PENGARUH SISTEM RESI GUDANG TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN PERAK KABUPATEN JOMBANG ATIKA AZARIAWATI SUGIONO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH SISTEM RESI GUDANG TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN PERAK KABUPATEN JOMBANG ATIKA AZARIAWATI SUGIONO"

Transkripsi

1 PENGARUH SISTEM RESI GUDANG TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN PERAK KABUPATEN JOMBANG ATIKA AZARIAWATI SUGIONO DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 204

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Sistem Resi Gudang Terhadap Pendapatan Usahatani Padi di Kecamatan Perak Kabupaten Jombang Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 204 Atika Azariawati Sugiono NIM H34006

4 ii ABSTRAK ATIKA AZARIAWATI SUGIONO. Pengaruh Sistem Resi Gudang Terhadap Pendapatan Usahatani Padi di Kecamatan Perak Kabupaten Jombang. Dibimbing oleh DWI RACHMINA. Sistem Resi Gudang (SRG) merupakan sistem yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi resi gudang. SRG yang termuat dalam UU Nomor 9 Tahun 2006 memperluas akses masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas pembiayaan. Tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisis penerapan SRG dan mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi penerapan SRG, serta menganalisis peranan SRG dalam peningkatan pendapatan petani. Penelitian ini dilakukan di Desa Plosogenuk Kecamatan Perak Kabupaten Jombang, Jawa Timur dengan jumlah responden sebanyak 40 petani. Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan pada saat melaksanakan SRG dan sesudah pada saat tidak melaksanakan SRG. Hasil penelitian menunjukkan penerapan SRG di Kecamatan Perak secara umum sesuai dengan rata-rata tingkat kesesuaian 69%. Beberapa komponen yang belum sesuai adalah sosialisasi yang masih kurang dan spesifikasi gudang SRG yang belum sesuai. Namun pelaksanaan SRG membantu petani dalam meningkatkan pendapatan petani sebesar 22.46% yang bersumber dari peningkatan harga jual sebesar 6.46%. Kata kunci: kebijakan pemerintah, komoditi agribisnis, pembiayaan pertanian, sistem resi gudang ABSTRACT ATIKA AZARIAWATI SUGIONO. The Influence of Warehouse Receipt System to paddy farming income at Perak Subdistrict Jombang Country. Supervised by DWI RACHMINA. Warehouse Receipt System is a system relates to issuance, transfer, loaning, and warehouse receipt transaction settlement. WRS contained in the Law Number 9 of 2006 expanding public accesss to capitalize upon financing facility. The purposes of the research are to analyze the implementation of WRS, to identify the affecting factors in implementing WRS, and to analyze the role of WRS in increasing the farmers income. The research was conducted in Plosogenuk Village Perak Subdistrict Jombang District, East Java by respondents of 40 farmers. The research was conducted by comparing the ongoing study that showed the implementation of WRS in Perak Subdistrict in general was conformed with the average rate by 69% of conformity. Some less-conformed components were the lack of socialization and the less-appropriate specification of warehouse. However, the implementation of WRS helped farmers in income increase by 22.46% which derived from the increase of the selling price by 6.46%. Keywords: agricultural commodities, agricultural finance, government policy, warehouse receipt system

5 PENGARUH SISTEM RESI GUDANG TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN PERAK KABUPATEN JOMBANG iii ATIKA AZARIAWATI SUGIONO Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 204

6 iv

7 v Judul Skripsi : Pengaruh Sistem Resi Gudang Terhadap Pendapatan Usahatani Padi di Kecamatan Perak Kabupaten Jombang Nama : Atika Azariawati Sugiono NIM : H34006 Disetujui oleh Dr Ir Dwi Rachmina, M Si Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Dwi Rachmina, M Si Ketua Departemen Tanggal Lulus:

8 vi

9 vii PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 204 ini ialah Pengaruh Sistem Resi Gudang Terhadap Pendapatan Usahatani Padi di Kecamatan Perak Kabupaten Jombang Jawa Timur Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Dwi Rachmina, MSi selaku dosen pembimbing, kepada Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen penguji utama serta Dr. Ir. Wahyu Budi Priatna, Msi selaku dosen penguji komisi pendidikan. Disamping itu penulis sampaikan terima kasih juga kepada Dr. Ir. Hermanto, MS dan Dr. Ir. Sumaryanto, MS yang telah banyak memberi saran dan arahan. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada pihak Kelompok Tani Ngaren di Desa Plosogenuk selaku responden dan pihak PT Pertani (Persero) selaku pengelola gudang yang telah memberikan waktu, kesempatan, dan informasi kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada sahabat-sahabat saya di keluarga besar Agribisnis 47 atas segala doa, semangat, dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Desember 204 Atika Azariawati Sugiono

10 viii DAFTAR ISI DAFTAR ISI vi DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN ix PENDAHULUAN Perumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 6 Manfaat Penelitian 6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 6 TINJAUAN PUSTAKA 7 Potensi SRG Untuk Pembiayaan Usaha Di Sektor Pertanian 7 Perkembangan Pelaksanaan SRG 8 Manfaat SRG 8 Manfaat Bantuan Permodalan dalam Peningkatan Pendapatan Pertanian 9 Kendala Penerapan SRG 9 KERANGKA PEMIKIRAN 0 Kerangka Pemikiran Teoritis 0 Kerangka Pemikiran Operasional 4 METODOLOGI PENELITIAN 7 Lokasi dan Waktu Penelitian 7 Jenis dan Sumber Data 7 Metode Pengambilan Contoh 7 Metode Pengolahan dan Analisis Data 8 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2 Karakteristik Wilayah 2 Sosial Ekonomi Masyarakat 2 Profil Kelompok Tani Ngaren 22 Karakteristik Petani Responden 23 Resi Gudang 24 Struktur Organisasi SRG 25 HASIL DAN PEMBAHASAN 26 Keragaan Pelaksanaan SRG Kecamatan Perak 26 Analisis Usahatani Padi Kecamatan Perak 37 SIMPULAN DAN SARAN 48 Simpulan 48 Saran 48 DAFTAR PUSTAKA 49 LAMPIRAN 52 RIWAYAT HIDUP 60

11 ix DAFTAR TABEL Target dan realisasi SRG tahun (sd. April) 3 2 Jumlah gudang SRG di Indonesia tahun (sd. April) 3 3 Pendapatan realisasi SRG tahun (sd. April) 4 4 Data penduduk menurut mata pencaharian 22 5 Sebaran usia responden 23 6 Sebaran tingkat pendidikan responden 23 7 Sebaran tingkat pengalaman usahatani padi petani responden 24 8 Sebaran penguasaan luas lahan padi responden 24 9 Sebaran jenis pengairan lahan padi responden 24 0 Standar mutu komoditi gabah 37 Rata-rata penggunaan input usahatani padi Kelompok Tani Ngaren pada saat dan sudah tidak melaksanakan SRG 39 2 Jumlah penggunaan HOK pada setiap kegiatan usahatani padi pada saat melaksanakan SRG di Desa Plosogenuk tahun Jumlah penggunaan HOK yang digunakan pada tiap kegiatan usahatani padi pada saat tidak melaksanakan SRG di DesaPlosogenuk tahun DAFTAR GAMBAR Keseimbangan pasar pada saat panen raya 2 Kerangka pemikiran operasional 6 3 Struktur organisasi Kelompok Tani Ngaren 22 4 Struktur organisasi SRG 25 5 Persentase implementasi SRG di Kecamatan Perak jika dibandingkan dengan realisasi sebenarnya 26 6 Persentase realisasi anjuran sosialisasi SRG di Kecamata Perak 28 7 Bagan koordinasi kelembagaan SRG 30 8 Prosedur penyimpanan dan penerimaan barang SRG 3 9 Prosedur penerbitan resi gudang 32 0 Prosedur penyerahan barang SRG 34 Sumber peminjaman modal usahatani padi tanpa SRG 46 DAFTAR LAMPIRAN Dokumentasi keadaan gudang SRG di Kecamatan Perak 54

12 x 2 Komponen penilaian sosialisasi SRG 55 3 Komponen penilaian keragaan kelembagaan SRG 55 4 Komponen penilaian keragaan prosedur pelaksanaan SRG 57 5 Komponen penilaian keragaan spesifikasi gudang SRG 58 6 Komponen penilaian persyaratan komoditas yang disimpan di gudang 60 7 Komponen penilaian persyaratan bagi kelompok tani atau petani untuk mengikuti SRG 60 8 Komponen penilaian persyaratan umum permohonan kredit 60 9 Komponen penilaian persyaratan mutu barang 6

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Panen raya merupakan masa di mana petani melakukan pemanenan hasil taninya dalam skala besar. Pada saat panen raya, persediaan hasil panen yang melimpah menyebabkan petani sering dihadapkan pada masalah anjloknya harga gabah hingga pada tingkat yang tidak menguntungkan petani. Petani kerap dihadapkan masalah tidak adanya pilihan dalam menjual hasil panennya, sehingga petani terpaksa harus menjualnya pada saat panen raya. Penjualan dengan harga yang buruk pada saat panen raya tentu akan mengakibatkan kesejahteraan petani tidak dapat dimaksimalkan. Sesuai dengan teori ekonomi mengenai supply dan demand menurut Nicholson (999), bahwa secara umum apabila persediaan atau jumlah barang yang ditawarkan produsen melimpah maka harga pasar akan turun, dan apa bila persediaan barang terbatas maka harga pasar akan naik. Untuk mengatasi anjloknya harga gabah saat panen raya, perlu adanya terobosan kebijakan dalam pola pemasaran sehingga petani masih berpeluang memetik harga yang baik sehingga dapat memperoleh keuntungan. Salah satu alternatif kebijakan untuk memperbaiki harga panen raya yang dapat digunakan adalah dengan Sistem Resi Gudang (SRG). Sistem Resi Gudang (SRG) didefinisikan sebagai seluruh kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi resi gudang. Resi gudang (Warehouse Receipt) merupakan surat berharga yang digunakan sebagai jaminan atau tanda bukti kepemilikan barang dalam gudang yang diawasi oleh pengelola gudang sebagai pihak ketiga terakreditasi. SRG ini dapat dapat memperkuat daya tawar menawar petani serta menciptakan efisiensi di dunia agribisnis, dimana petani bisa menunda penjualan setelah panen, sambil menunggu harga membaik, dengan menyimpan di gudang-gudang tertentu yang memenuhi persyaratan. Yang dimaksud dengan menunggu harga pasar gabah panen raya membaik adalah saat dimana SRG sebagai pihak yang dapat melakukan sistem tunda jual menyimpan hasil panen raya yang kondisi supply gabahnya berlimpah agar tidak dijual langsung, namun disimpan di gudang SRG untuk menjaga supply barang dipasar agar tidak berlimpah sehingga memperbaiki harga jual yang dapat diperoleh oleh petani. Selain itu SRG membantu petani untuk memperoleh informasi harga pasar yang transparan sehingga membantu petani untuk menentukan harga yang terbaik untuk petani tersebut. Manfaat lainnya adalah apabila petani ingin melanjutkan bercocok tanam pada musim berikutnya, maka kebutuhan modal petani dapat dicukupi dengan adanya mekanisme pembiayaan dari SRG, sehingga pada saat harga di pasaran sudah mulai membaik, petani dapat menjual barangnya sambil melunasi kewajibannya kepada bank. Pembiayaan SRG yang dapat diakses oleh pemilik barang dapat berasal dari perbankan maupun lembaga keuangan non-bank. Sistem ini telah dipergunakan secara luas di negara-negara maju atau di negara-negara dimana Pemerintah telah mulai mengurangi perannya dalam menstabilitasi harga komoditi, terutama komoditi agribisnis (BAPPEBTI 202).

14 2 Berbeda dengan Indonesia, SRG sudah dikenal lama di manca negara sebagai sebuah skim pembiayaan pertanian. India, Uganda, Polandia, Nigeria, Tanzania, dan Ghana adalah beberapa negara yang sudah menjalankan program ini lebih dulu. Di negara-negara tersebut, program SRG bahkan sudah memberikan pengaruh besar bagi sektor pertanian maupun perbankan. Berdasarkan data dari konferensi Warehouse Receipt System (WRS) di Amsterdam pada tanggal 9- Juli tahun 200, negara-negara berkembang yang tercatat cukup berhasil menerapkan sistem resi gudang ini adalah Rumania, Hungaria, Afrika Selatan, Zambia, Ghana, Rusia, Slovakia, Bulgaria, Cesnia, Polandia, Kazakstan, Turki, dan Meksiko. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan yang diwakili oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI), sejak tahun 999 mengambil prakarsa untuk menyusun Rencana Undang-Undang (RUU) tentang SRG. Setelah melalui proses yang cukup panjang, pada tanggal 20 Juni 2006, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, menyetujui RUU tentang SRG menjadi Undang-Undang (UU). Presiden RI mensahkannya sebagai UU Nomor 9 Tahun 2006 tentang Resi Gudang pada tanggal 4 Juli Tujuan diberlakukannya UU tentang SRG adalah untuk memberikan dan meningkatkan akses masyarakat terhadap kepastian hukum, melindungi masyarakat dan memperluas akses mereka untuk memanfaatkan fasilitas pembiayaan. UU tersebut menjawab kebutuhan akan suatu instrumen yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang selama ini terkendala untuk memperoleh pembiayaan usaha. UU SRG memberikan manfaat terutama bagi petani, kelompok tani atau gapoktan, pengusaha kecil dan menengah, pedagang, perusahaan, pengelola gudang, eksportir maupun lembaga keuangan (bank atau non-bank) untuk mengakses permodalan guna meningkatkan usahanya. Dalam rangka penggalakkan SRG untuk memperbaiki harga jual gabah yang anjlok saat panen raya dan juga mempermudah serta memperluas akses terhadap permodalan petani di Indonesia, diperlukan penetapan target yang digunakan sebagai tolak ukur pelaksanaan SRG. PT Pertani sebagai salah satu pengelola gudang menetapkan target jumlah penyimpanan SRG diberbagai daerah di Indonesia seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, dan Sumatera Bagian Utara. Selain sebagai alat yang digunakan sebagai tolak ukur pelaksaan, target penyimpanan SRG juga dapat digunakan sebagai bahan evaluasi pelaksanaan SRG di berbagai daerah. PT Pertani (Persero) bukanlah satu-satunya pengelola gudang SRG di Indonesia. Namun menurut BAPPEBTI (204), PT Pertani (Persero) menguasai sebagian besar (70%) gudang SRG di Indonesia, sehingga data yang dimiliki PT Pertani (PERSERO) sudah dapat menggambarkan data SRG di Indonesia. Target yang ditetapkan tiap wilayah pelaksana SRG berbeda-beda, hal ini dikarenakan jumlah produksi tiap wilayah berbeda. Penetapan target tertinggi berada pada wilayah Jawa Timur sebesar kg. Dari hasil realisasi yang diperoleh, terlihat bahwa kemampuan SRG dalam mencapai pemenuhan target penyimpanan barang belum optimal. Hal tersebut tercermin dalam jumlah realisasi penyimpanan barang yang masih berada dibawah target yang ditetapkan oleh PT Pertani (Persero). Realisasi yang masih jauh dari target diduga dikarenakan sosialisasi SRG ke stakeholder yang masih lemah, fasilitas gudang yang belum merata dan memadai, kesiapan pengelola, kontinuitas pasokan

15 komoditas, lemahnya kelembagaan di tingkat petani, belum jelasnya off taker atau penjamin pasar, transaction cost yang relatif tinggi, dan sinergi antar stakeholder yang masih lemah (Ashari 202). Dalam kasus SRG di Jombang, yang dimaksud dengan stakeholder adalah lembaga-lembaga yang berkepentingan dalam SRG di Jombang yaitu pengelola gudang, kelompok tani, dan petani. Hal tersebut dapat dilihat lebih jelas pada Tabel. Tabel Target dan realisasi SRG tahun (sd. April) Wilayah Resi Gudang (lembar) Target Jumlah Barang (kg) Realisasi Jumlah Barang (kg) Persentase Realisasi (%) Jabar Jateng Jatim Sulawesi Sumbagut Jumlah Sumber: PT Pertani (Persero) Diantara wilayah-wilayah tersebut, Jawa Timur memiliki persentase realisasi tertinggi yaitu sebesar 74.69%. Hal tersebut dapat dikarenakan Jawa Timur memiliki jumlah unit gudang terbanyak yang berjalan dengan baik, yaitu sebesar 27 unit gudang BAPPEBTI dengan kapasitas penyimpanan ton dan 7 unit gudang PT Pertani (Persero) dengan kapasitas penyimpanan sebesar 500 ton. Jumlah gudang SRG di Indonesia dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 2. Tabel 2 Jumlah gudang SRG di Indonesia tahun (sd. April) Gudang Bappebti Gudang Pertani Jumlah Gudang SRG Wilayah Jumlah Kapasitas Jumlah Kapasitas Jumlah (unit) (ton) (unit) (ton) (unit) Kapasitas (ton) Jabar Jateng Jatim Sulawesi Sumbagut Sumbagsel Kalimantan Jumlah Sumber: PT Pertani (Persero) *Keterangan: Belum termasuk Gudang Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebanyak 2 (dua) unit masing-masing di Banyuwangi dan Tulungagung dengan kapasitas ton. Berdasarkan pemenuhan realisasi jumlah penyimpanan SRG pada tahun 200 sampai dengan April 204 dari masing-masing daerah, dapat terlihat bahwa pendapatan yang diperoleh sangat bervariasi. Pendapatan di sini merupakan pendapatan kotor dari pengelola gudang dan marjin merupakan pendapatan bersih dari pengelola gudang, yaitu PT Pertani (Persero). Pendapatan tertinggi yang diperoleh dari hasil penyimpanan terdapat pada daerah Jawa Timur dengan pendapatan sebesar Rp dengan persentase pendapatan tertinggi sebesar 45.80% dan marjin sebanyak Rp Besar pendapatan realisasi SRG dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 3. 3

16 4 Tabel 3 Pendapatan realisasi SRG tahun (sd. April) Wilayah Gabah (kg) Nilai Barang (Rp) Kredit RG (Rp) Pendapatan Marjin % Pendapatan Jabar % Jateng % Jatim % Sulawesi % Sumbagut % Jumlah % Sumber: PT Pertani (Persero) Keberhasilan Jawa Timur dalam memperoleh realisasi target terbaik berdasarkan pendapatan, margin, dan persentase pendapatan didukung oleh wilayah Jawa Timur yang merupakan salah satu wilayah pelaksana SRG di Indonesia dengan jumlah barang terbesar dibanding wilayah lain dan juga sebagai salah satu wilayah dengan jumlah produksi padi terbesar di Indonesia. Terdapat tiga puluh empat gudang yang terdapat di Jawa Timur, salah satunya adalah yang terdapat di Kecamatan Perak Kabupaten Jombang. Gudang tersebut disahkan dan digunakan pada tahun 20. Komoditas gabah merupakan komoditas unggulan Kabupaten Jombang. Menurut data pertanian Kabupaten Jombang 202, sekitar 42% lahan di Jombang digunakan untuk areal persawahan, dengan luas lahan seluas Ha produksi tanaman padi dengan produktivitas mencapai ton setiap tahunnya. Keberhasilan Jombang dalam mencapai keberhasilannya sebagai salah satu wilayah penyokong pertanian khususnya pertanian padi di Jawa Timur tidak terlepas dari kerja keras petani-petani dan juga kelompok tanikelompok tani di sana sebagai wadah bagi para petani untuk pengembangkan potensi pertanian yang ada, sehingga akan menjadi lembaga yang akan memberikan bantuan dan solusi bagi para petani dalam menghadapi permasalahan yang muncul. Kelompok tani kerap dihadapkan dengan berbagai masalah, salah satunya adalah daya tawar mereka yang rendah dan ketidakmampuan mereka dalam menentukan harga jual yang layak bagi mereka pada saat panen raya. Salah satu kelompok tani yang merasakan permasalahan tersebut adalah Kelompok Tani Ngaren di mana mereka kesulitan dalam menentukan harga jual saat panen raya. Selain itu Kelompok Tani Ngaren juga memiliki keunikan dalam pengalaman penggunaan SRG dimana mereka sempat merasakan kondisi panen raya tanpa SRG, kondisi dengan adanya SRG, dan pada akhirnya kembali tanpa SRG. Berbeda dengan SRG di wilayah lain yang dapat memberikan manfaat kepada pengusaha kecil dan menengah, pedagang, pabrikan, perusahaan, pengelola gudang, eksportir maupun lembaga keuangan (bank atau lembaga keuangan nonbank) untuk mengakses permodalan guna meningkatkan usahanya. Perumusan Masalah Kestabilan harga komoditi merupakan salah satu dari serangkaian manfaat penerapan SRG bagi petani dan kelompok tani. Sistem ini bermanfaat dalam menstabilkan harga pasar, melalui fasilitas penjualan sepanjang tahun. Dengan begitu, berguna untuk perbaikan pola pemasaran gabah saat ini, dimana harga gabah jatuh pada saat panen raya dan naik tinggi saat tidak ada panen. Kestabilan harga dapat diperoleh dengan salah satu cara yaitu dengan stabilisasi jumlah supply dari gabah yang ada di pasaran. Supply gabah dijaga agar tidak melimpah yang menyebabkan harga jatuh saat panen raya dan juga agar supply tidak

17 mengalami kekurangan yang mengakibatkan haraga melambung tinggi saat paceklik. Penerapan mekanisme SRG diharapkan oleh petani akan mendapatkan pendanaan dari pola Resi Gudang di periode panen raya. Perolehan perbaikan haraga dapat dilakukan dengan pemasaran lebih luas melalui jaringan pasar lelang sehingga harga yang didapat jauh lebih baik. Selain itu, adanya sumber pembiayaan bagi petani untuk keterjaminan modal produksi, dimana pemegang komoditi mempunyai modal usaha untuk produksi berkelanjutan karena adanya pembiayaan dari lembaga keuangan. SRG dibanyak negara dianggap sebagai instrumen penjaminan kredit tanpa risiko. Adanya ketersediaan sumber pembiayaan dapat berpengaruh positif bagi petani agar tidak lagi meminjam dana permodalan kepada pihak yang merugikannya sehingga pendapatan petani pun dapat meningkat. Selain hal-hal yang sudah disebutkan diatas, dalam rangka meningkatkan pendapatan petani juga memerlukan adanya sumber informasi terpercaya. Namun saat ini manfaat-manfaat SRG tersebut belum dapat dirasakan secara optimal oleh petani maupun kelompok tani dikarenakan pengaplikasian SRG yang belum mencukupi serta masih terdapatnya berbagai kendala pelaksanaan SRG bagi wilayah yang telah melakukan SRG yang menyebabkan jalannya SRG yang tidak optimal dalam mengantarkan manfaat-manfaatnya seperti yang tejadi di SRG Jombang Jawa Timur. Kondisi panen raya yang mengakibatkan menurunnya harga jual gabah, tidak adanya sumber informasi terpercaya yang dapat diandalkan oleh petani guna mengetahui informasi harga mengakibatkan petani hanya menerima harga jual yang rendah pada saat panen raya. Harga jual yang rendah berpengaruh pada pendapatan petani yang rendah pula. Selain itu, sedikit dari petani yang dapat menunda hasil penjualannya. Hal ini dikarenakan tidak adanya lantai jemur dan tidak adanya tempat penyimpanan gabah, sehingga petani terpaksa menjual langsung hasil panennya. Keterbatasan modal pun menjadi alasan yang kerap muncul yang mengakibatkan petani menjual cepat hasil panennya. Hasil penerimaan dari penjualan langsung pada saat panen raya digunakan petani untuk modal pada musim tanam selanjutnya. Tidak sedikit petani yang mengalami keterbatasan modal yang dapat mengakibatkan terhambatnya para petani dalam pengelolaan dan pengembangan usahataninya. Meski ada sejumlah lembaga keuangan formal yang dapat menjadi sumber pembiayaan, hanya sedikit petani yang memanfaatkannya. Ketiadaan jaminan kredit berupa aset tetap (fixed asset) menjadi salah satu penyebabnya. Akses ke lembaga keuangan tidak saja terasa jauh bagi petani, tapi juga sejumlah prosedur yang diterapkan lembaga keuangan formal, tingkat bunga komersial yang tidak sesuai dengan beban petani, serta atas nama prinsip kehati-hatian perbankan, membuat petani tidak menjadikannya pilihan dalam pembiayan. Pelaksanaan SRG di lapang masih menemukan banyak hambatan seperti ketidakinginan petani untuk melaksanakan SRG pada musim panen April 204. Hal tersebut menimbulkan tanda tanya mengapa SRG di Kecamatan Perak Kabupaten Jombang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sedikitnya petani yang menggunakan SRG di Kecamatan Perak Kabupaten Jombang pun menjadi pertanyaan, padahal seharusnya SRG sangat dibutuhkan bagi petani untuk menjawab permasalahannya. Faktor yang dianggap crucial menjadi penyebab 5

18 6 lambatnya implementasi SRG adalah masih terbatasnya SRG terutama di daerahdaerah sentra penghasil komoditas pertanian. Berdasarkan uraian permasalahan di atas, dapat disimpulkan perumusan masalah sebagai berikut:. Bagaimana pelaksanaan SRG di Kecamatan Perak Kabupaten Jombang? 2. Bagaimana pengaruh SRG terhadap pendapatan usahatani padi di Kecamatan Perak Kabupaten Jombang? Tujuan Penelitian Berkaitan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah:. Mendeskripsikan keragaan pelaksanaan SRG di Kecamatan Perak Kabupaten Jombang. 2. Menganalisis pengaruh SRG terhadap pendapatan usahatani padi di Kecamatan Perak Kabupaten Jombang. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi beberapa lapisan masyarakat, antara lain:. Penulis, untuk menambah kemampuan menganalisa pengetahuan dan wawasan mengenai analisis kemungkinan penerapan SRG gabah oleh petani di daerah penelitian. 2. Pembaca, dapat dijadikan sebagai acuan atau referensi untuk penelitian selanjutnya. 3. Pengelola Resi Gudang, sebagai bahan masukan untuk pengembangan SRG ke depannya. 4. Petani, sebagai bahan masukan dalam melaksanakan SRG. 5. Pemerintah, sebagai rekomendasi implementasi SRG yang lebih baik. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Mengingat begitu luasnya ruang lingkup pada penelitian ini, maka penulis membatasi permasalahan dengan melihat sejauh mana penerapan SRG di Kecamatan Perak dengan cara membandingkan SOP dan anjuran dengan pelaksanaan SRG di lapang. Petani yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah petani yang pernah melaksanakan SRG dan sekarang sudah tidak melaksanakan SRG. Analisis kajian dibatasi untuk melihat pengaruh pelaksanaan SRG terhadap pendapatan petani.

19 7 TINJAUAN PUSTAKA Potensi SRG Untuk Pembiayaan Usaha Di Sektor Pertanian Potensi manfaat yang dapat diperoleh dengan implementasi SRG relatif cukup besar. Misalnya dalam peningkatan kapasitas sektor pertanian untuk mendukung perekonomian nasional, SRG dapat memainkan peranan yang signifikan. Menurut Bank Rakyat Indonesia, dengan dilaksanakan SRG berpeluang untuk meningkatkan produksi, menambah perputaran ekonomi, dan menyerap tenaga kerja atau mengurangi pengangguran (BRI 2008). Selanjutnya, menurut BRI (20) penerapan SRG sangat prospektif untuk meningkatkan pendapatan usahatani. Melalui SRG akan diperoleh beberapa manfaat melalui: () tunda jual, yaitu saat panen raya petani menyimpan hasil pertanian di gudang, (2) penjualan dilakukan pada saat harga komoditas pertanian telah tinggi, serta (3) meminimalisir penimbunan barang oleh pedagang pengumpul. Dengan Resi Gudang yang dapat diagunkan petani akan mendapatkan dana tunai untuk kebutuhan modal usaha maupun untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Sementara itu, menurut Sadarestuwati (2008), resi gudang memiliki posisi yang penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan pelaku usaha di sektor pertanian dengan argumentasi sebagai berikut: (a) Resi gudang merupakan salah satu bentuk sistem tunda jual yang menjadi alternatif dalam meningkatkan nilai tukar petani, (b) Di era perdagangan bebas, resi gudang sangat diperlukan untuk membentuk petani menjadi petani pengusaha dan petani mandiri, dan (c) SRG bisa memangkas pola perdagangan komoditas pertanian sehingga petani bisa mendapatkan peningkatan harga jual komoditi. Selanjutnya, keberadaan SRG tidak hanya bermanfaat bagi kalangan petani tetapi juga pelaku ekonomi lainnya seperti dunia perbankan, pelaku usaha dan serta bagi pemerintah. Diantara manfaat SRG adalah: () Ikut menjaga kestabilan dan keterkendalian harga komoditas, (2) Memberikan jaminan modal produksi karena adanya pembiayaan dari lembaga keuangan, (3) Keleluasaan penyaluran kredit bagi perbankan yang minim risiko, (4) Ada jaminan ketersediaan barang, (6) Ikut menjaga stok nasional dalam rangka menjaga ketahanan dan ketersediaan pangan nasional, (7) Lalu lintas perdagangan komoditas menjadi lebih terpantau, (8) Bisa menjamin ketersediaan bahan baku industri, khususnya agroindustri, (9) Mampu melakukan efisiensi baik logistik maupun distribusi, (0) Dapat memberikan kontribusi fiskal kepada pemerintah, dan () Mendorong tumbuhnya industri pergudangan dan bidang usaha yang terkait dengan Sistem Resi Gudang lainnya. Sedangkan dalam aspek ketersediaan dana, menurut BRI (2008) secara teori peluang pengembangan SRG sebagai alternatif pembiayaan pertanian dengan dukungan perbankan sangat terbuka. Hal ini didasarkan pada argumen sebagai berikut: () secara kumulatif potensi pertanian besar, (2) jangka waktu kredit SRG relatif pendek, (3) analisis kelayakan nasabah dilaksanakan oleh Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK), pengelola gudang dan asuransi, serta (4) bank hanya deal dengan dokumen resi gudang.

20 8 Perkembangan Pelaksanaan SRG Perkembangan pelaksanaan SRG pada masa-masa awal terbilang sangat lambat. Sebagaimana dilaporkan oleh Suhendra (2008), bahwa sejak UU SRG diperkenalkan pada tahun 2007 sebagai sebuah alternatif pembiayaan keuangan bagi para petani, ternyata penerimaannya masih terbilang rendah. Setidaknya hal ini dapat dilihat berdasarkan proyek percontohan SRG di empat daerah, yaitu di Indramayu, Banyumas, Jombang untuk komoditas gabah dan Gowa untuk komoditas jagung. Dari proyek tersebut, hanya 305 ton komoditas dikeluarkan sebagai surat berharga (resi) gudang yang mencakup 5 resi gudang dengan nilai kurang lebih Rp miliar. Laporan Bappebti 20 menunjukkan bahwa sejak diundangkannya Undang-Undang No 9 Tahun 2006 tentang SRG dan diimplementasikan tahun 2008 pemanfaatan SRG sampai dengan tahun 200 terus mengalami peningkatan. Hal tersebut ditunjukkan dengan penerbitan resi gudang yang mencapai 57 resi gudang untuk komoditas gabah di enam kabupaten (Indramayu, Banyuwangi, Sidrap, Pinrang, Subang dan Barito Kuala) dengan volume ton dan total nilai Rp 8.7 milyar. Pemanfaatan resi gudang untuk agunan pembiayaan sebanyak 36 resi gudang dengan nilai Rp 4.2 milyar. Walaupun tren perkembangan SRG cukup positif yaitu tercermin dari peningkatan volume dan nilai resi gudang, namun dibandingkan dengan jumlah total komoditas pertanian yang ada serta keikutsertaan petani atau stakeholder lain maka SRG terbilang masih minim. Sebagai ilustrasi, pada tahun 200 produksi gabah nasional mencapai 66.4 juta ton GKG. Sementara pada tahun tersebut SRG hanya mampu menyerap ton atau persen dari total produksi. Nampaknya masih ada beberapa kendala yang dihadapi SRG sehingga dalam implementasinya belum dapat optimal (BAPPEBTI 20). Manfaat SRG Hasil kajian empiris dan ilmiah tentang manfaat SRG, terutama untuk petani, masih sangat terbatas. Namun dari studi Kurniawan (2009) di Kabupaten Majalengka tentang SRG menyimpulkan bahwa dari hasil struktur pendapatan usahatani padi, petani yang berpartisipasi di SRG memiliki pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan petani Non SRG. Dengan demikian, SRG memiliki kemampuan menghasilkan penerimaan tunai yang lebih baik. Hasil studi Yudho (2008) juga menunjukkan SRG cukup efektif dan memberikan manfaat lindung nilai bagi petani. Biaya untuk resi gudang masih lebih rendah dibandingkan penerimaan yang diterima dengan mengikuti SRG. Febrian (20) juga menunjukkan SRG yang disediakan pemerintah untuk membantu petani dalam upaya meningkatkan pendapatan petani memiliki beberapa manfaat, yaitu manfaat secara non ekonomi dan manfaat ekonomi. Manfaat non ekonomi yang dirasakan oleh petani yang memanfaatkan SRG adalah manfaat penyimpanan, manfaat jaminan mutu, manfaat pemasaran dan manfaat pembiayaan. Manfaat ekonomi yang dirasakan oleh petani adalah petani yang memanfaatkan SRG memperoleh harga jual yang lebih baik dibandingkan petani yang tidak memanfaatkan SRG. Pendapatan petani yang memanfaatkan SRG lebih besar daripada petani konvensional. Kegiatan usahatani yang dilakukan

21 oleh petani yang memanfaatkan SRG lebih baik jika dibandingkan dengan petani konvensional. Manfaat Bantuan Permodalan dalam Peningkatan Pendapatan Pertanian Modal merupakan salah satu faktor penting dalam suatu usaha termasuk usahatani. Modal ekonomi dalam pertanian merupakan modal uang atau barang yang bersama-sama dengan faktor produksi lahan, alat-alat pertanian, bibit, pupuk dan tenaga kerja untuk menghasilkan produk-produk pertanian. Namun banyak kalangan petani yang memiliki permasalahan dalam mendapatkan modal, oleh sebab itu pemerintah melakukan berbagai macam tindakan untuk membantu kesulitan modal tersebut. Salah satu jenis bantuan permodalan yang dilakukan oleh pemerintah adalah Kredit Usaha Penunjang Ekonomi Masyakat (KUPEM) yang merupakan sistem kredit yang memainkan peranan penting dalam pembangunan yakni menyediakan modal bagi rumah tangga dan merupakan salah satu upaya mengurangi kemiskinan. Taryoto (992) menyatakan tambahan modal tersebut sangat berarti bagi usaha rumah tangga pedesaan yang menghadapi keterbatasan modal dan kepemilikan asset, sehingga banyak membantu dan menunjang modal usaha (Syafa at dan Djauhari 992), dan juga dapat memacu adopsi teknologi (Sumaryanto et al. 992). Oleh karena itu, penyediaan kredit bagi rumah tangga di pedesaan adalah mutlak (Syukur et al. 999) yaitu melalui kredit produksi dengan bunga dan tenggang waktu pengembalian kredit disesuaikan dengan kemampuan rumah tangga. Kredit selain berfungsi sebagai faktor pelancar dalam pembangunan, sistem pendukung pengembangan teknologi, juga merupakan salah satu critical point of development atau simpul kritis pembangunan yang efektif (Syukur et al. 999). Kredit merupakan salah satu instrumen utama untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat (Seibel dan Parhusip, 998), karena kredit untuk tujuan produktif memberikan kesempatan rumah tangga untuk memulai atau mengembangkan usaha rumah tangga (Feder et al. 990), sehingga dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga (Zeller et al. 997), karena kesediaan petani menanggung resiko (Zeller et al. 998) bilamana kredit digunakan untuk tujuan produktif. Kendala Penerapan SRG Masih minimnya implementasi SRG, harus dipandang sebagai pekerjaan rumah bagi semua pihak yang concern dalam masalah ini. Salah satu poin penting dari rancangan awal penerapan resi gudang adalah sebagai sarana membantu petani untuk terhindar dari kerugian pada saat harga komoditas yang diproduksinya turun dengan cara menjaminkan produknya ke resi gudang. Dari penjaminan itu para petani akan mendapatkan surat berharga atau resi jaminan yang bisa diagunkan ke perbankan atau non bank untuk mendapatkan kredit. Ariyani (2008) mengungkapkan bahwa implementasi resi gudang masih menemukan banyak hambatan di lapangan. Hambatan tersebut antara lain terbatasnya jumlah gudang penyimpan hasil pertanian dan sikap petani yang tidak sabar dengan sistem tunda jual produk yang diagunkan tersebut. Faktor yang dianggap crucial menjadi penyebab lambatnya implementasi SRG adalah masih 9

22 0 terbatasnya sosialisasi mengenai SRG terutama di daerah-daerah sentra penghasil komoditas pertanian. BRI (2008) telah mengidentifikasi berbagai kendala yang dapat menghambat implementasi SRG, diantaranya: () biaya yang harus dikeluarkan oleh pemilik komoditas relatif lebih besar dibanding skema Collateral Management Agreement (CMA), mengingat banyaknya lembaga yang terlibat pada SRG, (2) kuantitas komoditas petani relatif kecil sehingga apabila diresigudangkan tidak sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan, (3) belum adanya pihak yang berfungsi sebagai off taker, dan (4) kuantitas, independensi dan profesionalisme LPK perlu ditingkatkan. Peran sektor perbankan juga masih belum dapat optimal. Hasil studi Riana 200 mengungkapkan bahwa sektor perbankan sebagai komponen pendukung SRG belum banyak yang menggunakan resi gudang sebagai hak jaminan. Hal tersebut dikarenakan timbul beberapa masalah dalam pelaksanaannya. Masalah-masalah tersebut antara lain biaya yang cukup besar, belum meratanya pembangunan fasilitas pendukung, pembiayaan dikucurkan untuk jangka waktu yang pendek, keraguan sektor perbankan untuk menggunakan SRG dan kurangnya pemahaman mengenai arti penting dan manfaat resi gudang. Sementara itu, menurut Sadarestuwati (2008) sebagai instrumen yang relatif baru, keberadaan SRG masih menghadapi sejumlah permasalahan, diantaranya: () minimnya sarana dan prasarana, (2) kualitas barang masih rendah (mutu/keseragaman), (3) beban biaya, (4) kurangnya tingkat kepercayaan dari lembaga keuangan atau bank, (5) tingkat suku bunga yang masih terlalu tinggi serta (6) hubungan antar lembaga yang kurang sinergis. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Hubungan Supply dan Demand Komoditas Pertanian Secara umum apabila persediaan atau jumlah barang yang ditawarkan produsen melimpah maka harga pasar akan turun, dan apa bila persediaan barang terbatas maka harga pasar akan naik. Permintaan terhadap barang dan jasa merupakan jumlah total permintaan konsumen terhadap barang dan jasa pada tingkat harga dan periode waktu tertentu. Teori permintaan menerangkan hubungan antara jumlah permintaan dan harga. Dalam menganalisa permintaaan perlu dibedakan perbedaan antara permintaan dan jumlah barang yang diminta. Permintaan merupakan keadaan keseluruhan hubungan diantara harga dan jumlah permintaan. Sedangkan jumlah barang yang diminta merupakan banyaknya permintaan pada tingkat harga tertentu. Hubungan antara jumlah permintaan dan harga ini menimbulkan adanya hukum permintaan. Hukum permintaan merupakan hipotesis yang menyatakan bahwa semakin rendah harga suatu barang, maka

23 semakin banyak permintaan atas barang tersebut, begitupun sebaliknya (Nicholson 999). Teori penawaran menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah penawaran dan harga. Hubungan jumlah penawaran dan harga ini menimbulkan adanya hukum penawaran, yang menyatakan bahwa semakin tinggi harga suatu barang, maka semakin banyak jumlah barang tersebut yang akan ditawarkan oleh penjual. Sebaliknya, semakin rendah harga suatu barang, maka semakin sedikit jumlah barang tersebut yang ditawarkan oleh penjual (Nicholson 999). Salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya permintaan atas hasil produksi pertanian yaitu bertambahnya jumlah penduduk dan perubahan perilaku konsumen. Disamping itu adanya kenaikan jumlah pendapatan mengakibatkan konsumen cenderung untuk meningkatkan pola konsumsinya. Faktor lain yang menentukan bertambahnya jumlah permintaan adalah harga dari komoditas pertanian tersebut serta harga barang subtitusi dan harga barang komplementer. Namun di lain sisi, kondisi supply komoditas pertanian yang melimpah mengakibatkan harga komoditas tersebut turun karena para petani tidak memiliki pilihan lain selain menjual hasil panen raya saat itu juga, hal tersebut dapat dilihat lebih jelas dalam Gambar. Pada saat panen raya, kuantitas supply komoditas pertanian yang meningkat mengakibatkan kurva supply bergeser dari kurva S menuju kurva S dan pada kurva demand yang tidak berubah menyebabkan harga bergerak turun dari harga P menuju harga P. Berbeda dengan pada saat panen raya dengan adanya program SRG, petani melakukan tunda jual dengan cara menyimpan supply yang ada di dalam gudang SRG, sehingga tidak adanya over supply. Hal ini menyebabkan kurva S yang tidak bergeser dan harga P tetap. Gambar Keseimbangan pasar pada saat panen raya Pembiayaan Usaha pertanian Secara umum pembiayaan merupakan salah satu kegiatan dari manajemen keuangan dan disebut pula sebagai Financing. Pembiayaan merupakan kegiatan penentuan kebutuhan modal, jenis-jenis permodalan, sumber-sumber permodalan, dan menyalurkannya secara efektif dan efisien kedalam kegiatan usaha yang telah direncanakan. Usaha pertanian disebut juga sebagai usaha agribisnis yaitu rangkaian kegiatan usaha pertanian yang terdiri atas empat sub sistem, yaitu (a) subsistem hulu yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi (input) pertanian; (b) subsistem pertanian primer yaitu kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi yang dihasilkan subsistem hulu; (c) subsistem agribisnis hilir yaitu yang mengolah dan memasarkan komoditas pertanian; (d)

24 2 subsistem penunjang yaitu kegiatan yang menyediakan jasa penunjang antara lain permodalan, teknologi dan lain-lain (Kementerian Pertanian 2008). Dengan demikian maka pembiayaan usaha pertanian adalah merupakan kegiatan penentuan kebutuhan modal, menentukan sumber-sumber permodalan, dan menyalurkannya secara efektif dan efisien untuk kegiatan usaha pertanian. Permodalan merupakan salah satu faktor produksi penting dalam usaha pertanian. Dalam operasionalisasi usaha pertanian seringkali pelaku agribisnis mengalami kesulitan didalam memenuhi kebutuhan modal usahanya seperti tidak terpenuhinya jumlah modal yang dibutuhkan dan terbatasnya aksesibilitas terhadap sumber-sumber permodalan. Permodalan untuk mendukung kegiatan usaha pertanian dapat berasal dari dua sumber yaitu modal sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri diperoleh dari pemilik usaha pertanian yang diperoleh dari penjualan saham, sedangkan modal pinjaman diperoleh dari pihak luar dalam bentuk pinjaman atau kredit (Mubyarto 972). Pada musim panen raya, harga komoditi umumnya mengalami penurunan. Karena terdesak kebutuhan hidup dan memerlukan modal usaha untuk kelanjutan musim tanam berikutnya, petani biasanya tidak punya pilihan dengan menjual komoditi yang dimilikinya. Disamping itu, petani juga biasanya menghadapi kesulitan untuk meminjam dana dari lembaga perbankan karena tidak mempunyai jaminan. Akibatnya, petani mengadaikan/ mengijonkan komoditi yang dimiliki dengan harga jual yang rendah. Sebagai solusi, maka petani dapat melakukan tunda jual komoditi pada saat harga jatuh melalui mekanisme SRG. Dengan skema SRG, komoditi yang disimpan tetap menjadi milik petani dengan dibuktikan adanya penerbitan surat bukti kepemilikan penyimpanan komoditi di gudang. Dokumen resi gudang pun dapat diagunkan petani ke bank sebagai jaminan untuk mendapatkan pembiayaan. Resi gudang sendiri berarti dokumen atau surat bukti kepemilikan barang yang disimpan di gudang. Dokumen ini diterbitkan oleh pengelola gudang yang telah mendapat persetujuan dari BAPPEBTI (BAPPEBTI 202). Konsep Usahatani Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Keberhasilan dalam suatu usahatani dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor-faktor pada usahatani itu sendiri (faktor internal) dan faktor-faktor di luar usahatani (faktor eksternal). Faktor-faktor internal usahatani terdiri dari petani pengelola, tanah usahatani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, jumlah keluarga, dan kemampuan petani dalam mengaplikasikan penerimaan keluarga. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari sarana transportasi dan komunikasi, harga output, harga faktor produksi, fasilitas kredit, dan penyuluhan bagi petani (Suratiyah 2008). Sementara itu, usahatani diklasifikasikan menurut corak dan sifat, organisasi, pola dan tipe usahataninya;. Corak dan Sifat Berdasarkan corak dan sifat, usahatani dibagi menjadi usahatani subsisten dan usahatani komersil. Usahatani subsisten adalah usahatani yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sedangkan usahatani komersil

25 adalah usahatani yang dilakukan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, melainkan juga untuk memperoleh keuntungan. 2. Organisasi Berdasarkan organisasinya, usahatani dibagi menjadi usahatani individual, kolektif dan kooperatif. Usahatani individual merupakan usahatani yang seluruh prosesnya dilakukan oleh petani sendiri beserta keluarganya mulai dari perencanaan, mengolah tanah, hingga pemasaran ditentukan sendiri. Usahatani kolektif merupakan usahatani yang seluruh proses produksinya dikerjakan bersama oleh suatu kelompok kemudian hasilnya dibagi dalam bentuk natura maupun keuntungan. Sedangkan usahatani kooperatif merupakan usahatani yang setiap prosesnya dikerjakan secara individual, namun kegiatan yang penting dikerjakan oleh kelompok, seperti pembelian saprodi, pemberantasan hama, pemasaran hasil, dan pembuatan saluran. 3. Pola Berdasarkan polanya, usahatani dibagi menjadi usahatani khusus, tidak khusus dan campuran. Usahatani khusus merupakan usahatani yang hanya mengusahakan satu cabang usahatani saja, seperti usahatani peternakan, perikanan, dan tanaman pangan. Usahatani tidak khusus merupakan usahatani yang mengusahakan beberapa cabang usaha bersama namun terdapat batas yang tegas. Usahatani campuran merupakan usahatani yang mengusahakan beberapa cabang secara bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa batas yang tegas, seperti tumpang sari dan mina padi. 4. Tipe Berdasarkan tipenya, usahatani dibagi menjadi usahatani berdasarkan komoditas yang diusahakan, seperti usahatani ayam, usahatani kambing, dan usahatani jagung. Setiap komoditas dapat menjadi tipe usahatani. Konsep Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani merupakan hasil pengurangan antara penerimaan total dari kegiatan usahatani dengan biaya usahatani, dimana besar pendapatan sangat tergantung pada besarnya penerimaan dan biaya usahatani tersebut dalam jangka waktu tertentu. Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui keberhasilan usahatani dilihat dari pendapatan yang diterima. Pendapatan yang semakin besar mencerminkan keberhasilan petani yang semakin baik. Dengan dilakukannya analisis tersebut, petani dapat melakukan perencanaan kegiatan usahatani yang lebih baik di masa yang akan datang. Soekartawi et al. (2002) menjelaskan bahwa terdapat beberapa istilah yang dipergunakan dalam menganalisis pendapatan usahatani, yaitu: () Penerimaan tunai usahatani merupakan nilai yang diterima dari penjualan produk usahatani, (2) Pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani, (3) Pendapatan tunai usahatani adalah produk usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual, (4) Pengeluaran total usahatani merupakan nilai semua yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam kegiatan produksi termasuk biaya yang diperhitungkan, (5) Pendapatan total usahatani adalah selisih antara penerimaan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Dalam melakukan analisis usahatani, diperlukan data-data yang terkait dengan penerimaan dan biaya usahatani selama jangka waktu tertentu. Penerimaan usahatani adalah hasil 3

26 4 perkalian antara jumlah produksi yang diperoleh dengan harga jual dari hasil produksi tersebut selama jangka waktu tertentu. Sedangkan biaya usahatani adalah total pengeluaran petani yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani selama jangka waktu tertentu. Biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya tetap dan dikeluarkan terus menerus tanpa terpengaruh oleh faktorfaktor produksi yang digunakan dan jumlah produk yang dihasilkan. Salah satu contoh dari biaya tetap adalah pajak. Sementara biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yang digunakan dan jumlah produk yang dihasilkan. Salah satu contoh dari biaya variabel adalah biaya untuk tenaga kerja, dimana penggunaan tenaga kerja yang lebih banyak akan menyebabkan biaya tenaga kerja yang lebih tinggi. Pendapatan usahatani terbagi menjadi pendapatan tunai usahatani dan pendapatan total usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan total usahatani mengukur pendapatan kerja petani dari seluruh biaya usahatani yang dikeluarkan. Pendapatan bersih usahatani diperoleh dari selisih penerimaan usahatani dengan biaya total usahatani. Analisis R/C rasio merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui pendapatan usahatani. Dengan dilakukannya analisis R/C rasio, maka akan diketahui besar penerimaan usahatani yang diperoleh petani untuk setiap satuan biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Nilai R/C rasio yang dihasilkan dapat bernilai lebih satu atau kurang dari satu. Jika nilai R/C rasio lebih besar dari satu, maka setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya tersebut. Sebaliknya jika nilai R/C rasio lebih kecil dari satu, maka setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya tersebut. Sedangkan jika nilai R/C rasio sama dengan satu, maka tambahan biaya yang dikeluarkan akan sama besar dengan tambahan penerimaan yang didapat, sehingga diperoleh keuntungan normal. Pada dasarnya semakin besar nilai R/C rasio yang didapat menggambarkan semakin besarnya penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap satuan biaya yang dikeluarkan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan usahatani tersebut layak dan menguntungkan untuk dilakukan. Kerangka Pemikiran Operasional Kabupaten Jombang merupakan salah satu daerah di Provinsi Jawa Timur yang memiliki produksi komoditas padi yang cukup besar, dimana seharusnya hal tersebut dipertahankan dan bahkan dapat ditingkatkan lagi. Meski demikian, masih terdapat kendala yang menjerat para petani dan kelompok tani khususnya Kelompok Tani Ngaren, diantaranya adalah tidak adanya sumber informasi yang dapat dijadikan referensi oleh petani guna mengetahui informasi harga. Petani hanya menerima harga jual pada saat panen raya, dimana pada saat panen raya harga gabah turun dikarenakan stok gabah yang berlimpah. Penurunan harga gabah saat panen raya juga disebabkan oleh sedikitnya petani yang dapat menunda hasil penjualannya. Hal ini dikarenakan tidak adanya lantai jemur dan tidak

27 adanya tempat penyimpanan gabah, sehingga petani terpaksa menjual langsung hasil panennya pada saat panen raya. Kebutuhan akan dana untuk dijadikan modal untuk musim tanam berikutnya pun menjadi alasan yang kerap muncul sehingga mengakibatkan petani menjual cepat hasil panennya. Hasil penerimaan dari penjualan langsung pada saat panen raya digunakan petani untuk modal pada musim tanam selanjutnya. Tidak sedikit petani yang mengalami keterbatasan modal yang dapat mengakibatkan terhambatnya para petani dalam pengelolaan dan pengembangan usahataninya. Meski ada sejumlah lembaga keuangan formal yang dapat menjadi sumber pembiayaan, hanya sedikit petani yang memanfaatkannya. Ketiadaan jaminan kredit berupa aset tetap (fixed asset) menjadi salah satu penyebabnya. Akses ke lembaga keuangan tidak saja terasa jauh bagi petani, tapi juga sejumlah prosedur yang diterapkan lembaga keuangan formal, tingkat bunga komersial yang tidak sesuai dengan beban petani, serta atas nama prinsip kehati-hatian perbankan, membuat petani tidak menjadikannya pilihan dalam pembiayan. Akumulasi dari berbagai permasalahan yang dihadapi petani di Ngaren tersebut mengakibatkan petani tidak dapat mendapatkan penerimaan yang maksimum, dimana seharusnya petani mendapatkan penerimaan dari harga jual terbaik apabila berbagai permasalahan tersebut dapat teratasi. Dalam usaha menanggulangi berbagai permasalahan tersebut serta meningkatkan kesejahteraan petani, pemerintah mengeluarkan salah satu kebijakan baru yaitu SRG dengan UU Nomor 9 Tahun 2006 tentang SRG. Salah satu SRG tersebut berada di Kecamatan Perak Kabupaten Jombang Jawa Timur. Tujuan dibangunnya Gudang tersebut di Jombang karena Jombang merupakan daerah penghasil komoditas unggulan padi di Jawa Timur. Namun pada kenyataannya, penerapan SRG di Kecamatan Perak Kabupaten Jombang dinilai masih belum berjalan optimal. Kurang optimalnya pelaksanaan gudang di Jombang terlihat pada saat musim panen April 203 saat petani melaksanakan SRG, sedangkan pada saat musim panen April 204 petani sudah tidak melaksanakan SRG. Perlu diketahui apa penyebab berhentinya penggunaan gudang SRG di wilayah tersebut, oleh karena itu, diperlukan penelitian dengan tujuan mendeskripsikan keragaan pelaksanaan SRG dengan melihat komponen seperti prosedur SRG, spesifikasi gudang, kelembagaan SRG, peryaratan SRG, dan sosialisasi SRG. Selain menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan SRG di Kecamatan Perak tidak dapat berjalan dengan optimal, analisis pengaruh SRG terhadap pendapatan usahatani padi di Kecamatan Perak Kabupaten Jombang juga diperlukan untuk menilai seberapa besar pengaruh SRG terhadap peningkatan pendapatan petani yang berujung pada peningkatan kesejahteraan petani. Dari dua faktor utama SRG tersebut, dilakukan penelitian yang lebih mendalam sehingga diharapkan adanya rekomendasi terbaik untuk penerapan SRG kedepannya dan dapat membatu pihak terkait khususnya kelompok tani dalam pengambilan keputusan untuk menjalankan atau menerapkan sistem usahatani yang lebih menguntungkan bagi anggotanya. Adapun bagan kerangka operasional dapat dilihat pada Gambar 2. 5

28 6 Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional

29 7 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Dusun Ngaren, Desa Plosogenuk, Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, yaitu salah satu pelaksana SRG pada musim panen April 203. Lokasi dipilih secara sengaja dengan pertimbangan Jawa Timur merupakan daerah pengguna SRG dengan kuantitas penyimpanan barang terbesar menurut data PT Pertani (Persero) dari tahun 200 hingga 204. Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan, yakni pada bulan Maret hingga Mei 204. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan berupa data hasil pengajuan pertanyaan tertulis maupun wawancara kepada pihak petani anggota Kelompok Tani Ngaren mengenai usahatani dan SRG yang telah dilakukan, serta wawancara kepada salah satu karyawan PT Pertani (Persero) selaku pengelola gudang SRG Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang. Sedangkan data sekunder merupakan pendukung data primer yang diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti Dinas Pertanian Kabupaten Jombang dan instansi-instansi terkait lainnya. Data sekunder juga diperoleh melalui beberapa literatur berupa data pemanfaatan SRG yang pernah dilakukan berkaitan dengan kegiatan penelitian. Metode Pengambilan Contoh Penentuan petani responden dilakukan dengan menggunakan metode Simple Random Sampling dengan cara memilih secara acak petani responden yang pernah melaksanakan SRG dan sudah tidak melaksanakan SRG pada Kelompok Tani Ngaren. Jumlah responden yang diambil adalah 40 petani, jumlah responden tersebut ditentukan dengan Metode Slovin dengan jumlah populasi (N) adalah 2 orang dan error (α) adalah 5%. Adapun rumus untuk menentukan jumlah responden dengan metoda slovin adalah sebagai berikut (Sevilla 2007): n= N/(+(N e 2 )).() dimana : n = Jumlah sampel dari metode slovin (orang) N = Jumlah populasi (orang) e = besaran error (%) Setelah responden didapatkan, dilakukan teknik wawancara recall yaitu teknik wawancara untuk memanggil kembali data-data yang ada di masa lalu dengan acuan data tren penggunaan input dari tahun ke tahun. Metode recall diperlukan karena petani tidak memiliki catatan penggunaan input dan output tiap tahunnya sehingga menyulitkan untuk melakukan perbandingan data dari tahun ke tahun. Petani dapat memperkirakan data tahun sebelumnya dengan menggunakan

30 8 data acuan tersebut. Dalam peggunaan metode ini diperlukan ketrampilan yang memadai agar data yang diperoleh masih dapat dikatakan valid dengan standar error sebesar 5%. Metode Pengolahan dan Analisis Data Tingkat Penerapan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang Analisis tingkat penerapan pelaksanaan SRG di Kecamatan Perak dilakukan untuk menjawab tujuan pertama dari penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan keragaan pelaksanaan SRG di Kecamatan Perak Kabupaten Jombang. Data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data kualitatif dari hasil wawancara langsung dengan petani yang dikuantitantifkan dengan metode skor dengan daftar komponen faktor penentu (impact point). Komponen dalam penerapan pelaksanaan SRG dibagi dalam lima komponen, yaitu sosialisasi SRG kepada petani, kelembagaan SRG, prosedur pelaksanaan SRG, pelaksanaan SRG, dan spesifikasi gudang SRG. Dalam melakukan analisis deskriptif komponen sosialisasi dipisahkan dengan komponen lainnya. Hal ini dikarenakan perbedaan bobot penilaian antara komponen sosialisasi dengan komponen lainnya. Penilaian sosialisasi dilakukan dengan menggunakan teknik scoring, dimana penilaian terdiri dari 4 rentang nilai. Nilai tertinggi sebesar 4 diperoleh apabila pelaksanaan sosialisasi SRG kepada petani dilaksanakan sesuai atau mendekati anjuran, nilai 2 dan 3 diperoleh apabila pelaksanaan sosialisasi SRG kepada petani dilaksanakan tidak sesuai anjuran, dan nilai diberikan jika pelaksanaan sosialisasi SRG kepada petani tidak dilakukan. Hal tersebut digunakan karena terdapat jumlah frekuensi tertentu yang tetapkan berdasarkan SOP. Pengukuran pelaksanaan sosialisasi dilakukan dengan cara perbandingan antara SOP yang ada dengan pelaksanaan sebenarnya. Bobot pelaksanaan komponen sosialisasi maksimum adalah sebesar 4. Indikator pelaksanaan komponen sosialisasi dapat dilihat pada Lampiran 2. Penilaian komponen kelembagaan SRG, prosedur pelaksanaan SRG, pelaksanaan SRG, dan spesifikasi gudang SRG dilakukan dengan menggunakan teknik scoring. Namun bobot nilai yang digunakan adalah 0 dan. Dimana 0 adalah tidak terpenuhinya SOP, dan adalah terpenuhinya SOP. Hal tersebut dilakukan karena pada komponen-komponen tersebut tidak terdapat frekuensi atau selang pelaksanaan yang ditentukan. Bobot pelaksanaan komponen kelembagaan maksimum adalah sebesar 36, bobot pelaksanaan komponen prosedur maksimum adalah sebersar 38, bobot spesifikasi gudang maksimum adalah sebesar 48. Untuk bobot persyaratan SRG terbagi menjadi tiga komponen, yaitu komponen persyaratan barang SRG dengan bobot maksimum sebesar, komponen persyaratan petani atau kelompok tani dengan bobot maksimum sebesar 5, dan komponen persyaratan mutu barang sebesar 7. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9. Cara perhitungan tingkat penerapan pelaksanaan SRG di Kecamatan Perak yang dilakukan oleh responden dilakukan dengan menjumlahkan nilai dari masing-masing faktor penentu yang telah disebutkan. Adapun cara perhitungan persentase (%) tingkat penerapan dari masing-masing komponen penerapan pelaksanaan SRG di Kecamatan Perak oleh responden adalah sebagai berikut:

31 9 (2) dimana: % TPT = Persentase (%) tingkat penerapan teknologi dari komponen teknologi tertentu Bobot actual = Penjumlahan bobot dari masing-masing sampel untuk komponen teknologi PTT tertentu Bobot maksimum = Bobot maksimum yang dapat diperoleh keseluruhan sampel untuk komponen teknologi PTT tertentu Selanjutnya, tingkat penerapan pelaksanaan SRG di Kecamatan Perak oleh responden diklasifikasikan ke dalam tiga golongan: rendah, sedang, dan tinggi, dimana pembagian interval kelas dilakukan dengan rumus Sturges. Rumus Sturges merupakan sebuah rumus untuk menentukan jumlah kelas interval kelas yang sebaiknya digunakan dalam pengelompokan data (Supranto, 2008). Rumus Sturges dapat dituliskan sebagai berikut: I = r / k. (3) dimana: I = interval kelas r = rentang (selisih nilai terbesar dengan terkecil) k = jumlah interval kelas Dari rumus tersebut, didapatkan pembagian kelas tingkat penerapan pelaksanaan SRG di Kecamatan Perak untuk komponen sosialisasi sebagai berikut: Rendah : Sedang : Tinggi : Dari rumus tersebut, didapatkan pula pembagian kelas tingkat penerapan pelaksanaan SRG di Kecamatan Perak untuk komponen kelembagaan SRG, prosedur pelaksanaan SRG, pelaksanaan SRG, dan klasifikasi gudang SRG sebagai berikut: Rendah : Sedang : Tinggi : Analisis Penerimaan Usahatani Analisis pendapatan bertujuan untuk menganalisis pendapatan petani saat melaksanakan SRG pada musim panen April 203 dan pendapatan petani saat sudah tidak melaksanakan SRG pada musim panen April 204 berdasarkan penerimaaan dan biaya usahatani yang dikeluarkan, sedangkan pendapatan total usahatani merupakan selisih antara penerimaan total dengan pengeluaran total.

32 20 Penerimaan total usahatani (total farm revenue) merupakan nilai produk dari usahatani yaitu harga produk dikalikan dengan total produksi periode tertentu. Total biaya atau pengeluaran adalah semua nilai faktor produksi yang dipergunakan untuk menghasilkan suatu produk dalam periode tertentu. Rumus penerimaan, total biaya dan pendapatan adalah (Soekartawi, 986): TR = P x Q (4) TC = biaya tunai + biaya diperhitungkan.... (5) Π atas biaya tunai = TR - biaya tunai... (6) Π atas biaya total = TR ± TC... (7) Keterangan : TR : total penerimaan usahatani yang dijual dalam bentuk gabah (Rp) TC : total biaya usahatani (Rp) P : harga output (Rp/Kg) Q : jumlah output (Kg) Π : pendapatan atau keuntungan (Rp) Pendapatan dianalisis berdasarkan biaya tunai dan biaya tidak tunai atau biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai digunakan untuk melihat seberapa besar likuiditas tunai yang dibutuhkan petani untuk menjalankan kegiatan usahataninya. Biaya tidak tunai digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani jika penyusutan, sewa lahan dan nilai kerja keluarga diperhitungkan. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio) R/C rasio digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani. Salah satu ukuran efisiensi penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan adalah analisis R/C yang menunjukkan perbandingan antara nilai output terhadap nilai inputnya yang bertujuan untuk mengetahui kelayakan dari usahatani yang dilaksanakan. Selain itu R/C rasio juga merupakan perbandingan antara penerimaan dengan pengeluaran usahatani. Rasio R/C yang dihitung dalam analisis ini terdiri dari R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. Rumus analisis imbangan penerimaan dan biaya usahatani adalah sebagai berikut (Soekartawi, 986): R/C rasio atas biaya tunai = TR / biaya tunai...(8) R/C rasio atas biaya total = TR / TC (9) Keterangan : TR : total penerimaan usahatani (Rp) TC : total biaya usahatani (Rp) Suatu usaha dapat dikatakan menguntungkan dan layak untuk diusahakan apabila nilai R/C rasio lebih besar dari satu (R/C > ), makin tinggi nilai R/C menunjukkan bahwa penerimaan yang diperoleh semakin besar. Namun apabila nilai R/C lebih kecil dari satu (R/C < ), usaha ini tidak mendatangkan keuntungan sehingga tidak layak untuk diusahakan (Soekartawi, 986).

33 2 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Karakteristik Wilayah Desa Plosogenuk merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Perak Kabupaten Jombang Jawa Timur. Secara umum karakteristik wilayah Desa Plosogenuk dapat dilihat dari aspek fisik yang meliputi letak, luas, topografi dan kondisi iklim. Desa Plosogenuk merupakan Desa yang terletak ± 8 Km dari pusat Pemerintahan Kecamatan Perak. Desa Plosogenuk terdiri dari 3 Dusun 7 RW (Rukun Warga) dan 27 RT (Rukun Tetangga). Secara administratif, Desa Plosogenuk memiliki bawas wilayah yaitu sebelah utara berbatasan dengan Desa Banjardowo Kecamatan Jombang, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kalangsemanding Kecamatan Perak, sebelah barat berbatasan dengan Desa Tinggar Kecamatan Bandarkedungmulyo, dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Sukorejo Kecamatan Perak. Luas wilayah Desa Plosogenuk adalah Ha. Menurut jenis penggunaan tanahnya, pemukiman atau perumahan seluas Ha, sawah seluas Ha, dan tegal seluas Ha. Sebagian besar wilayah Desa Plosogenuk adalah berupa dataran. Secara agraris tanah sawah juga relatif luas sebagai lahan penanaman untuk tanaman semusim. Padi merupakan komoditas unggulan Desa Plosogenuk dengan luas panen seluas 20 Ha, produksi sebanyak kwt dan volume sebanyak 70 kwt/ha. Selain padi, holtikultura seperti jagung dan tebu merupakan salah satu potensi agribisnis yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Topografi Desa Plosogenuk sebagian besar terdiri dari wilayah dataran memiliki kondisi iklim tropis dengan ketinggian rata-rata 59 meter diatas permukaan laut, serta suhu berkisar antara 26 C hingga 37 C. Rata-rata curah hujan rata-rata setiap tahunnya sekitar 600 mm dan curah hujan tertinggi berada pada bulan Februari dan Maret. Sosial Ekonomi Masyarakat Banyak sedikitnya penduduk miskin merupakan salah satu indikator kesejahteraan suatu masyarakat, namun ini juga bukan merupakan suatu hal yang mutlak. Berdasarkan kalisifikasi BKKBN di Desa Plosogenuk terdapat 94 keluarga yang tergolong Prasejahtera, 278 keluarga kategori sejahtera I, Sejahtera II sebanyak 835 keluarga, 25 keluarga kategori Sejahtera III dan 5 keluarga Sejahtera III +. Jumlah penduduk di Desa Plosogenuk pada Tahun 202 adalah sebanyak jiwa, yang terdiri dari laki-laki 2 02 jiwa dan perempuan 2 24 jiwa. Berdasarkan Tabel 4, mata pencaharian penduduk di Desa Plosogenuk sebagian besar masih berada di sektor pertanian, yaitu 322 orang bermatapencaharian sebagai petani dan 44 orang bermatapencaharian sebagai buruh tani. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian memegang peranan penting dalam bidang ekonomi masyarakat. Data menurut mata pencaharian penduduk dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.

34 22 Tabel 4 Data penduduk menurut mata pencaharian No Mata Pencaharian Jumlah Penduduk Petani Buruh Tani 44 3 Pegawai Negeri 28 4 Tukang Batu/Kayu 44 5 Angkutan 3 6 ABRI 9 7 Pensiunan 20 8 Pedagang 85 9 Lain-lain 96 Sumber: Data Potensi Sosial Ekonomi Desa Tahun 202 Profil Kelompok Tani Ngaren Kelompok Tani Ngaren disahkan dengan Surat Keterangan Bupati pada tahun 2007, merupakan suatu organisasi petani yang terdapat di Desa Plosogenuk. Kelompok Tani Ngaren terdiri dari 2 anggota petani yang mengusahakan padi dan jagung. Kelompok Tani Ngaren didirikan dengan tujuan sebagai wadah bagi para petani untuk pengembangkan potensi pertanian yang ada di Desa Plosogenuk sehingga akan menjadi lembaga yang akan memberikan bantuan dan solusi bagi para petani dalam menghadapi permasalahan yang muncul. Kelompok Tani Ngaren memiliki visi yaitu bersama-sama Kelompok Petani untuk mencapai kemakmuran bersama. Luas lahan yang dimiliki oleh Kelompok Tani Ngaren seluas 67 Hektar yang tersebar di wilayah Desa Plosogenuk Kecamatan Perak, Jombang. Struktur organisasi Kelompok Tani Ngaren akan dijelaskan pada Gambar 2 berikut. Gambar 3 Struktur organisasi Kelompok Tani Ngaren

35 23 Karakteristik Petani Responden Karakteristik petani responden yang akan dijelaskan diklasifikasikan menurut usia, tingkat pendidikan baik formal maupun informal, status usahatani, pengalaman usahatani dan status kepemilikan lahan. Keragaman karakteristik tersebut akan mempengaruhi keputusan petani responden dalam melakukan usahatani. Tabel 5 menunjukkan jenjang usia petani responden. Usia rata-rata responden dari hasil penelitian dikelompokkan dalam empat kelompok yaitu responden berusia tahun, tahun, tahun dan usia lebih dari 62 tahun. Pembagian kelompok tersebut berdasarkan perhitungan antar kuartil. Berdasarkan hasil penelitian, petani responden berusia tahun sebanyak 2 orang atau sebesar 30%, tahun sebanyak 9 orang atau sebesar 22.5%, tahun sebanyak orang atau sebesar 27.5%, dan lebih dari 62 adalah 8 orang atau 20%. Tabel 5 Sebaran usia responden Golongan Usia (Tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) > Jumlah Berdasarkan penelitian, tingkat pendidikan petani terbanyak adalah tidak lulus SD sebanyak 3 orang atau sebesar 32.5% dan posisi kedua adalah lulus SD sebanyak orang atau sebesar 27.5%. Tabel 6 menunjukkan tingkat pendidikan petani responden. Hal ini berhubungan dengan usia para petani yang tergolong usia lanjut dimana saat itu, pendidikan tidak terlalu penting bagi mereka, sehingga banyak petani responden yang kurang memiliki pendidikan yang tinggi. Tabel 6 Sebaran tingkat pendidikan responden Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) Tidak Lulus SD SD 27.5 SMP 6 5 SMA 8 20 Perguruan Tinggi 2 5 Jumlah Tingkat pengalaman usahatani padi dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu 4-26 tahun, tahun, tahun, dan lebih dari 46 tahun. Pembagian kelompok tersebut berdasarkan perhitungan antar kuartil. Tabel 7 menunjukkan tingkat pengalaman usahatani padi. Hal ini merupakan karakateristik yang cukup penting karena tingkat pengalaman usahatani dapat mempengaruhi tingkat pengambilan keputusan terhadap cara menjalankan usahatani dan pemilihan cara penjualan hasil usahatani. Berdasarkan penelitian, mayoritas tingkat pengalaman usahatani padi berada pada usia lebih dari 25 tahun. Hal ini dikarenakan mata pencaharian sebagai petani adalah mata pencaharian utama di Desa Plosogenuk yang sudah turun menurun.

36 24 Tabel 7 Sebaran tingkat pengalaman usahatani padi petani responden Tingkat Pengalaman (Tahun) Jumlah (orang) Presentase (%) > Jumlah Penguasaan lahan dibagi menjadi empat kelompok, yaitu dengan luas kurang dari 0.25 Ha, 0.25-<0.5Ha, dan 0.5-< Ha. Berdasarkan hasil penelitian, penguasaan luas lahan padi responden terbesar adalah 0.25-<0.5 Ha, yakni sebanyak 26 orang atau sebesar 65%. Namun demikian, penguasaan luas lahan tidak dapat menentukan jumlah hasil panen yang akan didapat oleh petani responden. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti modal, jumlah pupuk yang digunakan, serangan hama dan jenis pengairan sawah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran penguasaan luas lahan padi responden Luas Lahan (Ha) Jumlah (Orang) Persentase (%) < < < 6 5 Jumlah Jenis pengairan akan mempengaruhi besarnya pengeluaran oleh petani responden. Terdapat dua jenis sistem pengairan yang dilakukan oleh petani responden, yaitu pengairan teknis dan diesel. Pengairan teknis adalah jenis pengairan dimana lahan petani tidak memerlukan alat tambahan untuk mengairi sawahnya. Pengairan diesel memerlukan bantuan alat tambahan untuk mengairi lahannya karena lahan tersebut jauh dari sumber air. Berdasarkan hasil penelitian, 59 orang petani responden adalah jenis pengairan lahan teknis atau sebesar % dan 5 orang petani responden adalah jenis pengairan lahan diesel atau sebesar 7.825%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran jenis pengairan lahan padi responden Jenis Pengairan Jumlah (Orang) Persentase (%) Teknis Diesel 2 5 Jumlah Resi Gudang Jenis resi gudang yang diterbitkan adalah jenis resi gudang atas nama, yang diterbitkan oleh PT Pertani (Persero), untuk Kelompok Tani Ngaren, yang beralamat di Dusun Ngaren RT 03 RW 04 Plosogenuk Perak Kabupaten Jombang Jawa Timur. Pada tanggal 3 April 203 dengan nomor resi Komoditi barang yang disimpan adalah gabah dengan varietas Ciherang, sejumlah 370 Colly atau Kg. Mutu barang dengan kadar air 4%, gabah hampa 3%, gabah varietas lain 2%, butir rusak dan butir kuning 5%, butir merah %, butir mengapur dan gabah muda %, dan benda asing %. Mutu barang tersebut

37 merupakan kelompok kelas barang III. Mutu barang diuji oleh PT BPSMB Surabaya, selaku Lembaga Penilaian Kesesuaian Barang pada tanggal 3 April 203 dengan nomor 054/NS/IV/203. Lokasi gudang yang dipilih adalah Gudang Stimulus Fiskal Gudang 0 UPG. JATIM Perak-Jombang. Barang tersebut telah diasuransikan terhadap risiko kebakaran dengan nomor polis atau masa berlaku SA sejak tanggal 3 April 203 sampai dengan 3 Agustus 203 oleh Perusahaan Asuransi Sinar Mas Syariah. Struktur Organisasi SRG Struktur organisasi SRG adalah sebuah tingkatan koordinasi yang dilakukan dari atas ke bawah, yang dimulai dari Kementerian Perdagangan, BAPPEBTI, Dinas Perdagangan Tingkat I Provinsi, Dinas Perdagangan Tingkat II Kabupaten, hingga pengelola gudang. Selanjutnya terdapat jalur koordinasi khusus yang terjadi antara pengelola gudang dengan pelaksana SRG yang terdiri dari kelompok tani, koperasi, dan swasta. Lalu adapun jalur laporan yang dilakukan dari bawah ke atas yang terjadi antara pengelola gudang hingga Kementerian Perdagangan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar Gambar 4 Struktur organisasi SRG

38 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Pelaksanaan SRG Kecamatan Perak SRG di Kecamatan Perak Kabupaten Jombang diresmikan pada tanggal April 20. Pada saat itu juga terdapat tiga pelaksana SRG yaitu Kelompok Tani Sumber Sari dengan jumlah komoditi yang disimpan berbeda jumlahnya. Kemudian pada tahun 202 SRG di Kecamatan Perak terhenti. Dan aktif kembali pada tanggal 3 April 203 dengan dua pelaksana SRG, yaitu Kelompok Tani Ngaren dan Bapak Nurhadi. Pada tahun 204, SRG terhenti kembali. Gudang sudah tidak dimanfaatkan oleh patani atau kelompok tani setempat. Gudang yang sempat berjalan pada tahun 20 dan 203 serta berhenti berfungsi pada tahun 202 dan 204. Kondisi penggunaan gudang yang tidak stabil tergambar dari pengoperasian gudang yang fluktuatif tiap tahunnya. Meskipun terdapat fungsifungsi yang ditawarkan oleh SRG, SRG tersebut tetap tidak dapat berjalan dengan baik. Keragaan pelaksanaan SRG di Kecamatan Perak dinilai berdasarkan komponen sosialisasi SRG, kelembagaan SRG, prosedur SRG, spesifikasi gudang SRG, dan persyaratan SRG. Berdasarkan hasil persentase penilaian SOP dengan keadaan di lapang, penyebab-penyebab pelaksanaan SRG di Kecamatan Perak Kabupaten Jombang tidak berjalan baik adalah sejumlah kondisi gudang yang kurang sesuai dengan syarat ketentuan gudang dan kurangnya sosialisasi atau penyuluhan mengenai SRG kepada Kelompok Tani atau petani. Untuk lebih jelasnya, persentase keragaan pelaksanaan SRG di Kecamatan Perak Jombang dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 5 Persentase implementasi SRG di Kecamatan Perak jika dibandingkan dengan realisasi sebenarnya

39 Sosialisasi SRG Kecamatan Perak Jombang Kurangnya sosialisasi dari pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Jombang yang bekerja sama dengan pengelola gudang yaitu PT Pertani (Persero) merupakan penyebab kurang maksimalnya pelaksanaan SRG di Kecamatan Perak Kabupaten Jombang. Sosialisasi yang kurang mengakibatkan petani tidak dapat menerima informasi secara optimal mengenai SRG. Hal ini menyebabkan sedikitnya petani atau kelompok tani yang menggunakan SRG sebagai sarana pembiyaaan. Sosialisasi yang telah diterapkan tersebut pun masih jauh dari target yang telah di tetapkan oleh PT Pertani (Persero), dimana sosialisasi yang berlokasi di gudang SRG Kecamatan Perak ini ditargetkan terlaksana enam kali dalam setahun. Namun pada kenyataannya sosialisasi yang diadakan oleh pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Jombang yang bekerja sama dengan pengelola gudang tersebut hanya terlaksana dua kali dalam empat bulan. Petani merasa kurang mendapatkan informasi dari sosialisasi yang telah dilakukan. Petani juga masih belum bisa mengerti manfaat yang didapat dari adanya SRG tersebut. Prosedur yang terlalu panjang juga menjadi alasan petani tidak dapat memahami pelaksanaan SRG. Petani yang mayoritas berada diatas umur 50 tahun dan tidak memiliki latar pendidikan menyebabkan sulitnya petani dalam menerima hal baru seperti SRG. Sosialisasi yang kurang terhadap petani didukung dengan kondisi sosial petani yang sudah memiliki tradisi pertanian yang panjang dan turun-temurun mengakibatkan petani sulit untuk dapat menerima hal baru dalam bidang pertanian. Petani enggan untuk mencoba cara baru dalam permodalan, bertani, dan pemasaran produk pertanian meskipun hal-hal tersebut mampu memberikan hasil yang lebih baik dan positif bagi petani itu sendiri. Petani Jombang enggan untuk menggunakan SRG dan lebih memilih cara-cara tradisional yang sudah biasa mereka lakukan selama ini, hal ini dikarenakan menurutnya pelaksanaan SRG hanya dapat dilakukan dalam jumlah penyimpanan barang yang besar. Sehingga mereka merasa kesulitan untuk melaksanakan SRG dan mereka lebih percaya pada cara-cara konvensional yang selama ini mereka kerjakan dikarenakan selama ini mereka masih dapat menghasilkan pendapatan. Maka dari itu, petani enggan untuk mencoba hal baru karena mereka takut mengambil resiko kegagalan dari hal baru tersebut. Selain permasalahan tradisi, permasalahan pendidikan pun menjadi salah satu kendala dalam penyampaian manfaat SRG pada petani. Pola pikir yang masih sangat sederhana menjadikan mereka sulit untuk dapat memahami sesuatu yang lebih kompleks. Alur dan proses pelaksanaan SRG yang relatif panjang dan memiliki tingkatan birokrasi yang banyak mengakibatkan SRG sulit untuk dipahami dan dilaksanakan oleh petani di Jombang. Mereka lebih memilih cara tradisional yang singkat dan praktis. Dari hasil pembagian kelas tingkat penerapan pelaksanaan SRG di Kecamatan Perak untuk komponen sosialisasi dapat dikatakan rendah karena berada pada rentang.00 hingga 2.00 dimana pelaksanaan sosialisasi hanya dilakukan selama dua kali dalam satu tahun. Agar lebih jelas, presentase sosialisasi dapat dilihat pada Gambar 5. 27

40 28 Gambar 6 Persentase realisasi anjuran sosialisasi SRG di Kecamatan Perak Kelembagaan Gudang SRG Kecamatan Perak Jombang SRG Kecamatan Perak Kabupaten Jombang melibatkan beberapa kelembagaan dalam pelaksanaannya, diantaranya adalah Kementerian Perdagangan, Badan Pengawas, Pengelola Gudang, Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK), Hubungan Kelembagaan Pusat dan Daerah, Pusat Registrasi, Asuransi, dan Bank. Menteri Perdagangan menetapkan kebijakan umum mengenai SRG dan Badan Pengawas dipegang oleh BAPPEBTI (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) melakukan tugas seperti pengawasan, pembinaan, dan pengaturan pelaksanaan SRG di Kecamatan Perak Jombang. Badan Pengawas merupakan unit organisasi dibawah Menteri Perdagangan yang diberi wewenang untuk melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan pelaksanaan SRG Badan Pengawas bertanggung jawab kepada Menteri. Badan Pengawas juga memberikan persetujuan kepada Pengelola Gudang, LPK, dan Pusat Registrasi sekaligus memerikasanya. Selain itu Badan Pengawas berhak menunjuk pihak lain untuk melakukan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap pihak yang diduga melakukan pelanggaran dan berhak melakukan sebuah tindakan. Serta membuat penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis berdasarkan UU atau peraturan pelaksanaannya. Hal ini telah sesuai dengan UU No. 9 Tahun 2006 tentang SRG Pasal 9, 20, dan 2. Fungsi manajemen gudang yang dilaksanakan oleh pengelola gudang mempunyai peran yang penting dalam menjaga integritas SRG, karena bertugas melakukan penyimpanan, pemeliharaan, dan pengawasan barang yang disimpan oleh kelompok tani, dimana pengelola gudang berhak menerbitkan resi gudang. Pengelola gudang tersebut harus mendapatkan persetujuan dari Badan Pengawas, dimana pada saat itu gudang dalam SRG harus memenuhi persyaratan teknis sebagai tempat penyimpanan barang, gudang tersebut juga harus mendapat persetujuan dari Badan Pengawas. Adapun persyaratan lain yaitu pengelola gudang dilarang menerbitkan lebih dari satu resi gudang untuk barang yang sama yang disimpan di gudang, wajib membuat perjanjian pengelolaan barang secara tertulis dengan pemilik barang atau kuasanya, memiliki kuasa untuk membuat perjanjian pengelolaan barang sebagai mana dimaksud dibuat dalam bentuk tertulis, wajib menyerahkan bagian barang bercampur kepada pemegang resi gudang sesuai dengan jumlah dan mutu yang tercantum dalam resi gudang,

41 bertanggung jawab atas kesalahan penulisan keterangan dalam resi gudang, dan bertanggung jawab atas kehilangan dan kerugian barang yang disebabkan oleh kelalaiannya. Pengelola gudang SRG di Kecamatan Perak Jombang adalah PT Pertani (Persero). PT Pertani (Persero) telah mengelola gudang Kecamatan Perak Jombang sejak tahun 20. Sebagai pengelola gudang, PT Pertani (Persero) melaksanakan tugasnya dengan cukup baik sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, namun fungsi pengelola gudang dinilai kurang memuaskan oleh Kelompok Tani Ngaren selaku pelaksana SRG. Terdapat beberapa persyaratan sebagai pengelola gudang yang PT Pertani (Persero) tidak dilaksanakan dengan baik, yaitu gudang SRG yang dikelola oleh PT Pertani (Persero) belum 00% memenuhi persyaratan teknis sebagai tempat penyimpanan barang dan pengelola gudang tidak bertanggung jawab terhadap penyusutan yang terjadi saat gabah petani disimpan dalam gudang SRG. Selain itu kinerja PT Pertani (Persero) dirasa kurang aktif dalam menjalankan tugasnya, seperti pengelola gudang jarang berada di gudang saat Kelompok Tani Ngaren hendak menyimpan barang dan tidak adanya penjaga administrasi sehingga Kelompok Tani Ngaren merasa kesulitan dan kecewa dalam pelaksanaan SRG tersebut. Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) merupakan lembaga terakreditasi yang mendapat persetujuan dari Badan Pengawas yang melakukan serangkaian kegiatan untuk menilai atau membuktikan bahwa persyaratan tertentu yang berkaitan dengan produk, proses, sistem, dan/atau personel terpenuhi. Kegiatan dimaksud mencakup kegiatan sertifikasi, inspeksi dan pengujian yang berkaitan dengan barang, gudang dan pengelola gudang. Penyimpanan barang di gudang sangat erat kaitannya dengan konsistensi mutu barang yang disimpan sehingga perlu disiapkan sistem penilaian kesesuaian yang dapat menjamin konsistensi mutu barang yang disimpan. Sertifikat yang diterbitkan Lembaga Penilaian Kesesuaian sekurang-kurangnya memuat nomor dan tanggal penerbitan, identitas pemilik barang, jenis dan jumlah barang, sifat barang, metode pengujian mutu barang, tingkat mutu dan kelas barang, jangka waktu mutu barang dan tanda tangan pihak yang berhak mewakili lembaga. Ketentuan tersebut telah ditaati oleh LPK SRG Kecamatan Perak Jombang, yaitu PT Sucofindo (Persero) selaku LPK Gudang dan PT BPSMB Surabaya selaku LPK barang. LPK dalam SRG di Kecamatan Perak telah sesuai dengan UU No. 9 Tahun 2006 tentang SRG Pasal 28, 29, 30, dan 3. Hubungan kelembagaan antara pemerintah pusat dan daerah diatur dalam rangka pembinaan dan pengembangan SRG. Urusan pemerintah pusat antara lain mencakup penyusunan kebijakan nasional untuk mempercepat penerapan SRG, melakukan koordinasi antar sektor pertanian, keuangan, perbankan, dan sektor terkait lainnya untuk pengembangannya, dan memberikan kemudahan bagi sektor usaha kecil dan menengah serta kelompok tani untuk berperan serta di dalam SRG. Urusan pemerintah daerah antara lain mencakup pengembangan komoditas unggulan daerah, penguatan peran pelaku usaha ekonomi kerakyatan untuk mengembangkan SRG dan memfasilitasi pengembangan pasar lelang komoditas. Selain itu, tugasnya lain adalah mengembangkan standardisasi komoditas dan infrastruktur teknologi informasi, mengembangkan komoditas unggulan di daerah, menguatkan peran pelaku pengusaha ekonomi kerakyatan untuk mengembangkan pelaksana SRG, memfasilitasi pengembangan pasar lelang komoditas. 29

42 30 Berdasarkan tugasnya, kelembagaan antara pemerintah pusat dan daerah sudah 00% memenuhi tugasnya dengan baik. Pusat registrasi yang merupakan badan usaha berbadan hukum yang mendapat persetujuan badan pengawas untuk melakukan penatausahaan resi gudang, yang meliputi pencatatan, penyimpanan, pemindahbukuan kepemilikan, pembebanan hak jaminan, pelaporan serta penyediaan sistem dan jaringan informasi. Penatausahaan dilakukan untuk menjamin keamanan dan keabsahan setiap pengalihan dan pembebanan hak jaminan atas resi gudang dan derivatif resi gudang, karena setiap pihak yang menerbitkan, mengalihkan dan melakukan pembebanan hak jaminan atas resi gudang wajib melaporkan tindakannya kepada pusat registrasi. Hal ini telah dilaksanakan baik dengan pusat registrasi. Lembaga jaminan resi gudang memiliki fungsi melindungi hak pemegang resi gudang atau penerima hak jaminan apabila terjadi kegagalan, ketidakmampuan, atau kebangkrutan pengelola gudang dalam menjalankan kewajibannya. Disamping itu lembaga ini akan memelihara stabilitas dan integritas SRG sesuai dengan kewenangannya. Adapun juga Bank yang memberikan perkreditan bagi pelaksana SRG jika ingin mengagunkan resinya ke Bank, pada lokasi penelitian Bank tersebut adalah Bank Jatim. Dari hasil pembagian kelas tingkat penerapan pelaksanaan SRG di Kecamatan Perak untuk komponen kelembagaan dapat dikatakan tinggi karena berada pada rentang 0.67 hingga. Bagan Koordinasi Kelembagaan SRG dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 7 Bagan koordinasi kelembagaan SRG

43 Prosedur Pelaksanaan SRG Kecamatan Perak Jombang Prosedur pelaksanaan SRG yang diterapkan oleh SRG Kecamatan Perak Jombang dimulai dari Pemilik Barang (Kelompok Tani Ngaren) membuat permohonan simpan barang ke gudang, kemudian pengelola gudang (PT Pertani Persero) menerima permohonan tersebut dan menyiapkan tempat kosong untuk barang tersebut. Selanjutnya pengelola gudang membuat permohonan ke LPK untuk melakukan penilaian kesesuaian untuk barang yang akan disimpan ke gudang. Dalam hal ini, PT BPSMB Surabaya selaku LPK memberikan sertifikat uji mutu barang jika barang tersebut telah mememuhi syarat untuk penyimpanan ke gudang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 8. 3 Gambar 8 Prosedur penyimpanan dan penerimaan barang SRG Setelah barang memenuhi syarat, pengelola gudang menginput data mengenai jumlah barang yang akan disimpan melalui SRG-Online. Pengelola gudang kemudian meminta polis asuransi gudang Kecamatan Perak Jombang dengan komoditi gabah. Setelah itu pengelola gudang harus meminta kode registrasi ke pusat Registrasi KBI untuk penerbitan resi melalui SRG-Online. Saat

44 32 itu pengelola gudang mendapatkan banyak nomor token dari pusat registrasi mengenai kode registrasi yang telah disetujui oleh pusat registrasi. Setelah sekitar satu jam, resi gudang tersebut terbit dan diserahkan kepada pemilik barang, pengelola gudang dan pemilik barang menandatangani resi tersebut. Setelah resi gudang dipegang oleh pemilik barang, pemilik barang berhak memilih apakah resi tersebut diagunkan ke Bank untuk perputaran modal atau resi tersebut disimpan saja untuk surat berharga. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 Prosedur penerbitan resi gudang Pemilik barang memilih untuk mengajukan kredit kepada bank yang dipilih (Bank Jatim) dengan cara mengagunkan resi gudangnya. Pertama-tama pemilik barang membuat surat pengajuan kredit kepada pihak bank dengan menyertakan resi gudang, dan bank melakukan proses permohonan tersebut dengan melakukan survei barang ke gudang, guna membuktikan kebenaran dari resi gudang tersebut dan melakukan verifikasi ke pusat registrasi bahwa resi gudang tersebut belum dibebani hak jaminan. Setelah akad kredit pengikatan jaminan serta serta

45 pencatatan pembebanan hak jaminan dilakukan ke pusat registrasi, maka kredit dapat di realisir. Perjanjian kredit berisikan apabila harga komoditas baik dan pemilik barang ingin menjual barang, maka dapat berhubungan langsung dengan pedagang atau pembeli, dan dibuat kontrak jual-beli. Setelah tiga bulan kemudian saat harga sudah membaik, pengelola gudang memberitahukan pemilik barang untuk segera mengeluarkan barangnya. Begitu pembeli atau pedagang sudah ada dan melihat barang tersebut, pembeli atau pedagang tersebut langsung membayarkan barang tersebut kepada pemilik barang sesuai dengan harga yang dinegosiasikan di gudang dan pengelola gudang dapat mengeluarkan barang tersebut. Setelah itu, pemilik barang membawa uang hasil penjualan barang ke Bank Jatim untuk menebus resi dan mengembalikan dana kredit 70% yang diberikan Bank Jatim. Bank Jatim memberikan surat pengeluaran barang kepada pengelola gudang dengan persetujuan debitur. Pemilik barang kemudian memberikan surat tersebut kepada pengelola gudang dan pengelola gudang melakukan input berita acara barang keluar ke pusat registrasi. Selanjutnya, penyerahan barang keseluruhan kepada pembeli atau penjual. Setelah tiga bulan kemudian saat harga sudah membaik, pengelola gudang memberitahukan pemilik barang untuk segera mengeluarkan barangnya. Begitu pembeli atau pedagang sudah ada dan melihat barang tersebut, pembeli atau penjual diharuskan membayar barang tersebut melalui Bank Jatim untuk membayarkan kredit yang Bank Jatim berikan kepada pemilik barang pada awal periode SRG. Setelah lunas barulah Bank Jatim memberikan surat pengeluaran barang kepada pengelola gudang dengan persetujuan debitur. Pengelola gudang dapat mengeluarkan barang sesuai kesepakatan antara penjual dan pembeli untuk dikirim kepada pembeli atau pedagang. Kemudian pengelola gudang melakukan input berita acara barang keluar ke pusat registrasi. Dengan demikian, prosedur yang diterapkan dalam SRG Kecamatan Perak Jombang dari proses penyimpanan dan penerimaan barang hingga penerbitan resi gudang sudah sesuai 00% dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh Peraturan Kepala BAPPEBTI. Untuk lebih jelasnya, prosedur tata cara penyerahan barang keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 0. Dari hasil pembagian kelas tingkat penerapan pelaksanaan SRG di Kecamatan Perak untuk komponen prosedur dapat dikatakan tinggi karena berada pada rentang 0.67 hingga. Spesifikasi Gudang SRG Kecamatan Perak Jombang Gudang yang digunakan dalam SRG di Kecamatan Perak Kabupaten Jombang adalah gudang untuk penyimpanan komoditi hasil pertanian dalam SRG, yakni komoditi gabah. Gudang ini merupakan permohonan persetujuan sebagai gudang dalam SRG yang diajukan oleh PT Pertani (Persero) dan telah disetujui oleh Keputusan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 08/BAPPEBTI/Kep-SRG/SP/GD/04/20 tentang Pemberian Persetujuan Sebagai Gudang Dalam SRG PT Pertani (Persero) di Jombang. Gudang dengan alamat di Jalan Raya Jombang-Kertosono, Desa Glagahan, Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur adalah gudang dengan status kerjasama dengan pengelolaan gudang yaitu PT Pertani (Persero). Gudang Perak memiliki luas 720 m 2 dan dengan kapasitas 500 ton. Gudang ini telah memperhatikan laporan hasil pemeriksaan gudang oleh PT Sucofindo (Persero) Nomor 3795/BABNAD tanggal 24 Desember 200. Berdasarkan laporan hasil 33

46 34 pemeriksaan gudang, gudang Perak Jombang termasuk dalam klasifikasi Gudang B. Dari perolehan spesifikasi gudang tersebut, dilakukan pemberian nilai terhadap setiap pemenuhan realisasi spesifikasi gudang dengan standar yang telah ditetapkan. Gudang SRG Kecamatan Perak Kabupaten Jombang telah memenuhi standar dengan presentase 79.7% (Gambar 5). Gambar 0 Prosedur penyerahan barang SRG Kondisi gudang yang telah memenuhi standar dengan cukup baik tetap memiliki beberapa kelemahan dan kekurangan yang cukup berpengaruh terhadap pelaksanaan SRG di Kecamatan Perak yakni tidak dirawatnya gudang dengan baik mengakibatkan barang yang disimpan menjadi rusak dan mengalami banyak penyusutan, ventilasi tidak ditutup dengan jaring kawat penghalang yang dapat

47 menyebabkan gangguan burung, tikus, dan gangguan lainnya yang mengakibatkan komoditas gabah yang disimpan mengalami penyusutan yang besar akibat dari gangguan tersebut. Selain itu, tidak adanya beberapa fasilitas kantor seperti meja, komputer, dan wifi. Sehingga pengelola gudang merasa terhambat pekerjaannya dalam menerbitkan resi yang seharusnya diterbitkan di gudang tersebut. Pengelola gudang Kecamatan Perak Jombang menerbitkan resi gudang di Pemerintah Daerah Kabupaten Jombang, yang dianggap kurang efisien dalam penerbitannya. Hal ini disebabkan oleh dana yang kurang tersalurkan dengan baik dari pusat yaitu Kementerian Perdagangan ke Pemerintah Daerah Kabupaten Jombang. Spesifikasi gudang tersebut kurang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Peraturan Kepala BAPPEBTI Nomor 03/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2007, sejumlah persyaratan teknis harus dipenuhi gudang sebagai tempat penyimpanan komoditi yang baik. Gudang yang dimaksud dalam SRG adalah semua ruangan yang tidak bergerak dan tidak dapat dipindah-pindahkan dengan tujuan tidak dikunjungi oleh umum, tetapi untuk dipakai khusus sebagai tempat penyimpanan barang yang dapat diperdagangkan secara umum. Sejumlah persyaratan umum gudang meliputi lokasinya, yang harus memenuhi persyaratan:. Didekat atau dipinggir jalan kelas I, II, IIIA, IIIB, IIIC atau akses lain melalui perairan untuk memudahkan keluar masuk area gudang sehingga menjamin kelancaran bongkar muat dan distribusi. 2. Di daerah yang aman dari banjir dan longsor. 3. Jauh dari pabrik atau gudang bahan kimia berbahaya, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum dan atau tempat pembuangan sampah atau bahan kimia. 4. Terpisahnya dengan bangunan lain disekitarnya sehingga keamanan dan keselamatan barang yang disimpan lebih terjamin dan tidak mengganggu keselamatan penduduk di sekitarnya. 5. Tidak terletak pada tempat bekas pembuangan sampah dan bekas pabrik bahan kimia. Secara teknis konstruksi bangunan gudang harus kokoh demi menjaga mutu dan keselamatan manusia. Atapnya dapat dilengkapi atap pencahayaan, yang terbuat dari bahan yang cukup kuat sehingga tidak bocor. Dinding bangunannya harus kokoh, lantai terbuat dari beton atau bahan lain yang kuat dalam menahan beban berat, dengan talang-talang yang menjamin air mengalir lancar, pintunya terbuat dari bahan yang kuat, dilengkapi kunci yang kuat berkanopi guna menjamin kelancaran keluar-masuk barang. Ventilasinya harus ditutup dengan jaring kawat penghalang untuk mrnghindari gangguan burung, tikus dan gangguan lainnya. Bangunan gudang juga mempunyai teritis dengan lebar yang memadai sehingga air hujan tidak mengenai dinding gudang. Disarankan gudang membujur dari Timur-Barat sehingga sesedikit mungkin terkena sinar matahari secara langsung. Gudang harus memiliki fasilitas setidaknya: Identitas pengaturan lorong yang memadai guna menunjang kelancaran penyimpanan barang maupun akses keluar-masuk barang; instalasi air dan listrik dengan pasokan terjamin sehingga menunjang operasional gudang; instalasi hydrant untuk pencegahan kebaran, serta alat penangkal petir. Gudang juga dilengkapi dengan ruangan kantor atau ruang administrasi yang dilengkapi dengan ruang kantor atau ruang administrasi yang dilengkapi sarana komunikasi; sistem keamanan, ruang jaga dan pagar kokoh disekelilingnya; kamar mandi dan WC; fasilitas sandar dan bongkar muat yang 35

48 36 memadai bagi gudang yang berlokasi didekat atau dipinggir akses lain melalui perairan. Gudang juga harus dilengkapi dengan peralatan alat timbang yang terasah, palet yang kuat untuk menopang tumpukan barang sehingga mutu barang terjaga, hygrometer dan termometer untuk mengukur kelembaban dan suhu udara dalam gudang. Tangga stampel juga diperlukan untuk memudahkan penumpukan barang di gudang, alat pemadam kebakaran yang tidak kadaluarsa. Kotak P3K, serta alat kebersihan gudang. Meski dinilai belum mencukupi standar gudang yang telah ditetapkan oleh PT Pertani (Persero), gudang SRG di Jombang sudah mencapai tingkat kesesuaian fasilitas gudang hingga 79.6%. Permasalahan berupa kurangnya kesesuaian spesifikasi gudang dinilai karena kurangnya transparasi dana yang tersalurkan, kurangnya perhatian dan kepedulian dari pihak pemilik dan pengelola gudang, serta kondisi manajemen gudang yang dinilai kurang baik. Dari hasil pembagian kelas tingkat penerapan pelaksanaan SRG di Kecamatan Perak untuk komponen spesifikasi gudang dapat dikatakan tinggi karena berada pada rentang 0.67 hingga. Persyaratan SRG Kecamatan Perak Kabupaten Jombang Persyaratan pelaksanaan SRG di Kecamatan Perak Kabupaten Jombang sudah sesuai 00% dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. Hal ini dikeranakan persyaratan merupakan syarat mutlak dalam pelaksanaan SRG, sehingga pelaksana SRG harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan. Persyaratan pelaksanaan SRG dibagi menjadi empat, yaitu persyaratan komoditas yang disimpan di gudang, persyaratan mutu barang, persyaratan bagi kelompok tani atau petani, dan persyaratan umum permohonan kredit. Persyaratan komoditas yang disimpan di gudang telah berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 26/M-DAG/PER/6/2007 Tahun 2007 tentang Barang yang Dapat Disimpan di Gudang dalam Penyelenggaraan Sistem Resi Gudang, hingga saat ini ada delapan komoditi yang dapat diresigudangkan, yaitu gaha, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet, dan rumput laut. SRG di Kecamatan Perak adalah gudang dengan penyimpanan gabah. Komoditi tersebut harus memiliki daya simpan paling sedikit tiga bulan serta memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan. Jumlah minimum komoditi yang diresigudangkan tergantung pada kebijakan dari Pengelola Gudang. Untuk memperoleh Resi Gudang, setiap komoditi yang akan disimpan di gudang harus memenuhi persyaratan standar mutu SNI yang berlaku untuk komoditi yang bersangkutan. Untuk gabah harus memenuhi persyaratan SNI dapat dilihat pada Tabel 0. PT Pertani (Persero) selaku pengelola gudang telah menetapkan pula persyaratan bagi kelompok tani atau Gapoktan yang ingin melaksanakan SRG. Persyaratan tersebut berupa data kelompok tani atau Gapoktan seperti berita acara pembentukan kelompok tani atau Gapoktan, susunan anggota pengurus, dan surat pernyataan bermaterai sebagai kelompok tani atau Gapoktan. Selain itu adanya persyaratan umum dalam permohonan mengajukan kredit kepada bank seperti pas foto ketua, fotokopi identitas diri, menjadi nasabah, dan lain-lain. Dari hasil pembagian kelas tingkat penerapan pelaksanaan SRG di Kecamatan Perak untuk komponen persyaratan dapat dikatakan tinggi karena berada pada rentang 0.67 hingga.

49 Tabel 0 Standar mutu komoditi gabah Kualitas Komponen Mutu Mutu Mutu 2 Mutu 3 Kadar air (maksimum)* Gabah Hampa (maksimum)* Butir Rusak+Butir Kuning (maksimum)* Butir Mengapung+Gabah Muda (maksimum)* Butir Merah (maksimum)* Benda Asing (maksimum)* Gabah Varietas Lain (maksimum)* Sumber: BAPPEBTI 202 *Keterangan: Toleransi maksimum sebesar 2% pada kondisi kelembaban relative/ relative humadity (RH) sebesar 90% 37 Analisis Usahatani Padi Kecamatan Perak Teknik Budidaya Usahatani Padi Desa Plosogenuk Keragaan usahatani padi menjelaskan tentang kegiatan usahatani padi di Kelompok Tani Ngaren Desa Plosogenuk, Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang. Usahatani padi merupakan usaha yang telah lama diusahakan oleh masyarakat di Desa Plosogenuk. Hal ini terlihat dari pegalaman petani yang rata-rata telah mengusahakan padi lebih dari 5 tahun. Keragaan usahatani dilakukan dengan mengidentifikasi teknik budidaya, input produksi, dan output yang dihasilkan dari usahatani padi. Teknik budidaya merupakan faktor penting pada usahatani dalam menentukan jumlah output yang diharapkan. Pada usahatani padi, teknik budidaya terdiri dari pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit tanaman (HPT), dan pemanenan. Pengolahan Lahan Tahap pengolahan lahan dilakukan untuk mengubah sifat fisik tanah agar lapisan yang semula keras menjadi lebih lembut. Pada tahap ini berlangsung selama dua hingga tiga minggu setelah musim tanam sebelumnya. Pengolahan lahan dilakukan agar terdapat tenggang waktu dari musim panen sebelumnya sehingga tanaman berikutnya yang akan ditanam tidak rusak. Hal yang dilakukan dalam pengolahan lahan adalah pembajakan, pembajakan dilakukan untuk membuat tanah menjadi gembur dan percampuran unsur-unsur hara yang terkandung didalam tanah. Setelah pembajakan, lahan didiamkan sekitar satu hingga dua minggu sambil menunggu pembenihan besar. Setelah benih siap sekitar umur 5 hari, bibit dicabut, lahan diratakan dengan membuat pematang dan baru siap ditanami. Penanaman Petani menggunakan bibit yang relatif masih muda (2 sampai 20 hari). Penanaman padi yang dilakukan oleh petani ditanam dengan jarak yang teratur. Jarak tanam antara tanaman padi satu dengan lainnya adalah sekitar 20 atau 25 cm. sebelum dilakukan penanaman, dua sampai tiga hari sebelumnya lahan sawah telah diberi pupuk dasar terlebih dahulu. Pemberian pupuk dasar dilakukan

50 38 dengan tujuan untuk memperbaiki struktur dan memberi nutrisi bagi tanah. Pada saat penanaman, benih padi ditancapkan ke dalam lahan yang sudah digenangi air sedalam 5 cm hingga 0 cm hingga akar tanaman padi masuk ke bawah permukaan tanah. Terdapat tiga musim tanam di Desa Plosogenuk, yaitu musim tanam penghujan pada bulan Desember hingga Maret, musim kemarau pertama pada bulan April hingga Agustus, dan musim kemarau kedua pada bulan September hingga Desember. Sebanyak 72.50% petani responden melakukan pola tanam padi pada musim tanam penghujan, padi pada musim kemarau pertama, dan jagung pada musim kemarau kedua. Sedangkan 27.50% petani responden melakukan pola tanam padi pada musim tanam penghujan, padi pada musim kemarau pertama, dan padi pada musim kemarau kedua. Pemupukan Pada kegiatan usahatani padi, pemupukan dilakukan dengan tujuan agar tanaman padi dapat tumbuh optimal dan menghasilkan output yang baik. Pemupukan yang dilakukan oleh petani, baik petani saat melaksanakan SRG dan saat sudah tidak melaksanakan SRG adalah dengan menggunakan dua jenis pupuk, yaitu pupuk organik (pupuk kandang) dan pupuk anorganik (pupuk urea, Za, dan Phonska). Pemupukan biasanya dilakukan dua hingga tiga kali. 20% petani responden melakukan pemupukan selama tiga kali. Dan 80% melakukan pemupukan dua kali. Perbedaan pemupukan selama tiga kali dan dua kali terletak pada pemberian pupuk dasar pada lahan yang sedang diolah pada hari ke 0 hingga 5. Pupuk tersebut berupa pupuk kandang sebanyak 280 kg per hektar atau pupuk urea sebanyak 00 kg hingga 40 kg per hektar. Pemberian pupuk dasar ini tergantung pengalaman petani. Pupuk kedua diberikan pada tanaman padi berusia lebih dari 5 hari. Pemberian pupuk ini adalah pupuk berimbang. Seperti Phonska, ZA, dan pupuk kandang dengan perbandingan ::. Setelah itu pemupukan selanjutnya pada usia tanaman padi berumur 35 hari. Banyaknya pupuk yang diberikan tergantung pada kebiasaan petani masing-masing. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Pengendalian hama dalam kegiatan usahatani padi merupakan salah satu komponen penting yang menentukan keberhasilan usahatani padi. Petani responden melakukan pengendalian hama dan penyakit tanaman padi dengan cara menyemprotkan pestisida menggunakan sprayer ke tanaman padi dengan tujuan untuk mencegah dan menanggulangi munculnya hama dan penyakit pada tanaman. Pada saat sudah tidak melaksanakan SRG, hama lebih banyak menyerang tanaman padi jika dibandingkan pada saat SRG dilaksanakan. Hama wereng adalah hama yang paling banyak menyerang tanaman padi. Hama wereng menyebabkan tanaman padi menjadi kering dan mati karena wereng menghisap cairan nutrisi yang ada pada tanaman padi. Pemanenan Kegiatan pemanenan dilakukan pada saat usia padi telah mencapat 00 hari atau padi dinilai sudah cukup umur dan mencapai kondisi yang diinginkan oleh

51 petani. Cara panen padi yang dilakukan adalah dengan memotong padi dengan menggunakan sabit. Pemotongan padi dilakukan pada bagian atas padi. Hal ini dilakukan karena setelah padi dipotong, padi akan dirontokkan dengan menggunakan mesin perontok. Perontokkan padi dilakukan dengan tujuan untuk melepaskan gabah dari malainya. Penggunaan mesin perontok dilakukan agar persentase rendemen padi rendah. Selain itu, persentase padi yang tidak rontok rendah bila dibandingkan dengan menggunakan sistem dibanting. Maka, hasil gabah yang didapatkan juga lebih banyak. Input Produksi Usahatani Padi Desa Plosogenuk Sarana produksi atau input produksi yang digunakan pada usahatani padi terdiri dari benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, dan alat-alat pertanian. Perincian penggunaan benih, pupuk, dan pestisida per hektar pada periode Januari-April 203 pada usahatani padi di Kelompok Tani Ngaren antara saat Kelompok Tani Ngaren melaksanakan SRG dan pada periode Januari-April 204 saat Kelompok Tani Ngaren sudah tidak melaksanakan SRG dapat dilihat pada Tabel. Benih Benih yang digunakan oleh Kelompok Tani Ngaren baik pada saat melaksanakan SRG pada April 203 dan saat sudah tidak melaksanakan SRG pada April 204 adalah benih yang dibeli dari kios saprotan yang berada di Dusun Ngaren Desa Plosogenuk. Benih tersebut merupakan benih bersertifikat dengan adanya label berwarna ungu pada kemasan. Varietas benih yang rata-rata digunakan adalah jenis padi Ciherang. Pemilihan jenis padi Ciherang dikarenakan hasil dari jenis tersebut dinilai lebih bagus oleh petani dibandingkan dengan jenis lain. Selain hasil yang lebih bagus, jenis padi Ciherang dirasa lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit dibandingkan jenis padi IR 64 dan Wayapo. Berdasarkan Tabel, jumlah rata-rata benih per hektar yang digunakan oleh petani saat melaksanakan SRG pada periode tanam Januari-April 203 adalah sebanyak kilogram per hektar. Sedangkan jumlah rata-rata benih per hektar yang digunakan oleh petani saat sudah tidak melaksanakan SRG pada periode tanam Januari-April 204 adalah sebanyak kilogram per hektar. Rata-rata tersebut cenderung sama dan berbeda sedikit, dikarenakan petani selalu mengubah sedikit jumlah benih yang digunakan. Penggunaan jumlah benih padi akan mempengaruhi total pengeluaran untuk input produksi padi. Pupuk Pupuk yang digunakan oleh petani responden baik pada saat melaksanakan SRG pada April 203 dan saat sudah tidak melaksanakan SRG pada April 204 adalah cenderung sama, karena perbedaan tekstur tanah dan perbedaan tahun, Pupuk yang digunakan terdiri dari dua macam, yakni pupuk organik (pupuk kandang) dan pupuk anorganik (pupuk urea, Za, dan Phonska). Pupuk kandang yang digunakan merupakan kotoran sapi yang diperoleh sendiri dari ternak sapi milik petani responden. Sedangkan pupuk anorganik (pupuk urea, Za, dan Phonska) diperoleh petani dengan membelinya di kios saprotan yang berada di D usun Ngaren Desa Plosogenuk. Petani tersebut hanya menggunakan pupuk urea, Za, dan Phonska, sedangkan pupuk SP 36 dan KCL sama sekali tidak pernah 39

52 40 digunakan. Hal ini dikarenakan para petani belum mengetahui khasiat dari pupuk SP 36 dan pupuk KCL dirasa terlalu mahal untuk digunakan oleh petani. Berdasarkan Tabel, jumlah rata-rata pupuk per hektar yang digunakan oleh petani pada saat melaksanakan SRG dan pada saat sudah tidak melaksanakan SRG adalah sama. Tabel Rata-rata penggunaan input usahatani padi Kelompok Tani Ngaren pada saat dan sudah tidak melaksanakan SRG Dengan SRG Tanpa SRG No Komponen Input Jumlah (Kg) Jumlah (L) Jumlah (HOK) Jumlah (Kg) Jumlah (L) Benih Pupuk Urea ZA Phonska Pupuk Kandang Pestisida Cair Padat Tenaga Kerja Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) Jumlah (HOK) Pestisida Pestisida yang digunakan oleh petani tergantung dari petani itu sendiri. Pada saat penelitian dilakukan, banyak lahan petani yang terserang hama wereng sehingga menyebabkan banyaknya jumlah pestisida yang digunakan oleh petani. Pestisida yang digunakan oleh petani terdiri dari dua jenis pestisida, yaitu pestisida cair dan padat. Penggunaan pestisida dilakukan dengan cara mencampurkan konsentrat padat ataupun cair, kemudian disemprotkan ke tanaman padi dengan sprayer. Penyemprotan dilakukan pada pagi hari. Rata-rata penyemprotan pestisida oleh petani dilakukan sesuai dengan keinginan petani tersebut dilihat dari kondisi padinya. Jika petani menilai bahwa tanaman padinya memerlukan pestisida, maka penyemprotan dapat dilakukan empat kali hingga lima kali dalam satu masa panen. Berdasarkan Tabel, jumlah rata-rata pestisida per hektar yang digunakan oleh petani saat melaksanakan SRG dan saat sudah tidak melaksanakan SRG terjadi peningkatan, baik pestisida cair maupun pestisida padat. Hal ini dikarenakan hama wereng dan penyakit lebih banyak pada saat penelitian ini dilakukan, yakni pada saat SRG sudah tidak dilaksanakan. Sehingga menyebabkan penggunaan pestisida meningkat. Pestisida cair yang banyak digunakan adalah Arivo 0.5 liter, Magu 0.4 liter, dan Score 0.25 liter. Pestisida padat yang banyak digunakan adalah Furadan 2 Kg, Satrum D 2 Kg, dan Aploud 0. Kg. Penggunaan jumlah pestisida padi akan mempengaruhi total pengeluaran untuk input produksi padi.

53 4 Analisis Biaya Usahatani Biaya yang dikeluarkan dalam usahatani terdiri dari dua jenis biaya yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan dalam betuk uang tunai, yang termasuk dalam biaya tunai pada usahatani adalah biaya input pembelian bibit, pupuk dan pestisida, sewa lahan, sewa alat pertanian, biaya irigasi dan biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK), biaya pajak, biaya sewa gudang dan bunga peminjaman uang. Sedangkan biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan petani tidak dalam bentuk uang tunai, yaitu biaya penyusutan alat pertanian dan biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Tenaga Kerja Tenaga kerja yang digunakan oleh petani saat melaksanakan SRG dan saat sudah tidak melaksanakan SRG terbagi menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga adalah tenaga kerja dalam melakukan kegiatan usahatani padi yang berasal dari dalam keluarga, sedangkan tenaga kerja luar keluarga adalah tenaga kerja dalam melakukan kegiatan usahatani padi yang berasal dari luar anggota keluarga. Tenaga kerja yang digunakan adalah laki-laki dan perempuan. Penggunaan tenaga kerja baik tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga digunakan dalam kegiatan usahatani mulai dari pengolahan lahan, penebaran benih, penanaman, penyiangan, pemupukan, penyemprotan, dan pemanenan. Tabel 2 Jumlah penggunaan HOK pada setiap kegiatan usahatani padi pada saat melaksanakan SRG di Desa Plosogenuk tahun 203 Tahapan Kegiatan Hari Orang Kerja TKDK TKLK P W P W Total HOK. Pengelolaan Lahan Penebaran Benih Cabut Benih Buat Pematang Penanaman Penyiangan Pemupukan Pemupukan Pemupukan Penyemprotan Pemanenan Total HOK Penggunaan tenaga kerja manusia dihitung dengan menggunakan satuan HOK (Hari Orang Kerja). Rata-rata upah yang diterima pria dalam satu hari kerja (6.5 jam) senilai Rp , sedangkan rata-rata upah yang diterima wanita dalam satu hari kerja (6.5 jam) senilai Rp Rata-rata jumlah HOK per hektar per musim tanam pada kegiatan usahatani padi pada saat melaksanakan SRG dan saat tidak melaksanakan SRG dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3. Dari Tabel terlihat

54 42 perbedaan penggunaan tenaga kerja pada setiap tahapan produksi. Perbedaan terletak pada kegiatan penyemprotan atau pengendalian hama dan penyakit. Pada saat SRG sudah tidak dilaksanakan, banyaknya hama dan penyakit membuat petani melakukan pengendalian hama dan penyakit dengan melakukan penyemprotan lebih sering, baik pestisida cair maupun padat. Hal inilah yang membuat HOK pada saat tidak melaksanakan SRG lebih banyak dibanding pada saat melaksanakan SRG. Alat-Alat Pertanian Jenis alat pertanian yang digunakan dalam usahatani padi adalah cangkul, arit semprotan (sprayer), sabit gerigi, sosrok, dan diesel. Cangkul digunakan untuk menggemburkan tanah, arit digunakan untuk menyiangi ilalang yang terdapat di sekitar lahan sawah, semprotan (sprayer) digunakan untuk menyemprotkan pestisida ke padi, sabit gerigi digunakan untuk memanen atau memotong padi, sosrok atau biasa disebut alat bantu semacam garu yang berfungsi sebagai alat pencabut gulma, dan diesel digunakan untuk membantu mengairi sawah. Metode perhitungan penyusutan alat pertanian yang digunakan adalah metode penyusutan garis lurus. Nilai biaya penyusutan peralatan pertanian yang digunakan dalam kegiatan usahatani padi dihitung kedalam komponen biaya yang diperhitungkan. Nilai rata-rata penyusutan alat pertanian petani baik saat melaksanakan SRG dan saat sudah tidak melaksanakan SRG adalah sebesar Rp Tabel 3 Jumlah penggunaan HOK yang digunakan pada tiap kegiatan usahatani padi pada saat tidak melaksanakan SRG di Desa Plosogenuk tahun 204 Tahapan Kegiatan Hari Orang Kerja TKDK TKLK P W P W Total HOK. Pengelolaan Lahan Penebaran Benih Cabut Benih Buat Pematang Penanaman Penyiangan Pemupukan Pemupukan Pemupukan Penyemprotan Pemanenan Total HOK Tabel 4 menjelaskan mengenai biaya rata-rata usahatani padi petani per hektar. Terlihat bahwa total biaya saat melaksanakan SRG lebih besar daripada saat sudah tidak melaksanakan SRG. Tenaga kerja menjadi komponen terbesar dalam biaya usahatani karena dalam setiap kegiatan usahatani yang dilakukan mulai dari pengolahan lahan hingga pemanenan, hampir seluruh petani menggunakan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Biaya tenaga kerja baik TKLK

55 dan TKDK hampir sama pada saat melaksanakan SRG dan saat sudah tidak melaksanakan SRG, karena petani pada anggota Kelompok Tani Ngaren melakukan usahataninya sama dengan musim sebelumnya, sehingga penggunaan dan biaya tenaga kerjanya juga hampir sama. Biaya tenaga kerja baik luar keluarga dan dalam keluarga sedikit berbeda pada saat melaksanakan SRG dan saat sudah tidak melaksanakan SRG. Perbedaannya terletak pada kegiatan penyemprotan hama dan penyakit. Pada saat melaksanakan SRG, hama dan penyakit lebih sedikit. Dimana banyaknya hama dan penyakit menentukan berapa sering petani melakukan pengendalian hama dan penyakit dengan melakukan penyemprotan pestisida. Selain itu, salah satu komponen biaya yang muncul pada analisis usahatani yang dilakukan terhadap petani responden saat melaksanakan SRG adalah biaya-biaya SRG, yang terdiri dari biaya pengelolaan barang, bongkar muat, uji mutu barang, asuransi barang, perawatan barang (fumigasi dan rebagging), pusat registrasi, bunga bank, dan pengeringan (dryer). Harga dari SRG telah ditentukan oleh BAPPEBTI berdasarkan kuantitas dari barang yang akan disimpan. Pada saat tidak melaksanakan SRG, total biaya lebih rendah dikerenakan tidak adanya komponen biaya SRG. Analisis Penerimaan Usahatani Padi Penerimaan usahatani padi terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan yang diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan yang diterima oleh petani dalam bentuk uang tunai hasil dari penjualan usahataninya. Sedangkan penerimaan yang diperhitungkan adalah penerimaan yang diterima petani dalam bentuk konsumsi padi dari hasil usahataninya. Jumlah dari penerimaan tunai dan penerimaan yang diperhitungkan adalah penerimaan total petani untuk setiap kilogram padi yang dijual. Harga yang diterima petani atas penjualan padinya adalah memiliki banyak ragam, hal tersebut dikernakan berbeda waktu panen, kualitas padi yang dijual dan metode penjualan hasil padi yang dilakukan. Penerimaan tunai adalah hasil perkalian antara jumlah hasil produksi yang dijual dengan harga yang diterima petani dikurangi dengan padi yang dikonsumsi dan dikalikan dengan harga jual yang berlaku saat itu. Penerimaan yang diperhitungkan adalah hasil perkalian antara jumlah padi yang dikonsumsi dikalikan dengan harga yang berlaku saat padi tersebut disimpan. Pada penelitian ini, hasil usahatani padi petani responden dijual dalam bentuk Gabah Kering Giling (GKG). 43

56 44 Tabel 4 Biaya rata-rata usahatani padi petani per hektar di Desa Plosogenuk Keterangan Biaya Tunai Harga Satuan (Rp) Dengan SRG Tanpa SRG Jumlah Nilai (Rp) Jumlah Nilai (Rp) Benih Pupuk Kandang Pupuk Anorganik. Urea ZA Phonska Pestisida. Cair Padat TKLK Biaya Irigasi Pajak Lahan Sewa Lahan Biaya Sistem Resi Gudang. Pengelolaan Gudang Bongkar Muat Uji Mutu Barang Asuransi Barang Perawatan Barang (fumigasi dan rebagging) Pusat Registrasi Bunga Bank Pengeringan Total Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan TKDK Penyusutan Total Biaya Diperhitungkan Total Biaya Tabel 5 menunjukkan penerimaan penjualan padi musim panen April 203 saat petani melaksanakan SRG dan pada musim panen April 204 saat petani sudah tidak melaksanakan SRG. Dari tabel terlihat bahwa jumlah produksi menurun pada saat SRG sudah tidak dilaksanakan. Hal ini dikarenakan pada saat sudah tidak melaksanakan SRG terdapat hama dan penyakit lebih banyak dibanding saat melaksanakan SRG, sehingga produksi padi petani mengalami penurunan. Hal tersebut berpengaruh pada total penerimaan yang lebih tinggi pada saat melaksanakan SRG. Dari segi harga yang diterima petani, pada saat sudah

57 tidak melaksanakan SRG lebih murah dibandingkan pada saat melaksanakan SRG. Hal ini dikarenakan pada saat sudah tidak melaksanakan SRG petani terpaksa harus menjual langsung kepada tengkulak dikarenakan petani tidak memiliki tempat untuk menyimpan hasil panennya. Selain itu juga petani didesak dengan masalah pembiayaan untuk musim tanam selanjutnya. Berbeda dengan pada saat melaksanakan SRG harga yang diterima petani lebih tinggi karena petani melaksanakan tunda jual dari SRG dan petani memperoleh informasi harga dari PT Pertani (PERSERO) selaku Pengelola Gudang, sehingga petani mampu memperoleh harga terbaik. Tabel 5 Total penerimaan rata-rata petani usahatani padi per hektar di Desa Plosogenuk No Uraian Dengan SRG Tanpa SRG Produksi (GKG kg) Jumlah dijual (GKG kg) Jumlah dikonsumsi (GKG kg) Harga jual (Rp/GKG) Penerimaan Tunai (Rp) Penerimaan Diperhitungkan (Rp) Total Penerimaan (Rp) Hasil pendapatan yang diterima oleh kelompok tani dari SRG merupakan tunda jual pada saat panen raya. Dengan menggunakan SRG menjadikan petani dapat melakukan tunda jual. Tunda jual tersebut merupakan penyimpanan hasil panen petani pada gudang SRG. Penyimpanan hasil panen di gudang dapat dijadikan resi yang berguna sebagai jaminan petani untuk melakukan pengajuan peminjaman kredit kepada pihak bank yang bekerja sama (Bank Jatim) untuk memperoleh 70% dari total penjualan barang yang disimpan di gudang. Perolehan uang pinjaman terhadap bank dapat digunakan petani sebagai modal untuk melakukan usahatani pada musim berikutnya hingga barang yang disimpan di gudang SRG terjual dengan harga terbaik. Sistem tunda jual yang telah dijelaskan diatas merupakan salah satu manfaat SRG sebagai alat bantu pembiayaan usahatani. Penggunaan peminjaman kredit sebagai sumber pembiayaan dan permodalan petani berkurang dengan adanya SRG. Pinjaman kredit tanpa SRG yang biasa digunakan oleh petani berasal dari lembaga keuangan formal dan non formal. Petani yang sebelumnya meminjam 00% biaya usahatani kepada lembaga keuangan formal dan non formal dapat mengurangi jumlah peminjamannya dengan adanya SRG. Peminjaman kredit sebagai sumber pembiayaan dan permodalan yang berasal dari lembaga keuangan formal di Desa Plosogenuk merupakan peminjam kredit yang berasal dari bank. Sedangkan peminjaman kredit sebagai sumber pembiayaan dan permodalan yang berasal dari lembaga keuangan non formal di Desa Plosogenuk merupakan peminjaman kredit yang berasal dari kios setempat dan teman. Kios setempat menawarkan pemberian input produksi usahatani berupa benih, pupuk, dan pestisida lalu petani dapat membayarnya saat sudah panen dengan harga bunga yang tidak murah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian, bunga pinjaman kios sebesar.27% per musim panen lebih besar dari bunga SRG yang sebesar.5% 45

58 46 per musim panen dimana dapat menggambarkan bahwa bunga pinjaman ke kios lebih membebani petani secara ekonomi. Namun, salah satu penyebab masih banyaknya petani yang memanfaatkan kios sebagai sumber pembiayaan adalah prosedur pembiayaan yang lebih sederhana dan tidak berbelit seperti halnya prosedur SRG yang cukup panjang. Selain itu pemanfaatan kios yang telah menjadi tradisi petani di sana membuat petani enggan untuk beralih dari kios. Gambar Sumber peminjaman modal usahatani padi tanpa SRG Analisis Pendapatan Usahatani Analisis pendapatan usahatani padi menggunakan pendekatan perhitungan penerimaan dan biaya usahatani per hektar per musim tanam. Hal ini dilakukan karena tanaman padi di Desa Mangunjaya hanya diproduksi sebanyak dua kali dalam satu tahun, yaitu pada periode tanam Januari-April dan Juni-Oktober. Analisis yang digunakan untuk menghitung pendapatan usahatani mengacu pada konsep pendapatan atas biaya yang dikeluarkan yaitu biaya tunai dan biaya total. Biaya tunai adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam bentuk tunai untuk melakukan kegiatan usahatani padi seperti biaya pembelian bibit, pupuk dan biaya tenaga kerja luar keluarga. Biaya total adalah biaya tunai ditambah dengan biaya diperhitungkan. Biaya diperhitungkan adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan usahatani dalam bentuk tidak tunai seperti biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Berdasarkan Tabel 6, terlihat perhitungan penerimaan dan pendapatan ratarata usahatani padi petani per hektar. Dari tabel diketahui bahwa pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total yang diterima oleh petani saat melaksanakan SRG lebih besar daripada pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total yang diterima oleh petani saat sudah tidak melaksanakan SRG. Rendahnya pendapatan atas biaya tunai dan biaya total yang diperoleh petani saat sudah tidak melaksanakan SRG karena harga yang diterima lebih rendah dibandingkan dengan petani saat melaksanakan SRG. Dapat disimpulkan pula bahwa usahatani padi saat melaksanakan SRG lebih menguntungkan dibandingkan saat sudah tidak melaksanakan SRG. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa pendapatan usahatani total atas biaya tunai dan atas

59 biaya total lebih dari nol, sehingga usahatani yang dilakukan petani responden pada saat melaksanakan SRG di Dusun Ngaren Desa Plosogenuk menguntungkan. Tabel 6 Perhitungan penerimaan dan pendapatan rata-rata usahatani padi petani per hektar di Desa Plosogenuk Dengan SRG Tanpa SRG Komponen Satuan Nilai (Rp) Nilai (Rp) A. Penerimaan Tunai Rp/Ha B. Penerimaan Diperhitungkan Rp/Ha C. Total Penerimaan (A+B) Rp/Ha D. Biaya Tunai Rp/Ha E. Biaya Diperhitungkan Rp/Ha F. Total Biaya (D+E) Rp/Ha Pendapatan atas Biaya Tunai (C-D) Rp/Ha Pendapatan atas Biaya Total (C-F) Rp/Ha R/C atas Biaya Tunai R/C atas Biaya Total Analisis R/C Ratio Analisis R/C rasio terdiri dari R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. R/C rasio atas biaya tunai diperoleh dari rasio antara penerimaan total dengan pengeluaran tunai. R/C rasio atas biaya total diperoleh dari rasio penerimaan total dengan pengeluaran total. Suatu usaha dapat dikatakan menguntungkan dan layak untuk diusahakan apabila nilai R/C rasio lebih besar dari satu (R/C > ), semakin tinggi nilai R/C menunjukkan bahwa penerimaan yang diperoleh semakin besar. Namun apabila nilai R/C lebih kecil dari satu (R/C < ), maka usaha ini tidak mendatangkan keuntungan sehingga tidak layak diusahakan. Pada Tabel 6, R/C rasio usahatani padi dibedakan berdasarkan pada saat melaksanakan SRG dan pada saat sudah tidak melaksanakan SRG. Hasil perhitungan nilai R/C rasio atas biaya tunai pada saat melaksanakan SRG adalah sebesar 2.2 dan nilai R/C rasio atas biaya tunai pada saat sudah tidak melaksanakan SRG adalah sebesar 2.4. Nilai 2.2 saat melaksanakan SRG memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp.00 akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2.2. Nilai 2.4 saat sudah tidak melaksanakan SRG memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp.00 akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2.4. Hasil perhitungan nilai R/C rasio atas biaya total pada saat melaksanakan SRG adalah sebesar.74 dan nilai R/C rasio atas biaya total pada saat sudah tidak melaksanakan SRG adalah sebesar.68. Nilai.74 saat melaksanakan SRG memiliki arti bahwa setiap pengeluaran total sebesar Rp.00 akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp.74. Nilai.68 saat sudah tidak melaksanakan SRG memiliki arti bahwa setiap pengeluaran total sebesar Rp.00 akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp.68. Pada Tabel 6, terlihat bahwa R/C rasio atas biaya tunai pada saat melaksanakan SRG lebih kecil daripada tidak melaksanakan SRG. Hal ini disebabkan biaya tunai yang lebih besar karena adanya komponen biaya resi gudang. Namun R/C rasio atas biaya total pada saat melaksanakan SRG lebih besar dibanding R/C rasio atas biaya total pada saat tidak melaksanakan SRG. Hal ini disebabkan oleh komponen penerimaan total atas total biaya lebih tinggi 47

60 48 dibanding dengan pada saat tidak melaksanakan SRG. Walaupun demikian, baik pada saat melaksanakan SRG dan pada saat tidak melaksanakan SRG R/C rasio lebih besar dari satu, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada saat petani melaksanakan SRG dan pada saat petani sudah tidak melaksanakan SRG adalah sama-sama menguntungkan. Meskipun R/C atas biaya tunai pada saat melaksanakan SRG lebih kecil daripada pada saat tidak melaksanakan SRG dan R/C atas biaya total pada saat melaksanakan SRG lebih besar daripada pada saat tidak melaksanakan SRG, selisih besaran tersebut tidak mampu memberikan pengaruh pada petani atau kelompok tani Desa Plosogenuk untuk ikut atau tetap ikut serta dalam pelaksanaan SRG. Selisih R/C adalah 0.02 untuk R/C atas biaya tunai dan 0.04 untuk R/C atas biaya total. Hal tersebut belum dirasakan dalam meningkatkan pendapatan petani yang terlihat pada berhentinya penggunaan SRG. Dalam hal ini, petani telah bertindak rasional, dimana petani tidak tertarik untuk melaksanakan SRG karena keuntungan yang diperoleh tidak sebanding dengan prosedur pelaksanaan SRG yang rumit dan berbelit. Hal ini memperkuat analisis keragaan SRG dimana kurangnya sosialisasi dan spesifikasi gudang ditambah peningkatan pendapatan yang tidak tidak terlalu dirasakan oleh petani, mengakibatkan SRG di Kecamatan Perak Kabupaten Jombang berhenti. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:. Pelaksanaan SRG di Kecamatan Perak Kabupaten Jombang terhenti. Berdasarkan keragaan SRG, adanya kelemahan pada sosialisasi SRG terhadap petani dan terdapatnya kekurangan pada spesifikasi gudang yang menyebabkan pelaksanaan SRG kurang maksimal. 2. Usahatani ini menguntungkan berdasarkan pendapatan dan R/C rasio, baik atas biaya tunai dan biaya total. Namun terlihat tidak berbeda jauh antara R/C rasio saat melaksanakan SRG dan saat tidak melaksanakan SRG. Sehingga wajar petani tidak melaksanakan SRG kembali. Saran Beberapa saran yang dapat penulis sampaikan sehubungan dengan kesimpulan diatas adalah:. Perlu dilakukan sosialisasi kepada petani mengenai SRG, agar petani lebih banyak yang dapat memanfaatkan SRG sebagai sumber pembiayaan. Serta perbaikan gudang dengan melengkapi perlengkapan gudang.

61 2. Perlu peningkatan kinerja kelembagaan SRG, terutama pengelola gudang untuk memaksimalkan perhatiannya kepada pelaku SRG. 49 DAFTAR PUSTAKA Ariyani RR Sistem Resi Gudang Akan Diberlakukan Nasional. [diakses pada tanggal 20 Februari 204] Ashari Potensi dan kendala Sistem Resi Gudang (SRG) untuk Mendukung Pembiayaan Usaha Pertanian di Indonesia. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. [BAPPEBTI]. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka. 20. Laporan Tahunan 200. Jakarta (ID):Bappebti, Kementerian Perdagangan RI. [BAPPEBTI]. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Panduan pelaksanaan Sistem Resi Gudang. Jakarta (ID): Kementerian Perdagangan.. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Sistem Resi Gudang Memberdayakan Bangsa. Jakarta (ID): Kementerian Perdagangan.. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Sistem Resi Gudang bagi Petani dan Pelaku Usaha. Jakarta (ID): Kementerian Perdagangan.. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Himpunan Peraturan dibidang Sistem Resi Gudang. Jakarta (ID): Kementerian Perdagangan. [BPS]. Badan Pusat Statistik Tabel Luas Panen-Produktivitas-Produksi Tanaman Padi Seluruh Provinsi. [diakses pada tanggal Oktober 204] [BRI]. Bank Rakyat Indonesia Sistem Resi Gudang: Peluang, Tantangan dan Hambatan. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Sistem Resi Gudang, Pengembangan Alternatif Pembiayaan melalui Sistem Resi Gudang. Hotel Borobudur, tanggal 4 November 2008 [BRI]. Bank Rakyat Indonesia. 20. Penjaminan Resi Gudang ke Bank sebagai Alternatif Pembiayaan. Makalah disampaikan pada Workshop Penguatan Kelembagaan Sistem Resi Gudang dalam Mendukung Pembiayaan Sektor Pertanian, Best Western Mangga Dua Hotel &Residence. Jakarta (ID): Menko Perekonomian, 7 Desember 20. [Deptan]. Departemen Pertanian Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Jakarta (ID). Djumhana M Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung (ID): Citra Aditya Bakti. Febrian A. 20. Analisis Pendapatan Usahatani Padi dengan Memanfaatkan Sistem Resi Gudang Studi Kasus Gapoktan Jaya Tani Indramayu [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

62 50 Feder, Gershon, Lawrence, Lau J, Justin YL, Xiopeng L The Relationship between Credit and Productivity in Chinese Agriculture: A Microeconomic Model of Desequilibrium, American Journal of Agricultural Economics, Vol 72. Firdaus, Rachmat Manajemen Dana Bank. Bandung (ID): STIE INABA. Nicholson W Teori Mikroekonomi: Prinsip Dasar dan Perluasan. Wirajaya D, penerjemah. Jakarta (ID): Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Microeconomic Theory Basic Prinsiples and Extensions. Ed ke-2. Kurniawan D Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Sistem Resi Gudang oleh Petani Padi di Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Mubyarto Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta (ID): LP3ES. Riana D Penggunaan Sistem Resi Gudang Sebagai Jaminan Perbankan Di Indonesia [Thesis]. Jakarta (ID): Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Sadarestuwati Pentingnya Sistem Resi Gudang bagi Petani. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Sistem Resi Gudang, Pengembangan Alternatif Pembiayaan melalui Sistem Resi Gudang. Hotel Borobudur, tanggal 4 November Seibel, Hans D, Uben P Microfinance in Indonesia, An Assessment of microfinance Institutions Banking with the Poor, Economics and Sociology Occasional Paper No.2365 Rural Finance. Program Department of Agricultural Economics The Ohio State University. Colombus. Ohio. Soekartawi, Soeharjo A, Dillon J, Hardaker J Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Dillon JL, Hardaker JB, Penerjemah; Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Farm Management Research for Small Development. Soekartawi Agribisnis Aplikasi Dan Teorinya Universitas Brawijaya. Jakarta (ID): PT Rajagrafindo Persada. Soekartawi Analisis Usahatani. Jakarta (ID): UI Press. Suhendra Panetrasi Sistem Resi Gudang Masih Rendah. rendah [diakses pada tanggal 20 Februari 204] Syukur M, Sumaryanto, Saptana, Nurmanaf, AR, Wiryono, Anugrah IS, Sumedi.999. Kajian Skim Kredit Usahatani Menunjang Pengembangan IP- Padi 300 di Jawa Barat. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian bekerjasama dengan: Agriculturaal Research Management Project-II Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Syafa at N dan Djauhari A Identifikasi Penyebab Rendahnya Penyaluran Kredit Usahatani dalam Forum Penelitian Agro Ekonomi. FAE. Vol. 9 No.2 dan Vol.0 No.. hal 3-9 Sumaryanto. 202 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Untuk Meninjam Kredit Usahatani, dalam Taryoto,A.H,. Mintoro, Abunawan, Soentoro dan Hermanto (992) ed, Perkembangan Perkreditan Pertanian di Indonesia, Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor Monograph Series No.3 hal Supranto Statistik: Teori dan Aplikasi. Edisi ke-7. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga

63 Suratiyah K Analisis Usahatani. Yogyakarta (ID): Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Taryoto, Andin H Sejarah Perkreditan Pertanian Subsektor Tanaman Pangan dalam Taryoto, A.H, Abuanawan Mintoro, Soetoro dan Hermanto Perkembangan Perkreditan Pertanian Di Indonesia, Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitan dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Yudho U Sistem Resi Gudang sebagai Lindung Nilai: Studi pada PT Petindo Daya mandiri. Thesis. Yogyakarta (ID): Program Studi Magister Manajemen. Pasca Sarjana. Universitas Gadjah Mada. Zeller, Ahmed, Babu, Broca, Diagne, Sharma Rural financial policy for food securioty of the poor: methodologi for a multicountry research project. IFPRI, Washington. D.C. Zeller, Manfred, Sharma, Manohar Rural Finance and Poverty Allevation, Food Policy Report, IFPRI, Washington, D.C. 5

64 52 LAMPIRAN Lampiran Dokumentasi keadaan gudang SRG di Kecamatan Perak Gudang SRG yang kosong tidak ada yang menempati Gudang berada strategis di pinggir jalan Kecamatan Perak Pos keamanan dan kantor pengelola gudang Tampak depan gudang SRG Tidak ada jaring kawat penutup pada ventilasi gudang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini sektor pertanian tetap dijadikan sebagai sektor andalan, karena sektor ini telah terbukti tetap bertahan dari badai krisis moneter, sementara itu sektor-sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dewasa ini salah satunya diprioritaskan pada bidang ketahanan pangan, sehingga pemerintah selalu berusaha untuk menerapkan kebijakan dalam peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor utama yang menopang kehidupan masyarakat, karena sektor pertanian menjadi mata pencaharian sebagian besar penduduk Indonesia. Sehingga

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA DAN POTENSI SISTEM RESI GUDANG UNTUK SUMBER PEMBIAYAAN, STABILISASI HARGA DAN PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI JAGUNG DAN KEDELAI

ANALISIS KINERJA DAN POTENSI SISTEM RESI GUDANG UNTUK SUMBER PEMBIAYAAN, STABILISASI HARGA DAN PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI JAGUNG DAN KEDELAI ANALISIS KINERJA DAN POTENSI SISTEM RESI GUDANG UNTUK SUMBER PEMBIAYAAN, STABILISASI HARGA DAN PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI JAGUNG DAN KEDELAI Pendahuluan Iwan Setiajie Anugrah (1) Terjadinya penurunan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Ekonomi 3.1.1.1 Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktorfaktor produksi dengan produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi masa kini terjadi persaingan yang semakin ketat. Era

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi masa kini terjadi persaingan yang semakin ketat. Era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi masa kini terjadi persaingan yang semakin ketat. Era globalisasi membutuhkan kesiapan dunia usaha untuk menghadapi perubahan yang sangat cepat di

Lebih terperinci

BAB 4 SISTEM RESI GUDANG SEBAGAI JAMINAN KREDIT

BAB 4 SISTEM RESI GUDANG SEBAGAI JAMINAN KREDIT 84 BAB 4 SISTEM RESI GUDANG SEBAGAI JAMINAN KREDIT 4.1. PENERAPAN SISTEM RESI GUDANG Pertama kalinya gudang untuk sistem resi gudang dibangun di Desa Bareng, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang dan telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Agribisnis Sering ditemukan bahwa agribisnis diartikan secara sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA e-j. Agrotekbis 4 (4) : 456-460, Agustus 2016 ISSN : 2338-3011 ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA Income Analysis of Corn Farming Systemin Labuan

Lebih terperinci

PERLUNYA RESI GUDANG UNTUK MENSTABILKAN HARGA BERAS DI PROVINSI BANTEN

PERLUNYA RESI GUDANG UNTUK MENSTABILKAN HARGA BERAS DI PROVINSI BANTEN PERLUNYA RESI GUDANG UNTUK MENSTABILKAN HARGA BERAS DI PROVINSI BANTEN Dewi Haryani, Viktor Siagian dan Tian Mulyaqin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Jln.Ciptayasa KM.01 Ciruas Serang (42182)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor utama yang menopang kehidupan masyarakat, karena sektor pertanian menjadi mata pencaharian sebagian besar penduduk Indonesia. Sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok di Indonesia. Beras bagi masyarakat Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik di negara ini. Gejolak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian diartikan sebagai rangkaian berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, memantapkan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi penyediaan pangan penduduk, mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam

Lebih terperinci

Sistem Resi Gudang Bagi Petani

Sistem Resi Gudang Bagi Petani Sistem Resi Gudang Bagi Petani BAPPEBTI Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi CoFTRA Commodity Futures Trading Regulatory Agency Sudah tahukah anda apa itu SRG? Perdagangan sebagai sektor penggerak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian Indonesia dan dalam pembangunan nasional. Pembangunan dan perubahan struktur ekonomi tidak bisa dipisahkan dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Usahatani di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Usahatani di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Usahatani di Indonesia Sektor pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi yang tidak terpengaruh oleh krisis ekonomi pada tahun 1998 karena dalam kondisi krisis,

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

Sistem Resi Gudang Memberdayakan Bangsa

Sistem Resi Gudang Memberdayakan Bangsa Memberdayakan Bangsa 02 03 05 07 Sekapur Sirih Suara Dari Masa Depan Resi Gudang Harapan Untuk Semua 10 Kelembagaan dalam SRG 13 Langkah Ke depan Sekapur Sirih Keberhasilan suatu bangsa dalam membangun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kombinasi Produk Optimum Penentuan kombinasi produksi dilakukan untuk memperoleh lebih dari satu output dengan menggunakan satu input. Hal ini

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor pertanian masih menjadi mata pencaharian umum dari masyarakat Indonesia. Baik di sektor hulu seperti

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dilandasi oleh teori-teori mengenai konsep marketable dan marketed surplus, serta faktor-faktor yang memepengaruhinya.

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting. Indonesia dikenal dengan negara yang kaya akan hasil alam, kondisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu

II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu Penelitian Gaol (2011) yang berjudul Analisis Luas Lahan Minimum untuk Peningkatan Kesejahteraan Petani Padi Sawah di Desa Cinta Damai, Kecamatan Percut Sei Tuan,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Menurut Hernanto (1989) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi

Lebih terperinci

BAPPEBTI Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. CoFTRA Commodity Futures Trading Regulatory Agency KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAPPEBTI Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. CoFTRA Commodity Futures Trading Regulatory Agency KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Memberdayakan Bangsa BAPPEBTI Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi CoFTRA Commodity Futures Trading Regulatory Agency Perdagangan sebagai sektor penggerak pertumbuhan dan daya saing ekonomi, serta

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor yang mempunyai peranan strategis bagi perekonomian Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis sebagai penyedia

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani (wholefarm) adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab

Lebih terperinci

VI. KERAGAAN USAHATANI KENTANG DAN TOMAT DI DAERAH PENELITIAN

VI. KERAGAAN USAHATANI KENTANG DAN TOMAT DI DAERAH PENELITIAN 73 VI. KERAGAAN USAHATANI KENTANG DAN TOMAT DI DAERAH PENELITIAN 6.1. Karakteristik Lembaga Perkreditan Keberhasilan usahatani kentang dan tomat di lokasi penelitian dan harapan petani bagi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didukung dengan kondisi wilayah Indonesia yang memiliki daratan luas, tanah

BAB I PENDAHULUAN. didukung dengan kondisi wilayah Indonesia yang memiliki daratan luas, tanah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dahulu Indonesia dikenal sebagai negara agraris, sebutan tersebut didukung dengan kondisi wilayah Indonesia yang memiliki daratan luas, tanah yang subur dengan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peran penting mewujudkan kesejahteraan sosial bagi masyarakat. Selain itu sektor pertanian memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Kerangkan pemikiran konseptual dalam penelitian ini terbagi menjadi empat bagian, yaitu konsep kemitraan, pola kemitraan agribisnis, pengaruh penerapan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan, I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan yang banyak dihadapi oleh setiap negara di dunia. Sektor pertanian salah satu sektor lapangan usaha yang selalu diindentikan dengan kemiskinan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar penduduk Indonesia, sehingga sektor pertanian diharapkan menjadi basis pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, kerja, modal, waktu,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan salah satu sektor usaha yang paling banyak diminati oleh para pelaku usaha dan cukup prospektif untuk dikembangkan. UMKM dalam

Lebih terperinci

POTENSI DAN KENDALA SISTEM RESI GUDANG (SRG) UNTUK MENDUKUNG PEMBIAYAAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIA

POTENSI DAN KENDALA SISTEM RESI GUDANG (SRG) UNTUK MENDUKUNG PEMBIAYAAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIA POTENSI DAN KENDALA SISTEM RESI GUDANG (SRG) UNTUK MENDUKUNG PEMBIAYAAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIA Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 Naskah masuk : 22 Agustus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih banyak menghadapi permasalahan diberbagai bidang seperti ekonomi, sosial, hukum, politik dan bidang-bidang

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peran yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Di sisi lain

I. PENDAHULUAN. peran yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Di sisi lain I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan produksi dan distribusi komoditi pertanian khususnya komoditi pertanian segar seperti sayur mayur, buah, ikan dan daging memiliki peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Permasalahan

I. PENDAHULUAN. adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Permasalahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya masalah kemiskinan berhubungan erat dengan permasalahan pertanian di Indonesia. Masalah paling dasar bagi sebagian besar petani Indonesia adalah masalah keterbatasan

Lebih terperinci

TANGGAPAN TERHADAP MATERI PRESENTASI PROF.DR. ACHMAD SURYANA BERJUDUL: 15 TAHUN DINAMIKA KETAHANAN PANGAN INDONESIA 1

TANGGAPAN TERHADAP MATERI PRESENTASI PROF.DR. ACHMAD SURYANA BERJUDUL: 15 TAHUN DINAMIKA KETAHANAN PANGAN INDONESIA 1 TANGGAPAN TERHADAP MATERI PRESENTASI PROF.DR. ACHMAD SURYANA BERJUDUL: 15 TAHUN DINAMIKA KETAHANAN PANGAN INDONESIA 1 Dr. Erwidodo Peneliti Utama Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP) Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah memberikan amanat bahwa prioritas pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus

I. PENDAHULUAN. produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Keterbatasan modal merupakan permasalahan yang paling umum terjadi dalam usaha, terutama bagi usaha kecil seperti usahatani. Ciri khas dari kehidupan petani adalah perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan penting pada perekonomian nasional. Untuk mengimbangi semakin pesatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN DAN MENDASARI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMASARAN JERUK SIAM (Citrus nobilis LOUR var) MELALUI TENGKULAK (Studi Kasus Desa Wringinagung Kecamatan Gambiran Kabupaten

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Padi Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut Kasryno dan Pasandaran (2004), beras serta tanaman pangan umumnya berperan

Lebih terperinci

PASAR LELANG KOMODITAS

PASAR LELANG KOMODITAS PASAR LELANG KOMODITAS Memperpendek Mata Rantai Perdagangan trade with remarkable % 100 INDONESIA Daftar Isi 2 Kata Pengantar Pasar Lelang Komoditas 3 4 Payung Hukum Pelaksanaan Pasar Lelang Komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peran penting dalam pembangunan nasional, karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan dalam pembangunan Indonesia, namun tidak selamanya sektor pertanian akan mampu menjadi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sektor pertanian sampai saat ini telah banyak dilakukan di Indonesia. Selain sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan pendapatan petani, sektor pertanian

Lebih terperinci

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA)

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) 28 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) Pendahuluan Latar Belakang Peraturan Presiden (PERPRES) Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu bentuk pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan penting karena selain bertujuan sebagai ketahanan pangan bagi seluruh penduduk, juga merupakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Pengertian Usahatani Rifai (1973) dalam Purba (1989) mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian dari faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, modal dan manajemen,

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produk total (TP) adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Jika jumlah semua input kecuali satu faktor

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK

ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK 1 ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK FARMING ANALYSIS OF PADDY IN KEMUNINGMUDA VILLAGE BUNGARAYA SUB DISTRICT SIAK REGENCY Sopan Sujeri 1), Evy Maharani

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam pembangunan nasional karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan sumber

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor ekonomi yang utama di negara-negara berkembang. Peranan atau kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara menduduki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Seiring dengan perkembangan dan perubahan kepemimpinan di pemerintahan,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Definisi usahatani ialah setiap organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris didukung oleh sumber daya alamnya yang melimpah memiliki kemampuan untuk mengembangkan sektor pertanian. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA 6.1 Motif Dasar Kemitraan dan Peran Pelaku Kemitraan Lembaga Petanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika

Lebih terperinci

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan,

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembagunan pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang mempunyai posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005 industri gula berbasis tebu merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Kegiatan usaha ini harus diiringi oleh perhatian terhadap keseimbangan

TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Kegiatan usaha ini harus diiringi oleh perhatian terhadap keseimbangan II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Peternakan didefinisikan sebagai usaha dalam memanfaatkan kekayaan alam berupa ternak, dengan cara produksi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) 74 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 74-81 Erizal Jamal et al. ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) Erizal Jamal, Hendiarto, dan Ening Ariningsih Pusat Analisis Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Tidak perlu di ragukan lagi

BAB I PENDAHULUAN. energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Tidak perlu di ragukan lagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditi salak merupakan salah satu jenis buah tropis asli Indonesia yang menjadi komoditas unggulan dan salah satu tanaman yang cocok untuk dikembangkan. Di Indonesia

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian dan Pola Kemitraan Usaha Kemitraan usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha

Lebih terperinci