BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Rasa Ingin Tahu Rasa ingin tahu setiap manusia itu berbeda-beda. Begitupula rasa ingin tahu peserta didik dalam proses pembelajaran pasti berbeda. Rasa ingin tahu peserta didik bisa disebabkan karena baru pertama kali melihat atau mendengar sesuatu yang terkait dengan pembelajaran, sehingga mereka merasa penasaran. Berikut ini beberapa definisi tentang rasa ingin tahu yang dijelaskan oleh beberapa ahli. Rasa ingin tahu dimiliki oleh setiap orang. Aly dan Rahma (2010:2) berpendapat bahwa rasa ingin tahu adalah kegiatan yang bertujuan untuk mencari jawaban atas berbagai persoalan yang muncul di dalam pikirannya. Rasa ingin tahu seseorang bisa berupa sikap dan tindakan. Daryanto (2013: 147) menjelaskan bahwa rasa ingin tahu merupakan sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat dan didengar. Rasa ingin tahu berawal dari penglihatan dan pendengaran yang dilakukan oleh indra kita. Aktivitas peserta didik dalam mengikuti pembelajaran dapat dikatakan sebagai rasa ingin tahu terhadap materi pembelajaran. Suyadi (2013: 122) berpendapat bahwa rasa ingin tahu adalah aktivitas peserta 9

2 10 didik sepanjang proses atau aktivitas mencari hingga menemukan jawaban. Aktivitas ini terjadi dalam proses pembelajaran yang berlangsung. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap rasa ingin tahu adalah sikap peserta didik yang bertujuan mencari hingga menemukan jawaban di dalam pikiran yang mampu dipelajari, dapat dilihat dan dapat didengar. Peserta didik yang awalnya belum tahu menjadi tahu, belum paham menjadi paham. Dapat dikatakan tahu dan paham apabila jawaban sudah ditemukan dengan benar dan tepat. Rasa ingin tahu merupakan nilai karakter yang memiliki beberapa indikator. Indikator rasa ingin tahu di sekolah menurut Daryanto dan Darmiatun (2013: 147) sebagai berikut: Tabel 2.1. Indikator Sikap Rasa Ingin Tahu Rasa Ingin Tahu Sikap yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat dan didengar. Indikator Kelas 1-3 Kelas 4-6 Bertanya kepada Bertanya atau pendidik dan teman membaca sumber di seputar materi luar buku teks tentang pelajaran. materi yang terkait dengan pelajaran. Bertanya kepada Membaca atau pendidik tentang mendiskusikan gejala alam yang baru tentang gejala alam terjadi. yang baru terjadi. Bertanya kepada Bertanya tentang pendidik tentang beberapa peristiwa sesuatu yang didengar alam, sosial, budaya, dari televisi atau radio. ekonomi, politik, teknologi yang baru. Bertanya kepada Bertanya tentang pendidik tentang sesuatu yang terkait beberapa peristiwa dengan materi yang dibaca dari pelajaran tetapi di luar media cetak. dibahas di kelas.

3 11 Berdasarkan tabel 2.1 di atas dapat dijelaskan bahwa indikator rasa ingin tahu dibagi menjadi dua yaitu kelas 1-3 dan kelas 4-6. Indikator rasa ingin tahu di kelas 1-3 meliputi: peserta didik bertanya kepada pendidik dan teman seputar materi pelajaran yang telah disampaikan. Peserta didik bertanya kepada pendidik tentang peristiwa alam yang baru terjadi. Peserta didik bertanya kepada pendidik tentang sesuatu yang didengar dari televisi atau radio. Peserta didik bertanya kepada pendidik tentang beberapa peristiwa yang dibaca dari media cetak. Indikator rasa ingin tahu di kelas 4-6 meliputi: peserta didik bertanya kepada pendidik bahkan peserta didik membaca sumber di luar buku teks tentang materi yang terkait dengan pelajaran. Peserta didik membaca dan mendiskusikan hasil bacaan tentang gejala alam yang baru terjadi. Peserta didik bertanya kepada pendidik tentang beberapa peristiwa yang meliputi: alam, sosial, budaya, ekonomi, politik, teknologi yang baru, peserta didik bertanya kepada pendidik tentang sesuatu yang terkait dengan materi pelajaran tetapi di luar yang dibahas di kelas. 2. Prestasi Belajar a. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar erat kaitannya dengan proses pembelajaran. Pembelajaran dilakukan untuk membuat peserta didik menjadi berprestasi. Prestasi yang didapat oleh peserta didik dapat dikatakan sebagai penghargaan selama mengikuti proses pembelajaran. Beberapa ahli mengutarakan pendapatnya tentang prestasi belajar.

4 12 Prestasi belajar erat kaitannya dengan pengetahuan peserta didik. Arifin (2011: 12) menjelaskan bahwa pengertian prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak peserta didik. Kata prestasi banyak digunakan dalam berbagai bidang dan kegiatan antaralain dalam kesenian, oleh raga, dan pendidikan, khususnya pembelajaran. Prestasi belajar sebagai alat ukur yang bertujuan untuk mengetahui pengetahuan peserta didik. Hamdani (2011:138) berpendapat bahwa prestasi belajar merupakan hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf, maupun kalimat, yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu. Prestasi belajar pada dasarnya adalah hasil yang diperoleh dari suatu aktivitas. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil belajar yang diperoleh dari keseluruhan pembelajaran dalam kurun waktu tertentu dalam mempelajari materi yang disampaikan oleh pendidik. Prestasi belajar dapat dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun kalimat. Prestasi belajar yang diukur seputar aspek pengetahuan yang dimiliki peserta didik. b. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Aspek yang diukur dalam prestasi belajar meliputi pengetahuan yang didapat peserta didik selama pembelajaran. Prestasi belajar peserta didik dapat

5 13 meningkat dan dapat menurut. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Syah (2011: 145) berpendapat bahwa prestasi belajar dapat dipengaruhi oleh: 1) Faktor internal siswa, yaitu faktor yang berasaldari dalam diri siswa sendiri. Faktor internal siswa meliputi dua aspek, yaitu: a) Aspek fisiologis. Kondisi umum jasmani dan tegangan otot (tonus) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya dapat mempengaruhi semangat dan identitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah apalagi jika disertai pusing kepala berat misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinyapun kurang atau tidak berbekas. Untuk mempertahankan tonus jasmani agar tetap bugar, siswa sangat dianjurkan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi. Selain itu, siswa dianjurkan memilih pola istirahat dan olahraga ringan yang sedapat mungkin terjadi secara tetap dan berkesinambungan. Hal ini penting, sebab kesalahan pola makan minum dan istirahat akan menimbulkan reaksi tonus yang negatif dan merugikan semangat mental siswa itu sendiri. b) Aspek psikologis Aspek psikologis ini meliputi: (1) Tingkat kecerdasan atau intelegensi siswa. Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) siswa sangat menentukan keberhasilan belajar siswa. Semakin tinggi kemampuan intelegensi siswa maka semakin besar pula peluang untuk meraih sukses. (2) Sikap siswa, yaitu gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecederungan untuk mereaksi atau merespon (response tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, dan sebagainya baik secara positif maupun negatif. (3) Bakat siswa, yaitu kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk keberhasilan pada masa yang akan datang. Setiap orang memiliki bakat memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing. (4) Minat siswa, yaitu kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan besar terhadap sesuatu. (5) Motivasi siswa, yaitu suatu dorongan yang dapat membuat anak melakukan kegiatan belajar dengan lebih baik. 2) Faktor eksternal siswa a) Faktor lingkungan sosial (1) Sekolah, meliputi pendidik, para staf administrasi, dan temanteman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. (2) Masyarakat, yaitu tetangga dan teman-teman yang sepermainan.

6 14 (3) Keluarga, meliputi sifat-sifat orang tua, praktik pengelolaa keluarga, dan ketegangan keluarga. b) Faktor lingkungan non sosial, meliputi gedung sekolah, dan letaknya, rumah tempat tinggal dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca, serta waktu belajar yang digunakan siswa. c) Faktor pendekatan belajar, yaitu keefektifan segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang efektivitas dan efisiensi proses belajar materi tertentu. Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar peserta didik adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup dua aspek yaitu aspek fisiologis dan psikologis. Aspek fisiologis meliputi fisik atau jasmani peserta didik. Kebugaran fisik peserta didik berpengaruh dalam proses pembelajaran. Kondisi fisik yang lemah akan membuat proses pembelajaran peserta didik tidak fokus atau terganggu, sehingga materi pelajaran yang disampaikan tidak dapat dipahami dengan baik. Aspek psikologis meliputi tingkat kecerdasan peserta didik, sikap peserta didik, bakat peserta didik, minat peserta didik, dan motivasi peserta didik. Semakin tinggi kecerdasan peserta didik, kesuksesan proses pembelajaran akan semakin mudah tercapai. Reaksi atau respon peserta didik terhadap pembelajaran harus tinggi. Potensi yang dimiliki peserta didik lebih ditekankan dalam proses pembelajaran, agar materi pembelajaran yang disampaikan dapat tersampaikan sesuai kemampuan masing-masing. Proses pembelajaran harus membuat gairah yang tinggi terhadap peserta didik, pendidik memberikan dorongan yang membuat proses pembelajaran lebih baik. Faktor eksternal mencakup lingkungan sosial, non sosial dan pendekatan belajar. Lingkungan sosial meliputi sekolah yang di dalamnya ada

7 15 pendidik, karyawan, dan teman-teman peserta didik yang saling memberikan pengaruh. Non sosial meliputi tempat atau letak, seperti gedung sekolah, tempat tinggal, alat belajar, keadaan cuaca, dan waktu belajar yang digunakan peserta didik. Gedung sekolah, tempat tinggal, dan alat belajar harus memadai sesuai kebutuhan proses pembelajaran. Cuaca yang bagus mendukung terlaksananya pembelajaran dengan baik, sebaliknya cuaca yang buruk akan menghambat pembelajaran serta waktu belajar peserta didik harus diimbangi dengan istirahat yang cukup. 3. Pembelajaran IPA a. Hakekat IPA IPA merupakan mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Tidak hanya pada jenjang sekolah dasar (SD) saja. IPA juga diajarkan pada sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menegah atas (SMA) bahkan perguruan tinggi. Para ahli berpendapat tentang pengertian IPA. IPA sebagai suatu pengetahuan teoritis memiliki cara-cara khas. Aly dan Rahma (2010: 18) berpendapat bahwa IPA adalah suatu pengetahuan teoritis yang diperoleh/ disusun dengan cara yang khas/ khusus, yaitu melakukan observasi ekperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, ekperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kaitmengait cara yang satu dengan cara yang lain. Cara untuk memperoleh ilmu secara demikian ini terkenal dengan nama metode ilmiah. Metode ilmiah pada dasarnya menerapkan suatu cara yang logis untuk memecahkan suatu masalah tertentu.

8 16 IPA memiliki tiga konsep. Prihantoro, dkk dalam Trianto (2010: 137) menjelaskan bahwa IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menentukan dan mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan. IPA dipahami melalui pengamatan. Susanto (2013: 167) berpendapat bahwa sains atau IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. IPA didefinisikan sebagai ilmu tentang alam, yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu: IPA sebagai produk, proses dan sikap. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa IPA adalah cara khusus manusia dalam memahami dan mencari suatu pengetahuan alam semesta dengan metode ilmiah yang di dalamnya menyangkut produk, proses, dan aplikasi sehingga dapat mempermudah kehidupan. Metode ilmiah ini saling keterkaitan, karena menyangkut observasi ekperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, ekperimentasi, observasi.

9 17 b. Tujuan IPA IPA sebagai mata pelajaran memiliki tujuan yang harus dicapai dalam proses pendidikan. Berhasilnya proses pendidikan di sekolah juga didukung dengan adanya tujuan IPA, sehingga arah pendidikan yang ditempuh melalui mata pelajaran IPA jelas. Tujuan pembelajaran IPA dikemukakan oleh beberapa ahli. IPA memiliki tujuan yang harus dicapai. Prihantoro dalam Trianto (2010: 142) berpendapat, bahwa sebagai alat pendidikan yang berguna untuk mencapai tujuan pendidikan, maka pendidikan IPA di sekolah mempunyai tujuan tertentu, yaitu: 1) Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan bersikap. 2) Menanamkan sikap hidup ilmiah. 3) Memberikan ketrampilan untuk melakukan pengamatan. 4) Mendidik siswa untuk mengenal, mengetahui cara kerja serta menghargai para ilmuwan penemuannya. 5) Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan. Adapun tujuan pembelajaran sains di sekolah dasar meurut BSNP dalam Susanto (2013: 171), dimaksudkan untuk: 1) Memperoleh keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-nya. 2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3) Mengembangkan rasa ingin tahu,sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. 4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. 5) Meningktatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam. 6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

10 18 7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan IPA di sekolah dasar adalah memberikan pengetahuan kepada peserta didik tentang ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, menanamkan sikap ilmiah untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, memberikan keterampilan melalui rasa ingin tahu peserta didik yang berhubungan dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat. Menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan serta menghargai para ilmuwan penemunya. Menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam. c. Karakteristik IPA IPA sebagai disiplin ilmu dan mata pelajaran memiliki ciri-ciri atau karakteristiknya. Karakteristik IPA menurut Jacobson & Bergman dalam Susanto (2013: 170) sebagai berikut: 1) IPA merupakan kumpulan konsep, prinsip, hukum, dan teori. 2) Proses ilmiah dapat berupa fisik dan mental, serta mencermati fenomena alam, termasuk juga penerapannya. 3) Sikap keteguhan hati, keingintahuan, dan ketekunan dalam menyingkap rahasia alam. 4) IPA tidak dapat membuktikan semua akan tetapi hanya sebagian atau beberapa saja. 5) Keberanian IPA bersifat subjektif dan bukan kebenaran yang bersifat objektif. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik IPA meliputi konsep, prinsip, hukum, dan teori yang bersifat ilmiah dalam mencermati alam, tetapi hanya beberapa yang dapat dibuktikan karena IPA itu subjektif dan kebenarannya tidak objektif. IPA mencermati alam bersifat

11 19 ilmiah yang di dalamnya menggunakan sikap keteguhan hati, keingintahuan dan ketekunan. 4. Materi Pelajaran IPA Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang digunakan oleh sekolah, materi yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada tabel 2.2. Tabel tersebut berisi tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, sebagai berikut: Tabel 2.2 SK dan KD Materi IPA Kelas V Standar Kompetensi 7. Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam Kompetensi Dasar 7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan lingkungan 7.7 Mengidentifikasi beberapa kegiatan manusia yang dapat mengubah permukaan bumi Peneliti mengambil sampel di kelas V dan materi yang akan diajarkan yaitu tentang bumi dan alam semesta dengan sub materi peristiwa alam dan kegiatan manusia yang dapat mengubah permukaan bumi. Sub materi peristiwa alam untuk siklus 1 pertemuan I dan pertemuan II. Siklus 1 pertemuan I tentang bencana alam yang terjadi di Indonesia, dan siklus 1 pertemuan II tentang dampak yang ditimbulkan bencana alam bagi makhluk hidup dan lingkungan. Sub materi kegiatan manusia yang dapat mengubah permukaan bumi untuk siklus 2 pertemuan I dan pertemuan II. Siklus 2 pertemuan I tentang kegiatan manusia yang dapat mempengaruhi permukaan bumi, dan siklus 2 pertemuan II tentang alasan manusia melakukan kegiatan yang dapat mempengaruhi permukaan bumi.

12 20 5. Model Pembelajaran Berbasis Masalah a. Definisi Suatu pembelajaran dapat menggunakan model pembelajaran yang berbeda-beda, tergantung pada kebutuhan pembelajaran yang dilakukan. Salah satunya dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Berikut ini beberapa pendapat yang dijelaskan oleh beberapa ahli tentang pengertian model pembelajaran berbasis masalah. Model pembelajaran berbasis masalah memberikan suatu permasalahan yang nyata. Arends (2008: 41) berpendapat bahwa model pembelajaran berbasis masalah berupa menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa. Berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan. Peserta didik terlibat dalam penyelidikan untuk memecahkan suatu permasalahan dalam pembelajaran. Kunandar (2007: 300) berpendapat bahwa pembelajaran berbasis masalah (problem base learning) merupakan suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran. Model pembelajaran berbasis masalah mengoptimalkan proses kelompok. Tan dalam Rusman (2010: 229) berpendapat bahwa model pembelajaran berbasis masalah adalah inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalkan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat

13 21 memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan. Perlu kiranya ada sebuah bahan kajian yang mendalam tentang apa dan bagaimana pembelajaran berbasis masalah ini untuk selanjutnya diterapkan dalam sebuah proses pembelajaran. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran yang menggunakan masalah nyata untuk memperoleh pengetahuan dengan cara berpikir kritis yang saling berkesinambungan sehingga masalah tersebut dapat terpecahkan oleh peserta didik. Peserta didik dituntut untuk menginvestigasi dan menyelidiki masalah yang disajikan atau peserta didik harus bernalar dalam memecahkan sebuah masalah. b. Karakteristik Setiap model pembelajaran memiliki ciri-ciri atau karakteristik yang berbeda. Demikian halnya dengan model pembelajaran berbasis masalahh memiliki karakteristik tersendiri. Kunandar (2007: 354) berpendapat bahwa karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran berbasis masalah adalah: 1) Pengajuan masalah atau pertanyaan Pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial dan pribadi sangat bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata yang autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu. 2) Berfokus pada keterkaitan atar disiplin Pembelajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu, namun dalam pemecahannya melalui solusi, siswa dapat meninjaunya dari berbagai mata pelajaran.

14 22 3) Penyelidikan autentik Dalam pembelajaran berbasis masalah siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian secara nyata terhadap masalah pembelajaran. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan kesimpulan. Metode penyelidikan yang digunakan bergantung pada masalah yang sedang dipelajari. 4) Menghasilkan produk/ karya dan memamerkannya Pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk dapat berupa transkip debat, laporan, model fisik, video atau program komputer. Berdasarkan uraian di atas terdapat empat karakteristik model pembelajaran berbasis masalah, pertama pengajuan masalah, kedua berfokus pada keterkaitan, ketiga penyelidikan autentik, dan keempat menghasilkan produk atau karya. Diajukannya suatu masalah kepada peserta didik untuk diidentifikasi dan dicari berbagai macam penyelesaiannya, berpusat pada mata pelajaran tertentu seperti IPA. Masalah yang disajikan nyata begitu pula dengan penyelesaian yang akan dilakukan oleh peserta didik, yang pada akhirnya menghasilkan sebuah karya berupa laporan. c. Langkah pembelajaran berbasis masalah Model pembelajaran memiliki langkah-langkah tersendiri dalam kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran berbasis masalah juga memiliki langkah-langkah atau sintaksis dalam kegiatan pembelajaran. Arends (2008: 57) mengemukakan langkah-langkah atau sintaksis pembelajaran berbasis masalah, sebagai berikut:

15 23 Tabel 2.3 Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah Fase Fase 1: Memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa Fase 2: Mengorganisasikan siswa untuk meneliti Fase 3: Membantu investigasi mandiri dan kelompok Fase 4: Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah Perilaku Pendidik Pendidik membahas tujuan pembelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah Pendidik membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya Pendidik mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi Pendidik membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan artefak-artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan modelmodel, dan membantu mereka untuk menyampaikannya kepada orang lain Pendidik membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap invertigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan Tabel 2.3 di atas menerangkan sintaksis atau langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis masalah memiliki lima fase dalam pembelajaran. Fase pertama memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada peserta didik. Pendidik menyampaikan permasalahan yang akan dibahas. Peserta didik menyimak penjelasan dari pendidik dan melakukan penalaran untuk memecahkan masalah. Fase kedua mengorganisasikan siswa untuk meneliti. Pendidik mengarahkan peserta didik untuk memahami masalah yang disajikan di lembar kerja peserta didik dan menugaskan peserta didik untuk berdiskusi

16 24 mengidentifikasi hal-hal yang menyebabkan timbulnya suatu masalah. Peserta didik berdiskusi untuk mengidentifikasi penyebab timbulnya masalah dan merencanakan langkah penyelesaiannya. Fase ketiga membantu investigasi mandiri dan kelompok. Pendidik mengamati peserta didik dalam mengerjakan lembar kerja, memberikan kesempatan untuk mencoba berbagai alternatif sehingga menemukan jawaban terhadap masalah, memberikan bimbingan dengan mendatangi setiap peserta didik atau kelompok untuk menanyakan kesulitan yang dihadapi. Peserta didik berdiskusi dengan melaksanakan rencana dan strategi, mencoba berbagai alternatif sehingga menemukan jawaban, menanyakan hal-hal yang dianggap belum dimengerti seputar lembar kerja peserta didik. Fase keempat mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit. Pendidik menugaskan peserta didik untuk mempresentasikan hasil pekerjaannya, melakukan tanya jawab terhadap hasil pekerjaan peserta didik. Peserta didik mempresentasikan hasil pekerjaannya dan bertanya jawab dengan memberikan saran dan perbaikan. Fase kelima menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah. Pendidik mengarahkan peserta didik untuk melihat dan memeriksa kembali hasil jawabannya, apakah sudah tepat, mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah disampaikan, membuat kesimpulan bersama peserta didik terhadap pemecahan masalah. Peserta didik memeriksa kembali hasil jawaban dan melakukan perbaikan yang dianggap belum tepat, dengan bimbingan dari pendidik membuat kesimpulan berupa langkah-langkah pemecahan masalah.

17 25 B. Hasil Penelitian Yang Relevan Penelitian yang dilakukan Seamus, C. dkk (2016) yang berjudul The Implementation and Evaluation of a Project Oriented Problem-Based Learning Module in a First Year Engineering Programme menjelaskan bagaimana sebuah proyek sirkuit berdasarkan orientasi model pembelajaran berbasis masalah oleh sarjana teknik dalam program teknik elektro di Maynooth University, Irlandia. Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa teknik elektro, penelitian ini dilakukan selama 1 tahun pada semester 1 dan semesster 2. Pada semester 1 peneliti sebagai fasilitator dalam modul pembelajaran tidak menerapkan model pembelajaran berbasis masalah dan pada semester 2 menggunakan modul pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah. Berdasarkan data hasil analisis dapat diketahui bahwa terdapat berbedaan kerjasama tim, kepemimpinan, komunikasi, dan motivasi mahasiswa teknik elektro dalam menyelesaikan proyek sirkuit yang meningkat pada semester 2. Semester 1 proyek sirkuit berjalan lambat namun pada semester 2 peneliti sebagai fasilitator menggunakan modul pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah dalam proyek sirkuit sehingga berjalan cepat. Penelitian yang dilakukan oleh Demikhova, N. dkk (2016) yang berjudul Using PBL and Interactive Methods in Teaching Subjects in Medical Education menggunakan populasi semua mahasiswa Medical Institute of Sumy State University di Ukraina. Sampel yang diambil adalah kelas A dan B yang berjumlah 62 orang yang diacak salah satu kelas sebagai kelompok eksperimen (32 mahasiswa) dan lainnya sebagai kelompok kontrol (30

18 26 mahassiswa). Berdasarkan data hasil analisis dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan hasil tes akhir yang menggunakan PBL lebih tinggi 16% dari pada yang menggunakan model tradisional dan mahasiswa dapat menyelesaikan soal tes dalam waktu 29 menit 45 detik lebih cepat 10 menit dari model tradisional. Berdasarkan jurnal penelitian yang dilakukan oleh Handika dan Wangid (2013) yang berjudul Pengaruh pembelajaran berbasis masalahterhadap penguasaan konsep dan keterampilan proses sainssiswa kelas V, penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan eksperimen. Penelitian ini menggunakan populasi siswa SD Negeri 1 Labuhan. Sampel yang diambil adalah seluruh siswa kelas V sebanyak 74 siswa. Dibagi menjadi 2 kelas yaitu 38 siswa di kelas eksperimen dan 36 siswa di kelas kontrol. Siswa yang mendapatkan pembelajaran berbasis masalah (kelas eksperimen) menunjukkan bahwa secara keseluruhan kemampuan penguasaan konsep IPA tentang cahaya lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Kelas eksperimen memperoleh rata-rata nilai posttestsebesar 68,78 sedangkan kelas kontrol hanya sebesar 54,50. Berdasarkan jurnal penelitian yang dilakukan oleh Minarni (2012) yang berjudul Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, penelitian ini menggunakan metode quasy eksperimen. Populasi pada penelitian iniseluruh siswa kelas VIII SMP Negeri yang ada di Kota Bandung dari sekolah level atas dan sekolah level tengah masing-masing diambil satu sekolah. Masing-masing level sekolah yang terpilih diambil satu kelas untuk kelas eksperimen dan satu kelas untuk kelas

19 27 kontrol. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di sekolah level atas menggunakan pembelajaran berbasis masalah lebih baik 27,01% dari pada pembelajaran konvensional, hal ini juga terjadi di sekolah level tengah. Skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis menggunkan pembelajaran berbasis masalah sebesar 13,66 dan pada pembelajaran konvensional sebesar 9,97. Dari hasil penelitian di atas dijadikan acuan dan sumber bagi peneliti untuk melaksanakan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Model pembelajaran berbasis masalah yang akan dilaksanakan diharapkan dapat meningkatkan rasa ingin tahu dan dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik. C. Kerangka Pikir Penelitian Tindakan Kelas yang akan dilaksanakan dengan judul Upaya meningkatkan rasa ingin tahu dan prestasi belajar IPA menggunakan model pembelajaran berbasis masalah di kelas V MI Muhammadiyah Sidabowa ini dilaksanakan dengan langkah-langkah yang tersusun pada siklus 1 dan siklus 2. Kondisi awal proses pembelajaran yang dilakukan di MI Muhammadiyah Sidabowa belum menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Rasa ingin tahu dan prestasi belajar peserta didik masih rendah. Rasa ingin tahu masih rendah ditandai dengan peserta didik hanya memperhatikan penjelasan pendidik dan ada juga yang bermalas-malasa, serta tidak ada pertanyaan terkait materi yang dijelaskan oleh pendidik. Prestasi belajar masih

20 28 rendah ditandai dengan nilai UTS IPA yang belum tuntas lebih besar persentasenya daripada yang sudah tuntas. Perlu adanya tindakan untuk meningkatkan rasa ingin tahu dan prestasi belajar peserta didik, yaitu dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah pada setiap siklus, baik siklus 1 maupun siklus 2. Setiap siklus memiliki 2 pertemuan yang setiap pertemuan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah, sehingga rasa ingin tahu dan prestasi belajar dapat meningkat. Berikut ini adalah skema atau gambaran penelitian tersebut: Kondisi awal Sebelum menggunakan model pembelajaran berbasis masalah Rendahnya rasa ingin tahu dan prestasi belajar peserta didik Tindakan Dalam pembelajaran pendidik menggunakan model pembelajaran berbasis masalah Siklus 1 Peserta didik melaksanakan pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah Siklus 2 Rasa ingin tahu dan prestasi belajar meningkat Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian

21 29 D. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian tindakan kelas ini dapat dirumuskan: 1. Rasa ingin tahu peserta didik kelas V MI Muhammadiyah Sidabowa materi bumi dan alam semesta sub materi peristiwa alam dan kegiatan manusia yang dapat mengubah permukaan bumi dapat meningkat melalui model pembelajaran berbasis masalah. 2. Prestasi belajar IPA peserta didik kelas V MI Muhammadiyah Sidabowa materi bumi dan alam semesta sub materi peristiwa alam dan kegiatan manusia yang dapat mengubah permukaan bumi dapat meningkat melalui model pembelajaran berbasis masalah.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Tanggung Jawab

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Tanggung Jawab 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Tanggung Jawab a. Pengertian Tanggung Jawab Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. Efektivitas merupakan standar atau taraf tercapainya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori ini merupakan uraian pendapat dari para ahli yang mendukung penelitian beberapa teori para ahli tersebut mengkaji objek yang sama dan mempunyai pandangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Pembelajaran efektif merupakan suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Dalam bahasa inggris Ilmu Pengetahuan Alam disebut natural science, natural yang artinya berhubungan dengan alam dan science artinya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Masalah Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan juga proses membimbing

BAB I PENDAHULUAN. mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan juga proses membimbing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan berasal dari kata didik, yaitu memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan juga proses membimbing manusia dari kegelapan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) 7 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) a. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Ibrahim dan Nur (Rusman,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kemampuan Penalaran Matematis Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Snowball Throwing. a. Model Pembelajaran Kooperatif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Snowball Throwing. a. Model Pembelajaran Kooperatif 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Snowball Throwing a. Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran memerlukan inovasi agar pembelajaran berjalan lebih bervariasi.

Lebih terperinci

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupannya setiap individu wajib menempuh pendidikan di lembaga formal maupun lembaga non formal. Sesuai dengan yang diperintahkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan pengamatan melalui langkah-langkah metode ilmiah dan proses

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DI KELAS VIII SMP

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DI KELAS VIII SMP EDU-MAT Jurnal Pendidikan Matematika, Volume 3, Nomor 1, April 2015, hlm 75-83 IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DI KELAS VIII SMP Ati Sukmawati, Muliana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses memperoleh ilmu pengetahuan, baik diperoleh sendiri maupun dengan bantuan orang lain. Belajar dapat dilakukan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Komalasari (2013:58-59) pembelajaran berbasis masalah adalah:

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Komalasari (2013:58-59) pembelajaran berbasis masalah adalah: BAB II KAJIAN TEORI A. Model Pembelajaran Berbasis Masalah 1. Definisi Model Pembelajaran Berbasis Masalah Menurut Komalasari (2013:58-59) pembelajaran berbasis masalah adalah: Model pembelajaran yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA SD Menurut Semiawan (2008: 103) IPA adalah interpretasi dari pengalaman manusia tentang alam yang diperoleh melalui suatu kegiatan yang melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan, yang berlangsung dalam lingkungan tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pendidikan dan teknologi menuntut pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pendidikan dan teknologi menuntut pengembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pendidikan dan teknologi menuntut pengembangan kemampuan siswa SD dalam bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat diperlukan untuk melanjutkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. dalam tugas yang metode solusinya tidak diketahui sebelumnya.

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. dalam tugas yang metode solusinya tidak diketahui sebelumnya. 2 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Menurut NCTM (2000) pemecahan masalah berarti melibatkan diri dalam tugas yang metode solusinya tidak diketahui sebelumnya. Menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini menuntut semua pihak untuk meningkatkan pendidikan sehingga memacu dunia pendidikan untuk berpola pikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari manusia, mulai dari lahir hingga mati. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan yang diharapkan karena itu pendidikan

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka

BAB II. Kajian Pustaka 5 BAB II Kajian Pustaka 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat PKn Pendidikan kewarganegaraan adalah sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan, watak dan karakter warganegara yang demokratis dan bertanggung

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan. Kualitas sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan. Kualitas sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan. Kualitas sumber daya manusia merupakan aspek yang dominan terhadap kemajuan suatu bangsa. Manusia dituntut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA Model Pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Menurut Hamdani (2011: 326) Penelitian Tindakan Kelas pada

BAB III METODE PENELITIAN. Menurut Hamdani (2011: 326) Penelitian Tindakan Kelas pada 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas dengan istilah PTK. Menurut Hamdani (2011: 326) Penelitian Tindakan Kelas pada hakikatnya merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kerja Siswa (LKS). Penggunaan LKS sebagai salah satu sarana untuk

I. PENDAHULUAN. Kerja Siswa (LKS). Penggunaan LKS sebagai salah satu sarana untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu media atau sumber belajar yang dapat membantu siswa ataupun guru saat proses pembelajaran agar dapat berjalan dengan baik adalah Lembar Kerja Siswa (LKS). Penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang dekat sekali dengan kehidupan manusia. Saat kita mempelajari IPA, berarti mempelajari bagaimana alam semesta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori ini merupakan uraian mengenai teori-teori menurut pendapat dari beberapa ahli yang digunakan untuk mengembangkan dan mendukung penelitian ini. Pembahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mendapatkan pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mendapatkan pengetahuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Strategi belajar mengajar yang tepat sangat penting dilakukan untuk menunjang keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Matematis Shadiq (Depdiknas, 2009) menyatakan bahwa penalaran adalah suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan dalam rangka membuat suatu pernyataan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang

BAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Pemecahan Masalah Menurut Nasution (2010), memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Dunia pendidikan merupakan salah satu dari aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya pendidikan yaitu: siswa, pendidik, dan tujuan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. upaya pendidikan yaitu: siswa, pendidik, dan tujuan pendidikan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada abad ke-21 ini, pendidikan menjadi kebutuhan pokok bagi setiap manusia. Indonesia sebagai negara konstitusional mengatur pendidikan dalam Undang- Undang

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION MUST: Journal of Mathematics Education, Science and Technology Vol. 1, No. 2, Desember 2016. Hal 199 208. UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan lembaga formal yang menyelenggarakan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan lembaga formal yang menyelenggarakan kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan lembaga formal yang menyelenggarakan kegiatan proses belajar mengajar atau pembelajaran. Pembelajaran menurut Undang- Undang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK 7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemandirian Belajar Istilah kemandirian (Nurhayati, 2011) menunjukkan adanya kepercayaan terhadap kemampuan diri untuk menyelesaikan masalahnya tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan era globalisasi yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di dunia yang terbuka,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengatur dan menyelesaikan tugas-tugas yang mempengaruhi kehidupannya

I. PENDAHULUAN. mengatur dan menyelesaikan tugas-tugas yang mempengaruhi kehidupannya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Self-efficacy merupakan keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk mengatur dan menyelesaikan tugas-tugas yang mempengaruhi kehidupannya (Bandura, 1994: 72). Self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Pada sub bab ini, peneliti akan membahas mengenai teori - teori yang berkaitan dengan variabel yang sudah ditentukan. Adapaun teori yang berkaitan dengan variabel

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Ruang Lingkup IPA SD/MI

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Ruang Lingkup IPA SD/MI BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam IPA atau Ilmu Pengetahuan Alam dari segi istilah dapat diartikan sebagai ilmu yang berisi pengetahuan alam. Ilmu artinya pengetahuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. dahulu kita harus mengetahui definisi dari masalah itu sendiri. Prayitno (1985)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. dahulu kita harus mengetahui definisi dari masalah itu sendiri. Prayitno (1985) II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Sebelum kita mengetahui pengertian kemampuan pemecahan masalah, terlebih dahulu kita harus mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep

BAB I PENDAHULUAN. aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning) 7 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning) Untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, para ahli pembelajaran telah menyarankan penggunaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suka, tidak suka, atau acuh tak acuh. Selanjutnya Gerung dalam Sunarto dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suka, tidak suka, atau acuh tak acuh. Selanjutnya Gerung dalam Sunarto dan 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Sikap Ilmiah a. Pengertian Sikap Sikap menurut Sabri dalam Hamdani (2011:140) adalah: suatu kecenderungan untuk mereaksi terhadap suatu hal, orang atau benda

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. menempati posisi sentral dalam proses belajar-mengajar, dalam proses belajarmengajar,

II TINJAUAN PUSTAKA. menempati posisi sentral dalam proses belajar-mengajar, dalam proses belajarmengajar, 14 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Siswa Siswa atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar-mengajar, dalam proses belajarmengajar, siswa sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu perlu dilakukan peningkatan mutu pendidikan. Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu perlu dilakukan peningkatan mutu pendidikan. Negara Kesatuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakekatnya merupakan syarat mutlak bagi pengembangan sumber daya manusia dalam menuju masa depan yang lebih baik. Melalui pendidikan dapat dibentuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Kurikulum Secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang artinya tempat berpacu. Istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan, maju mundurnya kualitas manusia dapat dilihat dari kualitas pendidikannya. Adapun tujuan pendidikan

Lebih terperinci

2015 PENGEMBANGAN ASESMEN AUTENTIK UNTUK MENILAI KETERAMPILAN PROSES SAINS TERINTEGRASI PADA PEMBELAJARAN SISTEM EKSKRESI

2015 PENGEMBANGAN ASESMEN AUTENTIK UNTUK MENILAI KETERAMPILAN PROSES SAINS TERINTEGRASI PADA PEMBELAJARAN SISTEM EKSKRESI A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sains dianggap menduduki posisi penting dalam pembangunan karakter masyarakat dan bangsa karena kemajuan pengeta huannya yang sangat pesat, keampuhan prosesnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dan Kurikulum

Lebih terperinci

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang berperan penting dalam kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), sehingga perkembangan matematika menjadi sesuatu yang

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Volume 01, Nomor 1

Prosiding Seminar Nasional Volume 01, Nomor 1 Prosiding Seminar Nasional Volume 01, Nomor 1 PENINGKATAN MOTIVASI, AKTIVITAS, DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI EKOSISTEM MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING KELAS VIIF SMP NEGERI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Partisipasi a. Pengertian Partisipasi Partisipasi dalam Bahasa Inggris yaitu participation.menurut kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2007, partisipasi artinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Melalui pendidikan yang baik akan diperoleh sumber daya manusia yang berkualitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehari-hari. Namun dengan kondisi kehidupan yang berubah dengan sangat

I. PENDAHULUAN. sehari-hari. Namun dengan kondisi kehidupan yang berubah dengan sangat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan diharapkan dapat membekali seseorang dengan pengetahuan yang memungkinkan baginya untuk mengatasi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Namun dengan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa : Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan : SMA Mata Pelajaran : Fisika Kelas / Semester : XI / Genap Alokasi Waktu : 2 x 45 menit A. KOMPETENSI INTI 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Sebagai suatu disiplin ilmu, matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang memiliki kegunaan besar dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, konsepkonsep dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan hasil belajar ditunjukkan dalam bentuk berubah pengetahuannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu guru dapat di katakan sebagai sentral pembelajaran. dan merasa perlu untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. itu guru dapat di katakan sebagai sentral pembelajaran. dan merasa perlu untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam satuan pendidikan. Guru sebagai salah satu komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 3, bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 3, bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas dan mampu mempercedaskan kehidupan bangsa. Seperti yang diamanatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan mulai dari SD/MI. IPA mempelajari tentang bagaimana cara mencari

BAB I PENDAHULUAN. diberikan mulai dari SD/MI. IPA mempelajari tentang bagaimana cara mencari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan suatu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI. IPA mempelajari tentang bagaimana cara mencari tahu tentang alam secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses 8 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Belajar Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pegetahuan atau sains yang semula berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai bagian dari kurikulum di sekolah, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Masalah dapat terjadi pada berbagai aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses belajar mengajar atau pembelajaran merupakan suatu kegiatan melaksanakan kurikulum dalam lembaga pendidikan supaya siswa dapat mencapai tujuan yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. berupa masalah ataupun soal-soal untuk diselesaikan. sintesis dan evaluasi (Gokhale,1995:23). Menurut Halpen (dalam Achmad,

BAB II KAJIAN TEORI. berupa masalah ataupun soal-soal untuk diselesaikan. sintesis dan evaluasi (Gokhale,1995:23). Menurut Halpen (dalam Achmad, 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Berpikir Kritis Berpikir merupakan kegiatan penggabungan antara persepsi dan unsurunsur yang ada dalam pikiran untuk menghasilkan pengetahuan. Berpikir dapat terjadi pada seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran untuk menambah wawasan di suatu bidang. Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran untuk menambah wawasan di suatu bidang. Kompetensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang mencakup kompetensi pengetahuan, keterampilan dan sikap secara terpadu. Penilaian pada kurikulum 2013 menggunakan penilaian autentik.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan disiplin ilmu yang sifatnya terstruktur dan terorganisasi dengan baik, mulai dari konsep atau ide yang tidak terdefinisi sampai dengan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar Seseorang akan mengalami perubahan pada tingkah laku setelah melalui suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PBL (PROBLEM BASED LEARNING) PADA PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS V SD

PENERAPAN MODEL PBL (PROBLEM BASED LEARNING) PADA PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS V SD PENERAPAN MODEL PBL (PROBLEM BASED LEARNING) PADA PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS V SD Eni Wulandari 1, H. Setyo Budi 2, Kartika Chrysti Suryandari 3 FKIP Universitas Sebelas Maret Jalan Ir. Sutami Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika adalah pelajaran yang penting diajarkan di sekolah dasar. Hal ini karena matematika mendasari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika adalah pelajaran yang penting diajarkan di sekolah dasar. Hal ini karena matematika mendasari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika adalah pelajaran yang penting diajarkan di sekolah dasar. Hal ini karena matematika mendasari ilmu-ilmu lain, membekali siswa berpikir kritis, serta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Model Pembelajaran Jigsaw 2.1.1.1. Pengertian Model Pembelajaran Jigsaw Menurut Arends (2008: 13), pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan : SMA Mata Pelajaran : Fisika Kelas / Semester : XI / Genap Alokasi Waktu : 2 x 45 menit A. KOMPETENSI INTI 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia saat ini tidak bisa terlepas dari pendidikan. Pendidikan merupakan hal yang sangat fundamental bagi kemajuan suatu bangsa sehingga menjadi kebutuhan

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS 4 SDN KALINANAS 01

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS 4 SDN KALINANAS 01 Yudha Widhiatma 447 PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS 4 SDN KALINANAS 01 Oleh Yudha Widhiatma 292013095@student.uksw.edu Wasitohadi wasitohadi@staff.uksw.edu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu media atau sumber belajar yang dapat dijadikan sebagai penunjang

I. PENDAHULUAN. Salah satu media atau sumber belajar yang dapat dijadikan sebagai penunjang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu media atau sumber belajar yang dapat dijadikan sebagai penunjang dan dapat membantu guru maupun siswa dalam proses pembelajaran agar pembelajaran dapat berjalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang harus diajarkan di bangku sekolah dasar. Hal tersebut secara jelas tertuang dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan kondisi belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi-potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31. Ayat (3) mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31. Ayat (3) mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia salah satunya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. solusi. Sebagai contoh, suatu masalah dapat direpresentasikan dengan obyek,

II. TINJAUAN PUSTAKA. solusi. Sebagai contoh, suatu masalah dapat direpresentasikan dengan obyek, 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kemampuan Representasi Matematis Jones dan Knuth (1991) mengungkapkan bahwa representasi adalah model atau bentuk pengganti dari suatu situasi masalah yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pendidikan sains di Indonesia mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pemahaman tentang sains dan teknologi melalui pengembangan keterampilan berpikir, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa : Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika

BAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika BAB II LANDASAN TEORI A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika Pengertian pembelajaran sebagaimana tercantum dalam UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional adalah suatu proses interaksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahwa pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga

I. PENDAHULUAN. bahwa pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana terpenting untuk mewujudkan kemajuan bangsa dan negara. Hal ini sesuai dengan pendapat Joesoef (2011) yang menyatakan bahwa pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan pengetahuan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan pengetahuan yang 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan pengetahuan yang membahas manusia dan alam sekitarnya. Alam sekitar manusia mencakup hal yang sangat luas dari yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan yang saat ini sedang dialami oleh bangsa Indonesia adalah tentang peningkatan mutu pendidikan. Hal ini berkaitan dengan bagaimana output

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE OUTDOOR STUDY UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD NEGERI 01 TAJI TAHUN AJARAN 2014/2015

PENERAPAN METODE OUTDOOR STUDY UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD NEGERI 01 TAJI TAHUN AJARAN 2014/2015 PENERAPAN METODE OUTDOOR STUDY UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD NEGERI 01 TAJI TAHUN AJARAN 2014/2015 Naskah Publikasi Ilmiah Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Prestasi Belajar a. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Keaktifan Belajar a. Pengertian Keaktifan Belajar Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreatifitas siswa melalui berbagai interaksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 2008: 58). Sedangkan menurut Kunandar (2010: 46) PTK dapat juga

BAB III METODE PENELITIAN. 2008: 58). Sedangkan menurut Kunandar (2010: 46) PTK dapat juga 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK adalah penelitian tindakan yang dilakukan di kelas dengan tujuan memperbaiki atau meningkatkan

Lebih terperinci

KETRAMPILAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) PADA SISWA SMP

KETRAMPILAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) PADA SISWA SMP KETRAMPILAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) PADA SISWA SMP Fransiskus Gatot Iman Santoso Universitas Katolik Widya Mandala Madiun ABSTRAK.Tujuan matematika diajarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, oleh karena itu pembelajaran harus

I. PENDAHULUAN. erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, oleh karena itu pembelajaran harus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika merupakan salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, oleh karena itu pembelajaran harus menggunakan model,

Lebih terperinci