BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperut bagian atas. Sindroma dispepsia digunakan untuk menerangkan berbagai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperut bagian atas. Sindroma dispepsia digunakan untuk menerangkan berbagai"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Dispepsia Pengertian Sindroma Dispepsia Sindroma dispepsia adalah suatu istilah yang merujuk pada gejala abnormal diperut bagian atas. Sindroma dispepsia digunakan untuk menerangkan berbagai keluhan di abdomen bagian atas, sindroma dispepsia sering juga dipakai sebagai sinonim dari gangguan pencernaan (Rahmati, 2004). Menurut kriteria Roma III sindroma dispepsia fungsional didefinisikan sebagai sindroma yang mencakup satu atau lebih dari gejala- gejala berikut: perasaan perut penuh setelah makan, cepat kenyang, atau rasa terbakar di ulu hati, yang berlangsung sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal mula gejala sedikitnya timbul 6 bulan sebelum diagnosis Patofisiologi Dari sudut pandang patofisiologis, proses yang paling banyak dibicarakan dan potensial berhubungan dengan dispepsia fungsional adalah hipersekresi asam lambung, infeksi helicobacter pylori, dismotilitas gastrointestinal, dan hipersensivitas viseral (Djojodiningrat D. 2006). Ferri et al.(2012) menegaskan bahwa patofisiologi dispepsia hingga kini masih belum sepenuhnya jelas dan penelitian-penelitian masih terus dilakukan terhadap faktor-faktor yang dicurigai memiliki peranan bermakna, seperti di bawah ini: 6

2 7 1. Abnormalitas fungsi motorik lambung, khususnya keterlambatan pengosongan lambung, hipomotilitas antrum, hubungan antara volume lambung saat puasa yang rendah dengan pengosongan lambung yang lebih cepat, serta gastric compliance yang lebih rendah. 2. Faktor-faktor psikososial, khususnya terkait dengan gangguan cemas dan depresi. Kasus dispepsia fungsional umumnya mempunyai tingkat sekresi asam lambung, baik sekresi basal maupun dengan stimulasi pentagastrin, yang rata-rata normal. Diduga terdapat peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak diperut (Talley NJ, Coline-Jones D, Koch KL, Stanghelline V. 1991). Peran infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional belum sepenuhnya dimengerti dan diterima. Kekerapan infeksi H.pylori pada dispepsia fungsional sekitar 50% dan tidak berbeda bermakna dengan angka kekerapan infeksi H.pylori pada kelompok orang sehat. Mulai ada kecendrungan untuk melakukan eradikasi H.pylori pada dispepsia fungsional dengan H.pylori positif yang gagal dengan pengobatan konservatif baku (Talley NJ, Stanghellini V, Heading RC, Koch KL, Malangelada JR, Tygat GN,. 2006). Selama beberapa waktu, dismotilitas telah menjadi fokus perhatian dan beragam abnormalitas, motorik telah dilaporkan, diantaranya keterlambatan

3 8 pengosongan lambung, akomodasi fundus terganggu, distensia antrum, kontraktilitas fundus postprandial, dan dismotilitas duodenal (Talley NJ, Stanghellini V, Heading RC, Koch KL, Malangelada JR, Tygat GN,. 2006). Beragam studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional, terjadi perlambatan pengosongan lambung dan hipomotilitas antrum (hingga 50% kasus), tetapi harus dimengerti bahwa proses motilitas gastrointestinal merupakan proses yang sangat kompleks, sehingga gangguan pengosongan lambung saja tidak dapat mutlak menjadi penyebab tungal adanya gannguan motilitas (Djojodiningrat D. 2006). Dinding usus mempunyai berbagai reseptor, termasuk reseptor kimiawi, reseptor mekanik, dan nociceptors. Berdasarkan studi, pasien dispepsia dicurigai mempunyai hipersensitivitas viseral terhadap distensi balon digaster atau duodenum, meskipun mekanisme pastinya masih belum dipahami (Djojodiningrat D. 2006). Hipersensivitas viseral juga disebut-sebut memainkan peranan penting pada semua gangguan fungsional dan dilaporkan terjadi pada 30-40% pasien dengan dispepsia fungsional (Halder SL, Locke GR 3 rd, Schleck CD, Zinsmeiter AR, Gerdes LU, Et al. 2011). Mekanisme hipersensivitas ini dibuktikan melalui uji klinis (Lacy BE, Talley NJ, Camileri M. 2010). Dalam penelitian tersebut, sejumlah asam dimasukkan kedalam lambung pasien dispepsia fungsional dan orang sehat. Didapatkan hasil

4 9 tingkat keparahan gejala dispeptik lebih tinggi pada individu dispepsia fungsional. Hal ini membuktikan peranan penting hipersensivitas dalam patofisiologi dispepsia. Dispungsi persarafan vagal diduga berperan dalam hipersensivitas gastrointestinal pada kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga diduga berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proksimal lambung sewaktu menerima makanan, sehingga menimbulakan gangguan akomodasi lambung dan cepat rasa kenyang (Djojodiningrat D. 2006). Adanya disritmia mioelektrik lambung pada pemeriksaan elektrogastrografi terdeteksi pada beberapa kasus dispepsia fungsional, tetapi peranannya masih perlu dibuktikan lebih lanjut (Djojodiningrat D. 2006). Peranan hormonal masih belum jelas diketahui dalam patogenesis dispepsia fungsional dilaporkan adanya penurunan kadar hormon motilin yang menyebabkan gangguan motilitas antroduodenal. Dalam beberapa percobaan, progesteron, estradiol, dan prolaktin memengaruhi kontraktilitas otot polos dan memperlambat waktu transit gastrointestinal (Djojodiningrat D. 2006). Intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia funsional dibanding kasus kontrol (Djojodiningrat D. 2006). Adanya stres akut dapat memengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah pemberian stimulus berupa stres. Kontroversi

5 10 masih banyak ditemukan pada upaya menghubungkan faktor psikologis stres kehidupan, fungsi autonom, dan motilitas. Tidak didapatkan kepribadian yang karakteristik untuk kelompok dispepsia fungsional ini, walaupun dalam sebuah studi dipaparkan adanya kecendrungan masa kecil yang tidak bahagia, pelecehan seksual, atau gangguaan jiwa pada kasus dispepsia fungsional (Talley NJ, Vakil N, and the practice parameters committe of the American College of Gastroenterology, 2005). Potensi kontribusi faktor genetik juga mulai dipertimbangkan, seiring dengan terdapatnya bukti-bukti penelitian yang menemukan adanya interaksi antara polimorfosisme gen-gen terkait respons imun dengan infeksi helicobacter pylori pada pasien dengan dispepsia funsional (Dahlerup S, Andersen RC, Nielsen BS, Schjodt I, Christense LA, Gerdes LU, et al. 2011) Klasifikasi Dispepsia Sindroma dispepsia dapat diklasifikasikan dispepsia organik, dan dispepsia non-organik atau dispepsia fungsional yang masing-masing akan dibahas lebih lanjut (Sujono Hadi, 2003) Dispepsi organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. Istilah dispepsi organik baru dapat dipakai bila penyebabnya sudah jelas. Dispesia tukak (ulcer-like dyspepsia), Dispepsi bukan tukak, Refluks gastroesofagel, Penyakit saluran empedu, Karsinoma (lambung, kolon, pancreas) pancreatitis, sindroma malabsorpsi, beberapa penyakit metabolism (diabetes mellitus

6 11 dan hipotiroid, hiperparatiroid, imbalans elektrolit), Penyakit lain, misalnya, penyakit jantung iskemik, penyakit vaskuler kolagen. Dispepsia tukak keluhan penderita yang sering diajukan ialah rasa nyeri di ulu hati. Berkurang atau bertambahnya rasa nyeri ada hubungannya dengan makanan, pada tengah malam sering terbangun karena nyeri atau pedih di ulu hati. Hanya dengan pemeriksaan endoskopi dan radiologi dapat menentukan adanya tukak di lambung atau di duodenum. Dispepsia bukan tukak mempunyai keluhan yang mirip dengan dispepsi tukak. Biasa ditemukan pada gastritis, duodenitis, tetapi pada pemeriksaan endoskopi tidak ditemukan tanda-tanda tukak. Refluks Gastroesofangeal gejala yang klasik dari refluks gastroesofageal, yaitu rasa panas di dada disertai keluhan sindroma dispepsia lainya maka dapat disebut dispepsi refluks gastroesofageal. Penyakit Saluran Empedu sindroma dispepsi ini biasa ditemukan pada penyakit saluran empedu.rasa nyeri dimulai dari perut kanan atas atau ulu hati yang menjalar kepunggung dan bahu kanan. Karsinoma dari saluran makan esophagus, lambung pankreas kolon sering menimbulkan keluhan sindroma dispepsia. Keluhan yang sering di ajukan yaitu rasa nyeri di perut, keluhan bertambah berkaitan dengan makanan, anoreksia, dan berat badan menurun.

7 12 Pankreatitis rasa nyeri timbulnya mendadak, yang menjalar ke punggung. Perut dirasa makin tegang dan kembung. Disamping itu keluhan lain dari sindroma dispepsia juga ada. Dispepsia pada sindroma malabsorbsi pada penderita ini di samping mempunyai keluhan rasa nyeri perut, nausea, anoreksia, sering flatus, kembung, keluhan utama lainnya yang mencolok ialah timbulnya diare profus yang berlendir. Sindroma Dispepsia akibat Obat-obatan bayak macam obat yang dapat menimbulkan rasa sakit atau tidak enak didaerah ulu hati tanpa atau disertai rasa mual,dan muntah misalnya obat golongan NSAID (non steroidal anti inflammatory drugs), teofilin, digitalis, antibiotic oral (terutama ampisilin, eritromisin), alkohol, dan lain-lain. Oleh karena itu, perlu ditanyakan macam obat yang dimakan sebelum timbulnya keluhan dispepsia. Sindroma Dispepsia akibat Ganguan Metabolisme diabetes mellitus dengan neuropati sering timbul komplikasi pengosongan lambung yang lambat, sehingga timbul keluhan nausea, vomitus, perasaan lekas kenyang. Menyebabkan timbulnya hipomotilitas lambung. Hiperparatiroid mungkin disertai rasa nyeri di perut, nausea, vomitus, dan anoreksia. Penyakit lain penyakit jantung iskemik, sering memberi keluhan perut kembung, perasaan lekas kenyang. Penderita infark miokard dinding inferior juga sering memberi keluhan rasa sakit perut di atas, mual kembung, kadang-kadang penderita angina mempunyai keluhan memnyerupai refluks gastroesofageal.

8 13 Penyakit vaskuler kolagen, terutama pada sklerodema di lambung atau usus halus akan sering member keluhan sindroma dyspepsia. Rasa nyeri perut sering ditemukan pada penderita SLE terutama yang banyak makan kartikosteroid. Sindroma Dispepsia fungsional atau dyspepsia non-organik, merupakan sindroma dispepsia yang tidak ada kelainan organik tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran makanan. Menurut Thompson (1984 dalam sudoyo 2009) untuk mengambarkan keadaan kronis berupa rasa tidak enak pada daerah epigastrium yang sering berhubungan dengan makanan, gejalanya seperti ulkus tapi pada pemeriksaan tidak ditemukan adanya ulkus. Legarde dan spiro menyebutnya sebagai sindroma dispepsia fungsional untuk keluhan tidak enak pada perut bagian atas yang bersifat intermitten sedangkan pada pemeriksaan tidak didapatkan kelaianan organis. Sindroma dispepsia fungsional termasuk didalamnya dispepsia dismotilitas (dismotility like dyspepsia). Pada dispepsia dismotilitas umumnya terjadi gangguan motilitas, di antaranya: waktu pengosongan lambung lambat, abnormalitas mioelektrik lambung, refluks gastroduodenal. Penderita dengan dispepsia fungsional biasanya sensitif terhadap produksi asam lambung, yaitu terdapat kenaikan asam lambung. Kelainan psikis, stress dan factor lingkungan juga dapat menimbulkan dispepsia fungsional. Hal ini dapat dijelaskan kembali faal saluran cerna pada proses pencernaan yang ada pengaruhnya dari nervus vagus. Nervus vagus tidak hanya merangsang sel parietal secara langsung, tetapi memungkinkannya efek dari antral gastrin dan rangsangan lain dari sel parietal dengan melihat, mencium bau atau

9 14 membayangkan sesuatu makanan saja sudah terbentuk asam lambung yang banyak mengandung HCL dan pepsin. Hal ini terjadi secara reflektoris oleh karena pengaruh nervus vagus. Dispepsia terbagi atas dua subklasifikasi, yakni dispepsia organik dan dispepsia fungsional, jika kemungkinan penyakit organik telah berhasil dieksekusi (Montaito M, Santoro L, Vastola M, Curigliano V, Cammarota G, Manna R, 2004). Dispepsia fungsional dibagi menjadi 2 kelompok, yakni postprandial distress syndroma mewakili kelompok dengan perasaan begah setelah makan dan perasaan cepat kenyang, sedangkan epicgastric pain syndrome merupakan rasa nyeri yang lebih konstan dirasakan dan tidak begitu terkait dengan makan seperti halnya postprandial distress syndrome. Dalam praktik klinis, sering dijumpai kesulitan untuk membedakan antara gastroesophageal reflux disease (GERD), irritable bowel syndrome (IBS), dan dispepsia itu sendiri. Hal ini sedikit banyak disebabkan oleh ketidakseragaman institusi dalam mendefinisikan masing-masing entitas klinis tersebut. El-serag dan talley (2004) melaporkan bahwa sebagian besar pasien dengan univentigasi dyspepsia setelah diperiksa lebih lanjut, ternyata memiliki diagnosis dispepsia fungsional. Talley secara khusus melaporkan sebuah sistem klasifikasi dispepsia, yaitu Nepean dyspepsia index, yang hingga kini banyak divalidasi dan digunakan dalam penelitian di berbagai negara, termasuk baru-baru ini di China

10 15 (Dahlerup S, Andersen RC, Nielsen BS, Schjodt I, Christense LA, Gerdes LU, et al. 2011) Pendekatan Diagnostik Keluhan utama yang menjadi kunci untuk mendiagnosis dispepsia adalah adanya nyeri dan atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas. Apabila kelainan organik ditemukan, dipikirkan kemungkinan diagnosis banding dispepsia organik, sedangkan bila tidak ditemukan kelainan organik apa pun, dipikirkan kecurigaan ke arah dispepsia fungsional. Penting diingat bahwa dispepsia fungsional merupakan diagnosis by exlusion, sehingga idealnya terlebih dahulu harus benar-benar dipastikan tidak ada kelainan yang bersifat organik. Dalam salah satu penggolongan, dispepsia fungsional diklasifikasikan ke dalam ulcer-like dyspepsia dan dysmotility-like dyspepsia: apabila tidak termasuk kedalam 2 subklasifikasi di atas, didiagnosis sebagai dispepsia nonspesifik. Esofagogastro duodenoskopi dapat dilakukan bila sulit membedakan antara dispepsia fungsional dan organik, terutama bila gejala yang timbul tidak khas, dan menjadi indikasi mutlak bila pasien berusia lebih dari 55 tahun dan didapatkan tanda-tanda bahaya. Kriteria Roma III pada tahun 2010, dalam American journal of Gastroenterology, menegaskan kriteria diagnostik dispepsia fungsional seperti tertera pada tabel (Appendix B, 2010). Diagnosis dispepsia dapat tumpang tindih dengan IBS. Pasien IBS khususnya dengan predominan konstipasi, mengalami keterlambatan pengosongan lambung

11 16 sehingga akhirnya disertai pula dengan gejala-gejala saluran pencernaan bagian atas yang menyerupai gejala dispepsia. Sebaliknya, pada pasien dispepsia, sering kali juga disertai dengan gejala-gejala saluran pencernaan bawah yang menyerupai IBS. Untuk membedakannya, beberapa ahli mengemukakan sebuah cara, yakni dengan mengemukakan sebuah cara, yakni dengan pasien menunjuk lokasi diperut yang terasa paling nyeri; dengan lokalisasi ini, kedua entitas tersebut dapat didiferensiasi. Quigley et al, mengemukakan sebuah pendekatan baru, yaitu dengan menyatakan IBS dan dispepsia fungsional sebagai bagian dari spektrum penyakit fungsional saluran cerna (Appendix B, 2010) Diagnosis Diagnosis dispepsia fungsional ditegakkan setelah penyebab lain dispepsia berhasil dieksklusi. Karena itu, upaya diagnosis ditekankan pada upaya mengeksklusi penyakit-penyakit serius atau penyebab spesifik organik yang mungkin, bukan menggali karakteristik detail dan mendalam dari gejala-gejala dispepsia yang dikeluhkan pasien. Kriteria diagnostik Roma III untuk dispepsia fungsional Kriteria diagnostik terpenuhi bila 2 poin dibawah ini seluruhnya terpenuhi: 1. Salah satu atau lebih dari gejala-gejala dibawah ini: a. Rasa penuh setelah makan yang mengganggu b. Perasaan cepat kenyang

12 17 c. Nyeri ulu hati d. Rasa terbakar didaerah ulu hati/epigastrium 2. Tidak ditemukan bukti adanya kelainan struktural yang menyebabkan timbulnya gejala (termasuk yang terdeteksi saat endoskopi saluran cerna bagian atas (SCBA) Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum diagnosis (Appendix B, 2010). Faktor Resiko, individu dengan karakteristik berikut ini lebih berisiko mengalami dispepsia: konsumsi kafein berlebihan, minum minuman beralkohol, merokok, konsumsi steroid dan OAINS, serta berdomisili didaerah dengan prevalensi H. pylori tinggi. 2.2 Pola Makan Pengertian Pola Makan Pola makan atau diet adalah gambaran makan yang dikonsumsi setiap hari. Pola makan merupakan kebiasaan sehari-hari yang tidak dapat dihindari oleh manusia karena setiap manusia memerlukan proses makan. Makan menjadi rutinitas seharihari, Pola makan metode pengaturan asupan makanan yang diselaraskan dengan mekanisme alamiah tubuh (Karina, BR, Widyo PH, Yuwono A. 2013). Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis

13 18 bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Menurut Mudanijah (2004) pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Menurut ahli antropologi Margaret Mead, pola makan atau food pattern adalah cara seseorang atau sekelompok orang memanfaatkan pangan yang tersedia sebagai reaksi terhadap tekanan ekonomi dan sosio-budaya yang dialaminya (Almatsier, 2005). Pola makan juga dikatakan sebagai cara seseorang atau sekelompok orang yang memilih dan mengkonsumsi makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologi, fisiologis, budaya dan sosial (Geissler&Power, 2005 dalam Sebayang, 2012). Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Pola makan yang baik mengandung makanan sumber energi, sumber zat pembangun dan sumber zat pengatur, karena semua zat gizi diperlukan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh serta perkembangan otak dan produktifitas kerja, serta dimakan dalam jumlah cukup sesuai dengan kebutuhan (Almatsier, 2004). Pada Pedoman Gizi Seimbang (Kemenkes, 2014) pengelompokkan makanan digambarkan dalam piramida menurut sumber zat gizi.pada dasar piramida (3-4 porsi/hari) adalah makanan pokok (nasi, roti, dan umbi-umbian) sebagai sumber karbohidrat dan serat.pada lapisan kedua dari dasar adalah sayuran (3-4 porsi/hari) dan buah-buahan (2-3 porsi/perhari), sumber zat gizi mikro yaitu vitamin dan

14 19 mineral. Lapisan diatasnya adalah kelompok lauk-pauk (2-4 porsi/hari). Sedangkan dipuncak piramida adalah kelompok makanan yang secara proporsional hanya sedikit diperlukan yaitu minyak, gula, garam dan bumbu-bumbu Metode Food Frequency Questionnaire Metode ini dikenal sebagai metode frekuensi pangan, dimaksudkan untuk memperoleh informasi pola konsumsi pangan seseorang. Untuk itu diperlukan kuesioner yang terdiri dari dua komponen, yaitu daftar jenis pangan dan frekuensi konsumsi pangan (Riyadi, 2004) Langkah-langkah Metode Frekuensi Makanan a. Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar makanan yang tersedia pada kuesioner mengenai frekuensi penggunaannya dan ukuran porsinya. b. Lakukan rekapitulasi tentang frekuensi penggunaan jenis-jenis bahan makanan terutama bahan makanan yang merupakan sumbersumber zat gizi tertentu selama periode tertentu pula Kelebihan Metode Frekuensi makanan a. Relatif murah dan sederhana b. Dapat dilakukan senderi oleh responden c. Tidak membutuhkan latihan khusus d. Dapat membantu untuk menjelaskan hubungan antara penyakit dan kebiasaan makan.

15 Kekurangan Metode Frekuensi Makanan a. Tidak dapat untuk menghitung intake zat gizi sehari. b. Sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data. c. Cukup menjenuhkan bagi para pewawancara. d. Perlu membuat percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan makanan yang akan masuk dalam daftar kuesioner. e. Responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi Pedoman Pola Makan Pedoman umum gizi seimbang, direktorat gizi masyarakat. RI (PUGS) dalam Atmasier (2013) 13 pesan dasar yang diharapkan dapat digunakan masyarakat luas sebagai pedoman praktis untuk mengatur makanan seharihari yang seimbang dan aman digunakan mencapai dan mempertahankan status gizi dan kesehatan yang optimal. Pesan dasar tersebut : 1. Makanlah aneka ragam makanan. 2. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi. 3. Makanlah makanan sumber karbohidrat, setengah dari kebutuhan energi. 4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kebutuhan energi. 5. Gunakan garam beryodium. 6. Makanlah makanan sumber zat besi. 7. Berikan ASI saja kepada bayi sampai umur empat bulan. 8. Biasakan makan pagi.

16 21 9. Minumlah air bersih, aman yang cukup jumlahnya. 10. Lakukanlah kegiatan fisik dan olah raga secara teratur. 11. Hindari minum minuman beralkohol. 12. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan. 13. Bacalah label pada makanan yang dikemas. Pada masyarakat jepang ada beberapa anjuran (departemen kesejahteraan tenaga kerjadan kesejahteraan jepang, 2002) dalam Hardani (2002). 1. Bila hati merasa puas maka akan dapat menciptakan kesehatan. 2. Makanlah makanan yang bergizi lengkap, karbohidrat, lemak, protein, mineral, vitamin, dan juga air. 3. Makanlah tiga kali sehari. 4. Minumlah susu. 5. Makan jangan berlebihan. 6. Makan cukup sayuran dan buah-buahan. 7. Jangan lupa makan pagi. 8. Setelah makan jangan langsung tidur. 9. Jangan banyak garam, bahan tambahan makanan-makanan instan dan bumbu penyedap. 10. Usahakan ragam makanan 30 jenis dalam sehari. 11. Jangan lupa olah raga. 12. Diet yang aman. 13. Kunyahlah makanan dengan baik dan jangan terburu-buru.

17 Lakukan olah raga dengan teratur. 15. Makanlah bersama dengan keluarga dengan gembira. Pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan frekuensi makan yang berdasarkan pada faktor-faktor sosial, budaya dimana mereka hidup. Pola menu seimbang almatsier (2013) pola menu seimbang yang dikembangkan sejak tahun 1950 dan telah mengakar di kalangan masyarakat luar adalah pedoman menu 4 sehat 5 sempurna. Menu adalah susunan makanan yang dimakan oleh seseorang untuk sekali makan atau untuk sehari. Misalnya menu/hidangan makan pagi berupa roti isi mentega dan pindakas, sari jeruk dan kopi susu. Menu seimbang adalah menu yang terdiri dari beraneka ragam makanan dalam jumlah dan proporsi yang sesuai, sehingga memenuhi kebutuhan gizi seseorang guna pemeliharaan dan perbaikan selsel tubuh dan proses kehidupan serta pertumbuhan dan perkembangan. Kehadiran atau ketidakhadiran suatu zat gizi esensial dapat mempengaruhi ketersediaan, absorbsi, metabolisme, atau kebutuhan zat gizi lain. Adanya saling keterkaitan antar zat-zat gizi ini menekanan keanekaragaman makanan dalam menu sehari-hari. Pola makan menu seimbang yang bila disusun dengan baik mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Pola menu ini diperkenalkan oleh bapak Ilmu Gizi Dr. poorwo Soedarmo melalui. Dalam menyusun menu menurut 4 sehat 5

18 23 sempurna diperlukan pengetahuan bahan makanan, karena nilai gizi bahan makanan dalam tiap golongan tidak sama. Di antara makanan pokok, jenis padi-padian, seperti beras, jagung, dan gandum mempunyai kadar protein lebih tinggi (7-11%) daripada umbi-umbian, dan sagu (1-2%). Bila menggunakan umbi-umbian sebagai makanan pokok, harus disertai makanan lauk dalam jumlah lebih besar dari pada bila menggunakan padi-padian. Makan beras tumbuk dan roti yang dibuat dari tepung gandum yang tidak digiling halus/warna cokelat lebih baik makan beras atau gandum putih, karena dalam keadaan tumbuk atau tidak digiling sempurna kedua bahan makanan tersebut mengandung lebih banyak tiamin atau vitamin B1 dan unsur lain vitamin B- kompleks. Padi-padian merupakan sumber karbohidrat kompleks, tiamin, riboflavin, niasin, protein, zat besi, magnesium, dan serat. Umbi-umbian merupakan sumber karbohidrat kompleks, magnesium, kalium, dan serat. Porsi makanan pokok yang dianjurkan sehari untuk orang dewasa adalah sebanyak gram beras atau sebanyak3-5 piring nasi sehari. Sebagian dari beras dapat diganti dengan jenis makanan pokok lain. Lauk sebaiknya terdiri atas campuran lauk hewani dan nabati. Lauk hewani seperti daging, ayam, ikan, udang dan telur mengandung protein dengan nilai biologi lebih tinggi daripada lauk nabati. Daging merah, hati, limpa, kuning telur dan ginjal merupakan sumber zat besi yang mudah diabsorbsi. Ikan, terutama bila dimakan dengan tulangnya (ikan teri), disamping itu merupakan sumber kalsium. Ikan dan

19 24 telur lebih murah dari daging dan ayam. Secara keseluruhan lauk hewani merupakan sumber protein, fosfor, tiamin, niasin, vitamin B6, vitamin B12, zat besi, seng magnesium, dan selenium. Kacang-kacang dalam bentuk kering atau hasil olahhan nya, walaupun mengandung protein dengan nilai biologi sedikit lebih rendah daripada lauk hewani karena mengandung lebih sedikit asam amino esensial mentionin, merupakan sumber protein yang baik. Kekurangan mentionin dapat diisi oleh bahan makanan yang lain seperti beras dan sereal. Kacang-kacangan kaya akan vitamin B, kalsium, fosfor, zat besi, seng, tembaga dan kalium terutama bila diperhitungkan harganya lebih murah. Kandungan serat yang tinggi dalam kacang-kacangan dihubungkan dengan pencegahan penyakit-penyakit jantung koroner, divertikular, apendisitis, hemoroid, kanker usus besar, batu empedu, dan diabetes melitus. Porsi lauk hewani yang dianjurkan sehari untuk orang dewasa adalah sebanyak 100 gram atau dua potong ikan/daging/ayam sehari, sedangkan porsi lauk nabati sebanyak gram atau 4-6 potong tempe sehari. Tempe dapat diganti dengan tahu atau kacang-kacangan kering. Sayuran merupakan sumber vitamin A, vitamin C, asam folat, magnesium, kalium dan serat, serta tidak mengandung lemak dan kolesterol. Sayuran daun berwarna hijau, dan sayuran daun berwarna jingga/orange seperti tomat dan wortel mengandung lebih banyak vitamin A berupa beta karoten daripada sayuran yang tidak berwarna. Sayuran berwarna hijau kaya akan kalsium, zat besi, asam folat, dan vitamin C. contoh sayuran berwarna hijau adalah bayam, kangkung, daun singkong,

20 25 daun kacang, daun katuk. Dianjurkan sayuran yang dimakan tiap hari terdiri dari campuran sayuran daun, kacang-kacangan, dan sayuran berwarna jingga. Porsi sayuran dalam bentuk campur yang dianjurkan sehari adalah untuk orang dewasa gram atau mangkok sehari. Buah berwarna kuning seperti mangga, pepaya, dan pisang raja kaya akan vitamin provitamin A, sedangkan buah yang kecut seperti jeruk, gandaria, jambu biji, dan rambutan kaya akan vitamin C. karena buah pada umumnya dimakan dalam keadaan mentah, buah merupak sumber vitamin C. secara keseluruhan buah merupakan vitamin A, Vitamin C, kalium, serat. Buah tidak mengandung natrium, lemak kecuali alpukat, dan kolesterol. Porsi buah yang dianjurkan gram atau 2-3 potong sehari berupa pepaya atau buah lain. Susu merupakan makanan alami yang hampir sempurna. sebagian besar zat gizi esensial ada dalam susu, yaitu protein bernilai biologi tinggi, kalsium, fosfor, vitamin A, dan tiamin (B1). Susu merupakan sumber kalsium paling baik, karena disamping kalsium yang tinggi, laktosa dalam susu membantu dalam penyerapan tetapi susu sedikit mengandung zat besi dan vitamin C. Porsi susu yang dianjurkan 1-2 gelas sehari. Dalam buku Maryati (2000) menggambarkan pola makan yang baik dan kebiasaan makan yang tidak baik. Pola makan baik dimana: Menyukai makanan yang bergizi, menyadari manfaat gizi untuk kesehatan dan pertumbuhan badan. Gizi hanya diperoleh dari makanan yang bergizi. Waktu makan yang teratur, terbiasanya kita makan teratur, maka alat pencernaanpun akan bekerja

21 26 secara teratur pula. Menghindari makanan yang dapat merugikan kesehatan. Yang masuk golongan ini antara lain: penggunaan bumbu penyedap seperti vetsin, menggunakan siklamat yang disebut sari manis sebagai pengganti gula untuk minuman. Demikian pula hendaknya diperhatikan kebiasaan, pada waktu membeli makanan atau minuman. Berusaha supaya suasana makan selalu tenang, sehingga makan pun dapat dilakukan dengan tidak tergesa-gesa. Kebiasaan ini sangat baik dan bermanfaat bagi tubuh, terutama untuk pencernaan karena segera setelah makanan masuk kedalam mulut, tubuh mulai bekerja mengolah makanan itu. Makanan itu dikunyah sehingga menjadi bagian-bagian yang kecil dan dengan pertolongan ludah bagian-bagian makanan itu menjadi licin dan dapat dengan mudah ditelan. Lebih lama makanan itu dikunyah lebih baik, dan sangat menguntungkan pencernaan selanjutnya. Kebiasaan makan yang tidak baik. Suka jajan, banyak jajan adalah tidak baik, karena selain diragukan kebersihannya, belum tentu makanan yang dibeli itu bergizi baik. Di samping kurang bergizi yang menyebabkan badan tidak sehat dan lemah, jajanan itu mungkin pula mengandung kuman penyakit, sehingga kita akan jatuh sakit. Hanya menyukai makanan tertentu, orang yang seleranya hanya menyukai makanan tertentu, tanpa menghiraukan apakah makanan yang disenanginya itu bergizi atau tidak. Hal ini sangat merugikan, bila kebetulan makanan yang disukainya itu kurang atau tidak bergizi. Makanan tidak teratur. Makan yang tidak teratur, misalnya karena asyik atau sibuk bekerja, sehingga waktu makan dilewatkan begitu saja, dapat menyebabkan penyakit pada alat-alat

22 27 pencernaan terutama pada lambung. Makan yang berlebihan, orang yang meskipun sudah merasa kenyang, tetapi karena apa yang dimakannya, masih terus saja makan. Kebiasaan ini menyebabkan badan menjadi gemuk bila terlalu gemuk, kesehatan pun akan terganggu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ansietas 2.1.1. Definisi Kecemasan atau ansietas adalah suatu sinyal yang menyadarkan, ia memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DISPEPSIA 2.1.1 DEFINISI Dalam konsensus Roma II tahun 2000, disepakati bahwa definisi dispepsia sebagai berikut; Dyspepsia refers to pain or discomfort centered in the upper

Lebih terperinci

Sistem Pencernaan Manusia

Sistem Pencernaan Manusia Sistem Pencernaan Manusia Manusia memerlukan makanan untuk bertahan hidup. Makanan yang masuk ke dalam tubuh harus melalui serangkaian proses pencernaan agar dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia menurut kriteria Rome III didefinisikan sebagai sekumpulan gejala yang berlokasi di epigastrium, terdiri dari nyeri ulu hati atau ketidaknyamanan, bisa disertai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan what, misalnya apa air, apa alam, dan sebagainya, yang dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa penuh

Lebih terperinci

DIIT SERAT TINGGI. Deskripsi

DIIT SERAT TINGGI. Deskripsi DIIT SERAT TINGGI Deskripsi Serat makanan adalah polisakarida nonpati yang terdapat dalam semua makanan nabati. Serat tidak dapat dicerna oleh enzim cerna tapi berpengaruh baik untuk kesehatan. Serat terdiri

Lebih terperinci

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P.

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P. Pola Makan Sehat Oleh: Rika Hardani, S.P. Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-2, Dengan Tema: ' Menjadi Ratu Dapur Profesional: Mengawal kesehatan keluarga melalui pemilihan dan pengolahan

Lebih terperinci

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi Tanggal 16 Oktober 2014 PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi PENDAHULUAN Usia 6 bulan hingga 24 bulan merupakan masa yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I

MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I PROGRAM PG PAUD JURUSAN PEDAGOGIK FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 Pendahuluan Setiap orang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Almatsier tahun 2004, dispepsia merupakan istilah yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Almatsier tahun 2004, dispepsia merupakan istilah yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Dispepsia Menurut Almatsier tahun 2004, dispepsia merupakan istilah yang menunjukkan rasa nyeri atau tidak menyenangkan pada bagian atas perut. Kata dispepsia berasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah,

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. DEFINISI DISPEPSIA Istilah dispepsia berkaitan dengan makanan dan menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium,

Lebih terperinci

KONSEP ILMU GIZI DAN PENGELOMPOKAN ZAT-ZAT GIZI. Fitriana Mustikaningrum S.Gz., M.Sc

KONSEP ILMU GIZI DAN PENGELOMPOKAN ZAT-ZAT GIZI. Fitriana Mustikaningrum S.Gz., M.Sc KONSEP ILMU GIZI DAN PENGELOMPOKAN ZAT-ZAT GIZI Fitriana Mustikaningrum S.Gz., M.Sc Tujuan Pembelajaran Mengetahui ruang lingkup gizi Mengetahui hubungan gizi dengan kesehatan Mengetahui Pengelompokan

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Berbagai pilihan obat saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Berbagai pilihan obat saat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat merupakan semua bahan tunggal atau campuran bahan yang digunakan semua makhluk hidup untuk bagian dalam maupun bagian luar dalam menetapkan diagnosis, mencegah,

Lebih terperinci

CONTINUING MEDICAL EDUCATION. Akreditasi IDI 4 SKP. Dispepsia

CONTINUING MEDICAL EDUCATION. Akreditasi IDI 4 SKP. Dispepsia Akreditasi IDI 4 SKP Dispepsia Murdani Abdullah, Jeffri Gunawan Divisi Gastroenterologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia ABSTRAK Dispepsia fungsional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada anak-anak membuat anak buta setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada anak-anak membuat anak buta setiap tahunnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Defisiensi vitamin A merupakan penyebab kebutaan yang paling sering ditemukan pada anak-anak membuat 250.000-500.000 anak buta setiap tahunnya dan separuh diantaranya

Lebih terperinci

GIZI SEIMBANG PADA USIA DEWASA

GIZI SEIMBANG PADA USIA DEWASA 1 GIZI SEIMBANG PADA USIA DEWASA 2 PENDAHULUAN Keberhasilan pembangunankesehatan Tdk sekaligus meningkat kan mutu kehidupan terlihat dari meningkatnya angka kematian orang dewasa karena penyakit degeneratif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah mereka yang berusia 10-18 tahun. Usia ini merupakan periode rentan gizi karena berbagai sebab, yaitu remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi

Lebih terperinci

GIZI DAUR HIDUP. Rizqie Auliana, M.Kes

GIZI DAUR HIDUP. Rizqie Auliana, M.Kes GIZI DAUR HIDUP Rizqie Auliana, M.Kes rizqie_auliana@uny.ac.id Pengantar United Nations (Januari, 2000) memfokuskan usaha perbaikan gizi dalam kaitannya dengan upaya peningkatan SDM pada seluruh kelompok

Lebih terperinci

7 Manfaat Daun Singkong

7 Manfaat Daun Singkong 7 Manfaat Daun Singkong Manfaat Daun Singkong Penduduk asli negara Indonesia tentunya sudah tidak asing lagi dengan pohon singkong. Pohon singkong merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak ditanam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku hidup sehatnya, khususnya pada pola makannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku hidup sehatnya, khususnya pada pola makannya sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat Indonesia dan khususnya sebagai generasi penerus bangsa tidak luput dari aktifitas yang tinggi. Oleh sebab itu, mahasiswa diharapkan

Lebih terperinci

MENU BERAGAM BERGIZI DAN BERIMBANG UNTUK HIDUP SEHAT. Nur Indrawaty Liputo. Bagian Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

MENU BERAGAM BERGIZI DAN BERIMBANG UNTUK HIDUP SEHAT. Nur Indrawaty Liputo. Bagian Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas MENU BERAGAM BERGIZI DAN BERIMBANG UNTUK HIDUP SEHAT Nur Indrawaty Liputo Bagian Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Disampaikan pada Seminar Apresiasi Menu Beragam Bergizi Berimbang Badan Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada garis khatulistiwa. Hal ini mempengaruhi segi iklim, dimana Indonesia hanya memiliki 2 musim

Lebih terperinci

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat

Lebih terperinci

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG 12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG Makanlah Aneka Ragam Makanan Kecuali bayi diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantintasnya Triguna makanan; - zat tenaga; beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. menjadi salah satu penyebab sindrom dispepsia (Anggita, 2012).

BAB V PEMBAHASAN. menjadi salah satu penyebab sindrom dispepsia (Anggita, 2012). BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden (51 orang) adalah perempuan. Perempuan lebih mudah merasakan adanya serangan

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER

LAMPIRAN 1 KUESIONER A. Identitas Sampel LAMPIRAN 1 KUESIONER KARAKTERISTIK SAMPEL Nama : Umur : BB : TB : Pendidikan terakhir : Lama Bekerja : Unit Kerja : Jabatan : No HP : B. Menstruasi 1. Usia awal menstruasi : 2. Lama

Lebih terperinci

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG LEMBAR BALIK PENDIDIKAN GIZI UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG Disusun Oleh: Iqlima Safitri, S. Gz Annisa Zuliani, S.Gz Hartanti Sandi Wijayanti, S.Gz, M.Gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Serat Di Indonesia sayur cukup mudah diperoleh, petani pada umumnya menanam guna mencukupi kebutuhan keluarga. Pemerintah juga berusaha meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah

BAB I PENDAHULUAN. dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Timbulnya suatu penyakit berpengaruh terhadap perubahan gaya hidup dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah satunya gangguan pada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura 66 67 Lampiran 2. Kisi-kisi instrumen perilaku KISI-KISI INSTRUMEN Kisi-kisi instrumen pengetahuan asupan nutrisi primigravida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Penelitian Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat pada perut bagian atas. Menurut kriteria Roma III, dispepsia didefinisikan sebagai kumpulan

Lebih terperinci

Seimbangkan Kadar Gula Darah Anda Sekarang

Seimbangkan Kadar Gula Darah Anda Sekarang Seimbangkan Kadar Gula Darah Anda Sekarang Seimbangkan kadar gula darah anda sekarang. Apa yang anda ketahui dengan gula darah? Didefinisikan dengan banyaknya kandungan gula atau glukosa dalam darah anda.

Lebih terperinci

Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si

Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si Pelatihan dan Pendidikan Baby Sitter Rabu 4 November 2009 Pengertian Gizi Kata gizi berasal dari bahasa Arab Ghidza yang berarti makanan Ilmu gizi adalah ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendawa, rasa panas di dada (heartburn), kadang disertai gejala regurgitasi

BAB I PENDAHULUAN. sendawa, rasa panas di dada (heartburn), kadang disertai gejala regurgitasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dispepsia adalah kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh (begah) atau cepat kenyang, sendawa, rasa

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN. : Gizi Seimbang Pada Lansia. : Wisma Dahlia di UPT PSLU Blitar di Tulungagung

SATUAN ACARA PENYULUHAN. : Gizi Seimbang Pada Lansia. : Wisma Dahlia di UPT PSLU Blitar di Tulungagung SATUAN ACARA PENYULUHAN ( Gizi Seimbang Pada Lansia ) Topik Sasaran : Gizi Seimbang Pada Lansia : lansia di ruang Dahlia Hari/tanggal : Sabtu, 29 April 2017 Waktu Tempat : 25 menit : Wisma Dahlia di UPT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan di bidang ekonomi, sosial, dan teknologi memberikan dampak positif dan negatif terhadap gaya hidup dan pola konsumsi makanan pada masyarakat di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Nutrition in Elderly

Nutrition in Elderly Nutrition in Elderly Hub gizi dg usia lanjut Berperan besar dalam longevity dan proses penuaan Percobaan pada tikus: restriksi diet memperpanjang usia hidup Menurunkan peny kronis Peningkatan konsumsi

Lebih terperinci

Pencernaan mekanik terjadi di rongga mulut, yaitu penghancuran makanan oleh gigi yang dibantu lidah.

Pencernaan mekanik terjadi di rongga mulut, yaitu penghancuran makanan oleh gigi yang dibantu lidah. Kata pengantar Saat akan makan, pertama-tama yang kamu lakukan melihat makananmu. Setelah itu, kamu akan mencium aromanya kemudian mencicipinya. Setelah makanan berada di mulut, kamu akan mengunyah makanan

Lebih terperinci

GIZI. Pentingnya makanan bagi kesehatan Makanan bergizi Syarat dan Nilai makanan sehat Zat makanan yang mengganggu kesehatan

GIZI. Pentingnya makanan bagi kesehatan Makanan bergizi Syarat dan Nilai makanan sehat Zat makanan yang mengganggu kesehatan GIZI Pentingnya makanan bagi kesehatan Makanan bergizi Syarat dan Nilai makanan sehat Zat makanan yang mengganggu kesehatan Lanjutan Gizi : Arab gizzah : zat makanan sehat Makanan : segala sesuatu yang

Lebih terperinci

DEFISIENSI ZAT GIZI SITI SULASTRI SST

DEFISIENSI ZAT GIZI SITI SULASTRI SST DEFISIENSI ZAT GIZI SITI SULASTRI SST PENGERTIAN Defisiensi : suatu keaadaan atau kondisi dimana tubuh mengalami kekurangan sesuatu dari yang seharusnya terpenuhi. Defisiensi zat gizi : suatu keadaan dimana

Lebih terperinci

Satuan Acara penyuluhan (SAP)

Satuan Acara penyuluhan (SAP) Lampiran Satuan Acara penyuluhan (SAP) A. Pelaksanaan Kegiatan a. Topik :Gastritis b. Sasaran : Pasien kelolaan (Ny.N) c. Metode : Ceramah dan Tanya jawab d. Media :Leaflet e. Waktu dan tempat : 1. Hari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya gangguan pencernaan. Salah satunya dispepsia. Dispepsia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya gangguan pencernaan. Salah satunya dispepsia. Dispepsia adalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup dan pola makan menjadi salah satu penyebab terjadinya gangguan pencernaan. Salah satunya dispepsia. Dispepsia adalah istilah yang dipakai untuk

Lebih terperinci

3. Apakah anda pernah menderita gastritis (sakit maag)? ( ) Pernah ( ) Tidak Pernah

3. Apakah anda pernah menderita gastritis (sakit maag)? ( ) Pernah ( ) Tidak Pernah 104 KUESIONER PENELITIAN GAMBARAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCEGAHAN PENYAKIT GASTRITIS PADA MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2015 A. Karateristik 1. Umur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lanjut Usia Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Budi,1999). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanggulangan masalah gizi dan kesehatan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang paling baik adalah pada masa menjelang dan saat prenatal, karena: (1) penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

Hari - 1: Kurangi Kalori bukan Makanan Kalori di sini adalah perkiraan

Hari - 1: Kurangi Kalori bukan Makanan Kalori di sini adalah perkiraan Hari - 1: Kurangi Kalori bukan Makanan P Kalori di sini adalah perkiraan Script Hari 1, penjelasan 3 menit Masih ingat ANGKA AJAIB Anda? 1. Ini adalah angka AJAIB karena jika Anda mengingatnya dan membatasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pekerjaan serta problem keuangan dapat mengakibatkan kecemasan pada diri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pekerjaan serta problem keuangan dapat mengakibatkan kecemasan pada diri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap perubahan dalam kehidupan manusia dapat menimbulkan stress. Stress yang dialami seseorang dapat menimbulkan kecemasan yang erat kaitannya dengan pola hidup. Akibat

Lebih terperinci

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia umumnya digunakan untuk menggambarkan makanan yang dianggap bermanfaat bagi kesehatan, melebihi diet sehat normal yang diperlukan bagi nutrisi manusia. Makanan Sehat "Makanan Kesehatan" dihubungkan dengan

Lebih terperinci

PANGAN LOKAL SEBAGAI SUMBER KARBOHIDRAT

PANGAN LOKAL SEBAGAI SUMBER KARBOHIDRAT PANGAN LOKAL SEBAGAI SUMBER KARBOHIDRAT Oleh : ENDANG SUPRIYATI, SE KETUA KWT MURAKABI ALAMAT: Dusun Kenteng, Desa Puntukrejo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. APA YANG ADA dibenak dan PIKIRAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak. Menumbuhkan Minat Baca Anak. Mendidik Anak Di Era Digital

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak. Menumbuhkan Minat Baca Anak. Mendidik Anak Di Era Digital KATA PENGANTAR Pada tahun anggaran 2016 PP-PAUD dan DIKMAS Jawa Barat melaksanakan Pengembangan Kemitraan Keluarga dengan Sekolah Dasar yang diujicobakan di dua lokasi labsite bagi para orangtua dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulkus Peptikum 2.1.1 Definisi Ulkus peptikum merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi dengan dasar tukak tertutup debris (Tarigan, 2009). Ulkus peptikum

Lebih terperinci

GIZI SEIMBANG LANSIA

GIZI SEIMBANG LANSIA GIZI SEIMBANG LANSIA Batasan usia Lansia Durmin (1992) membagi lansia menjadi young elderly (65-74 tahun) dan older elderly (75 tahun ke atas). Munro (1987) membagi older elderly menjadi 2 yaitu usia 75-84

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pola makan disuatu daerah dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor budaya, agama/kepercayaan,

Lebih terperinci

IIMU PENGETAHUAN ALAM KELAS V SD

IIMU PENGETAHUAN ALAM KELAS V SD IIMU PENGETAHUAN ALAM KELAS V SD Disusun oleh : Cristin Dita Irawati/ 111134027/ PGSD Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Standar Kompetensi Makhluk Hidup dan Proses kehidupan 1. Mengidentifikasi fungsi

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PERILAKU DIET IBU NIFAS DI DESA TANJUNG SARI KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG. 1. Nomor Responden :...

KUESIONER PENELITIAN PERILAKU DIET IBU NIFAS DI DESA TANJUNG SARI KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG. 1. Nomor Responden :... KUESIONER PENELITIAN PERILAKU DIET IBU NIFAS DI DESA TANJUNG SARI KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG 1. Nomor Responden :... 2. Nama responden :... 3. Umur Responden :... 4. Pendidikan :... Jawablah

Lebih terperinci

Dr. Ir. Ch. Wariyah,M.P.

Dr. Ir. Ch. Wariyah,M.P. Dr. Ir. Ch. Wariyah,M.P. SILABUS Pada kuliah ini akan dibahas mengenai kebutuhan dan kecukupan gizi termasuk kecukupan gizi berbagai kelompok fisiologis sesuai dengan daur kehidupan. Faktor-faktor yang

Lebih terperinci

REKOMENDASI GIZI UNTUK ANAK SEKOLAH. YETTI WIRA CITERAWATI SY, S.Gz, M.Pd

REKOMENDASI GIZI UNTUK ANAK SEKOLAH. YETTI WIRA CITERAWATI SY, S.Gz, M.Pd REKOMENDASI GIZI UNTUK ANAK SEKOLAH YETTI WIRA CITERAWATI SY, S.Gz, M.Pd TERDAPAT 6 REKOMENDASI 1. Konsumsi menu Gizi Seimbang 2. Sesuaikan konsumsi zat gizi dengan AKG 3. Selalu Sarapan 4. Pelihara Otak

Lebih terperinci

NUTRISI Rekomendasi Nutrisi Yang Dibutuhkan Selama dan Setelah Kemoterapi (Yayasan Kasih Anak Kanker Jogja)

NUTRISI Rekomendasi Nutrisi Yang Dibutuhkan Selama dan Setelah Kemoterapi (Yayasan Kasih Anak Kanker Jogja) NUTRISI Rekomendasi Nutrisi Yang Dibutuhkan Selama dan Setelah Kemoterapi (Yayasan Kasih Anak Kanker Jogja) dr. Maria Ulfa, MMR Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berjalan lambat. Pada masa ini seorang perempuan mengalami perubahan, salah satu diantaranya adalah menstruasi (Saryono, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. berjalan lambat. Pada masa ini seorang perempuan mengalami perubahan, salah satu diantaranya adalah menstruasi (Saryono, 2009). BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pubertas meliputi suatu kompleks biologis, morfologis, dan perubahan psikologis yang meliputi proses transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Pada perempuan,

Lebih terperinci

DIIT GARAM RENDAH TUJUAN DIIT

DIIT GARAM RENDAH TUJUAN DIIT DIIT GARAM RENDAH Garam yang dimaksud dalam Diit Garam Rendah adalah Garam Natrium yang terdapat dalam garam dapur (NaCl) Soda Kue (NaHCO3), Baking Powder, Natrium Benzoat dan Vetsin (Mono Sodium Glutamat).

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN 1. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN PENGARUH PENYULUHAN GIZI TERHADAP PERILAKU IBU DALAM PENYEDIAAN MENU SEIMBANG UNTUK BALITA DI DESA RAMUNIA-I KECAMATAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2010 Tanggal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia merupakan gangguan nyeri dan rasa tidak nyaman pada saluran pencernaan yang berpusat di abdomen bagian atas. Rasa tidak nyaman tersebut berupa nyeri epigastrium,

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden:

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden: LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden: KUESIONER PENELITIAN POLA KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT PAPUA (Studi kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua).

Lebih terperinci

Oleh : Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Bali

Oleh : Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Bali Oleh : Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Bali Anak bukan miniatur orang dewasa Anak sedang tumbuh dan berkembang Anak membutuhkan energi per kg BB lebih tinggi Anak rentan mengalami malnutrisi Gagal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO, Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang disebabkan karena ketidakmampuan pankreas dalam menghasilkan hormon insulin yang cukup atau ketika

Lebih terperinci

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif dr. Yulia Megawati Tenaga Kerja Adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG LEMBAR BALIK PENDIDIKAN GIZI UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG Disusun Oleh: Iqlima Safitri, S. Gz Annisa Zuliani, S.Gz Hartanti Sandi Wijayanti, S.Gz, M.Gizi Supported by : Pedoman Gizi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

SINDROMA DISPEPSIA. Dr.Hermadia SpPD

SINDROMA DISPEPSIA. Dr.Hermadia SpPD SINDROMA DISPEPSIA Dr.Hermadia SpPD Pendahuluan Dispepsia merupakan keluhan klinis yg sering dijumpai Menurut studi berbasis populasi tahun 2007 peningkatan prevalensi dispepsia fungsional dr 1,9% pd th

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak SD (sekolah dasar) yaitu anak yang berada pada usia 6-12 tahun, memiliki fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan balita, mempunyai sifat individual dalam banyak

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PERILAKU LANSIA DALAM MENGONSUMSI MAKANAN SEHAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATU HORPAK KECAMATAN TANTOM ANGKOLA KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN 2010 I. Karakteristik Responden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur pembangunan. Peningkatan kemajuan teknologi menuntut manusia untuk dapat beradaptasi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dispepsia kronis merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dispepsia kronis merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dispepsia kronis merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat pada perut bagian atas. Menurut kriteria Roma III, dispepsia kronis didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, gaya hidup masyarakat telah berubah menjadi kurang sehat. Masyarakat sibuk dengan aktivitas dan pekerjaan mereka, akibatnya mereka kurang peduli

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 16. SISTEM PENCERNAANLatihan Soal 16.1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 16. SISTEM PENCERNAANLatihan Soal 16.1 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 16. SISTEM PENCERNAANLatihan Soal 16.1 1. Manusia membutuhkan serat, serat bukan zat gizi, tetapi penting untuk kesehatan, sebab berfungsi untuk menetralisir keasaman lambung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Secara umum pangan diartikan sebagai segala sesuatu

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN Pengaruh Penyuluhan Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Konsumsi Buah dan Sayuran Sikap Siswa Sekolah Dasar di SD Negri 064975 Kecamatan Medan Denai Kota Medan Tahun 2010 1.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang sedang kita hadapi saat ini dalam pembangunan kesehatan adalah beban ganda penyakit, yaitu disatu pihak

Lebih terperinci

PMS semakin berat setelah melahirkan beberapa anak, terutama bila pernah mengalami kehamilan dengan komplikasi seperti toksima.

PMS semakin berat setelah melahirkan beberapa anak, terutama bila pernah mengalami kehamilan dengan komplikasi seperti toksima. Menjelang haid atau menstruasi biasanya beberapa wanita mengalami gejala yang tidak nyaman, menyakitkan, dan mengganggu. Gejala ini sering disebut dengan sindrom pra menstruasi atau PMS, yakni kumpulan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

PENGENALAN DKBM (TKPI) & UKURAN RUMAH TANGGA (URT) Rizqie Auliana, M.Kes

PENGENALAN DKBM (TKPI) & UKURAN RUMAH TANGGA (URT) Rizqie Auliana, M.Kes PENGENALAN DKBM (TKPI) & UKURAN RUMAH TANGGA (URT) Rizqie Auliana, M.Kes rizqie_auliana@uny.ac.id DKBM: 2 Daftar Komposisi Bahan Makanan dimulai tahun 1964 dengan beberapa penerbit. Digabung tahun 2005

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Konsumsi Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam susunan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Kimia Berdasarkan hasil penelitian hubungan antara kadar Zn, Se, dan Co pada rambut siswa SD dengan pendapatan orang tua yang dilakukan pada SDN I Way Halim Lampung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gangguan mual-mual, perut keras bahkan sampai muntah (Simadibrata dkk,

BAB 1 PENDAHULUAN. gangguan mual-mual, perut keras bahkan sampai muntah (Simadibrata dkk, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia adalah adanya perasaan nyeri dan tidak nyaman yang terjadi di bagian perut atas ditandai dengan rasa penuh, kembung, nyeri, beberapa gangguan mual-mual, perut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsumsi Makanan Sesuai dengan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsumsi Makanan Sesuai dengan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Diet Seimbang Diet adalah pilihan makanan yang lazim kita makan. Diet seimbang adalah diet yang memberikan semua nutrien dalam jumlah yang memadai, tidak terlampau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga yang sehat merupakan kebahagian bagi kehidupan manusia. Hal ini memang menjadi tujuan pokok dalam kehidupan. Soal kesehatan ditentukan oleh makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Gastritis adalah peradangan pada lapisan lambung. Banyak hal yang dapat menyebabkan gastritis. Penyebabnya paling sering adalah infeksi bakteri Helicobacter pylori

Lebih terperinci

OHM PELANGSING OBAT HERBAL MAMI PELANGSING

OHM PELANGSING OBAT HERBAL MAMI PELANGSING OHM PELANGSING OBAT HERBAL MAMI PELANGSING Rp 195.000,- per botol @ 625 ml Rp 100.000,- per botol @ 300 ml Kombinasi khasiat 10 tanaman herbal khas Indonesia menurunkan berat badan. Anjuran minum 2x sehari:

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN DIIT PADA HIV/AIDS. Susilowati, SKM, MKM.

PENATALAKSANAAN DIIT PADA HIV/AIDS. Susilowati, SKM, MKM. 1 PENATALAKSANAAN DIIT PADA HIV/AIDS Susilowati, SKM, MKM. 2 Masih ingat pebasket internasional Earvin Johnson? Pemain NBA tersohor itu membuat berita mengejutkan dalam karier bermain basketnya. Bukan

Lebih terperinci

Syarat makanan untuk bayi dan anak :

Syarat makanan untuk bayi dan anak : DIET ORANG SEHAT GOLONGAN ORANG SEHAT 1. BAYI DAN ANAK v masa pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat v ASI merupakan makanan ideal bagi bayi v Usia > 4 bulan perlu makanan tambahan v Perlu pengaturan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan UKDW. dys- (buruk) dan peptin (pencernaan) (Abdullah,2012). Dispepsia merupakan istilah

BAB I. Pendahuluan UKDW. dys- (buruk) dan peptin (pencernaan) (Abdullah,2012). Dispepsia merupakan istilah BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Dispepsia merupakan salah satu gangguan yang diderita oleh hampir seperempat populasi umum di negara industri dan merupakan salah satu alasan orang melakukan konsultasi

Lebih terperinci