I. PENDAHULUAN. tikus terjadi pada saat pra-tanam (pesemaian), pertanaman dan bahkan pada tahap

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. tikus terjadi pada saat pra-tanam (pesemaian), pertanaman dan bahkan pada tahap"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tikus merupakan hama utama pada sektor pertanian yang menyebabkan kerugian terbesar di Indonesia dan di Asia Tenggara pada umumnya. Serangan tikus terjadi pada saat pra-tanam (pesemaian), pertanaman dan bahkan pada tahap pasca panen yaitu pada saat penyimpanan di gudang. Tikus sawah (Rattus argentiventer, Rob & Kloss) merupakan organisme pengganggu utama tanaman padi dan selalu mengakibatkan kerugian terbesar di kalangan petani Indonesia (Geddes, 1992; Murakami et al., 1992; Singleton et al., 1997; Sudarmaji & Rochman, 1997). Data terbaru periode menunjukkan bahwa tikus sawah selalu menduduki urutan pertama penyebab kerusakan tertinggi pada tanaman padi dibanding hama lainnya yaitu wereng coklat dan penggerek batang. Rerata tahunan luas serangan tikus sawah pada rentang waktu tersebut mencapai Ha. Apabila rerata luas serangan tikus sawah dikaitkan dengan rerata produktivitas padi 5,139 ton/ha dan harga gabah kering giling Rp /kg maka kerugian akibat serangan tikus sawah pada skala nasional setara dengan Rp. 3,3 Triliun per tahun (Anonymous, 2014; 2015a). Seperti binatang pengerat lainnya, tikus sawah memiliki kemampuan reproduksi yang sangat cepat (Goot, 1951; Murakami et al., 1992; Rochman & Sudarmaji, 1997). Hal inilah yang mengakibatkan populasi tikus sawah dapat berkembang pesat apabila tersedia pakan yang berkualitas di lingkungan sekitarnya. Kemampuan reproduksi tikus sawah yang relatif cepat merupakan

2 masalah utama bagi petani. Kombinasi sejumlah teknologi pengendalian yang berbasis pada pendekatan biologi tikus sawah telah diterapkan di beberapa negara berkembang untuk mengatasi hama tersebut (Singleton et al., 1999). Hal itu merupakan pengembangan dari konsep pengendalian hama terpadu dan ditujukan sebagai strategi pengendalian tikus sawah (Singleton, 1997). Namun hingga saat ini sebagian besar petani masih mengandalkan rodentisida untuk mengendalikan tikus sawah. Petani beranggapan bahwa metode tersebut paling efektif karena mampu membunuh tikus secara langsung, terbukti dengan ditemukannya bangkai tikus di lokasi pengumpanan setelah aplikasi rodentisida tertentu. Pengumpanan dengan rodentisida juga merupakan metode yang sering dilakukan oleh petani di sejumlah negara tropis (Buckle, 1999; Singleton et al., 2003). Penggunaan rodentisida merupakan metode pengendalian yang tidak ramah lingkungan karena beresiko toksik terhadap spesies non target (Singleton et al., 2003). Kelemahan lain metode ini adalah diperlukan beberapa kali aplikasi di lapangan. Oleh karena itu diperlukan metode pengendalian yang lebih efektif, dapat menekan populasi tikus sawah pada kisaran terendah, dan aman terhadap lingkungan serta organisme non target. Pengendalian kesuburan (fertility control) merupakan salah satu metode alternatif untuk menekan populasi tikus sawah melalui penurunan tingkat fertilitasnya. Penggunaan senyawa kimia tertentu seperti DiazaCon (20,25 Diazacholesterol dihydrochloride), Nicarbazin (campuran 4,4 dinitrocarbanilide/dnc dan 2-hydroxy-6-6-dimetylpyrimidine/HDP), GonaCon (Gonadotropin releasing hormone (GnRH) decapeptide) dan VCD (4-Vinyl 2

3 Cyclohexene Diepoxide) sebagai bahan kontrasepsi pada sejumlah hewan anggota Mammalia sedang dikembangkan di beberapa negara (Singh & Chakravarty, 2003; Mauldin & Miller, 2007; Nash et al., 2007; Cross et al., 2011; Kafka et al., 2011; Kirkpatrick et al., 2011; Snape et al., 2011; Yoder et al., 2011; Mayle et al., 2012). Senyawa VCD merupakan bahan antifertilitas yang terbukti mampu mengendalikan kesuburan Rattus norvegicus betina (Springer et al., 1996a; Hoyer et al., 2001a; Devine et al., 2002; 2004; 2009; Muhammad et al., 2009). Fakta tersebut memberikan peluang bagi peneliti untuk menguji efektivitas VCD sebagai bahan pengendali kesuburan pada spesies berbeda yang merupakan hama tanaman padi yaitu tikus sawah (R. argentiventer, Rob & Kloss). Namun untuk mempelajari potensi suatu bahan kimia, perlu dipahami beberapa hal antara lain sebagai berikut: 1) efek yang ditimbulkan, 2) dosis yang sesuai untuk memunculkan efek tersebut, 3) informasi mengenai bahan kimia terkait dan paparannya dalam tubuh individu. Paparan senyawa kimia tersebut dapat dipelajari lebih detail melalui rute dan durasi serta frekuensi pemberiannya (Eaton & Klaassen, 2001). Pengendalian kesuburan merupakan metode yang tepat untuk diterapkan pada tikus sawah karena beberapa alasan (Jacob et al., 2004), yaitu: 1) reproduksi tikus sawah sangat tergantung pada ketersediaan tanaman padi yang hanya berlangsung sekitar 7-9 minggu untuk setiap musim tanam (Lam, 1983; Leung et al., 1999). Oleh karena itu efek yang diakibatkan oleh bahan pengendali kesuburan cukup efektif untuk membatasi reproduksi tikus sawah dalam rentang waktu tersebut; 2) tikus sawah berkumpul di habitat refuge selama periode bera, 3

4 sehingga memudahkan pengaplikasian bahan pengendali kesuburan sebelum memasuki masa reproduksi (Jacob et al., 2003). Di samping itu dinamika populasi tikus sawah (R. argentiventer, Rob & Kloss) yang memiliki satu kali puncak populasi pada saat kondisi bera dalam satu kali musim tanam (Sudarmaji & Herawati, 2008) merupakan faktor pendukung lainnya dalam penerapan pengendalian kesuburan tersebut. Berdasarkan permasalahan hama tikus sawah yang terjadi di Indonesia dan ketergantungan petani terhadap rodentisida, diperlukan metode pengendalian yang dapat menekan populasi hama tersebut, bersifat ramah lingkungan, dan mudah diterapkan oleh petani. Pengendalian kesuburan (fertility control) terhadap tikus sawah merupakan metode alternatif karena prinsip dasar dari metode ini tidak menghilangkan keberadaan individu dari suatu populasi, tetapi hanya membatasi reproduksi organisme tersebut (Jacob et al., 2004). Pengendalian kesuburan melalui pengumpanan merupakan metode baru yang memenuhi kriteria tersebut. Pengembangan metode ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan umpan sebagai media pendistribusi bahan antifertilitas yang bersifat toksik dan dapat menekan populasi hama (Douglas, 1959; Bullard & Shumake, 1977; Morgan, 1982). Disamping sebagai metode alternatif pengendalian tikus sawah yang merupakan hama utama tanaman padi, fertility control juga dapat diterapkan pada bidang kesehatan. Metode tersebut diharapkan dapat menekan populasi spesies tikus lainnya yang merupakan vektor sejumlah penyakit menular. Senyawa VCD merupakan salah satu bahan kimia yang memiliki potensi antifertilitas karena memiliki efek ovotoksik terhadap ovarium mamal. Oleh 4

5 karena itu senyawa ini berpeluang untuk diujicobakan pada tikus sawah betina. Uji pendahuluan secara in vivo dan in vitro perlu dilakukan untuk memperoleh informasi lengkap mengenai ketepatan dosis dan durasi aplikasi senyawa VCD serta respon individu dan organ target terhadap senyawa tersebut. Salah satu wujud respon organ target terhadap senyawa VCD adalah proses detoksifikasi yang dilakukan oleh enzim epoxide hydrolase, glutathione S- transferase dan cytochrome P450 yang terdapat pada ovarium (Mukhtar et al., 1978a; 1978b; Bengtsson et al., 1983). Proses metabolisme suatu bahan kimia dalam ovarium dimungkinkan terjadi dalam struktur tertentu seperti folikel yang terdiri dari beberapa stadium yang berbeda. Hal ini menyebabkan tingkat tanggapan terhadap bahan kimia tersebut berbeda pada setiap stadium folikel. Kemampuan detoksifikasi folikel primordial dan folikel primer pada tikus laboratorium albino (R. norvegicus) terhadap VCD lebih rendah apabila dibandingkan dengan folikel yang lebih matang (Hoyer et al., 2001). Oleh karena itu penelitian mengenai deteksi enzim pendetoksifikasi VCD pada folikel perlu dilakukan. Hal ini ditujukan untuk memastikan bahwa efek ovotoksik VCD terhadap ovarium terjadi pada folikel stadium tertentu. Penelitian lanjutan mengenai efek antifertilitas VCD melalui formulasi umpan dalam skala laboratorium juga perlu dilakukan. Hal tersebut bertujuan untuk mempelajari efektivitas VCD sebagai bahan antifertilitas yang sudah diformulasikan dalam umpan. Uji pendahuluan mengenai preferensi umpan harus dilakukan sebelumnya untuk mempermudah aplikasi di lapangan. Uji dosis pemberian VCD telah dilakukan terhadap tikus laboratorium secara oral. Hasil 5

6 penelitian menunjukkan bahwa kisaran dosis VCD mg/kg berat badan menunjukkan efek ovotoksik yang signifikan terhadap tikus laboratorium (personal communication: Hinds, 2008). Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa umpan merupakan material yang sering digunakan untuk mendistribusikan toksikan dalam pengendalian hama. Konsumsi umpan oleh spesies target berpengaruh terhadap efektivitas dan biaya pengumpanan. Tingginya konsumsi umpan oleh hewan target juga menurunkan tingkat konsumsi bahan tersebut oleh organisme non target, sehingga dapat menekan dampak negatif terhadap lingkungan. Preferensi umpan dan efikasi strategi pengumpanan tergantung pada pakan, kebiasaan mencari pakan, dan perilaku sosial hewan target (Cagnacci et al., 2007). B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, berikut adalah beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam penelitian: 1) Apakah VCD memiliki efek ovotoksik dan berpengaruh terhadap folikel primordial tikus sawah betina secara in vivo? 2) Apakah VCD memiliki efek ovotoksik dan berpengaruh terhadap folikel primordial tikus sawah betina secara in vitro? 3) Apakah ovarium tikus sawah betina mampu merespon senyawa VCD? 4) Apakah efek ovotoksik VCD terhadap fertilitas tikus sawah betina tetap terdeteksi apabila bahan kimia tersebut diaplikasikan melalui formulasi umpan? 6

7 C. Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk : 1) Mempelajari pengaruh ovotoksik VCD pada tikus sawah betina secara in vivo & pengaruhnya terhadap folikel primordial 2) Mempelajari pengaruh ovotoksik VCD pada tikus sawah betina secara in vitro & pengaruhnya terhadap folikel primordial 3) Mempelajari kemampuan ovarium tikus sawah sebagai organ target dalam merespon VCD 4) Mendeteksi pengaruh ovotoksik VCD terhadap perkembangbiakan tikus sawah melalui formulasi umpan pada skala laboratorium & enclosure D. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai efek antifertilitas VCD sudah dilakukan pada anjing, tikus laboratorium dan mencit, oleh sejumlah peneliti dari beberapa negara. Metode dan aspek yang diamati sangat beragam tergantung pada tujuan dan latar belakang akademis masing-masing peneliti. Semua penelitian yang telah dilakukan belum memberikan informasi tentang efek antifertilitas bahan kimia tersebut terhadap tikus sawah. Hingga saat ini belum terdapat informasi mengenai efek antifertilitas VCD terhadap tikus sawah baik secara in vivo maupun in vitro. Informasi mengenai efek antifertilitas VCD terhadap tikus sawah betina pada penelitian ini sangat penting karena individu tersebut merupakan hama utama pada tanaman padi di Indonesia. 7

8 Informasi ilmiah mengenai bahan antifertilitas sejauh ini masih merupakan hasil penelitian tahap awal. Sejumlah penelitian menyebutkan adanya potensi tumbuhan sebagai sumber bahan antifertilitas yang berasal dari alam. Namun demikian penelitian hanya berkisar tentang khasiat ekstrak tanaman tersebut yang berpengaruh terhadap individu jantan dan betina serta belum mendeteksi sejauh mana kemampuan toksisitasnya. Salah satu hasil penelitian menyebutkan bahwa minyak gossypol dari biji kapuk (Gossypium sp) mempunyai efek antifertilitas terhadap tikus laboratorium (Rattus norvegicus) yaitu menyebabkan penurunan produksi spermatozoa tikus jantan dan kegagalan kebuntingan pada tikus betina (Oka & Hrudka, 1984; Yang & Wu, 1987). Ekstrak biji jarak juga dapat menyebabkan keguguran pada janin tikus (Banerjee et al., 1999). Ekstrak buah pare diketahui memiliki fungsi menghambat fungsi testis anjing dalam memproduksi spermatozoa (Dixit et al., 1978). Penelitian terhadap bahan yang sama juga menunjukkan pengaruh abnormalitas terhadap morfologi, motilitas dan viabilitas spermatozoa tikus laboratorium (Wardoyo, 1990). Ekstrak buah pare juga terbukti menurunkan kualitas dan kuantitas spermatozoa mencit dan bersifat reversible (Adimunca, 1996). Penelitian lain terhadap ekstrak buah pare menunjukkan efek antifertilitas bahan tersebut pada mencit. Dampak negatif yang ditimbulkan adalah terhambatnya proses spermatogenesis secara reversible yang selanjutnya menurunkan jumlah anak mencit (Sutyarso, 1992). Pengaruh ekstrak buah pare terhadap fertilitas tikus putih juga telah dilaporkan melalui penurunan berat ovarium, penurunan jumlah folikel, folikel de Graaf, dan corpus luteum (Sharanabasappa et al., 2002). Ekstrak methanol kulit buah manggis (Garcinia 8

9 mangostana, L) terbukti efektif dapat menghambat pertumbuhan folikel menjadi masak (de Graaf) pada ovarium mencit (Palupi, 2008). Efek antifertilitas ekstrak methanol kulit buah manggis juga teramati pada menurunnya konsentrasi spermatozoa, berat testis, dan diameter tubulus seminiferus (Azhar, 2013). Penelitian lanjutan bahkan menunjukkan ekstrak 40 jenis tanaman lainnya mampu merusak fungsi ovarium sehingga menimbulkan efek negatif terhadap fungsi reproduksi tikus betina. Tiga belas jenis diantaranya memicu penurunan jumlah dan tipe folikel serta menyebabkan gangguan siklus estrus. Efek tersebut bersifat reversible dan hanya berlangsung dalam jangka pendek (Tran & Hinds, 2013). Tujuh jenis dari 13 tanaman tersebut diantaranya adalah papaya (Carica papaya, L.), bunga sepatu (Hisbiscus rosasinensis, L), sirih (Piper betle, L), tembakau (Nicotiana sp), putri malu (Mimosa pudica, L), nanas (Ananas sativus) dan wortel (Daucus carota, L.). Tujuh tanaman tersebut memiliki potensi antifertilitas pada tikus laboratorium (Rattus norvegicus) dan mencit (Mus musculus) betina berupa penghambatan fungsi ovarium. Ekstrak bagian tanaman tersebut seperti biji, bunga, akar, tangkai daun, buah dan biji disebutkan memiliki efek memperpanjang, merusak serta menghambat siklus estrus, yang selanjutnya berdampak pada terhambatnya ovulasi, konsepsi dan implantasi sehingga menurunkan jumlah anakan. Dampak negatif lainnya meliputi penurunan berat organ reproduksi seperti uterus dan ovarium, berkurangnya jumlah folikel normal, reduksi ukuran dan jumlah folikel de Graaf, peningkatan jumlah folikel yang mengalami atresia, serta ketiadaan corpora lutea (Garg & Mathur, 1972; Kholkute et al., 1976; Adhikary et al., 1989; Bhatnagar, 1995; Chinoy et al., 1995; Joshi & 9

10 Chinoy, 1996; Chinoy et al., 1997; Majumder et al., 1997;1998; Patil et al., 1998; Hiremath et al., 1999; Shyamala & Salma, 2001; Mandal et al., 2004; Raji et al., 2005; Holloway et al., 2006; Ganguly et al., 2007; Sharma et al., 2007; Das et al., 2008; Dosumu et al., 2008). E. Manfaat Penelitian Penelitian diharapkan dapat membuktikan bahwa VCD bersifat toksik terhadap folikel ovarium tikus sawah betina. Terbatasnya jumlah folikel primordial (Hirshfield, 1991a), menyebabkan efek toksik VCD yang tertuju pada folikel tersebut bersifat permanen, karena apabila rusak tidak dapat diproduksi ulang. Selain itu dari hasil penelitian juga diharapkan diperoleh informasi mengenai dosis dan frekuensi aplikasi VCD paling efektif yang dapat menyebabkan infertilitas pada individu betina dewasa. Informasi ini kemudian digunakan sebagai dasar dalam perakitan umpan yang mengandung bahan aktif penyebab antifertilitas tersebut dalam rangka pengendalian tikus sawah. Dalam implementasinya di lapangan, umpan tersebut diharapkan dapat diaplikasikan pada awal musim tanam. Hal ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan fungsi bahan antifertilitas VCD, karena dengan terbatasnya sumber pakan pada saat itu menyebabkan tikus akan mengkonsumsi umpan dalam jumlah relatif banyak. Penyebaran umpan yang sudah dicampur dengan VCD diharapkan dapat meminimalkan persentase individu betina dewasa yang akan bereproduksi pada stadium padi generatif. Sebagai akibatnya VCD mampu menekan jumlah generasi baru pada stadium generatif pertanaman hingga 10

11 populasi tikus pada musim tanam berikutnya dapat terkontrol pada tingkat terendah. Pemanfaatan VCD dalam pengendalian tikus sawah melalui perakitan umpan selanjutnya diharapkan akan berdampak pada penurunan biaya sarana produksi padi, terutama kebutuhan bahan kimia pembasmi tikus seperti rodentisida dan belerang yang digunakan dalam fumigasi. Hal tersebut karena penggunaan rodentisida dan fumigasi merupakan dua metode andalan dan paling populer yang dipraktekkan oleh petani lokal. Selain keuntungan finansial bagi petani, dampak pencemaran akibat paparan rodentisida terhadap lingkungan dan organisme non target juga dapat diminimalkan apabila umpan VCD berhasil diaplikasikan di habitat. Keberhasilan aplikasi umpan VCD di lapangan diharapkan dapat menekan populasi tikus sawah sehingga mengurangi tingkat kerusakan tanaman padi. Penurunan populasi tikus sawah dan serangannya diharapkan akan berdampak pada peningkatan produksi padi, sehingga dapat menstabilkan persediaan pangan nasional. Manfaat lain dari keberhasilan aplikasi umpan VCD ini adalah peningkatan pendapatan petani yang secara langsung berujung pada peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan keluarga. 11

Mengenal Tikus Sawah

Mengenal Tikus Sawah AgroinovasI Mengenal Tikus Sawah Tikus sawah (Rattus argentiventer Rob & Kloss) merupakan hama utama tanaman padi dari golongan mammalia (binatang menyusui), yang mempunyai sifat-sifat yang sangat berbeda

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Rodensia merupakan salah satu hewan yang tergolong sangat banyak spesiesnya. Terdapat lebih dari 2700 spesies rodensia di dunia Menurut Aplin et al. (2003), 42% dari semua spesies

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family Menispermaceae yang mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat digunakan untuk mengobati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki luas wilayah ,68 KM 2. menekan tingkat laju pertumbuhan penduduk adalah dengan menekan tingkat

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki luas wilayah ,68 KM 2. menekan tingkat laju pertumbuhan penduduk adalah dengan menekan tingkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas wilayah 1.913.578,68 KM 2 yang terdiri dari 33 provinsi, 17504 pulau dan merupakan negara keempat yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian di dunia. Menurut WHO, lebih dari 4,2 juta orang di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian di dunia. Menurut WHO, lebih dari 4,2 juta orang di seluruh BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Rokok adalah masalah utama kesehatan sebagai penyebab penyakit dan penyebab kematian di dunia. Menurut WHO, lebih dari 4,2 juta orang di seluruh dunia meninggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mencapai tata kehidupan yang selaras dan seimbang dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mencapai tata kehidupan yang selaras dan seimbang dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Keterbatasan sumber daya alam dan pertambahan penduduk yang pesat merupakan masalah negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. Pertambahan penduduk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Ketertarikan Tikus Sawah terhadap Rodentisida dan Umpan (Choice Test) Konsumsi Tikus Sawah terhadap Empat Formulasi Rodentisida Bromadiolon Tikus sawah yang mempunyai habitat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi (Sugiri, 2009), yakni

BAB I PENDAHULUAN. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi (Sugiri, 2009), yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi (Sugiri, 2009), yakni 2,6 juta jiwa per tahun. Menurut Syarief (2010) pada 2006 rata-rata angka kelahiran mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. D.I.Yogyakarta tahun mengalami penurunan. Pada tahun 2013

I. PENDAHULUAN. D.I.Yogyakarta tahun mengalami penurunan. Pada tahun 2013 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta (D.I.Yogyakarta) masih memiliki areal pertanian yang cukup luas dan merupakan salah satu daerah pemasok beras dan kebutuhan pangan lainnya di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Population Data Sheet (2014), Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Population Data Sheet (2014), Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepadatan penduduk di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah yang sampai sekarang belum dapat diatasi, hal ini disebabkan karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Indonesia memiliki sekitar 25.000-30.000

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian dan pengembangan tumbuhan obat saat ini berkembang pesat. Oleh karena bahannya yang mudah diperoleh dan diolah sehingga obat tradisional lebih banyak digunakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001) dan menurut infomasi tahun 2007 laju pertumbuhan penduduk sudah

BAB I PENDAHULUAN. 2001) dan menurut infomasi tahun 2007 laju pertumbuhan penduduk sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 adalah sebesar 210.241. 999 dengan pertambahan penduduk sekitar 1,9 % (BPS, 2001) dan menurut infomasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas merupakan salah satu masalah penting bagi setiap orang. Infertilitas pada pria berkaitan erat dengan spermatogenesis. Proses ini dipengaruhi oleh dua faktor

Lebih terperinci

Si Pengerat Musuh Petani Tebu..

Si Pengerat Musuh Petani Tebu.. Si Pengerat Musuh Petani Tebu.. Embriani BBPPTP Surabaya Gambar. Tanaman Tebu Yang Terserang Tikus Hama/pest diartikan sebagai jasad pengganggu bisa berupa jasad renik, tumbuhan, dan hewan. Hama Tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iii v viii x xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 4 C.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat, menyebabkan kebutuhan akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani berkualitas yang

Lebih terperinci

Infertilitas pada pria di Indonesia merupakan masalah yang perlu perhatian

Infertilitas pada pria di Indonesia merupakan masalah yang perlu perhatian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas adalah menurunnya atau hilangnya kemampuan menghasilkan keturunan, istilah ini sama sekali tidak menunjukkan ketidakmampuan menghasilkan keturunan sepertinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai hasil alam yang berlimpah dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai kepentingan. Salah satu dari hasil alam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan tumbuhan. Sekitar 30.000 jenis tumbuhan diperkirakan terdapat di dalam hutan tropis Indonesia. Dari jumlah tersebut, 9.600 jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup luas. Pengobatan tradisional terus dikembangkan dan dipelihara sebagai warisan budaya bangsa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk. untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat (Supriadi dkk,

BAB I PENDAHULUAN. yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk. untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat (Supriadi dkk, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Data menunjukkan bahwa sekitar 80 % penduduk dunia memanfaatkan obat tradisional yang bahan bakunya berasal dari tumbuhan. Hal ini timbul sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Obat tradisional adalah obat jadi atau ramuan bahan alam yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, atau campuran bahan bahan tersebut yang secara tradisional telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol merupakan zat psikotropika dengan penggunaan yang paling luas.

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol merupakan zat psikotropika dengan penggunaan yang paling luas. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alkohol merupakan zat psikotropika dengan penggunaan yang paling luas. Salah satu jenis minuman beralkohol yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat khususnya di daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan bahan tanaman obat dan produk-produk alam yang termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan bahan tanaman obat dan produk-produk alam yang termasuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan bahan tanaman obat dan produk-produk alam yang termasuk dalam golongan obat tradisional telah banyak digunakan selama berabad-abad di berbagai belahan dunia

Lebih terperinci

Tanaman sambiloto telah lama terkenal digunakan sebagai obat, menurut Widyawati (2007) sambil oto dapat memberikan efek hepatoprotektif, efek

Tanaman sambiloto telah lama terkenal digunakan sebagai obat, menurut Widyawati (2007) sambil oto dapat memberikan efek hepatoprotektif, efek BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infertilitas atau gangguan kesuburan dapat dimengerti sebagai ketidakmampuan sepasang suami istri untuk mendapatkan keturunan setelah satu tahun menikah tanpa menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian mengenai pengruh pemberian ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih diambil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Angka pengguna telepon seluler (ponsel) atau handphone di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Angka pengguna telepon seluler (ponsel) atau handphone di Indonesia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka pengguna telepon seluler (ponsel) atau handphone di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya. Penelitian yang dilakukan oleh Roy Morgan Research di Australia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa

I. PENDAHULUAN. yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak lokal berperan penting dalam kehidupan masyarakat pedesaan yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa sifat unggul dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era ini, masyarakat Indonesia mulai memanfaatkan berbagai tanaman sebagai ramuan obat seperti zaman dahulu yang dilakukan oleh nenek moyang kita. Munculnya kembali

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual, sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Straight,

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi 4.1.1 Tinggi Tanaman Tinggi tanaman pada saat tanaman berumur 4 MST dan 8 MST masingmasing perlakuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian tanaman pangan merupakan sektor pertanian yang memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan sektor pertanian

Lebih terperinci

Uji Efektifitas Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Sebagai Pestisida Nabati terhadap Perilaku Makan Tikus Hama (Rattus argetiventer)

Uji Efektifitas Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Sebagai Pestisida Nabati terhadap Perilaku Makan Tikus Hama (Rattus argetiventer) Uji Efektifitas Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Sebagai Pestisida Nabati terhadap Perilaku Makan Tikus Hama (Rattus argetiventer) Rahmawasiah, Rahman Hairuddin dan Abdul Jalil Universitas Cokroaminoto

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK BIJI PEPAYA BANGKOK (Carica papaya [L.] var. Bangkok) TERHADAP PENURUNAN FERTILITAS MENCIT (Mus musculus L.) STRAIN BALB-C BETINA

PENGARUH EKSTRAK BIJI PEPAYA BANGKOK (Carica papaya [L.] var. Bangkok) TERHADAP PENURUNAN FERTILITAS MENCIT (Mus musculus L.) STRAIN BALB-C BETINA PENGARUH EKSTRAK BIJI PEPAYA BANGKOK (Carica papaya [L.] var. Bangkok) TERHADAP PENURUNAN FERTILITAS MENCIT (Mus musculus L.) STRAIN BALB-C BETINA SKRIPSI Oleh Evi Kristiana NIM 070210103041 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iii v viii ix xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 3 C. Batasan

Lebih terperinci

SW PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU PUTIH

SW PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU PUTIH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati nomor dua di dunia setelah Brazilia dengan ribuan spesies tumbuhan yang tersebar di hutan tropika (Agoes, 2009). Berbagai jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak digemari masyarakat Indonesia, sehingga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Cabai merah

Lebih terperinci

Teknologi Peningkatan Produksi dan Kualitas Hasil Panen Padi

Teknologi Peningkatan Produksi dan Kualitas Hasil Panen Padi Teknologi Peningkatan Produksi dan Kualitas Hasil Panen Padi Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia PT Maxima Agro Internasional H A S I L K A R Y A A N A K B A N G S A Pendahuluan Penyediaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya pemeliharaan kesehatan dan pengobatan penyakit, lebih banyak

I. PENDAHULUAN. khususnya pemeliharaan kesehatan dan pengobatan penyakit, lebih banyak 14 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keanekaragaman hayati tumbuhan di Indonesia mencapai lebih dari 30.000 spesies dan banyak diantaranya digunakan sebagai bahan makanan dan obat obatan. Budaya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian Tingkat Kejeraan Tikus Sawah (R. argentiventer) dan Tikus Rumah (R. rattus diardii) terhadap Rodentisida Seng Fosfida

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian Tingkat Kejeraan Tikus Sawah (R. argentiventer) dan Tikus Rumah (R. rattus diardii) terhadap Rodentisida Seng Fosfida 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Tingkat Kejeraan Tikus Sawah (R. argentiventer) dan Tikus Rumah (R. rattus diardii) terhadap Rodentisida Seng Fosfida Pengujian tingkat kejeraan tikus sawah dan tikus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Biologi dan Ekologi

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Biologi dan Ekologi 4 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Tikus sawah merupakan hewan pengerat yang termasuk dalam Filum Chordata, Subfilum Vertebrata, Kelas Mamalia, Subkelas Theria, Infrakelas Eutheria,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Gambar 1), dari Bulan Oktober hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingginya dapat mencapai 30 meter sesuai dengan kondisi lingkungan. Batang

BAB I PENDAHULUAN. tingginya dapat mencapai 30 meter sesuai dengan kondisi lingkungan. Batang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pinang (Areca catechu L.) merupakan tumbuhan monokotil tak bercabang, tingginya dapat mencapai 30 meter sesuai dengan kondisi lingkungan. Batang pinang ramping

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Penulis

KATA PENGANTAR. Penulis ii iii iv KATA PENGANTAR Assalamu alaikum warahmatullohi wabarakatuh Alhamdulillahi robbil alamin, segala puji bagi Allah hanya karena rakhmat dan hidayah-nya penulisan buku dengan judul Efektivitas pemberian

Lebih terperinci

benua Amerika yang beriklim tropis pada ketinggian m di atas permukaan laut (Faridah, 2007). Tanaman berduri ini termasuk dalam klasifikasi

benua Amerika yang beriklim tropis pada ketinggian m di atas permukaan laut (Faridah, 2007). Tanaman berduri ini termasuk dalam klasifikasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman masih merupakan sumber utama dalam penemuan obat baru, sementara alam Indonesia menyediakan sumber alamiah yang belum dimanfaatkan secara optimal dalam menemukan

Lebih terperinci

pudica L.) pada bagian herba yaitu insomnia (susah tidur), radang mata akut, radang lambung, radang usus, batu saluran kencing, panas tinggi pada

pudica L.) pada bagian herba yaitu insomnia (susah tidur), radang mata akut, radang lambung, radang usus, batu saluran kencing, panas tinggi pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sangat bergantung dengan alam untuk memenuhi kebutuhannya dari dulu sampai sekarang ini. Kebutuhan paling utama yang berasal dari alam merupakan kebutuhan makanan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Estrogen adalah salah satu hormon yang berperan dalam reproduksi hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting adalah estradiol

Lebih terperinci

STUDI POTENSI RODENTISIDA NABATI BIJI JENGKOL UNTUK PENGENDALIAN HAMA TIKUS PADA TANAMAN JAGUNG

STUDI POTENSI RODENTISIDA NABATI BIJI JENGKOL UNTUK PENGENDALIAN HAMA TIKUS PADA TANAMAN JAGUNG STUDI POTENSI RODENTISIDA NABATI BIJI JENGKOL UNTUK PENGENDALIAN HAMA TIKUS PADA TANAMAN JAGUNG Terry Pakki 1), Muhammad Taufik 1),dan A.M. Adnan 2) 1). Jurusan Agroteknologi, Konsentrasi Hama dan Penyakit

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family Oryzoideae dan Genus Oryza. Organ tanaman padi terdiri atas organ vegetatif dan organ generatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat sekitar tumbuhan, diduga sekitar spesies

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat sekitar tumbuhan, diduga sekitar spesies BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia dikenal sebagai megabiodiversity country, yaitu Negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang besar. Di hutan tropis Indonesia terdapat sekitar 30.000 tumbuhan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang hijau adalah tanaman budidaya palawija yang dikenal luas di daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki banyak manfaat dalam kehidupan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT

PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini industri dan perdagangan produk herbal serta suplemen makanan di seluruh dunia yang berasal dari bahan alami cenderung mengalami peningkatan. Di Indonesia,

Lebih terperinci

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Memasuki musim hujan tahun ini, para petani mulai sibuk mempersiapkan lahan untuk segera mengolah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi merupakan salah satu komoditas pangan yang harus

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi merupakan salah satu komoditas pangan yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman padi merupakan salah satu komoditas pangan yang harus terpenuhi kecukupannya untuk menunjang kelangsungan hidup sebahagian besar penduduk Indonesia.Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas. dan rumit (Hermawanto & Hadiwijaya, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas. dan rumit (Hermawanto & Hadiwijaya, 2007) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas pada pria merupakan masalah yang perlu perhatian dan penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas wanita dalam penatalaksanaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi peranakan Fresian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan sapi-sapi jantan FH dengan sapi lokal melalui perkawinan alam (langsung)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia saat ini, banyak sekali pasangan suami istri yang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia saat ini, banyak sekali pasangan suami istri yang kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Infertilitas merupakan salah satu masalah yang menjadi perhatian masyarakat Indonesia saat ini, banyak sekali pasangan suami istri yang kehidupan keluarganya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang kaya akan sumber bahan obat dari alam yang secara turun temurun telah digunakan sebagai ramuan obat tradisional. Pengobatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari setengah penduduk menggantungkan hidupnya pada beras yang

I. PENDAHULUAN. lebih dari setengah penduduk menggantungkan hidupnya pada beras yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) di Indonesia merupakan tanaman pangan terpenting karena lebih dari setengah penduduk menggantungkan hidupnya pada beras yang dihasilkan tanaman

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras adalah salah satu sumber makanan pokok masyarakat Indonesia khususnya dan bangsa-bangsa di Asia pada umumnya. Tingkat komsumsi beras nasional relatif lebih tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari emisi pembakaran bahan bakar bertimbal. Pelepasan timbal oksida ke

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari emisi pembakaran bahan bakar bertimbal. Pelepasan timbal oksida ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran atau polusi merupakan perubahan yang tidak dikehendaki yang meliputi perubahan fisik, kimia, dan biologi. Pencemaran banyak mengarah kepada pembuangan

Lebih terperinci

BAB 1 PEBDAHULUAN. kalangan usia <18 tahun dan persentasenya sebesar 51,4%. Sementara itu, insiden

BAB 1 PEBDAHULUAN. kalangan usia <18 tahun dan persentasenya sebesar 51,4%. Sementara itu, insiden BAB 1 PEBDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebiasaan merokok sudah menjadi kebiasaan manusia sejak ratusan tahun yang lalu dan jumlah penggunanya semakin meningkat. Di Amerika perokok baru bertambah 6.300 orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi

I. PENDAHULUAN. Padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi Lampung pada sektor tanaman pangan. Produksi komoditas padi di Provinsi Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) merupakan tanaman berupa pohon

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) merupakan tanaman berupa pohon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) merupakan tanaman berupa pohon yang biasanya memiliki tinggi mencapai 10 m sampai 20 m. Tanaman ini merupakan tanaman dikotil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit periodontitis (Asmawati, 2011). Ciri khas dari keadaan periodontitis yaitu gingiva kehilangan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit periodontitis (Asmawati, 2011). Ciri khas dari keadaan periodontitis yaitu gingiva kehilangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Insiden periodontitis dilaporkan cukup tinggi di Indonesia, penyakit ini merupakan penyebab utama kehilangan gigi pada kelompok usia 35 tahun ke atas. Hasil dari berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sayuran cukup penting di Indonesia, baik untuk konsumsi di dalam negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas, menurut Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas, menurut Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, didefinisikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Infertilitas, menurut Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, didefinisikan sebagai ketidakmampuan terjadinya konsepsi spontan pada pasangan yang aktif secara seksual tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas adalah salah satu masalah kesehatan utama dalam hidup, dan

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas adalah salah satu masalah kesehatan utama dalam hidup, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infertilitas adalah salah satu masalah kesehatan utama dalam hidup, dan sekitar 30% infertilitas disebabkan faktor laki-laki (Carlsen et al., 1992; Isidori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Manfaat berbagai macam tanaman sebagai obat sudah dikenal luas di negara berkembang maupun negara maju. 70-80% masyarakat Asia dan Afrika masih menggunakan

Lebih terperinci

ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iii v viii ix xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 3 C.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Alam telah menyediakan beraneka ragam hasil bumi yang diperlukan untuk semua makhluk hidup, termasuk bahan obat. Kebutuhan manusia dalam meningkatkan kualias

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini perkembangan penelitian dengan menggunakan bahan alam yang digunakan sebagai salah satu cara untuk menanggulangi berbagai macam penyakit semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME Telah dilakukan penelitian pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033 tahun 2012 tentang Bahan

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033 tahun 2012 tentang Bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jenis makanan yang terdapat di masyarakat tidak jarang mengandung bahan kimia berbahaya serta tidak layak makan, penggunaan bahan kimia berbahaya yang marak digunakan

Lebih terperinci

Ringkasan Uji Toksisitas Akut. e-assignment

Ringkasan Uji Toksisitas Akut. e-assignment Ringkasan Uji Toksisitas Akut Toksisitas: umum-khusus, tunggalberulang, akut (beda) Minimum LD, No ED LD 50 potensi toksisitas (kelas) Konversi, kapasitas maksimum Aplikasi & makna uji toksisitas akut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Konsumsi pada Perlakuan Kontrol Gabah, Beras, dan Jagung (No Choice Test) Hasil yang diperoleh dari pengujian konsumsi tikus terhadap umpan gabah, beras, dan jagung (no

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Jumlah penduduk merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh setiap negara, karena membawa konsekuensi di segala aspek antara lain pekerjaan,

Lebih terperinci

RAKITAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA KEONGMAS PENDAHULUAN

RAKITAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA KEONGMAS PENDAHULUAN RAKITAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA KEONGMAS Oleh: Silman Hamidy, Jamal Khalid, M. Adil, Hamdani PENDAHULUAN Tanaman padi merupakan salah satu komoditas pangan yang harus terpenuhi kecukupannya untuk menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai usaha telah dilakukan oleh para peneliti anti fertilitas untuk menemukan obat yang tepat dalam mengatasi masalah Keluarga Berencana. Bagi pemerintah Indonesia

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Senyawa 2-Methoxyethanol (2-ME) tergolong senyawa ptalate ester (ester

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Senyawa 2-Methoxyethanol (2-ME) tergolong senyawa ptalate ester (ester BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Infertilitas merupakan masalah yang memiliki angka kejadian yang cukup besar di Indonesia. Penyebab infertilitas pria dipengaruhi oleh banyak faktor,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Tanaman padi saat berumur 1-3 MST diserang oleh hama keong mas (Pomacea caanaliculata). Hama ini menyerang dengan memakan bagian batang dan daun tanaman yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aktivitas penyerbukan terjadi pada tanaman sayur-sayuran, buah-buahan, kacangkacangan,

I. PENDAHULUAN. Aktivitas penyerbukan terjadi pada tanaman sayur-sayuran, buah-buahan, kacangkacangan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Serangga merupakan golongan hewan yang dominan di muka bumi. Dalam jumlahnya serangga melebihi jumlah semua hewan melata yang ada baik di darat maupun di air, dan keberadaannya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima kelompok,

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima kelompok, BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan dan Desain Penelitian Penelitian yang dilaksanakan merupakan penelitian eksperimen, rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima kelompok,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infertilitas adalah tidak terjadinya kehamilan setelah menikah 1 tahun atau lebih meskipun pasangan tersebut melakukan hubungan seksual secara teratur tanpa adanya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi Pertumbuhan tanaman padi dibagi kedalam tiga fase: (1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2) reproduktif (primordial

Lebih terperinci

Pengendalian Hama Tikus Terpadu Tikus memiliki karakter biologi

Pengendalian Hama Tikus Terpadu Tikus memiliki karakter biologi Pengendalian Hama Tikus Terpadu Tikus memiliki karakter biologi yang berbeda dibanding hama padi yang lain seperti serangga dan moluska (bangsa siput). Oleh karena itu, penanganan hama tikus di lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam periode 10 tahun terakhir jumlah penduduk Indonesia meningkat dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode 10 tahun sebelumnya,

Lebih terperinci

Uji Efek Antifertilitas Kombinasi Ekstrak Biji Saga (Abrus precatorius L.) Dan Biji Pare (Momordica charantia L.) Pada Mencit Jantan (Mus muscullus)

Uji Efek Antifertilitas Kombinasi Ekstrak Biji Saga (Abrus precatorius L.) Dan Biji Pare (Momordica charantia L.) Pada Mencit Jantan (Mus muscullus) 412424 Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia, Vol 3.No.2 Desember 2017 Avaiable online at www.jurnal-pharmaconmw.com/jmpi p-issn :2442-6032 e-issn :2598-9979 Uji Efek Antifertilitas Kombinasi Ekstrak Biji

Lebih terperinci