BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kebergantungan ekonomi melalui perdagangan internasional dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kebergantungan ekonomi melalui perdagangan internasional dan"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi merupakan suatu keadaan yang meningkatkan kebergantungan ekonomi melalui perdagangan internasional dan penanaman modal asing langsung (foreign direct investment). Penanaman modal asing telah berkembang pesat pada abad ke-20 melebihi perkembangan perdagangan internasional. 2 Investasi merupakan sektor utama yang dihandalkan negara-negara di dunia untuk menggerakan roda perekonomian negara. Investasi dapat berperan dalam perkembangan ekonomi, meningkatkan produksi, memberi perluasan kesempatan kerja, mengolah sumber-sumber potensi ekonomi di kesempatan kerja, mengolah sumbersumber potensi ekonomi di dalam negeri. Penanaman modal asing diharapkan dapat pula ikut berperan dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat dan pembangunan ekonomi pada umumnya. Investasi juga dipandang sebagai bidang yang sangat menguntungkan bagi negara tuan rumah (host States), karena dengan adanya investasi ini, negara penerima modal asing dapat menjamin dan mengalihkan modal dalam negeri yang tersedia untuk digunakan bagi kepentingan publik. 3 2 United Nation Confrence on Trade and Development (UNCTAD), World Investment Report 1996, Investment, Trade and International Policy Arrangements, Transnational Corporation, Vol.5 No.3 December 1996, hal M. Sornarajah, The International Law on Foreign investment, 3rd ed.,(united Kingdom, Cambridge University Press, 2010), hal. 5

2 2 Arus penanaman modal asing ke suatu negara biasanya sangat dipengaruhi oleh iklim investasi yang cukup kondusif seperti adanya stabilitas politik dan keamanan, sumber daya alam yang melimpah, tenaga kerja yang terampil, kebijakan ekonomi dan keuangan yang terbuka dan berorirentasi pasar. Hal ini akan menjadi daya tarik yang besar bagi investor untuk menanamkan modalnya di negara tersebut. 4 Namun, terdapat hal yang tidak kalah pentingnya dari hal-hal tersebut adalah sejauh mana perlindungan terhadap hak-hak yang sah dari investor asing yang dapat diberikan oleh negara tuan rumah atau negara penerima modal (host states), terutama terhadap kegiatan dan modal yang ditanamkan. Bagi investor, perlindungan ini sangat penting karena dalam keadaankeadaan tertentu dapat saja terjadi tindakan yang merugikan investor, baik yang dilakukan oleh negara maupun warga negara terhadap modal yang ditanamkan. 5 Tindakan yang merugikan tersebut mencakup antara lain tindakan nasionalisasi (nationalization), pengambilalihan (expropriation), diskriminasi (discrimination) dan penyitaan (consfication). Untuk itu, diperlukan suatu jaminan dari host States bahwa tindakan-tindakan tersebut diberikan perlindungan yang layak terhadap investor asing. 6 Oleh karena itu, demi menumbuhkan kepercayaan investor akan investasinya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, berbagai perjanjian internasional yang memberi perlindungan investor diikuti dan dibuat oleh pemerintah host states. Negaranegara bekerja sama dengan membuat Perjanjian Peningkatan dan Perlindungan Penanaman Modal (P4M) atau Bilateral Investment Treaty (BIT) yang dibuat untuk 4 Ana Rokhmatussa dyah dan Suratman, Hukum investasi dan Pasar Modal, Sinar Grafika, Jakarta,2010,halaman Ibid 6 Ana Rokhmatussa dyah dan Suratman, Hukum investasi (hukum dan Kebijakan Investasi ) di Indonesia, Diktat Kuliah, FH-Unisma, Malang, 2006, halaman 96.

3 3 memberikan fasilitas dan perlindungan hukum bagi investor asing. BIT merupakan perjanjian antara dua negara mengenai kerja sama dan perlindungan investasi oleh individu ataupun pelaku bisnis dari pihak yang melakukan perjanjian. Dalam BIT secara umum menjelaskan mengenai investasi, prosedur-prosedur masuknya investasi ke suatu negara, menentukan bentuk kompensasi investasi yang layak untuk diambil alih, menyediakan bebas biaya transfer, menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa (baik untuk individu maupun negara) dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam BIT yaitunational Treatment, Fair and Equitable Treatment dan Most-Favored Nation. 7 Didalam BIT termasuk juga mekanisme penyelesaian sengketa antara investor dan host states. Arbitrase yang umumnya merujuk pada sebuah perjanjian antarnegara yang dinamai Convention on the Settlement of Investment Dispute between State and National of Other State. Berdasarkan konvesi tersebut dibentuklah lembaga penyelesaian sengketa yang diberi nama International Center for Settlement of Investment Dispute (ICSID). 8 Mengenai prinsip-prinsip yang terkandung dalam BIT, salah satu prinsip dalam investasi yang terkandung sebagai klausul dalam BIT, yaitu klausul MFN. Klausul ini menimbulkan suatu perdebatan dalam dunia penyelesaian sengketa investasi internasional, khususnya dalam konteks BIT, perdebatan tersebut mengenai apakah investor dapat menggunakan klausul MFN dari suatu perjanjian dasar atau basic treaty 7 UNCTAD, What Are BITs, (terakhir kali di akses 10 April 2015) 8 United Nations Conference on Trade and Development, Investor-State Dispute Settlement, UNCTAD Series on Issues in International Investment Agreements II( United Nations: New York and Geneva, 2014), hal 65 [ UNCTAD ISDS ]

4 4 dan menghubungkannya ke klausul penyelesaian sengketa antara investor dan host states dengan merujuk BIT negara ketiga (third states). 9 Awalnya, konsep dasar dibalik MFN tetap sama yaitu menentang adanya perlakuan diskriminasi atau lebih menguntungkan dibandingkan negara yang lain. Berdasarkan aturan MFN,host Statesharus memberikan perlakuan kepada penanam modal dari sebuah negara asing, sama seperti perlakuan yang telah mereka berikan kepada penanam modal dari negara asing lainnya. Dari sejumlah perjanjian mengenai penanaman modal yang eksis telah menunjukkan bahwa prinsip MFN telah secara luas dimasukkan di dalam hampir perjanjian bilateral, regional dan multilateral. 10 Meskipun, penggunaan klausul MFN telah merupakan ketentuan yang sudah lama diterapkan, namun, sekarang ini, klausul MFN menjadi hal yang secara signifikan menarik perhatian dalam perjanjian investasi internasional atau International Investment Arbitration (IIA). 11 Sejak putusanarbitrase ICSID dalam kasus Emilio Agustin Maffezini v. Spain di tahun Didalam kasus ini merupakan putusan pertama yang mengaplikasikan klausul MFN ke dalam ketentuan penyelesaian sengketa. 13 Sehingga hal ini menimbulkan interpretasi baru klausul MFN standart yang dapat diperluas jauh 9 Zachary Douglas, The MFN Clause in Investment Arbitration: Treaty Interpretation Off the Rails, Journal of International Dispute Settlement, Vol. 2, No. 1, terakhir di akses 29 Mei Lihat Working Group The Relationship between Trade and Investment, Concept Paper on Non-Discrimination, World Trade Organization, WT/WGTI/W/122, Original: English, diakses dari docs/2003/april/tradoc_ pdf h. 1, diakses tanggal 10 April Christoph Schreuer, The Oxford Handbook of International Investment Law: Consent to Arbitration (United Kingdom: Oxford Univ. Press, 2008). 12 Maffezini v. Kingdom of Spain, ICSID Case No. ARB/97/7, Award, November 13, Michael Waibel, Investment Arbitration: Jurisdiction and Admissibility (United Kindgdom: University of Cambridge Legal Studies Research), hal. 59

5 5 dari yang diperkirakan sebelumnya. 14 Sebagai contoh, ketentuan penyelesaian sengketa yang biasanya ditemukan dalam BIT yang merupakan perjanjian dasar (basic treaty) dapat memperluas cakupannya sampai ke ketentuan penyelesaian sengketa negara ketiga melalui aplikasi klausul MFN.Hal ini jelas lebih menguntungkan investor, investor dapat memanfaatkan klausul MFN untuk mengelak ketentuan-ketentuan seperti peraturan arbitrase atau institusi yang berlaku, keharusan untuk menempuh upaya hukum domestik dari negara penanaman modal sebelum mengajukan ke arbitrase. 15 Hal ini menyebabkan interpretasi klausul MFN digunakan secara luas dan diterapkan secara salah. 16 Aplikasi klausul MFN bahkan sudah menyentuh prinsip yang paling fundamental dalam penyelesaian sengketa internasional, yaitu persetujuan dari pihak bersengketa dalam mengajukan sengketa ke arbitrase internasional. 17 Dalam penyelesaian sengketa investasi, arbitrase selalu berdasarkan dari perjanjian yang dibuat antara para pihak. 18 Yuridiksi mengacu sebagai kekuasaan arbitrator atau hakim dalam melanjutkan persidangan ataupun memutus perkara. Persetujuan dari negara merupakan sebagai dasar yuridiksi dalam mengajukan sengketa ke pengadilan internasional maupun arbitrase internasional, khususnya dalam sengketa investasi. Dalam kasus 14 United Nations Conference on Trade and Development, Most-Favoured-Nation Treatment UNCTAD Series on Issues in International Investment Agreements II (United Nations: New York & Geneva, 2010), hal XIV 15 M. Sornarajah, op,cit., hal K. Hornbeck, The Most-Favored-Nation Clause: Part One. (United States: American Journal International law 1909), hal Eric De Brabandere, Importing Consent to ICSID Arbitration?A critical Appraisal of Garanti Koza v. Turkmenistan. diakses pada tanggal 2 Mei 2015, hal 1 18 United Nations Conference on Trade and Development, Consent to Arbitration,UNCTAD Dispute Settlement, International Centre for Settlement of Investment Dispute (United Nations: New York & Geneva, 2003) hal.5 [UNCTAD consent]

6 6 Corfu Channel, International Court of Justice (ICJ) menegaskan bahwa consent provides the cornerstone for the exercise of jurisdiction by any international court or tribunal, including itself. 19 Persetujuan merupakan hal yang fundamental dalam pengadilan internasional. Para pihak harus memberikan persetujuannya dalam menentukan suatu perkara, baik sebelum timbulnya sengketa maupun sesudah timbulnya sengketa. Dalam arbitrase investasi, persetujuan umumnya diberikan oleh host States sebagai dasar yang dimuat dalam perjanjian investasi, peraturan perundang-undangan nasional maupun melalui negosiasi klausul arbitrase dalam kontrak antara investor dengan negara. 20 Persetujuan atau consent dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional merupakan hal yang indispensable atau sangat dibutuhkan sebagai tribunal s jurisdiction. Penyertaan dalam perjanjian investasi memaikan peran penting untuk tribunal s jurisdiction tapi tidak dapat satu pihak saja membuat suatu yuridiksi sendiri. Maka, kedua belah pihak harus menyatakan persetujuan mereka. 21 Kesepakatan yang harusnya berdasarkan kedua belah pihak ini dapat dikesampingkan melalui penggunaan klausul MFN. 22 Bahkan setelah lebih dari satu dekade sejak putusan Maffezini, aplikasi klausul MFN terhadap ketentuan penyelesaian sengketa tetap belum menemukan putusan yang 19 Corfu Channel Case. (United Kingdom v. Albania). Preliminary Objections, ICJ Rep Michael Waibel, op.cit., hal 2 21 Christoph Schreuer, Consent to Arbitration, diakses pada tanggal 28 April 2015, hal 1 22 Eric De Brabandere,loc.cit

7 7 tetap, malah menjadi pertanyaan yang tidak terpecahkan (unsettled question) dalam perjanjian arbitrase investasi. 23 B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang akan diangkat dan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan hukum Internasional mengenai prinsip Most- Favored Nation? 2. Bagaimana persetujuan (consent) dalam mengajukan sengketa investasi ke arbitrase internasional? 3. Bagaimana dampak putusan Maffezini terhadap interpretasi klausul Most- Favored Nation dalam hal persetujuan (consent) ditinjau dari putusanputusan arbitrase internasional? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Berdasarkan uraian yang terdapat dalam rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah: a. Tujuan Umum: 23 Kılıç İnşaat İthalat İhracat Sanayi ve Ticaret Anonim Şirketi v. Turkmenistan, ICSID Case No. ARB/10/1, 2 July 2013 Award and Separate Opinion of Professor William W. Park ; Teinver S.A., Transportes de Cercanías S.A. and Autobuses Urbanos del Sur S.A. v. The Argentine Republic, ICSID Case No. ARB/09/1, Decision on Jurisdiction and Separate Opinion of Dr. Kamal Hossain, 21 December 2012 ; Daimler Financial Services AG v. Argentine Republic, ICSID Case No. ARB/05/1, Award, 22 August 2012, and Dissenting Opinion of Judge Charles N. Brower and Opinion of Professor Domingo Bello Janeiro.

8 8 Untuk memberikan masukan dan sumbangan pemikiran dalam halmengetahui dampak putusan Maffezini terhadap interpretasi klausul MFN dalam hal persetujuan (consent) pengajuan penyelesaian sengketa investasi ke International Centre for The Settlement of Investment Disputes(ICSID). b. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui prinsip Most-Favoured Nation (MFN) dalam hukum internasional. 2. Untuk mengetahui persetujuan (consent) dalam penyelesaian sengketa investasi melalui arbitrase internasional. 3. Untuk mengetahui dampak putusan Maffezini terhadap klausul MFN dalam hal persetujuan (consent) pengajuan sengketa investasi ke arbitrase internasional ditinjau dari putusan-putusan arbitrase internasional 2. Manfaat Tulisan ini mempunyai manfaat teoritis dan praktis. Adapun kedua manfaat tersebut adalah sebagai berikut : a. Secara Teoritis Tulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi awal dalam bidang ilmu hukum bagi kalangan akademis guna mengetahui lebih lanjut tentang prinsip Most Favoured-Nation dan pentingnya persetujuan (consent) dalam penyelesaian sengketa investasi melalui Arbitrase ICSID.

9 9 b. Secara Praktis Tulisan ini secara praktis dapat memberikan bahan masukan bagi para pihak yang berkaitan dengan sengketa internasional di bidang investasi dalam hal prinsip MFN dan persetujuan mengajukam sengketa investasi ke ICSID. D. Keaslian Penulisan Karya tulis ini merupakan karya tulis asli, sebagai refleksi dan pemahaman dari apa yang telah penulis pelajari selama program magang di Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, di bagian Direktorat Jendral Ekonomi, Sosial dan Budaya. Penulis berupaya untuk menuangkan seluruh gagasan dengan sudut pandang yang netral dengan menguji satu isu kontroversial di bidang hukum investasi internasional saat ini adalah dampak putusan Maffezini terhadap interpretasi MFN dalam hal persetujuan (consent) antara para pihak untuk menyelesaikan sengketa investasi melalui ICSID. Sepanjang yang ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan tentang Dampak Putusan Maffezini terhadap Interpretasi Klausul MFN dalam hal Persetujuan (consent) Pengajuan Penyelesaian Sengketa Investasi ke Arbitrase Internasional. belum pernah ditulis sebelumnya. Khusus untuk yang terdapat di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, keaslian penulisan ini ditunjukkan dengan adanya penegasan dari pihak administrator bagian/jurusan hukum internasional.

10 10 E. Tinjauan Kepustakaan Menurut Prof M. Sonarajah, penanaman modal asing merupakan transfer modal, baik yang nyata maupun yang tidak nyata dari suatu negara ke negara lain, tujuannya adalah untuk digunakan di negara tersebut agar menghasilkan keuntungan di bawah pengawasan dari pemilik modal, baik secara menyeluruh atau sebagian. Dalam definisi ini, penanaman modal asing dikonstruksikan sebagai pemindahan modal dari negara yang satu ke negara lain. 24 Bilateral Investment Treaty (BIT) adalah perjanjian antara dua negara mengenai kerja sama dan perlindungan investasi oleh individu ataupun pelaku bisnis dari pihak yang melakukan perjanjian. Dalam BIT secara umum menjelaskan mengenai investasi, prosedur-prosedur masuknya investasi ke suatu negara, menentukan bentuk kompensasi investasi yang layak untuk diambil alih, menyediakan bebas biaya transfer, menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa (baik untuk individu maupun negara) dan prinsip-prinsip national treatment, Most-Favored Nation dan fair-and equitable treatment Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2012), hal UNCTAD, What Are BITs, (terakhir kali di akses 10 April 2015)

11 11 Klausul Most-Favored Nation (MFN) adalah ketentuan dalam perjanjian di mana suatu negara mempunyai kewajiban terhadap negara lain untuk memberikan perlakuan MFN dalam suatu hubungan yang telah disetujui. 26 Arbitrase Internasional menurut Riwan Widiastiro adalah kebalikan dari arbitrase nasional, yaitu penyelesaian sengketa melalui badan arbitrase yang dapat dilakukan di luar ataupun di dalam suatu negara salah satu pihak yang bersengketa di mana unsurunsur yang terdapat di dalamnya memiliki nasionalitas yang berbeda satu sama lain (foreign element). 27 Menurut Sudargo Gautama yang dmaksud dengan unsur asing (foreign element) dalam suatu perjanjian arbitrase sebagai berikut: Para pihak yang membuat klausul atau perjanjian arbitrase pada saat membuat perjanjian itu mempunyai tempat usaha (place of business) mereka di negaranegara yang berbeda 2. Jika tempat arbitrase yang ditentukan dalam perjanjian arbitrase ini letaknya diluar negara tempat para pihak mempunyai usaha mereka. 3. Jika suatu tempat dimana bagian terpenting kewajiban atau hubungan dagang para pihak harus dilaksanakan atau tempat dimana objek sengketa paling erat hubungannya (most closely connected) letaknya diluar negara tempat usaha para pihak. 26 International Law Commission, Draft Articles on Most-Favoured-Nation Clauses 1978, vol. II (1978), diadopsi oleh Majelis Umum (General Assembly) Perserikatan Bangsa Bangsa pada pertemuan ke-1522 tertanggal 20 Juli Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, (Jakarta: Rajawali Press, 2000), hal Sudargo Gautama,Hukum Perdata Internasional Indonesia, Cet.Ke-3, (Bandung: Ersco,1986). Hal. 4

12 12 4. Apabila para pihak secara tegas telah menyetujui bahwa objek perjanjian arbitrase mereka ini berhubungan dengan lebih dari satu negara. F. Metode Penelitian Untuk melengkapi penelitian ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabakan secara ilmiah, maka metode penelitian yang digunakan sebagai berikut: 1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. 29 Dengan metode penelitian normatif tersebut, penelitian ini akan menganalisis hukum baik yang tertulis dalam literatur - literatur, maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan. Adapun data yang digunakan dalam menyusun penulisan ini diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research), yaitu teknik pengumpulan data dengan memanfaatkan berbagai literatur berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, karya-karya ilmiah, serta sumber data sekunder lainnya. 2. Data Penelitian 29 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: CV. Rajawali, 1986), hal. 15.

13 13 Sumber data dari penelitian ini berasal dari penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan dilakukan terhadap berbagai macam sumber bahan hukum yang dapat diklasifikasikan atas 3 (tiga) jenis, yaitu: 30 a. Bahan hukum primer (primary resource atau authoritative records), yaitu: Berbagai dokumen peraturan nasional yang tertulis, sifatnya mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini antara lain adalah berbagai konvensi dan perjanjian internasional seperti 1966 Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of Other States International Centre For Settlement of Investment Disputesserta berbagai putusan arbitrase internasional dan perjanjian-perjanjian internasional baik bilateral maupun multilateral lainnya. b. Bahan Hukum Sekunder (secondary resource atau not authoritative records) yaitu: Bahan-bahan hukum yang dapat memberikan kejelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan yang digunakan antara lain, semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang Most-Favored Nation, buku, jurnal ilmiah dan laporan-laporan organisasi internasional. c. Bahan Hukum Tersier (tertiary resource), yaitu: Bahan-bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, mencakup kamus bahasa 30 Ibid

14 14 untuk pembenahan bahasa Indonesia serta untuk menerjemahkan beberapa literatur asing. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengna cara penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan serta jurnal-jurnal hukum. Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut : a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian. b. Melakukan penulusuran kepustakaan melalui, artikel-artikel media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan perundangundangan. c. Mengelompokkan data-data yang relevan dengaan permasalahan. d. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian.

15 15 4. Analisis Data Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, termasuk pula bahan tersier yang telah disusun secara sistematis sebelumnya, akan dianalisis dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut: 31 a. Metode induktif, dimana proses berawal dari proposisi-proposisi khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang berkebenaran empiris. Dalam hal ini, adapun data-data yang telah diperoleh akan dibaca, ditafsirkan, dibandingkan dan diteliti sedemikian rupa sebelum dituangkan dalam satu kesimpulan akhir. b. Metode deduktif, yang bertolak dari suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui (diyakini) yang merupakan kebenaran ideal yang bersifat aksiomatik (self evident) yang esensi kebenarannya tidak perlu diragukan lagi dan berakhir pada kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus. c. Metode komparatif, yaitu dengan melakukan perbandingan (komparasi) antara satu sumber bahan hukum dengan bahan hukum lainnya. G. Sistematika Penulisan Dalam melakukan pembahasan skripsi ini, penulis membagi dalam 5 (lima) bab yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 31 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Suatu Pengantar, (Jakarta: Penerbit PT. RajaGrafindo Persada, 2003), hal

16 16 BAB I : PENDAHULUAN. Bab ini meliputi latar belakang pemilihan judul, dimana penulis melihat adanya perdebatan di bidang hukum investasi internasional saat ini mengenai dampak putusan Maffezini terhadap interpretasi klausul MFN dalam hal persetujuan (consent) pengajuan penyelesaian sengketa investasi ke ICSID.Selanjutnya, bab ini diikuti dengan perumusan masalah, tujuan penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan yang terakhir yaitu sistematika pembahasan. BAB II : PRINSIP MOST FAVOURED-NATION DALAM HUKUM INTERNASIONAL Di dalam bab ini,prinsip MFN dalam BIT berdasarkan hukum internasional dibahas secara komprehensif dan mendalam. Bab ini memaparkan tentang definisi, sejarah MFN, prinsip MFN dalam perdagangan internasional dan investasi internasional demi memberi gambaran umum tentang penggunaan prinsip MFN. Kemudian, dilanjutkan dengan bagaimana prinsip MFN dalam BIT yang merupakan perjanjian internasional sebagaimana salah satu sumber hukum investasi internasional. BAB III : PERSETUJUAN (CONSENT) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INVESTASI MELALUI ARBITRASE INTERNASIONAL. Didalam bab ini membahas mengenai consent atau persetujuan dari para pihak untuk mengajukan sengketa ke arbitrase ICSID. Dalam bab ini

17 17 juga memaparkan bagaimana penyelesaian sengketa investasi secara alternatif maupun melalui pengadilan. Dan membahas ICSID lebih dalam sebagai badan arbitrase yang paling banyak digunakan dalam membahas penyelesaian sengketa investor dan host States. BAB IV : DAMPAK PUTUSAN Maffezini TERHADAP KLAUSUL MOST FAVOURED NATION DALAM HAL PERSETUJUAN (CONSENT) PENGAJUAN SENGKETA INVESTASI KE ARBITRASE INTERNASIONAL DITINJAU DARI PUTUSAN-PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL Di dalam bab ini membahas bagaimana dampak putusan Maffezini dalam intepretasi klausul MFN terutama dalam hal consent yang diatur dalam BIT. Dalam bab ini dibahas bagaimana putusan Maffezini mempengaruhi putusan-putusan arbitrase internasional. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini adalah bab penutup yang berisikan tentang kesimpulan dan saransaran. Kesimpulan akan mencakup isi dari semua pembahasan ada babbab sebelumnya. Sedangkan saran mencakup gagasan dan usulan dari penulis terhadap permasalahan yang dibahas pada skripsi ini berdasarkan fakta-fakta yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA. Carter, Barry E dan Trimble, Philip R. International Law, (London: Little, Brown and Company, 1991)

DAFTAR PUSTAKA. Carter, Barry E dan Trimble, Philip R. International Law, (London: Little, Brown and Company, 1991) 111 DAFTAR PUSTAKA A. Buku; Barutu,Christhophorus. Ketentuan Antidumping, Subsidi, dan Tindakan Pengamanan (Safeguard) Dalam GATT dan WTO, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007 Batubara, Suleman dan Purba,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih arbitrase internasional daripada arbitrase nasional sebagai pilihan forum penyelesaian

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID

PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID Oleh : Aldo Rico Geraldi Ni Luh Gede Astariyani Dosen Bagian Hukum Tata Negara ABSTRACT This writing aims to explain the procedure

Lebih terperinci

HAK ISTIMEWA BAGI INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

HAK ISTIMEWA BAGI INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL HAK ISTIMEWA BAGI INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL Oleh : Melya Sarah Yoseva I Ketut Westra A.A Sri Indrawati Hukum Bisnis

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA DI BIDANG PENANAMAN MODAL ANTARA PEMERINTAH DAN PENANAM MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

RESENSI BUKU. : Investor-State Arbitration. Rubins, Borzu Sabahi. Judul. Penulis buku : Christopher F. Dugan, Don Wallace, Jr., Noah D.

RESENSI BUKU. : Investor-State Arbitration. Rubins, Borzu Sabahi. Judul. Penulis buku : Christopher F. Dugan, Don Wallace, Jr., Noah D. RESENSI BUKU Judul : Investor-State Arbitration Penulis buku : Christopher F. Dugan, Don Wallace, Jr., Noah D. Rubins, Borzu Sabahi Penerbit : Oxford University Press Bahasa : Inggris Jumlah halaman :

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh :

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : 1 DAMPAK PUTUSAN MAFFEZINI TERHADAP INTERPRETASI KLAUSUL MOST-FAVORED NATION DALAM HAL PERSETUJUAN (CONSENT) PENGAJUAN PENYELESAIAN SENGKETA INVESTASI KE INTERNATIONAL CENTRE FOR THE SETTLEMENT OF INVESTMENT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi hal yang wajar apabila perkembangan peradaban manusia membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era perdagangan global yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan. 1 Mengingat prospek

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan. 1 Mengingat prospek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar modal merupakan salah satu sumber pembiayaan perusahaan secara jangka panjang. Keberadaan institusi ini bukan hanya sebagai wahana sumber pembiayaan saja, tetapi

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP INVESTOR ASING JIKA TERJADI SENGKETA HUKUM DALAM PENANAMAN MODAL

PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP INVESTOR ASING JIKA TERJADI SENGKETA HUKUM DALAM PENANAMAN MODAL PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP INVESTOR ASING JIKA TERJADI SENGKETA HUKUM DALAM PENANAMAN MODAL Oleh : I Nyoman Sudiawan I Gusti Ayu Agung Ariani Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA

PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA Oleh: Anastasia Maria Prima Nahak I Ketut Keneng Bagian Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

IDENTITAS MATA KULIAH

IDENTITAS MATA KULIAH S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH : WAJIB KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN : SEMESTER 4 KE ATAS B. DESKRIPSI

Lebih terperinci

Oleh : Komang Eky Saputra Ida Bagus Wyasa Putra I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja

Oleh : Komang Eky Saputra Ida Bagus Wyasa Putra I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja SENGKETA KOMPETENSI ANTARA SINGAPORE INTERNATIONAL ARBITRATION CENTRE (SIAC) DENGAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN DALAM PENYELESAIAN KASUS ASTRO ALL ASIA NETWORKS PLC BESERTA AFILIASINYA DAN LIPPO

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTOR TERHADAP PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTOR TERHADAP PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTOR TERHADAP PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA Oleh I Gusti Made Wisnu Pradiptha I Ketut Westra Ni Putu Purwanti Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingkat dampak

Lebih terperinci

Catatan Kritis Terhadap Bab Investasi Teks Perjanjian TPP IGJ, 20 November 2015

Catatan Kritis Terhadap Bab Investasi Teks Perjanjian TPP IGJ, 20 November 2015 Catatan Kritis Terhadap Bab Investasi Teks Perjanjian TPP IGJ, 20 November 2015 Narasumber dalam diskusi mengkritisi Bab Investasi Teks TPP: Lutfiyah Hanim (TWN) Rachmi Hertanti (IGJ) I. Penjelasan Umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh orang pribadi ( natural person) ataupun badan hukum (juridical

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh orang pribadi ( natural person) ataupun badan hukum (juridical 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang sedang membangun. Untuk membangun diperlukan adanya modal atau investasi yang besar. Secara umum investasi atau penanaman modal

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBERIAN INSENTIF KEPADA INVESTOR ASING MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

ANALISIS PEMBERIAN INSENTIF KEPADA INVESTOR ASING MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL ANALISIS PEMBERIAN INSENTIF KEPADA INVESTOR ASING MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL Oleh : Any Prima Andari I Wayan Wiryawan Desak Putu Dewi Kasih Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS PENGATURAN KRITERIA FASILITAS PENANAMAN MODAL DIKAITKAN DENGAN PRINSIP MOST FAVORED NATION (MFN)

ANALISIS PENGATURAN KRITERIA FASILITAS PENANAMAN MODAL DIKAITKAN DENGAN PRINSIP MOST FAVORED NATION (MFN) ANALISIS PENGATURAN KRITERIA FASILITAS PENANAMAN MODAL DIKAITKAN DENGAN PRINSIP MOST FAVORED NATION (MFN) oleh : Ni Made Wulan Kesuma Wardani Kadek Sarna Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan guna

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangkauannya. Para pelaku bisnis tidak hanya melakukan kerja sama dengan

BAB I PENDAHULUAN. jangkauannya. Para pelaku bisnis tidak hanya melakukan kerja sama dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan bilateral di dunia internasional memiliki andil yang cukup signifikan dalam hal pelaksanaan bisnis dunia. Sebagai salah satu contohnya, perkembangan dalam praktik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan usaha di sektor jasa keuangan pada saat sekarang ini sedang mengalami perkembangan dan kemajuan, hal itu dapat terlihat dari besarnya antusias masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

2 melalui pemberian kuasa kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Keuangan, Menteri Energi Dan Su

2 melalui pemberian kuasa kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Keuangan, Menteri Energi Dan Su LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.179, 2014 APBN. Arbitrase. Gugatan. Nusa Tenggara Partnership. PT. Newmont Nusa Tenggara. Penugasan Menteri. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2014

Lebih terperinci

: Treaties Under Indonesian Law: A Comparative Study Penulis buku : Dr. iur. Damos Dumoli Agusman : PT. Remaja Rosda Karya

: Treaties Under Indonesian Law: A Comparative Study Penulis buku : Dr. iur. Damos Dumoli Agusman : PT. Remaja Rosda Karya REVIEW BUKU Judul : Treaties Under Indonesian Law: A Comparative Study Penulis buku : Dr. iur. Damos Dumoli Agusman Penerbit : PT. Remaja Rosda Karya Bahasa : Inggris Jumlah halaman : 554 Halaman Tahun

Lebih terperinci

SYLABUS HUKUM INVESTASI & PASAR MODAL

SYLABUS HUKUM INVESTASI & PASAR MODAL SYLABUS HUKUM INVESTASI & PASAR MODAL Dosen : Erman Rajagukguk 1. Pengantar : a. Gambaran Umum Perkuliahan Kuliah ini akan membahas pelaksanaan dan masalah-masalah yang dihadapi oleh UU No. 25 Tahun 2007

Lebih terperinci

KEDUDUKAN BILATERAL INVESTMENT TREATIES (BITs) DALAM PERKEMBANGAN HUKUM INVESTASI DI INDONESIA

KEDUDUKAN BILATERAL INVESTMENT TREATIES (BITs) DALAM PERKEMBANGAN HUKUM INVESTASI DI INDONESIA KEDUDUKAN BILATERAL INVESTMENT TREATIES (BITs) DALAM PERKEMBANGAN HUKUM INVESTASI DI INDONESIA LATIF, BIRKAH Pembimbing : Prof. Dr. Muchammad Zaidun, SH., Msi INTERNATIONAL LAW ; INVESTMENT, FOREIGN KKB

Lebih terperinci

PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA. Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita

PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA. Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional

Lebih terperinci

BENTUK KEBIJAKAN YANG DIPEROLEH INVESTORDALAM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA

BENTUK KEBIJAKAN YANG DIPEROLEH INVESTORDALAM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA BENTUK KEBIJAKAN YANG DIPEROLEH INVESTORDALAM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA Oleh Dewa Gede Tisna Agung Mahadita Ni Ketut Sri Utari I Ketut Markeling Hukum Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarahnya, konsep perlakuan yang setara (equitable) pertama

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarahnya, konsep perlakuan yang setara (equitable) pertama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarahnya, konsep perlakuan yang setara (equitable) pertama kali muncul dalam Havana Charter for an International Trade Organization tahun 1948. 1 Pasal 11 Ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian agar dapat dipercaya kebenarannya, harus disusun dengan menggunakan metode yang tepat. Sebuah penelitian, untuk memperoleh data yang akurat dan valid diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara modern. Hukum memiliki peran yang dominan dalam. ekonomi dan budaya pada masa pembangunan suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara modern. Hukum memiliki peran yang dominan dalam. ekonomi dan budaya pada masa pembangunan suatu negara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional dewasa ini merupakan kebutuhan dari setiap negara modern. Hukum memiliki peran yang dominan dalam mengadakan perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam hubungan bisnis atau perjanjian, selalu ada kemungkinan timbulnya perselisihan/sengketa. Sengketa yang perlu diantisipasi adalah mengenai bagaimana cara

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode

METODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode 32 III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan hal yang ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode penelitian hukum merupakan suatu

Lebih terperinci

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama Hanif Nur Widhiyanti, S.H.,M.Hum. Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya TidakterlepasdarisejarahlahirnyaInternational Trade Organization (ITO) dangeneral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2 Konsumen sebagaimana yang dikenal dalam bahasa Indonesia merupakan serapan dari bahasa asing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat menuntut para pelaku ekonomi untuk mempertahankan usahanya. Pelaku usaha yang mengikuti trend

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1995 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN KERAJAAN SPANYOL MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN SECARA RESIPROKAL ATAS PENANAMAN

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Introduction Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, mulai

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2014 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PRESIDEN NOMOR 78 TAHUN 2014 TENTANG PENUGASAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN, MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, MENTERI KEUANGAN, MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, JAKSA AGUNG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Banyak perusahaan lokal dan internasional mencari berbagai kegiatan dalam rangka menanamkan modalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional memerlukan dan mengharuskan dilakukannya penyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi masyarakat. Dalam industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organization ditandatangani para

Lebih terperinci

Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B)

Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) PENGERTIAN DAN TUJUAN PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA Perjanjian penghindaran pajak berganda adalah perjanjian pajak antara dua negara bilateral

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP THE MOST FAVOURED NATION DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INVESTASI INTERNASIONAL YANG BERASAL DARI BILATERAL INVESTMENT TREATIES

PENERAPAN PRINSIP THE MOST FAVOURED NATION DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INVESTASI INTERNASIONAL YANG BERASAL DARI BILATERAL INVESTMENT TREATIES 1 PENERAPAN PRINSIP THE MOST FAVOURED NATION DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INVESTASI INTERNASIONAL YANG BERASAL DARI BILATERAL INVESTMENT TREATIES IRENE MIRA PEMBIMBING : ADIJAYA YUSUF DAN HADI RAHMAT PURNAMA

Lebih terperinci

Pengantar Hukum WTO. Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1

Pengantar Hukum WTO. Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1 Pengantar Hukum WTO Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1 PRAKATA Penulis mengucapkan terimakasih kepada Pak Adolf Warauw S.H., LL.M. dan Prof. Hikmahanto Juwana S.H., LL.M.,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian hukum normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan

Lebih terperinci

PROSEDUR KONVENSI ARBITRASE INTERNASIONAL MENGENAI PERSELISIHAN PENANAMAN MODAL ASING

PROSEDUR KONVENSI ARBITRASE INTERNASIONAL MENGENAI PERSELISIHAN PENANAMAN MODAL ASING 390 Hukum dan Pembangunan PROSEDUR KONVENSI ARBITRASE INTERNASIONAL MENGENAI PERSELISIHAN PENANAMAN MODAL ASING OIeh : Rizal Alif, SH Pada dasarnya Badan Arbitrase Internasional menerlma penglyuan suatu

Lebih terperinci

UPAYA PENCAPAIAN IKLIM USAHA KONDUSIF BAGI PENANAMAN MODAL (INVESTASI) DALAM KEGIATAN BISNIS PARIWISATA

UPAYA PENCAPAIAN IKLIM USAHA KONDUSIF BAGI PENANAMAN MODAL (INVESTASI) DALAM KEGIATAN BISNIS PARIWISATA UPAYA PENCAPAIAN IKLIM USAHA KONDUSIF BAGI PENANAMAN MODAL (INVESTASI) DALAM KEGIATAN BISNIS PARIWISATA oleh Kezia Frederika Wasiyono I Ketut Sudiarta Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

Laporan dan Ulasan Seri Diskusi Keadilan Ekonomi -Indonesia for Global Justice- 24 Februari 2017

Laporan dan Ulasan Seri Diskusi Keadilan Ekonomi -Indonesia for Global Justice- 24 Februari 2017 Laporan dan Ulasan Seri Diskusi Keadilan Ekonomi -Indonesia for Global Justice- 24 Februari 2017 FREEPORT DAN ANCAMAN GUGATAN ISDS 1. RIWAYAT DAN KONDISI TERKINI Freeport-McMoran Inc melakukan penambangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di Indonesia mau tidak mau akan menghadapi situasi baru dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di Indonesia mau tidak mau akan menghadapi situasi baru dalam dunia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini Indonesia akan menghadapi ASEAN Free Trade Area atau (AFTA) yang akan aktif pada tahun 2015 1. Masyarakat dikawasan ASEAN khususnya di Indonesia mau tidak

Lebih terperinci

RELEVANSI KESEPAKATAN PAKET BALI DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

RELEVANSI KESEPAKATAN PAKET BALI DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL RELEVANSI KESEPAKATAN PAKET BALI DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL Oleh I Putu Ananta Wijaya A.A Sagung Wiratni Darmadi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di negara negara maju bidang hak kekayaan intelektual ini sudah mencapai suatu titik dimana masyarakat sangat menghargai dan menyadari pentingnya peranan hak kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan demi menciptakan masyarakat yang makmur, yang dimana akan diwujudkan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DIVISI REGIONAL II SUMATERA BARAT DENGAN PIHAK KETIGA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ilmiah adalah proses analisa yang meliputi metode-metode penelitian untuk

BAB III METODE PENELITIAN. ilmiah adalah proses analisa yang meliputi metode-metode penelitian untuk BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis, Sifat, Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.1.1. Jenis Penelitian Hal yang cukup penting dalam penelitian hukum sebagai suatu kegiatan ilmiah adalah proses analisa yang meliputi

Lebih terperinci

HPI PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV. By Malahayati, SH, LLM

HPI PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV. By Malahayati, SH, LLM HPI 1 PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV By Malahayati, SH, LLM TOPIK 2 PEMAKAIAN HUKUM ASING PELAKSANAAN PUTUSAN PUTUSAN PAILIT PUTUSAN ARBITRASE ICC 3 International Chamber of Commerce, Paris;

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif (normative legal

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif (normative legal BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif (normative legal research), dan pendekatan yuridis empiris (empirical legal research). Disebut demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penanaman modal juga harus sejalan dengan perubahan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penanaman modal juga harus sejalan dengan perubahan perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan penanaman modal merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam perekonomian nasional demi menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN WARALABA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DI SURAKARTA

PELAKSANAAN PERJANJIAN WARALABA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DI SURAKARTA PELAKSANAAN PERJANJIAN WARALABA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DI SURAKARTA (STUDI KASUS DI RESTORAN CEPAT SAJI Mc DONALD S DAN STEAK MAS MBONG) SKRIPSI Disusun dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan

BAB III METODE PENELITIAN. normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris. Penelitian hukum normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan hukum normatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan hubungan dengan orang lain. Hubungan tersebut menimbulkan hak

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN. normatif empiris (applied normative law) adalah perilaku nyata (in action) setiap

I. METODE PENELITIAN. normatif empiris (applied normative law) adalah perilaku nyata (in action) setiap 32 I. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif empiris. Penelitian hukum normatif empiris (applied normative law) adalah perilaku nyata (in action) setiap

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ANTI KORUPSI, 2003) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2 Mengingat pengajuan gugatan arbitrase Pemerintah Republik Indonesia kepada PT Newmont Nusa Tenggara berdasarkan Arbitration Rules of the United Nati

2 Mengingat pengajuan gugatan arbitrase Pemerintah Republik Indonesia kepada PT Newmont Nusa Tenggara berdasarkan Arbitration Rules of the United Nati BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1177, 2014 KEMENKEU. Jasa Konsultan Hukum. Arbiter. Gugatan Arbitrase. Nusa Tenggara Partnership B.V. PT. Newmont Nusa Tenggara. Pemerintah RI. Tata Cara Pengadaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suksesi negara adalah suatu keadaan di mana terjadi perubahan atau penggantian kedaulatan dalam suatu negara sehingga terjadi semacam pergantian negara yang membawa

Lebih terperinci

Arbitrase a. Pengantar Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral serta putusan yang dikeluarkan sifatnya

Arbitrase a. Pengantar Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral serta putusan yang dikeluarkan sifatnya Arbitrase a. Pengantar Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral serta putusan yang dikeluarkan sifatnya final dan mengikat. Badan arbitrase dewasa ini sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warga negaranya atau orang yang berada dalam wilayahnya. Pelanggaran atas

BAB I PENDAHULUAN. warga negaranya atau orang yang berada dalam wilayahnya. Pelanggaran atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini memiliki hukum positif untuk memelihara dan mempertahankan keamanan, ketertiban dan ketentraman bagi setiap warga negaranya atau orang yang

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL

KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL Oleh Vici Fitriati SLP. Dawisni Manik Pinatih Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Penulisan ini berjudul

Lebih terperinci

BEBERAPA CATATAN TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA; ARBITRASE oleh: Prof. DR. H. Yudha Bhakti A., SH., MH.

BEBERAPA CATATAN TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA; ARBITRASE oleh: Prof. DR. H. Yudha Bhakti A., SH., MH. 1 BEBERAPA CATATAN TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA; ARBITRASE oleh: Prof. DR. H. Yudha Bhakti A., SH., MH. I Berkembangnya usaha perniagaan di Indonesia telah membawa pada suatu segi yang lain dari

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum OLEH SETIAWAN KARNOLIS LA IA NIM: 050200047

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap hukum bisnis internasional dan penanaman modal asing suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. terhadap hukum bisnis internasional dan penanaman modal asing suatu negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dan liberalisasi ekonomi merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dihindari oleh negara manapun di dunia baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1968 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANTARA NEGARA DAN WARGA NEGARA ASING MENGENAI PENANAMAN MODAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1968 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANTARA NEGARA DAN WARGA NEGARA ASING MENGENAI PENANAMAN MODAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1968 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANTARA NEGARA DAN WARGA NEGARA ASING MENGENAI PENANAMAN MODAL DENGAN RACHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA PENANAMAN MODAL ASING DI BALI

PENYELESAIAN SENGKETA PENANAMAN MODAL ASING DI BALI PENYELESAIAN SENGKETA PENANAMAN MODAL ASING DI BALI Oleh Ni Komang Desi Miari I Wayan Wiryawan I Ketut Westra Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Judul dari penelitian hukum ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang 1 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Disatu sisi ada masyarakat yang kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Hukum perbankan adalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Hukum perbankan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memiliki peran penting dalam pembangunan khususnya dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Hukum perbankan adalah hukum positif yang mengatur segala sesuatu

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah 5 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia, pengangkutan memegang peranan yang sangat penting. Demikian juga halnya dalam peranan yang mutlak, bahkan pengakutan memegang peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di dunia bisnis, perdagangan, sosial budaya, ekonomi dan lain sebagainya, namun dalam penyelesaiannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Peransuransian.

BAB I PENDAHULUAN. keluarnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Peransuransian. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Asuransi di Indonesia telah mengalami kemajuan yang sangatlah pesat setelah pemerintah mengeluarkan regulasi pada tahun 1980 diperkuat keluarnya Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Ilmu hukum normatif adalah ilmu hukum yang bersifat tidak dapat dibandingkan dengan ilmu ilmu lain. Fokus kajianya adalah hukum positif, oleh karena itu ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari berbagai bentuk pembangunan. Perkembangan globalisasi mendorong terjadinya pergerakan aliran modal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PENUNJUKAN PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI TIMUR UNTUK MENJADI PIHAK DALAM PROSES ARBITRASE INTERNATIONAL CENTRE FOR SETTLEMENT OF INVESTMENT

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand,

Lebih terperinci

Keywords: Role, UNCITRAL, Harmonization, E-Commerce.

Keywords: Role, UNCITRAL, Harmonization, E-Commerce. Peran United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL) dalam Harmonisasi Hukum Transaksi Perdagangan Elektronik (E-Commerce) Internasional Oleh: Ni Putu Dewi Lestari Ni Made Ari Yuliartini

Lebih terperinci

KOMPETENSI ARBITRASE INTERNASIONAL DAN PENGADILAN NASIONAL TERKAIT PENYELESAIAN SENGKETA PENANAMAN MODAL ASING. Oleh:

KOMPETENSI ARBITRASE INTERNASIONAL DAN PENGADILAN NASIONAL TERKAIT PENYELESAIAN SENGKETA PENANAMAN MODAL ASING. Oleh: 149 KOMPETENSI ARBITRASE INTERNASIONAL DAN PENGADILAN NASIONAL TERKAIT PENYELESAIAN SENGKETA PENANAMAN MODAL ASING Oleh: Aldo Rico Geraldi S.H.,M.H. Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menguntungkan di bidang perdagangan. Ketergantungan ini disebabkan karena

BAB I PENDAHULUAN. menguntungkan di bidang perdagangan. Ketergantungan ini disebabkan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era globalisasi seperti dewasa ini, dunia menjadi tanpa batas (borderless), semua orang bisa berusaha dan bekerja di manapun tanpa ada halangan. Hal ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan dan meminjam uang. Namun, pada masa sekarang pengertian bank telah berkembang sedemikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Awal mula masuknya peseroan terbatas dalam tatanan hukum Indonesia adalah melalui asas konkordasi, yaitu asas yang menyatakan bahwa peraturan yang berlaku di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan dalam sektor ekonomi adalah pengembangan pasar modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar modal, merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia hidup, tumbuh besar, dan berkembangbiak, serta melakukan segala aktivitas di atas tanah, sehingga manusia selalu berhubungan dengan tanah. Manusia hidup dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia yang ada di Indonesia. Bila kita liat pada KUHD perseroan terbatas tidak diatur secara terperinci

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING BERKAITAN DENGAN ASAS KETERTIBAN UMUM DI INDONESIA MENURUT KONVENSI NEW YORK 1958

PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING BERKAITAN DENGAN ASAS KETERTIBAN UMUM DI INDONESIA MENURUT KONVENSI NEW YORK 1958 PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING BERKAITAN DENGAN ASAS KETERTIBAN UMUM DI INDONESIA MENURUT KONVENSI NEW YORK 1958 (Farrah Ratna Listya, 07 140 189, Fakultas Hukum, Universitas Andalas, 77 Halaman)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan Organisasi Internasional itu sendiri, yang sudah lama timbul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena ini memusatkan perhatian pada kewajiban individu dalam berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. karena ini memusatkan perhatian pada kewajiban individu dalam berhubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum kontrak termasuk dalam ranah hukum perdata, disebut demikian karena ini memusatkan perhatian pada kewajiban individu dalam berhubungan dengan individu lain untuk

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN INVESTOR ASING DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

HAK DAN KEWAJIBAN INVESTOR ASING DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL HAK DAN KEWAJIBAN INVESTOR ASING DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL Oleh Kadek Febby Sara Sitradewi Anak Agung Gede Agung Dharma Kusuma Bagian Hukum Perdata Fakultas

Lebih terperinci