IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN"

Transkripsi

1 IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Sebelum Indonesia merdeka, Provinsi Sulawesi Selatan, terbagi dalam beberapa wilayah kerajaan yang berdiri sendiri dan didiami oleh empat etnis yaitu; suku Bugis, Makassar, Mandar, dan suku Toraja. Pada ke XVI dan XVII ada tiga kerajaan besar yang berpengaruh luas dan mencapai kejayaannya yaitu Kerajaan Luwu, Kerajaan Gowa dan Kerajaan Bone. Masing-masing kerajaan telah melakukan hubungan dagang dan persahabatan dengan bangsa-bangsa lain terutama bangsa Eropa, India, Cina, Melayu dan Arab. Setelah kemerdekaan, Sulawesi Selatan menjadi Provinsi Administratif Sulawesi berdasarkan UU Nomor 21 Tahun Status tersebut bertahan hingga akhir tahun Kemudian pada tahun 1960, Provinsi Administratif Sulawesi berubah menjadi daerah otonom Sulawesi Selatan dan Tenggara berdasarkan UU Nomor 47 Tahun Selanjutnya terjadi lagi perubahan yaitu pemisahan Sulawesi Selatan dari daerah otonom Sulawesi Selatan dan Tenggara yang ditetapkan dengan UU Nomor 13 Tahun 1964, sehingga menjadi daerah otonom Sulawesi Selatan. Kemudian, terjadi lagi pemekaran wilayah sejak dikeluarkan UU No. 11 Tahun 2004, Sulawesi Selatan dimekarkan menjadi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Secara administratif Sulawesi Selatan terdiri dari 20 Kabupaten dan 3 Kota, sedangkan Sulawesi Barat terdiri dari 5 Kabupaten. Pada saat penelitian ini dilakukan, Provinsi Sulawesi Barat masih dalam proses pembentukan, dan data serta informasi yang tersedia umumnya masih merupakan data dan informasi gabungan dari Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan Sulawesi Selatan sebagai satu kesatuan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat Letak Geografis, Kondisi Tanah dan Keadaan Iklim Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat terletak di Jazirah Selatan Pulau Sulawesi diantara 0º 12 LU dan 8º LS dan antara 116º 48 BT - 122º 36 BT. Luas wilayah ± ,71 km² atau sekitar 33% dari luas Pulau Sulawesi, dengan batasbatas sebagai berikut (Gambar 5).

2 71 Sebelah Utara : dengan wilayah Sulawesi Tengah, Sebelah Timur : dengan Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara, Sebelah Selatan : dengan Laut Flores, Sebelah Barat : dengan Selat Makasar. Gambar 5. Peta Provinsi Sulawesi Selatan.

3 72 Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat terletak di posisi yang strategis berada ditengah-tengah Kepulauan Nusantara antara Kawasan Barat dan di Kawasan Timur Indonesia, sehingga memungkinkan Sulawesi Selatan berfungsi sebagai Pintu Gerbang ke dan dari Kawasan Timur Indonesia sekaligus sebagai pusat pelayanan, baik bagi Kawasan Timur Indonesia maupun untuk skala internasional. Pelayanan tersebut mencakup perdagangan, transportasi darat laut udara, pendidikan, pendayagunaan tenaga kerja, pelayanan dan pengembangan kesehatan, penelitian pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan laut, air payau tambak, kepariwisataan bahkan potensial untuk pengembangan lembaga keuangan dan perbankan. Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat mempunyai topografi dari datar, landai, berbukit dan bergunung-gunung. Daerah datar ditemui di wilayah pesisir pantai, sedangkan daerah berbukit dan pegunungan umumnya pada bagian tengah jazirah dan merupakan hulu-hulu sungai. Daerah yang datar dengan kemiringan 0-8 % relatif sempit yaitu sekitar 10% dari total wilayah dan umumnya digunakan untuk lahan persawahan dan tambak. Demikian pula halnya dengan daerah landai dengan kemiringan 8-15% hanya meliputi sekitar 8% dari total wilayah dan umumnya digunakan untuk usaha perkebunan, tanaman hortikultura dan tanaman pangan lainnya. Sementara wilayah yang dominan adalah daerah berbukit dan bergunung dengan kemiringan di atas 15% yaitu lebih dari 80% dari total wilayah (Tabel 5). Tabel 5. Kondisi topografi wilayah Provinsi Sulawesi Selatan Kemiringan Luas wilayah (%) (km²) (%) ,93 9, ,78 8, ,29 14, ,62 16, ,25 36,75 > ,84 14,02 Total , Sumber: Bapedalda Provinsi Sulawesi Selatan, 2004.

4 73 Dengan kondisi topografi yang didominasi oleh wilayah dengan kemiringan di atas 15 %, menyebabkan sebagian besar wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat sangat rawan erosi atau mempunyai tingkat bahaya erosi yang tergolong tinggi. Erosi tanah di sembilan belas Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Sub DAS tahun 2003 tercatat rata-rata cukup tinggi yaitu berkisar antara 45 ribu ton pada DAS Sanrego sampai 1,67 juta ton pada DAS Saddang (Tabel 6). Tabel 6. Erosi tanah pada beberapa daerah aliran sungai (DAS)/sub DAS DAS/Sub DAS Nilai Erosi (ton/thn) Saddang Mamasa Bila Jeneberang Tangka Rongkong Maros Karama Balease Kelara Mata Allo Paremang Lariang Mandar Mapili Minraleng Sanrego Selayar Calendu Sumber: Bapedalda Provinsi Sulawesi Selatan, 2004a Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat memiliki beberapa jenis tanah antara lain: Aluvial, Gley, Latosol, Regosol, Podsolik, Grumosol, Mediteran, Renzina, Lateritik dan Andosol. Sementara jenis batuannya meliputi: batuan Sedimen, Vulkan, Plasonik Masam dan Plasonik Basa (Dinas Perkebunan Propinsi Sulawesi Selatan, 2004). Menurut Natsir (2004), pengembangan komoditas di Sulawesi Selatan umumnya menyesuaikan dengan jenis dan kesuburan lahan. Jenis lahan Alluvial umumnya digunakan untuk pengembangan tanaman pangan dan sebagian

5 74 palawija serta hortikultura dan perikanan. Sedangkan jenis tanah Latosol, Mediterani dan Grumosol digunakan untuk pengembangan komoditas perkebunan, peternakan dan konservasi. Jenis tanah Latosol, Mediterani dan Grumosol umumnya berada pada kawasan pengembangan tanaman perkebunan. Ke tiga jenis tanah tersebut mempunyai tingkat kepekaan terhadap erosi (erodibilitas = K) bervariasi mulai dari K=0,12-0,26 untuk jenis tanah Latoso, K= 0,13-0,22 untuk jenis tanah Mediteran dan K=0,25 untuk jenis tanah Grumosol (Rahim, 2000 dan Suripin, 2002). Menurut klasifikasi Sehmidt dan Fergusson, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat memiliki lima tipe iklim meliputi: Tipe A, B, C, D, dan E dengan penyebaran seperti tertera pada Tabel 7. Tabel 7. Tipe iklim, bulan kering dan penyebarannya Tipe Iklim Bulan Kering Penyebaran Iklim A 1-5 bulan Kabupaten Mamuju, sebagian Polmas, Luwu dan Enrekang. B 1,5-3 bulan Kabupaten Tana Toraja, Wajo, Bone, sebagian Majene, Polmas, Enrekang, Luwu, Pinrang, Gowa, Soppeng dan Bantaeng. C 3-4,5 bulan Kabupaten Sidrap, Barru, Pangkep, Selayar, sebagian Majene, Polmas, Pinrang, Maros,Sinjai, Gowa, Soppeng, Bantaeng dan Bulukumba, serta Kota Pare-Pare. D 5-6 bulan Kota Makassar, Kabupaten Takalar, Maros, Gowa, Jeneponto, Bulukumba dan Bantaeng. E 9 bulan Sebagian Kabupaten Jeneponto, Bulukumba dan Bantaeng. Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan, 2004.

6 Penduduk dan Matapencaharian Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat dihuni oleh hampir semua etnis yang ada di Indonesia, tetapi yang dominan adalah penduduk asli yang terdiri dari empat etnis yaitu; suku Bugis, Makassar, Mandar, dan suku Toraja. Pada tahun 2003, jumlah penduduk Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat tercatat sebanyak jiwa, terdiri dari jiwa laki-laki dan jiwa perempuan. Penduduk tersebut tersebar di 28 Kabupaten dan Kota dengan perincian seperti pada Tabel 8. Tabel 8. Perkembangan penduduk kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Selatan, Kode Kabupaten/ Jumlah Penduduk (jiwa) Prtbhn Area Kota (%/thn) 1 Selayar ,44 2 Bulukumba ,39 3 Bantaeng ,16 4 Jeneponto ,66 5 Takalar ,38 6 Gowa ,20 7 Sinjai ,53 8 Maros ,53 9 Pangkep ,21 10 Barru ,95 11 Bone ,31 12 Soppeng ,44 13 Wajo ,34 14 Sidrap ,85 15 Pinrang ,66 16 Enrekang ,66 17 Luwu ,96 18 Tator ,62 19 Polmas ,49 20 Majene ,77 21 Mamuju ,99 22 Luwu Utara ,22 71 Makassar ,36 72 Parepare ,21 Total ,53 Catatan: Penduduk Kabupaten Mamuju Utara, Mamasa, Luwu Timur dan Kota Palopo masih bergabung dengan kabupaten induk sebelum pemekaran. Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan, Kepadatan penduduk rata-rata 131 jiwa/km² dengan penyebaran yang tidak merata. Pada umumnya penduduk Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat

7 76 terkonsentrasi pada daerah perkotaan, sementara di pedesaan penduduknya relatif jarang. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kota Makassar dengan kepadatan rata-rata jiwa/km², sedangkan yang terendah di Mamuju dengan kepadatan rata-rata 30 jiwa/km² (Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan, 2004). Selama empat tahun terakhir ( ), pertumbuhan penduduk Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat rata-rata 1,53 %/tahun. Laju pertumbuhan penduduk yang paling pesat terjadi di Kabupaten Mamuju dengan pertumbuhan ratarata 3,99 %/tahun, sedangkan laju pertumbuhan penduduk yang paling rendah terjadi di Kabupaten Wajo dengan pertumbuhan rata-rata 0,34 %/tahun. Pada tahun 2003, dari jiwa penduduk Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat yang tergolong angkatan kerja tercatat sebanyak jiwa. Dari jumlah tersebut yang termasuk angkatan kerja aktif secara ekonomi tercatat sebanyak jiwa yang terdiri dari jiwa pekerja dan jiwa pencari kerja. Sementara itu, angkatan kerja yang tidak aktif berjumlah jiwa dengan kegiatan bersekolah, menjadi ibu rumah tangga dan lain-lain. Jadi rasio pekerja penduduk Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat relatif rendah yaitu 46,82 % dari angkatan kerja atau hanya 37,19 % dari total penduduk. Para pekerja tersebut berkerja pada berbagai lapangan pekerjaan dan yang paling dominan bekerja pada sektor pertanian dalam arti luas, disusul sektor perdagangan, jasa, angkutan dan komunikasi, serta industri (Tabel 9).

8 77 Tabel 9. Distribusi pekerja pada berbagai lapangan pekerjaan, 2003 Lapangan Pekerjaan Pekerja (jiwa) Jumlah Laki-laki Perempuan (jiwa) (%) Pertanian ,76 Pertambangan & galian ,55 Industri ,32 Listrik, gas dan air ,34 Konstruksi ,59 Perdagangan ,58 Angkutan & komunikasi ,42 Keuangan ,39 Jasa ,04 Lainnya ,02 Total ,00 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan, Pembangunan Regional Sulawesi Selatan Pembangunan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan tolok ukur keberhasilannya umumnya masih bertumpu pada bidang ekonomi. Hal ini sangat wajar karena tanpa adanya pertumbuhan ekonomi yang mantap, pertumbuhan bidang lainnya seperti politik, sosial dan kebudayaan tidak memadai. Pada bagian ini akan diuraikan secara singkat tentang rencara strategis dan kebijakan pembangunan, program dan kegiatan pembangunan, serta kinerja kebijakan pembangunan regional Sulawesi Selatan tahun Kondisi Perekonomian Regional Selama 15 tahun terakhir, struktur perekonomian regional Sulawesi Selatan tidak mengalami perubahan yang berarti. Sektor pertanian masih sangat mendominasi perekonomian Sulawesi Selatan dan menjadi sumber kehidupan sebagian besar penduduknya. Peranan sektor pertaniaan mengalami sedikit fluktuasi karena goncangan krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Kontribusi sektor pertanian pada awalnya mengalami penurunan secara perlahan-lahan dari 42 % Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga yang berlaku pada tahun 1990,

9 78 menjadi 38,9 % pada tahun 1995 serta mencapai titik terendah sebesar 38,6% pada tahun Namun karena goncangan krisis ekonomi yang melanda Indonesia, maka berimbas juga pada struktur perekonomian regional Sulawesi Selatan dimana kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan PDRB kembali meningkat pada tahun 1997 dan mencapai puncaknya pada tahun Pada tahun 1998, sektor pertanian memberikan kontribusi dalam pembentukan PDRB Provinsi Sulawesi Selatan atas harga berlaku sebesar 45,78 %, sementara sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi sebesar 13,24%, sektor perindustrian 11,23 %, sektor jasa 8,64% dan sektor pertambangan dan galian sebesar 6,04 %. Selanjutnya kontribusi sektor pertanian berangsur-angsur kembali berkurang dengan mulai pulihnya sektor perekonomian lainnya (Tabel 10). Tabel 10. Perkembangan kontribusi berbagai sektor ekonomi terhadap PDRB atas harga berlaku Kode Sektor Perekonomian Pertanian 39,10 45,78 41,93 39,03 37,85 37,50 35,82 2. Pertambangan & galian 3,57 6,04 8,10 8,70 7,96 7,73 7,67 3. Industri 11,89 11,23 10,91 11,54 11,78 11,46 11,46 4. Listrik, gas dan air 0,96 0,92 0,97 0,97 1,11 1,21 1,19 5. Konstruksi 6,44 4,40 4,19 4,23 4,17 4,03 4,16 6. Perdagangan 14,63 13,24 14,77 14,62 16,19 16,54 16,91 7. Angkutan & komunikasi 5,99 5,84 5,92 6,44 7,05 6,98 7,16 8. Keuangan 6,06 3,91 3,65 3,46 3,14 3,64 4,83 9. Jasa-jasa 11,36 8,64 9,56 11,01 10,75 10,91 10,80 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan, 1999a, 2003 dan 2004a. Pada tahun 2003, sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB yaitu sebesar 35,82% PDRB atas harga berlaku, kemudian disusul sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan kontribusi sebesar 16,91%, sektor industri pengolahan dengan kontribusi 11,46% dan sektor jasa 10,79%. Nilai sumbangan sektor pertanian dalam PDRB Sulawesi Selatan pada tahun 2003, berdasarkan PDRB harga berlaku, tercatat sebesar Rp 14,36 trilyun atau meningkat sebesar 42,32% dibanding tahun 2000 yang nilainya sebesar Rp. 10,84 trilyun. Sub sektor utama pertanian yang memberikan kontribusi terbesar bagi PDRB adalah

10 79 tanaman bahan makanan dengan pangsa 14,40% dari PDRB, disusul tanaman perkebunan, perikanan dan peternakan dengan pangsa masing-masing 12,25%, 7,88%, dan 1,04% (Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan, 2004a). Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan berfluktuasi cukup tajam, terutama karena adanya krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun Pada periode pra krisis ( ), perekonomian Sulawesi Selatan tumbuh cukup tinggi yaitu rata-rata 7,96%/tahun, dengan tingkat pertumbuhan terendah 7,67% pada tahun 1994 dan tertinggi 8,31% pada tahun Pada saat krisis ekonomi mulai menerpa Indonesia pertengahan tahun 1997, pertumbuhan ekonomi regional Sulawesi Selatan turun menjadi 4,30 %, bahkan mengalami kontraksi sebesar -5,33 % pada tahun 1998 sebagai puncak krisis ekonomi nasional. Kontraksi pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan tersebut tidak terlalu besar dibandingkan dengan kontraksi pertumbuhan secara nasional yang besarnya mencapai -13,13%. Kondisi ini terjadi karena struktur perekonomian regional Sulawesi Selatan pada tahun 1997 masih sangat didominasi sektor pertanian dengan kontribusi 34,66%. Sementara kontribusi sektor pertanian secara nasional relatif lebih kecil yaitu sebesar 16,01% (Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan, 1999 dan Badan Pusat Statistik, 1998). Dengan kondisi yang demikian, maka dalam situasi perekonomian yang cukup sulit pada tahun 1998, beberapa sektor ekonomi Sulawesi Selatan masih dapat tumbuh, terutama sektor pertanian yang memang menjadi basis kekuatan ekonomi Sulawesi Selatan. Sektor pertanian di Sulawesi Selatan masih dapat tumbuh positif sebesar 0,06 persen dengan sub sektor yang mempunyai pertumbuhan cukup tinggi yaitu perkebunan dan kehutanan yang masing-masing tumbuh sebesar 15,07 persen dan 2,69 persen. Sementara sektor-sektor lainnya mengalami kontraksi pertumbuhan. Sektor yang mengalami kontraksi pertumbuhan terbesar tercatat pada sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan yakni sebesar 32,31 persen terutama pada sub sektor Bank dengan kontraksi pertumbuhan sebesar 96,20 persen. Terjadinya kontraksi yang besar pada sektor ini merupakan kondisi umum yang terjadi selama

11 80 krisis ekonomi di Indonesia yang memang pada awalnya merupakan dampak dari mismanajemen perbankan yang berdampak besar pada sektor-sektor lainnya. Meskipun mengalami kontraksi yang cukup besar pada tahun 1998, kondisi perekonomian daerah ini dapat segera pulih dan pada tahun 1999 perekonomian Sulawesi Selatan mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 2,83 persen. Nilai pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya mencapai 0,85 persen pada periode yang sama. Selanjutnya perekonomian Regional Sulawesi Selatan mengalami pertumbuhan yang lebih pesat lagi yaitu rata-rata 4,96% pada periode (Tabel 11). Tabel 11. Pertumbuhan PDRB Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Atas harga berlaku Atas harga konstan 1993 (Rp milyar) (%) (Rp milyar) (%) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,39 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan 1997, 2003, 2004a dan Strategi dan Kebijakan Pembangunan Regional Sulawesi Selatan Dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan daerah, maka disusunlah sebuah dokumen Rencana Strategis Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun yang isinya antara lain meliputi: visi, misi, strategi, dan kebijakan, serta program dan kegiatan pembangunan yang sedang dan akan terus dilaksanakan. Dalam dokumen Rencana Strategis tersebut tercantum empat kebijakan dasar pembangunan regional Sulawesi Selatan yaitu:

12 81 Pertama : Peningkatan Kualitas Hidup Manusia, Kedua : Peningkatan Ketahanan Ekonomi Wilayah, Ketiga : Peningkatan Kualitas Kehidupan Bermasyarakat Berbangsa dan Bernegara, Keempat : Pemberdayaan Kelembagaan Pemerintah dan Masyarakat. Keempat kebijakan tersebut selanjutnya dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan prioritas serta program dan kegiatan penunjang. Rencana Strategis Pemerintah Provinsi tersebut dituangkan dalam Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi Sulawesi Selatan No. 3 Tahun 2003, dan ditindak lanjuti dengan Rencana Strategis dari masing-masing unit kerja Lingkup Pemerintah Provinsi dengan tetap memperhatikan kewenangan yang ada. Selanjutnya dirumuskan kerangka operasionalnya berupa Rencana Pembangunan Tahunan. Penyusunan program prioritas dan penunjang perlu disesuaikan setiap tahun berdasarkan hasil evaluasi tahun sebelumnya. Pada tahap awal, penyusunan program prioritas didasarkan pada hasil identifikasi simpul-simpul pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah dalam program seratus hari kerja Gubernur dan Wakil Gubernur. Rencana Strategis Pemerintah Provinsi tersebut selanjutnya diharapkan menjadi acuan bagi pemerintah kabupaten maupun kota dalam menyusun rencana pembangunan daerah masing-masing kabupaten maupun kota yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan Program dan Kegiatan Pembangunan Regional Sulawesi Selatan Sebagaimana telah dikemukakan bahwa strategi dan kebijakan dasar pembangunan regional Sulawesi Selatan dalam Rencana Strategis dirinci lagi dalam bentuk program dan kegiatan prioritas serta program dan kegiatan penunjang. Secara singkat kebijakan dasar pembangunan regional Sulawesi Selatan dirinci dalam program dan kegiatan sebagai berikut (Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, 2003):

13 82 2. Kebijakan dasar pembangunan Peningkatan Kualitas Hidup Manusia dilaksanakan melalui lima program prioritas meliputi: a. Program peningkatan kualitas, relevansi dan pemerataan pendidikan, b. Program peningkatan penghayatan agama, c. Program peningkatan derajat kesehatan dan gizi, d. Program pengembangan budaya dan kesenian, e. Program pengembangan ketenagakerjaan. Masing-masing program prioritas tersebut dijabarkan dalam lima sampai enam kegiatan pembangunan. Di samping itu masih terdapat lima program penunjang yang meliputi program; pengendalian penduduk, peningkatan kesejahteraan sosial, pembinaan olah raga, pemberdayaan perempuan dan program kepemudaan. Setiap program penunjang tersebut dijabarkan dalam dua sampai empat kegiatan pembangunan. 3. Kebijakan dasar pembangunan Peningkatan Ketahanan Ekonomi Wilayah dilaksanakan melalui enam program prioritas meliputi: a. Program peningkatan daya saing produk unggulan, b. Program pemantapan ekonomi kerakyatan, c. Program pemantapan ketahanan pangan, d. Program pemantapan struktur ekonomi daerah, e. Program penguatan integrasi ekonomi Pulau Sulawesi, f. Program penataan dan pengelolaan sumberdaya alam dan kelautan yang berkelanjutan. Masing masing program prioritas tersebut dijabarkan dalam tiga sampai sembilan kegiatan prioritas. Di samping itu terdapat dua program penunjang yaitu Program pengembangan prasarana dan sarana wilayah dengan enam kegiatan pembangunan dan program pengembangan tata ruang dengan empat kegiatan pembangunan. 4. Kebijakan dasar pembangunan Peningkatan Kualitas Kehidupan Bermasyarakat Berbangsa dan Bernegara dilaksanakan melalui dua program prioritas meliputi: a. Program penataan sistem legislasi daerah, dan

14 83 b. Program peningkatan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat. Program penataan sistem legislasi daerah dijabarkan dalam tiga kegiatan prioritas pembangunan, sementara program peningkatan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat dijabarkan dalam lima kegiatan prioritas pembangunan. Di samping itu, terdapat satu program penunjang yaitu program peningkatan kualitas materi dan penyebaran informasi dengan lima kegiatan penunjang pembangunan. 5. Kebijakan dasar pembangunan: Pemberdayaan Kelembagaan Pemerintah dan Masyarakat dilaksanakan melalui dua program prioritas yaitu: a. Program pemberdayaan kelembagaan pemerintah, dan b. Program pemberdayaan kelembagaan masyarakat. Program pemberdayaan kelembagaan pemerintah dijabarkan dalam delapan kegiatan prioritas pembangunan, sementara Program pemberdayaan kelembagaan masyarakat dijabarkan dalam lima kegiatan prioritas pembanguan. Di samping itu, terdapat dua program penunjang yaitu: program penelitian, pengkajian dan pengenbangan dengan empat kegiatan pembangunan serta program pengembangan dan perencanaan dengan tiga kegiatan pembangunan Kinerja Kebijakan Pembangunan Regional Sulawesi Selatan 2003 Tahun 2003 merupakan tahun pertama penerapan kebijakan pembangunan regional Sulawesi Selatan berdasarkan Renstra Sebagai langkah awal, Pemerintah Provinsi telah melakukan koordinasi dan konsolidasi dengan Pemerintah Kabupaten dan Kota untuk mensosialisasikan visi dan misi provinsi yang diharapkan dapat menjadi arahan bagi daerah dalam menetapkan kebijakan pembangunan daerah mereka. Di samping itu, dalam program seratus hari kerja Gubernur dan Wakil Gubernur dilakukan identifikasi simpul-simpul pembangunan yang dapat memberikan dorongan terhadap pengembangan sektor-sektor ekonomi secara simultan. Beberapa isu strategis yang berhasil diidentifikasi dan dijadikan sebagai rencana aksi pembangunan regional Sulawesi Selatan tahun 2003 meliputi: Prasarana

15 84 wilayah, perhubungan, pendidikan, kesehatan, pertanian, lingkungan hidup, pertambangan dan energi, serta koperasi dan UKM. Disini tampak bahwa lingkungan hidup menjadi salah satu isu strategis yang mendapat prioritas pada awal pelaksanaan pembangunan berdasarkan Renstra , meskipun aspek lingkungan hidup tidak tercantum secara khusus dalam Renstra Aspek lingkungan hidup hanya merupakan sub bagian dari Program penataan dan pengelolaan sumberdaya alam dan kelautan yang berkelanjutan pada kebijakan dasar pembangunan Peningkatan Ketahanan Ekonomi Wilayah. Penempatan aspek lingkungan hidup sebagai salah satu kegiatan yang menjadi prioritas menunjukan adanya kemauan politik dari pemerintah daerah Sulawesi Selatan untuk ikut serta melaksanakan kegiatan pembangunan berkelanjutan selaras dengan Agenda 21 Nasional maupun Agenda 21 Global. Meskipun anggaran belanja yang dialokasikan pada kegiatan pembangunan aspek lingkungan hidup ini relatif masih kecil, namun perhatian yang diberikan pada tahap awal ini cukup memberikan harapan yang baik bagi pembangunan selanjutnya. Secara umum kinerja pembangunan daerah pada tahun 2003 cukup baik apabila diukur berdasarkan capaian fisik dan realisasi anggaran. Evaluasi kinerja terhadap empat pokok kebijakan menunjukkan realisasi capaian fisik berkisar antara 90,16% sampai 99,50%. Realisasi capaian fisik terendah terjadi pada kebijakan Peningkatan Kualitas Hidup Manusia, sementara realisasi capaian fisik tertinggi terjadi pada kebijakan Peningkatan Kualitas Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara (Gubernur Sulawesi Selatan, 2004). Meskipun demikian, ada beberapa hal perlu mendapat perhatian yang lebih serius pada pelaksanaan pembangunan selanjutnya khususnya terkait dengan aspek lingkungan hidup. Dalam Renstra , aspek lingkungan hidup tidak dicantumkan sebagai salah satu program tersendiri, tetapi hanya merupakan sub bagian dari program penataan dan pengelolaan sumberdaya alam dan kelautan yang berkelanjutan. Akibatnya alokasi anggaran relatif kecil sesuai dengan posisinya dalam Renstra. Sementara kondisi sumberdaya alam khususnya sumberdaya hutan sebagai penunjang kehidupan sebagian sudah rusak dan menjadi lahan kritis.

16 85 Masih minimnya anggaran untuk memperbaiki kondisi sumberdaya hutan Sulawesi Selatan menyebabkan laju upaya perbaikan sumberdaya hutan tidak mampu mengimbangi laju degradasi hutan. Akibatnya kerusakan hutan terus bertambah dan areal lahan kritis makin meluas. Berikut ini akan diuraikan secara ringkas kondisi lingkungan hidup Provinsi Sulawesi Selatan Kondisi Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan Kondisi lingkungan hidup Provinsi Sulawesi Selatan dari tahun ke tahun cenderung menurun. Hal ini dapat diidentifikasi dari makin meningkatnya berbagai permasalahan lingkungan hidup seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, kebakaran hutan, kerusakan mangrove, pendangkalan danau, kerusakan terumbu karang, pencemaran perairan dan polusi udara. Berbagai permasalahan tersebut muncul terutama karena kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan dan belum memihaknya perencanaan pembangunan pada kepentingan pelestarian lingkungan hidup. Kurang berpihaknya perencanaan pembangunan pada kepentingan lingkungan hidup dapat dilihat pada rendahnya alokasi anggaran untuk program pelestarian fungsi lingkungan hidup. Pada tahun 2003, anggaran belanja yang dialokasikan untuk program pelestarian fungsi lingkungan hidup provinsi Sulawesi Selatan hanya sebesar 0,68% dari total anggaran belanja daerah Sulawesi Selatan. Akibatnya upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup Provinsi Sulawesi Selatan masih belum memenuhi harapan. Berikut ini akan diuraikan secara singkat kondisi lingkungan hidup Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat berdasarkan hasil studi dan pengamatan lapang Tim Bapedalda Provinsi Sulawesi Selatan (Bapedalda Provinsi Sulawesi Selatan, 2004).

17 Kondisi Sumberdaya Alam Sumberdaya alam merupakan sumberdaya dasar pendukung berbagai fungsi kehidupan. Sumberdaya alam ini meliputi: sumberdaya lahan, sumberdaya hutan, sumberdaya air, sumberdaya pesisir dan laut dan sumberdaya iklim. Secara umum kondisi sumberdaya alami tersebut sebagian mengalami degradasi atau penurunan kualitas maupun kuantitasnya dibandingkan tahun sebelumnya dan sebagian lagi tidak mengalami perubahan. Namun rangkuman dari berbagai hasil kajian jangka panjang dapat disimpulkan bahwa kondisi sumberdaya alam Provinsi Sulawesi Selatan telah mengalami perubahan dengan kecenderungan terus menurun baik kualitas maupun kuantitasnya. Kondisi Sumberdaya lahan teridentifikasi mengalami penurunan kualitas terutama ditunjukkan oleh penurunan produktivitas dan peningkatan luas lahan kritis. Hal ini terjadi karena kebijakan tata ruang, kebijakan penggunaan lahan dan pilihan teknologi yang tidak tepat. Kebijakan tata ruang pada setiap kabupaten dan kota umumnya lebih berorientasi kepada kepentingan ekonomi jangka pendek dan kurang berpihak pada kepentingan kelestarian lingkungan hidup. Penataan ruang kurang memperhatikan kepentingan perlindungan tata air, keanekaragaman hayati dan kemantapan ekosistem sebagai sarana penyangga kehidupan. Penetapan fungsi kawasan, khususnya kawasan lindung dan konservasi tidak didasarkan pada kriteriakriteria yang tepat. Luas kawasan hutan Provinsi Sulawesi Selatan tercatat seluas 3,88 juta ha terdiri dari hutan lindung 1,93 juta ha, hutan produksi terbatas 0,81 juta ha, hutan produksi 0,2 juta ha, hutan suaka alam dan margasatwa 0,21 juta ha, hutan yang dapat dikonversi 0,1 juta ha, kawasan perairan 0,58 juta ha dan kawasan lindung perairan 45,11 ribu ha. Dari segi luas hutan, khususnya hutan lindung dan konservasi wilayah daratan dengan luas lebih dari 2,1 juta ha atau 34,26% dari total wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, seharusnya lebih dari cukup untuk penyangga lingkungan hidup. Namun pada kenyataannya kawasan hutan tersebut tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai penyangga fungsi kehidupan khususnya mencegah banjir,

18 87 mengendalikan erosi, menjaga kesuburan tanah, menanggulangi intrusi air laut, menjaga kelestarian plasma nutfah dan keanekaragaman hayati serta faktor lingkungan lainnya. Di samping itu kerusakan hutan berdampak pada peningkatan kemiskinan dan kesengsaraan rakyat disekitar hutan. Hal ini terjadi karena berbagai faktor antara lain; letak, luas dan posisi hutan lindung dan hutan konservasi tidak tepat, kondisinya umumnya sudah rusak dan lemahnya pengawasan serta penegakan hukum (Bapedalda Provinsi Sulawesi Selatan, 2004). Hasil pemetaan Dinas Kehutanan Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa kondisi penutupan lahan hutan tahun 1997 hanya seluas 2,026 juta ha dengan areal regenarasi potensial ha. Kehilangan areal tutupan hutan selama periode mencapai ha yang terdiri dari hutan dataran rendah ha, hutan sub pegunungan ha dan hutan pegunungan ha (Gambar 6). Lebih lanjut, kondisi sumberdaya air di Sulawesi Selatan pada tahun 2003 relatif sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Provinsi Sulawesi Selatan memiliki 72 buah sungai utama. Debit aliran air sungai tersebut secara kuantitas tidak mengalami perubahan, tetapi fluktuasi dan kualitasnya semakin menurun. Demikian juga dengan air danau, air waduk, air kolam, air genangan, air tanah pada umumnya mengalami penurunan kualitas dan waktu ketersediaannya. Beberapa sungai besar di Sulawesi Selatan telah dibendung, sehingga dapat menyimpan jutaan m³ air dalam waduk buatan tersebut. Namun proses pendangkalan waduk karena sedimentasi akhir-akhir ini makin cepat dan akan mengurangi umur pakai waduk lebih cepat dari yang diperkirakan. Hal lain yang menunjukkan adanya penurunan kualitas waduk adalah adanya kerusakan lingkungan yang dikeluhkan masyarakat yang tinggal di sekitar waduk. Sedimentasi memang tidak bisa dihindari karena adanya erosi, tetapi perlu upaya untuk mengendalikannya sehingga dapat memperpanjang umur ekonomis bendungan.

19 88 Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan, Gambar 6. Peta penutupan lahan hutan, Pendangkalan tempat penampungan air tawar akibat sedimentasi sudah sangat nyata terjadi di tiga danau dari enam buah danau di Sulawesi Selatan yaitu Danau Sidenreng di kabupaten Sidrap dan Danau Buaya serta Danau Tempe di Kabupaten Wajo. Ketiga danau tersebut tidak lagi dapat berfungsi sebagai tempat penyimpanan cadangan air tawar karena pendangkalan akibat sedimentasi. Pada musim hujan air meluap dan menyebabkan banjir pada kawasan sekitar danau dan Sungai Wanae hilir. Sementara itu, dibeberapa kawasan hulu DAS Walanae terdapat lahan-lahan kritis (Gambar 7).

20 89 Sumber: Amin et al. (2005) Gambar 7. Peta Kawasan yang mempengaruhi dan dipengaruhi Danau Tempe. Sedangkan tiga danau lainnya terdapat di Kabupaten Luwu Timur yaitu: Danau Towuti, Mahalona dan Matano. Ketiga danau ini relatif belum terganggu dan mempunyai kapasitas penampunan air tawar yang sangat besar bahkan termasuk terbesar di Indonesia dan terkenal sebagai danau paling dalam di dunia setelah danau di Kanada. Danau Matano mempunyai kedalaman sekitar 589 m dan termasuk danau yang sangat potensial untuk mendukung pembangunan di Sulawesi Selatan. Pada saat ini kekayaan sumberdaya air danau tersebut baru dimanfaatkan oleh perusahaan tambang nikel PT International Nickel Indonesia (PT Inco) yang telah membangun dua lokasi pembangkit listrik di Sungai Larona. Di samping bendungan dan danau, masih ada tempat penampungan air tawar berupa kolam/embung, tambak dan persawahan walaupun sifatnya sementara karena pada musim kemarau mengalami kekeringan. Ada beberapa kolam yang pada musim

21 90 kemarau masih berisi air dan dapat dikonsumsi masyarakat yaitu kolam-kolam yang terdapat di kabupaten Sidrap, Bone, dan Tana Toraja. Sebagaimana telah diketahui bahwa sumberdaya air dan lahan merupakan sumber kehidupan utama selain udara dan sinar matahari. Tanah dan air merupakan bagian dari ekosistem lingkungan, sehingga kerusakan sumberdaya air dan tanah merupakan kerusakan ekosistem. Kemajuan pembangunan menuntut kebutuhan lahan semakin besar dan tuntutan kebutuhan tersebut mendorong terjadinya alih fungsi lahan dari kawasan yang berfungsi sebagai daerah resapan air dan pelindung fungsi kehidupan berubah menjadi lahan pertanian dan perkebunan, sehingga tanpa disadari terjadi kerusakan lingkungan terutama tata air. Akibatnya pada musim hujan terjadi banjir dan pada musim kemarau terjadi kekeringan. Di Sulawesi Selatan, alih fungsi lahan tidak hanya terjadi di dataran tinggi atau daerah hulu DAS, tetapi juga terjadi di daerah hilir dan muara DAS seperti konversi hutan sagu, nipah dan mangrove. Hutan mangrove di Sulawesi Selatan tercatat hanya seluas ha. Kondisi ini tergolong sangat memprihatinkan karena panjang pantai Sulawesi Selatan mencapai sekitar km. Kerusakan hutan mangrove tersebut berdampak buruk pada ekosistem pesisir dan laut yang pada gilirannya menurunkan produksi ikan, nener alam dan minat wisatawan untuk mengunjungi pantai. Di samping itu kerusakan hutan mangrove juga berakibat masuknya air laut (intrusi) ke wilayah daratan. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan wilayah pesisir telah dituangkan dalam berbagai peraturan perundangan, tetapi perangkat kebijakan tersebut tidak didukung oleh perangkat kelembagaan, program dan pendanaan yang memadai, sehingga kawasan pesisir tersebut seolah-olah tidak bertuan. Di sisi lain masyarakat mendapat tekanan kebutuhan hidup dan pelaku bisnis melihat peluang usaha pertambakan cukup prospektif, sehingga mereka berlomba-lomba memanfaatkan dan merambah kawasan tersebut. Akibatnya kerusakan dan penyusutan kawasan hutan mangrove tidak bisa dielakkan.

22 91 Kerusakan hutan mangrove ternyata juga berimbas pada kerusakan terumbu karang, dan hal ini juga tidak terlepas dari tuntutan kebutuhan hidup. Penyusutan potensi ikan dan nener alam mendorong masyarakat untuk melakukan berbagai cara untuk menangkap ikan termasuk dengan cara melakukan pengeboman dan memanfaatkan karang untuk keperluan bahan bangunan. Berbagai kegiatan yang dilakukan masyarakat tersebut makin menambah dan mempercepat kerusakan wilayah pesisir dan laut Sulawesi Selatan. Sementara itu, sumberdaya alam yang relatif tidak berubah adalah iklim. Kondisi iklim Sulawesi Selatan tahun 2003 tidak berubah dibanding tahun-tahun sebelumnya. Curah hujan, dan unsur iklim lainnya seperti suhu, kelembaban, angin dan lain-lain sepanjang tahun 2003 berada dalam kondisi normal. Secara umum wilayah Sulawesi Selatan memiliki 3 wilayah iklim yaitu Wilayah Timur, Wilayah Barat dan Daerah Peralihan. Curah hujan yang jatuh pada ketiga wilayah tersebut tidak sama, sehingga berpengaruh pada pola tanam dan produksi. Produksi buahbuahan, padi dan palawija terjadi sepanjang tahun secara bergiliran sesuai dengan pergiliran musim di ketiga wilayah iklim. Perubahan yang terjadi yang terkait dengan unsur iklim adalah tingkat konsentrasi ambien, debu, timbal, SO2, CO2, NO2 dan CO di udara di kota-kota besar seperti Makasar, Pare-Pare, Palopo, Bone dan beberapa ibukota kabupaten lainnya. Pada tahun 2003, konsentrasi unsur-unsur tersebut umumnya meningkat dibanding tahun 2001, terutama CO, Pb, debu dan Ambien. Peningkatan konsentrasi tersebut terkait dengan semakin meningkatnya kepadatan lalu lintas, masih banyaknya industri-industri yang tidak menggunakan penangkap polutan dan berbagai aktivitas masyarakat lainnya Kondisi Lingkungan Buatan Lingkungan buatan merupakan sumberdaya yang dibuat dan dikelola oleh manusia. Lingkungan buatan tersebut meliputi: pertanian dan perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, pertambangan dan perindustrian. Secara umum

23 92 kondisi lingkungan buatan di Sulawesi Selatan tahun 2003 dapat digambarkan sebagai berikut: Pertanian dan perkebunan merupakan sektor yang paling dominan dalam perekonomian regional Sulawesi Selatan. Sektor ini memberikan kontribusi sebesar 35,8% PDRB tahun Sumbangan terbesar bersumber dari tanaman bahan makanan yang meliputi padi dan palawija. Permasalahan lingkungan yang muncul dari kegiatan pertanian adalah karena tingginya penggunaan pupuk kimia dan pestisida, erosi tanah dan pembukaan areal hutan serta emisi gas metan (CH4) dari lahan persawahan. Namun berbagai permasalahan tersebut belum mendapat perhatian serius dari masyarakat maupun pengambil kebijakan karena dampaknya belum dirasakan secara langsung merugikan masyarakat. Sebagai contoh tanaman palawija banyak ditanam di lahan kering yang miring di areal hutan tanpa mengindahkan kaidah-kaidah konservasi lahan dan air, sehingga menimbulkan erosi yang cukup tinggi dan hilangnya vegetasi hutan. Demikian pula kegiatan penanaman perkebunan maupun sayur-sayuran yang umumnya dilakukan di dataran tinggi dan menggunakan pupuk buatan serta pestisida yang tinggi, sangat potensial menimbulkan erosi dan degradasi lahan serta pencemaran lingkungan. Namun kegiatan pertanian yang menimbulkan kerusakan lingkungan tersebut tetap berjalan apa adanya, tanpa pengaturan konservasi dan perlindungan untuk kelestarian lingkungan. Kehutanan sebagai lingkungan buatan adalah kawasan hutan produksi yang luasnya mencapai ha yang terdiri dari hutan 811,10 ribu ha hutan produksi terbatas dan 203,82 ha hutan produksi biasa. Kawasan hutan tersebut sebagian besar berada di Kabupaten Luwu dan Mamuju. Pada tahun 2003, produksi hutan baik berupa kayu maupun non kayu mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Kondisi ini terjadi karena berkurangnya stok kayu akibat lambatnya kegiatan penanaman kembali dan lambatnya pertumbuhan tanaman. Dikhawatirkan produksi kayu maupun non kayu akan terus menurun dan perambahan areal hutan akan meningkat khususnya di daerah bekas tebangan kayu yang umumnya berupa semak belukar.

24 93 Kegiatan perikanan di Sulawesi Selatan didominasi oleh kegiatan perikanan tangkap (laut) dan budidaya pada tambak-tambak di sepanjang pesisir pantai. Sementara kegiatan perikanan air tawar terutama dilakukan penduduk di sekitar danau Tempe, Kabupaten Wajo. Kegiatan perikanan tangkap menghasilkan jenisjenis ikan kerapu, cakalang dan sejenisnya, sedangkan perikanan tambak menghasilkan udang dan ikan bandeng. Produksi perikanan tahun 2003 mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Namun kegiatan perikanan tersebut memberikan tekanan terhadap kelestarian lingkungan karena cara penangkapan yang dilakukan sebagian tidak bersahabat dengan lingkungan, sementara kegiatan budidaya menimbulkan pencemaran yang berasal dari pupuk dan pestisida, serta sisa pakan yang membusuk. Di samping itu tambak-tambak yang dibuka petani umumnya adalah lahan-lahan mangrove di sepanjang pantai, sehingga makin memperparah kerusakan hutan mangrove di sepanjang pantai Sulawesi Selatan. Peternakan sebagai lingkungan buatan meliputi berbagai jenis ternak, baik ternak besar maupun ternak unggas. Pada tahun 2003, jenis ternak besar yang paling banyak dipelihara adalah sapi, disusul kambing, babi, kerbau, kuda dan domba. Jumlah peliharaan ternak besar mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya kecuali ternak babi dan kerbau yang mengalami sedikit penuruan. Dari segi lingkungan, kegiatan peternakan hampir tidak mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan. Limbah atau kotoran ternak umumnya digunakan petani untuk pelengkap atau pengganti pupuk buatan. Pertambangan di Sulawesi Selatan di dominasi oleh kegiatan pertambangan galian C yang menghasilkan pasir, kerikil dan batu kali. Di samping itu juga terdapat kegiatan tambang oleh perusahaan besar yaitu pertambangan nikel oleh PT. Inco di Kabupaten Luwu Utara dan Luwu Timur, serta penambangan batu kapur dan tanah liat oleh PT. Semen Tonasa di Kabupaten Pangkep dan PT. Bosowa di kabupaten Maros. Selain itu masih terdapat beberapa perusahan tambang yang memproduksi marmer. Dampak lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan penambangan adalah berubahnya bentang alam, hilangnya vegetasi dan flora yang ada di atasnya serta berubahnya alur sungai dan dasar sungai.

25 94 Perindustrian di Sulawesi Selatan dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu: industri kimia, agro dan hasil hutan, dan industri logam, mesin dan aneka. Pada tahun 2003, industri kimia, agro dan hasil hutan tercatat sebanyak 45,382 buah dan menyerap sebanyak orang tenaga kerja. Sedangkan industri logam, mesin dan aneka tercatat sebanyak buah dengan melibatkan orang tenaga kerja. Secara individual masing-masing industri tidak memberikan dampak lingkungan yang signifikan, tetapi secara bersama-sama kegiatan industri tersebut telah menimbulkan pencemaran, baik pencemaran perairan maupun udara Penurunan Kualitas Lingkungan Kondisi sumberdaya alam dan lingkungan buatan yang digambarkan diatas merupakan hasil dan dampak pembangunan yang telah dilakukan selama ini. Disadari bahwa kegiatan pembangunan tidak hanya menghasilkan manfaat, tetapi juga membawa risiko. Oleh karena itu dalam upaya untuk menghasilkan manfaat yang optimal, maka penurunan kualitas lingkungan yang telah terjadi perlu dikelola dengan baik. Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa pembangunan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat tidak bebas dari adanya bahan sisa atau limbah, baik berupa gas, cair maupun padat. Apabila limbah tersebut tidak dikelola dengan baik dan melampaui ambang batas mutu serta masuk ke lingkungan, maka akan menimbulkan tekanan terhadap daya dukung lingkungan. Berdasarkan kegiatan sektor perekonomian di Sulawesi Selatan, maka sumber limbah dapat berasal dari kegiatan pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan dan energi, industri, perhubungan, perumahan, kesehatan dan perdagangan. Menurut Bapedalda Provinsi Sulawesi Selatan (2004), yang menjadi sumber utama pencemaran di Sulawesi Selatan adalah sektor transportasi, pemukiman, industri dan pertambangan. Berikut ini akan diuraikan secara singkat risiko penurunan kualitas lingkungan sebagai dampak negatif dari berbagai aktivitas pembangunan ekonomi yang terjadi di Sulawesi Selatan pada tahun 2003.

26 Pencemaran Udara Pencemaran udara dari aktivitas manusia di Sulawesi Selatan bersumber dari sumber bergerak dan sumber tidak bergerak. Pencemaran udara dari sumber bergerak terutama adalah dari kendaraan bermotor yang dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 2003, jumlah kendaraan bermotor tercatat sebanyak unit dari berbagai jenis mobil dan sepeda motor. Jumlah tersebut meningkat 13,12% dibanding tahun sebelumnya. Jumlah kendaraan terbanyak terdapat di kota Makassar yaitu sebanyak 350 ribu unit (51%) dan selebihnya tersebar di 23 daerah kabupaten/kota. Pada tahun 2002, beban pencemaran dari kegiatan transportasi karena konsumsi bahan bakar minyak masing-masing sebesar 85,1 ribu ton Karbon Monoksida (CO), 4,7 ribu ton Nitrogen Oksida (NO2), 4,7 ribu ton Sulfor Dioksida (SO2), 3,5 ribu ton Hidro Karbon (HC) dan 396 ton debu. Beban pencemaran dari kegiatan transportasi ini diperkirakan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya selaras dengan peningkatan jumlah kendaraan bermotor di Sulawesi selatan (Bapedalda Provinsi Sulawesi Selatan, 2003 dan 2004) Sementara pencemaran dari sumber tidak bergerak terutama adalah dari konsumsi BBM oleh rumah tangga, pembakaran limbah padat oleh masyarakat, kebakaran hutan dan kegiatan industri. Pada tahun 2003, konsumsi BBM (minyak tanah) oleh rumah tangga mencapai kilo liter dan Elpiji MTM. Sedangkan pembakaran limbah padat tidak ada data volumenya, tetapi dapat diperhitungkan limbah atau sisa pembakarannya. Pencemaran udara dari kegiatan industri dapat berupa partikel-partikel yang menyebar ke udara maupun unsur-unsur dari limbah pembakaran BBM. Unsur pencemar terbesar yang bersumber dari industri adalah debu yaitu sebesar ton (59,88%) dari total beban pencemar industri pengolahan. Sumber pencemar partikel terbesar adalah industri semen (32,02%), disusul industri penggilingan biji-bijian dan industri gula (31,49%), industri logam besi dan baja (19,80%), serta industri marmer (8,59%).

27 96 Pencemaran lain yang dihasilkan industri adalah karena pembakaran BBM. Pada tahun 2003 sektor industri telah mengkonsumsi BBM sebanyak 444,08 juta liter Premium, 599,38 juta liter Solar, 81,48 juta Avtur, 12,76 Pelumas, 52,35 juta liter LPG dan 327,41 juta liter minyak tanah. Di samping itu pencemaran karena konsumsi BBM juga terjadi pada pembangkit tenaga listrik yang telah mengkonsumsi sebanyak 530,38 juta liter Solar dan 13,25 juta liter minyak Diesel. Beban pencemaran udara oleh rumah tangga dan industri tersebut dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Pencemaran udara yang dihasilkan oleh rumah tangga dan industri dari pembakaran BBM dan limbah padat di Sulawesi Selatan Tahun 2003 Rumah Tangga Industri Listrik Parameter BBM L padat BBM BBM (ribu ton) Karbon Monoksida (CO) 29,90 59,48 0,54 0,30 Nitrogen Oksida (NO) 122,75 21,24 0,82 6,03 Sulfur Oksida (SO2) 7,04 4,25 2,04 9,08 Hidro Karbon (HC) 11,71 0,71 0,36 0,06 Debu 29,47 11,33 5,43 0,48 Sumber: Bapedalda Provinsi Sulawesi Selatan, Hasil analisis kualitas udara dari pemantauan yang dilakukan di lingkungan industri seperti industri semen di Kabupaten Pangkep, industri pertambangan nikel di Soroako Kabupaten Luwu Utara, Kawasan Industri Makassar (KIMA) dan pada beberapa titik lainnya di Kota Makassar tahun 2003 menunjukkan ada beberapa parameter (unsur) pencemar udara yang melampaui baku mutu kualitas lingkungan udara (Bapedalda Provinsi Sulawesi Selatan, 2004). Di lingkungan industri semen dan nikel, parameter debu sedikit melampaui baku mutu udara ambien. Sementara itu, kualitas udara ambien di Kota Makassar menunjukkan bahwa parameter Pb, H2S, dan debu yang terpantau di beberapa lokasi termasuk di Kawasan industri, baik pagi, sore maupun malam hari telah melampaui baku mutu udara ambien.

28 Pencemaran Air Pada tahun 2003, volume limbah cair yang bersumber dari kegiatan agro industri dan rumah tangga pada berbagai kota dan kabupaten di Sulawesi Selatan tercatat sebesar 245,99 juta m³. Limbah tersebut berasal dari kotoran hewan/ternak, sisa-sisa makanan ternak yang membusuk dan bercampur air, limbah cair maupun tinja yang dihasilkan oleh 1,83 juta rumah tangga, pemakaian pupuk dan pestisida, dan eksploitasi tambang golongan C. Bahan pencemaran air tersebut akan memberikan tekanan terhadap lingkungan dalam berbagai bentuk seperti sedimentasi di sungai dan danau, berkurangnya debit air, tercemarnya air oleh mikro organisme/pupuk/pestisida/ limbah industri pengolahan sehingga menimbulkan berbagai dampak negatif. Secara ekologis, dampak pencemaran air ini akan dirasakan terutama oleh masyarakat yang berada di bagian bawah (hilir) suatu ekosistem DAS. Berbagai limbah cair tersebut memberikan beban pencemaran air dengan parameter pencemar seperti tercantum pada Tabel 13. Tabel 13. Beban pencemaran air di Sulawesi Selatan Parameter Pencemar Jumlah (ribu ton) Kebutuhan Oksigen Biologis (BOD) 342,82 Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD) 199,85 Zat Padat Tersuspensi (TSS) 1.946,16 Zat Padat Terlarut (TDS) 290,46 Nitrogen (N) 106,42 Fosfor (P) 3,18 Sumber: Bapedalda Provinsi Sulawesi Selatan, Hasil pemantauan dan analisis kualitas air pada beberapa lokasi ekosistem Sungai Tallo dan Sungai Jeneberang Kabupaten Gowa dan Kota Makassar pada tahun 2003 menunjukkan bahwa nilai parameter pencemarnya masih dibawah ambang batas baku mutu golongan C. Kualitas air tersebut mengalami penurunan dibandingkan kondisi tahun 2001 yang nilai parameter pencemarnya masih dibawah ambang batas baku mutu golongan B. Hal ini terjadi karena masih banyaknya industri (>55%) yang membuang limbahnya tidak memenuhi persyaratan baku mutu

29 98 limbah cair. Jika kondisi ini terus berlanjut maka kualitas air sungai akan terus menurun dan akan menimbulkan berbagai dampak negatif seperti menurunnya produksi tambak dan perikanan dan timbulnya penyakit Pencemaran Limbah Padat Limbah padat sebagai pencemar di Sulawesi Selatan berasal dari berbagai sumber yaitu: pertanian, kehutanan, peternakan, industri pengolahan, perdagangan, rumah sakit dan rumah tangga. Penghasil limbah padat terbesar adalah Kota Makassar yaitu sebanyak 176,96 juta ton sampah disusul Kabupaten Bone, dan Gowa masing-masing 94,70 juta ton dan 80,43 juta ton sampah. Sumber utama sampah Kota Makassar adalah pemukiman yaitu sebesar 48,31%, disusul pasar, dan fasilitas umum masing-masing 16,68% dan 10,60%. Sampah Kota Makassar tersebut dari berbagai jenis dan yang paling dominan adalah sampah organik dengan volume mencapai 85,47%, disusul sampah plastik 6,0% dan kertas/karton 4,5%. Di Kota Makassar, tidak semua sampah yang dihasilkan dapat tertangani dengan baik karena terbatasnya kemampuan petugas dan sarana penanggulangan sampah. Sampah yang tertangani hanya sekitar 68 %, sehingga masih menyisakan sampah di lapangan dan dibiarkan di tempat-tempat penampungan sementara atau ditanggulangi sendiri oleh masyarakat. Kondisi tersebut memberikan tekanan terhadap lingkungan, sehingga lambat laun kualitas lingkungan udara, air dan tanah menjadi menurun Perkembangan Perkebunan Kakao di Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan menjadi sentra utama produksi kakao Indonesia, meskipun masyarakatnya belum lama mengenal komoditas kakao. Perkebunan kakao mulai berkembang di daerah ini pada awal tahun 1970-an dan pada saat itu pamornya masih jauh dibawah cengkeh yang telah banyak menghasilkan orang kaya baru di pedalaman. Namun memasuki tahun 1980-an, tanaman kakao berhasil menggeser posisi cengkeh yang harganya terus merosot. Petani cengkeh banyak yang mengganti kebun cengkehnya dengan kakao.

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. LKPJ Gubernur Sulawesi Selatan Tahun

BAB I PENDAHULUAN. LKPJ Gubernur Sulawesi Selatan Tahun BAB I PENDAHULUAN LKPJ Tahun 2011 ini merupakan LKPJ tahun keempat dari pelaksanaan RPJMD Sulawesi Selatan tahun 2008-2013. Berangkat dari keinginan Pemerintah agar Sulawesi Selatan sebagai Provinsi sepuluh

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN Oleh Yudo Asmoro, 0606071922 Abstrak Tujuan dari tulisan ini adalah untuk melihat pengaruh fisik dan sosial dalam mempengaruhi suatu daerah aliran sungai.

Lebih terperinci

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BOX UMKM : PERKEMBANGAN PEMBIAYAAN KOMODITAS 'GERBANG EMAS' OLEH PERBANKAN SULAWESI SELATAN

BOX UMKM : PERKEMBANGAN PEMBIAYAAN KOMODITAS 'GERBANG EMAS' OLEH PERBANKAN SULAWESI SELATAN BOX UMKM : PERKEMBANGAN PEMBIAYAAN KOMODITAS 'GERBANG EMAS' OLEH PERBANKAN SULAWESI SELATAN PENDAHULUAN Dalam mendorong ekonomi kerakyatan, Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan mengembangkan Gerakan Pembangunan

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12 BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis sebagai negara kesatuan

Lebih terperinci

Tabel 8. Luas wilayah Sulawesi Selatan di tiap kabupaten berdasarkan peta dasarnya IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 8. Luas wilayah Sulawesi Selatan di tiap kabupaten berdasarkan peta dasarnya IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan merupakan daerah bagian paling selatan dari pulau Sulawesi yang terhampar luas di sepanjang koordinat 0 o 12 8 o Lintang

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 71 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Ketimpangan dan Tingkat Perkembangan Wilayah Adanya ketimpangan (disparitas) pembangunan antarwilayah di Indonesia salah satunya ditandai dengan adanya wilayah-wilayah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO 4.1. Keadaan Geografis Kabupaten Karo terletak diantara 02o50 s/d 03o19 LU dan 97o55 s/d 98 o 38 BT. Dengan luas wilayah 2.127,25 Km2 atau 212.725 Ha terletak pada ketinggian

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan Daftar Tabel Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan halaman Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan... I - 1 Tabel SD-2. Luas Kawasan Hutan Menurut

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI SELATAN

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI SELATAN Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis 2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik A. Kondsi Geografis Kabupaten Bolaang Mongondow adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Utara. Ibukota Kabupaten Bolaang Mongondow adalah Lolak,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim Provinsi Banten secara geografis terletak pada batas astronomis 105 o 1 11-106 o 7 12 BT dan 5 o 7 50-7 o 1 1 LS, mempunyai posisi strategis pada lintas

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Geografis Kabupaten Bone merupakan salah satu kabupaten di pesisir timur Propinsi Sulawesi Selatan yang berjarak sekitar 174 km dari Kota Makassar. Mempunyai garis

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM. Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Provinsi Lampung. Oleh karena itu,

BAB IV. GAMBARAN UMUM. Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Provinsi Lampung. Oleh karena itu, BAB IV. GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Kota Bandar Lampung 1. Profil Wilayah Kota Bandar Lampung Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Provinsi Lampung. Oleh karena itu, selain merupakan pusat kegiatan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 51 BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis Kota Bogor 4.1.1 Letak dan Batas Wilayah Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43 30 BT dan 30 30 LS 6 derajat 41 00 LS serta mempunyai ketinggian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan. Aliran permukaan sendiri memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas air yang dimilikinya selain

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN

POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN DINAS PERKEBUNAN Jalan Perkebunan No. 7 Makassar Tujuan Penyelenggaraan Perkebunan 1. Meningkatkan

Lebih terperinci

Daftar Tabel. Kualitas Air Rawa... I 28 Tabel SD-15. Kualitas Air Sumur... I 29

Daftar Tabel. Kualitas Air Rawa... I 28 Tabel SD-15. Kualitas Air Sumur... I 29 Daftar Tabel Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan... I - 1 Tabel SD-2. Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG Geografis dan Administrasi Kabupaten Sintang mempunyai luas 21.635 Km 2 dan di bagi menjadi 14 kecamatan, cakupan wilayah administrasi Kabupaten Sintang disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian, kehutanan, perikanan,

Lebih terperinci

1. Perkembangan Umum dan Arah Perencanaan

1. Perkembangan Umum dan Arah Perencanaan Ringkasan Eksekutif Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012 Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur 1. Perkembangan Umum dan Arah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Geografis Kabupaten Indragiri Hulu. yang meliputi wilayah Rengat dan Tembilahan di sebelah Hilir.

BAB III GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Geografis Kabupaten Indragiri Hulu. yang meliputi wilayah Rengat dan Tembilahan di sebelah Hilir. 37 BAB III GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis Kabupaten Indragiri Hulu 1. Wilayah Pembentukan Kabupaten Indragiri Hulu pada awainya ditetapkan dengan UU No. 12 Tahun 1956 tentang pembentukan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Pada awalnya Kabupaten Tulang Bawang mempunyai luas daratan kurang lebih mendekati 22% dari luas Propinsi Lampung, dengan pusat pemerintahannya di Kota Menggala yang telah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PERUNTUKAN AIR DAN PENGELOLAAN KUALITAS AIR SUNGAI PEMALI DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

Tinjauan Ekonomi. Keuangan Daerah

Tinjauan Ekonomi. Keuangan Daerah KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN Tinjauan Ekonomi & Keuangan Daerah Provinsi SULAWESI Selatan Peta Sulawesi Selatan 2 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang lautannya lebih luas daripada daratan. Luas lautan Indonesia 2/3 dari luas Indonesia. Daratan Indonesia subur dengan didukung

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM LOKASI

4 GAMBARAN UMUM LOKASI 21 4 GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Keadaan Geografis Kabupaten Bulukumba merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan yang terletak terletak di bagian selatan dengan jarak kurang lebih 153 kilometer dari

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SOPPENG

BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SOPPENG BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SOPPENG 2.1. Batas Administratif Kabupaten Soppeng merupakan salah satu bagian dari Provinsi Sulawesi Selatan yang secara administratif dibagi menjadi 8 kecamatan, 21 kelurahan,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk dan masuknya migrasi penduduk di suatu daerah, maka akan semakin banyak jumlah lahan yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan sandang, papan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis 3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Penelitian dilakukan di dua kabupaten di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Fokus area penelitian adalah ekosistem transisi meliputi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto WALIKOTA BOGOR KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan perlu didukung data dan informasi lingkungan hidup yang akurat, lengkap dan berkesinambungan. Informasi

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang

BAB I PENDAHULUAN. Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang berpotensi untuk dikembangkan dan didayagunakan bagi pemenuhan berbagai kepentingan. Danau secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU

DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU Oleh NUR ANITA SETYAWATI, 0706265705 Gambaran Umum DAS SIAK Sungai Siak adalah sungai yang paling dalam di Indonesia, yaitu dengan kedalaman sekitar 20-30 meter. Dengan Panjang

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 63/11/73/Th. VIII, 5 November 2014 EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 6,06 PERSEN Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan III tahun 2014 yang diukur

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan pesisir Teluk Bone yang terajut oleh 15 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara dan membentang sepanjang kurang lebih 1.128 km garis pantai

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Administrasi Kabupaten Bangka Tengah secara administratif terdiri atas Kecamatan Koba, Kecamatan Lubuk Besar, Kecamatan Namang, Kecamatan Pangkalan Baru, Kecamatan

Lebih terperinci

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON No. Potensi Data Tahun 2009 Data Tahun 2010*) 1. Luas lahan pertanian (Ha) 327 327

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Bab GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci