TINGKAH LAKU SOSIAL BEKANTAN (Nasalis larvatus) DI TAMAN SAFARI INDONESIA, CISARUA-BOGOR WULAN DEWI WIDIANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINGKAH LAKU SOSIAL BEKANTAN (Nasalis larvatus) DI TAMAN SAFARI INDONESIA, CISARUA-BOGOR WULAN DEWI WIDIANI"

Transkripsi

1 TINGKAH LAKU SOSIAL BEKANTAN (Nasalis larvatus) DI TAMAN SAFARI INDONESIA, CISARUA-BOGOR WULAN DEWI WIDIANI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 ABSTRAK WULAN DEWI WIDIANI. Tingkah Laku Sosial Bekantan (Nasalis larvatus) di Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor. Dibimbing oleh R. R. DYAH PERWITASARI dan ENTANG ISKANDAR. Bekantan (Nasalis larvatus) merupakan spesies primata yang hidup berkelompok, dan di dalam kelompok inilah terjadi interaksi sosial. Secara umum bentuk interaksi sosial antar individu meliputi aktivitas selisik, agonistik, bermain, dan seksual. Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkah laku sosial bekantan (Nasalis larvatus). Objek pada penelitian ini adalah enam ekor bekantan dengan umur dan jenis kelamin yang berbeda. Pengamatan tingkah laku sosial dilakukan dengan menggunakan metode focal animal. Penentuan hirarki pada betina dewasa berdasarkan pada aktivitas selisik, agonistik, dan seksual. Pengamatan dimulai pada pukul sampai dengan pukul WIB selama 492 jam. Betina dewasa memiliki persentase paling besar dalam melakukan autoselisik dan menelisik individu lain dibandingkan dengan jantan dewasa dan anakanak. Betina dewasa dengan hirarki tinggi memiliki persentase lebih rendah (76,39%) dalam menelisik individu lain dibandingkan dengan betina dewasa lainnya (78,00%). Jantan melakukan agonistik dengan membuka mulut, menunjukkan taring, mengeluarkan suara, dan mengejar bunyi. Betina hanya melakukan agonistik dengan membuka mulut dan mengeluarkan suara. Betina dengan hirarki tinggi paling banyak melakukan agonistik terhadap individu lainnya (23,61%). Aktivitas bermain hanya dilakukan oleh anak-anak bekantan. Aktivitas seksual hanya terjadi antara jantan dewasa dengan betina dewasa. ABSTRACT WULAN DEWI WIDIANI. Social Behaviour of Proboscis Monkey (Nasalis larvatus) in Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor. Supervised by R. R. DYAH PERWITASARI and ENTANG ISKANDAR. Proboscis Monkey (Nasalis larvatus) is a primate species that live in group, it occurred social interaction within group. In general, the form of social interaction among individuals include grooming activity, agonistic, play, and sexual. This research addressed to determine social behaviour of proboscis monkey. The objects of this study were six Nasalis larvatus with different ages and sexes. Social behaviour observation was carried out using focal animal method. Determination of the hierarchy in adult females based on grooming, agonistic, and sexual activities. The observation began at a.m until p.m for 492 hours. Adult females showed the greatest percentage on doing autogrooming and grooming to others than adult male and infants. Adult female with high rank showed less percentage (76,39%) on doing grooming than other adult females (78,00%). Male performed open mouth threat, showed canine, gave vocalization, and chasing the sounds. Females only performed open mouth threat and gave vocalization. Most adult female with high rank was done agonistic activity against other individuals (23,61%). Playing activities were done by the infants of proboscis monkey. Sexual behaviour only occurred between the adult male and female proboscis monkeys.

3 TINGKAH LAKU SOSIAL BEKANTAN (Nasalis larvatus) DI TAMAN SAFARI INDONESIA, CISARUA-BOGOR WULAN DEWI WIDIANI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

4 Judul Skripsi Nama NIM : Tingkah Laku Sosial Bekantan (Nasalis larvatus) di Taman Safari Indonesia, Cisarua-Bogor : Wulan Dewi Widiani : G Menyetujui: Pembimbing I, Pembimbing II, (Dr. Ir. R. R. Dyah Perwitasari, M.Sc) (Dr. Ir. Entang Iskandar, M.Si) NIP : NIP : Mengetahui: Ketua Departemen Biologi, (Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, MSi) NIP : Tanggal lulus :

5 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Dr. Ir. R. R. Dyah Perwitasari, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Entang Iskandar M.Si atas segala dukungan, bimbingan dan saran yang telah diberikan selama menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Dorly M.Si selaku penguji atas saran yang telah diberikan sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Selain itu penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Jansen Manansang selaku pimpinan Taman Safari Indonesia, Bapak Imam selaku kepala bagian primata dan Bapak Dedi selaku perawat bekantan atas kebijaksanaan dan bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian di Taman Safari Indonesia. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga tercinta, Papa, Mama, dan adik-adik atas segala doa, cinta, dukungan, dan kasih sayang yang tiada henti. Terima kasih kepada Budi Riyanto, SH atas cinta, kasih sayang, dan motivasinya, teman seperjuangan dalam susah dan senang Ghita, Akbar, Ikka E, Diaz, dan rekan-rekan se-biologi 42 atas kebersamaannya selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2010 Wulan Dewi Widiani

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 Juli 1987 dari Bapak Widayanto dan Ibu Suhartini. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negri 63 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi anggota Sie PSDM di IAS3 (Ikatan Alumni SMA Se-pesanggrahan Se-kebayoran) dan juga pernah menjadi ketua Makrab di IAS3. Pada tahun 2007 penulis mengikuti studi lapang mengenai Keanekaragaman Tumbuhan Zingiberaceae di Wana Wisata Cangkuang, Sukabumi. Pada tahun 2008 penulis melaksanakan praktik lapangan dengan judul Pengaturan Gizi Makanan Untuk Pasien dengan Berbagai Penyakit di Rumah Sakit Mulya Tangerang. Pada tahun yang sama, penulis juga menjadi anggota dari sie konsumsi dalam masa perkenalan departemen (MPD).

7 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 1 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat... 2 Objek... 2 Alat... 2 Metode Penelitian... 2 HASIL Kelompok Bekantan di TSI... 2 Hirarki Sosial... 2 Aktivitas Harian... 3 Tingkah Laku Sosial... 3 PEMBAHASAN Hirarki Sosial... 6 Aktivitas Harian... 6 Tingkah Laku Sosial... 6 SIMPULAN... 8 SARAN... 9 DAFTAR PUSTAKA 9 LAMPIRAN 11 viii viii

8 DAFTAR TABEL Halaman 1 Nama, gambar, jenis kelamin, dan umur individu dalam kelompok bekantan Aktivitas selisik, agonistik, dan seksual untuk penentuan hirarki pada betina dewasa Aktivitas harian masing-masing individu Persentase dan durasi pelaku selisik dan penerima selisik dalam kelompok bekantan Persentase dan durasi autoselisik Persentase agonistik pada individu dewasa Jenis bermain yang paling sering dilakukan oleh masing-masing anak bekantan Persentase dan durasi aktivitas seksual Boki dan Ayu... 6 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Ciri-ciri masing-masing individu Jenis bermain pada anak-anak bekantan... 12

9 1 Latar Belakang PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan flora dan fauna. Salah satu fauna yang menjadi kekayaan alam nusantara adalah bekantan (Nasalis larvatus). Klasifikasi bekantan berdasarkan Napier dan Napier (1967) : Ordo : Primata Sub ordo : Anthropoidea Super famili : Cercopithecoidea Famili : Cercopithecidae Sub famili : Colobinae Genus : Nasalis Spesies : Nasalis larvatus Wurmb Bekantan merupakan salah satu spesies primata yang memiliki ciri hidung besar dan perut buncit. Bekantan tersebar dan endemik di hutan bakau, rawa dan hutan pantai di pulau Kalimantan (Meijaard & Nijman 2000). Dalam kehidupan sehari-hari, bekantan hidup berkelompok. Kelompok yang dibentuk bekantan ada dua macam; 1) kelompok yang dipimpin oleh satu jantan dominan dengan beberapa betina dan anak-anaknya (kelompok satu jantan); 2) kelompok yang hanya terdiri dari jantan-jantan muda (kelompok semua jantan) (Yeager 1992). Kehidupan berkelompok menimbulkan interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas sosial (Sarel & Irven 1978). Bentuk interaksi sosial antar individu meliputi aktivitas selisik, agonistik, bermain, perilaku seksual, dan perilaku anti predator (Yeager 1992). Selisik adalah kegiatan yang dilakukan baik sendiri maupun dengan individu lain (Kern 1964). Aktivitas selisik dilakukan dengan cara mencari kutu dan kotoran lainnya dengan jari di sela-sela rambut, menjilat, dan kemudian mengunyahnya. Aktivitas selisik sering terjadi antara anak dengan induknya, antara betina dewasa dengan betina dewasa lainnya (Alikodra et al 1990). Agonistik adalah aktivitas yang ditandai dengan ancaman mimik muka, memburu serta baku hantam dan diakhiri dengan kekalahan lawan. Ancaman mimik muka dilihat dari raut muka yang menunjukkan ancaman atau menunjukkan gigi (taring). Memburu merupakan aktivitas mengejar lawan, sedangkan baku hantam ditandai dengan adanya kontak fisik dengan lawan (Bismark 1994). Aktivitas bermain meliputi kejar-kejaran, tarik-menarik ekor/badan, saling gigit dan berguling sambil bergulat ataupun aktivitas yang dilakukan sendiri seperti berayun dan memainkan ranting. Aktivitas bermain sering terjadi antara sesama individu muda atau anak dan antara induk dengan bayinya yang sering dilakukan pada pagi dan sore hari (Bismark 1994). Aktivitas seksual yaitu aktivitas hubungan seksual antara bekantan jantan dan betina dewasa yang ditandai dengan kesediaan individu betina terhadap individu jantan untuk memulai interaksi seksual. Aktivitas seksual dimulai dengan aktivitas untuk menarik perhatian lawan jenis dan kemudian dilanjutkan dengan kopulasi (Yeager 1990). Saat ini populasi bekantan di habitat aslinya telah mengalami penurunan yang cepat. Melihat gejala ancaman terhadap populasi bekantan tersebut, maka perlu dilakukan konservasi secara eks-situ (Meijaard & Nijman 2000). Konservasi secara eks-situ bertujuan untuk melestarikan bekantan di luar habitat aslinya sehingga kemurnian jenis dari bekantan dapat dipertahankan. Konservasi secara eks-situ dapat dilakukan melalui lembaga-lembaga konservasi, seperti Taman Safari Indonesia. Taman Safari Indonesia (TSI) merupakan taman satwa terbuka yang menangkarkan dan mengembangbiakkan satwa-satwa yang ada di Indonesia, maupun dari berbagai penjuru dunia. TSI berfungsi sebagai Lembaga Konservasi Eks-Situ, wahana pendidikan, dan sebagai tempat rekreasi yang berwawasan lingkungan. Taman Safari Indonesia (TSI) diresmikan menjadi Obyek Wisata Nasional pada tanggal 16 Maret 1990 dan ditunjuk sebagai Lembaga Konservasi Eks-Situ melalui SK menteri Kehutanan No 709/Kpts-II/1990 pada tanggal 6 Desember Kawasan TSI terletak di daerah penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang berada pada ketinggian m di atas permukaan laut (mdpl). Suhu rata-rata di TSI ± 20 0 C ( C ) dengan kelembaban rata-rata sebesar 88,93%. Secara adminstratif TSI terletak di desa Cibeureum, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor, Provinsi Jawa Barat. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari tingkah laku sosial bekantan (Nasalis larvatus) di Taman Safari Indonesia, Cisarua- Bogor.

10 2 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret hingga Juli 2009 di Taman Safari Indonesia, Cisarua-Bogor. Objek Objek penelitian yang digunakan adalah enam individu bekantan (N. larvatus) yang terdiri dari dua jantan (satu jantan dewasa (Boki) dan satu jantan anak (Nakula), dan empat betina (dua betina dewasa: Chintia dan Ayu, dan dua anak-anak: Kia dan Pretty). Boki merupakan bekantan sitaan dari Kalimantan Selatan pada tahun Chintia dan Ayu merupakan bekantan hasil donasi dari Jakarta pada tahun Bekantanbekantan tersebut disatukan dalam satu kelompok oleh pihak TSI pada tahun 2002 hingga Nakula adalah anak Boki dengan Chintia. Kia dan Pretty adalah anak Boki dengan Ayu. Alat Alat-alat yang digunakan selama pangamatan adalah alat tulis, kamera digital 3x optical zoom, alat pencatat waktu. Metode Penelitian Pengamatan dilakukan dari jam WIB. Sebelum pengambilan data di lapangan, dilakukan habituasi untuk membiasakan satwa dengan kehadiran peneliti sehingga satwa akan bertingkah laku normal walau peneliti berada di sekitarnya. Hal ini dapat dilakukan dengan membiasakan diri atau meningkatkan frekuensi tatap muka dengan satwa. Setelah itu dilakukan identifikasi terhadap setiap individu bekantan. Identifikasi dilakukan dengan melihat ciri-ciri fisik tiap individu, seperti bentuk dan ukuran tubuh, warna tubuh, dan raut wajah. Pemberian nama sudah diberikan oleh pihak TSI. Metode penelitian yang digunakan dalam pengambilan data berdasarkan Martin dan Bateson (1987) : 1. Ad libitum. Peneliti mencatat segala macam tingkah laku anggota kelompok bekantan yang teramati sehingga diperoleh gambaran umum tingkah laku dalam kelompok tersebut. 2.Focal animal. Peneliti mengamati satu individu khusus dalam waktu tertentu (10 menit), dan setelah itu mengamati individu lain dalam durasi yang sama. Pengamatan tingkah laku sosial meliputi aktivitas selisik, bermain, agonistik dan seksual. Penentuan hirarki sosial berdasarkan pada pengamatan aktivitas selisik, agonistik, dan seksual yang terlihat sejak awal sampai akhir penelitian. HASIL Kelompok Bekantan di TSI Kelompok bekantan sudah dibentuk oleh pihak TSI. Gambar masing-masing individu dapat dilihat pada Tabel 1. Ciri masingmasing individu dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 1 Nama, gambar, jenis kelamin, dan umur individu dalam kelompok bekantan Nama Gambar Jenis Umur Kelamin Boki Jantan 11 thn Nakula jantan 1 thn Chintia Betina 8 thn Ayu Betina 7 thn Kia Betina 2 thn Pretty Betina 1 thn Hirarki Sosial Penentuan hirarki betina dewasa dilakukan dengan melihat aktivitas selisik, agonistik, dan seksual antara satu betina dewasa dengan betina dewasa lainnya. Jumlah total jam pengamatan untuk menentukan hirarki pada betina dewasa yaitu sebanyak 492 jam.

11 3 Tabel 2 Aktivitas selisik, agonistik dan seksual untuk penentuan hirarki pada betina dewasa Individu Aktivitas (%) Selisik Agonistik Seksual Chintia 76,39 23,61 - Ayu 78,00 18,46 3,54 Chintia memiliki persentase aktivitas menelisik lebih sedikit dan lebih banyak melakukan agonistik dibandingkan dengan Ayu (Tabel 2). Hal ini dapat dikatakan, Chintia sebagai betina dengan hirarki tinggi. Hirarki sosial pada betina dewasa tidak mengalami perubahan sejak awal hingga akhir penelitian. Hal ini disebabkan selama penelitian tidak pernah terjadi perubahan hirarki antara Chintia dengan Ayu. Aktivitas Harian Jumlah total jam pengamatan sebanyak 216 jam dengan jumlah hari pengamatan sebanyak 36 hari. Jumlah hari pengamatan pada bulan April dan Mei masing-masing selama 18 hari. Aktivitas dominan jantan dewasa (Boki) dan betina dewasa (Ayu dan Chintia) meliputi aktivitas makan, istirahat, dan lokomosi. Aktivitas makan dan istirahat paling banyak dilakukan oleh Boki yaitu sebesar 34,15% dan 42,14%. Aktivitas lokomosi paling banyak dilakukan oleh Chintia yaitu sebesar 14,22% (Tabel 3). Aktivitas dominan pada anak-anak Tabel 3 Aktivitas harian masing-masing individu (Kia, Nakula, dan Pretty) adalah lokomosi dan bermain. Aktivitas lokomosi dan bermain paling banyak dilakukan oleh Nakula yaitu sebesar 27,32% dan 42,29% (Tabel 3). Tingkah Laku Sosial Jumlah total jam pengamatan sebanyak 276 jam dengan jumlah hari pengamatan sebanyak 46 hari. Jumlah hari pengamatan pada bulan Juni sebanyak 21 hari. Pada bulan Juli, jumlah hari pengamatan sebanyak 25 hari. > Selisik Aktivitas selisik dibedakan menjadi dua yaitu selisik yang dilakukan individu itu sendiri (autoselisik) ataupun selisik yang melibatkan individu lain (aloselisik). Individu yang menjadi pelaku selisik adalah Ayu, Chintia, Kia, dan Pretty. Ayu menelisik Boki, Chintia, Kia, dan Pretty sebesar 15,55%, 24,97%, 24,74%, dan 34,74%. Rataan durasi Ayu menelisik sebesar 5,67 detik, 7,00 detik, 6,64 detik, dan 8,12 detik. Chintia menelisik Ayu, Nakula, dan Pretty sebesar 37,08%, 38,40%, dan 24,52%. Rataan durasi Chintia menelisik yaitu sebesar 8,44 detik, 7,39 detik, dan 5,11 detik. Kia menelisik Boki, Ayu, dan Pretty sebesar 40,61%, 35,60%, dan 23,79%. Rataan durasi Kia menelisik sebesar 5,04 detik, 4,30 detik, dan 5,30 detik. Pretty menelisik Boki, Chintia Aktivitas Pelaku (%) Jantan dewasa Betina dewasa Anak-anak Boki Ayu Chintia Kia Nakula Pretty Makan 34,15 29,92 30,91 11,13 7,69 7,36 Minum 0,03 0,76 0,22 0,34 0,18 0,34 Defekasi 1,79 0,93 1,05 0,42 0,29 0,42 Urinasi 2,83 1,48 1,69 0,62 0,46 0,65 Lokomosi 13,21 11,99 14,22 21,93 27,32 25,03 Selisik - 14,06 10,64 2,46-0,71 Agonistik 4,69 5,56 1, Bermain ,94 42,29 38,42 Istirahat 42,14 34,80 39,59 20,56 15,19 19,33 Seksual 1,16 0, Berenang ,37 3,44 2,83 Menyusu ,14 4,91 pada induknya Keluar kandang ,23 - -

12 4 Ayu, dan Kia sebesar 13,28%, 19,70%, 50,96% dan 16,06%. Rataan durasi Pretty menelisik sebesar sebesar 5,81 detik, 2,99 detik, 5,17 detik, dan 3,32 detik (Tabel 4). yaitu sebesar 78,75%. Agonistik yang dilakukan Chintia adalah membuka mulut dan mengeluarkan suara. Chintia paling sering membuka mulut terutama terhadap anak bekantan yaitu sebesar 56,15% (Tabel 6). Tabel 4 Persentase dan durasi pelaku selisik dan penerima selisik dalam kelompok bekantan Pelaku Penerima Frekuensi (kali) Persentase (%) Rataan Durasi (detik) Boki Ayu Boki Chintia Kia Pretty ,55 24,97 24,74 34,74 5,67 7,00 6,64 8,12 Total ,43 Chintia Ayu Nakula Pretty ,08 38,40 24,52 8,44 7,39 5,11 Total ,94 Kia Boki Ayu Pretty ,61 35,60 23,79 5,04 4,30 5,30 Pretty Total ,64 Boki 62 13,28 5,81 Ayu ,96 5,17 Chintia 92 19,70 2,99 Kia 75 16,06 3,32 Total ,29 Nakula Semua individu melakukan autoselisik (Tabel 5). Autoselisik yang dilakukan oleh betina dewasa memiliki persentase yang tinggi dibandingkan dengan jantan dewasa dan anakanak. Tabel 5 Persentase dan durasi autoselisik Pelaku Persentase (%) Rataan Durasi (detik) Boki 1 10,20 Ayu 13 5,74 Chintia 57 3,15 Kia 14 6,01 Pretty 9 4,50 Nakula 6 2,00 > Agonistik Agonistik hanya terjadi pada bekantan dewasa. Bentuk aktivitas agonistik yang sering terjadi berupa agonistik dengan membuka mulut, membuka mulut dan menunjukkan taring, mengeluarkan suara, dan mengejar bunyi. Agonistik yang dilakukan Boki adalah membuka mulut, membuka mulut dan menunjukkan taring, mengeluarkan suara, dan mengejar bunyi. Boki paling sering membuka mulut terutama terhadap orang yaitu sebesar 30,77%. Agonistik yang dilakukan Ayu adalah membuka mulut dan mengeluarkan suara. Ayu paling sering mengeluarkan suara terutama terhadap orang > Bermain Aktivitas bermain dapat dilakukan sendiri ataupun dengan anak bekantan lainnya. Jenis bermain yang dilakukan sendiri yaitu berayun, memainkan daun, dan main di terpal. Jenis bermain yang dilakukan dengan anak bekantan lainnya yaitu belajar seksual dan berkejar-kejaran. Jenis bermain yang paling banyak dilakukan sendiri adalah bermain berayun. Bermain berayun pada Nakula, Pretty, dan Kia yaitu sebesar 35,63%, 37,88%, dan 25,35%. Rataan durasi bermain berayun sebesar 7,33 detik, 5,79 detik, dan 4,36 detik. Jenis bermain yang paling banyak dilakukan dengan anak bekantan lainnya adalah bermain kejar-kejaran. Bermain kejar-kejaran pada Nakula, Pretty dan Kia yaitu sebesar 12,18%, 10,85 %, dan 14,97%. Rataan durasi bermain kejar-kejaran sebesar 6,92 detik, 4,15 detik, dan 7,53 detik (Tabel 7). Jenis bermain lainnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

13 5 Tabel 6 Persentase agonistik pada individu dewasa Jenis agonistik Penerima Pelaku (%) Boki Ayu Chintia Membuka mulut Orang Bekantan dewasa Bekantan anak Total 30,77 4,81 3,27 38,85 4,69 3,13 10,78 18,60-38,53 56,15 94,68 Membuka mulut dan menunjukkan taring Orang 14, Mengeluarkan suara Total Orang Bekantan dewasa Bekantan anak 9, ,23 78,75 1,56 1,09 81,40 5, ,32 Mengejar bunyi 37, Total Tabel 7 Jenis bermain yang paling sering dilakukan oleh masing-masing anak bekantan Jenis Nakula Pretty Kia bermain Persentase (%) Rataan Durasi (detik) Persentase (%) Rataan Durasi (detik) Persentase (%) Rataan Durasi (detik) Berayun 35,63 7,33 37,88 5,79 25,35 4,36 Memainkan 19,92 11,92 23,81 13,15 17,52 4,25 daun Belajar 12,94 5,08 12,71 5, seksual Berkejarkejaran 12,18 6,92 10,85 4,15 14,97 7,53 Main di 4,03 5,34 1,61 4,45 14,77 6,09 terpal Lain-lain 15,30 74,11 13,14 89,21 27,39 12,21 > Aktivitas Seksual Aktivitas seksual selalu terjadi antara Boki (jantan dewasa) dengan Ayu (betina dewasa). Aktivitas seksual Boki meliputi memberi respon kepada betina dengan persentase sebesar 30,61%, dan kopulasi yang terdiri dari memegang betina, memasukkan penis, dan mendorong penis dengan persentase yang sama yaitu sebesar 23,13%. Rataan durasi memberi respon kepada betina, memasukkan penis, dan mendorong penis berturut-turut sebesar 8,20 detik, 5,74 detik, dan 32,58 detik. Boki lebih banyak memberi respon kepada betina dibandingkan terjadinya kopulasi. Aktivitas seksual Ayu meliputi menarik perhatian jantan dengan persentase sebesar 61,49%, menerima kopulasi dengan persentase sebesar 16,89%, dan aktivitas pasca kopulasi dengan persentase sebesar 21,62%. Rataan durasi aktivitas seksual Ayu di atas berturut-turut sebesar 6,59 detik, 53,20 detik, dan 27,50 detik. Ayu lebih banyak menarik perhatian jantan dibandingkan dengan menerima kopulasi (Tabel 8).

14 6 Tabel 8 Persentase dan durasi aktivitas seksual Boki dan Ayu Perilaku Seksual Boki Ayu Persentase (%) Rataan Durasi (detik) Persentase (%) Rataan Durasi (detik) Memberi respon kepada 30,61 8, betina Kopulasi : -Memegang betina 23, Intromission (memasukkan 23,13 5, penis) -Thrusting (mendorong 23,13 32, penis) Presenting (menarik ,49 6,59 perhatian jantan) Menerima kopulasi ,89 53,20 Pasca kopulasi : selisik ,62 27,50 jantan Total , ,29 PEMBAHASAN Hirarki Sosial Penentuan hirarki sosial bekantan betina di TSI berdasarkan pada pengamatan aktivitas selisik, agonistik, dan seksual (Tabel 2). Chintia lebih sedikit menelisik dan lebih banyak melakukan agonistik terhadap bekantan lainnya, sehingga Chintia dapat dikatakan sebagai betina dengan hirarki tinggi. Betina dewasa yang paling sedikit menelisik (lebih banyak menjadi penerima selisik) dan paling banyak melakukan agonistik terhadap individu lainnya dikatakan sebagai betina dengan hirarki tinggi (Swindler 1998). Aktivitas Harian Aktivitas harian bekantan meliputi makan, minum, defekasi, urinasi, lokomosi, selisik, agonistik, bermain, istirahat, dan seksual. Aktivitas lainnya meliputi berenang, menyusu pada induknya, dan keluar kandang (Tabel 3). Aktivitas dominan jantan dewasa (Boki) dan betina dewasa (Ayu dan Chintia) meliputi aktivitas makan, istirahat, dan lokomosi. Salter (1985) dan Matsuda et al (2009) menyatakan bahwa aktivitas dominan bekantan dewasa meliputi aktivitas makan, istirahat, dan lokomosi. Aktivitas makan paling banyak dilakukan oleh Boki (jantan dewasa) yaitu sebesar 34,15%. Bekantan jantan lebih sering makan dibandingkan dengan bekantan betina (Bismark 1994). Aktivitas istirahat juga paling banyak dilakukan oleh Boki yaitu sebesar 42,14%. Jantan dewasa lebih banyak tidur dan istirahat (Bismark 1986). Aktivitas lokomosi paling banyak dilakukan oleh Chintia yaitu sebesar 14,22%. Hal ini terjadi karena Chintia sering melakukan lokomosi ketika pengunjung datang. Pengunjung sering membawa makanan sehingga Chintia berusaha mendekati pengunjung tersebut. Aktivitas dominan pada anak-anak (Kia, Nakula, dan Pretty) adalah lokomosi dan bermain. Aktivitas bermain hanya ditemui pada anakanak. Aktivitas lokomosi paling banyak dilakukan oleh Nakula yaitu sebesar 27,32%. Aktivitas lokomosi paling banyak dilakukan oleh anak-anak bekantan (Bismark 1994). Tingkah Laku Sosial > Selisik Selisik merupakan aktivitas mencari kotoran dari tubuh sendiri atau individu lain (Kern 1964). Aktivitas selisik dibedakan menjadi dua yaitu selisik yang dilakukan individu itu sendiri (autoselisik) ataupun selisik yang melibatkan individu lain (aloselisik). Individu yang menjadi pelaku selisik adalah Ayu, Chintia, Kia, dan Pretty (Tabel 4). Ayu paling sering menelisik Pretty (34,74%), Chintia paling sering menelisik Nakula (38,40%), Kia paling sering menelisik Boki (40,61%), dan Pretty paling sering menelisik Ayu (50,96%). Hal ini terjadi karena hubungan antara induk dengan anak. Menurut Chiarello (1995), induk monyet lebih sering menelisik anak mereka yang masih bayi/masih muda. Hal ini disebabkan oleh hubungan kekerabatan di antara mereka. Hal

15 7 yang sama juga terjadi pada M. fascicularis (Sussman & Tattersall 1981). Selisik pada Colobinae (seperti pada Presbytis entellus, P. johnii, dan Colobus badius) paling banyak dilakukan oleh betina dewasa (Struhsaker & Leland 1979). Ayu (betina dewasa) sebagai pelaku selisik paling banyak sedangkan Pretty (anak dari Ayu) sebagai pelaku selisik paling sedikit. Chiarello (1995) menyatakan bahwa monyet dewasa lebih aktif melakukan selisik, sedangkan anak lebih aktif bermain. Hal yang sama juga terjadi pada M. fuscata (Mori 1975). Aloselisik juga berkaitan dengan hirarki dalam suatu kelompok monyet. Chintia yang merupakan betina dengan hirarki tinggi lebih sedikit menelisik individu lain dibandingkan dengan Ayu (betina dengan hirarki rendah). Betina dengan hirarki rendah lebih banyak menelisik dibandingkan dengan betina hirarki tinggi (Singh 2006). Individu yang melakukan autoselisik adalah Boki, Ayu, Chintia, Kia, Pretty, dan Nakula (Tabel 5). Individu yang melakukan autoselisik dapat disebabkan satwa tersebut dapat menjangkau permukaan tubuhnya yang ingin dibersihkan (Chiarello 1995). Individu yang paling sering terlihat melakukan autoselisik adalah Chintia (57%), sedangkan yang paling jarang melakukan autoselisik adalah Boki (1%). Frekuensi autoselisik pada betina lebih tinggi dibandingkan dengan jantan (Matheson & Berstein 2000). Hal ini disebabkan aktivitas betina seperti bergerak, makan, mengasuh bayi lebih tinggi dibandingkan dengan jantan. Akibat aktivitas ini, pada tubuh betina lebih banyak kotoran sehingga frekuensi autoselisik betina lebih tinggi dibandingkan dengan jantan (Matheson & Berstein 2000). > Agonistik Bentuk agonistik yang sering terjadi di kandang penangkaran TSI berbeda dengan bentuk agonistik yang terjadi di alam. Agonistik yang terjadi di alam seperti memburu serta baku hantam (Bismark 1994), tidak dijumpai selama pengamatan di TSI. Perbedaan ini terjadi karena di kandang penangkaran TSI hanya ada satu jantan dewasa sehingga tidak pernah dijumpai baku hantam dengan bekantan jantan dewasa lainnya. Bentuk agonistik yang sering terjadi berupa agonistik dengan membuka mulut, membuka mulut dan menunjukkan taring, mengeluarkan suara, dan mengejar bunyi (Tabel 6). Agonistik yang dilakukan Boki adalah membuka mulut, membuka mulut dan menunjukkan taring, mengeluarkan suara, dan mengejar bunyi. Bila bekantan jantan dewasa melihat ada hal yang mengganggu kelompoknya maka dia akan mengeluarkan suara (Bismark 1986). Selama mengeluarkan suara, jantan dewasa berdiri dengan keempat anggota geraknya, kemudian melakukan ancaman dengan membuka mulut yang disertai dengan suara honk (Bismark 1986). Agonistik yang dilakukan Ayu adalah membuka mulut dan mengeluarkan suara. Struhsaker dan Leland (1979) menyatakan bahwa selama betina dewasa mempunyai anak yang masih muda, maka betina tersebut akan sangat melindungi anaknya dari ancaman individu lainnya ataupun ancaman dari luar. Salah satu bentuk perlindungan yang diberikan betina dewasa terhadap anaknya yaitu dengan mengeluarkan suara terhadap individu lain atau ancaman dari luar. Hal yang sama juga terjadi pada Macaca (Struhsaker & Leland 1979). Pada Macaca, induk betina akan menggendong anaknya bila ada ancaman dari individu lain maupun dari ancaman luar. Agonistik juga berkaitan dengan hirarki. (Struhsaker & Leland 1979). Agonistik yang dimaksud berupa agonistik yang terjadi antar individu bekantan. Chintia paling banyak melakukan agonistik terhadap individu lainnya dibandingkan dengan Ayu (Tabel 2). Hal ini dapat dikatakan bahwa Chintia sebagai betina dengan hirarki tinggi. Individu yang paling banyak melakukan agonistik terhadap individu lainnya adalah individu yang dominan (Struhsaker & Leland 1979). > Bermain Aktivitas bermain sering terjadi antara sesama anak yang banyak dilakukan saat induknya sedang istirahat atau makan (Alikodra et al 1990). Jantan dewasa lebih banyak tidur dan istirahat. Pada betina dewasa juga tidak pernah dijumpai adanya aktivitas bermain (Bismark 1986). Aktivitas bermain dapat dilakukan sendiri atau antara sesama anak (Tabel 7). Jenis bermain yang paling banyak dilakukan sendiri adalah bermain berayun. Jenis bermain yang paling banyak dilakukan dengan anak bekantan lainnya adalah berkejar-kejaran. Selain itu, pada anak bekantan juga sering terlihat melakukan pembelajaran seksual. Pembelajaran seksual yang terlihat hampir mirip seperti yang dilakukan oleh pasangan induknya yang melakukan aktivitas seksual. Nakula (jantan anak) berada di belakang, sedangkan Pretty (betina anak) berada di depan dalam posisi kuadrupedal. Individu

16 8 muda (anak) memperoleh berbagai pelajaran dan pengalaman dari induknya, seperti seksual dan agresivitas yang dapat dilatih melalui bermain bersama (Macdonald 1985). Monyet jepang (M. fuscata) memilih teman bermain berdasarkan umur dan jenis kelamin (Imakawa 1990). Jantan muda bermain dengan sesamanya, sedangkan betina muda bermain dengan individu yang lebih muda (Imakawa 1990). Hal yang berbeda terjadi pada Nakula dan Pretty. Nakula dan Pretty sering terlihat bermain bersama walaupun jenis kelaminnya berbeda. Hal ini terjadi karena di kandang penangkaran hanya terdapat 3 anak (1 jantan dan 2 betina), sehingga jantan muda (Nakula) bermain dengan betina muda seusianya (Pretty). Di antara Nakula dan Pretty, aktivitas bermain paling banyak di lakukan oleh Nakula. Markus dan Croft (1995) menyatakan bahwa jantan muda pada simpanse (Pan troglodytes) bermain lebih agresif dibandingkan dengan betina muda. Aktivitas bermain Kia paling sedikit dibandingkan dengan anak lainnya. Hal ini terjadi karena usia Kia yang mulai beranjak dewasa sehingga aktivitas bermainnya berkurang. Lama bermain dan frekuensi bermain semakin berkurang dengan semakin bertambahnya umur (Markus & Croft 1995). > Aktivitas Seksual Aktivitas seksual ditandai dengan kesediaan individu betina terhadap individu jantan untuk memulai interaksi seksual. Aktivitas seksual dimulai dengan menarik perhatian lawan jenis dan kemudian dilanjutkan dengan kopulasi (Yeager 1990). Aktivitas seksual hanya terjadi antara Boki dengan Ayu, tidak pernah terjadi antara Boki dengan Chintia (Tabel 8). Hal ini disebabkan Chintia yang sedang bunting sehingga mempengaruhi aktivitas seksualnya. Murai (2006) dalam penelitian di sungai Kinabatangan, Sabah, Malaysia terhadap 8 kelompok satu jantan dan 1 kelompok semua jantan menyatakan bahwa betina dewasa tidak menerima aktivitas seksual ketika sedang bunting. Frekuensi aktivitas memberi respon yang dilakukan Boki lebih besar dibandingkan dengan terjadinya kopulasi. Hal ini disebabkan aktivitas seksual tidak selalu berlanjut dengan kopulasi. Aktivitas Ayu untuk menarik perhatian jantan lebih sering dilakukan dibandingkan dengan menerima kopulasi. Hal ini dapat disebabkan Ayu yang sedang menyusui sehingga mempengaruhi aktivitas seksualnya. Bila betina sedang menyusui maka jumlah kandungan prolaktin (hormon yang memicu produksi ASI) akan meningkat sehingga dapat menyebabkan menurunnya dorongan seksual (Drago 1984). Pada primata non manusia, siklus menstruasi dihambat selama menyusui sehingga aktivitas seksual seolah-olah terhenti (Napier & Napier 1985). Aktivitas menarik perhatian jantan tidak selalu berlanjut dengan kopulasi. Murai (2006) menyatakan bahwa permintaan untuk melakukan aktivitas seksual tidak selalu menginduksi terjadinya perkawinan. Aktivitas menarik perhatian jantan dilakukan dengan menunjukkan hidung yang dimoncongkan ke arah jantan. Setelah melakukan perilaku seksual, Ayu selalu menelisik Boki. Hal ini sebagai aktivitas pasca kopulasi. Aktivitas seksual dipengaruhi oleh sistem hirarki (Swindler 1998). Boki dapat mengawini semua betina dewasa yang ada dalam kelompoknya. Jantan M. fascicularis dengan hirarki tinggi akan lebih banyak memiliki kesempatan melakukan aktivitas makan dan seksual (Chalmers 1980). Betina yang ingin kawin juga memiliki kekuasaan memilih pasangan kawinnya. Betina dengan hirarki tinggi dan betina estrus lebih memilih jantan dominan atau jantan dengan hirarki tinggi untuk menjaga status sosial. Hal yang sama juga terjadi pada M. fascicularis (Chalmers 1980). Bekantan betina dewasa di TSI tidak dapat ditentukan hirarkinya berdasarkan aktivitas seksual (Tabel 2). Hal ini karena Chintia sedang bunting sehingga mempengaruhi aktivitas seksualnya. Bekantan betina dewasa tidak dapat berkesempatan memilih jantan untuk dijadikan pasangan kawinnya. Hal ini karena dalam kelompok tersebut hanya memiliki satu jantan dewasa sehingga betina dewasa hanya dapat kawin dengan jantan tersebut. Pada saat kawin, biasanya individu remaja atau anak mengganggu di sekitar mereka. Dalam pengamatan, gangguan dilakukan dengan memegangi hidung jantan, bersuara atau bergerak di dekat mereka. Individu yang terlihat sering mengganggu aktivitas seksual adalah Nakula dan pretty. SIMPULAN Bentuk tingkah laku sosial antar individu pada bekantan (N. larvatus) yaitu aktivitas selisik, agonistik, bermain dan seksual. Ayu sebagai pelaku selisik paling banyak, sedangkan Pretty sebagai pelaku selisik paling sedikit. Chintia sebagai betina dengan hirarki tinggi lebih sedikit menelisik (76,39%)

17 9 dibandingkan dengan ayu (78,00%). Individu yang paling sering melakukan autoselisik adalah Chintia dan yang paling sedikit melakukan autoselisik adalah Boki. Boki paling sering melakukan agonistik dengan membuka mulut. Ayu paling sering melakukan agonistik dengan mengeluarkan suara dan Chintia paling sering melakukan agonistik dengan membuka mulut. Chintia sebagai betina dengan hirarki tinggi lebih banyak melakukan agonistik terhadap individu lainnya (23,61%). Aktivitas bermain hanya dilakukan oleh anak-anak bekantan, yaitu Nakula, Pretty, dan Kia. Aktivitas seksual hanya terjadi antara Boki dengan Ayu. SARAN Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan jam pengamatan yang panjang, dengan membandingkan cuaca cerah dan cuaca hujan sehingga dapat diketahui secara pasti pengaruh kondisi cuaca terhadap aktivitas bekantan. DAFTAR PUSTAKA Alikodra et al Studi ekologi bekantan (Nasalis larvatus Wurmb) di Hutan Lindung Bukit Soeharto, Kalimantan Timur (catatan penelitian). Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi. Tidak Diterbitkan. Bismark M Perilaku bekantan (Nasalis larvatus Wurmb) dalam memanfaatkan lingkungan Hutan Bakau Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur [tesis]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pascasarjana. Bismark M Studi ekologi makan bekantan (Nasalis larvatus Wurmb) di Hutan Bakau Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Chalmers N Social Behaviour in Primates. Baltimore: University Park Pr. Chiarello AG Grooming in brown howler monkey, Alouatta fusca. Am J Primatol 35: Drago F Prolactin and sexual behavior : a review. Neuroscience & Biobehavioral Reviews 8: Imakawa S Playmate relationships of immature free-ranging Japanese monkey at Katsuyama. Primates 31: Kern JA Observation on the habits of proboscis monkey, Nasalis larvatus, made in the Brunei Bay Area, Borneo. Zoologica 49: Macdonald D The Encyclopedia of Mammals. London: Equinox (Oxford) Ltd. Markus N, Croft DB Play behavior and its effect on social development of common chimpanzees (Pan troglodytes). Primates 36: Martin P, Bateson P Measuring Behaviour. Ed ke-7. London: Cambridge University Pr. Matheson MD, Bernstein IS Grooming, social bonding, and agonistic aiding in rhesus monkey. Am J Primatol 51: Matsuda I, Tuuga A, Higashi S The feeding ecology and activity budget of proboscis monkey. Am J Primatol 71: Meijaard E, Nijman V Distribution and conservation of the proboscis monkey (Nasalis larvatus) in Kalimantan, Indonesia. Biol Cons 92: Mori A Signal found in the grooming interaction of wild Japanese monkeys of the Koshima troop. Primates 16: Murai T Mating behaviors of the proboscis monkey. Am J Primatol 68: Napier JR, Napier PH A Handbook of Living Primates. New York : Academic Pr. Napier JR, Napier PH The Natural History of the Primates. Cambridge: MIT Pr. Salter RE Habitat use, ranging behavior, and food habits of the proboscis monkey, Nasalis larvatus (Van Wurmb), in Sarawak. Primates 26: Sarel E, Irven D The Primates. Virginia: Life Nature Library. Singh M Dominance hierarchy and social grooming in female lion-tailed macaques (Macaca silenus) in the western Ghats, India. Biosci 31: Struhsaker TT, Leland L Socioecology of five sympatric monkey species in the Kibale Forest, Uganda. Di dalam : Rosenblett J, Hinde RA, Beer C, Busnel

18 10 MC, editor. Advanced in the study of behavior. New York: Academic Pr. Sussman RW, Tattersall I Behaviour and ecology of Macaca fascicularis in Mauritus. Primates 22: Swindler DR Introduction to the Primate. Seatle: University of Washington Pr. Yeager CP Proboscis monkey (Nasalis larvatus) social organization : group structure. Am J Primatol 20: Yeager CP Proboscis monkey (Nasalis larvatus) social organization : nature possible functions of intergroup patterns of association. Am J Primatol 26:

19 LAMPIRAN 11

20 11 Lampiran 1 Ciri-ciri masing-masing individu No individu Ciri-ciri 1 Boki Hidung besar (telah berkembang sempurna), alat kelamin tampak jelas, ukuran tubuh besar (21 kg), terdapat warna putih berbentuk segitiga pada bagian pinggul. 2 Ayu Ukuran tubuh lebih kecil dari ukuran tubuh Boki (11kg), puting susu kurang jelas, hidung kecil dan runcing, mata besar, paling sering mengeluarkan suara apabila ada pengunjung, sering menggendong dan menelisik anak-anaknya. 3 Chintia Ukuran tubuh agak lebih besar daripada Ayu, puting susu jelas, perut lebih besar daripada Ayu, hidung kecil dan runcing, mata kecil, jarang menggendong anaknya dan paling sering mendatangi pengunjung. 4 Kia Ukuran tubuh setengah atau dua pertiga dari ukuran tubuh betina dewasa, sering menyendiri atau jalan-jalan di atas terpal plastik dan sangat sering menelisik Boki. 5 Nakula Muka berwarna gelap, warna rambut terang, sudah bisa lepas dari Chintia meskipun kadang masih bergantung dengan Chintia. 6 Pretty Muka berwarna gelap, warna rambut agak gelap, sangat dekat dengan Ayu dan belum bisa lepas dari Ayu.

21 11 Lampiran 2 Jenis bermain anak-anak bekantan Jenis bermain Pelaku Nakula Pretty Kia Memainkan ekor individu lain Bergelantungan di kaki individu lain Kejar Menarik ekor individu lain Belajar seksual Berayun Tarik menarik makanan Mengganggu aktivitas seksual Memainkan ranting Memainkan daun Berguling di tanah Menggigit rotan Lompat di relief batu Bermain di terpal Ket : Pemberian warna menunjukkan pelaku dari masing-masing jenis bermain

Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur

Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur (DAILY ACTIVITY OF BEKANTAN (Nasalis larvatus) IN MUARA KAMAN SEDULANG CONSERVATION AREA, EAST KALIMANTAN)

Lebih terperinci

065 PERILAKU SEKSUAL MONYET EKOR PANJANG (Mncncn fascic~lnris) Di BUM1 PERUMAHAN PRAMUKA CIBUBUR, JAKARTA LILA MULYATI

065 PERILAKU SEKSUAL MONYET EKOR PANJANG (Mncncn fascic~lnris) Di BUM1 PERUMAHAN PRAMUKA CIBUBUR, JAKARTA LILA MULYATI 2cB8 065 PERILAKU SEKSUAL MONYET EKOR PANJANG (Mncncn fascic~lnris) Di BUM1 PERUMAHAN PRAMUKA CIBUBUR, JAKARTA LILA MULYATI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

GROOMING BEHAVIOUR PATTERN OF LONG-TAILED MACAQUE (Macaca fascicularis, Raffles 1821) IN PALIYAN WILDLIFE SANCTUARY, GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA

GROOMING BEHAVIOUR PATTERN OF LONG-TAILED MACAQUE (Macaca fascicularis, Raffles 1821) IN PALIYAN WILDLIFE SANCTUARY, GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA Pola Perilaku Berselisik... (Moh Galang Eko Wibowo) 11 POLA PERILAKU BERSELISIK (GROOMING BEHAVIOUR) MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis, RAFFLES 1821) DI SUAKA MARGASATWA PALIYAN, GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. melakukan grooming. Pola perilaku autogrooming tidak terbentuk. dikarenakan infant tidak terlihat melakukan autogrooming.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. melakukan grooming. Pola perilaku autogrooming tidak terbentuk. dikarenakan infant tidak terlihat melakukan autogrooming. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Jumlah Waktu dan Frekuensi Grooming Monyet Ekor Panjang Pelaku pada perilaku grooming monyet ekor panjang adalah Jantan Dewasa (JD), Betina Dewasa (BD),

Lebih terperinci

MODE LOKOMOSI PADA ORANGUTAN KALIMANTAN (Pongo pygmaeus Linn.) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, JAKARTA MUSHLIHATUN BAROYA

MODE LOKOMOSI PADA ORANGUTAN KALIMANTAN (Pongo pygmaeus Linn.) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, JAKARTA MUSHLIHATUN BAROYA MODE LOKOMOSI PADA ORANGUTAN KALIMANTAN (Pongo pygmaeus Linn.) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, JAKARTA MUSHLIHATUN BAROYA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PAKAN DI GHITA YASANINGTHIAS

PAKAN DI GHITA YASANINGTHIAS AKTIVITAS MAKAN, KUANTITAS DAN KUALITAS PAKAN PADA BEKANTAN (Nasalis larvatus) YANG DIBERI BERBAGAI JENIS PAKAN DI TAMAN SAFARI INDONESIA GHITA YASANINGTHIAS DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 18 hari (waktu efektif) pada bulan Maret 2015

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 18 hari (waktu efektif) pada bulan Maret 2015 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 18 hari (waktu efektif) pada bulan Maret 2015 di Taman Agro Satwa dan Wisata Bumi Kedaton, Bandar Lampung. Peta

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengumpulan data dalam penelitian studi perilaku dan pakan Owa Jawa (Hylobates moloch) di Pusat Studi Satwa Primata IPB dan Taman Nasional Gunung

Lebih terperinci

PERILAKU ANAK ORANGUTAN (Pongo pygmaeus pygmaeus) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN TAMAN SAFARI INDONESIA

PERILAKU ANAK ORANGUTAN (Pongo pygmaeus pygmaeus) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN TAMAN SAFARI INDONESIA 1 PERILAKU ANAK ORANGUTAN (Pongo pygmaeus pygmaeus) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN TAMAN SAFARI INDONESIA IDAM RAGIL WIDIANTO ATMOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR LAMPIRAN... ix

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR LAMPIRAN... ix DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 3 1.3.Tujuan

Lebih terperinci

PERILAKU ANAK ORANGUTAN (Pongo pygmaeus pygmaeus) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN TAMAN SAFARI INDONESIA

PERILAKU ANAK ORANGUTAN (Pongo pygmaeus pygmaeus) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN TAMAN SAFARI INDONESIA 1 PERILAKU ANAK ORANGUTAN (Pongo pygmaeus pygmaeus) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN TAMAN SAFARI INDONESIA IDAM RAGIL WIDIANTO ATMOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Tingkah Laku Owa Jawa (Hylobates moloch) di Fasilitas Penangkaran Pusat Studi Satwa Primata, Institut Pertanian Bogor

Tingkah Laku Owa Jawa (Hylobates moloch) di Fasilitas Penangkaran Pusat Studi Satwa Primata, Institut Pertanian Bogor Jurnal Primatologi Indonesia, Vol. 6, No. 1, Juni 2009, p.9-13. ISSN: 1410-5373. Pusat Studi Satwa Primata, Institut Pertanian Bogor. Tingkah Laku Owa Jawa (Hylobates moloch) di Fasilitas Penangkaran Pusat

Lebih terperinci

JUMLAH INDIVIDU DAN KELOMPOK BEKANTAN (Nasalis larvatus, Wurmb) Di TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM KABUPATEN KAPUAS HULU

JUMLAH INDIVIDU DAN KELOMPOK BEKANTAN (Nasalis larvatus, Wurmb) Di TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM KABUPATEN KAPUAS HULU JUMLAH INDIVIDU DAN KELOMPOK BEKANTAN (Nasalis larvatus, Wurmb) Di TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM KABUPATEN KAPUAS HULU Number of Individual and Groups Proboscis (Nasalis Larvatus, Wurmb) In Sentarum Lake

Lebih terperinci

POPULASI BEKANTAN Nasalis larvatus, WURM DI KAWASAN HUTAN SUNGAI KEPULUK DESA PEMATANG GADUNG KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT

POPULASI BEKANTAN Nasalis larvatus, WURM DI KAWASAN HUTAN SUNGAI KEPULUK DESA PEMATANG GADUNG KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT POPULASI BEKANTAN Nasalis larvatus, WURM DI KAWASAN HUTAN SUNGAI KEPULUK DESA PEMATANG GADUNG KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT (Population Of Bekantan (Nasalis Larvatus, Wurmb) In The Area Of Sungai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 28 Januari 27 Februari 2015 bekerja sama

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 28 Januari 27 Februari 2015 bekerja sama 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada 28 Januari 27 Februari 2015 bekerja sama dan di bawah program PT. Taman Safari Indonesia didampingi oleh Bapak Keni Sultan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk pengadaan konservasi hewan. Suaka Margasatwa Paliyan memiliki ciri

BAB I PENDAHULUAN. untuk pengadaan konservasi hewan. Suaka Margasatwa Paliyan memiliki ciri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paliyan merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada kecamatan Paliyan, terdapat Suaka Margasatwa. Suaka Margasatwa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Kokah Menurut jumlah dan jenis makanannya, primata digolongkan pada dua tipe, yaitu frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan daun. Seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi lutung Jawa Klasifikasi lutung Jawa menurut Groves (2001) dalam Febriyanti (2008) adalah sebagai berikut : Kingdom Class Ordo Sub ordo Famili Sub famili Genus : Animalia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 16 o C-24 o C. Sebagai pusat penangkaran satwa langka, Taman Safari

TINJAUAN PUSTAKA. 16 o C-24 o C. Sebagai pusat penangkaran satwa langka, Taman Safari TINJAUAN PUSTAKA Habitat ex-situ Habitat ex-situ merupakan tempat tinggal satwa yang bukan alam aslinya, tetapi dibuat senyaman mungkin agar satwa merasa seperti berada di habitat aslinya. Habitat ex-situ

Lebih terperinci

Aktivitas Harian Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di Bali Safari and Marine Park, Gianyar

Aktivitas Harian Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di Bali Safari and Marine Park, Gianyar Aktivitas Harian Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di Bali Safari and Marine Park, Gianyar Nikmaturrayan 1, Sri Kayati Widyastuti 2, I Gede Soma 3 1 Mahasiswa FKH Unud, 2 Lab Penyakit Dalam Veteriner,

Lebih terperinci

Aktivitas Harian Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Di Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor

Aktivitas Harian Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Di Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor Prosiding Seminar Nasional Swasembada Pangan Politeknik Negeri Lampung 29 April 2015 ISBN 978-602-70530-2-1 halaman 526-532 Aktivitas Harian Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Di Taman Safari Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama

Lebih terperinci

POLA AKTIVITAS ORANGUTAN (Pongo abelii) DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KETAMBE ACEH TENGGARA

POLA AKTIVITAS ORANGUTAN (Pongo abelii) DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KETAMBE ACEH TENGGARA Jurnal Biotik, ISSN: 2337-9812, Vol. 3, No. 2, Ed. September 2015, Hal. 133-137 POLA AKTIVITAS ORANGUTAN (Pongo abelii) DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KETAMBE ACEH TENGGARA 1 Afkar dan 2 Nadia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-Ekologi Owa Jawa 2.1.1 Taksonomi Klasifikasi owa jawa berdasarkan warna rambut, ukuran tubuh, suara, dan beberapa perbedaan penting lainnya menuru Napier dan Napier (1985)

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

Struktur Kelompok dan Penyebaran Bekantan (Nasalis larvatus Wrumb.) dikuala Samboja, Kalimantan Timur

Struktur Kelompok dan Penyebaran Bekantan (Nasalis larvatus Wrumb.) dikuala Samboja, Kalimantan Timur Struktur Kelompok dan Penyebaran Bekantan (Nasalis larvatus Wrumb.) dikuala Samboja, Kalimantan Timur Tri Atmoko 1 *, Ani Mardiastuti 2, dan Entang Iskandar 3 1 Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber

Lebih terperinci

PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI

PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI 1 PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumatera. Klasifikasi orangutan sumatera menurut Singleton dan Griffiths

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumatera. Klasifikasi orangutan sumatera menurut Singleton dan Griffiths 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Orangutan Sumatera Indonesia memiliki dua jenis orangutan, salah satunya adalah orangutan sumatera. Klasifikasi orangutan sumatera menurut Singleton dan Griffiths

Lebih terperinci

AKTIVITAS POLA MAKAN DAN PEMILIHAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU BETINA

AKTIVITAS POLA MAKAN DAN PEMILIHAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU BETINA AKTIVITAS POLA MAKAN DAN PEMILIHAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU BETINA (Trachypithecus cristatus, Raffles 1812) DI PUSAT PENYELAMATAN SATWA GADOG CIAWI - BOGOR SKRIPSI AI NURI PRATIWI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh Moh Galang Eko Wibowo

SKRIPSI. Oleh Moh Galang Eko Wibowo POLA PERILAKU BERSELISIK (GROOMING BEHAVIOUR) MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis, RAFFLES 1821) DI SUAKA MARGASATWA PALIYAN, GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser yang membentang di wilayah 10 Kabupaten dan 2 Provinsi tentu memiliki potensi wisata alam yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kelas : Mamalia Ordo : Primates Subordo : Anthropoidea Infraordo :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. Rusa di Indonesia terdiri dari empat spesies rusa endemik yaitu: rusa sambar (Cervus unicolor),

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Orangutan Orangutan merupakan hewan vertebrata dari kelompok kera besar yang termasuk ke dalam Kelas Mamalia, Ordo Primata, Famili Homonidae dan Genus Pongo, dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Pengklasifikasian primata berdasarkan 3 (tiga) tingkatan taksonomi, yaitu (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai Besar Taman

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai Besar Taman BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu satu bulan di grid vector O11, M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai

Lebih terperinci

Perilaku Harian Owa Jawa (Hylobtes Moloch Audebert, 1798) Di Pusat Penyelamatan Dan Rehabilitasi Owa Jawa (Javan Gibbon Center), Bodogol, Sukabumi

Perilaku Harian Owa Jawa (Hylobtes Moloch Audebert, 1798) Di Pusat Penyelamatan Dan Rehabilitasi Owa Jawa (Javan Gibbon Center), Bodogol, Sukabumi Perilaku Harian Owa Jawa (Hylobtes Moloch Audebert, 1798) Di Pusat Penyelamatan Dan Rehabilitasi Owa Jawa (Javan Gibbon Center), Bodogol, Sukabumi (Daily behavior of Javan Gibbon (Hylobates moloch Audebert,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung

3. METODE PENELITIAN. Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung Kesatuan Pengelola Hutan Lindung (KPHL) Model Gunung Rajabasa Kabupaten

Lebih terperinci

POLA PENGGUNAAN RUANG OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E

POLA PENGGUNAAN RUANG OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E POLA PENGGUNAAN RUANG OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS

Lebih terperinci

ABSTRACT. MARIA ROSDALIMA PANGGUR. Vocal Communication of Wild Crested Macaque (Macaca nigra). Supervised by RR DYAH PERWITASARI and ANTJE ENGELHARDT.

ABSTRACT. MARIA ROSDALIMA PANGGUR. Vocal Communication of Wild Crested Macaque (Macaca nigra). Supervised by RR DYAH PERWITASARI and ANTJE ENGELHARDT. ABSTRACT MARIA ROSDALIMA PANGGUR. Vocal Communication of Wild Crested Macaque (Macaca nigra). Supervised by RR DYAH PERWITASARI and ANTJE ENGELHARDT. Macaca nigra is one of seven Sulawesi macaques species,

Lebih terperinci

UKURAN KELOMPOK MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI HUTAN DESA CUGUNG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG GUNUNG RAJABASA LAMPUNG SELATAN

UKURAN KELOMPOK MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI HUTAN DESA CUGUNG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG GUNUNG RAJABASA LAMPUNG SELATAN UKURAN KELOMPOK MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI HUTAN DESA CUGUNG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG GUNUNG RAJABASA LAMPUNG SELATAN (THE SIZE OF LONG-TAILED MACAQUE GROUP (Macaca fascicularis)

Lebih terperinci

SKRIPSI. PERILAKU HARIAN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi) PERIODE BREEDING PADA RELUNG YANG BERBEDA DI BALI BIRD PARK, GIANYAR, BALI

SKRIPSI. PERILAKU HARIAN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi) PERIODE BREEDING PADA RELUNG YANG BERBEDA DI BALI BIRD PARK, GIANYAR, BALI SKRIPSI PERILAKU HARIAN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi) PERIODE BREEDING PADA RELUNG YANG BERBEDA DI BALI BIRD PARK, GIANYAR, BALI Untuk Skripsi S-1 Oleh: I KOMANG ANDIKA PUTRA 0908305009 JURUSAN

Lebih terperinci

HIERARKI JANTAN DEWASA PADA DUA KELOMPOK MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI SITUS CIUNG WANARA KARANGKAMULYAN, CIAMIS ADIMAS BRAMANTYA

HIERARKI JANTAN DEWASA PADA DUA KELOMPOK MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI SITUS CIUNG WANARA KARANGKAMULYAN, CIAMIS ADIMAS BRAMANTYA HIERARKI JANTAN DEWASA PADA DUA KELOMPOK MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI SITUS CIUNG WANARA KARANGKAMULYAN, CIAMIS ADIMAS BRAMANTYA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di Malaysia (Semenanjung Malaya) H. syndactylus continensis (Gittin dan Raemaerkers, 1980; Muhammad,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Taman Safari Indonesia (TSI) merupakan salah satu kebun binatang yang ada di Indonesia. Salah satu program yang di upayakan di TSI adalah agar dapat meningkatkan populasi bekantan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kondisi Penangkaran Penangkaran Mamalia, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong, Bogor terletak di Jalan Raya Bogor-Jakarta KM 46, Desa Sampora, Kecamatan

Lebih terperinci

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI Individual Density of Boenean Gibbon (Hylobates muelleri)

Lebih terperinci

POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E

POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Di seluruh dunia, terdapat 20 jenis spesies Macaca yang tersebar di Afrika bagian utara, Eropa, Rusia bagian tenggara, dan Asia (Nowak, 1999). Dari 20 spesies tersebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi siamang pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Hylobates syndactylus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-ekologi 1. Taksonomi Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and Napier, 1986). Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus) Lutung (Trachypithecus auratus cristatus) Oleh: Muhammad Faisyal MY, SP PEH Pelaksana Lanjutan Resort Kembang Kuning, SPTN Wilayah II, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Trachypithecus auratus cristatus)

Lebih terperinci

JARAK JELAJAH HARIAN DAN AKTIVITAS PERGERAKAN BEKANTAN (Nasalis larvatus Wurmb) DI PULAU BAKUT, KABUPATEN BARITO KUALA

JARAK JELAJAH HARIAN DAN AKTIVITAS PERGERAKAN BEKANTAN (Nasalis larvatus Wurmb) DI PULAU BAKUT, KABUPATEN BARITO KUALA JARAK JELAJAH HARIAN DAN AKTIVITAS PERGERAKAN BEKANTAN (Nasalis larvatus Wurmb) DI PULAU BAKUT, KABUPATEN BARITO KUALA Daily Range Distance and Movement Activity of Proboscis Monkey (Nasalis larvatus Wurmb)

Lebih terperinci

Aktivitas Harian Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang telah divasektomi di Wenara Wana Ubud

Aktivitas Harian Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang telah divasektomi di Wenara Wana Ubud Aktivitas Harian Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang telah divasektomi di Wenara Wana Ubud (THE DAILY ACTIVITIES OF VASECTOMIZED LONG-TAILED MACAQUES (MACACA FASCICULARIS) IN WENARA WANA UBUD)

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tailed macaque) (Lekagul dan Mcneely, 1977). Macaca fascicularis dapat ditemui di

I. PENDAHULUAN. tailed macaque) (Lekagul dan Mcneely, 1977). Macaca fascicularis dapat ditemui di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Macaca fascicularis Raffles merupakan salah satu jenis primata dari famili Cercopithecidae yang dikenal dengan nama monyet atau monyet ekor panjang (long tailed macaque)

Lebih terperinci

HABITAT DAN POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1797) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JAWA BARAT FEBRIANY ISKANDAR

HABITAT DAN POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1797) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JAWA BARAT FEBRIANY ISKANDAR HABITAT DAN POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1797) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JAWA BARAT FEBRIANY ISKANDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

AKTIVITAS GROOMING (SELISIK) MONYET EKOR PANJANG DI SITUS CIUNG WANARA, CIAMIS JAWA BARAT. Oleh: Khrisna Nugraha G

AKTIVITAS GROOMING (SELISIK) MONYET EKOR PANJANG DI SITUS CIUNG WANARA, CIAMIS JAWA BARAT. Oleh: Khrisna Nugraha G AKTIVITAS GROOMING (SELISIK) MONYET EKOR PANJANG DI SITUS CIUNG WANARA, CIAMIS JAWA BARAT Oleh: Khrisna Nugraha G34101052 DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

STRUKTUR POPULASI BEKANTAN (Nasalis larvatus) DI PULAU CURIAK KABUPATEN BARITO KUALA KALIMANTAN SELATAN

STRUKTUR POPULASI BEKANTAN (Nasalis larvatus) DI PULAU CURIAK KABUPATEN BARITO KUALA KALIMANTAN SELATAN STRUKTUR POPULASI BEKANTAN (Nasalis larvatus) DI PULAU CURIAK KABUPATEN BARITO KUALA KALIMANTAN SELATAN Zainudin 1, Amalia Rezeki 2 Pusat Studi dan Konservasi Keaneakaragaman Hayati (Biodiversitas Indonesia)

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. antara bulan Januari Maret 2014 dengan pengambilan data antara pukul

III. BAHAN DAN METODE. antara bulan Januari Maret 2014 dengan pengambilan data antara pukul III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih, Tanggamus, Lampung. Waktu penelitian berlangsung selama 3 bulan antara bulan Januari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah cecah (Presbytis melalophos). Penyebaran cecah ini hampir di seluruh bagian pulau kecuali

Lebih terperinci

NILAI EKONOMI PERDAGANGAN SATWA LIAR

NILAI EKONOMI PERDAGANGAN SATWA LIAR NILAI EKONOMI PERDAGANGAN SATWA LIAR (Studi Kasus: Kelurahan Sidiangkat, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi dan Desa Sembahe, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang) SKRIPSI Oleh: ERWIN EFENDI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

Aktivitas Harian Monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra) di Cagar Alam Tangkoko-Batuangus, Sulawesi Utara

Aktivitas Harian Monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra) di Cagar Alam Tangkoko-Batuangus, Sulawesi Utara Aktivitas Harian Monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra) di Cagar Alam Tangkoko-Batuangus, Sulawesi Utara Saroyo 1), Sri Supraptini Mansjoer 2), Rudy C. Tarumingkeng 2), Dedy Duryadi Solihin 2) dan Kunio

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU MAKAN KERBAU MURRAH (Bubalus bubalis) DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL (BPTU) BABI DAN KERBAU SIBORONG BORONG

TINGKAH LAKU MAKAN KERBAU MURRAH (Bubalus bubalis) DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL (BPTU) BABI DAN KERBAU SIBORONG BORONG TINGKAH LAKU MAKAN KERBAU MURRAH (Bubalus bubalis) DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL (BPTU) BABI DAN KERBAU SIBORONG BORONG SKRIPSI Oleh: RAMDIAH FITRIANI LUBIS 080306012 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Penangkaran UD Anugrah Kediri, Jawa Timur. Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan yaitu pada bulan Juni-Juli 2012.

Lebih terperinci

PERILAKU DAN PAKAN LUTUNG KELABU (Trachypithecus cristatus, Raffles 1812) DI HUTAN MANGROVE KECAMATAN GEBANG KABUPATEN LANGKAT PROVINSI SUMATERA UTARA

PERILAKU DAN PAKAN LUTUNG KELABU (Trachypithecus cristatus, Raffles 1812) DI HUTAN MANGROVE KECAMATAN GEBANG KABUPATEN LANGKAT PROVINSI SUMATERA UTARA PERILAKU DAN PAKAN LUTUNG KELABU (Trachypithecus cristatus, Raffles 1812) DI HUTAN MANGROVE KECAMATAN GEBANG KABUPATEN LANGKAT PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI MARLIN ANDIKA 061202026 DEPARTEMEN KEHUTANAN

Lebih terperinci

Azhari Purbatrapsila, Entang Iskandar, Joko Pamungkas. Kata Kunci: Macaca fascicularis, pola aktivitas, stratifikasi vertikal, Pulau Tinjil

Azhari Purbatrapsila, Entang Iskandar, Joko Pamungkas. Kata Kunci: Macaca fascicularis, pola aktivitas, stratifikasi vertikal, Pulau Tinjil POLA AKTIVITAS DAN STRATIFIKASI VERTIKAL OLEH MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis RAFFLES, 1821) DI FASILITAS PENANGKARAN SEMI ALAMI PULAU TINJIL, PROPINSI BANTEN Azhari Purbatrapsila, Entang Iskandar,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii) SECARA EX-SITU, DI KEBUN BINATANG MEDAN DAN TAMAN HEWAN PEMATANG SIANTAR

PENGELOLAAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii) SECARA EX-SITU, DI KEBUN BINATANG MEDAN DAN TAMAN HEWAN PEMATANG SIANTAR PENGELOLAAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii) SECARA EX-SITU, DI KEBUN BINATANG MEDAN DAN TAMAN HEWAN PEMATANG SIANTAR SKRIPSI Oleh: LOLLY ESTERIDA BANJARNAHOR 061201036 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

KAJIAN EKOLOGI, POPULASI DAN KRANIOMETRI BANGE (Macaca tonkeana) DI KABUPATEN MOROWALI SULAWESI TENGAH MOHAMAD IRFAN

KAJIAN EKOLOGI, POPULASI DAN KRANIOMETRI BANGE (Macaca tonkeana) DI KABUPATEN MOROWALI SULAWESI TENGAH MOHAMAD IRFAN KAJIAN EKOLOGI, POPULASI DAN KRANIOMETRI BANGE (Macaca tonkeana) DI KABUPATEN MOROWALI SULAWESI TENGAH MOHAMAD IRFAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

POPULASI DAN PERLLAKU BEKANTAN (Nasalis larvalus) DI SAMBOJA KOALA, KALIMANTAN TIMUR

POPULASI DAN PERLLAKU BEKANTAN (Nasalis larvalus) DI SAMBOJA KOALA, KALIMANTAN TIMUR POPULASI DAN PERLLAKU BEKANTAN (Nasalis larvalus) DI SAMBOJA KOALA, KALIMANTAN TIMUR (Population and Behavior of Roboscis monrey (Nasalis Iarvatus) in Samboja Koala, Earl Kalhantan) Laboratorium Ekologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis, Raffles 1821) telah hidup berdampingan

I. PENDAHULUAN. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis, Raffles 1821) telah hidup berdampingan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis, Raffles 1821) telah hidup berdampingan dan saling berinteraksi dengan manusia sejak ribuan tahun lalu. Interaksi interspesies

Lebih terperinci

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PEMILIHAN PAKAN DAN AKTIVITAS MAKAN OWA JAWA (Hylobates moloch) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN PUSAT PENYELAMATAN SATWA, GADOG - CIAWI

PEMILIHAN PAKAN DAN AKTIVITAS MAKAN OWA JAWA (Hylobates moloch) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN PUSAT PENYELAMATAN SATWA, GADOG - CIAWI PEMILIHAN PAKAN DAN AKTIVITAS MAKAN OWA JAWA (Hylobates moloch) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN PUSAT PENYELAMATAN SATWA, GADOG - CIAWI SKRIPSI YESI MAHARDIKA PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali

ABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali ABSTRAK Penelitian tentang aktivitas burung kuntul kecil (Egretta garzetta) dilakukan di Pulau Serangan antara bulan Mei dan Juni 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas harian burung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Joja (Presbytis potenziani) adalah salah satu primata endemik Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang unik dan isolasinya di Kepulauan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Mega Bird and Orchid farm, Bogor, Jawa Barat pada bulan Juni hingga Juli 2011. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada

Lebih terperinci

PERILAKU MAKAN DAN JENIS PAKAN ORANGUTAN(Pongo pygmaeus) DI YAYASAN INTERNATIONAL ANIMAL RESCUE INDONESIA (YIARI) KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT

PERILAKU MAKAN DAN JENIS PAKAN ORANGUTAN(Pongo pygmaeus) DI YAYASAN INTERNATIONAL ANIMAL RESCUE INDONESIA (YIARI) KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT PERILAKU MAKAN DAN JENIS PAKAN ORANGUTAN(Pongo pygmaeus) DI YAYASAN INTERNATIONAL ANIMAL RESCUE INDONESIA (YIARI) KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT (Feeding Behavior And The Food Types Of Orangutans

Lebih terperinci

Perilaku Harian Tarsius dalam Kandang di Patunuang, Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Maryatul Qiptiyah et al.,

Perilaku Harian Tarsius dalam Kandang di Patunuang, Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Maryatul Qiptiyah et al., Perilaku Harian Tarsius dalam Kandang di Patunuang, Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Maryatul Qiptiyah et al., PERILAKU HARIAN TARSIUS DALAM KANDANG DI PATUNUANG, TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN 1 PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa 19 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan di

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS PRIMATA DIURNAL DI DALAM AREAL IUPHHK-HT PT. BINA SILVA NUSA KECAMATAN BATU AMPAR KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT

KEANEKARAGAMAN JENIS PRIMATA DIURNAL DI DALAM AREAL IUPHHK-HT PT. BINA SILVA NUSA KECAMATAN BATU AMPAR KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Vol. 5 (2) : 563 570 KEANEKARAGAMAN JENIS PRIMATA DIURNAL DI DALAM AREAL IUPHHKHT PT. BINA SILVA NUSA KECAMATAN BATU AMPAR KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT (Diurnal Primate Species Diversity

Lebih terperinci

OWA JAWA SEBAGAI SATWA PRIMATA YANG DILINDUNGI

OWA JAWA SEBAGAI SATWA PRIMATA YANG DILINDUNGI BAB II OWA JAWA SEBAGAI SATWA PRIMATA YANG DILINDUNGI 2.1 Pengetian Satwa Primata Menurut Jatna Supriatna dan Edy Hendras Wahyono (2000) Primata adalah anggota dari ordo biologi primata. Ordo atau bangsa

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN TAMAN MARGASATWA MEDAN SEBAGAI HUTAN KOTA DAN SARANA REKREASI SKRIPSI. Oleh : HIRAS ANDREW A LUMBANTORUAN /MANAJEMEN HUTAN

STUDI PENGEMBANGAN TAMAN MARGASATWA MEDAN SEBAGAI HUTAN KOTA DAN SARANA REKREASI SKRIPSI. Oleh : HIRAS ANDREW A LUMBANTORUAN /MANAJEMEN HUTAN STUDI PENGEMBANGAN TAMAN MARGASATWA MEDAN SEBAGAI HUTAN KOTA DAN SARANA REKREASI SKRIPSI Oleh : HIRAS ANDREW A LUMBANTORUAN 031201002/MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan kawasan yang terdiri atas komponen biotik maupun abiotik yang dipergunakan sebagai tempat hidup dan berkembangbiak satwa liar. Setiap jenis satwa

Lebih terperinci

PEMANFAATAN HABITAT OLEH MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI KAMPUS IPB DARMAGA

PEMANFAATAN HABITAT OLEH MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI KAMPUS IPB DARMAGA 1 PEMANFAATAN HABITAT OLEH MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI KAMPUS IPB DARMAGA Sahri Maida Sinaga, Utomo Pranoto, Hadi Surono, Archaitra Nadila A. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan

Lebih terperinci

STUDI MORFOLOGI DAN KARAKTERISTIK KELAMIN SEKUNDER SEBAGAI PENENTU JENIS KELAMIN PADA IKAN ARWANA (Scleropages) LINDA SUGIARTI

STUDI MORFOLOGI DAN KARAKTERISTIK KELAMIN SEKUNDER SEBAGAI PENENTU JENIS KELAMIN PADA IKAN ARWANA (Scleropages) LINDA SUGIARTI STUDI MORFOLOGI DAN KARAKTERISTIK KELAMIN SEKUNDER SEBAGAI PENENTU JENIS KELAMIN PADA IKAN ARWANA (Scleropages) LINDA SUGIARTI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI

ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI BURUNG CEMDRAWASIH KUNlNG KECIL ( Paradisaea minor ) SKRIPSI Oleh RlSFlANSYAH B 21.0973 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITWT PERTANIAN BOGOR 1990 RINGKASAN RISFIANSYAH.

Lebih terperinci

Vol. 09 No. 02 Oktober 2013 ISSN Jurnal Ilmiah. Konservasi Hayati. Papilio polytes

Vol. 09 No. 02 Oktober 2013 ISSN Jurnal Ilmiah. Konservasi Hayati. Papilio polytes Vol. 09 No. 02 Oktober 2013 ISSN 0216-9487 Jurnal Ilmiah Konservasi Hayati Papilio polytes Jurnal Ilmiah Konservasi Hayati ISSN 0216-9487 Jurnal ini dihimpun dari artikel yang merupakan hasil penelitian

Lebih terperinci

PERILAKU HARIAN ANAK GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumateranus) DI PUSAT KONSERVASI GAJAH TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS LAMPUNG

PERILAKU HARIAN ANAK GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumateranus) DI PUSAT KONSERVASI GAJAH TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS LAMPUNG PERILAKU HARIAN ANAK GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumateranus) DI PUSAT KONSERVASI GAJAH TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS LAMPUNG Skripsi Sebagai tugas akhir untuk memenuhi syarat mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TINGKAH ALPHA MALE MONYET HITAM (Macaca nigra) DI CAGAR ALAM TANGKOKO

IDENTIFIKASI TINGKAH ALPHA MALE MONYET HITAM (Macaca nigra) DI CAGAR ALAM TANGKOKO Jurnal Zootek ( Zootek Journal ) Vol. 36 No. 1 : 95 104 (Januari 2016) ISSN 0852-2626 IDENTIFIKASI TINGKAH ALPHA MALE MONYET HITAM (Macaca nigra) DI CAGAR ALAM TANGKOKO Ryan G. H. Mondoringin*, Rita S.H.Wungow,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2011. Lokasi penelitian di Kelompok Peternak Kambing Simpay Tampomas, berlokasi di lereng Gunung Tampomas,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan Umum

TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan Umum 19 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum aaaaaorangutan merupakan satu-satunya golongan kera besar yang terdapat di daratan Asia. Di Indonesia, orangutan terdapat di pulau Sumatra dan Kalimantan (Cuningham et

Lebih terperinci

4. ADAPTASI DAN TINGKAH LAKU TIKUS EKOR PUTIH

4. ADAPTASI DAN TINGKAH LAKU TIKUS EKOR PUTIH 4. ADAPTASI DAN TINGKAH LAKU TIKUS EKOR PUTIH Pendahuluan Adaptasi adalah kemampuan bertahan hidup dari suatu individu dalam suatu habitat tertentu. Individu-individu yang dinyatakan bisa beradaptasi bila

Lebih terperinci