BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini dikembangkan untuk memahami kepatuhan wajib pajak dalam membayar
|
|
- Bambang Indradjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini dikembangkan untuk memahami kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak terutama pada pajak kendaraan bermotor sebagai akibat adanya pemberlakuan tarif pajak progresif setelah dikeluarkannya Undang-Undang No 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah atas dasar kewenangan Menteri Dalam Negeri yang memberlakukan kebijakan tarif pajak progresif pada kendaraan bermotor dimana tujuan dari kebijakan tersebut diarahkan untuk mengurangi tingkat kemacetan didaerah perkotaan dengan memberikan kewenangan daerah untuk menerapkan tarif pajak progresif untuk kendaraan kedua dan seterusnya. Seperti yang kita ketahui bahwa kepatuhan pajak berhubungan dengan ketaatan, tunduk, dan patuh dalam melakukan ketentuan perpajakan, kepatuhan pajak merupakan salah satu agenda yang penting baik dinegara maju maupun dinegara berkembang seperti halnya Indonesia dalam meningkatkan pendapatan dari pajak, sehingga dengan adanya kepatuhan maka wajib pajak dapat memenuhi semua kewajiban perpajakannya dengan baik dan tepat waktu dalam membayar pajak. Seperti yang diketahui, Selama ini pungutan Daerah yang berupa Pajak dan Retribusi diatur dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, dan saat ini Undang- Undang Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diubah lagi menjadi Undang- Undang No 28 Tahun 2009 dimana alasan dari penggantian undang-undang tersebut adalah untuk memperbaiki sistem pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, sepanjang memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam undang-undang dimana Kabupaten/Kota boleh menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah, sepanjang memenuhi kriteria yang
2 ditetapkan dalam undang-undang. Dalam UU PDRD yang baru juga ditetapkan bahwa daerah tidak boleh memungut retribusi daerah selain yang tercantum dalam undang-undang. Selain memperbaiki sistem pemungutan pajak daerah, tujuan undang-undang ini juga sebagai penguatan perpajakan daerah yang artinya dengan perluasan obyek pajak daerah seperti dalam pajak kendaraan bermotor dimana dalam PDRD yang baru termasuk golongan kendaraan bermotor adalah kendaraan pemerintah (Pusat dan Daerah), tidak hanya itu perluasan obyek pun juga diperluas pada pajak Kabupaten/Kota. Berkaitan dengan pemberian kewenangan ini dalam penetapan tarif untuk menghindari penetapan tarif pajak yang tinggi yang dapat menambah beban bagi masyarakat secara berlebihan, maka daerah hanya diberi kewenangan untuk menetapkan tarif pajak dalam batas maksimum yang ditetapkan oleh undang-undang ini, selain itu untuk menghindari perang tarif dalam pajak kendaraan bermotor maka undang-undang ini juga menetapkan tarif minimum untuk pajak kendaraan bermotor. Pada dasarnya pengaturan tarif yang demikian ini juga diperkirakan untuk memberikan peluang bagi masyarakat untuk memindahkan kendaraannya ke daerah lain yang beban pajaknya lebih rendah. Oleh karena itu, dalam undang-undang ini Nilai jual Kendaraan Bermotor sebagai dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor masih ditetapkan seragam secara nasional. 1 Namun, sejalan dengan tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang lebih baik sesuai dengan beban pajak yang ditanggungnya dan berdasarkan pertimbangan tertentu, maka dengan ini Menteri Dalam Negeri dapat menyerahkan kewenangan pada penetapan Nilai Jual Kendaraam Bermotor ke Daerah. Tidak hanya itu, kebijakan tarif pajak kendaraan bermotor juga diarahkan dalam mengurangi tingkat kemacetan didaerah perkotaan dengan memberikan kewenangan Daerah untuk menetapkan tarif pajak progresif untuk kepemilikan kendaraan 1 ibid
3 kedua dan seterusnya. 2 Dalam undang-undang ini dimaksudkan dari sebagian hasil penerimaan pajak tersebut akan dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pajak tersebut, dimana pajak kendaraan bermotor sebagian dialokasikan untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum. Dengan diberlakukannya Undang-Undang ini maka kemampuan daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya tentunya semakin besar karena daerah dapat dengan mudah menyesuaikan pendapatannya sejalan dengan adanya peningkatan basis pajak daerah dan diskresi dalam penetapan tarif. Kembali ke permasalahan awal, Berkaitan dengan adanya kebijakan tarif yang ditetapkan secara progresif bagi kendaraan bermotor yang ditetapkan pemerintah memunculkan sebuah isu yang menarik untuk dibahas dimana kebijakan tarif pajak progresif yang pada awalnya ditujukan dalam mengurangi volume kendaraan juga dimaksudkan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dalam pemungutan pajak kendaraan bermotor, sehingga beberapa propinsi di Indonesia pun akhirnya menetapkan tarif progresif bagi kendaraan bermotor. Setiap propinsi di Indonesia yang menerapkan tarif progresif bagi kendaraan bermotor memiliki kriteria yang berbeda-beda dalam menerapkan tarif tergantung atas kewenangan daerah tersebut, namun tetap mengacu pada Undang-Undang No 28 PDRD dimana penetapan tarif pajak kendaraan bermotor tertuang dalam pasal 6 UU NO 28 Tahun 2009 Tentang PDRD yakni pada ayat (1), (2), dan (5): 1) tarif pajak kendaraan bermotor pribadi ditetapkan: a) untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah sebesar 1% dan paling tinggi 2%. 2 ibid
4 b) Untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% dan paling tinggi 10%. 2) Untuk kepemilikan kendaraan bermotor didasarkan atas nama dan/atau alamat yang sama. 3) Tarif pajak kendaraan bermotor ditetapkan dengan peraturan daerah. Atas pemberlakuan kebijakan tarif pajak progresif yang diamanatkan oleh UU Nomor 28 Tahun 2009 Tentang PDRD, salah satu propinsi yang telah menetapkan kebijakan tarif pajak progresif bagi kendaraan bermotor adalah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, seperti yang diketahui bahwa pajak kendaraan bermotor (PKB) merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di Propinsi DIY, PKB sendiri diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi DIY No 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah, dimana saat ini Peraturan Daerah Propinsi DIY juga menerapkan kebijakan tarif pajak progresif yang mulai diberlakukan pada tanggal 01 Januari 2012, tentunya tujuan dari pemberlakuan pajak progresif pada kendaraan bermotor di Propinsi DIY mengacu pada tujuan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi dimana pemberian pungutan ini untuk memberikan peluang dalam peningkatan penerimaan daerah karena dalam kenyataannya hasil penerimaan pajak diakui belum memadai dan memiliki peranan yang relatif kecil terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) khususnya bagi propinsi. 3 Tarif pajak progresif tidak hanya untuk peningkatan penerimanaan daerah propinsi saja, namun juga ditujukan dalam mengatasi kemacetan berdasarkan dari apa yang telah disebutkan oleh Undang-Undang. Namun berdasarkan dari penjelasan yang telah didapat dari pihak aparat pajak Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Propinsi Daerah Istimewa 3 Penjelasan Atas Peratura Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah.
5 Yogyakarta yang disingkat DPPKA bahwa penerapan tarif pajak progresif kendaraan bermotor juga ditujukan untuk tertib administrasi dan proses legalisasi kepemilikan kendaraan bermotor. 4 Tarif pajak progresif kendaraan bermotor yang diberlakukan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengacu pada Peraturan Daerah DIY No 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah yang tertuang dalam pasal 10 ayat (1), (2), (3), (4): 1) Kepemilikan kendaraan bermotor roda empat akan dikenakan tarif secara progresif 2) Tarif progresif yang dibebankan : a) Pada kepemilikan kedua 2%. b) Pada kepemilikan ketiga 2,5%. c) Pada kepemilikan keempat 3%. d) Pada kepemilikan kelima dan seterusnya 3,5%. 3) Kepemilikan kendaraan bermotor didasarkan atas nama dan alamat yang sama 4) Ketentuan lebih lanjut diatur dalam peraturan Gubernur. Untuk memperjelas tentang kebijakan tarif pajak progresif yang diberlakukan di DIY, maka berdasarkan keputusan Gubernur Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dibuatlah Peraturan Gubernur DIY No 31 Tahun 2011 Tentang Pajak Kendaraan Bermotor dimana dalam peraturan ini penjelasan mengenai kebijakan tarif pajak progresif diatur dalam Bab V Pengenaan Pajak Progresif yang tertuang pada pasal 7. Dengan adanya himpunan peraturan ini maka diharapkan wajib pajak dapat mengerti secara jelas syarat kendaraan yang terkena tarif pajak progresif, tidak hanya itu pada saat kebijakan pajak progresif diberlakukan berdasarkan keputusan Gubernur DIY No 4 Hasil wawancara dengan Kepala Seksi Pajak Daerah di DPPKA tanggal 18 Maret 2013 Pada Pukul WIB
6 101/KEP/2012 pemerintah memberlakukan pembebasan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (Bebas BBNKB) dimana tujuan dari Bebas BBNKB ini bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi wajib pajak yang kendaraannya telah dijual atau diblokir untuk segera dibalik nama tanpa dipungut biaya balik nama agar tidak terkena pajak progresif selain itu tujuan diberlakukannya bebas BBNKB ini juga untuk menunjang agar penerimaan pajak bisa masuk lebih banyak dimana dimaksudkan bagi kendaraan dari luar propinsi untuk memutasikan kendaraannya ke Propinsi DIY, dengan begitu kendaraan yang menetap di DIY tidak hanya semata-mata memakai jalan tetapi juga turut andil dalam membayar pajak. Program Bebas BBNKB ini berlangsung dari tanggal 1 maret sampai dengan 30 November. Sayangnya permasalahan pun muncul ketika program Bebas BBNKB dijalankan, dari satu tahun pencapaian program Bebas BBNKB berdasarkan laporan pembebasan BBNKB Propinsi DIY yang terdaftar di DPPKA, pemerintah telah membebaskan wajib pajak dari pembayaran BBNKB sebanyak unit kendaraan dari 5 Kabupaten/Kota di DIY, dimana jumlah unit KBM dan BBNKB yang dibebaskan dari masing-masing Kabupaten/Kota dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.1 Laporan Pembebasan BBN-KB Propinsi DIY Bulan Maret S/D Nopember 2012 No KPPD JML KBM BBN KB DIBEBASKAN 1 Kota Yogyakarta Kab. Bantul Kab. Kulonprogo Kab. Gunungkidul Kab. Sleman JUMLAH Sumber: DPPKA Propinsi DIY, 2012
7 Dari hasil laporan pembebasan BBNKB Propinsi DIY terlihat bahwa Kabupaten Sleman memanfaatkan program BBNKB paling banyak jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya, memang tidak dapat dipungkiri bahwa kenyataan yang terjadi di kabupaten Sleman jumlah kendaraan bermotor paling banyak terdaftar dikawasan ini, sehingga banyak kendaraan yang memanfaatkan program Bebas BBNKB untuk Bea Balik Nama karena kendaraannya telah dihibahkan atau dijual kepada pihak lain dan kendaraan yang memutasikan kendaraannya ke Kabupaten Sleman. Permasalahan muncul disebabkan adanya gejala ketidakpatuhan dari wajib pajak di KPPD Kabupaten Sleman dimana pada kenyataannya program Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor juga dimanfaatkan oleh sebagian wajib pajak yang terkena pajak progresif dengan beralih kepemilikan yakni melakukan bea balik nama kepada salah satu anggota keluarganya untuk tidak terkena pajak progresif, bahkan terdapat juga wajib pajak yang sengaja memanfaatkan program bebas bea balik nama untuk meminimalkan jumlah pajak yang berlebih akibat proses bea balik nama. Berkaitan dengan adanya fenomena ini peneliti pun berhasil menemukan wajib pajak yang cenderung melakukan penghindaran untuk menunjukkan sebuah fakta bahwa telah terjadi penghindaran pajak dalam membayar pajak progresif yang dilakukan oleh wajib pajak dengan mengalihkan kepemilikan kendaraan kepada salah satu anggota keluarganya. Salah satu wajib pajak yang melakukan hal tersebut adalah pada responden yang peneliti wawancara yakni Bapak Yadi, Bapak Yadi tinggal di jalan Magelang KM 13, Bapak Yadi melakukan proses bea balik nama kendaraannya ke atas nama istrinya untuk tidak terkena pajak progresif, beliau memanfaatkan proses bea balik nama untuk menghindari biaya pajak yang berlebih. Tidak hanya itu gejala ketidakpatuhan juga muncul dari wajib pajak yang bergerak dibidang usaha
8 rental yakni bapak Sapto 5 yang tinggal di gejayan, namun penghindaran pajak progresif yang dilakukan oleh bapak Sapto berbeda, dimana bapak Sapto bahkan memanfaatkan program bebas bea balik nama kendaraan bermotor dengan meminjam KTP para pegawainya untuk dialihkan kepada mereka agar tidak terkena pajak progresif. Alasan Bapak Sapto juga sama mereka menghindari pajak progresif untuk dapat meminimalkan biaya dari pajak yang harus dibayar. Hal tersebut serupa dengan yang dilakukan Bapak Alif 6 yang tinggal di Jakal Km5, Bapak Ridwan 7 yang tinggal di daerah Selokan Mataram, dan Bapak Rizky 8 yang tinggal di Condong Catur. Semua permasalahan mereka tidak hanya persoalan tarif namun juga usaha yang dirintis oleh mereka tidak berbadan hukum sehingga mereka pun harus membayar pajak sesuai dengan pajak yang dibebankan dari masing-masing jenis kendaraannya, dan belum lagi akibat pengenaan pajak progresif. Bapak Bhakti 9 pun juga melakukan hal yang sama, dia beralamat di jalan Kaliurang KM 7 dimana dia juga menghindari pajak progresif dan mengatasnamakan kepemilikan kendaraannya kepada keluarganya. Kedaan seperti ini juga dibuktikan ketika peneliti melakukan observasi ke lapangan dan bertanya kepada 4 pihak calo yang bekerja di KPPD dalam memberikan biro jasa kepengurusan pajak kendaraan, dimana 4 Calo mengatakan bahwa wajib pajak cenderung menghindar dari pengenaan pajak progresif. Karena data bersifat rahasia dari KPPD, dan peneliti tidak diperkenankan untuk mengakses dan mempublikasikannya maka hanya beberapa contoh penghindaran wajib pajak yang peneliti tulis disini. 5 Nama disamarkan sesuai keinginan wajib pajak. 6 Ibid. 7 Ibid. 8 Ibid. 9 Ibid.
9 Para wajib pajak umumnya menuturkan bahwa dalam melakukan proses bea balik nama mereka pun langsung secepatnya diproses oleh pihak aparat pajak, artinya mereka dapat mengakses proses tersebut dengan mudah dan cepat kurang dari satu minggu. Padahal seharusnya program bea balik nama yang dibuat pemerintah ditujukan bagi kendaraan yang telah dijual atau di hibahkan kepada pihak lain, tetapi jika kenyataannya seperti ini tentulah pemasukan pajak kendaraan bermotor akan berkurang karena banyak data yang akhirnya dimanipulasi dengan penghindaran pajak dengan cara merubah nama kepemilikan. Fakta yang menunjukan adanya fenomena yang terjadi ini juga dibenarkan oleh pihak aparat pajak yang bertugas dalam pendataan wajib pajak yakni Seksi Pendaftaran dan Penetapan dikppd Kabupaten Sleman dimana beliau menuturkan bahwa kenyataan yang terjadi banyak wajib pajak yang cenderung melakukan penghindaran dalam membayar pajak progresif dikarenakan berbagai alasan dari wajib pajak yang sebenarnya memang tidak boleh dilakukan, namun kenyataannya hal tersebut dapat terjadi juga seperti kutipan dari pernyataan pihak aparat pajak dimana ketika wajib pajak tahu namanya terkena pajak progresif dan untuk menghindarinya dengan cara balik nama kendaraan wajib pajak cenderung menghindari pajak progresif, karena pengenaan pajak progresif hanya ditujukan bagi nama dan alamat yang sama, sehingga jika banyak yang merasakan beban akibat pajak progresif ya balik nama saja 10. (Aparat Pajak, Seksi Pendaftaran dan Penetapan di KPPD Kabupaten Sleman) Seperti inilah kutipan informasi yang peneliti dapat dari pihak aparat ketika wajib pajak ingin menghindari pajak progresif. Pihak aparat juga menuturkan bahwasanya mereka sudah mengantisipasi keadaan ini namun sayangnya hal tersebut sulit dilakukan mengingat banyaknya wajib pajak yang melakukan bea balik nama kendaraan untuk terhindar dari pajak progresif, atau sebelum mereka membeli kendaraan pada dasarnya mereka telah 10 Wawancara dengan Pihak Aparat Pajak KPPD Kabupaten Sleman Pada saat Observasi, pada tanggal 17 Januari Pada Pukul WIB
10 mengantisipasi dengan memberikan nama kepada pihak lain. Sayangnya untuk mengetahui berapa banyak jumlah wajib pajak yang melakukan hal tersebut tidak terdaftar secara langsung di KPPD dikarenakan nama kepemilikan atau unit kendaraan mereka telah terstandarisasi dalam database komputer sehingga bila ingin mengetahui mana wajib pajak yang melakukan hal tersebut harus melakukan proses pengecekan dahulu. Tidak hanya itu data wajib pajak yang terdapat di KPPD juga bersifat rahasia dikarenakan ada sesuatu hal sehingga tidak dapat dipublikasikan. Berikut pernyataan pihak aparat pajak Kami tidak bisa memberikan data wajib pajak secara utuh karena memang kami merahasiakan nama pemilik mobil/motor. Sebab kami khawatir informasi pemilik mobil itu bisa dimanfaatkan orang-orang yang punya niatan tidak baik. (Aparat Pajak, Seksi Pendaftaran dan Penetapan di KPPD Kabupaten Sleman). Namun sampai dengan bulan Maret ketika peneliti melakukan observasi ke lapangan masih banyak wajib pajak yang melakukan proses balik nama, tidak hanya itu hal ini juga terjadi akibat sistem database di KPPD Kabupaten Sleman mengalami sistem eror sehingga pendataan perlu dilakukan secara ulang, pengadaan ruang cek progresif pun direncanakan akan berjalan sampai dengan desember 2013, ini menunjukkan satu bukti bahwa KPPD Kabupaten Sleman belum siap dalam memberikan pelayanan pajak progresif. Selain hal tersebut, berdasarkan dari data yang didapat di KPPD bahwa dalam 1 hari KPPD menangani paling sedikit sekitar 200 unit kendaraan roda empat/lebih, tetapi hanya 1-2 unit atau paling banyak 10 unit perhari kendaraan yang membayar pajak progresif, padahal menurut pihak aparat pajak dalam data base banyak kendaraan yang terkena pajak progresif sebelum pengenaan pajak progresif. Data yang terdapat di KPPD Kabupaten Sleman berdasarkan jumlah kendaraan yang terkena pajak progresif berbeda-beda, dimana unit kendaraan yang paling banyak terkena pajak progresif adalah pada kepemilikan kedua, kemudian disusul pada kepemilikan ketiga, keempat, kelima dan seterusnya. Berikut adalah tabel yang menjelaskan jumlah unit kendaraan pajak progresif perbulan.
11 Bulan Tabel 1.2 Jumlah Unit Kendaraan Pajak Progresif Perbulan kepemilikan ke 2 kepemilikan ke 3 kepemilikan ke 4 kepemilikan ke 5 unit rata rata perhari unit rata rata perhari unit rata rata perhari unit rata rata perhari Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Sumber: Kantor Pelayanan Pajak Daerah Kabupaten Sleman, 2012 Menurut pihak aparat KPPD Kabupaten Sleman pengenaan pajak progresif bisa diperkirakan dalam sebulan berapa yang terkena pajak tersebut jika dilihat dari pengesahan ulang STNK, tidak hanya itu umumnya yang terkena pajak progresif pun belum tentu wajib pajak itu sendiri namun juga wajib pajak yang namanya dipakai oleh wajib pajak lain sehingga wajib pajak inilah yang membayar, berikut adalah penuturan pihak aparat pajak tentang fenomena dari penyelenggaraan pajak progresif yang terjadi di KPPD. Kalau dilihat dikantor pajak ini dari pengesahan ulang STNK untuk kendaraan pribadi, hanya sedikit yang terkena pajak progresif setiap harinya. Terkadang 2 atau bahkan lebih, namun dihari lain ada juga yang tidak terkena pajak progresif sama sekali, ya bisa dikira-kiralah dalam sebulan berapa yang kena, dari total kendaraan yang ada paling hanya 10% nya. Selebihnya banyak yang melakukan balik nama. Kebanyakan yang terkena pajak progresif juga belum tentu wajib pajak yang memiliki kendaraan pribadi lebih dari satu, biasanya dari banyaknya yang terkena tarif karena namanya dipakai orang lain Pernyataan Aparat Seksi Pendaftaran dan Penetapan di KPPD Kabupaten Sleman, 18 Maret 2013 Pukul WIB.
12 Dari apa yang diungkapkan pihak aparat pajak, peneliti juga mendapatkan data bea balik nama kendaraan II dimana BBNKB II merupakan proses bea balik nama kendaraan pada penyerahan KBM lama/bekas kepada pihak kedua dengan perjanjian sepihak atau dua pihak. Berdasarkan data yang peneliti dapatkan di KPPD, jumlah kendaraan yang melakukan BBNKB II terjadi peningkatan disebabkan adanya program Bebas BBNKB yang dimanfaatkan oleh wajib pajak yang kendaraannya telah diblokir oleh pemilik sebelumnya, namun berdasar dari apa yang disampaikan oleh wajib pajak sebelumnya dan fakta yang mendukung bahwa wajib pajak banyak melakukan proses tersebut juga dimanfaatkan oleh wajib pajak yang menghindari pajak progresif, meskipun memang dalam tabel yang peneliti dapatkan tidak dijelaskan secara tertulis mana kendaraan yang terdaftar karena pemblokiran dan kendaraan yang terkena pajak progresif namun memanfaatkan program tersebut. Berikut adalah tabel jumlah kendaraan pribadi BBNKB II:
13 Tabel 1.3 Jumlah Kendaraan Bermotor Pribadi BBNKB II Di Kantor Pelayanan Pajak Daerah (KPPD) Di Kabupaten Sleman (jenis kendaraan progresif) Bus (plat hitam) 17 8 Mini bus (plat hitam) Jeep (plat hitam) Sedan (plat hitam) Sumber: Kantor Pelayanan Pajak Daerah di Kabupaten Sleman, 2012 Berdasarkan dari data diatas terlihat jelas bahwa terjadi peningkatan dalam bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB II) setelah pajak progresif diberlakukan, dari data tersebut kendaraan yang mengalami kenaikan berjenis sedan, jeep, dan minibus. Data ini menunjukkan bahwa meningkatnya wajib pajak yang memanfaatkan program BBNKB apalagi untuk kendaraan minibus yang umumnya banyak digunakan untuk dunia usaha. Hasil data memang tidak secara spesifik dapat menjelaskan berapa jumlah wajib pajak progresif yang melakukan proses tersebut, hal tersebut dikarenakan pihak aparat dalam memasukkan data tidak dibedakan antara data kendaraan yang terkena pajak progresif lalu dibalik nama atau kendaraan yang terkena pemblokiran. Dalam pajak kendaraan bermotor yang dihitung bukan seberapa banyaknya wajib pajak namun justru kebalikannya dimana unit kendaraanlah yang menjadi patokan, sehingga bagi wajib pajak yang membayar pajak dalam kriteria apapun bila tujuannya ingin melakukan bea balik nama maka secara merata akan dimasukkan sesuai kategori jenis tersebut.
14 Dari hasil observasi yang peneliti lakukan juga, beberapa wajib pajak yang terkena pajak progresif pada saat melakukan pengecekan mereka bertanya apakah ada cara yang mudah untuk dialihkan dan seketika itu pun pihak aparat langsung memprosesnya, apakah dengan adanya kemudahan ini maka wajib pajak sangat mudah sekali dalam mengakses penghindaran tersebut?. Merujuk pada keadaan yang seperti ini akan dapat dijelaskan bahwa hadirnya setiap kebijakan pasti akan menimbulkan masalah baru, belum lagi jika kebijakan yang dibuat berdampak merugikan masyarakat, dimana masyarakat lagi yang dibebankan tentunya masyarakat akan semakin meradang dengan beban yang ditanggungnya. Dari adanya kasus tersebut maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian terkait dengan penyelenggaraan pajak progresif terutama dari sisi kepatuhan pajak. Berdasarkan dari fakta yang telah dijelaskan sebelumnya, peneliti akan meneliti tentang kepatuhan wajib pajak dalam kebijakan tarif pajak progresif yang terdapat di KPPD Kabupaten Sleman. Peneliti akan mengulik dan mengungkapkan mengapa wajib pajak cenderung menghindari pengenaan pajak progresif dengan beralih kepemilikan? apa yang menyebabkan wajib pajak melakukan hal yang demikian? Mengapa dengan mudahnya wajib pajak dapat memanfaatkan program bea balik nama apalagi dengan adanya fakta yang membuktikan bahwa wajib pajak pun dapat mengakses program Bebas BBNKB yang sejatinya hanya ditujukan bagi wajib pajak yang kendaraannya telah diblokir atau dijual? lantas bagaimanakah peran pihak aparat pajak dalam menyikapi persoalan ketika banyak wajib pajak yang melakukan hal demikian dikarenakan persoalan tarif yang progresif sehingga kecenderungannya banyak wajib pajak yang enggan membayar? Mengapa dengan mudahnya wajib pajak dapat mengakses hal tersebut? Apakah karena ketidaktahuan wajib pajak tentang aturan pajak progresif sehingga wajib pajak merasakan beban ketika membayar dan adakah pengaruhnya dari pihak aparat pajak sebagai pelayan pajak? Bagaimanakah sejatinya wajib pajak menganggap adanya kebijakan pajak progresif? apakah kebijakan tersebut sejatinya hanya memberatkan wajib
15 pajak dalam mengeluarkan uang sehingga kecenderungannya wajib pajak pun melakukan proses bea balik nama dan cenderung tidak patuh dalam membayar pajak progresif kendaraan bermotor?. Sesungguhnya penelitian mengenai kepatuhan pajak merupakan topik yang senantiasa penting untuk dilakukan mengingat besarnya peran pajak dalam pembangunan. Sehingga masalah dalam kepatuhan pajak adalah masalah yang kompleks yang benar-benar harus dipahami sebelum suatu kebijakan itu diberlakukan karena umumnya masyarakat akan selalu mempertanyakan mau dibawa kemana setiap rupiah pajak yang harus dibayar. Oleh sebab itu berdasarkan permasalahan diatas maka penulis tertarik untuk meneliti masalah ini dengan judul Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Kebijakan Tarif Pajak Progresif Kendaraan Bermotor (Studi kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Propinsi D.I Yogyakarta) 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan dari uraian dan fenomena dari latar belakang diatas maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah Mengapa wajib pajak cenderung tidak patuh dalam membayar pajak progresif kendaraan bermotor dengan beralih kepemilikan?. 1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui, menggambarkan serta menjelaskan faktor yang menyebabkan wajib pajak cenderung tidak patuh dalam membayar pajak progresif dengan beralih kepemilikan. 1.4 Pembatasan Masalah Secara keseluruhan penelitian ini akan membahas dan mengungkapkan mengapa wajib pajak cenderung tidak patuh dalam membayar pajak progresif dengan beralih kepemilikan, mengapa hal tersebut dapat terjadi? Dengan melihat faktor-faktor apa yang menyebabkan wajib pajak melakukan hal demikian baik dari segi wajib pajak sebagai pembayar pajak maupun dari
16 segi pihak aparat pajak sebagai petugas pajak. dari situlah permasalahan pun dapat terungkap dan dapat dianalisa didalam bab pembahasan. 1.5 Manfaat Penelitian 1) Bagi ilmu pengetahuan Penelitian dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan khususnya bagi Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik. 2) Bagi Kantor Pelayanan Pajak Daerah (KPPD) Kabupaten Sleman Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi kantor pelayanan pajak daerah di Kabupaten Sleman dalam membenahi masalah kepatuhan pajak dalam penyelenggaraan pajak terutama pada pembayaran pajak kendaraan bermotor di kantor tersebut. 3) Bagi Pembaca Dapat menambah informasi dan memberikan referensi bagi yang ingin melakukan penelitian yang berkaitan dengan permasalahan seperti ini. 4) Bagi Penulis Hasil telaah ini diharapkan dapat dijadikan bekal dan tambahan pengetahuan penulis tentang kepatuhan wajib pajak dalam kebijakan tarif pajak progresif kendaraan bermotor.
BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan barang dan jasa yang kita konsumsi sehari-haripun dikenai pajak. Hal tersebut dikarenakan Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang nomor 34 tahun 2004
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang Pajak Daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Provinsi, salah satunya adalah Pajak Kendaraan Bermotor (Mardiasmo,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak daerah terbagi atas dua kelompok, yaitu Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Pajak daerah juga merupakan salah satu penerimaan yang penting di Pemerintahan
Lebih terperinciBERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 34 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 34 TAHUN 2015 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kewenangan dan tanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan masyarakatnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai Daerah Otonom Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan masyarakatnya. Oleh karena itu,
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN BAGI HASIL PENERIMAAN PAJAK DAERAH KEPADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPROFIL KANTOR PELAYANAN PAJAK DAERAH DI KABUPATEN SLEMAN
PROFIL KANTOR PELAYANAN PAJAK DAERAH DI KABUPATEN SLEMAN PENDAHULUAN Kantor Pelayanan Pajak Daerah Di Kabupaten Sleman (SAMSAT SLEMAN) berlokasi di Jl Magelang Km 12,5 Krapyak Triharjo Sleman dalam melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan alat-alat transportasi pun semakin meningkat. Alat transportasi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat dewasa ini, perkembangan alat-alat transportasi pun semakin meningkat. Alat transportasi, khususnya kendaraan bermotor
Lebih terperinciBAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor Terhadap Penurunan Kemacetan di
BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor Terhadap Penurunan Kemacetan di Provinsi DKI Jakarta Dalam upaya mengatasi kemacetan yang terjadi di DKI Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH TENTANG
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemerintahan yang berhasil adalah pemerintahan yang harus mampu memberikan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintahan yang berhasil adalah pemerintahan yang harus mampu memberikan pelayanan yang berfokus pada masyarakat. Pelayanan yang berfokus pada pelanggan ini akan berhasil
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG
Draft Final GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciJalan Diponegoro Nomor 22 Telepon (022) Faks (022) BANDUNG 40115
1 2 Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 68 TAHUN 2011 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR (PKB) DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR (BBNKB) TAHUN 2011
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hakikat mendasar dari prinsip kebijakan otonomi daerah sebagaimana yang dimaksudkan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, adalah
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terbesar indonesia bersumber dari sektor pajak. Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat padat. Dimana setiap warga negara yang memenuhi syarat secara hukum, wajib untuk membayar pajak secara
Lebih terperinciBERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak daerah adalah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 030 TAHUN 2014
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 030 TAHUN 2014 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR DI WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN
Lebih terperinciBERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 22 TAHUN 2017 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA
Lebih terperinciG U B E R N U R SUMATERA BARAT
No. Urut: 27, 2015 G U B E R N U R SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 100 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PEMBERIAN BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH KEPADA INSTANSI PEMUNGUT DAN INSTANSI/PENUNJANG LAINNYA DENGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan warga negaranya (Ruyadi, 2009). Dengan adanya perkembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak dapat diartikan sebagai sumber dana dari sebuah negara untuk mengatasi berbagai masalah-masalah seperti masalah sosial, peningkatan kesejahteraan,
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 059 TAHUN 2016 TENTANG
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 059 TAHUN 2016 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2016 DI WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 77 TAHUN 2014 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 77 TAHUN 2014 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2014 DAN TAHUN 2015 GUBERNUR
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Pajak Kendaraan Bermotor
i BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pajak Kendaraan Bermotor Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada pemda tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2015 GUBERNUR JAWA TIMUR,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor Pada UPTD
45 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor Pada UPTD SAMSAT Wilayah Kabupaten Bantul Kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) Wilayah Kabupaten Bantul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan tujuan Pembangunan Nasional demi masyarakat adil
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mewujudkan tujuan Pembangunan Nasional demi masyarakat adil dan makmur, tentu dibutuhkan dana pembangunan yang tidak sedikit untuk keberhasilan program pembangunan
Lebih terperinciGUBERNUR SULAWESI BARAT
GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PERHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2009 DALAM WILAYAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi, pemberian otonomi luas kepada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang Pajak Daerah
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2006
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2006 GUBERNUR JAWA TIMUR,
Lebih terperinciGubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 TAHUN 2014 TENTANG
1 Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 TAHUN 2014 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG
PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR UNTUK KENDARAAN BERMOTOR PEMBUATAN SEBELUM TAHUN 2015
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 68 TAHUN 2011 TENTANG
RANC ANGAN PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 68 TAHUN 2011 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR (PKB) DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR (BBNKB) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Seiring dengan era globalisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan serta
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan era globalisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi belakangan ini, telah membawa dampak positif terhadap kehidupan bangsa dan negara
Lebih terperinciGUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 56 TAHUN 2012 TENTANG
GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 56 TAHUN 2012 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2012 DI PROVINSI PAPUA Lampiran : 2
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemilihan Judul
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemilihan Judul Pembangunan adalah kegiatan yang berkesinambungan dengan tujuan utama adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yaitu agar hidup lebih baik, lebih
Lebih terperinciGUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG
SALINAN GUBERNUR SULAWESI BARAT n20 PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 18 TAHUN 2015 u TENTANG TAMBAHAN PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di perlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasiaonal. Tanggung
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Pajak merupakan perwujudan dari pengabdian dan peranan serta wajib pajak untuk secara langsung dan sama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang di perlukan
Lebih terperinciGUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 19 TAHUN 2016 T E N T A N G
GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 19 TAHUN 2016 T E N T A N G PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciArah Kebijakan Pengelolaan Pendapatan Daerah
XXII Arah Kebijakan Pengelolaan Pendapatan Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan bentuk pengelolaan keuangan daerah dalam pengalokasian sumber daya di daerah secara optimal, sekaligus
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 75 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR (PKB)
PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 75 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR (PKB) DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR (BBNKB) TAHUN 2010 GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 4.1 Pajak Kendaraan Bermotor di Propinsi DKI Jakarta
BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Pajak Kendaraan Bermotor di Propinsi DKI Jakarta Pajak Kendaraan Bermotor merupakan salah satu pajak daerah yang memiliki potensi yang besar dalam menaikan pendapatan asli
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN TIMUR
GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR NOMOR 38 TAHUN 2016 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR PEMBUATAN SEBELUM TAHUN
Lebih terperinciGUBERNUR SUMATERA BARAT
GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 63 TAHUN 2017 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciGUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG
GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA BAGI HASIL PENERIMAAN PAJAK DAERAH PROVINSI JAMBI UNTUK KABUPATEN/KOTA TAHUN 2013 GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciGUBERNUR LAMPUNG PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN PERUBAHAN SIFAT DAN ATAU PERUBAHAN BENTUK KENDARAAN BERMOTOR
GUBERNUR LAMPUNG PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN PERUBAHAN SIFAT DAN ATAU PERUBAHAN BENTUK KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. porsi jumlah terbesar dibandingkan dengan penerimaan dari pos minyak bumi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang sangat penting artinya dalam pembangunan di Indonesia, karena penerimaan negara dari pos pajak menduduki porsi jumlah
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 67 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 67 TAHUN 2014 26 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA BAGI HASIL PENERIMAAN PAJAK DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH KEPADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan.
BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, kontribusi penelitian, batasan penelitian, proses penelitian
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG
PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2016 Menimbang : Mengingat DENGAN RAHMAT ALLAH YANG
Lebih terperinciGUBERJAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 13 TAHUN 2016 T E N T A N G
GUBERJAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 13 TAHUN 2016 T E N T A N G TATA CARA PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PAJAK PEMERINTAH PROVINSI UNTUK KABUPATEN/KOTA DALAM PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2003
Lebih terperinciGUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG
GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2010 DI PROVINSI PAPUA Lampiran : 2
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 31 TAHUN 2005 TENTANG
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 31 TAHUN 2005 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR GUBERNUR BALI, Menimbang Mengingat : a. bahwa
Lebih terperinciGUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 13 TAHUN 2015 T E N T A N G
- 1 - GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 13 TAHUN 2015 T E N T A N G RENCANA BAGI HASIL PENERIMAAN PAJAK PEMERINTAH PROVINSI UNTUK KABUPATEN/KOTA DALAM PROVINSI JAMBI ANGGARAN MURNI 2015 DENGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab I : Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam
Bab I : Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pajak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi negara serta masyarakatnya. Penerimaan pajak mempunyai peranan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak bersifat dinamik dan mengikuti perkembangan kehidupan sosial dan ekonomi negara serta masyarakatnya. Penerimaan pajak mempunyai peranan yang dominan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah, baik dalam pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintah maupun tugas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak daerah sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) memegang peranan penting dalam rangka membiayai urusan rumah tangga daerah, baik dalam pelaksanaan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 90 TAHUN 2017 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2017 DAN TAHUN 2018 DENGAN
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG
PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sedikit, dimana kebutuhan dana tersebut setiap tahun mengalami peningkatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap daerah mempunyai kewajiban untuk memenuhi kepentingan masyarakat dengan melaksanakan pembangunan daerah di segala bidang. Dalam melaksanakan pembangunan
Lebih terperinci210 TAHUN 2015 PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BE
210 TAHUN 2015 PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BE Contributed by Administrator Thursday, 27 August 2015 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN GUBERNUR
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 096 TAHUN 2017
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 096 TAHUN 2017 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2017 DI WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG BAGI HASIL PENERIMAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR UNTUK PEMERINTAH PROVINSI DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
Lebih terperinciDAFTAR ISI. HALAMAN SAMPUL... i. HALAMAN PERSETUJUAN... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. PERNYATAAN PRIBADI... iv. ABSTRAK... v. ABSTRACT...
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii PERNYATAAN PRIBADI... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... xi DAFTAR SINGKATAN... xv DAFTAR
Lebih terperinciDOKUMEN PELAKSANAAN PERUBAHAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( DPPA SKPD )
PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI UTARA DOKUMEN PELAKSANAAN PERUBAHAN ANGGARAN ( DPPA SKPD ) UNIT PELAKSANA TEKNIS KOTAMOBAGU TAHUN ANGGARAN 2017 NAMA FORMULIR DPPA SKPD DPPA SKPD 1 DPPA SKPD 2.1 DPPA SKPD
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap daerahdaerah tersebut
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,
PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR PROVINSI BANTEN TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciGUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG
GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2014 DENGAN RAKHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 056 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 056 TAHUN 2012 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR DI WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 89 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN BANTUAN KEUANGAN DAERAH DAN TATA CARA BAGI HASIL PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 080 TAHUN 2013 TENTANG
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 080 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENGENAAN TARIF PROGRESIF TERHADAP KENDARAAN BERMOTOR DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALI NAMA KENDARAAN BERMOTOR
PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALI NAMA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sumber ekstern tersebut sehingga sumber-sumber pembiayaan yang berasal dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembangunan nasional merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pemerintah membutuhkan
Lebih terperinci- 1 - GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2017 T E N T A N G
- 1 - GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2017 T E N T A N G PEMBAGIAN KURANG SALUR DANA BAGI HASIL PENERIMAAN PAJAK PEMERINTAH PROVINSI UNTUK KABUPATEN/KOTA DALAM PROVINSI JAMBI TRIWULAN
Lebih terperinciGUBERNUR SULAWESI UTARA
GUBERNUR SULAWESI UTARA PERATURAN GUBERNUR SULAWESI UTARA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN ALOKASI SEMENTARA BAGI HASIL PAJAK PROVINSI KEPADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA SE PROVINSI SULAWESI UTARA DARI
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2007
Lebih terperinciKeterangan Pers POKOK-POKOK PENGATURAN UNDANG-UNDANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
Keterangan Pers POKOK-POKOK PENGATURAN UNDANG-UNDANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH Pada hari ini tanggal 18 Agustus 2009, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyetujui dan mengesahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 21 tahun 2014, transportasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 21 tahun 2014, transportasi sebagai urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik Indonesia disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu sumber penerimaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan
Lebih terperinciGUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG
GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR TAHUN
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG
Draft Final GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciSAMBUTAN DAN LAPORAN PERESMIAN GEDUNG KANTOR SAMSAT KULON PROGO & KANTOR KAS BPD SAMSAT CABANG WATES
SAMBUTAN DAN LAPORAN PERESMIAN GEDUNG KANTOR SAMSAT KULON PROGO & KANTOR KAS BPD SAMSAT CABANG WATES (Bapak Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR TAHUN 2015 TENTANG
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORDAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR DINAS PENDAPATAN PROVINSI BALI TAHUN 2015 DAFTAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan pembangunan yang dapat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, oleh karena itu hasil pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam undang-undang ini
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2016 T E N T A N G
- 1 - PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2016 T E N T A N G PEMBAGIAN DANA BAGI HASIL PENERIMAAN PAJAK PEMERINTAH PROVINSI UNTUK KABUPATEN/KOTA DALAM PROVINSI JAMBI TRIWULAN I TAHUN ANGGARAN 2016
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sumber pendanaan dalam melaksanakan tanggung jawab daerah untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sasaran utama dari kebijaksanaan keuangan negara di bidang penerimaan daerah adalah untuk menggali, medorong, dan mengembangkan sumber-sumber penerimaan dari daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berkenaan dengan bertambahnya kemajuan hidup yang disertai semakin padatnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkenaan dengan bertambahnya kemajuan hidup yang disertai semakin padatnya penggunaan kendaraan bermotor untuk beraktivitas, maka bertambah pula jumlah kendaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era reformasi saat ini, Pemerintah Indonesia telah mengubah sistem sentralisasi menjadi desentralisasi yang berarti pemerintah daerah dapat mengurus keuangannya
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG PERHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DA BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang :
Lebih terperinciPEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR
PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN BIAYA OPERASIONAL RETRIBUSI DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinci