KATA PENGANTAR. Jakarta, November PT. Rasicipta Consultama

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. Jakarta, November PT. Rasicipta Consultama"

Transkripsi

1 KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmad-nya sehingga Laporan Akhir ini dapat disusun dengan mempertimbangkan Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan masukan dari stakeholder yang terkait dengan penggunaan Energi dalam transportasi dan lingkungan. Laporan ini disusun untuk memenuhi syarat perjanjian kerjasama akhir Satuan Kerja Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan dan PT. Rasicipta Consultama Jakarta, sebagaimana tertuang dalam Surat Perjanjian Kerjasama Nomor PL.102/27/10-BLT-2010, tanggal 6 April 2010, tentang Studi Pengembangan Statistik Konsumsi Energi Transportasi dan Lingkungan. Laporan Akhir ini secara garis besar berisi tentang uraian mengenai data hasil survai instansional dan hasil survai lapangan, selain itu laporan ini tetap menguraikan metodologi penelitian dan pendekatan pikir serta kondisi wilayah studi. Secara sistematis konsultan menyusun Laporan Akhir ini menjadi beberapa bab dengan urutan: (1) Pendahuluan, (2) Pendekatan Pola Pikir dan Metodologi Kerja, (3) Hasil Studi Relevan, (4) Analisis Data; (5) Statistik Konsumsi Energi Transportasi dan Lingkungan; dan (6) Kesimpulan dan Saran. Berdasarkan KAK, studi ini dilaksanakan selama 240 hari kalender sejak dikeluarkannya SPMK, yang diselenggarakan di Sekretariat Balitbang Kementerian Perhubungan Jakarta. Laporan Akhir disempurnakan setelah mendapatkan masukan kritis dari semua pihak yang terkait dengan pengembangan statistik konsumsi energi transportasi dan lingkungan.. Jakarta, November 2010 PT. Rasicipta Consultama i

2 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG... I MAKSUD DAN TUJUAN... I SASARAN... I LINGKUP PEKERJAAN... I KELUARAN... I LOKASI KEGIATAN... I WAKTU PELAKSANAAN... I-4 BAB II PENDEKATAN KERANGKA PIKIR DAN METODOLOGI STUDI 2.1. PENDEKATAN POLA PIKIR... II Input Pola Pikir... II Proses Pola Pikir... II Output Pola Pikir... II Outcome dan Impact Pola Pikir... II METEDOLOGI KERJA... II Tahapan Penyusunan metode kerja dan Identifikasi Masalah... II Tahapan SurIVai Data dan Informasi... II Karakteristik EIValuasi dan Analisis... II Tahapan Penyusunan Statistik Konsumsi Energi dan Rekomendasi... II-23 BAB III HASIL STUDI RELEIVAN 3.1. URGENSI PAKET KEBIJAKAN DAN PROGRAM KOMPREHENSIF DALAM PENGHEMATAN BBM TRANSPORTASI (POLICY BRIEF)... III Daya Saing Transportasi Nasional dalam IVolatilitas Perubahan Harga BBM Dunia... III Prinsip Dasar dalam Penyelenggaraan Transportasi yang Mampu Mengurangi Kebutuhan BBM... III-1 Daftar Isi-1

3 Kebijakan dan Rencana InIVestasi Komprehensif... III PROYEKSI PERTUMBUHAN ENERGI III STATISTIK KONSUMSI ENERGI SEKTOR TRANSPORTASI DI AMERIKA SERIKAT III STATISTIK KONSUMSI ENERGI SEKTOR TRANSPORTASI DI UNITED KINGDOM III STATISTIK KONSUMSI ENERGI SEKTOR TRANSPORTASI DI EROPA PADA UMUMNYA... III-20 BAB ANALISIS DATA 4.1. Konsumsi Energi Transportasi... IV Konsumsi Energi Transportasi Darat... IV Konsumsi Energi Transportasi Laut... IV Konsumsi Energi Transportasi Udara... IV Konsumsi Energi Transportasi Perkeretaapian... IV Kondisi Lingkungan Terkait Transportasi... IV Kondisi Lingkungan di ProVnsi Nangroe Aceh Darussalam... IV Kondisi Lingkungan di ProVnsi Sumatera Utara... IV Kondisi Lingkungan di ProVnsi Riau... IV Kondisi Lingkungan di ProVnsi Sumatera Selatan... IV Kondisi Lingkungan di ProVnsi DKI Jakarta... IV Kondisi Lingkungan di ProVnsi Jawa Barat... IV Kondisi Lingkungan di ProVnsi Jawa Tengah... IV Kondisi Lingkungan di ProVnsi DI Yogyakarta... IV Kondisi Lingkungan di ProVnsi Jawa Timur... IV Kondisi Lingkungan di ProVnsi Kalimantan Timur... IV Kondisi Lingkungan di ProVnsi Gorontalo... IV Kondisi Lingkungan di ProVnsi Sulawesi Utara... IV Kondisi Lingkungan di ProVnsi Papua... IV-118 BAB V STATISTIK KONSUMSI ENERGI TRASNPORTASI DAN LINGKUNGAN 5.1. Tinjauan Umum... V Konsep Dasar... V Pengolahan dan Analisis data... V Statistik Energi Transportasi Indonesia... V Produksi, Impor dan Ekspor Bahan Bakar Minyak di Indonesia... V Konsumsi Energi dari Sumber Primer Per-Sektor di Indonesia... V Kebutuhan Domestik untuk Produk Minyak Olahan Per-Sektor di Indonesia... V Konsumsi Energi oleh Sektor Transportasi di Indonesia... V Konsumsi Bahan Bakar Per-Moda Transportasi... V-14 Daftar Isi-2

4 Konsumsi Energi Per-Moda Transportasi... V Konsumsi Gasoline di Indonesia... V Statistik Energi Transportasi Darat... V Konsumsi Bahan Bakar untuk Mobil Penumpang di Indonesia... V Konsumsi Bahan Bakar untuk Bus di Indonesia... V Konsumsi Bahan Bakar untuk Truk di Indonesia... V Konsumsi Bahan bakar untuk Sepeda Motor di Indonesia... V Intensitas energi pada Moda Pribadi... V Efisiensi Rata-rata Bahan Bakar pada Mobil Pribadi dan Truk Ringan di Indonesia... V Intensitas energi pada Bus... V Statistik Energi Transportasi Laut... V Statistik Energi Transportasi Udara... V Konsumsi Bahan Bakar Angkutan Udara yang bersertifikasi... V Intensitas energi pada Angkutan Udara Bersertifikasi... V Statistik Energi Transportasi Perkeretaapian... V Kebutuhan Energi Kereta Api... V Konsumsi Bahan Bakar Kereta Api Kelas Eksekutif... V Intensitas Energi pada Pelayanan Jalan Rel Kelas 1... V Emisi Lingkungan Sektor Transportasi... V Standar Sertifikasi Nasioanal Emisi Pembuangan untuk Kendaraan Ringan yang Baru Diproduksi Berbahan-bakar Bensin dan Solar... V Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor yang sedang Diproduksi (Current Production) dengan Penggerak Motor Bakar Cetus Api Berbahan Bakar Bensin... V Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor yang sedang Diproduksi (Current Production) dengan Penggerak Motor Bakar Penyalaan Kompresi (Diesel)... V Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor yang sedang Diproduksi (Current Production) dengan Penggerak Motor Bakar Cetus Api Berbahan Bakar Gas (LPG/CNG)... V Perbandingan Emisi dari Kendaraan Berbahan Bakar dengan Solar... V Jumlah Bahan Bakar Terbuang per Kepala per Tahun... V Perkembangan Polusi Udara di Wilayah Statistikal Metropolitan... V Pembagian Tiap Sektor Emisi Karbon Dioksida Indonesia dari Penggunaan Energi.... V Tumpahan Minyak yang Berdampak bagi Perairan Indonesia... V Konstruksi Pelindung Kebisingan bagi Jalan Raya... V Bahan Bakar Terbuang Akibat Kemacetan Lalu Lintas... V-60 Daftar Isi-3

5 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan... VI Saran... VI-37 DAFTAR PUSTAKA Daftar Isi-4

6 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Gambar 2.2. Gambar 3.1. Gambar 3.2. Gambar 3.3. Gambar 3.4. Gambar 3.5. Gambar 3.6. Gambar 3.7. Gambar 3.8. Gambar 3.9. Gambar 4.1. Gambar 4.2. Gambar 4.3. Gambar 4.4. Gambar 4.5. Gambar 4.6. Gambar 4.7. Gambar 4.8. Gambar 4.9. Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Pendekatan Pola Pikir... II-2 Metodologi kerja... II-7 Konsumsi energi pers ektor di Amerika Serikat... IIII-8 Konsumsi energi semua sector (total) di Amerika Serikat... III-9 Konsumsi energi semua sector transportasi diamerika Serikat... III-9 Konsumsienergi sector tansportasi per moda di AmerikaSerikat... III-11 Konsumsienergi sector transportasi di Great Britain... III-16 Konsumsienergi sector transportasi di UnitedKingdom... III-20 Konsumsi energi oleh 27 negara di Eropa... III-21 Konsumsi energi oleh 24 negara di Eropa... III-21 Konsumsi energi oleh 14 negara di Eropa... III-21 KonsumsiBBM sektor transportasi di NAD... III-2 Konsumsi BBM sektortransportasi di Sumatera Utara... IV-3 Konsumsi BBM sector transportasi di Riau... IV-4 Konsumsi BBM sektortransportasi di Jambi... IV-4 Konsumsi BBM SektorTransportasi di Sumatera Barat... IV-6 Konsumsi BBM SektorTransportasi di Sumatera Selatan... IV-7 Konsumsi BBM SektorTransportasi di Lampung... IV-8 Konsumsi BBM SektorTransportasi di Bengkulu... IV-9 Konsumsi BBM SektorTransportasi di Banten... IV-10 Konsumsi BBM SektorTransportasi di Jawa Barat... IV-11 Konsumsi BBM SektorTransportasi di DKI Jakarta... IV-12 Konsumsi BBM SektorTransportasi di Jawa Tengah... IV-13 Konsumsi BBM SektorTransportasi di DI Yogyakarta... IV-14 Konsumsi BBM SektorTransportasi di Jawa Timur... IV-14 Konsumsi BBM SektorTransportasi di Bali... IV-16 Daftar Gambar-1

7 Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Nusa Tenggara Barat... IV-17 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Nusa Tenggara Timur... IV-18 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Barat... IV-19 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Tengah... IV-20 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Selatan... IV-21 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Timur... IV-22 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sulawesi Utara... IV-23 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Gorontalo... IV-24 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sulawesi Selatan... IV-24 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Maluku Utara... IV-26 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Papua Barat... IV-27 Perbandingan Konsumsi Angkutan Laut di Wilayah Pelindo I... IV-33 Perbandingan Konsumsi Angkutan Laut di Wilayah Pelindo II... IV-34 Perbandingan Konsumsi Angkutan Laut di Wilayah Pelindo III... IV-36 Perbandingan Konsumsi Angkutan Laut di Wilayah Pelindo III... IV-38 Konsumsi Bahan Bakar oleh Transportasi Udara untuk Komersial... IV-41 Konsumsi Bahan Bakar oleh Transportasi Udara untuk Komersial... IV-42 Jalur Kereta Api di Pulau Sumatera... IV-61 Jumlah Energi Yang Dibutuhkan Oleh Kereta Api... IV-62 Emisi CO 2 di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam (Ton)... IV-71 Emisi CO 2 di Propinsi Sumatera Utara... IV-73 Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Medan... IV-74 Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Medan... IV-74 Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Medan... IV-76 Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Medan... IV-77 Emisi CO 2 di Propinsi Riau... IV-79 Emisi CO 2 di Propinsi Sumatera Selatan... IV-80 Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Palembang... IV-82 Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Palembang... IV-83 Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Palembang... IV-83 Daftar Gambar-2

8 Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Palembang... IV-84 Emisi CO 2 di Propinsi DKI Jakarta... IV-86 Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat... IV-87 Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat... IV-88 Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat... IV-89 Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat... IV-90 Emisi CO 2 di Propinsi Jawa Barat... IV-91 Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Bandung... IV-93 KonsentrasiSO 2 di Tepi Jalan Kota Bandung... IV-94 Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Bandung... IV-94 Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Bandung... IV-96 Emisi CO 2 di Propinsi Jawa Tengah... IV-97 Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Semarang... IV-98 Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Semarang... IV-99 Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Semarang... IV-100 Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Semarang... IV-101 Emisi CO 2 di Propinsi DI Yogyakarta... IV-102 Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Yogyakarta... IV-104 Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Yogyakarta... IV-104 Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Yogyakarta... IV-106 Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Yogyakarta... IV-107 Emisi CO 2 di Propinsi Jawa Timur... IV-108 Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Surabaya... IV-110 Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Surabaya... IV-111 Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Surabaya... IV-112 Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Surabaya... IV-113 Emisi CO 2 di Propinsi Kalimantan Timur... IV-114 Emisi CO 2 di Propinsi Gorontalo... IV-116 Emisi CO 2 di Propinsi Sulawesi Utara... IV-117 Emisi CO 2 di Propinsi Papua... IV-119 Daftar Gambar-3

9 Gambar 5.1. Skema Sistem Penyediaan Energi... V-2 Gambar 5.2 Hubungan Konsumsi Bahan Bakar dengan Jumlah Kapal... V-34 Gambar 5.3 Produksi Angkutan Penumpang Udara dan Target V-36 Gambar 5.4 Produksi Angkutan Barang Udara dan Target V-36 Gambar 5.5 Hubungna Konsumsi Bahan Bakar dengan Panjang Lintasan Pelayanan... V-41 Gambar 5.6 Hasil Regresi Emisi CO, SO 2, dan HC... V-49 Daftar Gambar-4

10 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 3.3. Tabel 3.4. Tabel 3.4. Tabel 3.6. Tabel 3.7. Tabel 3.8. Tabel 3.9. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5. Tabel 4.6. Tabel 4.7. Tabel 4.8. Tabel 4.9. Kebutuhan BBM Nasional Tahun II-12 Prioritas Kebijakan Transportasi Dalam Rangka Penghematan Energi dan Pengurangan Subsidi Bahan Bakar... III-4 Hasil proyeksi kebutuhan energi tahun III-4 Perkiraan kapasitas penyediaan berbagai sumber energi primer fosil dan terbarukan III-6 Konsumsi energi per sektor di Amerika Serikat (Quadrillion Btu)... III-8 Konsumsi energi sektor transportasi berdasarkan moda di amerika Serikat (Quadrillion Btu)... III-10 Konsumsi energi Sektor Transportasi di UK, III-17 Konsumsi energi Sektor Transportasi di UK, III-18 Konsumsi energi Sektor Transportasi di UK, III-19 Konsumsi Energi Sektor Transportasi di Negara Eropa... III-22 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di NAD (dalam kilo liter)... IV-2 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sumatera Utara... IV-3 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Riau... IV-4 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Jambi... IV-4 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sumatera Barat... IV-4 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sumatera Selatan... IV-6 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Lampung... IV-7 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Bengkulu... IV-8 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Banten... IV-9 Tabel Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Jawa Barat... IV-11 Tabel Konsumsi BBM Sektor Transportasi di DKI Jakarta... IV-12 Tabel Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Jawa Tengah... IV-13 Tabel Konsumsi BBM Sektor Transportasi di DI Yogyakarta... IV-14 Tabel Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Jawa Timur... IV-14 Tabel Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Bali... IV-16 Tabel Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Nusa Tenggara Barat... IV-17 Tabel Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Nusa Tenggara Timur... IV-18 Tabel Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Barat... IV-19 Tabel Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Tengah... IV-20 Tabel Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Tengah... IV-21 Tabel Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Timur... IV-22 Daftar Tabel - 1

11 Tabel Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sulawesi Utara... IV-23 Tabel Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Gorontalo... IV-24 Tabel Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sulawesi Selatan... IV-24 Tabel Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Maluku Utara... IV-26 Tabel Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Papua... IV-27 Tabel Perkembangan Muatan Angkutan Laut Dalam Negri (Nasional & Asing) Tahun IV-28 Tabel Perkembangan Muatan Angkutan Laut Luar Negri (Nasional & Asing) Tahun IV-28 Tabel Perkembangan Muatan Angkutan Laut Luar Negeri (Naisonal & Asing) Tahun IV-29 Tabel Perkembangan Muatan Angkutan Muatan Luar Negeri (Nasional & Asing) tahun IV-29 Tabel Perkembangan Armada Nasional Tahun IV-30 Tabel Perkembangan Peusahaan Angkutan laut (Pelayaran, non Pelayaran & pelayaran Rakyat) Tahun IV-30 Tabel Perkembangan Armada Charter Asing tahun IV-31 Tabel Jumlah Pelabuhan yang Dikelola PT. Pelabuhan Indonesia I... IV-32 Tabel Konsumsi bahan bakar oleh transportasi laut wilayah Pelindo I Tahuun 2006 hingga tahun IV-32 Tabel Jumlah dan Kelas Pelabuhan yang dikelola PT. Pelabuhan Indonesia II... IV-33 Tabel Konsumsi bahan bakar oleh transportasi laut wilayah pelindo II tahun 2006 hingga tahun IV-34 Tabel Jumlah dan kelas pelabuhan yang dikelola PT. Pelabuhan Indonesia II... IV-34 Tabel Konsumsi bahan bakar oleh transportasi laut wilayah pelindo III tahun IV-36 Tabel Jumlah pelabuhan yang dikelola PT. Pelabuhan Indonesia III... IV-37 Tabel Konsumsi bahan bakar oleh trasnportasi laut wilayah pelindo III tahun IV-37 Tabel Jenis maskapai di Indonesia dan jumlah armada yang dimiliki Tahun IV-39 Tabel Jumlah penumpang dna keberangkatan pesawat transportasi udara di Indonesia... IV-39 Tabel Konsumsi energi oleh maskapai Garuda Indonesia... IV-40 Tabel Jumlah konsumsi bahan bakar oleh transportasi udara untuk komersial... IV-41 Tabel Jenis pelayanan KA Ekonomi Jarak Jauh... IV-43 Tabel Jenis Pelayanan KA Ekonomi Jarak Sedang... IV-43 Tabel Jenis Pelayanan KA Ekonomu Jarak Dekat/Lokal... IV-44 Tabel Jenis Pelayanan KRD Ekonomi... IV-44 Tabel Jenis Pelayanan KRL Ekonomi... IV-44 Tabel KA Jarak Jauh... IV-46 Daftar Tabel - 2

12 Tabel KA Jarak Sedang... IV-47 Tabel KA Jarak Dekat... IV-48 Tabel KA Ekonomi dan KRD Non Jabodetabek... IV-41 Tabel KRL Jabotabek... IV-43 Tabel Produksi KA Penumpang... IV-61 Tabel Produksi KA Barang... IV-61 Tabel Produksi KM-Lok dan KM-KA... IV-62 Tabel Konsumsi Energi Spesifik Lokomotif... IV-63 Tabel Konsumsi Energi Spesifik untuk KRD dan KRDE... IV-64 Tabel Penggunan HSD Depo Lokomotif untuk Kereta Api di Jawa... IV-64 Tabel Kebutuhan HSD untuk KA di Jawa... IV-64 Tabel Kebutuhan HSD untuk KA di Sumatera Utara... IV-64 Tabel Kebutuhan HSD untuk KA di Sumatera Barat... IV-64 Tabel Kebutuhan HSD untuk KA di Sumatera Selatan... IV-66 Tabel Kebutuhan HSD untuk KA di Jawa... IV-66 Tabel Kebutuhan HSD untuk KA di Sumatera Utara... IV-66 Tabel Kebutuhan HSD untuk KA di Sumatera Selatan... IV-67 Tabel Total Konsumsi HSD PT KA (Persero)... IV-67 Tabel Produksi KRL Jabodetabek Tahun IV-67 Tabel Produksi KRL Tahun IV-67 Tabel Konsumsi Energi KRL Jabodetabek Tahun IV-68 Tabel Armada KRL non AC... IV-68 Tabel Armada KRL AC... IV-69 Tabel Emisi CO 2 di ProVnsi Nangroe Aceh Darussalam (Ton)... IV-71 Tabel Emisi CO 2 di ProVnsi sumatera Utara (Ton)... IV-72 Tabel Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Medan... IV-74 Tabel Konsentrasi SO 2 di tepi Jalan Kota Medan... IV-74 Tabel Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Medan... IV-76 Tabel Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Medan... IV-77 Tabel Emisi CO 2 di ProVnsi Riau... IV-78 Tabel Emisi CO 2 di ProVnsi Sumatera Selatan... IV-80 Tabel Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Palembang... IV-81 Tabel Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Palembang... IV-82 Tabel Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Palembang... IV-83 Tabel Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Palembang... IV-84 Tabel Emisi CO 2 di ProVnsi DKI Jakarta... IV-84 Tabel Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat... IV-87 Tabel Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat... IV-88 Daftar Tabel - 3

13 Tabel Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat... IV-89 Tabel Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat... IV-90 Tabel Emisi CO 2 di ProVnsi Jawa Barat... IV-91 Tabel Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Bandung... IV-92 Tabel Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Bandung... IV-94 Tabel Konsentrasi HC di Tepi Kota Bandung... IV-94 Tabel Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Bandung... IV-94 Tabel Emisi CO 2 di ProVnsi Jawa Tengah... IV-97 Tabel Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Semarang... IV-98 Tabel Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Semarang... IV-99 Tabel Konsentrasi HC di Tepi Kota Semarang... IV-100 Tabel Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Semarang... IV-101 Tabel Emisi CO 2 di ProVnsi DI Yogyakarta... IV-102 Tabel Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Yogyakarta... IV-103 Tabel Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Yogyakarta... IV-104 Tabel Konsentrasi HC di Tepi Kota Yogyakarta... IV-104 Tabel Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Yogyakarta... IV-106 Tabel Emisi CO 2 di ProVnsi Jawa Timur... IV-108 Tabel Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Surabaya... IV-109 Tabel Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Surabaya... IV-110 Tabel Konsentrasi HC di Tepi Kota Surabaya... IV-111 Tabel Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Surabaya... IV-112 Tabel Emisi CO 2 di ProVnsi Kalimantan Timur... IV-114 Tabel Emisi CO 2 di ProVnsi Gorontalo... IV-114 Tabel Emisi CO 2 di ProVnsi Sulawesi Utara... IV-117 Tabel Emisi CO 2 di ProVnsi Papua... IV-118 Tabel 5.1. Produksi, Impor, dan Ekspor Bahan Bakar Minyak di Indonesia... V-8 Tabel 5.2. Konsumsi Energi dari Sumber Primer per Sektor... V-10 Tabel 5.3. Konsumsi Energi dari Sumber Primer per Sektor (dengan Biomassa)... V-10 Tabel 5.4. Kebutuhan Domestik untuk Produksi Minyak Olahan per Sektor di Indonesia... V-12 Tabel 5.4. Konsumsi Energi Sektor Transportasi di Indonesia... V-13 Tabel 5.6. Konsumsi bahan bakar per moda transportasi... V-14 Tabel 5.7. Konsumsi Energi per Moda Transportasi... V-14 Tabel 5.8. Konsumsi Gasoline di Indonesia... V-14 Tabel 5.9. Jumlah Penduduk dan Panjang Jalan... V-18 Tabel Pasokan Premium dan Jumlah Kendaraan... V-18 Tabel Pasokan Solar dan Jumlah Kendaraan... V-19 Tabel Hasil Analisis Regresi (1)... V-21 Daftar Tabel - 4

14 Tabel Hasil Analisis Regresi (2)... V-22 Tabel Hasil Analisis Regresi (3)... V-23 Tabel Jumlah Konsumsi Energi Mobil Penumpang... V-24 Tabel Jumlah Konsumsi Energi Mobil Penumpang... V-24 Tabel Jumlah Konsumsi Energi Bus... V-27 Tabel Konsumsi Bahan Bakar untuk Truk di Indonesia... V-28 Tabel Konsumsi Energi Sepeda Motor di Indonesia... V-29 Tabel Konsumsi Bahan Bakar Moda Laut dan Jumlah Kapal... V-34 Tabel Konsumsi Bahan Bakar Angkutan Udara... V-38 Tabel Konsumsi Energi Moda Kereta Api dan Panjang Lintas Layanan... V-40 Tabel Perbandingan Pemakaian BBM Antar Moda Angkutan... V-42 Tabel Konsumsi Energi dan Emisi CO 2... V-47 Tabel Analisis Emisi CO 2... V-48 Tabel Standar Sertifikasi Nasional Emisi Pembuangan untuk Kendaraan Ringan yang Baru diproduksi Berbahan Bakar Bensin dan Solar... V-51 Tabel Kendaraan Bermotor Kategori M & N... V-52 Tabel Kendaraan Bermotor Kategori M & N... V-53 Tabel Kendaraan Bermotor Tipe M, N & O... V-54 Tabel Kendaraan Bermotor Kategori M & N... V-54 Tabel Kandungan Karbon dari setiap Bahan Bakar... V-58 Tabel Emisi Karbon Dioksida Indonesia dari Penggunaan Energi per Sektor... V-59 Tabel Bahan Bakar Terbuang oleh sepeda motor akibat Kemacetan Lalu Lintas... V-61 Tabel Bahan Bakar Terbuang oleh kendaraan ringan akibat Kemacetan Lalu Lintas... V-62 Tabel Bahan Bakar Terbuang oleh kendaraan berat akibat Kemacetan Lalu Lintas V-63 Tabel 6.1. Daftar Data Statistik Konsumsi Energi Transportasi dan Lingkungan dan Program Aksi... VI-6 Tabel 6.2. Produksi, Impor, dan Ekspor Bahan Bakar Minyak di Indonesia... VI-16 Tabel 6.3. Konsumsi Energi dari Sumber Primer per Sektor... VI-18 Tabel 6.4. Konsumsi Energi dari Sumber Primer per Sektor (dengan Biomassa)... VI-18 Tabel 6.4. Kebutuhan Domestik untuk Produksi Minyak Olahan per Sektor di Indonesia... VI-19 Tabel 6.6. Konsumsi Energi Sektor Transportasi di Indonesia... VI-20 Tabel 6.7. Konsumsi bahan bakar per moda transportasi... VI-21 Tabel 6.8. Konsumsi Energi per Moda Transportasi... VI-22 Tabel 6.9. Konsumsi Gasoline di Indonesia... VI-23 Tabel Jumlah Konsumsi Energi Mobil Penumpang... VI-24 Tabel Jumlah Konsumsi Energi Bus... VI-26 Tabel Konsumsi Bahan Bakar untuk Truk di Indonesia... VI-27 Daftar Tabel - 5

15 Tabel Konsumsi Energi Sepeda Motor di Indonesia... VI-28 Tabel Konsumsi Bahan Bakar Moda Laut dan Jumlah Kapal... VI-29 Tabel Konsumsi Bahan Bakar Angkutan Udara... V-30 Tabel Standar Sertifikasi Nasional Emisi Pembuangan untuk Kendaraan Ringan yang Baru Diproduksi Berbahan Bakar Bensin dan Solar... VI-31 Tabel Kendaraan Bermotor Kategori M & N... VI-31 Tabel Kendaraan Bermotor Kategori M & N... VI-32 Tabel Kendaraan Bermotor Tipe M, N & O... VI-33 Tabel Kendaraan Bermotor Kategori M & N... VI-34 Tabel Emisi Karbon Dioksida Indonesia dari Penggunaan Energi per Sektor... VI-34 Tabel Bahan Bakar Terbuang oleh sepeda motor akibat Kemacetan Lalu Lintas... VI-35 Tabel Bahan Bakar Terbuang oleh kendaraan ringan akibat Kemacetan Lalu Lintas... VI-36 Tabel Bahan Bakar Terbuang oleh kendaraan berat akibat Kemacetan Lalu Lintas VI-37 Daftar Tabel - 6

16 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Bagi suatu negara seperti Indonesia dengan bentuk negara kepulauan dan memiliki jumlah penduduk yang besar memerlukan pergerakan/transportasi yang tinggi. Pelayanan sektor transportasi merupakan kebutuhan pokok yang sangat penting (vital) bagi masyarakat untuk mendukung terpenuhinya kebutuhan yang paling pokok, yaitu sandang, pangan, dan papan. Peran transportasi itu tidak terlepas dari kebutuhan energi yang 90% berupa bahan bakar minyak (BBM). Konsumsi BBM transportasi di Indonesia cenderung tumbuh 8,6% per tahun, lebih besar dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga (3,7%), pembangkit listrik (4,6%) dan sedikit lebih kecil dari pertumbuhan konsumsi industri sebesar 9,1% sedangkan cadangan BBM berbasis fosil (minyak bumi) yang non renewable resources sudah sangat terbatas sebesar 4,7 milyar barel atau hanya cukup untuk 15 tahun lagi apabila tidak ditemukan sumur-sumur minyak baru melalui eksplorasi dan bila tidak dilakukan diversifikasi energi. Konsumsi energi BBM sektor transportasi tersebut didominasi angkutan jalan yang mencapai 88% dari total pemakaian BBM sektor transportasi, utamanya solar dan bensin. Dengan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor, dibutuhkan BBM yang cukup dengan kualitas lebih baik, tidak hanya berbasis fosil tetapi juga non fosil yang renewable yaitu berbasis nabati sebagai biofuel atau bioenergi yang ramah lingkungan. Pertumbuhan sektor transportasi diperkirakan masih cukup tinggi di masa yang akan datang, jumlah kendaraan yang bertambah setiap tahun (6 8) % terutama sepeda motor dan munculnya mobil yang semakin murah harganya (misalnya Tata Nano yang diperkirakan akan dipasarkan dengan harga USD ) serta pertumbuhan perjalanan lebih besar dibanding pertumbuhan kendaraan terutama perjalanan yang menggunakan kendaraan pribadi berakibat kepada tingginya laju pertumbuhan permintaan akan BBM. Secara nasional konsumsi energi nasional diproyeksikan mencapai 66,3 juta kiloliter. Sampai dengan tahun 2006 terjadi peningkatan konsumsi BBM sebesar 66,29 juta kiloliter atau 1,02 persen. Kebijakan energi sektor transportasi berpedoman pada kebijakan energi nasional dan memperhatikan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006 tanggal 25 Januari 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. Sedangkan konsep kebijakan transportasi dalam RPJMN antara lain ditujukan I-1

17 untuk mengembangkan sistem transportasi berkelanjutan (sustainable); mengurangi emisi gas rumah kaca; meningkatkan pengelolaan sistem informasi transportasi; serta meningkatkan ketangguhan terhadap perubahan iklim. Kebijakan untuk mengatasi dampak perubahan iklim tersebut pada tataran kegiatan sektor dan subsektor dipilah dalam wujud mitigasi dan adaptasi. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai antara lain: meningkatkan sistem pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan untuk menyeimbangkan antara aspek utilitas dari sumber daya alam dengan aspek perlindungan fungsi-fungsi lingkungan sebagai pendukung sistem kehidupan. Guna mewujudkan gambaran penggunaan energi transportasi diperlukan suatu basis data yang berkualitas, relevan dan representatif. Kebutuhan pengumpulan dan pengolahan data/informasi berkaitan dengan konsumsi energi sektor transportasi perlu dikembangkan di masa yang akan datang dalam rangka lebih memberikan informasi yang detail dan akurat. Salah satu pengembangan data sebagai acuan adalah dengan menyusun suatu statistik konsumsi energi transportasi. Ketersediaan data yang akurat, mutakhir, dan relevan merupakan bagian dari penetapan suatu kebijakan. Mengingat pentingnya peranan data/informasi tersebut, perlu disusun suatu informasi data statistik yang terstruktur. Pembangunan transportasi berkelanjutan dilakukan dengan pengembangan teknologi transportasi yang ramah lingkungan, hemat energi, serta meningkatkan kinerja keselamatan dan pelayanan, sehingga pelayanan sektor transportasi dapat dilakukan secara efisien, hal ini sebagai mana diamanatkan dalam KM. 49 Tahun 2008 tentang RPJP Perhubungan Tahun Bab III butir F poin 9 Dukungan kepada Sektor-sektor lain MAKSUD DAN TUJUAN Maksud studi ini adalah mengadakan kajian dan analisis kebutuhan data dan informasi konsumsi energi transportasi yang memenuhi standar. Tujuan studi ini adalah menyusun statistik konsumsi energi sektor transportasi untuk digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan transportasi yang sejalan dengan kebijakan bidang energi SASARAN Sasaran output yang harus dicapai dalam studi Pengembangan Statistik Konsumsi Energi Transportasi dan Lingkungan ini adalah tersusunnya statistik konsumsi energi transportasi yang memenuhi standar sejalan dengan kebijakan penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien. I-2

18 Sasaran outcome yang harus dicapai dalam studi Pengembangan Statistik Konsumsi Energi Transportasi dan Lingkungan, berupa terselenggaranya pelayanan transportasi yang sejalan dengan kebijakan bidang energi.. Sasaran impact yang harus dicapai dalam studi Pengembangan Statistik Konsumsi Energi Transportasi dan Lingkungan adalah terselenggaranya pelayanan transportasi yang efektif dan efisien serta memenuhi standar statistik konsumsi LINGKUP KEGIATAN Kegiatan studi pengembangan statistik konsumsi energi transportasi dan lingkungan dibatasi hanya dalam lingkup penyiapan data dan informasi yang berkaitan dengan konsumsi energi transportasi dan lingkungan, meliputi : a. Melakukan inventarisasi pergerakan penumpang dan barang secara nasional untuk setiap moda transportasi yang digunakan. b. Melakukan identifikasi jenis dan jumlah sarana transportasi saat ini. c. Melakukan identifikasi konsumsi energi sektor transportasi (setiap moda : motor, bus, truk, kereta api, laut dan udara) saat ini dan kecenderungan di masa yang akan datang. d. Melakukan estimasi konsumsi bahan bakar alternatif. e. Melakukan identifikasi intensitas dan efisiensi energy transportasi. f. Melakukan identifikasi permasalahan yang berkaitan dengan penggunaan energi di sektor transportasi. g. Melakukan analisis potensi penghematan energi yang dapat dilakukan di sektor transportasi dan langkah-langkah dalam melakukan efisiensi penggunaan energi. h. Melakukan analisis konsep dan kebijakan energi sektor transportasi. i. Menyusun statistik konsumsi energi sektor transportasi 1.5 LOKASI KEGIATAN Wilayah yang dipilih sebagai lokasi studi kasus untuk pengumpulan data dan informasi mengenai konsumsi energi tranportasi dan lingkungan meliputi 26 (dua puluh enam) wilayah provinsi di Indonesia, yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, dan Papua. I-3

19 1.6. KELUARAN Keluaran yang diharapkan dari pekerjaan ini, meliputi laporan yang berisi tentang : a. Pemetaan permasalahan dan identifikasi data dan informasi konsumsi energi transportasi di lokasi kajian yang dapat merepresentasikan kondisi secara umum. b. Data statistik konsumsi energi transportasi yang memenuhi standar sejalan dengan kebijakan penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien WAKTU PELAKSANAAN Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan studi Pengembangan Statistik Energi Transportasi dan Konsumsi adalah 8 (delapan) bulan atau 240 hari kalender, yang secara garis besar meliputi: (1) proses penyusunan metode kerja; (2) survey data dan inventarisasi data; (3) evaluasi dan analisis; dan (4) penyusunan statistik konsumsi energi dan rekomendasi, dengan keseluruhan tenaga ahli berjumlah 68 MM (Man-Month). I-4

20 PENDEKATAN POLA PIKIR & METODOLOGI KERJA 2.1. PENDEKATAN POLA PIKIR Penyusunan statistik konsumsi energi transportasi dan lingkungan digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan transportasi yang sejalan dengan kebijakan bidang energi. Studi ini diharapkan dapat menghasilkan statistik konsumsi energi transportasi dan lingkungan yang memenuhi standar sejalan dengan kebijakan penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien. Pendekatan pikir dalam studi ini didasarkan pada pengumpulan data statistik yang terstruktur berkaitan dengan konsumsi energi sektor transportasi dalam rangka lebih memberikan informasi yang detail dan akurat. Pendekatan pikir juga dibuat secara komprehensif dan hierarkis agar hasil dari studi ini menjadi lebih aplikatif, informatif, acceptable, akurat dan berkelanjutan. Pendekatan pikir yang diusulkan dalam melaksanakan studi pengembangan statistik konsumsi energi transportasi dan lingkungan dapat dilihat pada gambar 2.1 yang berdasar pada pola sistemik (input proses output outcome impact) Input Pola Pikir Input pada studi ini lebih menitikberatkan pada kegiatan kompilasi data dan informasi secara instansional. Selain itu juga diperjelas dengan melakukan diskusi dan wawancara dengan pihak-pihak terkait. Beberapa data dan informasi penting yang harus dikumpulkan adalah : A. Data Sekunder a. Buku Statistik Indonesia, merupakan data statistik secara nasional yang menceritakan kondisi di masing-masing provinsi. Diharapkan buku ini akan membantu untuk melihat permasalahan energi transportasi secara nasional. b. Buku Provinsi/Kabupaten/Kota Dalam Angka, merupakan data statistik yang dapat diperoleh melalui Kantor BPS pada masing-masing wilayah atau melalui website. Data penting yang diperlukan dari buku ini terutama menyangkut masalah demografi/kependudukan, data kepemilikan kendaraan, pendapatan regional domestik bruto (PDRB) dan energi. II-1

21 IIMPACT OUTCOME OUTPUT PROSES INPUT UU No. 30 tahun 2007 Tentang Energi, Perpres 5/2006 tentang kebijakan energi nasional, Inpres nomor 1 tahun 2006, KM. 49 tahun 2008 tentang RPJP Perhubungan tahun Pemanfaatan Energi Pengelolaan Energi Sektor Transportasi udara, darat&sungai, perkeretaapian, laut 1. Data pergerakan penumpang dan barang secara nasional untuk setiap moda transportasi yang digunakan 2. Data jenis dan jumlah sarana transportasi saat ini 3. Data konsumsi energi sektor transportasi 4. Data intensitas dan efisiensi energi transportasi 5. Data provinsi dalam angka 6. Data statistik perhubungan Kompilasi Data dan Informasi Analisis Pergerakan Penumpang dan Barang Analisis Statistika Data Konsumsi Energi Evaluasi Emisi Lingkungan oleh energi Transportasi Analisis Statistika Berganda Realisasi Konsumsi Energi Transportasi tidak ya Analisis konsep kebijakan Penyusunan Statistik konsumsi Energi Transportasi Analisis potensi penghematan energi transportasi Statistik Konsumsi Energi Transportasi Terselenggaranya Pelayanan Transportasi yang Sejalan dengan Kebijakan Bidang Energi Terselenggaranya Pelayanan Transportasi yang Efektif dan Efisien serta Memenuhi Standar Statistik Konsumsi Gambar 2.1 Kerangka ber pikir penyusunan Pengembangan Statistik Konsumsi Energi Transportasi dan Lingkungan II-2

22 c. Laporan Dinas Perhubungan Dalam Angka, hampir sama dengan buku dalam angka keluaran BPS, hanya saja ini yang versi Dinas Perhubungan. Isinya tentang transportasi yang ada. Data penting yang diharapkan dapat diperoleh dari buku laporan ini, adalah jumlah kendaraan bermotor pada masing-masing daerah (sama dengan BPS) selama 5 (lima) tahun terakhir, kondisi angkutan umum (bus, kereta, pesawat dan kapal) yang mencakup jumlah penumpang dan barang serta frekuensi pergerakannya, simpul transportasi yang ada di daerah tersebut (stasiun, terminal, pelabuhan dan bandara). d. Jumlah BBM terjual pada masing-masing daerah (provinsi/kota), data ini dapat diperoleh dari hasil penjualan di SPBU atau PT. Pertamina. Dengan adanya data rata-rata BBM terjual dalam satu wilayah, maka dapat diprediksi kebutuhan BBM untuk waktu mendatang. e. Data OD Nasional yang menceritakan data pergerakan penumpang dan barang secara nasional untuk setiap moda transportasi yang digunakan. Indikator penting yang dicari adalah besarnya pergerakan orang dan barang. f. Data jenis dan jumlah sarana transportasi saat ini, indikator yang dicari adalah jenis sarana transportasi untuk lintas darat,laut, dan udara yang ada saat ini. Dan jumlah tiap jenis sarana transportasi. g. Data konsumsi energi sektor transportasi,yaitu data secara kuantitatif penggunaan konsumsi energi (bahan bakar) untuk sektor transportasi berupa penggunaan bahan bakar untuk sarana transportasi lintas darat,laut dan udara. h. Estimasi konsumsi bahan bakar alternatif, yaitu data secara kuantitatif mengenai penggunaan energi alternatif untuk sektor transportasi berupa penggunaan bahan bakar alternatif untuk sarana transportasi lintas darat, laut dan udara. i. Data intensitas dan efisiensi energi transportasi, indikator penting yang dicari adalah tingkat intensitas penggunaan bahan bakar untuk sektor transportasi dan juga tingkat efektifitasnya. j. Pengalaman negara lain dalam penggunaan energi untuk transportasi. Data yang diperlukan berupa pengembangan dan pemanfaatan energi alternatif di sektor transaportasi dan kemungkinan pengembangannya di Indonesia. Dari data tersebut dapat dibandingkan sampai sejauhmana tingkat penggunaan energi alternatif dapat menggantikan peran bahan bakar fosil terutama bidang transportasi. II-3

23 B. Data Primer Data primer berupa data yang diperoleh langsung dari lapangan, data ini didapatkan dengan melakukan wawancara, terutama pengguna moda darat terkait dengan tingkat konsumsi energi yang dipergunakan. Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner Proses Pola Pikir Proses pola pikir pada studi ini lebih menitik beratkan pada kegiatan analisis dan evaluasi terhadap kajian teknis pemanfaatan energi dan dampak kegiatan transportasi terhadap ketersediaan energi. Kajian teknis pemanfaatan energi yang perlu dievaluasi agar didapatkan data dan informasi yang akurat, adalah : a. Tingkat konsumsi energi dan bahan bakar alternatif sektor transportasi dikaitkan dengan pertumbuhan sarana transportasi. b. Tingkat konsumsi energi dan bahan bakar alternatif sektor transportasi dikaitkan dengan pertumbuhan penduduk. c. Tingkat konsumsi energi dan bahan bakar alternatif sektor transportasi dikaitkan dengan PDRB wilayah. Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam proses analisis disesuaikan dengan kerangka acuan kerja meliputi: a. Inventarisasi pergerakan penumpang dan barang secara nasional untuk setiap moda transportasi yang digunakan. b. Identifikasi jenis dan jumlah sarana transportasi saat ini c. Identifikasi konsumsi energi sektor transportasi (setiap moda : motor, bus, truk, kereta api, laut dan udara) saat ini dan kecenderungan di masa yang akan datang. d. Estimasi konsumsi bahan bakar alternatif e. Identifikasi intensitas dan efisiensi energy transportasi. f. Identifikasi permasalahan yang berkaitan dengan penggunaan energi di sektor transportasi g. Analisis potensi penghematan energi yang dapat dilakukan di sektor transportasi dan langkah-langkah dalam melakukan efisiensi penggunaan energi h. Analisis konsep dan kebijakan energi sektor transportasi II-4

24 Output Pola Pikir Output Pola Pikir pada studi ini lebih menitik beratkan pada hasil keluaran yang nantinya digunakan untuk menyusun data tentang penggunaan energi sektor transportasi. Kegiatan ini berupa penyusunan statistik konsumsi energi sektor transportasi Outcome dan Impact Pola Pikir Penyusunan studi Pengembangan Statistik Konsumsi Energi Transportasi dan Lingkungan diharapkan dapat mendorong terselenggaranya pelayanan transportasi yang sejalan dengan kebijakan bidang energi. Implementasi dari studi ini diharapkan akan berdampak terselenggaranya pelayanan transportasi yang efektif dan efisien serta memenuhi standar statistik konsumsi METODOLOGI KERJA Metodologi kerja secara lengkap ditunjukkan dalam Gambar 2.2, yang terdiri atas 4 (empat) tahapan penting, yaitu: 1. Tahapan penyusunan metode kerja dan identifikasi masalah 2. Tahapan survei data dan informasi 3. Tahapan evaluasi dan analisis 4. Tahapan rekomendasi Tahapan Penyusunan Metode Kerja dan Identifikasi Masalah Tahapan penyusunan metode kerja dan identifikasi masalah lebih menitik beratkan pada telaah dan penelusuran identifikasi masalah yang berkaitan dengan: (1) formulasi legal penyelenggaraan jalan daerah; (2) formulasi kebijakan penyelenggaraan jalan daerah; (3) hasil studi, data dan informasi. A. Formulasi legal Formulasi legal mengenai energi sebagai landasan dan batasan dalam melakukan studi ini. Telaah dan penelusuran terhadap formulasi legal terkait studi pengembangan statistik konsumsi energi transportasi dan lingkungan antara lain: Undang-undang Nomor. 30 Tahun 2007 tentang energi menjelaskan bahwa peranan energi sangat penting artinya bagi peningkatan kegiatan ekonomi dan ketahanan nasional, sehingga pengelolaan energi yang meliputi penyediaan, pemanfaatan, dan pengusahaannya harus dilaksanakan secara berkeadilan, berkelanjutan, rasional, optimal, dan terpadu. Studi ini merupakan sebagian usaha untuk menuju pengelolaan yang energi yang sesuai dengan undang-undang tersebut. Pasal 3 Undang-undang Nomor. 30 Tahun 2007 tentang energi II-5

25 dijelaskan bahwa dalam rangka mendukung pembangunan nasional secara berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan energi nasional, maka pengelolaan energi memiliki tujuan antara lain: 1. tercapainya kemandirian pengelolaan energi; 2. terjaminnya ketersediaan energi dalam negeri, baik dari sumber di dalam negeri maupun di luar negeri; 3. terjaminnya pengelolaan sumber daya energi secara optimal, terpadu, dan berkelanjutan; 4. termanfaatkannya energi secara efisien di semua sektor. Pasal 21 ayat 1 (satu) menjelaskan bahwa Pemanfaatan energi dilakukan berdasarkan asas dengan: a. mengoptimalkan seluruh potensi sumber daya energi; b. mempertimbangkan aspek teknologi, sosial, ekonomi, konservasi, dan lingkungan; dan Pasal 21 ayat 2 (dua) menjelaskan bahwa Pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan wajib ditingkatkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Peraturan Presiden nomor.5 Tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional menjelaskan bahwa untuk menjamin keamanan pasokan energi dalam negeri dan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan, perlu menetapkan Kebijakan Energi Nasional sebagai pedoman dalam pengelolaan energi nasional. Keterkaitan studi ini dengan Peraturan Presiden nomor 5 Tahun 2006 bahwa studi dapat mendukung pembangunan yang berkelanjutan dengan menginformasikan statistik konsumsi energi yang akurat. Dalam pasal 2 (dua) Peraturan Presiden nomor 5 Tahun 2006 menjelaskan bahwa sasaran kebijakan energi nasional adalah: 1. Tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1 (satu) pada tahun Terwujudnya energi (primer) mix yang optimal pada tahun 2025, yaitu peranan masingmasing jenis energi terhadap konsumsi energi nasional, peranan tersebut antara lain: (1) minyak bumi menjadi kurang dari 20% (dua puluh persen); (2) gas bumi menjadi lebih dari 30% (tiga puluh persen); (3) batubara menjadi lebih dari 33% (tiga puluh tiga persen); (4) biofuel menjadi lebih dari 5% (lima persen); (5) panas bumi menjadi lebih dari 5% (lima persen); (6) energi baru dan terbarukan lainnya, khususnya, Biomasa, Nuklir, Tenaga Air Skala Kecil, Tenaga Surya, dan Tenaga Angin menjadi lebih dari 5% (lima persen); (7) Bahan Bakar Lain yang berasal dari pencairan batubara menjadi lebih dari 2% (dua persen). II-6

26 Formulasi Legal: UU 30/2007 tentang energi Perpres 5/2006 tentang kebijakan energi nasional Inpres 1/2006 tentang Biofuel IDENTIFIKASI MASALAH KONSUMSI ENERGI TRANSPORTASI DAN LINGKUNGAN Hasil studi, data dan informasi: Formulasi Kebijakan: RPJP Perhubungan Tahun RPJMN Parameter, Faktor, dan Variabel Penting yang Berpengaruh Pengaruh Tata Guna Lahan Kebutuhan BBM Bidang Transportasi Nasional Faktor Pengaruh Konsumsi BBM Moda Transportasi Metode Statistika Data lalulintas dan angkutan Teknis: Data Teknis Jaringan Jalan dan tata guna lahan Data simpul transportasi Data pergerakan penumpang dan barang untuk semua moda transportasi Data jumlah&jenis kend. Pribadi &angk. Umum Data penerbangan & jenis pesawat Data peyeberangan/ pelayaran dan jenis kapal KOMPILASI DATA DAN INFORMASI Data ekonomi: Potensi ekonomi wilayah dan pendapatan pendduduk (PDRB) Data statistik: Data Statistik perhubungan Analisis teknis: Identifikasi intensitas dan efisiensi energi transportasi. Identifikasi permasalahan penggunaan energi di sektor transportasi Analisis konsumsi energi sektor transportasi dan estimasi bahan bakar alternatif Inventarisasi pergerakan penumpang dan barang secara nasional untuk setiap moda transportasi Analisis potensi penghematan energi di sektor transportasi dan langkahlangkah efisiensi penggunaan energi EVALUASI DAN ANALISIS DATA DAN INFORMASI KONSUMSI ENERGI Analisis teknis (lanjutan): Identifikasi konsumsi energi sektor transportasi saat ini dan kecenderungan di masa yang akan datang. Analisis konsep dan kebijakan energi sektor transportasi Identifikasi intensitas dan efisiensi energi transportasi. Data hasil analisis PENYUSUNAN STATISTIK KONSUMSI ENERGI Diagram dampak konsumsi energi transportasi terhadap kondisi transportasi saat ini dan di masa yang akan datang Rekomendasi: Tersedianya data-data statistik energi transportasi di masing-masing wilayah dan data statistik kebutuhan energi dari minyak bumi dan kebutuhan energi terbarukan (alternatif) di masa akan datang Terselenggara nya pelayanan transportasi yang sejalan dengan kebijakan bidang energi Tahap Persiapan Penyusunan Metode Kerja dan Identifikasi Masalah Tahap Survei dan inventarisasi data Tahap evaluasi dan analisis Tahap penyusunan statistik konsumsi energi dan rekomendasi Laporan Pendahuluan Laporan Antara Konsep Laporan Akhir Laporan Akhir Gambar 2.2. Metodologi kerja II-6

27 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain menjelaskan bahwa perlunya mengambil langkah- langkah untuk melaksanakan percepatan penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain dan mendorong peningkatan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain di sektor transportasi..instruksi ini terkait dengan kondisi energi yang menjadi semakin banyak dibutuhkan tetapi ketersediaannya semakin sedikit. Studi mengenai statistik konsumsi energi ini dapat memberi kontribusi dalam pengaturan pemakaian energi. B. Formulasi kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Perhubungan Tahun Bab III butir F poin 9 Dukungan kepada Sektor-sektor lain. Pembangunan transportasi berkelanjutan dilakukan dengan pengembangan teknologi transportasi yang ramah lingkungan, hemat energi, serta meningkatkan kinerja keselamatan dan pelayanan, sehingga pelayanan sektor transportasi dapat dilakukan secara efisien. konsep kebijakan transportasi dalam RPJMN antara lain ditujukan untuk mengembangkan sistem transportasi berkelanjutan (sustainable); mengurangi emisi gas rumah kaca; meningkatkan pengelolaan system informasi transportasi; serta meningkatkan ketangguhan terhadap perubahan iklim. Kebijakan untuk mengatasi dampak perubahan iklim tersebut pada tataran kegiatan sector dan subsector dipilah dalam wujud mitigasi dan adaptasi. C. Data dan informasi 1. Konsumsi energi transportasi Sumber energi yang umum digunakan sektor transportasi di Indonesia adalah Bahan Bakar Minyak (BBM). Transportasi berwawasan lingkungan merupakan hal strategis, yaitu tata guna lahan yang diintegrasikan dengan transportasi, hingga meminimalkan biaya transportasi, mereduksi emisi gas buang dan pengurangan konsumsi BBM (Harun Al Rasyid et al, 2003). Energi fosil adalah jenis energi yang tak terbarukan, jenis energi ini dikenal sebagai Bahan Bakar Minyak (BBM). Cadangan BBM terbatas sifatnya, energi tak terbarukan, pada saatnya tidak dapat mencukupi kebutuhan/habis (Dephubdat, 2008). Perlu penghematan konsumsi BBM secara nasional terutama transportasi darat. Konsumsi energi sektor transportasi biasanya diasosiasikan besarnya konsumsi BBM yang digunakan untuk produksi dan operasi kendaraan bermotor (United Nation Division for II-8

28 Sustainable Development, 2003). Analisis konsumsi BBM transportasi penting dan strategis, sebagai upaya pengelolaan transportasi agar hemat BBM (Haryono Sukarto, 2006), juga bagi pengelolaan perekonomian negara dan pembangunan berkelanjutan. Sektor transportasi tergantung BBM sekitar 50% dari konsumsi BBM dunia. Transportasi jalan raya mengkonsumsi 80% dari konsumsi transportasi. Tahun 2000, konsumsi BBM sektor transportasi dunia naik 25%, diproyeksikan kenaikkannya 90% sampai tahun Pertumbuhan ekonomi nasional, menyebabkan meningkatnya kepemilikan dan penggunaan kendaraan bermotor. Kepemilikan kendaraan pribadi meningkat secara tajam dibandingkan dengan kendaraan umum. Transportasi kota yang berkembang pesat adalah transportasi jalan raya dan paling banyak mengkonsumsi BBM, maka sub-sektor transportasi ini perlu mendapat perhatian dalam berbagai kebijakan, perencanaan, dan penelitian transportasi. 2. Parameter, Faktor dan Variabel Penting yang Berpengaruh Konsumsi BBM untuk transportasi kota jalan raya dipengaruhi oleh faktor utama : karakteristik kendaraan; karakteristik jalan; aspek pengguna kendaraan; pengelolaan yang mengkoordinasikan ketiga unsur tersebut (Dephubdat, 2008). Menurut Andry Tanara (2003), faktor yang mempengaruhi konsumsi BBM adalah: jumlah penduduk, panjang jalan, jumlah kepemilikan kendaraan, jumlah kendaraan berdasar bahan bakar, pendapatan perkapita. Sedangkan menurut Dail Umamil Asri, Budi Hidayat (2005), kebutuhan BBM dipengaruhi oleh atribut kendaraan, jalan, dan regional pengoperasiannya. Konsumsi BBM juga dipengaruhi oleh: efektifitas pemakaian kendaraan; rata-rata perjalanan per hari; frequensi pemakaian kendaraan; panjang perjalanan; konsumsi bahan bakar/jenis kendaraan. Selain menambah beban lalu lintas, kendaraan umur tua dapat meningkatkan penggunaan BBM. Menurut Iskandar Abubakar (2001), pemborosan BBM disebabkan: pertambahan jumlah angkutan, tidak adanya angkutan umum yang nyaman dan terjangkau, terutama di kota besar, sehingga mendorong masyarakat menggunakan mobil pribadi, faktor perawatan kendaraan dan cara mengemudi yang benar tidak banyak diterapkan pengguna jalan dan pemilik kendaraan, akhirnya menimbulkan boros energi. Lebih rinci, sistem transportasi kota terhadap konsumsi BBM dipengaruhi oleh faktor-faktor: 1) Struktur kota dan demand: jumlah penduduk, kepadatan penduduk, tata guna lahan, PDRB; 2) Sistem transportasi dan supply : panjang jalan, pola jaringan jalan, pelayanan angkutan umum, kondisi jalan, kecepatan kendaraan, Demand : jumlah kendaraan, panjang perjalanan; dan II-9

29 3) Konsumsi BBM : solar, premium, pertamax, pertamax. 3. Pengaruh Tata Guna Lahan Menurut Mitchel (2003), pengaruh pola pertumbuhan kota yang berkembang dengan pola struktur konsentrik (pusat kota tunggal) lebih hemat dalam konsumsi BBM dibandingkan dengan struktur kota dengan banyak pusat kota. Tetapi terdapat pandangan konservatif yang mengatakan bahwa tata guna lahan sekarang tidak akan banyak berubah meskipun terjadi perubahan dalam sistem transportasi umum. Kenyataan empiris selalu membuktikan bahwa pola tata guna lahan memiliki korelasi yang kuat dengan transportasi kota karena tata guna lahan menentukan besaran dan distribusi pergerakan yang berpengaruh terhadap gerak perjalanan, moda angkutan yang digunakan dan konsumsi BBM. Pengaruh tata guna lahan terhadap sistem transportasi kota (konsumsi BBM), tidak hanya terjadi dari jenis penggunaan lahan, tetapi juga dari kepadatan penduduk. Agar integrasi antara tataguna lahan dan trasportasi dapat berjalan dengan baik maka perlu peningkatan akses menuju ke angkutan publik, memperpendek perjalanan dan mengurangi kepemilikan kendaraan (Departement of Urban Affairs Planning, 2002; Ales Sarec, 1998). Peningkatan kepadatan penduduk lebih memungkinkan terjadi mix use. Pada daerah dengan kepadatan penduduk rendah, penggunaan BBM per kapita semakin tinggi, sebaliknya pada daerah dengan kepadatan penduduk tinggi, penggunaan BBM per kapita semakin rendah, (J. Kenworthy, 2002). Jenis tata guna lahan di daerah perkotaan pada jam-jam tertentu menjadi tujuan dan asal gerakan transportasi dan arahnya akan berbalik pada jam-jam tertentu lain. Semakin beragam tata guna lahan di bagian wilayah kota semakin tinggi interaksi yang terjadi. Sedangkan kawasan pusat kota merupakan daerah padat, dengan jarak perjalanan relatif pendek dan umumnya dapat ditempuh dengan berjalan kaki (tidak tergantung dari kendaraan bermotor), sehingga konsumsi BBM semakin rendah Penggunaan kendaraan pada masyarakat dengan income lebih tinggi, cenderung lebih lama dan lebih banyak dibanding masyarakat lainnya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Xiao Luo (2007). Pengaruh tata guna lahan tidak hanya pada jenis dan intensitasnya tetapi juga daya tarik dan daya dorong kegiatan lalu lintas sebagai wujud dari interaksi tata ruang sehingga menjadi daya bangkit lalu lintas. Untuk mengoptimasikan model lahan, maka harus diintegrasikan antara transportasi, tata guna lahan, dan lingkungannya. II-10

30 4. Kebutuhan BBM Bidang Transportasi Nasional Peran dominan minyak bumi (BBM) dalam memenuhi kebutuhan energi di Indonesia masih tetap besar dengan angka rata-rata di atas 60 % dari total konsumsi energi nasional. Secara sektoral, konsumsi energi di Indonesia yang terbesar adalah pada sektor transportasi, berikutnya adalah sektor industri, dan terakhir adalah sektor rumah tangga. Pada awal Pelita I (tahun 1969 / 1970), sektor rumah tangga merupakan pengguna energi terbesar di Indonesia. Pada perkembangan selanjutnya, sektor transportasi dan sektor industri telah melampaui sektor rumah tangga. Peningkatan konsumsi energi pada sektor transportasi dan industri yang jauh lebih cepat dari pada sektor sektor rumah tangga disebabkan peningkatan industrialisasi di Indonesia. Peningkatan konsumsi energi ini mengakibatkan konsumsi BBM meningkat dengan pesat pula, terutama pada sektor transportasi. Kebijakan pengendalian harga BBM " pada tingkat yang terjangkau oleh masyarakat banyak " melalui instrumen subsidi telah menempatkan pemerintah pada posisi yang tidak menguntungkan. Krisis ekonomi, yang berdampak pada jatuhnya nilai tukar rupiah dan terpuruknya kemampuan ekonomi pemerintah, menyebabkan subsidi BBM menjadi beban berat dalam RAPBN. Usaha menuju penghapusan subsidi BBM secara bertahap menghadapi tantangan dampak sosial, politik dan ekonomi yang besar, sehingga pertanyaan yang relevan saat ini bukan lagi perlu tidaknya subsidi BBM dihapus, melainkan bagaimana cara menghapuskan subsidi dengan meminimalkan dampak-dampak negatif yang timbul. Harga energi harus ditempatkan pada tempat yang proporsional, sesuai dengan harga ekonominya. Untuk itu, harga BBM di Indonesia harus memperhatikan: a. Kepentingan produsen, b. Kepentingan konsumen, c. Kepentingan pemerintah. Potensi untuk melakukan efisiensi energi di Indonesia, masih sangat terbuka. Indikasi besarnya potensi untuk melakukan efisiensi BBM atau konservasi BBM ada dua, yaitu perkembangan intensitas tingkat konsumsi BBM dan persentase pertumbuhan ekonomi. Apalagi pada waktu sebeluni krisis ekonomi, dimana tingkat pertumbuhan ekonomi mencapai lebih dari 8 % pertahun dan pertumbuhan intensitas konsumsi energi 9 %. Selama krisis ekonomi penurunan konsumsi energi hanya terjadi pada tahun periode 1997 / 1998 akibat nenurunnya kegiatan di semua sektor ekonomi. Pada tahun berikutnya, konsumsi energi kembali meningkat dengan pesat, meskipun pertumbuhan ekonomi masih sangat kecil, seperti terlihat pada Tabel 2.1. II-11

31 Tabel 2.1. Kebutuhan BBM Nasional Tahun Tahun Kebutuhan BBM (kiloliter) Sumber: Ditjen Migas Faktor Pengaruh Konsumsi BBM Moda Transportasi Konsumsi BBM Moda Transportasi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut diidentifikasi berdasarkan moda transportasi: Moda Jalan Raya dan Rel - Rasio penggunaan BBM untuk berbagai tipe kendaraan - Kecepatan perjalanan - Jarak perjalanan - Penggunaan AC/non AC - Beban kendaraan dan muatan Moda Laut - Rasio penggunaan BBM untuk berbagai tipe kapal - Ukuran mesin - Jumlah mesin - Tonage kapal - Kecepatan operasional - Jarak perjalanan Moda Udara - Rasio penggunaan BBM untuk berbagai tipe pesawat - Ukuran mesin - Jumlah mesin - Maximum Take Off Weight (MTOW) - Kecepatan jelajah - Jarak perjalanan II-12

32 6. Metoda Statistika Statistika adalah ilmu yang mempelajari bagaimana merencanakan, mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi, dan mempresentasikan data. Singkatnya, statistika adalah ilmu yang berkenaan dengan data. Istilah 'statistika' (bahasa Inggris: statistics) berbeda dengan 'statistik' (statistics). Statistika merupakan ilmu yang berkenaan dengan data, sedang statistik adalah data, informasi, atau hasil penerapan algoritma statistika pada suatu data. Dari kumpulan data, statistika dapat digunakan untuk menyimpulkan atau mendeskripsikan data; ini dinamakan statistika deskriptif. Sebagian besar konsep dasar statistika mengasumsikan teori probabilitas. Beberapa istilah statistika antara lain: populasi, sampel, unit sampel, dan probabilitas. Statistika banyak diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu, baik ilmu-ilmu alam (misalnya astronomi dan biologi maupun ilmu-ilmu sosial (termasuk sosiologi dan psikologi), maupun di bidang bisnis, ekonomi, dan industri). Statistika juga digunakan dalam pemerintahan untuk berbagai macam tujuan; sensus penduduk merupakan salah satu prosedur yang paling dikenal. Aplikasi statistika lainnya yang sekarang popular adalah prosedur jajak pendapat atau polling (misalnya dilakukan sebelum pemilihan umum), serta jajak cepat (perhitungan cepat hasil pemilu) atau quick count. Di bidang komputasi, statistika dapat pula diterapkan dalam pengenalan pola maupun kecerdasan buatan. Dalam mengaplikasikan statistika terhadap permasalahan sains, industri, atau sosial, pertama-tama dimulai dari mempelajari populasi. Makna populasi dalam statistika dapat berarti populasi benda hidup, benda mati, ataupun benda abstrak. Populasi juga dapat berupa pengukuran sebuah proses dalam waktu yang berbeda-beda, yakni dikenal dengan istilah deret waktu. Dalam studi ini berupa populasi pemakai energi transportasi. Melakukan pendataan (pengumpulan data) seluruh populasi dinamakan sensus. Sebuah sensus tentu memerlukan waktu dan biaya yang tinggi. Untuk itu, dalam statistika seringkali dilakukan pengambilan sampel (sampling), yakni sebagian kecil dari populasi, yang dapat mewakili seluruh populasi. Analisis data dari sampel nantinya digunakan untuk menggeneralisasi seluruh populasi. Jika sampel yang diambil cukup representatif, inferensial (pengambilan keputusan) dan simpulan yang dibuat dari sampel dapat digunakan untuk menggambarkan populasi secara keseluruhan. Metode statistika tentang bagaimana cara mengambil sampel yang tepat dinamakan teknik sampling. Analisis regresi linier berganda ialah suatu alat analisis dalam ilmu statistik yang berguna untuk mengukur hubungan matematis antara lebih dari 2 peubah. Bentuk umum persamaan regresi linier berganda dapat dilihat pada persamaan (1) : (1) II-13

33 Tahapan Survai Data dan Informasi Pada tahap ini konsultan akan akan melakukan pencarian data dengan metode survei dan forum diskusi. Survei yang dilakukan berdasarkan area random sampling. Survei dilakukan di 26 propinsi di Indonesia, yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, dan Papua. Sedangkan analisis yang dilakukan didasarkan pada statistik inferensial. A. Kebutuhan Data dan Informasi Data-data yang diperlukan dalam studi terdiri dari data teknis, data ekonomi dan data statistik. Data-data tersebut didapatkan dengan melakukan survei lapangan atau ke instansi terkait. 1. Data Teknis, yaitu: - Data simpul transportasi (bandara, terminal dan pelabuhan) - Data statistik perhubungan di masing-masing provinsi - Data provinsi dalam angka - Data jumlah kendaraan pribadi dan angkutan umum - Data penerbangan dan jenis pesawat - Data penyeberangan/pelayaran dan jenis kapal - Data pergerakan orang dan barang - Data pelayanan dan jumlah angkutan jalan rel - Data lain yang diperlukan dalam proses studi. 2. Data Ekonomi yaitu data ekonomi wilayah (PDRB). 3. Data Statistik yaitu data statistik perhubungan. Produk yang dihasilkan pada tahap ini berupa Laporan Antara, yang memuat data hasil survai dan analisis awal. B. Perancangan Kuesioner Survei Pada tahap ini akan dilakukan perancangan kuesioner survei yang mudah digunakan dan diterapkan, acceptable, dan merepresentasikan kebutuhan dalam studi ini. Kuesioner adalah daftar pertanyaan operasional yang ditanyakan pada responden terpilih untuk II-14

34 menjawab hipotesis-hipotesis yang dikembangkan sesuai tujuan penelitian. Pertanyaan dalam kuesioner harus dapat mengumpulkan keterangan-keterangan responden yang diperlukan untuk menghasilkan indikator-indikator atau memenuhi rancangan tabulasi yang ingin dikaji. Langkah-langkah perancangan kuesioner adalah: 1. Merumuskan Masalah Penelitian Persoalan penelitian adalah masalah-masalah yang membuat sesuatu aktifitas tidak berjalan dengan optimal. Masalah adalah ibarat penyakit dalam tubuh sehingga seeorang tidak dapat bekerja secara optimal. 2. Masalah harus diidentifikasi dengan jelas: - Masalah apa yang ingin diteliti? - Kenapa masalah itu penting diteliti? - Apakah masalah yang diusulkan mempunyai arti praktis? 3. Mengkonstruksikan Kerangka Teoritis - Teori memberikan penjelasan atas suatu gejala. - Teori memberikan jawaban atas pertanyaan mengapa dan bagaimana. Dalam teori, yaitu kalimat yang menggambarkan suatu gejala atau menyatakan suatu ide (gagasan) tertentu. Dalam konstruksi kerangka teori perlu diketahui teori-teori apa yang digunakan untuk topik atau masalah yang diteliti dan apa yang dijelaskan teori-teori tersebut. Aspek-aspek penting yang harus ada dalam kuesioner disesuaikan dengan data yang diinginkan dari hasil survei. Aspek-aspek yang harus dicantumkan dalam kuesioner meliputi: a. Jenis kendaraan yang dipakai oleh responden (sepeda motor, mobil, bus, truk) b. Jarak perjalanan dari tempat asal-tujuan c. Kebutuhan bahan bakar untuk kegiatan transportasi dalam periode waktu tertentu (harian, mingguan) d. Rasio antara jarak tempuh dengan konsumsi energi kendaraan yang dipergunakan (km/liter) e. Pertanyaan mengenai penggunaan angkutan umum dan lain sebagainya Tahapan Evaluasi dan Analisis Pada tahap evaluasi dan analisis menetapkan 3 (tiga) jenis kegiatan yaitu analisis pergerakan penumpang dan barang, analsis statistika dan evaluasi lingkungan. II-15

35 A. Analisis teknis Analisis teknis terdiri dari beberapa kegiatan yaitu (1) analisis konsumsi energi sektor transportasi dan estimasi bahan bakar alternatif; (2) analisis kebutuhan energi pada masing-masing moda secara nasional; dan (3) analisis potensi penghematan energi yang digunakan. Ketiga analisis ini dilakukan untuk mengetahui jumlah energi yang telah dikonsumsi selama 1 (satu) tahun dan memprediksi kebutuhan energi di massa akan datang serta untuk mengetahui langkah-langkah penghematan energi yang dapat dilakukan. Sebagaimana disampaikan dalam Kerangka Acuan Kerja, bahwa kegiatan analisis teknis yang perlu dilakukan meliputi: 1. Inventarisasi pergerakan penumpang dan barang secara nasional untuk setiap moda transportasi yang digunakan. Inventarisasi dilakukan dengan melihat data sekunder dalam beberapa tahun terakhir di masing-masing daerah. Data tersebut kemudian dipergunakan untuk memprediksi pergerakan penumpang dan barang di masa mendatang. Forecasting dilakukan dengan menggunakan persamaan (2) : s = jumlah maksimum yt= jumlah penumpang/barang pada tahun ke t yo= jumlah penumpang/barang saat ini ro=perkembangan Pemodelan menggunakan prinsip four step model yang umumnya digunakan dalam modelling transport, seperti yang pertama dikembangkan oleh Ortuzar dan Wilumsen (1994), sebagaimana disajikan dalam Gambar 3.2 Secara umum tujuan pemodelan transportasi adalah untuk mengetahui perilaku atau karakteristik sistem transportasi, dalam arti bagaimana keterkaitan yang ada antara komponen-komponen sistem, untuk memprediksi perubahan yang mungkin terjadi pada karakteristik transport demand (misalnya arus lalu lintas) sebagai akibat dari perubahan yang terjadi pada komponen sistem (seperti perubahan tata guna lahan), dan sebagai alat analisis dan evaluasi berbagai alternatif. II-16

36 Jaringan zona Data tahun dasar Data perencanaan masa depan Data Base Tahun dasar / masa depan Trip Generation Trip Distribution Modal Split Traffic Assignment Evaluasi Sumber: Ortuzar&Wilumsen, 1994 Gambar 2.3. Model perencanaan transportasi Ada tiga indikator penting yang dihitung dalam pemodelan transportasi, yaitu : (1) kapasitas, terdiri atas kapasitas dasar dan kapasitas terkoreksi oleh hambatan samping; (2) volume lalulintas, didasarkan volume eksisting dan prediksi; dan (3) kecepatan, yang terdiri atas kecepatan rencana dan kecepatan rata-rata. Keluaran model adalah parameter penting yang berkaitan dengan kinerja transportasi, yaitu: V/C ratio, kendaraan-km, kendaraan-jam, dan waktu tempuh (travel time). Analisa four step model penting dalam estimasi pemilihan moda oleh penumpang. 2. Identifikasi konsumsi energi sektor transportasi (setiap moda : motor, bus, truk, kereta api, laut dan udara) saat ini dan kecenderungan di masa yang akan datang. Besaran konsumsi energi sektor transportasi didapatkan dari data sekunder dan data primer. Data sekunder didapatkan dari PT. PERTAMINA atau instansi lain yang mempunyai data mengenai konsumsi energi secara global pada suatu daerah terutama untuk sektor jalan rel, udara dan laut/penyeberangan. Untuk kendaraan jalan darat selain dari data tersebut di atas juga dapat dicari dari data primer berupa survai wawancara kepada pengguna kendaraan (sepeda motor, mobil, bus, truk). Hasil dari data primer dan sekunder kenudian dikorelasikan dengan jumlah sarana dan jumlah pergerakan penumpang/barang yang ada di masing-masing daerah sehingga dapat dijadikan sebagai patokan untuk memprediksi kecenderungan kebutuhan II-17

37 konsumsi energi sektor transportasi di masa mendatang dengan melakukan regresi linier berganda pada masing-masing moda. Analisis regresi linier berganda ialah suatu alat analisis dalam ilmu statistik yang berguna untuk mengukur hubungan matematis antara lebih dari 2 peubah. Bentuk umum persamaan regresi linier berganda dapat dilihat pada persamaan (3) : (3) Persamaan (2) diduga oleh persamaan (3) :..(4) Menentukan b 0, b 1, b 2,, b k dapat menggunakan metode kuadrat terkecil melalui apa yang disebut dengan persamaan (5) :.(5) Bentuk persamaan matriks di atas termasuk ke dalam suatu sistem persamaan linier. Mencari atau menentukan b 0, b 1, b 2,, b n berarti mencari atau menentukan solusi dari sistem persamaan linier (SPL). Mencari solusi SPL ada berbagai macam cara, diantaranya ialah Metode Eliminasi Gauss, Metode Invers (Metode Matriks yang diperbesar dan Metode Matriks Adjoin), dan Metode Cramer. Metode Cramer merupakan metode yang paling populer dalam menentukan suatu solusi SPL karena sifatnya yang mudah dipelajari dan sederhana. Menurut Cramer jika kita punya SPL seperti terlihat pada persamaan (6) : (6) II-18

38 Maka x 1, x 2, x 3,, x n dapat langsung dicari dengan membagi determinan matriks A j dengan determinan matriks koefisien A. Dimana dapat terlihat pada persamaan (7) :.. (7) Sumber: ( 3. Estimasi konsumsi bahan bakar alternatif Bahan bakar alternatif merupakan bahan bakar yang berfungsi sebagai substitusi/pengganti dari bahan bakar yang sering digunakan untuk kegiatan transportasi saat ini (Pertamax, premium, solar, avtur dll). Bahan bakar alternatif yang diusulkan harus lebih ramah lingkungan dan murah. Estimasi konsumsi bahan bakar alternatif dapat diketahui dengan melihat pengeluaran dan prediksi kebutuhan energi transportasi seperti pada poin c di atas, kemudian dibandingkan apabila menggunakan jenis bahan bakar alternatif yang dapat dipergunakan untuk masing-masing moda. Dari hasil perbandingan tersebut dapat diketahui estimasi kebutuhan bahan bakar alternatif. Beberapa jenis bahan bakar alternatif yang saat ini dianggap bisa berfungsi sebagai pengganti BBM yang konvensional ini diantaranya adalah : LPG, Ethanol, Biodiesel dan sebagainya. Gambaran mengenai bahan bakar alternatif (ethanol dan biodiesel) dapat dijelaskan pada bagian berikut Ethanol Ethanol adalah salah satu bahan bakar alternatif (yang dapat diperbaharui) yang ramah lingkungan yang menghasilkan gas emisi karbon yang lebih rendah dibandingkan dengan bensin atau sejenisnya (sampai 85% lebih rendah). Pada dasarnya Ethanol dibuat dari jagung atau hasil perkebunan lainya dan sampai saat ini belum ada kendaraan (vehicles) yang didesain khusus untuk dapat menggunakan Ethanol 100%. II-19

39 Penggunaan Ethanol pada kendaraan biasanya menggunakan 2 jenis Ethanol yaitu Ethanol 10 (E10) yang merupakan campuran antara 10% Ethanol dan 90% bahan bakar bensin dan bisa digunakan hampir di seluruh kendaraan keluaran terbaru (silahkan cek masalah ini ke produsen mobil atau di buku manual kendaraan yang ada). Ethanol 85 (E85) yang merupakan campuran 85% Ethanol dan 15% bahan bakar bensin. Kendaraan yang bisa menggunakan jenis E85 ini adalah kendaraan yang sudah mempunyai sertifikasi Flex-fuel Vehicles (FFV) yang dikeluarkan oleh produsen mobil. Beberapa fakta lainnya tentang ethanol antara lain: Ethanol kurang bertenaga atau 20% lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar yang bisa kita gunakan seperti premium, pertamax dan lainnya. Tetapi ini lebih karena desain mesin yang ada karena pada tes yang dilakukan oleh FORD, Ethanol bahkan bisa memberikan tenaga lebih sekitar 5%. Pemakaian Ethanol (E85) lebih boros sekitar 10-25%. Ethanol (E85) hanya dapat digunakan pada mobil (kendaraan) yang sudah mempunyai sertifikasi Flex-fuel Vehicle (FFV) tetapi pada suatu percobaan terhadap mobil yang belum mempunyai sertifikasi FFV, ternyata mobil (produksi diatas tahun 90-an ketas) dapat dijalankan sejauh km lebih tanpa masalah bahkan ada beberapa bagian dari mesin yang terlihat lebih baik setelah menggunakan E85. Kendaraan yang sudah mempunyai sertifikasi FFV ternyata tidak lebih mahal dibandingkan dengan kendaraan yang ada pada umumnya (menggunakan bensin). Harga Ethanol memang lebih murah tetapi tidak sebesar yang dibayangkan yaitu sekitar 15% lebih murah dibandingkan harga bensin tetapi penggunaan Ethanol jelas lebih menguntungkan karena lebih ramah lingkungan dan bahan bakar alternatif yang satu ini dapat diperbaharui (renewable). Dan juga besar kemungkinan harga Ethanol akan semakin turun apabila pengguna Ethanol semakin banyak. ( Biodiesel Biodiesel dapat dibuat dari bermacam sumber, seperti minyak nabati, lemak hewani dan sisa dari minyak atau lemak (misalnya sisa minyak penggorengan). Biodiesel memiliki beberapa kelebihan dibanding bahan bakar diesel petroleum. Kelebihan tersebut antara lain : 1. Merupakan bahan bakar yang tidak beracun dan dapat dibiodegradasi 2. Mempunyai bilangan setana yang tinggi. 3. Mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon dan NOx. 4. Terdapat dalam fase cair. II-20

40 Bahan bakar diesel dikehendaki relatif mudah terbakar sendiri (tanpa harus dipicu dengan letikan api busi) jika disemprotkan ke dalam udara panas bertekanan. Tolok ukur dari sifat ini adalah bilangan setana, yang didefinisikan sebagai % volume n-setana di dalam bahan bakar yang berupa campuran n-setana (n-c 16 H 34 ) dan α-metil naftalena (α-ch 3 -C 10 H 7 ) serta berkualitas pembakaran di dalam mesin diesel standar. n-setana (suatu hidrokarbon berantai lurus) sangat mudah terbakar sendiri dan diberi nilai bilangan setana 100, sedangkan α-metil naftalena (suatu hidrokarbon aromatik bercincin ganda) sangat sukar terbakar dan diberi nilai bilangan setana nol. Bilangan setana yang baik dari minyak diesel adalah lebih besar dari 30 dengan volatilitas yang tidak terlalu tinggi supaya pembakaran yang terjadi di dalamnya lebih sempurna. Minyak diesel dikehendaki memiliki kekentalan yang relatif rendah agar mudah mengalir melalui pompa injeksi. Untuk keselamatan selama penanganan dan penyimpanan, titik nyala harus cukup tinggi agar terhindar dari bahaya kebakaran pada suhu kamar. Kadar belerang dapat menyebabkan terjadinya keausan pada dinding silinder. Jumlah endapan karbon pada bahan bakar diesel dapat diukur dengan metode Conradson atau Ramsbottom untuk memperkirakan kecenderungan timbulnya endapan karbon pada nozzle dan ruang bakar. Abu kemungkinan berasal dari produk mineral dan logam sabun yang tidak dapat larut dan jika tertinggal dalam dinding dan permukaan mesin dapat menyebabkan kerusakan nozzle dan menambah deposit dalam ruang bakar. Air dalam jumlah kecil yang berbentuk dispersi dalam bahan bakar sebenarnya tidak berbahaya bagi bagian-bagian mesin. Tetapi di daerah dingin, air tersebut dapat membentuk kristal-kristal es kecil yang dapat menyumbat saringan pada mesin. (Bode Haryanto, Universitas Sumatera Utara) 4. Identifikasi intensitas dan efisiensi energy transportasi. Intensitas energi adalah perbandingan antara jumlah konsumsi energi per PDB (Pendapatan Domestik Bruto). Semakin efisien suatu negara, maka intensitasnya akan semakin kecil. Dari sisi ini, intensitas energi Indonesia berada pada indeks 400, jauh di atas intensitas energi negara-negara Amerika Utara (300), negara-negara maju OECD (200), Thailand (350),dan bahkan empat kali lebih besar dari Jepang (100). ( Sedangkan efisiensi energi adalah penggunaan jumlah energi yang sedikit tetapi tujuan atau hasil yang didapat sangat maksimal. Dalam hal bertransportasi hal ini dapat ditunjukkan dengan penggunaan konsumsi bahan bakar yang sesedikit mungkin tetapi mampu mengangkut pada jarak semaksimal mungkin. II-21

41 Identifikasi intensitas dan efisiensi energi dilakukan dengan survai wawancara terhadap pengguna kendaraan bermotor atau melalui data sekunder mengenai penggunaan bahan bakar dan tingkat ketercapaian perjalanan. 5. Identifikasi permasalahan yang berkaitan dengan penggunaan energi di sektor transportasi Identifikasi permasalahan di sektor transportasi dapat dilakukan melalui data sekunder atau pengamatan di lapangan terkait dengan perilaku masyarakat dalam menggunakan energi. Identifikasi dapat dilakukan dari berbagai sudut pandang, misalnya bidang hukum (terlkait dengan peraturan konsumsi energi), bidang lingkungan dan kesehatan (permasalahan polusi dan akibat yang ditimbulkan), bidang sosial (cara mengemudi kendaraan bermotor oleh masyarakat, sopir bus), bidang mechanical (perawatan mesin kendaraan dan pemakaian sistem pendingin), bidang lalulintas (kecepatan kendaraan, pemilihan tempat parkir) dan lain sebagainya. Berbagai permasalahan dari bermacam bidang ini, digali dan dirumuskan untuk mendapatkan akar permasalahan dan rumusan alternatif pemecahan yang dapat dilakukan. 6. Analisis potensi penghematan energi yang dapat dilakukan di sektor transportasi dan langkah-langkah dalam melakukan efisiensi penggunaan energi Analisis potensi penghematan energi yang dilakukan berupa perhitungan jumlah energi yang terbuang sehubungan dengan identifikasi intensitas, efisiensi dan permasalahan dalam penggunaan energi transportasi di Indonesia. Sedangkan langkah-langkah dalam melakukan efisiensi penggunaan energi dapat dilakukan dengan membuat skenario pentahapan multibidang (sesuai dengan identifikasi permasalahan poin f) dalam rangka gerakan nasional penghematan energi. Misalnya, bidang hukum (perbaikan peraturan yang mengatur tentang penggunaan energi alternatif), bidang sosial (penyuluhan dan sosialisasi cara mengemudi yang aman dan hemat), bidang lalulintas (manajemen angkutan umum massal dan kendaraan tidak bermotor sebagai pilihan utama dalam bepergian) dan lain sebagainya. 7. Analisis konsep dan kebijakan energi sektor transportasi Analisis konsep dan kebijakan dituangkan dalam bentuk perencanaan jangka pendek jangka menengah dan jangka panjang, terkait dengan pemakaian energi di bidang transportasi. II-22

42 Tahapan Penyusunan Statistik Konsumsi Energi dan Rekomendasi Penyusunan statistik konsumsi energi transportasi dan lingkungan dilakukan berdasarkan beberapa data hasil analisis yaitu: 1) data hasil analisis teknis; 2) tabel/diagram kebutuhan energi nasional pada saat ini masa datang 3) tabel/diagram kebutuhan energi alternatif pada saat ini dan masa datang 4) diagram dampak konsumsi energi transportasi saat ini dan masa yang akan datang. Stastistik konsumsi energi sektor transportasi yang ditampilkan berupa data-data penggunaan energi tiap moda di masing masing wilayah, yang dipadukan dengan data potensi penghematan energi serta prediksi kebutuhan energi alternatif yang akan dipergunakan. Rekomendasi yang dihasilkan merupakan hasil dari keseluruhan pekerjaan yang telah mendapatkan masukan dari instansi terkait maupun komponen masyarakat lainnya. Rekomendasi yang diusulkan oleh konsultan yaitu tersedianya data-data statistik energi transportasi dimasing-masing wilayah dan kebutuhan energi dari minyak bumi dan kebutuhan energi terbarukan (di masa akan datang), serta memenuhi standar statistik konsumsi dan terselenggaranya pelayanan transportasi yang sejalan dengan kebijakan bidang energi. Produk yang dihasilkan pada tahap ini berupa Laporan Akhir. Laporan ini diharapkan sudah memuat gambaran keseluruhan hasil studi dan rekomendasi yang dihasilkan sesuai dengan kerangka acuan kerja. II-23

43 HASIL STUDI RELEVAN 3.1. URGENSI PAKET KEBIJAKAN DAN PROGRAM KOMPREHENSIF DALAM PENGHEMATAN BBM TRANSPORTASI (POLICY BRIEF) Kenaikan harga BBM secara internasional memberikan pengaruh pada kebijakan dan program pemerintah yang berkaitan dengan sektor transportasi. Mekanisme penetapan harga jual BBM mempengaruhi besarnya subsidi yang selanjutnya mempengaruhi kebijakan fiskal dalam penetapan anggaran pembangunan. Sektor transportasi merupakan konsumen BBM terbesar dan dalam kondisi status-quo, pertumbuhan kebutuhan BBM lebih besar dibandingkan kemampuan pemerintah menyediakan subsidi Daya Saing Transportasi Nasional dalam Volatilitas Perubahan Harga BBM Dunia Sebagai konsumen, sektor transportasi bukan saja merupakan sektor yang memerlukan BBM terbanyak dibandingkan sektor lain, juga memiliki pertumbuhan permintaan paling tinggi. Dengan demikian, transportasi merupakan sektor yang signifikan mempengaruhi kebutuhan subsidi BBM nasional. Disamping polusi lokal, emisi global yang ditimbulkannya juga paling dominan, diperkirakan mencapai 168 juta ton CO 2 di tahun 2010 dengan pertumbuhan 3,4% per tahun (Men LH/GTZ, 2001). Transportasi perkotaan mengalami dampak paling besar mengingat jumlah penduduk perkotaan sekitar 60% dari seluruh total penduduk Indoensia dan sektor dominan adalah sektor perdagangan dan jasa yang membutuhkan mobilitas yang tinggi. Biaya transportasi di Jakarta yang saat ini telah mencapai Rp. 3,2 Trilyun (SITRAMP, 2004) diperkirakan akan meningkat sejalan dengan peningkatan 28,7% harga BBM. Biaya tersebut adalah yang dibutuhkan untuk mengakomodasi pergerakan sebesar 1,5 juta penumpang/jam Prinsip Dasar dalam Penyelenggaraan Transportasi yang Mampu Mengurangi Kebutuhan BBM Kebutuhan pemerintah untuk melepaskan tekanan subsidi pada APBN karena perubahan harga BBM secara internasional membutuhkan perspektif baru bagi penyelenggaraan sektor transportasi. Sektor transportasi tidak saja membutuhkan pendekatan keselamatan penumpang dan keamanan barang, efisiensi dalam mengurangi biaya produksi komoditi dan jasa, kemerataan akses bagi masyarakat dan pengurangan dampak lingkungan lokal dan global, melainkan harus pula menggunakan pendekatan stabilitas fiskal pemerintah. IV-1

44 Jumlah kendaraan yang bertambah setiap tahun (6 8) %, terutama sepeda motor serta pertumbuhan perjalanan lebih besar dibanding pertumbuhan kendaraan terutama yang menggunakan kendaraan pribadi dan munculnya mobil yang semakin murah harganya (misalnya Tata Nano yang diperkirakan akan dipasarkan dengan harga USD ) berpotensi meningkatkan konsumsi BBM. Peningkatan kebutuhan bensin sebesar 7% per tahun dan solar 2% per tahun (dalam jangka waktu )mengindikasikan dominasi kendaraan pribadi dalam memenuhi mobilitas penumpang dan barang.sikap pemerintah daerah (provinsi/kota) dalam merespon kenaikan tarif angkutan kota yang beragam menunjukkan adanya kebutuhan panduan kebijakan yang solid pada tingkat operasional. Kenaikan harga BBM yang ditetapkan pemerintah sebesar 28,7% disikapi oleh pemerintah daerah dan ORGANDA dengan usulan perubahan tarif sebesar (16 25) % dari tarif saat ini. Bagaimana sektor transportasi dan energi merespon perubahan harga BBM? Salah satu pilihan dalam melihat berbagai kemungkinan respon sektor transportasi adalah dengan mendefinisikan rantai pasok (supply chain) dari penggunaan energi untuk transportasi. Dengan mengetahui rantai pasok tersebut, maka upaya efisiensi energi dapat diupayakan. Secara prinsip, rantai pasok tersebut adalah penyediaan energi penyediaan teknologi penggerak pengaturan penggunaan kendaraan dan kebutuhan BBM pengaturan perjalanan pengelolaan infrastruktur. Pengetahuan mengenai menu yang tersedia untuk masing-masing bagian dari rantai pasok tersebut dimanfaatkan untuk melihat cost effectiveness atau value for money dari berbagai intervensi kebijakan dan program. 1) Penyediaan energi: Jumlah sediaan BBM dalam negeri (fuel security); Teknologi bahan bakar non konvensional/bbm (fuel technology) 2) Penyediaan teknologi penggerak: Efisiensi mesin (bakar) dan pengurangan emisi (fuel efficiency); Teknologi mesin kendaraan (engine technology). 3) Pengaturan penggunaan kendaraan dan kebutuhan BBM: Teknik pengemudian dan efisiensi energi (driving behaviour); Penggunaan moda yang ramah lingkungan (mode change); Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi (private vehicle use) 4) Pengaturan perjalanan (demand management): Pengelolaan perjalanan yang efisien (travel needs); Penggunaan kendaraan yang rasional (rational pricing); IV-2

45 Pengaturan tata guna lahan dan ruang (land and space use). 5) Pengelolaan infrastruktur: Perbaikan infrastruktur transportasi (infrastructure improvement); Pembangunan infrastruktur baru (new construction). Hasil IEA-Workshop yang diselenggarakan oleh GTZ (2007) dengan tema New Energy Indicators for Transport: The Way Forward merumuskan 3 (tiga) cara yang direkomendasikan untuk dilaksanakan dalam rangka penghematan energi transportasi, yaitu : 1) penggunaan moda angkutan dan teknologi kendaraan yang lebih efisien; 2) penggunaan jenis moda yang lebih ramah lingkungan; dan 3) mengurangi/membatasi perjalanan Kebijakan dan Rencana Investasi Komprehensif Penggunaan BBM nabati (biodiesel/biofuel) merupakan gagasan yang didorong oleh Kantor Menristek dan telah diwadahi dalam standar BBM (premium maupun solar) oleh Departemen ESDM. Dalam kerangka regulasi yang ada, substitusi BBM nabati terhadap BBM berbasis fosil (fossil-based fuel) adalah 5%, meskipun hingga saat ini tingkat kemanfaatan skema ini terhambat pasokan minyak nabati/alkohol dan persaingan dengan kebutuhan pangan dunia. Ketiadaan insentif harga bagi biodiesel dan biofuel masih merupakan kendala mendorong masyarakat untuk menggunakan jenis bahan bakar ini. Migrasi dari BBM menjadi BBG (CNG dan LPG) merupakan pilihan lain untuk memperoleh penghematan BBM. Kajian Departemen Perhubungan (diolah, 2008) menunjukkan bahwa apabila migrasi dilakukan, secara teoretis diperoleh penghematan BBM sebesar 13,97 Milyar liter setara premium (lsp) per tahun atau setara dengan pengurangan subsidi sebesar Rp ,9 Milyar 1. Manfaat ekonomi dan fiskal netto masih perlu dihitung lebih lanjut dengan memperhatikan biaya adaptasi, instalasi dan pemeliharaan yang dibutuhkan pemerintah dan swasta untuk melaksanakan program ini. Sementara itu penggunaan mobil hibrida yang mampu menghemat BBM setara (20 50) % masih terkendala pajak impor barang mewah. Penghematan BBM juga dilakukan oleh masyarakat sebagai inisiatif individual dan kelompok dalam bentuk pengurangan perjalanan, dan penggunaan kendaraan bermotor meskipun jumlahnya diperkirakan masih sangat terbatas. Meskipun kajian mengenai hal ini belum dilakukan namun diperkirakan keterbatasan pilihan bagi mobilitas masyarakat menjadi faktor utama. Respons industri otomotif juga perlu diapresiasi meskipun sebagian besar dilakukan atas inisiatif prinsipal atau R&D dari industri. Laporan JAMA IV-3

46 (Nao, 2008) memperlihatkan bahwa sukses Jepang menurunkan tingkat emisi CO 2 (yang merupakan akibat dari konsumsi energi) dari 288 Mio Ton di tahun 2001 menjadi 254 Mio Ton di tahun 2006 atau 11,8 % selama lima tahun, ditentukan oleh (berdasarkan urutan dampak): (1) mesin yang lebih hemat BBM, (2) penggunaan BBM alternatif, (3) perbaikan arus lalulintas, (4) perbaikan perilaku mengemudi/ ecodriving, dan (5) percepatan model kendaraan baru. Perlu diketahui bahwa Jepang juga mengenalkan Green Tax Scheme melalui pengurangan Pajak Kepemilikan (1991) dan Pajak Mobil (2001) bagi kendaraan yang lebih hemat BBM Implikasi Prioritas Kebijakan Beberapa kebijakan yang telah disampaikan, tidak serta merta dapat dimplementasikan atau diaplikasikan di Indonesia secara bersama-sama. Selain karena karaktersitik transportasinya yang berbeda (misal: beberapa upaya yang telah dilakukan Jepang dalam rangka menurunkan tingkat emisi CO 2 (Laporan JAMA, Nao, 2008)) juga selama ini belum pernah diidentifikasikan implikasinya terhadap kebijakan sektor-sektor yang lain. Untuk itu dalam Policy Brief ini akan diusulkan beberapa prioritas kebijakan transportasi berdasar dampak pengurangan BBM dan kapasitas implementasi, seperti dijelaskan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Prioritas Kebijakan Transportasi Dalam Rangka Penghematan Energi dan Pengurangan Subsidi Bahan Bakar No. Berdasar Dampak Pengurangan BBM No. Berdasar Kapasitas Implementasi 1. Penggunaan angkutan umum massal; 1. Kebijakan disinsentif fiskal kepemilikan kendaraan 2. Migrasi BBM menjadi BBG (CNG) pada 2. Penggunaan angkutan umum massal; angkutan umum di Indonesia; 3. Pembatasan usia kendaraan dalam rangka penghematan energi (Vehicle Retirement Strategy) 3. Pembatasan usia kendaraan dalam rangka penghematan energi (Vehicle Retirement Strategy) 4. Kebijakan disinsentif fiskal kepemilikan kendaraan 4. Migrasi BBM menjadi BBG (CNG) pada angkutan umum di Indonesia 5. Kutipan kemacetan lalulintas 5. Manajemen lalulintas dalam rangka meningkatkan kelancaran arus lalulintas; dan 6. Penggunaan teknologi otomotif yang efisien bahan bakar dan penggunaan energi alternatif untuk kendaraan 6. Kutipan kemacetan lalulintas bermotor; 7. Manajemen lalulintas dalam rangka meningkatkan kelancaran arus lalulintas; dan 8. Perilaku mengemudi kendaraan bermotor yang mendorong penghematan energi (ecodriving). 7. Penggunaan teknologi otomotif yang efisien bahan bakar dan penggunaan energi alternatif untuk kendaraan bermotor; 8. Perilaku mengemudi kendaraan bermotor yang mendorong penghematan energi (ecodriving). IV-4

47 3.2. PROYEKSI PERTUMBUHAN ENERGI Penyediaan energi nasional sampai saat ini masih didominasi oleh energi fosil. Penyediaan energi nasional tahun 2008 masih didominasi oleh BBM sebesar 455,61 Juta SBM (35%) yang diikuti oleh batu bara sebesar 3222,93 Juta SBM, Gas Bumi sebesar 193,35 Juta SBM, dan Panas Bumi sebesar 11,18 Juta SBM.Pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai oleh pemerintah harus didukung oleh ketersediaan energi yang cukup berdasarkan pada proyeksi jangka pendek, menengah dan panjang. Proyeksi terhadap kebutuhan energi berdasarkan variabel terukur seperti jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi.hasil dari proyeksi kebutuhan energi tahun dapat dilihat pada Tabel 3.2 dan perkiraan kapasitas penyediaan berbagai sumber energi primer fosil dan terbarukan tahun dapat dilihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.2 Hasil proyeksi kebutuhan energi tahun No. PARAMETER TAHUN KONSUMSI LISTRIK HIGH 13,7 21,3 33,6 51,7 76,8 110,9 157,3 216,4 283,7 BAPPENAS MTOE 13,7 21,2 32,3 49,0 72,5 104,6 145,1 200,0 269,8 LOW 13, ,2 47,5 67,4 93,8 128,5 173,4 222,9 2. KAPASITAS PEMBANGKIT HIGH 36,4 60,0 83,7 125,7 203,1 307,1 444,3 605,7 792,0 BAPPENAS GW 36,5 59,1 81,9 117,8 191,2 288,6 409,5 571,5 757,3 LOW 36,5 59,4 82,5 114,8 172,8 250,1 350,0 469,3 603,1 3. ENERGI FINAL HIGH 97,09 139,23 198,81 280,95 384,59 508,28 664,69 813,79 951,67 BAPPENAS MTOE 97,33 137,94 191,55 262,88 350,68 459,11 597,13 751,19 919,75 LOW 97,05 137,35 190,76 260,49 343,90 438,79 555,97 662,42 757,17 4. ENERGI PRIMER HIGH 155,2 211,0 301,7 429,1 612,5 822,9 1096,5 1370,4 1639,3 BAPPENAS MTOE 155,3 209,3 293,0 403,6 569,1 760,9 1004,2 1279,8 1572,4 LOW 154,9 209,1 292,1 398,1 551,4 721,3 932,2 1137,8 1336,3 Sumber: Dewan Energi Nasional IV-5

48 Tabel 3.3 Perkiraan kapasitas penyediaan berbagai sumber energi primer fosil dan NO terbarukan JENIS SUMBER ENERGI CADANGAN DAN SUMBER DAYA POTENSI TOTAL LAHAN SUMBER CADANGAN UNIT (Juta Ha) JUMLAH UNIT DAYA 1 Minyak Bumi Juta Barrel NA 9430 MTOE 2 Batubara Juta Ton NA MTOE 3 Gas Alam TCF NA MTOE 4 CBM TCF NA MTOE 5 Nuklir Ton U3O8 NA MTOE NA 1500 Ton Thor NA 258 MTOE 6 BBN**) Juta kliter 17 juta Ha 183 MTOE/Tahun 7 Panas Bumi MWe NA 200 Twh/Tahun 8 Hydro MWe NA 467 Twh/Tahun 9 Laut NA 240 Gwe NA 1261 Twh/Tahun 10 Solar***) NA 1200 Gwe 1 juta Ha 1800 Twh/Tahun 11 Biomassa Waste NA MWe NA 305 Twh/Tahun 12 ET Lainnya****) NA Mwe NA 61 Twh/Tahun Jumlah MTOE Jumlah Sumber: Dewan Energi Nasional IV-6

49 3.3. STATISTIK KONSUMSI ENERGI SEKTOR TRANSPORTASI DI AMERIKA SERIKAT Studi tentang statistik konsumsi energi telah dilakukan di Amerika Serikat, data statistik konsumsi energi di Amerika Serikat dapat dilihat pada Tabel 3.2.Hasil studi statistik konsumsi energi di Amerika Serikat membagi konsumsi energi ke dalam beberapa sektor yaitu sektor transportasi, sektor industri, sektor listrik dan sektor perumahan dan perdagangan (residential and comercial). Gambar 3.1, Gambar 3.2 dan Tabel 3.1 menjelaskankonsumsi energi di Amerika Serikatmulai dari tahun 1960 sampai tahun tahun Statistik konsumsi energi per sektor dihitung dalam satuan quadrillion Btu(1 Btu = 1.055,0585 Joules). Berdasarkan data statistik konsumsi energi di Amerika Serikat mulai tahun 1960 sampai tahun 2006 menunjukkan bahwa secara keseluruhan terjadi peningkatan permintaan energi khususnya disektor transportasi dan sector listrik. Sedangkan sector industri dan sector perumahan dan perdagangan terjadi permintaan energi secara fluktuatif artinya permintaan energi kadang-kadang meningkat dan kadankadang sebaliknya. Sektor yang mendominasi dalam mengkonsumsi energi pada tahun 1960 hingga tahun 1975 adalah sector industri. Namun pada tahun 1975 hingga saat ini terjadi pergeseran, sector yang mendominasi mulai tahun 1975 hingga saat ini adalah sector listrik dan diikuti sector transportasi. Gambar 3.3 menjelaskan konsumsi energi sektor transportasi di Amerika Serikat. Sektor transportasi merupakan sector kedua terbesar dalam konsumsi energi di Amerika Serikat. Konsumsi energi di Amerika Serikat mengalami peningkatan dari tahun 1960 sampai Pada tahun 1990 terjadi penurunan permintaan energi, permintaan energi pada tahun 1990 sampai tahun 2006 secara keseluruhan terjadi peningkatan namun bersifat fluktuatif artinya beberapa tahun diantara terjadi peningkatan dan beberapa tahun lainnya terjadi penurunan. Penurunan konsumsi energi terjadi pada tahun dan tahun Sedangkan pada tahun lainnya terjadi peningkatan konsumsi energi. Konsumsi energi sektor transportasi dalam statisitk konsumsi energi di Amerika Serikat dibagi berdasarkan moda transportasi, data statistik konsumsi energi tiap moda transportasi dapat dilihat pada Tabel 3.3.Data statistik konsumsi energi tiap moda transportasi dimulai dari tahun 1960 sampai tahun 2004.Gambar 3.4 menunjukkan bahwa konsumsi energi sector transportasi didominasi oleh moda transportasi berupa mobil penumpang dan sepeda motor (passenger car and motorcycle). IV-7

50 Energy consumption (Quadrillion Btu) Tabel 3.4 Konsumsi energi per sektor di Amerika Serikat (Quadrillion Btu) Sektor/Year Transportation Percentage Industrial Percentage Residential and Commercial Percentage Energy input at electric utilities Percentage Total Consumption Key: Btu = British thermal unit Sumber:U.S. and Transportation Sektor Energy Consumption Transportation Industrial Residential and Commercial Sumber: U.S and Transportation Sektor Energy Consumption, diolah konsultan 2010 Gambar 3.1. Konsumsi energi persektor di Amerika Serikat Years IV-8

51 Energy Consumption by transportation ( QuadrillionBtu) Total Energy Consumption ( QuadrillionBtu) Sumber: U.S and Transportation Sektor Energy Consumption, diolah konsultan 2010 Gambar 3.2.Konsumsi energi semua sector (total) di Amerika Serikat. Year Year Sumber: U.S and Transportation Sektor Energy Consumption, diolah konsultan 2010 Gambar 3.3 Konsumsi energi sector transportasi di Amerika Serikat IV-9

52 Tabel 3.5 Konsumsi energi sektor transportasi berdasarkan moda di Amerika Serikat (Quadrillion Btu) Mode/Year AIR Certificated carriers (a) Jet fuel General aviation(b) Aviation gasoline Jet fuel HIGHWAY Passenger car &motorcycle other 2-axle 4-tire vehicle N e single-unit2-axle Combination truck Bus TRANSIT ( c ) Electricity MOTOR FUEL Diesel Gasoline compressed natural gas N N N N N N N N <1 < RAIL, CLASS Distillate AMTRAK Electricity N N N U U U Destilate N N N U U U WATER Residual fuel oil Distilate Gasoline N N Sumber: U.S and Transportation Sektor Energy Consumption IV-10

53 Years Certificated carriers (a) 2.General aviation(b) 3.Passenger car &mtor 4.other 2-axle 4-tire vehicle 5.single-unit2-axle 6.Combination truck 7.Bus 8.Tansit ( c ) 9.Moto fuel 10.Rail 11.Amtrak 12.Water Sumber: U.S and Transportation Sektor Energy Consumption, diolah konsultan 2010 Gambar 3.4 Konsumsi energi sector tansportasi per moda di Amerika Serikat. IV-11

54 Certificated carriers (a) 2.General aviation(b) 3.Passenger car &mtor 4.other 2-axle 4-tire vehicle 5.single-unit2-axle 6.Combination truck 7.Bus 8.Tansit ( c ) 9.Moto fuel 10.Rail 11.Amtrak 12.Water Sumber: U.S and Transportation Sektor Energy Consumption, diolah konsultan 2010 Gambar 3.4 Konsumsi energi sector tansportasi per moda di Amerika Serikat (lanjutan) IV-12

55 Certificated carriers (a) 2.General aviation(b) 3.Passenger car &mtor 4.other 2-axle 4-tire vehicle 5.single-unit2-axle 6.Combination truck 7.Bus 8.Tansit ( c ) 9.Moto fuel 10.Rail 11.Amtrak 12.Water Sumber: U.S and Transportation Sektor Energy Consumption, diolah konsultan 2010 Gambar 3.4 Konsumsi energi sector tansportasi per moda di Amerika Serikat (lanjutan) IV-13

56 Certificated carriers (a) 2.General aviation(b) 3.Passenger car &mtor 4.other 2-axle 4-tire vehicle 5.single-unit2-axle 6.Combination truck 7.Bus 8.Tansit ( c ) 9.Moto fuel 10.Rail 11.Amtrak 12.Water Sumber: U.S and Transportation Sektor Energy Consumption, diolah konsultan 2010 Gambar 3.4 Konsumsi energi sector tansportasi per moda di Amerika Serikat (lanjutan) IV-14

57 Certificated carriers (a) 2.General aviation(b) 3.Passenger car &mtor 4.other 2-axle 4-tire vehicle 5.single-unit2-axle 6.Combination truck 7.Bus 8.Tansit ( c ) 9.Moto fuel 10.Rail 11.Amtrak 12.Water Sumber: U.S and Transportation Sektor Energy Consumption, diolah konsultan 2010 Gambar 3.4 Konsumsi energi sector tansportasi per moda di Amerika Serikat (lanjutan) IV-15

58 Buses Diesel Cars Petrol Cars Motor-cycles HGV Diesel LGV Petrol LGV Personal (1) Freight (2) Total Energy Consumption (thousands of tonnes of fuel) Buses Diesel Cars Petrol Cars Motorcycles HGV Diesel LGV Petrol LGV Personal (1) Freight (2) Total Energy Consumption (thousands of tonnes of fuel) 3.4. STATISTIK KONSUMSI ENERGI SEKTOR TRANSPORTASI DI UNITED KINGDOM Statistik konsumsi energi sektor transportasi telah dilakukan di United Kingdom,data statistik konsumsi energi sector transportasi dalam satuan thousand tonnes of fuelpada tahun 2005, 2006, dan 2007 berturut-turut dapat dilihat pada Tabel 3.4, Tabel 3.5 dan Tabel 3.6. Statistik konsumsi energi sector transportasi tiap moda ditunjukkan pada Gambar 3.5 dan 3.6, terlihat bahwa konsumsi energi sektor transportasi secara keseluruhan didominasi oleh petrol cars (mobil berbahan bakar bensin). Sementara sepeda motor menunjukkan tingkat pemakaian yang paling sedikit, dibanding kendaraan lainnya. Konsumsi energi sector transportasi di United Kingdomoleh kendaraan pribadi dan kendaraan angkutan juga ditunjukan pada Gambar 3.5 dan Gambar 3.6. Berdasarkan data dan gambar tersebut terlihat bahwa kendaraan yang mengkonsumsi energi lebih besar adalah kendaraan pribadi. Road transport energy consumption at regional and local authority level (Great Britain) Vehicles Gambar 3.5 Konsumsi energi sector transportasi di Great Britain Road transport energy consumption at regional and local authority level (United Kingdom) Vehicles Gambar 3.6 Konsumsi energi sector transportasi di United Kingdom. IV-16

59 Tabel 3.6. Konsumsi energi Sektor Transportasi di UK, 2005 Road transport energy consumption at regional and local authority level, 2005 Area Buses Diesel Cars Petrol Cars Motorcycles HGV Diesel LGV Petrol LGV Personal (1) Thousands of tonnes of fuel Freight (2) Total Wales 55,6 342,0 872,0 7,4 316,0 280,1 23, ,1 619, ,9 Scotland 127,7 530, ,9 9,6 660,9 439,3 37, , , ,4 North East 75,2 227,3 697,4 4,6 205,7 196,5 16, ,5 418, ,5 North West 131,6 703, ,3 14,7 909,1 536,7 45, , , ,2 Yorkshire-The Humber 96,1 502, ,8 12,7 804,1 457,2 39, , , ,6 East Midlands 70,2 506, ,7 12,0 836,0 423,1 35, , , ,0 West Midlands 120,6 618, ,9 12,5 821,5 512,4 43, , , ,7 East Of England 99,7 701, ,1 18,4 887,6 579,5 48, , , ,2 Greater London 146,1 350, ,9 33,1 271,0 351,8 30, ,4 653, ,9 South East 132, , ,2 29, ,1 853,0 71, , , ,1 South West 89,4 624, ,1 19,9 629,3 479,7 40, , , ,5 Northern Ireland 8,9 248,5 605,3 0,0 396,8 123,0 10,6 862,7 530, ,1 Great Britain Total 1.144, , ,3 174, , ,2 432, , , ,1 UK 1.153, , ,5 174, , ,2 443, , , ,2 (1) Personal travel includes buses, diesel cars, petrol cars and motor cycles (2) Freight includes HGV, diesel LGV and petrol LGV IV-17

60 Tabel 4.7. Konsumsi energi Sektor Transportasi di UK, 2006 Road transport energy consumption at regional and local authority level, 2006 Area Buses Diesel Cars Petrol Cars Motorcycles HGV Diesel LGV Petrol LGV Personal (1) Freight (2) Total Wales 61,9 368,2 855,4 7,1 322,4 286,4 23, ,5 632, ,0 Scotland 134,1 565, ,8 9,1 690,0 447,7 37, , , ,6 North East 74,9 243,7 680,3 4,4 211,3 201,3 16, ,2 429, ,5 North West 135,1 752, ,5 13,8 929,9 550,4 45, , , ,7 Yorkshire-The Humber 99,7 536, ,3 11,9 817,0 463,1 38, , , ,9 East Midlands 73,6 540, ,9 11,1 867,4 425,4 34, , , ,7 West Midlands 122,0 659, ,0 11,7 837,8 519,4 42, , , ,4 East Of England 104,7 743, ,5 17,2 902,1 590,3 48, , , ,2 Greater London 149,0 379, ,4 32,3 272,2 363,4 30, ,2 666, ,6 South East 139, , ,5 28, ,7 870,1 71, , , ,9 South West 94,5 666, ,6 18,4 636,6 488,6 40, , , ,6 Northern Ireland 8,9 264,4 587,2 0,0 422,5 123,0 10,4 860,5 555, ,4 Great Britain Total 1.189, , ,2 164, , ,1 429, , , ,2 UK 1.197, , ,4 164, , ,1 440, , , ,6 (1) Personal travel includes buses, diesel cars, petrol cars and motor cycles (2) Freight includes HGV, diesel LGV and petrol LGV IV-18

61 Tabel 3.8. Konsumsi energi Sektor Transportasi di UK, 2007 Road transport energy consumption at regional and local authority level, 2007 Area Buses Diesel Cars Petrol Cars Motorcycles HGV Diesel LGV Petrol LGV Personal (1) Freight (2) Total Wales 64,5 390,3 829,9 7,8 338,4 297,5 21, ,4 657, ,8 Scotland 146,0 591, ,3 10,0 717,6 470,4 34, , , ,2 North East 80,5 258,5 658,9 4,8 214,9 213,3 15, ,6 443, ,2 North West 141,4 790, ,5 14,7 956,4 572,7 41, , , ,0 Yorkshire-The Humber 105,6 563, ,7 12,9 841,6 485,5 35, , , ,8 East Midlands 78,3 566, ,3 12,1 892,5 444,9 31, , , ,2 West Midlands 129,5 696, ,8 12,8 859,4 544,3 38, , , ,9 East Of England 113,3 779, ,7 18,5 930,7 624,2 44, , , ,4 Greater London 152,1 392, ,5 35,1 279,5 396,1 29, ,5 704, ,3 South East 146, , ,1 29, ,0 905,9 64, , , ,3 South West 102,5 697, ,1 20,2 660,5 511,6 36, , , ,5 Northern Ireland 10,7 278,9 566,8 0,0 439,1 140,4 10,2 856,4 589, ,2 Great Britain Total 1.260, , ,7 178, , ,6 392, , , ,6 UK 1.271, , ,5 178, , ,0 402, , , ,8 (1) Personal travel includes buses, diesel cars, petrol cars and motor cycles (2) Freight includes HGV, diesel LGV and petrol LGV IV-19

62 Fuel Consumption (1000 toe) 3.5. STATISTIK KONSUMSI ENERGI DI EROPA PADA UMUMNYA Statistik konsumsi energi sector transportasi di Eropa dapat dilihat pada Tabel 3.7, berdasarkan data pada Tabel 3.7 menunjukkan bahwa konsumsi energi sektor transportasi di Eropa secara keseluruhan cenderung meningkat mulai tahun 1996 sampai Statistik konsumsi energi di Eropa diklaster menjadi statistik konsumsi energi oleh 27 (dua puluh tujuh) negara, statistik konsumsi energi oleh 25 negara, dan statistik konsumsi energi oleh 15 negara. Statistik konsumsi energi sector transportasi di 27 (dua puluh tujuh) negara di eropa ditunjukkan pada Gambar 3.7. Berdasarkan Gambar 3.7 terlihat bahwa konsumsi oleh 27 negara di Eropa terjadi peningkatan setiap tahunnya. Statistik konsumsi energi sector transportasi di 25 (dua puluh lima) negara ditunjukkan pada Gambar 3.8. Berdasarkan Gambar 3.8 terlihat bahwa konsumsi energi sector transportasi oleh 25 (dua puluh lima) negara terjadi peningkatan setiap tahunnya. Statistik konsumsi energi sector transportasi oleh 15 (lima belas) negaraditunjukkan pada Gambar 3.9. Berdasarkan Gambar 3.9 terlihat bahwa konsumsi energi sector trasnsportasi oleh 15 (lima belas) negara di eropa terjadi peningkatan setiap tahunnya Energy Consumption - Transpot (27 countries) Year Gambar 3.7 Konsumsi energi oleh 27 negara di Eropa IV-20

63 Fuel Consumption (1000 toe) Fuel Consumption (1000 toe) Energy Consumption - Transpot (25 countries) Year Gambar 3.8 Konsumsi energi oleh 25 negara di Eropa Energy Consumption - Transpot (15 countries) Year Gambar 3.9 Konsumsi energi oleh 15 negara di Eropa IV-21

64 Tabel 3.9. Konsumsi Energi Sektor Transportasi di Negara Eropa Final energy consumption, by sektor; Final energy consumption - Transport toe (ton oil equivalent) Geo/Time EU (27 countries) (p) (p) (p) EU (25 countries) (p) (p) (p) EU (15 countries) (p) (p) (p) Belgium Bulgaria CzechRepublic Denmark Germany Estonia Ireland Greece Spain (p) (p) (p) France :=Not available p=provisional value Source of Data:: Eurostat IV-22

65 Tabel 3.9. Konsumsi Energi Sektor Transportasi di Negara Eropa (lanjutan) Final energy consumption, by sektor; Final energy consumption - Transport toe (ton oil equivalent) Italy Cyprus Latvia Lithuania Luxembourg Hungary Malta Netherlands Austria Poland Portugal Romania Slovenia :=Not available p=provisional value Source of Data:: Eurostat IV-23

66 Tabel 3.9. Konsumsi Energi Sektor Transportasi di Negara Eropa (lanjutan) Final energy consumption, by sektor; Final energy consumption - Transport toe (ton oil equivalent) Slovakia Finland Sweden United Kingdom Croatia Former Yugoslav Republic of Macedonia, the : : : : : : : : : : : : Turkey Iceland : Liechtenstein : : : : : : : : : : : : Norway Switzerland :=Not available p=provisional value Source of Data:: Eurostat IV-24

67 ANALISIS DATA Proses pengumpulan data primer dan sekunder dalam studi ini dilakukan melalui pelaksanaan survai wawancara dengan responden di lapangan, diskusi dengan beberapa stakeholder terkait dan pengumpulan data dari instansi-instansi yang terkait dengan energi dan transportasi. Formulir survai hanya digunakan pada saat survai lapangan untuk pengemudi kendaraan sedangkan pada saat diskusi dengan stake holder dilakukan seperti FGD (focus group discussion). Beberapa pekerjaan persiapan yang dilakukan sebelum melaksanakan survai, adalah : (1) pengurusan ijin survai; (2) penyempurnaan formulir survai; dan (3) penentuan kriteria dan jumlah responden. Survai ini dilaksanakan di 13 (tiga belas) wilayah provinsi namun belum semua wilayah dilakukan survai, lokasi wilayah survai meliputi: (1) NAD; (2) Sumatera Utara; (3)Riau; (4) Sumatera Selatan; (5) DKI Jakarta; (6) Jawa Barat; (7) Jawa Tengah; (8) DIY; (9) Jawa timur; (10) Kalimantan Timur; (11) Sulawesi Utara; (12) Sulawesi Selatan; (13) Papua.Surat pengantar ijin survai dikeluarkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan yang ditujukan kepada para stake holder terkait. Proses perijinan survai dilakukan pada dinas atau institusi terkait sebelum dilakukan survai wawancara KONSUMSI ENERGI TRANSPORTASI Konsumsi Energi Transportasi Darat Potensi dan Konsumsi Energi di Nanggroe Aceh Darussalam Mengacu pada kebutuhan energi di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, maka jumlah potensi pasokan energi sektor transportasi disesuaikan dengan tingkat konsumsi BBM. Berdasarkan hasil telaah yang dilakukan terhadap data sekunder, diperoleh tingkat konsumsi BBM (premium dan solar) sektor transportasi di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam mengalami kenaikan jumlah konsumsi jenis premium, sedangkan konsumsi BBM jenis solar mengalami fluktuasi yang disebabkan oleh menurunnya penggunaan kendaraan bermotor berbahan bakar solar.pada tahun 2009 penggunaan premium mencapai kilo liter atau mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya, sedangkan penggunaan solar sebesar kilo liter atau mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dapat dilihat pada Tabel 4.1.dan Gambar 4.1. IV-1

68 Tabel 4.1 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di NAD ( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total , Sumber: Kementerian ESDM Gambar 4.1. Konsumsi BBM sektor transportasi di NAD Potensi dan Konsumsi Energi di Sumatera Utara Provinsi Sumatera Utara dengan letak ibukota-nya di Medan merupakan salah satu kota terbesar dan terpadat di Indonesia. Jumlah kendaraan yang dimiliki masyarakat Sumatera Utara juga lebih banyak dibandingkan dengan wilayah lain. Faktor lain yang menyebabkan tingginya konsumsi energi di Sumatera Utara adalah jarak antar kota kabupaten/kota cukup panjang sehingga memerlukan waktu yang lama untuk sampai ditempat tujuan. Pada tahun 2009 penggunaan premium mencapai kilo liter atau mengalami kenaikan dari tahun sebelumya, sedangkan pada tahun yang sama penggunaan solar mencapai kilo liter atau mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 4.2.dan Gambar 4.2. IV-2

69 Tabel 5.2 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sumatera Utara( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total ,261,019 1,053,483 2,314, ,054, ,962 1,900, ,135, ,298 2,012, ,222, ,677 2,088,162 Sumber: Kementerian ESDM ,000,000 1,500,000 1,000, ,000 Premium Solar Gambar 5.2. Konsumsi BBM sektor transportasi di Sumatera Utara Potensi dan Konsumsi Energi di Riau Provinsi Riau merupakan salah provinsi yang ada di Pulau Sumatera.Secara umum wilayah yang ada di provinsi ini merupakan wilayah kepulauan.sehingga moda angkutan yang digunakan lebih banyak menggunakan moda mesin yang berbahan bakar solar.sehingga dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa penggunaan solar lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan premium.penggunaan premium pada tahun 2009 mencapai kilo liter atau mengalami kenaikan dari tahun-tahun sebelumya, sedangkan pada tahun yang sama penggunaan solar mencapai kilo liter atau mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Walaupun penggunaan solar mengalami penurunan tetapi secara umum masih lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan premium.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Riau dapat dilihat pada Tabel 5.3.dan Gambar 5.3. IV-3

70 Tabel 4.3 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Riau( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total ,831 65, , ,079 86, , , , , ,269 99, ,606 Sumber: Kementerian ESDM , ,000 80,000 60,000 40,000 Premium Solar 20, Gambar 4.3. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Riau Potensi dan Konsumsi Energi di Jambi Propinsi Jambi berada di sumatera bagian tengah. Provinsi yang berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Riau, dan Bengkulu ini, dalam penggunaan premium cenderung meningkat. Hal ini disebabkan karena Provinsi Jambi tengah mengalami perkembangan.secara umum, penggunaan BBM jenis premium di Jambi terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009, penggunaan premium mencapai 311,527 kilo liter. Sedangkan penggunaan solar dari tahun 2006 hingga 2008 mengalami peningkatan, namun pada tahun 2009 menurun menjadi 224,572 kilo liter.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Jambi dapat dilihat pada Tabel 4.4.dan Gambar 4.4. IV-4

71 Tabel 4.4 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Jambi( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total , , , , , , , , , , ,099 Sumber: Kementerian ESDM , , , , , ,000 Premium Solar 50, Gambar 4.4. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Jambi Potensi dan Konsumsi Energi di Sumatera Barat Provinsi Sumatera Barat dengan ibukota Padang, mengalami tren peningkatan jumlah penggunaan BBM jenis premium. Peningkatan yang terjadi seiring dengan perkembangan yang terjadi di daerah tersebut, bisa dikatakan cukup signifikan. Sedang penggunaan solar juga mengalami fluktuasi.penggunaan premium di provinsi ini pada tahun 2009 mencapai 513,677 kilo liter. Sedangkan penggunaan solar, secara umum dikatakan mengalami peningkatan, walaupun pada tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 302,691 kilo liter, dari 305,122 kilo liter pada tahun sebelumnya. Tabel 4.5 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sumatera Barat( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total , , , , , , , , , , , Sumber: Kementerian ESDM IV-5

72 Premium Solar Gambar 4.5. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sumatra Barat Potensi dan Konsumsi Energi di Sumatera Selatan Provinsi Sumatera Selatan yang ber-ibukota di Palembang, secara umum kondisi wilayahnya hampir sama dengan provinsi lainnya yang ada di Pulau Sumatera. Kondisi topografi Provinsi Sumatera Selatan terdiri dari pegunungan, dataran dan pantai.ketinggian topografi wilayah yang ada di Provinsi Sumatera Selatan mempunyai perbedaan yang tidak begitu tinggi sehingga kondisi ini mempengaruhi dalam konsumsi BBM. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa konsumsi BBM baik premium maupun solar adalah hampir sama dan selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Penggunaan premium pada tahun 2009 mencapai kiloliter atau mengalami kenaikan dari tahun 2006, tahun 2007 dan tahun Sedangkan penggunaan solar pada tahun yang sama mencapai kiloliter atau mengalami kenaikan konsumsi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Sumatera Selatan dapat dilihat pada Tabel 4.6.dan Gambar 4.6. Tabel 4.6 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sumatera Selatan( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total , , , , , , , ,177 1,036, , ,018 1,072,171 Sumber: Kementerian ESDM IV-6

73 700, , , , , ,000 Premium Solar 100, Gambar 4.6. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sumatera Selatan Potensi dan Konsumsi Energi di Lampung Walaupun tidak sebesar provinsi Sumatera Utara, provinsi Lampung yang beribukota di Bandar Lampung ini juga merupakan salah satu kota besar di pulau Sumatera. Provinsi yang menjadi pintu gerbang pertama transportasi darat dari pulau Jawa ke pulau Sumatera ini dari tahun ke tahum, secara umum mengalami peningkatan penggunaan premium. Sedangkan penggunaan solar juga mengalami fluktuasi. Penggunaan premium pada tahun 2009 di provinsi ini mencapai 582,226 kilo liter, meningkat dari tahun tahun sebelumnya. Sedangkan penggunaan solar pada tahun 2009 menurun menjadi 428,390 kilo liter dari tahun sebelumnya yang mencapai 432,062 kilo liter. Secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 4.7.dan Gambar 4.7. Tabel 4.7 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Lampung( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total , , , , , , , , , , ,390 1,010,616 Sumber: Kementerian ESDM IV-7

74 Premium Solar Gambar 4.7. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Lampung Potensi dan Konsumsi Energi di Bengkulu Provinsi Bengkulu terletak di kawasan pantai barat Sumatera. Di provinsi ini, penggunaan premium dan solar dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Namun, bila dibandingkan dengan provinsi lain di pulau Sumatera, penggunaan BBM di Bengkulu tergolong lebih kecil. Pada tahun 2009, penggunaan premium sebesar 163,419 kilo liter, meningkat dibandingkan tahun tahun sebelumnya. Sedangkan penggunaan solar juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 penggunaan solar sebesar 67,225 kilo liter. Secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Bengkulu dapat dilihat pada Tabel 4.8.dan Gambar 4.8. Tabel 4.8 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Bengkulu( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total ,671 45, , ,037 53, , ,146 62, , ,419 67, ,645 Sumber: Kementerian ESDM IV-8

75 Premium Solar Gambar 4.8. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Bengkulu Potensi dan Konsumsi Energi di Banten Provinsi Banten terletak di ujung barat pulau Jawa. Posisi strategis ini menjadikan Banten sebagai penghubung utama jalur perdagangan Jawa dan Sumatera. Hal ini berpengaruh pada konsumsi BBM di provinsi tersebut. Konsumsi BBM di provinsi ini cenderung naik dari tahun ke tahun.pada tahun 2009, konsumsi BBM jenis premium sebesar 1,062,195 kilo liter, meningkat bila dibandingkan dengan tahun tahun sebelumnya. Demikian juga dengan konsumsi solar yang pada tahun 2009 mencapai 546,684 kilo liter.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Banten dapat dilihat pada Tabel 4.9.dan Gambar 4.9. Tabel 4.9 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Banten( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total , ,913 1,015, , ,147 1,354, ,934, ,808 1,514, ,062, , ,879 Sumber: Kementerian ESDM IV-9

76 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 Premium Solar 500, Gambar 4.9. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Banten Potensi dan Konsumsi Energi di Jawa Barat Provinsi Jawa Barat yang merupakan salah satu tujuan wisata di Indonesia mempunyai topografi yang sebagian besar berupa pegunungan. Provinsi Jawa Barat ini juga merupakan wilayah yang berdekatan dengan ibukota negara Indonesia yaitu Jakarta. Secara umum wilayah Provinsi Jawa Barat terbagi atas pegunungan, dataran dan pantai.demikian juga moda angkutan penumpang/barang yang ada di Provinsi Jawa Barat terbagi atas darat, udara dan laut.dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa konsumsi BBM baik berupa premium dan solar di Provinsi DKI Jakarta selama empat tahun terakhir mengalami kenaikan.kondisi topografi dan semakin tingginya angka kepemilikan kendaraan merupakan faktor penyebab meningkatnya konsumsi BBM di provinsi ini.seperti halnya dengan yang terjadi di Jakarta, kemacetan di ruas jalan ibukota merupakan pemandangan umum yang terjadi sehari-hari. Dilihat dari data yang diperoleh dan dibandingkan dengan konsumsi BBM daerah lain, bisa dikatakan bahwa konsumsi BBM yang terjadi provinsi ini merupakan yang tertinggi. Penggunaan premium di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2009 mencapai kiloliter atau mengalami kenaikan yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan konsumsi premium pada tahun 2006 sebesar kiloliter. Walaupun tidak signifikan, penggunaan solar pada tahun 2009 mencapai kiloliter atau mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan konsumsi pada tahun-tahun sebelumnya.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 4.10.dan Gambar IV-10

77 Tabel 4.10 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Jawa Barat( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total ,385,270 1,128,483 3,513, ,011,014 1,363,592 4,374, ,261,923 1,518,370 4,780, ,512,845 1,651,096 5,163,941 Sumber: Kementerian ESDM ,000,000 3,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000, , Premium Solar Gambar 4.10.Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Jawa Barat Potensi dan Konsumsi Energi di DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta yang merupakan sentra dari pusat kegiatan bisnis yang ada di Indonesia merupakan wilayah yang cukup tinggi dalam konsumsi BBM nya.kemacetan yang terjadi dihampir semua ruas jalan yang ada di Kota Jakarta merupakan salah satu faktor penyebab tingginya penggunaan energi BBM.Secara umum moda angkutan penumpang/barang yang ada di Kota Jakarta terdiri dari darat, udara dan laut.namun demikian dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa konsumsi BBM baik berupa premium dan solar di Provinsi DKI Jakarta selama empat tahun terakhir justru mengalami penurunan.salah satu penyebab penurunan konsumsi BBM ini bisa jadi merupakan dampak dari diberlakukannya jalur khusus busway yang sudah dilaksanakan selama beberapa tahun terakhir. Penggunaan premium di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2009 mencapai kiloliter atau mengalami penurunan yang cukup banyak bila dibandingkan dengan konsumsi premium pada tahun 2006 sebesar kiloliter. Penggunaan solar pada tahun yang sama mencapai kiloliter atau mengalami penurunan bila dibandingkan dengan IV-11

78 konsumsi pada tahun sebelumnya.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 4.11.dan Gambar Tabel 4.11 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di DKI Jakarta( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total ,518,246 1,140,222 3,658, ,813, ,499 2,622, ,934, ,808 2,813, ,814, ,762 2,596,225 Sumber: Kementerian ESDM ,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 Premium Solar 500, Gambar 4.11.Konsumsi BBM Sektor Transportasi di DKI Jakarta Potensi dan Konsumsi Energi di Jawa Tengah Provinsi Jawa Tengah yang wilayahnya terletak di tengah dari Pulau Jawa, merupakan wilayah dengan topografi pegunungan dan pantai.selain merupakan wilayah transit antara wilayah Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Timur.Provinsi Jawa Tengah juga merupakan salah satu tujuan wisata baik wisata alam maupun wisata peninggalan sejarah.wilayah Provinsi Jawa Barat yang terbentang dari sisi timur sampai dengan barat terbagi atas pegunungan, dataran dan pantai.moda angkutan penumpang/barang yang ada di Provinsi Jawa Barat terbagi atas darat, udara dan laut.dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa konsumsi BBM berupa premium dan solar di Provinsi Jawa Tengah selama empat tahun terakhir mengalami kenaikan. Konsumsi premium di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 mencapai kiloliter atau mengalami kenaikan dibandingkan dengan konsumsi premium pada tahun 2006 sebesar kiloliter. IV-12

79 Sedangkan penggunaan solar pada tahun 2009 mencapai kiloliter atau mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan konsumsi pada tahun-tahun sebelumnya.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 4.12.dan Gambar Tabel 4.12 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Jawa Tengah( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total ,805,480 1,170,077 2,975, ,932,784 1,125,344 3,058, ,048,232 1,233,126 3,281, ,283,637 1,440,586 3,724,224 Sumber: Kementerian ESDM ,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 Premium Solar 500, Gambar Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Jawa Tengah Potensi dan Konsumsi Energi di DI Yogyakarta Selain merupakan salah satu kota tujuan wisata, Provinsi DI Yogyakarta juga merupakan wilayah kota tujuan pendidikan. Provinsi DI Yogyakarta yang terletak di antara kabupatenkabupaten dalam Provinsi Jawa Tengah secara otomatis merupakan wilayah transit dan beristirahat.provinsi DI Yogyakarta merupakan wilayah yang terbagi atas pegunungan, dataran dan pantai.moda angkutan penumpang/barang yang ada di Provinsi DI Yogyakarta terbagi atas darat, udara dan laut.jumlah alat transportasi yang paling banyak di Yogyakarta adalah sepeda motor. Secara umum konsumsi BBM berupa premium dan solar di Provinsi DI Yogyakarta selama empat tahun terakhir mengalami fluktuatif tetapi cenderung naik.konsumsi premium di IV-13

80 Provinsi DI Yogyakarta cenderung lebih tinggi dibandingkan konsumsi terhadap solar. Pada tahun 2009 konsumsi premium mencapai kiloliter atau mengalami kenaikan dibandingkan dengan konsumsi premium pada tahun 2006 sebesar kiloliter. Sedangkan penggunaan solar pada tahun 2009 mencapai kiloliter atau mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan konsumsi pada tahun-tahun sebelumnya.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi DI Yogyakarta dapat dilihat pada Tabel 4.13.dan Gambar Tabel 4.13 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di DI Yogyakarta( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total , , , , , , , , , , , ,825 Sumber: Kementerian ESDM , , , , , , , ,000 50, Premium Solar Gambar 4.13.Konsumsi BBM Sektor Transportasi di DI Yogyakarta Potensi dan Konsumsi Energi di Jawa Timur Jawa Timur merupakan provinsi yang mempunyai luas wilayah terbesar di Pulau Jawa. Secara umum kondisi perekonomian wilayah kabupaten dan kota yang ada di provinsi ini adalah sama, hanya wilayah Surabaya yang merupakan pusat pemerintah provinsi mempunyai tingkat ekonomi masyarakat lebih tinggi. IV-14

81 Seperti yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia, di Provinsi Jawa Timur terutama di Kota Surbaya, kemacetan akan arus lalulintasnya juga sering terjadi. Selain sebagai salah wilayah tujuan wisata, Provinsi Jawa Timur juga merupakan wilayah Industri.Banyaknya industri yang ada di Provinsi Jawa Timur menjadikan daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk mengadu nasib di wilayah ini. Seperti yang terjadi di wilayah lain moda transportasi yang paling banyak ada di Provinsi Jawa Timur ini adalah sepeda motor. Secara umum konsumsi BBM (premium dan solar) dalam setiap tahunnya mengalami peningkatan.pada tahun 2009 konsumsi premium mencapai kiloliter atau mengalami kenaikan dibandingkan dengan konsumsi premium pada tahun sebelumnya.sedangkan penggunaan solar pada tahun 2009 mencapai kiloliter juga mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan konsumsi pada tahun-tahun sebelumnya.dengan angka-angka tersebut dapat diambil kesimpulan awal bahwa konsumsi BBM di Provinsi Jawa Timur menduduki posisi kedua setelah konsumsi BBM di Provinsi Jawa Barat.Secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Jawa Timur dapat dilihat pada Tabel 4.14.dan Gambar Tabel 4.14 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Jawa Timur( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total ,396,182 1,512,604 3,908, ,534,548 1,457,710 3,992, ,719,965 1,588,774 4,308, ,013,800 1,794,774 4,808,574 Sumber: Kementerian ESDM ,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 Premium Solar 500, Gambar Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Jawa Timur IV-15

82 Potensi dan Konsumsi Energi di Bali Provinsi Bali terletak di Indonesia bagian tengah. Bali merupakan suatu pulau yang menjadi tujuan wisata di Indonesia karena keindahan alam dan budayanya. Menjadi daerah tujuan wisata berakibat pada konsumsi BBM di provinsi tersebut. Setiap tahun, konsumsi BBM sektor transportasi di Bali terus mengalami peningkatan. Konsumsi BBM di Bali dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, baik konsumsi premium maupun solar. Pada tahun 2009, konsumsi premium mencapai 634,480 kilo liter dan konsumsi solar 272,962 kilo liter. Hal itu berarti konsumsi BBM di provinsi Bali pada tahun 2009 meningkat bila dibandingkan dengan tahun tahun sebelumnya.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Bali dapat dilihat pada Tabel 5.15.dan Gambar Tabel 5.15 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Bali( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total , , , , , , , , , , , ,442 Sumber: Kementerian ESDM Premium Solar Gambar Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Bali Potensi dan Konsumsi Energi di Nusa Tenggara Barat IV-16

83 Provinsi Nusa Tenggara Barat, sesuai namanya, meliputi bagian barat kepulauan Nusa Tenggara. Provinsi ini beribukota di Mataram. Konsumsi BBM di provinsi ini, seperti pada provinsi provinsi lain pada umumnya, mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Baik konsumsi premium ataupun solar, konsumsinya meningkat bila dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, peningkatan konsumsi solar tidak sebesar peningkatan konsumsi premium. Konsumsi premium pada tahun 2009 sebesar 272,977 kilo liter, meningkat dari tahun sebelumnya. Demikian juga solar, pada tahun 2009, konsumsinya mencapai 116,715 kilo liter, lebih banyak dibandingkan dengan tahun sebelumnya.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Nusa Tenggara Barat dapat dilihat pada Tabel 5.16.dan Gambar Tabel 5.16 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Nusa Tenggara Barat(dalam kiloliter) Tahun Premium Solar Total , , , , , , , , , , , ,692 Sumber: Kementerian ESDM Premium Solar Gambar Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Nusa Tenggara Barat Potensi dan Konsumsi Energi di Nusa Tenggara Timur IV-17

84 Provinsi Nusa Tenggara Timur, meliputi bagian timur kepulauan Nusa Tenggara. Dari tahun ke tahun, konsumsi BBM di provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami peningkatan. Pada tahun 2009, konsumsi premium mencapai 177,144 kilo liter, lebih besar dari tahun tahun sebelumnya. Demikian pula konsumsi solar yang juga meningkat. Pada tahun 2009, konsumsi solar sebesar 117,487 kilo liter.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Tabel 4.17.dan Gambar 4.17 Tabel 4.17 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Nusa Tenggara Timur( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total ,196 98, , , , , , , , , , ,631 Sumber: Kementerian ESDM Premium Solar Gambar Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Nusa Tenggara Timur Potensi dan Konsumsi Energi di Kalimantan Barat Provinsi Kalimantan Barat, dengan ibukotanya di Pontianak, merupakan provinsi terluas keempat di Indonesia. Dengan luas wilayah mencapai 146,807 km 2, tranportasi darat dan sungai menjadi andalan di provinsi ini. Dengan luasnya daerah dan meningkatnya jumlah kendaraan, berakibat pada tingkat konsumsi BBM yang pada umumnya meningkat dari tahun ke tahun. IV-18

85 Konsumsi BBM jenis premium pada tahun 2009 meningkat menjadi 340,153 kilo liter. Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan konsumsi premium pada tahun tahun sebelumnya. Sedangkan konsumsi solar pada tahun 2009 mengalami sedikit penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi 206,585 kilo liter.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Kalimantan Barat dapat dilihat pada Tabel 4.18.dan Gambar 4.18 Tabel 4.18 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Barat( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total , , , , , , , , , , , ,738 Sumber: Kementerian ESDM Premium Solar Gambar Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Barat Potensi dan Konsumsi Energi di Kalimantan Tengah Provinsi Kalimantan Tengah beribukota di Palangkaraya. Provinsi ini dilewati garis ekuator dan beriklim tropis lembab. Kondisi alam di provinsi ini sangat bervariasi, di bagian utara didominasi oleh pegunungan Muller Swachner dan perbukitan, sedangkan di bagian selatan merupakan dataran rendah dan rawa rawa. Untuk konsumsi premium, dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2009, konsumsi premium sebesar 195,374 kilo liter, lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk konsumsi solar tahun 2009, mengalami penurunan, yaitu sebesar IV-19

86 151,419 kilo liter, lebih rendah dari tahun sebelumnya.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Kalimantan Tengah dapat dilihat pada Tabel 4.19.dan Gambar 4.19 Tabel 4.19 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Tengah( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total , , , , , , , , , , , ,793 Sumber: Kementerian ESDM Premium Solar Gambar Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Tengah Potensi dan Konsumsi Energi di Kalimantan Selatan Provinsi Kalimantan Selatan beribukota di Banjarmasin. Keadaan topografi di provinsi ini umumnya landai, dengan kemiringan 0 2%. Transportasi yang dominan ada di provinsi ini antara lain transportasi darat dan sungai. Tingkat konsumsi premium secara umum dari tahun ke tahun meningkat. Pada tahun 2009, konsumsi premium sebesar 366,977 kilo liter. Sedangkan konsumsi solar pada tahun 2009 menurun dibandingkan tahun tahun sebelumnya, yaitu sebesar 195,877 kilo liter.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Kalimantan Selatan dapat dilihat pada Tabel 4.20.dan Gambar 4.20 IV-20

87 Tabel 4.20 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Selatan( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total , , , , , , , , , , , ,854 Sumber: Kementerian ESDM Premium Solar Gambar Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Selatan Potensi dan Konsumsi Energi di Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur sebagai salah satu wilayah perindustrian yang berada di Indonesia, menjadi tempat yang menarik bagi para pencari kerja.sumber daya alam yang melimpah menjadikan para investor berbondong-bondong menginvestasikan uangnya di provinsi ini. Hal ini berakibat pada kebutuhan akan tenaga kerja menjadi meningkat. Seperti wilayah lain di Pulau Kalimantan, wilayah Provinsi Kalimantan Timur mempunyai topografi wilayah yang bergelombang. Selain dataran yang bergelombang, wilayah provinsi ini juga sebagian besar berupa pantai.moda transportasi yang ada di wilayah ini terdiri dari moda darat, sungai, udara dan laut.jumlah moda transportasi terbanyak di provinsi ini adalah sepeda motor.tidak seperti yang terjadi di Jakarta atau Surabaya, kemacetan arus lalulintas di wilayah provinsi ini terjadi hanya pada ruas-ruas tertentu. Secara umum konsumsi BBM terutama premium dalam setiap tahunnya mengalami peningkatan sedangkan untuk konsumsi solar mengalami penurunan.pada tahun 2009 konsumsi premium mencapai kiloliter atau mengalami kenaikan dibandingkan IV-21

88 dengan konsumsi premium pada tahun sebelumnya.sedangkan penggunaan solar pada tahun 2009 mencapai kiloliter atau mengalami penurunan bila dibandingkan dengan konsumsi pada tahun-tahun sebelumnya.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Kalimantan Timur dapat dilihat pada Tabel 4,21, dan Gambar Tabel 4.21 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Timur( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total , , , , , , , , , , , ,646 Sumber: Kementerian ESDM , , , , , , , , ,000 50, Premium Solar Gambar Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Timur Potensi dan Konsumsi Energi di Sulawesi Utara Provinsi Sulawesi Utara beribukota di Manado merupakan wilayah dengan kondisi geografis yang cukup bervariasi.di provinsi ini terdapat dataran rendah di kawasan pantai yang menghampar di sepanjang sisi Utara dan Selatan.Selain itu juga terdapat daerah perbukitan atau pegunungan seperti di Tomohon. Jauh dari Kota Manado terdapat beberapa kabupaten hasil pemekaran yang berbatasan dengan Provinsi Gorontalo, anatar kabupaten ini dihubungkan dengan jalan trans pada sisi Utara mapun Selatan. Pusat keramaian di wilayah ini ada di Kota Manado dan sekitarnya, sehingga pada pusat kota, kondisi lalulintas sering mengalami kemacetan meskipun tidak terlalu parah dibanding kota besar seperti Jakarta. IV-22

89 Provinsi Sulawesi Utara mempunyai Pelabuhan Bitung yang berstatus sebagai pelabuhan nasional dengan pergerakan kapal yang keluar masuk cukup banyak.selain itu juga terdapat Bandara Sam Ratulangi yang merupakan bandara sibuk dan menjadi pengumpul untuk wilayah Utara.Dengan kondisi ini, maka pergerakan moda pengangkut penumpang dan barang cukup tinggi sehingga dapat dipastikan bahwa konsumsi energi BBM yang digunakan juga besar meskipun belum sebesar Provinsi Sulawesi Selatan.Secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Sulawesi Utara dapat dilihat pada Tabel 4.22.dan Gambar Tabel 4.22 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sulawesi Utara( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total ,617 90, , , , , , , , , , ,799 Sumber: Kementerian ESDM , , , ,000 Premium Solar 50, Gambar Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sulawesi Utara Potensi dan Konsumsi Energi di Gorontalo Provinsi Gorontalo merupakan provinsi pemekaran, yang sebelumnya adalah wilayah kabupaten Gorontalo dan kotamadya Gorontalo. Wilayah Gorontalo juga sangat strategis bila dipandang secara ekonomis, karena berada pada poros tengah wilayah pertumbuhan ekonomi, yaitu antara 2 (dua) Kawasan Ekonomi Terpadu (KAPET) Batui Provinsi Sulawesi Tengah dan Manado Bitung Provinsi Sulawesi Utara. Letaknya yang strategis ini dapat dijadikan sebagai daerah transit seluruh komoditi dari dan menuju kedua KAPET IV-23

90 tersebut.namun, dibandingkan dengan provinsi lain, konsumsi BBM di Gorontalo cendrung lebih kecil. Konsumsi premium dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 2009, konsumsi premium sebesar 77,188 kilo liter. Sedangkan konsumsi solar pada tahun 2009, yaitu sebesar 28,018 kilo liter, lebih rendah daripada tahun sebelumnya.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Kalimantan Timur dapat dilihat pada Tabel 4,23, dan Gambar Tabel 4.23 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Gorontalo( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total ,080 20,069 65, ,557 28,298 89, ,571 29,839 98, ,188 28, ,207 Sumber: Kementerian ESDM Premium Solar Gambar Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Gorontalo Potensi dan Konsumsi Energi di Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan merupakan daerah yang subur dan berkembang cukup baik.moda transportasi yang ada di wilayah ini terdiri dari moda darat, udara dan laut.provinsi ini selain memiliki pelabuhan yang cukup strategis, juga mempunyai bandar udara yang cukup besar yaitu Bandara Hasanuddin.Sehingga arus penumpang dan barang dari dan menuju wilayah ini cukup- besar.dengan pertumbuhan pergerakan penumpang dan barang yang semakin membesar maka tingkat lalulintas moda transportasi juga naik.dalam kurun waktu tiga tahun IV-24

91 terakhir , konsumsi energi sektor transportasi mengalami peningkatan.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Tabel 4.24.dan Gambar Tabel 4.24 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sulawesi Selatan( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total , , , , , , , , , , ,121 1,078,015 Sumber: Kementerian ESDM , , , , , , , , Premium Solar Gambar Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sulawesi Selatan Potensi dan Konsumsi Energi di Maluku Utara Provinsi Maluku Utara terdiri dari beberapa pulau di kepulauan Maluku. Provinsi ini beribukota di Sofifi, kecamatan Oba Utara. Sebelumnya, ibukota provinsi ini berada di Ternate, hingga infrastruktur di Sofifi selesai dibangun. Sebagai daerah dari pemekaran provinsi Maluku, provinsi ini merupakan daerah berkembang. Hal itu berdampak pada konsumsi BBM yang meningkat dari tahun ke tahun, baik premium ataupun solar.pada tahun 2009, konsumsi premium sebesar 65,563 kilo liter, lebih besar dari tahun sebelumnya. Konsumsi solar pun terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009, konsumsi sebesar 28,790 kilo liter.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Maluku Utara dapat dilihat pada Tabel 4,25, dan Gambar IV-25

92 Tabel 4.25 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Maluku Utara( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total ,439 20,806 63, ,672 21,531 69, ,411 27,388 82, ,563 28,790 94,353 Sumber: Kementerian ESDM Premium Solar Gambar Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Maluku Utara Potensi dan Konsumsi Energi di Papua Sebagai sebuah wilayah pemekaran, Provinsi Papua Barat sedang gencar-gencarnya melakukan pembangunan di semua bidang. Kondisi medan di Papua dan Papua Barat, sekitar enam puluh persen merupakan daerah dataran rendah (dpl < 100 meter) maka kelancaran moda transportasi menjadi barang penting dalam menunjang pembangunan. Kondisi geografis yang naik-turun membuat moda yang digunakan membutuhkan energi yang relatif lebih besar dibanding daerah datar. Hanya saja moda di wilayah ini masih sedikit sehingga bila dibandingkan provinsi lain yang ada di Pulau Jawa atau Sumatera, maka tingkat penggunaan energi di provinsi ini masih rendah. Secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada Tabel 4.26.dan Gambar IV-26

93 Tabel 4.26 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Papua( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total ,398 27,208 79, ,878 38,760 96, ,925 47, , ,240 27, ,614 Sumber: Kementerian ESDM ,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10, Premium Solar Gambar Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Papua Barat Konsumsi Energi Transportasi Laut Konsumsi BBM transportasi laut dipengaruhi oleh jumlah armada, jenis mesin kapal, rute pelayaran kapal, jarak tempuh kapal, lama pelayaran, dan kondisi cuaca. Pembahasan lebih rinci mengenai parameter tersebut akan dibahas pada bab berikutnya yang akan dibahas secara detail pada pelaporan selanjutnya. Bahan bakar yang dikonsumsi oleh kapal laut umumnya adalah jenis bahan bakar High Speed Diesel (HSD) dan Industrial Diesel Oil (IDO).Jumlah armada angkutan laut dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.28 Tabel 4.29 Tabel 4.30, Tabel 4.31, Tabel 4.32, Tabel 4.33 dan Tabel IV-27

94 Tabel PERKEMBANGAN MUATAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI(NASIONAL & ASING)TAHUN JUMLAH MUATAN TAHUN NASIONAL ASING (TON) , , , , , , , , Sumber: Litbang Perhubungan, 2009 Tabel Perkembangan Muatan Angkutan Laut Luar Negeri(Nasional & Asing)Tahun JUMLAH MUATAN TAHUN NASIONAL ASING (TON) Sumber: Litbang Perhubungan, 2009 IV-28

95 Tabel Perkembangan Muatan Angkutan Laut Luar Negeri(Nasional & Asing)Tahun (Lanjutan) JUMLAH MUATAN TAHUN NASIONAL ASING (TON) , , , , , , , , Sumber: Litbang Perhubungan, 2009 Tabel Perkembangan Muatan Angkutan Laut Luar Negeri(Nasional & Asing)Tahun TAHUN NASIONAL ASING TOTAL EKSPOR IMPOR JUMLAH EKSPOR IMPOR JUMLAH MUATAN Sumber: Litbang Perhubungan, 2009 IV-29

96 Tabel Perkembangan Armada Nasionaltahun TAHUN UNIT DWT UNIT GRT UNIT HP JUMLAH MUATAN Sumber: Litbang Perhubungan, 2009 Tabel Perkembangan Perusahaan Angkutan Laut(Pelayaran, Non Pelayaran & Pelayaran Rakyat)Tahun TAHUN PELAYARAN NON PELAYARAN PELAYARAN RAKYAT IV-30

97 Tabel Perkembangan Perusahaan Angkutan Laut(Pelayaran, Non Pelayaran & Pelayaran Rakyat)Tahun (lanjutan) TAHUN PELAYARAN NON PELAYARAN PELAYARAN RAKYAT Sumber: Litbang Perhubungan, 2009 Tabel Perkembangan Armada Charter Asingtahun TAHUN UNIT DWT UNIT GRT UNIT HP JUMLAH MUATAN A. Konsumsi Energi Wilayah Pelabuhan Indonesia I (Pelindo-I) PT. Pelindo-I merupakan PT BUMN yang menangani pelabuhan di wilayah barat indonesia yaitu pelabuhan yang berada di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Kepulauan Riau dan Riau. Jumlah pelabuhan yang dikelola oleh PT. Pelindo-I sebanyak 26 IV-31

98 Pelabuhan. Data mengenai jumlah dan kelas pelabuhan yang dikelola oleh Peindo-I dapat dilihat pada Tabel Tabel Jumlah pelabuhan yang dikelola PT. Pelabuhan Indonesia I No. Kelas Pelabuhan Satuan Kelas Utama Cabang Kelas I Cabang Kelas II Cabang Kelas III Cabang Kelas IV Cabang Kelas V Cabang WILKER Cabang Total Sumber: Statistik Perhubungan, 2008 Konsumsi bahan bakar oleh transportasi laut untuk wilayah yang dikelola oleh Pelindo-1 dapat dilihat pada Tabel 4.35.danGambar yang di bagi per wilayah provinsi. Data konsumsi bahan bakar merupakan data yang di distribusikan oleh pertamina ke pelabuhan di wilayah provinsi masing-masing. Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terdapat 1 (satu) buah pelabuhan internasional yaitu pelabuhan Sabang dan 2 (dua) buah pelabuhan nasional di Provinsi Nanggroe Aceh darussalam yaitu pelabuhan Meulaboh dan Pelabuhan Lhokseumawe serta beberapa pelabuhan lain. Konsumsi bahan bakar oleh angkutan laut di pelabuhan wilayah provinsi Nanggroe Aceh pada tahun 2007 terjadi penurunan dibanding tahun 2006 dan tahun 2008 sampai tahun 2009 mulai terjadi peningkatan konsumsi bahan bakar lagi seperti ditunjukkan pada Gambar Di Provinsi Sumatera terdapat 2 (dua) pelabuhan internasional dan 1 (satu) pelabuhan nasional serta beberapa pelabuhan lain. Konsumsi bahan bakar oleh angkutan laut di pelabuhan wilayah provinsi sumatera utara, Riau dan Kepulauan Riau terjadi penurunan pada tahun 2007 dibanding tahun 2006 dan peningkatan konsumsi bahan bakar. Tabel Konsumsi bahan bakar oleh transportasi laut wilayah pelindo-i tahun 2006 hingga tahun 2009 NNo Propinsi Konsumsi Bahan Bakar (Kilo Liter) Nangroe Aceh Darussalam , , , ,6 22 Sumatera Utara , , , ,3 33 Riau Kepulauan , , , ,9 44 Riau , , , ,8 Sumber: Pertamina 2009 IV-32

99 konsumsi bahan bakar (kl) Nangroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Riau Kepulauan Riau Propinsi Gambar Perbandingan konsumsi angkutan laut di wilayah Pelindo-I tahun B. Konsumsi Energi Wilayah Pelabuhan Indonesia II (Pelindo-II) PT. Pelindo-II merupakan PT BUMN yang menangani pelabuhan di sebagian pulau sumatera dan, sebagian pulau kalimantan dan sebagian pulau jawa. Pelabuhan yang berada dibawah Pelindo-II terletak di Provinsi Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, dan Kalimantan Barat. Jumlah pelabuhan yang dikelola oleh PT. Pelindo-II sebanyak 29 Pelabuhan.Data mengenai jumlah dan kelas pelabuhan yang dikelola oleh Pelindo-II dapat dilihat pada Tabel Tabel Jumlah dan kelas pelabuhan yang dikelola PT. Pelabuhan Indonesia II No. Kelas Pelabuhan Satuan Kelas Utama Cabang Kelas I Cabang Kelas II Cabang Kelas III Cabang Kelas IV Cabang Kelas V Cabang WILKER Cabang Total Sumber: Statistik Perhubungan, 2008 Konsumsi bahan bakar oleh transportasi laut untuk wilayah yang dikelola oleh Pelindo-II dapat dilihat pada Tabel 4.37.dan Gambar yang di bagi per wilayah provinsi. Data konsumsi bahan bakar merupakan data yang di distribusikan oleh pertamina ke pelabuhan di wilayah provinsi masing-masing. Terdapat 7 (tujuh) buah pelabuhan internasional dan (lima) buah pelabuhan nasional yang ada dibawah pengelolaan Pelindo-II. Pelabuhan internasional yang berada dibawah pengelolaan pelindo-ii yaitu Pelabuhan Teluk Bayur, Pelabuhan Dumai, Pelabuhan Panjang, Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Arjuna dan Pelabuhan Pontianak. Konsumsi bahan bakar oleh angkutan laut di pelabuhan wilayah IV-33

100 konsumsi bahan bakar (kl) Pelindo-II pada tahun 2007 terjadi penurunan dibanding tahun 2006 dan tahun 2008 sampai tahun 2009 mulai terjadi peningkatan konsumsi bahan bakar lagi seperti ditunjukkan pada Gambar Tabel Konsumsi bahan bakar oleh transportasi laut wilayah pelindo II tahun 2006 hingga tahun 2009 No Propinsi Konsumsi Bahan Bakar Sumatera Barat , , , ,91 2 Jambi , , , ,64 3 Sumatera Selatan , , , ,73 4 Bengkulu , , , ,27 5 Lampung , , , ,55 6 Bangka Belitung , , , ,19 7 Banten , , , ,46 8 Jakarta , , , ,91 9 Jawa Barat , , , ,55 10 Kalimantan Barat , , , ,73 Sumber: Pertamina, Konsumsi Bahan Bakar Pelindo II Propinsi Gambar Perbandingan konsumsi angkutan laut di wilayah Pelindo-II tahun IV-34

101 C. Konsumsi Energi Wilayah Pelabuhan Indonesia III (Pelindo-III) PT. Pelindo-III merupakan PT BUMN yang menangani pelabuhan di sebagian pulau Jawa, Pulau Sumbawa dan Pulau Lombok, serta Sebagian Pulau Kalimantan. Pelabuhan yang berada dibawah Pelindo-II terletak di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Jumlah pelabuhan yang dikelola oleh PT. Pelindo-II sebanyak 32 Pelabuhan. Data mengenai jumlah dan kelas pelabuhan yang dikelola oleh Pelindo-III dapat dilihat pada Tabel Tabel Jumlah dan kelas pelabuhan yang dikelola PT. Pelabuhan Indonesia II No. Kelas Pelabuhan Satuan Kelas Utama Cabang Kelas I Cabang Kelas II Cabang Kelas III Cabang Kelas IV Cabang Kelas V Cabang WILKER Cabang Total Sumber: Statistik Perhubungan, 2008 Konsumsi bahan bakar oleh transportasi laut untuk wilayah yang dikelola oleh Pelindo-III dapat dilihat pada Tabel 4.39.danGambar yang di bagi per wilayah provinsi. Data konsumsi bahan bakar merupakan data yang di distribusikan oleh pertamina ke pelabuhan di wilayah provinsi masing-masing.terdapat 6 (enam) buah pelabuhan internasional dan 8 (delapan) buah pelabuhan nasional yang ada dibawah pengelolaan Pelindo-III. Pelabuhan internasional yang berada dibawah pengelolaan pelindo-iii yaitu Pelabuhan Tanjung Emas, Pelabuhan Tanjung Intan, Pelabuhan Tanjung Perak, Pelabuhan Benoa, Pelabuhan Banjarmasin dan pelabuhan Tenau. Konsumsi bahan bakar oleh angkutan laut di pelabuhan wilayah Pelindo-III terjadi peningkatan pada tahun 2006 hingga tahun 2009 seperti ditunjukkan pada Gambar Peningkatan konsumsi energi rata-rata pada tahun 2007 di wilayah Peindo III adalah sebesar 5,3% pada tahun 2008 sebesar 6,7% dan pada tahun 2009 sebesar 13%. IV-35

102 Konsumsi bahan bakar (kl) Tabel Konsumsi bahan bakar oleh transportasi laut wilayah pelindo III tahun 2006 hingga tahun 2009 No Propinsi Konsumsi Bahan Bakar Jawa Tengah , , , ,3 2 Jawa Timur , , , ,9 3 Bali 89176, , , ,9 4 Nusa Tenggara Barat 80259, , , ,8 5 Nusa Tenggara Timur , , , ,5 6 Kalimantan Tengah , , , ,6 7 Kalimantan Selatan 80259, , , ,8 Konsumsi Bahan Bakar Pelindo III Propinsi Gambar Perbandingan konsumsi angkutan laut di wilayah Pelindo-III tahun D. Konsumsi Energi Wilayah Pelabuhan Indonesia IV (Pelindo IV) PT. Pelindo-IV merupakan PT BUMN yang menangani pelabuhan di wilayah barat Timur Indonesia yaitu pelabuhan yang berada di Provinsi Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tangah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua. Data mengenai jumlah dan kelas pelabuhan yang dikelola PT. Pelindo IV dapat dilihat pada Tabel IV-36

103 Tabel Jumlah pelabuhan yang dikelola PT. Pelabuhan Indonesia IV No. Kelas Pelabuhan Satuan Kelas Utama Cabang Kelas I Cabang Kelas II Cabang Kelas III Cabang Kelas IV Cabang Kelas V Cabang WILKER Cabang Total Sumber: Statistik Perhubungan, 2008 Konsumsi bahan bakar oleh transportasi laut untuk wilayah yang dikelola oleh Pelindo-IV dapat dilihat pada Tabel 4.41.danGambar yang di bagi per wilayah provinsi. Data konsumsi bahan bakar merupakan data yang di distribusikan oleh pertamina ke masingmaisng pelabuhan di wilayah provinsi masing-maisng. Di Provinsi Kalimantan Timur terdapat 2 (dua) buah pelabuhan internasional yaitu pelabuhan Balikpapan dan pelabuhan Tarakan dan 7 (tujuh) buah pelabuhan nasional yaitu pelabuhan Nunukan, Pelabuhan Samarinda, Pelabuhan Tanjung Sangata, Pelabuhan Tanjung Redep, Pelabuhan Pasir/Tanah Grogot, Pelabuhan Tanjung Selor, dan Pelabuhan Santan serta beberapa pelabuhan lain. Konsumsi bahan bakar oleh angkutan laut di sebagian besar pelabuhan di kawasan Pelindo-IV mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seperti ditunjukkan pada Gambar Tabel Konsumsi bahan bakar oleh transportasi laut wilayah pelindo IV tahun 2006 hingga tahun 2009 No Propinsi Konsumsi Bahan Bakar Kalimantan Timur , , , ,9 2 Sulawesi Selatan , , , ,3 3 Sulawesi Tengah , , ,1 4 Sulawesi Tenggara 17835, , , ,18 5 Gorontalo 26753, , , ,27 6 Sulawesi Utara 71341, , , ,73 7 Maluku 26753, , , ,8 8 Maluku Utara 80259, , , ,27 9 Papua Barat 26753, , ,1 10 Papua , , ,1 Sumber: pelindo IV. IV-37

104 Konsumsi bahan bakar (kl) Konsumsi Bahan Bakar Pelindo IV Propinsi Gambar Perbandingan konsumsi angkutan laut di wilayah Pelindo-III tahun Konsumsi Energi Transportasi Udara Konsumsi BBM transportasi udara dipengaruhi oleh jenis mesin pesawat, rute perjalanan pesawat atau lama penerbangan, serta kondisi cuaca. Pembahasan lebih rinci mengenai parameter tersebut akan dibahas pada bab berikutnya yang akan dibahas pada pelaporan selanjutnya. Bahan bakar yang dikonsumsi oleh pesawat udara adalah Aviation Gasoline (Avgas) dan Aviation Turbine (Avtur).Konsumsi energi oleh transportasi udara adalah konsumsi energi oleh pesawat komersial dan non komersial. Persentase konsumsi energi oleh pesawat non komersial dapat dikategorikan kecil jika dibanding dengan konsumsi energi oleh pesawat komersial yang jumlah total maskapai sekitar 541 pesawat yang jenis atau tipe nya berbeda-beda. Jumlah maskapai penerbangan di Indonesia dan jumlah armada yang dimiliki dapat dilihat pada Tabel 4.42., dan Total penumpang dan keberangkatan pesawat domestik dapat dilihat pada Tabel Konsumsi energi oleh maskapai Garuda Indonesia dapat dilihat pada Tabel IV-38

105 Tabel 4.42.Jenis maskapai di Indonesia dan jumlah armada yang dimiliki Tahun 2009 MASKAPAI NIAGA BERJADWAL JUMLAH JUMLAH MASKAPAI NIAGA TAK BERJADWAL ARMADA ARMADA PT. GARUDA INDONESIA 54 PT. MANUNGGAL AIR SERVICE 2 PT. MERPATI NUSANTARA 71 PT. AIRFAST INDONESIA 19 PT. MANDALA AIRLINES 15 PT, ASI PUDJIASTUTI 14 PT. LION MENTARI AIRLINES 34 PT. AVIASTAR MANDIRI 10 PT. INDONESIA AIRASIA 15 PT. DABI AIR NUSANTARA 18 PT. METRO BATAVIA - PT. DERAYA AIR TAXI - PT. WINGS ABADI AIRLINES 15 PT. DERAZONA AIR SERVICE 6 PT. TRAVEL EXPRESS 3 PT. DIRGANTARA AIR SERVICE 6 PT. SRIWIJAYA AIR 20 PT. EKSPRES TRANSPORTASI ANTAR BENUA 8 PT. TRAVIRA AIR - PT. GATARI AIR SERVICE 8 PT. INDONESIA AIR TRANSPORT 21 PT. INTAN ANGKASA AIR SERVICE 9 PT. KAL STAR AVIATION 2 PT. KURA-KURA AVIATION 6 PT. PELITA AIR SERVICE 21 PT. MIMIKA AIR 2 PT. REPUBLIC EXPRESS 21 PT. NATIONAL UTILITY HELICOPTER 11 PT. TRIGANA AIR SERVICE 20 PT. NUSANTARA BUANA AIR 3 PT. DIRGANTARA AIR SERVICE 6 PT. NYAMAN AIR 2 PT. SAMPOERNA AIR NUSANTARA 2 MASKAPAI NON NIAGA JUMLAH PT. PELITA AIR SERVICE 23 BALAI KALIBRASI 3 PT. PENERBANGAN ANGKASA SEMESTA 2 PT. PURA WISATA BARUNA 4 NIAGA KARGO BERJADWAL JUMLAH PT. SABANG MERAUKE RAYA AIR CHARTER 4 PT. CARDIG AIR 2 PT. SAYAP GARUDA INDAH 2 PT. TRI MG INTRA ASIA AIRLINES 5 PT. TRANSWISATA PRIMA AVIATION 6 PT.TRAVIRA AIR 22 NIAGA KARGO TAK BERJADWAL JUMLAH PT. SKY AVIATION - PT. TRI MG INTRA ASIA AIRLINES - PT. JOHNLIN AIR TRANSPORT - PT. REPUBLIC EXPRESS 3 PT. MEGANTARA AIR 2 PT. ASIA LINK CARGO EXPRESS - PT. RIAU AIRLINES 7 PT. EAST INDONESIA AIR TAXI AND CHARTER SERVICE (EASTI 6 IV-39

106 Tabel Jumlah penumpang dan keberangkatan pesawat transportasi udara di Indonesia Tahun Rincian Satuan Keberangkatan Pesawat unit Keberangkatan Penumpang orang Tabel Jumlah penumpang dan keberangkatan pesawat transportasi udara di Indonesia (lanjutan) Tahun Rincian Satuan Keberangkatan Pesawat unit Keberangkatan Penumpang orang Transit Penumpang orang Bongkar muat Barang ton Bongkar Muat Bagasi ton Bongkar Muat Pos ton Sumber :Statistik Indonesia 2009 Jumlah keberangkatan pesawat, penumpang dan bongkar muat barang pada tahun 2005 sampai tahun 2006 pada Tabel 4.43 menunjukkan bahwa terjadi kenaikan rata-rata sebesar 3% sedangkan pada tahun 2006 sampai tahun tahun 2009 terjadi penurunan keberangkatan pesawat, sedangkan keberangkatan penumpang, jumlah bongkar muat barang dan bagasi serta pos masih terjadi peningkatan dari tahun 2004 sampai 2008 hanya terjadi penurunan pada tahun Berdasarkan data pada Tabel 4.43 menunjukkan bahwa pada tahun 2006 sampai tahun 2008 terjadi peningkatan efisiensi dan efektivitas keberangkatan pesawat. Jumlah keberangkatan pesawat akan mengkonsumsi cukup banyak energi dan dapat mengindikasikan bahwa semakin tinggi keberangkatan pesawat maka semakin tinggi energi yang digunakan sektor transportasi udara. Data mengenai konsumsi energi untuk salah satu maskapai penerbangan berjadwal yaitu maskapai Garuda Indonesia dapat dilihat pada Tabel Total konsumsi bahan bakar tahun 2009 dibandingkan konsumsi bahan bakar pada tahun 2008 lebih sedikit yang menunjukkan kesinkronan antara jumlah penurunan keberangkatan pesawat dengan penurunan konsumsi energi. IV-40

107 Tabel Konsumsi energi oleh maskapai Garuda Indonesia Jumlah kota yang Jumlah maskapai Konsumsi Bahan Bakar Bulan dikunjungi Tahun 2008 Tahun 2009 (Liter) JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC TOTAL Sumber: PT Garuda Indonesia (2010), Perhubungan udara (2010), diolah konsultan (2010) Konsumsi bahan bakar oleh transportasi udara untuk komersial dan non komersial dapat dilihat pada Tabel 4.45 dan Gambar Berdasarkan data konsumsi bahan bakar pada Tabel 4.45 dan Gambar 4.31 menunjukkan bahwa terjadi penurunan penggunaan bahan bakar jenis aviation gasoline (AVGAS) sedangkan untuk konsumsi bahan bakar jenis aviation turbine (AVTUR) terjadi penigkatan. Secara keseluruhan konsumsi bahan bakar untuk transportasi udara baik komersial maupun non komersial terjadi kenaikan dari tahun 2000 sampai tahun 2004 dan terjadi penurunan pada tahun 2005 namun terjadi kenaikan lagi dari tahun 2006 sampai tahun Tabel Jumlah Konsumsi bahan bakar oleh transportasi udara untuk komersial Tahun AVGAS AVTUR TOTAL Sumber: ESDM, 2009 (di olah konsultan 2010) IV-41

108 Sumber: ESDM, 2009 (di olah konsultan, 2010) Gambar 4.31.Konsumsi bahan bakar oleh transportasi udara untuk komersial Sumber: ESDM, 2009 (di olah konsultan, 2010) Gambar 4.32.Konsumsi bahan bakar oleh transportasi udara untuk komersial Konsumsi Energi Transportasi Perkeretaapian Pelayanan penumpang oleh kereta di Indonesia selama ini hanya terdapat di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.Pelayanan terbanyak berada di Pulau Jawa yang melintas dari bagian Barat (Provinsi Banten) sampai daerah Banyuwangi (Jawa Timur). A. Pulau Jawa Daerah Operasi (DAOP) adalah nama untuk pembagian wilayah pelayanan KA di Pulau Jawa yang dibagi menjadi 9 daerah operasi yang masing-masing mempunyai kewenangan IV-42

109 di dalam mengelola sarana-prasarana dan mengendalikan operasi KA. Adapun pembagian wilayah operasi tersebut adalah sebagai berikut : a. Daerah Operasi (DAOP) I Jakarta b. Daerah Operasi (DAOP) II Bandung c. Daerah Operasi (DAOP) III Cirebon d. Daerah Operasi (DAOP) IV Semarang e. Daerah Operasi (DAOP) V Purwokerto f. Daerah Operasi (DAOP) VI Yogyakrta g. Daerah Operasi (DAOP) VII Madiun h. Daerah Operasi (DAOP) VIII Surabaya i. Daerah Operasi (DAOP) IX Jember Berdasarkan KM 8 Tahun 2001 tentang Angkutan Kereta Api disebutkan bahwa Pelayanan KA ekonomi jarak jauh ditandai dengan jarak perjalanan yang melebihi 450 km dan kesemuanya melayani Pulau Jawa. Jangkauan dari pelayanan KA ekonomi jarak jauh mencakup ujung dari Jawa Timur, yaitu Banyuwangi sampai dengan Jawa bagian Barat, yaitu Jakarta. Adapun rincian dari pelayanan KA ekonomi jarak jauh dapat dilihat pada Tabel 4.46 Tabel 4.46Jenis Pelayanan KA Ekonomi Jarak Jauh NO NAMA KA RELASI JARAK TARIF FREK 1 Logawa Purwokerto - Jember , Kertajaya Surabayapasarturi-Pasarsenen , Brantas Kediri-Tanahabang , Kahuripan Kediri-Padalarang , Kutojaya Utara Kutoarjo-Tanahabang , Bengawan Solojebres-Tanahabang , Progo Lempuyangan-Pasarsenen , Pasundan Kiaracondong-Surabayagubeng , Sri Tanjung Lempuyangan-Banyuwangi , GBM Selatan Surabayagubeng-Jakartakota , Matarmaja Malang-Pasarsenen ,000 2 Sumber : Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Pelayanan KA ekonomi jarak sedang ditandai dengan jarak perjalanan antara 150 km sampai dengan 450 km. untuk jenis pelayanan ini, terdapat 4 (empat) KA yang melayani daerah di Pulau Jawa dan 5 (lima) KA yang melayani daerah di Pulau Sumatera. Adapun rincian dari pelayanan KA ekonomi jarak sedang dapat dilihat pada Tabel IV-43

110 Tabel 4.47Jenis Pelayanan KA Ekonomi Jarak Sedang NO NAMA KA RELASI JARAK TARIF FREK 1 Tawangjaya Semarangponcol-Pasarsenen , Serayu Kroya-Jakartakota , Kutojaya Selatan Kutoarjo-Kiaracondong , Tegal Arum Tegal-Jakartakota , Tawang Alun Malang-Banyuwangi , Rajabasa Kertapati-Tanjungkarang , Buser/Serelo Kertapati-Lubuklinggau , Putri Deli Binjai-Medan-Tanjungbalai , Siantar Ekspress Medan-Siantar ,000 2 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Pelayanan KA ekonomi jarak dekat / lokal ditandai dengan jarak perjalanan kurang dari 150 km. untuk jenis pelayanan ini, terdapat 29 (dua puluh sembilan) KA yang melayani daerah di Pulau Jawa dan hanya 2 (dua) KA yang melayani daerah di Pulau Sumatera. Adapun rincian dari pelayanan KA ekonomi jarak dekat / lokal dapat dilihat pada Tabel Pelayanan KRD ekonomi merupakan pelayanan KA ekonomi yang menggunakan jenis kereta yang ditarik oleh diesel, sedangkan untuk jarak perjalanannya hamper sama dengan jenis pelayanan KA ekonomi jarak dekat, yaitu kurang dari 150 km. untuk jenis pelayanan ini, terdapat 4 (empat) KA yang melayani daerah di Pulau Jawa dan hanya 2 (dua) KA yang melayani daerah di Pulau Sumatera. Adapun rincian dari pelayanan KRD ekonomi dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.49Jenis Pelayanan KRD Ekonomi NO NAMA KA RELASI JARAK TARIF FREK 1 KRD Surabaya-Porong 35 2, KRD Surabaya-Sidoarjo 25 2, KRD Surabaya-Lamongan 41 2, KRD Tegal-Semarang Poncol , KRD Kotabumi-Tanjung Karang 85 7, KRD Kertapati-Indralaya 25 2,500 4 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 IV-44

