BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut dimasukkan lima indikator antara lain, Aspek Ekonomi (27,97%),

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut dimasukkan lima indikator antara lain, Aspek Ekonomi (27,97%),"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Yogyakarta dinobatkan sebagai Most Liveable City oleh Ikatan Ahli Perencana Indonesia pada tahun 2009 dan tahun Dalam penilaian tersebut dimasukkan lima indikator antara lain, Aspek Ekonomi (27,97%), Tata Ruang (19,66%), Aspek Fasilitas Pendidikan (13,29%), Keamanan (11,08%), dan Kebersihan (10,80%). Idex rata rata kota di Indonesia tahun 2011 adalah 54,26%, sedangkan Yogyakarta menempatkan diri di 66,52% di atas rata rata index nasional. Angka tersebut membuktikan adanya penilaian yang tinggi dari masyarakat Yogya terhadap kota mereka. Meskipun demikian penilaian masyarakat yogya terhadap angka kriminalitas berjumlah 59% dan angka kecelakaan yang tinggi di Kota Yogyakarta dan Sleman yang tercatat hingga kasus dan kasus (Yogyakarta Dalam Angka Tahun 2012), menimbulkan dugaan bahwa persepsi akan pelayanan kesehatan hanya berupa angan angan atau pelayanan yang dilakukan lembaga kesehatan pemerintah saja. Bagaimanapun juga pertumbuhan Kota Yogyakarta dan Sleman yang begitu cepat menyebabkan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan juga harus dipenuhi. Penduduk Sleman tumbuh 1,92% per tahun, sementara penduduk Kota Yogyakarta 0,22%. Angka tersebut memicu pertumbuhan pembangunan tempat tinggal, jumlah 1

2 kendaraan pribadi dan kebutuhan yang harus dipenuhi. Sementara itu jumlah fasilitas kesehatan hanya terpusat di Kota Yogyakarta dan fasilitas angkut pasien tentu terbatas. Jika semua kegiatan pelayanan kesehatan diserahkan kepada pemerintah, tentunya tidak akan mampu memberikan pelayanan maksimal. Padahal pelayanan di bidang kesehatan tidak terbatas di ruang gerak kesehatan individu, namun juga pelayanan, pendidikan, serta informasi yang terangkum dalam gerak kemanusiaan (Humanity). Banyak Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) di Daerah Istimewa Yogyakarta yang bergerak di bidang kesehatan dan kemanusiaan. Dengan gigih LSM memperjuangkan idealisme dengan memberikan pelayanan semaksimal mungkin. Mulai dari pemeriksaan dan pengobatan gratis hingga pengantaraan dengan ambulan tanpa dipungut biaya. Namun ada kalanya mereka tersandung dengan masalah regenerasi anggota dan keuangan operasional. Padahal kejadian, kecelakaan, dan kasus terjadi tanpa dapat diprediksi apalagi di Yogyakarta yang tengah dan rentan bencana. Musibah akibat Gunung Merapi cukup merusak dan penanganan profesional seluruh pihak diperlukan. Dari beragamnya jenis bencana susulan yang timbul dari letusan Gunung Merapi tentu tidak mungkin seluruh penanganan diserahkan kepada pemerintah daerah 1. Undangan partisipasi aktif seluruh masyarakat diperlukan baik dalam bentuk LSM maupun 1 Salah satu tindakan yang dapat dilakukan organisasi pemerintah melalui BNPB adalah informasi adanya kandungan kuarsa dalam abu vulkanik merapi yang berbahaya bagi pernafasan. Diakses tanggal 16 Februari Pukul WIB. 2

3 Organisasi Masyarakat (Ormas), namun tentunya tidak semua dapat bertindak sembarangan apalagi yang tidak memiliki kode etik di dalam kegiatannya. Undang undang mengatur jelas kegiatan pertolongan pertama wajib dilakukan bagi yang mampu dan telah dibekali pelatihan. Dalam Pasal 531 KUH Pidana menyatakan: "Barang siapa menyaksikan sendiri ada orang di dalam keadaan bahaya maut, lalai memberikan atau mengadakan pertolongan kepadanya sedang pertolongan itu dapat diberikannya atau diadakannya dengan tidak akan mengkhawatirkan, bahwa ia sendiri atau orang lain akan kena bahaya dihukum kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyakbanyaknya Rp ,- Jika orang yang perlu ditolong itu mati, diancam dengan : KUHP 45, 165, 187, 304s, 478, 525, 566." Pasal 531 KUHP ini berlaku bila pelaku pertolongan pertama dapat melakukan pertolongan tanpa membahayakan keselamatan dirinya dan orang lain. Kemudian terdapat Pasal 322 KUHP yang menjelaskan kode etik penolong yang tertulis : a. "Barang siapa dengan sengaja membuka sesuatu rahasia yang wajib disimpannya oleh karena jabatannya atau pekerjaannya baik yang sekarang maupun yang dahulu dipidana dengan pidana penjara selamalamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Sembilan ribu rupiah." 3

4 b. "Jika kejahatan itu dilakukan yang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu." Dengan adanya peraturan tertulis, maka sudah sepantasnya seluruh pihak memiliki kemampuan menolong orang lain dengan pelatihan yang sesuai dan jam terbang yang cukup. Dengan pembekalan tersebut, diharapkan kegiatan di lapangan yang padat dan melelahkan dapat terbantu serta memperingan tim medis. Namun, belakangan di Yogyakarta menjamur Ormas ormas yang mengatasnamakan kemanusiaan. Berkegiatan berdasar informasi yang tersebar di jaringan radio amatir dan bergerak layaknya profesional. Menurut pemaparan Bachar Herulaksono selaku Staf bagian pendidikan latihan dan relawan PMI Kota Yogyakarta, fenomena tersebut dapat membantu kinerja PMI, Polisi, maupun tim Search and Rescue (SAR) DIY kerena gerak mereka yang cepat dan anggota yang tersebar di DIY. Namun yang harus diperhatikan adalah pola gerak ormas yang heroik dan tidak mengindahkan kode etik penolong seperti wajibnya mengutamakan keselamatan pribadi sebelum masuk ke lokasi kecelakaan dan tidak menggunakan Alat Keselamatan Diri (APD) yang memadai. Tindakan heroik yang dimaksud adalah tindakan yang bertujuan untuk menunjukkan diri dan terkadang karena terlalu banyaknya relawan ormas di lapangan membuat gerak penanganan musibah terhambat (pemadaman api, evakuasi korban tenggelam, dsb). Dengan tingginya angka bencana dan ancama jiwa, menumbuhkan banyak kelompok membangun komunitas dan LSM yang bertujuan 4

5 meringankan guncangan kemanusiaan di Yogyakarta. Sayangnya sebagaian berlatar belakang dari rasa sakit hati karena tidak diterima di salah satu organisasi atau lebih senang dengan kawan main di sekitar tempat tinggal. Hal ini yang menimbulkan minimnya nilai nilai yang berkembang digunakan dalam kegiatan mereka kecuali rasa iba keinginan membantu sesama. Kondisi itulah yang mendorong individu mampu berkompetisi di dalam organisasi dan bukan hanya menjadi anggota yang ingin unjuk gigi semata. Di sisi lain, kebanyakan organisai masih berafiliasi dengan lingkungan sekitarnya semata, sehingga belum mampu mencakup lingkup DIY. Maka perlu hadir organisasi dengan skala nasional atau internasional yang mampu mengembangkan pelayanan hingga ke pelosok daerah. PMI merupakan organisasi nasional yang disahkan keputusan presiden dan menjalankan Prinsip Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat No.25 Tahun 1950 menetapkan bahwa PMI merupakan satu-satunya organisasi yang ditunjuk melaksanakan kegiatan kepalangmerahan. Diperkuat dengan Keputusan Presiden No.246 Tahun 1963 yang memperjelas bahwa PMI berdiri atas azas perikemanusiaan dan sesuai dengan falsafah negara Pancasila. Dengan merujuk kepada kekhasan tiap daerah, maka Palang Merah dapat bergerak lebih dinamis karena telah memiliki pengalaman yang jauh lebih berwarna dan toleran terhadap peristiwa dan musibah yang telah terjadi. 5

6 1.1.1 Penilaian PMI yang berfungsi baik Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki lima PMI kabupaten / kota yang tersebar di masing masing kabupaten dan kota. Dari kelima markas PMI tersebut memiliki daya aktif yang berbeda sehingga memunculkan ciri khas dari jumlah personil dan corak kegiatan. Dari penilaian dalam bentuk kuisioner yang diadakan oleh bagian pengembangan organisasi SDM dan kominfo PMI Provinsi DIY 2 menjelaskan mengenai penilaian PMI yang berfungsi baik. Staff SDM dan Kominfo PMI Provinsi DIY, Warjiyani menjelaskan penilaian tersebut merupakan kegiatan rutin sesuai dengan instruksi IFRC 3 yang berguna sebagai bahan evaluasi masing masing PMI hingga ke tingga kabupaten atau kota. Dalam penilaian tersebut terdapat 3 konsep dan 10 variabel yang dinilai. Masing masing konsep terdapat 3 atau 4 variabel, dari masing masing variabel akan dihitung 2 nilai, yaitu nilai yang diperoleh dan nilai maksimum. Nilai yang diperoleh adalah nilai yang dihasilkan selama penilaian berlangsung, Sedangkan nilai maksimum merupakan nilai ekspetasi yang diharapkan mampu dicapai. Skor dalam tabel ditulis hingga 25, namun penggunaan maksimal hingga 20, dikarenakan pembagian nilai maksimum adalah pembagian rasio dari 100. Warjiyani menambahkan IFRC membagi rasio tersebut agar 2 Meskipun dalam UU No.13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta diatur mengenai penghilangan kata provinsi di depan DIY, namun kata provinsi setelah kata PMI memperjelas perbedaan dengan PMI kota Yogyakarta. 3 International Federation of Red Croos. Badan Palang Merah yang membawahi seluruh Palang Merah di seluruh dunia. 6

7 presentase dari kelebihan dan kekurangan masing masing PMI dapat terlihat dan mudah diinterpretasikan. Konsep pertama yang dinilai adalah kinerja atau aktivitas umum masing masing PMI. Dari konsep kinerja di bagi kedalam tiga variabel yaitu efektivitas, relevansi, dan kegiatan. a. Efektivitas yang dimaksud adalah kegiatan PMI yang mampu menerapkan gerak cepat dalam penanganannya, seperti pertolongan pertama, bencana, atau sekedar memberikan pelayanan kemanusiaan. b. Relevansi adalah kesesuaian kegiatan PMI tersebut dengan prinsi gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional 4. c. Kegiatan yang dimaksud adalah frekuensi kegiatan yang diselenggarakan PMI, mulai dari kegiatan kemanusiaan hingga kegiatan pendidikan dan hiburan seperti bakti sosial dan penyuluhan kepada masyarakat. Konsep kapasitas digunakan untuk menilai pelaksanaan fungsi yang objektif, efisien dan efektif, atau dapat dikatakan kemampuan dari pelaksanaan tugas masing masing variabel. Sedangkan variabel yang dinilai antara lain organisasi, sumber daya dana dan material, sumber daya manusia, dan kepemimpinan. 4 Prinsip gerakan akan dijelaskan di BAB IV. 7

8 a. Organisasi yang dimaksud adalah kemampuan organisasi untuk menjalankan kegiatan dan terkait dengan penanganan laporan dan perencanaan kegiatan. b. Sumber daya dana dan material adalah kemampuan PMI dalam penyediaan dana bagi penunjang kegiatan dana. Meskipun PMI memiliki dana abadi, namun dana tersebut dikeluarkan apabila dalam keadaan darurat atau bencana, sehingga untuk kegiatan sehari PMI diharapkan dapat mencari dana ke pemerintah daerah yang disesuaikan dengan frekuensi kegiatan. c. Sumber daya manusia adalah jumlah dan porsi relawan yang dimiliki PMI cabang kabupaten dan kota yang mampu digerakkan PMI ke lapangan. d. Kepemimpinan yang dimaksud adalah kemampuan PMI dalam penyelesaian konflik dan melakukan kordinasi dengan berbagai instansi di daerahnya masing masing. Konsep tersebut sesuai dengan definisi yang diangkat Thoha (2010) mengenai kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik individu maupu kelompok. Konsep terakhir adalah fondasi yang fokus kepada penilaian pilar pilar organisasi PMI. Varibel yang diangkat antara lain keterwakilan /, landasan hukum, serta misi. a. merupakan penilaian yang didasarkan pada pelayanan PMI yang sudah tersebar di setiap desa, 8

9 kecamatan, atau di sekolah sekolah yang berfungsi sebagai adanya penyeimbang keanggotaan, sehingga anggota relawan PMI suatu wilayah tidak terpusat kepada kota di mana PMI tersebut didirikan. b. yang dimaksud adalah ketatnya peraturan yang dibuat PMI bagi anggotanya dan juga adanya dukungan pemerintah daerah dalam bentuk peraturan daerah mengenai pelayanan kemanusiaan. c. merupakan sasaran yang dituju berdasar kegiatan yang sudah dilaksanakan dan menjadi landasan kegiatan berikutnya. 9

10 Berikut hasil penilaian PMI yang berfungsi baik. Tabel 1.1 Skor maksimal Penilaian PMI yang Berfungsi Baik. Penilaian PMI yang berfungsi Baik PMI Kab / Kota,2012 Nilai Maksimum (Total Penilaian 100) Kinerja Kapasitas Efektivitas Relevansi Kegiatan Organisasi Sumber daya dana dan material SDM Kepemimpinan Fondasi Tabel 1.2. Penilaian PMI yang baik Bantul. Penilaian PMI yang berfungsi Baik PMI Kab / Kota Bantul,2012 Nilai yang diperoleh Efektivitas Kinerja Relevansi Kegiatan Organisasi Kapasitas Sumber dana dan material SDM Kepemimpinan Fondasi Total skor :

11 Tabel 1.3. Penilaian PMI yang baik Kota Yogyakarta. Penilaian PMI yang berfungsi Baik PMI Kab / Kota Yogyakarta,2012 Nilai yang diperoleh Efektivitas Kinerja Relevansi Kegiatan Organisasi Kapasitas Sumber dana dan material SDM Kepemimpinan Fondasi Total Skor : Tabel 1.4. Penilaian PMI yang baik Sleman. Efektivitas Penilaian PMI yang berfungsi Baik PMI Kab / Kota Sleman,2012 Nilai yang diperoleh Kinerja Relevansi Kegiatan Kapasitas Fondasi Organisasi Sumber danadan material SDM Kepemimpinan Total Skor :

12 Tabel 1.5. Penilaian PMI yang baik Kulon Progo. Penilaian PMI yang berfungsi Baik PMI Kab / Kota Kulon Progo,2012 Nilai yang diperoleh Efektivitas Kinerja Kapasitas Fondasi Relevansi Kegiatan Organisasi Sumber dana dan material SDM Kepemimpinan Total Skor : Tabel 1.6. Tabel penilaian PMI yang baik Gunung Kidul Penilaian PMI yang berfungsi Baik PMI Kab / Kota Gunung Kidul,2012 Nilai yang diperoleh Efektivitas Kinerja Relevansi Kegiatan Organisasi Kapasitas Sumber dana dan material SDM Kepemimpinan Fondasi Total Skor : Sumber tabel : Wawancara dengan Warjiyani, Staff SDM dan Kominfo PMI Provinsi DIY. 12

13 Tabel 1.7 Perbandingan Kinerja masing masing PMI cabang Penilaian PMI yang berfungsi Baik PMI Kab / Kota,2012 Nilai Maksimum (Total Penilaian 100) Nilai yang diperoleh Efektivitas 4 Kinerja Relevansi 4 Kegiatan 11 Bantul Kota Yogyakarta Sleman Kulon Progo Gunung Kidul Efektivitas 4 Relevansi 4 Kegiatan 9 Efektivitas 4 Relevansi 4 Kegiatan 11 Efektivitas 4 Relevansi 4 Kegiatan 9 Efektivitas 4 Relevansi 4 Kegiatan 4 Efektivitas 4 Relevansi 4 Kegiatan 11 Skor

14 Tabel 1.8 Perbandingan Kapasitas masing masing PMI cabang Penilaian PMI yang berfungsi Baik PMI Kab / Kota,2012 Nilai Maksimum (Total Penilaian 100) Nilai yang diperoleh Kapasitas Organisasi 15 Sumber dana dan material SDM Kepemimpinan 8 Bantul Organisasi 14 Sumber dana dan material SDM Kepemimpinan 4 Kota Yogyakarta Organisasi 12 Sumber dana dan dan material SDM Kepemimpinan 8 Sleman Organisasi 15 Sumber dana dan material SDM Kepemimpinan 7 Kulon Progo Organisasi 3 Sumber dana dan material SDM Kepemimpinan 4 Gunung Kidul Organisasi 15 Sumber dana dan material SDM Kepemimpinan 5 Skor

15 Tabel 1.9 Perbandingan Fondasi masing masing PMI cabang Penilaian PMI yang berfungsi Baik PMI Kab / Kota,2012 Fondasi Nilai Maksimum (Total Penilaian 100) Nilai yang diperoleh Bantul Kota Yogyakarta Sleman Kulon Progo 7 8 Gunung Kidul Skor Sumber tabel : Wawancara dengan Warjiyani, Staff SDM dan Kominfo PMI Provinsi DIY. 15

16 Berdasarkan tabel di atas, PMI Kota Yogyakarta menempati posisi pertama dengan total 95 kemudian disusul dengan Kulon Progo, Sleman, Bantul, serta Gunung Kidul dengan nilai 53. Berdasarkan penjelasan Warjiyani, penilaian yang diambil dari sudut pandang pengurus ini sempat mengejutkan pengurus PMI provinisi, karena hasilnya kontras, seperti PMI gunung kidul dengan nilai rendah, namun justru sigap dalam penyerahan laporan kegiatan tahunan. Sedangkan PMI cabang yang baru menyerahkan laporan tahunannya adalah Gunung Kidul dan Kota Yogyakarta. Penulis memilih lokasi penelitian di PMI cabang Kota Yogyakarta dan PMI cabang Sleman dikarenakan jumlah KSR yang cukup banyak dan aktif dalam kegiatan sehari hari, bukan hanya kegiatan bencana. Berikut data terkait jumlah relawan yang dimiliki PMI DIY beserta analisis penulis. Tabel Tabel jumlah relawan PMI DIY Jumlah Relawan PMI DIY Update per Januari 2013 Komponen / PMI PMR KSR TSR 5 DDS PMI Kota Yogyakarta / PMI Kab Sleman / PMI Kab Bantul PMI Kab Gunung Kidul PMI kab Kulon Progo Sumber tabel : Wawancara dengan Warjiyani, Staff SDM dan Kominfo PMI Provinsi DIY. 5 TSR (Tenaga Sukarela) merupakan relawan yang beranggotakan tenaga ahli yang diperbantukan sesuai dengan keahliannya. DDS (Donor Darah Sukarela) merupakan relawan yang bersedia mendonorkan darah secara rutin atau saat dibutuhkan. 6 Angka ini merupakan angka relawan yang diberikan pengurus PMI Kota Yogyakarta dan Sleman. 16

17 Berdasar data yang ada maka penulis mencoba memberikan penjelasan lebih lanjut terkait dasar pemilihan lokasi penelitian, sebagai berikut; 1. Dalam tabel penilaian PMI yang berfungsi baik PMI Gunung Kidul, tercantum bahwa sumber daya manusia dan sumber daya material tergolong tinggi. Namun data tersebut juga digabungkan dengan jumlah TSR yang besar. Hal tersebut dikarenakan Gunung Kidul lebih banyak mengembangkan TSR SIBAT (Siaga Bencana Berbasis Masyarakat) dimana relawan SIBAT dikembangkan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat di wilayah rawan bencana. Maka nilai tinggi dari sumber daya manusia serta sumber daya dana dan material adalah penggabungan dan inventaris dari relawan TSR SIBAT. 2. Dikarenakan penilaian PMI yang berfungsi baik merupakan penilaian yang didasarkan pada penilaian staff dan pengurus PMI cabang Kota dan masing masing. Tentunya terdapat bias definisi relawan KSR aktif antar PMI cabang satu dengan yang lain. Hal inilah yang menyebabkan penulis menggunakan data relawan yang didasaran pada wawancara langsung masing masing pengurus / staff PMI cabang. 3. Dengan adanya bias, maka jumlah KSR Bantul dapat jauh lebih kecil dari jumlah yang tercantum. 4. Penelitian ini fokus kepada penelitian nilai dari peran KSR sehingga peran dari relawan lain dikesampingkan. 17

18 Berdasarkan analisis tersebut, maka penulis memilih PMI cabang dengan jumlah relawan KSR yang paling besar dan penilaian PMI yang berfungsi baik dengan skor yang baik, yaitu PMI cabang Kota Yogyakarta dan PMI cabang Sleman. Dalam menghadapi kejadian di lapangan, seorang relawan PMI dibekali dengan surat tugas dan beberapa APD dasar yang harus digunakan. Kegiatan yang nantinya didata dan direkapitulasi dan seterusnya dapat dijadikan insentif untuk relawan yang berjaga / piket. Selain membangun komunikasi dengan instansi lain yang terkait 7, penugasan seorang relawan diperuntukkan bagi pengisian jam terbang yang berguna untuk spesifikasi ilmu ke jenjang yang lebih tinggi. Relawan PMI dibekali dengan ilmu dan peralatan standar yang harus dimaksimalkan. Di lokasi seperti Kota Yogyakarta yang ramai dan padat penduduk, ataupun di Sleman yang terkadang masih ada kesulitan akses untuk dijangkau baik karena jarak maupun jalan menuju lokasi, peran relawan PMI masih sangat dibutuhkan karena panggilan jiwa yang tidak berasal dari dorongan uang maupun unjuk gigi semata. Hal tersebut mendorong relawan yang tidak aktif sekalipun akan merapatkan diri untuk bergabung ke operasi saat bencana besar terjadi. 7 Dalam kondisi musibah atau bencana, relawan PMI harus membangun komunikasi dengan pihak di lapangan sebelumnya seperti polisi, tim SAR daerah, dan pemadam kebakaran. Komunikasi ini diperuntukkan untuk membangun garis komando yang jelas dan pendataan. 18

19 Kondisi tersebut menggambarkan peran relawan yang cukup signifikan dalam memberikan pelayanan kemanusiaan. Terlepas dari peran besar yang juga diberikan relawan LSM dan Ormas, relawan PMI kini juga menghadapi tantangan besar dengan makin berkurangnya relawan yang bergabung dengan tujuan murni kemanusiaan serta image relawan yang menurun akibat banyaknya relawan yang memiliki aturan tertentu dalam bertindak. Organisasi besar dan partai juga berlomba mencari citra dengan membentuk basis relawan dan dibiayai dengan jumlah yang tidak sedikit. Hal tersebut memicu relawan KSR untuk mampu terus memberikan informasi terkait pertolongan, kepalangmerahan serta peran yang mereka lakukan, sehingga timbul kepahaman masyarakat mengenai tugas relawan KSR. Nilai yang muncul dari tingginya jam terbang dan pengalaman di lapangan akan dapat dipahami sebagai keunikan dari relawan KSR PMI Diharapkan nantinya dengan hasil kajian yang diperoleh, dapat dijadikan informasi yang berguna bagi masyarakat, penyedia layanan kemanusiaan, relawan KSR, dan pihak akademisi. 19

20 1.2 Rumusan Masalah Sebagai organisasi internasional yang berorientasi sosial kemanusiaan, PMI juga mengembangkan karakteristik daerah tempatnya cabangnya berdiri. Relawan KSR sebagai garda terdepan PMI memiliki tanggung Jawab dan dan peran yang besar dalam menyegerakan roda kemanusiaan dalam bentuk pelayanan masyarakat. Jika relawan telah memanusiakan orang lain, apakah mereka telah dimanusiakan. Selain itu juga muncul berbagai organisasi masyarakat ataupun organisasi kemanusiaan yang belum mengindahkan tata tertib bagi relawannya, hingga di mata masyarakat relawan KSR terkadang ikut tersegregasi ke dalam kekurangan mereka. Dalam rutinitas pelayanan yang relawan KSR lakukan akan memunculkan nilai sebagai dasar pertimbangan konsep yang abstrak dalam kesatuan mereka. Bagaimana KSR melaksanakan perannya? Nilai apa yang muncul dari peran tersebut? dengan semakin pesatnya perkembangan zaman, bagaimana nilai tersebut dapat bertahan?. 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui peran relawan Palang Merah Markas Indonesia Cabang PMI Sleman dan Kota Yogyakarta. 2. Mengetahui nilai yang timbul dari peran yang dilaksanakan relawan. 3. Merevitalisasi nilai peran relawan tersebut. 20

21 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dapat dipergunakan secara umum dikarenakan sifat dari hasil penelitian ini adalah penilaian serta memberikan solusi terhadap masalah yang disampaikan, manfaatnya antara lain : a. Bagi Civitas Akademika Manajemen dan Kebijakan Publik Terutama bagi kaum civitas akademika MKP, untuk menggali lebih jauh isu volunteerism dan mengembangkannya ke tahap aplikatif di pemerintahan. b. Bagi pemerintah Sleman dan Kota Yogyakarta Menjadi informasi nilai peran Palang Merah Indonesia di daerahnya masing masing agar dapat berkembang dan diketahui masyarakat luas. c. Bagi Masyarakat Sebagai sarana edukasi dan informasi kegiatan dan nilai yang menunjukkan kapasitas relawan palang merah. Implikasinya adanya dukungan terhadap gerakan palang merah lebih luas di masyarakat. d. Bagi Organisasi Kesehatan dan Organisasi Masyarakat Kemanusiaan Untuk dijadikan evaluasi dasar peran relawan dan nilai yang melekat, serta penyadaran aturan dan etika dalam berkegiatan seperti keselamatan diri sendiri dan etos kerja. e. Bagi Relawan KSR PMI Cabang Kota Yogyakarta dan Sleman Menjadi cerminan kegiatan peran dasar relawan untuk turut memperbaiki diri dan mengembangkan organisasi melalui revitalisasi nilai secara kolektif. f. Memberikan referensi bagi pihak-pihak yang melakukan penelitian sejenis. 21

PALANG MERAH INDONESIA. BUDI PURWANTO, SSi, MSi

PALANG MERAH INDONESIA. BUDI PURWANTO, SSi, MSi ORGANISASI & MANAJEMEN UMUM PALANG MERAH INDONESIA BUDI PURWANTO, SSi, MSi PALANG MERAH INDONESIA Pengertian Umum : Palang Merah Indonesia (PMI) adalah lembaga sosial kemanusiaan yang netral dan mandiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sama dengan pemerintah Republik Indonesia dalam kegiatan sosial,

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sama dengan pemerintah Republik Indonesia dalam kegiatan sosial, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Palang Merah Indonesia (PMI) merupakan sebuah lembaga independen yang memiliki jaringan dengan Palang Merah Internasional, Palang Merah Indonesia bekerja sama dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan

Lebih terperinci

Setelah proses pembelajaran Pokok Bahasan ini, peserta diharapkan dapat:

Setelah proses pembelajaran Pokok Bahasan ini, peserta diharapkan dapat: A. Pokok Bahasan Organisasi PMI B. Sub Pokok Bahasan 1. Mandat PMI 2. Visi dan misi PMI 3. Rencana strategis 4. Program PMI 5. Permasalahan Organisasi 6. Peraturan Organisasi 7. Petunjuk Pelaksanaan (Juklak)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG TUNJANGAN RISIKO BAHAYA KESELAMATAN DAN KESEHATAN DALAM PENYELENGGARAAN PENCARIAN DAN PERTOLONGAN BAGI PEGAWAI NEGERI DI LINGKUNGAN BADAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua daerah tidak pernah terhindar dari terjadinya suatu bencana. Bencana bisa terjadi kapan dan dimana saja pada waktu yang tidak diprediksi. Hal ini membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunant. Bemula dari perjalanan bisnis yang Ia lakukan, namun pada. Kota kecil di Italia Utara bernama Solferino pada tahun 1859.

BAB I PENDAHULUAN. Dunant. Bemula dari perjalanan bisnis yang Ia lakukan, namun pada. Kota kecil di Italia Utara bernama Solferino pada tahun 1859. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Palang Merah terbentuk dari situasi sulit di dunia seperti peperangan dan bencana alam. Awal mula terbentuknya Palang Merah yaitu pada abad ke-19, atas prakarsa seorang

Lebih terperinci

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN NASIONAL PMI DI SALATIGA

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN NASIONAL PMI DI SALATIGA LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN NASIONAL PMI DI SALATIGA DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA TEKNIK DIAJUKAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau

Lebih terperinci

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K)

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) PENGERTIAN : Pemberian pertolongan segera kepada penderita sakit atau cidera / kecelakaan yang memerlukan penanganan medis dasar B. MEDIS DASAR: Tindakan perawatan

Lebih terperinci

-2- Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah di

-2- Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah di TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KESRA. Kepalangmerahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 4) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai Non Goverment Organization dan seterusnya disebut sebagai NGO mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai Non Goverment Organization dan seterusnya disebut sebagai NGO mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awal abad ke 20 istilah organisasi non pemerintah atau disebut sebagai Non Goverment Organization dan seterusnya disebut sebagai NGO mulai digunakan untuk membedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi Palang Merah Indonesia (PMI) merupakan organisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi Palang Merah Indonesia (PMI) merupakan organisasi yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Organisasi Palang Merah Indonesia (PMI) merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang jasa sosial kemanusiaan, membantu korban bencana alam serta pelayanan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1388,2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BASARNAS. Organisasi. Kantor SAR. Klasifikasi. Kriteria. PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR PK. 19 TAHUN 2014 TENTANG KRITERIA KLASIFIKASI ORGANISASI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2000 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2000 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2000 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 Undang-undang Nomor 15

Lebih terperinci

Perwujudan Prinsip Kemanusiaan oleh Anggota Palang Merah Remaja di SMA Negeri 1 Rembang Purbalingga Jawa Tengah

Perwujudan Prinsip Kemanusiaan oleh Anggota Palang Merah Remaja di SMA Negeri 1 Rembang Purbalingga Jawa Tengah Perwujudan Prinsip Kemanusiaan oleh Anggota Palang Merah Remaja di SMA Negeri 1 Rembang Purbalingga Jawa Tengah Eman Ferisa dan Sumaryati Prodi PPKn FKIP Universitas Ahmad Dahlan Jl. Pramuka No. 42 Sidikan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 2.1. Sejarah Berdirinya Palang Merah Indonesia Berdirinya Palang Merah di Indonesia sebetulnya sudah dimulai sebelum Perang Dunia II, tepatnya 12 Oktober 1873. Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2014, bangsa Indonesia telah melaksanakan Pemilihan Umum

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2014, bangsa Indonesia telah melaksanakan Pemilihan Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2014, bangsa Indonesia telah melaksanakan Pemilihan Umum Legislatif atau Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD dan Pemilu Eksekutif atau Pemilu Presiden dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2000 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2000 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2000 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 Undang-undang Nomor 15

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi Palang Merah Indonesia (PMI) merupakan organisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi Palang Merah Indonesia (PMI) merupakan organisasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang masalah Organisasi Palang Merah Indonesia (PMI) merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang jasa sosial kemanusiaan, membantu korban bencana alam serta pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. York pada tanggal 30 Mei Pada tanggal 17 Agustus tahun yang sama,

BAB I PENDAHULUAN. York pada tanggal 30 Mei Pada tanggal 17 Agustus tahun yang sama, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecelakaan sepeda motor yang tercatat pertama kali terjadi di New York pada tanggal 30 Mei 1896. Pada tanggal 17 Agustus tahun yang sama, tercatat terjadi

Lebih terperinci

menyatakan bahwa Kabupaten Klaten memiliki karakter wilayah yang rentan terhadap bencana, dan salah satu bencana yang terjadi adalah gempa bumi.

menyatakan bahwa Kabupaten Klaten memiliki karakter wilayah yang rentan terhadap bencana, dan salah satu bencana yang terjadi adalah gempa bumi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengetahuan tentang kebencanaan belum sepenuhnya diketahui secara mendalam oleh peserta didik. Sehingga saat terjadi bencana, menimbulkan rasa panik dalam diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kecerdasan, kepribadian, pengendalian diri serta keterampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kecerdasan, kepribadian, pengendalian diri serta keterampilan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana pengembangan potensi diri dalam meningkatkan kecerdasan, kepribadian, pengendalian diri serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

Lebih terperinci

2017, No Perubahan Ketiga atas Organisasi dan Tata Kerja Badan SAR Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 684); 4. Peratur

2017, No Perubahan Ketiga atas Organisasi dan Tata Kerja Badan SAR Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 684); 4. Peratur BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.293, 2017 BASARNAS. Unit Siaga Pencarian dan Pertolongan. PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR PK 4 TAHUN 2017 TENTANG UNIT SIAGA PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN : 1998 SERI : B

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN : 1998 SERI : B LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN : 1998 SERI : B PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI KEBERSIHAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau

Lebih terperinci

2018, No d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kepalangmerahan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Repub

2018, No d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kepalangmerahan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Repub LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2018 KESRA. Kepalangmerahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6180) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia meskipun dalam kadar yang berbeda. Manusia dimotivasi oleh dorongan

BAB I PENDAHULUAN. manusia meskipun dalam kadar yang berbeda. Manusia dimotivasi oleh dorongan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku saling tolong menolong merupakan perilaku yang dimiliki oleh manusia meskipun dalam kadar yang berbeda. Manusia dimotivasi oleh dorongan sosial, bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana

BAB I PENDAHULUAN. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Skripsi ini menganalisis tentang partisipasi masyarakat dalam mitigasi bencana. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana terutama

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG TUNJANGAN RISIKO BAHAYA KESELAMATAN DAN KESEHATAN DALAM PENYELENGGARAAN PENCARIAN DAN PERTOLONGAN BAGI PEGAWAI NEGERI DI LINGKUNGAN BADAN SEARCH AND RESCUE

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.5

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.5 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.5 1. Instansi yang berwenang mengendalikan bencana secara nasional di Indonesia ditangani oleh...

Lebih terperinci

Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA

Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA 131 Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA Kepala Dinas Kesehatan Saya tertarik untuk mengetahui tentang Sistim Penanggulangan Gawat 2013 kemarin, saya berharap bapak dapat meluangkan waktu berdiskusi mengenai masalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2000 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2000 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2000 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 Undang-undang Nomor 15

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. individu yang menjalani kehidupan didunia ini. Proses seorang individu dalam

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. individu yang menjalani kehidupan didunia ini. Proses seorang individu dalam BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Kebahagiaan merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh setiap individu yang menjalani kehidupan didunia ini. Proses seorang individu dalam mencapai kebahagiaan,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 07 TAHUN 2009 TENTANG PENGGANTIAN BIAYA OPERASI SEARCH AND RESCUE (SAR)

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 07 TAHUN 2009 TENTANG PENGGANTIAN BIAYA OPERASI SEARCH AND RESCUE (SAR) PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 07 TAHUN 2009 TENTANG PENGGANTIAN BIAYA OPERASI SEARCH AND RESCUE (SAR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN SAR NASIONAL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan dan keselamatan kerja masih merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan dan keselamatan kerja masih merupakan salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah kesehatan dan keselamatan kerja masih merupakan salah satu persoalan dalam upaya pembangunan kesehatan masyarakat di Indonesia. Kesehatan dan keselamatan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga, lingkungan teman sebaya sampai lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga, lingkungan teman sebaya sampai lingkungan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang hidup dengan berinteraksi satu sama lain, ia tidak dapat hidup sendiri tanpa memerlukan bantuan orang lain, mereka hidup dengan orang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tengah-tengah masyarakat telah memberikan dampak negatif bagi

TINJAUAN PUSTAKA. tengah-tengah masyarakat telah memberikan dampak negatif bagi 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Fear Of Crime 1. Pengertian Fear Of Crime Salah satu masalah sosial yang muncul di tengah masyarakat adalah timbulnya tindak kejahatan. Berbagai tindak kejahatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kondisi geografis Indonesia yang berada di atas sabuk vulkanis yang memanjang dari Sumatra hingga Maluku disertai pengaruh global warming menyebabkan Indonesia

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Masyarakat Tangguh Bencana Berdasarkan PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah

Lebih terperinci

PEDOMAN PENANGGULANGAN BENCANA (DISASTER PLAN) Di RUMAH SAKIT

PEDOMAN PENANGGULANGAN BENCANA (DISASTER PLAN) Di RUMAH SAKIT PEDOMAN PENANGGULANGAN BENCANA (DISASTER PLAN) Di RUMAH SAKIT BAB I PENDAHULUAN I. UMUM Bencana dapat terjadi kepada siapa saja, dimana saja, dan kapan saja, serta datangnya tak dapat diduga/diterka dan

Lebih terperinci

BUPATI KARO PROPINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN NOMOR TUNGGAL PANGGILAN DARURAT 112

BUPATI KARO PROPINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN NOMOR TUNGGAL PANGGILAN DARURAT 112 BUPATI KARO PROPINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN NOMOR TUNGGAL PANGGILAN DARURAT 112 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

Pengarahan Presiden RI pada Gelar Kesiapan Satuan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana, 14 Jan 2010 Kamis, 14 Januari 2010

Pengarahan Presiden RI pada Gelar Kesiapan Satuan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana, 14 Jan 2010 Kamis, 14 Januari 2010 Pengarahan Presiden RI pada Gelar Kesiapan Satuan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana, 14 Jan 2010 Kamis, 14 Januari 2010 SAMBUTAN PENGARAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA GELAR KESIAPAN SATUAN

Lebih terperinci

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 30 TAHUN 2001

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 30 TAHUN 2001 MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 30 TAHUN 2001 TATA CARA PELAKSANAAN SIAGA SEARCH AND RESCUE (SAR) DAN PENGGANTIAN BIAYA OPERASI SEARCH AND RESCUE (SAR)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha.

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut UU No. 16 Tahun 2001, sebagai dasar hukum positif Yayasan, pengertian yayasan adalah badan hukum yang kekayaannya terdiri dari kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan

Lebih terperinci

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG BUPATI MALANG, BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN (PPBK) PADA DINAS CIPTA KARYA DAN TATA RUANG BUPATI MALANG,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keputusan Presiden No. 246 Tahun 1963 menjadikan PMI sebagai satu-satunya

BAB 1 PENDAHULUAN. Keputusan Presiden No. 246 Tahun 1963 menjadikan PMI sebagai satu-satunya BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat No. 25 Tahun 1950 dan Keputusan Presiden No. 246 Tahun 1963 menjadikan PMI sebagai satu-satunya organisasi yang ditunjuk

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KEPALANGMERAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KEPALANGMERAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KEPALANGMERAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kegiatan kemanusiaan berupaya untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. saat ini membutuhkan kendaraan dengan tujuan untuk mempermudah segala akses

I. PENDAHULUAN. saat ini membutuhkan kendaraan dengan tujuan untuk mempermudah segala akses 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Lampung adalah daerah yang sangat luas wilayahnya. Perkembangan teknologi serta kebutuhan akan kendaraan juga semakin meningkat, lampung adalah daerah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2015 No.22,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Perubahan, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul, Penanggulangan, bencana. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. [Pick the date]

BAB I PENDAHULUAN. [Pick the date] BAB I PENDAHULUAN [Pick the date] BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar belakang pengadaan proyek SAR yang merupakan akronim dari Search And Rescue, adalah kegiatan dan usaha mencari, menolong,dan

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 LAMPIRAN BAB 1 ISTILAH DAN DEFINISI

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 LAMPIRAN BAB 1 ISTILAH DAN DEFINISI KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 LAMPIRAN BAB 1 ISTILAH DAN DEFINISI 1.1 "Wajib" digunakan dalam Lampiran untuk menunjukkan suatu ketentuan, penerapan yang seragam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2006 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2006 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2006 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa musibah yang dialami manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum, dalam pelakasanaan pemerintahan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum, dalam pelakasanaan pemerintahan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum, dalam pelakasanaan pemerintahan dan dalam kehidupan masyarakat diatur oleh hukum. Hukum di Indonesia dimuat dalam bentuk konstitusi,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan dan analisis data yang telah dilakukan, penulis memperoleh beberapa temuan penelitian yang kemudian dijadikan dasar untuk menarik kesimpulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Kepulauan yang letaknya tepat pada ujung pergerakan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik. Selain itu, Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT INTERNAL TIMUS KOMISI III DPR-RI DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, HAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sebagai kota metropolitan, menjadikan DKI Jakarta sebagai kota tujuan kaum urban untuk bermukim. Richard L Forstall (dalam Ismawan 2008) menempatkan Jakarta di urutan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 01 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN POTENSI SAR BADAN SAR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 01 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN POTENSI SAR BADAN SAR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN SAR NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 01 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN POTENSI SAR BADAN SAR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN SAR NASIONAL, Menimbang

Lebih terperinci

MATRIKS SANDINGAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA 1 BNPB KEMENDAGRI KEMENSOS CATATAN. Pemerintahan Daerah

MATRIKS SANDINGAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA 1 BNPB KEMENDAGRI KEMENSOS CATATAN. Pemerintahan Daerah MATRIKS SANDINGAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA 1 UNDANG- UNDANG BNPB KEMENDAGRI KEMENSOS CATATAN UU 24 / 2007 tentang PB UU 32 / 2004 tentang Pemerintahan Daerah UU 33

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2000 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2000 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2000 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33Undang-undang Nomor 15 Tahun

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. untuk mendirikan bangunan sehingga sangat banyak bangunan yang di padati oleh

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. untuk mendirikan bangunan sehingga sangat banyak bangunan yang di padati oleh BAB I A. Latar Belakang Masalah Pertambahan jumlah penduduk bertambah pula lahan yang dibutuhkan untuk mendirikan bangunan sehingga sangat banyak bangunan yang di padati oleh penduduk. Bahkan banyak kelalaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyampaian informasi dari pengirim ke penerima, sehingga informasi dapat

BAB I PENDAHULUAN. penyampaian informasi dari pengirim ke penerima, sehingga informasi dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi saat ini semakin meningkat. Teknologi informasi itu sendiri merupakan hasil rekayasa manusia terhadap proses penyampaian informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu fase penting dalam penanggulangan bencana adalah fase respon atau fase tanggap darurat. Fase tanggap darurat membutuhkan suatu sistem yang terintegritas

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7 1. Usaha mengurangi resiko bencana, baik pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 4 Perbedaan dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga? Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

Ditetapkan oleh: Musyawarah Nasional XIX Palang Merah Indonesia di Jakarta tanggal Desember 2009

Ditetapkan oleh: Musyawarah Nasional XIX Palang Merah Indonesia di Jakarta tanggal Desember 2009 Ditetapkan oleh: Musyawarah Nasional XIX Palang Merah Indonesia di Jakarta tanggal 21-23 Desember 2009 ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA PALANG MERAH INDONESIA Hasil MUNAS PMI XIX PEMBUKAAN Dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

Menimbang : a. dalam rangka kesiap-siagaan dan kelancaran penanggulangan terhadap

Menimbang : a. dalam rangka kesiap-siagaan dan kelancaran penanggulangan terhadap 9 BUPATI PENAJAM PASER UTARA PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG SATUAN TUGAS SEARCH AND RESCUE (SAR) DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP URUSAN BENCANA, KECELAKAAN DAN KONDISI BAHAYA

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP URUSAN BENCANA, KECELAKAAN DAN KONDISI BAHAYA PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP URUSAN BENCANA, KECELAKAAN DAN KONDISI BAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL

Lebih terperinci

PENANGANAN KEJADIAN KEBAKARAN (KODE MERAH)

PENANGANAN KEJADIAN KEBAKARAN (KODE MERAH) PENANGANAN KEJADIAN KEBAKARAN (KODE MERAH) Kejadian kebakaran yang terjadi di dalam rumah sakit pada waktu tertentu, dimana terdapat ancaman kesehatan atas ancaman kematian pada pasian yang sedang dirawat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu 9 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu masih menyisakan pilu bagi banyak pihak, terutama bagi orang yang terkena dampak langsung

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Warga Negara Indonesia (WNI) memiliki hak asasi berupa tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya. Hal ini ditegaskan dalam

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK A. PENDAHULUAN Salah satu agenda pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah lama diakui bahwa Negara Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia serta diantara

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pencarian, Pertolongan Dan Evakuasi

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pencarian, Pertolongan Dan Evakuasi Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pencarian, Pertolongan Dan Evakuasi KEBIJAKAN DAN STRATEGI A. Kebijakan 1. Pencarian, pertolongan dan evakuasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI DAERAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini dikembangkan untuk memahami kepatuhan wajib pajak dalam membayar

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini dikembangkan untuk memahami kepatuhan wajib pajak dalam membayar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini dikembangkan untuk memahami kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak terutama pada pajak kendaraan bermotor sebagai akibat adanya pemberlakuan tarif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 2010 tercatat sebagai bencana terbesar selama periode 100 tahun terakhir siklus gunung berapi teraktif

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang sehat melalui pelayanan kesehatan yang bermutu dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang sehat melalui pelayanan kesehatan yang bermutu dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah fasilitas pelayanan kesehatan sekunder atau tersier dengan karakteristik tersendiri, yaitu padat modal, padat teknologi dan multiprofesi. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wilayah Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, dan demografis yang unik dan beragam. Kondisi geologi Indonesia yg merupakan pertemuan lempeng-lempeng

Lebih terperinci

KODE UNIT : O JUDUL UNIT

KODE UNIT : O JUDUL UNIT KODE UNIT : O.842340.037.01 JUDUL UNIT : MemimpinAnggotaTim Gabungan DESKRIPSIUNIT : Unit ini mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk memberikan perintah kepada personel yang

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

JUMBARA PMR DAN TEMU KARYA RELAWAN PALANG MERAH INDONESIA TINGKAT DAERAH KALIMANTAN BARAT (JUMTEK 2010 PMI KALBAR) Sungai Ambawang, 5 10 Oktober 2010

JUMBARA PMR DAN TEMU KARYA RELAWAN PALANG MERAH INDONESIA TINGKAT DAERAH KALIMANTAN BARAT (JUMTEK 2010 PMI KALBAR) Sungai Ambawang, 5 10 Oktober 2010 JUMBARA PMR DAN TEMU KARYA RELAWAN PALANG MERAH INDONESIA TINGKAT DAERAH KALIMANTAN BARAT (JUMTEK 2010 PMI KALBAR) Sungai Ambawang, 5 10 Oktober 2010 Pendahuluan Jumbara (JUMpa BAkti gembira) dan Temu

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Peragaan Satuan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana Wil. Timur, Senin, 29 Maret 2010

Sambutan Presiden RI pada Peragaan Satuan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana Wil. Timur, Senin, 29 Maret 2010 Sambutan Presiden RI pada Peragaan Satuan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana Wil. Timur, 29-3-2010 Senin, 29 Maret 2010 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERAGAAN DAN SIMULASI GELAR KESIAPAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN PALANG MERAH INDONESIA (PMI) KOTA MADIUN DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN NILAI-NILAI PANCASILA SILA KEDUA

ANALISIS PERANAN PALANG MERAH INDONESIA (PMI) KOTA MADIUN DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN NILAI-NILAI PANCASILA SILA KEDUA CITIZENSHIP: Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan ANALISIS PERANAN PALANG MERAH INDONESIA (PMI) KOTA MADIUN DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN NILAI-NILAI PANCASILA SILA KEDUA Alfiantika Febrian Ashari Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional di Indonesia yang bergerak dalam bidang sosial kemanusiaan. Unit Pusat

BAB I PENDAHULUAN. nasional di Indonesia yang bergerak dalam bidang sosial kemanusiaan. Unit Pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Palang Merah Indonesia (PMI) adalah sebuah organisasi perhimpunan nasional di Indonesia yang bergerak dalam bidang sosial kemanusiaan. Unit Pusat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara rawan bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, tanah longsor, badai dan banjir. Bencana tersebut datang hampir setiap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493] BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 100 (1) Barangsiapa dengan sengaja merusak atau melakukan tindakan apapun yang mengakibatkan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini berkat perkembangan ilmu, teknologi dan juga kehidupan masyarakat, terlihat bentuk dan jenis pelayanan kesehatan yang dapat diselenggarakan banyak macamnya

Lebih terperinci

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN

Lebih terperinci