BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berbagai bahan kedokteran gigi digunakan untuk merestorasi gigi yang telah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berbagai bahan kedokteran gigi digunakan untuk merestorasi gigi yang telah"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Daya adhesi material restoratif terhadap subtansi gigi dalam dunia kedokteran gigi merupakan suatu tujuan yang penting. Apabila gigi telah mengalami kerusakan, restorasi struktur gigi yang hilang dapat dicapai melalui beberapa variasi perawatan. Berbagai bahan kedokteran gigi digunakan untuk merestorasi gigi yang telah mengalami kerusakan. Suatu restorasi harus dapat mengembalikan kondisi gigi dalam segala aspek. Restorasi tersebut harus dapat mengikuti sifat-sifat yang identik dengan struktur gigi asli dan dapat melekat pada enamel dan dentin di sekitarnya (Nagaraja dan Kishore, 2005; Gatin dkk., 2012). Biomaterial yang digunakan sebagai bahan restorasi saat ini juga difokuskan pada potensi penyembuhan melalui stimulasi regenerasi jaringan pulpa karena adanya pelepasan biomolekul (Goldberg dan Smith, 2004). Penggunaan bahan restorasi pada karies profunda yang memiliki ketebalan dentin tersisa kurang dari 0,5 mm harus dapat merangsang dentinogenesis. Dentin yang mengalami kerusakan ringan, lapisan odontoblas masih utuh maka bentuk perbaikan kompleks dentin-pulpa berupa pembentukan dentin reaksioner yang mempunyai bentuk mirip dengan dentin primer atau sekunder yang merupakan hasil aktivitas dari dentin primer. Sedangkan untuk kerusakan dentin yang mengakibatkan pulpa terbuka, pada proses penyembuhan yang berperan adalah sel progenitor yang

2 bermigrasi, berprolifersi dan berdiferensiasi membentuk sel lir-odontoblas untuk membentuk dentin reparatif (Ferracane, 2010). Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian sekarang ini, penting untuk merekomendasikan penggunaan teknik dan bahan restorasi yang dapat memberikan kekuatan ikatan terhadap dentin yang bertahan lama. Selain itu, restorasi tersebut harus mampu membangkitkan daya reparatif pulpa sehingga dapat digunakan pada jaringan pulpa yang terpapar dalam prosedur iatrogenik dan mengalami pulpitis reversibel (Mauro, 2009; Suprastiwi, 2011). 2.1 Perkembangan Semen Ionomer Kaca SIK merupakan bahan restorasi gigi yang pertama kali dikenalkan oleh Wilson dan Kent pada tahun Bahan ini terdiri dari bubuk kaca kalsium alumino silikat yang dikombinasikan dengan polimer dalam air atau asam. Material ini mampu berikatan secara fisiko kimia dengan jaringan gigi, memiliki koefisien termal sama dengan dentin, biokompatibel dan dapat melepas fluor. Namun, SIK memiliki tensile strength dan ketahanan terhadap fraktur yang rendah, sensitif terhadap kelembaban pada saat awal pengerasan, waktu kerja yang pendek serta waktu pengerasan yang lama (Powers dan Sakaguchi, 2003; Tyas, 2006; Beriat dan Nalbant, 2009; Schmalz dan Arenholt-Bindslev, 2009). SIK digunakan sebagai bahan antar restorasi, bahan pelapik adhesif pada kavitas, sementasi mahkota, mahkota jembatan, veneer secara permanen, ART, dan restorasi gigi desidui (Mickenautsch dan Grossman, 2006; Cefaly, 2008).

3 ART merupakan alternatif pendekatan untuk merawat pasien dengan menggunakan instrumen manual dan SIK. Prosedur ini telah berkembang karena jutaan orang pada negara yang kurang berkembang dan sekelompok orang tertentu seperti pengungsi dan orang yang tinggal di negara miskin tidak dapat memperoleh perawatan gigi restoratif. Gigi akan mengalami kerusakan secara perlahan hingga pencabutan menjadi pilihan satu-satunya. Masyarakat pada negara berkembang tidak mendapatkan pelayanan kesehatan rongga mulut seperti di negara maju. Tidak adanya daya listrik dan pemikiran bahwa perawatan gigi restoratif selalu memerlukan peralatan elektris khusus menjadi alasan utama situasi ini. Sebagai perbandingan, pendekatan ART memungkinkan perawatan kavitas gigi pada orang yang tinggal di daerah tanpa daya listrik atau pada daerah yang memiliki daya listrik namun tidak mampu menyediakan peralatan gigi yang mahal (Mickenautsch dan Grossman, 2006; Cefaly, 2008; Frencken, 2012). Keberhasilan restorasi gigi dengan menggunakan ART tergantung pada beberapa faktor klinis. Kegagalan pada ART yang paling umum akibat beberapa faktor, seperti kehilangan sebagian ataupun keseluruhan struktur gigi, karies yang terjadi pada daerah batas restorasi dan tingkat keausan bahan > 0.5mm. Tingkat kegagalan ART yang berhubungan dengan berlanjutnya proses karies telah menurun karena berkembangnya bahan restorasi serta kemampuan operator (Mickenautsch dan Grossman, 2006).

4 2.1.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin Semen ionomer kaca modifikasi resin (SIKMR) dikembangkan untuk memperbaiki sifat fisik dan mengurangi sensitivitas air dan bahan ionomer kaca konvensional. Bahan ini pada dasarnya memiliki komposisi yang sama dengan semen ionomer kaca konvensional hanya saja komponen air diganti menjadi campuran air dengan HEMA pada SIKMR. SIKMR dapat mengeras dengan dua cara, yaitu kombinasi asam dan basa serta reaksi polimerisasi. Bahan ini mengandung bubuk kaca yang mampu memindahkan ion dan asam polimer yang larut dalam air seperti asam akrilik. Bahan ini mengandung monomer organik (biasanya HEMA) dan sistem inisiator. Inisiator umumnya sensitif terhadap cahaya sehingga kebanyakan SIKMR mengeras dengan cara di sinar dengan menggunakan lampu penyinaran biasa yang memancarkan sinar dengan panjang gelombang 470 nm (Goldberg, 2008; Modena dkk., 2009; Schmalz dan Arenholt-Bindslev, 2009). SIKMR memiliki tahap-tahap reaksi pengerasan yang terjadi melalui reaksi asam-basa antara bubuk alumino silikat dengan asam polikrilat; reaksi polimerisasi dari partikel-partikel resin yang ada di dalam semen; reaksi antara logam poliakrilat dengan resin hingga membentuk matriks semen yang lebih kuat. Dari ketiga reaksi tersebut, sebenarnya SIKMR mengeras dengan sistem Dual Cure yaitu reaksi penggaraman (asam-basa) yang terjadi secara kimia dan polimerisasi yang terjadi akibat penyinaran (Goldberg, 2008; Modena dkk., 2009). Biokompatibilitas SIKMR lebih rendah dibandingkan SIK konvensional karena terdapat kandungan HEMA yang mampu berdifusi melalui tubulus dentin ke

5 pulpa dan dapat mengalami beberapa efek biologis yang merugikan seperti inflamasi persisten (Nicholson dan Czarnecka, 2008). Efek HEMA tidak perlu dikhawatirkan karena pelepasan HEMA akan berkurang seiring waktu (Ghavamnasiri, 2005). Pada umumnya SIKMR dapat membentuk ikatan yang kuat ke dentin dan enamel serta dapat melepaskan fluoride. Selain itu, bahan ini juga melepaskan beberapa ion seperti Na, Ca, Sr, Al, P dan Si. Ion ion tersebut juga dilepaskan oleh SIK konvensional namun kadar ion phosphat yang dilepaskan SIKMR lebih rendah dibandingkan dengan konvensional (Goldberg, 2008) Semen Ionomer Kaca Nanopartikel Nanoteknologi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1959 dimana nanoteknologi telah menjadi bagian dari teori sains utama dan berpotensi untuk diaplikasikan dalam dunia medis serta kedokteran gigi pada awal tahun 1990an. Kemampuan nanoteknologi yang telah diaplikasikan dalam kesehatan rongga mulut selama satu dekade terakhir telah dikembangkan (Saunders, 2009). Beberapa penelitian telah menunjukkan dengan diaplikasikannya teknologi filler dan serat yang berukuran nano ke dalam material kedokteran gigi (bahan komposit dan bonding) dapat meningkatkan sifat fisik yaitu meningkatkan kekuatan, pemolesan, ketahanan pemakaian, estetik serta kekuatan ikatannya terhadap gigi (Saunders, 2009). Perkembangan terakhir dari ionomer kaca adalah nano-ionomer. Ketac Nano merupakan SIKMR yang diperkenalkan pada tahun Ketac Nano

6 terdiri dari 2 pasta yaitu pasta A berbasis resin dan mengandung kaca fluoroaluminosilikat, silane-treated silica, zirconia-silicananofiller, resin metakrilat dan dimetakrilat dan fotoinisiator serta pasta B berbasis air dan mengandung kopolimer asam polialkenoat, silane-treated zirconia-silzica nanoclusters, silanetreated silica nanofiller, dan HEMA. Ketac Nano Primer mengandung air, HEMA, kopolimer asam polialkenoat dan fotoinisiator (Saunders, 2009; Croll dan Nicholson, 2008; Croll dan Berg, 2009). Kelebihan jenis SIK ini tahan terhadap kebocoran, permukaan lebih halus dan pelepasan fluor lebih tinggi, lebih tahan terhadap abrasi, memberikan hasil polish yang lebih halus dan mengkilap, dan lebih estetik. Sifat mekanis dari bahan SIK jenis ini juga lebih baik apabila dibandingkan dengan jenis SIK lainnya. Oleh karena kelebihan-kelebihan tersebut, SIK nano ionomer ini dapat diaplikasikan pada gigi posterior (Croll dan Berg, 2009). Penggunaan bahan Ketac N100 yang dilakukan pada implan jaringan ikat subkutan tikus menunjukkan adanya infiltrasi peradangan parah, baik akut maupun kronis pada pemakaian Ketac N100 setelah 1 minggu. Namun setelah 8 minggu pemakaian, tidak dijumpai adanya sel yang nekrosis. Penelitian ini juga melaporkan adanya remineralisasi pada bahan yang melepaskan fluor ini (Irawan, 2005). Sharathchandra dkk. (2010) juga melakukan penelitian SIK nano terhadap efek bleaching. Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada efek bleaching terhadap tekstur permukaan dan warna dari SIK nano secara mikroskop elektron (SEM).

7 Suprastiwi (2011) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa pada gambaran struktur mikro permukaan SIK, SIKMR dan SIKMRn tampak ukuran partikel kaca terkecil ada pada SIKMRn dengan kepadatan yang merata, dan pada SIKMR tampak kepadatan merata dengan ukuran partikel kaca yang lebih besar. Sedangkan pada SIK tampak retakan di antara masa padat yang menunjukkan sifat SIK yang rapuh (Gambar 2.1). Retakan yang terjadi pada kelompok SIK mungkin disebabkan karena hilangnya unsur air pada saat proses pengerasan. Walaupun bentuk sediaan pada SIK dan SIKMR sama tetapi pada SIKMR proses pengerasan merupakan kombinasi reaksi asam basa dan polimerisasi sehingga sebagian semen sudah dapat mengeras lebih dulu dan terlepasnya unsur air dari semen dapat dicegah. Gambar 2.1. Gambaran SEM dari SIK, SIKMR dan SIKMRn. Keterangan: kelompok A gambaran SEM yang diunduh dari 3M Espe ( kali). Pada kelompok B tampak adanya celah-celah di antara masa yang padat pada kelompok SIK, sedangkan pada kelompok SIKMR dan SIKMRn mempunyai gambaran partikel-partikel kaca yang homogen pada masa yang padat (3000 kali). PK = partikel kaca, M = matriks, R =retakan (Suprastiwi, 2011)

8 Apabila ditinjau dari kandungan elemen dan gambaran struktur mikro permukaan antara SIK, SIKMR dan SIKMRn, maka SIKMRn merupakan kelompok yang mempunyai potensi bioaktivitas terbaik. 2.2 SIK sebagai Material Bioaktif Material bioaktif didefinisikan sebagai suatu material yang mengeluarkan respons biologis spesifik pada pertemuan kedua permukaan yang menyebabkan terbentuknya ikatan antara jaringan dengan material (Suprastiwi, 2011). Tingkat bioaktivitas diklasifikasikan dengan mengacu pada indeks bioaktivitas yang merupakan parameter untuk menentukan tingkat bioaktivitas suatu material (Nicolodi et al., 2004 cit. Suprastiwi, 2011). Faktor- faktor yang mempengaruhi indeks bioaktivitas SIK adalah pertama, komposisi material kaca bioaktif yang terdiri dari SiO2, Na2O dan P2O5 dengan kandungan SiO % dari berat SIK, dapat berikatan dengan jaringan ikat lunak dan keras dalam waktu 5-10 hari. Kedua, kaca bioaktif dan keramik kaca yang mengandung 55-60% SiO2 memerlukan waktu yang lebih lama untuk berikatan dengan tulang dan tidak dapat berikatan dengan jaringan lunak. Ketiga, apabila komposisi SiO2 lebih dari 60% berat maka tidak dapat berikatan dengan tulang atau jaringan lunak dan hasilnya ada pembentukan kapsul interfacial fibrous non adherent (Suprastiwi, 2011). Dentin merupakan jaringan termineralisasi dalam gigi yang terdiri dari kolagen tipe 1 dan mineral apatit nanokristal serta memiliki komposisi yang mirip dengan tulang manusia. Perbedaannya dengan tulang adalah tulang memiliki

9 struktur tingkatan lebih kompleks sedangkan dentin memiliki struktur tingkatan lebih sederhana. Mikrostruktur yang paling khas dari dentin adalah tubulus dentin berbentuk silinder berdiameter 1-2 mm dan terbentuk pada masa dentinogenesis serta berjalan dari dentin-enamel junction (DEJ) dan sementum-enamel junction (CEJ) ke arah pulpa serta dikelilingi oleh peritubular dentin (Nalla dkk., 2005). Ada sebelas tahapan dalam proses pembentukan ikatan yang sempurna dari kaca bioaktif dengan jaringan tulang (Gambar 2.2). Tahap 1 5 bersifat kimiawi dan Tahap 6 11 merupakan respons biologi. Tahap 1, terjadi pertukaran yang cepat antara ion Na+ dan Ca2+ dengan ion H+ atau H3O+ dari larutan yang menyebabkan hidrolisis gugus silika, membentuk silanol; Si-O-Na+ + H+ + OH- Si-OH+ + Na+(aq) + OH-. Tingkat keasaman (ph) larutan meningkat dan ion-ion H+ dalam larutan diganti dengan kation-kation. Tahap 2, pertukaran kation meningkatkan konsentrasi hidroksil menyebabkan terbentuknya permukaan kaya silika karena bentuk Si(OH)4 tidak larut, maka terjadi pemecahan ikatan Si-O-Si membentuk Si- OH (silanol) pada permukaan kaca: Si-O-Si + H2O Si -OH + OH-Si. Tahap 3, merupakan tahap kondensasi dan repolimerisasi dari lapisan permukaan SiO2. Tahap 4, migrasi gugus Ca2+ dan PO43- ke permukaan melalui lapisan SiO2, membentuk lapisan CaO-P2O5 diikuti dengan pertumbuhan lapisan CaO-P2O5 yang amorf melalui keterkaitan kalsium dan fosfat yang dapat larut. Tahap 5, kristalisasi lapisan CaO-P2O5 yang amorf melalui penyertaan anion OH- dan CO3- dari larutan untuk membentuk lapisan campuran hidroksil karbonat apatit (HCA).

10 Tahap 6, adsorpsi dan desorpsi faktor-faktor pertumbuhan biologis, dalam lapisan HCA. Tahap 7, aksi dari makrofag untuk membuang debris dari daerah tersebut sehingga akan memungkinkan sel untuk menempati ruang yang tersedia. Tahap 8, perlekatan sel-sel punca pada permukaan bioaktif. Tahap 9, diferensiasi selsel punca untuk membentuk sel-sel pembentuk tulang, yaitu osteoblas. Pada Tahap 10, dihasilkan matriks ekstraseluler oleh osteoblas untuk membentuk tulang, dan pada Tahap 11, kristalisasi matriks kalsium fosfat anorganik untuk menyertakan sel-sel tulang ke dalam campuran struktur yang hidup (Hench, Nicolodi dkk., 2004; Cerruti 2004 cit. Suprastiwi, 2011). Gambar 2.2.Sebelas Tahapan Reaksi Bioaktivitas Kelas A (Hench,Nicolodi dkk.,2004; Cerruti 2004 cit. Suprastiwi, 2011) 2.3 Adhesi SIK-Dentin Perkembangan bahan dan teknik telah menjadi fokus para peneliti untuk dapat menciptakan sistem adhesif yang efektif antara bahan restorasi dengan struktur

11 jaringan keras gigi (Mauro dkk., 2009). Fokus utama dalam kedokteran gigi adhesif adalah untuk mengembalikan penutupan dentin pada bagian perifer yang rusak ketika enamel hilang sebagai akibat dari trauma, karies ataupun prosedur operatif seperti preparasi gigi. Pada lesi gigi koronal, lapisan yang terpapar dapat berbatasan dengan dentin, enamel ataupun keduanya (Liebenberg, 2005). Dentin merupakan jaringan vital yang terhubung langsung ke pulpa melalui tubulus dentin yang berisi cairan sehingga adanya pergerakan cairan pada tubulus dentin dapat mengganggu perlekatan antara bahan restorasi dengan struktur gigi. Bersamaan dengan masalah khemis dari adhesi, pertimbangan biologis mengenai kompatibilitas pulpa juga amat penting (Sikri, 2008). Adhesi khemis dari SIK terhadap jaringan keras gigi adalah melalui kombinasi asam polikarboksilat dengan hidroksiapatit (HA) dan merupakan keunggulan utama dari SIK. Adhesi khemis SIK ke dentin dicapai melalui pergantian ion poliakrilat dengan ion fosfat pada struktur permukaan dari HA. Walaupun mekanisme sebenarnya masih belum diketahui, diduga bahwa kelembaban yang baik dan formasi ikatan ionik memiliki peran penting dalam ikatan SIK ke struktur gigi (Lohbauer, 2010). Bahan hidrofilik terbukti dapat melembabkan dan bereaksi dengan HA serta kolagen pada jaringan gigi (dentin) yang diperlukan untuk memperoleh ikatan ke struktur gigi yang tahan lama. Reaktan kemungkinan dapat berikatan ke kalsium disebabkan adanya kandungan HA pada enamel dan dentin. Daya adhesif ini diperoleh dari kemampuan asam poliakrilat berikatan dengan kalsium dan

12 terbentuknya ikatan hidrogen polimer organik ke kolagen (Lohbauer, 2010). Penelitian yang dilakukan Mauro (2009) menunjukkan bahwa walaupun SIKMR bersifat hidrofilik, SIKMR tidak dapat berfungsi dengan baik pada daerah yang lembab sehingga melemahkan interaksi khemis dan fisikal antara dentin yang terdemineralisasi dengan dentin yang lembab (Mauro dkk., 2009). Permukaan kontak restorasi dengan dentin dapat mengindikasikan kemampuan beberapa bahan yang berbeda dalam mencegah perkembangan karies setelah dilakukan restorasi dan sensitifitas pasca perawatan sebagai akibat dari kebocoran mikro pada permukaan tersebut. Penggunaan bahan restoratif adhesif yang memiliki kemampuan penutupan yang baik disertai pelepasan fluor dapat menurunkan dan mencegah komplikasi yang dapat terjadi akibat infilitrasi daerah marginal. Semen ionomer merupakan bahan potensial yang diletakkan pada daerah tersebut untuk memperoleh adhesi dari interaksi khemis dengan dentin. SIK dapat memberikan penutupan yang optimal dan melindungi restorasi dari infiltrasi marginal. Kemampuan pelepasan fluor SIK dapat membantu mengendalikan perkembangan karies rekuren dan patologi pulpa yang dapat menggagalkan perawatan restoratif dalam waktu yang singkat (Mauro dkk., 2009). Kekuatan ikatan dari SIKMR terhadap dentin umumnya lebih baik dibandingkan dengan SIK konvensional (Gambar 2.3). Ikatan terhadap dentin superfisial lebih kuat dibandingkan dengan dentin bagian dalam. Mekanisme ikatan SIKMR berupa interaksi ionik antara semen dengan permukaan dentin (Gambar 2.4)

13 dan interlocking mikromekanikal polimer dengan substrat gigi yang telah diberi asam poliakrilat (Patel, 2012). Umumnya, SIKMR memiliki retensi yang baik. Selain itu, sensitifitas pasca perawatan dan karies sekunder tidak menjadi hal yang perlu dikhawatirkan pada penggunaan SIKMR. Namun, sifat permukaan SIKMR, stabilitas warna dan karakteristik marginal tidak selalu baik. Gambar 2.3. Gambaran SEM (x 3000) permukaan antara FujiFil LC dan dentin. Terlihat adanya lapisan yang terdiri dari campuran primer dan matriks semen dengan ketebalan 2-3 mikron di atas dentin (Yamada, 2012). Gambar 2.4. Gambaran SEM (x 20000) permukaan antara FujiFil LC dan dentin. Dapat dilihat komponen matriks semen serta dentin yang saling berhubungan dan memiliki ketebalan kurang dari 0,5 mikrometer berupa lapisan nanohibrid superfisial pada permukan dentin (Yamada, 2012).

14 Penelitian menunjukkan bahwa smear layer pada preparasi kavitas dapat mempengaruhi ikatan antara SIKMR dengan dentin. Jika lapisan ini tidak dibuang maka akan memicu kegagalan kohesif selama proses penyusutan akibat polimerisasi, ekspansi termal serta kontraksi. Beberapa peneliti mengatakan bahwa kekuatan ikatan SIKMR akan lebih baik bila smear layer dibuang sebelum ditumpat dengan SIKMR. Namun, kekuatan ikatan SIKMR dilaporkan masih lebih rendah dibandingkan dengan bahan resin komposit (Patel, 2012). SIK juga digunakan sebagai bahan dalam melakukan teknik sandwich. Teknik ini bukan teknik baru namun perlu dipopulerkan kembali menimbang ketidakmampuan beberapa bahan baru untuk berikatan dengan kuat ke permukaan dentin yang banyak dijumpai oleh klinisi. Pada awalnya, teknik sandwich menggunakan SIK namun SIKMR memiliki sifat mekanis yang amat baik dan kekuatan perekat terhadap dentin yang baik sehingga SIKMR juga digunakan dalam teknik ini (Liebenberg, 2005). 2.4 Kitosan Kitosan (poly-β-1,4-glukosamin) merupakan biopolimer alami yang banyak di jumpai di alam setelah selulosa dan merupakan hasil N-diasetilisasi dari kitin. Kitin banyak terkandung pada hewan laut berkulit keras seperti udang, rajungan, kepiting, blangkas, serangga, moluska, dan dinding jamur seperti klas zygomycetes. Bahan ini pertama kali ditemukan oleh Rouget pada tahun 1859 (Gambar 2.5). Komposisi kitosan terdiri dari karbon, Hidrogen, dan Nitrogen (Tabel 2.1) serta dapat larut dalam

15 pelarut asam seperti asam asetat, asam formiat, asam laktat, asam sitrat dan asam hidroklorat. Kitosan tidak larut dalam air, alkali dan asam mineral encer kecuali dibawah kondisi tertentu yaitu dengan adanya sejumlah pelarut asam sehingga dapat larut dalam air, methanol, aseton dan campuran lainnya. Kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul dan derajat deasetilasi. Kitosan dalam bentuk terprotonisasi menunjukkan kerapatan muatan yang tinggi dan bersifat sebagai polielektrolit kationik dan sangat efektif berinteraksi dengan biomolekul bermuatan negatif dan biomolekul permukaan (Agusnar, 1997; Sugita dkk., 2009). CHITIN CHITOSAN Gambar 2.5. Struktur Bangun Kitin dan Kitosan (Petri dkk., 2007) Tabel 2.1. Komposisi Kimia Kitosan (Agusnar, 1997) Dalam persen (%) Karbon (C) Hidrogen ( H) Nitrogen (N) Kitosan 40,30 5,83 6,35 Sumber:(Agusnar, 1997)

16 Kitosan memiliki sifat-sifat seperti biokompatibel dan biodegradble serta mucoadhesion dapat menjadi keuntungan bagi aplikasi biomedis. Lebih jauh lagi, kitosan dapat digunakan dalam formulasi cairan sebagai bahan antimikroba dan penstabil koloidal (Petri dkk., 2007). Linden cit. Petri dkk. (2007) dijelaskan bahwa campuran polimer hidrogel terutama asam polikrilat dan logam garam serta kitosan, yang di bentuk secara langsung pada mikrochanel jaringan keras gigi dapat memperkuat ikatan mereka Kitosan Blangkas (Tachypleus gigas) Berdasarkan viskositasnya, berat molekul kitosan terdiri atas tiga yaitu kitosan bermolekul rendah, kitosan bermolekul sedang dan kitosan bermolekul tinggi. Kitosan bermolekul rendah dengan berat molekul dibawah Mv dan kitosan bermolekul sedang dengan berat molekul Mv berasal dari hewan laut dengan cangkang atau kulit yang lunak misalnya udang, cumi-cumi dan rajungan. Kitosan dengan berat molekul Mv biasanya berasal dari hewan laut bercangkang keras misalnya kepiting, kerang dan blangkas (Gambar 2.6) (Trimurni dkk., 2006). Gambar 2.6. Kitosan Blangkas (Trimurni, 2006)

17 Kitosan blangkas merupakan kitosan bermolekul tinggi yang dperoleh dari cangkang blangkas. Blangkas disebut juga dengan Horseshoe-crab. Kitosan blangkas yang diuji oleh Trimurni dkk. (2006) mempunyai derajat deastilisasi 84,20% dengan berat molekul Mv. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa kitosan blangkas mempunyai berat molekul yang tinggi. Pada penelitian tersebut juga dinyatakan bahwa kitosan blangkas yang mempunyai berat molekul tinggi dapat menstimulasi dentin reparatif dengan kemampuannya membentuk koagulum yang padat sebagai sub base membran yang memudahkan perlekatan sel-sel pulpa seperti dentinoblast untuk memudahkan migrasi dan proliferasi sel-sel pulpa dentinoblast. Arnaud dkk. (2010) meneliti efek kitosan pada proses demineralisasi dan remineralisasi gigi dihubungkan dengan keberadaan unsur fosfor. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kitosan berperan dalam proses remineralisasi dengan menghambat pelepasan fosfor dari gigi Kitosan Nanopartikel Dalam perkembangannya, kitosan dimodifikasi dalam bentuk magnetik Kitosan nanopartikel dengan ukuran partikelnya nm untuk meningkatkan daya absorbsinya. Ukuran kitosan nanopartikel yang diukur dengan SEM adalah 180 nm (Hu dkk., 2006 cit. Sugita, 2009). Szeto dan Zhigang Hu cit. Siregar M (2009) menyiapkan kitosan nanopartikel dengan melarutkan kitosan dalam larutan asam lemah ditambahkan larutan yang bersifat basa, seperti amoniak, NaOH, atau KOH

18 distirer dengan kecepatan 300 rpm sehingga diperoleh gel kitosan putih dan dibilas dengan aquadest sampai netral kemudian ditempatkan dalam ultrasonic bath untuk memecah partikel-partikel gel kitosan menjadi lebih kecil. Cheung cit. siregar (2009) menyiapkan kitosan nano dengan metode lain, yaitu dengan menambahkan larutan tripolipospat ke dalam larutan kitosan sehingga diperoleh emulsi kitosan sambil distirer dengan kecepatan 1200 rpm, dan ditambahkan asam asetat agar ph-nya 3,5 dengan hasil berupa suspen kitosan. Lu E-Shi cit. Ningsih (2010) menyiapkan kitosan nanopartikel dengan menambahkan larutan tripolipospat (TPP) kedalam larutan suspensi kitosan yang dibuat dengan menambahkan asam asetat, kemudian distrier dengan kecepatan 1200 rpm terbentuk emulsi. Ada yang menyebutkan (Tiyaboonchai, 2003) kitosan nanopartikel dapat dipakai sebagai pembawa penyaluran obat karena stabilitasnya yang baik, rendah toksik, metode persiapannya sederhana, dan dapat mengikuti rute pemberian obat. Kitosan nanopartikel sebagai agen penyalur obat sangat bermanfaat karena kitosan nano merupakan biopolimer alam yang biokompatibel, dapat larut dalam air, dapat menyalurkan obat dalam bentuk makromolekul, mempunyai berat molekul yang bervariasi sehingga mudah dimodifikasi secara kimia, membantu absorpsi antara substrat dan membran sel, serta ukuran partikel nanonya memiliki efektivitas yang lebih baik. Petri dkk. (2007) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa SIK yang dimodifikasi dengan kitosan molekul rendah menunjukkan penambahan 0,0044% berat kitosan dapat meningkatkan sifat mekanik seperti flexural strength dan

19 meningkatkan pelepasan ion fluor, penambahan 0,012% berat kitosan tidak memiliki efek yang terlihat secara statistik, dan penambahan 0,022% berat kitosan justru menurunkan sifat mekaniknya. Henny dkk. (2013) melakukan penelitian dengan menambahkan kitosan molekul tinggi nano yang diperoleh dari blangkas (Tachypleus gigas) 0,015% berat kitosan pada SIKMR dan SIKMRn dan efeknya terhadap proliferasi sel. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan viabilitas sel yang signifikan pada SIKMR dan SIKMRn yang ditambahkan 0,015% berat kitosan nano dari blangkas. 2.5 Alat Uji Scanning Electron Microscope (SEM) SEM menjadi suatu alat yang dapat diandalkan dalam mengamati integritas marginal pada penelitian in vitro. SEM merupakan metode yang paling banyak dipakai dalam pemeriksaan permukaan ikatan yang dihasilkan oleh sistem adhesif terhadap substrat gigi (Soanca, 2011). SEM merupakan jenis mikroskop elektron yang menggambarkan sampel dengan memindainya menggunakan pancaran elektron berenergi tinggi yang membentuk pola pindaian. Elektron akan berinteraksi dengan atom pada sampel dan menghasilkan sinyal yang mengandung informasi tentang topografi permukaan sampel, komposisi dan sifat lainnya seperti konduktifitas listrik. Jenis sinyal yang dihasilkan oleh SEM mencakup elektron sekunder (secondary electrons), elektron

20 yang memencar (back-scattered electrons), sinar X, cahaya (cathodoluminescence), elektron pada spesimen dan elektron yang ditransmisikan. Sinyal dihasilkan dari interaksi benturan elektron dengan atom pada atau didekat permukaan sampel. SEM dapat menghasilkan gambaran permukaan sampel dengan resolusi yang sangat tinggi dan dapat mengungkapkan detail berukuran kurang dari 1 nm. Gambaran sampel diambil secara digital dan akan ditampilkan pada layar monitor dan disimpan di dalam komputer. Pada Gambar 2.7 ditampilkan skema bagian-bagian dari SEM (Radiological and Evironmental Management, 2010). Pembesaran pada SEM dapat dikendalikan mulai dari 10 sampai kali. SEM memiliki kondenser dan lensa objektif yang berfungsi memfokuskan sinar kepada suatu tempat dan bukan menggambar keseluruhan spesimen (Materials Evaluation and Engineering, 2009). Spesimen yang akan digambar oleh SEM harus dapat mengalirkan listrik (electrically conductive). Spesimen yang terbuat dari metal hanya memerlukan sedikit tindakan preparasi untuk digambar oleh SEM. Tetapi bagi spesimen yang tidak dapat mengantarkan listrik harus dilapisi (coating) dengan suatu zat yang bersifat sebagai konduktor. Pelapis yang biasa digunakan adalah emas, aloi emas/paladium, platinum, osmium, iridium, tungsten, chromium dan graphite (MEE, 2009; REM, 2010). Sinar elektron dihasilkan pada bagian atas mikroskop oleh elektron gun. Elektron akan mengikuti jalur vertikal melalui mikroskop, yang tetap dalam keadaan vakum. Sinar melewati area elektromagnetik dan lensa, yang memfokuskan sinar turun ke arah sampel. Ketika sinar mengenai sampel, elektron dan sinar x akan

21 dikeluarkan dari sampel. Detektor akan mengumpulkan sinar x, backscattered elektron, dan elektron sekunder. Detektor akan merubahnya menjadi sinyal yang menghasilkan gambaran dan selanjutnya ditampilkan pada layar monitor (MEE, 2009; REM, 2010). Gambar 2.7. Cara Kerja SEM (Radiological and Evironmental Management, 2010) Energy Dispersive X-ray (EDX) Energy Dispersive X-ray (EDX) merupakan teknik mikroanalisis kimia yang digabungkan dengan SEM. EDX merupakan suatu alat yang dapat mendeteksi sinar x yang keluar dari sampel selama pemaparan pancaran elektron untuk mengkarakteristikkan komposisi kimia dari sampel yang dianalisa. Sistem ini terdiri dari tiga komponen utama, yaitu detektor sinar x yang dipisahkan dari ruang SEM dengan jendela polimer yang sangat tipis, untaian pengolahan getaran yang

22 menentukan energi sinar x yang dideteksi, dan peralatan analisa yang menginterpretasikan data sinar x dan menampilkannya pada layar komputer. Alat ini dikendalikan oleh suatu program Windows-based user interface (UI) yang dinamakan Genesis. Program ini terletak di dalam komputer EDX (MEE, 2009). Informasi analisa yang dapat diperoleh adalah analisa kualitatif, analisa kuantitatif, pemetaan elemen dan analisa profil garis. Untuk analisa kualitatif, nilai energi sinar x sampel dari spektrum EDS dibandingkan dengan karakteristik energi sinar x yang sudah diketahui untuk mendapatkan elemen yang terdapat pada sampel. Hasil kuantitatif dapat diperoleh dari hitungan sinar x relatif pada karakteristik tingkat energi dari komponen sampel (MEE, 2009). Russ (1984) menyatakan bahwa spektrum EDX ditampilkan secara digital membentuk sumbu x yang menggambarkan energi sinar x dan sumbu y menggambarkan intensitas (Gambar 2.8). Gambar 2.8. Spektrum EDX yang Menggambarkan Energi dan Intensitas (Russ, 1984)

23 Perkembangan material yang baru di dalam dunia kedokteran gigi serta teknik-teknik alternatif untuk melakukan restorasi gigi dianggap saling berkaitan satu sama lain untuk mendapatkan ikatan yang optimal antara gigi dan bahan restorasi (Souza-Gabriel dkk., 2012). Kunci untuk memahami proses perbaikan dentin secara keseluruhan harus mencapai tingkat molekular agar dapat dikembangkan bahan ataupun prosedur yang dapat merangsang perbaikan dentin (Ferracane dkk., 2010). 2.6 Landasan Teori SIK SIKMR + SIKMRn Anti bakteri >>> ART Kitosan Blangkas Nanopartikel 0,015 berat SIKMRn+ Kitosan blangkas Nanopartikel SIKMRn+ Kitosan blangkas Nanopartikel Remineralisasi >>> Proliferasi sel odontoblas >>> Proliferasi sel >>> Proliferasi sel >>>

24 2.7 Kerangka Konsep SIKMR + Kitosan Nanopartikel Komposisi? EDX Kavitas dalam? SIKMRn + Kitosan Nanopartikel Mikrostruktur SEM Berdasarkan bagan di atas, dapat dijelaskan bahwa pada kavitas yang dalam dapat diberikan SIKMR ataupun SIKMRn. SIKMR memiliki gugus polyacrilic acid (PAA) sedangkan kitosan mempunyai gugus amin yang mampu mengikat partikel hidroksil dan gugus karboksilat dari PAA oleh ikatan hidrogen. Ikatan yang dibentuk oleh kitosan dan PAA di sekitar partikel anorganik dapat mengurangi tegangan pada permukaan antar komponen SIKMR (Petri dkk., 2007). Selain itu, gugus amino dan hidroksil yang saling terikat juga berperan seabagi amino pengganti (Trimurni dkk., 2006). Penelitian yang dilakukan Henny dkk. (2013) menunjukkan bahwa SIKMRn merupakan varian yang paling tinggi dalam menginduksi proliferasi sel. Hal ini disebabkan karena pada prinsip rekayasa jaringan, ukuran partikel material dapat mempengaruhi efek biologi, yaitu makin kecil ukuran partikel, makin luas permukaannya, sehingga makin meningkat pula interaksi material dan jaringan sekitarnya.

25 Dengan penambahan kitosan nanopartikel pada SIKMR dan SIKMRn diperlukan untuk merekomendasikan penggunaan bahan restorasi yang dapat memberikan kekuatan ikatan terhadap dentin dengan melihat mikrostruktur dan komposisi dari gabungan bahan tersebut terhadap dentin yang dapat dilihat melalui SEM dan EDX. 2.8 Hipotesis Penelitian Dari uraian diatas dapat dibuat hipotesa yaitu : 1. Ada perbedaan pada mikrostruktur dentin yang diaplikasikan SIKMR dan SIKMRn yang ditambahkan kitosan molekul nanopartikel. 2. Ada perbedaan pada komposisi kimia dari kombinasi SIKMR dan SIKMRn yang ditambahkan kitosan molekul tinggi pada dentin.

BAB 1 PENDAHULUAN. interaksi antara bahan restorasi dengan jaringan gigi merupakan hal yang penting

BAB 1 PENDAHULUAN. interaksi antara bahan restorasi dengan jaringan gigi merupakan hal yang penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu kedokteran gigi restoratif memiliki tujuan utama untuk mengembalikan dan mempertahankan kesehatan gigi melalui perawatan restoratif yang adekuat guna melindungi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mulut khususnya dalam perawatan konservasi gigi. Pada saat ini perawatan lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. mulut khususnya dalam perawatan konservasi gigi. Pada saat ini perawatan lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu dan teknologi dalam kedokteran gigi harus tetap terjaga mutunya bahkan dapat ditingkatkan untuk memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut khususnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan masalah penyakit infeksi gigi dan mulut yang paling sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam berbagai kelompok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahan restorasi yang cepat dan mudah untuk diaplikasikan, dapat melekat dengan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahan restorasi yang cepat dan mudah untuk diaplikasikan, dapat melekat dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Gigi desidui berada pada rongga mulut dalam waktu yang singkat tetapi ketika terjadi karies, gigi desidui perlu mendapatkan perhatian khusus terutama dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gigi merupakan salah satu faktor penting dalam estetika yang mendukung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gigi merupakan salah satu faktor penting dalam estetika yang mendukung BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi merupakan salah satu faktor penting dalam estetika yang mendukung penampilan seseorang. Gigi manusia memiliki struktur yang kompleks. Jaringan keras gigi terdiri atas enamel,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam merestorasi gigi pasca

BAB I PENDAHULUAN. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam merestorasi gigi pasca BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi yang membutuhkan perawatan saluran akar pada umumnya mengalami kerusakan pada jaringan pulpa dan mahkota, baik karena proses karies, restorasi sebelumnya atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan restorasi gigi ada dua macam, yaitu restorasi langsung dan restorasi tidak langsung. Restorasi langsung adalah restorasi gigi yang dapat dibuat langsung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) ionomer kaca. Waktu kerja yang singkat dan waktu pengerasan yang lama pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) ionomer kaca. Waktu kerja yang singkat dan waktu pengerasan yang lama pada 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) SIKMR merupakan modifikasi dari semen ionomer kaca dan monomer resin sehingga bahan ini memiliki sifat fisis yang lebih baik dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama restorasi pada daerah yang tidak mendapat tekanan besar (Zoergibel dan Illie, 2012). Terlepas dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. mengenai , dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. mengenai  , dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas 1 I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang dapat mengenai email, dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kurang estestik, sulit dipolish, dan mempunyai sifat brittle. Kitosan adalah salah satu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kurang estestik, sulit dipolish, dan mempunyai sifat brittle. Kitosan adalah salah satu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Glass ionomer cement atau Semen Ionomer Kaca (GIC atau SIK) merupakan bahan restorasi yang banyak digunakan oleh dokter gigi dan terus dikembangkan. SIK memiliki kemampuan berikatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin

I. PENDAHULUAN. kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pemutihan gigi adalah prosedur yang telah digunakan pada bidang kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin banyak dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan baru di berbagai bidang tak terkecuali bidang kedokteran gigi. Terobosan baru senantiasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada jaringan keras dan akan terus berlangsung sampai jaringan dibawahnya.

BAB I PENDAHULUAN. pada jaringan keras dan akan terus berlangsung sampai jaringan dibawahnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi adalah proses penghancuran atau perlunakan dari email maupun dentin. Proses tersebut terjadi karena demineralisasi yang progresif pada jaringan keras dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi dan mulut, yang salah satunya digambarkan oleh indeks DMF-T

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi dan mulut, yang salah satunya digambarkan oleh indeks DMF-T BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai Negara berkembang memiliki berbagai macam masalah kesehatan gigi dan mulut, yang salah satunya digambarkan oleh indeks DMF-T Indonesia pada Riset

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan restorasi resin komposit pertama sekali diperkenalkan oleh Bowen pada tahun 1962. 1 Resin komposit merupakan suatu bahan restorasi yang memiliki banyak kelebihan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan geser antara self adhesif semen

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan geser antara self adhesif semen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penilitian Penelitian mengenai perbedaan kekuatan geser antara self adhesif semen dan semen ionomer kaca tipe 1 terhadap restorasi indirect veneer resin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi yang populer belakangan ini adalah perawatan bleaching yaitu suatu cara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi yang populer belakangan ini adalah perawatan bleaching yaitu suatu cara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesadaran masyarakat akan penampilan terus meningkat saat ini, tuntutan pasien akan penampilan gigi yang baik juga sangat tinggi. Salah satu perawatan gigi yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis bahan restorasi di bidang kedokteran gigi semakin banyak tersedia dengan berbagai macam karakteristik, yaitu komposisi, sifat, struktur, kelebihan dan kekurangan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Resin komposit merupakan material restorasi sewarna gigi yang pada awalnya hanya digunakan sebagai bahan restorasi gigi anterior. Sampai saat ini resin komposit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuanpenemuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuanpenemuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuanpenemuan baru diberbagai bidang tak terkecuali bidang kedokteran gigi. Terobosan baru senantiasa dilakukan

Lebih terperinci

3 Universitas Indonesia

3 Universitas Indonesia BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Ionomer Kaca (SIK) Semen Ionomer Kaca (SIK) pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan Kent pada tahun 1971, yang terdiri dari bubuk kaca fluoroaluminosilikat dan larutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal utama yang harus dimiliki seorang dokter gigi dalam menjalankan praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan restorasi yang sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan karena adanya aktivitas suatu jasad renik yang ditandai dengan demineralisasi atau hilangnya mineral

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Beberapa dekade terakhir dalam kedokteran gigi konservatif resin

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Beberapa dekade terakhir dalam kedokteran gigi konservatif resin BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Beberapa dekade terakhir dalam kedokteran gigi konservatif resin komposit mulai banyak digunakan sebagai bahan restorasi anterior maupun posterior karena permintaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah servikal gigi sesuai dengan kualitas estetik dan kemampuan bahan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah servikal gigi sesuai dengan kualitas estetik dan kemampuan bahan tersebut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Resin komposit secara luas telah digunakan untuk merestorasi lesi karies di daerah servikal gigi sesuai dengan kualitas estetik dan kemampuan bahan tersebut untuk berikatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan tarik antara adhesif semen dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan tarik antara adhesif semen dan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian mengenai perbedaan kekuatan tarik antara adhesif semen dan semen ionomer kaca tipe 1 terhadap restorasi veneer indirek resin komposit

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 22 BAB 5 HASIL PENELITIAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kebocoran mikro pada tumpatan GIC Fuji IX, GIC Fuji II, dan GIC Fuji II LC. Kebocoran mikro tersebut dapat terdeteksi dengan terlihatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mahkota (crown) dan jembatan (bridge). Mahkota dapat terbuat dari berbagai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mahkota (crown) dan jembatan (bridge). Mahkota dapat terbuat dari berbagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi tiruan cekat merupakan protesa permanen yang melekat pada gigi yang masih tersisa untuk menggantikan satu atau lebih kehilangan gigi (Shilingburg dkk., 1997).

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. terhadap restorasi estetik semakin banyak. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. terhadap restorasi estetik semakin banyak. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk 18 I. Pendahuluan A. Latar Belakang Perkembangan bidang kedokteran gigi bukan hanya mencakup tindakan preventif, kuratif dan promotif, melainkan juga estetik, menyebabkan kebutuhan terhadap restorasi estetik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mekanis dari bahan restorasi, kekuatan mekanis dari gigi, estetik, dan bentuk jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN. mekanis dari bahan restorasi, kekuatan mekanis dari gigi, estetik, dan bentuk jaringan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan bahan restorasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kekuatan mekanis dari bahan restorasi, kekuatan mekanis dari gigi, estetik, dan bentuk jaringan gigi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan terbukanya tubulus dentin terhadap mikroorganisme yang akan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan terbukanya tubulus dentin terhadap mikroorganisme yang akan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bidang kedokteran gigi, perawatan gigi karena kerusakan gigi menyebabkan terbukanya tubulus dentin terhadap mikroorganisme yang akan menyebabkan terjadinya infeksi pulpa dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Resin komposit merupakan salah satu restorasi estetik yang paling populer

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Resin komposit merupakan salah satu restorasi estetik yang paling populer I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Resin komposit merupakan salah satu restorasi estetik yang paling populer digunakan oleh dokter gigi, terutama untuk merestorasi gigi anterior karena memiliki

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN ADHESIF. Kata adhesi berasal dari bahasa latin adhaerere yang berarti menyatukan

BAB 2 BAHAN ADHESIF. Kata adhesi berasal dari bahasa latin adhaerere yang berarti menyatukan BAB 2 BAHAN ADHESIF Salah satu material restorasi yang sering dipakai pada bidang keokteran gigi adalah resin komposit. Bahan resin komposit tersebut berikatan dengan struktur gigi melalui bahan adhesif.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat dewasa ini. Akhir-akhir ini bahan restorasi resin komposit

PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat dewasa ini. Akhir-akhir ini bahan restorasi resin komposit I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan restorasi yang baik dan dapat mengembalikan estetik merupakan kebutuhan masyarakat dewasa ini. Akhir-akhir ini bahan restorasi resin komposit sangat populer

Lebih terperinci

toksisitas amalgam yang dikaitkan dengan merkuri yang dikandungnya masih hangat dibicarakan sampai saat ini. 1,2,3 Resin komposit adalah suatu bahan

toksisitas amalgam yang dikaitkan dengan merkuri yang dikandungnya masih hangat dibicarakan sampai saat ini. 1,2,3 Resin komposit adalah suatu bahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasien dan dokter gigi mempunyai berbagai pilihan dalam memilih bahan material dan prosedur dalam merawat lesi karies atau gigi yang hilang.perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigi berlubang (karies gigi). Pasien datang dengan kondisi gigi berlubang yang

BAB I PENDAHULUAN. gigi berlubang (karies gigi). Pasien datang dengan kondisi gigi berlubang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit gigi dan mulut yang sering dialami oleh masyarakat adalah gigi berlubang (karies gigi). Pasien datang dengan kondisi gigi berlubang yang terjadi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Teknologi restorasi estetik mengalami perkembangan yang sangat pesat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Teknologi restorasi estetik mengalami perkembangan yang sangat pesat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Teknologi restorasi estetik mengalami perkembangan yang sangat pesat beberapa tahun terakhir. Teknologi bahan restorasi berkembang dari aspek kualitas dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan untuk mempertahankan gigi dalam rongga mulut serta mengembalikan keadaan gigi agar dapat diterima secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah tanggal. Selama lebih dari 35 tahun dental implantology telah terbukti

BAB I PENDAHULUAN. telah tanggal. Selama lebih dari 35 tahun dental implantology telah terbukti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak diperkenalkannya implan gigi oleh Brånemark pada tahun 1960an, implan gigi telah menjadi pilihan perawatan untuk menggantikan gigi asli yang telah tanggal. Selama

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin Semen ionomer kaca telah digunakan secara luas dibidang kedokteran gigi. Sejak diperkenalkan oleh Wilson dan Kent pada tahun 1971. Ionomer

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan koronal mahkota klinis gigi asli, yang dapat memperbaiki morfologi,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan koronal mahkota klinis gigi asli, yang dapat memperbaiki morfologi, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahkota gigi tiruan cekat merupakan suatu restorasi tetap yang menutupi permukaan koronal mahkota klinis gigi asli, yang dapat memperbaiki morfologi, kontur, serta melindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Putih kekuning-kuningan, kuning keabu-abuan, dan putih keabu-abuan. warna atau yang dinamakan diskolorisasi gigi (Grossman, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. Putih kekuning-kuningan, kuning keabu-abuan, dan putih keabu-abuan. warna atau yang dinamakan diskolorisasi gigi (Grossman, 1995). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putih kekuning-kuningan, kuning keabu-abuan, dan putih keabu-abuan merupakan warna gigi normal manusia. Warna gigi ini ditentukan oleh warna dentin yang melapisi di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. masalah estetik namun juga melibatkan fungsi dari gigi yang akan direstorasi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. masalah estetik namun juga melibatkan fungsi dari gigi yang akan direstorasi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan meningkatnya ekspektasi pasien, seorang dokter gigi dalam mengambil keputusan untuk merestorasi gigi tidak hanya mempertimbangkan masalah estetik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan periodontal, yaitu jaringan yang menghubungkan antara gigi dan tulang alveolar. Di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Restorasi dapat dibedakan menjadi restorasi direk dan indirek. Restorasi direk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Restorasi dapat dibedakan menjadi restorasi direk dan indirek. Restorasi direk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Restorasi gigi adalah hasil prosedur kedokteran gigi yang memiliki tujuan mengembalikan bentuk, fungsi, dan penampilan gigi (Harty dan Ogston, 1995). Restorasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. silikat dan semen polikarboksilat pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan

BAB 1 PENDAHULUAN. silikat dan semen polikarboksilat pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan bidang kedokteran gigi bukan hanya mencakup tindakan preventif, kuratif dan promotif, melainkan juga estetik, menyebabkan kebutuhan terhadap restorasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. estetika yang sangat mempengaruhi penampilan. Hal ini menjadi permasalahan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. estetika yang sangat mempengaruhi penampilan. Hal ini menjadi permasalahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan warna yang terjadi pada gigi sering menimbulkan masalah estetika yang sangat mempengaruhi penampilan. Hal ini menjadi permasalahan karena banyak orang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. (RelyX) dan semen ionomer kaca tipe 1 tipe 1 terhadap restorasi veneer

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. (RelyX) dan semen ionomer kaca tipe 1 tipe 1 terhadap restorasi veneer BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian mengenai perbedaan kekuatan tarik antara semen resin (RelyX) dan semen ionomer kaca tipe 1 tipe 1 terhadap restorasi veneer indirek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan sementum, yang disebabkan oleh aktifitas berbagai mikroorganisme yang ditandai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Selama beberapa tahun terakhir, perawatan endodontik cukup sering

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Selama beberapa tahun terakhir, perawatan endodontik cukup sering I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Selama beberapa tahun terakhir, perawatan endodontik cukup sering dilakukan. Perawatan saluran akar merupakan salah satu jenis perawatan endodontik yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena memiliki warna yang hampir mirip dengan warna gigi asli dan kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. karena memiliki warna yang hampir mirip dengan warna gigi asli dan kekuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan restorasi yang memiliki nilai estetis yang tinggi merupakan keinginan masyarakat saat ini. Penggunaan resin komposit sebagai bahan restorasi di bidang kedokteran

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. seperti semula sehingga dapat berfungsi kembali. Hal ini menunjukkan bahwa

BAB IV PEMBAHASAN. seperti semula sehingga dapat berfungsi kembali. Hal ini menunjukkan bahwa BAB IV PEMBAHASAN Menurut Roberson (2006) tujuan dari restorasi adalah membentuk gigi seperti semula sehingga dapat berfungsi kembali. Hal ini menunjukkan bahwa restorasi setelah perawatan endodontik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adhesif atau bonding sistem (Puspitasari, 2014). Sistem mekanik yang baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adhesif atau bonding sistem (Puspitasari, 2014). Sistem mekanik yang baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Resin komposit semakin populer karena memiliki estetis yang baik. Tumpatan resin komposit tidak dapat berikatan secara alami dengan struktur gigi, ikatan ini diperoleh

Lebih terperinci

Volume 47, Number 3, September 2014

Volume 47, Number 3, September 2014 121 Volume 47, Number 3, September 2014 Research Report Pengaruh chitosan belangkas (Tachypleus gigas) nanopartikel terhadap celah antara berbagai jenis semen ionomer kaca dengan dentin (The effect of

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI II.1 Tinjauan Pustaka Bahan tumpat gigi merupakan material kedokteran gigi yang digunakan untuk menumpat gigi yang telah berlubang. Bahan tumpat gigi yang paling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggantikan gigi hilang. Restorasi ini dapat menggantikan satu atau lebih gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggantikan gigi hilang. Restorasi ini dapat menggantikan satu atau lebih gigi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi tiruan cekat adalah restorasi yang kuat dan retentif berguna untuk menggantikan gigi hilang. Restorasi ini dapat menggantikan satu atau lebih gigi hilang dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. yang paling sering digunakan dibidang kedokteran gigi restoratif. Selain segi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. yang paling sering digunakan dibidang kedokteran gigi restoratif. Selain segi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Material komposit sudah digunakan dibidang kedokteran gigi untuk merestorasi gigi sejak Bowen memperkenalkannya pada awal tahun 1960an (Joshi, 2008). Sejak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori Hidroksiapatit berpori digunakan untuk loading sel (Javier et al. 2010), pelepas obat (drug releasing agents) (Ruixue et al. 2008), analisis kromatografi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar bertujuan untuk mengeleminasi bakteri yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar bertujuan untuk mengeleminasi bakteri yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perawatan saluran akar bertujuan untuk mengeleminasi bakteri yang menyebabkan infeksi pada jaringan pulpa gigi dan jaringan periapikal. Perawatan saluran akar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kedokteran gigi mengembangkan berbagai jenis material restorasi sewarna gigi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kedokteran gigi mengembangkan berbagai jenis material restorasi sewarna gigi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu dan teknologi di bidang kedokteran gigi semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan tersebut, masyarakat pun semakin sadar akan pentingnya faktor estetika.

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah estetik pada gigi banyak ditemukan saat ini. Diskolorasi gigi merupakan salah satu masalah estetik yang membuat pasien terdorong untuk memutihkan gigi.

Lebih terperinci

Biokeramik pada Dental Implant

Biokeramik pada Dental Implant Biokeramik pada Dental Implant Latar Belakang Perkembangan ilmu kedokteran tak lepas dari peranan dan kerjasama engineer dalam menciptakan berbagai peralatan canggih yang menunjangnya. Bisa dikatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Veneer a. Definisi Veneer adalah bahan lapisan sewarna gigi untuk mengembalikan kerusakan lokal atau umum dan perubahan warna instrinsik. Biasanya, veneer

Lebih terperinci

bioaktif sehingga akan terjadi remineralisasi. Ini berarti bahwa prinsip GV black extention

bioaktif sehingga akan terjadi remineralisasi. Ini berarti bahwa prinsip GV black extention Prinsip minimal intervensi dapat diartikan sebagai perawatan terhadap karies dengan mengambil jaringan gigi yang terdemineralisasi saja dan mengarah kepada pemeliharaan struktur gigi yang sehat sebanyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. penampilan seseorang secara keseluruhan (Torres dkk., 2012). Salah satu aspek

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. penampilan seseorang secara keseluruhan (Torres dkk., 2012). Salah satu aspek 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Estetik gigi geligi dewasa ini sangat diperhatikan dalam menunjang penampilan seseorang secara keseluruhan (Torres dkk., 2012). Salah satu aspek yang diperhatikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Ortodontik Ortodontik berasal dari Bahasa Yunani, ortho yang berarti lurus atau teratur, dan odons berarti gigi. Sehingga, ortodontik merupakan spesialisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Beer dkk., 2006; Walton dan Torabinejad, 2008). gejalanya, pulpitis dibedakan menjadi reversible pulpitis dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Beer dkk., 2006; Walton dan Torabinejad, 2008). gejalanya, pulpitis dibedakan menjadi reversible pulpitis dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi merupakan salah satu masalah gigi dan mulut yang sering terjadi dan berpotensi untuk menyebabkan masalah gigi dan mulut lainnya. Prevalensi karies gigi di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena selain dapat menghasilkan senyum yang indah juga sangat membantu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena selain dapat menghasilkan senyum yang indah juga sangat membantu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Senyum yang sehat adalah senyum yang terbentuk dari jaringan mulut yang sehat. Setiap orang mendambakan memiliki gigi yang sehat dan putih berseri karena selain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fungsional gigi dapat menyebabkan migrasi (tipping, rotasi, dan ekstrusi),

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fungsional gigi dapat menyebabkan migrasi (tipping, rotasi, dan ekstrusi), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehilangan satu gigi atau lebih dapat menyebabkan gangguan pada keseimbangan fungsional gigi yang masih ada. Hilangnya keseimbangan fungsional gigi dapat menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masalah estetika yang berpengaruh terhadap penampilan dan menimbulkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masalah estetika yang berpengaruh terhadap penampilan dan menimbulkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan warna yang terjadi pada gigi depan seringkali menimbulkan masalah estetika yang berpengaruh terhadap penampilan dan menimbulkan dampak psikologis berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cukup tinggi. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, indeks DMF-T Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cukup tinggi. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, indeks DMF-T Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi terjadinya karies di Indonesia masih menunjukkan angka yang cukup tinggi. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, indeks DMF-T Indonesia sebesar 4,6, yang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perubahan warna gigi dapat diperbaiki dengan dua cara yaitu dengan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perubahan warna gigi dapat diperbaiki dengan dua cara yaitu dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan warna gigi dapat diperbaiki dengan dua cara yaitu dengan pemutihan gigi (bleaching) dan cara restoratif yaitu pembuatan mahkota jaket / pelapisan (veneer).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perlu dicabut. Proses perawatan saluran akar meliputi preparasi biomekanis,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perlu dicabut. Proses perawatan saluran akar meliputi preparasi biomekanis, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan saluran akar bertujuan menyelamatkan gigi yang sudah rusak sehingga memungkinkan struktur gigi yang tersisa untuk berfungsi dan gigi tidak perlu dicabut.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Semen Ionomer Kaca (SIK) dikembangkan oleh Wilson dan McLean pada Laboratorium Kimia Pemerintah di Inggris pada tahun 1972. Semen Ionomer Kaca merupakan kelompok semen gigi berbasis

Lebih terperinci

Restorasi Sandwich Semen Ionomer Kaca Dengan Resin Komposit. Nevi Yanti. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

Restorasi Sandwich Semen Ionomer Kaca Dengan Resin Komposit. Nevi Yanti. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Restorasi Sandwich Semen Ionomer Kaca Dengan Resin Komposit Nevi Yanti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Beberapa tahun belakangan ini, penggunaan resin komposit telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. digunakan dikedokteran gigi. Bahan restorasi ini diminati masyarakat karena

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. digunakan dikedokteran gigi. Bahan restorasi ini diminati masyarakat karena BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Resin komposit merupakan salah satu bahan restorasi yang sering digunakan dikedokteran gigi. Bahan restorasi ini diminati masyarakat karena memiliki nilai estetis yang

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS FIBER PADA PASAK FABRICATED FIBER REINFORCED COMPOSITE TERHADAP KETAHANAN FRAKTUR AKAR

PENGARUH JENIS FIBER PADA PASAK FABRICATED FIBER REINFORCED COMPOSITE TERHADAP KETAHANAN FRAKTUR AKAR TESIS PENGARUH JENIS FIBER PADA PASAK FABRICATED FIBER REINFORCED COMPOSITE TERHADAP KETAHANAN FRAKTUR AKAR PROGRAM STUDI ILMU KONSERVASI Diajukan oleh ; drg. Pradnya Widyo Septodika (12 / 338285 / PKG

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Resin komposit merupakan bahan restorasi gigi yang telah lama digunakan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Resin komposit merupakan bahan restorasi gigi yang telah lama digunakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Resin komposit merupakan bahan restorasi gigi yang telah lama digunakan untuk menggantikan jaringan gigi yang hilang dan mampu memodifikasi warna serta kontur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biomaterial logam, keramik, polimer dan komposit. kekurangan. Polimer mempunyai kekuatan mekanik yang sangat rendah

BAB I PENDAHULUAN. biomaterial logam, keramik, polimer dan komposit. kekurangan. Polimer mempunyai kekuatan mekanik yang sangat rendah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam aktivitasnya banyak menghadapi permasalahan serius yang disebabkan oleh kecelakaan dan penyakit. Tercatat kecelakaan lalu lintas (lakalantas)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kerusakan gigi dapat berupa karies, keausan, trauma, penyakit periodontal,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kerusakan gigi dapat berupa karies, keausan, trauma, penyakit periodontal, BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kerusakan gigi dapat berupa karies, keausan, trauma, penyakit periodontal, dan tindakan iatrogenik yang dapat menyebabkan terbukanya tubulus dentin terhadap mikroorganisme. Kerusakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan bersih menjadi tujuan utamanya. Bleaching merupakan salah satu perawatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan bersih menjadi tujuan utamanya. Bleaching merupakan salah satu perawatan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan perkembangan zaman, keinginan pasien untuk meningkatkan estetika semakin tinggi. Bagi kebanyakan orang, gigi yang putih dan bersih menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar lebih mudah mengalami

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar lebih mudah mengalami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar lebih mudah mengalami fraktur dibandingkan gigi dengan pulpa yang masih vital. Hal ini terutama disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Restorasi resin komposit telah menjadi bagian yang penting di dunia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Restorasi resin komposit telah menjadi bagian yang penting di dunia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Restorasi resin komposit telah menjadi bagian yang penting di dunia kedokteran gigi seiring dengan perkembangan pada sistem dental adhesive, meningkatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akar, mencegah kontaminasi sistem saluran akar dengan saliva, menghambat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akar, mencegah kontaminasi sistem saluran akar dengan saliva, menghambat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemakaian tumpatan sementara sangat diperlukan dalam bidang kedokteran gigi. Tujuan tumpatan sementara adalah menutup rongga jalan masuk saluran akar, mencegah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan saluran akar merupakan suatu usaha perawatan untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan saluran akar merupakan suatu usaha perawatan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan saluran akar merupakan suatu usaha perawatan untuk mempertahankan gigi selama mungkin di dalam mulut, sehingga fungsi dalam lengkung gigi dapat terjaga dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Powers dan Sakaguchi (2006) resin komposit adalah salah satu

I. PENDAHULUAN. Menurut Powers dan Sakaguchi (2006) resin komposit adalah salah satu I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Resin komposit merupakan salah satu material yang paling populer dalam dunia kedokteran gigi karena sifat estetisnya yang sangat baik, kekuatan yang adekuat, dan kemampuannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karies. Hal ini dipengaruhi oleh morfologi dan kandungan mineral penyusun gigi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karies. Hal ini dipengaruhi oleh morfologi dan kandungan mineral penyusun gigi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Struktur email dan dentin pada gigi merupakan faktor penting terjadinya karies. Hal ini dipengaruhi oleh morfologi dan kandungan mineral penyusun gigi (Samaranayake,

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dilakukan pada masa kini. Setiap tahap perawatan saluran akar sangat menentukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dilakukan pada masa kini. Setiap tahap perawatan saluran akar sangat menentukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perawatan saluran akar merupakan perawatan endodontik yang paling banyak dilakukan pada masa kini. Setiap tahap perawatan saluran akar sangat menentukan keberhasilannya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Resin Komposit Istilah komposit adalah kombinasi dua bahan atau lebih yang memiliki sifat berbeda untuk mendapatkan sifat yang lebih baik 7. Contoh bahan komposit alamiah adalah

Lebih terperinci

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ILMU KONSERVASI GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ILMU KONSERVASI GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 EFEK PENAMBAHAN KITOSAN BLANGKAS (Tachypleus gigas) NANOPARTIKEL PADA VARIAN SEMEN IONOMER KACA TERHADAP MIKROSTRUKTUR DENTIN DAN KOMPOSISI KIMIA MELALUI SEM-EDX (In vitro) TESIS Oleh HENNY SUTRISMAN 117160022

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencegah timbulnya kembali karies, tetapi juga untuk mengembalikan fungsinya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencegah timbulnya kembali karies, tetapi juga untuk mengembalikan fungsinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan merestorasi gigi tidak hanya untuk menghilangkan penyakit dan mencegah timbulnya kembali karies, tetapi juga untuk mengembalikan fungsinya (Ford, 1993).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dentin dan bahan bahan organik (Ramayanti & Purnakarya, 2013). Gigi

BAB I PENDAHULUAN. dentin dan bahan bahan organik (Ramayanti & Purnakarya, 2013). Gigi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies atau gigi berlubang merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi baik pada email maupun dentin yang disebabkan oleh metabolisme mikroorganisme dalam plak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yang mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yang mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yang mengenai daerah antara lain email, dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan partikel bahan pengisi. Kelemahan sistem resin epoksi, seperti lamanya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan partikel bahan pengisi. Kelemahan sistem resin epoksi, seperti lamanya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Komposit Istilah bahan komposit dapat didefinisikan sebagai gabungan dua atau lebih bahan berbeda dengan sifat-sifat yang unggul atau lebih baik dari bahan itu sendiri.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebocoran mikro Kebocoran mikro adalah mengalirnya cairan oral serta bakteria dan toksinnya ke dalam celah mikroskopis yang terletak antara permukaan gigi yang dipreparasi dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian luka pada kecelakaan seiring waktu semakin meningkat. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO) melaporkan kecelakaan lalu lintas

Lebih terperinci