IMPLEMENTASI PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PERINDUSTRIAN DIBIDANG SNI WAJIB OLEH DITRESKRIMSUS POLDA JATENG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IMPLEMENTASI PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PERINDUSTRIAN DIBIDANG SNI WAJIB OLEH DITRESKRIMSUS POLDA JATENG"

Transkripsi

1 Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No. 1 September 2017 Implementasi Penyidikan Tindak Pidana Perindustrian (Teguh Wahyono) IMPLEMENTASI PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PERINDUSTRIAN DIBIDANG SNI WAJIB OLEH DITRESKRIMSUS POLDA JATENG Teguh Wahyono *, Umar Ma ruf ** *Mahasiswa Magister (S-2) Ilmu Hukum UNISSULA Semarang, teguhwho@gmail.com ** Dosen Fakultas Hukum UNISSULA Semarang ABSTRACT This study aims to examine how the implementation of industrial crime investigation in the field of SNI (Indonesian National Standard) is obliged by the Directorate of Special Criminal Investigation of Central Java Police. This research is focused on the implementation of industrial crime handling conducted by the Directorate of Special Criminal Investigation of Central Java Police, barriers experienced by the Police in handling industrial crime in Directorate of Special Criminal Investigation of Central Java Police and how the judges consideration in imposing criminal punishment against perpetrators of Criminal Act of Industry. Implementation of the investigation of industrial crime in the field of SNI (Indonesian National Standard) shall be obliged by the Directorate of Special Criminal Investigation of the Central Java Regional Police is to carry out investigation and investigation activities until the suspect and the evidence or stage II has been deleted. Obstacles faced by the Police in the handling of Industrial Crime at the Directorate of Special Criminal Investigation of Central Java Police, which consists of internal factors that are factors that come from within the Police and external factors that are factors coming from outside the Police. Judge consideration in imposing criminal sanction against perpetrator of Crime of Industry namely: Consideration based on Evidence, Consideration based on testimony of witnesses and defendant, Consideration based on expert statement, Consideration based on elements in the demands letter letter by the Prosecutor. And Consideration based on incriminating and mitigating things. Keywords: Investigator, Industry, SNI PENDAHULUAN Dalam era perdagangan bebas, aliran barang dan/atau jasa tidak lagi dapat dibatasi oleh letak geografis suatu negara. Di sisi lain dengan pemenuhan standar, produk kita juga diharapkan bisa menembus pasar luar negeri dengan tingkat daya saing yang lebih tingi. Secara umum, kondisi yang demikian pada satu sisi akan menguntungkan konsumen dalam hal kebebasan untuk memilih jenis, kualitas dan harga barang sesuai dengan kebutuhan. 1 Indonesia saat ini relatif memadai, namun dari sisi penyebarannya masih terkonsentrasi di pulau Jawa, khususnya di Jakarta dan sekitarnya. Dibandingkan 1 Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Badan Pengkajian Dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan R,2013, Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar,Jakarta. Hal. i 265

2 Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : dengan negara-negara lain di lingkungan ASEAN, infrastruktur teknis penilaian kesesuaian yang dimiliki Indonesia tidak ketinggalan. 2 Apabila fungsi penilaian kesesuaian terhadap SNI yang bersifat sukarela merupakan pengakuan, maka bagi SNI yang bersifat wajib penilaian kesesuaian merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh semua pihak yang terkait. Dengan demikian penilaian kesesuaian berfungsi sebagai bagian dari pengawasan pra pasar yang dilakukan oleh regulator. 3 berikut: Berdasar uraian latar belakang masalah tersebut di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai 1. Bagaimana Implementasi penanganan Tindak Pidana Perindustrian yang dilaksanakan oleh Ditreskrimsus Polda Jateng? 2. Hambatan-hambatan apa yang dialami Kepolisian dalam penanganan Tindak Pidana perindustrian di Ditreskrimsus Polda Jateng dan bagaimana mengatasi hambatan tersebut? 3. Bagaimana pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perindustrian? PEMBAHASAN Implementasi Penanganan Tindak Pidana Perindustrian Yang Dilaksanakan Oleh Ditreskrimsus Polda Jateng. Di Ditreskrimsus Polda Jateng Penanganan Tindak Pidana Perindustrian dibidang SNI wajib yaitu dengan cara Penyelidikan dan Penyidikan sampai dengan penyelesaian perkara meliputi: 1. Penyelidikan Penyelidikan dalam pengungkapan Tindak Pidana Perindustrian merupakan langkah awal kegiatan dalam mencari dan menemukan alat bukti dalam hal ini adalah bukti yang cukup untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan. Menurut KUHAP, Dasar dilaksanakan suatu Penyelidikan yaitu: a. Laporan Informasi b. Pengaduan c. Surat dari Instansi Pemerintah dan Non Pemerintah. dan d. Laporan Polisi Model B. 2. Penyidikan Dalam melaksanakan Kegiatan Penyidikan diperlukan upaya paksa yang dilakukan Oleh Penyidik dan/atau penyidik Pembantu yaitu: a. Penangkapan Dalam penanganan tindak pidana perindustrian tertangkap tangan dimungkinkan yaitu saat dilakukannya penyelidikan yang mana penyelidik telah berkeyakinan terdapat suatu tindak pidana 2 Masagus M. Ridwan dkk,2015, Analisis Daya Saing Dan Strategi Industri Nasional Di Era Masyarakat Ekonomi Asean Dan Perdagangan Bebas,Bank Indonesia, Jakarta. Hal. 4 3 Ary Budi Mulyono dan Bendjamin B. Louhenapessy.2014.Penerapan Dan Kebutuhan SNI Produk Prioritas Untuk Mendukung Program MP3EI. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Hal

3 Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No. 1 September 2017 Implementasi Penyidikan Tindak Pidana Perindustrian (Teguh Wahyono) yang sedang dilakukan baik itu memproduksi barang maupun memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis dan/atau tanpa SNI yang diberlakukan wajib dengan pertimbangan tersangka akan menghilangkan barang bukti. b. Penahanan Dalam implementasi di dalam penyidikan oleh Penyidik Ditreskrimsus Polda Jateng, terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan karena dengan harapan tersangka dapat mengurus legalitas SNI yang dikategorikan wajib tersebut, sehingga diharapkan tersangka nanti mendapatkan putusan yang lebih ringan dari hakim. c. Penggeledahan Menurut wawancara dengan Kompol Dr. Rudi Hartono, S.I.K.,M.H.,M.Si. sebagai Penyidik di Ditreskrimsus Polda Jateng yang menangani tindak pidana Perindustrian di bidang SNI Wajib dalam implementasi Penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik atau Penyidik pembantu Ditreskrimsus Polda Jateng telah sesuai dengan prosedur dan atau sesuai dengan KUHAP. Penggeledahan tersebut dilaksanakan untuk menemukan barang bukti yang berkaitan dengan tindak pidana yang terjadi. d. Penyitaan Berdasarkan wawancara dengan Kompol Dr. Rudi Hartono, S.I.K., M.H., M.Si. sebagai Penyidik di Ditreskrimsus Polda Jateng yang menangani tindak pidana Perindustrian di bidang SNI Wajib mengungkapkan bahwa penyitaan merupakaan salah satu upaya paksa penyidik sebagai upaya dalam mempermudah dalam pembuktian. Jika tersangka dalam perkara tindak pidana perindustrian adalah Pedagang atau distributor maka barang bukti utama adalah barang-barang yang dijual tersebut yang diduga tidak memiliki SNI padahal barang tersebut telah ditetapkan wajib memiliki SPPT SNI Penyelesaian Perkara Dalam hal penyidikan Tindak pidana telah dinyatakan cukup yaitu penyidik telah mendapatkan minimal 2 alat bukti dan keterangan saksi maka penyidik melaksanakan penyelesaian berkas perkara yaitu meliputi tahapan Pembuatan Resume berkas perkara dan pemberkasan. Setelah berkas tersebut dinyatakan lengkap maka penyidik wajib melaksanakan Penyerahan 2 Berkas perkara kepada penuntut umum atau tahap I. Setelah penuntut umum menerima hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia segera, menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan. Jika Jaksa menyatakan Berkas sudah lengkap baik itu Persyaratan formil dan materil maka jaksa menerbitkan P21 yang artinya berkas perkara dinyatakan lengkap dan meminta penyidik untuk melimpahkan tanggung jawab Tersangka dan barang Bukti ke Penuntut umum. Setelah Penyidik menerima P21 dari penuntut umum maka Penyidik sesegera 4 Wawancara dengan Kompol Dr. Rudi Hartono, S.I.K.,M.H.,M.Si. sebagai Penyidik di Ditreskrimsus Polda Jateng, pada hari Rabu tanggal 21 Juni

4 Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : mungkin melimpahkan Tersangka dan barang bukti Ke Kejaksaan Tinggi disertai dengan berita acara serah terima tersangka dan barang bukti yang ditandatangani oleh penyidik dan penuntut umum. Setelah pelimpahan tersebut penyidikan Perkara pidana oleh Penyidik dinyatakan selesai. Menurut penulis kegiatan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan oleh Penyidik Ditreskimsus Polda Jateng telah sesuai dengan peraturan yang berlaku yang telah digunakan sebagai pedoman oleh penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu KUHAP, PERKAP, PERKABA dan peraturan lain yang telah digunakan seperti keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai sifat segera dan penerbitan SPDP yang harus disampaikan kepada pelapor dan terlapor serta peraturan-peraturan lain yang tidak bertentang dengan Undang-undang. Hambatan-hambatan yang dialami Kepolisian dalam penanganan Tindak Pidana perindustrian di Ditreskrimsus Polda Jateng dan bagaimana mengatasi hambatan tersebut. Sesuai wawancara dengan Kompol Dr. Rudi Hartono, S.I.K., M.H., M.Si. sebagai Penyidik di Ditreskrimsus Polda Jateng yang menangani tindak pidana Perindustrian di bidang SNI Wajib, menyatakan bahwa hambatan yang dialami Penyidik dalam melaksanakan Penyidikan tindak pidana perindustrian terdapat dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. 1. Faktor internal Faktor internal sendiri merupakan faktor yang berasal dari dalam institusi Kepolisian dalam hal ini adalah Ditreskrimsus Polda Jateng yaitu: a. Sumber Daya Manusia Dalam melaksanakan penyidikan Tindak Pidana Perindustrian, Penyidik dan Penyidik Pembantu Ditreskrimsus Polda Jateng memiliki hambatan di bidang Sumber Daya Manusia (SDM) yaitu Penyidik atau penyidik pembantu yang ada belum mendapatkan pendidikan kejuruan fungsi Reserse ataupun pendidikan pengembangan khusus mengenai tindak pidana dibidang perindustrian, bahkan sampai dengan saat ini materi tersebut belum masuk dalam bahan ajaran di lembaga pendidikan Polri. b. Sarana dan Prasarana Salah satu yang masih kurang mengenai sarana dan prasarana ini yaitu kendaraan khusus Lidik- Sidik, dalam hal ini Penyidik tidak memiliki mobil yang khusus untuk mendukung kegiatan penyelidikan dan penyidikan akan tetapi hal itu dapat ditutupi dengan adanya biaya operasional yang digunakan untuk menyewa kendaraan sehingga tidak mengganggu tugas dan fungsi penyidik dalam mendukung pengungkapan Tindak pidana. c. Kewajiban melaksanakan kegiatan lainnya Banyaknya kasus yang menjadi atensi pimpinan Polri membuat perkara tindak pidana perindustrian yang ditangani penyidik seakan terabaikan. Dikarenakan kasus yang menjadi atensi dianggap sebagai pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan oleh Penyidik karena terkadang 268

5 Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No. 1 September 2017 Implementasi Penyidikan Tindak Pidana Perindustrian (Teguh Wahyono) sebuah perkara bersentuhan langsung dengan masyarakat dan menjadi perhatian publik contohnya adalah perkara Penimbunan bahan atau barang kebutuhan Pokok. 2. Faktor Eksternal Faktor eksternal yaitu penghambat yang berasal dari luar institusi Kepolisian meliputi: a. Belum adanya database SPPT SNI. Selama ini yang menjadi hambatan penyelidikan tersebut adalah tidak adanya database mengenai SPPT SNI yang dapat diakses oleh penyidik, bahkan Kementerian Perindustrian dalam hal ini merupakan stakeholder yang membidangi serta memiliki regulasi serta sebagai penangampu penerapan undang-undang mengenai perindustrian juga belum memiliki data base tersebut. b. Sulitnya Berkoordinasi dengan pihak terkait Dalam melaksanakan penyidikan tindak pidana Perindustrian Penyidik melaksanakan koordinasi dengan pihak terkait yaitu Kementerian bahkan Lembaga lain yang berada di luar wilayah Jawa Tengah yang terkadang penyidik kesulitan karena diharuskan datang ke kantor Ahli maupun Analis SNI secara langsung sehingga biaya untuk penyidikan Tindak pidana tersebut menghabiskan biaya penyidikan yang cukup besar. c. Keterbukaan Saksi Hal yang menjadi hambatan dalam penyidikan yaitu saksi yang belum mau terbuka dan masih menutupi suatu perkara yang mereka ketahui. Padahal keterangan saksi merupakan hal yang sangat penting dan Keterangan saksi merupakan salah satu hal yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara pidana. d. Masyarakat Faktor penghambat dari masyarakat yaitu kurang terbuka terhadap lingkungan disekitarnya dan serta bersikap apatis dengan tidak peduli serta tidak mau tahu dengan aktifitas yang terjadi di lingkungannya itu sendiri. Sehingga pada saat masyarakat dimintai keterangan oleh penyelidik, masyarakat tersebut kurang tanggap dan tidak menegtahui jika ada Tindak Pidana Perindustrian di sekitarnya. e. Wilayah dan Geografis Wilayah Hukum Ditreskrimsus Polda Jateng adalah seluruh wilayah di Provinsi Jawa Tengah. Hal ini merupakan salah satu hambatan yang dialami oleh Penyidik di Ditreskrimsus Polda Jateng dalam menangani tindak pidana Perindustrian. Karena dengan sarana transportasi yang masih menggunakan transportasi darat, Ditreskrimsus Polda Jateng harus menjangkau wilayah-wilayah yang jauh dari Kota Semarang yang merupakan kantor Penyidik Ditreskrimsus Polda Jateng dengan kondisi jalan yang berbeda-beda. Hal yang yang perlu dilaksanakan untuk mengatasi hambatan-hambatan yang dialami oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Jateng dalam melakukan penyidikan tindak Pidana Perindustrian tersebut yaitu: 269

6 Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : Perlu adanya kerja sama, baik di kalangan pemerintah, penegak hukum maupun masyarakat 2. Perlunya meningkatkan Sumber Daya Manusia bagi para penyidik 3. Perlu penambahan personel 4. Pemenuhan sarana dan prasarana dari pemerintah Kepada Polri Selain hambatan penyidikan tindak pidana perindustrian yang diungkapkan Oleh Penyidik Ditreskrimsus Polda Jateng, menurut Prof. Dr. Soerjono Soekamto, S.H.,M.A. faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas Hukum yaitu: 5 1. Faktor hukumnya sendiri 2. Faktor penegak hukumnya 3. Faktor masyarakat 4. Faktor kebudayaan Menurut Penulis Faktor utama yang mempengaruhi efektifitas penegakan hukum tindak pidana perindustrian yaitu Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, dikarenakan Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan perangkat keras. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Perindustrian Berdasarkan Pasal 1 butir 8 KUHAP Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Putusan hakim merupakan puncak klimaks dari suatu perkara yang sedang diperiksa dan diadili oleh seorang hakim. 6 Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana perindustrian adalah sebagai berikut: 1. Pertimbangan berdasarkan Barang bukti. Barang bukti adalah benda yang digunakan untuk meyakinkan Hakim akan kesalahan terdakwa terhadap perkara pidana yang dituduhkan kepadanya. 7 Barang bukti dalam sidang di pengadilan selalu menjadi pertimbangan hakim karena Barang bukti adalah benda atau barang yang digunakan untuk meyakinkan Hakim akan kesalahan Terdakwa terhadap perkara pidana yang dituntutkan kepadanya Pertimbangan berdasarkan keterangan saksi-saksi dan terdakwa. Tidak setiap kejadian atau keadaan dapat disaksikan oleh seorang Saksi secara lengkap, akan tetapi Pasal 185 ayat (4) KUHAP menyebutkan bahwa keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri sendiri dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah, jika keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa hingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian. 9 5 Soerjono Soekanto,2008, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hal Sudarto Hukum dan Hukum Pidana. Alumni. Bandung. Hal 74 7 Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2012, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, PT. Gramedia, Jakarta, hal Sudarsono, 2007, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, hal Martiman Prodjohamidjojo, Penerapan Pembuktian Terbalik dalam Delik Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999). Mandar Maju. Bandung. hal

7 Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No. 1 September 2017 Implementasi Penyidikan Tindak Pidana Perindustrian (Teguh Wahyono) Keterangan saksi dapat dikategorikan sebagai alat bukti sepanjang keterangan itu mengenai sesuatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, alami sendiri, dan harus disampaikan di dalam sidang pengadilan dengan mengangkat sumpah. Keterangan saksi menjadi pertimbangan utama dan selalu dipertimbangkan oleh hakim dalam putusannya Pertimbangan berdasarkan keterangan ahli Merujuk pada ketentuan dalam KUHAP, keahlian dari seseorang yang memberikan keterangan ahli tidak hanya berdasarkan pengetahuan yang ia miliki melalui pendidikan formal, namun keahlian itu juga dapat diperoleh berdasarkan pengalamannya. Patut diperhatikan KUHAP membedakan keterangan seorang ahli di persidangan dan keterangan ahli secara tertulis yang disampaikan di depan sidang pengadilan. 11 Jika seorang ahli memberikan keterangan lisan di depan sidang pengadilan dan dicatat dalam berita acara oleh panitera dan di bawah sumpah disebut keterangan ahli, sedangkan jika seorang ahli di bawah sumpah telah memberikan keterangan tertulis di luar persidangan dan keterangan tersebut dibacakan di depan sidang pengadilan, keterangan ahli tersebut merupakan alat bukti surat Pertimbangan berdasarkan unsur-unsur dalam pasal-pasal surat tuntutan oleh Jaksa. Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena berdasar itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan. Dakwaan selain berisikan identitas terdakwa, juga memuat uraian tindak pidana yang didakwakan dengan menyebut waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. Dakwaan yang dijadikan pertimbangan hakim adalah dakwaan yang telah dibacakan di depan sidang pengadilan. 5. Pertimbangan berdasarkan hal yang memberatkan dan yang meringankan. Keadilan tidak berbentuk dan tidak dapat dilihat namun pelaksanaannya dapat kita lihat dalam perspektif pencarian keadilan. Dalam memberikan putusan terhadap suatu perkara pidana, seharusnya putusan hakim tersebut berisi alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang bisa memberikan rasa keadilan bagi terdakwa. 13 PENUTUP Kesimpulan 1. Implementasi Penanganan Tindak Pidana Perindustrian Yang Dilaksanakan Oleh Ditreskrimsus Polda Jateng Di Ditreskrimsus Polda Jateng Penanganan Tindak Pidana Perindustrian dibidang SNI wajib yaitu dengan cara Penyelidikan, Penyidikan, serta penyelesaian perkara meliputi: a. Penyelidikan 10 Eddy O.S. Hiariej, Pengadilan atas bebrapa kejahatanserius terhadap HAM. Erlangga. Surabaya. hal Eddy O.S. Hiariej, Op. Cit. hal Ibid 13 Nanda Agung Dewantara,1987, Masalah Kebebasan Hakim Dalam Menangani Suatu Masalah Perkara Pidana, Aksara Persada Indonesia. Jakarta. hlm

8 Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : Dasar dilaksanakan suatu Penyelidikan yaitu: 1) Laporan Informasi 2) Pengaduan 3) Surat dari Instansi Pemerintah dan Non Pemerintah. 4) Laporan Polisi Model B b. Penyidikan Dalam melaksanakan Kegiatan Penyidikan diperlukan upaya paksa yang dilaksanakan Oleh Penyidik yaitu: 1) Penangkapan 2) Penahanan 3) Penggeledahan 4) Penyitaan Selain upaya paksa tersebut dalam penanganan tindak pidana perindustrian diperlukan juga keterangan Ahli untuk menguatkan pembuktian karena dalam perkara perindustrian pendapat ahli merupakan salah satu alat bukti karena keterangan tersebut dapat membuat terang suatu perkara pidana c. Penyelesaian perkara Dalam hal penyidikan Tindak pidana telah dinyatakan cukup yaitu penyidik telah mendapatkan minimal 2 alat bukti dan keterangan saksi maka penyidik melaksanakan penyelesaian berkas perkara dan dilimpahkan ke JPU (Tahap I) Jika Jaksa menyatakan Berkas sudah lengkap baik itu Persyaratan formil dan materil maka jaksa menerbitkan P21 yaitu berkas dinyatakan lengkap dan meminta penyidik untuk melimpahkan Tersangka dan barang Bukti ke Penuntut umum. Setelah Penyidik menerima P21 dari penuntut umum maka Penyidik sesegera mungkin melimpahkan Tersangka dan barang bukti Ke kejaksaan Tinggi (Tahap II), Setelah pelimpahan tersebut penyidikan Perkara pidana dinyatakan selesai. 2. Hambatan-hambatan yang dialami Kepolisian dalam penanganan Tindak Pidana perindustrian di Ditreskrimsus Polda Jateng yaitu: a. Faktor internal yaitu: 1) Sumber Daya Manusia 2) Sarana dan Prasarana 3) Kewajiban melaksanakan kegiatan lainnya b. Faktor eksternal yaitu: 1) Belum adanya database SPPT SNI 2) Sulitnya Berkoordinasi dengan pihak terkait 3) Keterbukaan Saksi 4) Masyarakat 5) Wilayah dan Geografis 272

9 Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No. 1 September 2017 Implementasi Penyidikan Tindak Pidana Perindustrian (Teguh Wahyono) Hal yang yang perlu dilaksanakan untuk mengatasi hambatan-hambatan yang dialami oleh Ditreskrimsus Polda Jateng dalam melakukan penyidikan tindak Pidana Perindustrian tersebut yaitu: a. Perlu adanya kerja sama baik di kalangan pemerintah, penegak hukum maupun masyarakat dalam upaya menangani Tindak Pidana Perindustrian. b. Perlunya meningkatkan Sumber Daya Manusia bagi para penyidik dan Penyidik Pembantu. c. Perlu penambahan personel d. Pemenuhan sarana dan prasarana dari pemerintah Kepada Polri 3. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Perindustrian yaitu: a. Pertimbangan berdasarkan Barang bukti. b. Pertimbangan berdasarkan keterangan saksi-saksi dan terdakwa. c. Pertimbangan berdasarkan keterangan ahli d. Pertimbangan berdasarkan unsur-unsur dalam pasal-pasal surat tuntutan oleh Jaksa. e. Pertimbangan berdasarkan hal yang memberatkan dan yang meringankan. Saran ini adalah: Beberapa saran dapat diberikan berkaitan dengan permasalahan yang diajukan dalam penelitian 1. Pemenuhan sarana dan prasarana dari pemerintah Kepada Polri untuk kelancaran proses penyidikan Tindak Pidana Perindustrian. 2. Sanksi Administasi dengan asas ultimum remedium harus dilaksanakan dalam penyidikan Tindak Pidana Perindustrian.untuk mewujudkan hukum yang berkeadilan. 3. Pemerintah untuk senantiasa memberikan sosialisasi mengenai Standar nasional Indonesia sehingga masyarakat mengetahui tentang bagaimana melakukan pengurusan sertifikat SNI tersebut. DAFTAR PUSTAKA Buku-Buku: Bachtiar, Harsja W.,1994,Ilmu Kepolisian Sebagai Cabang Ilmu Pengetahuan Yang Baru, PT. Grasindo, Jakarta; Basah, Syachran, 1986, Tiga Tulisan Tentang Hukum, Armico, Bandung; Hartanti, Evi, 2005, Tindak Pidana, Sinar Grafika, Jakarta; Hamzah, Andi, 1999, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika. Jakarta. Lamintang, P.A.F Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Adityta Bakti. Bandung; Marzuki, Peter Mahmud,2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta; 273

10 Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : Moeljatno, 2002, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta; Peodjawiyatna,2003, Etika Filsafat Tingkah Laku, Rineka Cipta, Jakarta; Prodjodikromo,Wirjono,1999, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Eresco, Jakarta; Riduan Syahrani,1999,Rangkuman Intisari Ilmu Hukum,Citra Aditya Bakti,Bandung; Samidjo, 1985, Ringkasan dan Tanya jawab Pidana,Armico, Bandung; Saleh, Roeslan, 1993, Perbuatan Pidana dan Pertanggung Jawaban Pidana, Aksara Baru, Jakarta; Sudarsono, 2007, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta; Sudarto,1990, Hukum Pidana I, FH Universitas Diponegoro, Semarang; Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2012, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, PT. Gramedia, Jakarta; Usman, Nurdin Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. A. PERUNDANG-UNDANGAN: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana; Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian. B. SUMBER LAIN: di akses tanggal 9 Mei 2017; diakses tanggal 19 Juli

WEWENANG KEPOLISIAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI POLDA BALI

WEWENANG KEPOLISIAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI POLDA BALI WEWENANG KEPOLISIAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI POLDA BALI IMade Widiasa Pembimbing : I ketut Rai Setiabudhi A.A Ngurah Wirasila Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara 1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana 2. PRAPERADILAN ADALAH (Ps 1 (10)) wewenang pengadilan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PENGHENTIAN PENYIDIKAN PERKARA PIDAN DAN PERMASALAHANNYA DALAM PRAKTIK

AKIBAT HUKUM PENGHENTIAN PENYIDIKAN PERKARA PIDAN DAN PERMASALAHANNYA DALAM PRAKTIK AKIBAT HUKUM PENGHENTIAN PENYIDIKAN PERKARA PIDAN DAN PERMASALAHANNYA DALAM PRAKTIK Zulfan kurnia Ainun Najib Dosen Pembimbing I : Dr. Pujiyono, SH., M.Hum Dosen Pembimbing II : Bambang Dwi Baskoro, SH.,

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Upaya yang dilakukan Polisi DIY dalam Penanggulangan Tindak. pidana Kesusilaan

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Upaya yang dilakukan Polisi DIY dalam Penanggulangan Tindak. pidana Kesusilaan 49 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Upaya yang dilakukan Polisi DIY dalam Penanggulangan Tindak pidana Kesusilaan Berdasarkan wawancara dengan narasumber Bapak Kompol Zulham Efendi Lubis, S.iK dalam hal

Lebih terperinci

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN Diajukan oleh: JEMIS A.G BANGUN NPM : 100510287 Program Studi Program Kekhususan

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017 KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

Fungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum. Cakra Nur Budi Hartanto *

Fungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum. Cakra Nur Budi Hartanto * Fungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum Cakra Nur Budi Hartanto * * Jaksa Kejaksaan Negeri Salatiga, mahasiswa Magister (S-2) Ilmu Hukum UNISSULA

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Bakhri, Syaiful, 2009, Hukum Pembuktian Dalam Praktik Peradilan Pidana, Cetakan I, P3IH FH UMJ dan Total Media, Yogyakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Bakhri, Syaiful, 2009, Hukum Pembuktian Dalam Praktik Peradilan Pidana, Cetakan I, P3IH FH UMJ dan Total Media, Yogyakarta. 162 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Adji, Indriyanto Seno, 2014, Hukum Pidana Dalam Perkembangan, Diadit Media, Ali, Mahrus, 2013, Asas, Teori, dan Praktek Hukum Pidana Korupsi, UII Press, Yogyakarta. Amrani, Hanafi

Lebih terperinci

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan 1 Ahmad Bustomi, 2

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat bermacam-macam definisi Hukum, menurut P.Moedikdo arti Hukum dapat ditunjukkan pada cara-cara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral bangsa dan merugikan seluruh lapisan masyarakat, sehingga harus dilakukan penyidikan sampai

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. bencana terhadap kehidupan perekonomian nasional. Pemberantasan korupsi

BAB III PENUTUP. bencana terhadap kehidupan perekonomian nasional. Pemberantasan korupsi BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Umum Tindak pidana korupsi di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana terhadap kehidupan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN Oleh : I Gusti Ngurah Ketut Triadi Yuliardana I Made Walesa Putra Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia terdapat ketentuan yang menegaskan bahwa Setiap orang berhak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia adalah mendukung atau penyandang kepentingan, kepentingan adalah suatu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Manusia dalam

Lebih terperinci

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA 2.1. Pengertian Berita Acara Pemeriksaaan (BAP) Dan Terdakwa Sebelum masuk pada pengertian

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4.1 Kewenangan KPK Segala kewenangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini ditegaskan dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Norma ini bermakna bahwa di dalam Negara

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. praperadilan, maka dapat disimpulkan bahwa: akan memeriksa tuntutan tersebut. Tata cara atau acara dalam proses pemeriksaan

BAB III PENUTUP. praperadilan, maka dapat disimpulkan bahwa: akan memeriksa tuntutan tersebut. Tata cara atau acara dalam proses pemeriksaan 78 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan tuntutan ganti kerugian akibat tidak sahnya penangkapan dan penahanan melalui proses praperadilan, maka dapat

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Hukum tertulis yang berlaku di Indonesia mendapat pengaruh dari hukum Barat, khususnya hukum Belanda. 1 Pada tanggal 1 Mei 1848 di negeri Belanda berlaku perundang-undangan

Lebih terperinci

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun Oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana

I. PENDAHULUAN. Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana umum maupun pidana khusus, seperti kasus korupsi seringkali mengharuskan penyidik untuk

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA

BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA A. Peraturan Perundang-undangan Yang Dapat Dijadikan Penyidik Sebagai Dasar Hukum Untuk Melakukan Penanganan Tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pidana adalah kebenaran materil, yang menjadi tujuan dari hukum acara pidana itu

BAB I PENDAHULUAN. pidana adalah kebenaran materil, yang menjadi tujuan dari hukum acara pidana itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembuktian dalam hukum acara pidana merupakan hal sangat penting dalam proses pemeriksaan perkara pidana di pengadilan. Pembuktian dipandang sangat penting dalam

Lebih terperinci

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil. 12 A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang 1. Hukum pidana sebagai peraturan-peraturan yang bersifat abstrak merupakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan permasalahan serta hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA 1. Wewenang Jaksa menurut KUHAP Terlepas dari apakah kedudukan dan fungsi Kejaksaan Republik Indonesia diatur secara eksplisit atau implisit

Lebih terperinci

BEBERAPA HAMBATAN YANG DIHADAPI HAKIM DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA KORUPSI DI PENGADILAN NEGERI JAMBI

BEBERAPA HAMBATAN YANG DIHADAPI HAKIM DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA KORUPSI DI PENGADILAN NEGERI JAMBI BEBERAPA HAMBATAN YANG DIHADAPI HAKIM DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA KORUPSI DI PENGADILAN NEGERI JAMBI Oleh : Islah.SH.MH 1 Abstract Judges are required to be fair in deciding a case that they

Lebih terperinci

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1 NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1 Abstrak: Nilai yang diperjuangkan oleh hukum, tidaklah semata-mata nilai kepastian hukum dan nilai kemanfaatan bagi masyarakat, tetapi juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG KOORDINASI, PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung meningkat. Semakin pintarnya

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN POLTABES LOCUSNYA KOTA BESAR KEJAKSAAN NEGERI KOTA PENGADILAN NEGERI PERISTIWA HUKUM PENGADUAN LAPORAN TERTANGKAP TANGAN PENYELIDIKAN, PEYIDIKAN BAP Berdasarkan

Lebih terperinci

PROSES HUKUM TERHADAP ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM TINDAK PIDANA PENGGELAPAN JURNAL ILMIAH

PROSES HUKUM TERHADAP ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM TINDAK PIDANA PENGGELAPAN JURNAL ILMIAH 1 PROSES HUKUM TERHADAP ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM TINDAK PIDANA PENGGELAPAN JURNAL ILMIAH Oleh : I PUTU DIRGANTARA D1A 110 163 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2014 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat. disimpulkan sebagai berikut:

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat. disimpulkan sebagai berikut: BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Eksekusi putusan pengadilan tentang pembayaran uang pengganti dalam tindak

Lebih terperinci

KEWENANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PROSES PRA PENUNTUTAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Richard Olongsongke 2

KEWENANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PROSES PRA PENUNTUTAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Richard Olongsongke 2 KEWENANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PROSES PRA PENUNTUTAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Richard Olongsongke 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP A. Simpulan

BAB IV PENUTUP A. Simpulan BAB IV PENUTUP A. Simpulan 1. Kesesuaian hasil pemeriksaan laboratorium forensik terhadap tulang kerangka untuk mengungkap identitas korban pembunuhan berencana terhadap Pasal 184 KUHAP adalah hasil pemeriksaan

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan No.655, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Koordinasi. Aparat Penegak Hukum. PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG MENTERI HUKUM DAN HAM JAKSA

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016 PERTIMBANGAN YURIDIS PENYIDIK DALAM MENGHENTIKAN PENYIDIKAN PERKARA PELANGGARAN KECELAKAAN LALU LINTAS DI WILAYAH HUKUM POLRESTA JAMBI Islah 1 Abstract A high accident rate makes investigators do not process

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan Undang-undang No. 8 tahun 1981 yang disebut dengan Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menjelaskan

Lebih terperinci

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1 Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1 I. PENDAHULUAN Sebagai akibat aktivitas perekonomian dunia, akhir-akhir ini pemanfaatan hutan menunjukkan kecenderungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN NOMOR 52/2014 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. kekerasan. Hal ini dapat dilihat dari tabel tentang jumlah kejahatan yang

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. kekerasan. Hal ini dapat dilihat dari tabel tentang jumlah kejahatan yang BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kepolisian Polres Bantul terbukti kurang berhasil dalam menangani tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Hal

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016 PENANGKAPAN DAN PENAHANAN SEBAGAI UPAYA PAKSA DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA 1 Oleh : Hartati S. Nusi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana alasan penangkapan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN Oleh : Wajihatut Dzikriyah I Ketut Suardita Bagian Peradilan, Fakultas Hukum Program Ekstensi Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014 PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014 Ketentuan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu realita, bahwa proses sosial, ekonomi, politik dan sebagainya, tidak dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam masyarakat. Proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PERBAIKAN DR SETUM 13 AGUSTUS 2010 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG KOORDINASI, PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN

Lebih terperinci

Penyidikan Dan Penuntutan Tindak Pidana Penyelundupan Manusia di Indonesia

Penyidikan Dan Penuntutan Tindak Pidana Penyelundupan Manusia di Indonesia 1 Penyidikan Dan Penuntutan Tindak Pidana Penyelundupan Manusia di Indonesia oleh Asri Maulida R.A. Retno Murni Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT As one of the transnational

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat) tidak berdasar atas

Lebih terperinci

KONSEKUENSI HUKUM PENGINGKARAN ISI BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN Oleh :

KONSEKUENSI HUKUM PENGINGKARAN ISI BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN Oleh : KONSEKUENSI HUKUM PENGINGKARAN ISI BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN Oleh : Cintya Dwi Santoso Cangi Gde Made Swardhana Bagian Hukum Peradilan, Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam BAB V ANALISIS A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam Perkara No. 97/PID.PRAP/PN.JKT.SEL Setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, maka penetapan

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA Oleh : Sumaidi, SH.MH Abstrak Aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-alat bukti yang sah

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. (Berita Acara Pelaksanaan Putusan Hakim) yang isinya. dalam amar putusan Hakim.

BAB III PENUTUP. (Berita Acara Pelaksanaan Putusan Hakim) yang isinya. dalam amar putusan Hakim. 70 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Proses eksekusi putusan Hakim oleh Jaksa dalam perkara pidana korupsi: Sebelum melakukan eksekusi, Jaksa akan mengeluarkan Surat P- 48 (Surat Perintah Pelaksanaan Putusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering,

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering, BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1 Pengertian Hukum Acara Pidana Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering, menurut Simons hukum acara pidana mengatur tentang bagaimana negara melalui

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. pada bab-bab sebelumnya maka dapat dijabarkan kesimpulan sebagai berikut:

BAB III PENUTUP. pada bab-bab sebelumnya maka dapat dijabarkan kesimpulan sebagai berikut: 50 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan analisi yang dilaksanakan, sebagaimana diuraikan pada bab-bab sebelumnya maka dapat dijabarkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Kewenangan yang

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Achmad, Menguak Realitas Hukum: Rampai Kolom Dan Artikel Pilihan Dalam Bidang Hukum, (Jakarta: Kencana, 2008).

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Achmad, Menguak Realitas Hukum: Rampai Kolom Dan Artikel Pilihan Dalam Bidang Hukum, (Jakarta: Kencana, 2008). DAFTAR PUSTAKA A. BUKU-BUKU Ali, Achmad, Menguak Realitas Hukum: Rampai Kolom Dan Artikel Pilihan Dalam Bidang Hukum, (Jakarta: Kencana, 2008). Anwar, Yesmil dan Adang, System Peradilan Pidana (Konsep,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyelidikan dan Penyidikan. Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyelidikan dan Penyidikan. Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penyelidikan dan Penyidikan Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENERAPAN SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

PENERAPAN SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENERAPAN SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh Ayu Komang Sari Merta Dewi I Gusti Ayu Puspawati Bagian Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Corruption

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA A. Undang Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Undang - undang ini memberikan pengaturan

Lebih terperinci

KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1. Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Abstrack

KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1. Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Abstrack Vol. 23/No. 9/April/2017 Jurnal Hukum Unsrat Kumendong W.J: Kemungkinan Penyidik... KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1 Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Email:wempiejhkumendong@gmail.com Abstrack

Lebih terperinci

PENUTUP. penelitian lapangan, serta pembahasan dan analisis yang telah penulis lakukan

PENUTUP. penelitian lapangan, serta pembahasan dan analisis yang telah penulis lakukan BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, baik penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan, serta pembahasan dan analisis yang telah penulis lakukan pada bab bab terdahulu, berikut

Lebih terperinci

MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-Ol.Hl.07.02 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN MANAJEMEN PENYIDIKAN

Lebih terperinci

Pemeriksaan Sebelum Persidangan

Pemeriksaan Sebelum Persidangan Pemeriksaan Sebelum Persidangan Proses dalam hukum acara pidana: 1. Opsporing (penyidikan) 2. Vervolging (penuntutan) 3. Rechtspraak (pemeriksaan pengadilan) 4. Executie (pelaksanaan putusan) 5. Pengawasan

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017 TUGAS DAN WEWENANG JAKSA DALAM PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA KORUPSI 1 Oleh : Josua D. W. Hutapea 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tugas dan wewenang Jaksa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat bukti berupa keterangan saksi sangatlah lazim digunakan dalam penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi dimaksudkan untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penyidikan dan Penuntutan 1. Penyidikan Pengertian penyidikan secara umum dalam KUHAP dijelaskan dalam Bab I Pasal 1 angka 2 yang berbunyi: Penyidikan adalah serangkaian tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hukum pidana yang tergolong sebagai hukum publik berfungsi untuk melindungi kepentingan orang banyak dan menjaga ketertiban umum dari tindakan tindakan warga

Lebih terperinci

Pelaksanaan Penyidik Diluar Wilayah Hukum Penyidik

Pelaksanaan Penyidik Diluar Wilayah Hukum Penyidik 1 Pelaksanaan Penyidik Diluar Wilayah Hukum Penyidik Novelina M.S. Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Penyidikan suatu tindak pidana adalah merupakan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. di wilayah hukum pengadilan Negeri Klaten sebagai berikut:

BAB III PENUTUP. di wilayah hukum pengadilan Negeri Klaten sebagai berikut: BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai koordinasi penyidik Polri dan penuntut umum dalam pengendalian tindak pidana korupsi di wilayah hukum pengadilan Negeri

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. pidana pembunuhan berencana yang menggunakan racun, yaitu: b. Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang merupakan dasar

BAB III PENUTUP. pidana pembunuhan berencana yang menggunakan racun, yaitu: b. Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang merupakan dasar BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta analisis yang telah penulis lakukan pada bab-bab terdahulu, berikut penulis sampaikan kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) 3.5 Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) 3.5.1 Kewenangan Penyidikan oleh BNN Dalam melaksanakan

Lebih terperinci

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra 90 V. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut : 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum diserahkan kepada aparat penegak hukum yang meliputi: kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam Negara Hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum. Persamaan

Lebih terperinci

SANKSI PIDANA PELANGGARAN KEWAJIBAN OLEH APARATUR HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 1 Oleh: Wailan N. Ransun 2

SANKSI PIDANA PELANGGARAN KEWAJIBAN OLEH APARATUR HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 1 Oleh: Wailan N. Ransun 2 SANKSI PIDANA PELANGGARAN KEWAJIBAN OLEH APARATUR HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 1 Oleh: Wailan N. Ransun 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

ALUR PERADILAN PIDANA

ALUR PERADILAN PIDANA ALUR PERADILAN PIDANA Rangkaian penyelesaian peradilan pidana terdiri atas beberapa tahapan. Suatu proses penyelesaian peradilan dimulai dari adanya suatu peristiwa hukum, misalnya seorang wanita yang

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. menjalankan tugas dan wewenangnya, yaitu terdiri dari: berkurang atau bahkan tidak ada waktu sama sekali.

BAB III PENUTUP. menjalankan tugas dan wewenangnya, yaitu terdiri dari: berkurang atau bahkan tidak ada waktu sama sekali. 54 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan permasalahan dan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa : 1. Kendala yang dihadapi oleh seorang hakim pengawas dan pengamat dalam menjalankan tugas dan wewenangnya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Urgensi Praperadilan Praperadilan yang dimaksudkan di sini dalam pengertian teknis hukum berbeda dengan pemahaman umum yang seakan-akan itu berarti belum peradilan (pra:

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

JURNAL TUNTUTAN GANTI KERUGIAN AKIBAT TIDAK SAHNYA PENANGKAPAN DAN PENAHANAN MELALUI PROSES PRAPERADILAN

JURNAL TUNTUTAN GANTI KERUGIAN AKIBAT TIDAK SAHNYA PENANGKAPAN DAN PENAHANAN MELALUI PROSES PRAPERADILAN JURNAL TUNTUTAN GANTI KERUGIAN AKIBAT TIDAK SAHNYA PENANGKAPAN DAN PENAHANAN MELALUI PROSES PRAPERADILAN Diajukan Oleh: HENDRA WAGE SIANIPAR NPM : 100510247 Program Studi Program Kekhususan : Ilmu Hukum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti Mengenai pengembalian barang bukti juga diatur dalam Pasal 46 KUHAP. Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. saling mempengaruhi satu sama lain. Hukum merupakan pelindung bagi

I. PENDAHULUAN. saling mempengaruhi satu sama lain. Hukum merupakan pelindung bagi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem hukum selalu terdiri dari sejumlah komponen yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Hukum merupakan pelindung bagi kepentingan individu

Lebih terperinci