BAB III PENERAPAN PRINSIP PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM PERSEROAN TERBATAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PENERAPAN PRINSIP PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM PERSEROAN TERBATAS"

Transkripsi

1 BAB III PENERAPAN PRINSIP PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM PERSEROAN TERBATAS A. Sejarah Prinsip Piercing The Corporate Veil Salah satu topik populer dalam hukum perusahaan adalah topik piercing the corporate veil. Piercing the corporate veil sangat erat hubungannya dengan sifat dari PT itu sendiri. PT adalah badan usaha yang memiliki status badan hukum. Dengan status badan hukum tersebut, PT mempunyai harta kekayaan sendiri, dan tanggung jawab sendiri. 73 Tanggung jawab dan kekayaannya PT terpisah dengan kekayaan milik organ perusahaan seperti direksi, dewan komisaris, dan pemegang saham. Hal ini berarti setiap kewajiban atau utang PT hanya dilunasi dari harta kekayaan PT itu sendiri. Hal tersebut sangat berbeda dibandingkan dengan tanggung jawab suatu perusahaan yang tidak berbentuk badan hukum seperti firma atau perseroaan komanditer, jika terjadi kerugian terhadap pihak ketiga atas kegiatan yang dilakukan oleh dan untuk perseroan (yang bukan badan hukum), pihak ketiga tersebut dapat meminta pemilik perusahaan untuk bertanggung jawab secara hukum, termasuk meminta agar harta benda pribadi dari pemiliknya tersebut disita dan dilelang. 74 Awalnya dari pentingnya fungsi kontrol terhadap direktur tidak terlepas dari perkembangan teori pemisahan kekayaan dalam hukum perusahaan itu sendiri. Teori ini berasal dari teori Salomon yang muncul dari putusan pengadilan 73 Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, op.cit, hlm Ibid, hlm

2 42 kasus Salomon v Salomon & Co. Ltd (1897). Teori ini mengungkapkan bahwa sebuah pembentukan PT menjadi bagian terpisah dari orang yang membentuknya atau menjalankannya, dimana perusahaan tersebut mempunyai hak dan kewajiban yang berkaitan erat dengan aktivitasnya bukan kepada orang yang memiliki atau menjalankannya. 75 Dalam perkembangannya, teori Salomon sering disalahgunakan oleh para pemilik atau direktur yang beritikad buruk untuk kepentingannya sendiri. Hal ini terjadi karena seorang direktur dari sebuah perusahaan akan selalu berurusan dengan aset milik orang lain, tidak hanya dalam aspek hukum dimana dia akan berkuasa penuh untuk mengelola aset-aset perusahaan, tetapi juga perusahaan mungkin mempunyai pemegang saham yang menginvestasikan uangnya dalam perusahaan tersebut dengan membeli saham. Pemegang saham ini sering kali hanya mempunyai pengawasan yang kecil atau bahkan tidak sama sekali terhadap prilaku direktur. Oleh karena itu dengan adanya pemisahan kekayaan antara direktur dan perusahaannya, para direktur mempunyai moral hazard yang tinggi karena mereka tidak mendapat konsekwensi finansial yang serius apabila keputusan mereka merugikan perusahaan. Akibatnya banyak para direktur yang menggunakan kekuasaannya untuk memperkaya diri sendiri yang seringkali menyebabkan perusahaan mereka mengalami kerugian. Adanya penyimpangan ini tentunya menimbulkan suatu isu tersendiri dalam hukum perusahaan. Kerugian perusahaan tentunya dapat merugikan pemilik modal perusahaan. Investasi mereka akan hilang apabila perusahaan tersebut menjadi insolven. Demikian juga 75 Gunawan Widjaya, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan Pemilik PT, (Jakarta: Forum Sahabat, 2008), hlm 41.

3 43 apabila ada barang atau jasa yang digunakan oleh perusahaan yang diperoleh secara kredit, direktur akan mengelola barang dan jasa yang didalamnya terdapat hak para kreditur yang baru akan hilang apabila hutang kredit tersebut dibayar lunas. 76 Terkait dengan perusahaan negara, secara umum dapat dikatakan bahwa perusahaan negara yang terpisah badan hukumnya (separate legal entity) tidak dapat dibebani apa yang menjadi tanggung jawab negaranya atau badan hukum yang lain. 77 Pengakuan terhadap perusahaan yang memiliki badan hukum terpisah sudah dilaksanakan oleh Inggris sejak 1817 dalam kasus Salomon v. Salomon juga I Congreso del Partido, dimana pengadilan menyatakan bahwa, Perusahaan yang dikendalikan oleh negara, dengan kepribadian legal, kemampuan untuk berdagang dan masuk ke dalam kontrak hukum privat, meskipun sepenuhnya tunduk pada kendali negara mereka adalah fitur yang terkenal dari dunia komersial modern. Perbedaan antara mereka, dan negara pemerintahan mereka, mungkin tampak buatan: tapi ini adalah perbedaan yang diterima dalam hukum Inggris dan negara-negara lain. 78 Dalam sejarah sistem hukum common law yang dianut di Inggris, penerapan prinsip piercing the corporate veil ini sudah berkembang sejak awal abad 20. Salah satu kasus yang menjadi pioneer adalah ketika pengadilan Inggris memberikan putusan dalam kasus Salomon v Salomon & Co Ltd. Namun, dalam 76 Bismar Nasution, UU No. 40 Tahun Persepektif Hukum Bisnis Pembelaan Direksi melalui Prinsip Business Judgment Rule, Disamping pada seminar Bisnis 46 tahun FE USU: ìpengaruh UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas terhadap Iklim Usaha di Sumatera Utaraî, Aula Fakultas Ekonomi USU, 24 November 2007, hlm William C. Hoffman, The Separate Entity Rule in International Perspective: Should State Ownership of Corporate Shares Confer Sovereign Status for Immunity Purpose?, Tulane Law Review, Vol. 65, No. 3, February 1991, hlm Ibid.

4 44 perkembangannya, penerapan prinsip piercing the corporate veil ini dapat dikategorikan kedalam beberapa kelompok, yaitu: Periode Classical Veil Lifting ( ), di mana pada periode ini, terdapat beberapa putusan pengadilan tentang penerapan prinsip piercing the corporate veil, diantaranya adalah: a. Daimler Co Ltd v Continental Tyre and Rubber Co (Great Britain) Ltd (1916) yang mana pengadilan memutuskan untuk menyingkap tabir perusahaan untuk menentukan apakah Perusahaan Daimler merupakan musuh pada saat Perang Dunia Ke-1, pada akhirnya karena mayoritas pemegang saham adalah warga negara Jerman, maka pengadilan memutuskan bahwa perusahaan tersebut merupakan musuh b. Gilford Motor Co Ltd v Horne (1933) dimana seorang mantan pekerja, yaitu Horne, dari Perusahaan Gilford Motor Co Ltd yang terikat pada perjanjian untuk tidak mengambil pelanggan dari bekas tempatnya bekerja, namun Horne kemudian mendirikan perusahaan untuk menyaingi Gilford Motor Co Ltd. Pengadilan kemudian memutuskan bahwa perusahaan tersebut didirikan untuk tujuan yang tidak baik sehingga pengadilan memutuskan untuk memberikan perintah c. Jones v Lipman (1962) yang mana Lipman setuju untuk menjual tanahnya kepada Jones. Namun kemudian Lipman berubah pikiran 79 Nindyo Pramono, Perbandingan Perseroan Terbatas Di Beberapa Negara, (Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2012), hlm 27-32

5 45 dan memutuskan untuk tidak menjual tanahnya. Lipman kemudian mendirikan perusahaan untuk menghindari transaksi. 2. Periode Interventionist years ( ), dimana pada periode ini, pengadilan di Inggris merubah cara pandang dari yang sebelumnya sangat berhatihati untuk menerapkan prinsip piercing the corporate veil, menjadi lebih aktif untuk melakukan intervensi. Hal ini dikuatkan oleh pendapat Lord Denning dalam kasus Littlewoods Mail Order Stores v IRC (1969) yang menyatakan bahwa : Doktrin yang ditetapkan dalam kasus Salomon harus diawasi dengan sangat hati-hati Seringkali seharusnya mengeluarkan peraturan perundangundangan mengenai kepribadian sebuah perusahaan terbatas yang tidak bisa dilihat oleh pengadilan Tapi itu tidak benar. Pengadilan bisa, dan sering melakukannya, menarik topengnya. Mereka melihat apa yang benar-benar tertinggal. Badan legislatif telah menunjukkan jalannya dengan akun kelompok dan sisanya. Dan pengadilan harus mengikutinya. Putusan pengadilan tentang penerapan prinsip piercing the veil pada periode ini yaitu : 80 a. DHN Food Distributors Ltd v Tower Hamlets (1976) yang menurut pendapat Lord Denning bahwa suatu grup usaha pada realitasnya merupakan entitas tunggal sehingga harus diperlakukan sebagai satu kesatuan. Namun dalam kasus Woolfson v Strathclyde Regional Council (1978), House of Lords tidak sependapat dengan pendapat Lord Denning dalam kasus DHN Food Distributors Ltd v Tower Hamlets (1976). 80 Ibid, hlm

6 46 b. House of Lords menyatakan bahwa pengadilan dapat memutus untuk menerapkan prinsip piercing the veil hanya dalam keadaan tertentu saja. Tetapi, pendapat Lord Denning tersebut masih menjadi salah satu pertimbangan seperti dalam kasus Re a Company (1985), dimana Court of Appeal menyatakan bahwa : Kami melihat kasus-kasus sebelum dan sesudah Wallersteiner v Moir WLR 991. Kasus Lord Denning lainnya menunjukkan bahwa pengadilan akan menggunakan kekuatannya untuk menembus jilbab perusahaan jika perlu untuk mencapai keadilan terlepas dari keefektifan hukum dari struktur perusahaan yang sedang dipertimbangkan. 3. Periode back to basics (1989-present), pada periode ini, salah satu putusan pengadilan yang cukup terkenal adalah dalam kasus Adams v Cape Industries Plc (1990). Dalam kasus ini pengadilan memutuskan untuk tidak menyatakan bahwa Cape Industries Plc sebagai satu entitas tunggal dengan subsidiaris lainnya. Hal penting dalam kasus Adams v Cape Industries Plc (1990) adalah timbulnya pendapat bahwa pengadilan dapat menerapkan prinsip piercing the corporate veil dalam tiga keadaan, yaitu: a. Jika pengadilan memutuskan untuk menginterpretasikan statuta atau peraturan, yaitu ketika Court of Appeal dalam SamengoTurner v J&H Marsh & McLennan (Services) Ltd (2008) menyatakan grup usaha sebagai satu objek yang keberadaannya dapat dibedakan terhadap objek lain dengan dasar bahwa adanya kesamaan bisnis sebagai bentuk penerapan dari EU Regulation;

7 47 b. Adanya tindakan yang dilakukan untuk menyembunyikan fakta yang sesungguhnya terjadi di perusahaan, sehingga dalam hal ini pengadilan berwenang untuk menerapkan prinsip piercing the corporate veil; c. Penerapan prinsip agensi. Dalam periode ini, terdapat beberapa putusan pengadilan yang cukup menarik terkait dengan penerapan prinsip piercing the veil, diantaranya adalah Creasey v Breachwood Motors Ltd (1993) dan Ord v Belhaven Pubs Ltd (1998). Kedua kasus tersebut mengilustrasikan penerapan classic veil lifting, bahwa apakah pembentukan suatu perusahaan untuk menjalankan bisnis yang legitimate atau hanya merupakan motif untuk menghindari kewajiban. Jika tujuannya untuk menghindar dari kewajiban seperti dalam Creasey v Breachwood Motors Ltd (1993), maka dapat dimungkinkan untuk menerapkan prinsip piercing the veil. 81 Prinsip bahwa perusahaan negara atau badan hukum lainnya milik negara yang memiliki badan hukum tersendiri (separate legal entity) tidak dapat dibebani apa yang menjadi tanggung jawab negaranya atau badan hukum lain bukanlah absolut. Hal ini dapat diterobos apabila pengadilan bisa membuktikan adanya alter ego antara hubungan keduanya. 82 Sejak tahun 1995 Indonesia telah memiliki UUPT tersendiri yang terdiri dari 129 Pasal. UUPT 1995 sudah cukup rinci diatur mengenai hak dan tanggungjawab organ perseroan serta kedudukan perseroan itu sendiri yang dibatasi oleh norma-norma yang berlaku secara universal termasuk makna 81 Ibid, hlm Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas Doktrin, Peraturan Perundang-undangan, dan Yurisprudensi Edisi Revisi, (Yogyakarta: Kreasi Total Media, 2009), hlm. 270.

8 48 terbatasnya. PT pada dasarnya adalah kesepakatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan tujuan untuk melakukan usaha dan mencari keuntungan. Tujuan tersebut tidak disebutkan dalam UUPT dan KUHD, namun tujuan tersebut terdapat dalam Pasal 1618 KUHPerdata yang mengatur tentang perseroan perdata secara umum. Hubungan kontraktual antara para pihak dalam PT memiliki ciri khas bahwa setiap pihak yang turut serta dalam hubungan kontraktual tersebut akan menyetorkan modalnya akan dinilai dengan nominal saham PT tersebut. 83 Para pihak yang lazimnya disebut sebagai pemegang saham hanya bertanggungjawab sebatas nilai saham yang dimilikinya. Makna keterbatasan tersebut menjadi unsur pembeda utama bila dibandingkan dengan bentuk-bentuk perseroan lainnya. Kata terbatas dalam PT mulai dikenal sejak kasus Salomon vs Salomon Co. 84 Konsep pemisahan identitas pribadi sebuah perselisahaan terhadap direksi dan pemegang sahamnya telah melembaga sejak kasus Salomon v. Salomon & Co. Dalam kasus itu, dipahami bahwa perusahaan tidak bertindak untuk salah satu pemegang saham, kewajiban-kewajiban perusahaan juga bahkan kewajiban para pemegang saham, sekalipun saham-saham tersebut dipercayakan kepada satu orang." Selanjutnya, sebuah perusahaan tidak dapat dianggap sebagai agen dari para pemegang sahamnya kecuali terdapat bukti kuat dan jelas untuk menunjukkan bahwa perusahaan dimaksud secara nyata bertindak sebagai agen dalam sebuah transaksi tertentu Freddy Harris. Pemisahan Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas. Jumal Hukum dan Pembangunan, Tahun Ke-35 No.1 Januari- Maret hlm Ibid. 85 Licht, Amir N. "Accountability and Corporate Governance ". 2002, hlm. 2.

9 49 Konsep tentang sebuah perusahaan memiliki tanggung jawab terpisah terhadap direksi dan pemegang sahamnya mengacu kepada sejumlah referensi yang berbeda, termasuk status pribadi hukum perusahaan, tabir perusahaan, dan pemisahan pribadi hukum. Semua penamaan tersebut merefleksikan pemikiran bahwa sebuah perusahaan sepenuhnya memiliki kepribadian hukum yang terpisah terhadap pendiri, pemegang saham, direksi dan staf perusahaannya. 86 Eksistensi PT dalam sistem hukum Indonesia pertama kalinya diatur dalam KUHD (Wetboek van Koophandel Staatsblad ) KUHD, dengan demikian dapat dikatakan adanya lembaga PT dalam sistem hukum Indonesia masuk melalui sistem hukum Belanda. 87 Di Negeri Belanda PT dikenal dengan nama naamloze vennootschap (NV). Secara harfiah NV mempunyai arti persekutuan tanpa nama. Menurut Rudhy Prasetya, istilah NV atau persekutuan tanpa nama ada hubungannya dengan ketentuan dalam Pasal 16 KUHD dan Pasal 36 KUHD. 88 Pasal 16 KUHD mengatur tentang firma. Dalam Firma, orang-orang menjalankan usaha bersama di bawah nama bersama. 89 Nama firma dapat saja nama salah seorang dari anggota sekutu firma atau bisa juga nama-nama para sekutu dalam firma sekaligus. 90 Rudhy Prasetya menyatakan ketentuan dalam Pasal 16 KUHD yang mengatur tentang firma tersebut berbeda dengan ketentuan dalam Pasal Ibid, hlm Rudhy Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Disertai Dengan Ulasan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995), hlm R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan Undangundang Kepailitan, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2002), hlm Ibid., hlm Rudhy Prasetya, op.cit., hlm. 41.

10 50 KUHD. Pasal 36 KUHD ini menunjuk perkecualian atas berlakunya Pasal 16 KUHD. Tegasnya justru nama-nama orang tidak dipergunakan dalam NV. 91 Rudhy Prasetya maksud Pasal 36 KUHD ini adalah tiada lain untuk mempertajam kedudukan mandiri PT agar terlepas dari orang-perorangannya, yang membedakan PT dengan bentuk perusahaan lainnya. 92 Guna menjawab tantangan tersebut maka diundangkanlah UUPT Adapun alasan penggantian menurut UUPT 1995 tersebut dalam konsiderans antara lain : 1. Ketentuan yang diatur dalam KUHD dianggap tidak sesuai lagi peraturan PT yang ditentukan oleh KUHD, tidak sesuai lagi dengan perkembangan ekonomi dan dunia usaha yang semakin pesat, baik secara nasional maupun internasional. 2. Menciptakan kesatuan hukum dalam perseroan yang berbentuk badan hukum (rechts person, legal person, legal entity) 93 Disamping konsideran yang dikemukakan, dalam penjelasan umum juga dirumuskan hal-hal berikut antara lain: 1. Sasaran umum pembangunan, antara lain diarahkan kepada peningkatan kemakmuran rakyat. 2. Untuk mencapai sasaran tersebut, sarana penunjang antara lain tatanan hukum yang mampu mendorong dan mengendalikan berbagai kegiatan pembangunan di bidang ekonomi Ibid. 92 Ibid, hlm M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm.

11 51 Kemudian diganti lagi dengan UUPT dan yang menjadi alasan dilakukannya penggantian UUPT tersebut sebagaimana dalam konsideran menimbang UUPT, yaitu: 1. Bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian yang kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat. 2. Bahwa dalam rangka lebih meningkatkan pembangunan perekonomian nasional dan sekaligus memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi di era globalisasi pada masa mendatang, perlu didukung oleh suatu undang-undang yang mengatur tentang PT yang mendapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif. 3. Bahwa PT sebagai salah satu pilar pengembangan perekonomian nasional perlu diberikan landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. 94 Ibid

12 52 4. Bahwa UUPT 1995 dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dengan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru. 95 B. Pengaturan Prinsip Piercing The Corporate Veil dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Berdasarkan Pasal 1 UUPT, PT merupakan badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. 96 Dari pengertian tersebut, hal penting yang perlu digarisbawahi adalah pada kata badan hukum. Dari pengertian tersebut dapat dianalisis mengenai sebatas mana tanggung jawab perseroan dan tanggung jawab direksi. 97 Sebagai badan hukum pendirian PT sangatlah penting. Pendirian PT dapat mengakibatkan hilangnya tanggung jawab terbatas dari pemegang saham sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya dan tidak meliputi harta kekayaan pribadi (piercing the corporate veil) apabila pendirian PT tidak sah. Artinya bila pendirian tidak sah maka pemegang saham harus bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama PT dan atas kerugian PT. Sehingga dengan demikian pendirian PT harus memperhatikan syarat dan mekanisme pendirian PT yang diatur dalam regulasi di Indonesia Ibid. 96 Indonesia,(Perseroan Terbatas), op.cit, Pasal Ibid, Pasal 5 98 Jandi Mukianto, Pendirian, Pengurusan, dan Pengawasan Perseroan Terbatas di Indonesia, WIEM Registered Indonesian Legal Consultant, 2014, hlm. 3.

13 53 Dalam ilmu hukum perusahaan istilah teori piercing the corporate veil merupakan suatu doktrin atau teori yang diartikan sebagai suatu proses untuk membebani tanggung jawab ke pundak orang atau perusahaan lain atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh suatu perusahaan pelaku (badan hukum), tanpa melihat pada fakta bahwa perbuatan tersebut sebenarnya dilakukan oleh perseroan pelaku tersebut. Dalam hal seperti ini pengadilan akan mengabaikan status badan hukum dari perusahaan tersebut, serta membebankan tanggung jawab kepada pihak pribadi dan pelaku dari perseroan tersebut, dengan mengabaikan prinsip tanggung jawab terbatas dari perseroan sebagai badan hukum yang biasanya dinikmati oleh mereka. 99 Kriteria dasar dan universal agar suatu piercing the corporate veil secara hukum dapat dijatuhkan adalah sebagai berikut: 1) Terjadinya penipuan. 2) Didapatkan suatu ketidakadilan 3) Terjadinya suatu penindasan (oppression). 4) Tidak memenuhi unsur hukum (illegality). 5) Dominasi pemegang saham yang berlebihan. 6) Perusahaan merupakan alter ego dari pemegang saham mayoritasnya. 100 Teori piercing the corporate veil sangatlah berguna untuk menjembatani kepentingan hukum antara holding company dengan tindakan hukum anak 99 Muhammad Syafi i, op. cit, hlm Ibid, hlm. 129.

14 54 perusahaan, karena bagaimanapun juga jika ada hubungan hukum, maka tentu akan ada akibat hukumnya. 101 Prinsip piercing the corporate veil ini telah dirumuskan dalam UUPT secara tegas, namun terbatas, yakni dalam empat hal, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (2) UUPT. Dalam Pasal 3 ayat (1) dinyatakan bahwa para pemegang saham tetap bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan perseroan bila: Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi. Menurut UUPT, status badan hukum perseroan baru diperoleh setelah akta pendiriannya disahkan oleh menteri kehakiman. Selama status PT sebagai badan hukum belum diperoleh, PT yang bersangkutan tidak berbeda dengan firma, persekutuan komanditer, atau persekutuan perdata, karenanya seluruh pemegang saham tanpa kecuali bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan yang dilakukan oleh PT tersebut. Berdasarkan Pasal 3 ayat (2) huruf a UUPT, maka sebelum memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman atau tidak dipenuhi persyaratan perseroan sebagai badan hukum, tanggung jawab para pemegang saham, direksi dan komisaris berubah menjadi tidak terbatas. Artinya, para pemegang saham, direksi dan komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi bila perseroan mengalami kerugian, sepanjang belum memperoleh status badan hukum. Setelah memperoleh status sebagai badan hukum, maka tanggung jawab pemegang saham dan komisaris menjadi terbatas, 101 Ibid. 102 Ryan Aulia Akbar, Akibat Hukum Putusan Pernyataan Pailit Bagi Kreditor Pemegang Hak Tanggungan, Skripsi Fakultas Hukum Medan 2012, hlm 16-17

15 55 sedangkan tanggung jawab direksi masih tidak terbatas. Dalam Pasal 23 UUPT ditentukan bahwa selama pendaftaran dan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 UUPT belum dilakukan, maka direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan. Lebih lanjut lagi, penjelasan Pasal 23 UUPT ini menyatakan bahwa selain sanksi pidana yang diatur dalam undang-undang tentang wajib daftar perusahaan, Pasal 23 ini mengatur sanksi perdata dalam hal kewajiban, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22, UUPT tidak terpenuhi. 2. Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan sematamata untuk kepentingan pribadi. Perseroan yang dimaksud dalam alasan ini adalah perseroan yang berbadan hukum dan dengan hanya berlaku bagi pemegang saham yang beritikad buruk yang memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadinya. Tentang ada tidaknya itikad buruk pada diri pemegang saham harus dibuktikan. 3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan. Tanggung jawab secara pribadi di sini hanya berlaku bagi pemegang saham yang terlibat dalam perbuatan hukum yang dilakukan perseroan. Perseroanlah yang melakukan perbuatan yang melawan hukum, sedangkan pemegang sahamnya ikut terlibat saja dalam perbuatan melawan hukum tersebut. Inipun juga harus dibuktikan.

16 56 4. Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung maupun tidak langsung, secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan. Berbeda dengan alasan diatas, di sini yang melakukan perbuatan melawan hukum adalah pemegang sahamnya, dengan cara menggunakan kekayaan perseroan, sehingga mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan. Dengan kata lain, tanggung jawab para pemegang saham besifat residual, bahwa para pemegang saham yang melakukan perbuatan melawan hukum tersebut baru bertanggung jawab secara material setelah kekayaan peseroan terbatas tidak cukup untuk melunasi utang perseroan. 103 Menurut Munir Fuadi, agar suatu piercing the corporate veil, secara hukum di jalankan dengan memenuhi ketentuan : 1. Terjadinya penipuan. 2. Didapat suatu ketidakadilan. 3. Terjadinya suatu penindasan (oppression) 4. Tidak memenuhi unsur hukum (illegality). 5. Adanya dominsi pemegang saham yang berlebihan. 6. Perusahaan merupakan alter ego dari pemegang saham mayoritasnya. 104 UUPT mengakui teori piercing the corporate veil dengan membebankan tanggung jawab dipindahkan ke pihak pemegang saham. 103 Ibid. 104 Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Moderen dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti 2010)., hlm.9.

17 57 Pengaturan terhadap prinsip piercing the corporate veil. Pasal 3 ayat (1) UUPT mengatur mengenai prinsip tanggung jawab terbatas atau limited liability atau limitatief aansprakelijkheid, sedangkan Pasal 3 ayat (2) mengatur mengenai batasan terhadap prinsip limited liability tersebut. Pasal 3 ayat (2) UUPT menyebutkan bahwa ketentuan yang diatur pada ayat (1) dinyatakan tidak berlaku jika : 1. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; 2. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi; 3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; 4. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan. 105 Selain itu, prinsip piercing the veil ini dapat ditemukan pula pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 7 ayat (6) UUPT yang menyatakan bahwa dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah dilampaui, pemegang saham tetap kurang dari dua orang, pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian perseroan, dan atas 105 Nindyo Pramono. Perbandingan Perseroan Terbatas Di Beberapa Negara, (Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Press, 2012), hlm

18 58 permohonan pihak yang berkepentingan, pengadilan negeri dapat membubarkan perseroan tersebut. 106 C. Penerapan Piercing The Corporate Veil dalam Peraturan Perundang- Undangan yang Terkait dengan Perseroan Terbatas Dalam penerapannya ke dalam hukum perseroan, doktrin piercing the corporate veil ini berarti bahwa hukum tidak memberlakukan prinsip keterpisahan tanggung jawab dan harta kekayaan badan hukum dengan pemegang sahamnya, walaupun secara de jure seluruh persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu perseroan untuk dapat menjadi suatu badan hukum telah sempurna dilakukan. Cadar yang membatasi badan hukum dengan pemegang sahamnya dapat dikoyak. Dengan demikian ada kemungkinan pemegang saham dalam hal-hal tertentu ikut bertanggungjawab sampai kepada harta pribadinya atas tindakan yang dilakukan oleh dan atas nama perseroan itu sendiri. 107 Tanggung jawab terbatas dari pemegang saham bisa hapus atau hilang dalam hal-hal tertentu. 108 Hal-hal tertentu tersebut maksudnya antara lain apabila terbukti terjadi pembauran harta kekayaan pribadi pemegang saham dengan harta kekayaan perseroan, sehingga perusahaan didirikan semata-mata sebagai alat yang dipergunakan oleh pemegang saham untuk memenuhi tujuan pribadinya. 109 Apabila terbukti bahwa terjadi pembauran harta kekayaan pribadi pemegang saham dan harta kekayaan perseroan, sehingga perseroan didirikan semata-mata sebagai alat yang dipergunakan pemegang saham untuk memenuhi 106 Indonesia, (Perseroan Terbatas), op.cit, Pasal Munir Fuady, op.cit, hlm I.G. Ray Widjaya, Hukum Perusahan. (Jakarta: Megapoin, 2000), hlm Ibid, hlm.146.

19 59 tujuan pribadinya, maka dalam keadaan demikian para pemegang saham, direksi dan komisaris yang telah melakukan perbuatan tersebut, berdasarkan prinsip piercing the corporate veil harus bertanggungjawab dengan harta pribadinya dan atau bertanggungjawab pribadinya sendiri, baik pidana maupun perdata. 110 Terjadinya piercing the corporate veil adalah sebagai berikut : 1. Persyaratan PT sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi. 2. Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk (tekwaadetrouw atau bad faith) memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi. 3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan, atau 4. Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan atau PT (Pasal 3 ayat (2) UUPT). 111 Dengan demikian pemegang saham dalam keadaan tertentu dapat saja kehilangan kekebalan atas tanggung jawab terbatasnya, atau dengan kata lain ia harus bertanggungjawab penuh secara pribadi. Beberapa hal yang terhadapnya dapat diterapkan doktrin piercing the corporate veil adalah : 1. Permodalan yang tidak layak; 2. Penggunaan dana perusahaan secara pribadi; 3. Ketiadaan formalitas eksistensi perusahaan; 110 Ais, Chatamarrasjid. Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-soal Aktual Hukum Perusahaan. (Bandung: Citra Aditya Bakti. 2004), hlm I.G. Rai Widjaya, op cit, hlm. 146.

20 60 4. Adanya unsur-unsur penipuan dengan cara menyalahgunakan badan hukum. 112 Dalam hubungannya dengan tanggung jawab induk perusahaan (holding company) doktrin piercing the corporate veil melihat tanggung jawab induk perusahaan tersebut dari 2 (dua) sisi yaitu: a. Tanggung jawab perusahaan pengontrol sebagai induk perusahaan dalam suatu kelompok usaha; dan b. Tanggung jawab perusahaan holding sebagai pemegang saham. 113 Ciri utama PT adalah PT merupakan subjek hukum yang berstatus badan hukum, yang pada gilirannya membawa tanggung jawab terbatas (limited liability) bagi perseroan, para pemegang saham, anggota direksi, dan komisaris. 114 Dalam rangka meningkatkan tegaknya keadilan dan mencegah ketidakwajaran, pada keadaan dan peristiwa tertentu, prinsip keterpisahan perseroan dari pemegang saham, secara kasuistik perlu digantikan dan dihapus dengan cara menembus tembok atau tabir perseroan atas perisai tanggung jawab terbatas. 115 Persoalan pertanggungjawaban pemegang saham ini pada mulanya merupakan masalah yang kontroversial, karena ada yang berpendapat bahwa tanggung jawab pemegang saham dalam PT tidak boleh lebih dari nilai saham yang di ambilnya, sesuai dengan pengertian kata terbatas dalam nama badan 112 Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hlm Ibid, hlm Chatamarrasjid Ais, Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-Soal Aktual Hukum Perusahaan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), hlm M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta, Sinar Grafika, 2009), hlm 76.

21 61 hukum ini. 116 Persoalan yang timbul, apakah prinsip tersebut berlaku dalam segala kondisi ataukah ada kondisi tertentu yang menyebabkan prinsip ini menjadi tidak berlaku lagi. Kondisi-kondisi yang membuat prinsip tanggung jawab terbatas ini menjadi tidak berlaku lagi, disebut sebagai kondisi di mana telah terjadi piercing the corporate veil. 117 Untuk istilah piercing the corporate veil kadang-kadang disebut juga dengan istilah lifting the corporate veil atau going behind the corporate veil. Penerapan prinsip ini mempunyai isi utama, yaitu untuk mencapai keadilan khususnya bagi pihak ketiga dengan pihak perusahaan yang mempunyai hubungan hukum tertentu. 118 Kata piercing the corporate veil terdiri atas kata-kata sebagai berikut: a. Pierce : menyobek/mengoyak/menembus b. Veil : kain tirai atau cadar c. Corporate : perusahaan Secara harfiah istilah piercing the corporate veil berarti mengoyak/menyikap/cadar perseroan, sedangkan dalam ilmu hukum perusahaan istilah tersebut sudah merupakan suatu doktrin atau teori yang mengartikan sebagai suatu proses untuk membebani tanggung jawab ke pundak orang atau perusahaan atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh perusahaan atau pelaku usaha (badan hukum), tanpa melihat pada fakta bahwa perbuatan tersebut 116 Ibid. 117 Leo J. Susilo, Good Corporate Governance Pada Bank, (Bandung: Hikayat Dunia, Bandung 2007), hlm Ibid.

22 62 sebenarnya dilakukan oleh perseroan pelaku tersebut. 119 Penghapusan tanggung jawab terbatas diatur dalam ketentuan Pasal 3 ayat (2) UUPT, yang menyatakan tanggung jawab pemegang saham hapus atau tidak berlaku apabila terjadi hal-hal tertentu. Hal tersebut tidak tertutup kemungkinan hapusnya tanggung jawab terbatas. 120 Kamus hukum merumuskan perusahaan sebagai tindakan peradilan yang memaksakan pertanggungjawaban pribadi terhadap petugas korporasi, direktur, dan pemegang saham perusahaan yang tidak sah atas perbuatan salah korporasi tersebut. Penjelasan yang diberikan dalam Black s Law Dictionary tersebut di atas menunjukkan bahwa, piercing the corporate veil hanya dapat terjadi dalam hal adanya tindakan atau perbuatan yang salah. Perlu diperhatikan bahwa, dilarang bukan saja melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan atau melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukan, melainkan termasuk juga dalam kategori melakukan tindakan atau perbuatan yang salah. Dengan demikian, untuk mengetahui bagaimana piercing the corporate veil dapat diberlakukan, bergantung sepenuhnya pada kewenangan yang dimiliki dan kewajiban yang dipikul oleh pihak yang hendak dimintakan pertanggungjawaban pribadi tersebut. 121 Dengan demikian, berarti pada prinsipnya terdapat banyak sekali kemungkinan penyebab terjadinya pelanggaran terhadap luasnya kewenangan 119 Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010), hlm M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm Black s Law Dictionary, op.ci, hlm. 71.

23 63 yang dimiliki dan atau kewajiban yang dipikul, yang dapat menyebabkan berlakunya prinsip piercing the corporate veil ini. 122 Penerapan teori piercing the corporate veil secara universal dilakukan dalam hal-hal sebagai berikut: 123 a. Penerapan teori piercing the corporate veil, karena perusahaan tidak mengikuti formalitas tertentu Salah satu alasan untuk menerapkan teori piercing the corporate veil adalah jika perusahaan tersebut tidak atau tidak cukup memenuhi formalitas tertentu yang diharuskan oleh hukum perusahaan. Sasaran utama penerapan teori piercing the corporate veil dalam hal ini agak berbeda dari biasanya. Dalam hal ini tidak bertujuan langsung untuk melindungi pihak tertentu, seperti pihak minoritas atau pihak ketiga, tetapi semata-mata untuk menegakkan hukum agar formalitas tersebut dipenuhi. b. Penerapan teori piercing the corporate veil terhadap badan-badan hukum yang hanya terpisah secara artifisial Penerapan teori piercing the corporate veil ke dalam suatu perusahaan yang sebenarnya dalam kenyataan adalah tunggal, tetapi perusahaan tersebut dibagi kedalam beberapa perseroan secara artifisial. Misalnya, terdapat beberapa perseroan yang terpisah secara artifisial, tetapi bisnisnya dilakukan sedemikian rupa sehingga, seolah-olah bisnis tersebut dilakukan oleh satu unit perusahaan saja. Oleh karena itu, dengan menerapkan teori piercing the corporate veil beban tanggung jawab akan diberikan kepada seluruh perseroan yang saling terkait 122 Ibid. 123 Tuti Rastuti, Seluk Beluk Perusahaan dan Hukum Perusahaan, (Bandung: Refika Aditama, 2015), hlm.278.

24 64 tersebut. c. Penerapan teori piercing the corporate veil berdasarkan hubungan kontraktual Teori piercing the corporate veil juga layak diterapkan jika ada hubungan kontraktual antara perusahaan dengan pihak ketiga. Tanpa penerapan teori piercing the corporate veil tersebut, kerugian terhadap pihak ketiga tidak mungkin tertanggulangi. Agar dapat diterapkan teori piercing the corporate veil dalam hubungan dengan kontrak pihak ketiga ini, biasanya dipersyaratkan terdapat unsur keadaan yang tidak lazim pada aktivitas perusahaan. Keadaan tidak lazim tersebut dapat berupa salah satu dari fakta-fakta seperti permodalan perusahaan tidak dinyatakan dengan benar atau tidak disetor, pihak ketiga diperdaya untuk bertransaksi dengan perseroan. 124 d. Penerapan teori piercing the corporate veil karena perbuatan melawan hukum atau tindak pidana Jika terdapat unsur pidana dalam suatu kegiatan perseroan, meskipun hal tersebut dilakukan oleh perseroan itu sendiri. Berdasarkan teori piercing the corporate veil, oleh hukum dibenarkan jika tanggung jawab dimintakan kepada pihak-pihak lain, seperti direksi atau pemegang saham. Demikian juga jika perusahaan melakukan perbuatan di bidang perdata (onrechtmatigedaad). Misalnya manakala bisnis perusahaan berskala besar sementara modalnya sangat kecil Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010), hlm Ibid, hlm. 14.

25 65 e. Penerapan teori piercing the corporate veil dalam hubungan dengan holding company dan anak perusahaan Selain terhadap perseroan tunggal, teori piercing the corporate veil juga muncul dalam hal perusahaan dalam grup usaha. Dalam hal ini menurut ilmu hukum dikenal apa yang disebut dengan doctrin instrumental. Menurut doktrin ini, teori piercing the corporate veil dapat diterapkan. Dalam hal ini berarti yang bertanggung jawab, bukan hanya badan hukum yang melakukan perbuatan huum yang bersangkutan, melainkan juga pemegang saham (induk perusahaan) ikut bertanggung jawab secara hukum, yakni jika terdapat salah satu unsur- unsur sebagai berikut: 126 1) express agency, 2) Estoppels, 3) Direc tort, atau 4) Dapat dibuktikan adanya tiga unsur sebagai berikut: a) Pengontrolan anak perusahaan oleh perusahaan holding. b) Penggunaan kontrol oleh perusahaan holding untuk melakukan penipuan, ketidakjujuran, atau tindakan tidak fair lainnya. c) Terdapatnya kerugian sebagai akibat dari breach of duty dari perusahaan holding. Penerapan teori piercing the corporate veil kedalam tindakan suatu perseroan menyebabkan tanggung jawab hukum tidak hanya dimintakan dari perseroan tersebut (meskipun berbadan hukum), tetapi juga pertanggungjawaban 126 Ibid, hlm. 17.

26 66 hukum dapat dimintakan terhadap pemegang sahamnya. Bahkan, penerapan teori piercing the corporate veil juga membebankan tanggung jawab hukum kepada organ perusahaan yang lain, seperti direksi atau komisaris. 127 Rumusan piercing the corporate veil menunjukkan bahwa, suatu perseroan terbatas sering kali tidak dapat dipisahkan atau dilepaskan dari kehendak pihakpihak yang merupakan dan menjadi pemegang saham dari perseroan terbatas tersebut. Dalam konterks demikian, kehendak dari perseroan terbatas tersebut adalah kehendak dari pemegang saham perseroan terbatas tersebut. Dalam konteks yang demikian, konsep piercing the corporate veil menyatakan bahwa, jika keadaan terpisah perseroan dengan pemegang sahamnya tidak ada, maka sudah selayaknya jika sifat pertanggungjawaban terbatas dari pemegang saham juga dihapuskan. Dengan disibaknya cadar pembatas antara perseroan dan pemegang saham dalam melakukan pengelolaan perseroan, maka cadar pembatas pertanggungjawaban terbataspun demi hukum hapus dan bercampur menjadi satu. Jadi, dalam hal ini pemegang saham turut bertanggung jawab secara pribadi terhadap kerugian perseroan terbatas. 128 Penerapan piercing the corporate veil tidak hanya dapat dilakukan oleh pemegang saham perseroan, melainkan juga oleh setiap pihak yang dalam kedudukannya memungkinkan terjadinya penyimpangan atau dilakukannya hal-hal yang dapat, atau dilakukannya hal-hal yang sepatutnya dilakukan, yang bermuara pada terjadinya kerugian bagi perseroan, sehingga perseroan tidak dapat atau 127 Gunawan Widjaja, Risiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris&Pemilik PT, (Jakarta: Forum Sahabat, 2008), hlm Ibid, hlm 27

27 67 tidak sanggup lagi memenuhi seluruh kewajibannya. 129 Artinya, pengurus perseroan atau direksi dan atau dewan komisaris dapat juga dimintakan pertanggungjawaban pribadinya, atas kerugian perseroan. 130 Penerapan piercing the corporate veil dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Perseroan Terbatas adalah sebagai berikut: 1. Prinsip piercing the corporate veil dalam perundang-undangan Indonesia a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Dalam KUHD, ketentuan tentang perseroan terbatas di atur dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 55, Buku Kesatu, Bab Ketiga Bagian Ketiga. Seharusnya ada dua pasal lagi yang mengatur tentang perseroan terbatas, yaitu Pasal 57 dan 58, namun berdasarkan Staatsblad 1938 Nomor 276, dua pasal tersebut telah dihapus. Hal-hal yang diatur antara lain adalah syarat pendirian dan tata cara pendirian, permodalan dan saham perseroan, pengurus perseroan, tempat kedudukan perseroan dan jangka waktu berdirinya perseroan, pembubaran perseroan, laporan keuangan (laporang untung rugi) perseroan. Dari 19 pasal terkait dengan ketentuan PT tersebut, tidak ada satu pasal pun yang menyingung keberadaan piercing the corporate veil dalam konteks pertanggungjawaban pemegang saham. Ketentuan Pasal 40 ayat (2) KUHD menyebutkan, para persero atau pemegang saham tersebut tidak bertanggungjawab untuk lebih dari 129 Ibid, hlm Ibid, hlm. 30.

28 68 pada jumlah penuh andil tersebut. Berbeda dengan UUPT, baik UUPT 1995 maupun UUPT, KUHD tidak memberikan pengecualian atas prinsip limited liability (pertanggungjawaban terbatas). Oleh karenanya, piercing the corporate veil dalam konteks pemagang saham tidak dikenal dalam ketentuan KUHD. 131 b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas Dengan berlakunya UUPT 1995 yang mulai berlaku tanggal 7 Maret 1996, maka segala ketentuan dalam Buku Kesatu Bagian III Bagian Ketiga, Pasal KUHD dinyatakan tidak berlaku lagi. Prinsip dasar limited liability ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) UUPT 1995, yang menyebutkan bahwa, pemegang saham perseroan tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggungjawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya. Namun demikian prinsip tersebut tidaklah berlaku mutlak, di mana Pasal 3 ayat (2) UUPT 1995 membuka ruang pertanggungjawaban pemegang saham melebihi saham yang ia setorkan apabila: 132 1) Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; 131 Sulistiowati dan Veri Antoni, Konsistensi Penerapan Doktrin Piercing The Corporate Veil Pada Perseroan Terbatas Di Indonesia. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Yustisia Vol.2 No.3 September - Desember 2013, hlm Ibid.

29 69 2) Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan sematamata untuk kepentingan pribadi; 3) Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau 4) Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi hutangnya c. UUPT sama halnya dengan UUPT 1995, UUPT sampai batas tertentu juga mengakui berlakunya teori piercing the corporate veil, dengan membebankan tanggungjawab tersebut kepada pihak-pihak sebagai berikut: 133 (1) Beban tanggungjawab dipindahkan ke pihak pemegang saham; (2) Beban tanggungjawab dipindahkan ke pihak direksi dan dewan komisaris. Pemindahan beban tanggungjawab kepada pemegang saham dalam UUPT antara lain di atur dalam Pasal 33 ayat (1) dan (2), Pasal 7 ayat (5) dan (6), serta Pasal 33. Selain itu, penerapan piercing the corporate veil dapat dilihat juga dari ketentuan Pasal 7 ayat (1) UUPT yang menyebutkan bahwa, perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya, Pasal 7 ayat (5) dan (6), yang 133 Ibid.

30 70 menyatakan setelah perseroan memperoleh status sebagai badan hukum dan pemegang saham kurang dari dua orang, maka dalam jangka waktu paling lama 6 bulan terhitung sejak keadaan tersebut, pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain. Selanjutnya, dalam jangka waktu enam bulan tersebut, pemegang saham tetap kurang dari dua orang, pemegang saham bertanggungjawab secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian perseroan, dan atas pihak yang berkepentingan Pengadilan Negeri dapat membubarkan perseroan tersebut. Berdasarkan keterangan di atas, tampak terdapat perluasan pengaturan doktrin piercing the corporate veil dari KUHD sampai dengan UUPT 1995 dan UUPT. Sebagai produk kolonial Belanda yang dibuat tahun 1840, KUHD belum mengatur doktrin piercing the corporate veil, khusus terkait dengan untuk pemegang saham. UUPT 1995 sebagai pengganti ketentuan mengenai PT yang ada dalam KUHD, kemudian telah memasukkan ketentuan piercing the corporate veil terkait keberadaan pemegang saham dan memperluas ketentuan piercing the corporate veil yang berkaitan dengan direksi dan komisaris. 134 UUPT sebagai pengganti UUPT 1995, secara prinsip tidak mengubah atau menambahkan materi atau bentuk pelanggaran piercing the corporate veil. Apabila dirunut dari KUHD sampai dengan UUPT, dapat disimpulkan secara normatif perbuatan-perbuatan 134 Sulistiowati dan Veri Antoni, Konsistensi Penerapan Doktrin Piercing The Corporate Veilpada Perseroan Terbatas Di Indonesia, Jurnal Yustisia Edisi 87 September - Desember 2013, hlm 29.

31 71 yang dapat dikategorikan sebagai piercing corporate veil, dalam hukum perseroan terbatas di Indonesia, antara lain: 135 a. Direksi melanggar anggaran dasar atau perubahan anggaran dasar perseroan; b. Formalitas pendirian perseroan belum terpenuhi baik oleh Pemegang Saham; c. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi; d. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau e. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengak ibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi hutangnya; f. Perolehan saham melalui mekanisme pembelian saham kembali oleh perseroan yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, g. Direksi dan atau komisaris tidak melaksanakan fiduaciary duty; h. Perhitungan laporan tahunan oleh direksi dan atau komisaris, khususnya laporan keuangan yang tidak benar atau menyesatkan; i. Direksi dan atau merupakan penyebab perusahaan mengalami kepailitan 135 Ibid, hlm.31.

32 72 a. Penerapan prinsip piercing corporate veil dalam kasus (praktek) di lapangan Secara normatif ketentuan piercing the corporate veil baru dilembagakan dalam undang-undang berdasarkan UUPT 1995, mengingat KUHD sebagai warisan Kolonial Belanda belum mengatur doktrin piercing corporate veil, khusus terkait dengan untuk pemegang saham. Namun dalam kasus PT. Bank Pembangunan Asia dengan PT. Djaya Tunggal di tahun 1991, prinsip tersebut telah dipakai oleh hakim dalam pertimbangan hukumnya, meskipun belum ada dasar hukumnya secara normatif, kecuali dalam KUHD yang diatur secara terbatas. 136 Dalam pertimbangan hukumnya, Hakim Mahkamah Agung telah menerapkan teori atau doktrin piercing the corporate veil, yaitu tindakan persekongkoln antara direksi dan dewan komisaris, yang menyebabkan kerugian pada perusahaan, dapat diminta pertanggungjawaban terhadap Direksi dan Komisaris yang bersekongkol tersebut. Hal yang sama juga berlaku dalam kasus O. Sibarani dengan PT. Perusahaan Pelayaran Samudera Gesuri Lloyd tahun 1973 dimana Mahkamah Agung membuat hukum sendiri berdasarkan doktrin piercing the corporate veil, yang kemudian subtansi putusan kemudian diadopsi dalam Pasal 7 ayat (4) UUPT 1995 dan diadopsi lagi dalam Pasal 7 ayat (5) UUPT, yang menyatakan bahwa setelah perseroan memperoleh status badan hukum dan pemegang saham menjadi kurang dari 2 (dua) orang, maka pemegang saham bertanggungjawab secara pribadi apabila dalam jangka waktu paling lama 136 Ibid, hlm.30.

33 73 6 (enam) bulan tidak mengalihkan sebagian saham kepada pihak lain atau perseroan juga tidak mengeluarkan saham baru kepada orang lain. Hal yang sama juga diterapkan dalam PT. Usaha Sandang dengan PT. Dhaseng Ltd, PT. Interland Ltd. Sedikit berbeda dengan dalam kasus Raden Roosman dengan Perusahaan Otobis N.V. Sendiko dengan mendasarkan pada Pasal 39 selama prosedur pendirian perseroan belum terpenuhi, maka pengurus yang menyebabkan kerugian perseroan yang belum berbadan hukum tersebut dapat dimintakan pertanggungjawaban. 137 Organ-organ perseroan ini juga dapat disebut dengan alat perlengkapan perseroan terbatas yang bedasarkan ketentuan-ketentuan yang memuat syaratsyarat konstitutif dari badan hukum, berupa anggaran dasar dan atau undangundang serta peraturan-peraturan lain menunjukkan orang-orang mana yang dapat bertindak untuk dan atas pertanggung-jawaban badan hukum, orang-orang ini disebut dengan organ (alat perlengkapan) dari badan hukum tersebut. 138 Undang-undang PT mensyaratkan bahwa PT harus memiliki organ yang terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Dewan Komiaris. Berikut ini akan dijelaskan mengenai masing-masing organ tersebut. 1. Rapat umum pemegang saham (RUPS) Rapat umum pemegang saham (RUPS) merupakan organ perseroan yang memiliki kewenangan eksklusif. Kewenangan ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (4) UUPT, tidak akan pernah diberikan atau dialihkan kepada komisaris ataupun direksi, konkretnya RUPS merupakan sebauh forum yang 137 Ibid, hlm Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum, Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf. (Bandung:Alumni,1993),hlm, 33

34 74 mewakili seluruh pemegang saham perseroan dimana para pemegang saham memiliki kewenangan utama untuk memperoleh keterangan-keterangan mengenai perseroan, baik dari komisaris maupun direksi. 139 Pemegang saham bertanggung jawab pada apa yang disetorkan atau bertangung jawab terbatas (limited liability), tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya, tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan. 140 Konsep hukum perseroan di Indonesia menganut sistem limited liability (tanggung jawab yang terpisah). Hal ini berarti bahwa tindakan, perbuatan dan kegiatan perseroan bukan tindakan pemegang saham dan kewajiban dan tanggung jawab perseroan bukan kewajiban dan tanggung jawab pemegang saham. 141 Konsep ini diberlakukan dengan maksud untuk melindungi pemegang saham dari kerugian yang lebih besar di luar apa yang telah mereka investasikan, pemegang saham mampu mengalihkan resiko kegagalan bisnis yang potensial kepada para kreditor perseroan dan untuk mendorong investasi dan memfasilitasi akumulasi modal perseroan. 142 Setiap kerugian yang dialami perseroan akibat gagalnya perseroan melakukan kewajibannya tidak menjadi tangggung jawab penuh dari pemegang saham.pasal 3 ayat (1) UUPT menyebutkan bahwa pemegang saham 139 Orinton Purba, Petunjuk Praktis Bagi RUPS, Komisaris dan Direksi Perseroan Terbatas, agar Terhindar dari Jerat Hukum, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2012), hlm I. G. Rai Widjaya, Berbagai Peraturan dan Pelaksanaan undang-undang di Bidang Usaha Hukum Perusahaan Pemakaian Nama PT, Tata Cara Mendirikan PT, Pendaftaran Perusahaan, TDUP & SIUP, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2013), hlm M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan, Catakan Ketiga, Edisi Ketujuh, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas, Edisi Revisi, (Yogyakarta : Total Media, 2009) hlm. 260.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem hukum

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem hukum 129 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini : 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem

Lebih terperinci

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan Pasal 1 angka 1 UUPT, elemen pokok yang melahirkan suatu Perseroan sebagai badan hukum,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Melakukan pembahasan perkembangan perekonomian dewasa ini, tidak dapat dilepaskan dari suatu bentuk badan usaha yang selama ini paling banyak melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum orang beranggapan bahwa tanggung jawab pemegang saham perseroan terbatas hanya terbatas pada saham yang dimilikinya. Menurut asasnya, dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk kegiatan ekonomi yang pemaknaannya banyak

I. PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk kegiatan ekonomi yang pemaknaannya banyak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan adalah suatu bentuk kegiatan ekonomi yang pemaknaannya banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun jika diteliti lebih jelas KUHD tidaklah

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS A. Kedudukan Direksi Sebagai Pengurus dalam PT Pengaturan mengenai direksi diatur dalam Bab VII dari Pasal 92 sampai dengan

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum Dewasa ini Perseroan Terbatas merupakan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perseroan Terbatas (PT) sebelumnya diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan perekonomian dan dunia usaha semakin bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya ditemukan pelaku-pelaku usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selain pertimbangan sekala ekonomi. Pemilihan PT dilatar belakangi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Selain pertimbangan sekala ekonomi. Pemilihan PT dilatar belakangi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan Terbatas (PT) kalau dilihat dari segi jumlahnya merupakan pilihan bentuk usaha yang paling sering diminati oleh masyarakat, sehingga jumlah badan usaha dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia yang ada di Indonesia. Bila kita liat pada KUHD perseroan terbatas tidak diatur secara terperinci

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perseroan Terbatas ( PT ) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu yang menjalankan usaha, senantiasa mencari jalan untuk selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya. Demikian juga kiranya dalam

Lebih terperinci

BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA

BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA A. Penerapan asas Piercing The Corporate Veil dalam Perseroan Terbatas

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Limited Liability, Piercing the Corporate Veil, Pemegang saham, Perseroan Terbatas. ABSTRACT

ABSTRAK. Kata Kunci: Limited Liability, Piercing the Corporate Veil, Pemegang saham, Perseroan Terbatas. ABSTRACT HAPUSNYA TANGGUNG JAWAB TERBATAS PEMEGANG SAHAM PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN PRINSIP PIERCING THE CORPORATE VEIL Oleh: Arod Fandy Nyoman Satyayudha Dananjaya Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

perubahan Anggaran Dasar.

perubahan Anggaran Dasar. 2. Selain itu Peningkatan Modal Perseroan tanpa melalui mekanisme RUPS melanggar kewajiban peningkatan modal yang diatur pada Pasal 42 UU PT No.40 Tahun 2007 yang menyatakan keputusan RUPS untuk penambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN 1) Latar Belakang Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat PT) merupakan subyek hukum yang berhak menjadi pemegang hak dan kewajiban, termasuk menjadi pemilik dari suatu benda atau

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan Direksi sebagai organ yang bertugas melakukan pengurusan terhadap jalannya kegiatan usaha perseroan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan, masyarakat mempunyai kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam mencapai tujuan kemakmuran dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS 19 BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian Perseroan Terbatas Kata Perseroan dalam pengertian umum adalah Perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan Perseroan Terbatas adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Tumbuh dan berkembangnya perekonomian dan minat pelaku usaha atau pemilik modal menjalankan usahanya di Indonesia dengan memilih bentuk badan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Budirto, Agus, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Mataram : Ghalia Indonesia, 2009

DAFTAR PUSTAKA. Budirto, Agus, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Mataram : Ghalia Indonesia, 2009 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Ali, Chidir, Badan Hukum, Bandung : Alumni, 1991 Amanat, Anisitus Pembahasan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Penerapannya dalam Akta Notaris. Jakarta : Raja Grafindo Persada,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perusahaan untuk pertama kalinya terdapat di dalam Pasal 6 KUHD yang mengatur mengenai penyelenggaraan pencatatan yang wajib dilakukan oleh setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah penting bagi perusahaan yang akan melakukan ekspansi untuk membesarkan bisnisnya. Ada perusahaan yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor privat merupakan entitas mandiri yang berhak melakukan pengelolaan aset kekayaannya sendiri sebagai entitas

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H.

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H. EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh : Raffles, S.H., M.H. 1 Abstrak Direksi adalah organ perseroaan yang bertanggung jawab penuh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

TUGAS DAN WEWENANG SERTA TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Frankiano B.

TUGAS DAN WEWENANG SERTA TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Frankiano B. TUGAS DAN WEWENANG SERTA TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh : Frankiano B. Randang* A. PENDAHULUAN Pada hakekatnya suatu Perseroan Terbatas (PT) memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perseroan dalam pengertian umum adalah perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan perseroan terbatas adalah salah satu bentuk organisasi usaha atau badan usaha yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi syarat syarat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LAMPIRAN 218 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas.

BAB I PENDAHULUAN. separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan Terbatas sebagai badan usaha berbentuk badan hukum, merupakan badan usaha yang banyak dipilih oleh masyarakat dalam menjalankan kegiatan usaha. Salah satu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA 23 BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Ketentuan-Ketentuan Perseroan Terbatas menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dibanding Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Perseroan terbatas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum dan Pengertian Perseroan Terbatas (PT) a. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum dan Pengertian Perseroan Terbatas (PT) a. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Perseroan Terbatas (PT) 1. Dasar Hukum dan Pengertian Perseroan Terbatas (PT) Dasar hukum merupakan suatu landasan atau aturan yang dijadikan pedoman dalam melakukan

Lebih terperinci

Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Oleh: Pahlefi 1

Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Oleh: Pahlefi 1 Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas Oleh: Pahlefi 1 Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis dan membahas tentang Eksistensi RUPS terkait

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia B A B 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dari berbagai bentuk perusahaan, seperti Persekutuan Komanditer, Firma, Koperasi dan lain sebagainya, bentuk usaha Perseroan Terbatas ( Perseroan )

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era modern ini Indonesia harus menghadapi tuntutan yang mensyaratkan beberapa regulasi dalam bidang ekonomi. tidak terkecuali mengenai perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan salah satu sendi utama dalam kehidupan masyarakat modern, karena merupakan salah satu pusat kegiatan manusia untuk memenuhi kehidupan kesehariannya.

Lebih terperinci

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS A. Defenisi Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai saat ini, di samping karena pertanggungjawabannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang pendirian PT. PT didirikan oleh dua orang atau lebih, yang dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. tentang pendirian PT. PT didirikan oleh dua orang atau lebih, yang dimaksud 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Definisi otentik Perseroan Terbatas (PT) ditemukan dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 (UUPT), pasal ini menyebutkan

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM DI INDONESIA. pemiliknya. Hak-hak pemegang saham lahir dari kebendaan tersebut.

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM DI INDONESIA. pemiliknya. Hak-hak pemegang saham lahir dari kebendaan tersebut. BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM DI INDONESIA A. Hak dan Kewajiban Pemegang Saham Saham adalah benda bergerak yang memberikan hak kebendaan bagi pemiliknya. Hak-hak pemegang saham lahir dari

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Analisis pemahaman..., Kristanto, FH UI, BAB 1 PENDAHULUAN

Analisis pemahaman..., Kristanto, FH UI, BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara-negara yang menganut sistem hukum Common Law dikenal sebuah doktrin yang digunakan dalam hukum perusahaan yaitu Doktrin Business Judgment Rule, doktrin tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016 TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KOMISARIS TERHADAP PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 1 Oleh : Roberto Rinaldo Sondak 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Adrian Sutedi. Hukum Kepailitan. Bogor: Ghalia Indonesia, Jawab Pendiri Perseroan Terbatas. Jakarta: Ghalia Indonesia,2002.

DAFTAR PUSTAKA. Adrian Sutedi. Hukum Kepailitan. Bogor: Ghalia Indonesia, Jawab Pendiri Perseroan Terbatas. Jakarta: Ghalia Indonesia,2002. 158 DAFTAR PUSTAKA BUKU Adrian Sutedi. Hukum Kepailitan. Bogor: Ghalia Indonesia, 2009. Agus Budiarto.Seri Hukum Perusahaan: Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas. Jakarta: Ghalia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan merupakan hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. hukum dagang merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Pengertian Perseroan Terbatas Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Pengertian Perseroan Terbatas Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan adalah suatu pengertian ekonomi yang banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah memberikan penafsiran maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN TERBATAS. usaha. Sedangkan perseroan terbatas adalah salah satu bentuk organisasi usaha

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN TERBATAS. usaha. Sedangkan perseroan terbatas adalah salah satu bentuk organisasi usaha BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian Perseroan Terbatas Kata perseroan dalam pengertian umum adalah perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan perseroan terbatas adalah salah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu faktor pemicu utama parahnya krisis moneter dipenghujung tahun 90an antara lain lemahnya penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan (corporate

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS SEBAGAI ORGAN PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 1 Oleh : Olivia Triany Manurung 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

PROBLEMATIKA STATUS KEKAYAAN NEGARA DALAM PERMODALAN BUMN PERSERO Oleh: Amanda Savira Karin

PROBLEMATIKA STATUS KEKAYAAN NEGARA DALAM PERMODALAN BUMN PERSERO Oleh: Amanda Savira Karin PROBLEMATIKA STATUS KEKAYAAN NEGARA DALAM PERMODALAN BUMN PERSERO Oleh: Amanda Savira Karin Abstract When Government encloses its wealth to the-state owned enterprises, The wealth which they have been

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Perseroan Terbatas (PT) terselenggaranya iklim usaha yang lebih kondusif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Perseroan Terbatas (PT) terselenggaranya iklim usaha yang lebih kondusif. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Perseroan Terbatas (PT) Perekonomian negara Indonesia diselengarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS Kurniawan * Bagian Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Mataram, Mataram Jalan Majapahit Nomor

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 7/Sep/2016. Kata kunci: Kedudukan hokum, tanggungjawab, pendiri, perseroan terbatas.

Lex Crimen Vol. V/No. 7/Sep/2016. Kata kunci: Kedudukan hokum, tanggungjawab, pendiri, perseroan terbatas. KEDUDUKAN HUKUM DAN TANGGUNG JAWAB PENDIRI PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 1 Oleh : Varly Verari Maneking 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

Bab 2 Badan usaha dalam kegiatan bisnis. MAN 107- Hukum Bisnis Semester Gasal 2017 Universitas Pembangunan Jaya

Bab 2 Badan usaha dalam kegiatan bisnis. MAN 107- Hukum Bisnis Semester Gasal 2017 Universitas Pembangunan Jaya Bab 2 Badan usaha dalam kegiatan bisnis MAN 107- Hukum Bisnis Semester Gasal 2017 Universitas Pembangunan Jaya Dalam tatanan hukum bisnis di Indonesia, ada 3 badan usaha yang ikut serta dalam kegiatan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS JOHN EDONG / D

TINJAUAN YURIDIS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS JOHN EDONG / D TINJAUAN YURIDIS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS JOHN EDONG / D 101 07 185 ABSTRAK Perkembangan Sistem Hukum di Indonesia yang berusaha menyesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisa yuridis..., Yayan Hernayanto, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Analisa yuridis..., Yayan Hernayanto, FH UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah Yayasan, bukan merupakan istilah yang asing. Sudah sejak lama Yayasan hadir sebagai salah satu organisasi atau badan yang melakukan kegiatan dalam bidang

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016 ASPEK HUKUM KEDUDUKAN DAN PERAN KOMISARIS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS 1 Oleh : Christian Untu 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hukum perusahaan sebagai bagian dalam hukum bisnis semakin terasa dibutuhkan lebih-lebih pada awal abad 21 ini dengan prediksi bisnis internasional yang tidak terelakkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komanditer atau sering disebut dengan CV (Commanditaire. pelepas uang (Geldschieter), dan diatur dalam Kitab Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Komanditer atau sering disebut dengan CV (Commanditaire. pelepas uang (Geldschieter), dan diatur dalam Kitab Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan perekonomian di Indonesia semakin berkembang dari waktu ke waktu, banyak masyarakat yang mencoba peruntungannya dalam dunia usaha, salah satunya dengan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Nama asli dari PT (Perseroan Terbatas) adalah Naamloze

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Nama asli dari PT (Perseroan Terbatas) adalah Naamloze BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN TERBATAS A. Gambaran Umum tentang Perseroan Terbatas Nama asli dari PT (Perseroan Terbatas) adalah Naamloze Vennootschap yang disingkat menjadi NV. Istilah NV dahulu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai suatu tujuan ekonomi khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan berkembangnya badan hukum.

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 5/Mei/2016

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 5/Mei/2016 TINJAUAN HUKUM TENTANG PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN 1 Oleh : Christian Ridel Liuw 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana alasan memilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kredit serta memberikan kepastian kepada mereka untuk dapat menerima uangnya

BAB I PENDAHULUAN. kredit serta memberikan kepastian kepada mereka untuk dapat menerima uangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Salah satu yang menjadi sumber permodalan bagi suatu anak perusahaan yaitu memanfaatkan fasilitas kredit perbankan. Namun pihak perbankan perlu adanya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.212, 2012 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV) 1, adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari Saham,

Lebih terperinci

Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait Peraturan Pelaksanaan (PP dst.)

Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait Peraturan Pelaksanaan (PP dst.) Rahmad Hendra DASAR HUKUM Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yang secara efektif berlaku sejak tanggal 16 Agustus

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. (Commanditaire Vennootschap atau CV), Firma dan Persekutuan Perdata. Dalam

BAB. I PENDAHULUAN. (Commanditaire Vennootschap atau CV), Firma dan Persekutuan Perdata. Dalam BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan di Indonesia mempunyai peranan yang cukup strategis dalam setiap kegiatan ekonomi di Indonesia, khususnya dalam melakukan kegiatan usaha dalam bidang

Lebih terperinci

BADAN-BADAN USAHA. PT sudah definitif

BADAN-BADAN USAHA. PT sudah definitif BADAN-BADAN USAHA Dalam menjalankan bisnisnya, telah banyak dikenal berbagai macam bentuk badan usaha yang memberi wadah bisnis para pelakunya. Bentuk badan usaha tersebut makin lama semakin berkembang

Lebih terperinci

BAB III PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM

BAB III PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM 39 BAB III PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM 1. Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum Dengan Tanggungjawab Terbatas A. Karakteristik Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum Perseroan Terbatas (Limited

Lebih terperinci

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT A. Pengertian Perseroan Terbatas Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan berasal dari kata Sero", yang mempunyai arti Saham.

Lebih terperinci

BAB II PERSYARATAN KEPEMILIKAN SAHAM DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

BAB II PERSYARATAN KEPEMILIKAN SAHAM DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS BAB II PERSYARATAN KEPEMILIKAN SAHAM DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian Perseroan Terbatas Kata Perseroan dalam pengertian umum adalah perusahaan atau organisasi

Lebih terperinci

BAB II HAK KEBENDAAN ATAS SAHAM PERSEROAN. memberikan pengertian dari saham. Dalam undang-undang hanya disebutkan

BAB II HAK KEBENDAAN ATAS SAHAM PERSEROAN. memberikan pengertian dari saham. Dalam undang-undang hanya disebutkan BAB II HAK KEBENDAAN ATAS SAHAM PERSEROAN A. Pengertian dan Konsep Yuridis Saham Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak memberikan pengertian dari saham. Dalam undang-undang

Lebih terperinci

DAFTAR lsi KATA PENGANTAR... PENDAHULUAN: EKSISTENSI HUKUM PERSEROAN DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA. Terbatas... 1

DAFTAR lsi KATA PENGANTAR... PENDAHULUAN: EKSISTENSI HUKUM PERSEROAN DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA. Terbatas... 1 DAFTAR lsi KATA PENGANTAR... v PENDAHULUAN: EKSISTENSI HUKUM PERSEROAN DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA A. Eksistensi Badan Usaha di Luar Badan Hukum Perseoran Terbatas... 1 1. Persekutuan... 2 a. Pengertian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015 KEDUDUKAN DAN TANGGUNG JAWAB PENDIRI PERSEROAN TERBATAS (PT) TERHADAP PERUSAHAAN YANG MENGALAMI PAILIT MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 1 Oleh : Swenry Pahaso 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM DALAM BISNIS

ASPEK HUKUM DALAM BISNIS 1 ASPEK HUKUM DALAM BISNIS PENGAJAR : SONNY TAUFAN, MH. JURUSAN MANAJEMEN BISNIS INDUSTRI POLITEKNIK STMI JAKARTA MINGGU Ke 6 HUBUNGAN HUKUM PERUSAHAAN DENGAN HUKUM DAGANG DAN HUKUM PERDATA 2 Bila hukum

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU DALAM PERSEKUTUAN KOMANDITER YANG MENGALAMI KEPAILITAN

PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU DALAM PERSEKUTUAN KOMANDITER YANG MENGALAMI KEPAILITAN PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU DALAM PERSEKUTUAN KOMANDITER YANG MENGALAMI KEPAILITAN Oleh : Novita Diana Safitri Made Mahartayasa Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Dalam perusahaan terdapat

Lebih terperinci

KEPEMILIKAN SAHAM SUAMI DAN ISTRI DALAM SATU PERSEROAN TERBATAS. Wishnu Kurniawan 1. Yeni Tan 2 ABSTRACT

KEPEMILIKAN SAHAM SUAMI DAN ISTRI DALAM SATU PERSEROAN TERBATAS. Wishnu Kurniawan 1. Yeni Tan 2 ABSTRACT KEPEMILIKAN SAHAM SUAMI DAN ISTRI DALAM SATU PERSEROAN TERBATAS Wishnu Kurniawan 1 Yeni Tan 2 ABSTRACT The purpose of this study is to investigate and analyze the validity on the ownership of Limited Liability

Lebih terperinci

BAB II PERAN NOTARIS DALAM PERUBAHAN PERUSAHAAN BERBENTUK PERSEROAN KOMANDITER MENJADI PERSEROAN TERBATAS

BAB II PERAN NOTARIS DALAM PERUBAHAN PERUSAHAAN BERBENTUK PERSEROAN KOMANDITER MENJADI PERSEROAN TERBATAS BAB II PERAN NOTARIS DALAM PERUBAHAN PERUSAHAAN BERBENTUK PERSEROAN KOMANDITER MENJADI PERSEROAN TERBATAS A. Persekutuan Komanditer (CV) Sebagai Badan Usaha 1. Pengertian Persekutuan Komanditer (CV) Persekutuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Perusahaan dan Bentuk Hukum Perusahaan. pengertian perusahaan secara jelas. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Perusahaan dan Bentuk Hukum Perusahaan. pengertian perusahaan secara jelas. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perusahaan dan Bentuk Hukum Perusahaan 1. Pengertian Perusahaan Perusahaan merupakan istilah ekonomi yang sering dipakai dalam beberapa perundang-undangan, namun tidak ada satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pada ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pada ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yayasan merupakan suatu badan yang melakukan berbagai kegiatan bersifat non komersial (nirlaba) dan bergerak di bidang sosial, keagamaan atau pendidikan. Pada ketentuan

Lebih terperinci