BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan sudah terlihat jelas sejak
|
|
- Vera Tedjo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbedaan antara laki-laki dan perempuan sudah terlihat jelas sejak pertama kali manusia diciptakan. Sepanjang sejarahnya, manusia selalu menempatkan laki-laki sebagai superior, sebagai pemimpin dan penguasa sebagaimana yang tecermin dari kisah yang menyebutkan bahwa wahyu diturunkan kepada manusia berjenis kelamin laki-laki. Begitu pula pola pikir manusia yang menempatkan perempuan sebagai inferior, contohnya dalam kisah yang menyebutkan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki. Perempuan dianggap sebagai manusia kedua yang tidak terlahir utuh sebagaimana laki-laki, tetapi tercipta hanya dari satu bagian tubuh dari laki-laki, yaitu tulang rusuk. Demikian pula kisah yang menyebutkan bahwa Hawa merupakan jelmaan iblis yang menghasut Adam agar memetik dan memakan buah terlarang sehingga mereka dihukum turun ke Bumi. Pencitraan perempuan sebagai pihak inferior pun terbentuk dalam sistem budaya patriarki di banyak negara, termasuk negara-negara di Timur Tengah. Selama berabad-abad, sebuah sistem telah dibangun yang bertujuan untuk menghancurkan kemampuan perempuan melihat eksploitasi yang mereka alami serta memahami sebab-sebabnya sebuah sistem yang memotret keadaan perempuan sebagai sebuah takdir yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta yang telah menjadikan mereka sebagaimana adanya; wanita, dan dengan demikian
2 2 sebagai jenis paling rendah dari ras manusia (Saadawi, 2011:11). Patriarki dalam buku Kamla Bhasin (1996) yang berjudul Menggugat Patriarki: Pengantar tentang Persoalan Dominasi Terhadap Kaum Perempuan didefinisikan sebagai suatu sistem yang menempatkan ayah sebagai penguasa keluarga. Istri dibatasi untuk bekerja di ranah domestik. Ia dibebani tugas-tugas rumah tangga dan mengurus anak serta bertanggung jawab untuk membangun keluarga yang sehat dan sejahtera. Perempuan harus menjaga, merawat, memelihara, serta melayani seluruh anggota keluarga, tetapi tidak berhak untuk menentukan dan mengambil keputusan terhadap apa pun yang berkaitan dengan rumah tangga. Selain itu, kekerasan laki-laki dianggap merupakan suatu struktur perilaku alami yang secara rutin dialami oleh perempuan untuk menciptakan keluarga yang stabil. Citra perempuan sebagai pihak inferior tergambarkan pula dalam novel berjudul Syngué Sabour karya Atiq Rahimi. Atiq Rahimi adalah seorang penulis sekaligus sutradara film berkewarganegaraan ganda, yakni Afganistan dan Prancis. Selain novel berjudul Syngué Sabour yang berhasil meraih penghargaan sastra paling prestisius di Prancis, yaitu PrixGoncourt pada tahun 2008, Atiq Rahimi juga menulis beberapa novel yang ditulis dalam bahasa Persia. Ia menulis novel Syngué Sabour dalam bahasa prancis dengan alasan, Saya perlu bahasa yang lain dari bahasa saya untuk membicarakan hal-hal yang tabu. Latar tempat yang digunakan dalam novel ini adalah Afganistan ketika negara tersebut dikuasai oleh rezim Taliban antara tahun 1994 hingga Di bawah rezim Taliban, masyarakat Afganistan menghadapi situasi yang sangat genting. Tidak henti-hentinya bom diarahkan ke segala penjuru negeri, pagi
3 3 hingga malam hari, menewaskan ribuan masyarakat Afganistan. Dengan latar situasi tersebut, Atiq Rahimi menampilkan sebuah cerita dengan peran utama seorang perempuan. Perempuan tersebut dengan setia merawat suaminya yang tergeletak dalam keadaan koma akibat peluru yang bersarang di tengkuknya saat berperang. Segala kebutuhan dirinya dan anak-anaknya ditanggung olehnya. Seluruh keluarga telah meninggalkannya karena beranggapan bahwa ia masih memiliki suami sehingga tanggung jawab akan dirinya ditanggung oleh sang suami. Hari berganti hari dilaluinya dengan tetap mendampingi sang suami dengan setia pagi dan malam, berdzikir memohon perlindungan kepada Allah dan berdoa untuk kesembuhan suaminya. Seiring dengan berjalannya waktu, tekanan batin yang dirasakan oleh perempuan tersebut tidak dapat dibendung lagi. Ia berbicara tanpa henti di hadapan suaminya dengan harapan suaminya dapat bangun dari koma. Ia menceritakan segala cerita masa lalu yang tidak pernah diketahui oleh suaminya serta segala bayangan yang menghantui dirinya. Ia mengungkapkan segala penderitaan yang dialaminya selama menjalani kehidupan rumah tangga bersama sang suami hingga ia tenggelam dalam fantasi yang menguasai pikirannya. Ia mengibaratkan suaminya sebagai syngué sabour atau batu kesabaran. Syngué sabour adalah sebuah batu hitam bertuah dalam legenda Persia yang diletakkan oleh orang-orang di hadapan mereka sebagai media untuk menceritakan segala kemalangan, kesusahan, dan penderitaan yang tidak pernah mereka ungkapkan kepada orang lain. Batu hitam tersebut mendengar dan menyerap segala hal yang diceritakan padanya hingga suatu hari batu tersebut meledak dan membebaskan
4 4 manusia dari segala penderitaannya. Pada halaman pertama novel Syngué Sabour, Atiq Rahimi menyebutkan Di suatu tempat di Afganistan atau di tempat lain untuk menyuarakan ketertindasan perempuan yang terjadi di Afganistan dan perempuan-perempuan di luar Afganistan. Novel ini terinspirasi dari kisah nyata seorang penyair perempuan Afganistan bernama Nadia Anjuman yang dibunuh secara tragis oleh suaminya dengan cara dipukuli hingga tewas. Atiq Rahimi pun sempat mengunjungi rumah sakit penjara tempat suami Nadia Anjuman dirawat ketika sekarat karena percobaan bunuh diri. Perempuan sebagai pihak inferior dalam budaya patriarki memang banyak dijadikan tema dalam penulisan sebuah novel, termasuk dalam novel Syngué Sabour. Tokoh-tokoh perempuan tersebut menggambarkan figur perempuan tradisional yang terhegemoni oleh budaya patriarki yang telah mengakar dalam setiap lini kehidupan. Dalam karya-karya tersebut, pembahasan mengenai perempuan yang menjadi bahan pembicaraan, objek pemandangan, bahkan objek perdagangan menjadi gambaran yang umum ditemui. Dalam posisi seperti itu, perempuan dituntut untuk berlaku sopan dan berperilaku impresif sehingga dirinya memancarkan keindahan secara fisik dan kebaikan moral secara bersamaan. Hal tersebut membuktikan bahwa yang dilakukan perempuan sering kali bukan hal yang memang diinginkannya, melainkan suatu hal yang berefek baik atau bermanfaat bagi orang lain. Pada novel ini, fase-fase kejatuhan hidup yang dialami oleh tokoh perempuan ini direnungkan, disuarakan, dan dipertanyakan yang kemudian dijadikan kekuatan untuk terus berjuang dan
5 5 mendobrak tabu yang melemahkan posisinya sehingga ia dapat menemukan eksistensi dirinya sebagai manusia yang utuh. Di samping tema perempuan sebagai pihak inferior serta bentuk-bentuk pemberontakan dalam pencapaian eksistensi diri, pemilihan novel Syngué Sabour sebagai objek material didasarkan pada beberapa alasan lain. Pertama, novel ini memuat unsur historis yang membuat pembaca dapat mengetahui kondisi pada suatu masa dalam catatan sejarah dunia, dalam hal ini masa kekuasaan rezim Taliban di Afganistan. Kedua, novel ini sarat dengan representasi citra perempuan yang tidak biasa berupa perlawanan moral dan pengakuan akan hal-hal tabu dalam sebuah kultur budaya partiarki. Ketiga, penghargaan prestisius yang diberikan untuk penulisan novel ini membuktikan adanya teknik penceritaan yang amat baik yang digunakan oleh pengarang dalam menyajikan cerita. 1.2 Rumusan Masalah Dalam sejarahnya, masyarakat Afganistan terkenal dengan karakteristiknya yang taat beragama. Ajaran-ajaran agama Islam serta sistem budaya patriarki telah tertanam dalam diri mereka. Hal tersebut memengaruhi citra kaum perempuan yang patuh, sopan, dan tidak banyak berbicara. Namun, dalam novel ini hal tersebut justru bertolak belakang. Tokoh perempuan di dalam novel ini berbicara dengan bebas di hadapan suaminya yang sedang koma. Monolog panjang perempuan tersebut di hadapan suaminya mengungkap banyak rahasia yang selama ini disembunyikan olehnya. Ajaran feminisme mengenai kebebasan berbicara dan berekspresi yang umumnya ditentang oleh perempuan
6 6 Afganistan dengan batasan nilai, norma sosial, dan agama menjadi pertanyaan besar ketika tokoh perempuan di dalam novel ini justru menyuarakan ketertindasannya. Pembahasan mengenai persoalan ini menjadi penting karena kekerasan terhadap perempuan di dalam kultur budaya patriarki masih banyak terjadi di banyak negara di dunia. Pengebirian eksistensi perempuan sudah selayaknya dipertanyakan, ditentang, dan diperjuangkan kebebasannya agar perempuan dapat menjadi manusia yang utuh dan autentik. Dari uraian permasalahan yang telah disebutkan sebelumnya, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Sistem seperti apa yang dilawan oleh perempuan di dalam novel ini? 2. Bagaimana perjuangan perempuan untuk memperoleh eksistensi diri sebagai manusia yang utuh di dalam novel ini? 1.3 Tujuan Penelitian Tugas utama seorang peneliti adalah untuk memaparkan aspek-aspek yang terdapat dalam novel sehingga pembaca dapat mengapresiasi novel tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan sistem apa saja yang terdapat di dalam budaya patriarki yang dilawan oleh perempuan dalam upaya memperjuangkan eksistensi diri serta perjuangan apa saja yang dilakukan untuk memperoleh eksistensi diri sebagai manusia yang utuh dan autentik. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menambah wawasan dalam kaitannya tentang pembahasan perempuan yang kerap menjadi korban dalam hegemoni sistem budaya patriarki.
7 7 1.4 Tinjauan Pustaka Sumber data yang dijadikan sebagai bahan rujukan penelitian dibagi menjadi dua bagian, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah teks novel Syngué Sabour dan teks terjemahan dalam bahasa Indonesia dengan judul Batu Kesabaran. Data sekunder didapatkan melalui studi pustaka yang dilakukan dalam lingkup Universitas Gadjah Mada. Melalui studi pustaka, karya-karya Atiq Rahimi secara umum dan novel Syngué Sabour secara khusus tidak ditemukan dalam skripsi sastra tingkat sarjana di perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, tetapi ditemukan beberapa tema skripsi yang sama. Pembahasan yang bersinggungan dengan tema budaya patriarki pernah diteliti oleh Salam (2004) dalam tesisnya yang berjudul Perlawanan Wanita terhadap Dominasi Patriarki dalam Teks Tarling Cirebon: Sebuah Analisis Semiotika Riffaterre. Penelitian tersebut mengungkapkan makna gambaran perempuan di dalam kesenian tarling, seni pertunjukan dengan dua bentuk sajian, yaitu lakon dan lagu. Gambaran yang ditemukan dalam penelitian tersebut adalah: (1) gambaran perempuan di dalam teks tarling adalah representasi perempuan yang tersubordinasi akibat adanya patriarki, (2) gambaran perempuan di dalam teks tarling tersebut (meskipun tersubordinasi) melakukan perlawanan dengan memperlihatkan sikap tegasnya. Penelitian lain dilakukan oleh Niagara (2013) dalam skripsinya yang berjudul Dominasi Patriarkal dalam Novel Grafis Broderies Karya Marjane
8 8 Satrapi. Skripsinya tersebut mengangkat masalah dominasi patriarkal yang berlatar belakang di Timur Tengah, tepatnya Iran. Penelitian tersebut menjabarkan perbincangan antara kesembilan tokoh perempuan yang membicarakan hal yang dianggap tabu, yakni mengenai seksualitas. Seksualitas diperbincangkan melewati batasan norma yang ada dalam masyarakat berkultur patriarki dan bernapaskan nilai-nilai Islam. Mereka membicarakan hal-hal pribadi seperti pengalaman nikah paksa, persenggamaan, keperawanan, dan organ reproduksi. Cerita-cerita kesembilan tokoh tersebut mencerminkan dominasi patriarkal yang telah mengakar kuat dalam sendi kehidupan di Iran. Dalam penelitiannya, Niagara menjabarkan tiga aspek bidang kehidupan perempuan di bawah kontrol laki-laki, yakni daya produktif dan tenaga kerja perempuan, seksualitas perempuan, dan pembatasan gerak perempuan. Penelitian lain dilakukan oleh Krisnajaya (2000) dalam skripsinya yang berjudul Kesadaran, Perlawanan dan Kebebasan dalam Novel Mémoires d Une Jeune Fille Rangée Karya Simone de Beauvoir. Dalam skripsinya tersebut, Krisnajaya memaparkan bahwa ketimpangan gender yang terjadi dalam keluarga tokoh utama merupakan akibat dari sistem patriarki yang berakar dari tradisi borjuis dan diperkuat oleh nilai-nilai ajaran agama dan nilai-nilai di masyarakat. Kesadaran dan perlawanan tokoh utama di dalam novel tersebut bertujuan untuk meraih kebebasan kaum perempuan. Dapat dikatakan bahwa perlawanan tersebut merupakan upaya untuk mencapai kebebasan total manusia dalam pandangan eksistensialisme. Kesadaran diri tokoh utama sebagai pihak yang tertindas dalam budaya patriarki inilah yang membuat pemberontakannya diarahkan pada
9 9 ketidaktaatannya terhadap nilai-nilai dalam masyarakat borjuis yang dianggapnya munafik serta telah melestarikan nilai-nilai patriarki yang merugikan kaum perempuan. Dalam novelnya, Simone juga menggarisbawahi ketidakberdayaan kaum perempuan dalam menghadapi tekanan dari luar seperti yang dialami oleh ibu dan tokoh perempuan lain bernama Zaza yang bernasib tragis. Karena hal tersebut, Simone semakin yakin bahwa kebebasan itu harus diperjuangkan dan perjuangan membutuhkan pengorbanan. Skripsi lainnya ditulis oleh Sukendro (2004) yang berjudul Pemberontakan Perempuan terhadap Ketidakadilan Gender dalam Kumpulan Puisi Para Pembunuh Waktu Karya Dorothea Rosa Herliany (Kritik Sastra Feminis). Dalam kumpulan puisi yang diteliti, terdapat berbagai masalah kehidupan yang diterima perempuan dari perspektif gender, seperti pernikahan, konsep kesetiaan, kematian, percintaan, permasalahan tradisi, agama, maupun ikatan norma dalam masyarakat. Puisi-puisi tersebut bertemakan perjuangan wanita dalam memperjuangkan persamaan hak terhadap laki-laki dan perlawanan terhadap hegemoni laki-laki. Selanjutnya, Latifah (2005) menulis skripsi dengan tema feminisme dengan metode analisis naratologi yang berjudul Analisis Naratologi dan Kritik Sastra Feminis Novel Geni Jora Karya Abidah El Khalieqy. Dalam skripsi tersebut, penulis memaparkan struktur naratologi, khususnya lapisan fabula dengan elemen aktor, waktu, dan tempat. Pada elemen aktor, terdapat pengelompokan berdasarkan relasi subjek-objek, kuasa-penerima, dan pembantu-lawan. Dalam analisis aktor, terlihat pula masalah-masalah yang diperjuangkan oleh tokoh-tokoh perempuan. Kemudian, pada analisis waktu,
10 10 terlihat rentang waktu krisis, yaitu rentang waktu yang mengalami penekanan sehingga periode peristiwa yang seharusnya lama menjadi lebih singkat. Terakhir adalah analisis tempat yang dibagi menjadi tiga bagian utama beserta kondisi psikologis yang dialami oleh tokoh di tempat-tempat tersebut. Skripsi lain yang menggunakan pendekatan gender ditulis oleh Muslifah (2004) dengan judul Serat Centhini Episode Centhini: Naratologi dan Pendekatan Gender, Analisis Fabula. Dalam skripsi tersebut, penulis membahas mengenai analisis fabula yang terdapat dalam Serat Centhini Episode Centhini. Terdapat pembagian empat aspek dalam analisis fabula, yaitu events (kejadian), actors (para pelaku), lokasi, dan waktu. Events merupakan peralihan dari suatu kejadian ke kejadian lain yang dialami dan dirasakan oleh para pelakunya. Dalam aspek events, terdapat peristiwa fungsionalis karena membawa perubahan bagi para pelakunya, dalam hal ini peristiwa menikahnya Amongraga dan Tambangraras. Kemudian, pada aspek actors, dalam cerita tersebut terbagi menjadi dua, yaitu pelaku laki-laki yang bertindak aktif (contohnya sebagai pembicara) dan pelaku perempuan yang bertindak pasif (contohnya sebagai pendengar). Aspek ketiga, yaitu lokasi, termasuk di dalamnya ruang yang terbagi menjadi dua, yaitu ruang laki-laki (pendopo dan rumah ibadah) dan ruang perempuan (bagian di dalam rumah seperti kamar tidur, dapur, dan halaman belakang). Aspek terakhir ialah waktu yang meliputi durasi keseluruhan kejadian dalam naskah tersebut. Pada beberapa masa yang diceritakan, terdapat beberapa kisah yang tidak diceritakan secara detail untuk efektivitas penceritaan.
11 Landasan Teori Penelitian ini akan menggunakan teori feminisme Simone de Beauvoir. Secara garis besar, teori feminisme Simone de Beauvoir tergolong ke dalam teori feminisme-eksistensialis. Penelitian ini akan menggunakan beberapa konsep dari teori Simone de Beauvoir sebagai berikut Manusia dan Kebebasan Pada dasarnya, setiap manusia adalah subjek pengada bebas yang tidak terikat satu sama lain. Selain itu, manusia juga merupakan makhluk yang memiliki kehendak buta. Artinya, dalam diri manusia terdapat keinginan yang sangat banyak yang tidak memandang aturan dan norma serta nilai-nilai kehidupan dan itulah yang dimaknai sebagai kebebasan. Setiap manusia berhak melakukan apa pun dan menentukan apa pun untuk dirinya. Manusia memiliki kebebasan atas dirinya sendiri. Ia dapat keluar dari batas-batas yang membatasi dirinya untuk mencari esensi diri yang sesungguhnya. Simone de Beauvoir sependapat dengan pemikiran Sartre yang menyebutkan bahwa manusia adalah eksistensi yang mendahului esensi. Istilah eksistensi berasal dari kata eks yang artinya keluar dan sistere yang artinya ada atau berada. Jadi, eksistensi memiliki pengertian sebagai sesuatu yang sanggup keluar dari keberadaannya atau sesuatu yang mampu melampaui dirinya sendiri. Dalam kehidupan nyata tidak ada yang mampu melakukan hal tersebut, kecuali makhluk yang paling sempurna, yakni manusia. Menurut pengertian tersebut, sangat jelas bahwa aliran ini mempercayai bahwa esensi manusia adalah kebebasan.
12 12 Pada semua makhluk, esensi dan eksistensi diperlukan untuk menjelaskan keadaan segala sesuatu. Kedua hal tersebut diperlukan agar ia benar-benar merasa ada. Masing-masing makhluk pada dasarnya berbeda satu sama lain. Perbedaan itu nyata dan bukan hanya sekadar logika. Manusia terbentuk atas esensi dan eksistensi. Esensi adalah arti hidup manusia, termasuk tujuan dan proses hidupnya. Eksistensi adalah keberadaan manusia, termasuk dirinya sendiri dan lingkungan serta norma sekitar. Dalam kehidupannya, manusia secara terusmenerus membentuk dirinya. Artinya, manusia adalah makluk yang tidak pernah berhenti berproses. Eksistensi yang mendahului esensi ini merupakan bukti bahwa manusia bukanlah makhluk kodrati yang esensinya telah ditentukan dan ditakdirkan. Simone de Beauvoir mengatakan bahwa Setiap manusia konkret merupakan individu tunggal dan terpisah dari individu lainnya. Manusia adalah pengada yang belum jadi, yang menciptakan dirinya sendiri 1. Sebagai makhluk yang selalu berada dalam proses, maka manusia menjadi selalu berkekurangan dan tidak sempurna. Namun, hal tersebut tidak dinilai secara negatif. Justru hal tersebut dapat digunakan secara positif dengan melakukan pilihan untuk membebaskan diri. Upaya pembebasan itu dilakukan untuk mengatasi kekurangan dan keterbatasan. Bagi Simone de Beauvoir, manusia yang bebas adalah manusia yang tidak menolak gerakan spontan dari dalam dirinya. Ia tidak terkekang oleh apa pun dan atau siapa pun. Proses pembebasan tersebut terjadi secara alami dari dalam diri manusia dalam menentukan dan membentuk 1 The Second Sex, hlm. 14.
13 13 dirinya sehingga masa depan manusia akan selalu terbuka dengan kemungkinankemungkinan yang beragam. Hal tersebut menjadi aspek penting dalam kritik Simone de Beauvoir terhadap budaya patriarki. Menurutnya, di dalam budaya patriarki, manusia yang dianggap sebagai pengada bebas hanya laki-laki, sedangkan perempuan dikategorikan sebagai pengada yang tidak bebas pengada yang sepenuhnya tergantung kepada laki-laki 2. Kritiknya terhadap budaya patriarki dirumuskan dalam sebuah kalimat deklarasi kebebasan berupa One is not born, but rather becomes a woman 3 yang berarti seseorang tidak dilahirkan sebagai perempuan, tetapi menjadi perempuan. Artinya, perempuan akan selalu berada dalam proses menjadi karena hal tersebut mengandung makna pilihan dan perubahan (choice and change). Proses tersebut terbuka terhadap kemungkinan-kemungkinan yang hadir dalam diri perempuan. Dengan demikian, adalah hak bagi perempuan untuk melakukan pilihannya terhadap peran yang akan ia lakoni; apakah ingin menjadi istri, ibu, atau peran lainnya. Sebagai manusia yang utuh, perempuan bebas menentukan eksistensinya dan bertanggung jawab dengan konsekuensikonsekuensi atas pilihan yang telah ia ambil Mitos Tentang Tubuh Perempuan Simone de Beauvoir mengungkapkan bahwa dalam budaya patriarki, tubuh perempuan adalah hambatan untuk mengaktualisasi diri. Hal ini berkaitan erat dengan mitos. Pada dasarnya, tidak ada yang salah dengan mitos karena 2 Pembebasan Tubuh Perempuan, hlm The Second Sex, hlm. 295.
14 14 setiap budaya memiliki mitos tertentu yang tak dapat hancur meski telah berganti zaman. Namun, dalam budaya patriarki, mitos tentang tubuh perempuan dilestarikan dan dipertahankan melalui struktur dan institusi sosial-politik untuk menguasai perempuan. Itulah sebabnya jika ada seorang perempuan yang hidup tidak sesuai dengan mitos itu, bukan mitosnya yang dipersalahkan, tetapi justru perempuan itu sendiri. Dalam konteks mitos, Simone de Beauvoir menilai bahwa budaya patriarki menggunakan mitos sebagai sarana penindasan terhadap perempuan 4. Mitos yang dimaksud di sini bukanlah mitos yang menjadi pilihan bebas setiap individu untuk memercayainya atau tidak. Tidak ada kebebasan untuk memilih percaya atau tidak. Dalam mitos tentang tubuh perempuan, seorang perempuan harus mengaplikasikan mitos itu dalam hidupnya. Jika ia bertindak di luar mitos, ia akan disalahkan dan dicap sebagai bukan perempuan sejati. Misalnya, mitos tentang kemuliaan perempuan sebagai istri dan ibu. Ketika perempuan akan menjadi seorang istri, perempuan harus perawan. Keperawanan menjadi tolok ukur moralitas perempuan. Kemudian, ketika ia telah menjadi seorang istri, mitos lainnya hadir dalam bentuk keharusan menjadi seorang ibu (melahirkan anak dari rahimnya sendiri, bukan dengan cara adopsi) agar menjadi perempuan seutuhnya. Jika ia tidak dapat melahirkan, ia dianggap cacat dan dianggap sebagai perempuan yang tidak sempurna. Di samping mitos terhadap tubuh perempuan, identitas perempuan tersebut diperkuat dengan hukum, tata cara, adat, norma, pendidikan, dan nilai-nilai di 4 Pembebasan Tubuh Perempuan, hlm. 20.
15 15 dalam budaya patriarki. Contohnya, di hadapan hukum, perempuan tidak dapat mewakili dirinya sendiri. Ia harus selalu berada di dalam perwalian, baik oleh ayahnya, suaminya, pamannya, maupun saudara laki-lakinya 5. Keutamaan perempuan terletak pada pengabdiannya pada laki-laki, pada pihak yang dianggap subjek. Laki-laki adalah standar dunia dan keberadaan perempuan diakui selama ia memiliki hubungan dengan laki-laki. Terlepas dari laki-laki, maka keberadaannya menjadi tidak bermakna. Itulah sebabnya perempuan yang melahirkan di luar nikah tanpa suami akan dicemooh dan anaknya dianggap sebagai anak haram, tidak diakui oleh hukum karena tidak memiliki laki-laki yang melegitimasi identitas dan eksistensi diri perempuan dan anaknya. Pendefinisian perempuan di dalam budaya patriarki tersebut sering kali membuat banyak perempuan meyakini bahwa dirinya memang telah ditentukan oleh masyarakat. Ia terhegemoni oleh budaya patriarki sehingga ia berpikir bahwa segala sesuatu dalam hidupnya telah ditentukan oleh nilai-nilai yang harus dipatuhi. Pada novel maupun tulisan-tulisannya, Simone de Beauvoir mengungkapkan ide-ide dan teori-teori terhadap krisis kebebasan, persoalan gender dan ketimpangan seksualitas, perlawanan terhadap konsepsi penciptaan, dan kondisi sosial masyarakat. Kondisi sosial masyarakat ini merupakan budaya atau peradaban tertentu yang melahirkan berbagai nilai terhadap tubuh itu sendiri. Ketika seorang perempuan hidup di dalam budaya yang mengatur nilai-nilai dengan ketat, proses eksistensi tubuh ini tidak tercipta. Di dalam rezim budaya patriarki yang ketat, perempuan dianggap sebagai properti ayah dan suaminya, 5 Ibid., hlm. 30.
16 16 sedangkan laki-laki dianggap lebih berharga, dianggap sebagai manusia yang utuh. Seorang ayah berkuasa untuk membunuh anaknya yang baru lahir jika anak itu perempuan dan ia tidak menginginkannya, sementara kelahiran anak laki-laki disikapi dengan sukacita dan pesta. Situasi ini bertolak belakang dengan zaman Mesir Kuno. Pada masa itu, perempuan menikmati posisi yang diagungkan. Mereka dihormati dan diakui hak-haknya. Hal ini sejalan dengan nilai keagamaan mereka yang memuja dewi-dewi 6. Karena itulah, bukan hanya faktor biologi, sosiologi, atau ekonomi saja yang menentukan makna seseorang perempuan di dalam masyarakat, melainkan juga peradaban secara keseluruhan Perjuangan Eksistensi Diri Simone de Beauvoir mengatakan bahwa perempuan yang telah terhegemoni budaya patriarki akan menjadi pengikut dan akan berada dalam posisi yang lemah dan tak berdaya. Ia akan bergantung pada laki-laki dan tidak dapat melakukan apa pun tanpa kehadiran laki-laki. Meskipun pada awalnya terdapat pemberontakan dalam dirinya, perlahan-lahan ia akan menerima keadaan tersebut sebagai sesuatu yang wajar, sesuatu yang memang telah ditentukan bagi dirinya. Ia akan merasa sangat bersalah apabila hal yang dilakukannya (yang merupakan keinginan pribadi) dapat merugikan atau menyakiti orang lain 8. Pada negara yang menjunjung tinggi ajaran agama Islam, dalam hal ini negara-negara di Timur Tengah termasuk Afganistan, karakter yang seolah harus melekat pada 6 The Second Sex, hlm Ibid., hlm Ibid., hlm. 417.
17 17 perempuan seperti kepatuhan, kesopanan, terlebih lagi kesucian menjadi nilai yang harus dipegang teguh olehnya. Ketika seorang perempuan memiliki karakter yang kuat, berani, dan bebas melakukan hal yang diinginkan olehnya, ia dinilai sebagai perempuan yang tidak wajar, gila, bahkan berdosa. Pada kenyataannya, setiap manusia pasti memiliki keinginan untuk mengatur kehidupannya sendiri dan menjalaninya dengan cara mereka sendiri, begitu pula dengan perempuan yang tidak akan merasa puas jika belum dapat memenuhi rasa keingintahuan dan kebutuhannya. Simone de Beauvoir mengemukakan bahwa terdapat dua hal utama yang harus dilakukan perempuan untuk mencapai ekistensi diri. Pertama, kesadaran dalam diri perempuan bahwa ia memiliki kebebasan untuk mengatur dirinya dan kebebasan untuk berpikir. Ia harus berani memperjuangkan segala perasaan yang muncul dari dalam dirinya tanpa rasa takut terhadap orang lain. Kedua, pengungkapan rasa bahagia dan bangga terhadap diri sendiri jika ia berhasil memenuhi kebutuhannya dengan usahanya sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Dengan demikian, budaya patriarki yang telah menggiring perempuan pada definisi makhluk yang tidak berkesadaran (être en soi) akan terarah menjadi makhluk yang ada untuk dirinya sendiri (être pour soi). Être en soi adalah ada yang bulat, padat, beku, dan tertutup. Être en soi pada dasarnya sama dengan prinsip it is what it is. Perubahan yang ada pada dirinya disebabkan oleh hal-hal yang telah ditentukan. Maka, benda être en soi terdeterminasi, tidak penuh, dan tanpa kesadaran. Sedangkan être pour soi (ada untuk dirinya sendiri) adalah ada yang sadar. Satu-satunya makhluk yang
18 18 dapat mengada secara sadar adalah manusia. Être pour soi tidak memiliki prinsip identitas karena adanya terbuka, dinamis, dan aktif oleh karena kesadarannya. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Demi pencapaian efektivitas kajian, di samping keterbatasan peneliti, baik pada tingkat teori maupun pada masalah data, pada tataran teoretis akan digunakan teori feminisme eksistensialis Simone de Beauvoir, sedangkan data utama yang digunakan adalah teks novel Syngué Sabour beserta terjemahannya dalam bahasa Indonesia yang berjudul Batu Kesabaran. 1.7 Metode Penelitian Metode dianggap sebagai cara, strategi untuk memahami realitas, dan langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab-akibat. Sama dengan teori, metode sebagai alat berfungsi untuk menyederhanakan masalah sehingga lebih mudah untuk dipecahkan dan dipahami. Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif dengan diawali pembacaan novel secara heuristik. Pembacaan heuristik artinya pembacaan berdasarkan struktur kebahasaan (Endraswara, 2003:67). Pembacaan heuristik dimaksudkan untuk mengetahui aspek-aspek yang terdapat di dalam novel meliputi tokoh, latar, dan jalan cerita. Setelah itu, tahapan selanjutnya adalah menerapkan metode kuantitatif. Landasan berpikir metode kualitatif bukan berasal dari gejala sosial sebagai bentuk substantif, melainkan makna-makna yang terkandung di balik tindakan yang justru mendorong timbulnya gejala sosial tersebut (Ratna,
19 :47). Sesuai dengan namanya, metode kualitatif mempertahankan hakikat nilai. Sumber data pada penelitian kualitatif adalah naskah karya sastra dan data formalnya berupa kata-kata, kalimat, dan wacana di dalam karya sastra. Metode kualitatif ini juga dianggap sebagai multimetode karena penelitian akan melibatkan sejumlah besar gejala sosial yang relevan seperti lingkungan sosial dan kebudayaan yang melatarbelakangi cerita dalam karya sastra tersebut. Selanjutnya, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Memilih dan menentukan karya sastra yang akan dijadikan objek material penelitian. Karya yang dipilih adalah novel berjudul Syngué Sabour karya Atiq Rahimi (2008) dan terjemahannya dalam bahasa indonesia yang berjudul Batu Kesabaran yang diterjemahkan oleh Feybe I. Mokoginta (2012). 2. Melakukan pembacaan tahap pertama (heuristik) untuk memahami isi dan alur cerita novel tersebut. 3. Menentukan permasalahan dalam novel, yaitu perjuangan eksistensi diri tokoh perempuan sebagai manusia yang utuh di dalam kultur budaya patriarki. 4. Melakukan analisis data dengan berfokus pada tokoh perempuan. Analisis data terhadap tokoh perempuan ini akan dibagi dalam beberapa bagian, yaitu: a. Cuplikan-cuplikan cerita yang mengandung unsur penyebab keterkungkungan eksistensi diri tokoh perempuan.
20 20 b. Cuplikan-cuplikan cerita yang menunjukkan perjuangan tokoh perempuan untuk mencapai eksistensi diri sebagai seorang manusia yang utuh di tengah sistem budaya patriarki. c. Membuat kesimpulan. 1.8 Sistematika Penulisan Secara garis besar, skripsi ini dibagi dalam empat bab dengan rincian sebagai berikut. Bab I Pendahuluan Dalam bab ini terdapat penjelasan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, ruang lingkup penelitian, metode penelitian, dan sistematika penyajian. BAB II dan III Pembahasan Bab ini akan dibagi menjadi dua subbab pembahasan. Pertama, subbab mengenai kebebasan manusia yang menjadi dasar pemikiran Simone de Bouvoir. Di dalam novel ini terlihat bahwa sistem budaya patriarki telah mengakibatkan keterkungkungan eksistensi diri perempuan sebagai manusia yang utuh. Kedua, subbab mengenai perjuangan eksistensi diri perempuan sebagai seorang manusia yang utuh setelah mengalami diskriminasi akibat sistem budaya patriarki tersebut. BAB IV Kesimpulan Dalam bab ini dipaparkan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan.
21 21
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum pernah ditulis di penelitian-penelitian di Kajian Wanita Universitas Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi fisik yang lebih lemah dan dikenal lembut sering menjadi alasan untuk menempatkan kaum perempuan dalam posisi yang lebih rendah dari lakilaki. Secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut (Ratna, 2009, hlm.182-183) Polarisasi laki-laki berada lebih tinggi dari perempuan sudah terbentuk dengan sendirinya sejak awal. Anak laki-laki, lebihlebih
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni yang merekam kembali alam kehidupan, akan tetapi yang memperbincangkan kembali lewat suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam masyarakat. Kehidupan sosial, kehidupan individu, hingga keadaan psikologi tokoh tergambar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak
BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Novel Surga Yang Tak Dirindukan adalah karya Asma Nadia. Penelitian ini memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia Kajian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreatif penulis yang berisi potret kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dinikmati,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. imajinasi yang tinggi, yang terbukti dari karya-karyanya yang menarik dan banyak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abidah El Khalieqy (AEK) adalah pengarang yang kreatif, memiliki daya imajinasi yang tinggi, yang terbukti dari karya-karyanya yang menarik dan banyak pembacanya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai karya sastra, novel muncul sebagai sebuah representasi atau pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra diciptakan untuk dinikmati, dihayati, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Luxemburg (1989:6) mengatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra Bali Modern dari waktu ke waktu menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam bentuk puisi, cerita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, setiap manusia diciptakan sebagai makhluk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, setiap manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Dimana manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Sejak manusia lahir hingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada semua masyarakat (Chamamah-Soeratno dalam Jabrohim, 2003:9). Karya sastra merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud atau hasil dari daya imajinasi seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan pengalaman pribadi atau dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah bentuk dari gambaran realita sosial yang digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan suatu objek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan menjadi salah satu objek pembahasan yang menarik di dalam karya sastra. Perempuan bahkan terkadang menjadi ikon nilai komersil penjualan karya sastra. Hal
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 5.1.1 Struktur Naskah Pertja Objek penelitian yang digunakan dalam kajian skripsi ini adalah naskah drama yang berjudul Pertja karya Benjon atau Benny Yohanes. Lakon
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus informasi dan teknologi yang canggih yang menuntut masyarakat untuk lebih berperan aktif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai
Lebih terperinciBAB 4 KESIMPULAN Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine sebagai Subordinat dalam Novel RELAX karya Henni von Lange RELAX RELAX
BAB 4 KESIMPULAN Berdasarkan teori yang sudah dipaparkan dalam bab dua dan analisis yang telah dilakukan dalam bab tiga, maka kesimpulan dari skripsi yang berjudul Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab lima ini peneliti memaparkan beberapa kesimpulan mengenai analisis nilai patriarkal dan ketidaksetaraan gender dalam roman L Enfant de sable karya Tahar Ben Jelloun
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian terhadap perempuan dalam roman Au Bonheur des Dames karya Émile Zola yang diambil sebagai objek penelitian ini memiliki beberapa implikasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang
BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui berbagai kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai lingkungan fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang
1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang penelitian. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada unsur intrinsik novel, khususnya latar dan objek penelitian
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN. dalam menentukan dan membentuk konstruksi sosial, yaitu aturan-aturan dan batasan
BAB IV KESIMPULAN Secara formal, Era Victoria dimulai pada tahun 1837 hingga 1901 dibawah pimpinan Ratu Victoria. Era Victoria yang terkenal dengan Revolusi industri dan kemajuan di berbagai bidang kehidupan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok
digilib.uns.ac.id BAB V PENUTUP A. Simpulan Fokus kajian dalam penelitian ini adalah menemukan benang merah hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok Sawitri terhadap
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik
68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan karya
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perempuan di berbagai belahan bumi umumnya dipandang sebagai manusia yang paling lemah, baik itu oleh laki-laki maupun dirinya sendiri. Pada dasarnya hal-hal
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Bentuk marginalisasi yang terdapat dalam novel Adam Hawa karya. Muhidin M. Dahlan terdapat 5 bentuk. Bentuk marginalisasi tersebut
BAB V PENUTUP A. Simpulan Setelah dilakukan penelitian sesuai dengan fokus permasalahan, tujuan penelitian dan uraian dalam pembahasan, diperoleh simpulan sebagai berikut. 1. Bentuk marginalisasi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat masih terkungkung oleh tradisi gender, bahkan sejak masih kecil. Gender hadir di dalam pergaulan, percakapan, dan sering juga menjadi akar perselisihan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang wanita Jepang yang masih kuno dan tradisional masih
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pandangan tentang wanita Jepang yang masih kuno dan tradisional masih tetap ada sampai sekarang ini. Wanita Jepang memiliki citra sebagai seorang wanita yang
Lebih terperinciBAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan BAB VI SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisis data, hasil analisis, dan pembahasan dapat disimpulkan dari cerpen Indonesia pengarang perempuan dekade 1970-2000-an beberapa hal berikut. Struktur
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan
BAB VI KESIMPULAN Penelitian ini tidak hanya menyasar pada perihal bagaimana pengaruh Kyai dalam memproduksi kuasa melalui perempuan pesantren sebagai salah satu instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi,
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN
BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN A. Persamaan antara Pemikiran Riffat Hassan dan Mansour Fakih tentang Kesetaraan Jender
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. Hasil analisis yang penulis lakukan tehadap novel Namaku Hiroko karya N.H.
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Hasil analisis yang penulis lakukan tehadap novel Namaku Hiroko karya N.H. Dini mengenai kepemilikan tubuh perempuan yang dikaji dengan menggunakan teori yang dikemukakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini. Terjadinya ketidakadilan gender kiranya dapat dipicu oleh masih kuatnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan tentang perempuan pada saat ini masih menjadi perbincangan yang aktual dan tidak ada habisnya. Permasalahan berkaitan dengan perempuan seperti yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulis, yang mengandung keindahan. Karya sastra
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. yakni Bagaimana struktur novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf? dan
324 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Setelah melalui tahap analisis, sampailah kita pada bagian simpulan. Simpulan ini akan mencoba menjawab dua pertanyaan besar pada awal penelitian, yakni Bagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan karya yang imajinatif, baik berupa lisan maupun tulisan. Fenomena yang terdapat di dalam karya sastra ini merupakan gambaran suatu budaya
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini pada akhirnya menemukan beberapa jawaban atas persoalan yang ditulis dalam rumusan masalah. Jawaban tersebut dapat disimpulkan dalam kalimat-kalimat sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tergantung dari perubahan sosial yang melatarbelakanginya (Ratna, 2007: 81). Hal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah sistem semiotik terbuka, karya dengan demikian tidak memiliki kualitas estetis intrinsik secara tetap, melainkan selalu berubah tergantung dari
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Setelah melalui bab analisis, sampailah kita pada tahap simpulan yang akan
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 SIMPULAN Setelah melalui bab analisis, sampailah kita pada tahap simpulan yang akan menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah. Meskipun analisis ini dapat dikatakan kurang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati dan dipahami serta dimanfaatkan oleh masyarakat pembaca. Karya sastra memberikan kesenangan dan pemahaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra, dalam hal ini novel, ditulis berdasarkan kekayaan pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah diungkapkan oleh Teeuw (1981:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keyakinan pengarang. Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang dan menghasilkan kehidupan yang diwarnai oleh sikap, latar belakang, dan keyakinan pengarang. Karya sastra lahir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut, Jabrohim, dkk. (2003:4) menjelaskan yaitu, Bahasa memang media
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah sebuah kreasi yang indah, baik lisan maupun tulisan yang memiliki peran penting dalam menciptakan karya sastra dengan hakikat kreatif dan imajinatif,
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN. publik. Secara lebih khusus, Mansfield Park menceritakan posisi perempuan pada
BAB IV KESIMPULAN Mansfield Park dan Kalau Tak Untung merupakan novel yang mengandung unsur sosial historis yang kuat, terutama menyangkut kedudukan perempuan dalam hubungannya dengan laki-laki dan posisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat umumnya memahami wacana sebagai perbincangan terkait topik tertentu.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang. memiliki unsur-unsur seperti pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang dituangkan dalam bahasa. Kegiatan sastra merupakan suatu kegiatan yang memiliki unsur-unsur seperti pikiran,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengalaman yang telah dialaminya sendiri atau pengalaman yang dialami oleh orang
BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Karya sastra merupakan suatu hasil cipta sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Karya sastra diciptakan pengarang berdasarkan pengalaman
Lebih terperinciSumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Relasi antara Sastra, Kebudayaan, dan Peradaban Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak merepresentasikan perempuan sebagai pihak yang terpinggirkan, tereksploitasi, dan lain sebagainya. Perempuan sebagai
Lebih terperinci* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik
Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Munculnya feminisme memang tak lepas dari akar persoalan yang ada di kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih dianggap sebagai makhluk inferior.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan medium bahasa. Sebagai
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasar pada hasil penelitian dan analisis data mengenai struktural, keterjalinan unsur-unsur, nilai pendidikan, dan relevansi dalam kumpulan cerkak Lelakone
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sarana bagi seorang pengarang untuk menyampaikan suatu pemikiran atau gagasan berdasarkan problem-problem sosial yang terjadi di lingkungan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan baru. Kajian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengetahui pandangan budaya dalam suatu masyarakat, tidak hanya didapatkan dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang bersangkutan,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu institusi budaya yang mempengaruhi dan dipengaruhi kenyataan sosial. Seorang seniman atau pengarang akan melibatkan sebuah emosi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perlawanan budaya merupakan perjuangan hak yang bertentangan agar terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan untuk melakukan perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan dimana laki-laki lebih diunggulkan dari perempuan. Seorang perempuan berlaku lemah lembut dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semua bangsa di dunia memiliki cerita rakyat. Cerita rakyat adalah jenis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua bangsa di dunia memiliki cerita rakyat. Cerita rakyat adalah jenis sastra oral, berbentuk kisah-kisah yang mengandalkan kerja ingatan, dan diwariskan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan dalam televisi senantiasa hanya mempertentangkan antara wanita karir dan menjadi ibu-ibu rumah tangga. Dua posisi ini ada didalam lokasi yang berseberangan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini berfokus pada penggambaran peran perempuan dalam film 3 Nafas Likas. Revolusi perkembangan media sebagai salah satu sarana komunikasi atau penyampaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan salah satu sunatullah yang berlaku pada semua mahluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dengan naluri mahluk, dan masing-masing
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra selain dapat dikatakan sebuah karya seni dalam bentuk tulisan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra selain dapat dikatakan sebuah karya seni dalam bentuk tulisan juga dapat dikatakan sebagai hasil pemikiran manusia tentang penggambaran kenyataan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan imajinasi pengarang yang dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian dinikmati oleh
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. telah mendapatkan legitimasi sebagai karya grafis bersifat internasional dan
BAB V KESIMPULAN Persepolis karya Marjane Satrapi merupakan karya francophone yang telah mendapatkan legitimasi sebagai karya grafis bersifat internasional dan dimasukkan ke dalam ranah studi literatur.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu negara berada di tangan kaum perempuan. Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hidup berbudaya dan berkomunikasi. Salah satu cara manusia untuk berkomunikasi yaitu melalui sastra. Sastra merupakan salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak pantas atau tabu dibicarakan. 1. lainnya secara filosofis, sebenarnya manusia sudah kehilangan hak atas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seksualitas adalah sebuah proses sosial-budaya yang mengarahkan hasrat atau berahi manusia. Seksualitas berhubungan erat dengan tatanan nilai, norma, pengetahuan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini, media massa sudah menjadi kebutuhan penting bagi khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media massa adalah perpanjangan alat indra.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki posisi vital di tengah-tengah keluarga dengan segala fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN. Bab keempat memuat kesimpulan dari uraian yang ada pada bab satu
BAB IV KESIMPULAN Bab keempat memuat kesimpulan dari uraian yang ada pada bab satu sampai dengan bab tiga. Dalam bab ini penulis akan menyimpulkan dari ketiga bab sebelumnya. Pada intinya masyarakat Jepang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai macam masalah kehidupan manusia secara langsung dan sekaligus.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra hadir sebagai wujud nyata hasil imajinasi dari seorang penulis. Penciptaan suatu karya sastra bermula dari pengalaman batin pengarang yang dikontruksikan
Lebih terperinci2015 ANANLISIS NILAI MORAL PAD A TOKOH UTAMA RED A D ALAM FILM LE GRAND VAJAGE(LGU) KARYA ISMAEL FERROUKHI
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Peran bahasa asing sangatlah penting dalam menunjang eksistensi para insan pendidikan di era globalisasi ini. Tidak bisa dipungkiri, agar menjadi pribadi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumardja dan Saini (1988: 3) menjabarkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, dan keyakinan
Lebih terperinciSUAMI IBU, SUAMI SAYA FIKSI PATRIARKIS DJENAR MAESA AYU OLEH: MARIA ULFAH NIM: A1B102019
SUAMI IBU, SUAMI SAYA FIKSI PATRIARKIS DJENAR MAESA AYU OLEH: MARIA ULFAH NIM: A1B102019 PENDAHULUAN Wanita adalah salah satu fenomena hidup di mana mereka diciptakan dengan segala kekompleksitasan yang
Lebih terperinci