BAB III PERENCANAAN REPEATER GSM DI GEDUNG GRAHA PDSI. berapa jarak maksimum yang dapat dicapai antara transmitter r

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PERENCANAAN REPEATER GSM DI GEDUNG GRAHA PDSI. berapa jarak maksimum yang dapat dicapai antara transmitter r"

Transkripsi

1 15 BAB III PERENCANAAN REPEATER GSM DI GEDUNG GRAHA PDSI 3.1 Model Propagasi pada Repeater Model propagasi digunakan untuk mengetahui keadaan suatu area ketika gelombang elektromagnetik merambat pada area tersebut. Tujuannya adalah untuk mengetahui berapa besar redaman, atau loss / pathloss yang dialami gelombang ketika merambat dari transmitter ke receiver. Jadi, perancang dapat meramalkan berapa jarak maksimum yang dapat dicapai antara transmitter r yang memiliki daya pancar tertentu ke receiver r yang memiliki sensitivitas tertentu. Seperti yang telah dijelaskan pada Bab II, repeater digunakan pada gedunggedung yang memiliki sinyal kurang bagus. Propagasi gelombang elektromagnetik di dalam gedung / ruangan (indoor) berbeda dengan di luar ruangan (outdoor). Di dalam ruangan terdapat ruangan terdapat benda-benda seperti kursi, lemari arsip (kabinet), sekat-sekat, tembokbeton, dan lain sebagainya yang dapat memberikan redaman tambahan terhadap gelombang yang merambat melaluinya. Oleh karena itu, model propagasi yang digunakan sewaktu merancang sebuah repeater, juga berbeda dengan model propagasi biasa. Model propagasi yang digunakan adalah model propagasi indoor. Terdapat beberapa model propagasi indoor yang telah dikembangkan. Penggunaan dari masing-masing model tergantung dari kondisi lapangan, alat bantu yang tersedia, maupun kebutuhan terhadap keakuratan model dibandingkan dengan kondisi propagasi yang sesungguhnya.

2 16 Selain itu, pada proses perencanaan, mungkin juga diperlukan suatu model yang menggambarkan propagasi gelombang elektromagnetik yang merambat dariluar ke dalam ruangan (propagasi outdoor keindoor), untuk itu telah dikembangkan juga beberapa model yang menggambarkannya. Berikut adalah model propagasi yang digunakan dalam proses perencanaan: Model Propagasi Indoor Model yang digunakan adalah model propagasi indoor yang dikeluarkan oleh ITU-R (International Telecommunication Union - Radio). Pada model propagasi asi ini, path loss antara titik pada lantai yang berbeda di hitung secara eksplisit, it, sedangkan path loss antar titik yang berada pada lantai yang sama dihitung secara implisit, dengan mengubah path loss exponent sesuai karakteristik gedung tersebut, Model tersebut kemudian dirumuskan sebagaiberikut: L = 20 log fc + 10n log r + Lf f (nf) 28 (3.1) dimana: L = path loss total (db) fc = frekuensi carrier (Mhz) n= path loss eksponen r= jarak transmitter-receiver (m) Lf (nf) = factor penetrasi lantai (db)

3 17 Tabel 3.1. Path loss exponent n untuk model propagasi ITU-R Frekuensi (GHz) JenisBangunan (Environment) Rumah(resedential) Kantor(office) Pertokoan(commercial) Tabel 3.2.FaktorpenetrasilantaiLf(nf) n f [db] untuk model ITU-R Frekuensi (GHz) JenisBangunan (Environment) Rumah(resedential) Kantor(office) Pertokoan(commercial) (1 lantai) (2 lantai) (3 lantai) nf (nf) 6 + 3(nf-1) Model propagasi ITU-R dipilih pada perencanaan ini karena pengukuran dari redaman / loss masing-masing tembok, dan partisi lain yang berada dalam satu lantai tidak perlu dihitung secara eksplisit. Karena data mengenai hal-hal tersebut tidak bisa ditentukan secara akurat / pasti, dan apabila terdapat kesalahan dalam menghitungnya, maka jarak maksimum antar transmitter dan receiver yang dihasilkan bias saja menyimpang jauh dari hasil yang sebenarnya.

4 18 Namun dengan rumus ini, dapat ditentukan dengan path-loss rata-rata antara dua titik dalam bangunan yang dianalisis dengan menggunakan path loss exponent-nya sesuai dengan karakteristik gedung tersebut, sedangkan apabila dua titik yang diukur berada pada lantai yang berbeda, baru loss tambahannya dihitung secara eksplisit, dengan menambahkan factor penetrasi lantai Lf (nf), dimana nf adalah jumlah lantai antara kedua titik Model Propagasi outdoor ke indoor Propagasi asi gelombang dari luar ke dalam gedung perlu dihitung, untuk menentukan perlu tidaknya sebuah repeater r di-implementasikan di dalam gedung. Karena apabila sinyal repeater r yang diterima di dalam gedung masih berada pada level daya diterima minimum mobile station, dan jumlah kanal yang tersedia macro/micro cel l dirasa masih mencukupi, maka indoor coverage (coverage untuk user dalam gedung) dapat dipenuhi oleh micro/macro cell yang berada dekat gedung tersebut. Berikut adalah model propagasi pagasi yang digunakan pada perencanaan ini, yaitu model COST 231 Non- Line-Of-Sight: L = Lout + Le + Lge L + max (L1,L3) L 3 Gfh (3.2) dimana: L = path loss (db) Lout = path loss dari titik di luar gedung (db) Le = factor redaman tembok gedung Lge = factor redaman tambahan (berdasarkanfrekuensi) (db) Max(L1,L3) = nilai maksimum antara L1, L3 (db)

5 19 Pada model ini, loss dihitung berdasarkan suatu titik yang berada di luar gedung, dimana base station dianggap tidak memiliki jalur Line Of Sight dengan titik tersebut. Setelah pathloss dari luar gedung diketahui, dapat dicari loss dari titik tersebut apabila berada didalam gedung, dengan memperhitungkan factor redaman tembok gedung, factor penetrasi lantai, dan gain dari ketinggian gedung, dimana titik tersebut berada. Untuk factor penetrasi lantai, dipilih nilai maksimum antara L1 = nwl1atau L3 = r1. Dimana nw adalah jumlah lantai antara titik di luar gedung dengan titik yang sudah digeser ke dalam gedung, yang nilai path loss-nya akan dihitung. Sedangkan r1 adalah jarak antara titik di luar gedung, dengan titik yang sudah digeser ke dalam gedung. L1dan adalah tetapan.untuk nilai gain floor, Gfh = n Gh dan n adalah lantai dimana titik ik di dalam gedung berada (n= 0,1,2, ). Berikut adalah table untuk tetapan-tetapan pada model COST 231 Non-Line-Of-Sight: Tabel 3.3 Parameter untuk model propagasi COST 231 non-line-of-sight Parameter L1dan L3 NilaiAproksimasi [db] 4 (dinding kayu) 7 (tembok kongkrit dengan jendela) (tembok kongkrit tanpa jendela) [db m ] 0.6 Lge 4 (900 Mhz) 6 ( Mhz) Gn [db / lantai] (bangunan normal) 4-7 (bangunan dengan tinggi per lantai 4m)

6 Komponen Jaringan Indoor Repeater Untuk mendesain jaringan coverage indoor dengan menggunakan konsep repeater pada Gedung Graha PDSI, dibutuhkan repeater indoor untuk mengakomodir jaringan tersebut.dan karena perencanaan menggunkan sistem antenna terdistribusi (distributed anntena), maka dibutuhkan pula beberapa komponen untuk mendistribusikan daya dari indoor repeater ke setiap lantai. Komponen tersebut adalah: Antena indoor, power splitter, power tapper, attenuator, dan kabel koaksial Repeater Indoor Repeater er Indoor merupakan komponen terpenting dalam perencanaan coverage indoor,khususnya apabila menerapkan konsep repeater. Repeater ini berfungsi meneruskan n sinyal dan memperkuat yang diperoleh dari sinyal macro sel. Pada kasus ini sinyal yang berada di dalam gedung adalah sinyal yang ditangkap oleh antena a donor dari BTS diluar gedung kemudian sinyal dikuatkan dan diteruskan ke dalam gedung sehingga semula kualitas sinyal di dalam gedung lemah menjadi lebih bagus kualitasnya dan tingkat kegagalan panggilan saat melakukan panggilan dapat diperkecil AntenaIndoor Antena Indoorberfungsi untuk memancarkan daya dari Repeaterke setiap lantai gedung atau dengan kata lain antenna indoor berfungsi untuk mendistribusikan daya yang dipancar ulang oleh repeater. Pada perencanaan, letak antenna indoor mempengaruhi level daya terima mobile station yang berada di dalam gedung. Oleh sebab itu, peletakan antenna indoor harus memperhatikan kondisi dan keadaan gedung, agar mobile station dapat menerima

7 21 daya pancar repeaterdi semua lokasi di dalam gedung. Berikut adalah estimasi cakupan antenna indoor untuk beberapa tipe area: Tabel 3.4 Estimasi cakupan antenna indoor untuk beberapa tipe area Tipe Area Estimasi Radius Cakupan Kantor Pabrik Pusat Perbelanjaan 200 feet = 60 meter 350 feet = 105 meter 350 feet = 105 meter Pada perencanaan, dapat digunakan antenna indoor omni-directionalatau antenna indoor directional. Pemilihan jenis antenna indoor tersebut berdasarkan letak antenna dan kondisi gedung yang akan direncanakan. Untuk antena indoor jenis omni directional umumnya memiliki gain antenna 2 dbi KabelKoaksial Kabel koaksial menghubungkan antara repeaterdengan d power splitter, powercoupler dan tapper, atau juga tapper dengan antena indoor.jadi fungsi kabel koaksial penting dalam mendistribusikan daya dari repeater ke seluruh gedung, dan membutuhkan perencanaan topologi yang baik, agar daya yang dipancarkan antenna indoor tetap memadai di semua lantai. Pada perencanaan indoor coveragedengan sistem antenna terdistribusi, jenis kabel yang sering dipakai adalah kabel koaksial 7/8 dan 1/2, dengan spesifikasi sebagai berikut:

8 22 Tabel 3.5 Nilai Redaman Kabel Koaksial Diameter (Inch) Redaman (db/m) 7/ / Power Splitter Power Splitter berfungsi untuk membagi daya yang diterima pada bagian inputnya dengan n besar daya yang sama pada semua ujung output-nya. Pada perencanaan yang akan digunakan adalah 3-way power spliter, atau power splitter yang membagi daya masukkan pada bagian inputnya menjadi 3 daya keluaran di bagian output-nya. Adapun redaman dari masing-masing jalurnya sebesar 4.7 db. Berikut ini ilustrasinya: 5.3 dbm 10 dbm -4.7 db 5.3 dbm 5.3 dbm Gambar 3.1 Ilustrasi 3-way splitter Power Coupler Sama seperti power splitter, power coupler juga berfungsi untuk membagi daya input yang diterimanya, hanya saja disini daya output-nya terdiri dari dua jalur, dan memiliki nilai redaman yang berbeda untuk masing-masing jalurnya. Adapun power tapper yang digunakan pada perencanaan adalah jenis tapper 7.Dikatakan demikian karena memiliki redaman pada port P1 sebesar 7 db, sedangkan pada port P2 memiliki redaman sebesar 1.3 db. Berikut ini adalah ilustrasi dari tapper 7:

9 23 10 dbm -1.3 db -7 db P1= 8.7 dbm P2= 3dBm Connector Gambar 3.2 Ilustrasi Tapper 7 Dalam perencanaan indoor coverage, connector juga memiliki fungsi penting, yaitu untuk menghubungkan setiap komponen yang digunakan dalam perencanaan dengan kabel koaksial.namun pada perencanaan coverage indoor ini, redaman dari connector dianggap dapat diabaikan, karena penggunaannya tidak banyak, sedangkan redaman connector sangat kecil, hanya sekitar 0.05 db.namun, perlu diperhatikan bahwa connector juga merupakan komponen penting dalam setiap perencanaan indoor coverage. 3.3 Konsep Perencanaan Repeater Perencanaan yang baik diperlukan untuk mendapatkan jaringan indoor coverage yang optimal. Pada perencanaan repeater, proses perencanaan-nya hampir sama dengan proses perencanaan macro cell. Karena itu konsep umum perencanaan macro cell diterapkan pada proses perencanaan repeater. Proses perencanaan meliputi analisa gedung tempat dimana repeater akan direncanakan, yaitu berapa luasnya, dimana lokasinya, berapa populasi yang berada di dalam gedung tersebut, serta dimana akan ditempatkan peralatan radio yang dibutuhkan. Kemudian juga perlu direncanakan berapa sel yang akan di implementasikan untuk melayani user yang berada di dalam gedung tersebut, berdasarkan berapa besar trafik yang dibangkitkan oleh user di dalam gedung. Dan

10 24 setelah penghitungan jumlah trafik total yang akan dibebankan kepada sistem, maka dapat dirancang bagaimana mekanisme pendistribusian daya dari repeater ke seluruh lantai pada gedung tersebut. Dan sebelum silakukan perancangan, terlebih dahulu dibuat langkah-langkah perencanaanya, yang dapat digambarkan pada flowchartberikut ini: Gambar 3.3 Flowchart langkah pengerjaan

11 25 Berikut ini adalah penjelasan tentang tiap-tiap langkah dalam proses perencanaan repeater: Parameter Gedung Pada perencanaan repeater hanya ada beberapa parameter gedung yang penting, meliputi berapa luas gedung, berapa banyak populasi yang ada di dalam gedung, serta kondisi propagasi di dalam gedung.luas gedung penting untuk diketahui agar dapat diketahui berapa radius sel yang yang diperlukan, agar mencakup seluruh gedung. Populasi di dalam gedung akan menentukan berapa banyak user yang ada, dan otomatis menrntukan besar trafik yang akan dibangkitkan di dalam gedung, sehingga akan menentukan entukan juga berapa banyak sel yang perlu diimplementasikan. Kondisi propagasi untuk setiap jenis bangunan akan berbeda, hal ini disebabkan oleh karena perbedaan desain dari tiap-tiap gedung, baik eksterior r maupun interior-nya, sehingga propagasigelombang pada tiap jenis gedung yang berbeda akan berbeda pula. Untuk itu perlu dianalisa bagaimana kondisi propagasi dari gedung dimanarepeater akan diimplementasikan, agar nantinya hasil perancangan tidak banyak berbeda dari kondisi riil-nya Perkiraan daya terima dan trafik di dalam gedung Perkiraan ini penting untuk dilakukan, karena implementasi repeaterakan dapat menjadi solusi yang tepat dan ringan biaya sebelum menggunakan indoor BTSyang biayanya jauh lebih besar. Untuk itu perlu adanya alas an yang cukup, mengapa perlu di-implementasikan repeatersebagai solusi indoor coverage pada sebuah gedung. Hal ini dapat diperoleh melalui perkiraan terhadap kondisi daya terima dan kondisi trafik di dalam gedung.karena apabila daya terima di dalam gedung tidak

12 26 mencukupi dibandingkan sensitivitas dari mobile station, maka diperlukan adanya indoor coverage di dalam gedung.dan apabila trafik yang dibangkitkan oleh user di dalam gedung dirasa tidak terlalu membebani base stationmacro cell-nya, maka solusi repeater indoor cukup untuk menangani masalah sinyal yang kurang di dalam gedung. Apabila menurut analisa sebuah repeater indoor layak untuk diimplementasikan, barulah dapat melangkah ke proses berikutnya dari perencanaan. Level daya terima di dalam gedung dapat diketahui dengan melakukan pengukuran n manual, perlu dihitung level daya terima di dalam gedung tanpa adanya repeater, dengan terlebih dahulu menghitung level daya terima di antenna penerima yang terpasang di atap gedung (antenna donor). Caranya dengan menghitung besar gain dan loss dari pemasangan repeater, dengan rumus: GLnetwork = Gdonor r + Grepeater r + Gind - Lkabel Lsplitter r Lattenuator(4.14) Dimana : GLnetwork k = total gain loss dari jaringan repeater r (db) Gdonor r = gain antenna donor (db) Grepeater r = gain repeater r (db) Gind d = gain antenna indoor (db) Lkabel = loss kabel (db) Lsplitter = loss splitter (db) Lattenuator = loss attenuator (db) Kemudian dihitung level daya terima di antenna donor: Pr,donor = Pr, indoor Glnetwork (3.15) Dimana : Pr, indoor = level daya terima di antenna donor (dbm)

13 27 Setelah level daya diterima diantena donor diketahui, maka dapat dihitung total pathloss di luar gedung dengan rumus: Lout = P1,BTS Pt, donor (3.16) Dengan: P1,BTS= PBTS + GBTS Dimana: Lout = total path loss diluar gedung Pt, BTS = daya pancar efektif base station macro cell PBTS = daya output base station macro cell GBTS = gain antenna base station macro cell Kemudian total path loss di luar gedung dimasukkan sebagai parameter pada persamaan (3.2) untuk mendapatkan total path loss hingga ke dalam gedung, dengan demikian level daya terima di dalam gedung yang sebenarnya (tanpa repeater) dapat dihitung dengan rumus: Pr indoor = Pt,BTS Ltotal (3.18) Dimana: Pr indoor = level daya terima di dalam gedung tanpa repeater Sensitifitas Daya Terima Minimum dapat dihitung dengan rumus: Pth (dbm) Dimana: Pth Eb/No Br Nf = (Eb/No)req (db) -204 (dbw) + 10 log Br + NF (db)(3.19) = sensitifitas daya terima minimum = Energy Bit to Noise (db) = Bit Rate = Noise Figure (db) Besar trafik yang dibangkitkan di dalam gedung dapat diketahui dengan mengambil data populasi user di dalam gedung.dalam hal ini user Telkomsel dan

14 28 menghitung trafik rata-rata per-user. Dengan demikian dapat diketahui berapa besar trafik total yang dibangkitkan oleh user (asumsi seluruhnya voice user) di dalam gedung dengan rumus (3.3) Penghitungan jumlah repeater yang dibutuhkan Setelah menentukan bahwa repeater perlu di-implementasikan di dalam gedung, maka perlu direncanakan berapa luasan area yang akandilayani oleh sebuah repeater di tiap lantai pada gedung Perencanaan pendistribusian daya ke seluruh gedung Langkah sekalanjutnya dari perencanaan repeateradalah merencanakan pendistribusian sian daya dari repeater r agar sampai ke seluruh gedung denga optimal.perencanaan ini dilakukan dengan mengatur letak, jumlah dan perlu tidak-nya masing-masing komponen jaringan indoor, sedemikaian sehingga daya yang dipancarkan n repeater r dapat diterima oleh user secara optimaldi semua bagian dari tiap lantai gedung Penghitungan reverse link budget Setelah komponen jaringan disusun, akan dihitung reverse link budget dari konfigurasi jaringan tersebut, dimana tujuan akhirnya adalah untuk mengetahui berapa radius arah reverse dari sel yang telah direncanakan, dan harus mencakup keseluruhan luas gedung. Untuk mengetahui berapa besar radius maksimum dari sel, harus dicari terlebih dahulu path loss maksimum yang diperbolehkan agar daya yang dipancarkan repeater dapat diterima baik oleh mobile station (maximum Allowable Path loss/mapl) dengan rumus: MAPLreverse = EIRPMS Lnetwork + Gind- SRI FM + GSH Im (3.20)

15 29 Dengan EIRPMS = PMS + GMS - Lbody (3.21) SRI= (Eb/It) + N0 + NFRI+ 10 log Rb (3.22) Lnetwork = Lkabel + Lsplitter + Ltapper + Lattenuator (3.23) Dimana : EIRPMS = daya pancar efektif isotropic antenna mobile station (dbm), Lnetwork = loss total dari konfigurasi komponen jaringan (db), Gind = gain antenna indoor (dbi), SRI = sensitivitas repeater indoor (dbm), FM = Fading Margin (db), Im = Interface Margin (db), PMS = daya output mobile station (dbm), GMS = gain antenna mobile station (dbi), Lbody = redaman oleh tubuh (db), (Eb/It) = kualitas kanal trafik yang diinginkan (db), N0= Rapat noise termal (db/hz), NFRI= noise figure repeater indoor (db), Rb= information bit rate (bps), GSH= gain sof hand off (db), Setelah MAPL didapatkan, distribusi ke persamaan loss sesuai dengan model propagasi indoor yang dipilh untuk mendapatkan radius maksimum dari sel hasil perencanaan.apabila sel hasil perencanaan ternyata tidak dapat mencakup luas keseluruhan gedung, maka harus dilakukan ulang analisa pendistribusian daya, dengan mengatur komponen penyusun jaringan, agar menghasilkan redaman network yang kecil.

16 30 Perlu diperhatikan bahwa MAPL merupakan fungsi dari loading factor, karena Interface Margin, Im = 10log, karena itu radius maksimum dari sel hasil perencanaan juga merupakan fungsi dari loading factor. Maka penghitungan reverse link budget pada perencanaan akan dihitung juga pada nilai loading factor yang berbeda-beda, untuk memastikan nilai radius maksimum yang dihasilkan masih dapat mencakup seluruh gedung walaupun jumlah user bertambah.

TUGAS AKHIR MERCU BUANA

TUGAS AKHIR MERCU BUANA TUGAS AKHIR Analisa Peningkatan Performance Indoor Coverage Signal GSM menggunakan Repeater Di Gedung Graha PDSI Diajukan guna melengkapi sebagian syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) MERCU

Lebih terperinci

BAB III. IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL

BAB III. IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL 21 BAB III IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL 3. 1 Sejarah Singkat Wireless Fidelity Wireless fidelity (Wi-Fi) merupakan teknologi jaringan wireless yang sedang berkembang pesat dengan menggunakan standar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Pada tahap ini akan dibahas tahap dan parameter perencanaan frekuensi dan hasil analisa pada frekuensi mana yang layak diimplemantasikan di wilayah Jakarta. 4.1 Parameter

Lebih terperinci

Topologi WiFi. Topotogi Ad Hoc

Topologi WiFi. Topotogi Ad Hoc Topologi WiFi Jika dalam jaringan konvensional dikenal berbagai jenis topologi jaringan, seperti starring, dan bus, pada WiFi hanya dikenal 2 jenis topologi jaringan yatu ad hoc dan infrastructure. Topotogi

Lebih terperinci

Analisa Perencanaan Indoor WIFI IEEE n Pada Gedung Tokong Nanas (Telkom University Lecture Center)

Analisa Perencanaan Indoor WIFI IEEE n Pada Gedung Tokong Nanas (Telkom University Lecture Center) Analisa Perencanaan Indoor WIFI IEEE 802.11n Pada Gedung Tokong Nanas (Telkom University Lecture Center) Silmina Farhani Komalin 1,*, Uke Kurniawan Usman 1, Akhmad Hambali 1 1 Prodi S1 Teknik Telekomunikasi,

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN JARINGAN SELULER INDOOR

STUDI PERENCANAAN JARINGAN SELULER INDOOR STUDI PERENCANAAN JARINGAN SELULER INDOOR Silpina Abmi Siregar, Maksum Pinem Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU) Jl. Almamater,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk merancang dan membuat jaringan WLAN dan penempatan Access Point sesuai dengan keadaan bangunan yang berada di gedung

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3 BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3 3.1 Jaringan 3G UMTS dan HSDPA Jaringan HSDPA diimplementasikan pada beberapa wilayah. Untuk

Lebih terperinci

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel BAB II PEMODELAN PROPAGASI 2.1 Umum Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel ke sel yang lain. Secara umum terdapat 3 komponen propagasi yang menggambarkan kondisi dari

Lebih terperinci

BAB III PROPAGASI GELOMBANG RADIO GSM. Saluran transmisi antara pemancar ( Transmitter / Tx ) dan penerima

BAB III PROPAGASI GELOMBANG RADIO GSM. Saluran transmisi antara pemancar ( Transmitter / Tx ) dan penerima BAB III PROPAGASI GELOMBANG RADIO GSM Saluran transmisi antara pemancar ( Transmitter / Tx ) dan penerima (Receiver / Rx ) pada komunikasi radio bergerak adalah merupakan line of sight dan dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan BTS (Base Transceiver Station) untuk jaringan WCDMA (Wideband Code Division Multiple Access) atau jaringan generasi ketiga (3G) dari GSM (Global System

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PENGUKURAN PERFORMAN IMPLEMENTASI WI-FI OVER PICOCELL

BAB IV ANALISA PENGUKURAN PERFORMAN IMPLEMENTASI WI-FI OVER PICOCELL 33 BAB IV ANALISA PENGUKURAN PERFORMAN IMPLEMENTASI WI-FI OVER PICOCELL 4. 1 Pengambilan Data Penggunaan Wi-Fi Over PICOCELL Pengambilan data implementasi Wi-Fi Over Picocell dilakukan di Departemen Information

Lebih terperinci

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN 2.1 Perencanaan Cakupan. Perencanaan cakupan adalah kegiatan dalam mendesain jaringan mobile WiMAX. Faktor utama yang dipertimbangkan dalam menentukan perencanaan jaringan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini, akan menjelaskan langkah-langkah yang dilakukan untuk menyelesaikan penelitian Tugas Akhir ini dengan membandingkan interferensi maksimum dengan interferensi

Lebih terperinci

Kata Kunci : Radio Link, Pathloss, Received Signal Level (RSL)

Kata Kunci : Radio Link, Pathloss, Received Signal Level (RSL) Makalah Seminar Kerja Praktek ANALISIS KEKUATAN DAYA RECEIVE SIGNAL LEVEL(RSL) MENGGUNAKAN PIRANTI SAGEM LINK TERMINAL DI PT PERTAMINA EP REGION JAWA Oleh : Hanief Tegar Pambudhi L2F006045 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

LINK BUDGET. Ref : Freeman FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO

LINK BUDGET. Ref : Freeman FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO LINK BUDGET Ref : Freeman 1 LINK BUDGET Yang mempengaruhi perhitungan Link Budget adalah Frekuensi operasi (operating frequency) Spektrum yang dialokasikan Keandalan (link reliability) Komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB III SISTEM JARINGAN TRANSMISI RADIO GELOMBANG MIKRO PADA KOMUNIKASI SELULER

BAB III SISTEM JARINGAN TRANSMISI RADIO GELOMBANG MIKRO PADA KOMUNIKASI SELULER BAB III SISTEM JARINGAN TRANSMISI RADIO GELOMBANG MIKRO PADA KOMUNIKASI SELULER 3.1 Struktur Jaringan Transmisi pada Seluler 3.1.1 Base Station Subsystem (BSS) Base Station Subsystem (BSS) terdiri dari

Lebih terperinci

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM Kevin Kristian Pinem, Naemah Mubarakah Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departement Teknik Elektro

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. dimana : λ = jumlah panggilan yang datang (panggilan/jam) t h = waktu pendudukan rata-rata (jam/panggilan)

BAB II TEORI DASAR. dimana : λ = jumlah panggilan yang datang (panggilan/jam) t h = waktu pendudukan rata-rata (jam/panggilan) BAB II TEORI DASAR II.1 Teori Trafik Secara sederhana trafik dapat di artikan sebagai pemakai. Pemakaian yang diukur dengan waktu (berapa lama, kapan), yang tentunya dikaitkan dengan apa yang dipakai dan

Lebih terperinci

BAB II KOMUNIKASI SELULER INDOOR. dalam gedung untuk mendukung sistem luar gedung (makrosel dan mikrosel

BAB II KOMUNIKASI SELULER INDOOR. dalam gedung untuk mendukung sistem luar gedung (makrosel dan mikrosel BAB II KOMUNIKASI SELULER INDOOR 2.1 Umum Komunikasi jaringan indoor merupakan suatu sistem yang diterapkan dalam gedung untuk mendukung sistem luar gedung (makrosel dan mikrosel outdoor) dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan teknologi dalam sistem komunikasi bergerak sudah berkembang cukup pesat. Seperti contoh teknologi yang banyak digunakan saat ini adalah teknologi 3.5G atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Komunikasi Point to Point Komunikasi point to point (titik ke titik ) adalah suatu sistem komunikasi antara dua perangkat untuk membentuk sebuah jaringan. Sehingga dalam

Lebih terperinci

Wireless Communication Systems. Faculty of Electrical Engineering Bandung Modul 14 - Perencanaan Jaringan Seluler

Wireless Communication Systems. Faculty of Electrical Engineering Bandung Modul 14 - Perencanaan Jaringan Seluler Wireless Communication Systems Modul 14 Perencanaan Jaringan Seluler Faculty of Electrical Engineering Bandung 2015 Tujuan Mengetahui model perencanaan jaringan yang optimum Dapat memberikan pengembangan

Lebih terperinci

Analisis Aspek-Aspek Perencanaan BTS pada Sistem Telekomunikasi Selular Berbasis CDMA

Analisis Aspek-Aspek Perencanaan BTS pada Sistem Telekomunikasi Selular Berbasis CDMA Analisis Aspek-Aspek Perencanaan pada Sistem Telekomunikasi Selular Berbasis CDMA Rika Sustika LIPI Pusat Penelitian Informatika rika@informatika.lipi.go.id Abstrak Telah dilakukan analisis terhadap aspek-aspek

Lebih terperinci

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI Zulkha Sarjudin, Imam Santoso, Ajub A. Zahra Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 18 BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Konsep Perencanaan Sistem Seluler Implementasi suatu jaringan telekomunikasi di suatu wilayah disamping berhadapan dengan

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN EIRP SISTEM MULTI NETWORK

BAB IV PERHITUNGAN EIRP SISTEM MULTI NETWORK BAB IV PERHITUNGAN EIRP SISTEM MULTI NETWORK 4.1 PERHITUNGAN EIRP JARINGAN IBS Dalam perencanaan jaringan indoor setiap operator mempunyai Key performance Index, maka dari itu berikut Tabel 4.1 Parameter

Lebih terperinci

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) 2.1 Pengenalan CDMA CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik akses jamak (multiple access) yang memisahkan percakapan dalam domain

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERFORMANSI BWA

BAB IV ANALISA PERFORMANSI BWA BAB IV ANALISA PERFORMANSI BWA 4.1 Parameter Komponen Performansi BWA Berikut adalah gambaran konfigurasi link BWA : Gambar 4.1. Konfigurasi Line of Sight BWA Berdasarkan gambar 4.1. di atas terdapat hubungan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN MINILINK ERICSSON

BAB III PERENCANAAN MINILINK ERICSSON BAB III PERENCANAAN MINILINK ERICSSON Tujuan utama dari perancangan Minilink Ericsson ini khususnya pada BTS Micro Cell adalah merencanakan jaringan Microwave untuk mengaktifkan BTS BTS Micro baru agar

Lebih terperinci

ANALISIS JENIS MATERIAL TERHADAP JUMLAH KUAT SINYAL WIRELESS LAN MENGGUNAKAN METODE COST-231 MULTIWALL INDOOR

ANALISIS JENIS MATERIAL TERHADAP JUMLAH KUAT SINYAL WIRELESS LAN MENGGUNAKAN METODE COST-231 MULTIWALL INDOOR 68 JURNAL MATRIX, VOL. 7, NO. 3, NOVEMBER 2017 ANALISIS JENIS MATERIAL TERHADAP JUMLAH KUAT SINYAL WIRELESS LAN MENGGUNAKAN METODE COST-231 MULTIWALL INDOOR Yusriel Ardian 1 1 Sistem Informasi, Universitas

Lebih terperinci

Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem D-MIMO

Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem D-MIMO Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem D-MIMO Siherly Ardianta 1, Tri Budi Santoso 2, Okkie Puspitorini 2 1 Politeknik Elektronika Negeri Surabaya,

Lebih terperinci

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) 802.11b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE Dontri Gerlin Manurung, Naemah Mubarakah Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN Tahapan awal analisa perancangan yang dilakukan adalah dengan menganalisa pengukuran awal sebelum dilakukan perancangan jaringan indoor Gedung E6 dan E7 Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

PERENCANAAN SISTEM JARINGAN RADIO SELULER CDMA DENGAN MENGGUNAKAN VISUAL BASIC 6.0

PERENCANAAN SISTEM JARINGAN RADIO SELULER CDMA DENGAN MENGGUNAKAN VISUAL BASIC 6.0 PERENCANAAN SISTEM JARINGAN RADIO SELULER CDMA DENGAN MENGGUNAKAN VISUAL BASIC 6.0 Indri Neforawati, Hoga Saragih Departemen Teknik Elektro Politeknik Negeri Jakarta Kampus Baru UI Depok, 16424, Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teknologi GSM (Global System for Mobile) merupakan salah satu teknologi yang paling banyak digunakan di seluruh dunia. Teknologi GSM juga merupakan sistem dengan jaringan

Lebih terperinci

Materi II TEORI DASAR ANTENNA

Materi II TEORI DASAR ANTENNA Materi II TEORI DASAR ANTENNA 2.1 Radiasi Gelombang Elektromagnetik Antena (antenna atau areal) adalah perangkat yang berfungsi untuk memindahkan energi gelombang elektromagnetik dari media kabel ke udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke lokasi B data bisa dikirim dan diterima melalui media wireless, atau dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. ke lokasi B data bisa dikirim dan diterima melalui media wireless, atau dari suatu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transmisi merupakan suatu pergerakan informasi melalui sebuah media jaringan telekomunikasi. Transmisi memperhatikan pembuatan saluran yang dipakai untuk mengirim

Lebih terperinci

Kata Kunci :In-building coverage (Indoor) system, EIRP, propagasi indoor

Kata Kunci :In-building coverage (Indoor) system, EIRP, propagasi indoor SIMULASI CAKUPAN SISTEM IBC (IN-BUILDING COVERAGE) PADA KOMUNIKASI GSM Harry Rachmawan (L2F002581) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK Pada umumnya sebuah gedung

Lebih terperinci

Planning cell site. Sebuah jaringan GSM akan digelar dikota Bandung Tengah yang merupakan pusat kota yang memiliki :

Planning cell site. Sebuah jaringan GSM akan digelar dikota Bandung Tengah yang merupakan pusat kota yang memiliki : Planning cell site Sebuah jaringan GSM akan digelar dikota Bandung Tengah yang merupakan pusat kota yang memiliki : Jumlah Penduduk 6.85 jiwa Trafik per User 6 me Alokasi Bandwidth 7, Mhz Jumlah Kluster

Lebih terperinci

BAB IV Analisa Jaringan Broadband Wifi Pada Bab Ini akan dibahas Hasil evaluasi Pra Perancangan Jaringan Broadband WIFI Commuter Line Jabodetabek dengan jaringan existing ( UMTS ) yang dilaksanakan di

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. atau gedung. Dengan performa dan keamanan yang dapat diandalkan,

BAB II DASAR TEORI. atau gedung. Dengan performa dan keamanan yang dapat diandalkan, BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum Jaringan wireless LAN sangat efektif digunakan di dalam sebuah kawasan atau gedung. Dengan performa dan keamanan yang dapat diandalkan, pengembangan jaringan wireless LAN menjadi

Lebih terperinci

BAB III SISTEM LINK BUDGET

BAB III SISTEM LINK BUDGET BAB III SISTEM LINK BUDGET 3.1 INFORMASI GEDUNG Gedung IKEA terletak di kawasan Alam Sutera Tangerang, Jl. Sutera Boulevard No. 45, Tangerang, Banten. Ikea Tangerang memiliki 4 level tingkatan, fungsi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PERENCANAAN LINK MICROWAVE Tujuan utama dari perencanaan link microwave adalah untuk memastikan bahwa jaringan microwave dapat beroperasi dengan kinerja yang tinggi pada segala

Lebih terperinci

ANALISIS PENANGANAN GANGGUAN RADIO PASOLINK BERBASIS CDMA MENGGUNAKAN APLIKASI HYPERTERMINAL

ANALISIS PENANGANAN GANGGUAN RADIO PASOLINK BERBASIS CDMA MENGGUNAKAN APLIKASI HYPERTERMINAL ANALISIS PENANGANAN GANGGUAN RADIO PASOLINK BERBASIS CDMA MENGGUNAKAN APLIKASI HYPERTERMINAL Fransisco Mardonus Program Studi Teknik Elektro Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA LINK BUDGET DALAM PENENTUAN TITIK ANTENA PADA SISTEM DCS1800 DAN UMTS2100 DI GEDUNG IKEA TANGERANG

TUGAS AKHIR ANALISA LINK BUDGET DALAM PENENTUAN TITIK ANTENA PADA SISTEM DCS1800 DAN UMTS2100 DI GEDUNG IKEA TANGERANG TUGAS AKHIR ANALISA LINK BUDGET DALAM PENENTUAN TITIK ANTENA PADA SISTEM DCS1800 DAN UMTS2100 DI GEDUNG IKEA TANGERANG Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Disusun oleh

Lebih terperinci

Analisa Model Propagasi Cost 231 Multi Wall pada Perancangan Jaringan Indoor Femtocell HSDPA menggunakan Radiowave Propagation Simulator

Analisa Model Propagasi Cost 231 Multi Wall pada Perancangan Jaringan Indoor Femtocell HSDPA menggunakan Radiowave Propagation Simulator Analisa Model Propagasi Cost 231 Multi Wall pada Perancangan Jaringan Indoor Femtocell HSDPA menggunakan Radiowave Propagation Simulator Alfin Hikmaturokhman Sekolah Tinggi Teknologi Telematika Telkom

Lebih terperinci

ANALISIS IMPLEMENTASI JARINGAN CDMA20001X EVDO REV-A DI KOTA MALANG

ANALISIS IMPLEMENTASI JARINGAN CDMA20001X EVDO REV-A DI KOTA MALANG ANALISIS IMPLEMENTASI JARINGAN CDMA0001X EVDO REV-A DI KOTA MALANG Alvita Arini¹, Ir.Wahyu Adi Priyono, M.Sc.², Asri Wulandari, ST.,MT.³ ¹Mahasiswa Teknik Elektro, ² ³Dosen Teknik Elektro, Universitas

Lebih terperinci

Makalah Seminar Tugas Akhir PENINGKATAN KAPASITAS SEL CDMA DENGAN METODE PARTISI SEL

Makalah Seminar Tugas Akhir PENINGKATAN KAPASITAS SEL CDMA DENGAN METODE PARTISI SEL Makalah Seminar Tugas Akhir PENINGKATAN KAPASITAS SEL CDMA DENGAN METODE PARTISI SEL Aksto Setiawan [1], Imam Santoso, ST, MT [2], Ajub Ajulian Zahra, ST, MT [2] Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN MODEL WALFISCH-IKEGAMI PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 1800 MHz

ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN MODEL WALFISCH-IKEGAMI PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 1800 MHz ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN MODEL WALFISCH-IKEGAMI PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 1800 MHz Achmad Reza Irianto 1, M. Fauzan Edy Purnomo. S.T., M.T. 2 Endah Budi Purnomowati,

Lebih terperinci

Perencanaan dan Simulasi Jaringan Small Cell Indoor Hotspots Studi Kasus di Gedung Vokasi Universitas Telkom

Perencanaan dan Simulasi Jaringan Small Cell Indoor Hotspots Studi Kasus di Gedung Vokasi Universitas Telkom JURNAL ILMIAH SEMESTA TEKNIKA Vol. 20, No. 1, 67-74, Mei 2017 67 Perencanaan dan Simulasi Jaringan Small Cell Indoor Hotspots Studi Kasus di Gedung Vokasi Universitas Telkom (Planning and Network Simulation

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX) 1 ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX) Siska Dyah Susanti 1, Ir. Erfan Achmad Dahlan, MT. 2, M. Fauzan Edy Purnomo. ST.,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN EFEK CELL BREATHING PADA JARINGAN CDMA 20001X EVDO PADA FREKUENSI CARRIER YANG BERBEDA

PERBANDINGAN EFEK CELL BREATHING PADA JARINGAN CDMA 20001X EVDO PADA FREKUENSI CARRIER YANG BERBEDA 1 PERBANDINGAN EFEK CELL BREATHING PADA JARINGAN CDMA 20001X EVDO PADA FREKUENSI CARRIER YANG BERBEDA Wakhida Rahmawati 1, Ir. Erfan Achmad Dahlan, M.T. 2, Ir. Sigit Kusmaryanto, M.Eng. 3 1 Mahasiswa Teknik

Lebih terperinci

Kualitas Sistem dan Link Budget. Sistem Transmisi

Kualitas Sistem dan Link Budget. Sistem Transmisi Kualitas Sistem dan Link Budget Sistem Transmisi Kualitas Sistem: Kinerja Sinyal Informasi (BER ; Eb/No; S/N; C/N ; delay; dll) lihat kembali BB, IF & RF Processing Kehandalan Sistem (Path Availability

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING

BAB IV PERENCANAAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING BAB IV PERENCANAAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING 4.1 Analisa Profil Lintasan Transmisi Yang di Rencanakan Jaringan Transmisi Gelombang mikro yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISA. radio IP menggunakan perangkat Huawei radio transmisi microwave seri 950 A.

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISA. radio IP menggunakan perangkat Huawei radio transmisi microwave seri 950 A. 76 BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISA Pada Bab IV ini akan disajikan hasil penelitian analisa performansi kinerja radio IP menggunakan perangkat Huawei radio transmisi microwave seri 950 A. Pada penelitian

Lebih terperinci

BAB III PERFORMANSI AKSES BWA

BAB III PERFORMANSI AKSES BWA BAB III PERFORMANSI AKSES BWA 3.1 Pengertian BWA BWA (Broadband Wireless Access) mentransmisikan informasi dengan menggunakan gelombang radio antara pelanggan dengan perusahaan penyedia jasa layanan BWA.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENERAPAN PASSIVE SPLITTER PADA JARINGAN PASSIVE OPTICAL NETWORK (PON)

BAB IV ANALISIS PENERAPAN PASSIVE SPLITTER PADA JARINGAN PASSIVE OPTICAL NETWORK (PON) BAB IV ANALISIS PENERAPAN PASSIVE SPLITTER PADA JARINGAN PASSIVE OPTICAL NETWORK (PON) Pada bab ini akan dibahas analisis parameter teknis yang berkaitan dengan penerapan passive splitter pada jaringan

Lebih terperinci

PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD

PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD Agastya, A.A.N.I. 1, Sudiarta, P.K 2, Diafari, I.G.A.K. 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas

Lebih terperinci

Istilah istilah umum Radio Wireless (db, dbm, dbi,...) db (Decibel)

Istilah istilah umum Radio Wireless (db, dbm, dbi,...) db (Decibel) Istilah istilah umum Radio Wireless (db, dbm, dbi,...) db (Decibel) Merupakan satuan perbedaan (atau Rasio) antara kekuatan daya pancar signal. Penamaannya juga untuk mengenang Alexander Graham Bell (makanya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Hasil Perhitungan Link Budget

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Hasil Perhitungan Link Budget IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Perancangan dan Analisa 1. Perancangan Ideal Tabel 5. Hasil Perhitungan Link Budget FSL (db) 101,687 Absorption Loss (db) 0,006 Total Loss 101,693 Tx Power (dbm) 28 Received

Lebih terperinci

Sistem Transmisi KONSEP PERENCANAAN LINK RADIO DIGITAL

Sistem Transmisi KONSEP PERENCANAAN LINK RADIO DIGITAL Sistem Transmisi KONSEP PERENCANAAN LINK RADIO DIGITAL PERENCANAAN SISTEM KOMUNIKASI RADIO, MELIPUTI : * Perencanaan Link Radio (radio( link design) * Perencanaan Sub-sistem Radio (equipment( design) *

Lebih terperinci

Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem C-MIMO

Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem C-MIMO Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem C-MIMO Nurista Wahyu Kirana 1, Tri Budi Santoso 2, Okkie Puspitorini 2 1 Politeknik Elektronika Negeri Surabaya,

Lebih terperinci

Powered By TeUinSuska2009.Wordpress.com. Upload By - Vj Afive -

Powered By  TeUinSuska2009.Wordpress.com. Upload By - Vj Afive - Powered By http:/ TeUinSuska2009.Wordpress.com Upload By - Vj Afive - Jarlokar Adalah jaringan transmisi yang menghubungkan perangkat terminal pelanggan dengan sentral lokal dengan menggunakan media radio

Lebih terperinci

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 2/Mei 2014

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 2/Mei 2014 ANALISIS LINK BUDGET UNTUK KONEKSI RADIO WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) 802.11B DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI RADIO MOBILE (STUDI KASUS PADA JALAN KARTINI SIANTAR AMBARISAN) Fenni A Manurung, Naemah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada sistem CDMA pengendalian daya baik pada Mobile Station (MS) maupun Base Station (BS) harus dilakukan dengan baik mengingat semua user pada CDMA mengggunakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN 54 LAMPIRAN 1 Pengukuran VSWR Gambar 1 Pengukuran VSWR Adapun langkah-langkah pengukuran VSWR menggunakan Networ Analyzer Anritsu MS2034B adalah 1. Hubungkan antena ke salah satu port, pada Networ

Lebih terperinci

Pengukuran Coverage Outdoor Wireless LAN dengan Metode Visualisasi Di. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

Pengukuran Coverage Outdoor Wireless LAN dengan Metode Visualisasi Di. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung Pengukuran Coverage Outdoor Wireless LAN dengan Metode Visualisasi Di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung Eki Ahmad Zaki Hamidi, Nanang Ismail, Ramadhan Syahyadin Jurusan Teknik Elektro

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN REALISASI ANTENA BIQUAD YAGI DAN ANTENA BIQUAD OMNIDIRECTIONAL SEBAGAI REPEATER PASIF UNTUK MENINGKATKAN DAYA TERIMA SINYAL WCDMA

PERANCANGAN DAN REALISASI ANTENA BIQUAD YAGI DAN ANTENA BIQUAD OMNIDIRECTIONAL SEBAGAI REPEATER PASIF UNTUK MENINGKATKAN DAYA TERIMA SINYAL WCDMA e-proceeding of Engineering : Vol., No.3 Desember 2017 Page 3363 PERANCANGAN DAN REALISASI ANTENA BIQUAD YAGI DAN ANTENA BIQUAD OMNIDIRECTIONAL SEBAGAI REPEATER PASIF UNTUK MENINGKATKAN DAYA TERIMA SINYAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan oleh adanya penempatan BTS (Base Tranceiver Station) untuk

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan oleh adanya penempatan BTS (Base Tranceiver Station) untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi selular terus mengalami perkembangan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dorongan bagi berkembangnya komunikasi bergerak terkait

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Jenis penelitian adalah merupakan perancangan antenna Indoor pada gedung Twin building( perkuliahan E6 dan E7) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Lebih terperinci

Radio dan Medan Elektromagnetik

Radio dan Medan Elektromagnetik Radio dan Medan Elektromagnetik Gelombang Elektromagnetik Gelombang Elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat, Energi elektromagnetik merambat dalam gelombang dengan beberapa karakter yang bisa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. II. 1. Jenis dan Standar dari Wireless Local Area Network

BAB II LANDASAN TEORI. II. 1. Jenis dan Standar dari Wireless Local Area Network 5 BAB II LANDASAN TEORI II. 1. Jenis dan Standar dari Wireless Local Area Network Wireless Local Area Network (WLAN) merupakan salah satu teknologi alternatif yang relatif murah dibandingkan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi komunikasi seluler telah berkembang seiring dengan kebutuhan pengguna. Dapat diketahui dari data International Telecommunication Union dan Analysys Mason

Lebih terperinci

[Type the document title]

[Type the document title] BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem perangkat pemancar dan penerima saat ini memiliki kendala yaitu banyaknya multipath fading. Multipath fading adalah suatu fluktuasi daya atau naik turun nya

Lebih terperinci

Analisis Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Frekuensi 900 MHz Pada Perairan Selat Sunda

Analisis Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Frekuensi 900 MHz Pada Perairan Selat Sunda Analisis Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Frekuensi 900 MHz Pada Perairan Selat Sunda Muhammad Haidar 1, *, Uke Kurniawan Usman 1, Linda Meylani 1 1 Prodi S1 Teknik Telekomunikasi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Sistem telekomunikasi yang cocok untuk mendukung sistem komunikasi

BAB 2 DASAR TEORI. Sistem telekomunikasi yang cocok untuk mendukung sistem komunikasi BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Konsep Seluler Sistem telekomunikasi yang cocok untuk mendukung sistem komunikasi bergerak adalah sistem komunikasi tanpa kabel (wireless) yaitu sistem komunikasi radio lengkap dengan

Lebih terperinci

BAB II PROPAGASI SINYAL. kondisi dari komunikasi seluler yaitu path loss, shadowing dan multipath fading.

BAB II PROPAGASI SINYAL. kondisi dari komunikasi seluler yaitu path loss, shadowing dan multipath fading. BAB II PROPAGASI SINYAL 2.1 Umum Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel ke sel yang lain. Secara umum terdapat 3 komponen propagasi yang menggambarkan kondisi dari komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi yang cenderung memerlukan data rate tinggi, hal ini terlihat dari

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi yang cenderung memerlukan data rate tinggi, hal ini terlihat dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan trafik dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring trend berkomunikasi yang cenderung memerlukan data rate tinggi, hal ini terlihat dari kepuasan pelanggan

Lebih terperinci

PERENCANAAN BASE STATION UNTUK JARINGAN SISTEM KOMUNIKASI BERGERAK BERBASIS WCDMA DI WILAYAH SUB URBAN

PERENCANAAN BASE STATION UNTUK JARINGAN SISTEM KOMUNIKASI BERGERAK BERBASIS WCDMA DI WILAYAH SUB URBAN PERENCANAAN BASE STATION UNTUK JARINGAN SISTEM KOMUNIKASI BERGERAK BERBASIS WCDMA DI WILAYAH SUB URBAN NURALAM nuralampnj@yahoo.com 08161608348 Program Studi Teknik Elektronika Industri JurusanTeknik Elektro,

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SFN

BAB III PERANCANGAN SFN BAB III PERANCANGAN SFN 3.1 KARAKTERISTIK DASAR SFN Kemampuan dari COFDM untuk mengatasi interferensi multipath, memungkinkan teknologi DVB-T untuk mendistribusikan program ke seluruh transmitter dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Teknik Elektro, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Lampung. Tabel 3.1. Jadwal kegiatan Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Teknik Elektro, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Lampung. Tabel 3.1. Jadwal kegiatan Penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan September 2012 s.d Oktober 2013, bertempat di Laboratorium Teknik Telekomunikasi, Laboratorium Terpadu Teknik Elektro, Jurusan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Perencanaan jaringan WiMAX akan meliputi tahapan perencanaan seperti berikut: 1. Menentukan daerah layanan berdasarkan data persebaran dan kebutuhan bit rate calon pelanggan

Lebih terperinci

Perancangan Jaringan Seluler 4G LTE Frekuensi MHz di Provinsi Papua Barat

Perancangan Jaringan Seluler 4G LTE Frekuensi MHz di Provinsi Papua Barat Perancangan Jaringan Seluler 4G LTE Frekuensi 1780-1875 MHz di Provinsi Papua Barat Nurul Hidayah Mt.R 1), Fitriana Istiqomah 2), Muhammad Dickri Primayuda 3) dan Nur Indah 4) Prodi S1 Teknik Telekomunikasi

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS TRAFIK DAN PARAMETER INTERFERENSI CO-CHANNEL

BAB III ANALISIS TRAFIK DAN PARAMETER INTERFERENSI CO-CHANNEL BAB III ANALISIS TRAFIK DAN PARAMETER INTERFERENSI CO-CHANNEL Proses pengukuran dan pemantauan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas dari jaringan GSM yang ada, Kemudian ditindak lanjuti dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sistem perangkat pemancar saat ini membutuhkan mekanisme pembagi daya untuk merealisasikannya. Pembagi daya ini digunakan untuk membagi daya pancar yang berasal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERENCANAAN MINILINK ERICSSON

BAB IV ANALISIS PERENCANAAN MINILINK ERICSSON BAB IV ANALISIS PERENCANAAN MINILINK ERICSSON 4.1. Analisis Unjuk Kerja Sistem Analisis perencanaan minilink Ericsson ini didapat dari perbandingan antara perhitungan link menggunakan rumus yang ada dengan

Lebih terperinci

PERANCANGAN JARINGAN INDOOR 4G LTE TDD 2300 MHZ MENGGUNAKAN RADIOWAVE PROPAGATION SIMULATOR

PERANCANGAN JARINGAN INDOOR 4G LTE TDD 2300 MHZ MENGGUNAKAN RADIOWAVE PROPAGATION SIMULATOR PERANCANGAN JARINGAN INDOOR 4G LTE TDD 2300 MHZ MENGGUNAKAN RADIOWAVE PROPAGATION SIMULATOR Alfin Hikmaturokhman 1,Khoirun Ni amah 2, Eka Setia Nugraha 3 1 alfin@st3telkom.ac.id, 2 14101127@st3telkom.ac.id,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Performansi jaringan komunikasi seluler dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain data rate, area cakupan, topologi, ukuran jaringan, dan konsumsi daya (Binsar D.P.,

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISA

BAB IV DATA DAN ANALISA BAB IV DATA DAN ANALISA 4.1 Umum Setelah menjalani proses perancangan, pembuatan, dan pengukuran parameter - parameter antena mikrostrip patch sirkular, maka proses selanjutnya yaitu mengetahui hasil pengukuran

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Penempatan Femtocell Terhadap Sel Makro Jaringan UMTS

Analisis Pengaruh Penempatan Femtocell Terhadap Sel Makro Jaringan UMTS Analisis Pengaruh Penempatan Femtocell Terhadap Sel Makro Jaringan UMTS K.T. Efendi 1, N.Indra 2, W. Setiawan 3 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Udayana 2, 3 Staff Pengajar

Lebih terperinci

Estimasi Luas Coverage Area dan Jumlah Sel 3G pada Teknologi WCDMA (Wideband Code Division Multiple Access)

Estimasi Luas Coverage Area dan Jumlah Sel 3G pada Teknologi WCDMA (Wideband Code Division Multiple Access) Estimasi Luas Coverage Area dan Jumlah Sel 3G pada Teknologi WCDMA (Wideband Code Division Multiple Access) Anindito Yusuf Wirawan, Ir. Endah Budi Purnomowati, MT, Gaguk Asmungi, ST., MT Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB III RADIO MICROWAVE

BAB III RADIO MICROWAVE 26 BAB III RADIO MICROWAVE 3.1. Sistem Telekomunikasi Gelombang Mikro Pancaran Radio Bumi, menggunakan frekuensi tertentu yang dipancarkan melalui antena sehingga dapat diterima oleh receiver pada area

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI 4G

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI 4G PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI 4G Maria Ulfah 1*, Nurwahidah Jamal 2 1,2 Jurusan Teknik Elektronika, Politeknik Negeri Balikpapan * e-mail : maria.ulfah@poltekba.ac.id Abstract Wave propagation through

Lebih terperinci

DAFTAR SINGKATAN. xiv

DAFTAR SINGKATAN. xiv DAFTAR SINGKATAN 3GPP BHSA BTS DAS DL DSL EUTRAN EPC enodeb FAP FDD HSDPA HSUPA IBC LTE MAC MAPL Mbps MIMO MME PCRF PGW QPSK QAM RSL RPS SGW SINR SIR SPV TDD UE Third Generation Partnership Project Busy

Lebih terperinci

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING Widya Teknika Vol.19 No. 1 Maret 2011 ISSN 1411 0660 : 34 39 PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING Dedi Usman Effendy 1) Abstrak Dalam

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS 4.1 Syarat Pengukuran Pengukuran suatu antena yang ideal adalah dilakukan di suatu ruangan yang bebas pantulan atau ruang tanpa gema (Anechoic Chamber). Pengukuran antena

Lebih terperinci

Perencanaan Transmisi. Pengajar Muhammad Febrianto

Perencanaan Transmisi. Pengajar Muhammad Febrianto Perencanaan Transmisi Pengajar Muhammad Febrianto Agenda : PATH LOSS (attenuation & propagation model) FADING NOISE & INTERFERENCE G Tx REDAMAN PROPAGASI (komunikasi point to point) SKEMA DASAR PENGARUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Peningkatan jumlah pelanggan seluler dan trafik terus bertambah seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat di Indonesia, terutama pada bidang telekomunikasi yang

Lebih terperinci

ANALISA PROPAGASI GELOMBANG RADIO DALAM RUANG PADA KOMUNIKASI RADIO BERGERAK

ANALISA PROPAGASI GELOMBANG RADIO DALAM RUANG PADA KOMUNIKASI RADIO BERGERAK ANALISA PROPAGASI GELOMBANG RADIO DALAM RUANG PADA KOMUNIKASI RADIO BERGERAK Amir D Program Studi Teknik Telekomunikasi Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Lhokseumawe Jln. Banda Aceh Medan Km. 280.5

Lebih terperinci