Analisis Program Rehabilitasi DTA Saguling
|
|
- Agus Widjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Analisis Program Rehabilitasi DTA Saguling Oleh : Idung Risdiyanto Permasalahan utama DTA Waduk Saguling adalah tingkat sedimentasi, limpasan permukaan yang tinggi dan kondisi neraca air DAS yang defisit. Sesuai dengan analisis kondisi pada bagian sebelumnya, maka perlu dilakukan upaya-upaya yang dapat menurunkan dan mengendalikan sedimentasi dan limpasan permukaan sehingga kualitas DTA Waduk Saguling dapat ditingkatkan. Berdasarkan permasalahan dan analisis kondisi DTA Waduk Saguling, maka strategi dan pendekatan rehabilitasi yang digunakan dikelompokkan menjadi tiga bagian yang terdiri dari kegiatan vegetatif, sipil teknis berbasis lahan dan sipil teknis berbasis alur sungai. Penjelasan terhadap ketiga jenis kegiatan tersebut adalah sebagai berikut: a. Kegiatan vegetatif; merupakan suatu bentuk kegiatan untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah melalui media tanaman (vegetasi) sehingga jumlah air yang menjadi limpasan permukaan akan berkurang sampai dengan jumlah yang diinginkan. Kegiatan ini dapat dilakukan jika tersedia lahan yang masih sesuai untuk dilakukan penanaman. Termasuk dalam jenis kegiatan ini adalah penanaman vegetasi tetap, penghijauan, agroforestry dan strip rumput, dan penghijauan di kanan-kiri sungai. b. Kegiatan sipil teknis berbasis lahan; merupakan kegiatan untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah dan menampung air hujan di atas permukaan tanah sebelum menjadi limpasan permukaan yang masuk ke dalam aliran/sungai melalui bangunan-bangunan sipil teknis. Kegiatan ini dilakukan ditujukan untuk meresapkan air hujan sampai dengan jumlah yang telah ditentukan. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pembuatan rorak di kawasan pemukiman, pembuatan teras gulud, parit buntu/rorak, biopori dan embung. c. Kegiatan sipil teknis berbasis alur sungai di ordo sungai di bagian hulu; merupakan kegiatan untuk menahan/ menampung air di badan air untuk waktu tertentu sehingga sedimen dan air mempunyai waktu untuk meresap, dan mengatur kebutuhan air sesuai dengan kebutuhan air untuk kebutuhan masyarakat dengan cara membuat bendung, gully plug, dam penahan, dan dam pengendali. Selain menahan/ menampung air, kegiatan ini juga dapat memperpanjang waktu tempuh aliran sehingga dapat menurunkan debit puncak dari suatu sungai sehingga air tidak sampai dalam waktu yang bersamaan ke tempat di bagian hilir. Ketiga kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan tersebut merupakan suatu bentuk kegiatan yang saling berurutan dengan logika sebagai berikut: jika kegiatan vegetasi sudah tidak mampu lagi menurunkan debit limpasan sampai dengan tingkat yang diinginkan, maka akan diterapkan kegiatan sipil teknis berbasis lahan sehingga prioritas di lahan-lahan kritis harus ada upaya kegiatan sipil teknis. Selanjutnya jika debit limpasan tidak dapat diresapkan atau ditahan di lahan maka kegiatan sipil teknis berbasis alur sungai di ordo sungai pertama, diterapkan untuk mengurangi debit puncak dari aliran. Ketiga jenis kegiatan tersebut harus disertai dengan kegiatan yang bersifat non-fisik yang mencakup aspek kelembagaan, penyuluhan, pemberdayaan dan pelibatan masyarakat dalam pelaksanaan dan pembiyaannya. Penetapan lokasi areal berbagai bentuk rehabilitasi lahan seperti kegiatan vegetasi tetap, penghijauan, agroforestry, teras gulud, strip rumput, rorak, dam penahan, dam pengendali, gully
2 plug, dan embung dilakukan melalui identifikasi lokasi yang memungkinkan dengan mengacu pada Pedoman Teknis Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL/GERHAN) yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan tahun Penetapan areal prioritas Areal prioritas ditetapkan berdasarkan kondisi lahan yang terkait dengan nilai limpasan permukaan, neraca air dan tingkat erosi lahan. Masing-masing peubah atau nilai tersebut diberikan nilai bobot yang sama untuk setiap unit luas lahan yang sama (900 m2), kemudian diklasifikasikan menjadi tiga kelas yaitu lahan dengan prioritas segera dilakukan penanganan, potensial prioritas dan tidak prioritas. Hasil dari klasifikasi tersebut menunjukkan bahwa sekitar 49.1% luas lahan DTA Saguling mempunyai kategori untuk diprioritakan segera dikelola guna menurunkan limpasan permukaan, menekan erosi dan memperbaiki neraca airnya (Tabel 1). Sedangkan lahan dengan potensial prioritas untuk ditangani adalah 48.8% dan yang tidak prioritas adalah 2.1%. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lahan di DTA waduk Saguling dapat disebutkan sebagai tidak sehat dari segi pengelolaan DAS. Menurut subdas-subdas yang ada, wilayah yang mempunyai lebih dari 50% luas lahannya harus segera ditangani adalah subdas Ciwidey (71.1%), DTA Saguling Selatan (58.9%), Citarum hulu (54.9%) dan Cisangkuy (54.7%). Sedangkan subdas lainnya berkisar antara 29%-42%. Dengan demikian, subdas-subdas prioritas dapat ditetapkan berdasarkan luas lahan yang harus segera ditangani yang secara berurutan adalah sebagai berikut : Ciwidey, DTA Saguling Selatan, Citarum Hulu, Cisangkuy, DTA Saguing Utara, Cikapundung-Cipamokolan, Cikeruh dan Citarik. Tabel 1 menunjukkan luas dan prosentase lahan menurut prioritas penanganan, sedangkan Gambar 1 menunjukkan sebaran wilayah menurut prioritasnya. Tabel 1. Luas dan prosentase lahan menurut prioritas penanganan di DTA Waduk Saguling Prioritas Potensial Prioritas Tidak Prioritas Nama luas (ha) (ha) (%) (ha) (%) (ha) (%) 1 Cikapundung-Cipamokolan 30, , , Cikeruh 18, , , Cisangkuy 34, , , Citarik 21, , , Citarum Hulu 37, , , Ciwidey 22, , , Waduk Saguling Selatan 32, , , Waduk Saguling Utara 27, , , Tubuh Air (Waduk) 3, , Jumlah 228, , , ,
3 Gambar 1. Sebaran wilayah prioritas penanganan Kegiatan Vegetasi Kegiatan ini merupakan suatu bentuk kegiatan untuk meresapkan air hujan kedalam tanah melalui media tanaman (vegetasi) sehingga jumlah air yang menjadi limpasan permukaan akan berkurang sampai dengan jumlah yang diinginkan. Selain mengurangi limpaasn permukaan, pemilihan jenis tanaman dan penetapan lokasi yang yang tepat akan dapat mengurangi erosi lahan. Kegiatan ini dapat dilakukan jika tersedia lahan yang masih sesuai untuk dilakukan penanaman. Termasuk dalam jenis kegiatan ini adalah penanaman vegetasi tetap, penghijauan, agroforestry dan strip rumput. Kegiatan vegetasi dilakukan di wilayah-wilayah yang telah ditetapkan sebagai wilayah prioritas dengan tutupan lahan adalah tegalan, lahan terbuka, semak belukar dan kebun/perkebunan. Jumlah luas arahan kegiatan vegetasi untuk seluruh DTA Waduk Saguling adalah 77,275.1 ha atau sekitar 33.8% luas total. Luas tersebut adalah luas arahan dan belum dilakukan optimasi terhadap kebutuhan untuk mengurangi atau menenkan limpasan permukaan dan erosi, sehingga luas arahan ini dapat disebut juga sebagai luas potensial untuk kegiatan vegetasi. Untuk subdas yang mempunyai lokasi potensial untuk kegiatan vegetasi adalah DTA Saguling Selatan dan Citarum hulu. Sedangkan berdasarkan prosentase terhadap luas subdasnya, maka DTA Saguling Selatan dan Ciwidey mempunyai prosentase terbesar yaitu 43.5% dan 40%. Tabel 2 menunjukkan luas arahan kegiatan vegetasi dan proporsi terhadap luas subdasnya, sedangkan Gambar 2 menunjukkan sebaran wilayah arahan kegiatan vegetasi di DTA Waduk Saguling.
4 Tabel 2. Luas arahan kegiatan vegetasi dan proporsi terhadap luas subdasnya luas subdas luas arahan vegetasi (ha) (ha) (%) 1 Cikapundung-Cipamokolan 30, , Cikeruh 18, , Cisangkuy 34, , Citarik 21, , Citarum Hulu 37, , Ciwidey 22, , Waduk Saguling Selatan 32, , Waduk Saguling Utara 27, , Tubuh Air (Waduk) 3, Jumlah 228, , Gambar 2. Sebaran wilayah arahan kegiatan vegetasi di DTA Waduk Saguling Kegiatan Sipil Teknis Berbasis Lahan Kegiatan sipil teknis berbasis lahan di DTA Waduk Saguling dapat dikelompokkan menjadi dua bagian berdasarkan jenis tutupan lahannya. Jenis pertama adalah lahan-lahan dengan tutupan lahan seperti tegalan, lahan terbuka, kebun/perkebunan dan semak belukar jenis kegiatan sipil teknis berbasis lahan adalah rorak atau parit buntu. Sedangkan untuk jenis kedua adalah tutupan lahan terbangun dengan kegiatan sipil teknisnya adalah sumur resapan. Untuk jenis pertama, arahan lokasi kegiatan adalah lahan-lahan yang telah diarahkan untuk kegiatan vegetasi (Tabel 2 dan Gambar 2). Untuk jenis kedua arahan lokasi dapat dilihat pada
5 Gambar 3 dan Tabel 3.Luas arahan kegiatan sumur resapan untuk seluruh DTA Waduk Saguling adalah ha atau sekitar 16.4% yang seluruhnya terletak di jenis tutupan lahan terbangun. yang mempunyai luas arahan kegiatan sumur resapan yang terluas adalah subdas Cikapundung-Cipamokolan dan DTA Saguling Utara. Tabel 3. Luas arahan kegiatan sumur resapan di DTA Waduk Saguling Luas arahan sumur resapan Nama luas (ha) (ha) (%) 1 Cikapundung-Cipamokolan 30, , Cikeruh 18, , Cisangkuy 34, , Citarik 21, , Citarum Hulu 37, , Ciwidey 22, , Waduk Saguling Selatan 32, , Waduk Saguling Utara 27, , Tubuh Air (Waduk) 3, Jumlah 228, , Gambar 3. Sebaran lokasi arahan kegiatan sumur resapan
6 Kegiatan Sipil Teknis Berbasis Alur a. Dam Pengendali Dam pengendali (Dpi) merupakan struktur bangunan yang ditujukan untuk mengendalikan aliran air sehingga erosi dan sedimentasi dapat ditekan. Selain itu, pada awal-awal pengoperasiannya Dpi juga mempunyai fungsi sebagai tempat parkir air sementara sampai dengan daya tampungnya terisi oleh sedimen. Oleh karena itu, jika dilakukan pemeliharaan secara rutin dengan melakukan pengerukan sedimen yang tertahan oleh Dpi, maka fungsi sebagai tempat parkir air sementara akan terpenuhi. Namun demikian, pada saat ini sumberdaya untuk melakukan pengerukan tersebut dipandang tidak efisien jika dibandingkan dengan pembuatan Dpi yang baru. Secara umum lokasi Dpi ditentukan oleh faktor-faktor berikut ini : - Lahan kritis dan potensial kritis - Sedimentasi dan erosi sangat tinggi - Struktur tanah stabil (badan bendung) - Luas DTA ha - Tinggi badan bendung 8 meter - Kemiringan rata-rata daerah tangkapan % Berdasarkan pada faktor-faktor tersebut, kemudian dikembangkan model spasial penentuan lokasi Dpi. Pengembangan dan penggunaan model spasial dilakukan guna mendapatkan keluaran sebagai berikut: - Lokasi dan alur yang berpotensi untuk Dpi - Daerah tangkapan Dpi - Pendugaan jumlah erosi tanah (ton/tahun) di daerah tangkapan Dpi - Pendugaan jumlah sedimen yang dihasilkan daerah tangkapan Dpi dan ditampung oleh Dpi - Perbandingan dan efektifitas Dpi untuk menampung sedimen dalam suatu DAS Secara sederhana, model spasial yang dikembangkan untuk mendapatkan keluaran tersebut digambarkan oleh skema pada Gambar 4
7 Gambar 4. Skema Model Spasial Penentuan Lokasi Dpi Hasil model spasial penentuan lokasi DPI di DTA Waduk Saguling didapatkan 280 titik atau lokasi yang sesuai untuk dibangun DPI dengan luas daerah tangkapannya adalah 45,057.2 ha. Setiap lokasi DPI mempunyai luas daerah tangkapan yang berbeda-beda, namun masih dalam kisaran ha. Jumlah tanah yang tererosi dari seluruh luas daerah tangkapan tersebut adalah 28.1 juta ton/tahun. Dengan menggunakan konstanta sebesar 0.85 dari total erosi akan mengendap di sepanjang aliran dan tertahan di DPI serta sisanya 0.15 material yang melayang dan melewati outlet DPI, maka secara keseluruhan dari DPI tersebut akan mampu mengendalikan atau menahan erosi sebesar 23.9 juta ton/tahun. Tabel 4 menunjukkan jumlah lokasi DPI dan jumlah erosi yang dapat dikendalikannya, sedangkan Gambar 4 menunjukkan sebaran lokasi DPI di wilayah DTA Waduk Saguling. Jumlah lokasi DPI yang terbanyak berada di subdas Ciwidey yaitu 51 lokasi, kemudian Citarum Hulu 49 lokasi, DTA Saguling Selatan 47 lokasi dan Cisangkuy 43 lokasi. Sedangkan jumlah erosi yang dapat dikendalikan paling banyak dengan pembangunan DPI tersebut adalah Citarum hulu yaitu sebesar 5,8 juta ton/tahun. Guna mengetahui efektifitas DPI dalam menanggulangi sedimen yang ada di waduk saguling akan dijelaskan pada bagian lain setelah penjelasan tentang dam penahan (DPN)
8 Tabel 4. Jumlah lokasi DPI dan jumlah erosi yang dapat dikendalikannya Erosi (ton/tahun) luas DTA DPI jumlah DPI Nama luas (ha) (ha) total DTA DPI dikendalikan DPI 1 Cikapundung-Cipamokolan 30, , ,765,365 2,350,560 2 Cikeruh 18, , , ,478 3 Cisangkuy 34, , ,308,619 2,812,326 4 Citarik 21, , ,040,475 2,584,404 5 Citarum Hulu 37, , ,937,672 5,897,021 6 Ciwidey 22, , ,047,149 4,290,077 7 Waduk Saguling Selatan 32, , ,107,924 2,641,735 8 Waduk Saguling Utara 27, , ,061,671 2,602,420 9 Tubuh Air (Waduk) 3,380.1 Jumlah 228, , ,114,143 23,897,022 Gambar 4. Sebaran lokasi potensial untuk DPI di wilayah DTA Waduk Saguling b. Dam Penahan Dam penahan (DPN) merupakan struktur bangunan yang ditujukan untuk mengurangi erosi pada parit atau selokan dengan menghambat kecepatan aliran air dan tanah terendapkan pada tempat tersebut. Secara umum lokasi DPN ditentukan oleh faktor-faktor berikut ini : - lahan kritis dan potensial kritis - sedimentasi dan erosi sangat tinggi - struktur tanah stabil - luas daerah tangkapan airnya Ha - kemiringan lereng daerah tangkapan % Seperti halnya penetapan lokasi DPI, pada penetapan DPN juga digunakan pendekatan model spasial yang serupa dengan perbedaan pada kriteria atau faktor-faktor penentunya.
9 Jumlah keseluruhan lokasi yang potensial untuk DPN di DTA Waduk Saguling adalah 2292 titik/lokasi dengan luas total daerah tangkapan adalah ha. Dengan menggunakan nila konstanta yang sama dengan DPI, maka jumlah erosi yang dapat dikendalikan oleh DPN tersebut adalah 20.5 juta ton/tahun. Jumlah lokasi DPN yang terbanyak berada di subdas-subda bagian Selatan dan Timur seperti DTA Saguling Selatan, Ciwidey, Citarum hulu dan Cisangkuy. Tabel 5 menunjukkan jumlah, luas dan erosi yang dapat dikendalikan di masing-masing subdas DTA Waduk Saguling, sedangkan Gambar 5 menunjukkan sebaran lokasinya. Tabel 5. Jumlah, luas dan erosi yang dapat dikendalikan di masing-masing subdas DTA Waduk Saguling Erosi (ton/tahun) luas DTA DPN jumlah DPN Nama luas (ha) (ha) total DTA DPN dikendalikan DPN 1 Cikapundung-Cipamokolan 30, , ,850,936 2,423,296 2 Cikeruh 18, , , ,202 3 Cisangkuy 34, , ,135,540 2,665,209 4 Citarik 21, , ,624,767 2,231,052 5 Citarum Hulu 37, , ,538,985 3,858,137 6 Ciwidey 22, , ,491,683 2,967,931 7 Waduk Saguling Selatan 32, , ,478,670 2,956,870 8 Waduk Saguling Utara 27, , ,042,720 2,586,312 9 Tubuh Air (Waduk) 3, Jumlah 228, , ,061,186 20,452,008 Gambar 5. Sebaran lokasi potensial untuk DPN di DTA Waduk Saguling
10 Efektifitas DPI dan DPN Pembuatan DPI dan DPN di DTA Waduk Saguling berfungsi untuk mengendalikan dan mengurangi tingkat sedimentasi di waduk Saguling. Dari hasil simulasi model diketahui bahwa jika tanpa DPI dan DPN, maka jumlah hasil sedimen yang sampai di outlet masing-masing subdas atau ke badan air waduk saguling adalah 8.5 juta ton/tahun, dan hasil sedimen yang sampai di outlet waduk saguling adalah 4.8 juta ton/tahun. Simulasi efektifitas DPI menghasilkan jumlah erosi yang dapat ditahan oleh DPI adalah 23.9 juta ton/tahun. Dengan menahan erosi tersebut, maka DPI telah menurunkan hasil sedimen di outlet setiap subdas rata-rata sampai dengan 21.4% dan menurunkan hasil sedimen di outlet DTA Waduk saguling sampai dengan 21.3%. Dengan demikian, hasil sedimen yang masuk ke badan air waduk saguling dapat dikurangi menjadi 6.7 juta ton/tahun dan yang sampai di outlet waduk saguling menjadi 3.8 juta ton/tahun atau turun sekitar 1 juta ton/tahun. Tabel 6 menunjukkan hasil simulasi perhitungan efektifitas 280 unit DPI yang dibangun di DTA Waduk Saguling. Tabel 6. Efektitifitas DPI untuk mengendalikan erosi dan mengurangi hasilsedimen di DTA Waduk Saguling Erosi (ton/tahun) SDR (%) Hasil Sedimen (ton/tahun) Nama luas (ha) Total ditahan DPI Sisa non DPI dengan DPI 1 Cikapundung-Cipamokolan 30, ,698,610 2,350,560 11,348, ,023, ,750 2 Cikeruh 18, ,659, ,478 5,940, , ,870 3 Cisangkuy 34, ,403,774 2,812,326 15,591, ,332,692 1,129,040 4 Citarik 21, ,441,560 2,584,404 6,857, , ,410 5 Citarum Hulu 37, ,930,983 5,897,021 19,033, ,755,517 1,340,278 6 Ciwidey 22, ,556,520 4,290,077 8,266, ,023, ,067 8 Waduk Saguling Selatan 32, ,443,496 2,641,735 12,801, ,132, ,975 9 Waduk Saguling Utara 27, ,212,448 2,602,420 8,610, , ,432 7 Tubuh Air (Waduk) 3, (masuk ke badan air waduk) 8,467,926 6,657,821 Di outlet waduk saguling 228, ,346,477 88,449, ,839,627 3,810,199 Simulasi dengan pembuatan 2292 unit DPN di DTA Waduk Saguling menunjukkan dapat menahan dan mengendalikan erosi sampai dengan 20.5 juta ton/tahun. Dengan mengendalikan erosi sampai dengan jumlah tersebut, maka jumlah erosi dapat dikurangi menjadi 91.9 juta ton/tahun dari juta ton/tahun. Sedangkan hasil sedimen yang sampai di outlet untuk seluruh subdas dapat diturunkan menjadi 6.9 juta ton/tahun atau turun sebesar 18.3%, dan hasil sedimen yang sampai outlet waduk saguling dapat diturunkan menjadi 3.95 juta ton/tahun atau turun 18.2%. Tabel 7 menunjukkan hasil simulasi perhitungan efektifitas 2292 unit DPN yang dibangun di DTA Waduk Saguling Tabel 7. Efektitifitas DPN untuk mengendalikan erosi dan mengurangi hasilsedimen di DTA Waduk Saguling Erosi (ton/tahun) Hasil Sedimen (ton/tahun) SDR (%) Nama luas (ha) Total ditahan DPN Sisa non DPN dengan DPN 1 Cikapundung-Cipamokolan 30, ,698,610 2,423,296 11,275, ,023, ,316 2 Cikeruh 18, ,659, ,202 5,895, , ,046 3 Cisangkuy 34, ,403,774 2,665,209 15,738, ,332,692 1,139,693 4 Citarik 21, ,441,560 2,231,052 7,210, , ,340 5 Citarum Hulu 37, ,930,983 3,858,137 21,072, ,755,517 1,483,846 6 Ciwidey 22, ,556,520 2,967,931 9,588, ,023, ,878 8 Waduk Saguling Selatan 32, ,443,496 2,956,870 12,486, ,132, ,861 9 Waduk Saguling Utara 27, ,212,448 2,586,312 8,626, , ,664 7 Tubuh Air (Waduk) 3, (masuk ke badan air waduk) 8,467,926 6,917,644 Di outlet waduk saguling 228, ,346,477 91,894, ,839,627 3,958,602
11 Jika dilakukan simulasi dengan menggabungkan DPI dan DPN, maka jumlah erosi dapat dikurangi menjadi 68 juta ton/tahun. Pengurangan jumlah erosi tersebut akan menyebabkan penurunan sedimen yang sampai di badan air waduk saguling sampai dengan 39.7% atau turun menjadi 5.1 juta ton/tahun dari 8.5 juta ton/tahun. Sedangkan hasil sedimen yang sampai di outlet waduk Saguling menjadi 2.9 juta ton/tahun dari 4.8 juta ton/tahun atau sekitar 39.5%. Tabel 8 menunjukkan efektifitas DPI dan DPN dalam mengurangi erosi dan sedimentasi di DTA Waduk Saguling. Tabel 8. Efektitifitas DPI dan DPN untuk mengendalikan erosi dan mengurangi hasilsedimen di DTA Waduk Saguling Erosi (ton/tahun) Hasil Sedimen (ton/tahun) ditahan SDR (%) dengan Nama luas (ha) Total Sisa non DPI+DPN DPI+DPN DPI+DPN 1 Cikapundung-Cipamokolan 30, ,698,610 4,773,856 8,924, ,023, ,719 2 Cikeruh 18, ,659,086 1,481,680 5,177, , ,623 3 Cisangkuy 34, ,403,774 5,477,535 12,926, ,332, ,041 4 Citarik 21, ,441,560 4,815,456 4,626, , ,749 5 Citarum Hulu 37, ,930,983 9,755,158 15,175, ,755,517 1,068,607 6 Ciwidey 22, ,556,520 7,258,007 5,298, ,023, ,054 8 Waduk Saguling Selatan 32, ,443,496 5,598,605 9,844, ,132, ,096 9 Waduk Saguling Utara 27, ,212,448 5,188,732 6,023, , ,650 7 Tubuh Air (Waduk) 3, (masuk ke badan air waduk) 8,467,926 5,107,539 Di outlet waduk saguling 228, ,346,477 67,997, ,839,627 2,929,173
RENCANA TINDAK PENGELOLAAN DAS CITARUM
RENCANA TINDAK PENGELOLAAN DAS CITARUM Oleh : Dr. Nana Mulyana Arifjaya, MS. Idung Risdiyanto, M.Sc Kegiatan Sosialisasi Rencana Tindak Pengelolaan DAS Citarum terpadu Bandung, 2013 LATAR BELAKANG Jumlah
Lebih terperinciImplementasi dan Koordinasi Antar Lembaga Kegiatan RHL Dalam Rangka Penggulangan Banjir dan Tanah Longsor di Sub DAS Solo Bagian Hulu
Implementasi dan Koordinasi Antar Lembaga Kegiatan RHL Dalam Rangka Penggulangan Banjir dan Tanah Longsor di Sub DAS Solo Bagian Hulu Oleh : Dr. Nana Mulyana Arif Jaya, MS (IPB) Idung Risdiyanto, MSc (IPB)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah dataran yang dibatasi oleh punggung bukit yang berfungsi sebagai daerah resapan, penyimpanan air hujan dan juga sebagai pengaliran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)
A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Cisangkuy merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum hulu yang terletak di Kabupaten Bandung, Sub DAS ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang berfungsi sebagai daerah resapan, daerah penyimpanan air, penampung air hujan dan pengaliran air. Yaitu daerah dimana
Lebih terperinciPAPARAN PEMBANGUNAN SUMUR RESAPAN DAN LUBANG RESAPAN BIOPORI TAHUN PROVINSI DKI JAKARTA
PAPARAN PEMBANGUNAN SUMUR RESAPAN DAN LUBANG RESAPAN BIOPORI TAHUN 2008-2009 JAYA RAYA DINAS KELAUTAN DAN PERTANIAN DINAS KELAUTAN DAN PERTANIAN PROVINSI DKI JAKARTA DASAR HUKUM Peraturan Pemerintah Republik
Lebih terperinciLampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003
LAMPIRAN 34 Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003 Bulan Cikapundung Citarik Cirasea Cisangkuy Ciwidey mm Januari 62,9 311 177 188,5 223,6 Februari 242,1 442 149 234 264 Maret 139,3 247 190
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan Danau Singkarak terletak di dua kabupaten yaitu KabupatenSolok dan Tanah Datar. Kedua kabupaten ini adalah daerah penghasil berasdan menjadi lumbung beras bagi Provinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan penelitian dari Nippon Koei (2007), Bendungan Serbaguna
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan penelitian dari Nippon Koei (2007), Bendungan Serbaguna Wonogiri merupakan satu - satunya bendungan besar di sungai utama Bengawan Solo yang merupakan sungai
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi
Lebih terperinciPENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG
Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi yang meliputi semua benda penyusun biosfer (atmosfer, tanah dan batuan induk, topografi, air, tumbuhtumbuhan dan binatang),
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung
Lebih terperinci4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN
4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran Sungai yang mengalir meliputi dua Kabupaten yaitu Kabupaten Bandung dan Sumedang yang mempunyai
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim menyebabkan musim hujan yang makin pendek dengan intensitas hujan tinggi, sementara musim kemarau makin memanjang. Kondisi ini diperparah oleh perubahan penggunaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kawasan yang berfungsi untuk menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan sampai akhirnya bermuara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) berfungsi sebagai penampung air hujan, daerah resapan, daerah penyimpanan air, penangkap air hujan dan pengaliran air. Wilayahnya meliputi
Lebih terperinciPENGATURAN BENTUK LERENG DAN PERLAKUAN REKLAMASI. Perlakuan Konservasi Tanah (Reklamasi) Guludan. bangku. Guludan - Teras Kredit
2011, No.23 38 LAMPIRAN 1 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.04/MENHUT-II/2011 TANGGAL : 14 JANUARI 2011 PENGATURAN BENTUK LERENG DAN PERLAKUAN REKLAMASI - Vegetasi Tetap (Tanaman tahunan) - Hutan Lindung
Lebih terperinciBab V Analisa dan Diskusi
Bab V Analisa dan Diskusi V.1 Pemilihan data Pemilihan lokasi studi di Sungai Citarum, Jawa Barat, didasarkan pada kelengkapan data debit pengkuran sungai dan data hujan harian. Kalibrasi pemodelan debit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi faktor pendukung dalam penyediaan kebutuhan air. Lahan-lahan yang ada pada suatu DAS merupakan suatu
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI
BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI IV. 1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Daerah Aliran sungai (DAS) Citarum merupakan DAS terbesar di Jawa Barat dengan luas 6.614 Km 2 dan panjang 300 km (Jasa Tirta
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali
Lebih terperinciAspek Perubahan Lahan terhadap Kondisi Tata Air Sub DAS Cisangkuy-DAS Citarum
Aspek Perubahan Lahan terhadap Kondisi Tata Air Sub DAS Cisangkuy-DAS Citarum Oleh Idung Risdiyanto, Nana Mulyana, F.S. Beny, Sudharsono 1. Analisis perubahan penutupan lahan Dinamika perubahan penggunaan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,
Lebih terperinciPengendalian Erosi dan Sedimentasi
Pengendalian Erosi dan Sedimentasi Disusun untuk melengkapi tugas TIK Disusun Oleh: Bachrul Azali 04315046 Tugas TIK Universitas Narotama 2015 http://www.narotama.ac.id 04315044 Bachrul azali Page 1 Erosi
Lebih terperinciBab III Studi Kasus. Daerah Aliran Sungai Citarum
Bab III Studi Kasus III.1 Daerah Aliran Sungai Citarum Sungai Citarum dengan panjang sungai 78,21 km, merupakan sungai terpanjang di Propinsi Jawa Barat, dan merupakan salah satu yang terpanjang di Pulau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensitas kegiatan manusia saat ini terus meningkat dalam pemanfaatan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun pemanfaatan sumberdaya alam ini khususnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di
Lebih terperinci3. METODOLOGI PENELITIAN
23 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini memanfaatkan data sekunder yang tersedia pada Perum Jasa Tirta II Jatiluhur dan BPDAS Citarum-Ciliwung untuk data seri dari tahun 2002 s/d
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan berpengaruh pada pemanfaatan sumberdaya lahan dalam jumlah besar untuk memenuhi ketersediaan kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air permukaan (water surface) sangat potensial untuk kepentingan kehidupan. Potensi sumber daya air sangat tergantung/berhubungan erat dengan kebutuhan, misalnya untuk
Lebih terperinciPERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini
PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini Abstract Key words PENDAHULUAN Air merupakan sumberdaya
Lebih terperinciSTUDI PENGARUH SEDIMENTASI KALI BRANTAS TERHADAP KAPASITAS DAN USIA RENCANA WADUK SUTAMI MALANG
STUDI PENGARUH SEDIMENTASI KALI BRANTAS TERHADAP KAPASITAS DAN USIA RENCANA WADUK SUTAMI MALANG Suroso, M. Ruslin Anwar dan Mohammad Candra Rahmanto Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Lebih terperinci2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)
Lebih terperinciDAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak
DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN Oleh Yudo Asmoro, 0606071922 Abstrak Tujuan dari tulisan ini adalah untuk melihat pengaruh fisik dan sosial dalam mempengaruhi suatu daerah aliran sungai.
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 80 TAHUN 2002 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 80 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN URUSAN EROSl, SEDIMENTASI DAN PRODUKTIVITAS LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LINTAS KABUPATEN/ KOTA
Lebih terperinciTopik : TEKNIK KONSERVASI TANAH DAN AIR
Topik : TEKNIK KONSERVASI TANAH DAN AIR Tujuan : 1. Peserta memahami tentang pentingnya KTA (Konservasi Tanah dan Air); 2. Memahami berbagai teknik KTA (Konservasi Tanah dan Air). 3. Peserta terampil membuat
Lebih terperinciBAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Opak Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.1 menunjukan bahwa luas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konservasi sumber daya air merupakan salah satu pilar pengelolaan sumber daya air sebagaimana tertuang dalam Permen PUPR No. 10/PRT/M/2015. Konservasi sumber daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bendungan atau dam adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air menjadi waduk, danau, atau tempat rekreasi. Seringkali bendungan juga digunakan untuk mengalirkan
Lebih terperinciRapat Konsolidasi Koordinator RPPI Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Hotel Permata, Bogor 26 Mei 2015
Rapat Konsolidasi Koordinator RPPI 2015-2019 Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Hotel Permata, Bogor 26 Mei 2015» RPPI 2 Konservasi Sumber Daya Air» Koordinator: I Wayan S Dharmawan» Wakil Koordinator:
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan kemudian mengalirkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi merupakan proses penghancuran dan pengangkutan partikel-partikel tanah oleh tenaga erosi (presipitasi, angin) (Kusumandari, 2011). Erosi secara umum dapat disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Embung merupakan bangunan air yang menampung, mengalirkan air menuju hilir embung. Embung menerima sedimen yang terjadi akibat erosi lahan dari wilayah tangkapan airnya
Lebih terperinciKelembagaan. Ket. Kegiatan (Klpk) (KK) Tahun LUMAJANG Hutan Rakyat
Tabel VII.4. Kegiatan Bidang RLPS Di Wilayah Kerja BP DAS Sampean Madura DAS Tahun 2003 1. LUMAJANG Hutan Rakyat 23 1264 2. BANYUWANGI - sda- 22 376 3. JEMBER - sda- 32 665 4. BONDOWOSO - sda- 23 737 5.
Lebih terperinciPENGURANGAN RESIKO BANJIR IBUKOTA DENGAN PENGEMBANGAN DAM PARIT DI DAS CILIWUNG HULU
ISSN 197-877 Terbit sekali 2 bulan Volume Nomor. Juni 29 PENGURANGAN RESIKO BANJIR IBUKOTA DENGAN PENGEMBANGAN DAM PARIT DI DAS CILIWUNG HULU Curah hujan tinggi yang terjadi dalam waktu singkat menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan jalan air alami yang mengalir menuju Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa kasus, sebuah sungai secara sederhana mengalir
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI, MENTERI KEHUTANAN DAN MENTERI PEKERJAAN UMUM,
SURAT KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PEKERJAAN UMUM, MENTERI KEHUTANAN DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19/1984, KH. 059/KPTS-II/1984 DAN PU.124/KPTS/1984 TAHUN 1984 TENTANG PENANGANAN KONSERVASI TANAH DALAM
Lebih terperinciV. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR
V. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR 5.1. Simulasi di Sub DAS Cisadane Hulu Validasi model dilakukan dengan menggunakan data debit sungai harian tahun 2008 2010. Selanjutnya disusun 10 alternatif
Lebih terperinciSASARAN DAN INDIKATOR PROGRAM DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAS DAN HUTAN LINDUNG TAHUN
DAN INDIKATOR PROGRAM DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAS DAN HUTAN LINDUNG TAHUN 2015 No Sasaran Program Indikator Kinerja Program (IKP) 1 tutupan hutan di hutan lindung dan lahan (S1.P2.1) 2 kesehatan
Lebih terperinciVI. KESIMPULAN DAN SARAN
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa model sistem hidroorologi hutan lindung yang telah dibuat dapat digunakan untuk menentukan penggunaan
Lebih terperinciKonservasi lahan Konservasi lahan adalah usaha pemanfaatan lahan dalam usahatani dengan memperhatikan kelas kemampuannya dan dengan menerapkan
Data tahun 1992 menunjukkan bahwa luas lahan usahatani kritis di luar kawasan hutan telah mencapai ±18 juta hektar. Setelah hampir 13 tahun, lahan kritis diluar kawasan hutan pada tahun 2005 sekarang ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional sejak dasa warsa 80-an telah diarahkan untuk menganut pembagunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan itu sendiri sesungguhnya adalah upaya
Lebih terperinciGambar 3.1 Peta lokasi penelitian Sub DAS Cikapundung
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Sub DAS Cikapundung yang merupakan salah satu Sub DAS yang berada di DAS Citarum Hulu. Wilayah Sub DAS ini meliputi sebagian Kabupaten
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir
III-1 BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Metodologi yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-2 Metodologi dalam perencanaan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan diantaranya yaitu : 1. Konversi penggunaan lahan pertanian yang terjadi di daerah
Lebih terperinciPrestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng
KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng Abstrak Sektor pertanian di Indonesia masih mempunyai peran yang penting, khususnya untuk mendukung program ketahanan
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5292 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI I. UMUM Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengelolaan DAS di Indonesia telah dimulai sejak tahun 70-an yang diimplementasikan dalam bentuk proyek reboisasi - penghijauan dan rehabilitasi hutan - lahan kritis. Proyek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sejalan dengan hujan yang tidak merata sepanjang tahun menyebabkan persediaan air yang berlebihan dimusim penghujan dan kekurangan dimusim kemarau. Hal ini menimbulkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada sifat-sifat arus tetapi juga pada sifat-sifat sedimen itu sendiri. Sifat-sifat di dalam proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (catchment area) yang berperan menyimpan air untuk kelangsungan hidup
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagian hulu daerah aliran sungai (DAS) merupakan daerah tangkapan air (catchment area) yang berperan menyimpan air untuk kelangsungan hidup makhluk hidup. Apabila lahan
Lebih terperinciPENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK
PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK DAS Cisadane Hulu merupakan salah satu sub DAS Cisadane yang
Lebih terperinciRAKORNIS Badan Litbang dan Inovasi Balikpapan, Juni 2015
RAKORNIS Badan Litbang dan Inovasi Balikpapan, 10-12 Juni 2015» RPPI 2 Konservasi Sumber Daya Air» Koordinator: Dr. I Wayan S Dharmawan, SHut, MSi» Wakil Koordinator: Drs. Irfan B. Pramono, MSc» Pembina:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Biru terletak di Kabupaten Wonogiri, tepatnya di Kecamatan Purwantoro dan Kecamatan Bulukerto. Lokasinya terletak di bagian lereng
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pengembangan sumber daya air merupakan salah satu faktor penting dalam menunjang berbagai sektor pembangunan seperti pertanian, industri, penyediaan sumber energi disamping
Lebih terperinci%$be PEWGARUH EROSl DAN SEDIMENTASI TERHADAP UMUR WADUK SAGULONG
%$be PEWGARUH EROSl DAN SEDIMENTASI TERHADAP UMUR WADUK SAGULONG Dl DAERAH ALIRAN SUNGAI ClTAWUWI Oleh AHMAD AMIN AULAWI F 24. 0282 1994 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Ahmad
Lebih terperinci%$be PEWGARUH EROSl DAN SEDIMENTASI TERHADAP UMUR WADUK SAGULONG
%$be PEWGARUH EROSl DAN SEDIMENTASI TERHADAP UMUR WADUK SAGULONG Dl DAERAH ALIRAN SUNGAI ClTAWUWI Oleh AHMAD AMIN AULAWI F 24. 0282 1994 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Ahmad
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK i UCAPAN TERIMA KASIH ii DAFTAR ISI iii DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR TABEL viii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 2 1.3 Tujuan Penelitian 3 1.4 Manfaat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di Indonesia banyak sekali terdapat gunung berapi, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif. Gunung berapi teraktif di Indonesia sekarang ini adalah Gunung
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan
I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sistem penggunaan lahan dalam daerah aliran sungai (DAS), berupa aneka pepohonan dan semak sehingga membentuk tajuk berlapis. Hutan yang demikian
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data Data yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir ini merupakan data sekunder. Data-data yang diperlukan antara lain, data hujan, peta daerah tangkapan air, peta
Lebih terperinciMODUL KULIAH DASAR ILMU TANAH KAJIAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DALAM UPAYA PENGENDALIAN BANJIR. Sumihar Hutapea
MODUL KULIAH DASAR ILMU TANAH KAJIAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DALAM UPAYA PENGENDALIAN BANJIR Sumihar Hutapea UNIVERSITAS MEDAN AREA MEDAN 2016 KARAKTERISTIK DAS : DAS Sebagai Ekosistem Geografi
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA BUKU LITERATUR TESIS DAN PENELITIAN
DAFTAR PUSTAKA BUKU LITERATUR Anonim, 1997, Agenda 21 Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Anonim, 2005, Bunga Rampai Perundangan Lingkungan Hidup, Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. misalnya hutan lahan pertanian, pedesaan dan jalan. Dengan demikian DAS
TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Pada daerah aliran sungai terdapal berbagai macam penggunaan lahan, misalnya hutan lahan pertanian, pedesaan dan jalan. Dengan demikian DAS mempunyai berbagai fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub DAS Cikapundung berada di bagian hulu Sungai Citarum dan merupakan salah satu daerah yang memberikan suplai air ke Sungai Citarum, yang meliputi Kab. Bandung Barat,
Lebih terperinciAIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan
AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan DIPRESENTASIKAN OLEH : 1. MAGDALENA ERMIYANTI SINAGA (10600125) 2. MARSAHALA R SITUMORANG (10600248) 3. SANTI LESTARI HASIBUAN (10600145) 4. SUSI MARIA TAMPUBOLON
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waduk (reservoir) merupakan bangunan penampung air pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian, perikanan, regulator air
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu manfaat ekologis, sosial maupun ekonomi. Tetapi dari berbagai
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. prasarana pengairan seperti waduk. Sejumlah besar waduk di Indonesia saat ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selain memiliki potensi air permukaan yang begitu besar Wilayah Sungai (WS) Brantas juga dihadapkan dengan permasalahan bidang pengairan seperti penyediaan air baku
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang
1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia tergolong besar. Saat ini berdasarkan survey terakhir, jumlah penduduk Indonesia adalah 230 juta lebih. Laju pertumbuhan penduduk
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi baik dalam bentuk cairan maupun es. Hujan merupakan faktor utama pengendali daur hidrologis
Lebih terperinciDAFTAR ISI Keaslian Penelitian... 4
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR PETA... xiv INTISARI... xv ABSTRAK...
Lebih terperinciKONSERVASI LAHAN KAWASAN KABUPATEN SUMBA TIMUR
KONSERVASI LAHAN KAWASAN KABUPATEN SUMBA TIMUR Kustamar Dosen Teknik Sipil FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Wilayah Kabupaten Sumba Timur mayoritas terdiri dari padang rumput (47,85%) dengan topografi berbukit
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4. 1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum merupakan DAS terbesar di Jawa Barat. Sungai Citarum berhulu dari mata air di Gunung Wayang,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Soewarno (1991), proses sedimentasi meliputi proses erosi, transportasi (angkutan), pengendapan (deposition) dan pemadatan (compaction) dari sedimentasi itu sendiri. Proses
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi dan Neraca air Menurut Mori (2006) siklus air tidak merata dan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (suhu, tekanan atmosfir, angin, dan lain-lain) dan kondisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah satu bagian dari
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan. besar sementara wilayah kawasan lindung dan konservasi menjadi berkurang.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan dan lingkungan mempunyai hubungan timbal balik. Di dalam pembangunan, manusia merupakan konsumen yang berperan aktif dalam proses pemanfaatan sumber daya
Lebih terperinci