BAB I PENDAHULUAN. berlangsung di masa yang akan datang adalah semakin meluasnya arus

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. berlangsung di masa yang akan datang adalah semakin meluasnya arus"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu perkembangan yang aktual dan memperoleh perhatian seksama dalam masa sepuluh tahun terakhir ini dan kecenderungan yang masih akan berlangsung di masa yang akan datang adalah semakin meluasnya arus globalisasi baik di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang bidang kehidupan lainnya. Perkembangan teknologi informasi dan transportasi telah menjadikan kegiatan di sektor perdagangan meningkat secara pesat dan bahkan telah, menempatkan dunia sebagai pasar tunggal bersama. Era perdangangan global hanya dapat dipertahankan jika terdapat iklim persaingan usaha yang sehat. 1 Persaingan dalam dunia industri pada saat ini telah menjadi sebuah tantangan bagi seluruh pelaku bisnis, setiap hari muncul produk produk baru dengan berbagai keunggulan yang dapat menggusur produk sejenis yang lebih dahulu beredar di pasaran. Permintaan pasar yang terfragmentasi secara cepat, harus dapat diimbangi oleh setiap perusahaan dengan menumbuhkan inovasi adaptif dan inovasi subtitutif yang dapat dilakukan dengan cara memperbanyak model, ukuran, gaya, dan variasi pelayanan yang unik pada rantai produksinya, serta menciptakan produk, teknologi ataupun prosedur baru untuk menggantikan yang telah usang. 1 Ahmadi Miru, Hukum Merek: Cara Mudah Mempelajari Undang Undang Merek, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 1 1

2 Satu inovasi adaptif dari sebuah produk sehingga mampu terlihat unik, berbeda dengan yang lain serta memiliki nilai lebih pada penjualan produk tersebut yakni dengan diberikannya suatu tanda atau nama unik yang tidak dimiliki oleh produk yang lain. Tanda atau nama yang unik tersebut disebut merek,artinya merek adalah sesuatu (gambar atau nama) yang dapat digunakan untuk mengidentifikasikan suatu produk atau perusahaan dipasaran. 2 Pengusaha biasanya menggunakan merek untuk membedakan produk mereka dengan produk sejenis yang menjadi pesaing mereka di pasaran. Konsumen yang mengetahui ciri khusus pada produk diharapkan dapat memberikan kepercayaan terhadap produk tersebut untuk mereka gunakan. Merek sangat penting untuk memenagkan persaingan antar produsen karena bila produk dengan kualitas yang baik maka konsumen akan mencari produk tersebut, oleh karena itu dibutuhkan ciri atau merek. Pemberian merek pada suatu produk diharapkan mampu membangun reputasi sehingga nantinya merek tersebut memiliki nilai lebih pada harga jualnya. Merek dalam dunia bisnis sangat memegang peran yang penting, dimana publik sering mengaitkan suatu image, kualitas atau reputasi produk dengan merek tertentu. Sebuah merek dapat menjadi kekeyaaan yang sangat berharga secara komersial bahkan merek suatu perusahaan seringkali lebih bernilai dibandingakan dengan aset riil perusahaan tersebut. Fungsi merek dapat dilihat dari suatu produsen, pedagang dan konsumen. Dari pihak produsen merek digunakan untuk jaminan nilai hasil produknya. 2 Tim Lindesey, et.al Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Alumni, Bandung, 2003, hlm

3 Tinjauan dari pihak pedagang, merek digunakan untun promosi barang barang dagangnya guna mencari dan memperluas pasar. Sedangkan dari pihak konsumen, merek digunakan untuk mengadakan pilihan barang yang akan dibeli. Jadi merek dapat berfungsi sebagai jaminan nilai atau kualitas dari produk yang bersangkutan. 3 Merek merupakan gengsi. Bagi kalangan tertentu, gengsi seseorang terletak pada barang yang dipakai atau jasa yang digunakan. Alasan yang sering kali diajukan adalah demi kualitas, bonafiditas, atau investasi. Terkadang merek menjadi gaya hidup. Merek bisa membuat orang menjadi percaya diri atau bahkan menentukan kelas sosialnya. 4 Penggunaan Merek atau tanpa seizin pemilik yang dilakukan oleh para pembajak diharapkan mampu berimbas pada kekuatan merek atau produk tersebut di pasaran. Cara tersebut yakni dengan memproduksi suatu produk dengan ciri, merek, bentuk, desain dan bahan sejenis dengan produk asal diharapkan memperoleh laba yang berlipat ketika produk itu dijual di pasaran. Apalagi bila kualitas produk diturunkan maka laba akan bertambah secara signifikan, misalnya produk asal menggunakan bahan baku dengan kualitas A dengan harga yang tinggi sedangakan produk bajakan menggunakan bahan baku kualitas B atau C dengan harga yang lebih rendah. Konsumen akan tertipu ketika mereka membeli produk bajakan yang telah diberikan merek terkenal karena kualitas 3 Suyud Margono dan Longginus II, Pembaharuan Perlindungan Hukum Merek, Inti Ilmu, Jakarta, 2002, hlm Mulyatno, Sisi Lain Berlakunya Undang Undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek, Varia Peradilan, 1994, hlm.111 3

4 bahan baku yang berbeda walaupan desain, ciri, bentuk, warna dan lain sebagainya sama persis dengan produk asal atau aslinya. Hal tersebut sangat merugikan semua pihak, produsen asli akan dirugikan karena merek atau produknya digunakan orang lain sehingga produsen kehilangan keuntungan. Selain itu juga kerugian nonmaterial yakni ciri atau merek atas produk yang diproduksi setelah sekian waktu dibangun reputasinya dengan pelayanan serta kualitas produksi yang prima jatuh karena ada produk bajakan yang beredar dengan kualitas yang jauh lebih rendah. Sedangkan dari sisi pedagang dengan beredarnya barang bajakan atas merek atau produk yang dijual membuat pedagang kesulitan berpromosi dan memperluas pasar karena yang diuntungkan dari promosi itu adalah produk bajakannya. Sedang konsumen akan kecewa karena produk yang dibeli tidak memiliki kualitas produk jauh berbeda dari produk aslinya. Permasalahan yang muncul dalam persaingan bisnis tidak hanya terbatas pada munculnya produk produk bajakan untuk jenis barang atau jasa yang sama. Permasalahanya juga dapat muncul terkait dengan keunikan tanda dari sebuah merek, ada kalanya beberapa produsen baik secara disengaja maupun tidak disengaja menginginkan suatu tanda yang berupa gambar atau nama yang sama sebagai merek untuk produk mereka. Bahkan permasalahan terkait dengan merek tersebut juga dapat terjadi ketika ada sebuah produsen yang menginginkan untuk memiliki dan menggunakan suatu merek yang sama 4

5 dengan yang telah digunakan oleh produsen lainnya. 5 Tanda yang berupa gambar atau logo, nama atau ciri khusus yang dibuat oleh produsen pertama yang mendaftarkan merek tersebut,tidak dapat dipungkiri bahwa merek yang telah didaftarkan ada yang sama, baik disengaja taupun tidak disengaja. Produsen yang mersa dirugikan dengan digunakannya merek dagang mereka oleh pihak lain, kemudian mengajukan keberatan berupa gugatan pembatalan pendaftaran merek. 6 Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Niaga terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa : a. Gugatan ganti rugi; dan/atau b. Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut. Gugatan ganti kerugian dan/atau penghentian perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek secara tanpa hak tersebut memang sudah sewajarnya, karena tindakan tersebut sangat merugikan pemilik merek yang sah. Bukan hanya kerugian ekonomi secara langsung, tetapi juga dapat merusak citra merek tersebut apabila barang atau jasa yang menggunakan merek secara tanpa hak tersebut kualitasnya lebih rendah daripada barang atau jasa yang menggunakan merek secara sah. Apabila ditemukan ada dua merek yang memiliki persamaan, kesan yang sama dan kemiripan yang ada pada kedua merek tersebut, maka telah terjadi 5 Ratri Meiliana, Gugatan Pembatalan Merek (Studi Kasus Merek COLLIN), Skipsi FH Universitas Islam Indonesia, 2005, hlm 3. 6 Ibid, hlm. 4 5

6 pelanggaran terhadap merek yang bersangkutan. Pengadilan Niaga akan menyidangkan kasus pelanggaran merek tersebut dan memutuskan perkara. Keputusan yang diberikan oleh Pengadilan Niaga dapat juga dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung. Kasus merek yang menarik yaitu penggunaan merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk jenis atau kelas yang sama oleh Rusmin Soepadhi dengan PT Puri Intirasa. Rusmin Soepadhi pemilik rumah makan Waroeng Podjok untuk barang/jasa 42 untuk jenis barang/jasa, perdagangan/rumah makan, warung nasi, warung kopi, kedai, cafe, penyediaan makanan dan minuman keliling. Yang terdaftar dengan nomer , pada tanggal 25 Mei 2005 merasa dirugikan dengan digunakannya merek dagang rumah makan Warung Pojok milik PT Puri Intirasa, nama Warung Pojok yang didaftarkan pada Direktoral Jendral HaKI pada tanggal 29 Oktober 2002 dengan nomor dan Pojok Kopi nomor milik Tergugat memiliki persaman pada nama konfigurasi huruf dan cara pengucapan yang sama dengan Waroeng Podjok milik penggugat, maka dari itu penggugat berpendapat bahwa Tergugat telah melakukan itikad buruk dengan pendaftaran merek Warung Pojok. Putusan majelis hakim yang memeriksa pada tingkat Mahkamah Agung RI menolak permohonan kasasi dari pemohon dengan pertimbangan apabila istilah warung pojok dijadikan merek oleh penggusaha Nasional atau menengah keatas (pemohon kasasi/termohon kasasi) maka dikhawatirkan akan terpinggirnya pedagang pedagang kecil tradisional yang ekonominya 6

7 relatif lemah yang sudah memakai nama Warung Pojok sebagai warung mereka dan berdasarkan Pasal 5 Undang Undang No.15 Tahun 2001 huruf (c), ditegaskan bahwa merek tidak bisa didaftar apabila merek tersebut mengandung, telah menjadi milik umum. Berbeda dengan kasus Afoe Herlangga sebagai (pemohon kasasi) merasa dirugikan atas putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor 57/MEREK/2004/PN.NIAGA.JKT.PST yang mengabulkan sebagian gugatan PT. Batik Keris (termohon kasasi) karena merek dagang Keris Tamblong milik Afoe Herlangga (pemohon kasasi) memiliki persamaan dengan merek dagang Batik Keris dan KERIS milik PT. Batik Keris (termohon kasasi), yang termasuk dalam kelas 24, 25, dan 42 yaitu antara lain tekstil dan barang barang termasuk batik, tenunan, sapu tangan, seprei, sarung bantal/guling, taplak meja, kain hordein, tilam tilam, tempat tidur dan meja, konfeksi/pakaian jadi untuk pria dan wanita, kaos T- Shirt, jaket, piyama, pakaian sport, alas kaki, sepatu, sandal, tutup kepala dan jasa jasa yang tidak dapat dimasukan dalam kelas kelas lain yaitu pertokoan. Serta telah pula terdaftar Hak Cipta yang telah terdaftar dibawah nomor pendaftaran tanggal 15 September Penggugat yang dulunya sebagai tergugat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI dengan mendalilkan bahwa penggunaan merek dagang Batik Tomblong tidak dapat dipersamakan dengan merek dagang Batik Keris dan Keris baik mengenai persamaan logo,warna maupun tata bahasa. 7

8 Putusan majelis hakim yang memeriksa pada tingkat Mahkamah Agung RI menolak permohonan kasasi dari pemohon dengan pertimbangan termohon kasasi telah terlebih dahulu mendaftarkan mereknya, produk dari merek Pemohon kasasi adalah mengenai barang/produk yang sejenis dengan barang yang diproduksi lebih dahulu oleh termohon kasasi. Putusan majelis hakim tersebut diperoleh dari adanya pertimbangan oleh hakim dengan melihat fakta fakta yang muncul dalam persidangan berlangsung. Namun, yang menjadi persoalaan apakah menurut hukum pertimbangan hakim dalam kasus tersebut sudah benar atau belum dan apakah akibat hukum dari putusan majelis hakim tersebut telah melindungi pemegang hak merek atau belum. Hal ini disebabkan karena pertimbangan hukum hakim dan akibat hukum suatu putusan dapat mencerminkan bagaimana perlindungan hukumnya. Dalam kasus yang dibahas penulis ini adalah mengenai Perlindungan terhadap pemegang hak merek terdaftar di Indonesia. Dengan adanya permasalahan tersebut untuk menyelesaikan tugas akhirnya maka penulis hendak menulis skripsi dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Merek Terdaftar Di Indonesia ( Studi atas Putusan Merek Nomor 739K/Pdt.Sus/2008 dan Nomor 15 K/N/HaKI/2005 ). 8

9 B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah dapat dirumuskan dua permasalahan, yakni : 1. Bagaimana pertimbangan hukum majelis hakim atas kasus dalam perkara Nomor 739K/Pdt.Sus/2008 dan Nomor 15 K/N/HaKI/2005? 2. Bagaimana akibat hukum atas adanya putusan majelis hakim dalam perkara Nomor 739K/Pdt.Sus/2008 dan Nomor 15 K/N/HaKI/2005? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan uraian diatas maka penelitian ini bertujuan mendapatkan data, informasi serta analisis adalah 1. Untuk mengetahui Pertimbangan Hukum Majelis Hakim atas kasus dalam perkara Nomor 739K/Pdt.Sus/2008 dan Nomor 15 K/N/HaKI/ Untuk mengetahui akibat adanya putusan majelis hakim dalam perkara Nomor 06 Nomor 739K/Pdt.Sus/2008 dan Nomor 15 K/N/HaKI/2005. D. Tinjauan Pustaka Menurut Undang Undang Nomor 15 Tahun 2001 pengertian merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf huruf, angka angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Merek dibagi menjadi 2 (dua) yaitu merek dagang dan merek jasa. 9

10 Merek dagang adalah merek atau tanda yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang barang sejenis lainnya, sedangkan Merek jasa adalah merek pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa jasa lain yang sejenis. 7 Hak eksklusif atas merek yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek terdaftar memiliki jangka waktu tertentu. Jangka waktu tersebut dapat digunakan sendiri oleh para pemilik merek atau dapat memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakanya. Dari pengertian ini, agar suatu merek dapat dilindungi, merek tersebut harus didaftarkan. Pendaftaran merek diawali dengan permohonan pendaftaran merek. Permohonan adalah suatu permintaan pendaftaran yang diajukan secara tertulis kepada Direktorat Jendral HKI. 8 Suatu merek dapat disebut merek apabila memenuhi syarat syarat yang ditentukan dalam Undang Undang Merek dan permintan pendaftaran merek hanya dapat dilakukan oleh pemilik merek yang beritikad baik. Dalam Pasal 5 Undang Undang Merek ditentukan mengenai merek yang tidak dapat didaftarkan bilamana mengandung unsur unsur sebagai berikut : 1. Bertentanggan dengan kesusilaan dan ketertiban umum; 2. Tidak memiliki daya pembeda; 7 Muhammad djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia, ctk. Ketiga, PT. Cita Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm Sudargo Gautama & Rizwanto Winata, Undang Undang Merek Baru Tahun 2001, PT. Citra Aditya Bakti, bandung, 2002, hlm

11 3. Telah menjadi milik umum atau ; 4. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran. Selain itu suatu permintaan pendaftaran juga ditolak jika mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek yang sudah terkenal milik orang lain yang sudah terdaftar terlebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis maupun yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam Pasal 6 ayat (1) Undang Undang Nomer 15 Tahun Merek yang telah terdaftar di Direktorat Merek dapat dihapus dari daftar umum merek. Teori mengenai penghapusan merek ini didasarkan atas teori pemanfaatan. Pound dalam satu dalilnya mengenai hukum masyarakat mengatakan bahwa : Dalam masyarakat beradab, orang harus beranggapan bahwa ia boleh mengawasi untuk tujuan tujuan yang bermanfaat, apa yang telah ia temukan dan dimiliki untuk keperluaanya sendiri, dan apa yang ia peroleh dalam tata tertib sosial dan ekonomi yang ada. Dari pernyataan ini jika dikaitkan dengan penghapusan merek terdaftar, merek yang telah didaftarkan harus dimanfaatkan dengan cara digunakan dalam kegiatan produksi barang atau jasa dan dipakai sesuai dengan yang telah didaftarkan. Misalnya, apabila merek yang telah didaftarkan pada Direktorat Merek tidak digunakan dalam kegiatan produksi barang atau jasa, 11

12 pemanfaatannya akan hilang dengan dihapusnya merek tersebut dalam Daftar Umum Merek. 9 Fungsi didaftarkannya merek selain sebagai mengenai asal barang dan sifat barang juga sebagai bentuk perlindungan hukum. Dengan didaftarkannya merek, pemilik tersebut mendapat hak atas merek yang dilindungi oleh hukum. Pasal 3 dan 4 Undang Undang Nomor 15 Tahun 2001 pada intinya menyatakan bahwa hak atas merek merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri mereknya atau melisensikan kepada pihak lain dengan itikad baik. Dengan adanya hak eksklusif atau hak khusus tersebut, orang lain dilarang menggunakan merek terdaftar untuk barang atau jasa yang sejenis, kecuali apabila sebelumnya mendapat izin dari pemilik merek terdaftar. Bila hal ini dilanggar, pengguna merek terdaftar tersebut dapat ditutut baik secara perdata maupun secara pidana. 10 Pada Pasal 28 Undang Undang Nomor 15 Tahun 2001 mengatur mengenai jangka waktu perlindungan merek terdaftar,yang menyatakan bahwa merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu dapat diperpanjang. Jangka waktu ini jauh lebih lama dibandingkan dengan Pasal 18 Persetujuan TRIPs yang hanya memberikan perlindungan hukum atas merek 9 Friedman, W. Teori dan Filsafat Hukum Telaah Kristis Atas Teori Teori Hukum (terjemahan Edisi Indonesia), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993,Hlm 145 yang dikutip oleh Dwi Rezki Sri Astarini, Penghapusan Merek Terdaftar (berdasarkan UU 15 Tahun 2001 Tentang Merek Dihubungkan dengan TRIPS-WTO, PT. Alumni, Bandung, Suyud Margono dan Longginus Hadi, op.cit. hlm

13 selama 7 tahun dan setelah itu dapat diperbaharui lagi. 11 Merek yang akan dimintakan perpanjangan pendaftarannya harus dapat menunjukan bukti bahwa merek yang bersangkutan masih digunakan pada barang atau jasa sesuai dengan yang tercantum dalam sertifikat merek. Merek tersebut juga harus masih diproduksi dan diperdagangkan di pasaran. Tenggang waktu mengajukan permintaan perpanjangan pendaftaran merek dilakukan dengan mengisi formulir permohonan perpanjangan pendaftarn merek yang tidak lebih dari 12 (dua belas) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan merek dengan mengisi formulir permohonan perpanjangan pendaftaran merek yang disertai pernyataan bahwa pemilik merek terdaftar masih menggunakan, memproduksi dan memperdagangkan barang atau jasa seperti yang dicantumkan dalm sertifikat merek. Pengaturan menengenai pembatalan merek terdaftar ini dapat ditemukan dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 72 Undang undang Nomor 15 Tahun Namun, berbeda dengan penghapusan merek terdaftar, pembatalan merek terdaftar hanya dapat diajukan oleh pihak yang berkepentinggan seperti jaksa, yayasan atau lembaga di bidang konsumen dan majelis lembaga keuangan atau juga oleh pemilik merek dengan mengajukan gugatan kepada pengadilan niaga, dan bila salah satu pihak baik penggugat maupun tergugat berada diluar negeri, gugatan diajukan ke Penggadilan Niaga di Jakarta. Pasal 68 (1) Undang undang No.15 Tahun 2001 menyatakan bahwa gugatan pembatalan pendaftaran merek diajukan berdasarkan alasan yang 11 Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekeyaan Intelektual, PT. Alumni, Bandung, 2003, hlm

14 terdapat dalam Pasal 4,5,dan 6. Pasal 4 menyatakan bahwa merek tidak didaftar oleh pemohon beritikad tidak baik. Pasal 5 menyatakan bahwa merek tidak dapat didaftar bila bertentangan dengan undang undang, tidak memiliki daya pembeda, merek menjadi milik umum dam merupakan keterangan yang berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran. Dan Pasal 6 menyatakan bahwa permohonan merek ditolak bila mempunyai persamaan dengan merek milik pihak lain, dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain, serta dengan indikasi geografis yang sudah terkenal. Permohonan merek juga harus ditolak oleh Direktorat Merek bila merek tersebut menyerupai nama orang terkenal, bendera, lambang negara, cap resmi negara kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang. Tenggang waktu gugatan pembatalan merek terdaftar tercantum dalam Pasal 69 Undang undang nomor 15 tahun 2001 adalah 5 (lima) tahun sejak tanggal pendaftaran. Namun, khusus untuk gugatan pembatalan yang didasarkan atas alasan bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum dapat diajukan kapan saja tanpa batas waktu. Seperti yang telah diketahui, gugatan pembatalan merek terdaftar diajukan kepada Pengadilan Niaga, dan terhadap putusan Pengadilan Niaga tersebut hanya dapat diajukan kasasi. Setelah putusan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual akan mencoret merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dengan memberi catatan tentang alasan dan tanggal pembatalannya serta memnberitahukan 14

15 secara tertulis kepada pemilik merek atau kuasanya. 12 Dengan pembatalan merek terdaftar tersebut, berakhir pula perlindungan hukum atas merek yang bersangkutan. Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Niaga terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa : a. Gugatan ganti rugi ; dan/atau b. Penghentian semua perbuatan uang berkaitan dengan penggunan merek tersebut. Gugatan ganti kerugian dan/atau penghentian perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek secara tanpa hak tersebut memang sudah sewajarnya, karena tindakan tersebut sangat merugikan pemilik merek yang sah. Bukan hanya kerugian ekonomi secara langsung, tetapi juga dapat merusak citra merek tersebut apabila barang atau jasa yang menggunakan merek secara tanpa hak tersebut kualitasnya lebih rendah daripada batang atau jasa yang menggunakan merek secara sah. Gugatan atas pelanggaran merek sebagaimana dimaksud diatas dapat diajukan oleh penerima lisensi merek terdaftar baik secara sendiri maupun bersama sama dengan pemilik merek yang bersangkutan. Hak penerima lisensi untuk mengajukan gugatan sebagimana hak pemilik merek terdaftar sebab pemegang lisensi memang sangat berkepentinggan 12 Rachmadi Usman, op.cit., hlm

16 karena dia ikut mengalami kerugian atas adannya pelanggaran atas merek tersebut. Selama masih dalam pemeriksaan dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar, atas permohonan pemilik merek atau penerima lisensi selaku penggugat, hakim dapat memerintahkan tergugat untuk menghentikan produksi, peredaran dan/atau perdagangan barang atau jasa yang menggunakan merek tersebut secara tanpa hak. Dalam hal tergugat dituntut juga untuk menyerahkan barang yang menggunakan merek secara tanpa hak, hakim dapat memerintahkan bahwa penyerahan barang atau nilai barang tersebut dilaksanakan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap. Kewenanggan hakim untuk menunda penyerahan barang atau nilai barang tersebut, dapat disamakan dengan penolakan atas gugatan yang meminta agar suatu gugatan dapat dilaksanakan lebih dahulu. Penundaan penyerahan barang atau nilai barang yang menggunakan merek secara tanpa hak tersebut merupakan tindakan hati hati karena bagaimanapun, secara hukum setiap putusan pengadilan niaga masih dimungkinkan untuk dibatalkan dalam perkara kasasi. Hal ini terkait dengan masih tersedianya upaya hukum kasasi atas putusan Pengadilan Niaga yang memeriksa gugatan yang berkaitan dengan pelanggaran merek tersebut. Kasasi merupakan uapaya hukum biasa satu satunya karena terhadap putusan Pengadilan Niaga hanya dapat diajukan kasasi Ahmadi Miru, op.cit, hlm

17 E. Metode Penelitian Metode penelitian untuk menyusun tugas akhir ini adalah metode penelitian normatif yang terdiri dari: 1. Objek penelitian Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Merek Terdaftar Di Indonesia ( Studi atas Putusan Merek Nomor 739K/Pdt.Sus/2008 dan Nomor 15 K/N/HaKI/2005 ) 2. Bahan Hukum a. Bahan hukum primer Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan objek penelitian, yaitu : 1) Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang merek, Undang Undang Nomer 19 Tahun 1992 tentang merek sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomer 14 tahun ) KUHPerdata (BW) 3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1993 tentang kelas barang/jasa bagi pendaftaran Merek. 4) Putusan Merek Nomor 739K/Pdt.Sus/2008 dan Nomor 15 K/N/HaKI/2005 b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang terkait dengan objek penelitian, seperti: 1) Literatur/Buku buku 2) Jurnal 17

18 3) Majalah 4) Surat Kabar 5) Internet c. Bahan Hukum Tersier 1) Kamus 2) Ensiklopedi 4. Teknik pengumpulan data Pengumpulan data dengan cara mencari, mempelajari data yang berhubungan dengan penelitian melalui buku-buku, literatur-literatur, majalah, jurnal sehingga terjadi kesesuaian pedoman secara hukum. 5. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu dengan mengkaji peraturan perundangan yang berlaku tehadap topik yang hendak diteleti. Sehingga terdapat kesesuaian pedoman. 6. Analisis data Data yang telah diperoleh dianalisa secara deskriptif kualitatif yaitu pengolahan dan penguraian data data yang diperoleh dalam satu gambaran sistematis yang didasarkan pada teori dan pengertian hukum yang terdapat dalam ilmu hukum untuk mendapatkan hasil yang signifikan dan ilmiah 18

19 F. Sistematika Penulisan Penelitian tentang putusan pembatalan pendaftaran merek ini akan terdiri dari 4 bab yang merupakan suatu rangkaian yang saling terkait satu dengan lainnya, yang meliputi : BAB I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II. HAK MEREK PADA UMUMNYA Bab ini akan menguraikan tentang tinjauan pustaka sebagi sumber dan acuan dalam pembahasan penelitian ini yang meliputi Definisi dan Jenis Merek,Fungsi Merek,Sistem Pendaftaran Merek serta Pelanggaran Merek serta Penyelesaian sengketa merek dagang terhadap kasus persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan seluk-beluknya yang meliputi penjelasan mengenai pengertian persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dalam merek. BAB III. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG MEREK TERDAFTAR DI INDONESIA A. Menguraikan tentang Tinjauan Dasar Pertimbangan Putusan Hakim dalam Memutus Perkara terhadap Kasus Persamaan pada Pokok atau Keseluruhannya pada Merek Dagang yang Terdaftar di Indonesia. yaitu dalam kasus Rusmin Soepadhi 19

20 dengan PT Puri Intirasa. Rusmin Soepadhi pemilik merek dagang rumah makan Waroeng podjok yang memiliki persamaan merek dagang rumah makan Warung Pojok milik PT Puri Intirasa. Serta Kasus Afoe Herlangga yang merasa dirugikan oleh PT. Batik Keris karena dikabulaknnya gugatan pembatalan atas pendaftaran merek Batik Tomblong dikarenakan adanya persamaan pada pokoknya dengan merek Barik Keris dan Keris milik PT. Batik Keris. B. Akibat hukum atas adanya putusan majelis hakim dalam perkara penggunaan merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk jenis atau kelas yang sama yaitu dalam kasus Rusmin Soepadhi dengan PT Puri Intirasa. Rusmin Soepadhi pemilik merek dagang rumah makan Waroeng podjok yang memiliki persamaan merek dagang rumah makan Warung Pojok milik PT Puri Intirasa. Serta Kasus Afoe Herlangga yang merasa dirugikan oleh PT. Batik Keris karena dikabulaknnya gugatan pembatalan atas pendaftaran merek Batik Tomblong dikarenakan adanya persamaan pada pokoknya dengan merek Barik Keris dan Keris milik PT. Batik Keris 20

21 BAB IV PENUTUP Bab ini menguraikan tentang penutup dari pokok bahasan dalam penelitian ini yang meliputi Kesimpulan dan Saran terkait dengan gugatan pembatalan pendaftaran merek. 21

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan usaha dalam perdagangan barang dan jasa pada zaman modern

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan usaha dalam perdagangan barang dan jasa pada zaman modern BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persaingan usaha dalam perdagangan barang dan jasa pada zaman modern ini sudah tidak dapat dihindarkan. Persaingan usaha bukan merupakan hal yang dilarang, tetapi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensikonvensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Tidak dapat kita pungkiri bahwa merek merupakan suatu aset yang sangat berharga dalam dunia perdagangan sehingga memegang peranan yang sangat penting. Oleh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,

BAB I PENDAHULUAN. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak merek merupakan bagian dari hak kekayaan intelektual yang timbul

BAB I PENDAHULUAN. Hak merek merupakan bagian dari hak kekayaan intelektual yang timbul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak merek merupakan bagian dari hak kekayaan intelektual yang timbul dari kemampuan intelektual manusia. 1 Merek sebagai salah satu hak intelektual memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perlindungan Dan Pengaturan Tentang Hak Merek Di Indonesia.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perlindungan Dan Pengaturan Tentang Hak Merek Di Indonesia. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Perlindungan Dan Pengaturan Tentang Hak Merek Di Indonesia. Perlindungan hak merek dilaksanakan oleh negara, dan negara sebagai penanggungjawab atas perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian World Trade Organization (WTO), membuat Indonesia harus. yang ada dalam kerangka General Agreement on Tariffs and Trade

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian World Trade Organization (WTO), membuat Indonesia harus. yang ada dalam kerangka General Agreement on Tariffs and Trade BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merek sebagai salah satu bentuk dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) mempunyai peranan yang penting dalam hal perdagangan terutama dalam menghadapi era globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas Kekayaan Intelektual (HAKI) juga berkembang pesat. Suatu barang atau jasa

BAB I PENDAHULUAN. atas Kekayaan Intelektual (HAKI) juga berkembang pesat. Suatu barang atau jasa A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, masalah Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) juga berkembang pesat. Suatu barang atau jasa yang hari ini diproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi keunggulan produk dari merek tertentu sehingga mereka dapat

BAB I PENDAHULUAN. informasi keunggulan produk dari merek tertentu sehingga mereka dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merek dagang di Indonesia semakin banyak macam pilihannya. Teknologi informasi dan komunikasi mendukung perkembangan macammacam merek yang dikenal oleh masyarakat.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 243, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4045) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n 2 000 Tentang Desain Industri DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dunia perdagangan tidak dapat dilepaskan dari pembangunan di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang pelaksanaannya dititikberatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang hari ini diproduksi di suatu negara, di saat berikutnya telah dapat dihadirkan

I. PENDAHULUAN. yang hari ini diproduksi di suatu negara, di saat berikutnya telah dapat dihadirkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, masalah Hak Kekayaan Intelektual (HKI) juga berkembang dengan sangat pesat. Suatu barang atau jasa yang hari ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merk merupakan bagian dari Hak Milik Intelektual. yang dalam dunia perdagangan di negara berkembang, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Merk merupakan bagian dari Hak Milik Intelektual. yang dalam dunia perdagangan di negara berkembang, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merk merupakan bagian dari Hak Milik Intelektual yang dalam dunia perdagangan di negara berkembang, seperti negara Indonesia, permasalahan yang terkait dengan

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK I. UMUM Salah satu perkembangan yang aktual dan memperoleh perhatian saksama dalam masa sepuluh tahun terakhir ini dan kecenderungan

Lebih terperinci

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 32/2000, DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU *12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan

Lebih terperinci

PERMOHONAN PENDAFTARAN MEREK TIDAK BERITIKAD BAIK DALAM TEORI DAN PRAKTEK DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN

PERMOHONAN PENDAFTARAN MEREK TIDAK BERITIKAD BAIK DALAM TEORI DAN PRAKTEK DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN PERMOHONAN PENDAFTARAN MEREK TIDAK BERITIKAD BAIK DALAM TEORI DAN PRAKTEK DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia meratifikasi Perjanjian Wold Trade Organization (WTO)

Lebih terperinci

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

MEREK. Umum. 1. Apakah merek itu?

MEREK. Umum. 1. Apakah merek itu? MEREK Umum 1. Apakah merek itu? Yang dimaksud dengan merek adalah suatu "tanda" yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disingkat HKI) telah berkembang sangat pesat. Sebagai ilmu yang baru, HKI

BAB I PENDAHULUAN. disingkat HKI) telah berkembang sangat pesat. Sebagai ilmu yang baru, HKI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini Hak atas Kekayaan Intelektual (yang biasa disingkat HKI) telah berkembang sangat pesat. Sebagai ilmu yang baru, HKI sendiri cukup

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekayaan budaya dan etnis bangsa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan UUDTLST yang menjadi payung hukum DTLST di Indonesia,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan UUDTLST yang menjadi payung hukum DTLST di Indonesia, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Berdasarkan UUDTLST yang menjadi payung hukum DTLST di Indonesia, pengertian DTLST dibedakan menjadi dua bagian yaitu desain tata letak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 244, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4046) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disebut HKI) merupakan langkah maju bagi bangsa Indonesia yang akan memasuki era

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disebut HKI) merupakan langkah maju bagi bangsa Indonesia yang akan memasuki era 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disebut HKI) merupakan langkah maju bagi bangsa Indonesia yang akan memasuki era pasar bebas. Salah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang wiraswasta. Dengan program Usaha Kecil Menengah (UKM) yang

BAB I PENDAHULUAN. seorang wiraswasta. Dengan program Usaha Kecil Menengah (UKM) yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini masyarakat Indonesia sudah mulai memiliki peta konsep sebagai seorang wiraswasta. Dengan program Usaha Kecil Menengah (UKM) yang digalakkan oleh

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.252, 2016 HUKUM. Merek. Indikasi Geografis. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5953). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB V IZIN PENDAFTARAN MEREK

BAB V IZIN PENDAFTARAN MEREK BAB V IZIN PENDAFTARAN MEREK 5.1 Peraturan Perundang Undangan Tentang Merek PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1993 TENTANG TATA CARA PERMINTAAN PENDAFTARAN MEREK PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan teori dan analisis terhadap Putusan Pengadilan Dalam Perkara

BAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan teori dan analisis terhadap Putusan Pengadilan Dalam Perkara BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Berdasarkan teori dan analisis terhadap Putusan Pengadilan Dalam Perkara Merek Yang Memiliki Persamaan Pada Pokoknya menyangkut merek HONGTASHAN yang dipermasalahkan oleh

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1, 2005 HAKI. Industri. Desain. Pemohon. Pemegang. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaku usaha atau produsen untuk menggunakan unsur-unsur seperti nama, logo

BAB I PENDAHULUAN. pelaku usaha atau produsen untuk menggunakan unsur-unsur seperti nama, logo BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam dunia usaha dewasa ini sudah menjadi hal yang umum bagi para pelaku usaha atau produsen untuk menggunakan unsur-unsur seperti nama, logo atau perpaduan antara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa di dalam era perdagangan global,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah uang setiap waktu yang ditentukan. Maka dari itu, HKI akan mendorong

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah uang setiap waktu yang ditentukan. Maka dari itu, HKI akan mendorong ! 1 BAB I PENDAHULUAN A.! Latar Belakang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) memiliki peranan yang sangat penting bagi perkembangan kegiatan perdagangan di dunia, termasuk Indonesia. Dengan adanya HKI, diharapkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan seperti yang telah dipaparkan. pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan seperti yang telah dipaparkan. pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa: BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan seperti yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Mahkamah Agung dalam memutus perkara Peninjauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sedang berlangsung di Indonesia. Hak atas kekayaan intelektual yang

BAB I PENDAHULUAN. yang sedang berlangsung di Indonesia. Hak atas kekayaan intelektual yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hak kekayaan intelektual sanagt penting bagi pembangunan yang sedang berlangsung di Indonesia. Hak atas kekayaan intelektual yang dilindungi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pula hasrat dan keinginan masyarakat untuk meningkatkan pendapatannya

BAB I PENDAHULUAN. pula hasrat dan keinginan masyarakat untuk meningkatkan pendapatannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Semakin tinggi peradaban manusia, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, politik, dan kebudayaan, semakin tinggi pula hasrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual, selanjutnya disingkat sebagai HKI timbul

BAB I PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual, selanjutnya disingkat sebagai HKI timbul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Kekayaan Intelektual, selanjutnya disingkat sebagai HKI timbul dari kemampuan intlektual manusia. Permasalahan HKI adalah permasalahan yang terus berkembang. Pada

Lebih terperinci

(a) pembajakan merajalela akibatnya kreativitas menurun;

(a) pembajakan merajalela akibatnya kreativitas menurun; DESAIN INDUSTRI SEBAGAI BAGIAN PERLINDUNGAN HUKUM DI BIDANG HAKI Oleh: Widowati ABSTRAKSI Tujuan perusahaan didirikan adalah untuk memperoleh profit. Agar profit dapat diraih biasanya perusahaan melakukan

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Syarat Serta Prosedur Pendaftaran dan Pembatalan Pendaftaran Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu 1. Syarat dan Prosedur Pendaftaran Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adanya karena dilengkapi oleh ketentuan-ketentuan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adanya karena dilengkapi oleh ketentuan-ketentuan perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi Ekonomi dan liberalisasi perdagangan semakin berkembang adanya karena dilengkapi oleh ketentuan-ketentuan perdagangan internasional yang memberikan

Lebih terperinci

HAK DESAIN INDUSTRI SAKLAR PUTAR (SWITCH GEAR) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

HAK DESAIN INDUSTRI SAKLAR PUTAR (SWITCH GEAR) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI HAK DESAIN INDUSTRI SAKLAR PUTAR (SWITCH GEAR) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI RANDY PRASETYO UTOMO NRP : 2100711 Email :randyprasety0@yahoo.com Abstract - Industrial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) merupakan badan yang menyelesaikan sengketa konsumen melalui cara di luar pengadilan. BPSK memiliki tujuan sebagai

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5541) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pem

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5541) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pem No.2134, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Pendaftaran Merek. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN MEREK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENTINGNYA PERLINDUNGAN MEREK

PENTINGNYA PERLINDUNGAN MEREK PENTINGNYA PERLINDUNGAN MEREK Tingkat pertumbuhan ekonomi sangat tinggi : terbukanya arus perdagangan bebas Perkembangan dan kemajuan teknologi, transportasi, telekomunikasi, maupun bidang komunikasi :

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian internasional, perkembangan

Lebih terperinci

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Presiden Republik Indonesia,

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Presiden Republik Indonesia, LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 31, 1997 HAKI. MEREK. Perdagangan. Ekonomi. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3681). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas maka dapat ditarik. kesimpulan:

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas maka dapat ditarik. kesimpulan: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulan: 1. Perlindungan terhadap merek terkenal ini diatur di dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b UU Merek

Lebih terperinci

E M. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Apakah Merek itu?

E M. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Apakah Merek itu? E R E M K Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Apakah Merek itu? Merek adalah tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelompokkan manusia yang seperti ini biasanya disebut dengan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelompokkan manusia yang seperti ini biasanya disebut dengan masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kita ketahui bersama bahwa manusia itu tidak mungkin hidup sendiri oleh karena itu terjadilah sekelompok manusia yang hidup dalam suatu tempat tertentu. Pengelompokkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk barang/jasa satu dengan yang lainnya. Dengan merek konsumen lebih mudah

BAB I PENDAHULUAN. produk barang/jasa satu dengan yang lainnya. Dengan merek konsumen lebih mudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awalnya, merek hanyalah sebuah tanda agar konsumen dapat membedakan produk barang/jasa satu dengan yang lainnya. Dengan merek konsumen lebih mudah mengingat

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DI BIDANG MEREK DONA PRAWISUDA, SH KANTOR WILAYAH JAWA BARAT KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI

PENEGAKAN HUKUM DI BIDANG MEREK DONA PRAWISUDA, SH KANTOR WILAYAH JAWA BARAT KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI PENEGAKAN HUKUM DI BIDANG MEREK DONA PRAWISUDA, SH KANTOR WILAYAH JAWA BARAT KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI 1 POKOK BAHASAN I. PENDAHULUAN II. PENGERTIAN MEREK III. PROSEDUR PENDAFTARAN IV.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian seperti telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya dapat

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian seperti telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya dapat BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian seperti telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Bahwa salah satu faktor yang menyebabkan batalnya suatu

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS MEREK TERKENAL YANG MEREKNYA DIDAFTARKAN OLEH PIHAK LAIN PADA KELAS BARANG DAN/ ATAU JASA TIDAK SEJENIS

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS MEREK TERKENAL YANG MEREKNYA DIDAFTARKAN OLEH PIHAK LAIN PADA KELAS BARANG DAN/ ATAU JASA TIDAK SEJENIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS MEREK TERKENAL YANG MEREKNYA DIDAFTARKAN OLEH PIHAK LAIN PADA KELAS BARANG DAN/ ATAU JASA TIDAK SEJENIS Sebastian Putra Gunawan Fakultas Hukum Universitas Surabaya

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab III, maka dapat

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab III, maka dapat BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab III, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut. 1. Pengaturan perlindungan merek terkenal terhadap tindakan passing

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Undang-Undang

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM HAK CIPTA ATAS LOGO YANG MENYERUPAI MEREK ORANG LAIN LEGAL MEMORANDUM

AKIBAT HUKUM HAK CIPTA ATAS LOGO YANG MENYERUPAI MEREK ORANG LAIN LEGAL MEMORANDUM AKIBAT HUKUM HAK CIPTA ATAS LOGO YANG MENYERUPAI MEREK ORANG LAIN LEGAL MEMORANDUM Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana (Strata-1) pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Hukum, Pengertian, Jenis dan Bentuk Merek. sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang kehidupan lainnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Hukum, Pengertian, Jenis dan Bentuk Merek. sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang kehidupan lainnya. 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Hukum, Pengertian, Jenis dan Bentuk Merek 1. Dasar Hukum Merek Salah satu perkembangan yang aktual dan memperoleh perhatian seksama dalam masa sepuluh tahun terakhir ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkompetisi menghasilkan, mengeluarkan sebanyak-banyaknya berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. berkompetisi menghasilkan, mengeluarkan sebanyak-banyaknya berbagai macam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi sekarang ini perkembangan perekonomian Indonesia mengalami peningkatan produktifitas yang tinggi di masyarakat untuk berkompetisi menghasilkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan manusia, timbul ide dari seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan manusia, timbul ide dari seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan semakin meningkatnya kebutuhan manusia, timbul ide dari seorang pengusaha atau seorang manusia untuk memproduksi suatu barang bagi manusia lain dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESAIN INDUSTRI DAN MEREK. Desain Industri merupakan salah satu bidang HKI yang dikelompokan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESAIN INDUSTRI DAN MEREK. Desain Industri merupakan salah satu bidang HKI yang dikelompokan 1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESAIN INDUSTRI DAN MEREK 2.1 Desain Industri 2.1.1 Pengertian Dan Dasar Hukum Desain Industri Desain Industri merupakan salah satu bidang HKI yang dikelompokan kedalam Industrial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedang giat-giatnya melakukan pembangunan di bidang ekonomi, di antaranya

BAB I PENDAHULUAN. sedang giat-giatnya melakukan pembangunan di bidang ekonomi, di antaranya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia sebagai salah satu negara yang berkembang saat ini sedang giat-giatnya melakukan pembangunan di bidang ekonomi, di antaranya pemerintah telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ada dua terjemahan resmi atas istilah Intellectual Property Rights (IPR),

BAB I PENDAHULUAN. Ada dua terjemahan resmi atas istilah Intellectual Property Rights (IPR), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ada dua terjemahan resmi atas istilah Intellectual Property Rights (IPR), yaitu hak milik intelektual atau hak atas kekayaan intelektual. Hal ini dapat terlihat

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PRODUK UMKM MELALUI HAK MEREK SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENINGKATAN DAYA SAING BERBASIS KREATIVITAS

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PRODUK UMKM MELALUI HAK MEREK SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENINGKATAN DAYA SAING BERBASIS KREATIVITAS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PRODUK UMKM MELALUI HAK MEREK SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENINGKATAN DAYA SAING BERBASIS KREATIVITAS Dr. Abdul Atsar, SH, MH Fakultas Hukum Universitas Singaperbangsa Karawang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sejalan dengan retifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 PENJELASAN ATAS TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 MEREK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 PENJELASAN ATAS TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 MEREK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013 Online di

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013 Online di AKIBAT HUKUM PELANGGARAN MEREK TERKENAL PRADA PADA PRODUK FASHION DI INDONESIA (Studi : Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No.200/Pdt.G/1998/PN.Jkt.Pst. Putusan Peninjauan Kembali No. 274 PK/Pdt/2003)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

ANALISIS PUTUSAN NOMOR 012 K/N/HAKI/2002

ANALISIS PUTUSAN NOMOR 012 K/N/HAKI/2002 ANALISIS PUTUSAN NOMOR 012 K/N/HAKI/2002 Dwi Anggoro Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang A. Pendahuluan Makalah ini akan menganalisis putusan dalam perkara Haki antara IGN Herry

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2007 TENTANG INDIKASI-GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2007 TENTANG INDIKASI-GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 51 TAHUN 2007 TENTANG INDIKASI-GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 56 ayat (9) Undang-Undang Nomor 15 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

P U T U S A N No: 666 K / Pdt / 2002 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa pekara perdata dalam

P U T U S A N No: 666 K / Pdt / 2002 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa pekara perdata dalam P U T U S A N No: 666 K / Pdt / 2002 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa pekara perdata dalam tingkat kasasi telah mengambil putusan sebagai berikut dalam

Lebih terperinci

BAB III KASUS KEMIRIPAN MEREK PADA PRODUK MAKANAN DAN MINUMAN

BAB III KASUS KEMIRIPAN MEREK PADA PRODUK MAKANAN DAN MINUMAN BAB III KASUS KEMIRIPAN MEREK PADA PRODUK MAKANAN DAN MINUMAN A. Produk Makanan dan Minuman yang Mempunyai Kemiripan Merek dengan Produk Lain Globalisasi pasar ditandai dengan adanya perdagangan bebas

Lebih terperinci

BAB II BENTUK-BENTUK PENGHAPUSAN MEREK DI INDONESIA. merek dijelaskan dalam pasal 15 ayat 1 TRIPs Agreement yang menyebutkan :

BAB II BENTUK-BENTUK PENGHAPUSAN MEREK DI INDONESIA. merek dijelaskan dalam pasal 15 ayat 1 TRIPs Agreement yang menyebutkan : dibahas. BAB V memuat kesimpulan dan saran dari keselurahan bab yang telah A. Pengertian merek BAB II BENTUK-BENTUK PENGHAPUSAN MEREK DI INDONESIA Dalam memperkenalkan produk kepada masyarakat, produsen

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 PENJELASAN ATAS TENTANG DESAIN INDUSTRI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 PENJELASAN ATAS TENTANG DESAIN INDUSTRI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 115, 2007 HKI. Merek. Geografis. Indikasi. Pemohon. Pemakai. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat ini di satu sisi membawa dampak positif, tetapi disisi lain

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat ini di satu sisi membawa dampak positif, tetapi disisi lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini tidak dapat dipungkiri kebutuhan manusia akan teknologi dalam menunjang berbagai kemudahan aktivitas kehidupannya. Melalui perkembangan teknologi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kepercayaan terhadap merek tersebut. untuk memperoleh/meraih pasar yang lebih besar. Berdasarkan hal tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. dan kepercayaan terhadap merek tersebut. untuk memperoleh/meraih pasar yang lebih besar. Berdasarkan hal tersebut, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika jaman perdagangan menjadi semakin luas dan persaingan usaha menjadi semakin kuat, merek mempunyai arti yang sangat penting, baik bagi produsen maupun

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan hak kekayaan intelektual yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017 PERLINDUNGAN HUKUM MEREK DAGANG BAGI KONSUMEN TERHADAP BARANG TIRUAN MENURUT UU No. 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK 1 Oleh : Irma Lestari Ayomi 2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA PERLINDUNGAN MEREK BAGI PEMEGANG HAK MEREK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK YAYUK SUGIARTI Dosen Fakultas Hukum Universitas Wiraraja Sumenep Yayuksugiarti66@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Industri;

Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Industri; Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Industri; UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG

Lebih terperinci

Tindakan Parodi terhadap Merek Terdaftar Ditinjau dari Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek

Tindakan Parodi terhadap Merek Terdaftar Ditinjau dari Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Tindakan Parodi terhadap Merek Terdaftar Ditinjau dari Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek 1 Robbi Syaeful Hayat, 2 Tatty Aryani Ramli

Lebih terperinci

TINDAK PIDANA DI BIDANG PATEN 1 Oleh : Aditia E Bawole 2

TINDAK PIDANA DI BIDANG PATEN 1 Oleh : Aditia E Bawole 2 TINDAK PIDANA DI BIDANG PATEN 1 Oleh : Aditia E Bawole 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan Paten menurut Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2001 dan bagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk barang maupun jasa yang ditemukan di pasaran. Barang dan jasa yang

BAB I PENDAHULUAN. produk barang maupun jasa yang ditemukan di pasaran. Barang dan jasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin pesatnya perkembangan teknologi dan perdagangan dewasa ini, menyebabkan kegiatan di sektor perdagangan meningkat dengan beragamnya produk barang maupun

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan Perlindungan Merek Terkenal Terhadap Tindakan Passing Off dan Dilution Dalam Hukum Positif Indonesia (Ius Constitutum) Dalam hukum positif Indonesia,

Lebih terperinci