TINJAUAN PUSTAKA. 16 o C-24 o C. Sebagai pusat penangkaran satwa langka, Taman Safari

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. 16 o C-24 o C. Sebagai pusat penangkaran satwa langka, Taman Safari"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Habitat ex-situ Habitat ex-situ merupakan tempat tinggal satwa yang bukan alam aslinya, tetapi dibuat senyaman mungkin agar satwa merasa seperti berada di habitat aslinya. Habitat ex-situ berfungsi untuk melindungi satwa yang hampir punah di alam, dengan melalui proses pengembangbiakan, dan juga melakukan pendidikan. Kebun binatang, taman satwa, pusat penyelamatan satwa, pusat pelatihan satwa, dan penangkaran satwa merupakan habitat exsitu. Taman Safari Indonesia sebagai obyek wisata nasional yang diresmikan oleh Soesilo Soedarman, Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi merupakan salah satu habitat ex-situ bagi satwa liar. Lebih jauh, Taman Safari Indonesia I yang berlokasi di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor juga telah diresmikan menjadi Pusat Penangkaran Satwa Langka di Indonesia oleh Hasyrul Harahap, Menteri Kehutanan pada masa itu, pada tanggal 16 Maret Taman Safari ini dibangun pada tahun 1980 pada sebuah perkebunan teh yang sudah tidak produktif. Taman ini menjadi penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang terletak pada ketinggian m diatas permukaan laut, serta mempunyai suhu ratarata 16 o C-24 o C. Sebagai pusat penangkaran satwa langka, Taman Safari Indonesia berperan dalam menangkarkan satwa endemik seperti harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan juga menunjang perkembangbiakan berbagai spesies seperti elang jawa (Spizaetus bartelsi), macan tutul jawa (Panthera pardus melas), orang utan (Pongo pygmaeus), dan bekantan (Nasalis larvatus). Taksonomi Ordo primata dibagi ke dalam tiga subordo yaitu Prosimii, Tarsioidea dan Anthropoidea yang masing-masing memiliki ciri-ciri tertentu. Anthropoidea memiliki tiga super famili yaitu Ceboidea, Cercopithecoidea dan Hominoidea.

2 5 Super famili Cercopithecoidea (Old World Monkey) memiliki satu famili Cercopithecidae (Napier dan Napier 1985). Bekantan merupakan primata endemik pulau Kalimantan yang termasuk ke dalam famili Cercopthecidae. Klasifikasi bekantan dalam Suradijono tahun 2000 adalah: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Primata Famili : Cercopithecidae Subfamili : Colobinae Genus : Nasalis Spesies : Nasalis larvatus Morfologi Bekantan dikenal juga dengan monyet belanda, bakara, paikah, rasung, batangan, kahau atau dalam bahasa inggris disebut proboscis monkey. Bekantan memiliki ciri-ciri morfologi bentuk hidung yang unik dan panjang dimana hidung besarnya memiliki fungsi untuk memberikan daya tarik kepada betinanya. Muka bekantan dewasa berwarna merah muda pucat sedangkan pada bayi berwarna biru tua. Wajah bekantan memiliki wajah dengan sebuah profil lurus dan rahang yang jelas. Tulang hidung panjang dan lurus dibandingkan dengan genus Presbytis yang tulang hidungnya lebih pendek. Lekuk mata bagian dalam relatif sempit dibandingkan dengan jenis-jenis Colobinae lainnya kecuali genus Simias. Susunan gigi seri, taring, premolar dan molar (geraham) adalah 2/2; 1/1; 2/2; 3/3, jumlah 32 buah (Napier dan Napier 1967). Warna bulu bekantan sangat bervariasi. Bagian bahu dan punggung atas berwarna cokelat kemerahan, ujung-ujung bulunya berwarna merah kecokelatan sedangkan dua pertiganya berwarna abu-abu, punggung berwarna kuning keabuan, perut berwarna kekuningan atau abu-abu kadang ada bagian yang berwarna kuning kecokelatan, tangan dan kaki putih kekuningan, kepala berwarna cokelat kemerahan dan leher berwarna putih keabuan. Ekor dan pinggul keputih-

3 6 putihan, terutama pada jantan dewasa (Payne et al. 2000). Ketika duduk di pohon ekornya bergantung vertikal ke bawah (Yasuma dan Alikodra 1990; Payne et al. 2000). Umumnya bekantan memiliki badan yang ramping dan ekor panjang, ekornya lebih panjang daripada badan dan kepala. Bekantan jantan yang sudah lewat dewasa berperut buncit, hal ini dikarenakan daun-daun yang merupakan bahan makanan bekantan mempunyai nutrien yang rendah sehingga untuk memenuhi kebutuhan energi dan nutriennya, bekantan harus makan daun daunan dalam jumlah yang banyak. Kebutuhan pakan bekantan adalah 900 g basah atau g berat kering pakan dengan kalori 1.066,82 kcal/hari atau 120,68 kcal/kg bobot badan (Bismark 1994). Bekantan dewasa dapat mengeluarkan suara seperti sapi melenguh pendek. Bekantan merupakan satwa sexually dimorphic yaitu jantan dan betina memiliki perbedaan ukuran dan bentuk tubuh (Bismark 1994). Bobot tubuh betina dewasa yaitu 8,650-11,790 kg, hampir setengah bobot tubuh jantan dewasa yaitu 11,700-23,806 kg (Napier dan Napier 1967), sedangkan bobot tubuh jantan setengah dewasa hampir sama dengan tubuh betina dewasa (Bismark 1994). Panjang kepala sampai badan pada jantan dewasa mm dan pada betina dewasa dengan panjang kepala sampai badan mm. Panjang ekor jantan dewasa mm dan panjang ekor betina dewasa mm (Napier dan Napier 1967). Hidung jantan dewasa berbentuk seperti ubi menggantung dan berukuran panjang, panjang hidungnya dapat mencapai 7,5 cm sedangkan betina dewasa hidungnya kurang berkembang dan agak mengarah keatas (slighty upturned). Bekantan dewasa yang memiliki hidung paling besar berhak dinobatkan menjadi pemimpin kelompok. Tangan bekantan bersifat prehensile yaitu dapat memegang benda dengan jari tangannya, tangan digunakan dalam makan untuk memetik daun-daunan, dan memasukkannya ke dalam mulut selain itu tangannya digunakan sebagai alat lokomosi. Yeager (1990) membagi bekantan berdasarkan parameter umur, yaitu: 1. Jantan Dewasa: Hidung besar (telah berkembang sempurna), alat kelamin luar tampak jelas, bobot badan besar sekitar kg, terdapat warna putih

4 7 berbentuk segitiga pada bagian pinggul, lapisan lemak terlihat jelas di bagian punggung, dan berkembang otot paha yang kuat. Gambar 1 Bekantan jantan dewasa Sumber: Molon 2009a 2. Jantan setengah dewasa: Ukuran tubuhnya sama atau lebih besar daripada betina dewasa, alat kelamin luar tampak jelas, otot bagian paha lebih berkembang dibandingkan dengan betina dewasa, hidung mulai membesar, tidak ada lapisan lemak di bagian punggungnya. 3. Betina dewasa: Bobot badan relatif lebih kecil dibandingkan bobot badan jantan dewasa (10-12 kg), puting susu tampak jelas, hidung lebih kecil dan runcing.

5 8 (a) (b) Gambar 2 (a) Bekantan betina dewasa, (b) Bayi bekantan Sumber: Molon 2009b dan Molon 2009c 4. Betina setengah dewasa: Ukuran tubuh lebih dari ¾ dewasa hampir sama dengan betina dewasa. 5. Remaja: Ukuran tubuh setengah atau dua pertiga dari ukuran tubuh betina dewasa. Sudah dapat berdiri sendiri (dalam berjalan), tetapi masih tidur dengan induknya. 6. Anak/Bayi: Berumur 1,5 tahun atau kurang, bayi yang baru lahir memiliki warna yang lebih gelap dan muka berwarna gelap tetapi terus memudar, masih dekat dan bergantung dengan induknya.

6 9 Habitat dan Pakan Habitat adalah kawasan yang terdiri dari beberapa kawasan, baik fisik maupun biotik, yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembangbiaknya satwa liar (Alikodra 2002). Bekantan hidup pada habitat yang sangat terbatas pada tipe hutan rawa gambut, hutan bakau, dan hutan di sekitar sungai. Kehidupannya sangat tergantung pada sungai, walaupun sebagian kecil ada yang hidup di hutan dipterocarpaceae dan hutan kerangas, namun masih berada di sekitar sungai. Hutan bakau yang disenangi oleh bekantan adalah tipe riverine mangroove, dengan sungai yang cukup besar (Bismark 1995). Napier dan Napier (1967), menjelaskan bahwa bekantan memiliki habitat berupa hutan rawa dan hutan bakau, dan mudah ditemukan di dekat sungai, atau pada vegatasi nipah dan rawa bakau sepanjang pantai, teluk-teluk atau daerah pasang surut. Bekantan lebih suka berteduh di vegetasi bakau pada waktu siang hari dan beristirahat di pohon rambai pada waktu malam hari. Hutan di tepi sungai bagi bekantan adalah untuk tempat tinggal dan tempat berkomunikasi dalam kelompoknya, dimana pasokan makanan yang disukai bekantan terdapat di habitat tersebut. Daerah yang cenderung dihuni oleh bekantan berada di pedalaman, relatif tidak terganggu, dan jauh dari sungai-sungai tempat berkembangnya permukiman. Pakan bekantan berupa daun-daunan dari pohon rambai atau pedada (Sonneratia alba), ketiau (genus Motleyana), beringin (Ficus sp), lenggadai (Braguiera parviflora), dan piai (Acrostiolum aureum) (Napier dan Napier 1985). Traktus Pencernaan Menurut Langer (1988) dalam Nijboer and Clauss (2006), anatomi sistem pencernaan bekantan terdiri dari saccus gastricus, dengan atau tanpa presaccus yang dibatasi oleh cardiac glandular mucosa merupakan tempat terjadinya fermentasi. Kompartemen ini dihubungkan oleh sebuah tubus gastricus, bagian terakhir yang dilapisi dengan kelenjar mukosa lambung, adalah pars pylorica sebelum menuju duodenum. Selain mempunyai rangkaian perut yang telah dijelaskan sebelumnya, bekantan juga memiliki sekum dan kolon sebagai tempat

7 10 tambahan terjadinya fermentasi pakan oleh bakteri. Anatomi sistem pencernaan bekantan seperti terlihat pada Gambar 3. Pars pylorica Saccus gastricus Esofagus Tubus gastricus Duodenum Jejunum Sekum Ileum Taenia coli Proksimal kolon Distal kolon Gambar 3 Anatomi Traktus Pencernaan Bekantan Sumber: J. Nijboer dan M. Clauss (2006) Apabila dibandingkan dengan hewan lain yang mempunyai foregut fermented, perut colobinae merupakan perut dengan kapasitas yang kecil sehingga harus makan dengan frekuensi yang tinggi. Berat dari forestomach adalah 6-8% dari berat tubuh hewan. Hewan folivorous atau hewan yang mengonsumsi daundaunan mempunyai forestomach yang lebih besar dibandingkan dengan hewan frugivorous yaitu hewan yang mengonsumsi buah-buahan. Derajat keasaman perut bekantan sekitar 5,0-7,0. Dari hasil pencatatan Nijboer dan Clauss (2006), derajat keasaman perut pada hewan yang mengonsumsi konsentrat dapat lebih rendah. Tingkah Laku Perilaku bekantan dapat terlihat dari tiga sikap kesehariannya yang menjadi tolak ukur perilaku bekantan, diantaranya adalah perilaku makan, tidur dan bersosialisasi. Bekantan makan di ujung-ujung cabang, duduk pada awak

8 11 cabang atau ranting. Salah satu tangannya digunakan untuk berpegang pada cabang atau ranting pada bagian atas, sedangkan tangan yang lainnya meraih makanan. Kalau berada pada posisi yang sulit, kedua tangan akan berfungsi untuk berpegangan dan makanan diambil menggunakan mulut. Bekantan lebih menyukai pohon yang berada persis disamping sungai untuk tempat tidurnya. Dalam satu pohon bisa dihuni oleh satu kelompok yang kira-kira berjumlah 4-12 ekor. Pembentukan jumlah individu dalam kelompok tempat tidur tergantung pada keadaan pohon, seperti bentuk percabangan, tinggi pohon, kerimbunan pohon, serta jarak antar pohon (Alikodra 1997). Bekantan aktif pada siang hari dan umumnya di mulai dari pagi hari untuk mencari makanan. Siang hari bekantan menyenangi tempat yang agak gelap atau teduh untuk beristirahat. Menjelang sore hari, kembali ke pinggiran sungai untuk makan dan memilih tempat tidur. Bekantan pandai berenang menyeberangi sungai dan menyelam di bawah permukaan air. Persebaran Ada dua sub spesies bekantan yaitu Nasalis larvatus larvatus dan Nasalis larvatus orientalis, persebaran bekantan di hutan-hutan sekitar muara sungai atau pinggiran sungai di Kalimantan, muara sungai Brunei dan Pulau Sebatik Sabah. Di Kalimantan Selatan, bekantan dapat ditemui di daerah hutan rawa, atau muara dan pinggiran sungai Pulau Kaget dan Pulau Laut. Di Kalimantan Barat satwa ini menempati daerah hutan bakau di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Palung, sedangkan di Kalimantan Tengah dapat di jumpai di Taman Nasional Tanjung Puting, atau di sekitar Sungai Mahakam. Bekantan juga dapat ditemukan di Taman Nasional Kutai serta rawa gambut dan hutan bakau di pantai Kalimantan Timur. Dari kedua sub spesies bekantan Nasalis larvatus larvatus mempunyai daerah sebaran yang relatif luas, hampir di seluruh Kalimantan, kecuali bagian timur laut, Serawak bagian tengah dan Brunei. Sementara persebaran Nasalis larvatus orientalis hanya terbatas di bagian timur laut Kalimantan. Gambar 4 menunjukkan peta persebaran Bekantan di Pulau Kalimantan.

9 12 Gambar 4 Peta Persebaran Bekantan di Pulau Kalimantan. Titik-titik pada gambar merupakan daerah ditemukannya populasi bekantan, area yang diberi garis adalah daerah yang dilindungi. Angka 1-16 adalah daerah penelitian dari pustaka yang diacu. sumber: Meijaard dan Nijman (2000) Reproduksi Reproduksi adalah suatu kemewahan fungsi tubuh yang secara fisiologi tidak vital bagi kehidupan individual tetapi sangat penting bagi kelanjutan suatu jenis atau bangsa hewan. Bekantan merupakan hewan yang menunjukkan sexual dimorphism yang sangat mencolok. Sexual dimorphism adalah perbedaan sistematis dalam bentuk antara individu-individu dari jenis kelamin yang berbeda dalam spesies yang sama, misalnya warna (khusus disebut sebagai dichromatism sexual), ukuran, dan ada atau tidak adanya bagian tubuh yang digunakan dalam menampilkan perilaku reproduksi atau perkelahian, seperti bulu hias, tanduk, atau taring. Pada bekantan, hewan jantan berbeda sekali dengan betina. Bekantan jantan berukuran lebih besar, hidung yang besar dan suara yang sengau. Alat kelaminnya terlihat jelas berwarna merah dan otot lengan dan pahanya

10 13 berkembang dengan baik. Bekantan betina tetap kecil meskipun sudah dewasa dan mempunyai puting susu yang memanjang. Perilaku kawin Bekantan betina mencapai kematangan seksual di alam liar atau habitat aslinya berumur sekitar 5 tahun (Murai 2004). Puncak seksual betina dapat dilihat dari warna alat kelamin menjadi merah muda atau merah (Gorzitze 1996; Murai 2004; 2006). Ada beberapa indikasi musiman reproduksi pada bekantan. Dalam satu populasi di Kalimantan Barat, ada indikasi puncak kawin dipertengahan tahun, tapi kawin terjadi antara bulan Februari dan November. Tingkat kelahiran sering terjadi antara bulan Maret dan Mei, mendekati akhir musim hujan (Rajanthan dan Bennett 1990). Kopulasi adalah tindakan menaiki betina oleh jantan yang dilakukan pada saat kawin, pada bekantan biasanya terjadi rata-rata sekitar setengah menit (Yeager 1990a; Boonratana 1993; Murai 2004; 2006). Proses kopulasi dilakukan pada saat jantan menaiki betina dari belakang, dan menggenggam betina dengan kaki atau dada (Yeager 1990a; Boonratana 1993). Pada kebanyakan primata kedua jenis kelamin menunjukkan keinginan untuk kawin, tetapi lebih sering terjadi pada jantan. Setiap keinginan untuk kawin tidak selalu diakhiri dengan kopulasi (Murai 2006). Keinginan untuk kawin pada bekantan didahului oleh betina diikuti dengan wajah cemberut, mengeluarkan suara-suara agar didekati lawan jenis, dan melihat kebagian belakangnya. (Hollihn 1973; Rajanthan & Bennett 1990; Yeager 1990a; Boonratana 1993; Murai 2006). Betina kadang-kadang juga akan menggelengkan kepala mereka untuk menunjukkan keinginan kawin (Yeager 1990a; Boonratana 1993). Remaja seringkali mengganggu proses kawin bekantan dewasa (Rajanthan dan Bennett 1990; Murai 2006). Kebuntingan Kebuntingan adalah masa persiapan pertumbuhan yang terjadi di dalam uterus dimana perkembangan embrio terjadi pada lingkungan yang stabil pada saat yang sangat rentan. Faktor utama yang mempengaruhi lamanya kebuntingan adalah ukuran tubuh primata tetapi korelasi absolut masih dalam penelitian.

11 14 Sebagai contoh kebuntingan dari marmoset memakan waktu selama 145 hari sementara lemur ruffed yang lebih besar hanya 102 hari, pengecualian lain terjadi pada cercopitecin, talapoi mini yang memiliki masa kebuntingan 196 hari sedangkan babon 177 hari. Bekantan mengalami masa kebuntingan selama hari (Napier dan Napier 1985; Bennett dan Sebastian 1988; Ankel-Simons 2007). Plasentasi Saat ovum yang telah dibuahi menempel pada dinding uterus, lapis bagian luarnya (korion), sangat kaya oleh vaskularisasi pembuluh darah, menembus jaringan maternal. Plasenta akan berkembang dan berfungsi untuk menyalurkan nutrisi kepada fetus dan membawa keluar kotoran dari fetus menuju sirkulasi maternal. Pada Anthropoide (dan Tarsius), bentuk plasentanya adalah haemochorial, yaitu kapiler dari korion berhubungan dengan pembuluh darah di dinding uterus sehingga membuat kontak langsung dengan darah induk. Karena penggabungan dua sirkulasi diatas membuat kondisi optimum bagi perkembangan fetus. Jalan masuk nutrisi dan pembuangan hasil metabolisme antara kedua sirkulasi ini sangat lamban, yang membuat distribusi nutrisi ke uterus sangat kurang, hal ini dinamakan non-deciduate. Pada tipe plasenta haemochorial, karena fetus bersatu dengan jaringan induk, banyak mukus mebran uterus dikeluarkan bersama dengan plasenta yang dinamakan decidate. Kelahiran Pada primata non manusia terdapat beberapa tanda mendekati waktu kelahiran. Stadium persiapan pada monyet sangat pendek sekitar 2 jam dan bayi selalu lahir pada malam hari. Kelahiran nokturnal menguntungkan bagi induk untuk menghindari serangan predator apabila induk tidak mampu bersama kelompok. Kera besar melahirkan pada kapanpun karena tidak ada ancaman serius dari serangan predator (Jolly 1972). Pada kehidupan arboreal bayi akan lebih cepat dewasa sebelum waktunya karena mereka diahirkan dipohon dan selalu dibawa oleh induk mereka bergelantungan di pohon dan melompat dari satu pohon ke pohon lainnya.

12 15 Kebanyakan primata melahirkan satu anak saja, pengecualian bagi marmoset sejati yang secara alami melahirkan kembar. Perawatan bayi dilakukan oleh kedua orangtua bekantan. Laktasi Secara fisiologis laktasi dimulai saat estrogen dan progesteron tertekan, dan hormon laktogenik hipofise mengambil alih (dalam Napier dan Napier 1986). Laktasi bisa berlangsung setelah pertumbuhan gigi susu anak. Masa laktasi pada primata menyebabkan tidak akan terjadinya folikulogenesis dan ovulasi (Mc Nelly 1994) dan primata non manusia menjadi bunting dalam beberapa minggu setelah melahirkan. Pada marmoset ini terjadi karena adanya siklus estrus yang cepat setelah terjadinya kelahiran. Perilaku Sosial Masa remaja terjadi setelah pubertas yang ditandai dengan tingkah laku kenakalan remaja. Keberadaan individu menuju dewasa yang matang secara seksual akan memicu agresivitas dan perkelahian di dalam kelompok. Jarang ditemukan mamalia yang soliter. Meskipun beberapa akan menghabiskan waktunya untuk hidup sendirian, jantan dan betina harus bertemu untuk kawin, serta betina dan anaknya harus terus bersama selama laktasi. Pada primata masa pertumbuhan dari anak ke dewasa bergantung pada keterikatan hubungan anak dengan induknya.

13 METODOLOGI Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan studi ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2010, dan bertempat di Taman Safari Indonesia. Materi dan Metode Pelaksanaan studi ini dilaksanakan dengan cara : 1. Wawancara dengan dokter hewan dan perawat satwa primata yang bekerja di Taman Safari Indonesia 2. Pengumpulan data primer melalui pengamatan langsung 3. Pengolahan data sekunder dari laporan studbook yang telah dilakukan di Taman Safari Indonesia. Parameter yang diamati Parameter yang dikaji dalam studi ini berupa reproduksi bekantan yang meliputi umur dewasa kelamin, lama kebuntingan, dan masa laktasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Taman Safari Indonesia (TSI) merupakan salah satu kebun binatang yang ada di Indonesia. Salah satu program yang di upayakan di TSI adalah agar dapat meningkatkan populasi bekantan.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Pengklasifikasian primata berdasarkan 3 (tiga) tingkatan taksonomi, yaitu (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan,

Lebih terperinci

POPULASI DAN PERLLAKU BEKANTAN (Nasalis larvalus) DI SAMBOJA KOALA, KALIMANTAN TIMUR

POPULASI DAN PERLLAKU BEKANTAN (Nasalis larvalus) DI SAMBOJA KOALA, KALIMANTAN TIMUR POPULASI DAN PERLLAKU BEKANTAN (Nasalis larvalus) DI SAMBOJA KOALA, KALIMANTAN TIMUR (Population and Behavior of Roboscis monrey (Nasalis Iarvatus) in Samboja Koala, Earl Kalhantan) Laboratorium Ekologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser yang membentang di wilayah 10 Kabupaten dan 2 Provinsi tentu memiliki potensi wisata alam yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi lutung Jawa Klasifikasi lutung Jawa menurut Groves (2001) dalam Febriyanti (2008) adalah sebagai berikut : Kingdom Class Ordo Sub ordo Famili Sub famili Genus : Animalia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-Ekologi Owa Jawa 2.1.1 Taksonomi Klasifikasi owa jawa berdasarkan warna rambut, ukuran tubuh, suara, dan beberapa perbedaan penting lainnya menuru Napier dan Napier (1985)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi siamang pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Hylobates syndactylus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kelas : Mamalia Ordo : Primates Subordo : Anthropoidea Infraordo :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumatera. Klasifikasi orangutan sumatera menurut Singleton dan Griffiths

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumatera. Klasifikasi orangutan sumatera menurut Singleton dan Griffiths 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Orangutan Sumatera Indonesia memiliki dua jenis orangutan, salah satunya adalah orangutan sumatera. Klasifikasi orangutan sumatera menurut Singleton dan Griffiths

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus) Lutung (Trachypithecus auratus cristatus) Oleh: Muhammad Faisyal MY, SP PEH Pelaksana Lanjutan Resort Kembang Kuning, SPTN Wilayah II, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Trachypithecus auratus cristatus)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi 3 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Berdasarkan karakter dan ciri morfologi yang dimiliki, tikus rumah (Rattus rattus diardii) digolongkan ke dalam kelas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-ekologi 1. Taksonomi Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and Napier, 1986). Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Kokah Menurut jumlah dan jenis makanannya, primata digolongkan pada dua tipe, yaitu frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan daun. Seperti

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut :

2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut : 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi 2.1.1 Taksonomi Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Sub-ordo Famili Sub-famili Genus : Animalia :

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

10 Hewan Langka Di Indonesia

10 Hewan Langka Di Indonesia 10 Hewan Langka Di Indonesia 10 Hewan Langka Di Indonesia Indonesia terkenal dengan kekayaan flora dan fauna. Termasuk flora dan fauna langka juga terdapat di Indonesia. Sudah menjadi penyakit kronis di

Lebih terperinci

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Rangsangan seksual libido Berkembang saat pubertas dan setelah dewasa berlangsung terus selama hidup Tergantung pada hormon testosteron

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Orangutan Orangutan merupakan hewan vertebrata dari kelompok kera besar yang termasuk ke dalam Kelas Mamalia, Ordo Primata, Famili Homonidae dan Genus Pongo, dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Di seluruh dunia, terdapat 20 jenis spesies Macaca yang tersebar di Afrika bagian utara, Eropa, Rusia bagian tenggara, dan Asia (Nowak, 1999). Dari 20 spesies tersebut

Lebih terperinci

Dunia Binatang. Belajar Apa di Pelajaran 2?

Dunia Binatang. Belajar Apa di Pelajaran 2? 2 Dunia Binatang Pernahkah kamu melihat seorang pembawa acara di televisi? Agar dapat menjadi pembawa acara yang baik, kamu harus mampu berbicara dengan baik di depan umum. Hal tersebut dapat diawali dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

[Amazing] Inilah 50 Keunikan Tubuh Manusia yang Mengagumkan

[Amazing] Inilah 50 Keunikan Tubuh Manusia yang Mengagumkan 1 [Amazing] Inilah 50 Keunikan Tubuh Manusia yang Mengagumkan Tubuh manusia benar-benar mengagumkan. Jika kita berusaha untuk menjaga dan merawat tubuh kita dengan baik serta mempraktekan gaya hidup sehat,

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

JUMLAH INDIVIDU DAN KELOMPOK BEKANTAN (Nasalis larvatus, Wurmb) Di TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM KABUPATEN KAPUAS HULU

JUMLAH INDIVIDU DAN KELOMPOK BEKANTAN (Nasalis larvatus, Wurmb) Di TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM KABUPATEN KAPUAS HULU JUMLAH INDIVIDU DAN KELOMPOK BEKANTAN (Nasalis larvatus, Wurmb) Di TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM KABUPATEN KAPUAS HULU Number of Individual and Groups Proboscis (Nasalis Larvatus, Wurmb) In Sentarum Lake

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tinjauan Umum Kerbau Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah cecah (Presbytis melalophos). Penyebaran cecah ini hampir di seluruh bagian pulau kecuali

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Sapi Sapi menurut Blakely dan Bade (1992), diklasifikasikan ke dalam filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui), ordo Artiodactile (berkuku atau berteracak

Lebih terperinci

SUATU CATATAN BARU HABITAT KERA HIDUNG PANJANG ( Nasalis larvatus) DAN PERMASALAHANNYA DI KALIMANTAN SELATAN INDONESIA. Oleh. M.

SUATU CATATAN BARU HABITAT KERA HIDUNG PANJANG ( Nasalis larvatus) DAN PERMASALAHANNYA DI KALIMANTAN SELATAN INDONESIA. Oleh. M. SUATU CATATAN BARU HABITAT KERA HIDUNG PANJANG ( Nasalis larvatus) DAN PERMASALAHANNYA DI KALIMANTAN SELATAN INDONESIA Oleh. M. Arief Soendjoto Kera Hidung panjang (Nasalis larvatus) berukuran besar, secara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di Malaysia (Semenanjung Malaya) H. syndactylus continensis (Gittin dan Raemaerkers, 1980; Muhammad,

Lebih terperinci

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) 2.1.1. Klasifikasi Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut (Napier dan Napier, 1967): Filum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik ikan nila merah Oreochromis sp. Ikan nila merupakan ikan yang berasal dari Sungai Nil (Mesir) dan danaudanau yang berhubungan dengan aliran sungai itu. Ikan nila

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Morfologi 3 TINJAUAN PUSTAKA Harimau Sumatera yang ditemukan di pulau Sumatera biasa juga disebut dengan harimau loreng. Hal ini dikarenakan warna kuning-oranye dengan garis hitam vertikal pada tubuhnya. Taksonomi

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur

Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur (DAILY ACTIVITY OF BEKANTAN (Nasalis larvatus) IN MUARA KAMAN SEDULANG CONSERVATION AREA, EAST KALIMANTAN)

Lebih terperinci

PENGAMATAN TINGKAH LAKU BEKANTAN (Nasalis larvatus) DI KAWASAN SUNGAI HITAM KELURAHAN KAMPUNG LAMA KECAMATAN SAMBOJA KUTAI KARTANEGARA OLEH

PENGAMATAN TINGKAH LAKU BEKANTAN (Nasalis larvatus) DI KAWASAN SUNGAI HITAM KELURAHAN KAMPUNG LAMA KECAMATAN SAMBOJA KUTAI KARTANEGARA OLEH PENGAMATAN TINGKAH LAKU BEKANTAN (Nasalis larvatus) DI KAWASAN SUNGAI HITAM KELURAHAN KAMPUNG LAMA KECAMATAN SAMBOJA KUTAI KARTANEGARA OLEH KHAIRUNNISA NIM. 130 500 020 PROGRAM STUDI PENGELOLAAN HUTAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaman Bangsa Sapi Lokal Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan

Lebih terperinci

Kompetensi. created by darmadi ahmad MAMALIA. Memahami perbedaan dan persamaan pencirian serta pengelompokan pada Mamalia CIRI-CIRI UMUM PENYEBARAN

Kompetensi. created by darmadi ahmad MAMALIA. Memahami perbedaan dan persamaan pencirian serta pengelompokan pada Mamalia CIRI-CIRI UMUM PENYEBARAN CIRI-CIRI UMUM Kompetensi Memahami perbedaan dan persamaan pencirian serta pengelompokan pada Mamalia PENYEBARAN KLASIFIKASI MORFOLOGI DAN ANATOMI EXIT CIRI-CIRI UMUM - Memiliki kelenjar MAMAE - Tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati baik flora dan fauna yang sangat tinggi, salah satu diantaranya adalah kelompok primata. Dari sekitar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 8. MENULIS TERBATASLATIHAN SOAL 8.6

SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 8. MENULIS TERBATASLATIHAN SOAL 8.6 SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 8. MENULIS TERBATASLATIHAN SOAL 8.6 1. Bacalah paragraf di bawah ini! Setiap orang tua pasti ingin menjadi menjadi orang sukses. (...). Oleh sebab itu, banyak orang tua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang (tersebar di Pulau Sumatera), Nycticebus javanicus (tersebar di Pulau Jawa), dan Nycticebus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Gambar 1

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Gambar 1 TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Secara taksonomi domba termasuk ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, kelas Mamalia, ordo Artiodactyla, family Bovidae, genus Ovis dan spesies Ovis aries. Dari sisi genetik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing Kambing diklasifikasikan ke dalam kerajaan Animalia; filum Chordata; subfilum Vertebrata; kelas Mammalia; ordo Artiodactyla; sub-ordo Ruminantia; familia Bovidae; sub-familia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. Rusa di Indonesia terdiri dari empat spesies rusa endemik yaitu: rusa sambar (Cervus unicolor),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Chen et al., 2005). Bukti arkeologi menemukan bahwa kambing merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Chen et al., 2005). Bukti arkeologi menemukan bahwa kambing merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Perkembangan Ternak Kambing Kambing (Capra hircus) merupakan salah satu jenis ternak yang pertama dibudidayakan oleh manusia untuk keperluan sumber daging, susu, kulit

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN Oleh : Taufik Rizky Afrizal 11.12.6036 S1.SI.10 STMIK AMIKOM Yogyakarta ABSTRAK Di era sekarang, dimana ekonomi negara dalam kondisi tidak terlalu baik dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang- I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah langka. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Orangutan. tetapi kedua spesies ini dapat dibedakan berdasarkan warna bulunnya

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Orangutan. tetapi kedua spesies ini dapat dibedakan berdasarkan warna bulunnya TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Orangutan Secara morofologis orangutan Sumatera dan Kalimantan sangat serupa, tetapi kedua spesies ini dapat dibedakan berdasarkan warna bulunnya (Napier dan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung

3. METODE PENELITIAN. Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung Kesatuan Pengelola Hutan Lindung (KPHL) Model Gunung Rajabasa Kabupaten

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Morfologi Umum Primata

II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Morfologi Umum Primata II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Morfologi Umum Primata Secara keseluruhan primata sudah mengalami spesialisasi untuk hidup di pohon. Menurut J.R. Napier dan P.H. Napier (1967), klasifikasi ilmiah

Lebih terperinci

1. DUGONG BUKAN PUTRI DUYUNG

1. DUGONG BUKAN PUTRI DUYUNG 1. DUGONG BUKAN PUTRI DUYUNG Istilah dugong sering dikacaukan dengan istilah lain seperti ikan duyung dan putri duyung. Dalam khasanah ilmiah, istilah dugong adalah satwa mamalia yang hidup di perairan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

METODE PENELTIAN. Penelitian tentang keberadaan populasi kokah (Presbytis siamensis) dilaksanakan

METODE PENELTIAN. Penelitian tentang keberadaan populasi kokah (Presbytis siamensis) dilaksanakan III. METODE PENELTIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian tentang keberadaan populasi kokah (Presbytis siamensis) dilaksanakan di Cagar Alam Lembah Harau Sumatera Barat (Gambar 6) pada bulan Mei

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Sapi Bali Abidin (2002) mengatakan bahwa sapi bali merupakan sapi asli Indonesia yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos Sondaicus)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes TINJAUAN PUSTAKA Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Klasifikasi ilmiah orangutan Sumatera menurut Groves (2001) adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Klasifikasi ilmiah orangutan Sumatera menurut Groves (2001) adalah TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Klasifikasi ilmiah orangutan Sumatera menurut Groves (2001) adalah sebagai berikut : Kerajaan Filum Subfilum Kelas Bangsa Keluarga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis.

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman jenis satwa liar yang tinggi,dan tersebar di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI

ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI BURUNG CEMDRAWASIH KUNlNG KECIL ( Paradisaea minor ) SKRIPSI Oleh RlSFlANSYAH B 21.0973 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITWT PERTANIAN BOGOR 1990 RINGKASAN RISFIANSYAH.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beruang madu (H. malayanus) merupakan jenis beruang terkecil yang tersebar di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beruang madu (H. malayanus) merupakan jenis beruang terkecil yang tersebar di 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Beruang Madu (Helarctos malayanus) Beruang madu (H. malayanus) merupakan jenis beruang terkecil yang tersebar di beberapa negara bagian Asia Tenggara dan Asia Selatan, yaitu Thailand,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi dari banteng (Bibos banteng) dan merupakan sapi asli sapi Pulau Bali. Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi dari banteng (Bibos banteng) dan merupakan sapi asli sapi Pulau Bali. Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali merupakan sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) dan merupakan sapi asli sapi Pulau Bali. Sapi bali merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN HAYATI. Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman Genetis Keanekaragaman ekosistem

KEANEKARAGAMAN HAYATI. Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman Genetis Keanekaragaman ekosistem KEANEKARAGAMAN HAYATI Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman Genetis Keanekaragaman ekosistem Tujuan Pembelajaran Mampu mengidentifikasi keanekaragaman hayati di Indonesia Mampu membedakan keanekaragaman

Lebih terperinci

Karena hal-hal diatas tersebut, kita harus mencari cara agar hewan dan tumbuhan tetap lestari. Caranya antara lain sebagai berikut.

Karena hal-hal diatas tersebut, kita harus mencari cara agar hewan dan tumbuhan tetap lestari. Caranya antara lain sebagai berikut. JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SD VI (ENAM) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) PELESTARIAN MAKHLUK HIDUP Kehadiran hewan dan tumbuhan itu sesungguhnya dapat menjaga keseimbangan alam. Satu makhluk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Wonosobo merupakan domba hasil persilangan antara domba Texel yang didatangkan pada tahun 1957 dengan Domba Ekor Tipis dan atau Domba Ekor Gemuk yang secara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan November sampai Desember 2008 di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Penelitian pendahuluan ini untuk

Lebih terperinci

RIBBON SEAL (ANJING LAUT PITA) HISTRIOPHOCA FASCIATA. Di susun oleh: Nandia Putri Aulia Nida Nurhanifah

RIBBON SEAL (ANJING LAUT PITA) HISTRIOPHOCA FASCIATA. Di susun oleh: Nandia Putri Aulia Nida Nurhanifah RIBBON SEAL (ANJING LAUT PITA) HISTRIOPHOCA FASCIATA Di susun oleh: Nandia Putri Aulia 1417021083 Nida Nurhanifah 1417021084 KARAKTERISTIK DIAGNOSTIK DAN TAKSONOMI Merupakan spesies endemik Pasifik Utara.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

STRUKTUR POPULASI BEKANTAN (Nasalis larvatus) DI PULAU CURIAK KABUPATEN BARITO KUALA KALIMANTAN SELATAN

STRUKTUR POPULASI BEKANTAN (Nasalis larvatus) DI PULAU CURIAK KABUPATEN BARITO KUALA KALIMANTAN SELATAN STRUKTUR POPULASI BEKANTAN (Nasalis larvatus) DI PULAU CURIAK KABUPATEN BARITO KUALA KALIMANTAN SELATAN Zainudin 1, Amalia Rezeki 2 Pusat Studi dan Konservasi Keaneakaragaman Hayati (Biodiversitas Indonesia)

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008 LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008 I. BENIH PERSYARATAN TEKNIS MINIMAL BENIH DAN BIBIT TERNAK YANG AKAN DIKELUARKAN A. Semen Beku Sapi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orangutan dan Klasifikasi Istilah orangutan diambil dari bahasa Melayu, yang berarti manusia (orang) hutan. Dalam pemberian nama ini para ahli anthropologi fisik mengalami kesulitan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2004 sampai dengan September 2005 di empat lokasi Taman Nasional (TN) Gunung Halimun-Salak, meliputi tiga lokasi

Lebih terperinci

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KALITOPO, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KALITOPO, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KALITOPO, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 I.

Lebih terperinci

Beruang Kutub. (Ursus maritimus) Nana Nurhasanah Nabiilah Iffatul Hanuun

Beruang Kutub. (Ursus maritimus) Nana Nurhasanah Nabiilah Iffatul Hanuun Beruang Kutub (Ursus maritimus) Nana Nurhasanah 1417021082 Nabiilah Iffatul Hanuun 1417021077 Merupakan jenis beruang terbesar. Termasuk kedalam suku Ursiidae dan genus Ursus. Memiliki ciri-ciri sebagai

Lebih terperinci

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus)

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus) TINJAUAN PUSTAKA Mencit (Mus musculus) Mencit (Mus musculus) merupakan hewan mamalia hasil domestikasi dari mencit liar yang paling umum digunakan sebagai hewan percobaan pada laboratorium, yaitu sekitar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Telur

II. TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Telur 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekologi Telur Katak betina dewasa menentukan tempat peletakan telur setelah terjadi pembuahan dan untuk kebanyakan katak pohon telur tersebut terselubung dalam busa. Hal ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2011. Lokasi penelitian di Kelompok Peternak Kambing Simpay Tampomas, berlokasi di lereng Gunung Tampomas,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci