BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Belajar Matematika Belajar sering diidentikkan dengan serangkaian kegiatan seperti membaca, mengamati, mendengarkan, dan menirukan sesuatu. Slameto (2003, 5) menyatakan bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut Fontana (dalam Erman Suherman dkk, 2003, 7), belajar merupakan proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman setiap individu sehingga proses belajar bersifat unik dalam diri individu. Sugihartono dkk (2012, 74-76) menyatakan bahwa belajar merupakan proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungan. Perubahan tingkah laku yang dimaksud adalah perubahan tingkah laku yang terjadi secara sadar, bersifat kontinu dan fungsional, bersifat positif dan aktif, bersifat permanen, memiliki tujuan dan terarah, serta mencakup seluruh aspek tingkah laku seperti sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Berdasarkan uraian tersebut, pengertian belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses yang terjadi karena 10

2 adanya usaha yang dilakukan individu untuk mengadakan perubahan tingkah laku, baik berupa sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang diperoleh dari hasil pengalaman. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dipelajari siswa di sekolah. Russeffendi (dalam Erman Suherman dkk, 2003: 16) menyatakan bahwa matematika terbentuk dari hasil pemikiran yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran untuk memecahkan suatu masalah. Beth dan Piaget (dalam Tombokan Runtukahu dan Selpius Kandou, 2014: 28) menambahkan bahwa matematika berkaitan dengan berbagai struktur abstrak dan hubungan struktur-struktur tersebut sehingga terorganisasi dengan baik. Menurut Sujono (1988: 4), matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logis dan masalah-masalah yang berhubungan dengan bilangan. Menurut James dan James (dalam Erman Suherman dkk, 2003: 16), matematika merupakan ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu sama lain yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Berdasarkan uraian tersebut, pengertian matematika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah cabang ilmu eksak mengenai bilangan, penalaran yang logis, serta masalah tentang bentuk atau struktur, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu sama lain untuk memecahkan suatu masalah. 11

3 Berdasarkan uraian mengenai belajar dan matematika, pengertian belajar matematika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses yang terjadi karena adanya usaha untuk mengadakan perubahan yang berupa pengetahuan mengenai bilangan, penalaran yang logis, serta pemecahan masalah tentang bentuk atau struktur, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu sama lain. Dalam penelitian ini, pembahasan matematika yang digunakan dibatasi pada matematika sekolah. Matematika sekolah adalah matematika yang dipelajari di tingkat Pendidikan Dasar (Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama) dan Pendidikan Menengah (Sekolah Menengah Atas) yang dikembangkan berdasarkan kurikulum matematika yang telah disepakati bersama. Selanjutnya, menurut Gagne (dalam Bell, 1978: ), ada dua objek dalam pembelajaran matematika yang dapat dipelajari oleh siswa yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek langsung meliputi fakta (facts), keterampilan (skills), konsep (concepts), dan prinsip (principles). Objek tak langsung meliputi kemampuan penyelidikan (inquiry ability), kemampuan pemecahan masalah (problem-solving ability), belajar mandiri (self-discipline), dan pemahaman struktur matematika. Objek langsung dalam pembelajaran matematika merupakan pemisahan isi dari matematika. Berikut ini penjelasan singkat mengenai objek langsung dalam pembelajaran matematika. 12

4 a. Fakta Fakta matematika merupakan konvensi-konvensi (penjanjian) yang dituliskan dengan simbol matematika. Contoh fakta, yaitu 2 untuk menyatakan simbol bilangan dua, + untuk menyatakan simbol operasi penjumlahan, dan sebagainya. Fakta dapat dipelajari melalui teknik menghafal, latihan soal, tes, dan permainan. Siswa dianggap telah mempelajari fakta jika ia dapat menggunakan simbol matematika dengan tepat pada masalah yang berbeda-beda. b. Keterampilan Keterampilan adalah kemampuan untuk memberikan jawaban dengan tepat dan cepat. Keterampilan dapat ditentukan dengan suatu prosedur atau instruksi yang disebut algoritma. Contoh keterampilan. yaitu melakukan pembagian bilangan, menjumlahkan pecahan, memfaktorkan suku banyak, dan sebagainya. Keterampilan dapat dipelajari melalui demonstrasi, latihan soal, kegiatan kelompok, dan permainan. Siswa dianggap telah menguasai keterampilan jika dia dapat memecahkan suatu masalah dengan algoritma yang tepat dan cepat. c. Konsep Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan siswa untuk mengelompokkan objek ke dalam contoh dan bukan contoh. Konsep dibangun dari definisi dan dibentuk melalui pengalaman. 13

5 Contoh konsep, yaitu konsep variabel. Variabel adalah nama dari suatu konsep yang terdiri dari lambang yang digunakan untuk mewakili suatu bilangan yang belum diketahui nilainya. Konsep dapat dipelajari melalui teknik mendengar, melihat, berdiskusi, serta membandingkan objek yang merupakan contoh dan bukan contoh. Siswa dianggap telah mempelajari konsep jika dia dapat mengelompokkan berbagai objek ke dalam contoh dan bukan contoh. d. Prinsip Prinsip adalah objek matematika yang paling kompleks. Prinsip merupakan gabungan dari beberapa fakta dan konsep yang dihubungkan dengan suatu operasi atau relasi tertentu. Contoh prinsip, yaitu prinsip pemfaktoran bentuk aljabar. Prinsip pemfaktoran bentuk aljabar merupakan gabungan dari konsep faktor persekutuan, operasi penjumlahan, dan perkalian. Prinsip dapat dipelajari melalui proses penyelidikan ilmiah (scientific inquiry), penemuan terbimbing (guided discovery), diskusi kelompok, problem solving, dan demonstrasi. Siswa dianggap telah mempelajari prinsip jika dia dapat menentukan konsepkonsep yang ada dalam prinsip tertentu, mampu menelusuri hubungan konsep yang satu dengan konsep lainnya, dan dapat menerapkan prinsip tersebut dalam suatu masalah tertentu. 14

6 2. Tahap Perkembangan Kognitif Siswa Matematika terdiri dari objek-objek abstrak yang disusun secara berjenjang mulai dari hal yang konkret ke hal yang abstrak atau dari hal yang sederhana ke hal yang rumit dan kompleks. Objek abstrak dalam matematika berupa fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip yang saling berkaitan satu sama lain dan dilengkapi dengan simbol matematika. Objek abstrak ini ada yang mudah dipelajari siswa dan ada juga yang sulit dipelajari oleh siswa. Cooney (1975: 203), memberikan petunjuk bahwa mudah atau sulitnya siswa belajar matematika dapat difokuskan pada dua jenis pengetahuan matematika yang penting, yaitu konsep dan prinsip. Untuk mengetahui pengetahuan siswa mengenai konsep dan prinsip, siswa perlu diberikan masalah matematika yang harus diselesaikan. Jika siswa telah menguasai konsep dan prinsip, maka siswa pasti dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan baik dan benar. Menurut Piaget (dalam Erman Suherman dkk, 2003: 36), mudah atau sulitnya seseorang mempelajari sesuatu dipengaruhi oleh perkembangan skemata yang sesuai dengan tahap perkembangan kognitifnya. Skemata merupakan struktur kognitif yang tersusun dari kumpulan skema-skema yang membentuk suatu pola penalaran tertentu dalam pikiran seseorang. Selanjutnya, menurut Piaget (dalam Erman Suherman dkk, 2003: 37-43), ada empat tahap perkembangan kognitif secara kronologis dari setiap individu, yaitu: 15

7 a. Tahap Sensori Motor (0-2 tahun) Pada tahap ini, anak belajar dari pengalaman yang diperoleh melalui perbuatan fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi panca indera). Contohnya, anak yang mulai dapat berbicara dan meniru suara kendaraan tertentu. b. Tahap Pra Operasi (2-7 tahun) Pada tahap ini, anak belajar dari pengalaman konkret dengan mengklasifikasikan sekelompok objek sesuai kenampakannya. Contohnya, anak yang diperlihatkan segumpal plastisin berbentuk bola dengan ukuran yang sama. Lalu, salah satu plastisin dipipihkan sehingga tampak lebih besar. Jika anak ditanyakan plastisin mana yang lebih banyak, maka kemungkinan anak akan menjawab plastisin yang bentuknya pipih. Hal ini menunjukkan bahwa anak belum memahami konsep kekekalan. c. Tahap Operasi Konkret (7-11 tahun) Pada tahap ini, umumnya anak berada di Sekolah Dasar sehingga ia telah memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkret. Selain itu, anak juga baru mampu memahami definisi yang telah ada dan mengungkapkannya kembali, tetapi belum mampu merumuskan sendiri definisi tersebut. Contohnya, anak yang dapat menentukan harga buku dan pensil ketika bendanya ada, tetapi belum mampu menentukan harga buku dan pensil ketika dinyatakan dalam simbol matematika. 16

8 d. Tahap Operasi Formal (11-15 tahun) Pada tahap ini, anak mampu menggunakan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak tanpa disertai benda-benda konret. Contohnya, anak dapat menentukan tinggi seseorang pada gambar dengan menggunakan konsep perbandingan. Tahap perkembangan kognitif yang dikemukakan Piaget ini menunjukkan bahwa perkembangan selalu mendahului pembelajaran. 3. Materi Pemfaktoran Bentuk Aljabar Pemfaktoran merupakan teknik untuk menyatakan bentuk penjumlahan bilangan ke dalam bentuk perkalian dari faktor-faktor bilangan tersebut (M. Cholik Adinawan dan Sugijono, 2007: 16). Dalam pembelajaran pemfaktoran bentuk aljabar, siswa harus memahami konsep dan prinsip dasar aljabar terlebih dahulu. Konsep dasar aljabar yang harus dikuasai siswa antara lain mampu membedakan variabel, koefisien, konstanta, faktor persekutuan, suku sejenis, dan suku tak sejenis. Prinsip dasar aljabar yang harus dikuasai siswa antara lain menyederhanakan bentuk aljabar, menggabungkan bentuk aljabar dengan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan menggunakan faktor persekutuan untuk menyelesaikan pembagian bentuk aljabar, serta pemangkatan bentuk aljabar. Selanjutnya, siswa dapat memahami konsep dan prinsip pemfaktoran bentuk aljabar. Konsep pemfaktoran bentuk aljabar yang 17

9 harus dikuasai siswa antara lain sebagai berikut (M. Cholik Adinawan dan Sugijono, 2007: 16-24). a. Pemfaktoran dengan hukum ditributif, yaitu ab + ac = a(b + c) b. Pemfaktoran bentuk x 2 ± 2xy + y 2, yaitu x 2 + 2xy + y 2 = x + y (x + y) dan x 2 2xy + y 2 = x y (x y) c. Pemfaktoran selisih dua kuadrat, yaitu x 2 y 2 = x + y (x y) d. Pemfaktoran bentuk ax 2 + bx + c dengan a = 1, yaitu x 2 + bx + c = x + p x + q, b dan c adalah bilangan real dengan syarat c = p q dan b = p + q e. Pemfaktoran bentuk ax 2 + bx + c dengan a 1, yaitu ax 2 + bx + c = ax 2 + px + qx + c a, b dan c adalah bilangan real dengan syarat a c = p q dan b = p + q. Prinsip pemfaktoran bentuk aljabar yang harus dikuasai siswa antara lain menggabungkan bentuk aljabar dengan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, dan perkalian secara benar dan tepat. 4. Diagnosis Kesulitan Siswa dalam Pengunaan Konsep dan Prinsip Cooney (1975: ) memberikan petunjuk bahwa untuk mengetahui kesulitan siswa dalam memahami suatu materi, perlu dilakukan suatu diagnosis kesulitan siswa agar dapat ditentukan cara 18

10 perbaikan yang tepat. Pada dasarnya, diagnosis kesulitan siswa ini hampir sama dengan diagnosis penyakit yang dilakukan oleh seorang dokter untuk menentukan resep pengobatan. Perbedaannya, dokter hanya melakukan diagnosis bagi pasien yang berkonsultasi dengannya, sedangkan guru melakukan diagnosis bagi siswa yang berkonsultasi maupun tidak. Menurut Sugihartono dkk (2012: 150), diagnosis kesulitan dapat diartikan sebagai proses menentukan masalah atau ketidakmampuan siswa dalam belajar dengan cara menelusuri latar belakang penyebabnya atau dengan cara menganalisis gejala-gejala kesulitan dan hambatan belajar yang tampak dari diri siswa. Koestoer Partowisastro dan Hadisuparto (1982: 95) juga menambahkan bahwa diagnosis kesulitan belajar merupakan tindakan yang efisien untuk menemukan sampai sejauh mana siswa dapat mencapai tujuan yang diharapkan oleh sekolah. Hal inilah yang menjadi dasar, peneliti melakukan diagnosis kesulitan untuk mengetahui kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran. Diagnosis kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah aljabar dapat ditinjau dari pengetahuan konsep dan prinsip pemfaktoran bentuk aljabar. Pedoman dalam mendiagnosis kesulitan penggunaan konsep dan prinsip dapat diuraikan sebagai berikut. 19

11 a. Diagnosis Kesulitan Penggunaan Konsep Konsep merupakan ide abstrak yang memungkinkan siswa dapat mengelompokkan objek ke dalam contoh dan bukan contoh (Erman Suherman, 2003: 33). Kesulitan siswa dalam memahami konsep pemfaktoran bentuk aljabar dapat ditinjau dari pengetahuan siswa mengenai konsep-konsep yang ada dalam pokok bahasan materi pemfaktoran bentuk aljabar. Menurut Cooney (1975: ), pengetahuan tersebut dapat ditinjau dari kemampuan siswa yang meliputi indikator sebagai berikut. 1) Menandai, menggungkapkan dengan kata-kata, dan mendefinisikan konsep. Contohnya, siswa belum dapat menentukan variabel dan konstanta dari suatu bentuk aljabar. 2) Mengidentifikasikan contoh dan bukan contoh. Contohnya, siswa tidak mampu membedakan suku-suku sejenis dan sukusuku tak sejenis dari suatu bentuk aljabar. 3) Menggunakan model, gambar, dan simbol untuk merepresentasikan konsep. Contohnya, siswa tidak dapat menyajikan himpunan dalam diagram Venn. 4) Menerjemahkan satu konsep ke konsep lain. Contohnya, siswa belum dapat menyatakan masalah sehari-hari ke dalam kalimat matematika yang tepat. 5) Mengidentifikasi sifat-sifat dari konsep yang diberikan dan mengenali kondisi (syarat) yang ditentukan suatu konsep. 20

12 Contohnya, siswa tidak mampu menyederhanakan bentuk aljabar dengan cara mengelompokkan suku-suku sejenis. 6) Membandingkan dan menegaskan konsep-konsep. Contohnya, siswa tidak mampu membandingkan pola dari konsep pemfaktoran bentuk kuadrat sempurna dengan konsep penguadratan suku dua. b. Diagnosis Kesulitan Penggunaan Prinsip Prinsip merupakan objek yang paling abstrak dan berupa sifat atau teorema (Erman Suherman, 2003: 33). Kesulitan siswa dalam memahami prinsip pemfaktoran bentuk aljabar dapat ditinjau dari pengetahuan siswa mengenai prinsip-prinsip yang ada dalam pokok bahasan materi pemfaktoran bentuk aljabar. Menurut Cooney (1975: ), pengetahuan tersebut dapat ditinjau dari kemampuan siswa yang meliputi indikator sebagai berikut. 1) Mengenali penggunaan prinsip. Contohnya, siswa tidak dapat menggunakan sifat distributif perkalian untuk menyelesaikan pemfaktoran bentuk ab + ac = a(b + c). 2) Memberikan alasan pada langkah-langkah penggunaan prinsip. Contohnya, siswa tidak memberikan dan menuliskan alasan pada setiap langkah penyelesaian masalah yang diberikan secara rinci. 21

13 3) Menggunakan prinsip secara benar dan tepat. Contohnya, siswa kurang telliti atau salah dalam menghitung hasil penjumlahan, pengurangan, dan perkalian bentuk aljabar. 4) Mengenali prinsip yang benar dan tidak benar. Contohnya, siswa tidak dapat membedakan langkah-langkah memfaktorkan dengan menjabarkan. 5) Menggeneralisasikan prinsip baru dan memodifikasi suatu prinsip. Contohnya, siswa tidak mampu mengaitkan hasil pemfaktoran dengan akar-akar dari persamaan kuadrat. 6) Mengapresiasikan peran prinsip-prinsip dalam matematika. Contohnya, siswa belum dapat menentukan penyelesaian pertidaksamaan linear satu variabel dengan cara mendata anggotanya dengan tepat. Berdasarkan uraian indikator diagnosis kesulitan penggunaan konsep dan prinsip, dalam penelitian ini seharusnya dirancang suatu tes diagnostik yang sesuai dengan indikator diagnosis kesulitan tersebut. Tes diagnostik merupakan tes yang dirancang untuk mendiagnosis kesulitan belajar siswa sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi letak kesulitan siswa secara tepat dan akurat (Ali Hamzah, 2014: 57). Akan tetapi, dalam penelitian ini, terdapat keterbatasan, yaitu tes yang dirancang justru merupakan suatu tes formatif. Tes formatif merupakan tes yang dirancang untuk mengetahui pada bagian 22

14 mana dari pokok bahasan dan subpokok bahasan yang belum dikuasai siswa sehingga dapat diupayakan perbaikannya (Ali Hamzah, 2014: 60). Meskipun demikian, kedudukan tes formatif dapat dipandang sebagai tes diagnostik karena hasil tes formatif dapat digunakan untuk mengetahui letak kesulitan siswa dalam mempelajari materi tertentu (Suharsimi Arikunto, 2006: 36-37). 5. Faktor-Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Siswa Kesulitan belajar merupakan suatu gejala yang tampak pada siswa yang ditandai dengan adanya prestasi belajar yang rendah atau di bawah standar yang telah ditetapkan (Sugihartono dkk, 2012: 149). Pada umumnya, prestasi belajar siswa yang mengalami kesulitan belajar lebih rendah dibandingkan prestasi belajar siswa yang tidak mengalami kesulitan belajar atau prestasi belajarnya sendiri sebelum mengalami kesulitan belajar. Sugihartono dkk (2012, ) mengemukakan bahwa siswa yang mengalami kesulitan belajar akan menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut. a. Prestasi belajar yang rendah atau di bawah standar yang telah ditetapkan; b. Usaha yang dilakukan dalam pembelajaran tidak sebanding dengan hasil yang dicapai; c. Lamban dalam mengerjakan dan menyelesaikan tugas; d. Acuh tak acuh dalam mengikuti pembelajaran; 23

15 e. Menunjukkan perilaku menyimpang seperti suka membolos, susah konsentrasi, tidak punya semangat belajar, dan sebagainya; f. Emosional seperti mudah tersinggung, mudah marah, merasa rendah diri, dan sebagainya. Kesulitan belajar yang dialami setiap siswa tidak selalu sama karena setiap siswa memiliki kemampuan dan keunikan masingmasing. Latar belakang terjadinya kesulitan belajar siswa tersebut, tentu dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis kesulitan. Selain itu, Sugihartono dkk (2012: 150) menambahkan bahwa kesulitan belajar yang dialami siswa tidak selalu disebabkan oleh inteligensi atau kecerdasannya yang rendah. Kesulitan belajar yang dialami siswa dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar, sehingga guru harus menelusuri jenis, sifat, dan letak kesulitan belajar siswa. Berikut ini uraian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar dari pandangan beberapa ahli. Dimyati dan Mudjiono (1994: ) mengemukakan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi proses belajar, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor-faktor internal yang mempengaruhi proses belajar meliputi sikap terhadap belajar, motivasi belajar, konsentrasi belajar, mengolah bahan ajar, menyimpan perolehan hasil belajar, menggali hasil belajar yang tersimpan, kemampuan berprestasi atau unjuk hasil kerja, rasa percaya diri, inteligensi dan keberhasilan belajar, kebiasaan belajar, dan cita-cita 24

16 siswa. Sedangkan, faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi proses belajar meliputi guru, sarana dan prasarana pembelajaran, kebijakan penilaian, lingkungan sosial di sekolah, dan kurikulum sekolah. Menurut Fontana (dalam Sugihartono dkk, 2012: 155), faktorfaktor yang berperan dalam belajar dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu faktor internal (dari dalam diri siswa) dan faktor eksternal (dari luar siswa). Faktor internal meliputi kemampuan intelektual; afeksi seperti motivasi, perasaan, dan percaya diri; kematangan belajar; usia; jenis kelamin; kebiasaan belajar; kemampuan mengingat; dan kemampuan penginderaan seperti melihat mendengar, dan merasakan. Faktor eksternal meliputi guru, kualitas pembelajaran, instrumen atau fasilitas pembelajaran, dan lingkungan belajar. Menurut Dalyono (1997: ), ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar, yaitu faktor intern (faktor dari dalam diri individu itu sendiri) dan faktor ekstern (faktor dari luar individu). Faktor intern yang mempengaruhi proses belajar meliputi minat, bakat, motivasi, dan inteligensi. Faktor ekstern yang mempengaruhi proses belajar meliputi faktor keluarga (sarana dan prasarana) dan faktor sekolah (guru, faktor alat, dan kondisi gedung). Menurut Muhibbin Syah (2005: 173), faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu faktor intern (keadaan yang muncul dari dalam diri siswa) dan faktor 25

17 ekstern (keadaan yang datang dari luar diri siswa). Faktor intern yang menyebabkan kesulitan belajar siswa meliputi aspek kognitif (ranah cipta) seperti rendahnya kapasitas inteligensi siswa, aspek afektif (ranah rasa) seperti labilnya emosi siswa, dan aspek psikomotor (ranah karsa) seperti terganggunya alat-alat indera penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga). Faktor ekstern menyebabkan kesulitan belajar siswa meliputi lingkungan keluarga seperti ketidakharmonisan hubungan antara kedua orang tua (ayah dan ibu), lingkungan masyarakat seperti teman sepermainan (peer group) yang nakal, dan lingkungan sekolah seperti kondisi gedung sekolah, guru, dan alat-alat belajar yang kurang berkualitas. Berdasarkan uraian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar tersebut, faktor penyebab kesulitan belajar siswa yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada pengelompokkan sebagai berikut. a. Faktor intern (faktor dari dalam diri siswa) yang meliputi: 1) Minat Minat dapat menyebabkan siswa menyukai atau tidak menyukai mata pelajaran tertentu. Minat dapat ditelusuri dari perilaku siswa saat mengikuti kegiatan pembelajaran. Siswa yang cenderung pasif, jika ditanya diam saja, bersikap acuh tak acuh, dan suka membolos menunjukkan adanya kesulitan belajar (Sugihartono dkk, 2012: 153). 26

18 2) Motivasi Motivasi menentukan seberapa besar usaha yang dilakukan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Siswa yang memiliki motivasi tinggi akan giat berusaha, pantang menyerah, dan rajin membaca buku-buku untuk meningkatkan prestasi belajarnya. 3) Bakat Bakat dapat mempengaruhi mudah sulitnya seseorang dalam mempelajari mata pelajaran tertentu. Siswa yang mempelajari mata pelajaran sesuai bakatnya akan cenderung aktif mengikuti pembelajaran, sering bertanya, rajin mengerjakan tugas, dan rajin mencatat. b. Faktor ekstern (faktor dari luar diri siswa) yang meliputi: 1) Lingkungan Keluarga Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga memiliki pengaruh besar dalam pembentukan kepribadian anak. Keluarga yang memiliki perhatian besar terhadap pendidikan anak seperti menyediakan fasilitas belajar yang lengkap, mendampingi anak belajar saat di rumah, dan menyediakan ruang belajar khusus akan mendukung kemajuan belajar anak. 27

19 2) Lingkungan Sekolah Sekolah merupakan lingkungan pendidikan yang mengembangkan dan meneruskan pendidikan anak agar dapat menjadi insan yang cerdas, terampil, dan memiliki kepribadian yang baik (Dwi Siswoyo dkk, 2011: 149). Sekolah yang memiliki guru yang berkualitas, sarana dan prasarana pembelajaran yang lengkap, dan ruang belajar yang nyaman dapat mendukung kegiatan pembelajaran. 6. Strategi Penelitian Studi Kasus Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif karena peneliti bermaksud menelusuri jenis dan penyebab kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran secara mendalam dan menyeluruh. Menurut Lexy J. Moleong (2007, 6), penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk memahami peristiwa yang dialami subjek penelitian (perilaku, motivasi, tindakan, dll) secara mendalam dengan cara dideskripsikan dengan kata-kata. Nana Sudjana (2001, 200), juga menambahkan bahwa penelitian kualitatif dimulai berdasarkan lingkungan alami bukan pada teori yang disiapkan sebelumnya sehingga peneliti harus mengamati keseluruhan peristiwa yang diteliti secara utuh untuk memperoleh fokus penelitian. Studi kasus merupakan salah satu strategi penelitian dalam penelitian kualitatif. Case study is a strategy to explore perceptions 28

20 and experiences of teachers and students (Watson, 2016: 115). Menurut Yin (2012, 13-15), studi kasus merupakan strategi penelitian untuk memahami suatu kasus secara mendalam dengan pemberian pertanyaan bagaimana dan mengapa melalui wawancara sehingga peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol subjek penelitian. Case studies are widely used for examine new or complex situation in an integrated way, revealing the existing problems systematically, and developing services for situation of those problems (Ozguc, 2015: 806). Berdasarkan uraian tersebut, studi kasus yang dimaksud dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap dan mendalam dari kasus yang dipelajari dan tidak bertujuan untuk mendapatkan generalisasi. Noeng Muhadjir (2000, 55) juga menambahkan bahwa studi kasus bertujuan untuk mencari kebenaran ilmiah sehingga pertimbangan penarikan kesimpulan didasarkan pada ketajaman peneliti dalam melihat kecenderungan pola-pola yang sejenis. Strategi penelitian studi kasus memiliki empat tipe desain, yaitu desain kasus tunggal holistik, desain kasus tunggal terjalin, desain multikasus holistik, dan desain multikasus terjalin (Yin, 2012: 46). Studi kasus holistik mengkaji peristiwa sebagai satu kesatuan unit, sedangkan studi kasus terjalin mengkaji peristiwa sebagai unitunit yang terpisah. Dalam penelitian ini, digunakan desain kasus tunggal holistik karena menekankan pada satu kasus yang perlu dikaji 29

21 secara menyeluruh sebagai satu kesatuan unit. Menurut Sri Yona (2006: 77), terdapat beberapa langkah dalam mendesain studi kasus, yaitu menentukan masalah/kasus yang akan dikaji, menentukan instumen penelitian, menentukan teknik pengumpulan data, dan menentukan teknik analisis data, serta terakhir menyusun laporan. Dalam penelitian ini, kasus yang dikaji, yaitu siswa yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran. Selanjutnya, instrumen penelitian yang digunakan mengacu pada instumen penelitian kualitatif. Instrumen yang digunakan lebih ditekankan pada aspek validitas (Sugiyono, 2011: 268). Menurut Lexy J. Moleong (2007, 9), pada penelitian kualitatif peneliti merupakan instrumen pengumpul data utama. Peneliti bertindak sebagai human instrument yang terjun ke lapangan untuk menentukan fokus penelitian, mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan (Sugiyono, 2012: 306). Hal ini disebabkan jika memanfaatkan instumen yang bukan manusia, maka sangat sulit bahkan tidak mungkin dapat menyesuaikan dengan keadaan atau kenyataan yang ada di lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sampel bertujuan (purposive sample). Sampel bertujuan (purposive sample) adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu yang ditetapkan oleh peneliti (Sugiyono, 2012: 126). Sampel ini dimaksudkan untuk mengarahkan pada pemahaman secara mendalam. 30

22 Selanjutnya, peneliti merancang tes formatif untuk menentukan subjek penelitian. Tes formatif yang dirancang terdiri dari soal isian singkat dan soal uraian. Menurut Ali Hamzah (2014: 40-41), soal isian merupakan soal dengan kalimat yang belum selesai atau tidak lengkap. Soal ini sesuai untuk mengukur kemampuan siswa dalam hal pengetahuan, pemahaman, dan penerapan konsep sederhana. Selanjutnya, menurut Ali Hamzah (2014: 42), soal uraian merupakan soal yang menuntut siswa untuk menguraikan langkah-langkah penyelesaian soal. Soal ini memberikan kesempatan pada siswa untuk mengemukakan ide atau gagasan dengan kata-katanya sendiri. Soal ini sesuai untuk mengukur penguasaan konsep dan prinsip dari suatu materi. Menurut Sugiyono (2011: 268), dalam penelitian kualitatif, untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel yang dicek adalah datanya. Untuk mengecek kevalidan data, peneliti menggunakan teknik pemeriksaan keabsahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut (Sugiyono, 2011: 270). a. Uji kredibilitas (validitas internal) Uji kredibilitas dapat dilakukan dengan cara memperpanjang pengamatan, meningkatkan ketekunan dalam penelitian, triangulasi data, diskusi teman sejawat, analisis kasus negatif, dan membercheck. 31

23 b. Uji transferabilitas (validitas eksternal) Uji transferabilitas dapat dilakukan dengan cara menjamin hasil penelitian dapat digeneralisasikan terhadap masalah yang lain. c. Uji dependabilitas (reliabilitas) Uji dependabilitas dapat dilakukan dengan cara mengaudit atau mengecek kembali pelaksanaan penelitian yang dilakukan melalui kontrol dari dosen pembimbing. d. Uji konfirmabilitas (objektivitas) Uji konfirmabilitas dapat dilakukan dengan cara mengaudit atau mengecek kembali data hasil penelitian dengan proses penelitian yang dilakukan melalui kontrol dari dosen pembimbing. Selanjutnya, analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif kualitatif model Miles dan Huberman (Sugiyono, 2012: ) dengan tahapan-tahapan sebagai berikut. a. Reduksi data Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak sehingga perlu dilakukan analisis data melalui reduksi. Pada tahap ini, peneliti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dan menentukan pola dari data yang diperoleh. Data yang telah direduksi ini dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai hal-hal yang menarik. Data ini dapat digunakan untuk menentukan fokus penelitian. 32

24 b. Penyajian data Pada tahap ini, peneliti menyajikan data dalam bentuk uraian (narasi) dan disusun dalam bentuk tabel. Data yang telah disajikan ini dapat memudahkan untuk memahami peristiwa yang terjadi. Data ini dapat digunakan untuk menelusuri letak kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran dan penyebab kesulitan ditunjau dari diri siswa. c. Penarikan kesimpulan Pada tahap ini, peneliti membuat kesimpulan dari data yang diperoleh. Kesimpulan yang didukung dengan data yang valid merupakan kesimpulan yang dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan. Kesimpulan ini merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada atau belum tuntas dibahas. Temuan ini dapat berupa deskripsi/gambaran objek yang sebelumnya masih belum jelas, dapat berupa hubungan kausal/interaktif, dan dapat berupa hipotesis/teori. B. Penelitian yang Relevan Hasil-hasil penelitian yang relevan terhadap penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Penelitian yang dilakukan oleh Murdanu (2004) dalam tesisnya yang berjudul Analisis Kesulitan Siswa-Siswa SLTP dalam Menyelesaikan Persoalan Geometri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 33

25 kesulitan siswa-siswa SLTP dalam menyelesaikan persoalan geometri dan untuk mengetahui penyebab serta menunjukkan tindakan alternatif untuk mengatasi kesulitan tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesulitan yang dialami siswa meliputi: kesulitan menginterpretaskan informasi dalam soal, kesulitan berbahasa, kesulitan pemahaman konsep dan prinsip dalam geometri, dan kesulitan teknis. Faktor penyebab kesulitan yang menonjol dari diri siswa, yaitu siswa tidak mengingat dan tidak memahami konsep dan prinsip geometri yang telah dipelajari. Tindakan alternatif yang dianjurkan untuk mengatasi kesulitan tersebut, yaitu pembenahan pembelajaran teknik penyelesaian soal geometri, pembenahan materi ajar, dan pemberian variasi persoalan geometri. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Fajar Hidayati (2010) dalam skripsinya yang berjudul Kajian Kesulitan Siswa Kelas VII SMP Negeri 16 Yogyakarta dalam Mempelajari Aljabar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami siswa kelas VII SMP Negeri 16 Yogyakarta dalam menyelesaikan persoalan aljabar yang berkaitan dengan konsep dan prinsip, serta untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 16 Yogyakarta dalam mempelajari aljabar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesulitan-kesulitan yang dialami siswa kelas VII SMP Negeri 16 Yogyakarta dalam menyelesaikan persoalan aljabar yang berkaitan dengan konsep dan prinsip adalah 34

26 siswa masih mengalami kesulitan dalam menggunakan gambar dan simbol untuk mempresentasikan konsep dan mengapreasiasikan peran prinsip prinsip dalam matematika. Faktor faktor yang menyebabkan kesulitan belajar siswa SMP Negeri 16 Yogyakarta dalam mempelajari aljabar berasal dari faktor ekstern siswa, yaitu penggunaan alat peraga oleh guru. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Kukuh Susilonuringsih (2006) dalam skripsinya yang berjudul Pengaruh Faktor Intern dan Faktor Ekstern terhadap Minat Belajar Siswa Kelas I di SMK Yayasan Pendidikan Ekonomi (Yapek) Gombong Tahun Diklat 2005/2006. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar pengaruh faktor intern dan faktor ekstern terhadap minat belajar siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor intern memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap minat belajar siswa dibandingkan dengan faktor ekstern. Faktor intern termasuk kategori baik (69,6%) dengan besar pengaruh 32,6%, sedangkan faktor ekstern termasuk kategori cukup baik (62,2%) dengan besar pengaruh 23,42%. Dari hasil penelitian-penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa kesulitan siswa dalam mempelajari matematika berkaitan erat dengan pemahaman konsep dan prinsip serta dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab kesulitan, baik faktor intern maupun ekstern. Oleh karena itu, penelitian ini lebih difokuskan pada kesulitan siswa dalam menyelesaikan 35

27 masalah aljabar yang berkaitan dengan konsep dan prinsip pemfaktoran bentuk aljabar serta penyebab kesulitan dari diri siswa. C. Kerangka Pikir Aljabar merupakan salah satu materi yang harus dipelajari siswa dalam pembelajaran matematika. Mempelajari aljabar berarti mempelajari objek matematika yang berupa fakta, konsep, keterampilan, dan prinsip. Konsep dan prinsip matematika disusun secara berjenjang dari yang sederhana ke yang rumit dan disesuaikan dengan jenjang pendidikan yang ditempuh. Apabila siswa tidak mampu memahami konsep dan prinsip dari suatu materi maka dimungkinkan siswa akan mengalami kesulitan dalam mempelajari materi matematika berikutnya. Materi aljabar di kelas VIII SMP mencakup memahami bentuk aljabar, relasi, fungsi, dan persamaan garis; serta memahami sistem persamaan linear dua variabel dan menggunakannya dalam pemecahan masalah. Pada materi memahami bentuk aljabar terdapat pokok bahasan pemfaktoran bentuk aljabar. Pemfaktoran bentuk aljabar termasuk materi dasar karena dipelajari setelah materi operasi hitung bentuk aljabar. Seharusnya, siswa dapat mempelajari materi pemfaktoran bentuk aljabar dengan baik karena ada kesamaan dengan materi operasi hitung bentuk aljabar. Akan tetapi, ditemukan beberapa siswa kelas VIII A di SMP Negeri 2 Kalasan tahun ajaran 2015/2016 yang mengalami kesulitan dalam mempelajari pemfaktoran bentuk aljabar. Hal ini didasarkan dari hasil 36

28 ulangan harian siswa kelas VIII A SMP Negeri 2 Kalasan tahun ajaran 2015/2016 pada materi pemfaktoran bentuk aljabar, terdapat 15 siswa yang belum mencapai KKM. Selain itu, dari hasil wawancara dengan guru matematika kelas VIII di SMP Negeri 2 Kalasan, guru menyatakan bahwa selalu ditemui siswa yang belum tuntas dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran dari tahun ke tahun. Meskipun demikian, selama ini belum ada upaya dari guru untuk menelusuri letak kesulitan dan penyebab kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran. Hal ini menunjukkan terjadi suatu kasus, yaitu terdapat siswa yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran tetapi belum ditelusuri letak kesulitan dan penyebabnya. Studi kasus merupakan salah satu strategi penelitian yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kesulitan siswa dan penyebab kesulitan dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran. Studi kasus menekankan pada penyelidikan suatu kasus secara memdalam dengan pemberian pertanyaan bagaimana dan mengapa sehingga memungkinkan peneliti untuk menelusuri letak kesulitan siswa dan penyebab kesulitan dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran dari jawaban yang diberikan siswa. Studi kasus juga memberikan sedikit peluang bagi peneliti untuk mengontrol peristiwa yang diteliti sehingga penelitian yang dilakukan valid dan dapat dipertanggungjawabkan. 37

29 Berdasarkan diagnosis kesulitan penggunaan konsep dan prinsip yang dikemukakan Cooney, peneliti hanya menggunakan beberapa indikator diagnosis dalam penelitian ini. Diagnosis kesulitan penggunaan konsep yang digunakan, yaitu (1) menandai, mengungkapkan dengan katakata, dan mendefinisikan konsep; (5) mengidentifikasikan sifat-sifat dari konsep yang diberikan dan mengenali kondisi (syarat) yang ditentukan suatu konsep. Diagnosis kesulitan penggunaan prinsip yang digunakan, yaitu (1) mengenali penggunaan prinsip; (3) menggunakan prinsip secara benar dan tepat; (4) mengenali prinsip yang benar dan tidak benar. Hal ini disebabkan peneliti harus menyesuaikan dengan pembelajaran matematika yang dilakukan guru dan soal rutin yang ada di sekolah. Diagnosis kesulitan penggunaan konsep yang tidak digunakan, yaitu (2) mengidentifikasikan contoh dan bukan contoh, karena guru memulai pembelajaran pemfaktoran bentuk aljabar dari bentuk umum tanpa dikenalkan contoh dan bukan contoh terlebih dahulu; (3) menggunakan model, gambar, dan simbol untuk merepresentasikan konsep, karena guru mengajarkan materi pemfaktoran bentuk aljabar hanya dengan lambang/simbol tanpa menggunakan model atau gambar; (4) menerjemahkan satu konsep ke konsep lain, karena guru belum mengaitkan materi pemfaktoran bentuk aljabar dengan masalah seharihari; (6) membandingkan dan menegaskan konsep-konsep, karena guru belum mengarahkan siswa untuk membandingkan operasi hitung bentuk aljabar dengan pemfaktoran bentuk aljabar. Diagnosis kesulitan 38

30 penggunaan prinsip yang tidak digunakan, yaitu (2) memberikan alasan pada langkah-langkah penggunaan prinsip, karena hal tersebut masih asing dan jarang dilakukan siswa saat menyelesaikan suatu masalah; (5) menggeneralisasikan prinsip baru dan memodifikasi suatu prinsip, karena hal tersebut kurang sesuai dengan tahap perkembangan kognitif siswa SMP; (6) mengapresiasikan peran prinsip-prinsip dalam matematika, karena guru belum mengaitkan peran pemfaktoran bentuk aljabar dengan kehidupan sehari-hari selama pembelajaran. Berdasarkan alasan inilah, peneliti memandang perlu melakukan penelitian studi kasus untuk mengetahui kesulitan siswa dan penyebab kesulitan dari diri siswa dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data kualitatif yang digunakan untuk menelusuri jenis dan penyebab kesulitan dari diri siswa kelas VIII A SMP Negeri 2 Kalasan tahun ajaran 2015/2016 dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh guru untuk mengetahui letak kesulitan siswa dan penyebabnya sehingga dapat dilakukan upaya perbaikan atau pemecahannya. 39

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar Matematika Belajar matematika sering diidentikkan dengan serangkaian kegiatan seperti membaca, mengamati, memahami, dan mengaplikasikan sesuatu. Belajar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Kesulitan Belajar Matematika Pengertian kesulitan dalam kamus umum Bahasa Indonesia menurut Poerwadarminta (2007) adalah suatu keadaan yang sulit. Sedangkan pengertian belajar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian studi kasus dan metode analisis deskriptif. Penelitian ini bertujuan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian studi kasus dan metode analisis deskriptif. Penelitian ini bertujuan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan strategi penelitian studi kasus dan metode analisis deskriptif. Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran. Pendidikan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 3 tentang

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran. Pendidikan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 3 tentang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran. Pendidikan dimaksudkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Belajar Matematika Menurut Slameto (dalam Bahri, 2008:13), Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah

Lebih terperinci

ANALISIS KESULITAN BELAJAR SISWA PADA MATERI OPERASI ALJABAR BAGI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 SALATIGA

ANALISIS KESULITAN BELAJAR SISWA PADA MATERI OPERASI ALJABAR BAGI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 SALATIGA p-issn 2086-6356 e-issn 2614-3674 Vol. 9, No. 1, April 2018, Hal. 30-36 ANALISIS KESULITAN BELAJAR SISWA PADA MATERI OPERASI ALJABAR BAGI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 SALATIGA Asri Dwi Kusumawati 1, Sutriyono

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MELAKUKAN OPERASI ALJABAR. Arini Fardianasari ABSTRAK

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MELAKUKAN OPERASI ALJABAR. Arini Fardianasari ABSTRAK ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MELAKUKAN OPERASI ALJABAR Arini Fardianasari ABSTRAK Masalah kesulitan siswa memahami materi aljabar dapat memicu terjadinya kesalahan saat menyelesaikan persoalan aljabar.

Lebih terperinci

KESULITAN BELAJAR PADA PESERTA DIDIK

KESULITAN BELAJAR PADA PESERTA DIDIK KESULITAN BELAJAR PADA PESERTA DIDIK Agus Triyanto, M.Pd. Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Tahun 2011 GURU SEKOLAH DASAR SISWA-SISWA SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajaran berasal dari Bahasa Inggris yaitu learning dan instruction. indra, obat-obatan, dan kekuatan mekanis.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajaran berasal dari Bahasa Inggris yaitu learning dan instruction. indra, obat-obatan, dan kekuatan mekanis. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Matematika a) Belajar dan Pembelajaran Banyak definisi mengenai belajar dan pembelajaran. Belajar dan pembelajaran berasal dari Bahasa Inggris yaitu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Matematika Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir pada semua bidang ilmu pengetahuan. Menurut Suherman (2003:15), matematika

Lebih terperinci

Analisis Kesulitan Belajar Mahasiswa pada Matakuliah Matematika Dasar

Analisis Kesulitan Belajar Mahasiswa pada Matakuliah Matematika Dasar Analisis Kesulitan Belajar Mahasiswa pada Matakuliah Matematika Dasar Iik Nurhikmayati Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Majalengka Email: ik.nurhikmayati@gmail.com Abstrak Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kombinasi (kuantitatif dan kualitatif).

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kombinasi (kuantitatif dan kualitatif). BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kombinasi (kuantitatif dan kualitatif). Penelitian ini menggunakan strategi penelitian studi kasus dan metode analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Semakin berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) pada masa global ini, menuntut sumber daya manusia yang berkualitas serta bersikap kreatif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika 2.1.2 Pengertian Matematika Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari.

Lebih terperinci

ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM PEMAHAMAN MATERI FUNGSI KOMPOSISI SISWA KELAS XI SEMESTER 2 MAN PESANGGARAN TAHUN PELAJARAN

ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM PEMAHAMAN MATERI FUNGSI KOMPOSISI SISWA KELAS XI SEMESTER 2 MAN PESANGGARAN TAHUN PELAJARAN ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM PEMAHAMAN MATERI FUNGSI KOMPOSISI SISWA KELAS XI SEMESTER 2 MAN PESANGGARAN TAHUN PELAJARAN 2014-2015 Nawal Ika Susanti 12, Siswi Yulaida 13 Abstrak. Prestasi yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pada kajian teori, pendapat-pendapat ahli yang mendukung penelitian akan dipaparkan dalam obyek yang sama, dengan pandangan dan pendapat yang berbedabeda. Kajian

Lebih terperinci

ANALISIS KESULITAN BELAJAR SISWA PADA OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA DIKELAS VII SMP NEGERI 2 LIMBOTO JURNAL OLEH

ANALISIS KESULITAN BELAJAR SISWA PADA OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA DIKELAS VII SMP NEGERI 2 LIMBOTO JURNAL OLEH ANALISIS KESULITAN BELAJAR SISWA PADA OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA DIKELAS VII SMP NEGERI 2 LIMBOTO JURNAL OLEH SARTIKA HATI NIM. 411 411 035 DOSEN PEMBIMBING: Dr. Abdul

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004:22). Sedangkan menurut Horwart

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SD Negeri 1 Tamanwinangun yang beralamat di Jalan Bocor Nomor 54, Kelurahan Tamanwinangun,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Kajian Pustaka BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka 1. Masalah Masalah sebenarnya sudah menjadi hal yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Masalah tidak dapat dipandang sebagai suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar adalah suatu kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan manusia. Belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar adalah suatu kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan manusia. Belajar BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran Belajar adalah suatu kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan manusia. Belajar merupakan proses perubahan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelas IV SD Negeri 1 Pandanharum Kecamatan Gabus Kabupaten Grobogan Tahun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran kooperatif Tipe NHT Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Matematika merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan penting

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Matematika merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Matematika merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Karena itu, pemerintah selalu berusaha agar mutu pendidikan matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika Dalam Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dinyatakan bahwa Matematika merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah menurut Abdullah dalam J. Tombokan Runtukahu (2000: 307).

BAB I PENDAHULUAN. masalah menurut Abdullah dalam J. Tombokan Runtukahu (2000: 307). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika merupakan ilmu yang menjadi dasar dari semua ilmu yang dipelajari di sekolah regular. Oleh sebab itu pelajaran ini diajarkan pada jenjang pendidikan dasar

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN No : 1 Mata Pelajaran : Matematika Kelas / Semester : VIII /1

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN No : 1 Mata Pelajaran : Matematika Kelas / Semester : VIII /1 RENCANA PELASANAAN PEMBELAJARAN No : 1 Mata Pelajaran : Matematika elas / Semester : V /1 Alokasi : 4 jam pelajaran A. Standar ompetensi : 1. Memahami bentuk aljabar, relasi, fungsi, dan persamaan garis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1. Pendekatan penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah jenis penelitian yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Sebagai suatu disiplin ilmu, matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang memiliki kegunaan besar dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, konsepkonsep dalam

Lebih terperinci

JURNAL KREATIVITAS BELAJAR SISWA KELAS VIII DITINJAU DARI PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI ALJABAR DENGAN MEDIA UBIN ALJABAR

JURNAL KREATIVITAS BELAJAR SISWA KELAS VIII DITINJAU DARI PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI ALJABAR DENGAN MEDIA UBIN ALJABAR JURNAL KREATIVITAS BELAJAR SISWA KELAS VIII DITINJAU DARI PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI ALJABAR DENGAN MEDIA UBIN ALJABAR CREATIVITY CLASS VIII STUDENT MATHEMATICS ACHIEVEMENT IN TERMS OF MATERIAL

Lebih terperinci

JURNAL PROFIL KESALAHAN KONSEP SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL PEMFAKTORAN PROFILE MISCONCEPTIONS STUDENTS IN SOLVING PROBLEMS ABOUT FACTORING

JURNAL PROFIL KESALAHAN KONSEP SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL PEMFAKTORAN PROFILE MISCONCEPTIONS STUDENTS IN SOLVING PROBLEMS ABOUT FACTORING JURNAL PROFIL KESALAHAN KONSEP SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL PEMFAKTORAN PROFILE MISCONCEPTIONS STUDENTS IN SOLVING PROBLEMS ABOUT FACTORING Oleh: REZA CHANDRA YUNANTA 12.1. 01. 05. 0053 Dibimbing oleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Matematika

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Matematika 4 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Hakekat Pembelajaran Matematika 2.1.1. Pengertian Belajar Belajar adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat yang dipilih untuk penelitian ini adalah SMA Negeri 1 Sukoharjo kelas X MIA 2 semester gasal tahun ajaran 2015/2016.

Lebih terperinci

Analisis Kesalahan siswa Pada Topik Aljabar di Kelas VII.1 SMPN 3 Padangsidimpuan. Oleh: Dr. Ahmad Nizar Rangkuti, S. Si., M. Pd 1.

Analisis Kesalahan siswa Pada Topik Aljabar di Kelas VII.1 SMPN 3 Padangsidimpuan. Oleh: Dr. Ahmad Nizar Rangkuti, S. Si., M. Pd 1. Logaritma Vol. III, No.01 Januari 2015 1 Analisis Kesalahan siswa Pada Topik Aljabar di Kelas VII.1 SMPN 3 Padangsidimpuan Oleh: Dr. Ahmad Nizar Rangkuti, S. Si., M. Pd 1 Abstract This research investigated

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaran Matematika di SD 2.1.1.1. Hakekat Matematika Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012:313), matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Landasan Teori. 1. Proses Pembelajaran. Belajar adalah suatu kegiatan untuk menambah pengetahuan.

BAB II KAJIAN TEORI. A. Landasan Teori. 1. Proses Pembelajaran. Belajar adalah suatu kegiatan untuk menambah pengetahuan. BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori 1. Proses Pembelajaran Belajar adalah suatu kegiatan untuk menambah pengetahuan. Suyono dan Hariyanto (2014) mengatakan belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari bahasa Yunani mathema yang berarti ilmu pengetahuan. Elea Tinggih

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari bahasa Yunani mathema yang berarti ilmu pengetahuan. Elea Tinggih BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Matematika Matematika berasal dari perkataan latin mathematica yang berasal dari bahasa Yunani mathema yang berarti ilmu pengetahuan. Elea Tinggih (Erman Suherman,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat. rumusan kuntitatif, rumusan institusional, dan rumusan kualitatif.

BAB II KAJIAN TEORI. lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat. rumusan kuntitatif, rumusan institusional, dan rumusan kualitatif. 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual. 1) Hakikat Belajar. Syah (2009) berpendapat belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi kehidupan manusia diera global seperti saat ini menjadi kebutuhan yang amat menentukan bagi masa depan seseorang dalam kehidupannya, yang menuntut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. memperoleh gambaran yang jelas mengenai langkah-langkah yang harus diambil

BAB III METODE PENELITIAN. memperoleh gambaran yang jelas mengenai langkah-langkah yang harus diambil BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan penelitian yang tepat harus digunakan agar peneliti dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai langkah-langkah yang harus diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan formal yang sedang banyak diminati masyarakat, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan formal yang sedang banyak diminati masyarakat, yaitu A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Pendidikan formal yang sedang banyak diminati masyarakat, yaitu pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Berdasarkan pada Data Rekapitulasi

Lebih terperinci

BAB II Kajian Pustaka

BAB II Kajian Pustaka BAB II Kajian Pustaka 2.1 Kajian Teori Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, pembahasan landasan teori dalam penelitian ini berisi tinjauan pustaka yang merupakan variabel dari penelitian ini. Kajian

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN DAN OBJEK PEMBELAJARAN MATEMATIKA

MODEL PEMBELAJARAN DAN OBJEK PEMBELAJARAN MATEMATIKA MODEL PEMBELAJARAN DAN OBJEK PEMBELAJARAN MATEMATIKA Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi Pembelajaran Matematika Dosen Pengampu: Dra. MM. Endang Susetyawati, M.Pd Disusun Oleh: Nikmahtun

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS PENDIDIKAN SMK NEGERI 1 BALONGAN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS PENDIDIKAN SMK NEGERI 1 BALONGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS PENDIDIKAN SMK NEGERI BALONGAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Kode. Dok PBM.0 Edisi/Revisi A/0 Tanggal 7 Juli 207 Halaman dari RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. yaitu analysis, design, development, implementation, dan evaluation. Berikut

BAB IV PEMBAHASAN. yaitu analysis, design, development, implementation, dan evaluation. Berikut BAB IV PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Sesuai dengan model pengembangan ADDIE, prosedur yang dilakukan dalam penelitian pengembangan multimedia interaktif ini meliputi lima tahap, yaitu analysis, design,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Berdasarkan jenisnya, penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Menurut Lexy J. Moleong, penelitian kualitatif adalah penelitian yang dimaksud untuk

Lebih terperinci

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI INKUIRI SISWA KELAS VII B SMP NEGERI 1 BALONG TAHUN AJARAN 2013/2014

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI INKUIRI SISWA KELAS VII B SMP NEGERI 1 BALONG TAHUN AJARAN 2013/2014 PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI INKUIRI SISWA KELAS VII B SMP NEGERI 1 BALONG TAHUN AJARAN 2013/2014 Kiki Pramudita Amalia Program Studi Pendidikan Matematika Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, seperti

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, seperti 39 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Seperti yang diungkapkan oleh Lexi Moleong, yang mendefinisikan metode kualitatif adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalitas

BAB I PENDAHULUAN. yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses

BAB II KAJIAN TEORI. mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar Keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dari hasil belajar yang dicapai, yaitu perubahan yang menjadi semakin baik setelah melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Dalam bahasa inggris Ilmu Pengetahuan Alam disebut natural science, natural yang artinya berhubungan dengan alam dan science artinya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kajian Pustaka Dalam kajian pustaka ini bagian yang pertama akan dijelaskan tentang halhal yang berkaitan dengan matematika mulai dari pengertian matematika, karakteristik matematika,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk mengembangkan cara berfikir. Sehingga matematika sangat diperlukan baik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk mengembangkan cara berfikir. Sehingga matematika sangat diperlukan baik 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakekat Matematika Banyak sekali pengertian matematika yang dikemukakan oleh para ahli. Hudojo (2001: 45) 8, menyatakan bahwa matematika adalah merupakan suatu alat untuk mengembangkan

Lebih terperinci

DESKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL BELAJAR OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT PADA SISWA DI SDN 3 TAPA KECAMATAN TAPA KABUPATEN BONE BOLANGO

DESKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL BELAJAR OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT PADA SISWA DI SDN 3 TAPA KECAMATAN TAPA KABUPATEN BONE BOLANGO DESKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL BELAJAR OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT PADA SISWA DI SDN 3 TAPA KECAMATAN TAPA KABUPATEN BONE BOLANGO Oleh DELI MA RUF NIM : 151 409 192 (Mahasiswa Program

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD Kegiatan Belajar 3 PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD A. Pengantar Seorang guru SD atau calon guru SD perlu mengetahui beberapa karakteristik pembelajaran matematika di SD. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Moleong, (2007:6) penelitian kualitatif ialah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan kondisi belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi-potensi

Lebih terperinci

DESKRIPSI KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA OPERASI BENTUK ALJABAR

DESKRIPSI KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA OPERASI BENTUK ALJABAR Pedagogy Volume 2 Nomor 2 ISSN 2502-3802 DESKRIPSI KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA OPERASI BENTUK ALJABAR Andi Jusmiana 1 Jurusan Pendidikan Matematika 1, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Lebih terperinci

Memilih Metode Pembelajaran Matematika

Memilih Metode Pembelajaran Matematika Kegiatan Belajar 1 Memilih Metode Pembelajaran Matematika A. Pengantar Apabila kita ingin mengajarkan matematika kepada anak / peserta didik dengan baik dan berhasil pertam-tama yang harus diperhatikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Hasil Belajar. a. Pengertian Hasil Belajar

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Hasil Belajar. a. Pengertian Hasil Belajar BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan 46 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Pembelajaran Active Knowledge Sharing 1. Pengertian Strategi yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran disebut strategi pembelajaran. Pembelajaran adalah upaya pendidik

Lebih terperinci

Memilih Metode Pembelajaran Matematika

Memilih Metode Pembelajaran Matematika Kegiatan Belajar 1 Memilih Metode Pembelajaran Matematika A. Pengantar Apabila kita ingin mengajarkan matematika kepada anak / peserta didik dengan baik dan berhasil pertam-tama yang harus diperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu, pengetahuan dan teknologi saat ini telah banyak aspek kehidupan manusia. Salah satunya yang mendasari hal tersebut adalah pendidikan. Melalui

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Pengertian belajar dalam kamus besar B. Indonesia adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Menurut fontana (Erman Suhaerman,

Lebih terperinci

informasi yang diperlukan. Jadi laporan kualitatif kaya dengan deskripsi

informasi yang diperlukan. Jadi laporan kualitatif kaya dengan deskripsi BAB III METODE PENELITIAN A. Prosedur Penelitian Langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain mengumpulkan, menyusun, menganalisis serta menginterpretasikan data yang dikumpulkan menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kususnya penelitian tindakan kelas, jika dikaji arti penelitian tindakan kelas menurut

Lebih terperinci

commit to user 32 BAB III METODE PENELITAN

commit to user 32 BAB III METODE PENELITAN BAB III METODE PENELITAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat yang digunakan sebagai penelitian oleh peneliti adalah kelas IX A SMP Muhammadiyah Program Khusus Surakarta pada tahun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan tergolong penelitian kualitatif. Menurut Moleong, penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena

Lebih terperinci

ANALISIS KESULITAN SISWA SMP DALAM MEMPELAJARI PERSAMAAN GARIS LURUS DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA

ANALISIS KESULITAN SISWA SMP DALAM MEMPELAJARI PERSAMAAN GARIS LURUS DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA ANALISIS KESULITAN SISWA SMP DALAM MEMPELAJARI PERSAMAAN GARIS LURUS DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA Sumarsih SMP Negeri 1 Masaran/Program Magister Pendidikan Matematika FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian adalah suatu proses penyelidikankan yang ilmiah melalui pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyimpulan data berdasarkan pendekatan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Secara umum, metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. 1 Metode merupakan suatu hal yang sangat penting,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika 2.1.1.1 Pengertian Matematika Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Belajar Gaya Belajar adalah cara atau pendekatan yang berbeda yang dilakukan oleh seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia pendidikan, istilah gaya

Lebih terperinci

Alvi Chusna Zahara 1), Ratri Candra Hastari 2), HM. Farid Ma ruf 3)

Alvi Chusna Zahara 1), Ratri Candra Hastari 2), HM. Farid Ma ruf 3) ANALISIS KESALAHAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL PADA MATERI LINGKARAN DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 POGALAN SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Alvi Chusna Zahara 1), Ratri

Lebih terperinci

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN METODE NUMBERED HEADS TOGETHER

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN METODE NUMBERED HEADS TOGETHER PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN METODE NUMBERED HEADS TOGETHER PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI KELAS X AK 2 SMK NEGERI 1 BANYUDONO TAHUN AJARAN 2011/2012 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: FARIDA A 210

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang sangat berperan dalam perkembangan dunia. Matematika sangat penting untuk mengembangkan kemampuan dalam pemecahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. 1. Pendekatan Kualitatif Pendekatan yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dedukasi. IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada di

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dedukasi. IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada di BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam 1. Pengertian IPA Menurut H.W Fowler (Trianto, 2010: 136), IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar Banyak ahli pendidikan yang mengungkapkan pengertian belajar menurut sudut pandang mereka masing-masing. Berikut ini kutipan pendapat beberapa ahli pendidikan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu ilmu dasar yang sangat berperan penting dalam upaya penguasaan ilmu dan teknologi. Oleh karena itu matematika dipelajari pada semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan anak bangsa. Pendidikan yang bermutu atau berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan anak bangsa. Pendidikan yang bermutu atau berkualitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memerlukan adanya proses untuk menjadi maju, salah satu proses tersebut adalah dengan mencerdaskan anak bangsa.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 30 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus, dan setiap siklusnya terdiri dari 2 kali pertemuan. Siklus I dilaksanakan tanggal 17

Lebih terperinci

Yonathan SMP Negeri 1 Tolitoli, Kab. Tolitoli, Sulawesi Tengah ABSTRAK

Yonathan SMP Negeri 1 Tolitoli, Kab. Tolitoli, Sulawesi Tengah ABSTRAK Implementasi Model Pembelajaran Penalaran dan Pemecahan Masalah Terbuka Untuk Meningkatkan Kompetensi Penalaran dan Komunikasi Matematik Siswa Kelas VII SMPN 1 ToliToli Yonathan SMP Negeri 1 Tolitoli,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari ` I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu modal untuk memajukan suatu bangsa karena kemajuan bangsa dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan dan tingkat pendidikannya.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Sebuah penelitian pastilah memerlukan metode-metode penelitian. Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk menentukan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.1

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Pada sub bab ini, peneliti akan membahas mengenai teori - teori yang berkaitan dengan variabel yang sudah ditentukan. Adapaun teori yang berkaitan dengan variabel

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian merupakan cara dan prosedur yang sistematis dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian merupakan cara dan prosedur yang sistematis dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki suatu masalah tertentu dengan maksud mendapatkan informasi untuk digunakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Representasi Matematis. a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Representasi Matematis. a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Representasi Matematis a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis Menurut NCTM (2000) representasi adalah konfigurasi atau sejenisnya yang berkorespondensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan formal pertama sistem pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan formal pertama sistem pendidikan di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan formal pertama sistem pendidikan di Indonesia mempunyai tujuan memberikan kemampuan dasar baca, tulis, hitung, pengetahuan

Lebih terperinci

Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika

Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika I. Aliran Psikologi Tingkah Laku Teori Thorndike Teori Skinner Teori Ausubel Teori Gagne Teori Pavlov Teori baruda Teori Thorndike Teori belajar stimulus-respon

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. setiap manusia akan selalu berusaha untuk menambahi ilmu pengetahuannya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. setiap manusia akan selalu berusaha untuk menambahi ilmu pengetahuannya. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Belajar Ilmu pengetahuan sangat penting bagi kehidupan seseorang dengan ilmu pengetahuan seseorang akan berpikir lebih maju dari sebelumnya. Oleh karena itu, setiap

Lebih terperinci

ANALISIS KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMPN 26 PADANG

ANALISIS KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMPN 26 PADANG ANALISIS KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMPN 26 PADANG Mulyadi 1, Lutfian Almash 2, Yusri Wahyuni 1 1 Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti diakatakan oleh Slameto

II. TINJAUAN PUSTAKA. lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti diakatakan oleh Slameto II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakekat Belajar Matematika Belajar merupakan proses berpikir seseorang dalam rangka menuju kesuksesan hidup, perubahan aspek kehidupan dari taraf tidak mengetahui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. objek didik. Pendidikan formal dilalui objek didik secara bertahap, dimulai dari

BAB 1 PENDAHULUAN. objek didik. Pendidikan formal dilalui objek didik secara bertahap, dimulai dari BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran penting dalam mencerdaskan manusia sebagai objek didik. Pendidikan formal dilalui objek didik secara bertahap, dimulai dari jenjang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Komunikasi Matematis Komunikasi dapat diartikan sebagai pengalihan pesan dari satu orang ke

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Komunikasi Matematis Komunikasi dapat diartikan sebagai pengalihan pesan dari satu orang ke BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Komunikasi Matematis Komunikasi dapat diartikan sebagai pengalihan pesan dari satu orang ke orang lainnya, berkaitan dengan ini kemampuan komunikasi yang dimaksud adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan peneliti adalah penelitian kualitatif. Secara harfiah, penelitian kualitatif adalah jenis penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kualitas pendidikan atau hasil belajar siswa merupakan topik yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. masalah kualitas pendidikan atau hasil belajar siswa merupakan topik yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pendidikan senantiasa menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan dan ditemukan solusinya. Di antara berbagai masalah yang ada, masalah kualitas pendidikan

Lebih terperinci