TUGAS AKHIR. Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi. Oleh RETNO WIDIASTUTI M DIPLOMA 3 FARMASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TUGAS AKHIR. Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi. Oleh RETNO WIDIASTUTI M DIPLOMA 3 FARMASI"

Transkripsi

1 POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK UNTUK DEMAM TIFOID PADA PASIEN DEWASA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP DR SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN PERIODE JANUARI DESEMBER 2010 TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi Oleh RETNO WIDIASTUTI M DIPLOMA 3 FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit i to user

2 perpustakaan.uns.ac.id commitii to user

3 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tugasa khir ini adalah hasil penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar apa pun di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsure penjiplakan maka gelar yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut. Surakarta, 7 November 2011 Retno Widiastuti M iii

4 POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK UNTUK DEMAM TIFOID PADA PASIEN DEWASA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP DR SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN PERIODE JANUARI DESEMBER 2010 RETNO WIDIASTUTI Jurusan D3 FarmasiFakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlam UniversitasSebelasMaret INTISARI Demam tifoid merupakan penyakit tropik infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi, dan masih merupakan masalah kesehatan pada negara-negara berkembang, seperti Indonesia. Pemberian antibiotik merupakan terapi kausal dengan dosis dan lama pemberian yang adekuat untuk mencegah kegagalan pengobatan dan kemungkinan terjadinya relaps dan karier. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatakan gambaran subyek penelitian dan pola penggunaan antibiotik untuk demam tifoid pada pasien dewasa di instalasi rawat inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten serta kesesuaian penggunaan antibiotik berdasarkan standar WHO Background Document : The Diagnostic, Treatment, and Prevention of Typhoid Fever tahun Jenis penelitian merupakan penelitian dengan metode deskriptif non analitik secara retrospektif dengan sampel pasien dewasa yang didiagnosis demam tifoid saja dan dirawat inap di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Data yang diambil dari rekam medik adalah data pasien dan data tata laksana terapi dengan antibiotik. Data selanjutnya diolah dengan program Microsoft Excel Kesesuaian penggunaan antibiotik dibandingkan dengan standar WHO Background Document : The Diagnostic, Treatment, and Prevention of Typhoid Fever tahun Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa 45,00% pasien menggunakan antibiotik Seftriakson dan Siprofloksasin sebanyak 38,33%. Kesesuaian pemilihan antibiotik berdasarkan standar WHO sebesar 96,67% dan kesesuaian dosis sebesar 96,67%. Kata kunci: demam tifoid, antibiotik, pola penggunaan, RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. iv

5 THE PATTERN USE OF ANTIBIOTIC FOR TYPHOID FEVER IN ADULT PATIENTS IN INPATIENT WARD OF DR. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN HOSPITAL ON JANUARY-DECEMBER 2010 RETNO WIDIASTUTI D3 Department of Pharmacy, Faculty of Mathematics and Natural Sciences Sebelas Maret University ABSTRACT Typhoid fever is a systemic infectious tropical disease caused by Salmonella typhiand still health problem in developing countries, like Indonesia. Antibiotic usage was causal therapy with dose and duration of administration were adequate for prevent treatment failure and insidence of relapse and carriers. This research aims to find out the pattern use of antibiotic for typhoid fever in adult patient and the compatibility with WHO Background Document: The Diagnostic, Treatment, and Prevention of Typhoid Fever 2003 standard. This study belongs to a descriptive non-analytical method used medical record document collected retrospectively. The population was the adult patients whose diagnosed as typhoid fever in the Inpatient Ward of Dr. SoeradjiTirtonegoro Hospital. The data included with WHO Background Document: The Diagnostic, Treatment, andprevention of Typhoid Fever The conclusion showed that 31,76% of patients using the antibiotic Ceftriaxone and Ciprofloxacin 21,06 %. The compatibility of the appropriated drug based on the WHO Background Document: The Diagnostic, Treatment, and Prevention of Typhoid Fever 2003 is % and the compatibility of appropriated dosage is %. Key words: typhoid fever, antibiotics, usage patterns, RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. v

6 MOTTO Dan sesungguhnya (Q.S. Al-Insyiroh : 5-6) kamu termasuk orang- (Q.S. Al- ) -baiknya umat yang dilahirkan untuk manusia, (Q.S. Ali Imran : 110) vi

7 PERSEMBAHAN Tugas Akhir ini Kupersembahkan untuk ibu dan bapak atas segala doa dan kasih sayangnya, adik-adikku tersayang serta sahabatsahabatku atas kebersamaan dalam suka duka menjalani kehidupanini... vii

8 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah atas segala karunia-nya yang tak terhingga bagi penulis dan kita semuanya sehingga atas ijin-nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir Penggunaan Antibiotik Untuk Demam Tifoid pada Pasien Dewasa di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Periode Januari- lancar. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif non analitik menggunakan berkas rekam medik yang dikumpulkan secara retrospektif dan bertujuan untuk mengetahui penggunaan antibiotik untuk demam tifoid yang meliputi pemilihan jenis obat, dosis, aturan pakai, bentuk sediaan, rute pemberian, dan kombinasi obat pada pasien dewasa di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten periode Januari-Desember 2010 dan kesesuaiannya dengan standar WHO Background Document : The Diagnostic, Treatment, and Prevention of Typhoid Fever tahun Penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada: 1. Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya yang tak terhingga. 2. Ibu dan bapak atas dukungannya dan doa yang tiada henti serta kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis. 3. Adik-adikku tersayang yang telah menghibur dan memberikan dukungan kepada penulis. viii

9 4. Bapak Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc., (Hons),PhD. Selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta. 5. Bapak Ahmad Ainurofiq, M.Si., Apt. selaku Ketua Program D3 Farmasi Universitas Sebelas Maret Surakarta. 6. Ibu Estu Retnaningtyas N., STP.,M.Si.selaku pembimbing akademik yang telah banyak membantu selama masa perkuliahan. 7. Bapak Wisnu Kundarto, S.Farm., Apt. selaku pembimbing tugas akhir atas segala ketulusan dan kesabarannya dalam memberikan arahan dan masukan serta ilmu yang sangat berguna. 8. Ibu Yeni Farida, S. Farm, Apt. dan Ibu Nestri Handayani, M.Si., Apt. selaku penguji I dan II 9. BapakDr. H. Bambang Purwoatmodjo, Sp. THT-KL. MM.,selaku Direktur RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten yang telah menyediakan tempat untuk dilakukannya penelitian ini. 10. Ibu Dra. Nining Setyawati, M. Si., selaku Direktur Umum, SDM, dan Pendidikan RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro yang telah memberikan ijin penelitian ini. 11. Seluruh staf instalasi rekam medik RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro yang telah memberikan masukan dan arahan saat penelitian. 12. Segenap dosen pengajar jurusan D3 Farmasi yang telah banyak memberikan ilmu dan pelajaran yang berharga. ix

10 13. Sahabat-sahabatku Rezuko Hanayuki (Luluk, Fadhilah, Fithri, Tesa, Ahlam, Mila), Ovie, Rizal, Anis, Yuli, Atina, Dewi, Hesthi, Gezha, Nella, Ika yang telah memberikan dukungan, motivasi, semangat, kesabaran, perhatian, dan kasih sayangnya selama ini. 14. Teman-teman seperjuangan D3 Farmasi yang telah berbagi suka dan duka serta pengalaman selama kuliah dan pengerjaan tugas akhir ini. 15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, namun dengan segala kerendahan hati atas kekurangan itu, penulis menerima kritik dan saran dalam rangka perbaikan tugas akhir ini.semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu kefarmasian khususnya dan ilmu pengetahuan pada umumnya. Surakarta, 7 November 2011 Retno Widiastuti x

11 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PERSETUJUAN ii HALAMAN PERNYATAAN iii INTISARI iv ABSTRACT v HALAMAN MOTTO vi HALAMAN PERSEMBAHAN vii KATA PENGANTAR viii DAFTAR ISI xi DAFTAR TABEL xiv DAFTAR GAMBAR xv DAFTAR LAMPIRAN xvi DAFTAR SINGKATAN xvii BAB I PENDAHULUAN 1 A. 1 B. 3 C. 3 D. Manfaat Penelitian... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 A. Demam Tifoid... 5 xi

12 a. Definisi... 5 b. Patogenesis... 5 c. Manifestasi Klinik... 6 d. Penegakan Diagnosis... 8 e. Tata Laksana Demam Tifoid Antibiotik Terapi Simptomatik Terapi Suportif B. Kerangka Pemikiran C. 18 BAB III CARA PENELITIAN A. Instrumen Penelitian a. Alat yang digunakan... b. Bahan yang digunakan B. 19 C. 19 D. 21 E. Analisa 22 F. 24 BAB IV HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN.. 25 A. 25 xii

13 1. Jumlah Pasien Demam Tifoid Dewasa Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Distribusi Pasien Berdasarkan Usia Distribusi Pasien Berdasarkan Domisili Distribusi Pasien Berdasarkan Lama Perawatan Distribusi Pasien Berdasarkan Keadaan Akhir Pasien B. Pola Penggunaan dan Evaluasi Penggunaan Antibiotik untuk Demam Tifoid pada Pasien Dewasa C. 39 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 40 B. Saran DAFTAR PUSTAKA 42 LAMPIRAN 45 xiii

14 DAFTAR TABEL Tabel I. Terapi Demam Tifoid Tanpa Komplikasi Tabel II. Distribusi Pasien Berdasarkan Lama Perawatan 29 Tabel III. Pola Penggunaan dan Kesesuaian Pemilihan Antibiotik Untuk Demam Tifoid di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro 33 Tabel IV. Pemberian Antibiotik pada Pasien Dewasa Demam Tifoid di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro TabelV. Kesesuaian Dosis Antibiotik untuk Terapi Demam Tifoid Pasien Dewasa xiv

15 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Diagram Gambar 2. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Gambar 3. Distribusi Pasien Berdasarkan Usia Gambar 4. Distribusi Pasien Berdasarkan Domisili Gambar 5. Distribusi Pasien Berdasarkan Cara Pulang Gambar 6. DistribusiPasienBerdasarkanKeadaan Pulang xv

16 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.Lembar Data Pasien Dewasa Demam Tifoid 45 Lampiran 2. LembarData Pengobatan Demam Tifoid xvi

17 DAFTAR SINGKATAN EIA ELISA KLB RNA WHO : Enzyme Immuno Assay : Enzyme-Linked Immunosorben : Kejadian Luar Biasa : Ribonucleic Acid : World Health Organization xvii

18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam tifoid termasuk salah satu jenis penyakit infeksi bakteri yang banyak ditemukan di negara kita, baik pada dewasa maupun anak. Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella typhi (Widoyono, 2005). Demam tifoid pada anak terjadi pada umur 5 tahun atau lebih dan mempunyai manifestasi klinis ringan. Perbedaan lain antara demam tifoid pada anak dan dewasa adalah mortalitas demam tifoid pada anak lebih rendah bila dibandingkan dengan dewasa. Risiko terjadinya komplikasi fatal terutama dijumpai pada anak besar dengan manifestasi klinis berat, menyerupai kasus dewasa (Hadinegoro, 1999). Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi kasus kematian tiap tahun (Anonim b, 2003). Di daerah endemik tifoid, insiden tertinggi pada anak-anak. Orang dewasa sering mengalami infeksi yang sembuh sendiri dan dapat menjadi kebal. Insiden % pada usia tahun, 10 20% pada usia tahun, dan 5 10 % pada usia di atas 40 tahun, sedangkan insiden jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan yang jelas(muhaj,2010). commit 1 to user

19 2 Di Indonesia, menurut laporan data surveilans yang dilakukan oleh Sub Direktorat Surveilans Departemen Kesehatan, insiden penyakit menunjukkan angka yang terus meningkat. Angka kematian demam tifoid di beberapa daerah adalah 2-5%. Kecenderungan meningkatnya angka kejadian demam tifoid di Indonesia terjadi karena banyak faktor, antara lain urbanisasi, sanitasi yang buruk, karier yang tidak terdeteksi, dan keterlambatan diagnosis (Muliawan dan Suryawidjaja, 1999). Terapi antibiotik merupakan terapi kausal yang perlu diberikan dengan dosis dan lama pemberian yang adekuat untuk mencegah kegagalan pengobatan dan kemungkinan terjadinya relaps dan karier (Chen, 2008). Orientasi penggunaan antibiotik secara rasional lebih diarahkan pada pasien agar didapatkan hasil yang aman, efektif, dan efisien. Pemakaian antibiotik yang irasional penggunaan antibiotik dengan indikasi yang tidak jelas, dosis atau lama pemakaian yang tidak sesuai, cara pemakaian yang kurang tepat, status obat yang tidak jelas, serta pemakaian antibiotik secara berlebihan. Pemakaian antibiotik secara irasional dapat menimbulkan kekebalan atau resistensi bakteri terhadap antibiotik tersebut, meningkatkan toksisitas, dan efek samping obat (Santoso, 2009). Berdasarkan uraian di atas demam tifoid merupakan penyakit yang perlu mendapatkan perhatian khusus, dengan demikian pula halnya dengan penggunaan antibiotik untuk pengobatan tifoid. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian tentang pola penggunaan antibiotik demam tifoid pada pasien dewasa yang menjalani rawat inap di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten selama tahun 2010.

20 3 Penelitian dilakukan di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit pendidikan yang membantu memberikan fasilitas untuk lahan praktek bagi institusi kesehatan maupun non kesehatan. RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro juga merupakan rumah sakit rujukan tertinggi untuk daerah Klaten. Rujukan yang diberikan adalah rujukan pelayanan medis, rujukan pengetahuan, maupun keterampilan medis dan non medis. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana gambaran subyek penelitian yang meliputi jumlah pasien, jenis kelamin dan usia, domisili, lama perawatan, dan status pulang pada pasien dewasa demam tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten periode Januari-Desember 2010? 2. Bagaimana pola penggunaan antibiotik untuk demam tifoid pada pasien dewasa di instalasi rawat inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten periode Januari- Desember tahun 2010 serta pemilihan antibiotik dan kesesuaian dosis dengan standar WHO Background Document : The Diagnostic, Treatment, and Prevention of Typhoid Fever tahun 2003? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui gambaran subyek penelitian yang meliputi jumlah pasien, jenis kelamin dan usia, domisili, lama perawatan, dan status pulang pada pasien dewasa demam tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten periode Januari-Desember 2010.

21 4 Mengetahui pola penggunaan antibiotik untuk demam tifoid pada pasien dewasa di instalasi rawat inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten periode Januari-Desember tahun 2010 serta pemilihan antibiotik dan kesesuaian dosis dengan standar WHO Background Document : The Diagnostic, Treatment, and Prevention of Typhoid Fever tahun D. Manfaat Penelitian Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk : 1. Sebagai bahan masukan bagi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro untuk meningkatkan mutu pelayanan medik dalam pengobatan demam tifoid. 2. Digunakan sebagai salah satu sumber informasi tentang pola penggunaan antibiotik untuk demam tifoid. 3. Menjadi bahan pembanding dan pelengkap bagi penelitian selanjutnya.

22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Tifoid a. Definisi Sejarah tifoid dimulai saat ilmuwan Perancis bernama Pierre Louis memperkenalkan istilah typhoid pada tahun Typhoid atau typhus berasal dari bahasa Yunani typhos yang berarti penderita demam dengan gangguan kesadaran (Widoyono, 2005). Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam lebih dari 7 hari adalah gejala yang paling menonjol. Demam ini bisa diikuti oleh gejala yang tidak khas lainnya seperti diare, anoreksia, atau batuk. Pada keadaan yang parah bisa disertai gangguan kesdaran (Widoyono, 2005). Tifus termasuk dalam golongan penyakit demam berhubungan dengan adanya beberapa gejala seperti demam tinggi dengan bradikardi dan kepala sangat nyeri (Tjay dan Rahardja, 2002). Penyebab demam tifoid adalah bakteri Salmonella typhi. Salmonella adalah bakteri gram negatif, tidak berkapsul, mempunyai flagella, dan tidak membentuk spora (Widoyono, 2005). commit 5 to user

23 6 b. Patogenesis Penularan demam tifoid adalah melalui air dan makanan. Kuman Salmonella dapat bertahan lama dalam makanan. Penggunaan air minum secara masal yang tercemar bakteri sering menyebabkan KLB (Kejadian Luar Biasa) (Widoyono, 2005). Kuman Salmonella typhi masuk tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertrofi. Di tempat ini komplikasi pendarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman S.typhi kemudian menembus lamina propia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesenterial, yang juga mengalami hipertrofi (Juwono, 1996). Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh sel makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan melalui duktus toraksikus kuman akan masuk ke dalam peredaran darah melalui aliran limfe dan menimbulkan bakteremia. Selanjutnya kuman menyebar ke seluruh tubuh dalam sistem retikuloendotelial yaitu hati dan limfa, kemudian kuman berkembang biak dan masuk ke peredaran darah kembali. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh, terutama limpa,usus dan kantung empedu (Sudoyo, 2007).

24 7 c. Manifestasi Klinik Manifestasi klinis demam tifoid tergantung dari virulensi dan daya tahan tubuh. Masa inkubasinya adalah hari (Widoyono, 2005). Gejala-gejala yang timbul sangat bervariasi. Selain itu gambaran penyakit bervariasi dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian (Harnawati, 2008). Dalam minggu pertama penyakit, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit akut pada umumnya antara lain demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya dijumpai suhu badan meningkat. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, lidah yang khas (kotor ditengah, tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali (Harnawati, 2008). Menurut Anonim (2003), ada 3 macam keadaan demam tifoid dengan perbedaan gejala klinik yaitu : 1. Demam tifoid akut non komplikasi Demam tifoid akut dikarakterisasi dengan adanya demam berkepanjangan abnormalitas fungsi bowel, sakit kepala, malaise, dan anoreksia. Bronkhitis biasa terjadi pada awal fase penyakit. Selama periode demam, sampai 25% penyakit menunjukkan adanya rose spot pada dada, abdomen, dan punggung.

25 8 2. Demam tifoid dengan komplikasi Pada demam tifoid akut, keadaan mungkin dapat berkembang menjadi komplikasi parah. Bergantung pada kualitas pengobatan dan keadaan kliniknya, hingga 10% pasien dapat mengalami komplikasi mulai dari melena (3%), perforasi usus (3%), dan peningkatan ketidaknyamanan abdomen. 3. Keadaan karier Keadaan karier tifoid terjadi pada 1-5% pasien, tergantung umur pasien. Karier tifoid bersifat kronis, dalam hal sekresi Salmonella typhii di feses. d. Penegakan Diagnosis Gambaran klinis penyakit demam tifoid sangat bervariasi dari hanya sebagai penyakit ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian. Hal ini mungkin menyebabkan kesulitan dalam menegakkan diagnosis demam tifoid apabila hanya berdasarkan gambaran klinis. Tes ideal untuk suatu pemeriksaan laboratorium seharusnya bersifat sensitif, spesifik, dan cepat diketahui hasilnya. Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis demam tifoid yang ada sampai saat ini adalah dengan metode konvensional, yaitu kultur kuman dan uji serologi Widal serta metode non-konvensional, yaitu antara lain Polymerase Chain Reaction (PCR), Enzyme Immuno Assay (EIA), dan Enzyme- Linked Immunosorbent Assay (ELISA) (Muliawan dan Suryawidjaja, 1999).

26 9 Diagnosis pasti demam tifoid adalah isolasi S. typhi dari darah, urin, tinja, atau cairan tubuh lainnya. Hal ini sering tidak mungkin dilakukan di negara sedang berkembang, karena fasilitas bakteriologik yang tidak memadai pada banyak rumah sakit kecil, sedangkan penyakit demam tifoid merupakan penyakit endemis di negara tersebut. Dengan keadaan seperti ini, diagnosis harus ditegakkan dengan menghubungkan gejala klinik yang sesuai dengan demam tifoid dan adanya titer antibodi yang meningkat bermakna dalam darah terhadap antigen O dan/atau antigen H S. typhi (Muliawan & Surjawidjaja,1999). Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella terdapat dalam serum pasien demam tifoid, juga pada orang yang pernah ketularan Salmonella dan pada orang yang pernah divaksinasi terhadap demam tifoid. Antigen yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Uji Widal ditujukan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum pasien yang diduga menderita demam tifoid (Juwono, 1996). Widal slide aglutination (prosedur pemeriksaan membutuhkan waktu 45 menit) menunjukkan nilai ramal positif 96%. Artinya apabila hasil tes positif, 96% kasus benar sakit demam tifoid, akan tetapi apabila negatif tidak menyingkirkan demam tifoid (Soedarmo, 2002). Uji Widal bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan serial tiap minggu dengan kenaikan titer sebanyak 4 kali (Raja, 2008).

27 10 Uji Widal dapat memberikan informasi yang tidak adekuat oleh karena antara lain: 1) Uji ini merupakan tes imunologik dan seharusnya dikerjakan dalam keadaan yang baku. 2) S. typhi mempunyai antigen O dan antigen H yang sama dengan Salmonella lainnya, maka kenaikan titer antibodi ini tidak spesifik untuk S. Typhi. 3) Penentuan hasil positif mungkin didasarkan atas titer antibodi dalam populasi daerah endemis yang secara konstan terpapar dengan organisme tersebut dan mempunyai titer antibodi mungkin lebih tinggi daripada daerah non endemis pada orang yang tidak sakit sekalipun. 4) Tidak dihasilkannya antibodi terhadap Salmonella karena rendahnya stimulus yang dapat merangsang timbulnya antibodi, sehingga produksi antibodi terganggu (Muliawan dan Suryawidjaja, 1999). e. Tata laksana Demam Tifoid Penatalaksanaan mencakup terapi suportif, simptomatik, dan kausal. Terapi antimikroba merupakan terapi kausal yang perlu diberikan dengan dosis dan lama pemberian yang adekuat untuk mencegah kegagalan pengobatan dan kemungkinan terjadinya relaps dan karier (Chen, 2008). 1. Antibiotik Antibiotik adalah zat kimiawi yang dihasilkan oleh suatu mikroba yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain (Setiabudy, 1995). Obat standar yang digunakan untuk terapi demam tifoid untuk saat ini adalah

28 11 kloramfenikol, amoksisilin, dan kortimoksazol (Soegijanto, 2002). Menurut WHO, fluorokuinolon memberikan hasil yang optimal pada terapi demam tifoid pada orang karena relatif tidak mahal, mempunyai toleransi yang baik dan lebih efektif daripada obat pilihan pertama, seperti kloramfenikol, ampisillin, amoksisillin and trimetoprimsulfametoksazol. Kejadian dari berbagai wilayah di Asia mengindikasikan bahwa fluorokuinolon cukup efektif untuk pengobatan demam tifoid pada anak (Anonim b, 2003). Antibiotik yang digunakan untuk terapi demam tifoid digolongkan sebagai berikut : a. Kloramfenikol Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat enzim peptidil transferase yang berperan sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptide pada proses sintesis protein kuman. Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kumankuman tertentu (Setiabudy dan Kunardi, 1995). Dosis yang disarankan adalah mg per kg per hari selama 14 hari dibagi menjadi empat dosis perhari, atau setidaknya lima sampai tujuh hari setelah bebas demam (Anonim b, 2003). Efek samping yang dapat timbul karena penggunaan kloramfenikol antara lain mual, muntah, glositis, diare, reaksi hematologik (anemia aplastik dan reaksi toksik dengan manifestasi depresi sumsum tulang), sindrom gray pada neonatus (Setiabudy, 1995). b. Trimetoprim-Sulfametoksazol (Kotrimoksazol)

29 12 Trimetoprim dan sulfametoksazol menghambat metabolisme sel bakteri. Kotrimoksazol tersedia dalam bentuk tablet oral, mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim atau 800 mg sulfametoksazol dan 160 mg trimetoprim. Dosis dewasa pada umumnya ialah 800 mg sulfametoksazol dan 160 mg trimetoprim setiap 12 jam (Setiabudy dan Mariana, 1995). Kombinasi trimetoprimsulfametoksazol dilaporkan dapat menimbulkan reaksi kulit sampai tiga kali lebih sering dibandingkan sulfisoksazol pada pemberian tunggal. Gejala-gejala saluran cerna terutama mual, muntah, diare jarang terjadi. Glositis dan stomatitis relatif sering (Setiabudy dan Mariana, 1995). c. Penisilin spektrum luas Penisilin menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Terhadap mikroba yang sensitif, penisilin akan menghasilkan efek bakterisid (Istiantoro dan Gan, 1995). Ampisilin aktif terhadap beberapa jenis kuman gram positif dan gram negatif, tapi dirusak oleh penisilinase. Oleh karena itu, kemungkinan resistensi perlu dipikirkan sebelum menggunakan ampisilin. Obat ini terutama jangan digunakan di rumah sakit tanpa adanya hasil uji kepekaan. Ampisilin dapat diberikan per oral, tapi yang diabsorpsi tidak lebih dari separuhnya (Anonim a, 2000). Amoksisilin merupakan turunan ampisilin yang hanya berbeda pada satu gugus hidroksil dan memiliki spektrum anti bakteri yang sama. Obat ini lebih baik diberikan

30 13 secara per oral dan menghasilkan kadar yang lebih tinggi dalam plasma dan jaringan (Anonim a, 2000). Efek samping yang disebabkan oleh ampisillin maupun amoksisillin antara lain mual, diare, ruam, kadang-kadang terjadi kolitis karena antibiotik (Anonim a, 2000). Sefalosporin generasi ketiga Sefalosporin termasuk antibiotik betalaktam yang bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel mikroba. Sefalosporin aktif terhadap kuman gram positif dan gram negatif, tapi spektrum antimikroba masing-masing derivat bervariasi (Anonim a, 2000). Sefalosporin generasi ketiga antara lain: Sefotaksim Obat ini sangat aktif terhadap berbagai kuman gram positif maupun gram negatif aerobik. Waktu paruh plasma sekitar 1 jam dan diberikan tiap 6 sampai 12 jam (Istiantoro dan Gan, 1995). Seftriakson Obat ini umumnya aktif terhadap kuman gram positif, tetapi kurang aktif dibandingkan sefalosporin generasi pertama. Waktu paruhnya mencapai 8 jam. Seftriakson tersedia dalam bentuk bubuk obat suntik 0,25; 0,50; 1 g (Istiantoro dan Gan, 1995).

31 14 Seftazidim Aktivitas seftazidim terhadap bakteri gram positif tidak sebaik sefotaksim. Seftazidim tersedia dalam bentuk bubuk obat suntik 0,5; 1; 2 g (Istiantoro dan Gan, 1995). Sefoperazon Waktu paruh sefoperazon sekitar 2 jam. Ekskresinya terutama melalui empedu. Karena itu bila ada gangguan fungsi ginjal dosis tidak perlu diubah. Namun pada gangguan hati hal ini perlu mendapat perhatian. Semua efek samping sefalosporin yang umum, dapat timbul pada pemberian sefoperazon. Gejala seperti sindrom disulfiram terjadi pada peminum alkohol selama menggunakan obat ini, antara lain mual, muntah, diare, tekanan darah meningkat, dan flush. Hipoprotrombinemia dapat terjadi pada penggunaan obat ini, tetapi dapat diatasi dengan pemberian vitamin K. Bila terjadi alergi berat, diatasi dengan pemberian antara lain efinefrin dan kortikosteroid bila perlu. Sefoperazon tersedia dalam bentuk bubuk obat suntik 1 dan 2 g (Istiantoro dan Gan, 1995). Sefiksim Sefiksim adalah suatu sefalosporin generasi ketiga yang dapat diberikan secara oral. Mekanisme kerjanya menghambat reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel mikroba. Sefalosporin generasi ketiga ini umumnya kurang aktif dibandingkan generasi pertama terhadap kokus gram positif, tetapi jauh lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae, termasuk strain penghasil penisilinase (Istiantoro dan Gan, 1995).

32 15 Fluorokuinolon Daya antibakteri fluorokuinolon jauh lebih kuat dibandingkan kelompok kuinolon lama. Selain itu kelompok obat ini diserap dengan baik pada pemberian oral, dan beberapa derivatnya tersedia juga dalam bentuk parenteral sehingga dapat digunakan untuk penanggulangan infeksi berat, khusunya yang disebabkan kuman gram negatif (Setiabudy, 1995). Antibiotik golongan fluorokuinolon antara lain: Siprofloksasin Siprofloksasin terutama aktif terhadap kuman gram negatif termasuk salmonella, shigella, kampilobakter, neiseria, dan pseudomonas (Anonim a, 2000). Levofloksasin Levofloxacin adalah suatu antibakterial golongan kuinolon generasi 3 yang merupakan isomer S dari ofloxacin. Aktivitas bakterisidal levofloxacin tergantung pada konsentrasi (concentration dependent). Oleh karena itu, aktivitas terhadap bakteri dapat meningkat dengan cara memaksimalkan konsentrasinya (Tanujaya, 2009). Ofloksasin Ofloksasin adalah suatu bakterisidal golongan kuinolon yang aktif melawan sebagian besar bakteri gram positif dan gram negatif aerob. Mekanisme kerja ofloksasin ialah menghambat enzim DNA topoisomerase tipe II yang dikenal sebagai DNA gyrase (Anonim d, 2011). Enzim DNA topoisomerase tipe II berfungsi menimbulkan

33 16 relaksasi pada DNA yang mengalami positive supercoiling (pilinan positif yang berlebihan) pada proses replikasi DNA (Setiabudy, 1995). Efek samping yang sering timbul antara lain mual, muntah, diare, sakit perut, sakit kepala, pusing, gangguan tidur, ruam, pruritus, anafilaksis, fotosensitivitas, peningkatan ureum dan kreatinin serum, gangguan fungsi hati sementara (Anonim a, 2000). Azitromisin Azitromisin adalah antibiotik golongan makrolida pertama yang termasuk dalam kelas azalide. Pemberian azitromisin secara oral diserap secara tepat dan segera didistribusi ke seluruh tubuh. Azitromisin beraksi menghambat sintesis protein mikroorganisme dengan mengikat ribosom sehingga tidak mengusik pembentukan asam nukleat (Anonim c, 2006). Azitromisin memyebabkan efek samping yang sama dengan eritomisin antara lain mual, muntah, nyeri perut, diare, alergi, urtikaria, ruam, dan reaksi alergi lainnya, pada wanita hamil atau menyusui pernah dilaporkan fotosensitivitas dan neutropenia ringan (Anonim a, 2000). Penggunaan antibiotik dalam terapi demam tifoid tanpa komplikasi dapat dilihat pada Tabel I.

34 17 Tabel I. Terapi demam tifoid tanpa komplikasi berdasarkan standar WHO tahun 2003 (Anonim b, 2003) Terapi Optimal Kepekaan Antibiotik Dosis harian mg/kg Fully sensitive Multidrug resisten Quinolone resisten Fluorokuinolon (Ofloxacin atau Ciprofloxacin ) Fluorokuinolon atau cefixim Azitromisin atau ceftriaxone Alternatif Obat yang efektif Hari Antibiotik Dosis Hari harian mg/kg Kloramfenikol Amoxicillin TMP-SMX Azitromixin Cefixim Cefixim Rasionalitas antibiotik adalah penggunaan antibiotik yang didasarkan asas tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, tepat dosis, serta waspada terhadap efek samping yang mungkin timbul dari pemberian antibiotik tersebut. Orientasi penggunaan antibiotik secara rasional lebih diarahkan pada pasien agar didapatkan hasil yang aman, efektif, dan efisien (Santoso, 2009). Terapi simptomatik Terapi simptomatik untuk mengurangi keluhan demam, nyeri kepala, dan gastrointestinal (Chen, 2008). Obat-obat simptomatik digunakan untuk mengobati gejala-gejala yang menyertai pada infeksi Salmonella typhii. Obat-obat yang sering digunakan antara lain: Antipiretik Kortikosteroid Vitamin dan mineral

35 18 Terapi Suportif Terapi suportif berupa istirahat dan pemberian nutrisi dengan kecukupan kalori dan protein (Chen, 2008). Istirahat bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus istirahat total sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien (Mansjoer, 2001). Diet dan terapi penunjang dilakukan dengan pertama, pasien diberikan bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan tingkat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman. Makanan yang sebaiknya dihindari pasien demam tifoid adalah makanan dengan serat tinggi, makanan pedas, minuman bersoda. Perlu diberikan vitamin dan mineral untuk mendukung keadaan umum pasien. (Mansjoer, 2001). Kerangka Pemikiran Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid merupakan penyakit tropik infeksi sistemik yang bersifat endemis yang dapat menyerang semua usia dan masih menjadi masalah kesehatan pada negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

36 19 Pengobatan demam tifoid yang utama adalah pemberian antibiotik. Menurut standar pengobatan demam tifoid dari WHO, fluorokuinolon dapat memberikan hasil yang optimal pada terapi demam tifoid karena relatif tidak mahal, mempunyai toleransi yang baik dan lebih efektif daripada obat pilihan pertama, seperti kloramfenikol, ampisillin, amoksisillin and trimetoprim-sulfametoksazol. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran subyek penelitian yang meliputi jumlah pasien, jenis kelamin dan usia, domisili, lama perawatan, status pulang, dan pola penggunaan antibiotik untuk demam tifoid pada pasien dewasa di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten serta kesesuaian penggunaan antibiotik dengan standar WHO Background Document : The Diagnostic, Treatment, and Prevention of Typhoid Fever tahun Keterangan Empiris Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Pengobatan antibiotik merupakan terapi kausal yang perlu diberikan untuk mencegah kegagalan pengobatan dan kemungkinan terjadinya relaps dan karier. Dari hasil penelitian yang sudah ada mengenai penggunaan antibiotik pada pasien demam tifoid di RSUD kota Yogyakarta periode tahun 2004, didapatkan hasil sebagai berikut: frekuensi antibiotik yang paling banyak digunakan yaitu seftriakson sebanyak 38,78% (Sari, 2005). Menurut Musnelina dkk (2004), secara farmakoekonomi seftriakson lebih efektif biaya dibandingkan dengan kloramfenikol pada pengobatan demam tifoid.

37 BAB III CARA PENELITIAN Instrumen Penelitian Alat yang digunakan Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain standar WHO Background Document : The Diagnostic, Treatment, and Prevention of Typhoid Fever tahun 2003, buku-buku pustaka dan jurnal penunjang penelitian, dan lembar pengumpul data. Bahan yang digunakan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kartu rekam medik pasien yang memenuhi kriteria inklusi yaitu pasien dewasa penderita demam tifoid dengan diagnosa utama demam tifoid saja di instalasi rawat inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten periode Januari-Desember Sedangkan kriteria eksklusi yaitu pasien dewasa dengan diagnosa demam tifoid dan diagnosa tambahan. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Pengambilan data dilakukan pada bulan April Juli 2011 di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Definisi Operasional Variabel Agar terdapat keseragaman persepsi dibuat definisi operasional variabel sebagai berikut : commit 20 to user

38 21 Pola penggunaan antibiotik meliputi jenis, dosis, bentuk sediaan, aturan pakai. Pasien adalah penderita dewasa yang berumur antara tahun dengan diagnosis utama demam tifoid saja yang memulai terapi bulan Januari-Desember tahun 2010 di instalasi rawat inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Jenis obat adalah nama zat aktif dari antibiotik yang diresepkan oleh dokter kepada pasien. Dosis obat adalah takaran zat aktif dari antibiotik yang diresepkan oleh dokter kepada pasien. Bentuk sediaan adalah wujud dari suatu obat antibiotik seperti tablet, kapsul, atau injeksi. Lama perawatan adalah jumlah hari dari mulai masuk hingga diperbolehkan pulang bagi tiap penderita. Cara pulang adalah cara pasien saat keluar dari rumah sakit. Keadaan pulang adalah keadaan akhir pasien saat keluar dari rumah sakit. Evaluasi penggunaan antibiotik adalah membandingkan penggunaan antibiotik pada pasien dewasa penderita demam tifoid dengan standar WHO Background Document: The Diagnostic, Treatment, and Prevention of Typhoid Fever tahun 2003 berdasarkan kriteria tepat obat dan tepat dosis. Tepat dosis adalah kesesuaian takaran, frekuensi, dan durasi pemberian antibiotik demam tifoid berdasarkan standar WHO Background Document: The Diagnostic, Treatment, and Prevention of Typhoid Fever tahun 2003.

39 22 Tepat obat adalah kesesuaian pemberian antibiotik dengan standar WHO Background Document : The Diagnostic, Treatment, and Prevention of Typhoid Fever tahun Rancangan Penelitian Penelitian ini mengikuti rancangan penelitian non eksperimental yang bersifat deskriptif secara retrospektif. Alur penelitian dilakukan dalam tiga tahap, antara lain: Pengurusan surat ijin penelitian. Surat ijin penelitian diajukan kepada pihak program studi dan ditandatangani oleh ketua jurusan D3 Farmasi UNS. Selanjutnya tembusan disampaikan kepada Direktur RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten untuk mendapat ijin melakukan penelitian. Penelusuran data. Proses penelusuran data dimulai dari observasi data pada Kartu Indeks Penderita Dirawat (Rawat Inap) RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro untuk memperoleh nomor register pasien dengan diagnosis utama demam tifoid pada tahun Nomor register digunakan untuk memperoleh kartu rekam medik pasien. Data pasien yang diambil antara lain nomor rekam medik, umur, jenis kelamin, domisili, lama perawatan, dan keadaan keluar dari rumah sakit. Sedangkan data tata laksana terapi yang diambil yaitu jenis antibiotik, dosis, bentuk sediaan, dan aturan pakai. Pengolahan dan analisa data. Data pasien selanjutnya diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar untuk mendapatkan gambaran pasien dewasa yang terdiagnosis demam tifoid dan

40 23 persentase obat antibiotik yang digunakan. Hasil yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan standar dari WHO Background Document : The Diagnostic, Treatment, and Prevention of Typhoid Fever tahun Analisa Data Data penggunaan antibiotik pada pasien dewasa penderita demam tifoid selanjutnya diolah dan dilakukan analisis dengan statistik deskriptif sebagai berikut: Penghitungan jumlah pasien dewasa demam tifoid Jumlah yang dihitung berasal dari rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi pasien dewasa yang dirawat di instalasi rawat inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten dengan diagnosis utama demam tifoid saja selama periode bulan Januari sampai Desember Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin dan usia Jenis kelamin dan usia dihitung dari seluruh pasien dewasa penderita demam tifoid yang menjalani rawat inap di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Distribusi pasien berdasarkan domisili Pasien yang memenuhi kriteria inklusi akan dikelompokkan berdasarkan asal kecamatan dan dihitung persentasenya. Distribusi pasien berdasarkan lama perawatan Lama perawatan dihitung mulai dari pasien masuk hingga pasien keluar dan dihitung persentasenya. Distribusi pasien berdasarkan status pulang

41 24 Pasien yang menjalani rawat inap di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten akan dikelompokkan berdasarkan cara pulang dan keadaan pulang, kemudian dihitung persentasenya. Persentase jenis antibiotik yang digunakan Persentase jenis antibiotik dihitung dengan mengelompokkan jenis antibiotik, selanjutnya dicari persentasenya dari jumlah total penggunaan. Satu pasien bisa memperoleh lebih dari satu antibiotik. Kesesuaian penggunaan obat Analisis kesesuaian penggunaan obat antibiotik dilakukan dengan membandingkan pemilihan jenis obat, dosis, bentuk sediaan, dan aturan pakai antibiotik dengan standar WHO Background Document : The Diagnostic, Treatment, and Prevention of Typhoid Fever tahun Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan program Microsoft Excel 2007.

42 25 Diagram Alir Cara Kerja Penyusunan proposal Pengajuan Surat Ijin Penelitian Mulai penelitian Pengumpulan data : Gambaran pasien Pengolahan data Pola penggunaan obat Pembahasan Kesimpulan dan saran Gambar 1. Diagram Alir Cara Kerja

43 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Subyek Penelitian Jumlah Pasien Demam Tifoid Dewasa Berdasarkan Kartu Indeks Penderita Dirawat (Rawat Inap) RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, pasien dewasa yang didiagnosa demam tifoid sebanyak 133 kasus. Data rekam medik pasien demam tifoid tahun 2010 yang dijadikan subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi yaitu data rekam medik pasien dewasa dengan diagnosa demam tifoid saja dan mendapatkan perawatan di instalasi rawat inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan metode purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan kriteria inklusi. Berdasarkan data, dari 133 pasien diperoleh 70 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dijadikan subyek penelitian karena keterbatasan penelitian. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pasien dewasa demam tifoid berdasarkan jenis kelamin dan pengaruh jenis kelamin terhadap penyakit demam tifoid. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Gambar 2. commit 26 to user

44 27 Gambar 2. Diagram distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin Jika dilihat dari gambar di atas, jumlah pasien perempuan lebih banyak daripada jumlah pasien laki-laki. Jumlah pasien perempuan sebanyak 38 orang (54,28 %) dan pasien laki-laki sebanyak 32 orang (45,71 %). Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Nainggolan (2009) bahwa proporsi pasien laki-laki lebih banyak dari pada pasien perempuan. Resiko relatif morbiditas akibat penyakit demam tifoid pada laki-laki 2 sampai 3 kali lebih besar dibandingkan perempuan. Sedangkan menurut Sari (2005), tidak ada perbedaan prevalensi demam tifoid pada laki-laki dan perempuan. Dari hasil ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara insiden demam tifoid dengan jenis kelamin. Distribusi Pasien Berdasarkan Usia Distribusi pasien berdasarkan usia ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pasien dewasa demam tifoid yang dirawat di instalasi rawat inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten dan mengelompokkannya berdasarkan usia. Distribusi pasien berdasarkan usia dapat dilihat pada Gambar 3.

45 28 Distribusi Pasien Berdasarkan Usia Gambar 3. Diagram distribusi pasien berdasarkan usia Berdasarkan Gambar 3, pasien dewasa demam tifoid paling banyak pada kelompok usia tahun dengan persentase sebesar 40,00% (28 orang), sedangkan persentase paling kecil adalah kelompok pasien usia tahun sebesar 4,28% (3 orang). Hal ini sesuai dengan teori bahwa demam tifoid dapat menyerang semua umur namun golongan terbesar tetap pada usia kurang dari 20 tahun (Widoyono, 2005). Menurut Muhaj (2010), insiden demam tifoid sebesar % terjadi pada usia tahun, 10 20% pada usia tahun, dan 5 10 % pada usia di atas 40 tahun. Hal ini didukung Anonim (2003) yang menyebutkan bahwa persentase kasus demam tifoid paling tinggi pada usia 3-19 tahun sebesar 91%. Diasumsikan bahwa sistem imun pada usia dibawah 20 tahun belum sempurna, sanitasi yang buruk serta jajan di luar yang kurang terjamin kebersihannya dapat menyebabkan penyakit demam tifoid. Distribusi Pasien Berdasarkan Domisili

46 29 Distribusi pasien berdasarkan domisili bertujuan untuk mengetahui domisili pasien demam tifoid yang dirawat di instalasi rawat inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro. Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro merupakan salah satu rumah sakit rujukan pelayanan kesehatan di Kabupaten Klaten. Oleh karena itu, pasien dewasa demam tifoid yang dirawat berasal dari daerah Klaten dan sekitarnya. Pasien demam tifoid dikelompokkan berdasarkan asal kecamatan. Distribusi pasien berdasarkan domisili dapat dilihat pada Gambar 3. Distribusi Pasien Berdasarkan Domisili Wedi Bayat Klaten Tengah Klaten Utara Klaten Selatan Gantiwarno Kebon Arum Ngawen Jogonalan Cawas Prambanan Jatinom Ceper Juwiring Karang Anom Gayamprit Watugajah Kemalang Membung Pedan Manisrenggo Trucuk Karangdowo Karang Nongko Jumlah Pasien Gambar 3. Diagram distribusi pasien berdasarkan domisili Dari data pada Gambar 3, dapat diketahui bahwa insidensi demam tifoid pada setiap daerah tersebar hampir merata. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang global (Anonim, 2003). Demam tifoid dapat menyerang penduduk di semua negara. Prevalensi kasus bervariasi tergantung lokasi, kondisi lingkungan setempat, dan perilaku masyarakat setempat (Widoyono, 2005).

47 30 Distribusi Pasien Berdasarkan Lama Perawatan Distribusi pasien berdasarkan lama perawatan bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat keparahan penyakit dengan efektifitas pengobatan di rumah sakit. Data mengenai lama rawat inap pasien demam tifoid dapat dilihat pada Tabel II. Tabel II. Distribusi pasien berdasarkan lama perawatan Lama Perawatan Jumlah Pasien Persentase (%) , , , ,28 >12 1 1, 43 * Persentase dihitung dari jumlah pasien dengan lama perawatan tertentu dibagi 70 dikalikan 100% Berdasarkan data, diperoleh hasil distribusi pasien dengan lama perawatan terbanyak yaitu 4-6 hari sebanyak 64,29% pasien. Hal ini didukung oleh Musnelina dkk (2002) bahwa lama perawatan pasien demam tifoid di rumah sakit berkisar antara 3-12 hari. Lamanya perawatan ini mungkin berhubungan dengan masa inkubasi demam tifoid yang berlangsung selama 8-14 hari tergantung pada jumlah masuknya kuman dan keadaan tubuh pasien (Anonim, 2003). Kebanyakan pasien yang dirawat sudah mengalami demam ± 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Lamanya pasien dirawat juga berhubungan dengan antibiotik yang diberikan kepada pasien, seperti pada penggantian dari antibiotik yang tidak efektif (kuman resisten antibiotik). Pada analisis efektifitas biaya pengobatan demam tifoid menunjukkan seftriakson lebih efektif biaya daripada kloramfenikol (Musnelina dkk, 2004). Lamanya pasien dirawat dan penggantian antibiotik selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

48 31 Distribusi Pasien Berdasarkan Keadaan Akhir Pasien Cara Pulang Kartu Rekam Medik mencantumkan bagaimana cara keluar pasien ketika selesai menjalani rawat inap di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Hal ini penting untuk mengetahui cara pulang pasien demam tifoid yang selanjutnya dapat menjadi tolak ukur kualitas pelayanan kesehatan bagi rumah sakit terhadap pasien. Karena semakin cepat pasien sembuh berarti semakin bagus pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit tersebut. Distribusi pasien berdasarkan cara pulang dapat dilihat pada Gambar 4. Distribusi Pasien Berdasarkan Cara Pulang 4.28% 12,86% 82.86% Diijinkan pulang Pulang Paksa Tanpa Keterangan Gambar 4. Diagram distribusi pasien berdasarkan cara pulang Persentase cara pulang pasien dari yang terbanyak terbesar adalah diijinkan pulang sebesar 82,86% (58 orang); tanpa keterangan sebesar 12,86% (9 orang); dan pulang paksa sebesar 4,28% (3 orang). Keadaan Pulang Keadaan pulang pasien merupakan keadaan dari pasien ketika mereka dipulangkan. Cara pulang dan keadaan pulang saling berhubungan. Dari catatan

49 32 Rekam Medik, memperlihatkan bahwa pasien yang kepulangannya dengan cara atas pulang paksa adalah pasien yang mempunyai keadaan belum sembuh saat pulang. Pasien yang kepulangannya dengan cara diijinkan pulang adalah pasien yang saat pulang dalam keadaan sembuh atau membaik. Keadaan sembuh dan membaik tidak diketahui kriterianya. Kondisi kepulangan dilihat dari keadaan saat pulang. Hal tersebut tergantung kepada dokter yang bertanggung jawab dalam menangani pasien. Distribusi pasien berdasarkan keadaan pulang dapat dilihat pada Gambar 5. Distribusi pasien berdasarkan keadaan pulang Sembuh Belum sembuh Membaik Tanpa keterangan Gambar 5. Diagram distribusi pasien berdasarkan keadaan pulang Persentase keadaan pulang pasien dari yang terbanyak terbesar adalah sembuh sebesar 40,00% (28 orang); membaik sebesar 40,00% (28 orang); tanpa keterangan sebesar 15,71% (11 orang) dan belum sembuh sebesar 4,28% (3 orang). Distribusi pasien berdasarkan keadaan akhir pasien (cara pulang dan keadaan pulang) ini diasumsikan dengan terapi antibiotik yang diberikan kepada pasien

50 33 dewasa demam tifoid yang dirawat di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro tahun Cara pulang dan keadaan pulang pasien selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan analisa data di atas, maka dapat diketahui kualitas pelayanan di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro sudah cukup bagus namun perlu ditingkatkan lagi. Pola Penggunaan dan Evaluasi Penggunaan Antibiotik untuk Terapi Demam Tifoid pada Pasien Dewasa Demam tifoid merupakan penyakit infeksi usus halus, sehingga pengobatannya menggunakan antibiotik. Pemberian antibiotik dimaksudkan untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman. Tepat obat merupakan kesesuaian pemberian antibiotik dengan standar WHO Background Document: The Diagnostic, Treatment, and Prevention of Typhoid Fever tahun Kesesuaian antibiotik yang digunakan untuk terapi demam tifoid di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten periode 2010 yang diberikan secara tunggal maupun kombinasi. Antibiotik yang disarankan untuk pengobatan demam tifoid pada pasien dewasa menurut World Health Organization (WHO) adalah antibiotik golongan Fluorokuinolon, Kloramfenikol, Ampisilin, Amoksisilin, Trimetoprim- Sulfametoksazol, Sefalosporin generasi ketiga, dan Azitromisin (Anonim, 2003). Berdasarkan penelusuran dari catatan rekam medis subyek penelitian, ditemukan sebanyak 10 jenis antiinfeksi yang digunakan untuk terapi demam tifoid pada pasien dewasa demam tifoid di instalasi rawat inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro selama

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid (enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut pada saluran cerna yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella enterica serotipe Typhi. Bila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia demam tifoid sering disebut dengan penyakit tifus. Penyakit ini biasa dijumpai di daerah sub tropis terutama di daerah dengan sumber mata air yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut pada usus halus yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi) (Kidgell

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam tifoid adalah salah satu infeksi yang terjadi di usus halus dan banyak terjadi di negara yang beriklim tropis. persamaan demam tifoid masyarakat umum biasa menyebutnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini telah dilakukan di RSU Puri Asih Salatiga pada tanggal 23-25 Januari 2017. Data penelitian diperoleh dari 67 rekam medis pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK RAWAT INAP PENDERITA DEMAM TIFOID DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE 2008 SKRIPSI

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK RAWAT INAP PENDERITA DEMAM TIFOID DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE 2008 SKRIPSI EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK RAWAT INAP PENDERITA DEMAM TIFOID DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE 2008 SKRIPSI Oleh : ISMIATI WULANDARI K 100 050 240 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan salah satu penyakit yang masih mengancam kesehatan masyarakat di Indonesia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat endemik dan merupakan masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid termasuk dalam 10 besar masalah kesehatan di negara berkembang dengan prevalensi 91% pada pasien anak (Pudjiadi et al., 2009). Demam tifoid merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. subtropis terutama di negara berkembang dengan kualitas sumber air yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. subtropis terutama di negara berkembang dengan kualitas sumber air yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan.demam tifoid dapat dijumpai secara luas di daerah tropis dan subtropis terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEMAM TIFOID 1. Definisi Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang

Lebih terperinci

ANALISIS RESIKO INTERAKSI OBAT PADA PENGOBATAN PASIEN DEWASA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2013 TUGAS AKHIR

ANALISIS RESIKO INTERAKSI OBAT PADA PENGOBATAN PASIEN DEWASA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2013 TUGAS AKHIR ANALISIS RESIKO INTERAKSI OBAT PADA PENGOBATAN PASIEN DEWASA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2013 TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh

Lebih terperinci

PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTIBIOTIK PADA TERAPI DEMAM TIFOID DI PUSKESMAS BANCAK KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014

PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTIBIOTIK PADA TERAPI DEMAM TIFOID DI PUSKESMAS BANCAK KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014 Prosiding Seminar Nasional Peluang Herbal Sebagai Alternatif Medicine Tahun 201 ISBN: 978-602-196-2-8 Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTIBIOTIK PADA TERAPI DEMAM TIFOID

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan kasus per penduduk per tahun, atau kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan kasus per penduduk per tahun, atau kurang lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Demam tifoid dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang (Riyatno dan Sutrisna, 2011). Perkiraan angka kejadian demam tifoid bervariasi dari 10 sampai

Lebih terperinci

POLA PEMBERIAN ANTIBIOTIKA PADA PENGOBATAN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN Penelitian Tugas Akhir

POLA PEMBERIAN ANTIBIOTIKA PADA PENGOBATAN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN Penelitian Tugas Akhir POLA PEMBERIAN ANTIBIOTIKA PADA PENGOBATAN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2013 Penelitian Tugas Akhir Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit akibat infeksi bakteri Salmonella enterica serotipe typhi. Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia yang timbul secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Besarnya angka pasti pada kasus demam tifoid di

Lebih terperinci

INTISARI KESESUAIAN DOSIS CEFADROXIL SIRUP DAN AMOKSISILIN SIRUP PADA RESEP PASIEN ANAK DI DEPO UMUM RAWAT JALAN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA

INTISARI KESESUAIAN DOSIS CEFADROXIL SIRUP DAN AMOKSISILIN SIRUP PADA RESEP PASIEN ANAK DI DEPO UMUM RAWAT JALAN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA INTISARI KESESUAIAN DOSIS CEFADROXIL SIRUP DAN AMOKSISILIN SIRUP PADA RESEP PASIEN ANAK DI DEPO UMUM RAWAT JALAN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA Mega Lestari 1 ; Amaliyah Wahyuni, S.Si., Apt 2 ; Noor Hafizah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Demam Tifoid a. Definisi Penyakit demam tifoid merupakan infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam lebih dari satu minggu, mengakibatkan gangguan pencernaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Antibiotika merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat anggaran Rumah Sakit

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA DIARE AKUT PEDIATRI

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA DIARE AKUT PEDIATRI EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA DIARE AKUT PEDIATRI TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi Diajukan oleh : Bekti Handayani M3513013 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Drug Related Problems (DRPs) merupakan penyebab kurangnya kualitas pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang menimpa pasien yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pneumonia merupakan penyakit yang banyak membunuh anak usia di bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun 2004, sekitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Farmakoekonomi juga didefenisikan sebagai deskripsi dan analisis dari biaya terapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Farmakoekonomi juga didefenisikan sebagai deskripsi dan analisis dari biaya terapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmakoekonomi Farmakoekonomi adalah ilmu yang mengukur biaya dan hasil yang diperoleh dihubungkan dengan penggunaan obat dalam perawatan kesehatan (Orion, 1997). Farmakoekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir, biaya pelayanan kesehatan dirasakan semakin meningkat sebagai akibat dari berbagai faktor. Dilain pihak biaya yang tersedia untuk kesehatan

Lebih terperinci

* Dosen FK UNIMUS. 82

* Dosen FK UNIMUS.  82 Evaluasi Penggunaan Obat Pada Pasien Demam Tifoid Di Unit Rawat Inap Bagian Anak dan Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Sleman Periode Januari Desember 2004 Drug Use Evaluation of Adults and Children

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISK merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi merupakan penyakit infeksi sistemik, bersifat endemis dan masih menjadi masalah kesehatan penting di banyak negara

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK UNTUK PENYAKIT INFEKSI SALURAN KEMIH PADA PASIEN IBU HAMIL INSTALASI RAWAT INAP DI RSUD DR.MOEWARDI TAHUN 2014

ANALISIS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK UNTUK PENYAKIT INFEKSI SALURAN KEMIH PADA PASIEN IBU HAMIL INSTALASI RAWAT INAP DI RSUD DR.MOEWARDI TAHUN 2014 ANALISIS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK UNTUK PENYAKIT INFEKSI SALURAN KEMIH PADA PASIEN IBU HAMIL INSTALASI RAWAT INAP DI RSUD DR.MOEWARDI TAHUN 2014 TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Typhoid Abdominalis atau sering disebut Thypus Abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang berpotensi menjadi penyakit multisistemik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid termasuk dalam 10 besar masalah kesehatan di negara berkembang dengan prevalensi 91% pada pasien anak (Pudjiadi et al., 2009). Demam tifoid merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ciri-ciri Salmonella sp. Gambar 1. Mikroskopis kuman Salmonella www.mikrobiologi Lab.com) sp. (http//. Salmonella sp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak berspora,

Lebih terperinci

Evaluasi Perencanaan Obat Antibiotik Berdasarkan Metode ABC di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta Tahun 2013

Evaluasi Perencanaan Obat Antibiotik Berdasarkan Metode ABC di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta Tahun 2013 Evaluasi Perencanaan Obat Antibiotik Berdasarkan Metode ABC di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta Tahun 2013 TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan

Lebih terperinci

KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DALAM TERAPI DEMAM TYPHOID PADA PASIEN ANAK RAWAT INAP DI RSUD Dr. M.M DUNDA LIMBOTO

KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DALAM TERAPI DEMAM TYPHOID PADA PASIEN ANAK RAWAT INAP DI RSUD Dr. M.M DUNDA LIMBOTO KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DALAM TERAPI DEMAM TYPHOID PADA PASIEN ANAK RAWAT INAP DI RSUD Dr. M.M DUNDA LIMBOTO Siti Nurmanti Badu, Teti Sutriyati Tuloli, Nurain Thomas *) *) Jurusan Farmasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella sp. Demam tifoid merupakan masalah yang serius di negara berkembang,

Lebih terperinci

SKRIPSI MARHAMAH K Oleh :

SKRIPSI MARHAMAH K Oleh : 0 EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID DEWASA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PAMBALAH BATUNG KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2009 SKRIPSI Oleh :

Lebih terperinci

RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE JANUARI - DESEMBER 2014

RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE JANUARI - DESEMBER 2014 RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE JANUARI - DESEMBER 2014 TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella thypi (S thypi). Pada masa inkubasi gejala awal penyakit tidak tampak, kemudian

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RS X TAHUN NASKAH PUBLIKASI

EVALUASI POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RS X TAHUN NASKAH PUBLIKASI EVALUASI POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RS X TAHUN 2010-2011 NASKAH PUBLIKASI Oleh : AMILIA FITRIANGGRAINI K 100 080 186 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Infeksi merupakan masalah terbanyak yang dihinggapi oleh negara yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Infeksi merupakan masalah terbanyak yang dihinggapi oleh negara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan masalah terbanyak yang dihinggapi oleh negara yang sedang berkembang termasuk di Indonesia. Jumlah korban yang meninggal karena infeksi masih

Lebih terperinci

Analisis Efektivitas Seftriakson dan Sefotaksim pada Pasien Rawat Inap Demam Tifoid Anak di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak

Analisis Efektivitas Seftriakson dan Sefotaksim pada Pasien Rawat Inap Demam Tifoid Anak di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak Analisis Efektivitas Seftriakson dan Sefotaksim pada Pasien Rawat Inap Demam Tifoid Anak di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak 1 Gina Hamu Rizka, 2 Esy Nansy, 2 Ressi Susanti 1 Prodi Farmasi,

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID Definisi: Typhoid fever ( Demam Tifoid ) adalah suatu penyakit umum yang menimbulkan gejala gejala sistemik berupa kenaikan suhu dan kemungkinan penurunan kesadaran. Etiologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dengan diagnosa penyakit diare di bangsal rawat inap RSUD Dr. Moewardi tahun

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dengan diagnosa penyakit diare di bangsal rawat inap RSUD Dr. Moewardi tahun 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakter Subyek Penelitian 1. Distribusi pasien yang terdiagnosa diare anak Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data rekam medik pasien anak dengan diagnosa

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT R.A KARTINI JEPARA TAHUN 2009 SKRIPSI

GAMBARAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT R.A KARTINI JEPARA TAHUN 2009 SKRIPSI GAMBARAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT R.A KARTINI JEPARA TAHUN 2009 SKRIPSI Oleh : NOR FITRI HANDAYANI K 100 060 102 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih, meliputi infeksi diparenkim

Lebih terperinci

EVALUASI KESESUAIAN PERESEPAN ANALGETIK PADA PASIEN PASCA BEDAH ORTOPEDI DENGAN FORMULARIUM RUMAH SAKIT ORTOPEDI (RSO) PROF. DR. R. SOEHARSO SURAKARTA

EVALUASI KESESUAIAN PERESEPAN ANALGETIK PADA PASIEN PASCA BEDAH ORTOPEDI DENGAN FORMULARIUM RUMAH SAKIT ORTOPEDI (RSO) PROF. DR. R. SOEHARSO SURAKARTA EVALUASI KESESUAIAN PERESEPAN ANALGETIK PADA PASIEN PASCA BEDAH ORTOPEDI DENGAN FORMULARIUM RUMAH SAKIT ORTOPEDI (RSO) PROF. DR. R. SOEHARSO SURAKARTA PERIODE OKTOBER DESEMBER 2012 TUGAS AKHIR Diajukan

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA ANTIBIOTIK PADA TERAPI PNEUMONIA PASIEN BPJS ANAK DI RSUD DR. MOEWARDI TAHUN

ANALISIS BIAYA ANTIBIOTIK PADA TERAPI PNEUMONIA PASIEN BPJS ANAK DI RSUD DR. MOEWARDI TAHUN ANALISIS BIAYA ANTIBIOTIK PADA TERAPI PNEUMONIA PASIEN BPJS ANAK DI RSUD DR. MOEWARDI TAHUN 2014-2015 TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi Oleh:

Lebih terperinci

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIDIABETIK ORAL DAN EVALUASI KETEPATAN DOSIS PADA PASIEN PROLANIS DI PUSKESMAS KARANGPANDAN KABUPATEN KARANGANYAR

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIDIABETIK ORAL DAN EVALUASI KETEPATAN DOSIS PADA PASIEN PROLANIS DI PUSKESMAS KARANGPANDAN KABUPATEN KARANGANYAR POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIDIABETIK ORAL DAN EVALUASI KETEPATAN DOSIS PADA PASIEN PROLANIS DI PUSKESMAS KARANGPANDAN KABUPATEN KARANGANYAR TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

STUDI PENGGUNAAN KOMBINASI ASPIRIN- CLOPIDOGREL DENGAN ASPIRIN TUNGGAL DAN CLOPIDOGREL TUNGGAL TUGAS AKHIR

STUDI PENGGUNAAN KOMBINASI ASPIRIN- CLOPIDOGREL DENGAN ASPIRIN TUNGGAL DAN CLOPIDOGREL TUNGGAL TUGAS AKHIR STUDI PENGGUNAAN KOMBINASI ASPIRIN- CLOPIDOGREL DENGAN ASPIRIN TUNGGAL DAN CLOPIDOGREL TUNGGAL TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi Oleh : Nugrahaningtyas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menurunkan tingkat kesadaran (Rahmatillah et al., 2015). Demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. dapat menurunkan tingkat kesadaran (Rahmatillah et al., 2015). Demam tifoid BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit demam tifoid merupakan infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam lebih dari satu minggu, mengakibatkan gangguan pencernaan dan dapat menurunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah DBD merupakan penyakit menular yang disebabkan virus dengue. Penyakit DBD tidak ditularkan secara langsung dari orang ke orang, tetapi ditularkan kepada manusia

Lebih terperinci

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK BERDASARKAN KETEPATAN OBAT DAN DOSIS PADA PASIEN DIARE SPESIFIK DI PUSKESMAS KARANGPANDAN KABUPATEN KARANGANYAR

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK BERDASARKAN KETEPATAN OBAT DAN DOSIS PADA PASIEN DIARE SPESIFIK DI PUSKESMAS KARANGPANDAN KABUPATEN KARANGANYAR STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK BERDASARKAN KETEPATAN OBAT DAN DOSIS PADA PASIEN DIARE SPESIFIK DI PUSKESMAS KARANGPANDAN KABUPATEN KARANGANYAR TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh

Lebih terperinci

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.1 No.2 Mei 2014

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.1 No.2 Mei 2014 RASIONALITAS PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI RSUD UNDATA PALU TAHUN 2012 Puspita Sari*, Oktoviandri Saputra** * Bagian Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tiap tahunnya. Insiden tertinggi demam thypoid terdapat pada anakanak. kelompok umur 5 tahun (Handini, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tiap tahunnya. Insiden tertinggi demam thypoid terdapat pada anakanak. kelompok umur 5 tahun (Handini, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik. Demam thypoid dijumpai secara luas di berbagai Negara berkembang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis.

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JULI JUNI

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JULI JUNI EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JULI 2013 - JUNI 2014 Fahijratin N.K.Mantu 1), Lily Ranti Goenawi 1),

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DIARE ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI TAHUN Penelitian Tugas Akhir

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DIARE ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI TAHUN Penelitian Tugas Akhir EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DIARE ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI TAHUN 2014 Penelitian Tugas Akhir Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK. sakit umum terbesar di daerah Pekanbaru, Riau. Rumah Sakit ini berada di Jalan

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK. sakit umum terbesar di daerah Pekanbaru, Riau. Rumah Sakit ini berada di Jalan 6 BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK 2.1 Objek Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad merupakan salah satu dari rumah sakit umum terbesar di daerah Pekanbaru, Riau. Rumah Sakit ini berada di Jalan Diponegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan di negara-negara tropis termasuk Indonesia. Kejadian demam tifoid

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salmonella sp. 2.1.1 Klasifikasi Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C termasuk famili Enterobacteriaceae, ordo Eubacteriales, kelas Schizomycetes

Lebih terperinci

GAMBARAN PENURUNAN DEMAM PADA PASIEN DEMAM TIFOID DEWASA SETELAH PEMBERIAN FLUOROQUINOLONE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER

GAMBARAN PENURUNAN DEMAM PADA PASIEN DEMAM TIFOID DEWASA SETELAH PEMBERIAN FLUOROQUINOLONE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER ABSTRAK GAMBARAN PENURUNAN DEMAM PADA PASIEN DEMAM TIFOID DEWASA SETELAH PEMBERIAN FLUOROQUINOLONE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2007 Angelina, 2009. Pembimbing I : Budi Widyarto

Lebih terperinci

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN RAWAT INAP PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSD Dr. SOEBANDI JEMBER (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2009)

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN RAWAT INAP PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSD Dr. SOEBANDI JEMBER (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2009) STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN RAWAT INAP PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSD Dr. SOEBANDI JEMBER (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2009) SKRIPSI Oleh : Raden Yudho Pramono NIM. 042210101033 BAGIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri. Sekitar 10-40% anggaran kesehatan di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut pada saluran pencernaan yang masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian demam tifoid di

Lebih terperinci

Sikni Retno Karminigtyas, Rizka Nafi atuz Zahro, Ita Setya Wahyu Kusuma. with typhoid fever in inpatient room of Sultan Agung Hospital at Semarang was

Sikni Retno Karminigtyas, Rizka Nafi atuz Zahro, Ita Setya Wahyu Kusuma. with typhoid fever in inpatient room of Sultan Agung Hospital at Semarang was THE EVALUATION OF THE ACCURACY OF THE DOSE OF ANTIBIOTICS IN CHILDREN WITH TYPHOID FEVER IN INPATIENT INSTALLATION AT SULTAN AGUNG HOSPITAL SEMARANG AND AT NU ISLAMIC HOSPITAL DEMAK IN 2015 Sikni Retno

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka

BAB I PENDAHULUAN. rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di sebagian besar negara berkembang di dunia, termasuk Indonesia. Keadaan ini tercemin pada tingginya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP Pengumpulan dan penyajian data penulis lakukan pada tanggal 28 Maret 2016 pukul 15.00 WIB,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah biaya kesehatan sejak beberapa tahun ini telah banyak menarik

BAB I PENDAHULUAN. Masalah biaya kesehatan sejak beberapa tahun ini telah banyak menarik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah biaya kesehatan sejak beberapa tahun ini telah banyak menarik perhatian. Sementara itu sesuai dengan kebijakan pemerintah, tenaga kesehatan diharapkan dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional. Pengambilan data yang dilakukan secara retrospektif melalui seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat infeksi saluran nafas

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RS SLAMET RIYADI SURAKARTA TAHUN SKRIPSI

EVALUASI POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RS SLAMET RIYADI SURAKARTA TAHUN SKRIPSI EVALUASI POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RS SLAMET RIYADI SURAKARTA TAHUN 2010-2011 SKRIPSI Oleh : AMILIA FITRIANGGRAINI K 100080186 FAKULTAS

Lebih terperinci

ABSTRAK. Billy Lesmana, 2009; Pembimbing I : Lisawati Sadeli, dr, M.Kes Pembimbing II : Fanny Rahardja, dr, M.Si

ABSTRAK. Billy Lesmana, 2009; Pembimbing I : Lisawati Sadeli, dr, M.Kes Pembimbing II : Fanny Rahardja, dr, M.Si ABSTRAK Gambaran Leukosit dan Hitung Jenis pada Pasien Rawat Inap Demam Tifoid dengan Gall Culture Positif di RS Immanuel periode Januari 2007 Juni 2008 Billy Lesmana, 2009; Pembimbing I : Lisawati Sadeli,

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DENGAN METODE GYSSENS DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN SKRIPSI

KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DENGAN METODE GYSSENS DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN SKRIPSI KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DENGAN METODE GYSSENS DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN 2012-2013 SKRIPSI Oleh NOVIA TUNGGAL DEWI K 100 100 027 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. untuk meningkat setiap tahun (Moehario, 2001). tifoid dibandingkan dengan anak perempuan (Musnelina et al., 2004).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. untuk meningkat setiap tahun (Moehario, 2001). tifoid dibandingkan dengan anak perempuan (Musnelina et al., 2004). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit demam tifoid berdasarkan pada angka kejadiannya, masih merupakan masalah kesehatan global, termasuk Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara seperti Malaysia

Lebih terperinci

ABSTRAK PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIK DAN PERBAIKAN KLINIS DEMAM PADA PASIEN ANAK DENGAN DEMAM TIFOID DI RSUP SANGLAH DENPASAR

ABSTRAK PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIK DAN PERBAIKAN KLINIS DEMAM PADA PASIEN ANAK DENGAN DEMAM TIFOID DI RSUP SANGLAH DENPASAR ABSTRAK PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIK DAN PERBAIKAN KLINIS DEMAM PADA PASIEN ANAK DENGAN DEMAM TIFOID DI RSUP SANGLAH DENPASAR Demam tifoid merupakan masalah kesehatan di Indonesia karena insiden demam tifoid

Lebih terperinci

Laporan Pendahuluan Typhoid

Laporan Pendahuluan Typhoid Laporan Pendahuluan Typhoid Di UGD RSU AL-ISLAM H.M.MAWARDI KRIAN-SIDOARJO DISUSUN OLEH : Rani Nurlelasari 1101040 AKADEMI KEBIDANAN MITRA SEHAT SIDOARJO TAHUN AJARAN 2011-2012 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUKOHARJO TAHUN 2011 SKRIPSI

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUKOHARJO TAHUN 2011 SKRIPSI EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUKOHARJO TAHUN 2011 SKRIPSI Oleh: EKA KURNIA SARI K. 100 080 001 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang, terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Typhoid 1. Pengertian Typhoid Demam Typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang di sebabkan oleh Salmonella Typhi. Penyakit ini di tandai oleh

Lebih terperinci

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi. BAB 1 PENDAHULUAN Infeksi pada Saluran Nafas Akut (ISPA) merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Adapun penyebab terjadinya infeksi pada saluran nafas adalah mikroorganisme, faktor lingkungan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik untuk Pengobatan ISPA pada Balita Rawat Inap di RSUD Kab Bangka Tengah Periode 2015

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN 2009 SKRIPSI

ANALISIS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN 2009 SKRIPSI ANALISIS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN 2009 SKRIPSI Oleh : INTAN RAKHMA SAFITRI K 100 060 110 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi.

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Typhoid atau Typhus Abdominalis adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi. Typhi dengan masa tunas 6-14

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Antibiotika 1. Definisi Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh jamur dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada zat kimia yang dihasilkan oleh satu macam organisme, terutama fungi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada zat kimia yang dihasilkan oleh satu macam organisme, terutama fungi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik 2.1.1 Defenisi Antibiotik Antibiotik adalah agen yang digunakan untuk mencegah dan mengobati suatu infeksi karena bakteri. Akan tetapi, istilah antibiotik sebenarnya

Lebih terperinci

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik Jangan Sembarangan Minum Antibiotik Beragamnya penyakit infeksi membuat kebanyakan orang segera berobat ke dokter meski hanya penyakit ringan. Rasanya tidak puas jika dokter tidak memberi obat apapun dan

Lebih terperinci

GAMBARAN DAN ANALISIS BIAYA PENGOBATAN GAGAL JANTUNG KONGESTIF PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD Dr. MOEWARDI DI SURAKARTA TAHUN 2011 SKRIPSI

GAMBARAN DAN ANALISIS BIAYA PENGOBATAN GAGAL JANTUNG KONGESTIF PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD Dr. MOEWARDI DI SURAKARTA TAHUN 2011 SKRIPSI GAMBARAN DAN ANALISIS BIAYA PENGOBATAN GAGAL JANTUNG KONGESTIF PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD Dr. MOEWARDI DI SURAKARTA TAHUN 2011 SKRIPSI Oleh : FITRIA NILA SISTHA K 100080171 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KABUPATEN CILACAP TAHUN 2008 SKRIPSI

DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KABUPATEN CILACAP TAHUN 2008 SKRIPSI KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KABUPATEN CILACAP TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh : IVAN TRIKUMORO K 100 050 160 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

EVALUASI KETEPATAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA GERIATRI DI RSUP dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN JAWA TENGAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014 SKRIPSI

EVALUASI KETEPATAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA GERIATRI DI RSUP dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN JAWA TENGAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014 SKRIPSI EVALUASI KETEPATAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA GERIATRI DI RSUP dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN JAWA TENGAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014 SKRIPSI Oleh: ELDESI MEDISA ILMAWATI K 100110038 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

Oleh : NIM : M SURAKARTAA commit to user

Oleh : NIM : M SURAKARTAA commit to user EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN BRONKITISAKUT TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi Oleh : Namaa : Umi Hartini NIM : M3513055 DIPLOMA

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH APENDISITIS DI RSUD PEKANBARU PADA TAHUN 2010 SKRIPSI

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH APENDISITIS DI RSUD PEKANBARU PADA TAHUN 2010 SKRIPSI EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH APENDISITIS DI RSUD PEKANBARU PADA TAHUN 2010 SKRIPSI Oleh: REVTY AMELIA K100070004 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci