SISTEM REKOMENDASI PEMILIHAN KARYAWAN TERBAIK MEMBANDINGKAN METODE SAW DAN AHP (Studi Kasus : BANGKESBANGPOL JABAR)

Transkripsi

1 SISTEM REKOMENDASI PEMILIHAN KARYAWAN TERBAIK MEMBANDINGKAN METODE SAW DAN AHP (Studi Kasus : BANGKESBANGPOL JABAR) Uung Ungkawa [1], Youllia Indrawaty [2], Gilang Muhamad Ramadhan [3] Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Itenas Bandung 1) uungungkawa@gmail.com, 2) youllia@itenas.ac.id, 3) gilangmr22@gmail.com ABSTRACT Performance appraisal is a system that used to assess and determine whether an employee has been carrying out their work as a whole. Judging of employees is important because it can measure their capabilities, advantages, disadvantages, and potential. In addition to the employee, the employee appraisal is important to set goals, track, plan and career development. Valuing employees is not easy as it involves many factors to be considered and analyzed properly, carefully, but quickly. During this time the employee appraisal done manually without going through a systematic analysis, so frequent errors was found in judgment. Decision Support System (DSS) is one way to address these problems. Systems using the Simple Additive Weighting (SAW) were compared using Analytic Hierarchy Process (AHP) to assist the decision makers. The basic concept of SAW method is to find the sum of the weighted performance rating for each alternative on all attributes. While the method of AHP is a functional hierarchy of human perception with its main input. A complex situation is not structured to put in some components in a hierarchical arrangement. The end result of DSS by comparing methods of SAW and AHP will show the highest priority value of some employees. The results of testing application decision support system shows the same results on both calculation methods due to have the same characteristics. Keywords Decision Support System (DSS), AHP, SAW, Employee Assessment 1. Pendahuluan Penilaian Kinerja adalah sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya masing-masing secara keseluruhan. Pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan bukan hanya dilihat atau dinilai hasil fisiknya tetapi meliputi berbagai hal, seperti kemampuan kerja, disiplin, hubungan kerja, prakarsa, kepemimpinan dan hal-hal khusus sesuai dengan bidang dan level pekerjaan yang dijabatinya [1]. Sistem Pendukung Keputusan (SPK) merupakan sebuah sistem yang mampu memberikan kemampuan pemecahan masalah maupun kemampuan pengkomunikasian untuk masalah dengan kondisi semi terstruktur dan tak terstruktur [2]. Ada beberapa model yang dapat digunakan untuk membangun sebuah SPK diantaranya adalah Simple Additive weighting (SAW) dan Analytical Hierarchy Process (AHP). Metode SAW sering juga dikenal dengan istilah metode penjumlahan terbobot. Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap alternatif dari semua atribut metode saw membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan (x) ke suatu skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada. Sedangkan, metode AHP adalah metode untuk memecahkan suatu situasi yang komplek tidak terstruktur ke dalam beberapa komponen dalam susunan yang hirarki dengan memberi nilai subjektif tentang pentingnya setiap variabel secara relatif dan menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi guna mempengaruhi hasil pada situasi tersebut [2]. Berdasarkan hal ini, maka metode SAW dan AHP dapat digunakan dalam penelitian yaitu untuk menentukan karyawan terbaik dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan oleh pihak BANGKESBANGPOL Jawa Barat tersebut. Karyawan terbaik ditentukan sepenuhnya oleh pihak BANGKESBANGPOL Jawa Barat. Namun Sistem Pendukung Keputusan ini akan memberikan masukan sehingga akan memudahkan dan membantu pihak BANGKESBANGPOL Jawa Barat dalam mengambil suatu keputusan. 2. Tujuan Tujuan dari penelitian adalah membuat sistem rekomendasi pemilihan karyawan terbaik dengan kriteria yang telah dibuat dengan menggunakan metode Simple Additive Weighting (SAW) dan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) serta membandingan hasil dari kedua metode tersebut. 42

2 Seminar Nasional Teknologi Informasi 2016 B7 3. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah implementasi metode Simple Additive Weighting (SAW) dan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dalam pembangunan sistem rekomendasi pemilihan karyawan terbaik (studi kasus di Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (BANGKESPOL) Jawa Barat). 2. Bagaimanakah membandingkan implementasi metode Simple Additive Weighting (SAW) dan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) sebagai sistem pendukung rekomendasi karyawan terbaik. 4. Batasan Masalah 1. Menentukan alternatif, yaitu Ai. 2. Menentukan kriteria yang akan dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan, yaitu Cj 3. Memberikan nilai rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria. 4. Menentukan bobot preferensi atau tingkat kepentingan (W) setiap kriteria. W = [ W1,W2,W3,,WJ] (2.1) 5. Membuat tabel rating kecocokan dari setiap alternatif pada setiap kriteria. 6. Membuat matrik keputusan (X) yang dibentuk dari tabel rating kecocokan dari setiap alternatif pada setiap kriteria. Nilai X setiap alternatif (Ai) pada setiap kriteria (Cj) yang sudah ditentukan, dimana, i=1,2, m dan j=1,2, n. 1. Kriteria yang digunakan sebagai dasar penilaian ditentukan oleh BANGKESBANGPOL Jawa Barat. 2. Bahasa Pemrograman yang digunakan dalam aplikasi yaitu PHP. 5. Sistem Pendukung Keputusan (SPK) Konsep Sistem Pendukung Keputusan pertama kali diungkapkan pada tahun 1970-an oleh Michael S.Cott Morton dengan istilah Management Decision System. Sistem tersebut adalah sistem berbasis komputer yang ditujukan untuk membantu pengambilan keputusan dalam memanfaatkan data dan model tertentu untuk memecahkan berbagai persoalan yang tidak terstuktur. Pada dasarnya sistem pendukung keputusan adalah sistem yang tidak bisa dipisahkan dari teknologi komputer hampir mustahil ketika sistem pendukung keputusan tidak melibatkan teknologi didalam proses pengambil keputusannya yaitu komputer, secara umum sistem pendukung keputusan berfungsi untuk membantu dalam pengambilan keputusan secara efektif dimana nantinya permasalahan yang dihadapi dapat dengan cepat mendapat solusinya [3]. 7. Melakukan normalisasi matrik keputusan dengan cara menghitung nilai rating kinerja ternomalisasi (rij) dari alternatif Aipada kriteria Cj. Keterangan : a. Kriteria keuntungan apabila nilai memberikan keuntungan bagi pengambil keputusan, sebaliknya kriteria biaya apabila menimbulkan biaya bagi pengambil keputusan. b. Apabila berupa kriteria keuntungan maka nilai dibagi dengan nilai dari setiap kolom, sedangkan untuk kriteria biaya, nilai dari setiap kolom dibagi dengan nilai 8. Hasil dari nilai rating kinerja ternomalisasi (rij) membentuk matrik ternormalisasi (R) 6. Metode Simple Additive Weighting (SAW) Definisi metode Simple Additive Weighting (SAW) sering juga dikenal istilah metode penjumlahan terbobot. Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap alternatif pada semua atribut (Pahlevy. 2010). Metode Simple Additive Weighting (SAW) membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan X ke suatu skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada [4]. 6.1 Langkah langkah metode SAW Adapun langkah penyelesaian dalam menggunakannya adalah: 9. Hasil akhir nilai preferensi (Vi) diperoleh dari penjumlahan dari perkalian elemen baris matrik ternormalisasi (R) dengan bobot preferensi (W) yang bersesuaian eleman kolom matrik (W) Hasil perhitungan nilai Vi yang lebih besar mengindikasikan bahwa alternatif Ai merupakan alternatif terbaik [5]. 43

3 7. Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem, dimana pengambil keputusan berusaha memahami suatu kondisi sistem dan membantu melakukan prediksi dalam mengambil keputusan. Model Analytical Hierarchy Process (AHP) memakai persepsi manusia yang dianggap ekspert sebagai input utamanya. Kriteria ekspert disini bukan berarti bahwa orang tersebut haruslah jenius, pintar, bergelar doktor dan sebagainya tetapi lebih mengacu pada orang yang mengerti benar permasalahan yang dilakukan, merasakan akibat suatu masalah atau punya kepentingan terhadap masalah tersebut. Pengukuran halhal kualitatif merupakan hal yang sangat penting mengingat makin kompleksnya permasalahan di dunia dan tingkat ketidakpastian yang makin tinggi [6]. 7.1 Langkah langkah metode AHP Secara umum langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menggunakan AHP untuk pemecahan suatu masalah adalah sebagai berikut: 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan, lalu menyusun hierarki dari permasalahan yang dihadapi. 2. Menentukan prioritas elemen a. Langkah pertama dalam menentukan prioritas elemen adalah membuat perbandingan pasangan, yaitu membandingkan elemen secara berpasangan sesuai kriteria yang diberikan. b. Matriks perbandingan berpasangan diisi menggunakan bilangan untuk merepresentasikan kepentingan relatif dari suatu elemen terhadap elemen yang lainnya. 3. Sintesis Pertimbangan-pertimbangan terhadap perbandingan berpasangan disintesis untuk memperoleh keseluruhan prioritas. Hal-hal yang dilakukan dalam langkah ini adalah : a. Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap kolom pada matriks b. Membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks. c. Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapatkan nilai rata -rata. 4. Mengukur Konsistensi Dalam pembuatan keputusan, penting untuk mengetahui seberapa baik konsistensi yang ada karena kita tidak menginginkan keputusan berdasarkan pertimbangan dengan konsistensi yang rendah. Salah satu utama model AHP yang membedakannya dengan model-model pengambilan keputusan yang lainnya adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Pengumpulan pendapat antara satu faktor dengan yang lain adalah bebas satu sama lain, dan hal ini dapat mengarah pada ketidakkonsistenan jawaban yang diberikan responden. Namun, terlalu banyak ketidakkonsistenan juga tidak diinginkan. Pengulangan wawancara pada sejumlah responden yang sama kadang diperlukan apabila derajat tidak konsistensinya besar. 5. Hitung Consistency Index (CI) Hitung Rasio Konsistensi/Consistency Ratio (CR) [7]. 8. Implementasi 8.1 Penentuan kriteria Penentuan kriteria yang diperlukan dan penilaian bobot serta pointnya telah ditentukan oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Jawa Barat sebagai berikut : a. Metode Simple Additive Weighting (SAW) Hadir terlambat tanpa ijin (C1) : 7,5 % Pulang lebih cepat tanpa ijin (C2) : 7,5 % Tidak masuk kerja tanpa ijin (C3) : 10 % Tidak melaksanakan tugas / perintah kedinasan (C4) : 15 % Dikenai hukuman disiplin sesuai PP no.53 tahun 2010 (C5) : 20% Pelaksanaan tugas pokok (C6) : 30 % Pelaksanaan tugas tambahan (C7) : 5 % Ketepatan waktu penyampaian laporan harian (C8) : 5 % b. Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Pada metode AHP, antar kriteria ditentukan tingkat kepentingan menggunakan skala satty pada tabel 2. Berdasarkan analisis preferensi dari BANGKESBANGPOL Jawa Barat, dapat ditentukan tingkat kepentingan tiap kriteria sebagai berikut : Kriteria hadir terlambat tanpa ijin (C1) tingkat kepentingannya sama penting dengan kriteria pulang lebih cepat tanpa ijin (C2) dengan nilai 1 dan dibawah sedikit lebih penting dari kriteria pelaksanaan tugas tambahan (C7) dan ketepatan waktu penyampaian laporan harian (C8) dengan nilai 2. Kriteria tidak masuk kerja tanpa ijin (C3) tingkat kepentingannya dibawah sedikit lebih penting dari hadir terlambat tanpa ijin (C1) dan pulang lebih cepat tanpa ijin (C2) dengan nilai 2 serta agak lebih penting dari kriteria pelaksanaan tugas tambahan (C7) dan ketepatan waktu penyampaian laporan harian (C8) dengan nilai 3. Kriteria tidak melaksanakan tugas/ perintah kedinasan dari atasan tanpa alasan (C4) tingkat kepentingannya sedikit lebih penting dari kriteria 44

4 Seminar Nasional Teknologi Informasi 2016 B7 hadir terlambat tanpa ijin (C1) dan pulang lebih cepat tanpa ijin (C2) dengan nilai 3, dibawah sedikit lebih penting dengan kriteria tidak masuk kerja tanpa ijin (C3) dengan nilai 2, lebih penting dengan kriteria pelaksaan tugas tambahan (C7) dan kriteria ketepatan waktu penyampaian laporan harian (C8) dengan nilai 5. Kriteria dikenai hukuman disiplin sesuai PP NO. 33 tahun 2010 (C5) tingkat kepentingannya lebih penting dari kriteria hadir terlambat tanpa ijin (C1) dan kriteria pulang lebih cepat tanpa ijin (C2) dengan nilai 5, dibawah lebih penting dengan kriteria tidak masuk kerja tanpa ijin (C3) dengan nilai 4, sedikit lebih penting dari kriteria tidak melaksanakan tugas kedinasan tanpa alasan (C4) dengan nilai 3, serta sangat penting dari kriteria pelaksaan tugas tambahan (C7) dan kriteria ketepatan waktu penyampaian laporan harian (C8) dengan nilai 7. Kriteria pelaksanan tugas pokok (C6) tingkat kepentingannya sangat penting dari kriteria hadir terlambat tanpa ijin (C1) dan kriteria pulang lebih cepat tanpa ijin (C2) dengan nilai 7, dibawah sangat penting dari kriteria tidak masuk kerja tanpa ijin (C3) dengan nilai 6, lebih penting dari kriteria tidak melaksanakan tugas kedinasan tanpa alasan (C4) dengan nilai 5, sedikit lebih penting dari kriteria dikenai hukuman disiplin sesuai pp no. 33 tahun 2010 (C5) dengan nilai 3 serta mutlak penting dari kriteria pelaksaan tugas tambahan (C7) dan kriteria ketepatan waktu penyampaian laporan harian (C8) dengan nilai 9. Kriteria pelaksaan tugas tambahan (C7) tingkat kepentingannya sama penting dengan kriteria ketepatan waktu penyampaian laporan harian (C8) dengan nilai 1. Kedua metode memiliki point penilaian yang sama sesuai dengan penilaian dari BANGKESBANGPOL Jabar. Berikut ponit penilaian tiap kriteria : Tabel 1 Ponit penilaian tiap kriteria 8.2 Perhitungan metode Simple Additive Weighting (SAW) Berikut akan dijelaskan secara rinci bagaimana metode SAW mengakomodasi secara matematis antara kriteria yang ada dengan alternatif yang ada. Misalkan alternatifnya (calon karyawan terbaik) ada lima orang yaitu Bin Sunardi, Widya, Inna, Jajat dan Juro. Kelima calon karyawan terbaik merupakan staff dalam satu + bidang yaitu Bidang Wawasan Kebangsaan dan Ideologi dengan Kepala Bagian yang sama. Adapun penilaian berdasarkan kriteria yang ada. Setiap calon karyawan terbaik akan diberikan penilaian oleh Kepala Bagian. Misalkan, untuk Bin Sunardi mendapatkan masukan penilaian berupa 7,5 untuk kriteria hadir terlambat tanpa ijin (C1), 7,5 untuk kriteria pulang lebih cepat tanpa ijin (C2), 10 untuk tidak masuk kerja tanpa ijin (C3), 15 untuk kriteria tidak melaksanakan tugas / perintah kedinasan (C4), 20 untuk kriteria dikenai hukuman disiplin sesuai PP no.53 tahun 2010 (C5), 30 untuk kriteria pelaksanaan tugas pokok (C6), 5 untuk kriteria pelaksanaan tugas tambahan (C7) dan 5 untuk kriteria ketepatan waktu penyampaian laporan harian (C8). Tabel 2 Nilai masukkan karyawan studi kasus BANGKESBANGPOL Jabar Kriteria yang digunakan termasuk kriteria benefit sehingga normalisasi nilai menggunakan rumus 1. untuk kriteria benefit. Dari kolom C1 nilai maksimalnya adalah 7,5, maka tiap baris dari kolom C1 dibagi oleh nilai maksimal kolom C1. R1= 7,5/7,5 =1 R2= 7,5/7,5 = 1 R3= 7,5/7,5 = 1 R4= 7,5/7,5 = 1 R5= 5,5/7,5 = 0,73 Dari kolom C2 nilai maksimalnya adalah 7,5, maka tiap baris dari kolom C2 dibagi oleh nilai maksimal kolom C2. R1= 7,5/7,5 =1 R2= 7,5/7,5 = 1 R3= 7,5/7,5 = 1 R4= 7,5/7,5 = 1 R5= 5,5/7,5 = 0,73 Dari kolom C3 nilai maksimalnya adalah 10, maka tiap baris dari kolom C3 dibagi oleh nilai maksimal kolom C3. R1= 10/10 =1 R2= 10/10 = 1 R3= 10/10 = 1 R4= 2,5/10 = 0,25 R5= 10/10 = 1 Dari kolom C4 nilai maksimalnya adalah 5, maka tiap baris dari kolom C4 dibagi oleh nilai maksimal kolom C4. R1= 15/15 =1 R2= 15/15 = 1 R3= 15/15 = 1 R4= 5/15 = 0,33 R5= 15/15 = 1 45

5 Dari kolom C5 nilai maksimalnya adalah 5, maka tiap baris dari kolom C5 dibagi oleh nilai maksimal kolom C5. R1= 20/20 =1 R2= 20/20 = 1 R3= 20/20 = 1 R4= 20/20 = 1 R5= 20/20 = 1 Dari kolom C6 nilai maksimalnya adalah 30, maka tiap baris dari kolom C6 dibagi oleh nilai maksimal kolom C6. R1= 20/20 =1 R2= 20/20 = 1 R3= 20/20 = 1 R4= 20/20 = 1 R5= 20/20 = 1 Dari kolom C7 nilai maksimalnya adalah 5, maka tiap baris dari kolom C7 menjadi penyebut dari nilai kolom C7. R1= 5/5 =1 R2= 0/5 = 0 R3= 5/5 = 1- R4= 0/5 = 0 R5= 3/5 = 0,6 Dari kolom C8 nilai maksimalnya adalah 5, maka tiap baris dari kolom C7 menjadi penyebut dari nilai kolom C7. R1= 5/5 =1 R2= 5/5 = 1 R3= 5/5 = 1 R4= 0/5 = 0 R5= 3/5 = 0,6 Hasil perhitungan dimasukkan kedalam tabel dibawah. Tabel 3 Faktor ternormalisasi Tabel 4 Penentu rangking 8.3 Perhitungan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Langkah awal metode AHP yaitu membuat struktur hirarki permasalahan dari studi kasus. Gambar 1 Struktur hirarki Selanjutnya, membuat matrik kriteria berpasangan dan memberikan tingkat kepentingannya. Tingkat kepentingan kriteria telah ditentukan sesuai dengan analisis preferensi dari BANGKESBANGPOL Jawa Barat. Kemudian menjumlahkan tiap kolomnya. Tabel 5 Matriks kriteria berpasangan Kemudian menentukan bobot dari tiap kriteria. a. C1 = 7,5 % = 0,075 b. C2 = 7,5 % = 0,075 c. C3 = 10 % = 0,1 d. C4 = 15 % = 0,15 e. C5 = 20 % = 0,2 f. C6 = 30 % = 0,3 g. C7 = 5 % = 0,05 h. C8 = 5 % = 0,05 Setelah mendapatkan nilai ternormalisasi dari nilai masukan dan bobot kriteria. Selanjutnya untuk mendapatkan hasil, nilai di setiap kolom akan di kalikan dengan bobot. Hasil perhitungan setiap calon karyawan dibandingankan sehingga didapat karyawan terbaik dengan nilai tertinggi. Menentukan nilai elemen kolom kriteria dengan nilai tiap-tiap sel dibagi dengan masing- masing jumlah kolom. Kemudian menjumlahkan setiap baris hasil perhitungan. 46

6 Seminar Nasional Teknologi Informasi 2016 B7 Tabel 5 Nilai pembagi jumlah kolom kriteria Selanjutnya menghitung consistency index (CI). Menentukan nilai eigen vector pada masing- masing kriteria dengan cara membagi jumlah baris tiap kriteria dengan banyaknya kriteria. Nilai eigen vector tersebut menunjukkan nilai bobot tiap kriteria. Dari hasil perhitungan masing- masing kriteria memiliki nilai eigen vector sebagai berikut : Setelah mendapatkan nilai CI, hitung nilai consistency ratio (CR), untuk nilai RI (rasio indeks konsistensi) didapatkan dari tabel berikut. Tabel 6 Nilai RI C1 C2 C3 Jumlah kriteria yang digunakan yaitu 8 kriteria, artinya nilai RI yang dipakai 1,41. C4 C5 C6 C7 C8 Setelah mendapatkan nilai eigen vector, selanjutnya mencari nilai CR (Rasio Konsistensi). Nilai CR digunakan untuk membuktikan apakah nilai perbandingan berpasangan untuk kriteria telah konsisten atau tidak. Langkah pertama dalam menghitung CR, mengalikan matrik perbandingan berpasangan dengan matriks nilai eigen vector. Kemudian mencari nilai t. Hasil perhitungan CR menunjukkan nilai < 0,1. Sehingga diketahui bahwa matrik kriteria perbandingan berpasangan disebut konsisten. Langkah yang dilakukan untuk mendapatkan nilai prioritas global masing- masing calon adalah dengan menyusun matriks perbandingan berpasangan subkriteria dan mencari nilai eigen vectornya. Dari perhitungan diperoleh eigen vector tiap subkriteria pada tabel 6. Tabel 7 Nilai eigen vector subkriteria Untuk mencari total rangking untuk masing- masing calon adalah dengan cara mengalikan nilai eigen vector kriteria dengan eigen vector subkriteria. Untuk eigen vector kriteria dapat dilihat pada bobot kriterianya, serta subkriteria disesuaikan dengan perolehan nilai dari masing-masing karyawan. Hasil perhitungan setiap calon karyawan dibandingankan sehingga didapat karyawan terbaik dengan nilai tertinggi. 47

7 Tabel 8 Penentu rangking [6] Kusrini, 2007, Konsep dan Aplikasi Sistem Pendukung Kepautusan, Andi, Yogayakarta. [7] Saaty, Thomas L, (1994), Fundamentals of Decision Making And Priority Theory With The Analytic Hierarchy Process, Vol. VI, RWS Publications. as L University of Pittsburgh Pers, Pittsburgh. 9. Hasil Percobaan Pengujian hasil perbandingan merupakan pengujian yang dilakukan oleh pengguna sistem. Pada pengujian ini dilakukan pengujian pada hasil implementasi. Tabel 9 Hasil perbandingan metode SAW dan AHP 10. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian dapat disimpulkan : Implementasi metode SAW dan metode AHP baik secara manual maupun aplikasi, menunjukkan hasil akhir yang sama (dilihat dari perurutan rangkingnya). Perbedaan metode SAW dan AHP terletak pada tahapan penyelesaian masalah. Dimana metode SAW memiliki tahap penyelesaian masalah yang lebih sederhana dan mudah dipahami dibanding metode AHP. Aplikasi ini dapat menjadi bahan rekomendasi untuk membantu BANGKESBANGPOL Jawa Barat dalam menentukan karyawan terbaik. REFERENSI [1] A.W.Widjaja., 2006, Administrasi Kepegawaian, Rajawali, Yogyakarta. [2] Turban, E; & Aronson, J., 2001, Decision Support Systems and Intelligent Systems ; 7th edition, Prentice Hall, New Jersey.. [3] Suryadi, Kadarsah, & Ramdhani, M. Ali, 2002, Sistem Pengambilan Keputusan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.. [4] F.Nugroho, 2011, Sistem Pendukung Keputusan dengan Metode Simple Additive Weighting (SAW) dalam Manajemen Aset, Universitas Dipnegoro, Semarang. [5] Kusumadewi, Sri, et.al., 2006, Fuzzy Multi Attribute Decision Making (FUZZYMADM), Graha Ilmu, Yogyakarta. 48