Sumertajaya IM Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab, Jilid ke-1. Ed ke-2. Bogor (ID): IPB Pr. Munawar, A Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Bogor (ID):Ipb Press. Pabendon MB, Aq l M, Mas ud S. 2012Kajian sumber bahan bakar nabati berbasis sorgum manis. Iptek Tanaman Pangan 7(2): Pramono AA, Danu, Rohandi A, Royani H, Abidin Z, Supardi E, Nurkim Sebaran potensi sumber benih jenis potensial (Mindi) di Jawa Barat. Balai Penelitian Tekonologi Perbenihan, tidak dipublikasikan. Reddy BVS, Ramesh S, Reddy PS, Ramaiah B, Salimath PM, Rajashekar K Sweet sorghum a potential alternate raw material for bioethanol and bioenergy. International Sorghum and Millets Newsletter 46: Reddy BVS, Dar WD Sweet Sorghum for Bioethanol. Makalah workshop Dirjen Perkebunan, DEPTAN, Jakarta. Sitmpul SM, Guritno B Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Sulastiningsih, Hadjib Kegunaan Tanaman Mindi (Melia azadirachta L). Pusat Penelitian Hasil hutan Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor Indonesia Supriyanto Sorghum Development to Support Food, Feed, Fuel, Fibers and Other Industries. Bogor(ID): SEAMEO BIOTROP. Syamsuwida D, Palupi ER, Siregar IZ, Indrawan A Flower initiation, morphology, and developmental stages of flowering-fruiting of mindi (Melia azedarach L). JMHT. 18(1): Wasis B, Fathia N Pengaruh pupuk npk terhadap pertumbuhan semai Gmelina (Gmelina Arborea Roxb.) Pada media tanah bekas tambang emas (tailing). Jurnal Silvikultur Tropika 4(1): Widianto, Hairiah K, Suharjito D, Sardjono MA Fungsi dan Peran Agroforestri. Bogor (ID): Internasional Center for Research in Agroforestry. Wijayanto N, Hidayanthi D Dimensi dan sistem perakaran tanaman sentang (Melia excelsa Jack) di lahan agroforestri. Jurnal Silvikultur Tropika 3(3):

45 28 Wijayanto N, Rhahmi I Length and depth lateral root of jabon (anthocephalus cadamba (roxb.) Miq.) in cibening district, Pamijahan, Bogor, West Java. Jurnal Silvikultur Tropika 4(1): Yusro Pengelompokan varetas/galur sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berdasarkan ciri-ciri morfologinya [skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Bogor

46 LAMPIRAN 29

47 30 Lampiran 1 Tata letak percobaan pertumbuhan mindi pada sistem agroforestri dan monokultur Keterangan : G B 04 : pohon mindi contoh : guludan sorgum : sorgum galur G55 : sorgum galur BIOSS

48 31 Lampiran 2 Tata letak percobaan pertumbuhan dan produktivitas sorgum pada sistem agroforestri dan monokultur Keterangan : contoh G B BIOSS 04 : pohon mindi : guludan sorgum : sorgum galur G55 : sorgum galur

49 32 Lampiran 3 Ilustrasi pengukuran perakaran pohon mindi

50 33 Lampiran 4 Titik pengambilan sampel tanah Plot monokultur mindi Plot agroforestri sorgum Plot monokultur sorgum Keterangan : : pohon mindi contoh : guludan sorgum G : sorgum galur G55 B : sorgum galur BIOSS 04 : titik pengambilan sampel tanah

51 34 Lampiran 4 Hasil analisis sifat kimia tanah

52 Lampiran 5 Hasil analisis sifat fisik tanah 35

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan pertanian Fakultas Pertanian Universitas Islam Negri Sultan Syarif Kasim Riau. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Urea, TSP, KCl dan pestisida. Alat-alat yang digunakan adalah meteran, parang,

MATERI DAN METODE. Urea, TSP, KCl dan pestisida. Alat-alat yang digunakan adalah meteran, parang, III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau pada bulan Januari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dilahan percobaan Fakultas Pertanian dan

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dilahan percobaan Fakultas Pertanian dan III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dilahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau selama 4 bulan di mulai dari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

2 METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan. Rancangan Penelitian

2 METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan. Rancangan Penelitian 5 2 METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas: 1) Pengaruh alelopati daun dan ranting jabon terhadap pertumbuhan, produksi rimpang dan kandungan kurkumin tanaman kunyit, 2) Pengaruh pemupukan terhadap

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan sejak bulan Desember 2011 sampai Januari 2012. Lokasi penelitian yaitu di RPH Jatirejo, Desa Gadungan, Kecamatan Puncu,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) VARIETAS TUK-TUK TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK KCl

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) VARIETAS TUK-TUK TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK KCl PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) VARIETAS TUK-TUK TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK KCl SKRIPSI OLEH: DEWI MARSELA/ 070301040 BDP-AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru,

I. BAHAN DAN METODE. dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, I. BAHAN DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, pada bulan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Unit Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

Respons Pertumbuhan dan Hasil Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Terhadap Jarak Tanam dan Waktu Penyiangan Gulma

Respons Pertumbuhan dan Hasil Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Terhadap Jarak Tanam dan Waktu Penyiangan Gulma Respons Pertumbuhan dan Hasil Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Terhadap Jarak Tanam dan Response of growth and result sorghum in spacing and weeding time Wika Simanjutak, Edison Purba*, T Irmansyah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Desa Negara Ratu Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) TERHADAP PEMBERIAN MULSA DAN BERBAGAI METODE OLAH TANAH SKRIPSI

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) TERHADAP PEMBERIAN MULSA DAN BERBAGAI METODE OLAH TANAH SKRIPSI 19 RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) TERHADAP PEMBERIAN MULSA DAN BERBAGAI METODE OLAH TANAH SKRIPSI Oleh: KHAIRUNNISA 100301046 / BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai

III. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian III. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan Percut

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI MAIN NURSERY TERHADAP KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK FOSFAT

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI MAIN NURSERY TERHADAP KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK FOSFAT RESPON PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI MAIN NURSERY TERHADAP KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK FOSFAT SKRIPSI OLEH: VICTOR KOMALA 060301043 BDP-AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten

Lebih terperinci

PENGARUH KERAPATAN DAN KEDALAMAN TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG HIJAU (Vigna radiata L.)

PENGARUH KERAPATAN DAN KEDALAMAN TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) PENGARUH KERAPATAN DAN KEDALAMAN TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) EFFECT OF DENSITY AND PLANTING DEPTH ON THE GROWTH AND RESULTS GREEN BEAN (Vigna radiata L.) Arif Sutono

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah, dan sempitnya kesempatan kerja merupakan akar permasalahan kemiskinan. Jumlah penduduk yang besar

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN MATODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai Agustus 2013 di

III. BAHAN DAN MATODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai Agustus 2013 di III. BAHAN DAN MATODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai Agustus 2013 di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang sebelumnya dilakukan oleh

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang sebelumnya dilakukan oleh 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang sebelumnya dilakukan oleh Anjani (2013) pada musim tanam pertama yang ditanami tanaman tomat,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitan Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitan Bahan dan Alat METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitan Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan UPTD Lahan Kering, Dinas Pertanian dan Kehutanan, Tenjo, Kabupaten Bogor. Pengujian laboratorium dan rumah kaca dilaksanakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar,

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. beralamat di Jl. H.R. Soebrantas No. 155 Km 18 Kelurahan Simpang Baru Panam,

III. MATERI DAN METODE. beralamat di Jl. H.R. Soebrantas No. 155 Km 18 Kelurahan Simpang Baru Panam, III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang beralamat di Jl.

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Jalan H.R. Soebrantas No.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 8 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012. Lokasi penelitian di lahan agroforestri di Desa Cibadak, Kecamatan Ciampea, Kabupaten

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Gedung Meneng, Kecamatan raja basa, Bandar Lampung

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan Pebruari 2012 di lahan agroforestri Desa Sekarwangi, Kecamatan Malangbong,

Lebih terperinci

Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah

Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah Latar Belakang Di antara pola tanam ganda (multiple cropping) yang sering digunakan adalah tumpang sari (intercropping) dan tanam sisip (relay

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo provinsi DIY. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia

METODE PENELITIAN. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo provinsi DIY. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada lahan bekas tambang PT. Aneka Tambang Tbk (ANTAM), Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo, Jawa tengah pada bulan Maret

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan terdiri dari (1) pengambilan contoh tanah Podsolik yang dilakukan di daerah Jasinga, (2) analisis tanah awal dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.)

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) SKRIPSI OLEH : HENDRIKSON FERRIANTO SITOMPUL/ 090301128 BPP-AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada kemiringan lahan 15 %. Tanah Latosol Darmaga/Typic Dystrudepts (Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm) dipilih sebagai

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal

Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal LAMPIRAN 41 42 Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal Variabel Satuan Nilai Kriteria Tekstur Pasir Debu Liat % % % 25 46 29 Lempung berliat ph (H 2 O) 5.2 Masam Bahan Organik C Walklel&Black N Kjeidahl

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat 18 BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di kebun percobaan Institut Pertanian Bogor, Sawah Baru Babakan Darmaga, selama 4 bulan, dari bulan Mei-September 2010. Bahan dan Alat Bahan-bahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 1 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, dari bulan Oktober 2011-Januari 2012. 3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun Kota Sepang Jaya, Kecamatan Labuhan Ratu,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun Kota Sepang Jaya, Kecamatan Labuhan Ratu, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kebun Kota Sepang Jaya, Kecamatan Labuhan Ratu, Secara geografis Kota Sepang Jaya terletak pada koordinat antara 105 15 23 dan

Lebih terperinci

RESPONS JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK ORGANIK GRANUL YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG MANIS

RESPONS JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK ORGANIK GRANUL YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG MANIS RESPONS JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK ORGANIK GRANUL YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG MANIS RESPONSE OF PLANTING DISTANCE AND GRANUL ORGANIC FERTILIZER DOSAGE DIFFERENT ON GROWTH

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Jagung University Farm IPB Jonggol, Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Tanah, IPB. Penelitian

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Agustus sampai November 2014 di Lahan Pertanian Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 7 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2012 di kebun percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga, Bogor. Analisis tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari 2011 di lahan sawah yang berlokasi di Desa Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Elevasi/GPS

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Penelitian dilakukan pada

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Pengamatan setelah panen dilanjutkan di Laboratorium

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK VERMIKOMPOS DAN INTERVAL PENYIRAMAN PADA TANAH SUBSOIL SKRIPSI

RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK VERMIKOMPOS DAN INTERVAL PENYIRAMAN PADA TANAH SUBSOIL SKRIPSI RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK VERMIKOMPOS DAN INTERVAL PENYIRAMAN PADA TANAH SUBSOIL SKRIPSI OLEH: RIZKI RINALDI DALIMUNTHE 080301018 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

III. MATERI DAN WAKTU

III. MATERI DAN WAKTU III. MATERI DAN WAKTU 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dilahan percobaa Fakultas Pertanian dan Pertenakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.Penelitian dilaksanakan pada

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE. OT1 = Tanpa Olah Tanah OT2 =Olah Tanah Maksimum Faktor kedua :Mulsa (M)

I. MATERI DAN METODE. OT1 = Tanpa Olah Tanah OT2 =Olah Tanah Maksimum Faktor kedua :Mulsa (M) I. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, dan dilakukan pada bulan Februari-April

Lebih terperinci

EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI

EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI SKRIPSI Ajeng Widayanti PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Kartini,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah diameter pangkal, diameter setinggi dada (dbh), tinggi total, tinggi bebas cabang, tinggi tajuk, panjang

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tuan dengan ketinggian 25 mdpl, topografi datar dan jenis tanah alluvial.

III. BAHAN DAN METODE. Tuan dengan ketinggian 25 mdpl, topografi datar dan jenis tanah alluvial. III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan Percut Sei

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada titik koordinat 5 22 10 LS dan 105 14 38 BT

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan Oktober 2011-Januari 2012. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian I. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, pada bulan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai Mei. Baru Panam, Kecamatan Tampan, Kotamadya Pekanbaru.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai Mei. Baru Panam, Kecamatan Tampan, Kotamadya Pekanbaru. III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai Mei 2013 di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga Bogor. Kebun percobaan memiliki topografi datar dengan curah hujan rata-rata sama dengan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu

MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang beralamat di Jalan H.R.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang beralamat di Jl. HR.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Hepuhulawa, Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, terhitung sejak bulan

Lebih terperinci

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH :

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH : TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH : NELSON SIMANJUNTAK 080301079 / BDP-AGRONOMI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai bulan Agustus 2009 di kebun Parungaleng, Cijayanti, Bogor dan Laboratorium Fisika, Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Sultan Syarif Kasim Riau, Jalan H. R. Soebrantas No. 115 km 18 Kelurahan. Simpang Baru, Kecamatan Tampan, Pekanbaru.

III. BAHAN DAN METODE. Sultan Syarif Kasim Riau, Jalan H. R. Soebrantas No. 115 km 18 Kelurahan. Simpang Baru, Kecamatan Tampan, Pekanbaru. III. BAHAN DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2013 sampai September 2013 di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2011 sampai Januari 2012. Lokasi pengambilan tailing dilakukan di PT. Antam UPBE Pongkor dan penelitian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TIGA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) TERHADAP PERBANDINGAN PEMBERIAN KASCING DAN PUPUK KIMIA

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TIGA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) TERHADAP PERBANDINGAN PEMBERIAN KASCING DAN PUPUK KIMIA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TIGA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) TERHADAP PERBANDINGAN PEMBERIAN KASCING DAN PUPUK KIMIA ALLEN WIJAYA 070301024 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung di Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan dilakukan mulai Desember 2006 sampai dengan Desember 2007. Percobaan dilaksanakan di dua tempat. Percobaan lapang dilakukan di kebun percobaan Sustainable Agriculture

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2005 sampai dengan Januari 2006. Penanaman dan pemeliharaan bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan dengan titik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan data dilakukan pada bulan Januari hingga Februari 2011 di beberapa penutupan lahan di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur (Gambar 1). Pengolahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, pada

III. BAHAN DAN METODE. Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, pada III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitan Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Agrostologi, Industri Pakan dan Ilmu Tanah dan 2). Laboratorium Ilmu Nutrisi

III. MATERI DAN METODE. Agrostologi, Industri Pakan dan Ilmu Tanah dan 2). Laboratorium Ilmu Nutrisi III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di: 1). kebun percobaan Laboratorium Agrostologi, Industri Pakan dan Ilmu Tanah dan 2). Laboratorium Ilmu Nutrisi dan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS PUPUK MAJEMUK DAN KETINGGIAN PERMUKAAN MEDIA HIDROPONIK SISTEM DRIP TERHADAP HASIL DAN KANDUNGAN NUTRISI RUMPUT GAJAH SKRIPSI

PENGARUH DOSIS PUPUK MAJEMUK DAN KETINGGIAN PERMUKAAN MEDIA HIDROPONIK SISTEM DRIP TERHADAP HASIL DAN KANDUNGAN NUTRISI RUMPUT GAJAH SKRIPSI PENGARUH DOSIS PUPUK MAJEMUK DAN KETINGGIAN PERMUKAAN MEDIA HIDROPONIK SISTEM DRIP TERHADAP HASIL DAN KANDUNGAN NUTRISI RUMPUT GAJAH SKRIPSI Oleh Meida Wulandari NIM 091510501104 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR GARAM NaCl TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) GENERASI KEDUA (M 2 ) HASIL RADIASI SINAR GAMMA

PENGARUH KADAR GARAM NaCl TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) GENERASI KEDUA (M 2 ) HASIL RADIASI SINAR GAMMA PENGARUH KADAR GARAM NaCl TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) GENERASI KEDUA (M 2 ) HASIL RADIASI SINAR GAMMA HERAWATY SAMOSIR 060307005 DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK TANAM DAN POSISI RUAS STEK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum) SKRIPSI

PENGARUH JARAK TANAM DAN POSISI RUAS STEK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum) SKRIPSI PENGARUH JARAK TANAM DAN POSISI RUAS STEK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum) SKRIPSI Oleh Ahmad Fitriyanto NIM 091510501143 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Darmaga, Bogor. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2010 sampai Februari 2011. Analisis tanah dan hara

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN INVIGORASI TERHADAP VIABILITAS BENIH KAKAO (Theobromacacao L.)

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN INVIGORASI TERHADAP VIABILITAS BENIH KAKAO (Theobromacacao L.) SKRIPSI PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN INVIGORASI TERHADAP VIABILITAS BENIH KAKAO (Theobromacacao L.) Oleh : IrvanSwandi 10882003293 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penanaman dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penanaman dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penanaman dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Pengamatan setelah panen dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 9 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini merupakan percobaan lapang yang dilakukan di ebun Percobaan University Farm Cikabayan Darmaga IPB, sedangkan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai September 2012 oleh Septima (2012). Sedangkan pada musim tanam kedua penelitian dilakukan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan dilahan pertanian yang beralamat di Jl. Sukajadi, Desa Tarai Mangun, Kecamatan Tambang, Kampar. Penelitian ini dilakukan bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Desa Situ Gede Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 Februari 2010. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

Lebih terperinci

PEMBERIAN KAPUR CaCO 3 DAN PUPUK KCl DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN SERTA SERAPAN K DAN Ca TANAMAN KEDELAI SKRIPSI OLEH:

PEMBERIAN KAPUR CaCO 3 DAN PUPUK KCl DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN SERTA SERAPAN K DAN Ca TANAMAN KEDELAI SKRIPSI OLEH: 1 PEMBERIAN KAPUR CaCO 3 DAN PUPUK KCl DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN SERTA SERAPAN K DAN Ca TANAMAN KEDELAI DI TANAH ULTISOL SKRIPSI OLEH: RANGGA RIZKI S 100301002 AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Kelurahan

BAHAN DAN METODE. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Kelurahan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Kelurahan Simpang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan kering, Desa Gading PlayenGunungkidul Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

Dimensi dan Sistem Perakaran Tanaman Sentang (Melia excelsa Jack) di Lahan Agroforestri

Dimensi dan Sistem Perakaran Tanaman Sentang (Melia excelsa Jack) di Lahan Agroforestri JURNAL 196 Nurheni SILVIKULTUR Wijayanto et TROPIKA al. J. Silvikultur Tropika Vol. 03 No. 03 Desember 2012, Hal. 196 202 ISSN: 2086-8227 Dimensi dan Sistem Perakaran Tanaman Sentang (Melia excelsa Jack)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci