UNIVERSITAS INDONESIA PERBANDINGAN KEBOCORAN MIKRO SEPERTIGA APEKS PADA PENGISIAN SALURAN AKAR DENGAN SEMEN RESIN EPOKSI DAN MTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA PERBANDINGAN KEBOCORAN MIKRO SEPERTIGA APEKS PADA PENGISIAN SALURAN AKAR DENGAN SEMEN RESIN EPOKSI DAN MTA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA PERBANDINGAN KEBOCORAN MIKRO SEPERTIGA APEKS PADA PENGISIAN SALURAN AKAR DENGAN SEMEN RESIN EPOKSI DAN MTA (EKSPERIMENTAL LABORATORIK) TESIS Fransilia Poedyaningrum FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI PROGRAM SPESIALIS ILMU KONSERVASI GIGI JAKARTA NOVEMBER 2013

2 UNIVERSITAS INDONESIA PERBANDINGAN KEBOCORAN MIKRO SEPERTIGA APEKS PADA PENGISIAN SALURAN AKAR DENGAN SEMEN RESIN EPOKSI DAN MTA (EKSPERIMENTAL LABORATORIK) TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis dalam Ilmu Konservasi Gigi Fransilia Poedyaningrum FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI PROGRAM SPESIALIS ILMU KONSERVASI GIGI JAKARTA NOVEMBER 2013

3

4

5 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala limpahan karunia dan kuasa-nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini. Penelitian yang tertuang dalam tesis ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan Pendidikan Spesialis Ilmu Konservasi Gigi. Penelitian dan penulisan tesis ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa bantuan, bimbingan dan dukungan moril dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ijinkan saya untuk menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: 1. Rektor yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk menempuh pendidikan spesialis, serta kepada Prof. Bambang Irawan, drg., PhD dan jajarannya selaku Dekan dan Pimpinan Fakultas Kedokteran Gigi, yang telah memberikan izin kepada saya untuk mengikuti program ini. 2. Dr. Ellyza Herda, drg., MSi selaku Manajer Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi. Dr. Ratna Medyawati, drg., SpKG(K) selaku Koordinator Pendidikan Pasca Sarjana FKG UI, Dr. Endang Suprastiwi, drg., SpKG(K) selaku Kepala Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi, Nilakesuma Djauharie, drg., MPH, SpKG(K) selaku Koordinator Pendidikan Spesialis Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi. 3. Dr. Endang Suprastiwi, drg., SpKG(K), selaku pembimbing I, yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dan membimbing serta memberi masukan selama penulisan tesis sampai dapat terselesaikan. 4. Munyati Usman, drg., SpKG(K), selaku pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan dan masukan selama penulisan tesis sampai dapat terselesaikan. iv

6 5. Nilakesuma Djauharie, drg., MPH, SpKG(K), selaku penguji, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan yang sangat berharga. 6. Dr. Anggraini Margono, drg., SpKG(K), selaku penguji, yang telah meluangkan waktu dan memberikan banyak masukan yang sangat berharga. 7. Daru Indrawati, drg., SpKG(K), selaku penguji, yang telah banyak memberi masukan yang sangat berharga. 8. Dr. Ratna Meidyawati, drg., SpKG(K), yang telah memberi masukan untuk analisis statistik. 9. Seluruh Staf Pengajar Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ilmu Konservasi Gigi yang telah bersedia untuk berbagi ilmu dan memberikan dorongan yang berharga selama saya menjalani perkuliahan, klinik, dan penulisan tesis ini: Prof. Dr. Siti Mardewi Soerono Akbar, drg. SpKG(K), Prof. Dr. Narlan Sumawinata, drg., SpKG(K), Gatot Sutrisno, drg., SpKG(K), Bambang Nursasongko, drg., SpKG(K), Kamizar, drg., SpKG(K), Dewa Ayu, drg., SpKG(K), dan Dini Asrianti, drg., SpKG. 10. Karyawan FKG UI, khususnya Bagian Administrasi Pendidikan (Bu Dar), Klinik Konservasi (Pak Yani, Mas Erwin, Pak Rapin) dan Staf Bagian Konservasi Gigi (Mbak Yuli dan Mbak Devi), Bagian Perlengkapan (Pak Keri) yang telah banyak memberikan bantuan selama masa pendidikan saya, dan Staf perpustakaan FKG UI (Pak Nuh, Pak Asep, Pak Yanto, Pak Didit) yang dengan sabar memberikan bantuan dan kemudahan selama mengikuti pendidikan spesialis di FKG UI. 11. Mbak Endras, selaku konsultan Laboratorium Teknologi Biomedis PPs UI, Program Pascasarjana UI, yang telah banyak membantu dalam proses uji sampel menggunakan alat bantu mikroskop stereo. 12. Pak Sarwono, selaku konsultan dari bagian Biokimia FKUI, yang telah banyak membantu dalam proses transparansi sampel. 13. Rasa sayang dan hormat yang mendalam dihaturkan kepada orang tua tercinta, Bapak Poedjastanto, yang telah memberikan inspirasi dalam menjalani hidup dan Ibu Rosdiana, yang telah membesarkan, mendidik, dan mendukung sepenuhnya hingga saya dapat menjalani pendidikan spesialis ini, terimakasih atas segala dukungan secara moril dan materiil, serta senantiasa mendoakan v

7 dalam setiap langkah saya. Kakak-kakak tercinta, Sandhi Eko Bramono & Bramanto Geritno serta adik tercinta, Adimas Poedyanoto, atas segala doa, motivasi, dan semangat selama saya menjalani pendidikan spesialis ini. 14. Teman-teman tercinta, PPDGS Konservasi Gigi 2011 yang telah membuat hari-hari menjalani pendidikan spesialis terasa sangat berkesan. Afriani Nov Angellina sebagai sahabat dalam berbagi pembimbing pertama dan berbagi ilmu. Rani Isfandria sebagai sahabat terdekat dalam berbagi cerita dan pengalaman, suka maupun duka, dalam menjalani hari-hari perkuliahan dan klinik. Tara Pratitha, Marsha Sihombing, Talia Sadikin, Shalina Ricardo, Nurmeisari, Vani Natasha, Rinto Abimanyu sebagai sahabat tempat berbagi cerita. Terima kasih telah menjadi teman terdekat selama 2,5 tahun terakhir, maaf jika ada hal-hal yang kurang berkenan di hati. Terima kasih atas segala ilmu dan pengalaman semoga bermanfaat untuk masa depan yang cemerlang dan semoga tali silaturahmi dapat terus terjaga. 15. Sahabat terbaik saya, Cahyaningrum Sekar Ardiasti, sebagai teman berbagi rasa baik suka maupun duka, mendengar segala keluh kesah dan menjadi penghibur terbaik yang selalu ada saat dibutuhkan. Terima kasih banyak dan semoga segera menyusul. 16. Pacar, sahabat, teman dalam berbagi rasa dan pikiran, Zulfikar Simatupang, yang telah menjadi penyemangat terbaik meski di saat tersulit sekalipun. Terima kasih atas segala doa dan dorongan semangat yang tiada hentinya. 17. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian dan tesis ini. Semoga Allah SWT membalas segala budi baik yang diberikan oleh semua pihak tersebut di atas selama masa pendidikan dan penyusunan tesis ini. Penulis juga memohon maaf apabila terdapat kesalahan yang tak disadari selama menjalani masa pendidikan. Penelitian ini mungkin masih jauh dari sempurna. Meski demikian, semoga tesis ini dapat bermanfaat terutama di bidang konservasi gigi. Jakarta, November 2013 Penulis vi

8

9 ABSTRAK Nama : Fransilia Poedyaningrum Program Studi : Ilmu Konservasi Gigi Judul : Perbandingan Kebocoran Mikro Sepertiga Apeks pada Pengisian Saluran Akar dengan Semen Resin Epoksi dan MTA Latar Belakang: Kebocoran mikro dipengaruhi oleh jenis semen saluran akar. Tujuan: menganalisis tingkat kebocoran mikro pengisian saluran akar menggunakan semen resin epoksi (SRE) dan Mineral Trioxide Aggregate (SMTA). Metode: Tiga puluh dua gigi premolar bawah, dibagi dua kelompok sama besar, yaitu kelompok SRE dan SMTA. Setelah pengisian saluran akar, sampel diinkubasi (37 0 C, 24 jam), kemudian direndam dalam tinta India selama 7 X 24 jam. Sampel didekalsifikasi sampai dengan transparan. Kedalaman penetrasi tinta dievaluasi dengan mikroskop stereo. Skor 1 untuk penetrasi tinta 0-0,5 mm, skor 2 untuk penetrasi tinta 0,51-1 mm, dan skor 3 untuk penetrasi tinta >1 mm. Hasil: Distribusi proporsi kebocoran terbesar kelompok SRE terdapat pada skor 1, yaitu sebesar 37,5%. Sedangkan distribusi proporsi kebocoran terbesar kelompok SMTA terdapat pada skor 1, yaitu sebesar 21,9%. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok SRE dan SMTA. Kesimpulan: Semen resin epoksi dan semen MTA memiliki tingkat kebocoran yang sama. Kata kunci: semen resin epoksi, semen MTA, kebocoran mikro. viii

10 ABSTRACT Name : Fransilia Poedyaningrum Study Program : Conservative Dentistry Title : The Comparison of Microleakage of Obturation with Epoxy Resin-Based and Mineral Trioxide Aggregate-Based Root Canal Sealer in One Third Apical Root Canal Background: The microleakage affected by type of root canal sealer. Purpose: to analyze the microleakage of obturation using epoxy resin-based (SRE) and mineral trioxide aggregate-based (SMTA) as root canal sealer. Methods: Thirty two mandibular first premolars were equally divided into two groups. They were SRE group and SMTA group. After obturation, the specimens were incubated (37 0 C, 24 h), immersed in Indian ink for 7 days, decalcified, dehydrated, and made transparent. Dye penetration were evaluated under stereomicroscope and given score 1-3. Specimen with 0-0,5 mm dye penetration was given score 1, while 0,51-1 mm penetration was given score 2, and > 1 mm was given score 3. The results were statistically analyzed with Kolmogorov Smirnov test. Results: The largest proportion distribution in SMTA group was score 1 (37,5%), whilst the largest proportion distribution in SMTA group was score 1 (21,9%). There was no significant difference between the microleakage of epoxy resin-based and mineral trioxide aggregate-based sealer, observed from the one-third apical leakage. Conclusion: The microleakage of mineral trioxide aggregate based sealer and epoxy resin-based sealer was relatively similar. Keywords: epoxy resin-based sealer, mineral trioxide aggregate-based sealer, microleakage. ix

11 DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii ABSTRAK... viii ABSTRACT... ix DAFTAR ISI... x DAFTAR SINGKATAN... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Perawatan Saluran Akar Pengisian Saluran Akar Teknik Pengisian Saluran Akar Bahan Pengisi Saluran Akar Gutaperca Semen Saluran Akar Semen Resin Epoksi Semen Mineral Trioxide Aggregate (MTA) Kerapatan Pengisian (Sealing ability)dan Kebocoran Mikro Semen Metode Pengukuran Kebocoran Mikro Semen Metode Pengukuran Kebocoran Mikro Semen dengan Penetrasi Zat Warna dan Teknik Transparansi Kebocoran Mikro Semen Resin Epoksi dan Semen MTA Kerangka Teori KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS Kerangka Konsep Hipotesis METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Tempat Penelitian Waktu Penelitian Variabel Penelitian Sampel Penelitian Definisi Operasional x

12 4.7. Bahan Penelitian Alat Penelitian Cara Kerja Pengendalian Variabel Bebas Persiapan Sampel Pengisian Saluran Akar Menggunakan Semen Resin Epoksi (SRE) Pengisian Saluran Akar Menggunakan Semen Mineral Trioxide Aggregate (SMTA) Perlakuan Sampel Sebelum Pengamatan Pengamatan dan Pengukuran Analisis Data Alur Penelitian HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA xi

13 DAFTAR SINGKATAN NaOCl : Natrium Hipoklorit EDTA : Ethylene Diamine Tetra Acetic acid NaCl : Natrium Klorida ISO : International Standardization Organization MTA : Mineral Trioxide Aggregate xii

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Reaksi yang berperan dalam setting MTA Fillapex Gambar 2.2. Kerangka Teori Gambar 3.1. Kerangka Konsep Gambar 5.1. Kebocoran Pengisian. a. Skor 1. b. Skor 2. c. Skor xiii

15 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Komposisi semen resin epoksi Tabel 2.2 Komposisi semen AH Plus Tabel 4.1. Definisi Operasional Tabel 5.1. Distribusi Skor Kebocoran Sepertiga Apeks Kelompok SRE (Semen Resin Epoksi) dan SMTA (Semen Mineral Trioxide Aggregate) xiv

16 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Alat dan Bahan Penelitian Lampiran 2 Tahap Pelapisan Sampel dengan Cat Kuku dan Perendaman dengan Tinta Lampiran 3 Hasil Foto Pengukuran Sampel Kelompok SRE Lampiran 4 Hasil Foto Pengukuran Sampel Kelompok SMTA Lampiran 5 Tabel Rekapitulasi Skoring Hasil Penelitian Tabel Distribusi Proporsi Skor Hasil Penelitian Lampiran 6 Hasil Uji Statistik xv

17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tahap dalam triad endodontic adalah melakukan pengisian sistem saluran akar secara hermetis dalam arah tiga dimensi. 1,2 Pengisian yang tidak hermetis akan menyebabkan terjadinya ruang kosong didalam saluran akar dan menyebabkan reaksi inflamasi yang akan menimbulkan kegagalan perawatan. 3 Bahan pengisi utama yang sering digunakan adalah gutaperca, dan material ini merupakan standar bahan pengisi utama saluran akar. Gutaperca tidak dapat melekat pada dinding saluran akar, oleh karena itudiperlukan semen saluran akar agar dapat menciptakan perlekatan diantara gutaperca dan dengan dinding saluran akar. 4,5 Semen saluran akar berfungsi mengisi daerah yang tidak terjangkau oleh gutaperca dan meningkatkan adaptasi bahan pengisi terhadap dinding saluran akar serta meningkatkan kualitas penutupan daerah apeks. 6 Terdapat beberapa jenis semen saluran akar yang saat ini tersedia dan dikelompokkan berdasarkan kandungan bahan utamanya yaitu, seng oksida eugenol, kalsium hidroksida, resin, ionomer kaca dan silikon. 5 Menurut Tunga dkk.(2006), dari lima jenis semen yang telah dikembangkan dan dipakai secara luas di seluruh dunia, semen resin memiliki kemampuan penutupan yang paling baik dibandingkan dengan empat golongan semen lainnya. 4,5 Akan tetapi, pada tahun 2006 Tunga dkk dan Stratton dkk menyatakan bahwa semen resin memiliki sifat fisik yang baik, tetapi memiliki ikatan yang kurang baik dengan dentin, karena semen resin selalu mengalami pengkerutan pada saat polimerisasi sehingga dapat menyebabkan terbentuknya celah. 4,5 Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh suatu semen adalah kerapatan dalam mengisi saluran akar. Secara umum diketahui bahwa penyebab utama kegagalan perawatan saluran akar adalah buruknya kualitas kerapatan pengisian saluran akar terutama adanya kebocoran. Kebocoran cairan jaringan yang berasal dari apeks merupakan penyebab terbesar dari kegagalan perawatan saluran akar 1

18 2 karena dapat menyuplai nutrisi bagi bakteri yang tersisa di saluran akar. Sehingga bahan pengisi diharapkan memiliki tingkat kebocoran mikro yang rendah untuk menghasilkan kerapatan pengisian yang baik untuk menunjang keberhasilan perawatan saluran akar. 7,8 Sejauh ini semen yang dikenal memiliki kerapatan pengisian yang baik karena memiliki tingkat kebocoran yang rendah adalah semen resin epoksi. 4 Namun semen ini dilaporkan tidak berikatan baik dengan dinding saluran akar apabila tidak dilakukan irigasi akhir dengan menggunakan EDTA untuk menghilangkan smear layer pasca preparasi saluran akar. 5,9 Saat ini mulai dikembangkan semen berbahan dasar MTA. Semen MTA telah diperkenalkan oleh Mohmoud Torabinejad (1993) di Loma Linda University sebagai semen penutup perforasi karena bahan ini memiliki sifat biokompatibel, dapat menstimulasi mineralisasi dan mempunyai sealing ability yang baik. 10 Oleh karena itu semen MTA menunjukkan sifat adhesif yang baik terhadap dentin yang kemampuan penutupannya (sealing ability) hampir sama dengan yang semen berbahan dasar epoxy-resin. 11 Ada beberapa penelitian yang menganalisis sealing ability dari beberapa jenis semen saluran akar. Zhang dkk. (2009) membandingkan kemampuan penutupan semen kalsium silikat (irootsp) dengan semen resin (AH Plus), dengan menggunakan 3 teknik pengisian yang berbeda. Pada kelompok A spesimen dilakukan pengisian dengan teknik continuous wave dan semen kalsium silikat. Kelompok B diisi dengan teknik kon tunggal dan semen kalsium silikat. Kelompok C diisi dengan teknik continuous wave dan semen resin. Kemudian kebocoran diukur dengan metode fluid filtration. Terlihat kebocoran sedikit lebih tinggi pada kelompok yang diisi dengan kon tunggal dan semen kalsium silikat, tetapi tidak bermakna untuk semua kelompok. Ketiga kelompok memperlihatkan kemampuan penutupan yang hampir sama. 12 Meskipun penelitian mengenai semen berbahan dasar MTA (Fillapex) belum banyak diteliti, namun pada penelitian sebelumnya yang menganalisis semen berbahan dasar MTA dengan merk lain, disebutkan bahwa memiliki tingkat kebocoran yang hampir sama dengan semen resin epoksi. Semua semen berbahan dasar MTA memiliki kandungan utama kalsium silikat, maka

19 3 diasumsikan semen yang baru diperkenalkan ini memiliki reaksi yang sama dengan semen berbahan dasar MTA lainnya. Untuk menganalisis kebocoran mikro pada sepertiga akar dapat digunakan metode dye penetration dengan teknik transparansi (metode Robertson 13 ), karena pada teknik ini dapat dilakukan visualisasi kebocoran apeks pada ukuran milimeter dan kebocoran terlihat dalam arah 3 dimensi Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, ada tidaknya kebocoran pengisian semen merupakan hal penting untuk menunjang keberhasilan perawatan saluran akar. Semen yang memiliki kerapatan (sealing ability) yang baik disebut memiliki tingkat kebocoran yang rendah. Semen golongan resin epoksi memiliki kebocoran mikro yang rendah sehingga memiliki kerapatan pengisian yang baik namun memiliki ikatan yang kurang baik dengan dinding saluran akar apabila tidak dilakukan irigasi akhir menggunakan EDTA untuk menghilangkan smear layer setelah preparasi saluran akar. Semen berbahan dasar MTA merupakan semen yang relatif baru diperkenalkan. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa semen berbahan dasar MTA memiliki kebocoran mikro yang lebih rendah. Namun ada penelitian lain yang menunjukkan bahwa kebocoran mikro semen ini tidak berbeda bermakna dengan semen resin. Penelitian yang membandingkan kedua semen saluran akar berbahan dasar ini belum banyak dilakukan. Dari latar belakang di atas, maka yang menjadi pertanyaan pada penelitian ini adalah: Apakah penggunaan semen berbahan dasar MTA pada pengisian saluran akar mempunyai tingkat kebocoran lebih rendah dibandingkan penggunaan semen resin epoksi? 1.3. Tujuan Penelitian

20 4 Membandingkan dan menganalisis tingkat kebocoran mikro pengisian saluran akar dengan semen berbahan dasar resin epoksi dan semen berbahan dasar MTA Manfaat Penelitian Secara teoritis: dapat menjelaskan manfaat penggunaan semen MTA terhadap hubungannya dengan kebocoran mikro Secara klinis: memberikan sumbangan bagi keilmuan kedokteran gigi dalam pemilihan bahan semen saluran akar.

21 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perawatan Saluran Akar Mikroorganisme dan produknya merupakan faktor etiologi utama dari kelainan pulpa dan periapeks. Infeksi yang ditimbulkan oleh mikroorganisme dan produknya tersebut akan menimbulkan reaksi inflamasi yang apabila tidak ditangani lebih lanjut dapat mengakibatkan kematian total dari jaringan pulpa dan penyebaran infeksi ke jaringan periapeks. 15 Tujuan utama perawatan saluran akar adalah mengeliminasi bakteri yang ada di dalam saluran akar dan mencegahnya masuk kembali ke dalam saluran akar. Untuk mencapai tujuan tersebut, digunakan prinsip utama perawatan saluran akar, yaitu triad endodontik, yang terdiri atas preparasi akses, pembersihan dan pembentukan, dan pengisian saluran akar. Semua tahap ini sangat penting dan saling berhubungan secara berkesinambungan, karena setiap tahap harus dilakukan sebaik mungkin untuk mencapai tujuan utama dari perawatan saluran akar. Persentase keberhasilan perawatan saluran akar mencapai 95% apabila perawatan dilakukan dengan baik dan sesuai prosedur Pengisian Saluran Akar Saluran akar yang telah dipreparasi dengan baik harus dilanjutkan dengan pengisian saluran akar yang padat. Tujuan utama pengisian saluran akar yang telah dipreparasi adalah memberikan kerapatan yang baik pada bagian korona dan apeks saluran akar serta menutup seluruh iritan yang masih ada di dalam saluran akar yang tidak dapat dihilangkan secara sempurna. Iritan ini yaitu iritan mikroba (mikrorganisme, toksin, metabolit) dan produk degenerasi pulpa yang menjadi penyebab utama nekrosis pulpa dan perluasan infeksi ke jaringan periradikular. 15 Asosiasi Endodontis Amerika (American Association of Endodontists) telah menerbitkan Appropriateness of Care and Quality Assurance Guidelines yang meliputi semua aspek perawatan endodontik kontemporer. Pengisian saluran akar didefinisikan sebagai pengisian seluruh sistem saluran akar secara tiga 5

22 6 dimensi, menggunakan semen dalam jumlah minimal yang telah diteliti sebagai bahan yang biokompatibel, yang digunakan bersamaan dengan bahan pengisi inti untuk menciptakan penutupan yang adekuat. Dari segi radiografis ditambahkan bahwa penampakan radiografik harus memperlihatkan gambaran yang padat tanpa terdapat kelebihan maupun kekurangan pengisian. Standar ini harus diterapkan oleh seluruh praktisi dalam mengerjakan perawatan saluran akar. Dapat disimpulkan bahwa pengisian saluran akar yang baik adalah pengisian yang tepat sepanjang kerja dan padat, sehingga tercipta suatu keadaan tight fluid seal dan monoblok Teknik Pengisian Saluran Akar Teknik pengisian saluran akar terbagi menjadi teknik gutaperca padat dan teknik gutaperca yang dilunakkan. Teknik gutaperca padat dibagi menjadi teknik kon tunggal dan teknik kondensasi lateral. Sedangkan teknik gutaperca yang dilunakkan dibagi menjadi teknik kondensasi lateral panas, teknik kondensasi vertikal panas, teknik gutaperca injeksi, teknik kondensasi termomekanis, teknik gutaperca core carrier, dan teknik resin-kloroform. Teknik kondensasi lateral panas dan kondensasi vertikal panas adalah teknik yang menggunakan panas pada gutaperca di dalam saluran akar. Teknik kondensasi vertikal panas yang banyak digunakan adalah sistem B, sistem ini juga dikenal sebagai teknik continous wave. Sedangkan teknik gutaperca injeksi, kondensasi termomekanis, dan teknik core carrier merupakan teknik yang menggunakan panas pada gutaperca di luar saluran akar. Contoh teknik gutaperca injeksi adalah Obtura dan Ultrafil. Contoh teknik gutaperca core carrier adalah Thermafil, Herofill,dan Soft Core. Teknik resin-kloroform merupakan teknik pelunakan gutaperca menggunakan solven berupa kloroform. 17 Teknik kondensasi lateral menggunakan gutaperca dingin dengan semen saluran akar merupakan teknik yang paling banyak digunakan oleh para klinisi. Teknik ini menjadi standar bagi teknik pengisian yang lain. Teknik ini diawali dengan aplikasi semen pada seluruh dinding saluran akar, kemudian insersi kon utama yang pas sepanjang panjang kerja, lalu dikuakkan untuk menyediakan

23 7 tempat bagi penempatan kon aksesori. Hal ini dilakukan terus hingga tidak ada lagi celah untuk penempatan penguak. Setelah itu, massa gutaperca dipotong sebatas orifis dengan instrumen panas, dan dilakukan kondensasi vertikal menggunakan pemampat. 18 Keuntungan dari teknik ini adalah kontrol panjang kerja yang baik karena hubungan antara ujung kon dan titik referensi dari preparasi dapat dimonitor selama prosedur pengisian saluran akar. Biasanya tidak terjadi ekstrusi bahan pengisi melewati foramen apeks pada teknik ini Bahan Pengisi Saluran Akar Bahan pengisi saluran akar terdiri dari material inti dan semen. Material inti dibagi menjadi dua bentuk yaitu material solid dan semisolid (bentuk pasta atau bentuk yang lunak). 3 Material inti solid yang digunakan dapat berupa gutaperca, resilon, kon perak dan gutaperca yang dilapisi material tertentu. Resilon merupakan material pengisi termoplastik, yang berbahan dasar polimer, dikembangkan untuk menghasilkan ikatan adhesif antara material inti solid dan semen. Kon perak telah digunakan sebagai material pengisi saluran akar sejak tahun Material ini mengandung perak dan sejumlah kecil tembaga dan nikel sehingga bersifat korosif. Produk perak memiliki toksisitas yang tinggi dan menyebabkan cedera jaringan. Oleh karena itu, material ini saat ini tidak lagi digunakan. Gutaperca merupakan material yang paling umum dan sering digunakan saat ini sebagai material pengisi saluran akar karena sifat biokompatibilitasnya yang baik terhadap jaringan tubuh dan adaptasi yang baik dengan dinding saluran akar. Gutaperca yang dilapisi material tertentu seperti resin dikembangkan untuk menghasilkan ikatan yang baik antara inti gutaperca dengan semen. Hal ini diharapkan akan mencegah kebocoran antara inti gutaperca dengan semen. 19 Material pengisi saluran akar yang ideal harus bersifat biokompatibel, tidak toksik terhadap jaringan tubuh tidak mengiritasi jaringan periapeks atau mengganggu struktur gigi sehingga akan menunjang terjadinya penyembuhan ligamen periodonsium. Selain itu juga memiliki sifat fisik yang baik antara lain

24 8 mudah dimasukkan ke dalam saluran akar, dapat menutup saluran akar lateral dan apeks dengan baik, tidak mengkerut setelah dimasukkan ke dalam saluran akar, bersifat radiopak, tidak mewarnai gigi, steril atau mudah disterilkan, mudah dikeluarkan dari saluran akar dan tahan terhadap kelembaban.bahan pengisi saluran akar harus bersifat bakterisid, atau paling tidak menghambat pertumbuhan bakteri. 18, Gutaperca Gutaperca merupakan bahan pengisi saluran akar yang paling banyak digunakan saat ini. Bahan ini mudah dimanipulasi, mudah dikeluarkan dari saluran akar, dan mudah disterilkan. Kandungannya terdiri dari gutaperca, oksida seng, kombinasi wax, pewarna, antioksidan, dan garam metalik. Komposisi kandungan ini bergantung kepada pabrik yang membuatnya. Gutaperca juga memiliki dua bentuk kristalin, yaitu alfa dan beta. Bila dipanaskan, gutaperca akan memasuki fase alfa yang bersifat lengket. Pada suhu kamar, gutaperca akan memasuki fase beta. Pengkerutan dapat terjadi pada saat gutaperca didinginkan, oleh karena itu memungkinkan terbentuknya celah pada saat pengisian saluran akar. 21,22 Selain itu, gutaperca tidak dapat melekat pada dinding saluran akar, sehingga dibutuhkan pemakaian semen saluran akar. 4,5 Penggunaan semen saluran akar dan gutaperca merupakan metode yang paling baik untuk pengisian saluran akar. Tingkat keberhasilan dari perawatan saluran akar dapat ditingkatkan dengan semen yang memiliki kemampuan menutup yang baik antara dinding saluran akar dan gutaperca, biokompatibel, dan memiliki sifat antibakteri. 23 Faktor yang menguntungkan dari kon gutaperca sebagai pengisi saluran akar adalah kompresibel sehingga mampu beradaptasi terhadap dinding saluran akar. Selain itu, gutaperca bersifat inert dan tidak reaktif terhadap jaringan, memiliki stabilitas dimensi yang baik, tidak mengalami perubahan dimensi setelah kondensasi saluran akar dilakukan, memiliki toleransi jaringan yang baik dan bersifat radiopak. Apabila dipanaskan, gutaperca akan melunak, dapat dilunakkan juga dengan bahan pelarut sehingga memudahkan pengeluarannya. 24 Bahan

25 9 pewarna berbahan dasar kadmium (Cd) ditambahkan untuk membentuk warna kuning, yang dapat berguna bila gutaperca harus dibongkar dari saluran akar Semen Saluran Akar Semen saluran akar memiliki peran penting pada pengisian saluran akar. Semen harus digunakan bersamaan dengan bahan obturasi, tanpa melihat teknik pengisian maupun bahan yang digunakan.semen ini berfungsi untuk menciptakan penutupan yang kedap cairan, sedangkan intinya mengisi ruang yang ada dan berfungi sebagai kendaraan bagi semen. Material ini mengisi seluruh ruang yang tidak dapat ditempati oleh inti material padat karena keterbatasan fisik. Semen saluran akar yang baik melekat erat pada dentin dan meteral inti atau gutaperca. Semen saluran akar dapat juga bersifat sebagai lubrikan saat dilakukan kompaksi pada pengisian saluran akar. Secara umum, semen saluran akar harus bersifat biokompatibel dan memiliki toleransi terhadap jaringan periapeks. Bahan ini umumnya dibuat dari pencampuran yang akan mengeras melalui reaksi kimia. Reaksi ini secara normal akan melepaskan material toksik yang dapat mengurangi biokompatibilas semen saluran akar. Bagaimanapun, toksisitasnya akan berkurang pada saat mengeras. Seluruh semen saluran akar mampu diserap tubuh saat terpapar ke jaringan dan cairan jaringan. 7 Menurut Grossman, kriteria semen saluran akar yang ideal adalah toleransi terhadap jaringan baik artinya semen beserta komponennya tidak boleh menyebabkan kerusakan jaringan atau kematian sel. Seluruh semen yang umum dipakai menunjukkan derajat toksisitas. Toksisitas tertinggi pada saat belum mengeras namun cenderung menghilang setelah setting seiring berjalannya waktu. Selain itu, semen tidak menyusut saat mengeras sehingga semen harus tetap stabil secara dimensional atau bahkan sedikit mengembang saat setting. Semen juga diharapkan memiliki waktu setting yang lambat karena harus menyediakan waktu kerja yang adekuat untuk penempatan dan manipulasi bahan obturasi, kemudian set sesaat setelah obturasi terpenuhi. Sifat keadhesifan merupakan syarat yang paling diinginkan. Bahan yang adhesif akan membentuk ikatan absolut antara bahan inti dan dentin, menutup semua rongga. Kemudian, semen harus dapat

26 10 terlihat di gambaran radiograf. Namun, semakin radioopak, akan semakin mengaburkan kekosongan yang ada dalam obturasi. Semen juga tidak boleh menimbulkan noda (staining) di masa yang akan datang pada mahkota. Di samping itu, semen harus dapat larut dalam bahan pelarut. Kemudian, semen tidak boleh terurai ketika berkontak dengan cairan jaringan.walaupun semendengan sifat bakterisid diharapkan memberikan keuntungan, namun segala substansi yang membunuh bakteri juga bersifat toksik bagi jaringan pejamu. Paling tidak, semen menghambat pertumbuhan bakteri. Yang terakhir, menciptakan penutupan yang kedap merupakan properti fisik semen yang penting. Bahan harus menciptakan dan menjaga penutupan baik secara apeks, lateral dan koronal. 20 Grossman (1978) menggolongkan semen saluran akar menjadi empat golongan, yaitu golongan oksida seng eugenol, golongan resin, golongan ionomer kaca, dan golongan kalsium hidroksida. Selain itu sempat berkembang golongan semen baru, yaitu MTA, tetapi kurang terlalu populer di kalangan praktisi. Berbagai macam golongan semen tersebut memiliki karakter masing-masing dengan keuntungan dan kekurangan yang berbeda-beda. 18 Saat ini, mulai beredar di pasaran dunia semen dengan bahan dasar kalsium silikat. 2.5 Semen Resin Epoksi Menurut Tunga dkk. (2006), dari lima jenis semen yang telah dikembangkan dan dipakai secara luas di seluruh dunia, semen resin sudah diteliti memiliki kemampuan penutupan yang paling baik dibandingkan dengan empat golongan semen lainnya, yaitu oksida seng eugenol, ionomer kaca, kalsium hidroksida, dan silikon. 4 Contoh semen resin yang banyak digunakan di pasaran yaitu semen AH 26. Tetapi, semen ini mulai digantikan dengan AH Plus dan Topseal, karena produksi sulfida perak hitamnya yang dapat menyebabkan diskolorasi pada gigi. Pada AH Plus juga ditambahkan oksida bismuth untuk radiopasitasnya. 25 Reaksi pengerasan semen AH 26 sekitar 1-2 hari dan selama proses polimerisasi menghasilkan formaldehid. Sedangkan semen AH Plus mengeras dalam waktu sekitar 8 jam. Semen AH Plus tidak melepaskan formaldehid selama proses polimerisasi. 26

27 11 Komposisi semen resin epoksi dalam bentuk bubuk dan cairan dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 26 Tabel 2.1 Komposisi semen resin epoksi Bubuk Bismuth (III) oxide (60%) Hexamethylene tetraamine (25%) Perak (10%) Titanium dioksida (5%) Cairan Bisphenol-A-diglycidylether (BADGE) Sedangkan komposisi semen AH Plus dengan kemasan pasta-pasta dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 2.2 Komposisi semen AH Plus 27 Pasta Epoksi Diepoksid Kalsium tungstat Zirconium oksida Aerosil Pigmen Pasta Amine 1-adamantane amine N,N -dibenzyl-5-oxa-nonandiamine-1,9 TCD-Diamine Kalsium tungstat Zirconium oksida Bismuth oksida Aerosil Minyak silicon Menurut Stratton dkk (2006) dan Kim dkk (2009), semen resin epoksi tidak berikatan baik dengan dinding saluran akar apabila tidak dilakukan irigasi akhir dengan menggunakan EDTA untuk menghilangkan smear layer pasca preparasi saluran akar. 5,28 Menurut Ersev H. Dkk. (1999) dan Schweiki H. (1998), semen resin juga bersifat mutagenik, baik dalam percobaan in vitro maupun in vivo, terutama pada saat setelah diaduk Oleh karena itu, penggunaan semen resin harus berhatihati agar tidak berlebihan dan jangan sampai terdorong keluar ke jaringan

28 12 periapeks. Semen resin memiliki efek antibakeri yang sangat besar, karena adanya pelepasan formaldehida, dan menghasilkan radioopasitas yang sangat baik. Tetapi, ketika mengeras, material ini akan membentuk suatu massa padat yang tidak dapat larut, sehingga akan sulit apabila diperlukan pembongkaran untuk perawatan ulang. 18,32 Menurut Tunga dkk. (2006), Stratton dkk. (2006), dan Kim dkk. (2009) semen resin memiliki sifat fisik yang baik, tetapi memiliki ikatan yang kurang baik dengan dentin. 4,5,11 Sifat resin yang selalu mengalami pengkerutan dapat menyebabkan terbentuknya celah pada pengisian saluran akar, sehingga diperlukan teknik yang menggunakan rasio gutaperca lebih banyak dibandingkan dengan semen. 11,33, Semen Mineral Trioxide Aggregate (MTA) Mineral Trioxide Aggregate (MTA) dikembangkan oleh Mahmoud Torabinejad pada tahun 1900an oleh Loma Linda University sebagai bahan pengisi ujung akar. MTA terdiri dari tricalcium silicate, tricalcium aluminate, calcium silicate, tetracalcium aluminoferrite, bismuth oksida dan gips dengan sejumlah SiO 2, CaO, MgO, K 2 SO 4, dan Na 2 SO 4. Bismuth oxide ditambahkan untuk meningkatkan sifat dan radiopasitas. 35,36,37 MTA telah digunakan sebelumnya sebagai material yang ideal untuk pulp capping, pulpotomi, bahan penutup ujung akar pada gigi permanen belum matang, apical plug, obturasi saluran akar pada gigi sulung, perbaikan perforasi dan fraktur serta penutup korona sebelum prosedur bleaching. 35 Semen MTA menunjukkan respon yang baik terhadap jaringan, yang menunjukkan karakteristik dengan hilangnya inflamasi akut, keberadaan kapsul fibrosa dan induksi jaringan keras. 38,39 Meskipun MTA memiliki beberapa sifat baik yang mendukung dalam penggunaan klinis, akan tetapi ada beberapamasalah dalam memanipulasinya karena mempunyai konsistensi yang granular dengan setting time yang lama. 40 Sedangkan indikasi penggunaan MTA kebanyakan

29 13 dilakukan pada komplikasi endodontik selalu berlokasi di area yang sulit diakses, sehingga aplikasi MTA sering mengalami hambatan. Berdasarkan keunggulan dan kekurangan yang dimiliki semen MTA yang sudah tersedia, maka dilakukan pengembangan agar penggunaannya lebih sederhana dan efektif. Penggunaan semen MTA untuk semen saluran akar karena semen ini bersifat biokompatibel, dapat menstimulasi mineralisasi dan mempunyai sealing ability yang baik dengan dentin. 39 MTA memiliki sealing ability dan adaptasi tepi yang baik. Hal ini dihubungkan dengan sifat MTA yang mengalami ekspansi selama reaksi setting, sehingga mendukung adaptasi dengan dentin. Studi oleh Reyes-Carmona melaporkan adanya lapisan interfasial yang terbentuk antara MTA dan dentin. Lapisan ini terbentuk akibat biomineralisasi dan tag-like structure antara MTAdentin. 40,41 Sifat adhesif semen MTA dengan dentin telah dibandingkan dengan berbagai macam semen saluran akar, dan hasilnya yang berbahan dasar zinc oxide/eugenol paling rendah sedangkan kemampuan penutupan (sealing ability) semen MTA hampir sama dengan yang berbahan dasar epoxy-resin. 43 Bahan ini juga memiliki kemampuan untuk membentuk endapan serupa hidroksiapatit, bersifat antibakteri karena memiliki ph yang tinggi. 44,45 Karakter bioaktif yang dimiliki semen ini dimanfaatkan oleh cairan yang terdapat pada tubuli dentin untuk menginisiasi proses pengerasan dan menghasilkan pembentukan endapan serupa hidroksiapatit. 46 Kalsium silikat yang terdapat pada bubuk terhidrasi, menghasilkan gel hidrat kalsium silikat dan kalsium hidroksida. Kalsium hidroksida akan bereaksi dengan ion fosfat dan menghasilkan endapan serupa hidroksiapatit dan air. Air akan terus bereaksi dengan kalsium silikat, menghasilkan tambahan gel seperti kalsium silikat hidrat. Air pada proses ini merupakan faktor penting dalam mengontrol tingkat hidrasi dan waktu pengerasan. 47

30 14 Rumus reaksi hidrasi (A dan B) dari kalsium silikat: 46 2[3CaO SiO2] + 6H2O 3CaO 2SiO2 3H2O + 3Ca(OH)2 2[2CaO SiO2] + 4H2O 3CaO 2SiO2 3H2O + Ca(OH)2 Reaksi presipitasi (C) kalsium fosfat apatit: 46 7Ca(OH)2+3Ca(H2PO4) Ca10(PO4)6(OH)2+12H2O MTA terdiri dari dua fase yaitu kalsium oksida dan kalsium fosfat. Ketika MTA berkontak dengan cairan jaringan, kalsium oksidaakan bereaksi dengan air membentuk kalsium hidroksida seperti pada reaksi di bawah ini: 48 CaO + H 2 O Ca(OH) 2 Pembentukan jaringan keras oleh MTA disebabkan oleh reaksi kalsium hidroksida dengan karbon dioksida yang menghasilkan calcite crystal dengan reaksi sebagai berikut: 48 Ca(OH) 2 + CO 2 CaCO 3 (calcite crystal) MTA memiliki ph 10,2 segera setelah pencampuran dan meningkat hingga 12,5 saat 3 jam setelah setting. 49 Ketika MTA digunakan sebagai semen saluran akar dan dipadatkan ke dentin, lapisan interfacial MTA-dentin akan terbentuk. Saat berkontak dengan cairan jaringan, MTA akan larut dan melepaskan kation utamanya (Ca +2, Mg +2 ). Ion kalsium yang dilepaskan dari MTA akan berdifusi melalui tubulus dentin dan bereaksi dengan ion fosfat dalam cairan jaringan dan menghasilkan kalsium fosfat. Kalsium fosfat ini bergabung dengan ion lain dan matang menjadi carbonated apatite yang akan memberikan ikatan kimia antara MTA dan dentin. Lapisan adhesi ini menyerupai hidroksiapatit baik dari komposisi dan strukturnya ketika dilihat dalam analisis SEM. Lapisan interfacial ini menunjukkan adaptasi tepi MTA yang superior. 52 Reaksinya dapat dijelaskan sebagai berikut: 48 10Ca (PO 4 ) (OH) -1 Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH)2 (Hidroksiapatit)

31 15 Beberapa semen berbahan dasar MTA telah diperkenalkan, diantaranya yaitu semen Endo CPM (EGEO, Argentina), ProRoot Endo Sealer (Dentsply), MTA Fillapex (Angelus, Brazil) dan MTA Obtura (Angelus). 51 MTA Fillapex merupakan semen berbasis MTA yang satu-satunya dipasarkan di Indonesia. Semen berbasis MTA baru saja dikembangkan, oleh karena itu masih sedikit literatur yang membahas mengenai karakteristiknya. 51 Semen ini dikembangkan oleh Angelus (Brazil) dan dikomersilkan pada tahun Semen inimerupakan material pasta-pasta yang terdapat pada syringe automix atau tube yang memiliki konsistensi sehingga dapat dimasukkan ke dalam saluran akar. 52 Pasta A mengandung resin salisilat (methyl salicylate, butylene glycol, colophony) untuk pembentukan polimer ionik, bismuth trioksida untuk radiopasitas, dan fumed silica sebagai filler. Sedangkan pasta B mengandung 40% mineral trioxide aggregate (trikalsium silikat, dikalsium silikat, kalsium oksida, trikalsium aluminat) sebagai bahan aktif dan pembentuk polimer ionik, fumed silica sebagai filler, titanium dioksida sebagai pigmen, dan basis resin (pentaerythritol, rosinate, P-Toluenesolfonamide) untuk menambah plastisitas semen. Semen berbahan dasar MTA ini memiliki partikel filler nano dan mengandung resin, sehingga pasta semen berbahan dasar MTA ini lebih halus dan memiliki kemampuan air yang baik dan mudah dimasukkan ke dalam saluran akar. 52 MTA Fillapex memiliki working time 35 menit dan setting time rata-rata 2 jam 10 menit. Reaksi setting membutuhkan molekul air dari medium eksternal. Sehingga, kelembapan yang ada dalam tubulus dentin akan membantu reaksinya. 52 Proses pengerasan MTA merupakan suatu reaksi hidrasi dari trikalsium silikat (3CaO.SiO 2 ) dan dikalsium silikat (2CaO.SiO 2 ). Proses hidrasi akan menyebabkan larutnya material anhidrasi yang diikuti dengan pembentukan kristal berbentuk kubus dan jarum sebagai massa terhidrasi yang saling mengunci satu sama lain membentuk jaring dasar MTA. Produk reaksi utama pada MTA

32 16 terhidrasi adalah kalsium silikat hidrat dan kalsium hidroksida. 34,40,41 Reaksi hidrasi MTA dapat digambarkan sebagai berikut t: 40 2 (3CaO.SiO 2 ) + 6 H 2 O 3 CaO.2SiO 2.3H 2 O + 3 Ca(OH) 2 2 (2CaO.SiO 2 ) + 4 H 2 O 3 CaO.2SiO 2.3H 2 O + Ca(OH) 2 Ca(OH) 2 yang terbentuk pada reaksi hidrasi MTA dalam pasta B akan bereaksi dengan salisilat (1,3 butylene glycol disalicylate) pada pasta A sehingga terjadi setting pada material. Reaksi ini diilustrasikan seperti gambar: 52 Gambar 2.1 Reaksi yang berperan dalam setting MTA Fillapex 52 MTA Fillapex memiliki kemampuan alir yang tinggi dengann ketebalan lapisan yang tipis sehingga mudah berpenetrasi ke saluran akar tambah han. 51,52 Bahan ini menunjukkan variasi kelarutan 0, 1%, ini lebih rendah dibandingkan batas maksimal yang diterima oleh ISO yaitu 3%. Oleh karena itu, bahan ini tidak larut seiring dengan waktu seperti semen lain yang dapat menyebabkan kebocoran mikro dan memungkinkan mikroba untuk masuk dan menginfeksi saluran akar kembali. 51,52 Universitass Indonesia

33 17 Ketika berkontak dengan air, CaO dikonversi menjadi Ca(OH) 2 dan larut menjadi Ca 2+ dan OH -. Difusi ion hidroksil dari saluran akar akan meningkatkan ph pada permukaan akar dekat jaringan periodonsium yang membantu penyembuhan dan memberikan aksi antimikroba dalam jangka waktu lama. Ion kalsium berperan dalam aktivasi calcium-dependent adenosine triphosphatase dan bereaksi dengan gas karbon untuk membentuk kristal kalsium karbonat, yang bertindak sebagai nukleus untuk kalsifikasi dan membantu mineralisasi. Kalsium juga dibutuhkan untuk migrasi dan diferensiasi sel. 51,52 MTA, yang terdapat pada komposisi MTA Fillapex, lebih stabil dibandingkan kalsium hidroksida. Semen ini mampu melepaskan ion kalsium pada jaringan secara konstan hingga 14 hari dan dapat mempertahankan ph tinggi yang memberikan efek antibakteri. Kuga dkk mengemukakan bahwa pada penelitiannya, semen ini memiliki ph rata-rata 9,39 dalam 24 jam. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan resin yang menurunkan sifat basa semen ini. 53 Sedangkan, menurut Morgental, ph MTA Fillapex pada 1, 6, 15 dan 60 menit setelah setting yaitu sekitar 10,5. 54 Semen ini bebas eugenol sehingga tidak mengganggu prosedur adhesif dalam saluran akar. Selain itu, semen ini juga tidak menyebabkan pewarnaan gigi Kerapatan Pengisian (Sealing ability) dan Kebocoran Mikro Semen Kebocoran cairan jaringan yang berasal dari apeks merupakan penyebab terbesar dari kegagalan perawatan saluran akar karena dapat menjadi suplai nutrisi bagi bakteri yang tersisa di saluran akar. Hal ini terutama disebabkan tidak adekuatnya kualitas kerapatan pengisian saluran akar sehingga mengakibatkan adanya kebocoran. Kebocoran dapat terjadi pada apeks maupun korona. Adanya kebocoran ini akan memfasilitasi masuk dan berkembangnya bakteri. Bahan pengisi yang menghasilkan tingkat kebocoran mikro yang rendah disebut memiliki kerapatan pengisian yang baik. 55

34 18 Kebocoran dipengaruhi oleh bahan pengisi saluran akar sendiri dan faktor lain seperti oleh anatomi saluran akar dan preparasi, akses kavitas, smear layer, kekeringan saluran akar, kekentalan semen dan teknik pengisian serta metode irigasi. Kebocoran terutama terjadi di antara bahan pengisi saluran akar dan dinding saluran akar, walaupun beberapa penelitian menunjukkan kebocoran antara semen dan material inti Metode Pengukuran Kebocoran Mikro Semen Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menguji kebocoran mikro semen antara lain penetrasi zat warna (dye penetration test); polymicrobial penetration test; dan fluid filtration test. Pada metode tersebut, gigi yang telah diekstraksi, kemudian dilakukan preparasi saluran akar dan pengisian saluran akar dan selanjutnya dilakukan uji sesuai metode yang digunakan. 56 Dye penetration test adalah tes yang sederhana dan relatif murah, namun tidak memberikan evaluasi kuantitatif karena tidak ada informasi tentang volume kebocoran dan ukuran celah atau ruang yang kosong. Pengukuran kebocoran ini dilakukan dengan merendam spesimen penelitian di dalam zat warna selama beberapa waktu, setelah itu, akar spesimen dapat dibelah atau dibuat menjadi transparan. Kedalaman penetrasi zat warna ke arah servikal pada daerah sepertiga apeks diobservasi, kemudian diukur. 57 Sedangkan pada microbial penetration test, kebocoran bakteri dapat diukur, yang nampaknya lebih relevan secara biologis dibandingkan kebocoran partikel tinta. Kekurangan metode ini yaitu membutuhkan perhatian khusus untuk mencegah kontaminasi dan metode ini tidak dapat digunakan pada semen yang memiliki sifat bakterisid. Kelebihan dari fluid filtration test adalah metode ini memberikan data kuantitatif dan memperlihatkan pola kebocoran untuk diikuti pada berjalannya waktu karena spesimen tidak hancur selama proses evaluasi. Kekurangannya adalah metode ini hanya dapat mendeteksi celah yang terjadi dari mahkota ke apeks sedangkan celah pada dead-end tract dan cul-de-sac tidak dapat terdeteksi. 57 Selain itu, standardisasi tekanan udara dan waktu pemberian tekanan

35 19 yang digunakan belum ditetapkan. Hal ini akan mempengaruhi hasil yang didapatkan, karena nilai filtrasi yang lebih rendah ditemukan memiliki hubungan dengan waktu pencatatan yang lebih singkat dan nilai akan lebih tinggi saat tekanan yang lebih tinggi digunakan Metode Pengukuran Kebocoran Mikro Semen Dengan Penetrasi Zat Warna dan Teknik Transparansi Grossman, pada tahun 1939 pertama kali melaporkan metode penggunaan berbagai tipe tinta (eosin, metilen biru, tinta india) dan digunakan secara luas karena mudah untuk dilakukan. Metode ini merupakan metode pasif yang bergantung pada pergerakan cairan kapiler untuk menilai kebocoran apeks, sebagaimana tinta berpenetrasi melalui bagian apeks sepanjang celah di antara bahan pengisi dan dinding saluran akar. Selanjutnya gigi dipotong secara longitudinal, transversal atau dibuat transparan (teknik transparansi) sehingga penetrasi linear tinta dapat dinilai. 59 Teknik potongan longitudinal memungkinkan pemeriksaan bahan pengisi yang terekspos serta adanya penetrasi pewarna ke dalam bahan dan pada permukaan di antara dinding dentin pada satu sisi. Kelemahan teknik ini adalah arah pemotongan yang sifatnya acak sehingga terdapat kemungkinan adanya daerah kebocoran yang tidak terdeteksi yang menghasilkan pencatatan data yang sifatnya unreliable. 59 Teknik potongan transversal menghasilkan kehilangan bagian jaringan dentin dan pewarna serta hanya memungkinkan untuk menilai ada atau tidaknya penetrasi pewarna pada masing-masing potongan. 59 Pada teknik transparansi yangdiperkenalkan oleh Okumura pada tahun 1927, gigi dibuat transparan setelah proses demineralisasi, dehidrasi dan perendaman dalam metil salisilat. Teknik ini memberikan gambaran anatomi internal saluran akar secara tiga dimensi tanpa kehilangan substansi gigi sehingga mempermudah penilaian area kebocoran. Teknik ini juga memudahkan penilaian saluran akar lateral dan aksesoris serta secara jelas merefleksikan hubungan antara bahan pengisi dan foramen apeks. Teknik ini lebih baik dibandingkan dengan teknik potongan transversal untuk mendeteksi kebocoran apeks, karena pada

36 20 teknik ini dapat dilakukan visualisasi kebocoran apeks pada ukuran milimeter sedangkan pada teknik potongan transversal hanya menilai ada tidaknya kebocoran yang terjadi. 59 Pada metode penetrasi warna dengan teknik transparansi, langkahlangkah yang dilakukan adalah pelapisan permukaan akar kecuali pada 1 mm apeks spesimen gigi yang telah diisi menggunakan cat kuku sebanyak dua lapis. Kemudian sampel direndam dalam tinta selama 7 hari. 60 Setelah sampel dikeluarkan dari larutan tinta, sampel dicuci di bawah air mengalir dan cat kuku dibersihkan dengan menggunakan skalpel. Selanjutnya dilakukan proses dekalsifikasi dan sampel dibuat menjadi transparan menurut metode Robertson. 61 Gigi direndam dalam larutan asam nitrat 5% selama 72 jam, didehidrasi dengan etanol 70%, 80%, 95% kemudian 100%, masing-masing selama 24 jam. Proses pembuatan sampel menjadi transparan diakhiri dengan perendaman sampel di dalam larutan metil salisilat pada suhu 37 0 C sehingga tampak transparan. 60 Menurut Tagger pada tahun 1983, tahap akhir proses demineralisasi yang dilakukan adalah dapat dengan mudahnya memasukkan jarum tipis pada area mahkota. 59 Ukuran molekul partikel, ph dan reaksi kimia tinta yang digunakan pada teknik ini diperkirakan mempengaruhi derajat penetrasi. Metilen biru digunakan karena murah, mudah dimanipulasi, memiliki derajat pewarnaan yang tinggi dan berat molekul yang kecil, bahkan lebih kecil dibandingkan dengan toksin bakteri. Namun metilen biru larut selama proses demineralisasi dan teknik transparansi. Selain itu, tinta ini juga sulit untuk diobservasi pada titik penetrasi maksimumnya. Partikel tinta India dengan diameter kurang dari 3 µm juga digunakan secara luas. Bagaimanapun, dilaporkan bahwa berat dan ukuran molekul tinta India lebih kecil dibandingkan molekul bakteri saluran akar Kebocoran Mikro Semen Resin Epoksi dan Semen MTA Zafar dkk (2012) mengevaluasi sealing ability koronal maupun apeks pada ketiga kelompok. Kelompok 1 dilakukan pengisian dengan gutaperca dan semen resin AH26 dengan teknik kondesasi lateral. Kelompok 2 dilakukan pengisian dengan ProRoot MTA dan guta perca. Kelompok 3 dilakukan pengisian dengan

37 21 NEC (new endodontic cement dengan komposisi utama MTA) dan gutaperca. Pada studi ini, sealing ability dievaluasi menggunakan metode dye penetration (metilen blue). Terlihat dye penetration terendah didapatkan pada grup 3 (gutaperca+nec) diikuti grup 2 dan paling buruk terlihat pada grup 1. Studi membuktikan sealing ability pada koronal berbeda signifikan, sedangkan pada apeks tidak. Pada pengisian dengan teknik kon tunggal (grup 2 dan 3) akan mengeliminasi penggunaan guta perca aksesoris sehingga meningkatkan seal karena volume MTA/NEC. Hal ini dikaitkan dengan peningkatan volume makaakan meningkatkan ekspansi MTA/NEC selama pengerasan. 62 Zhang dkk. (2009) membandingkan kemampuan penutupan semen kalsium silikat (irootsp) dengan semen resin (AH Plus), dengan menggunakan 3 teknik pengisian yang berbeda. Pada kelompok A spesimen dilakukan pengisiandengan teknik continuous wave dan semen kalsium silikat. Kelompok B diisi dengan teknik kon tunggal dan semen kalsium silikat. Kelompok C diisi dengan teknik continuous wave dan semen resin. Kemudian kebocoran diukur dengan metode fluid filtration. Terlihat kebocoran sedikit lebih tinggi pada kelompok B, tetapi tidak bermakna untuk semua kelompok. Ketiga kelompok memperlihatkan kemampuan penutupan yang hampir sama, tetapi adaptasi semen kalsium silikat dengan gutaperca lebih baik dibandingkan adaptasi semen resin dengan gutaperca. 47 Pada penelitian di atas, penggunaan semen relatif lebih tebal pada teknik pengisian kon tunggal, sehingga memperbesar kemungkinan terbentuknya celah dan mengurangi kualitas semen. Tetapi karena sifat semen kalsium silikat yang tidak mengkerut, maka hal ini tidak menjadi masalah Kerangka Teori Pengisian saluran akar yang telah dipreparasi bertujuan untuk memberikan kerapatan yang baik pada bagian korona dan apeks saluran akar serta menutup seluruh iritan di dalam saluran akar yang tidak dapat dihilangkan secara sempurna selama prosedur pembersihan dan pembentukan saluran akar.

38 22 Pengisian yang tidak hermetis akan menyebabkan terjadinya ruang kosong didalam saluran akar dan menyebabkan reaksi inflamasi yang akan menimbulkan kegagalan perawatan. Bahan pengisi utama yang sering digunakan adalah gutaperca, dan bahan ini telah diterima sebagai golden standard bahan pengisi utama saluran akar. Gutaperca tidak dapat melekat pada dinding saluran akar, oleh karena itu diperlukan semen saluran akar agar dapat menciptakan perlekatan antara gutaperca dan gutaperca dengan dinding saluran akar. Secara umum diketahui bahwa penyebab utama kegagalan perawatan saluran akar adalah buruknya kualitas kerapatan pengisian saluran akar terutama adanya kebocoran. Kebocoran cairan jaringan yang berasal dari apeks merupakan penyebab terbesar dari kegagalan perawatan saluran akar karena dapat menyuplai nutrisi bagi bakteri yang tersisa di saluran akar. Sehingga bahan pengisi diharapkan memiliki tingkat kebocoran mikro yang rendah untuk menghasilkan kerapatan pengisian yang baik untuk menunjang keberhasilan perawatan saluran akar. Dari semua golongan semen yang ada, semen resin epoksi dilaporkan memiliki kebocoran mikro yang rendah. Namun, sifat dasar resin yang mengalami pengerutan saat proses polimerisasi dan perlekatannya dengan dentin kurang baik apabila tidak dilakukan irigasi saluran akar menggunakan EDTA setelah preparasi saluran akar menimbulkan pertanyaan apakah benar semen resin epoksi memiliki kebocoran mikroapeks yang rendah. Sedangkan semen MTA dilaporkan dari memiliki kebocoran mikro yang lebih rendah dibandingkan dengan semen golongan resin epoksi. Hal ini sesuai dengan Hal ini diperkirakan karena semen ini memperlihatkan ekspansi saat polimerisasi. Namun ada penelitian lain yang menunjukkan bahwa kebocoran mikro semen ini tidak berbeda bermakna dengan semen resin. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan diteliti lebih lanjut perbandingan kebocoran mikro pada pengisian saluran akar dengan menggunakan semen berbahan dasar resin epoksi dan MTA. Pengukurannya dilakukan menggunakan metode penetrasi zat warna dan teknik transparansi yang dapat memberikan visualisasi kebocoran di daerah apeks pada ukuran milimeter dan dalam arah 3 dimensi.

39 23 Skema kerangka teori dapat dilihat pada Gambar 2.2 Perawatan Saluran Akar Akses Preparasi Saluran Akar Pengisian Saluran Akar Teknik Pengisian Saluran Akar Bahan Pengisi Saluran Akar Material Inti Semen Saluran Akar Kon perak Gutaperca Resilon Gutaperca berlapis Oksida Semen Eugenol Silikon Ca(OH)2 GIC Resin Epoksi MTA (Kalsium Silikat) Kebocoran Mikro Metode Pemeriksaan Kebocoran MIkro Dye Penetration Fluid Filtration Polymicrobial Penetration Teknik Pemotongan Longitudinal Teknik Pemotongan Transversal Transparansi Gambar 2.2 Kerangka Teori

40 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Konsep Kebocoran mikro semen resin epoksi dan MTA dapat ditentukan dengan cara mengobservasi kebocoran pengisian saluran akar di daerah sepertiga apeksnya, yaitu dengan mengukur penetrasi zat warna pada sampel yang dibuat transparan dan diamati menggunakan mikroskop stereo. Pengisian saluran akar dengan semen resin epoksi Kebocoran Mikro Pengisian saluran akar dengan semen MTA Gambar 3.1. Kerangka Konsep 3.2. Hipotesis Kebocoran mikro pada sepertiga apeks pengisian saluran akar menggunakan semen saluran akar MTA sama dengan semen saluran akar resin epoksi. 24

41 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Eksperimental Laboratorik 4.2. Tempat Penelitian Klinik Konservasi FKG UI Laboratorium IMKG FKG UI Laboratorium Biokimia FK UI Laboratorium Teknologi Biomedis, Gedung IASTH 4.3. Waktu Penelitian September - Oktober Variabel Penelitian Variabel bebas Semen resin epoksi dan semen MTA Variabel terikat Kebocoran mikro 4.5. Sampel Penelitian Besar sampel ditentukan berdasarkan rumur Federer: t t = jumlah kelompok dalam perlakuan (t 1)(n 1) 15 n n = jumlah sampel (2-1)(n-1) 15 n-1 15 n 16 n = 16 25

42 26 Sampel penelitian = 32 buah gigi premolar bawah akar tunggal manusia yang telah dicabut Definisi Operasional Tabel 4.1. Definisi Operasional Variabel Deskripsi Metode Hasil Ukur Skala Operasional Pengukuran Semen resin epoksi Semen resin epoksi terdiridari campuran - - pasta epoksi dan pasta amine. Semen MTA Semen yang terdiri dari pasta A yang mengandung resin salisilat (methyl salicylate, butylene glycol, colophony, bismuth trioksida, fumed silica dan pasta B yang mengandung MTA, - - fumed silica, titanium dioksida, dan basis resin (pentaerythritol, rosinate, P- Toluenesolfonamide). Kebocoran mikro Masuknya zat warna Dihitung Ditentukan Ordinal diantara gutaperca kedalaman dengan skor dan penetrasi tinta Pathomvanich 63 dinding saluran akar dilihat dengan melalui foramen mikroskop stereo Skor 1: apeks ke kemudian diukur penetrasi zat arah servikal menggunakan warna 0-0,5 mm

43 27 milimeter grid dari apeks Skor 2: penetrasi zat warna 0,51-1,0 mm dari apeks Skor 3: penetrasi zat warna >1 mm dari apeks 4.7. Bahan Penelitian Gigi premolar bawah manusia dengan saluran akar tunggal 32 buah Kon gutaperca 9% (Protaper) Paper point 2% Semen resin epoksi (AH Plus, Dentsply) Semen MTA (MTA Fillapex, Angelus, Brazil) Cat kuku (warna pink) Tinta India (Talons) NaOCl 2,5% EDTA gel (RC Prep) EDTA cair 17% NaCl 0,9% Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (Fuji 2 LC, GC) Asam nitrat 5% Alkohol 70%, 80%, 95%, 100% Metil salisilat 100% Radiograf Digital

44 Alat Penelitian Loupe dengan pembesaran 2,5 kali Set file NiTi rotary non-iso (ProTaper) File K stainless steel No. 10, 15, 20 (Maillefer, Dentsply) Jarum lentulo Blok endo (Dentsply) Sempritdan jarum irigasi endodontik Kaca pengaduk Pinset Skalpel Wadah perendam sampel Inkubator 37 0 Mikroskop stereo (Discovery V12, Carl Zeiss, AxioCam, Jerman) pembesaran 20 kali 4.9. Cara Kerja Pengendalian Variabel Bebas Kriteria inklusi: Gigi premolar bawah dengan satu saluran akar (ditegakkan dengan radiograf) Akar gigi telah tumbuh sempurna Gigi bebas karies Belum pernah dirawat saluran akar Evaluasi pengisian saluran akar dengan radiograf dengan melihat kepadatan pengisian saluran akar antara dinding dan bahan pengisi, panjang kerja berakhiran pada ±1 mm dari apeks Evaluasi pengisian saluran akar setelah spesimen didekalsifikasi dan transparansi dengan melihat kepadatan pengisian saluran akar antara dinding dan bahan pengisi, panjang kerja berakhiran pada ±1 mm dari apeks

45 Persiapan Sampel Semua sampel direndam dalam larutan NaCl 0.9% sampai akan dilakukan preparasi dan pengisian saluran akar. Sampel diacak dan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu SRE dan SMTA. Kedua kelompok tersebut dilakukan preparasi dengan teknik crown down menggunakan instrumen rotary Protaper. Kelompok SRE diisi dengan semen resin epoksi dan kelompok SMTA diisi dengan semen MTA. Panjang kerja ditentukan 1 mm lebih pendek dari foramen apeks. Setiap pergantian alat diirigasi dengan NaOCl 2,5% sebanyak 2 ml setiap pergantian alat. Setelah preparasi selesai, semua saluran akar diirigasi dengan larutan EDTA 17% dan didiamkan selama 1 menit, kemudian dibilas dengan NaOCl 2,5% Pengisian Saluran Akar Menggunakan Semen Resin Epoksi (SRE) Saluran akar yang telah dipreparasi dan diirigasi, dikeringkan dengan paper point dan diaplikasikan semen AH Plus dengan lentulo yang digerakkan menggunakan mikromotor. Kemudian, saluran akar diisi menggunakan kon gutaperca utama yang dilapisi semen AH Plus. Kemudian, dimasukkan spreader 2 mm dari ujung apeks dan diikuti gutaperca aksesoris hingga saluran akar tidak dapat dimasukkan gutaperca lagi Pengisian Saluran Akar Menggunakan Semen MTA (SMTA) Saluran akar yang telah dipreparasi dan diirigasi, dikeringkan dengan paper point dan diaplikasikan semen MTA Fillapex dengan lentulo yang digerakkan menggunakan mikromotor. Kemudian, saluran akar diisi menggunakan kon gutaperca utama yang dilapisi semen MTA Fillapex. Kemudian, dimasukkan spreader 2 mm dari ujung apeks dan diikuti gutaperca aksesoris hingga saluran akar tidak dapat dimasukkan gutaperca lagi.

46 Perlakuan Sampel Sebelum Pengamatan Setelah pengisian selesai, kepadatan hasil pengisian semua sampel dievaluasi dengan foto radiograf sesuai dengan kriteria inklusi. Bagian korona diberi basis SIKMR. Semua sampel diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0 C dengan kelembaban 100% untuk menunggu semen mengeras. Sampel kemudian dikeringkan dengan semprotan udara, kemudian permukaan luar akar gigi dilapisi cat kuku sebanyak dua lapis kecuali pada 1 mm dari ujung apeks. Lapisan pertama dibiarkan mengering pada suhu 37 0 C selama 1 jam, kemudian dilanjutkan dengan pengaplikasian lapisan kedua dengan langkah seperti pengaplikasian pertama. Setelah 1 hari, semua sampel direndam di dalam tinta india selama 7 X 24 jam dengan suhu 37 0 C. Setelah sampel dikeluarkan dari larutan tinta, sampel dicuci di bawah air mengalir dan cat kuku dibersihkan dengan scalpel. Selanjutnya dilakukan proses dekalsifikasi dan sampel dibuat menjadi transparan sesuai dengan metode Robertson. 61 Tahap pertama, yaitu dekalsifikasi sampel dengan merendam sampel pada asam nitrat 5%. Larutan asam diganti setiap hari, digoncangkan tiga kali sehari, dan pada hari ketiga dicek dengan menusukkan jarum di bagian korona. Apabila jarum sudah bisa masuk maka sampel sudah cukup lunak dan siap untuk tahap selanjutnya. Kemudian sampel dibilas dengan air mengalir. Tahap selanjutnya adalah dehidrasi, yaitu dengan perendaman sampel dalam etanol 70%, 80%, 95% dan 100%, masing-masing selama 24 jam. Tahap akhir, yaitu transparansi, dengan merendam sampel dalam metil salisilat 100% selama 2 jam pada suhu 37 0 C sehingga tampak transparan. Setelah itu, dilakukan evaluasi terhadap pengisian saluran akar setelah semua spesimen terlihat transparan, selanjutnya, sampel siap untuk diteliti Pengamatan dan Pengukuran Prosedur pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop stereo (Discovery V12, Carl Zeiss, AxioCam, Jerman) dengan pembesaran 20X. Data yang diambil adalah adanya perembesan zat warna sepanjang saluran akar, dan

47 31 sepanjang mana penetrasi zat warna pada tiap sampel diukur dengan milimeter grid Analisis Data Data penetrasi zat warna ke dalam saluran akar dianalisis menggunakan uji statistik parametrik dengan bantuan piranti lunak SPSS 17. Analisa statistik dilakukan dengan uji parametrik Chi-Square untuk menguji perbedaan kemaknaan pada semua kelompok dengan batas kemaknaan (α) = 0,05.

48 Alur Penelitian 32 gigi manusia premolar bawah saluran akar tunggal direndam dalam larutan NaCl 0.9% sampai akan dilakukan preparasi dan pengisian saluran akar. Kelompok SRE 16 sampel Kelompok SMTA 16 sampel Preparasi saluran akar dengan mesin rotary NiTi Preparasi saluran akar dengan mesin rotary NiTi Pengisian dengan kon gutaperca utama dengan teknik kondensasi lateral. Semen menggunakan semen resin epoksi Pengisian dengan kon gutaperca utama dengan teknik kondensasi lateral. Semen menggunakan semen MTA Disimpan dalam inkubator selama 24 jam dan dilapisi dengan cat kuku sebanyak 2 lapis, kecuali 1 mm dari apeks Direndam dalam tinta india selama 7 X 24 jam Dekalsifikasi, dehidrasi dan pembuatan sampel menjadi transparan Evaluasi kebocoran Analisis data

49 BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian ini menganalisis kebocoran mikro sepertiga apeks antara pengisian dengan semen resin epoksi (SRE) dan semen MTA (SMTA) dengan melakukan transparansi gigi. Analisis dengan menggunakan mikroskop stereo pembesaran 20 kali. Pada analisis statistik karena data tidak memenuhi syarat uji Chi Square (sel yang nilai expected kurang dari lima yaitu sebesar 66.7%), maka dengan uji Kolmogorov Smirnov. Tabel 5.1. Distribusi Skor Kebocoran Sepertiga Apeks Kelompok SRE (Semen Resin Epoksi) dan SMTA (Semen Mineral Trioxide Aggregate) Tingkat Kebocoran Kelompok Uji Total P N % N % N % 0,415 SRE 12 37,5 1 3,1 3 9,4 16 SMTA 7 21,9 4 12,5 5 15,6 16 Total 19 59,4 5 15, Keterangan: n = Jumlah sampel 1 = Kebocoran sepertiga apeks 0-0,5 mm 2 = Kebocoran sepertiga apeks 0,51-1 mm 3 = Kebocoran sepertiga apeks > 1 mm Pada Tabel 5.1. terlihat bahwa pada kelompok SRE menunjukkan skor 1 sebanyak 37.5% sedangkan kelompok SMTA 21.9%. Pada skor 3, kelompok SMTA mempunyai presentasi lebih tinggi (15.6%) dibandingkan kelompok SRE (9.4%). Apabila kedua kelompok dibandingkan secara statistik maka nilai p yang didapat 0,415. Kesimpulannya kelompok SRE memiliki tingkat kebocoran sepertiga apeks lebih rendah dari kelompok SMTA atau memiliki kemampuan penutupan lebih baik dari SMTA akan tetapi perbedaannya tidak bermakna. 33

50 34 x x x (a) (b) (c) Gambar 5.1 Kebocoran Pengisian. a. Skor 1. b. Skor 2. c. Skor 3. (x = batas penetrasi tinta)

51 BAB 6 PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan pada area sepertiga apeks yang merupakan area paling sulit dibersihkan, dipreparasi dan diisi karena mempunyai anatomi yang sangat kompleks yaitu terdapat banyaknya saluran akar lateral. 64 Kualitas kerapatan pengisian saluran akar diperlukan untuk mencegah kebocoran, karena akan menyebabkan kegagalan perawatan. 55 Semen yang dibandingkan pada penelitian ini yaitu semen berbahan dasar resin epoksi dan MTA, karena menurut Tunga dkk. (2006), dari lima jenis semen yang telah dikembangkan dan dipakai secara luas, semen resin memiliki kemampuan penutupan yang paling baik. 4 Namun, menurut Stratton dkk (2006) dan Kim dkk (2009), semen resin epoksi tidak dapat berikatan baik dengan dinding saluran akar apabila tidak dilakukan irigasi akhir dengan menggunakan EDTA. 5,28 Selain itu, Tunga dkk. (2006), Stratton dkk. (2006), dan Kim dkk. (2009) juga menyatakan bahwa semen resin memiliki sifat fisik baik, akan tetapi memiliki ikatan kurang baik dengan dentin. 4,5,11 Sifat resin yang selalu mengalami pengkerutan dapat menyebabkan terbentuknya celah mikro pada pengisian saluran akar. 11,33,34 Semen MTA baru diperkenalkan dan dilaporkan oleh Zhang dkk. (2009) dalam penelitiannya yang membandingkan kemampuan penutupan semen kalsium silikat (irootsp) dengan semen resin (AH Plus), menyimpulkan bahwa semen kalsium silikat memperlihatkan kemampuan penutupan yang hampir sama dengan semen resin, tetapi adaptasi semen kalsium silikat dengan gutaperca lebih baik dibandingkan adaptasi semen resin dengan gutaperca. 47 Hal ini diperkirakan karena semen ini mengalami ekspansi pada saat polimerisasi. Pada penelitian ini, semen kalsium silikat diasumsikan sama dengan semen MTA karena kandungan utama semen MTA adalah kalsium silikat. Sehingga pada penelitian ini dilakukan uji untuk menganalisis dan membandingkan kebocoran mikro yang terjadi pada pengisian saluran akar dengan menggunakan semen resin epoksi. Sampel gigi yang digunakan pada penelitian ini adalah gigi premolar pertama rahang bawah yang telah dicabut untuk mempermudah pengujian karena memiliki akar tunggal dan lurus, sehingga memungkinkan keseragaman sampel. 35

52 36 Sebelum diberi perlakuan, gigi disimpan dalam larutan salin untuk mempertahankan kelembaban gigi dan mengkondisikan keadaan biologis seperti dalam mulut. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 32 gigi dengan jumlah sampel per kelompok sebanyak 16 gigi sesuai dengan rumus Federer. Penghitungan sampel pada penelitian ini berhubungan dengan biomedis, dan umumnya sampel yang digunakan untuk penelitian yang bersifat biomedis ini berupa hewan atau bagian tubuh manusia, sehingga tidak perlu dalam jumlah banyak. 65 Karena data merupakan variabel kategorik dan tidak berpasangan maka menggunakan uji nonparametrik Chi-Square. Namun karena tidak memenuhi syarat uji Chi-Square, yaitu memiliki nilai expected lebih dari 5 maksimal 20% (pada penelitian ini 4, yaitu sebesar 66,7%), maka alternatif uji Chi-Square untuk tabel 2x3 adalah uji Kolmogorov-Smirnov. Batas preparasi saluran akar ditentukan 1 mm dari apeks karena apabila sebatas foramen apeks akan mendorong debri ke apeks lebih banyak. 66 Preparasi saluran akar menggunakan teknik crown down karena terbukti mengekstrusi debri lebih sedikit dan dapat meningkatkan kontrol instrumentasi selama preparasi di daerah 1/3 apeks saluran akar. 67 Preparasi saluran akar pada penelitian ini dilakukan dengan instrumen mesin Protaper untuk menyeragamkan hasil preparasi saluran akar. Irigan yang digunakan yaitu kombinasi NaOCl 5,25% dan EDTA 17%. NaOCl 5,25% dapat melarutkan jaringan pulpa dan jaringan dentin, serta bersifat antimikroba sehingga dapat melawan bakteri patogen, yaitu bakteri gram negatif, jamur, spora dan virus. 68 EDTA 17% (ethylendiamin tetraacetate) digunakan untuk melarutkan jaringan anorganik dan smear layer. 69 Pada tabel 5.1 terlihat bahwa ternyata kebocoran sepertiga apeks tetap terjadi pada seluruh hasil penelitian, baik yang diisi dengan semen resin epoksi maupun semen MTA. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Hammad dkk. (2009), yang menyatakan bahwa tidak ada pengisian saluran akar yang benar-benar sempurna dan tidak mengandung celah. Pengisian dengan rasio bahan pengisi

53 37 padat/gutaperca yang lebih besar menunjukkan pembentukan celah lebih minimal dibandingkan dengan rasio siler yang lebih tebal. 70 Terjadinya kebocoran pada pengisian saluran akar dapat disebabkan karena irigan yang dipakai saat preparasi saluran akar yaitu NaOCl akan membebaskan sejumlah amonia dan karbondioksida, yang terjebak pada daerah apeks dan membentuk kolom gas yang disebut vapor lock. Hal ini menyebabkan larutan irigasi tidak efektif membersihkan smear layer pada dinding saluran akar di daerah apeks. Pada akhirnya, retensi siler dan dinding saluran akar menjadi kurang baik serta menghasilkan kebocoran di daerah tersebut. 71 Selain itu, daerah sepertiga apeks merupakan area paling sulit dibersihkan, dipreparasi dan diisi karena mempunyai anatomi yang sangat kompleks. 64 Meskipun terdapat banyak penelitian mengenai bentuk anatomi di sepertiga apeks, menurut Wu MK, dkk 2000 (dalam Ruttermann S, 2007) menyatakan bahwa 63% saluran akar tunggal gigi premolar memiliki bentuk saluran oval pada daerah sepertiga tengah dan apeks saluran akarnya. 72 Hal ini akan menyebabkan daerah sepertiga apeks tidak terpreparasi seluruhnya dan menghasilkan adanya kebocoran mikro dan mempengaruhi kualitas kerapatan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat kebocoran mikro dengan menggunakan teknik pengisian kondensasi vertikal/termoplastis dengan rasio gutaperca lebih banyak daripada semen saluran akar yang telah terbukti sebagai teknik pengisian yang paling baik. Selain itu, kebocoran sepertiga apeks kemungkinan disebabkan karena pada penelitian ini, dilakukan preparasi saluran akar menggunakan teknik crown down dengan instrumen mesin Protaper, maka idealnya menggunakan gutaperca utama saja (single cone) sesuai dengan taperingnya. Tetapi pada penelitian ini, pengisian dilakukan menggunakan teknik yang dikombinasi dengan kondensasi lateral, sehingga memungkinkan terjadinya celah saat menguakkan celah untuk gutaperca aksesoris. Teknik pengisian yang dipakai pada penelitian ini adalah teknik kondensasi lateral yang telah diterima secara luas sebagai teknik pengisian saluran akar yang umum digunakan dalam aplikasi klinis. Selain itu, teknik ini banyak digunakan sebagai standar dalam berbagai penelitian mengenai kebocoran

54 38 pengisian saluran akar dan perbandingan dengan teknik lainnya. 64 Murat dkk. (2012) menyatakan bahwa pengisian dengan teknik kondensasi lateral menunjukkan kebocoran korona yang lebih rendah dibandingkan dengan teknik kon tunggal, sedangkan kebocoran apeks kedua teknik ini tidak berbeda bermakna. 73 Penempatan siler dalam saluran akar dilakukan dengan menggunakan metode spiral lentulo dan mikromotor karena pengulasan siler akan lebih merata ke seluruh dinding saluran akar. Menurut Kahn dkk. (1997), metode penempatan siler di dalam saluran akar merupakan komponen yang kritis dalam prosedur pengisian. Hasil penelitian yang membandingkan enam metode penempatan siler, yaitu dengan menggunakan spiral lentulo, Max-i Probe Delivery System, file sonik, file ultrasonik, K-file dan paper point, menunjukkan bahwa pengulasan siler paling efektif dan merata didapatkan dari penggunaan metode spiral lentulo dan Max-i Probe Delivery System. 74 Metode untuk menganalisis kebocoran mikro dengan metode fluid filtration, polymicrobial penetration, dan penetrasi zat warna dengan teknik pemotongan longitudinal telah banyak dilakukan. Akan tetapi metode ini mempunyai kelemahan karena bahan dan metodenya belum terstandardisasi secara baku. 58,59 Maka metode yang digunakan pada penelitian ini, yaitu metode penetrasi zat warna dengan teknik transparansi (metode Robertson 61 ). Teknik ini memberikan gambaran anatomi internal saluran akar secara tiga dimensi tanpa kehilangan substansi gigi sehingga mempermudah penilaian area kebocoran. Teknik ini juga memudahkan penilaian saluran akar lateral dan aksesoris serta secara jelas merefleksikan hubungan antara bahan pengisi dan foramen apeks. Teknik ini lebih baik dibandingkan dengan teknik potongan transversal untuk mendeteksi kebocoran apeks, karena pada teknik ini dapat dilakukan visualisasi kebocoran apeks pada ukuran milimeter sedangkan pada teknik potongan transversal hanya menilai ada tidaknya kebocoran yang terjadi. 59 Metode ini tidak mempengaruhi kebocoran sepertiga apeks, karena metode transparansi dilakukan setelah dilakukan perendaman dalam tinta India.

55 39 Zat warna yang digunakan dalam penelitian ini adalah tinta India. Partikel tinta India memiliki diameter molekul kurang lebih 3 μm, telah digunakan secara luas untuk menilai kebocoran pada pengisian saluran akar dan dilaporkan bahwa berat dan ukuran molekul tinta India mirip dengan molekul bakteri yang umum ditemukan di dalam saluran akar. Oleh karena itu, zat warna tinta India dapat digunakan sebagai pengukur kebocoran di daerah sepertiga apeks pada saluran akar. 59 Hasil penelitian ini, pada Tabel 5.1 terlihat bahwa kelompok SRE mempunyai tingkat kebocorannya lebih rendah dibandingkan kelompok SMTA. Akan tetapi berdasarkan hasil uji Kolmogorov Smirnov, nilai kemaknaan (p) antara kelompok SRE dan SMTA adalah (p > 0,05). Artinya proporsi kebocoran sepertiga apeks pengisian kelompok SRE tidak berbeda bermakna dengan kelompok SMTA. Dengan demikian hipotesis penelitian ini diterima, yaitu kebocoran mikro pada sepertiga apeks pengisian saluran akar menggunakan semen MTA sama dengan semen resin epoksi. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhang dkk. (2009) yang membandingkan kemampuan penutupan semen MTA (irootsp) dengan semen resin (AH Plus), yang memperlihatkan kemampuan penutupan yang hampir sama. 47 Telah dilaporkan pada penelitian sebelumnya bahwa semen resin epoksi (AH Plus) memiliki tingkat kelarutan paling rendah dibandingkan semen saluran akar lainnya, 75 karena merupakan semen berbahan dasar resin epoksi yang sering digunakan karena memiliki sifat baik seperti stabilitas dimensional jangka panjang, kelarutan rendah, penutupan apeks baik, mikroretensi dengan dentin pada saluran akar, serta toksisitas rendah. 76,77 Pada semen resin epoksi, komponen diepoksida dan pasta poliamine dicampur bersamaan saat manipulasi. Masingmasing grup amin akan bereaksi dengan grup epoksida akan membentuk ikatan kovalen menghasilkan polimer yang berikatan kuat serta rigid. 78,79 Mungkin ini dapat menjelaskan mengapa kelarutan semen resin epoksi rendah, meskipun tetap menunjukkan adanya kebocoran mikro yang mungkin dikaitkan dengan kandungan minyak silikon pada semen ini yang dapat mencegah pembasahan yang sempurna pada dinding saluran akar sehingga ikatan semen dengan dentin menjadi kurang baik. 80 Kemungkinan adanya kebocoran mikro pengisian dengan

56 40 semen resin epoksi adalah sifat dasar resin yang mengalami pengerutan saat proses polimerisasi sehingga menyebabkan terbentuknya celah pada pengisian saluran akar dan akhirnya menghasilkan kebocoran pengisian saluran akar. 11,33,34 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hammad dkk. pada tahun 2008, semen resin memiliki nilai shrinkage tertinggi saat polimerisasi, yaitu sebesar 1,46-1,76%. 72 Selain itu, kebocoran pengisian saluran akar dengan semen resin epoksi juga dapat disebabkan kerena tidak seragamnya distribusi semen dan penetrasi semen ke tubuli dentin. Menurut Gibby (2010), distribusi semen dan penetrasi ke tubuli dentin pada daerah sepertiga apeks akan berkurang pada kondisi dinding saluran akar yang lembab. 81 Pada penelitian ini, sebelum dilakukan pengisian saluran akar telah dilakukan pengeringan saluran akar menggunakan paper point, namun tidak menjamin bahwa kondisi saluran akar pada daerah sepertiga apeks benar-benar kering. Kemungkinan kebocoran pengisian pada semen MTA yaitu karena saat berkontak dengan cairan jaringan, MTA akan larut dan melepaskan kation utamanya (Ca +2, Mg +2 ). Ion kalsium yang dilepaskan dari MTA akan berdifusi melalui tubulus dentin dan bereaksi dengan ion fosfat dalam cairan jaringan dan menghasilkan kalsium fosfat. Kalsium fosfat ini bergabung dengan ion lain dan matang menjadi carbonated apatite yang akan memberikan ikatan kimia antara MTA dan dentin. Lapisan adhesi ini menyerupai hidroksiapatit baik dari komposisi dan strukturnya ketika dilihat dalam analisis SEM. Lapisan interfacial ini menunjukkan adaptasi tepi MTA yang superior. 52 Di sisi lain, pada penelitian sebelumnya menunjukkan pada hasil analisis SEM ditemukan adanya porositas dan crack pada matriks resin setelah dilakukan tes kelarutan. Hal ini mungkin disebabkan adanya kandungan bismuth trioksida yang dikaitkan dengan reduksi stabilitas molekuler pada semen berbahan dasar MTA. 80

57 BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Pengisian saluran akar gutaperca dengan semen saluran akar resin epoksi maupun dengan semen MTA menghasilkan kebocoran mikro. Kebocoran mikro pengisian dengan semen resin epoksi sama dengan semen MTA pada sepertiga apeks Saran Perlu penelitian lebih lanjut dengan menggunakan teknik pengisian kondensasi vertikal/termoplastis dengan rasio gutaperca lebih banyak daripada semen saluran akar. Perlu penelitian lebih lanjut dengan menggunakan sampel yang lebih banyak. 41

58 DAFTAR PUSTAKA 1. Zielinski TM, Baumgartner JC. An Evaluation of GuttaFlow and Gutta Percha in the Filling of Lateral Grooves and Depressions. Journal of Endodontics. 2008; 34: Akbar, Soerono SM. Endodontologi Kumpulan Naskah. Jakarta: Hafidz. 2003: 40, Valera MC, Camargo CH, Carvalho AS, Gama ERP. In Vitro Evaluation ofapical Microleakage Using Different Root-End Filling Materials. J Appl Oral SCi. 2006; 14: Tunga U, Bodrumlu E. Assessment of the Sealing Ability of a New Root Canal Obturation Material. J Endod. 2006; 32: Stratton RK, Apicella MJ, Mines P. A Fluid Filtration Comparison of Gutta Percha Versus Resilon, a New Soft Resin Endodontic Obturation System. J Endod. 2006; 32: De-Deus G, Brandao MC, Fidel RA, Fidel SR. The Sealing Ability of Guttaflow in Oval-shaped Canals: an ex vivo Study Using a polymicrobial Leakage Model. International Endodontic Journal. 2007; 40: Schmalz G, Root Canal Filling Materials. In: Bergenholtz G, Bindslev PH, Reit C (editor), Textbook of Endodontology. Victoria: Blackwell Publishing Company. 2003: Saunders WP, Apical and Coronal Leakage. In: Bergenholtz G, Bindslev PH, Reit C (editor), Textbook of Endodontology. Victoria: Blackwell Publishing Company. 2003: Kim YK, Grandini S, Ames JM, Gu L, Kim SK, Pashley DH, Gutmann JL, Tay FR. Critical Review on Methacrylate Resin-based Root Canal Sealers. Journal of Endodotics. 2009; 9: Gomes-Filho JE, Watanabe S, Bernabe PFE, Costa MTM. A Mineral Trioxide Aggregate Sealer Stimulated Mineralization. J Endod Feb; 35(2): Weller RN, Tay KCY, Garrett LV, Mai S, Primus CM, Gutmann JL et al. Microscopic Appereance and Apical Seal of Root Canals Filled with 42

59 43 Guttaperca and ProRoot Endo Sealer After Immersion in a Phosphate- Containing Fluid. Int Endod J Nov; 41(11): Zhang W, Li Zhi, Peng Bin. Assessment of a New Root Canal Sealer s Apical Sealing Ability. Oral Surg Oral Med Oral Path Oral Rad Endod J. 2009; 107: e79-e Neelakantan P, Subbarao C, Subbarao CV. Comparative Evaluation of Modified Canal Staining and Clearing Technique, Cone Beam Computed Tomography, Peripheral Quantitative Computed Tomography, Spiral Computed Tomography, and Plain and Contrast Medium-Enhanced igital Radiography in Studying Root Canal Morphology. Journal of Endodontics. 2010: Verissimo DM, Vale MS. Methodologies for Assessment of Apical and Coronal Leakage of Endodontic Filling Materials: A Critical Review. Journal of Oral Science. 2006; 48 (3): Gutmann JL, Witherspoon DE. Obturation of the Cleaned and Shaped Root Canal System in Cohen S, Burns RC(Ed). Pathways of the Pulp 8th edition. Philadelphia: Mosby Co. 2002: Johnson WT, Noblett WC, Cleaning and Shaping. In: Walton RE, Torabinejad M (editor), Principles and Practice of Endodontics 4th ed. Philadelphia: W. B. Saunders. 2009: Wesselink P, Root Filling Techniques. In: Bergenholtz G, Horsted-Bindslev P, Reit C (editor), Textbook of Endodontology. Victoria: Blackwell Munksgaard. 2003: Ingle JI, Newton CW, West JD, Gutmann JL, Glickman GN, Korzon B, Martin H, Obturation of the Radicular Space. In: Ingle JI, Bakland LK (editor), Endodontics 5 th ed. New Delhi: Elsevier. 2002: Johnson WT, Gutmann JL. Obturation of the Cleaned and Shaped Root Canal System. in: Cohen S, Burns RC (Ed). Pathways of the Pulp 9th Edition. Philadelphia: Mosby Co. 2006: Walton RE, Johnson WT. Obturasi Saluran Akar dalam Walton RE, Torabinejad M (Ed). Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsiaedisi 3. Alih

60 44 bahasa: Narlan Sumawinata. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2003: Glickman GN, Walton RE, Obturation. In: Walton RE, Torabinejad M (editor), Principles and Practice of Endodontics 4th ed. Philadelphia: W. B. Saunders. 2009: Johnson WT, Gutmann JL. Obturation of the Cleaned and Shaped Root Canal System. In: Cohen S, Burns RC (editor), Pathways of the Pulp 10th ed. St. Louis: Mosby, Inc. 2011: Aravind, Gopikrishna V, Kandaswamy D, Jeyavel RK. Comparative Evaluation of the Antimicrobial Efficacy of Five Endodontic Root Canal Sealers against Enterococcus faecalis and Candida albicans. J Conserv Dent. 2006; 9: Pommel L, Camps J. Effects of Pressure and Measurement Time on the Fluid Filtration Method in Endodontics. J Endod. 2001; 27 (4): Geurtsen W, Leyhausen G. Biological Aspect of Root Canal Filling Materials - Biocompatibility, Cytotoxicity, and Mutagenicity. Clinical Oral Investigation. 1997; 1(1): Schmalz G. Bindslev PH. Root Canal Filling Materials in Bergenholtz G, Bindslev PH, Reit C (Ed). Textbook of Endodontology 2nd Edition. Victoria: Blackwell Publishing Company. 2010: 197, Diunduh tanggal 16 Mei Dultra F, Barroso JM, Carrasco LD, Capelli A, Guerisoli Z, Pecora JD. Evaluation of apical Microleakage of Teeth Sealed With Fuor Different Root Canal Sealers. Journal of Applied Oral Science. 2006; 14(5): Abyono R. (penerjemah), Ilmu Endodontik Dalam Praktek ed. 11. dari Grossman LI, Oliet S, Del Rio CE, Endodontic Practice 11th ed. Jakarta: EGC. 1995: Ersev H, Carnes DL, Del Rio CE. Cytotoxic and Mutagenic Potencies of Various Root Canal Filling Materials. J Endod. 1999; 25: Schweiki H, Schmalz G, Federlin M. Mutagenicity of the Root Canal Sealer AH Plus. Clinical Oral Invest. 1998; 2:

61 Schmalz G. Root Canal Filling Materials. In: Bergenholtz G, Bindslev PH, Reit C (editor), Textbook of Endodontology. Victoria: Blackwell Publishing Company. 2003: Bergmans L, Moisiadisb P, Munckc JD, Meerbeekd BV, Lambrechtsd P. Effect of Polymerization Shrinkage on the Sealing Capacity of Resin Fillers for Endodontic Use. J Adhes Dent. 2005; 7: Souza SFC, Bombana AC, Francci C, Goncalves C, Castellan C, Braga RR. Polymerization Stress, Flow and Dentine Bond Strength of Two Resin- based Root Canal Sealers. Int Endod J. 2009; 42: Rao A, Rao A, Shenoy R. Mineral Trioxide Aggregate-A Review. J Clin Pediatr Dent. 2009; 34(1): Goel M, Bala S, Sachdeva G, Shweta. Comparative Ecaluation of MTA, Calcium Hydroxide and Portland Cement As A Root End Filling Materials : A Comprehensive Review. Indian Journal of Dental Sciences 2011; 5(3). 37. Scwartz RS, Mauger M, Clement DJ, Walker WA. Mineral Trioxide Aggregate : A New Material for Endodontics. J Am Dent Assoc. 1999; 30: Bernabe PFE, Holland R, Morandi R, Souza V, Nery MJ, Otoboni Filho JA et al. Comparative Study of MTA and Other Materials in Retrofilling of Pulpless Dogs Teeth. Braz Dent J May Aug; 16(2): Gomes-Filho JE, Watanabe S, Bernabe PFE, Costa MTM. A Mineral Trioxide Aggregate Sealer Stimulated Mineralization. J Endod Feb; 35(2): Srinivasan V, Waterhouse P, Whitworth J. Mineral Trioxide Aggregate in Paediatric Dentistry. Int J Paediatr Dent. 2009; 19: Reyes-Carmona JF, Felippe MS, Felippe WT. The Biomineralization Ability of Mineral Trioxide Aggregate and Portland Cement on Dentin Enhances The Push Out Strength. J Endod. 2010; 36: Islam I, Chng HK, Yap AUJ. Comparison of the physical properties of MTA and Portland cement. J Endod Mar; 32(3): Weller RN, Tay KCY, Garrett LV, Mai S, Primus CM, Gutmann JL et al. Microscopic Appereance and Apical Seal of Root Canals Filled with

62 46 Guttaperca and ProRoot Endo Sealer After Immersion in a Phosphate- Containing Fluid. Int Endod J Nov; 41(11): Schwartz RS. Adhesive Dentistry and Endodontics: Part 2 Bonding in the Root Canal System: The Promise and The Problems A Review. J Endod. 2006; 32: De Almeida WA, Leonardo MR, Filho MT, Silva LAB. Evaluation of Apical Sealing of Three Endodontic Sealers. Int Endod J. 2000; 33 (1): Koch K, Brave D. Bioceramic Technology The Game Changer in Endodontics. Endodontic Practice 2009: Zhang W, Li Zhi, Peng Bin. Assessment of A New Root Canal Sealer s Apical Sealing Ability. Oral Surg Oral Med Oral Path Oral Rad Endod J. 2009; 107: e79-e Sluyk SR, Monn PC, Hartwell GR. Evaluation of Setting Properties and Retention Characteristics of Mineral Trioxide Aggregate as A Furcaton Perforation Repair Material. J Endod. 1998; 24: Torabinejad M. Physical and Chemical Properties of A New Root-End Filling Material. J Endod. 1995; 21(7): Chang SW. Chemical Characteristics of Mineral Trioxide Aggregate and Its Hydration Reaction. Restor Dent Endod. 2012;37(4): Rawtiya M, Verma K, Singh S, Munuga S, Khan S. MTA-Based Root Canal Sealers. J Orofac Res 2013; 3(1): MTA Fillapex Endodontic Sealer. %20scientific%20profile_medium.pdf. 53. Gomes-Filho JE, Moreira JV, Watanabe S, Lodi CS, Cintra LTA, Junior ED, et al. Sealability of MTA and Calcium Hydroxide Containing Sealers. J Appl Oral Sci. 2012; 20(3): Morgental RD, Vier-Pelisser FV, Oliveira SD, Antunes FC, Cogo DM, Kopper PMP. Antibacterial Activity of Two MTA-Based Root Canal sealers. Int Endod J. 2011; 44:

63 Schmalz G. Root Canal Filling Materials in Bergenholtz G, Bindslev PH, Reit C (Ed). Textbook of Endodontology. Victoria: Blackwell Publishing Company. 2003: , , , Anonim. Roeko Guttaflow Step by Step. (Online) _node=21Bhdcg. Diunduh tanggal 16 Mei Saunders WP, Apical and Coronal Leakage. In: Bergenholtz G, Bindslev PH, Reit C (editor), Textbook of Endodontology. Victoria: Blackwell Publishing Company. 2003: Pommel L, Camps J. Effects of Pressure and Measurement Time on the Fluid Filtration Method in Endodontics. Journal of Endodontics. 2001; 27 (4): Verissimo DM, Vale MS. Methodologies for Assessment of Apical and Coronal Leakage of Endodontic Filling Materials: A Critical Review. Journal of Oral Science. 2006; 48 (3): Pollard BK, Weller RN, Kulild JC. A Standardized Technique for Linear Dye Leakage Studies: Immediate versus Delayed Immersion Times. International Endodontic Journal. 1990; 23: Neelakantan P, Subbarao C, Subbarao CV. Comparative Evaluation of Modified Canal Staining and Clearing Technique, Cone Beam Computed Tomography, Peripheral Quantitative Computed Tomography, Spiral Computed Tomography, and Plain and Contrast Medium-Enhanced Digital Radiography in Studying Root Canal Morphology. Journal of Endodontics. 2010: Asgary S, Shahabi S, Jafarzadeh T, Amini S, Kheirieh S. The properties of A New endodontic material. J Endod. 2008;34: Pathomvanich S, Edmunds DH. The Sealing Ability of Thermafil Obturators Assessed by Four Different Microleakage Techniques. International Endodontic Journal. 1996; 29: Gernhardt CR, Krüger T, Bekes K, Schaller HG. Apical Sealing Ability Of 2 Epoxy Resin-Based Sealers Used with Root Canal Obturation Techniques

64 48 Based on Warm Gutta-Percha Compared to Cold Lateral Condensation. Quintessence International. 2007; 38: Diunduh tanggal 24 Oktober Kustarci A, Akpinar KE, Sumer Z, Er K, Bek B. Apical Extrusion of Intracanal Bacteria Following Use of Various Instrumentation Techniques. International Endodontic Journal. 2008; 41: Beeson T, Hartwell G, Thornton J, Gunsolley J. Comparison of Debris Extruded Apically in Straight Canals: Conventional Filling versus Profile.04 Taper Series 29. J Endod. 1998; 24: Kandaswamy D, Venkateshbabu N. Root Canal Irrigant. Journal of Conservative Dentistry. Oct-Dec 2010: 13(4). 69. Eldenize AU, Erdemir A, Belli S. Effect of EDTA and Citric Acid Solution On the Microhardness and the Roughness of Human Root Canal Dentin. J Endod. 2005; 31(2): Hammad M, Qualtrough A, Silikas N. Evaluation of Root Canal Obturation: a Three-Dimensional in vitro Study. Journal of Endodontics. 2009; 34(4): Glassman G. Safety and Efficacy Considerations in Endodontic Irrigation. Dental Economics. 2011;101 (1): Rutterman S, Virtej A, Janda R, Raab WHM. Preparation of The Coronal and Middle Third of Oval Root Canals with A Rotary or An Oscillating System. Oral Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology, Oral Radiology & Endodontology. 2007; 104(6): Murat MK, Yaman SD. Sealing Ability of Lateral Compaction and Tapered Single Cone Gutta-Percha Techniques in Root Canals Prepared with Stainless Steel and Rotary Nickel Titanium Instruments. Journal Of Clinical And Experimental Dentistry. 2012; 4(3): Kustarci A, Akpinar KE, Sumer Z, Er K, Bek B. Apical Extrusion of Intracanal Bacteria Following Use of Various Instrumentation Techniques. International Endodontic Journal. 2008; 41:

65 Scha fer E, Zandbiglari T (2003) Solubility of root-canal sealers in water and artificial saliva. International Endodontic Journal. 2003; 36: Ørstavik D. Materials used for root canal obturation: technical, biological and clinical testing. Endodontic Topics. 2005; 12: Garrido AD, Lia RC, Franca SC, da Silva JF, Astolfi-Filho S, Sousa-Neto MD. Laboratory evaluation of the physicochemical properties of a new root canal sealer based on Copaifera multijuga oil-resin. International Endodontic Journal. 2010; 43: Case SL, O Brien EP, Ward TC (2005) Cure profiles, crosslink density, residual stresses, and adhesion in a model epoxy Polymer 46, Gençoglu N, Samani S, Günday M. Dentinal Wall Adaptation of thermoplasticized gutta-percha in the absence or presence of smear layer: a scanning electron microscopic study. J Endod. 1993; 19(11): Coomaraswamy K, Lumley P, Hofmann M. Effect of bismuth oxide radiopacifier content on the material properties of an endodontic portland cement based (MTA-like) system. Journal of Endodontics. 2007; 33: Orstavik D, Nordahl I, Tibballs JE. Dimensional Change Following Setting of Root Canal Sealer Materials. Dental Materials. 2001; 17:

66 50 Lampiran 1 Alat dan Bahan Penelitian A B C D E F G Keterangan: A. Gambar alat-alat yang dipakai dalam preparasi saluran akar B. Gambar instrumen mesin Protaper C. Gambar bahan AH Plus D. Gambar bahan MTA Fillapex E. Gambar tinta India F. Gambar inkubator G. Mikroskop stereo (Discovery V12, Carl Zeiss, AxioCam, Jerman)

67 51 Lampiran 2 Tahap Pelapisan Sampel dengan Cat Kuku dan Perendaman dengan Tinta A B C D E F Keterangan: A. Sampel setelah dicat kuku sebanyak 2 lapis B. Sampel direndam dalam tinta India selama 7x24 jam C. Sampel setelah dicuci dan dibersihkan dengan skalpel D. Sampel setelah didekalsifikasi, didehidrasi dan ditransparansi E. Sampel akan diperiksa di bawah mikroskop stereo pembesaran 20x (dialasi dengan milimeter grid) F. Gambar mikroskop stereo (Discovery V12, Carl Zeiss, AxioCam, Jerman); pengukuran kebocoran menggunakan software ZEN lite 2011

68 52 Lampiran 3 Hasil Foto Pengukuran Sampel Kelompok SRE SRE 1 = SKOR 1 SRE 2 = SKOR 1 SRE 3 = SKOR 1 SRE 4 = SKOR 1 SRE 5 = SKOR 1 SRE 6 = SKOR 2 SRE 7 = SKOR 1 SRE 8 = SKOR 1 SRE 9 = SKOR 1

69 53 SRE 10 = SKOR 1 SRE 11 = SKOR 1 SRE 12 = SKOR 3 SRE 13 = SKOR 1 SRE 14 = SKOR 1 SRE 15 = SKOR 3 SRE 16 = SKOR 3

70 54 Lampiran 4 Hasil Foto Pengukuran Sampel Kelompok SMTA SMTA 1 = SKOR 3 SMTA 2 = SKOR 1 SMTA 3 = SKOR 2 SMTA 4 = SKOR 1 SMTA 5 = SKOR 1 SMTA 6 = SKOR 2 SMTA 7 = SKOR 1 SMTA 8 = SKOR 3 SMTA 9 = SKOR 3

71 55 SMTA 10 = SKOR 3 SMTA 11 = SKOR 3 SMTA 12 = SKOR 1 SMTA 13 = SKOR 2 SMTA 14 = SKOR 1 SMTA 15 = SKOR 1 SMTA 16 = SKOR 2

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan saluran akar merupakan suatu usaha perawatan untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan saluran akar merupakan suatu usaha perawatan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan saluran akar merupakan suatu usaha perawatan untuk mempertahankan gigi selama mungkin di dalam mulut, sehingga fungsi dalam lengkung gigi dapat terjaga dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Perawatan saluran akar terdiri dari tiga tahap yaitu preparasi, sterilisasi dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Perawatan saluran akar terdiri dari tiga tahap yaitu preparasi, sterilisasi dan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Perawatan saluran akar bertujuan untuk mempertahankan fungsi gigi. Perawatan saluran akar terdiri dari tiga tahap yaitu preparasi, sterilisasi dan obturasi saluran akar.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. infeksi dan menutup sistem saluran akar dengan rapat. Perawatan saluran akar

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. infeksi dan menutup sistem saluran akar dengan rapat. Perawatan saluran akar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan saluran akar merupakan suatu prosedur perawatan dalam sistem saluran akar untuk mempertahankan gigi yang bebas infeksi agar dapat berfungsi kembali. Tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. suatu infeksi ulang (Namrata dkk., 2011). Invasi mikroorganisme terjadi melalui

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. suatu infeksi ulang (Namrata dkk., 2011). Invasi mikroorganisme terjadi melalui I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Keberhasilan perawatan saluran akar bergantung pada teknik dan kualitas instrumentasi, irigasi, disinfeksi dan obturasi tiga dimensi pada sistem saluran akar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. etiologi, pencegahan, diagnosis, dan terapi mengenai pulpa gigi, akar gigi dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. etiologi, pencegahan, diagnosis, dan terapi mengenai pulpa gigi, akar gigi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu endodontik adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari etiologi, pencegahan, diagnosis, dan terapi mengenai pulpa gigi, akar gigi dan jaringan periapikal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang sakit agar dapat diterima secara biologik oleh jaringan sekitarnya sehingga

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang sakit agar dapat diterima secara biologik oleh jaringan sekitarnya sehingga 13 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan endodontik merupakan bagian dari ilmu kedokteran gigi yang menyangkut perawatan penyakit atau cedera pada jaringan pulpa dan jaringan periapikal. Tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan utama dari perawatan saluran akar adalah untuk menghilangkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan utama dari perawatan saluran akar adalah untuk menghilangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari perawatan saluran akar adalah untuk menghilangkan sisa jaringan nekrotik, mikroorganisme dan produk lain sehingga menciptakan kondisi yang menguntungkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar bertujuan untuk mengeleminasi bakteri yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar bertujuan untuk mengeleminasi bakteri yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perawatan saluran akar bertujuan untuk mengeleminasi bakteri yang menyebabkan infeksi pada jaringan pulpa gigi dan jaringan periapikal. Perawatan saluran akar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. 1995). Sealer merupakan semen yang dapat menutupi celah-celah saluran akar

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. 1995). Sealer merupakan semen yang dapat menutupi celah-celah saluran akar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan suatu perawatan endodontik memerlukan pengetahuan mengenai saluran akar gigi (Tarigan, 2006). Perawatan endodontik akan berhasil jika kualitas obturasi dan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 22 BAB 5 HASIL PENELITIAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kebocoran mikro pada tumpatan GIC Fuji IX, GIC Fuji II, dan GIC Fuji II LC. Kebocoran mikro tersebut dapat terdeteksi dengan terlihatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahan restorasi yang cepat dan mudah untuk diaplikasikan, dapat melekat dengan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahan restorasi yang cepat dan mudah untuk diaplikasikan, dapat melekat dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Gigi desidui berada pada rongga mulut dalam waktu yang singkat tetapi ketika terjadi karies, gigi desidui perlu mendapatkan perhatian khusus terutama dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. layer. 4 Smear layer menutupi seluruh permukaan saluran akar yang telah dipreparasi

BAB 1 PENDAHULUAN. layer. 4 Smear layer menutupi seluruh permukaan saluran akar yang telah dipreparasi layer. 4 Smear layer menutupi seluruh permukaan saluran akar yang telah dipreparasi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan saluran akar bertujuan untuk mengeliminasi semua jaringan vital ataupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan etiologi, pencegahan, diagnosis dan terapi terhadap penyakit-penyakit

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan etiologi, pencegahan, diagnosis dan terapi terhadap penyakit-penyakit I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu endodontik adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan etiologi, pencegahan, diagnosis dan terapi terhadap penyakit-penyakit yang mengenai pulpa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindakan perawatan saluran akar mencakup Triad Endodontik yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindakan perawatan saluran akar mencakup Triad Endodontik yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindakan perawatan saluran akar mencakup Triad Endodontik yang meliputi preparasi saluran akar (cleaning and shaping), sterilisasi saluran akar (sterilization)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akar, mencegah kontaminasi sistem saluran akar dengan saliva, menghambat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akar, mencegah kontaminasi sistem saluran akar dengan saliva, menghambat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemakaian tumpatan sementara sangat diperlukan dalam bidang kedokteran gigi. Tujuan tumpatan sementara adalah menutup rongga jalan masuk saluran akar, mencegah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan restorasi gigi ada dua macam, yaitu restorasi langsung dan restorasi tidak langsung. Restorasi langsung adalah restorasi gigi yang dapat dibuat langsung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. setelah instrumentasi pada saluran yang tidak diirigasi lebih banyak daripada saluran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. setelah instrumentasi pada saluran yang tidak diirigasi lebih banyak daripada saluran BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Telah diketahui bahwa irigasi saluran akar memegang peranan yang sangat penting dalam keberhasilan perawatan saluran akar. Jumlah bakteri yang ditemukan setelah instrumentasi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dilakukan pada masa kini. Setiap tahap perawatan saluran akar sangat menentukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dilakukan pada masa kini. Setiap tahap perawatan saluran akar sangat menentukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perawatan saluran akar merupakan perawatan endodontik yang paling banyak dilakukan pada masa kini. Setiap tahap perawatan saluran akar sangat menentukan keberhasilannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin

I. PENDAHULUAN. kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pemutihan gigi adalah prosedur yang telah digunakan pada bidang kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin banyak dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan untuk mempertahankan gigi dalam rongga mulut serta mengembalikan keadaan gigi agar dapat diterima secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama yaitu preparasi biomekanis saluran akar atau pembersihan dan

BAB I PENDAHULUAN. utama yaitu preparasi biomekanis saluran akar atau pembersihan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan perawatan endodontik adalah mengembalikan keadaan gigi yang terinfeksi agar dapat diterima secara biologis oleh jaringan sekitarnya. Perawatan saluran akar adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam perawatan saluran akar. Menghilangkan jaringan pulpa, mikroorganisme

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam perawatan saluran akar. Menghilangkan jaringan pulpa, mikroorganisme 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Debridemen secara mekanik dan kimiawi merupakan bagian penting dalam perawatan saluran akar. Menghilangkan jaringan pulpa, mikroorganisme beserta produknya serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam merestorasi gigi pasca

BAB I PENDAHULUAN. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam merestorasi gigi pasca BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi yang membutuhkan perawatan saluran akar pada umumnya mengalami kerusakan pada jaringan pulpa dan mahkota, baik karena proses karies, restorasi sebelumnya atau

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah estetik pada gigi banyak ditemukan saat ini. Diskolorasi gigi merupakan salah satu masalah estetik yang membuat pasien terdorong untuk memutihkan gigi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perlu dicabut. Proses perawatan saluran akar meliputi preparasi biomekanis,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perlu dicabut. Proses perawatan saluran akar meliputi preparasi biomekanis, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan saluran akar bertujuan menyelamatkan gigi yang sudah rusak sehingga memungkinkan struktur gigi yang tersisa untuk berfungsi dan gigi tidak perlu dicabut.

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PENGARUH PENGGUNAAN LIGHT-EMITTING DIODE LIGHT CURING UNIT DAN HALOGEN LIGHT CURING UNIT TERHADAP MICROLEAKAGE DENGAN JARAK PENYINARAN 0 MM DAN 5 MM PADA RESTORASI KLAS V (PENELITIAN IN VITRO) SKRIPSI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Restorasi resin komposit telah menjadi bagian yang penting di dunia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Restorasi resin komposit telah menjadi bagian yang penting di dunia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Restorasi resin komposit telah menjadi bagian yang penting di dunia kedokteran gigi seiring dengan perkembangan pada sistem dental adhesive, meningkatnya

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI Semen. Semen adalah suatu bahan pengikat yang bereaksi ketika bercampur

BAB III DASAR TEORI Semen. Semen adalah suatu bahan pengikat yang bereaksi ketika bercampur BAB III DASAR TEORI 3.1. Semen Semen adalah suatu bahan pengikat yang bereaksi ketika bercampur dengan air. Semen dihasilkan dari pembakaran kapur dan bahan campuran lainnya seperti pasir silika dan tanah

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik.

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. 23 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. 4.2 Sampel Penelitian dan Bahan Uji Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah gigi premolar manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mungkin di dalam mulut dengan cara pengambilan semua jaringan pulpa

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mungkin di dalam mulut dengan cara pengambilan semua jaringan pulpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan saluran akar adalah tindakan untuk mempertahankan gigi selama mungkin di dalam mulut dengan cara pengambilan semua jaringan pulpa terinfeksi dan membentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. terus-menerus, yaitu mencabutkan atau mempertahankan gigi tersebut. Dewasa

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. terus-menerus, yaitu mencabutkan atau mempertahankan gigi tersebut. Dewasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pasien dihadapkan pada dua pilihan ketika mengalami sakit gigi yang terus-menerus, yaitu mencabutkan atau mempertahankan gigi tersebut. Dewasa ini, pasien

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi yang populer belakangan ini adalah perawatan bleaching yaitu suatu cara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi yang populer belakangan ini adalah perawatan bleaching yaitu suatu cara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesadaran masyarakat akan penampilan terus meningkat saat ini, tuntutan pasien akan penampilan gigi yang baik juga sangat tinggi. Salah satu perawatan gigi yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bahan cetak dapat dikelompokkan sebagai reversible atau ireversible, berdasarkan pada cara bahan tersebut mengeras. Istilah ireversible menunjukkan bahwa reaksi kimia telah terjadi,

Lebih terperinci

PENGARUH SISTEM DAN WAKTU POLISHING TERHADAP KEBOCORAN MIKRO PADA RESTORASI KLAS V RESIN KOMPOSIT NANOHYBRID

PENGARUH SISTEM DAN WAKTU POLISHING TERHADAP KEBOCORAN MIKRO PADA RESTORASI KLAS V RESIN KOMPOSIT NANOHYBRID PENGARUH SISTEM DAN WAKTU POLISHING TERHADAP KEBOCORAN MIKRO PADA RESTORASI KLAS V RESIN KOMPOSIT NANOHYBRID SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama restorasi pada daerah yang tidak mendapat tekanan besar (Zoergibel dan Illie, 2012). Terlepas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembuangan jaringan yang tidak sehat secara mekanik dan kimiawi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembuangan jaringan yang tidak sehat secara mekanik dan kimiawi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembuangan jaringan yang tidak sehat secara mekanik dan kimiawi merupakan bagian terpenting dalam perawatan saluran akar. Menghilangkan jaringan pulpa vital,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Angka pencabutan gigi di Indonesia terutama di daerah pedesaan masih cukup

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Angka pencabutan gigi di Indonesia terutama di daerah pedesaan masih cukup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angka pencabutan gigi di Indonesia terutama di daerah pedesaan masih cukup tinggi. Roesdal (1999) mendapatkan data status indeks karies Decay Missing Filling Teeth

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: irigasi saluran akar, EDTA, etsa (H3PO4 37%), kekerasan dentin saluran akar. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Kata kunci: irigasi saluran akar, EDTA, etsa (H3PO4 37%), kekerasan dentin saluran akar. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Bahan irigasi yang biasa digunakan saat pembersihan dan preparasi saluran akar yaitu sodium hipoklorit (NaOCL), kloroheksidin, dan ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA), bahan tersebut berinteraksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. estetika yang sangat mempengaruhi penampilan. Hal ini menjadi permasalahan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. estetika yang sangat mempengaruhi penampilan. Hal ini menjadi permasalahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan warna yang terjadi pada gigi sering menimbulkan masalah estetika yang sangat mempengaruhi penampilan. Hal ini menjadi permasalahan karena banyak orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mahkota (crown) dan jembatan (bridge). Mahkota dapat terbuat dari berbagai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mahkota (crown) dan jembatan (bridge). Mahkota dapat terbuat dari berbagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi tiruan cekat merupakan protesa permanen yang melekat pada gigi yang masih tersisa untuk menggantikan satu atau lebih kehilangan gigi (Shilingburg dkk., 1997).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bakteri memegang peranan utama dalam perkembangan dan terjadinya penyakit pulpa dan periapikal. Penyakit pulpa dan periapikal dapat terjadi karena adanya infeksi

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN ADHESIF. Kata adhesi berasal dari bahasa latin adhaerere yang berarti menyatukan

BAB 2 BAHAN ADHESIF. Kata adhesi berasal dari bahasa latin adhaerere yang berarti menyatukan BAB 2 BAHAN ADHESIF Salah satu material restorasi yang sering dipakai pada bidang keokteran gigi adalah resin komposit. Bahan resin komposit tersebut berikatan dengan struktur gigi melalui bahan adhesif.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. interaksi antara bahan restorasi dengan jaringan gigi merupakan hal yang penting

BAB 1 PENDAHULUAN. interaksi antara bahan restorasi dengan jaringan gigi merupakan hal yang penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu kedokteran gigi restoratif memiliki tujuan utama untuk mengembalikan dan mempertahankan kesehatan gigi melalui perawatan restoratif yang adekuat guna melindungi

Lebih terperinci

3 Universitas Indonesia

3 Universitas Indonesia BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Ionomer Kaca (SIK) Semen Ionomer Kaca (SIK) pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan Kent pada tahun 1971, yang terdiri dari bubuk kaca fluoroaluminosilikat dan larutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement chemomechanical pada jaringan pulpa, debris pada dentin, dan penggunaan irigasi terhadap infeksi mikroorganisme.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS BAB 4 HASIL DAN ANALISIS Sehubungan dengan prekursor yang digunakan yaitu abu terbang, ASTM C618 menggolongkannya menjadi dua kelas berdasarkan kandungan kapur (CaO) menjadi kelas F yaitu dengan kandungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Selama beberapa tahun terakhir, perawatan endodontik cukup sering

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Selama beberapa tahun terakhir, perawatan endodontik cukup sering I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Selama beberapa tahun terakhir, perawatan endodontik cukup sering dilakukan. Perawatan saluran akar merupakan salah satu jenis perawatan endodontik yang bertujuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat dewasa ini. Akhir-akhir ini bahan restorasi resin komposit

PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat dewasa ini. Akhir-akhir ini bahan restorasi resin komposit I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan restorasi yang baik dan dapat mengembalikan estetik merupakan kebutuhan masyarakat dewasa ini. Akhir-akhir ini bahan restorasi resin komposit sangat populer

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Resin Komposit Istilah komposit adalah kombinasi dua bahan atau lebih yang memiliki sifat berbeda untuk mendapatkan sifat yang lebih baik 7. Contoh bahan komposit alamiah adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berdasarkan pada cara bahan tersebut mengeras. Istilah ireversibel menunjukkan bahwa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berdasarkan pada cara bahan tersebut mengeras. Istilah ireversibel menunjukkan bahwa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bahan cetak dapat dikelompokkan sebagai reversibel atau ireversibel, berdasarkan pada cara bahan tersebut mengeras. Istilah ireversibel menunjukkan bahwa reaksi kimia telah terjadi;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal utama yang harus dimiliki seorang dokter gigi dalam menjalankan praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan restorasi yang sesuai

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK Dokter gigi saat merawat endodontik membutuhkan pengetahuan tentang anatomi dari gigi yang akan dirawat dan kondisi jaringan gigi setelah perawatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Resin komposit merupakan salah satu restorasi estetik yang paling populer

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Resin komposit merupakan salah satu restorasi estetik yang paling populer I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Resin komposit merupakan salah satu restorasi estetik yang paling populer digunakan oleh dokter gigi, terutama untuk merestorasi gigi anterior karena memiliki

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin Semen ionomer kaca telah digunakan secara luas dibidang kedokteran gigi. Sejak diperkenalkan oleh Wilson dan Kent pada tahun 1971. Ionomer

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna. memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh : IDELIA GUNAWAN NIM :

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna. memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh : IDELIA GUNAWAN NIM : PENGARUH PENAMBAHAN KITOSAN NANO BLANGKAS TERHADAP FLEXURAL STRENGTH RESTORASI KAVITAS KLAS II (SITE 2 SIZE 2) MINIMAL INTERVENSI SEMEN IONOMER KACA MODIFIKASI RESIN NANO PENELITIAN IN VITRO SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

Tujuan Menutup sistem saluran akar dari kontaminasi oral Menutup sistem saluran akar dari cairan dari apikal Menghalangi perkembangan bakteri yang mun

Tujuan Menutup sistem saluran akar dari kontaminasi oral Menutup sistem saluran akar dari cairan dari apikal Menghalangi perkembangan bakteri yang mun Obturasi Epita Sarah Pane Departemen Konservasi FKG USU 2006 Tujuan Menutup sistem saluran akar dari kontaminasi oral Menutup sistem saluran akar dari cairan dari apikal Menghalangi perkembangan bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adhesif atau bonding sistem (Puspitasari, 2014). Sistem mekanik yang baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adhesif atau bonding sistem (Puspitasari, 2014). Sistem mekanik yang baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Resin komposit semakin populer karena memiliki estetis yang baik. Tumpatan resin komposit tidak dapat berikatan secara alami dengan struktur gigi, ikatan ini diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saluran akar dan menggantinya dengan bahan pengisi. Perawatan saluran akar

BAB I PENDAHULUAN. saluran akar dan menggantinya dengan bahan pengisi. Perawatan saluran akar BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mempertahankan gigi dalam rongga mulut semakin meningkat, sehingga perawatan saluran akar semakin popular (Widodo, 2008). Perawatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) ionomer kaca. Waktu kerja yang singkat dan waktu pengerasan yang lama pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) ionomer kaca. Waktu kerja yang singkat dan waktu pengerasan yang lama pada 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) SIKMR merupakan modifikasi dari semen ionomer kaca dan monomer resin sehingga bahan ini memiliki sifat fisis yang lebih baik dari

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. seperti semula sehingga dapat berfungsi kembali. Hal ini menunjukkan bahwa

BAB IV PEMBAHASAN. seperti semula sehingga dapat berfungsi kembali. Hal ini menunjukkan bahwa BAB IV PEMBAHASAN Menurut Roberson (2006) tujuan dari restorasi adalah membentuk gigi seperti semula sehingga dapat berfungsi kembali. Hal ini menunjukkan bahwa restorasi setelah perawatan endodontik yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis bahan restorasi di bidang kedokteran gigi semakin banyak tersedia dengan berbagai macam karakteristik, yaitu komposisi, sifat, struktur, kelebihan dan kekurangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Putih kekuning-kuningan, kuning keabu-abuan, dan putih keabu-abuan. warna atau yang dinamakan diskolorisasi gigi (Grossman, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. Putih kekuning-kuningan, kuning keabu-abuan, dan putih keabu-abuan. warna atau yang dinamakan diskolorisasi gigi (Grossman, 1995). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putih kekuning-kuningan, kuning keabu-abuan, dan putih keabu-abuan merupakan warna gigi normal manusia. Warna gigi ini ditentukan oleh warna dentin yang melapisi di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan utama perawatan saluran akar ialah menghilangkan bakteri yang invasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan utama perawatan saluran akar ialah menghilangkan bakteri yang invasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama perawatan saluran akar ialah menghilangkan bakteri yang invasi di dalam saluran akar dan menciptakan lingkungan yang asepsis sehingga tidak dapat bertahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada jaringan keras dan akan terus berlangsung sampai jaringan dibawahnya.

BAB I PENDAHULUAN. pada jaringan keras dan akan terus berlangsung sampai jaringan dibawahnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi adalah proses penghancuran atau perlunakan dari email maupun dentin. Proses tersebut terjadi karena demineralisasi yang progresif pada jaringan keras dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam bidang kedokteran gigi semakin beragam dan pesat. Terdapat berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam bidang kedokteran gigi semakin beragam dan pesat. Terdapat berbagai jenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berjalannya waktu, perkembangan dan kemajuan teknologi serta bahan dalam bidang kedokteran gigi semakin beragam dan pesat. Terdapat berbagai jenis bahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan restorasi resin komposit pertama sekali diperkenalkan oleh Bowen pada tahun 1962. 1 Resin komposit merupakan suatu bahan restorasi yang memiliki banyak kelebihan

Lebih terperinci

PERBEDAAN JUMLAH EKSTRUSI DEBRIS ANTARA KITOSAN BLANGKAS MOLEKUL TINGGI DENGAN SODIUM HIPOKLORIT PADA TINDAKAN IRIGASI SALURAN AKAR

PERBEDAAN JUMLAH EKSTRUSI DEBRIS ANTARA KITOSAN BLANGKAS MOLEKUL TINGGI DENGAN SODIUM HIPOKLORIT PADA TINDAKAN IRIGASI SALURAN AKAR PERBEDAAN JUMLAH EKSTRUSI DEBRIS ANTARA KITOSAN BLANGKAS MOLEKUL TINGGI DENGAN SODIUM HIPOKLORIT PADA TINDAKAN IRIGASI SALURAN AKAR (Penelitian In Vitro) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. metabolismenya dari saluran akar (Stock dkk., 2004). Tujuan perawatan saluran

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. metabolismenya dari saluran akar (Stock dkk., 2004). Tujuan perawatan saluran I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan saluran akar adalah suatu perawatan pada pulpa yang terdapat di dalam saluran akar dengan menghilangkan bakteri serta produk hasil metabolismenya dari

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian 11 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian direkatkan dengan semen Portland yang direaksikan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mulut khususnya dalam perawatan konservasi gigi. Pada saat ini perawatan lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. mulut khususnya dalam perawatan konservasi gigi. Pada saat ini perawatan lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu dan teknologi dalam kedokteran gigi harus tetap terjaga mutunya bahkan dapat ditingkatkan untuk memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut khususnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan baru di berbagai bidang tak terkecuali bidang kedokteran gigi. Terobosan baru senantiasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratoris secara in-vitro.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratoris secara in-vitro. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental laboratoris secara in-vitro. B. Tempat dan waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abrasi merupakan suatu lesi servikal pada gigi dan keadaan ausnya

BAB I PENDAHULUAN. Abrasi merupakan suatu lesi servikal pada gigi dan keadaan ausnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abrasi merupakan suatu lesi servikal pada gigi dan keadaan ausnya jaringan gigi (Conway, 2008). Kavitas abrasi disebabkan karena tekanan pada saat menyikat gigi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan saluran akar adalah salah satu bentuk perawatan gigi yang bertujuan untuk mempertahankan gigi agar tetap berfungsi dengan baik. 1 Salah satu prosedur yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium teknik tekstil Universitas Islam Indonesia.

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium teknik tekstil Universitas Islam Indonesia. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian secara in vitro. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni laboratoris B. Tempat dan Waktu 1. Tempat Penelitian ini dilakukan di LPTT Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perubahan warna gigi dapat diperbaiki dengan dua cara yaitu dengan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perubahan warna gigi dapat diperbaiki dengan dua cara yaitu dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan warna gigi dapat diperbaiki dengan dua cara yaitu dengan pemutihan gigi (bleaching) dan cara restoratif yaitu pembuatan mahkota jaket / pelapisan (veneer).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akar terbagi menjadi tiga tahapan utama yang disebut Triad Endodontic yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akar terbagi menjadi tiga tahapan utama yang disebut Triad Endodontic yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan saluran akar merupakan upaya untuk mempertahankan gigi yang telah mengalami infeksi pulpa atau periapeks agar berada selama mungkin di dalam rongga mulut dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan partikel bahan pengisi. Kelemahan sistem resin epoksi, seperti lamanya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan partikel bahan pengisi. Kelemahan sistem resin epoksi, seperti lamanya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Komposit Istilah bahan komposit dapat didefinisikan sebagai gabungan dua atau lebih bahan berbeda dengan sifat-sifat yang unggul atau lebih baik dari bahan itu sendiri.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan masalah penyakit infeksi gigi dan mulut yang paling sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam berbagai kelompok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar lebih mudah mengalami

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar lebih mudah mengalami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar lebih mudah mengalami fraktur dibandingkan gigi dengan pulpa yang masih vital. Hal ini terutama disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting dalam proses reparasi gigi baik pada perawatan endodontik maupun

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting dalam proses reparasi gigi baik pada perawatan endodontik maupun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembuatan kavitas pada gigi merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam proses reparasi gigi baik pada perawatan endodontik maupun preparasi gigi lainnya (Tarigan,

Lebih terperinci

Scanned by CamScanner

Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Konferensi Nasional Teknik Sipil 8 (KoNTekS8) KUAT TEKAN BETON YANG MENGGUNAKAN ABU TERBANG SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN SEMEN PORTLAND DAN AGREGAT KASAR BATU

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. estetika gigi (Ferreira dkk., 2011). Salah satu perawatan yang diminati masyarakat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. estetika gigi (Ferreira dkk., 2011). Salah satu perawatan yang diminati masyarakat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan terkini perawatan gigi masyarakat lebih mengarah pada bidang estetika gigi (Ferreira dkk., 2011). Salah satu perawatan yang diminati masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erosi merupakan suatu proses kimia dimana terjadi kehilangan mineral gigi yang umumnya disebabkan oleh zat asam. Asam penyebab erosi berbeda dengan asam penyebab karies

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mekanis dari bahan restorasi, kekuatan mekanis dari gigi, estetik, dan bentuk jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN. mekanis dari bahan restorasi, kekuatan mekanis dari gigi, estetik, dan bentuk jaringan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan bahan restorasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kekuatan mekanis dari bahan restorasi, kekuatan mekanis dari gigi, estetik, dan bentuk jaringan gigi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Resin komposit merupakan material restorasi sewarna gigi yang pada awalnya hanya digunakan sebagai bahan restorasi gigi anterior. Sampai saat ini resin komposit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori Hidroksiapatit berpori digunakan untuk loading sel (Javier et al. 2010), pelepas obat (drug releasing agents) (Ruixue et al. 2008), analisis kromatografi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. yang paling sering digunakan dibidang kedokteran gigi restoratif. Selain segi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. yang paling sering digunakan dibidang kedokteran gigi restoratif. Selain segi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Material komposit sudah digunakan dibidang kedokteran gigi untuk merestorasi gigi sejak Bowen memperkenalkannya pada awal tahun 1960an (Joshi, 2008). Sejak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Teknologi restorasi estetik mengalami perkembangan yang sangat pesat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Teknologi restorasi estetik mengalami perkembangan yang sangat pesat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Teknologi restorasi estetik mengalami perkembangan yang sangat pesat beberapa tahun terakhir. Teknologi bahan restorasi berkembang dari aspek kualitas dan

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencegah timbulnya kembali karies, tetapi juga untuk mengembalikan fungsinya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencegah timbulnya kembali karies, tetapi juga untuk mengembalikan fungsinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan merestorasi gigi tidak hanya untuk menghilangkan penyakit dan mencegah timbulnya kembali karies, tetapi juga untuk mengembalikan fungsinya (Ford, 1993).

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS FIBER PADA PASAK FABRICATED FIBER REINFORCED COMPOSITE TERHADAP KETAHANAN FRAKTUR AKAR

PENGARUH JENIS FIBER PADA PASAK FABRICATED FIBER REINFORCED COMPOSITE TERHADAP KETAHANAN FRAKTUR AKAR TESIS PENGARUH JENIS FIBER PADA PASAK FABRICATED FIBER REINFORCED COMPOSITE TERHADAP KETAHANAN FRAKTUR AKAR PROGRAM STUDI ILMU KONSERVASI Diajukan oleh ; drg. Pradnya Widyo Septodika (12 / 338285 / PKG

Lebih terperinci

BAB IV Hasil Pengujian dan Pembahasan

BAB IV Hasil Pengujian dan Pembahasan BAB IV Hasil Pengujian dan Pembahasan IV.1 Umum Bab ini menyajikan hasil-hasil eksperimental dan pembahasan yang meliputi; komponen zat di dalam media, identifikasi dan analisis pertumbuhan serta produk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. silikat dan semen polikarboksilat pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan

BAB 1 PENDAHULUAN. silikat dan semen polikarboksilat pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan bidang kedokteran gigi bukan hanya mencakup tindakan preventif, kuratif dan promotif, melainkan juga estetik, menyebabkan kebutuhan terhadap restorasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. rumput laut tertentu yang bernama Brown Algae bisa menghasilkan suatu ekstrak lendir,

BAB 1 PENDAHULUAN. rumput laut tertentu yang bernama Brown Algae bisa menghasilkan suatu ekstrak lendir, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir abad ke-19, seorang ahli kimia dari Skotlandia memperhatikan bahwa rumput laut tertentu yang bernama Brown Algae bisa menghasilkan suatu ekstrak lendir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi dan mulut, yang salah satunya digambarkan oleh indeks DMF-T

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi dan mulut, yang salah satunya digambarkan oleh indeks DMF-T BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai Negara berkembang memiliki berbagai macam masalah kesehatan gigi dan mulut, yang salah satunya digambarkan oleh indeks DMF-T Indonesia pada Riset

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan semen gigi yang baik ini bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi sekaligus

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan semen gigi yang baik ini bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi sekaligus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini teknologi untuk memproduksi bahan tambal gigi berkembang cukup pesat. Hal ini memberikan pilihan bagi para dokter gigi untuk menentukan bahan semen

Lebih terperinci

Perawatan Endodontik pada anak. Written by Administrator Tuesday, 13 December :46

Perawatan Endodontik pada anak. Written by Administrator Tuesday, 13 December :46 Tujuan dasar dari perawatan endodontik pada anak mirip dengan pasien dewasa, yaitu untuk meringankan rasa sakit dan mengontrol sepsis dari pulpa dan jaringan periapikal sekitarnya serta mengembalikan keadaan

Lebih terperinci