111 Tabel 4.48Jenis Pelayanan KA Ekonomi Jarak Dekat / Lokal NO NAMA KA RELASI JARAK TARIF FREK 1 CEPAT MERAK Jakartakota-Merak 152 5, CEPAT Jakartakota-Purwakarta 103 3,000 2 PURWAKARTA 3 EKONOMI LOKAL Jakartakota-Rangkasbitung 83 2, EKONOMI LOKAL Tanahabang-Rangkasbitung 73 2, EKONOMI LOKAL Jakartakota-Parungpanjang 44 1, EKONOMI LOKAL Rangkasbitung-Parungpanjang 39 1, Eks KRD Karawang - Jakarta Eks KRD Jakarta - Purwakarta Eks KRD Purwakarta - Pasar Senen Eks KRD Cikampek - Pasar Senen EKONOMI LOKAL Cibatu-Purwakarta EKONOMI LOKAL Ciroyom-Lampegan 81 1, EKONOMI LOKAL Cianjur-Ciroyom 58 1, Eks KRD Kiara Condong-Cicalengka 22 1, Eks KRD Padalarang-Cicalengka 42 6, FEEDER Bojonegoro-Semarangponcol 177 2, FEEDER Wonogiri-Purwosari 37 2, EKONOMI LOKAL Kedungbanteng-Solo Jebres 38 5, PENATARAN Surabayakota-Malang-Blitar 170 5, DHOHO Surabayakota-Kertosono-Blitar 180 4, TUMAPEL Surabaya-Malang 96 3, Eks KRD Bojonegoro-Sby Ps. Turi 105 2, Eks KRD Surabayakota-Kertosono 87 2, Eks KRD Babat-Surabayapasarturi 69 3, EKONOMI LOKAL Banyuwangi-Kalibaru 57 4, PANDANWANGI Banyuwangi-Jember , Probowangi Probolinggo-Banyuwangi 208 2, Sibinuang Padang-Pariaman 53 4, Besidan Besitang-Medan 102 2,000 0,28* 30 EKONOMI LOKAL Pasarsenen-Rangkasbitung 87 5,000 8 Sumber : Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 IV-45

112 Pelayanan KRL ekonomi merupakan pelayanan KA ekonomi yang menggunakan energy penggerak listrik dan bersifat komuter.jenis pelayanan ini masih hanya beroperasi di kawasan Jabodetabek.Adapun rincian dari pelayanan KRL ekonomi dapat dilihat pada Tabel 4.50 Tabel 4.50Jenis Pelayanan KRL Ekonomi NO NAMA KA RELASI JARAK TARIF FREK 1 KRL Jakarta-Bogor 55 2, KRL Manggarai-Bogor 45 2, KRL Jakarta-Depok 33 1, KRL TanahAbang-Bojonggede 39 2, KRL Jakarta-Bojonggede 43 2, KRL Bogor-Tanah Abang 51 2, KRL Depok Baru-Tanah Abang 30 1, KRL Bogor-Kp. Bandan 60 2, KRL Jakarta-Bekasi 23 1, KRL Manggarai-Bekasi 9 1, KRL Tanah Abang-Serpong 27 1, KRL Tanah Abang-Manggarai 18 1, KRL Jakarta-Tangerang 24 1, KRL Depok-Angke 6 1, KRL Bekasi -Kp Bandan 26 1, KRL Bogor - Angke 34 2, KRL Manggarai - Kp. Bandan 33 1, KRL Bogor-Depok KRL AC Tanah Abang-Serpong 15 4, KRL AC Mri-Thb-Ak-Kpb-Pse-Jng-Mri KRL AC Jakarta-Bogor KRL AC Jakarta-Bekasi KRL AC Mri-Thb-Serpong Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Dalam Grafik Perjalanan KA (GAPEKA) KA Ekonomi Jarak Jauh terdiri dari 22 KA, yang melayani 11 lintas dengan waktu perjalanan terlama yaitu 18 jam 45 menit adalah KA MATARMAJA, No. KA. 141 dengan pelayanan Malang Pasarsenen, sedangkan waktu perjalanan terpendek yaitu 8 jam 02 menit adalah KA KUTOJAYA, No. KA.161 dengan pelayanan Kutoarjo Tanahabang, data selengkapnya terdapat dalam Tabel IV-46

113 Tabel 4.51 KA Jarak Jauh NO NO KA NAMA KA LINTAS PELAYANAN WAKTU PERJALANAN ASAL TUJUAN MENIT LOGAWA PURWOKERTO SINGO JURUH LOGAWA SINGO JURUH JEMBER LOGAWA JEMBER SINGO JURUH LOGAWA SINGO JURUH PURWOKERTO KERTAJAYA SURABAYA PASARTURI TANJUNG PRIOK KERTAJAYA TANJUNG PRIOK SURABAYA PASARTURI BRANTAS KEDIRI TANAH ABANG BRANTAS TANAH ABANG KEDIRI KAHURIPAN KEDIRI PADALARANG KAHURIPAN PADALARANG KEDIRI KUTOJOYO KUTOARJO TANAH ABANG KUTOJOYO TANAH ABANG KUTOARJO BENGAWAN SOLO JEBRES TANAH ABANG BENGAWAN TANAH ABANG SOLO JEBRES PROGO LEMPUYANGAN PASAR SENEN PROGO PASAR SENEN LEMPUYANGAN PASUNDAN SURABAYA GUBENG KIARA CONDONG PASUNDAN KIARA CONDONG SURABAYA GUBENG 1, SRI TANJUNG LEMPUYANGAN SURABAYA GUBENG SRI TANJUNG SURABAYA GUBENG BANYUWANGI SRI TANJUNG BANYUWANGI SURABAYA GUBENG SRI TANJUNG SURABAYA GUBENG LEMPUYANGAN GBM SELATAN SURABAYA GUBENG JAKARTA GBM SELATAN JAKARTA SURABAYA GUBENG MATARMAJA MALANG PASAR SENEN 1, MATARMAJA PASAR SENEN MALANG 991 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 KA Ekonomi Jarak Sedang terdiri dari 10 KA, yang melayani 10 lintas dengan waktu perjalanan terlama yaitu 10 jam 57 menit adalah KA SERAYU, No. KA. 169 dengan pelayanan Kroya Jakarta, sedangkan waktu perjalanan terpendek yaitu 3 jam 78 menit adalah KA PUTRIDELI, No. KA.U14 dengan pelayanan Medan Tanjungbalai, data selengkapnya terdapat dalam Tabel IV-47

114 Tabel 4.52KA Jarak Sedang NO NO KA NAMA KA LINTAS PELAYANAN WAKTU PERJALANAN ASAL TUJUAN MENIT TAWANG JAYA SEMARANG PONCOL PASAR SENEN TAWANG JAYA PASAR SENEN SEMARANG PONCOL SERAYU KROYA JAKARTA SERAYU JAKARTA KROYA SERAYU KROYA JAKARTA SERAYU JAKARTA KROYA KUTOJOYO SELATAN KUTOARJO KIARACONDONG KUTOJOYO SELATAN KIARACONDONG KUTOARJO TEGAL ARUM TEGAL JAKARTA TEGAL ARUM JAKARTA TEGAL TAWANGALUN BANYUWANGI BARU BANGIL TAWANGALUN BANGIL MALANG KOTA LAMA TAWANGALUN MALANG KOTA LAMA BANGIL TAWANGALUN BANGIL BANYUWANGI BARU RAJABASA KERTAPATI TANJUNG KARANG RAJABASA TANJUNG KARANG KERTAPATI BUKIT SARELO KERTAPATI LUBUK LINGGAU BUKIT SARELO LUBUK LINGGAU KERTAPATI U20 EJEK PUTRI DELI MEDAN BINJAI U19 EJEK PUTRI DELI BINJAI MEDAN U13 PUTRI DELI TANJUNG BALAI MEDAN U14 PUTRI DELI MEDAN TANJUNG BALAI U15 PUTRI DELI TANJUNG BALAI MEDAN U16 PUTRI DELI MEDAN TANJUNG BALAI U17 PUTRI DELI TANJUNG BALAI MEDAN U18 PUTRI DELI MEDAN TANJUNG BALAI 385 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 KA Ekonomi Jarak Dekat terdiri dari 106 No.KA, dengan waktu perjalanan terlama yaitu 6 jam 82 menit adalah KA PROBOWANGI, No. KA.993 dengan pelayanan Probolinggo Banyuwangi, sedangkan waktu perjalanan terpendek yaitu 48 menit adalah KA FEEDER, No.KA.954 dengan pelayanan Solo Jebres Kedung Banteng, data selengkapnya terdapat dalam Tabel IV-48

115 Tabel 4.53 KA Jarak Dekat NO NO KA NAMA KA LINTAS PELAYANAN WAKTU PERJALANAN ASAL TUJUAN MENIT CEPAT MERAK MERAK JAKARTA CEPAT MERAK JAKARTA MERAK CEPAT MERAK MERAK TANAH ABANG CEPAT MERAK JAKARTA MERAK CEPAT PURWAKARTA JAKARTA 179 PURWAKARTA CEPAT JAKARTA PURWAKARTA 182 PURWAKARTA EKONOMI LOKAL JAKARTA RANGKASBITUNG EKONOMI LOKAL RANGKASBITUNG JAKARTA EKONOMI LOKAL JAKARTA RANGKASBITUNG EKONOMI LOKAL JAKARTA RANGKASBITUNG EKONOMI LOKAL RANGKASBITUNG JAKARTA EKONOMI LOKAL RANGKASBITUNG JAKARTA EKONOMI LOKAL JAKARTA RANGKASBITUNG EKONOMI LOKAL JAKARTA RANGKASBITUNG EKONOMI LOKAL RANGKASBITUNG JAKARTA EKONOMI LOKAL TANAH ABANG RANGKASBITUNG EKONOMI LOKAL PARUNG PANJANG JAKARTA EKONOMI LOKAL PARUNG PANJANG JAKARTA EKONOMI LOKAL RANGKASBITUNG PARUNG PANJANG EKONOMI LOKAL KARAWANG JAKARTA EKONOMI LOKAL TANJUNG PRIOK PURWAKARTA EKONOMI LOKAL PURWAKARTA TANJUNG PRIOK EKONOMI LOKAL PURWAKARTA PASAR SENEN EKONOMI LOKAL CIKAMPEK TANJUNG PRIOK EKONOMI LOKAL TANJUNG PRIOK CIKAMPEK EKONOMI LOKAL PURWAKARTA CIBATU EKONOMI LOKAL CIBATU PURWAKARTA EKONOMI LOKAL CIROYOM LAMPEGAN EKONOMI LOKAL LAMPEGAN CIROYOM EKONOMI LOKAL CIANJUR CIROYOM EKONOMI LOKAL CIROYOM CIANJUR BANDUNG RAYA KIARA CONDONG CICALENGKA 33 EKONOMI BANDUNG RAYA CICALENGKA KIARA CONDONG 32 EKONOMI BANDUNG RAYA EKONOMI CICALENGKA PADALARANG 106 IV-49

116 Tabel 4.53 KA Jarak Dekat (lanjutan) NO NO KA NAMA KA LINTAS PELAYANAN WAKTU PERJALANAN ASAL TUJUAN MENIT BANDUNG RAYA PADALARANG CICALENGKA 129 EKONOMI BANDUNG RAYA CICALENGKA PADALARANG 93 EKONOMI BANDUNG RAYA PADALARANG CICALENGKA 88 EKONOMI BANDUNG RAYA CICALENGKA PADALARANG 84 EKONOMI BANDUNG RAYA PADALARANG CICALENGKA 89 EKONOMI BANDUNG RAYA CICALENGKA PADALARANG 87 EKONOMI BANDUNG RAYA PADALARANG CICALENGKA 99 EKONOMI BANDUNG RAYA CICALENGKA PADALARANG 102 EKONOMI BANDUNG RAYA PADALARANG CICALENGKA 84 EKONOMI BANDUNG RAYA CICALENGKA PADALARANG 108 EKONOMI BANDUNG RAYA PADALARANG CICALENGKA 95 EKONOMI BANDUNG RAYA CICALENGKA PADALARANG 98 EKONOMI BANDUNG RAYA PADALARANG CICALENGKA 88 EKONOMI BANDUNG RAYA CICALENGKA PADALARANG 93 EKONOMI BANDUNG RAYA PADALARANG CICALENGKA 94 EKONOMI FEEDER BOJONEGORO SEMARANG PONCOL 275 TAWANGJAYA FEEDER SEMARANG PONCOL BOJONEGORO 293 TAWANGJAYA FEEDER WONOGIRI PURWOSARI FEEDER PURWOSARI WONOGIRI FEEDER KEDUNG BANTENG SOLO JEBRES FEEDER SOLO JEBRES KEDUNG BANTENG PENATARAN SURABAYA KOTA BLITAR PENATARAN BLITAR SURABAYA KOTA PENATARAN SURABAYA KOTA BLITAR 311 IV-50

117 Tabel 4.53 KA Jarak Dekat (lanjutan) NO NO KA NAMA KA LINTAS PELAYANAN WAKTU PERJALANAN ASAL TUJUAN MENIT PENATARAN BLITAR SURABAYA KOTA PENATARAN SURABAYA KOTA BLITAR PENATARAN BLITAR SURABAYA KOTA PENATARAN SURABAYA KOTA BLITAR PENATARAN BLITAR SURABAYA KOTA DHOHO BLITAR KERTOSONO DHOHO KERTOSONO BLITAR DHOHO SURABAYA KOTA KERTOSONO DHOHO KERTOSONO BLITAR DHOHO BLITAR KERTOSONO DHOHO KERTOSONO SURABAYA KOTA DHOHO SURABAYA KOTA KERTOSONO DHOHO KERTOSONO BLITAR DHOHO BLITAR KERTOSONO DHOHO KERTOSONO SURABAYA KOTA DHOHO SURABAYA KOTA KERTOSONO DHOHO KERTOSONO BLITAR DHOHO BLITAR KERTOSONO DHOHO KERTOSONO SURABAYA KOTA DHOHO SURABAYA KOTA KERTOSONO TUMAPEL MALANG SURABAYA TUMAPEL SURABAYA MALANG EKONOMI LOKAL SURABAYA PASAR BOJONEGORO 146 TURI EKONOMI LOKAL BOJONEGORO SURABAYA PASAR 151 TURI EKONOMI LOKAL KERTOSONO SURABAYA KOTA EKONOMI LOKAL SURABAYA KOTA KERTOSONO EKONOMI LOKAL BABAT SURABAYA PASAR 109 TURI EKONOMI LOKAL SURABAYA PASAR BABAT 99 TURI EKONOMI LOKAL KALIBARU BANYUWANGI EKONOMI LOKAL BANYUWANGI KALIBARU PANDANWANGI BANYUWANGI JEMBER PANDANWANGI JEMBER BANYUWANGI PROBOWANGI BANYUWANGI PROBOLINGGO PROBOWANGI PROBOLINGGO BANYUWANGI U25 BESIDAN j-ah BESITANG MEDAN U26 BESIDAN j-ah MEDAN BESITANG 269 IV-51

118 Tabel 4.53 KA Jarak Dekat (lanjutan) NO NO KA NAMA KA LINTAS PELAYANAN WAKTU PERJALANAN ASAL TUJUAN MENIT 95 B3 SIBINUANG PARIAMAN PADANG B4 SIBINUANG PADANG PARIAMAN B5 SIBINUANG PARIAMAN PADANG B6 SIBINUANG PADANG PARIAMAN EKONOMI LOKAL PASAR SENEN RANGKASBITUNG EKONOMI LOKAL RANGKASBITUNG PASAR SENEN EKONOMI LOKAL PASAR SENEN RANGKASBITUNG EKONOMI LOKAL RANGKASBITUNG PASAR SENEN EKONOMI LOKAL PASAR SENEN RANGKASBITUNG EKONOMI LOKAL RANGKASBITUNG PASAR SENEN EKONOMI LOKAL PASAR SENEN RANGKASBITUNG EKONOMI LOKAL RANGKASBITUNG PASAR SENEN 179 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 KA Ekonomi dan KRD Non Jabodetabek terdiri dari 41 No.KA, dengan waktu perjalanan terlama yaitu 3 jam 75 menit adalah KA BLORAJAYAI, No. KA. 817 dengan pelayanan Bojonegoro Semarangponcol, sedangkan waktu perjalanan terpendek yaitu 57 menit adalah KA SERUNI, dengan pelayanan Kertapati Indralaya, data selengkapnya terdapat dalam Tabel Tabel 4.54KA Ekonomi dan KRD Non Jabodetabek NO NO KA NAMA KA LINTAS PELAYANAN WAKTU PERJALANAN ASAL TUJUAN MENIT KRD KOMUTER PORONG SURABAYA KRD KOMUTER SURABAYA PORONG KRD KOMUTER PORONG SURABAYA KRD KOMUTER SURABAYA PORONG KRD KOMUTER PORONG SURABAYA KRD KOMUTER SURABAYA PORONG KRD KOMUTER PORONG SURABAYA KRD KOMUTER SURABAYA PORONG KRD KOMUTER PORONG SURABAYA KRD KOMUTER SURABAYA PORONG KRD KOMUTER PORONG SURABAYA KRD KOMUTER SIDOARJO SURABAYA KRD SULAM SURABAYA LAMONGAN KRD SULAM LAMONGAN SURABAYA KRD SULAM SURABAYA LAMONGAN 58 IV-52

119 Tabel 4.54KA Ekonomi dan KRD Non Jabodetabek (lanjutan) NO NO KA NAMA KA LINTAS PELAYANAN WAKTU PERJALANAN ASAL TUJUAN MENIT KRD SULAM LAMONGAN SURABAYA KALIGUNG EKO SEMARANG PONCOL BREBES KALIGUNG EKO BREBES SEMARANG PONCOL S13 SERUNI B:St/Ah/L KERTAPATI INDRALAYA S14 SERUNI B:St/Ah/L INDRALAYA KERTAPATI S15 SERUNI B:St/Ah/L KERTAPATI INDRALAYA S15 SERUNI B:St/Ah/L INDRALAYA KERTAPATI S9 RUWAHJURAI KOTABUMI TANJUNG KARANG S10 RUWAHJURAI TANJUNG KARANG KOTABUMI S11 RUWAHJURAI KOTABUMI TANJUNG KARANG S12 RUWAHJURAI TANJUNG KARANG KOTABUMI KALIGUNG EKO SEMARANG PONCOL TEGAL KALIGUNG EKO TEGAL SLAWI KALIGUNG EKO SLAWI TEGAL KALIGUNG EKO TEGAL SEMARANG PONCOL BLORA JAYA CEPU SEMARANG PONCOL BLORA JAYA SEMARANG PONCOL CEPU KRD AREK MOJOKERTO SURABAYA 88 SUROKERTO KRD AREK SURABAYA MOJOKERTO 78 SUROKERTO KRD AREK MOJOKERTO SURABAYA 76 SUROKERTO KRD AREK SURABAYA MOJOKERTO 80 SUROKERTO KRD AREK MOJOKERTO SURABAYA 93 SUROKERTO KRD AREK SURABAYA MOJOKERTO 92 SUROKERTO KRD AREK MOJOKERTO SURABAYA 78 SUROKERTO BLORA JAYA SEMARANG PONCOL BOJONEGORO BLORA JAYA BOJONEGORO SEMARANG PONCOL 225 Sumber : Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 KA KRL Jabodetabek terdiri dari 269 No.KA, dengan waktu perjalanan terlama yaitu 152 menit adalah KRL Ekonomi, No.KA.587 dengan pelayanan Bogor Angke, sedangkan waktu perjalanan terpendek yaitu 4 menit adalah KA CILIWUNG, No.KA.A447 dengan pelayanan Jatinegara Manggarai, data selengkapnya terdapat dalam Tabel IV-53

120 Tabel 4.55 KRL Jabodetabek N0 NO KA NAMA KA LINTAS PELAYANAN WAKTU PERJALANAN ASAL TUJUAN MENIT KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 84 IV-54

121 Tabel 4.55 KRL Jabodetabek (lanjutan) N0 NO KA NAMA KA LINTAS PELAYANAN WAKTU PERJALANAN ASAL TUJUAN MENIT KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI MANGGARAI BOGOR KRL EKONOMI MANGGARAI BOGOR KRL EKONOMI MANGGARAI BOGOR KRL EKONOMI BOGOR MANGGARAI KRL EKONOMI BOGOR MANGGARAI KRL EKONOMI BOGOR MANGGARAI KRL EKONOMI DEPOK JAKARTA KRL EKONOMI DEPOK JAKARTA KRL EKONOMI DEPOK JAKARTA KRL EKONOMI DEPOK JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA DEPOK KRL EKONOMI DEPOK JAKARTA KRL EKONOMI DEPOK JAKARTA 55 IV-55

122 Tabel 4.55 KRL Jabodetabek (lanjutan) KRL EKONOMI TANAHABANG BOGOR KRL EKONOMI BOGOR TANAHABANG KRL EKONOMI BOGOR TANAHABANG KRL EKONOMI TANAHABANG BOGOR KRL EKONOMI BOGOR TANAHABANG KRL EKONOMI DEPOK TANAHABANG KRL EKONOMI TANAHABANG DEPOK KRL EKONOMI TANAHABANG DEPOK KRL EKONOMI KAMPUNG BOGOR 107 BANDAN KRL EKONOMI BEKASI JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BEKASI KRL EKONOMI JAKARTA BEKASI KRL EKONOMI BEKASI JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BEKASI KRL EKONOMI BEKASI JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BEKASI KRL EKONOMI BEKASI JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BEKASI KRL EKONOMI BEKASI JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BEKASI KRL EKONOMI BEKASI JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BEKASI KRL EKONOMI BEKASI JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BEKASI KRL EKONOMI JAKARTA BEKASI KRL EKONOMI BEKASI JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA BEKASI KRL EKONOMI JAKARTA BEKASI KRL EKONOMI BEKASI JAKARTA KRL EKONOMI BEKASI MANGGARAI KRL EKONOMI TANAHABANG SERPONG KRL EKONOMI SERPONG TANAHABANG KRL EKONOMI TANAHABANG SERPONG KRL EKONOMI SERPONG TANAHABANG KRL EKONOMI TANAHABANG SERPONG KRL EKONOMI SERPONG TANAHABANG KRL EKONOMI TANAHABANG SERPONG KRL EKONOMI SERPONG TANAHABANG KRL EKONOMI SERPONG TANAHABANG KRL EKONOMI TANAHABANG SERPONG KRL EKONOMI SERPONG TANAHABANG KRL EKONOMI TANAHABANG SERPONG KRL EKONOMI SERPONG TANAHABANG KRL EKONOMI TANAHABANG SERPONG 42 IV-56

123 Tabel 4.55 KRL Jabodetabek (lanjutan) KRL EKONOMI TANAHABANG MANGGARAI KRL EKONOMI TANAHABANG MANGGARAI KRL EKONOMI MANGGARAI TANAHABANG KRL EKONOMI JAKARTA TANGERANG KRL EKONOMI TANGERANG JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA TANGERANG KRL EKONOMI TANGERANG JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA TANGERANG KRL EKONOMI TANGERANG JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA TANGERANG KRL EKONOMI TANGERANG JAKARTA KRL EKONOMI JAKARTA TANGERANG KRL EKONOMI TANGERANG JAKARTA KRL EKONOMI ANGKE DEPOK KRL EKONOMI KAMPUNG BEKASI 55 BANDAN KRL EKONOMI BEKASI KAMPUNG BANDAN KRL EKONOMI BEKASI KAMPUNG BANDAN KRL EKONOMI KAMPUNG BEKASI 59 BANDAN KRL EKONOMI BOGOR ANGKE KRL EKONOMI MANGGARAI KAMPUNG BANDAN KRL EKONOMI BOGOR DEPOK KRL EKONOMI BOGOR DEPOK KRL EKONOMI BOGOR DEPOK CIUJUNG SERPONG TANAHABANG CIUJUNG TANAHABANG SERPONG CIUJUNG SERPONG TANAHABANG CIUJUNG TANAHABANG SERPONG CIUJUNG SERPONG TANAHABANG CIUJUNG TANAHABANG SERPONG CIUJUNG SERPONG TANAHABANG CIUJUNG TANAHABANG SERPONG CIUJUNG SERPONG TANAHABANG CIUJUNG TANAHABANG SERPONG CIUJUNG SERPONG TANAHABANG CIUJUNG TANAHABANG SERPONG CIUJUNG SERPONG TANAHABANG CIUJUNG TANAHABANG SERPONG CIUJUNG SERPONG TANAHABANG CIUJUNG TANAHABANG SERPONG CIUJUNG SERPONG TANAHABANG CIUJUNG TANAHABANG SERPONG CIUJUNG SERPONG TANAHABANG CIUJUNG TANAHABANG SERPONG 56 IV-57

124 Tabel 4.55 KRL Jabodetabek (lanjutan) CILIWUNG MANGGARAI KAMPUNG BANDAN CILIWUNG KAMPUNG JATINEGARA 28 BANDAN 172 A447 CILIWUNG JATINEGARA MANGGARAI CILIWUNG MANGGARAI KAMPUNG BANDAN CILIWUNG KAMPUNG JATINEGARA 28 BANDAN 175 A449 CILIWUNG JATINEGARA MANGGARAI CILIWUNG MANGGARAI KAMPUNG BANDAN CILIWUNG KAMPUNG JATINEGARA 28 BANDAN 178 A467 CILIWUNG JATINEGARA MANGGARAI CILIWUNG MANGGARAI KAMPUNG BANDAN CILIWUNG KAMPUNG JATINEGARA 29 BANDAN 181 A469 CILIWUNG JATINEGARA MANGGARAI CILIWUNG MANGGARAI KAMPUNG BANDAN CILIWUNG KAMPUNG JATINEGARA 28 BANDAN 184 A517 CILIWUNG JATINEGARA MANGGARAI CILIWUNG MANGGARAI KAMPUNG BANDAN CILIWUNG KAMPUNG JATINEGARA 28 BANDAN 187 A519 CILIWUNG JATINEGARA MANGGARAI CILIWUNG MANGGARAI KAMPUNG BANDAN CILIWUNG KAMPUNG JATINEGARA 28 BANDAN 190 A559 CILIWUNG JATINEGARA MANGGARAI CILIWUNG MANGGARAI KAMPUNG BANDAN A578 CILIWUNG JATINEGARA MANGGARAI KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR 86 IV-58

125 Tabel 4.55 KRL Jabodetabek (lanjutan) KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA 45 IV-59

126 Tabel 4.55 KRL Jabodetabek (lanjutan) KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA CIUJUNG SERPONG TANAHABANG CIUJUNG TANAHABANG MANGGARAI CIUJUNG MANGGARAI TANAHABANG CIUJUNG TANAHABANG SERPONG CIUJUNG MANGGARAI TANAHABANG CIUJUNG TANAHABANG SERPONG 56 Sumber : Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Selain kelas ekonomi, layanan kereta api juga melayanai kelas bisnis dan eksekutif dengan dengan tempat duduk yang bisa diatur, pendingin udara, hiburan audio-visual, dan layanan makanan pada beberapa jenis kereta Kelas Komersial Jenis dan Tujuan: Purwojaya: Gambir-Cilacap Malang Ekspres: Surabaya Kota-Malang Cantik Ekspres: Surabaya Kota-Jember Bangunkarta: Pasar Senen-Jombang Senja Utama & Fajar Utama: Pasar Senen-Yogyakarta-Surakarta- Semarang Kelas Satwa Jenis dan Tujuan: Sancaka: Surabaya Kota-Yogyakarta Mutiara Timur: Surabaya Kota-Banyuwangi Lodaya: Bandung-Solo Balapan Gajayana: Gambir-Malang Kamandanu: Gambir-Semarang Tawang Bima: Jakarta Kota-Yogyakarta-Surabaya Gubeng Taksaka: Jakarta Kota-Yogyakarta Sembrani & Gumarang: Jakarta Kota-Surabaya Pasar Turi Turangga: Bandung-Surabaya Gubeng IV-60

127 Harina: Bandung-Semarang Tawang Rajawali: Semarang Tawang-Surabaya Pasar Turi Kelas Argo Jenis dan Tujuan: Argo Bromo Anggrek: Gambir-Surabaya Pasar Turi Argo Gede: Gambir-Bandung Argo Muria & Argo Sindoro: Gambir-Semarang Tawang Argo Lawu & Argo Dwipangga: Gambir-Yogyakarta-Solo Balapan Argo Wilis: Bandung-Surabaya Gubeng Argo Jati: Gambir-Cirebon B. Pulau Sumatera Pelayanan KA selain yang berada di Pulau Jawa juga terdapat di Pulau Sumatera, namun untuk Pulau Sumatera tidak menggunakan istilah daerah operasi sebagaimana yang digunakan untuk Pulau Jawa.Untuk pelayanan KA di Pulau Sumatera menggunakan istilah divisi regional. Disebabkan jaringan jalan kereta api di Pulau Sumatera belum semuanya tersambung dalam satu kesatuan, maka pembagiannya disesuaikan berdasarkan jaringan jalan kereta api yang ada. Jaringan jalan kereta api di Pulau Sumatera terdapat di daerah Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan serta Lampung. Oleh karena itu, pelayanan KA di Pulau Sumatera dibagi menjadi 3 (tiga) divisi regional. Adapun pembagian wilayah operasi tersebut adalah sebagai berikut : Divisi Regional (Divre) I Sumatera Utara Divisi Regional (Divre) II Sumatera Barat Divisi Regional (Divre) III Sumatera Selatan IV-61

128 Gambar Jalur Kereta Api di Pulau Sumatera PRODUKSI LAYANAN KERETA API Energi Diesel Tabel 4.56Produksi KA Penumpang No. Kelas Pnp-KM Pnp-KM Pnp-KM Pnp-KM Pnp-KM (x 1.000) (x 1.000) (x 1.000) (x 1.000) (x 1.000) 1. Eksekutif Bisnis Ekonomi Lokal Ekonomi Lokal Bisnis Jumlah Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Tabel 4.57Produksi KA Barang No. Jenis Ton-KM Ton-KM Ton-KM Ton-KM Ton-KM (x 1.000) (x 1.000) (x 1.000) (x 1.000) (x 1.000) 1. Negoisasi Non Negoisasi Jumlah Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 IV-62

129 Tabel 4.58 Produksi KM-Lok dan KM-KA No. Uraian KM-Sarana : a. KM-Lok b. KM-KRD c. KM-KRL Jumlah KM-KA : a. KM-KA Pnp b. KM-KA Brg c. KM-KA Dinas Jumlah Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Konsumsi Energi Kereta Api Jenis sarana yang digunakan dalam pelayanan lintas kereta api berbeda-beda tergantung pada kapasitas dan jarak tempuh yang akan digunakan. Pada umumnya jenis kereta yang digunakan adalah KRDI, KRDE, LOKOMOTIF dan KRL. Masing-masing jenis kereta tersebut akan membutuhkan jumlah energi yang berlainan seperti ditunjukkan pada gambar berikut. Sumber :Hasil Kajian Ditjen Perkeretaapian, 2009 Gambar Jumlah Energi yang dibutuhkan oleh kereta api Catatan : IV-63

130 Untuk KRD konsumsi energi tidak memperhitungkan profil jalar KA yang dilewati mengingat jarak layanan KRD hanya terbatas pada angkutan perkotaan yang cenderung memiliki profil jalan yang datar. Besar daya riil yang digunakan pada lokomotif tergantung dari rangkaian KA yang ditarik, yaitu KA Penumpang atau KA Barang serta tergantung pada profil jalan rel yang dilewati (tingkat kelandaian). Semakin tinggi tingkat kelandaian jalan KA yang dilewati maka semakin besar pula konsumsi BBM yang digunakan Tabel 4.59Konsumsi Energi Spesifik Lokomotif NO KA Jenis KA Barang Dipo Induk Penumpang Lokomotif Liter/km) (Liter/km) 1 CC 201 Jatinegara (JNG) 2, Bandung (BD) 2,88 2, Cirebom (CN) 2, Purwokerto (PWT) 2,57 2, Yogjakarta (YK) 2, Tanjung Karang (TNK) 2,63 2, Kertapati (KPT) 2,51-8 CC 202 Tanjungkarang (TNK) 4,56 5,5 9 CC 203 Jatinegara (JNG) 2, Bandung (BD) 2,46-11 BB 200 Semarang Poncol (SMC) 1,85-12 BB 203 Semarang Poncol (SMC) 2, Kertapati (KPT) 3,09-14 BB 204 Padang (PD) - 4,97 15 BB 301 Bandung (BD) 2, Madiun (MN) - 2, Sidotopo (SDT) 2,66 2,56 18 BB302 Medan (MDN) 1,68-19 BB 303 Tanah Abang (THB) 2,88 2, Jember (JR) 2,02 3, Medang (MDN) 1, Padang (PD) 2, Solok (SLK) 2,36-24 BB 304 Tanah Abang (THB) 3,14 - IV-64

131 Tabel 4.59Konsumsi Energi Spesifik Lokomotif (lanjutan) NO KA Jenis KA Barang Dipo Induk Penumpang Lokomotif Liter/km) (Liter/km) 25 - Sidotopo (SDT) 2,57-26 BB 305 Jember (JR) - 2,82 27 BB 306 Medang (MDN) Padang (PD) - 3, Tanah Abang (THB) - 2,27 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Tabel 4.60Konsumsi Energi Spesifik untuk KRD dan KRDE No Jenis Konsumsi BBM Ltr / Km) 1. a. KRD per unit 0,8 b. 1 (satu) set 2 (dua) unit KRD 1,6 c. 1 (satu) set 4 (empat) unit KRD 3,2 2. KRDE 1(satu) set 5 (lima) unit 2,4 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Tabel 4.61 Penggunaan HSD Depo Lokomotif untuk Kereta Api di Jawa Tahun Konsumsi HSD (liter) Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Konsumsi BBM Tahun 2007 Tabel 4.62Kebutuhan HSD untuk KA di Jawa No. Jawa KM-KA Energi Spesifik Kebutuhan Km l/km ribu liter 1 KA Argo/Eksekutif ,86 25,868,273 2 KA Eksekitif/Bisnis ,76 11,268,696 3 KA Barang Hantaran ,68 787,643 IV-65

132 Tabel 4.62Kebutuhan HSD untuk KA di Jawa (lanjutan) No. Jawa KM-KA Energi Spesifik Kebutuhan Km l/km ribu liter 4 KA Bisnis ,65 7,964,114 5 KA Ekonomi ,58 28,824,168 6 KRD Patas/Ekonomi ,67 9,005,629 7 KA Barang ,56 7,464,560 8 Dinas Lok/Rangkaian ,95 2,701,018 Total Jawa Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Tabel 4.63Kebutuhan HSD untuk KA di Sumatera Utara No. Divre I Sumatera Utara KM-KA Energi Spesifik Kebutuhan Km l/km ribu liter 1 KA Eksekutif / Bisnis ,52 2,074,552 2 KA Ekonomi ,41 1,612,889 3 KA Skab ,31 925,692 4 KA Barang Cepat ,64 1,002,761 5 KA Barang Biasa ,09 187,707 6 Dinas Lokomotif ,85 26,022 Total Divre I Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Tabel 4.64Kebutuhan HSD untuk KA di Sumatera Barat No. Divre II Sumatera Barat KM-KA Energi Spesifik Kebutuhan Km l/km ribu liter 1 KA Ekonomi ,74 651,140 2 KA Barang Skab ,65 426,302 3 Dinas Lokomotif ,95 358,018 Total Divre II Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 IV-66

133 Tabel 4.65Kebutuhan HSD untuk KA di Sumatera Selatan No. Divre III Sumatera Selatan KM-KA Energi Spesifik Kebutuhan Km l/km ribu liter 1 KA Komersil ,73 2,805,247 2 KA Ekonomi Jarak Sedang ,51 2,579,183 3 KA Ekonomi Lokal ,09 895,590 4 KRD Ekonomi ,20 3,162,644 5 KA Skab (Babaranjang) ,50 16,946,453 6 KA Barang Cepat ,97 11,293,878 Total Divre III Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Konsumsi BBM Tahun 2008 Tabel 4.66 Kebutuhan HSD untuk KA di Jawa No. Jawa KM-KA Energi Spesifik Kebutuhan Km l/km ribu liter 1 KA Argo/Eksekutif ,86 27,459,077 2 KA Eksekitif/Bisnis ,76 11,961,679 3 KA Barang Hantaran ,68 836,080 4 KA Bisnis ,65 8,453,878 5 KA Ekonomi ,58 30,596,749 6 KRD Patas/Ekonomi ,67 9,559,442 7 KA Barang ,56 7,923,603 8 Dinas Lok/Rangkaian ,95 2,867,121 Total Jawa Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Tabel 4.67Kebutuhan HSD untuk KA di Sumatera Utara No. Divre I Sumatera Utara KM-KA Energi Spesifik Kebutuhan Km l/km ribu liter 1 KA Eksekutif / Bisnis , KA Ekonomi , KA Skab , KA Barang Cepat , KA Barang Biasa , IV-67

134 Tabel 4.67Kebutuhan HSD untuk KA di Sumatera Utara (lanjutan) No. Divre I Sumatera Utara KM-KA Energi Spesifik Kebutuhan Km l/km ribu liter 6 Dinas Lokomotif , Total Divre I Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Tabel 4.68 Kebutuhan HSD untuk KA di Sumatera Barat No. Divre II Sumatera Barat KM-KA Energi Spesifik Kebutuhan Km l/km ribu liter 1 KA Ekonomi , KA Barang Skab , Dinas Lokomotif , Total Divre II Sumber : Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Tabel 4.68Kebutuhan HSD untuk KA di Sumatera Selatan No. Divre III Sumatera Selatan KM-KA Energi Spesifik Kebutuhan Km l/km ribu liter 1 KA Komersil KA Ekonomi Jarak Sedang KA Ekonomi Lokal KRD Ekonomi KA Skab (Babaranjang) KA Barang Cepat Total Divre III Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Tabel 4.69Total Konsumsi HSD PT KA (Persero) Wilayah Konsumsi HSD dalam liter Jawa Sumatera Utara Sumatera Barat Sumatera Selatan Total Indonesia Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 IV-68

135 Energi Listrik Tabel 4.70Produksi KRL Jabodetabek Tahun 2008 No. Jenis Layanan KM-KRL 1 KRL KOMERSIAL KRL EKONOMI AC KRL EKONOMI DINAS RANGKAIAN DINAS LOK 576 Per hari Tahun Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Tabel 4.71Produksi KRL Tahun Tahun Produksi KRL Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Tabel 4.72Konsumsi Energi KRL Jabodetabek Tahun Tahun Produksi KRL (KM KRL) Konsumsi Energi Listrik (KWH) Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Jumlah Armada Tabel 4.73Armada KRL non AC No. Jenis Mulai dipakai Jumlah tahun Armada Kebutuhan 1. Rheostatik BN - Holec Hitachi ABB Hyunda Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 IV-69

136 Tabel 4.74 Armada KRL AC No. Jenis Mulai dipakai tahun Jumlah Armada Kebutuhan 1. Hibah Seri KRL - I JR TOKYU Seri TOKYU Seri Hibah Seri Hibah Seri TOKYU Seri 800 KCJ Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan Kondisi Lingkungan Terkait Transportasi Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponenlingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan dayadukungan bagi mahluk hidup untuk hidup secara optimal.pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangatmemprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapatberasal dari berbagai kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Berbagai kegiatan tersebutmerupakan kontribusi terbesar dari pencemar udara yang dibuang ke udara bebas. Sumber pencemaran udara juga dapatdisebabkan oleh berbagai kegiatan alam, seperti kebakaran hutan, gunung meletus, gas alam beracun, dll. Dampak dari pencemaran udara tersebut adalah menyebabkan penurunan kualitas udara, yang berdampak negatif terhadap kesehatan manusia. Udara merupakan media lingkungan yang merupakan kebutuhan dasar manusia perlu mendapatkan perhatian yang serius Kondisi Lingkungan di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam Konsumsi BBM di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam menurut catatan kementerian ESDM untuk sektor transportasi khususnya transportasi darat pada tahun 2009 adalah: (1) Premium sebesar KL; (2) Solar sebesar KL. Adapun jumlah kendaraan berbahan bakar Premium yang ada di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan pribadi sebanyak unit; (2) Kendaraan umum sebanyak unit; (3) Kendaraan barang sebanyak unit; (4) Sepeda motor sebanyak unit. Sedangkan jumlah kendaraan berbahan bakar solar yang ada di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan Pribadi sebanyak unit; (2) Kendaraan umum sebanyak unit; (3) Bis sebanyak unit; (4) Mobil barang sebanyak unit. Akibat dari konsumsi energi oleh kendaraan tersebut akan IV-70

137 Ton mengeluarkan beberapa unsur kimia meliputi Karbon Dioksida (CO 2 ), Karbon Monoksida(CO), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Nitrogen Dioksida (NO 2 ), serta Hidro Karbon (HC). Jumlah pengeluaran CO 2 di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam akibat sektor transportasi dapat dilihat pada Tabel 4.75 dan Gambar Tabel Emisi CO 2 di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam (Ton) Wilayah - Propinsi Nangroe Aceh Darussalam EMISI CO2 (Ton) PREMIUM M. SOLAR TOTAL Tahun Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Emisi CO 2 di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam 1,200,000 1,000, , , , , PREMIUM M. SOLAR Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Emisi CO 2 di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam (Ton) Berdasarkan Tabel 4.75 dan Gambar 4.35., data mengenai jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam yaitu sebagai berikut: (1) Pada tahun 2006 mencapai ton; (2) Tahun 2007, jumlah emisi gas mengalami peningkatan sebesar 54,50% sehingga jumlah emisi menjadi ton; (3) Pada tahun 2008, peningkatan jumlah emisi terjadi lagi, yaitu sebesar 9,56%. Akibatnya, jumlah emisi pada tahun 2008 menjadi ton; dan (4) Tahun 2009, jumlah emisi mengalami peningkatan lagi, peningkatan tersebut sebesar 10,96% dari tahun sebelumnya. Oleh karena hal tersebut, emisi gas menjadi ton. IV-71

138 Jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar di propinsi Sumatera Utara yaitu sebagai berikut: (1) pada tahun 2006 sebesar ton; (2) Tahun 2007 jumlah emisi mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah emisi gas mencapai 39,62% dari tahun Hal ini mengakibatkan jumlah emisi pada tahun 2007 menjadi ton; (3) Pada tahun 2008, jumlah emisi gas mengalami peningkatan sebesar 3,85% sehingga jumlah emisi mencapai ton; dan (4) Pada tahun 2009, jumlah emisi mengalami sedikit penurunan. Penurunan tersebut hanya sebesar 0,37% dari tahun Penurunan tersebut mengakibatkan jumlah emisi menjadi ton Kondisi Lingkungan di Propinsi Sumatera Utara Konsumsi BBM di Propinsi Sumatera Utara menurut catatan kementerian ESDM untuk sektor transportasi khususnya transportasi darat pada tahun 2009 adalah: (1) Premium sebesar KL; (2) Solar sebesar KL. Adapun jumlah kendaraan berbahan bakar Premium yang ada di Sumatera Utara menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan pribadi sebanyak unit; (2) Kendaraan umum sebanyak unit; (3) Kendaraan barang sebanyak unit; (4) Sepeda motor sebanyak unit. Sedangkan jumlah kendaraan berbahan bakar solar yang ada di Sumatera Utara menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan Pribadi sebanyak unit; (2) Kendaraan umum sebanyak unit; (3) Bis sebanyak unit; (4) Mobil barang sebanyak unit.akibat dari konsumsi energi oleh kendaraan tersebut akan mengeluarkan beberapa unsur kimia meliputi Karbon Dioksida (CO 2 ), Karbon Monoksida(CO), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Nitrogen Dioksida (NO 2 ), serta Hidro Karbon (HC). Jumlah pengeluaran CO 2 di Propinsi Sumatera Utara akibat sektor transportasi dapat dilihat pada Tabel dan Gambar Karbon Dioksida (CO 2 ) Tabel Wilayah - Propinsi Sumatera Utara Emisi CO 2 di Propinsi Sumatera Utara EMISI CO2 (Ton) PREMIUM M. SOLAR TOTAL Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 IV-72

139 Ton 3,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000, ,000 Emisi CO 2 di Propinsi Sumatera Utara PREMIUM M. SOLAR Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Emisi CO 2 di Propinsi Sumatera Utara Berdasarkan Tabel dan Gambar 4.36., jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium dan jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar di propinsi Sumatera Utara tampak seimbang. Data mengenai jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium di Propinsi Sumatera Utara yaitu sebagai berikut: (1) Pada tahun 2006 mencapai ton; (2) Tahun 2007, jumlah emisi gas mengalami penurunan sebesar 16,40% sehingga jumlah emisi menjadi ton; (3) Pada tahun 2008, peningkatan jumlah emisi terjadi lagi, yaitu sebesar 7,74%. Akibatnya, jumlah emisi pada tahun 2008 menjadi ton; dan (4) Tahun 2009, jumlah emisi mengalami peningkatan lagi, peningkatan tersebut sebesar 7,64%. Oleh karena hal tersebut, emisi gas menjadi ton. Jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar di propinsi Sumatera Utara yaitu sebagai berikut: (1) pada tahun 2006 sebesar ton; (2) Tahun 2007 jumlah emisi mengalami penurunan. Penurunan jumlah emisi gas mencapai 19,70% dari tahun Hal ini mengakibatkan jumlah emisi pada tahun 2007 menjadi ton; (3) Pada tahun 2008, jumlah emisi gas mngalami peningkatan sebesar 3,58% sehingga jumlah emisi mencapai ton; dan (4) Pada tahun 2009, jumlah emisi mengalami penurunan kembali. Penurunan tersebut sebesar 1,21%. Penurunan mengakibatkan jumlah emisi menjadi ton. Di Propinsi Sumatera Utara juga telah dilakukan pengukuran kualitas udara perkotaan yaitu di Kota Medan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Berikut disajikan hasil IV-73

140 pengukuran Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Hidro Karbon (HC), serta Nitrogen Dioksida (NO 2 ). Lokasi pemantauan berada di Jl. Sisingamangaraja, Jl. Gatot Subroto, dan Jl. Yos Sudarso. Karbon Monoksida (CO) Tabel Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Medan Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Sisingamaraja Gatot Subroto Yos Sudarso Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Nilai Harian CO Kota Medan ug/m Pagi Siang Sore Malam Sisingamaraja Gatot Subroto Yos Sudarso Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Medan Hasil pemantauan parameter CO di Kota Medan menunjukkan konsentrasi di ketiga lokasi sangat tinggi dan sangat perlu penanganan prioritas, bahkan di Jl. Gatot Subroto dan Jl. Yos Sudarso sudah melebihi ambang batas. Di Jl. Yos Sudarso konsentrasi CO pada pagi, siang hari melebihi ambang batas kemudian menurun pada sore hari dan malam hari konsentrasi CO mencapai puncak tertinggi melebihi ambang batas konsentrasi, yaitu sebesar ug/m 3 sedangkan di Jl. Gatot Subroto pada pagi hari konsentrasi CO mencapai titik terendah dengan nilai ug/m 3 dan terjadi peningkatan pada siang hari melebihi ambang batas dengan nilai sebesar ug/m 3 kemudian terus menurun pada sore dan malam hari. Di Jl. Sisingamangaraja konsentrasi CO sudah mendekati nilai ambang batas sehingga butuh IV-74

141 kehati-hatian jangan sampai melebihi ambang batas yang diperbolehkan. Konsentrasi saat pagi hari sebesar ug/m 3, lalu meningkat pada siang hari, selanjutnya menurun pada sore hari dan sedikit menigkat lagi pada malam hari. Sulfur Dioksida (SO 2 ) Tabel Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Medan Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Sisingamaraja Gatot Subroto Yos Sudarso Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Nilai Harian SO 2 Kota Medan ug/m Pagi Siang Sore Malam Sisingamaraja Gatot Subroto Yos Sudarso Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Medan Hasil pemantauan di Jl. Sisingamangaraja menunjukkan konsentrasi SO 2 yang konstan pada pagi dan siang hari kemudian meningkat tajam pada sore hari di angka 888 ug/m 3 dan terjadi penurunan tajam pada malam hari. Pada lokasi pemantauan di Jl. Gatot Subroto terjadi penurunan konsentrasi SO 2 dari pagi hingga malam hari. Sementara di Jl. Yos Sudarso ada sedikit penurunan konsentrasi SO 2 pada siang hari kemudian meningkat pada sore hari dan selanjutnya menurun kembali pada malam hari. IV-75

142 Hidro Karbon (HC) Tabel Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Medan Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Sisingamaraja Gatot Subroto Yos Sudarso Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Nila Harian HC Kota Medan ug/m Pagi Siang Sore Malam Axis Title Sisingamaraja Gatot Subroto Yos Sudarso Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Medan Gambar dan Tabel menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi HC di Kota Medan sudah di atas ambang batas baku mutu. Konsentrasi HC di Jl. Sisingamangaraja meningkat pada siang hari kemudian menurun pada sore hari mencapai angka terendah 141 ug/m 3 dan terjadi peningkatan pada malam hari. Konsentrasi HC di Jl. Gatot Subroto pada pagi hari berada di atas ambang batas kemudian menurun pada siang hari dan seditkit meningkat pada sore hari kemudian terjadi penurunan pada malam hari. Konsentrasi HC di Jl. Yos Sudarso pada pagi hari mencapai puncak tertinggi berada di atas ambang batas pada angka 180 ug/m 3 kemudian terus menurun sampai dengan malam hari. Namun pada umumnya seluruh lokasi pemantauan sangat butuh perhatian untuk penanganan secepatnya agar tidak melebihi ambang batas baku mutu. IV-76

143 Nitrogen Dioksida (NO 2 ) Tabel Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Medan Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Sisingamaraja Gatot Subroto Yos Sudarso Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan Nilai Harian NO 2 Kota Medan ug/m Sisingamaraja Gatot Subroto Yos Sudarso 0 Pagi Siang Sore Malam Axis Title Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Medan Konsentrasi NO 2 di semua lokasi pemantauan Kota Medan berada di bawah ambang batas. Di Jl. Gatot Subroto polanya tidak banyak berubah dari pagi hingga malam hari. Di Jl. Gatot Subroto polanya tidak banyak berubah dari pagi hingga malam hari. Di Jl. Yos Sudarso terjadi peningkatan konsentrasi NO 2 pada siang hari dan menurun pada sore hari kemudian meningkat pada malam hari. Sementara konsentrasi NO 2 di Jl. Sisingamangaraja terus meningkat dari pagi hingga malam hari dan mencapai angka tertinggi dengan nilai sebesar 98,75 ug/m 3 dan konsentrasi NO 2 yang terendah terdapat di Jl. Gatot Subroto sepanjang hari dengan nilai sebesar 8,39 ug/m Kondisi Lingkungan di Propinsi Riau Konsumsi BBM di Propinsi Riau menurut catatan kementerian ESDM untuk sektor transportasi khususnya transportasi darat pada tahun 2009 adalah: (1) Premium sebesar IV-77

144 Ton KL; (2) Solar sebesar KL. Adapun jumlah kendaraan berbahan bakar Premium yang ada di Propinsi Riau menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan pribadi sebanyak unit; (2) Kendaraan umum sebanyak unit; (3) Kendaraan barang sebanyak unit; (4) Sepeda motor sebanyak unit. Sedangkan jumlah kendaraan berbahan bakar solar yang ada di Propinsi Riau menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan Pribadi sebanyak unit; (2) Kendaraan umum sebanyak unit; (3) Bis sebanyak unit; (4) Mobil barang sebanyak unit. Akibat dari konsumsi energi oleh kendaraan tersebut akan mengeluarkan beberapa unsur kimia meliputi Karbon Dioksida (CO 2 ), Karbon Monoksida(CO), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Nitrogen Dioksida (NO 2 ), serta Hidro Karbon (HC). Jumlah pengeluaran CO 2 di Propinsi Riau akibat sektor transportasi dapat dilihat pada Tabel 4.81 dan Gambar Karbon Dioksida (CO 2 ) Riau Wilayah - Propinsi Tabel Emisi CO 2 di Propinsi Riau EMISI CO2 (Ton) PREMIUM M. SOLAR TOTAL Tahun Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Emisi CO 2 di Propinsi Riau 1,800,000 1,600,000 1,400,000 1,200,000 1,000, , , , , PREMIUM M. SOLAR Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Emisi CO 2 di Propinsi Riau IV-78

145 Berdasarkan Tabel dan Gambar 4.28., tampak bahwa emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium di propinsi Riau mengalami peningkatan dari tahun ke tahun selama 4 tahun terakhir. Data mengenai jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium di Propinsi Riau yaitu sebagai berikut: (1) Pada tahun 2006 mencapai ton; (2) Tahun 2007, jumlah emisi gas mengalami peningkatan sebesar 47,53% sehingga jumlah emisi menjadi ton; (3) Pada tahun 2008, peningkatan jumlah emisi terjadi lagi, yaitu sebesar 13,09%. Akibatnya, jumlah emisi pada tahun 2008 menjadi ton; dan (4) Tahun 2009, jumlah emisi mengalami peningkatan lagi, peningkatan tersebut sebesar 9,10%. Oleh karena hal tersebut, emisi gas menjadi ton. Jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar di propinsi Riau yaitu sebagai berikut: (1) pada tahun 2006 sebesar ton; (2) Tahun 2007 jumlah emisi mengalami peningkatan sebesar 35,47% dari tahun Hal ini mengakibatkan jumlah emisi pada tahun 2007 menjadi ton; (3) Pada tahun 2008, peningkatan emisi kembali terjadi. Peningkatan mencapai 10,88% sehingga jumlah emisi mencapai ton; dan (4) Pada tahun 2009, jumlah emisi mengalami penurunan. Penurunan tersebut sebesar 6,14% dari tahun Penurunan tersebut mengakibatkan jumlah emisi menjadi ton Kondisi Linkungan di Propinsi Sumatera Selatan Konsumsi BBM di Propinsi Sumatera Selatan menurut catatan kementerian ESDM untuk sektor transportasi khususnya transportasi darat pada tahun 2009 adalah: (1) Premium sebesar KL; (2) Solar sebesar KL. Adapun jumlah kendaraan yang ada di Propinsi DI Yogyakarta menurut Kepolisian Republik Indonesia pada tahun 2007 adalah: (1) Mobil penumpang sebanyak unit; (2) Bis sebanyak unit; (3) Truk sebanyak unit; (4) Sepeda motor sebanyak unit. Akibat dari konsumsi energi oleh kendaraan tersebut akan mengeluarkan beberapa unsur kimia meliputi Karbon Dioksida (CO 2 ), Karbon Monoksida(CO), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Nitrogen Dioksida (NO 2 ), serta Hidro Karbon (HC). Jumlah pengeluaran CO 2 di Propinsi Sumatera Selatan akibat sektor transportasi dapat dilihat pada Tabel 4.82 dan Gambar IV-79

146 Ton Karbon Dioksida (CO 2 ) Tabel Wilayah - Propinsi Sumatera Selatan Emisi CO 2 di Propinsi Sumatera Selatan EMISI CO2 (Ton) PREMIUM M. SOLAR TOTAL Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Emisi CO 2 di Propinsi Sumatera Selatan 1,600,000 1,400,000 1,200,000 1,000, , , , , PREMIUM M. SOLAR Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Emisi CO 2 di Propinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Tabel dan Gambar 4.42., tampak bahwa emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium di propinsi Sumatera Selatan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun selama 4 tahun terakhir. Data mengenai jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium di Sumatera Selatan yaitu sebagai berikut: (1) Pada tahun 2006 mencapai ton; (2) Tahun 2007, jumlah emisi gas mengalami peningkatan sebesar 13,24% sehingga jumlah emisi menjadi ton; (3) Pada tahun 2008, peningkatan jumlah emisi terjadi lagi, yaitu sebesar 16,22%. Akibatnya, jumlah emisi pada tahun 2008 menjadi ton; dan (4) Tahun 2009, jumlah emisi mengalami peningkatan lagi, peningkatan tersebut sebesar 5,99% dari tahun sebelumnya. Oleh karena hal tersebut, emisi gas menjadi ton. Data tentang jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar di propinsi Sumatera Selatan yaitu sebagai berikut: (1) pada tahun 2006 sebesar IV-80

147 ton; (2) Tahun 2007 jumlah emisi mengalami peningkatan sebesar 3,51% dari tahun Hal ini mengakibatkan jumlah emisi pada tahun 2007 menjadi ton; (3) Pada tahun 2008, peningkatan emisi kembali terjadi. Peningkatan mencapai 18,55% sehingga jumlah emisi mencapai ton; dan (4) Pada tahun 2009, jumlah emisi meningkat lagi sebesar 0,39% dari tahun Peningkatan mengakibatkan jumlah emisi menjadi ton. Di Propinsi Sumatera Selatan juga telah dilakukan pengukuran kualitas udara perkotaan yaitu di Kota Palembang oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Berikut disajikan hasil pengukuran Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Hidro Karbon (HC), serta Nitrogen Dioksida (NO 2 ). Lokasi pemantauan berada di Jl. Lemang Lebar Daun, Jl. AKP Cek Agus, dan Jl. HM. Ryacudu. Karbon Monoksida (CO) Tabel Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Palembang Nama Jalan g/m3 Pagi Siang Sore Malam Lemang Lebar Daun AKP Cek Agus HM. Ryacudu Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan Nilai Harian CO Kota Palembang ug/m Pagi Siang Sore Malam Lemang Lebar Daun AKP Cek Agus HM. Ryacudu Axis Title Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Palembang Gambar dan Tabel menunjukkan bahwa konsentrasi CO di Kota Palembang masih berada di bawah ambang batas udara ambient yang diperbolehkan. Hasil pemantauan di setiap lokasi menunjukkan pola yang hampir sama, yaitu konsentrasi selalu IV-81

148 meningkat di siang hari dan menurun di saat malam hari. Peningkat konsentrasi saat siang sampai sore hari terjadi di Jalan AKP Cek Agus, sedangkan di Jalan HM. Ryacudu terjadi penurunan nilai konsentrasi dari siang ke sore hari yaitu senilai ig/m 3 dan konsentrasi CO yang terendah terdapat di Jalan HM. Ryacudu saat malam hari dengan nilai ig/m 3. Sulfur Dioksida (SO 2 ) Tabel Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Palembang Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Lemang Lebar Daun AKP Cek Agus HM. Ryacudu Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan Nilai Harian SO 2 Kota Palembang ug/m Lemang Lebar Daun AKP Cek Agus HM. Ryacudu 0 Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Palembang Gambar dan Tabel menunjukkan konsentrasi SO 2 di setiap lokasi pemantauan di Kota Palembang masih berada di level aman atau di bawah baku mutu yang diperbolehkan. Hidro Karbon (HC) Tabel Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Palembang Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Lemang Lebar Daun AKP Cek Agus HM. Ryacudu Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 IV-82

149 ug/m Nilai Harian HC Kota Palembang Lemang Lebar Daun AKP Cek Agus HM. Ryacudu Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Palembang Gambar dan Tabel menunjukkan pola konsentrasi HC yang sangat berbeda dengan pola yang biasa ditemukan di kota-kota sebelumnya. Pada pemantauan di Jalan Lemang Lebar Daun pada pagi hari sangat rendah, yaitu sebesar 11,00 ig/m 3, namun konsentrasi ini meningkat tajam di siang dan sore hari, kemudian konsentrasi HC menurun tajam pada malam hari atau sama dengan konsentrasi saat pagi harinya. Kondisi menunjukkan bahwa jalan raya Lemang Lebar Daun lebih padat pada saat siang dan sore hari. Sementara saat pagi dan malam hari tidak banyak aktivitas masyarakat di jalan raya. Konsentrasi HC di Jlan AKP Cek Agus terjadi sedikit peningkatan pada siang hari kemudian menurun pada sore hari. Selanjutnya terjadi peningkatan konsentrasi yang sangat tajam pada malam hari, yaitu hampir sama dengan batas yang diperbolehkan. Konsentrasi HC di Jalan HM. Ryacudu memiliki pola peningkatan konsentrasi dari saat siang sampai malam harinya dan nilai ini sudah melebihi ambang batas baku mutu yang disyaratkan. Konsentrasi tertinggi ditemukan di Jalan HM. Ryacudu saat malam hari, yaitu senilai 159,40 ig/m 3. Nitrogen Dioksida (NO 2 ) Tabel Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Palembang Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Lemang Lebar Daun AKP Cek Agus HM. Ryacudu Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 IV-83

150 ug/m Nilai Harian NO 2 Kota Palembang Lemang Lebar Daun AKP Cek Agus HM. Ryacudu Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Palembang Gambar dan Tabel menunjukkan bahwa konsentrasi NO 2 masih berada jauh di bawah ambang batas baku mutu. Pola konsentrasi ditemukan hampir sama di Jalan Demang ebar Daun dan Jalan AKP Cek Agus. Sedangkan konsentrasi NO 2 di lokasi Jalan HM. Mayjend. Ryacudu saat siang hari mengalami kenaikan, kemudian menurun pada sore hari dan naik kembali pada malam hari. Konsentrasi NO 2 tertinggi terdapat di Jalan HM. Mayjend. Ryacudu senilai 55,69 ig/m 3 dan yang terendah di Jalan Demang Lebar Daun, yaitu senilai 10,75 ig/m Kondisi Linkungan di Propinsi DKI Jakarta Konsumsi BBM di Propinsi DKI Jakarta menurut catatan kementerian ESDM untuk sektor transportasi khususnya transportasi darat pada tahun 2009 adalah: (1) Premium sebesar KL; (2) Solar sebesar KL. Adapun jumlah kendaraan berbahan bakar Premium yang ada di Propinsi DKI Jakarta menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan pribadi sebanyak unit; (2) Kendaraan umum sebanyak unit; (3) Kendaraan barang sebanyak unit; (4) Sepeda motor sebanyak unit. Sedangkan jumlah kendaraan berbahan bakar solar yang ada di Propinsi DKI Jakarta menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan Pribadi sebanyak unit; (2) Kendaraan umum sebanyak unit; (3) Bis sebanyak unit; (4) Mobil barang sebanyak unit. Akibat dari konsumsi energi oleh kendaraan tersebut akan mengeluarkan beberapa unsur kimia meliputi Karbon Dioksida (CO 2 ), Karbon Monoksida(CO), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Nitrogen Dioksida (NO 2 ), serta Hidro Karbon (HC). Jumlah pengeluaran CO 2 di Propinsi DKI Jakarta akibat sektor transportasi dapat dilihat pada Tabel 4.87 dan Gambar IV-84

151 Ton Karbon Dioksida (CO 2 ) Tabel Emisi CO 2 di Propinsi DKI Jakarta Wilayah - Propinsi DKI Jakarta EMISI CO2 (Ton) PREMIUM M. SOLAR TOTAL Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Emisi CO 2 di Propinsi DKI Jakarta 7,000,000 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000, PREMIUM M. SOLAR Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Emisi CO 2 di Propinsi DKI Jakarta Berdasarkan Tabel dan Gambar 4.47., tampak bahwa emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium di propinsi DKI Jakarta yaitu sebagai berikut: (1) Pada tahun 2006 mencapai ton; (2) Tahun 2007, jumlah emisi gas mengalami penurunan sebesar 27,99% sehingga jumlah emisi menjadi ton; (3) Pada tahun 2008, peningkatan jumlah emisi terjadi, yaitu sebesar 6,66%, akibatnya jumlah emisi pada tahun 2008 menjadi ton; dan (4) Tahun 2009, jumlah emisi mengalami penurunan lagi, penurunan tersebut sebesar 6,19%. Oleh karena hal tersebut, emisi gas menjadi ton. Data tentang jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar di propinsi DKI Jakarta yaitu sebagai berikut: (1) pada tahun 2006 sebesar ton; (2) Tahun 2007 jumlah emisi mengalami penurunan sebesar 29,00% dari tahun Hal ini mengakibatkan jumlah emisi pada tahun 2007 menjadi ton; (3) Pada tahun 2008, peningkatan emisi terjadi. Peningkatan mencapai 8,68% sehingga jumlah emisi IV-85

152 mencapai ton; dan (4) Pada tahun 2009, jumlah emisi menurun sebesar 11,14%. Penurunan mengakibatkan jumlah emisi menjadi ton. Di Propinsi DKI Jakarta juga telah dilakukan pengukuran kualitas udara perkotaan yaitu di Kota Jakarta Pusat oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Berikut disajikan hasil pengukuran Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Hidro Karbon (HC), serta Nitrogen Dioksida (NO 2 ). Lokasi pemantauan berada di Jl. Merdeka Barat, Jl. Mas Mansyur, dan Jl. Gerbang Pemuda. Karbon Monoksida (CO) Tabel Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Merdeka Barat Jl. Jati Biru Jl. Gerbang Pemuda Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan Nilai Harian CO Kota Jakarta Pusat ug/m Jl. Merdeka Barat Jl. Jati Biru Jl. Gerbang Pemuda 0 Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat Dari Gambar dan Tabel terlihta di Jl. Merdeka Barat dan Jl. Jati Baru menunjukkan pola konsentrasi CO yang sama yaitu terjadi penurunan konsentrasi CO pada siang hari kemudian meningkat pada sore hari dan menurun pada malam hari. Sedangkan di Jl. Gerbang Pemuda menunjukkan pola konsentrasi CO yang terus menurun dari pagi sampai malam hari. Konsentrasi CO tertinggi terjadi pada agi hari di Jl. Merdeka Barat IV-86

153 dengan nilai sebesar ug/m 3 dan yang terendah terjadi di Jl. Gerbang Pemuda saat malam hari dengan nilai sebesar ug/m 3. Sulfur Dioksida (SO 2 ) Tabel Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Merdeka Barat Jl. Jati Biru Jl. Gerbang Pemuda Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Nilai Harian SO 2 Kota Jakarta Pusat ug/m Pagi Siang Sore Malam Jl. Merdeka Barat Jl. Jati Biru Jl. Gerbang Pemuda Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat Gambar dan Tabel menunjukkan adanya peningkatan cuku tajam di lokasi Jl. Merdeka dari siang ke sore hari. Konsentrasi ini merupakan nilai tertinggi yang ditemukan di Kota ini, yaitu senilai 558,27 ug/m 3. Secara keseluruhan konsentrasi SO 2 di ketiga lokasi pemantauan berada di bawah ambang batas konsentrasi SO 2. Hidro Karbon (HC) Tabel Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat IV-87

154 Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Merdeka Barat Jl. Jati Biru Jl. Gerbang Pemuda Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Nilai Harian HC Kota Jakarta Pusat ug/m Pagi Siang Sore Malam Jl. Merdeka Barat Jl. Jati Biru Jl. Gerbang Pemuda Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat Secara umum konsentrasi di Jl. Gerbang Pemuda merupakan konsentrasi HC tertinggi di antara ketiga lokasi pemantauan. Terdapat nilai yang meningkat dari pagi, siang dan paling tinggi pada saat sore hari, yaitu sebesar 169,22 ug/ 3. Untuk Jl. Jati Baru, konsentrasi meningkat pada siang dan sore hari serta menurun drastis pada saat malam hari. Konsentrasi setiap waktu di jalan ini masih memenuhi baku mutu yang diperbolehkan. Untuk lokasi pemantauan Jl. Merdeka Barat, konsentrasi paling rendah terjadi pada saat pagi hari, yaitu hanya 1 ug/m 3 dan meningkat tajam pada saat siang hari, menurun tidak berarti pada sore hri. Konsentrasi menurun pada saat malam hari, dari nilai 164,7 ug/m 3 di sore hari menjadi 73 ug/m 3. Nitrogen Dioksida (NO 2 ) Tabel Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Merdeka Barat Jl. Jati Biru IV-88

155 Jl. Gerbang Pemuda Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan Nilai Harian NO 2 Kota Jakarta Pusat ug/m Jl. Merdeka Barat Jl. Jati Biru Jl. Gerbang Pemuda 0 Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat Konsenrasi NO 2 di ketiga lokasi pemantauan di Kota Jakarta Pusat berada di bawah ambang batas. Di Jl. Gerbang pemuda terjadi penurunan konsentrasi NO 2 pada siang dan sore hari kemudian meningkat pada malam hari, sementara di Jl. Merdeka Barat konsentrasi NO 2 terus menurun dari pagi sampai dengan malam hari. Konsentrasi NO 2 di Jl. Jati Baru menurun pada siang hari kemudian meningkat pada sore dan malam hari, Konsentrasi NO 2 tertinggi terdapat di Jl. Gerbang Pemuda pada pagi hari di angka 65,92 ug/m 3 dan yang terendah terdapat di Jl. Jati Baru pada siang hari di angka 23,55 ug/m Kondisi Linkungan di Propinsi Jawa Barat Konsumsi BBM di Propinsi Jawa Baratmenurut catatan kementerian ESDM untuk sektor transportasi khususnya transportasi darat pada tahun 2009 adalah: (1) Premium sebesar KL; (2) Solar sebesar KL. Adapun jumlah kendaraan berbahan bakar Premium yang ada di Propinsi Jawa Barat menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan pribadi sebanyak unit; (2) Kendaraan umum sebanyak unit; (3) Kendaraan barang sebanyak unit; (4) Sepeda motor sebanyak unit. Sedangkan jumlah kendaraan berbahan bakar solar yang ada di PropinsiJawa Barat menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan Pribadi sebanyak unit; (2) Kendaraan umum sebanyak unit; (3) Bis sebanyak unit; (4) Mobil barang sebanyak unit. Akibat dari konsumsi energi oleh kendaraan tersebut akan mengeluarkan beberapa unsur kimia meliputi Karbon IV-89

156 Ton Dioksida (CO 2 ), Karbon Monoksida(CO), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Nitrogen Dioksida (NO 2 ), serta Hidro Karbon (HC). Jumlah pengeluaran CO 2 di Propinsi Jawa Barat akibat sektor transportasi dapat dilihat pada Tabel 4.91 dan Gambar Karbon Dioksida (CO 2 ) Tabel Wilayah - Propinsi Jawa Barat Emisi CO 2 di Propinsi Jawa Barat EMISI CO2 (Ton) PREMIUM M. SOLAR TOTAL Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Emisi CO 2 di Propinsi Jawa Barat 9,000,000 8,000,000 7,000,000 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000, PREMIUM M. SOLAR Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Emisi CO 2 di Propinsi Jawa Barat Berdasarkan Tabel dan Gambar 4.39., tampak bahwa emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium di propinsi Jawa Barat yaitu sebagai berikut: (1) Pada tahun 2006 mencapai ton; (2) Tahun 2007, jumlah emisi gas mengalami peningkatan sebesar 26,23% menjadi ton; (3) Pada tahun 2008, peningkatan kembali terjadi, yaitu sebesar 8,33% dan jumlah emisi pada tahun 2008 menjadi ton; dan (4) Tahun 2009, jumlah emisi meningkat lagi sebesar 7,69% menjadi ton. IV-90

157 Jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar tergolong lebih rendah dibandingkan dengan jumlah emisi bakar premium. Data tentang jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar di propinsi Jawa Tengah yaitu sebagai berikut: (1) pada tahun 2006 sebesar ton; (2) Tahun 2007 jumlah emisi mengalami peningkatan sebesar 20,83%. Hal ini mengakibatkan jumlah emisi pada tahun 2007 menjadi ton; (3) Pada tahun 2008, peningkatan emisi kembali terjadi. Peningkatan mencapai 11,35% sehingga jumlah emisi mencapai ton; dan (4) Pada tahun 2009, jumlah emisi meningkat lagi sebesar 8,74% dari tahun Peningkatan mengakibatkan jumlah emisi menjadi ton. Di Propinsi Jawa Barat juga telah dilakukan pengukuran kualitas udara perkotaan yaitu di Kota Bandung oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Berikut disajikan hasil pengukuran Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Hidro Karbon (HC), serta Nitrogen Dioksida (NO 2 ). Lokasi pemantauan berada di Jl. Gatot Subroto, Jl. Diponegoro, dan Jl. Soekarno Hatta. Karbon Monoksida (CO) Tabel Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Bandung Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Gatot Subroto Jl. Dipenogoro Soekarno-Hatta Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan Nilai Harian CO Kota Bandung ug/m Jl. Gatot Subroto Jl. Dipenogoro Soekarno-Hatta 0 Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Bandung IV-91

158 Gambar dan Tabel menunjukkan konsentrasi CO di Kota bandung di bawah baku mutu udara ambient. Di lokasi pemantauan Jalan gatot Subroto terjadi peningkatan pada siang hari kemudian menurun di sore hari dan meningkat sedikit saat malam hari. Sedangkan di Jalan Diponegoro menunjukkan konsentrasi yang konstan dari pagi sampai dengan siang hari selanjutnya sedikit menurun di sore hari dan meningkat kembali pada malam hari. Berbeda dengan konsentrasi CO di Jalan Soekarno Hatta menunjukkan adanya peningkatan konsentrasi CO dari pagi hari ke siang hari kemudian konstan pada sore dan malam hari. Konsentrasi CO tertinggi ditunjukkan di Jalan Diponegoro pada malam hari, yaitu sebesar ig/m 3 dan konsentrasi CO terendah berada di Jalan Soekarno Hatta saat pagi hari, yaitu sebesar 8001 ig/m 3. Sulfur Dioksida (SO2) Tabel Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Bandung Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Gatot Subroto Jl. Dipenogoro Soekarno-Hatta Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan Nilai Harian SO 2 Kota Bandung 200 ug/m Jl. Gatot Subroto Jl. Dipenogoro Soekarno-Hatta 0 Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan KotaBandung Secara umum konsentrasi SO 2 di Kota Bandung masih berada jauh di bawah ambang batas, bahkan di beberapa lokasi angkanya sangat kecil. Kecenderungan konsentrasi SO 2 IV-92

159 meninggi pada saat pagi hari, konsentrasi tertinggi ditemukan di Jalan Diponegoro pada angka ig/m 3, namun selain itu konsentrasi SO 2 ditemukan dengan konsentrasi kecil, hanya sebesar 25,7 ig/m 3. Hidro Karbon (HC) Tabel Konsentrasi HC di Tepi Jalan KotaBandung Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Gatot Subroto Jl. Dipenogoro Soekarno-Hatta Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan Nilai Harian HC Kota Bandung ug/m Jl. Gatot Subroto Jl. Dipenogoro Soekarno-Hatta 0 Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Bandung Data konsentrasi HC di Kota Bandung memperlihatkan bahwa untuk setiap jalan dan waktu yang diukur ternyata melebihi baku mutu yang ditentukan. Pada waktu pagi konsentrasi dapat dikatakan konstan, begitu pula untuk sore dan malam hari tidak terlalu jauh berubah, namun pada siang hari konsentrasi HC meningkat, terutama di Jalan Gatot Subroto meningkat cukup tajam dengan nilai 275,1 ug/m 3. Nitrogen Dioksida (NO 2 ) Tabel Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Bandung Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Gatot Subroto Jl. Dipenogoro Soekarno-Hatta Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 IV-93

160 120 Nilai Harian NO 2 Kota Bandung ug/m Jl. Gatot Subroto Jl. Dipenogoro Soekarno-Hatta 0 Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Bandung Gambar dan Tabel menunjukkan konsentrasi NO 2 di Kota Bandung masih berada di lokasi aman. Di lokasi pemantauan Jalan Gatot Subroto dan Jalan Soekarno Hatta memiliki pola konsentrasi yang sama. Terjadi peningkatan konsentrasi NO 2 pada siang hari kemudian turun di sore hari dan meningkat pada malam hari. Konsentrasi NO 2 di Jalan Diponegoro menunjukkan konsentrasi yang tidak banyak berubah pada pagi, siang, dan sore hari kemudian menurun pada malam hari. Konsentrasi NO 2 tertinggi terdapat di Jalan Diponegoro pada pagi hari dengan nilai sebesar 103,2 ig/m 3 dan yang terendah terdapat di Jalan Gatot Subroto dengan nilai sebesar 22 ig/m Kondisi Linkungan di Propinsi Jawa Tengah Konsumsi BBM di Propinsi Jawa Tengahmenurut catatan kementerian ESDM untuk sektor transportasi khususnya transportasi darat pada tahun 2009 adalah: (1) Premium sebesar KL; (2) Solar sebesar KL. Adapun jumlah kendaraan berbahan bakar Premium yang ada di Propinsi DI Yogyakarta menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan pribadi sebanyak unit; (2) Kendaraan umum sebanyak unit; (3) Kendaraan barang sebanyak unit; (4) Sepeda motor sebanyak unit. Sedangkan jumlah kendaraan berbahan bakar solar yang ada di Propinsi DI Yogyakarta menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan Pribadi sebanyak unit; (2) Kendaraan umum sebanyak unit; (3) Bis sebanyak unit; (4) Mobil barang sebanyak unit. Akibat dari konsumsi energi oleh kendaraan tersebut akan mengeluarkan beberapa unsur kimia meliputi Karbon IV-94

161 Ton Dioksida (CO2), Karbon Monoksida(CO), Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2),serta Hidro Karbon (HC). Jumlah pengeluaran CO 2 di Propinsi Jawa Tengah akibat sektor transportasi dapat dilihat pada Tabel 4.80 dan Gambar Karbon Dioksida (CO 2 ) Tabel Wilayah - Propinsi Jawa Tengah Emisi CO 2 di Propinsi Jawa Tengah EMISI CO2 (Ton) PREMIUM M. SOLAR TOTAL Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan ,000,000 5,000,000 4,000,000 Emisi CO 2 di Propinsi Jawa Tengah 3,000,000 2,000,000 1,000,000 PREMIUM M. SOLAR Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Emisi CO 2 di Propinsi Jawa Tengah Berdasarkan Tabel4.99. dan Gambar 4.57., tampak bahwa emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium di propinsi Jawa Tengah tergolong tinggi. Data dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 tentang emisi di propinsi Jawa Tengah yaitu sebagai berikut: (1) Pada tahun 2006 mencapai ton; (2) Tahun 2007 mencapai ton; (3) Tahun 2008 sebesar ton; dan (4) Tahun 2009 mencapai ton. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa peningkatan jumlah emisi dari kendaraan berbahan bakar premium di propinsi Jawa Tengah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun selama 4 tahun terakhir. Pada tahun 2007 peningkatan mencapai IV-95

162 7,05%. Pada tahun 2008, jumlah emisi mengalami peningkatan 5,97%, dan pada tahun 2009, peningkatan jumlah emisi terjadi sebesar 11,49%. Sedangkan jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar tergolong lebih rendah dibandingkan dengan jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium. Data tentang jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar di propinsi Jawa Tengah yaitu sebagai berikut: (1) pada tahun 2006 sebesar ton; (2) Tahun 2007 sebesar ton; (3) Tahun 2008 mencapai ton; dan (4) Tahun 2009 mencapai ton. Berdasarkan data tersebut, pada tahun 2007, terjadi penurunan jumlah emisi sebesar 3,82%. Sedangkan pada tahun 2008, terjadi peningkatan jumlah emisi gas, yaitu mencapai 9,58%. Pada tahun 2009, peningkatan jumlah emisi kembali terjadi. Peningkatan tersebut sejumlah 16,82%. Di Propinsi Jawa Tengah juga telah dilakukan pengukuran kualitas udara perkotaan yaitu di Kota Semarang oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Berikut disajikan hasil pengukuran Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Hidro Karbon (HC), serta Nitrogen Dioksida (NO 2 ). Lokasi pemantauan berada di Jl. Sudirman, Jl. Majapahit, serta Jl. Setiabudi. Karbon Monoksida (CO) Tabel Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Semarang Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Sudirman Jl. Majapahit Jl. Setiabudi Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan Nilai Harian CO Kota Semarang ug/m Pagi Siang Sore Malam Jl. Sudirman Jl. Majapahit Jl. Setiabudi IV-96

163 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Semarang Gambar dan Tabel di bawah ini menunjukkan bahwa konsentrasi CO di Kota Semarang telah melewati ambang batas yang diperbolehkan. Nilai konsentrasi CO di Kota Semarang termasuk yang tertinggi ke-tiga setelah Kota Bekasi dan Medan. Konsentrasi ini terlihat di jalan Jenderal Sudirmanpada pagi, siang, dan sore hari. Konsentrasi CO ini mencapai puncak tertinggi pada pagi dan sore hari di angka ig/m 3 kemudian pada malam hari menurun cukup tajam mencapai angka terendah ig/m 3. Di lokasi Jalan Majapahit konsentrasi CO terjadi penurunan pada siang hari kemudian meningkat pada sore dan konstan pada malam hari. Sementara konsentrasi CO di Jalan Setiabudi terjadi peningkatan pada siang hari dan terus meningkat hingga sedikit melebihi ambang batas, yaitu sebesar ig/m 3 pada sore hari dan menurun kembali saat malam hari. Sulfur Dioksida (SO 2 ) Tabel Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Semarang Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Sudirman Jl. Majapahit Jl. Setiabudi Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan Nilai Harian SO 2 Kota Semarang ug/m Jl. Sudirman Jl. Majapahit Jl. Setiabudi 0 Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Semarang IV-97

164 Konsentrasi SO 2 di ketiga lokasi pemantauan memiliki pola yang berbeda-beda. Gambar menjelaskan kondisi kualitas udara jalan raya di Jalan Jenderal Sudirman di mana terlihat bahwa terjadi penurunan konsentrasi SO 2 dari padi hari ke siang dan sore hari, namun sebaliknya meningkat pada malam hari. Konsentrasi SO 2 di kota ini termasuk tinggi jika dibandingkan dengan konsentrasi SO 2 di kota lain. Hidro Karbon (HC) Tabel Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Semarang Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Sudirman Jl. Majapahit Jl. Setiabudi Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan Nilai Harian HC Kota Semarang ug/m Jl. Sudirman Jl. Majapahit Jl. Setiabudi 0 Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Semarang Gambar dan Tabel di bawah ini menunjukkan bahwa konsentrasi HC di Kota Semarang telah melewati ambang batas yang diizinkan. Hal ini perlu ditindaklanjuti dengan prioritas penanganan seperti penurunan tingkat kemacetan perlu segera dilakukan. Secara umum terjadi pola yang serupa pada setiap lokasi pemantauan, yaitu terjadi peningkatan pada siang hari. Konsentrasi tertinggi terjadi pada siang hari di Jalan Jenderal Sudirman, yaitu sebesar 239,8 ug/m 3. Konsentrasi HC di Jl. Majapahit dan Jl. Setiabudi meningkat pada siang hari dan meningkat lagi pada sore hari. Konsentrasi selalu menurun saat malam hari untuk setiap lokasi pemantauan. Berbeda halnya dengan Jl. Sudirman, konsentrasi IV-98

165 meningkat pada siang hari kemudian menurun sedikit pada sore hari dan semakin menurun saat malam hari. Nitrogen Dioksida (NO 2 ) Tabel Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Semarang Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Sudirman Jl. Majapahit Jl. Setiabudi Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Nilai Harian NO 2 Kota Semarang ug/m Jl. Sudirman Jl. Majapahit Jl. Setiabudi Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Semarang Gambar dan Tabel di bawah ini menunjukkan pola konsentrasi NO 2 yang berbeda-beda untuk setiap lokasi pemantauan. Konsentrasi NO 2 di Jalan Jenderal Sudirman menurun pada siang hari kemudian meningkat pada sore dan malam hari. Sedangkan di Jalan Majapahit dan Jalan Setia Budi konsentrasi NO 2 menurun pada siang dan sore hari dan meningkat pada malam hari. Konsentrasi NO 2 tertinggi terdapat di Jalan Jenderal Sudirman, dengan nilai 175,11 ig/m 3 dan yang terendah terdapat di Jalan Majapahit, dengan nilai 47 ig/m Kondisi Linkungan di Propinsi DI Yogyakarta Konsumsi BBM di Propinsi DI Yogyakartamenurut catatan kementerian ESDM untuk sektor transportasi khususnya transportasi darat pada tahun 2009 adalah: (1) Premium sebesar KL; (2) Solar sebesar KL. Adapun jumlah kendaraan yang ada di Propinsi IV-99

166 Ton DI Yogyakarta menurut Kepolisian Republik Indonesia pada tahun 2007 adalah: (1) Mobil penumpang sebanyak unit; (2) Bis sebanyak unit; (3) Truk sebanyak unit; (4) Sepeda motor sebanyak unit. Akibat dari konsumsi energi oleh kendaraan tersebut akan mengeluarkan beberapa unsur kimia meliputi Karbon Dioksida (CO2), Karbon Monoksida(CO), Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2), serta Hidro Karbon (HC). Jumlah pengeluaran CO 2 di Propinsi DI Yogyakarta akibat sektor transportasi dapat dilihat pada Tabel dan Gambar Karbon Dioksida (CO 2 ) Tabel Emisi CO 2 di Propinsi DI Yogyakarta Wilayah Propinsi DI Yogyakarta EMISI CO2 (Ton) PREMIUM M. SOLAR TOTAL Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Emisi CO 2 di Propinsi DIYogyakarta 1,000, , , , , , , , , , PREMIUM M. SOLAR Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Emisi CO 2 di Propinsi DI Yogyakarta Berdasarkan Tabel dan Gambar 4.62., jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor berbahan bakar premium di DI Yogyakarta mengalami peningkatan dari tahun ke tahun selama 4 tahun terakhir. Data dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 tentang emisi di propinsi D.I Yogyakarta yaitu sebagai berikut: (1) Pada tahun 2006 mencapai ton; (2) Tahun 2007 mencapai ton; (3) Tahun 2008 sebesar ton; dan (4) Tahun 2009 mencapai ton. Dari data tersebut, dapat IV-100

167 disimpulkan bahwa peningkatan jumlah emisi dari kendaraan berbahan bakar premium pada tahun 2007 mencapai 5,44% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2008, jumlah emisi mengalami peningkatan 4,57%, dan pada tahun 2009, peningkatan jumlah emisi terjadi sebesar 7,94% dari tahun sebelumnya. Sedangkan jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar tergolong lebih rendah dibandingkan dengan jumlah emisi emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium. Data tentang jumlah yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar di propinsi D.I Yogyakarta yaitu sebagai berikut: (1) pada tahun 2006 sebesar ton; (2) Tahun 2007 sebesar ton; (3) Tahun 2008 mencapai ton; dan (4) Tahun 2009 mencapai ton. Berdasarkan data tersebut, pada tahun 2007, terjadi penurunan jumlah emisi sebesar 3,84% dari tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2008, terjadi peningkatan jumlah emisi gas, yaitu mencapai 2,49% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2009, terjadi peningkatan jumlah emisi kembali terjadi. Peningkatan tersebut sejumlah 7,34% dari tahun sebelumnya. Di Propinsi DI Yogyakarta juga telah dilakukan pengukuran kualitas udara perkotaan yaitu di Kota Yogyakarta oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Berikut disajikan hasil pengukuran Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Hidro Karbon (HC), serta Nitrogen Dioksida (NO 2 ). Lokasi pemantauan berada di Jl. HOS Cokroaminoto, Jl. Brigjend. Katamso, serta Jl. Urip Sumoharjo. Karbon Monoksida (CO) Tabel Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Yogyakarta Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. HOS Cokroaminoto Jl. BrigJeb Katamso Jl. Jend. Sudirman Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 IV-101

168 Nilai Harian CO Kota Yogyakarta ug/m Pagi Siang Sore Malam Jl. HOS Cokroaminoto Jl. BrigJeb Katamso Jl. Jend. Sudirman Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Yogyakarta Konsentrasi CO di Kota Yogyakarta masih berada dalam posisi aman. Pola konsentrasi CO yang sama ditunjukkan pada Gambar untuk lokasi pemantauan Jl. HOS Cokroaminoto dan Jl. Brigjend. Katamso. Peningkatan konsentrasi CO pada siang hari sampai dengan sore hari kemuidian menurun pada malam hari. Sementara Konsentrasi CO di Jl. Jenderal Sudirman terjadi penurunan dari pagi ke siang hari kemudian meningkat pada sore dan malam hari. Konsentrasi CO tertinggi terdapat di Jl. Jenderal Sudirman di malam hari, yaitu sebesar ug/m 3 dan konsentrasi Co terendah terdapat di Jl. Brigjend. Katamso di malam hari dengan nilai sebesar 8001 ug/m 3. Sulfur Dioksida (SO 2 ) Tabel Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Yogyakarta Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. HOS Cokroaminoto Jl. BrigJeb Katamso Jl. Jend. Sudirman Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 IV-102

169 Nilai Harian SO 2 Kota Yogyakarta ug/m Jl. HOS Cokroaminoto Jl. BrigJeb Katamso Jl. Jend. Sudirman 0 Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Yogyakarta Gambar dan Tabel Menunjukkan bahwa konsentrasi SO 2 di Kota Yogyakarta masih dalam taraf aman. Konsentrasi SO 2 tertinggi terdaat di Jl. HOS Cokroaminoto pada pagi hari dengan nilai 200,09 ug/m 3 dan konsentrasi terendah dengan nilai 25,7 ug/m 3. Hidro Karbon (HC) Tabel Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Yogyakarta Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. HOS Cokroaminoto Jl. BrigJeb Katamso Jl. Jend. Sudirman Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 IV-103

170 Nilai Harian HC Kota Yogyakarta ug/m Jl. HOS Cokroaminoto Jl. BrigJeb Katamso Jl. Jend. Sudirman 0 Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Yogyakarta Gambar dan Tabel menunjukkan konsentrasi HC yang berada di atas ambang batas. Konsentrasi HV di Jl. HOS Cokroaminoto meningkat pada siang hari dan mencapai angka tertinggi pada sore hari di angka 248,6 ug/m 3 kemudian menurun pada malam hari. Konsentrasi HC di Jl. Brigjend. Katamso terjadi penurunan pada siang hari dan mencapai angka terendah pada sore hari di angka 137,5 ug/m 3 dan meningkat di malam harinya. Konsentrasi HC di Jl. Jenderal Sudirman terjadi sedikit peningkatan pada siang hari dan terjadi penurunan konsentrasi pada sore dan malam hari. Nitrogen Dioksida (NO 2 ) Tabel Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Yogyakarta Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. HOS Cokroaminoto Jl. BrigJeb Katamso Jl. Jend. Sudirman Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 IV-104

171 ug/m Nilai Harian NO 2 Kota Yogyakarta Jl. HOS Cokroaminoto Jl. BrigJeb Katamso Jl. Jend. Sudirman Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Yogyakarta Gambar dan Tabel menunjukkan bahwa konsentrasi NO 2 di Kota Yogyakarta masih berada di daerah yang aman, namun nilai ini merupakan nilai tertinggi NO 2 jika dibandingkan dengan konsentrasi di kota-kota lain yang diukur. Perbedaan pola konsentrasi NO 2 terlihat pada ketiga lokasi, di Jl. Urip Sumohardjo terjadi penurunan konsentrasi NO 2 pada siang dan sore hari kemudian meningkat pada malam hari. Sedangkan di Jalan HOS Cokroaminoto terjadi peningkatan konsentrasi NO 2 dari pagi ke siang hari dan meningkat tajam pada sore hari mencapai nilai tertinggi, yaitu 189,9 ug/m 3 kemudian terjadi penurunan konsentrasi NO 2 pada malam hari dengan nilai terendah sebesar 32,13 ug/m 3. Di Jl. Brigjend. Katamso terjadi penurunan konsentrasi NO 2 dari pagi hari ke siang hari dan meningkat pada sore hari kemudian terjadi penurunan pada malam hari Kondisi Linkungan di Propinsi Jawa Timur Konsumsi BBM di Propinsi Jawa Timurmenurut catatan kementerian ESDM untuk sektor transportasi khususnya transportasi darat pada tahun 2009 adalah: (1) Premium sebesar KL; (2) Solar sebesar KL. Adapun jumlah kendaraan berbahan bakar Premium yang ada di Propinsi Jawa Timur menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan pribadi sebanyak unit; (2) Kendaraan umum sebanyak unit; (3) Kendaraan barang sebanyak unit; (4) Sepeda motor sebanyak unit. Sedangkan jumlah kendaraan berbahan bakar solar yang ada di PropinsiJawa Timur menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan Pribadi sebanyak unit; (2) Kendaraan umum sebanyak unit; (3) Bis sebanyak unit; (4) Mobil barang sebanyak unit. Akibat dari konsumsi IV-105

172 Ton energi oleh kendaraan tersebut akan mengeluarkan beberapa unsur kimia meliputi Karbon Dioksida (CO2), Karbon Monoksida(CO), Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2), serta Hidro Karbon (HC). Jumlah pengeluaran CO 2 di Propinsi Jawa Timur akibat sektor transportasi dapat dilihat pada Tabel dan Gambar Karbon Dioksida (CO 2 ) Tabel Emisi CO 2 di Propinsi Jawa Timur Wilayah - Propinsi Jawa Timur EMISI CO2 (Ton) PREMIUM M. SOLAR TOTAL Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Emisi CO 2 di Propinsi Jawa Timur 8,000,000 7,000,000 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000, PREMIUM M. SOLAR Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Emisi CO 2 di Propinsi Jawa Timur Berdasarkan Tabel dan Gambar 4.67., tampak bahwa emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor berbahan bakar premium maupun berbahan bakar solar di propinsi Jawa Timur tergolong tinggi. Data dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 tentang emisi di propinsi Jawa Timur yaitu sebagai berikut: (1) Pada tahun 2006 mencapai ton; (2) Tahun 2007 mencapai ton; (3) Tahun 2008 sebesar ton; dan (4) Tahun 2009 mencapai ton. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa IV-106

173 peningkatan jumlah emisi dari kendaraan berbahan bakar premium dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Tahun 2007, peningkatan jumlah emisi gas di propinsi Jawa Timur mencapai 5,78% dari tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2008, jumlah emisi mengalami peningkatan 7,31%, dan pada tahun 2009, peningkatan jumlah emisi terjadi sebesar 10,80% dari tahun sebelumnya. Sedangkan jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar tergolong lebih rendah dibandingkan dengan jumlah emisi tentang jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium. Data yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar di propinsi Jawa Timur yaitu sebagai berikut: (1) pada tahun 2006 sebesar ton; (2) Tahun 2007 sebesar ton; (3) Tahun 2008 mencapai ton; dan (4) Tahun 2009 mencapai ton. Berdasarkan data tersebut, pada tahun 2007, terjadi penurunan jumlah emisi sebesar 3,63% dari tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2008, terjadi peningkatan jumlah emisi gas, yaitu mencapai 8,99% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2009, peningkatan jumlah emisi kembali terjadi. Peningkatan tersebut sejumlah 12,97% dari tahun sebelumnya. Di Propinsi Jawa Timur juga telah dilakukan pengukuran kualitas udara perkotaan yaitu di Kota Surabaya oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Berikut disajikan hasil pengukuran Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Hidro Karbon (HC), serta Nitrogen Dioksida (NO 2 ). Lokasi pemantauan berada di Jl. Kusuma Bangsa, Jl. Raya Darmo, dan Jl. Undaan. Karbon Monoksida (CO) Tabel Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Surabaya Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Basuki Rahmat Jl. Gubernur Suryo Jl. Undaan Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 IV-107

174 Nilai Harian CO Kota Surabaya ug/m Jl. Basuki Rahmat Jl. Gubernur Suryo Jl. Undaan 0 Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Surabaya Dari Gambar dan Tabel terlihat di dua lokasi pemantauan terjadi peningkatan konsentrasi CO yang melebihi ambang batas, yaitu di Jalan Basuki Rahmat dan Jalan Gubernur Suryo. Di Jalan Basuki Rahmat pada pagi, siang, dan malam hari konsentrasi CO melebihi ambang batas dan sedikit menurun di bawah ambang batas pada malam hari. Di Jalan Gubernur Suryo konsentrasi CO pada pagi hari cukup rendah selanjutnya naik pada siang hari terus turun pada sore hari dan konsentrasi CO naik melebihi ambang batas pada malam hari. Sedangkan di Jalan Undaan ada peningkatan konsentrasi dari pagi ke siang hari kemudian menurun pada sore dan malam hari. Konsentrasi CO tertinggi terdapat di Jalan Gubernur Suryo puncaknya terjadi malam hari dengan nilai sebesar ug/m 3, sedangkan konsentrasi CO terendah terdapat di Jl. Undaan terjadi di malam hari, yaitu sebesar ug/m 3. Sulfur Dioksida (SO 2 ) Tabel Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Surabaya Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Basuki Rahmat Jl. Gubernur Suryo Jl. Undaan Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 IV-108

175 Nilai Harian SO 2 Kota Surabaya ug/m Pagi Siang Sore Malam Jl. Basuki Rahmat Jl. Gubernur Suryo Jl. Undaan Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Surabaya Gambar dan Tabel menunjukkan konsentrasi SO 2 di ketiga lokasi peantauan memiliki pola yang berbeda-beda. Konsentrasi SO 2 di Jl. Basuki Rahmat terjadi penurunan pada siang dan sore hari kemudian meningkat pada malam hari. Konsentrasi SO 2 di Jl. Undaan terjadi penurunan pada siang dan sore hari kemudian meningkat pada malam hari. Sementara pada Jalan Gubernur Suryo terjadi peingkatan konsentrasi SO 2 pada siang dan sore hari kemudian turun pada malam hari. Konsentrasi SO 2 melebihi ambang batas terjadi di Jl. Gubernur Suryo pada sore hari dengan nilai 922 ug/m 3 dan yang terendah terjadi di Jl. Undaan pada sore hari dengan nilai 63 ug/m 3. Hidro Karbon (HC) Tabel Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Surabaya Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Basuki Rahmat Jl. Gubernur Suryo Jl. Undaan Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 IV-109

176 Nilai Harian HC Kota Surabaya ug/m Jl. Basuki Rahmat Jl. Gubernur Suryo Jl. Undaan 0 Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Surabaya Gambar dan Tabel menunjukkan konsentrasi HC di Kota Surabaya sudah sangat kritis terlihat dari hampir setiap waktu pengukuran sudah melebihi ambang batas baku mutu yang disyaratkan. Konsentrasi HC tertinggi terjadi di Jl. Gubernur Suryo pada pagi hari dengan nilai 313 ug/m 3, sudah 2 kali lebih tinggi dari ambang batas baku mutu. Konsentrasi HC terendah terjadi di Jl. Undaan pada malam hari di angka 147 ug/m 3, dan konsentrasi ini sudah hampir mendekati nilai baku mutu. Dari keadaan konsentrasi HC di atas, maka tindakan prioritas penanganan sangat diperlukan. Kinerja lalu lintas di tiga lokasi di atas harus lebih diefektifkan. Dalam jangka panjang perlu dilakukan pengurangan jumalah kendaraan bermotor pribadi dan diganti dengan penyediaan trasportasi massal. Nitrogen Dioksida (NO 2 ) Tabel Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Surabaya Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Basuki Rahmat Jl. Gubernur Suryo Jl. Undaan Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 IV-110

177 Nilai Harian NO 2 Kota Surabaya ug/m Pagi Siang Sore Malam Jl. Basuki Rahmat Jl. Gubernur Suryo Jl. Undaan Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Surabaya Pola yang berbeda ditunjukkan pada konsentrasi NO 2 di Kota Surabaya. Di Jl. Basuki Rahmat konsentrasi NO 2 terjadi penurunan dari pagi ke siang hari dan meningkat di sore dan malam harinya. Sementara di Jl. Undaan konsentrasi NO 2 menurun pada siang hari dan meningkat di sore hari kemudian terjadi penurunan pada malam hari. Konsentrasi NO 2 mencapai puncak tertinggi di Jl. Basuki Rahmat dengan nilai sebesar 157,62 ug/m 3 dan yang terendah terdapat di Jl. Undaan dengan nilai sebesar 28,04 ug/m Kondisi Linkungan di Propinsi Kalimantan Timur Konsumsi BBM di Propinsi Kalimantan Timurmenurut catatan kementerian ESDM untuk sektor transportasi khususnya transportasi darat pada tahun 2009 adalah: (1) Premium sebesar KL; (2) Solar sebesar KL. Adapun jumlah kendaraan berbahan bakar Premium yang ada di Propinsi Kalimantan Timur menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan pribadi sebanyak unit; (2) Kendaraan umum sebanyak unit; (3) Kendaraan barang sebanyak unit; (4) Sepeda motor sebanyak unit. Sedangkan jumlah kendaraan berbahan bakar solar yang ada di PropinsiKalimantan Timur menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan Pribadi sebanyak unit; (2) Kendaraan umum sebanyak unit; (3) Bis sebanyak unit; (4) Mobil barang sebanyak unit. Akibat dari konsumsi energi oleh kendaraan tersebut akan mengeluarkan beberapa unsur kimia meliputi Karbon Dioksida (CO2), Karbon Monoksida(CO), Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2), serta Hidro Karbon (HC). Jumlah pengeluaran CO 2 di Propinsi Kalimantan Timur akibat sektor transportasi dapat dilihat pada Tabel dan Gambar IV-111

178 Ton Karbon Dioksida (CO 2 ) Tabel Emisi CO 2 di Propinsi Kalimantan Timur Wilayah - Propinsi EMISI CO2 (Ton) PREMIUM M. SOLAR TOTAL Kalimantan Timur Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan ,200,000 1,000, ,000 Emisi CO 2 di Kalimantan Timur 600, , ,000 PREMIUM M. SOLAR Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Emisi CO 2 di Propinsi Kalimantan Timur Berdasarkan Tabel dan Gambar 4.72., tampak bahwa emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor berbahan bakar premium di Propinsi Kalimantan Timur tergolong tinggi apabila dibandingkan dengan propinsi lainnya di Indonesia bagian timur. Data dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 tentang emisi di propinsi Kalimantan Timur yaitu sebagai berikut: (1) Pada tahun 2006 mencapai ton; (2) Tahun 2007 mencapai ton; (3) Tahun 2008 sebesar ton; dan (4) Tahun 2009 mencapai ton. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2007, jumlah emisi gas di propinsi Kalimantan Timur mengalami penurunan. Penurunan jumlah emisi tersebut mencapai 6,40% dari tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2008, jumlah IV-112

179 emisi mengalami peningkatan 6,75%, dan pada tahun 2009, peningkatan jumlah emisi terjadi sebesar 9,18% dari tahun sebelumnya. Sedangkan untuk jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar tergolong lebih rendah dibandingkan dengan jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium. Data tentang jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar di propinsi Kalimantan Timur yaitu sebagai berikut: (1) pada tahun 2006 sebesar ton; (2) Tahun 2007 sebesar ton; (3) Tahun 2008 mencapai ton; dan (4) Tahun 2009 mencapai ton. Berdasarkan data tersebut, pada tahun 2007, terjadi penurunan jumlah emisi sebesar 8,89% dari tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2008, terjadi peningkatan jumlah emisi gas, yaitu mencapai 4,41% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2009, penurunan jumlah emisi kembali terjadi. Penurunan tersebut sejumlah 18,22% dari tahun sebelumnya Kondisi Linkungan di Propinsi Gorontalo Konsumsi BBM di Propinsi Gorontalomenurut catatan kementerian ESDM untuk sektor transportasi khususnya transportasi darat pada tahun 2009 adalah: (1) Premium sebesar KL; (2) Solar sebesar KL. Adapun jumlah kendaraan yang ada di Propinsi DI Yogyakarta menurut Kepolisian Republik Indonesia pada tahun 2007 adalah: (1) Mobil penumpang sebanyak unit; (2) Bis sebanyak unit; (3) Truk sebanyak unit; (4) Sepeda motor sebanyak unit. Akibat dari konsumsi energi oleh kendaraan tersebut akan mengeluarkan beberapa unsur kimia meliputi Karbon Dioksida (CO2), Karbon Monoksida(CO), Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2), serta Hidro Karbon (HC). Jumlah pengeluaran CO 2 di Propinsi Gorontalo akibat sektor transportasi dapat dilihat pada Tabel dan Gambar Karbon Dioksida (CO 2 ) Tabel Emisi CO 2 di Propinsi Gorontalo Gorontalo Wilayah - Propinsi EMISI CO2 (Ton) PREMIUM M. SOLAR TOTAL Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 IV-113

180 Ton 200, , , , , ,000 80,000 60,000 40,000 20,000 - Emisi CO 2 di Gorontalo PREMIUM M. SOLAR Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Emisi CO 2 di Propinsi Gorontalo Berdasarkan Tabel dan Gambar 4.73., tampak bahwa emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium di Propinsi Gorontalo tergolong rendah apabila dibandingkan dengan propinsi lainnya di Indonesia. Walaupun demikian, emisi gas yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium di propinsi ini dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Data dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 tentang emisi di propinsi Gorontalo yaitu sebagai berikut: (1) Pada tahun 2006 mencapai ton; (2) Tahun 2007 mencapai ton; (3) Tahun 2008 sebesar ton; dan (4) Tahun 2009 mencapai ton. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa peningkatan jumlah emisi pada tahun 2007 yaitu sebesar 36,55%, sedangkan pada tahun 2008 yaitu mengalami peningkatan 11,39% dan pada tahun 2009, peningkatan terjadi sebesar 12,57% dari tahun sebelumnya. Sedangkan untuk jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar tergolong lebih rendah dibandingkan dengan jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium. Data tentang jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar di propinsi Gorontalo yaitu sebagai berikut: (1) pada tahun 2006 sebesar ton; (2) Tahun 2007 sebesar ton; (3) Tahun 2008 mencapai ton; dan (4) Tahun 2009 mencapai ton. Peningkatan jumlah emisi pada tahun 2007 mencapai 41,00% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2008, peningkatan yang terjadi mencapai 5,44% dari tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2009, terjadi penurunan jumlah emisi. Penurunan tersebut sejumlah 6,10% dari tahun sebelumnya Kondisi Linkungan di Propinsi Sulawesi Utara Konsumsi BBM di Propinsi Sulawesi Utaramenurut catatan kementerian ESDM untuk sektor transportasi khususnya transportasi darat pada tahun 2009 adalah: (1) Premium sebesar IV-114

181 Ton KL; (2) Solar sebesar KL. Adapun jumlah kendaraan yang ada di Propinsi DI Yogyakarta menurut Kepolisian Republik Indonesia pada tahun 2007 adalah: (1) Mobil penumpang sebanyak unit; (2) Bis sebanyak unit; (3) Truk sebanyak unit; (4) Sepeda motor sebanyak unit. Akibat dari konsumsi energi oleh kendaraan tersebut akan mengeluarkan beberapa unsur kimia meliputi Karbon Dioksida (CO2), Karbon Monoksida(CO), Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2), serta Hidro Karbon (HC). Jumlah pengeluaran CO 2 di Propinsi Sulawesi Utara akibat sektor transportasi dapat dilihat pada Tabel dan Gambar Karbon Dioksida (CO 2 ) Tabel Emisi CO 2 di Propinsi Sulawesi Utara Wilayah - Propinsi EMISI CO2 (Ton) PREMIUM M. SOLAR TOTAL Sulawesi Utara Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan , , ,000 Emisi CO 2 di Sulawesi Utara 300, , ,000 PREMIUM M. SOLAR Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Emisi CO 2 di Propinsi Sulawesi Utara Berdasarkan Tabel dan Gambar 4.74, tampak bahwa emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Data dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 tentang emisi di propinsi Sulawesi Utara yaitu IV-115

182 sebagai berikut: (1) Pada tahun 2006 mencapai ton; (2) Tahun 2007 mencapai ton; (3) Tahun 2008 sebesar ton; dan (4) Tahun 2009 mencapai ton. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa peningkatan jumlah emisi pada tahun 2007 yaitu sebesar 28,60%, sedangkan pada tahun 2008 yaitu mengalami peningkatan 6,90% dan pada tahun 2009, peningkatan terjadi sebesar 13,23% dari tahun sebelumnya. Sedangkan data tentang emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar di propinsi Sulawesi Utara yaitu sebagai berikut: (1) pada tahun 2006 sebesar ton; (2) Tahun 2007 sebesar ton; (3) Tahun 2008 mencapai ton; dan (4) Tahun 2009 mencapai ton. Peningkatan jumlah emisi pada tahun 2007 mencapai 36,13% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2008, peningkatan yang terjadi mencapai 6,50% dari tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2009, terjadi penurunan jumlah emisi. Penurunan tersebut sejumlah 11,90% dari tahun sebelumnya Kondisi Linkungan di Propinsi Papua Konsumsi BBM di Propinsi Papuamenurut catatan kementerian ESDM untuk sektor transportasi khususnya transportasi darat pada tahun 2009 adalah: (1) Premium sebesar KL; (2) Solar sebesar KL. Adapun jumlah kendaraan berbahan bakar Premium yang ada di Propinsi Papua menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan pribadi sebanyak unit; (2) Kendaraan umum sebanyak unit; (3) Kendaraan barang sebanyak unit; (4) Sepeda motor sebanyak unit. Sedangkan jumlah kendaraan berbahan bakar solar yang ada di PropinsiPapua menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan Pribadi sebanyak unit; (2) Kendaraan umum sebanyak unit; (3) Bis sebanyak unit; (4) Mobil barang sebanyak unit. Akibat dari konsumsi energi oleh kendaraan tersebut akan mengeluarkan beberapa unsur kimia meliputi Karbon Dioksida (CO2), Karbon Monoksida(CO), Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2), serta Hidro Karbon (HC). Jumlah pengeluaran CO 2 di Propinsi Papua akibat sektor transportasi dapat dilihat pada Tabel dan Gambar Karbon Dioksida (CO 2 ) Papua Wilayah - Propinsi Tabel Emisi CO 2 di Propinsi Papua EMISI CO2 (Ton) PREMIUM M. SOLAR TOTAL Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 IV-116

183 Ton 400, , , , , , ,000 50,000 - Emisi CO 2 di Propinsi Papua PREMIUM M. SOLAR Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar Emisi CO 2 di Propinsi Papua Berdasarkan Tabel dan Gambar 4.75., tampak bahwa emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor berbahan bakar premium di propinsi Papua yaitu: (1) Pada tahun 2006 mencapai ton; (2) Tahun 2007 mencapai ton; (3) Tahun 2008 sebesar ton; dan (4) Tahun 2009 mencapai ton. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa peningkatan jumlah emisi pada tahun 2007 yaitu sebesar 12,932%, sedangkan pada tahun 2008 yaitu mengalami peningkatan 12,20% dan pada tahun 2009, peningkatan terjadi lagin, yaitu sebesar 12,13% dari tahun sebelumnya. Sedangkan data tentang emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar di propinsi Papua yaitu sebagai berikut: (1) pada tahun 2006 sebesar ton; (2) Tahun 2007 sebesar ton; (3) Tahun 2008 mencapai ton; dan (4) Tahun 2009 mencapai ton. Peningkatan jumlah emisi pada tahun 2007 mencapai 20,40% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2008, peningkatan yang terjadi mencapai 12,96% dari tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2009, terjadi penurunan jumlah emisi. Penurunan tersebut sejumlah 10,58% dari tahun sebelumnya. IV-117

184 STATISTIK KONSUMSI ENERGI TRANSPORTASI DAN LINGKUNGAN 5.1. TINJAUAN UMUM Penyediaan energi di masa depan merupakan permasalahan yang senantiasa menjadi perhatian semua bangsa dikarenakan kesejahteraan manusia dalam kehidupan modern sangat terkait dengan jumlah dan mutu energi yang dimanfaatkan. Bagi Indonesia yang merupakan salah satu negara sedang berkembang, penyediaan energi merupakan faktor yang sangat penting dalam mendorong pembangunan. Seiring dengan meningkatnya pembangunan terutama pembangunan di sektor industri, pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk, kebutuhan akan energi terus meningkat. Sampai saat ini, minyak bumi masih merupakan sumber energi yang utama dalammemenuhi kebutuhan di dalam negeri. Selain untuk memenuhi kebutuhan energi di dalamnegeri, minyak bumi juga berperan sebagai komoditi penghasil penerimaan negara dan devisa. Peranan minyak bumi yang besar tersebut terus berlanjut, sedangkan cadangan semakin menipis. Di lain pihak konsumsi energi minyak bumi sangat sulit untuk diperkirakan, sebagai akibat banyaknya faktor tak menentu yang berpengaruh. Selain itu, produksi bahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan melalui teknologi transformasi di dalam negeri, tidak mencukupi kebutuhannya.menyadari kebergantungan yang sangat besar kepada minyak bumi tersebut, maka sejak beberapa waktu yang lalu telah dilakukan upaya untuk menekan pertumbuhan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dengan menggunakan bahan bakar non-minyak untuk memenuhi energi di dalam negeri. Penyediaan energi non-minyak untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri terus dikembangkan, namun sampai saat ini belum banyak berperan. Pemanfaatan energi nonminyak yang sudah berhasil antara lain adalah batubara dan gas bumi sebagai bahan bakar di pembangkit listrik. Sistem penyediaan kebutuhan energi, baik sebelum maupun setelah melalui teknologi tranformasi sampai ke pemakai akhir dapat diperlihatkan pada gambar berikut. VI - 1

185 Sumber: Kementerian SDM, Jakarta, 1996 Gambar 5.1. Skema Sistem Penyediaan Energi Konsep Dasar Dalam mengaplikasikan statistika terhadap permasalahan sains, industri, atau sosial, pertama yang dilakukan adalah mempelajari populasi.makna populasi dalam statistika dapat berarti populasi benda hidup, benda mati, ataupun benda abstrak. Populasi juga dapat berupa pengukuran sebuah proses dalam waktu yang berbeda-beda, yakni dikenal dengan istilah deret waktu. Melakukan pendataan (pengumpulan data) dinamakan sensus.sebuah sensus tentu memerlukan waktu dan biaya yang tinggi.untuk itu, dalam statistika seringkali dilakukan pengambilan sampel (sampling), yakni sebagian kecil dari populasi, yang dapat mewakili seluruh populasi.analisis data dari sampel nantinya digunakan untuk menggeneralisasi seluruh populasi.ada dua macam statistika, yaitustatistika deskriptif danstatistika inferensial.statistika deskriptif berkenaan dengan deskripsi data, misalnya dari menghitung rata-rata dan varians dari data mentah; mendeksripsikan menggunakan tabel-tabel atau grafik sehingga data mentah lebih mudah dibaca dan lebih bermakna. Sedangkan statistika inferensial lebih dari itu, misalnya melakukan pengujian hipotesis, melakukan prediksi observasi masa depan, atau membuat model regresi Pengolahan dan Analisis Data Ada beberapa cara dalam pengolahan dan analisis data stastika, yaitu antara lain: VI - 2

186 A. Time Series Analysis (Analisis Deret Waktu) Analisis data deret waktu pada dasarnya digunakan untuk melakukan analisis data yang mempertimbangkan pengaruh waktu. Data yang dikumpulkan secara periodik berdasarkan urutan waktu, bisa dalam jam, hari, minggu, bulan, kuartal dan tahun, bisa dilakukan analisis menggunakan metode analisis data deret waktu. Analisis data deret waktu tidak hanya bisa dilakukan untuk satu variabel (Univariate) tetapi juga bisa untuk banyak variabel (Multivariate). Selain itu pada analisis data deret waktu bisa dilakukan peramalan data beberapa periode ke depan yang sangat membantu dalam menyusun perencanaan ke depan. Beberapa bentuk analisis data deret waktu dapat dikelompokkan ke dalam beberapa katagori: 1. Metode Pemulusan (Smoothing) Metode pemulusan dapat dilakukan dengan dua pendekatan yakni Metode Perataan (Average) dan Metode Pemulusan Eksponensial (Exponential Smoothing). Pada metode rataan bergerak dapat digunakan untuk memuluskan data deret waktu dengan berbagai metode perataan, diantaranya: (1) rata-rata bergerak sederhana (simple moving average), (2) rata-rata bergerak ganda dan (3) rata-rata bergerak dengan ordo lebih tinggi. Untuk semua kasus dari metode tersebut, tujuannya adalah memanfaatkan data masa lalu untuk mengembangkan sistem peramalan pada periode mendatang. Pada metode pemulusuan eksponensial, pada dasarnya data masa lalu dimuluskan dengan cara melakukan pembotan menurun secara eksponensial terhadap nilai pengamatan yang lebih tua. Atau nilai yang lebih baru diberikan bobot yang relatif lebih besar dibanding nilai pengamatan yang lebih lama. Beberapa jenis analisis data deret waktu yang masuk pada katagori pemulusan eksponensial, diantaranya: (1) pemulusan eksponensial tunggal, (2) pemulusan eksponensia tunggal: pendekatan adaptif, (3) pemulusan eksponensial ganda: metode Brown, (4) metode pemulusan eksponensial ganda: metode Holt, (5) pemulusan eksponensial tripel: metode Winter. Pada metode pemulusan eksponensial ini, sudah mempertimbangkan pengaruh acak, trend dan musiman pada data masa lalu yang akan dimuluskan. Seperti halnya pada metode rataan bergerak, metode pemulusan eksponensial juga dapat digunakan untuk meramal data beberapa periode ke depan. VI - 3

187 2. Model ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) Seperti halnya pada metode analisis sebelumnya, model ARIMA dapat digunakan untuk analisis data deret waktu dan peramalan data. Pada model ARIMA diperlukan penetapan karakteristik data deret berkala seperti: stasioner, musiman dan sebagainya, yang memerlukan suatu pendekatan sistematis, dan akhirnya akan menolong untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai model-model dasar yang akan ditangani. Hal utama yang mencirikan dari model ARIMA dalam rangkan analisis data deret waktu dibandingkan metode pemulusan adalah perlunya pemeriksaan keacakan data dengan melihat koefisien autokorelasinya. Model ARIMA juga bisa digunakan untuk mengatasi masalah sifat keacakan, trend, musiman bahkan sifat siklis data data deret waktu yang dianalisis. 3. Analisis Deret Berkala Multivariate Model ARIMA digunakan untuk analisis data deret waktu pada katagori data berkala tunggal atau sering dikatagorikan model-model univariate. Untuk data dengan katagori deret berkala berganda (multiple), tidak bisa dilakukan analisis menggunakan model ARIMA, oleh karena itu diperlukan model-model multivariate. Model-model yang masuk kelompok multivariate analisisnya lebih rumit dibandingkan dengan model-model univariate. Pada model multivariate sendiri bisa dalam bentuk analisis data bivariat (yaitu, hanya data dua deret berkala) dan dalam bentuk data multivariate (yaitu data terdiri lebih dari dua deret berkala). Model-model multivariate diantaranya: (1) model fungsi transfer, (3) model analisis intervensi (intevention analysis), (4) Fourier Analysis, (5) analisis Spectral dan (6) Vector Time Series Models. B. Analisis Regresi Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali dijumpai hubungan antara suatu variabel dengan satu atau lebih variabel lain. Sebagai contoh di bidang transportasi ada pemakaian dan jenis BBM yang berhubungan dengan konsumsi BBM, jumlah BBM yang dipergunakan dan sebagainya.secara umum ada dua macam hubungan antara dua atau lebih variabel, yaitu bentuk hubungan dan keeratan hubungan.bila ingin mengetahui bentuk hubungan dua variabel atau lebih, digunakan analisis regresi.bila ingin melihat keeratan hubungan, digunakan analisis korelasi. Analisis regresi adalah teknik statistika yang berguna untuk memeriksa dan memodelkan hubungan diantara variabel-variabel.penerapannya dapat dijumpai secara luas di banyak bidang seperti teknik, ekonomi, manajemen, ilmu-ilmu biologi, ilmu-ilmu sosial, dan ilmu-ilmu pertanian.pada saat ini, analisis regresi berguna dalam menelaah VI - 4

188 hubungan dua variabel atau lebih, dan terutama untuk menelusuri pola hubungan yang modelnya belum diketahui dengan sempurna, sehingga dalam penerapannya lebih bersifateksploratif. Analisis regresi dikelompokkan dari mulai yang paling sederhana sampai yang paling rumit, tergantung tujuan yang berlandaskan pengetahuan atau teori sementara, bukan asal ditentukan saja. 1. Regresi Linier Sederhana Regresi linier sederhana bertujuan mempelajari hubungan linier antara dua variabel. Dua variabel ini dibedakan menjadi variabel bebas (X) dan variabel tak bebas (Y). Variabel bebas adalah variabel yang bisa dikontrol sedangkan variabel tak bebas adalah variabel yang mencerminkan respon dari variabel bebas. 2. Regresi Linier Berganda Regresi linier berganda seringkali digunakan untuk mengatasi permasalahan analisis regresi yang melibatkan hubungan dari dua atau lebih variabel bebas.pada awalnya regresi berganda dikembangkan oleh ahli ekonometri untuk membantu meramalkan akibat dari aktivitas-aktivitas ekonomi pada berbagai segmen ekonomi. Misalnya laporan tentang peramalan masa depan perekonomian di jurnal-jurnal ekonomi (Business Week, Wal Street Journal, dll), yang didasarkan pada model-model ekonometrik dengan analisis berganda sebagai alatnya. Salah satu contoh penggunaan regresi berganda dibidang pertanian diantaranya ilmuwan pertanian menggunakan analisis regresi untuk menjajagi antara hasil pertanian (misal: produksi padi per hektar) dengan jenis pupuk yang digunakan, kuantitas pupuk yang diberikan, jumlah hari hujan, suhu, lama penyinaran matahari, dan infeksi serangga. 3. Regresi Kurvilinier Regresi kurvilinier seringkali digunakan untuk menelaah atau memodelkan hubungan fungsi variabel terikat (Y) dan variabel bebas (X) yang tidak bersifat linier. Tidak linier bisa diartikan bilamana laju perubahan Y sebagai akibat perubahan X tidak konstan untuk nilai-nilai X tertentu.kondisi fungsi tidak linier ini (kurvilinier) seringkali dijumpai dalam banyak bidang.misal pada bidang pertanian, bisa diamati hubungan antara produksi padi dengan taraf pemupukan Phospat. Secara umum produksi padi akan meningkat cepat bila pemberian Phospat ditingkatkan dari taraf rendah ke taraf sedang. Tetapi ketika pemberian dosis Phospat diteruskan hingga taraf tinggi, maka tambahan dosis Phospat tidak lagi diimbangi kenaikan hasil, sebaliknya terjadi penurunan VI - 5

189 hasil.untuk kasus-kasus hubungan tidak linier, prosedur regresi sederhana atau berganda tidak dapat digunakan dalam mencari pola hubungan dari variabel-variabel yang terlibat.dalam hal ini, prosedur analisis regresi kurvilinier merupakan prosedur yang sesuai untuk digunakan. 4. Regresi Dengan Variabel Dummy (Boneka) Analisis regresi tidak saja digunakan untuk data kuantitatif (misal: dosis pupuk), tetapi juga bisa digunakan untuk data kualitatif (misal: musim panen). Jenis data kualitatif tersebut seringkali menunjukkan keberadaan klasifikasi (kategori) tertentu, sering juga dikatagorikan variabel bebas (X) dengan klasifikasi pengukuran nominal dalam persamaan regresi. Sebagai contoh, bila ingin meregresikan pengaruh kondisi kemasan produk dodol nenas terhadap harga jual. Pada umumnya, cara yang dipakai untuk penyelesaian adalah memberi nilai 1 (satu) kalau kategori yang dimaksud ada dan nilai 0 (nol) kalau kategori yang dimaksud tidak ada (bisa juga sebaliknya, tergantung tujuannya). Dalam kasus kemasan ini, bila kemasannya menarik diberi nilai 1 dan bila tidak menarik diberi nilai 0. Variabel yang mengambil nilai 1 dan 0 disebut variabel dummy dan nilai yang diberikan dapat digunakan seperti variabel kuantitatif lainnya. 5. Regresi Logistik (Logistic Regression) Bila regresi dengan variabel bebas (X) berupa variabel dummy, maka dikatagorikan sebagai regresi dummy. Regresi logistik digunakan jika variabel terikatnya (Y) berupa variabel masuk katagori klasifikasi.misalnya, variabel Y berupa dua respon yakni gagal (dilambangkan dengan nilai 0) dan berhasil (dilambangkan dengan nilai 1).Kondisi demikian juga sering dikatagorikan sebagai regresi dengan respon biner. Seperti pada analisis regresi berganda, untuk regresi logistik variabel bebas (X) bisa juga terdiri lebih dari satu variabel. C. Analisis Path (Path Analysis) dan Analisis SEM Analisis Path pada dasarnya ingin melihat hubungan kausalitas antara kejadian satu dan kejadian lain. Hubungan kausalitas yang ingin dilihat besa berupa hubungan langsung maupun tidak langsung.pendekatan analisis yang digunakan pada analisis path tidak berbeda dengan analisis regresi ganda.hanya sedikit berbeda pada perhitungan pendugaan koefisiennya.pada saat ini jenis analisis ini berkembang pada bidang sosial,seperti psikologi, pendidikan, dan lain-lain. Apabila peubah yang akan dilihat pola hubungannya berupa peubah laten (tak terukur), seperti peubah prestasi, kecemasan dan lainnya, maka lebih cocok menggunakan analisis SEM. Untuk jenis peubah laten ini, tidak cocok digunakan analisis path. VI - 6

190 D. Analisis Peubah Ganda Analisis peubah ganda dilakukan karena peubah yang digunakan relatif banyak. Beberapa hal yang melatari analisis ini diantaranya antar peubah satu dengan peubah lain ada korelasi dan tidak ada keinginan untuk melihat pola hubungan antara peubah bebas dan peubah tak bebas. Bisanya analisis ini digunakan untuk mereduksi peubah yang cukup banyak menjadi peubah yang lebih sederhana tapi tidak meninggalkan informasi peubah asalnya.selain itu melalui analisis peubah ganda juga bisa dilihat pengelompokan objek berdasarkan kemiripan peubah-peubah peubah-peubah penyusunnya. Beberapa jenis analisis yang masuk katagori analisis peubah ganda diantaranya: Analisis Komonen Utama (Pricipal Component Analysis), Analisis Gerombol (Cluster Analysis), Analisis Faktor (Factor Analysis), Korelasi Kanonik, Analisis Biplot, Analisis Diskriminan (Discriminant Analysis) dan Multidimension Scalling. E. Conjoint Analysis Conjoint analysis, bisanya banyak digunakan pada bidang riset pemasaran.sebagai contoh bila suatu perusahaan ingin mengeluarkan produk baru, maka melalui analisis ini bisa dilihat tentang preferensi konsumennya. Untuk bidang pertanian, analisis ini bisa digunakan oleh pelaku agribisnis baik skala kecil maupun besar yang akan meluncurkan produk agribisnisnya STATISTIK ENERGI TRANSPORTASI INDONESIA Secara umum perubahan konsumsi energi pada sektor transportasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: teknologi, efisiensi atau alasan ekonomi. Oleh sebab itu untuk mempermudah dalam perhitungannya digunakan cara analisis regresi dalam hal ini analisis regresi linier berganda yang dalam perhitungannya melibatkan hubungan dari dua atau lebih variabel bebas. Dalam studi ini dalam menghitung total konsumsi energi yang digunakan di Indonesia digunakan formula sebagai berikut: E(T) = f (E TU ) +f (E TD ) + f (E KA )+ f (E TL ) Dimana: E TU = f(konsumsi energi (km/liter), jumlah pesawat per jenis(unit), jarak tempuh (km/tahun), frekuensi penerbangan) E TD = f(konsumsi energi spesifik (km/liter), jumlah kend per jenis, panjang jalan, luas wilayah) VI - 7

191 E KA = f(konsumsi energi spesifik (km/liter), jumlah KA (unit), efektif operasi(%), jarak tempuh (km/tahun)) E TL = f(konsumsi energi (km/liter), jumlah kapal per jenis, jarak tempuh (km/tahun)) Produksi, Impor dan Ekspor Bahan Bakar Minyak di Indonesia Data mengenai produksi, impor dan ekspor bahan bakar minyak yang merupakan data yang di up-date hingga tahun 2008.Tabel 5.1 menunjukkan jumlah produksi, ekspor dan impor bahan bakar minyak.jenis bahan bakar minyak tersebut terdiri dari minyak mentah dan gas.satuan yang digunakan adalah dalam satuan barrel minyak yang disingkat menjadi bbl. Konversi satuan Barrel Minyak antara lain 42 US gallon, liter, atau Imperial (UK) gallon. Tahun Tabel 5.1 Produksi, Impor, dan Ekspor bahan bakar minyak di Indonesia Ribu Barel Penyediaan dan Permintaan Minyak Mentah Produksi Ekspor Impor Pertumbuhan (%) Ribu Barel Pertumbuhan (%) Ribu Barel Pertumbuhan (%) Input Kilang Minyak Ribu Ribu Barel bph , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Sumber: Ditjen Minyak dan Gas, 2009 (diolah konsultan, 2010) VI - 8

192 Konsumsi Energi dari Sumber Primer Per-Sektor di Indonesia Data konsumsi energi dari sumber primer per sektor di Indonesia merupakan data yang di up-date hingga tahun 2008.Tabel 5.2dan Tabel 5.3 menunjukkan jumlah konsumsi energi dari sumber primer per sektor di Indonesia. Sektor yang didefinsikan antara lain sektor transportasi, sektor industri, sektor rumah tangga dan sektor komersil. VI - 9

193 Tabel 5.2 Konsumsi Energi dari sumber primer per sektor Sektor Industri Rumah Tangga komersil Transportasi Lainnya Total Pemanfaatan Energi Lain Sumber : Kementerian ESDM, 2009 Tabel 5.3. Konsumsi Energi dari sumber primer per sektor (dengan biomassa) Sector Industri Rumah Tangga Komersil Transportasi Lain-lain VI - 10

194 Tabel 5.3. Konsumsi Energi dari sumber primer per sektor (dengan biomassa) (lanjutan) Sector Konsumsi Energi Pemanfaatan Energi Lain Sumber :Kementerian ESDM, 2009 VI - 11

195 Kebutuhan Domestik untuk ProdukMinyak Olahan Per-Sektor di Indonesia Data mengenai kebutuhan domestik untuk minyak olahan per sektor serta persentase kebutuhan disektor transportasi dapat dilihat pada Tabel 5.4. Persentase kebutuhan sektor transportasi terhadap total menunjukkan bahwa sektor transportasi mendominasi dalam pemakaian bahan bakar minyak. Data kebutuhan domestik untuk produk minyak didasarkan dari data penjualan bahan bakar minyak per sektor yang didapatkan dari direktorat minyak dan gas. Tabel 5.4 kebutuhan domestik untuk produk minyak olahan per sektor di Indonesia Tahun Industri Rumah Tangga Transportasi Pembangkit Listrik Total Presentase konsumsi oleh Sektor Transportasi terhadap Total , , , , , , , , , , , , , , ,909 Sumber: Ditjen Minyak dan Gas, 2009 (diolah konsultan 2010) Konsumsi Energi Oleh Sektor Transportasi di Indonesia Berdasarkan data yang diperoleh, dapat dilihat bahwa konsumsi energi di bidang transportasi dari tahun 2000 sampai tahun 2008 merupakan pengkonsumsi terbesar, karena rata-rata menghabiskan sekitar 50% dari total konsumsi energi di Indonesia. konsumsi energi pada tahun 2008 merupakan konsumsi terbesar selama 8 tahun terakhir yaitu kiloliter dari kiloliter total energi yang dikonsumsi di Indonesia, diikuti konsumsi pada tahun 2004, yaitu kiloliter dari VI-12

196 kiloliter energi yang digunakan di Indonesia. Data mengenai konsumsi energi oleh sektor transportasi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.5 Tabel 5.5 Konsumsi energi sektor transportasi di Indonesia Total konsumsi energi Total konsumsi energi transportasi Presentase konsumsi oleh Sektor Transportasi terhadap Total Gas Bahan Bakar Minyak Avgas Avtur Premium Bio Premium Pertamax Bio Pertamax Pertamax Plus Bio Solar Kerosone ADO IDO Fuel Oil Electricity Total KILOLITER KILOLITER % 47, , , , , , , , ,28799 SBM (energi unit) SBM (energi unit) SBM (energi unit) SBM (energi unit) SBM (energi unit) SBM (energi unit) SBM (energi unit) SBM (energi unit) SBM (energi unit) SBM (energi unit) SBM (energi unit) SBM (energi unit) SBM (energi unit) SBM (energi unit) SBM (energi unit) Sumber: Kementerian ESDM, 2009 (diolah konsultan, 2010) VI-13

197 Konsumsi Bahan Bakar Per Moda Transportasi Secara umum berdasarkan moda transportasi yang menggunakan bahan bakar minyak dan gas, dari tahun 2006 sampai tahun 2009 konsumsi terbesar adalah bahan bakar untuk moda transportasi darat, yaitu kendaraan bermotor roda 2 dan truk. Konsumsi bahan bakar untuk kendaraan bermotor roda 2 paling besar adalah pada tahun 2009, yaitu sekitar 13 juta kiloliter, sedangkan konsumsi oleh truk paling besar adalah pada tahun 2007, yaitu sekitar 9 juta kiloliter. Konsumsi bahan bakardari tahun 2006 sampai tahun 2009 paling sedikit adalah bahan bakar untuk moda transportasi udara, yaitu avgas dan avtur. Sedangkan penggunaan bahan bakar untuk moda kereta api listik kurang lebih mencapai angka 40 juta Kilo Watt Hour (KWH) tiap tahunnya sejak Data konsumsi bahan bakar per moda transportasi secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.6. Tabel 5.6. Konsumsi bahan bakar per moda transportasi Satuan Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Moda Darat Motor Kilo liter , , , ,66 Mobil Penumpang Kilo liter , , , ,54 Bus Kilo liter , , , ,38 Truk Kilo liter , , , ,36 Moda Laut Kilo liter , , , ,09 Moda kereta api High Diesel Speed (HDS) Kilo Liter Energi Listrik KWH Moda Udara Avgas Kilo liter 3,39 2,221 2,003 1,687 Avtur Kilo liter 2428, , , ,678 Sumber : Kementerian ESDM, 2009 (diolah konsultan, 2010) Konsumsi Energi Per Moda Transportasi Secara umum berdasarkan moda transportasi konsumsi energi terbesar dari tahun 2006 sampai tahun 2009 adalah moda transportasi darat, yaitu kendaraan bermotor roda 2 dan truk. Konsumsi energi kendaraan bermotor roda 2 paling besar adalah pada tahun 2009, yaitu sekitar 76 juta Setara Barrel Minyak (SBM), sedangkan konsumsi energi oleh truk paling besar adalah pada tahun 2007, yaitu hampir 59 juta SBM. Diikuti konsumsi energi oleh moda transportasi laut, yaitu hampir mencapai 27 juta SBM.Sedangkan konsumsi energi untuk moda kereta api kurang lebih mencapai angka 25 ribu SBM tiap tahunnya sejak Konsumsi energi paling sedikit dari tahun 2006 sampai tahun 2009 adalah untuk moda transportasi udara, yaitu avgas dan avtur sebesar kurang lebih VI-14

198 25 ribu Setara Barrel Minyak (SBM), pada tahun Data konsumsi bahan bakar per moda transportasi secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.7. Tabel 5.7. Konsumsi energi per moda transportasi Moda Darat Satuan Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Motor SBM , , , ,46 Mobil Penumpang SBM , , , ,67 Bus SBM , , , ,18 Truk SBM , , , ,41 Moda Laut , , , ,51 Moda kereta api High Diesel Speed (HDS) SBM Energi Listrik SBM Moda Udara Avgas SBM 19,10 12,51 11,28 9,50 Avtur SBM 14303, , , ,68 Sumber : Kementerian ESDM, 2009 (diolah konsultan, 2010) Konsumsi Gasoline di Indonesia Konsumsi Gasoline di Indonesia sebagian besar didapat dari konsumsi moda angkutan darat yang menggunakan bensin premium. Jumlah konsumsi gasoline di Indonesia pada tahun 2009 mencapai kl.provinsi Jawa Timur memiliki konsumsi gasoline terbsar yaitu, kl. Dari Tabel 5.8 dapat dilihat konsumsi gasoline di Indonesia. Tabel 5.8. Konsumsi Gasoline di Indonesia No. Sektor Transportasi Darat 1 Nangroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Daratan Sumatera Selatan Jambi Bengkulu Bangka Belitung VI-15

199 Tabel 5.8. Konsumsi Gasoline di Indonesia (lanjutan) No. Sektor Transportasi Darat 1 Nangroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Daratan Sumatera Selatan Jambi Bengkulu Bangka Belitung Lampung Banten DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Tengah Gorontalo Sulawesi Utara Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Irianjaya Barat Transportasi Laut Kereta Api Transportasi Udara Sumber : Kementerian ESDM, 2009 (diolah konsultan 2010) VI-16

200 5.3. STATISTIK ENERGI TRANSPORTASI DARAT Prakiraan kebutuhan energi di sektor transportasi darat diproyeksikan berdasarkanintensitas energi per jenis kendaraan yang mengkonsumsi energi.data yang diperlukan pada sektor transportasiadalah: - Jumlah energi spesifik yang digunakan; - Jumlah kendaraan per jenis; - Panjang jalan; dan - Luas wilayah. E TD = a.x 1 + b.x 2 + c.x 3 + d.x 4 Dimana: E TD a,b,c,d X 1, X 2, X 3, X 4 X 1 X 2 X 3 = total energi transportasi darat = koefisien = variabel = jumlah energi spesifik yang digunakan, dalam kilometer/liter (km/liter) = jumlah kendaraan per jenis, dalam unit = panjang jalan, dalam kilometer (km) X 4 = luas wilayah, dalam kilometer persegi (km 2 ) Berdasarkan data ketersediaan pasokan bahan bakar, jumlah kendaraan bermotor, panjang jalan, jumlah penduduk dan data pendukung lainnya.dilakukan uji statistika untuk mengetahui formula kebutuhan energi transportasi darat yang berbasis jalan. Dengan melakukan berbagai variasi data, uji statistika menggunakan model multiple regresi dengan jumlah bahan bakar sebagai variabel terikat.data yang menunjukkan jumlah penduduk dan panjang jalan, serta jumlah pasokan premium dan solardapat dilihat pada Tabel 5.9, Tabel 5.10, dan Tabel VI-17

201 Tabel 5.9. Jumlah Penduduk dan Panjang Jalan Wilayah - Propinsi Jumlah Penduduk Panjang Jalan Nasional Provinsi Kab/Kota Total Nangroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Daratan + Kep. Riau + Batam Sumsel-Jambi-Bengkulu Bangka Belitung Lampung Kalimantan Barat Kalimantan Selatan-Tengah Kalimantan Timur Sulawesi Utara-Tengah-Gorontalo-Barat Sulawesi Selatan-Tenggara Maluku + Malut Papua + Irian Jaya Barat Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Bali Jawa Timur Jawa Tengah + DIY Jawa Barat DKI Jakarta + Banten Sumber :Statistik Indonesia Tabel 5.10 Pasokan Premium dan Jumlah Kendaraan Wilayah - Propinsi Pasokan Premium (KL) Kendaraan Berbahan Bakar Premium (unit) Pribadi Umum Barang S. Motor Nangroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Daratan + Kep. Riau + Batam VI-18

202 Tabel 5.10 Pasokan Premium dan Jumlah Kendaraan (lanjutan) Wilayah - Propinsi Pasokan Premium (KL) Kendaraan Berbahan Bakar Premium (unit) Pribadi Umum Barang S. Motor Nangroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Daratan + Kep. Riau + Batam Sumsel-Jambi-Bengkulu Bangka Belitung Lampung Kalimantan Barat Kalimantan Selatan-Tengah Kalimantan Timur Sulawesi Utara-Tengah-Gorontalo-Barat Sulawesi Selatan-Tenggara Maluku + Malut Papua + Irian Jaya Barat Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Bali Jawa Timur Jawa Tengah + DIY Jawa Barat DKI Jakarta + Banten Sumber :Kementerian ESDM, 2009 Tabel 5.11 Pasokan Solar dan Jumlah Kendaraan Kebutuhan Kendaraan Berbahan Bakar Diesel (unit) Wilayah - Propinsi Solar (KL) Pribadi Umum Bis Barang Nangroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Daratan + Kep. Riau + Batam Sumsel-Jambi-Bengkulu Bangka Belitung VI-19

203 Tabel 5.11 Pasokan Solar dan Jumlah Kendaraan (lanjutan) Kebutuhan Kendaraan Berbahan Bakar Diesel (unit) Wilayah - Propinsi Solar (KL) Pribadi Umum Bis Barang Lampung Kalimantan Barat Kalimantan Selatan-Tengah Kalimantan Timur Sulawesi Utara-Tengah-Gorontalo-Barat Sulawesi Selatan-Tenggara Maluku + Malut Papua + Irian Jaya Barat Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Bali Jawa Timur Jawa Tengah + DIY Jawa Barat DKI Jakarta + Banten Sumber :Kementerian ESDM, 2009 Formulasi kebutuhan bahan bakar dilakukan dengan cara coba-coba dengan memperhatikan beberapa alternatif pemasangan variabel bebas yang sesuai. Hasil analisis tidak selalu menunjukkan korelasi yang positif antar variabel, sebagai misal dalam pencarian formulasi kebutuhan BBM jenis premium, diberikan data Kendaraan Umum, Kendaraan Barang, Sepeda Motor, Jumlah Penduduk dan Total Panjang Jalan, memberikan hasil sebagai berikut. VI-20

204 Tabel Hasil Analisis Regresi (1) Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate a E5 a. Predictors: (Constant), Total Panjang Jalan (km), Kend. Umum (unit), Jumlah Penduduk (jiwa), Sepeda Motor (unit), Kend. Barang (unit) ANOVA b Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 2.158E E a Residual 3.649E E10 Total 2.194E13 20 a. Predictors: (Constant), Total Panjang Jalan (km), Kend. Umum (unit), Jumlah Penduduk (jiwa), Sepeda Motor (unit), Kend. Barang (unit) b. Dependent Variable: Kebutuhan Premium (KL) Coefficients a Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Model B Std. Error Beta t Sig. 1 (Constant) Kend. Umum (unit) Kend. Barang (unit) Sepeda Motor (unit) Jumlah Penduduk (jiwa) Total Panjang Jalan (km) a. Dependent Variable: Kebutuhan Premium (KL) Sumber : Hasil uji di atas menunjukkan tanda (-) pada variabel Sepeda Motor dan Total Panjang Jalan, hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut berpengaruh dan mempunyai besaran nilai yang hampir sama dengan variabel lainnya, sehingga perlu dipilih salah satu variabel dari variabel-variabel yang hampir sama tersebut. Langkah selanjutnya adalah memodifikasi besaran variabel dengan cara penggabungan beberapa jenis variabel yang dianggap mempunyai kesamaan, yaitu kendaraan umum, kendaraan pribadi dan sepeda motor menjadi kendaraan penumpang, selanjutnya kendaraan penumpang, kendaraan barang dan panjang jalan menjadi variabel bebas, atau beberapa modifikasi data yang mempunyai kemiripan. Setelah dilakukan beberapa VI-21

205 kali uji multiple regresi dengan variabel terikatnya kebutuhan premium didapatkan hasil yang paling memenuhi kriteria seperti berikut. Tabel Hasil Analisis Regresi (2) Model Summary b Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate a E5 a. Predictors: (Constant), Kend. Penumpang, Total Panjang Jalan (km), Kend. Barang (unit) b. Dependent Variable: Kebutuhan Premium (KL) ANOVA b Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 1.187E E a Residual 1.007E E11 Total 2.194E13 20 a. Predictors: (Constant), Kend. Penumpang, Total Panjang Jalan (km), Kend. Barang (unit) b. Dependent Variable: Kebutuhan Premium (KL) Coefficients a Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Model B Std. Error Beta t Sig. 1 (Constant) Kend. Barang (unit) Total Panjang Jalan (km) Kend. Penumpang a. Dependent Variable: Kebutuhan Premium (KL) Sumber : Uji di atas mendapatkan formula kebutuhan energi premium yang dipengaruhi oleh faktor kendaraan penumpang (kendaraan pribadi, kendaraan umum dan sepeda motor), kendaraan barang dan panjang jalan yang terdapat pada suatu wilayah. Berdasarkan hasil di atas maka kebutuhan energi dari premium suatu wilayah dapat diformulasikan sebagai berikut : E PR = 0,248 X1 + 0,172 X2 + 24,262 X ,353 dengan : VI-22

206 E PR X 1 X 2 X 3 : Kebutuhan Energi Premium Wilayah (kiloliter) : Jumlah Kendaraan Barang (unit) : Jumlah Kendaraan Penumpang (unit) : Panjang Jalan Total (kilometer) Seperti halnya uji kebutuhan premium pada bagian di atas, maka uji kebutuhan solar juga menggunakan uji multiple regresi. Dengan pola pengujian yang sama yaitu dengan mengkaji beberapa data variabel bebas, maka didapatkan hasil yang dianggap sebagai formula kebutuhan solar di suatu wilayah sebagai berikut ini. Tabel Hasil Analisis Regresi (3) Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate a E5 a. Predictors: (Constant), Kendaraan Pribadi Umum, Total Panjang Jalan (km), Kendaraan Barang (unit) ANOVA b Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 4.553E E a Residual 1.926E E11 Total 6.479E12 20 a. Predictors: (Constant), Kendaraan Pribadi Umum, Total Panjang Jalan (km), Kendaraan Barang (unit) b. Dependent Variable: Kebutuhan Solar (KL) Coefficients a Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Model B Std. Error Beta t Sig. 1 (Constant) Total Panjang Jalan (km) Kendaraan Barang (unit) Kendaraan Pribadi Umum a. Dependent Variable: Kebutuhan Solar (KL) Uji di atas mendapatkan formula kebutuhan solar yang dipengaruhi oleh faktor kendaraan penumpang (kendaraan pribadi, kendaraan umum), kendaraan barang dan panjang jalan yang terdapat pada suatu wilayah. VI-23

207 Berdasarkan hasil di atas maka kebutuhan solar suatu wilayah dapat diformulasikan sebagai berikut : E SL = 0,277 X1 + 0,315 X2 + 37,052 X ,508 dengan : E SL X 1 X 2 X 3 : Kebutuhan Energi Solar Wilayah (kiloliter) : Jumlah Kendaraan Barang (unit) : Jumlah Kendaraan Penumpang (unit) : Panjang Jalan Total (kilometer) Konsumsi Bahan Bakar untuk Mobil Penumpang di Indonesia Data konsumsi bahan bakar oleh mobil penumpang didapatkan dari hasil survai lapangan dan survai instansional. Survai lapangan berupa survai wawancara mengenai rata-rata konsumsi bahan bakar perhari sedangkan survai instansional untuk mendapatkan data jumlah mobil penumpang dan juga data total konsumsi bahan bakar oleh sektor transportasi.dari data yang didapat dapat diketahui bahwa jumlah konsumsi energi yang dipakai oleh mobil penumpang dari tahun 2006 hingga 2007 mengalami paningkatan. Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya jumlah mobil penumpang yang ada di Indonesia. Jumlah konsumsi energi tahun 2009 di Indonesia mencapai kl/tahun. Untuk konsumsi energi terbesar terdapat pada Provinsi DKI Jakarta yang mencapai k/tahunl dan yang terkecil adalah Provinsi Maluku Utara (156 kl/tahun). Data konsumsi enrgi untuk moda mobil penumpang dapat dilihat pada Tabel Tabel 5.15.Jumlah konsumsi energi mobil penumpang No Provinsi Tahun (kilo liter) Nangroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Kodya Batam Riau Daratan Sumatera Selatan Jambi Bengkulu Bangka Belitung Lampung Banten VI-24

208 Tabel 5.15.Jumlah konsumsi energi mobil penumpang (lanjutan) No Provinsi Tahun (kilo liter) DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Tengah Gorontalo Sulawesi Utara Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Irianjaya Barat Papua (Irianjaya) Total Sumber : Ditjen Hubdat, Ditjen Migas 2009, (diolah konsultan 2010) Tabel 5.16.Jumlah konsumsi energi mobil penumpang No Provinsi Tahun (kilo liter) Nangroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Kodya Batam Riau Daratan Sumatera Selatan Jambi Bengkulu Bangka Belitung Lampung Banten VI-25

209 Tabel 5.16.Jumlah konsumsi energi mobil penumpang (lanjutan) No Provinsi Tahun (kilo liter) DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Tengah Gorontalo Sulawesi Utara Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Irianjaya Barat Papua (Irianjaya) Total Sumber : Ditjen Hubdat, Ditjen Migas 2009, (diolah konsultan 2010) Konsumsi Bahan Bakar untuk Bus di Indonesia Konsumsi bahan bakar untuk Bus pada tahun 2009 meningkat 2% ( kl/tahun) dari tahun 2008 ( kl/tahun). Konsumsi energi bus ini merupakan konsumsi energi yang terkecil di bandingkan konsumsi energi bahan bakar angkutan darat yang ada di Indonesia. Hal ini dikarenakan jumlah bus yang ada di Indonesia masih jauh lebih rendah daripada moda angkutan lain seperti mobil penumpang, truck dan sepeda motor. Konsumsi bahan bakar untuk bus di Indonesia dapat dilihat pada Tabel VI-26

210 Tabel 5.17 Jumlah konsumsi energi Bus No Provinsi Tahun (dalam Kilo liter) Nangroe Aceh Darussalam , , , ,70 2 Sumatera Utara , , , ,78 3 Sumatera Barat , , , ,45 4 Riau Kepulauan , , , ,06 5 Kodya Batam Riau Daratan , , , ,30 7 Sumatera Selatan , , , ,87 8 Jambi , , , ,77 9 Bengkulu 4.546, , , ,50 10 Bangka Belitung , , , ,03 11 Lampung , , , ,86 12 Banten , , , ,13 13 DKI Jakarta , , , ,41 14 Jawa Barat , , , ,99 15 Jawa Tengah , , , ,07 16 DI Yogyakarta , , , ,71 17 Jawa Timur , , , ,00 18 Bali , , , ,27 19 Nusa Tenggara Barat , , , ,17 20 Nusa Tenggara Timur , , , ,34 21 Kalimantan Barat , , , ,21 22 Kalimantan Tengah , , , ,18 23 Kalimantan Selatan , , , ,70 24 Kalimantan Timur , , , ,39 26 Sulawesi Tengah , , , ,31 28 Gorontalo , , , ,77 29 Sulawesi Utara , , , ,70 25 Sulawesi Selatan , , , ,57 27 Sulawesi Tenggara , , , ,17 31 Maluku , , , ,50 32 Maluku Utara 52,20 277,04 282,58 288,23 33 Irianjaya Barat , , , ,23 34 Papua (Irianjaya) Total Sumber : Ditjen Hubdat, Ditjen Migas 2009, (diolah konsultan 2010) VI-27

211 Konsumsi Bahan Bakar untuk Truk di Indonesia Jumlah truck di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Oleh karena itu jumlah jumlah konsumsi bahan bakar untuk truck dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan. Jumlah konsumsi energi untuk truck pada tahun 2009 mencapai kl/tahun, dimana Provinsi DKI Jakarta mempunyai konsumsi energi yang terbanyak yaitu kl/tahun. Data konsumsi energi untuk moda truck dapat dilihat pada Tabel5.18. Tabel Konsumsi bahan bakar untuk truk di Indonesia Tahun (dalam kilo liter) No Provinsi Nangroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Kodya Batam Riau Daratan Sumatera Selatan Jambi Bengkulu Bangka Belitung Lampung Banten DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Tengah Gorontalo Sulawesi Utara Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara VI-28

212 Tabel Konsumsi bahan bakar untuk truk di Indonesia (lanjutan) Tahun (dalam kilo liter) No Provinsi Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Irianjaya Barat Papua (Irianjaya) Total Sumber : Ditjen Hubdat, Ditjen Migas 2009, (diolah konsultan 2010) Konsumsi Enegi Bahan Bakar untuk Sepeda Motor di Indonesia Moda angkutan sepeda motor di Indonesia mengalami kenaikan jumlah yang sangat signifikan, terutama pada kota-kota besar di Indonesia. Selain karena harganya yang murah sepeda motor juga memiliki body yang kecil sehingga lebih mudah untuk berpergian. Dengan semakin meningkatnya jumlah sepeda motor yang ada di Indonesia maka, jumlah energi yang dikonsumsi semakin meningkat. Konsumsi energi oleh sepeda motor merupakan konsumsi terbesar angkutan darat yang ada di Indonesia. Pada tahun 2009 konsumsi energi di Indonesia mencapai k/tahunl atau meningkat 3,96% dari tahun 2008 ( kl/tahun). Provinsi Jawa Timur merupakan daerah konsumsi enrgi yang terbesar, yaitu mencapai kl/tahun dan Provinsi Maluku Utara yang hanya mencapai 193 kl/tahun. Jumlah konsumsi enrgi untuk sepeda motor dapat dilihat pada Tabel Tabel 5.19 Konsumsi energi sepeda motor di Indonesia No Provinsi Tahun (dalam Kiilo liter) Nangroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Kodya Batam Riau Daratan Sumatera Selatan Jambi Bengkulu Bangka Belitung Lampung Banten DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah VI-29

213 Tabel 5.19 Konsumsi enrgi sepeda motor di Indonesia (lanjutan) Tahun (dalam Kiilo liter) No Provinsi DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Tengah Gorontalo Sulawesi Utara Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Irianjaya Barat Papua (Irianjaya) Total Sumber : Ditjen Hubdat, Ditjen Migas 2009, (diolah konsultan 2010) Intensitas Energi pada Moda Pribadi Moda pribadi merupakan moda yang dipergunakan sebagai sarana memenuhi kebutuhan pribadi. Moda pribadi yang dimaksud disini adalah mobil pribadi dan sepeda motor. Intensitas penggunaan moda pribadi cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan perkapita masing-masing masyarakat. Semakin tinggi pendapatannya semakin sering pula menggunakan moda pribadi. Dengan semakin tinggi tingkat penggunaan moda pribadi maka secara otomatis akan berakibat pada semakin tingginya intensitas keperluan energi. Untuk mengetahui intensitas energi penggunaan moda pribadi data yang diperlukan antara lain: - Tingkat pendapatan perkapita - Tingkat keseringan menggunakan moda pribadi - Jarak yang ditempuh dalam menggunakan moda pribadi - Jenis moda pribadi yang digunakan VI-30

214 Secara umum untuk memperoleh intensitas energi pada moda pribadi dapat dihitung adalah dengan cara: Intensitas energi moda pribadi = Konsumsi bahan bakar moda pribadi Jarak tempuh moda pribadi dalam 1 tahun Efisiensi Rata-rata Bahan Bakar pada Mobil Pribadi dan Truk Ringan di Indonesia Efisiensi penggunaan energi atau BBM adalah salah satu solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi krisis BBM yang terjadi di Indonesia. Penghematan ini harus dimulai sejak dini berawal dari hal-hal yang mungkin terlihat kecil seperti hemat listrik (mematikan computer, AC, dan barang-barang elektronik lain bila tidak dipakai), mengurangi frekuensi penggunaan kendaraan pribadi, dan lain sebagainya. Untuk pemerintah sendiri, salah satu solusi untuk krisis BBM ini ialah dengan membuat batasan-batasan yang berkaitan dengan pemakaian BBM, terutama untuk sektor transportasi, karena pada sektor ini penghematan akan sangat besar. Sayangnya, kebijakan penghematan di sektor ini belum terlihat. Rencana kenaikan PPn BM untuk mobil super mewah, tak akan banyak berarti, karena mobil seperti itu tidak banyak dipakai oleh pemilik, lagi pula jumlahnya sangat sedikit. Hal lain yang dapat dilakukan juga ialah pengharusan pemakaian Pertamax untuk mobil kelas cc ke atas, hal ini takkan memberatkan, karena pemilik mobil ber cc besar tersebut pada umumnya dari kalangan atas. Kebijakan semacam itu sangat dibutuhkan untuk menekan penghematan BBM. Penghematan energi juga dapat diterapkan pada penggunaan truk ringan. Penggunaan truk ringan akan lebih banyak mengeluarkan energi apabila tonase barang yang diangkut melebih dari yang disyaratkan, atau lebih sedikit dari yang disyaratkan. Oleh sebab itu untuk menghemat penggunaan energi dibidang angkutan barang terutama truk ringan salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan cara memperhitungkan jumlah barang yang akan diangkut apakah lebih efisien menggunakan truk ringan atau dengan truk yang lebih besar atau lebih kecil. Secara umum pemerintah telah berupaya membuat dua (2) strategi kebijakan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) antara lain yang pertama dengan efisiensi penggunaan bahan bakar minyak dan yang kedua dengan diversifikasi bahan bakar minyak. Dengan dua (2) strategi tersebut kemudian dilakukan beberapa cara antara lain: VI-31

215 1. Peningkatan penggunaan angkutan umum. Kebijakan ini dilakukan dengan cara pengembangan Angkutan Umum baik yang besifat reguler atau massal, peningkatan kualitas pelayanan Angkutan Umum dan tarif yang terjangkau; 2. Pengurangan kemacetan lalulintas. Kebijakan ini dilakukan dengan strategi pengurangan penggunaan kendaraan bermotor pribadi, mendorong penggunaan kendaraan tidak bermotor, penyuluhan dan penegakan hukum dan pengaturan lalulintas; 3. Teknologi kendaraan dengan strategi melaksanakan pengujian kendaraan pribadi, mendorong penggunaan kendaraan bermotor yang hemat BBM. Dari beberapa hal diatas untuk menghitung efisiensi rata-rata penggunaan BBM untuk kendaraan mobil pribadi dan truk ringan diperlukan data sebagai berikut: - Jarak tempuh kendaraan pribadi / truk ringan - BBM yang digunakan oleh kendaraan pribadi/truk ringan Jumlah penumpang / barang yang diangkut Intensitas Energi pada BUS Bus merupakan komponen transportasi yang penting dalam menyediakan kebutuhan mobilisasi masyarakat. Intensitas pengoperasian bus secara umum dipengaruhi oleh tingkat isian (load factor). Semakin tinggi tingkat isiannya semakin sering pula moda angkutan umum beroperasi. Dengan semakin sering moda angkutan umum beroperasi maka secara otomatis akan berakibat pada semakin tingginya intensitas keperluan energi. Untuk mengetahui intensitas energi angkutan umum maka diperlukan data sebagai berikut: - Tingkat okupansi (load factor) - Bahan bakar yang digunakan - Jarak yang ditempuh VI-32

216 5.4. STATISTIK ENERGI TRANSPORTASI LAUT Untuk mempercepat upaya pemulihan kembali perekonomian nasional, Indonesiamemerlukan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru. Sektor kelautan dan perikananmerupakan salah satu sumber yang bersifat comparative advantage sekaliguscompetitive advantage untuk menggerakkan perekonomian nasional. Prakiraan kebutuhan energi di sektor transportasi laut diproyeksikan berdasarkanintensitas energi per jenis armada laut yang mengkonsumsi energi.secara umum data yang diperlukan dalam memperkirakan jumlah energi yang dipergunakan oleh transportasi adalah: - Jumlah energi spesifik yang digunakan; - Jumlah kapal per jenis; - Jarak tempuh perjalanan suatu kapal. E TL = a.x 1 + b.x 2 + c.x 3 Dimana: E TL a,b,c X 1, X 2, X 3 X 1 X 2 X 3 = konsumsi energi transportasi laut = koefisien = variabel = konsumsi energi setiap satuan kapal, dalam kilometer/liter (km/liter) = jumlah kapal per jenis, dalam unit = jarak tempuh, dalam kilometer/tahun (km/tahun) Data tersebut belum tersedia diharapakan pada masa mendatang dapat disediakan data semacam itu untuk analisis konsumsi energi. Kebutuhan pasokan energi transportasi laut dipengaruhi oleh jumlah kapal operasional, jarak layanan, frekuensi pelayaran dan jumlah penumpang-barang terangkut. Untuk setiap kapal akan memberikan data yang berbeda, tergantung besaran mesin yang menunjang kapal tersebut. Pencarian formula sebaiknya melingkupi data tersebut yang terangkum dalam data series selama kurun waktu beberapa tahun, sehingga kebutuhan energi transportasi untuk moda laut dapat dibuat berdasarkan variabel-variabel yang terukur. Pada studi ini, kebutuhan energi moda laut dihitung berdasarkan pola hubungan antara jumlah kapal dengan pasokan energi nasional moda laut. VI-33

217 Tabel Konsumsi Bahan Bakar Moda Laut dan Jumlah Kapal Tahun Bahan Bakar (kiloliter/tahun) Jumlah Kapal (unit/tahun) Sumber : Kementerian ESDM, 2009 Hasil pencarian formula konsumsi bahan bakar selanjutnya dibuat dengan penggambaran grafik hubungan kedua variabel tersebut y = 117,13x + 1E+06 R 2 = 0, Gambar 5.2. Hubungan Konsumsi Bahan Bakar dengan Jumlah Kapal Berdasarkan gambar di atas, maka konsumsi bahan bakar moda laut adalah : E TL = 117,13 X dengan : E TL : Energi Transportasi Moda Laut (kiloliter) VI-34

218 X : Jumlah Kapal (unit) 5.5. STATISTIK ENERGI TRANSPORTASI UDARA Transportasi udara memiliki keunggulan kecepatan dari moda transportasi lain. Jenis transportasi ini dapat menjadi sarana transportasi untuk wisatawan, pengusaha, dan masyarakat.transportasi udara di Indonesia perlu dikelola sesuai standar keselamatan penerbangan internasional, dan interkoneksi dengan moda transportasi lainnya. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Direktorat Transportasi BAPPENAS,hasil yang telah dicapai dalam pembangunan transportasi udara tahun 2009, antara lain: 1. pengembangan 14 bandar udara pada daerah rawan bencana dan daerah perbatasan agar mampu melayani pesawat udara sejenis F-27 atau Hercules C-130; 2. rehabilitasi dan pemeliharaan fasilitas landasan m2, fasilitas terminal m2, fasilitas bangunan m2, dan fasilitas keselamatan penerbangan 77 paket; 3. pembangunan 15 bandara yang melayani penerbangan umum, di antaranya bandara Dobo, Saumlaki Baru, Seram Bagian Timur, Namniwel, Sam Ratulangi- Manado, Pengganti Dumatubun Langgur, Waghete Baru dan Muara Bungo, Bandara Internasional Minangkabau, Abdurahman Saleh Malang, Blimbingsari- Banyuwangi, Seko, Rampi, dan Hadinotonegoro Jember; 4. pembangunan bandara Medan Baru, Hasanuddin Makassar, Lombok Baru, serta terminal tiga Bandara Soekarno Hatta; 5. pembangunan dan peningkatan bandara di daerah perbatasan, terpencil, dan rawan bencana sebanyak 12 lokasi di Rembele, Silangit, Sibolga, Enggano, Rote, Ende, Naha, Manokwari, Sorong, Melongguane, Nunukan, dan Haliwen; serta (i) pemberian subsidi operasi angkutan udara perintis untuk 96 rute di 15 provinsi. Dalam kurun waktu , kinerja pelayanan transportasi udara terus mengalami peningkatan. Jumlah armada angkutan udara niaga berjadwal nasional yang beroperasi meningkat dari 214 unit menjadi 489 unit; jumlah penumpang pesawat 35nergy35e meningkat dari 28,8 juta orang menjadi 37,4 juta orang (29,8 persen); jumlah penumpang pesawat internasional meningkat dari 3,4 juta orang menjadi 3,9 juta orang (17,8 persen). Jumlah tersebut diperkirakan akan terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yang sampai dengan April 2009 jumlah penumpang 35nergy35e mencapai 41,1 juta orang dan penumpang internasional mencapai 4,5 juta orang, sedangkan angkutan barang sampai dengan April 2009 mencapai 372,1 ribu ton dan VI-35

219 angkutan barang internasional mencapai 46,7 ribu ton. Peningkatan jumlah penumpang baik 36nergy36e maupun internasional tersebut selaras dengan peningkatan jumlah wisatawan baik 36nergy36e maupun internasional. Jumlah wisatawan mancanegara mencapai 6,42 juta orang dengan devisa mencapai US$ 7,37 miliar. Dari total wisatawan mancanegara tersebut, 36nergy 67,5 persen menggunakan transportasi udara. Oleh karena itu, untuk menarik wisatawan mancanegara, selain promosi tempat daerah tujuan wisata dan jaminan keamanan di daerah tersebut, diperlukan adanya jaminan keselamatan penerbangan di wilayah udara Indonesia sesuai dengan standar keselamatan penerbangan Internasional yang telah ditetapkan oleh ICAO (International Civil Aviation Organization). Sumber: Departemen Perhubungan, 2009 (diolah) Gambar 5.3. Produksi angkutan penumpang udara dan target 2009 Sumber: Departemen Perhubungan, 2009 (diolah) Gambar 5.4. Produksi angkutan barang udara dan target 2009 VI-36

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN RENCANA KEGIATAN STRATEGIS PERHUBUNGAN DI BIDANG ENERGI

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN RENCANA KEGIATAN STRATEGIS PERHUBUNGAN DI BIDANG ENERGI KEMENTERIAN PERHUBUNGAN RENCANA KEGIATAN STRATEGIS PERHUBUNGAN DI BIDANG ENERGI Disampaikan pada : Forum Koordinasi Perencanaan Strategis Bidang Energi Lintas Sektor Yogyakarta, 13 Agustus 2015 Pendahuluan

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 23 DESEMBER 2014 METODOLOGI 1 ASUMSI DASAR Periode proyeksi 2013 2050 dimana tahun 2013 digunakan sebagai tahun dasar. Target pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan krisis Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia sudah mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan. Di satu sisi konsumsi masyarakat (demand) terus meningkat,

Lebih terperinci

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Pada tahun anggaran 2012, Badan Litbang Perhubungan telah menyelesaikan 368 studi yang terdiri dari 103 studi besar, 20 studi sedang dan 243 studi kecil. Perkembangan jumlah studi dari tahun 2008 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

ANALISIS MASALAH BBM

ANALISIS MASALAH BBM 1 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ANALISIS MASALAH BBM Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Jakarta,

Lebih terperinci

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS 3.1 Kerangka Pemodelan Kajian Outlook Energi Indonesia meliputi proyeksi kebutuhan energi dan penyediaan energi. Proyeksi kebutuhan energi jangka panjang dalam kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mencapai pola pengelolaan energi diperlukan perubahan manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini telah diketahui bahwa permintaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah hal yang sangat penting untuk menunjang pergerakan manusia dan barang, meningkatnya ekonomi suatu bangsa dipengaruhi oleh sistem transportasi yang

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI KALOR PADA INDUSTRI TAHU

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI KALOR PADA INDUSTRI TAHU TUGAS AKHIR ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI KALOR PADA INDUSTRI TAHU Disusun : HENDRO DWI SAPTONO NIM : D 200 050 116 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNUVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA MEI 2010 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia sedang dilanda krisis Energi terutama energi fosil seperti minyak, batubara dan lainnya yang sudah semakin habis tidak terkecuali Indonesia pun kena

Lebih terperinci

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Menteri Negara PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Jakarta, 27 April 2006 Permasalahan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

Sustainable Energy Research Centre, U. Transportasi Rendah Emisi

Sustainable Energy Research Centre, U. Transportasi Rendah Emisi Kebijakan dan Teknologi Transportasi Rendah Emisi ar Ambarita Konsumsi Energi Perbandingan Emisi Moda Transportasi 3.7% 6.3% Subsektor Udara Subsektor Darat Subsektor Air 90.0% Perkembangan Kenderaan

Lebih terperinci

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 Ana Rossika (15413034) Nayaka Angger (15413085) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Gas alam merupakan salah satu sumber daya energi dunia yang sangat penting untuk saat ini. Sebagian besar gas alam yang dijual di pasaran berupa sales gas (gas pipa)

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan Direktorat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Kereta api merupakan salah satu dari moda transportasi nasional yang ada sejak masa kolonial sampai dengan sekarang dan masa

Lebih terperinci

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB VIII PENUTUP

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP A. Kesimpulan 1) Dari hasil kajian dan analisis terhadap berbagai literatur dapat ditarik satu kesimpulan sebagai berikut : a) Ada beberapa definisi tentang angkutan massal namun salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobil merupakan suatu hal penting yang dianggap mampu membantu mempermudah hidup manusia. Untuk dapat dipergunakan sebagai mana fungsinya mobil menggunakan tenaga mesin

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas karunia-nya Buku Informasi Transportasi Kementerian Perhubungan 2012 ini dapat tersusun sesuai rencana. Buku Informasi Transportasi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL VISI: Terwujudnya pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional untuk mendukung pembangunan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013 KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013 I. SUBSIDI BBM TAHUN 2013 a. Subsidi BBM Dalam Undang-undang No.19 Tahun tentang APBN 2013, anggaran subsidi BBM dialokasikan sebesar

Lebih terperinci

UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS KELUAR DAERAH DAN DALAM DAERAH

UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS KELUAR DAERAH DAN DALAM DAERAH LAMPIRAN III TENTANG PERUBAHAN ATAS NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERJALANAN DINAS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA NO. TUJUAN UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang 1 BAB. I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Keinginan membangun jaringan Trans Sumatera dengan maksud memberdayakan sumber daya alam yang melimpah dimiliki oleh Sumatera utara dan Riau telah lama direncanakan.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi

Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi sedang, dan studi kecil yang dibiayai dengan anggaran pembangunan.

Lebih terperinci

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri Hubungi Kami (021) 3193 0108 (021) 3193 0109 (021) 3193 0070 (021) 3193 0102 marketing@cdmione.com www.cdmione.com A ngkutan barang memegang peranan penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan suatu

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN 63 BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN Pada bab IV ini akan disajikan secara berturut-turut mengenai analisa dan hasil penelitian meliputi : 4.1. Perekonomian Pulau Jawa saat ini 4.2. Pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya laju pertumbuhan perekonomian masyarakat Indonesia menyebabkan kebutuhan masyarakat juga semakin tinggi. Salah satunya adalah dalam bidang sarana transportasi.sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Iva Prasetyo Kusumaning Ayu, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Iva Prasetyo Kusumaning Ayu, FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan berlangsungnya pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional, maka transformasi struktural dalam perekonomian merupakan suatu proses yang tidak terhindarkan.

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI Disampaikan pada Dialog Energi Tahun 2017 Jakarta, 2 Maret 2017 1 Outline paparan I. Potensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam. Akan tetapi, sumberdaya alam yang melimpah ini belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI Indikator yang lazim digunakan untuk mendapatkan gambaran kondisi pemakaian energi suatu negara adalah intensitas energi terhadap penduduk (intensitas energi per kapita)

Lebih terperinci

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA 9 LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh beberapa kesimpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kemacetan lalu lintas

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 63/11/34/Th.XVIII, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 4,68 PERSEN, LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2006 TENTANG PENUGASAN KEPADA PT. PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) UNTUK MELAKUKAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK YANG MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA Pada bagian ini dibahas efisiensi energi dalam perekonomian Indonesia, yang rinci menjadi efisiensi energi menurut sektor. Disamping itu,

Lebih terperinci

KONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN. Disusun Oleh :

KONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN. Disusun Oleh : KONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN Disusun Oleh : Arianty Prasetiaty, S.Kom, M.S.E (Kasubid Transportasi, Manufaktur, Industri dan Jasa Bidang Inventarisasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan :

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan : BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan : 1. Berdasarkan proyeks permintaan energi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi Lampung, Indonesia. Berdasarkan Profil Penataan Ruang Kabupaten dan Kota Provinsi Lampung Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jaringan jalan memiliki fungsi yang sangat penting yaitu sebagai prasarana untuk memindahkan/transportasi orang dan barang, dan merupakan urat nadi untuk mendorong

Lebih terperinci

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan 3. Perspektif Wilayah dan Permintaan Perjalanan Masa Mendatang 3.1 Perspektif Wilayah Jabodetabek Masa Mendatang Jabodetabekpunjur 2018 merupakan konsolidasi rencana pengembangan tata ruang yang memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang sangat vital. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM mengambil peran di hampir semua

Lebih terperinci

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO Yonnet Hellian Kresna 1, *), Rachmat Boedisantoso 2)

Lebih terperinci

KERUSAKAN LINGKUNGAN YANG DIAKIBATKAN OLEH SUMBER TRANSPORTASI Iskandar Abubakar

KERUSAKAN LINGKUNGAN YANG DIAKIBATKAN OLEH SUMBER TRANSPORTASI Iskandar Abubakar KERUSAKAN LINGKUNGAN YANG DIAKIBATKAN OLEH SUMBER TRANSPORTASI Iskandar Abubakar 1. PENDAHULUAN Pencemaran udara terutama di kota kota besar telah menyebabkan menurunnya kualitas udara sehingga mengganggu

Lebih terperinci

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership)

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Emisi gas buang kendaraan bermotor : suatu eksperimen penggunaan bahan bakar minyak solar dan substitusi bahan bakar minyak solar-gas Achmad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dan teralokasi ke tingkat daerah. Keseimbangan antardaerah terutama dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dan teralokasi ke tingkat daerah. Keseimbangan antardaerah terutama dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian yang integral dalam pembangunan nasional, karena itu diharapkan bahwa hasil pembangunan akan dapat terdistribusi dan teralokasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional Perkeretaapian di Indonesia terus berkembang baik dalam prasarana jalan rel maupun sarana kereta apinya (Utomo,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat pada segala aspek kehidupan. Sektor ekonomi, sosial, budaya, politik, dan pertahanan keamanan tidak

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang di

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang di LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.300, 2014 SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5609) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Peran kereta api dalam tataran transportasi nasional telah disebutkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 43 Tahun 2011

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

PERATU WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RAN WAOGYAKARTA 016 PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG

PERATU WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RAN WAOGYAKARTA 016 PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG PERATU WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RAN WAOGYAKARTA 016 PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 50 TAHUN 2015

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Pertumbuhan Ekonomi DIY Triwulan III-2017 No. 63/11/Th.XIX, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pertumbuhan Ekonomi DIY Triwulan III-2017 EKONOMI DIY TRIWULAN III-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki cadangan gas yang cukup besar dan diperkirakan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi hingga 59 tahun mendatang (ESDM, 2014). Menurut Kompas

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 89 TAHUN 2012 TENTANG STANDARISASI HARGA BARANG DAN JASA PADA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007).

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia modern, bahkan akan terus meningkat akibat semakin banyaknya populasi penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi mempunyai peranan yang sangat penting bagi sebuah bangsa. Beberapa peranan strategis energi antara lain sumber penerimaan negara, bahan bakar dan bahan baku

Lebih terperinci

PELUANG PANAS BUMI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DALAM PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK NASIONAL

PELUANG PANAS BUMI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DALAM PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK NASIONAL PELUANG PANAS BUMI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DALAM PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK NASIONAL OLEH : SUGIHARTO HARSOPRAYITNO, MSc DIREKTUR PEMBINAAN PENGUSAHAAN PANAS BUMI DAN PENGELOLAAN AIR TANAH DIREKTORAT

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 12/02/52/Th.X, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT PADA TRIWULAN IV 2015 TUMBUH 11,98 PERSEN Sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi dari 33 provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa Yogyakarta di

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN Agus Sugiyono Bidang Perencanaan Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Gedung BPPT II, Lantai 20, Jl. M.H. Thamrin

Lebih terperinci

Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut.

Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut. Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut. A. KEGIATAN POKOK 1. Studi Besar a. Sektoral/Sekretariat 1) Studi Kelayakan

Lebih terperinci

2012, No

2012, No 2012, No.163 12 LAMPIRAN I FASILITAS TRANSPORT NO ESELON, PANGKAT/GOL PERJALANAN DINAS PESAWAT UDARA MODA TRANSPORTASI KAPAL LAUT KERETA API LAINNYA 1 2 3 4 5 6 7 1. Eselon I B Bisnis Kelas I B 2. Eselon

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Transportasi sebagai urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi merupakan suatu

Lebih terperinci

DRS. PETRUS SUMARSONO, MA - JFP MADYA DIREKTORAT TRANSPORTASI. Rakornis Perhubungan Darat 2013 Surabaya, 3 Oktober 2013

DRS. PETRUS SUMARSONO, MA - JFP MADYA DIREKTORAT TRANSPORTASI. Rakornis Perhubungan Darat 2013 Surabaya, 3 Oktober 2013 DRS. PETRUS SUMARSONO, MA - JFP MADYA DIREKTORAT TRANSPORTASI Rakornis Perhubungan Darat 2013 Surabaya, 3 Oktober 2013 OUTLINE Kendala dan Tantangan Pembangunan Perhubungan Darat Peningkatan Sinergitas,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2006 TENTANG PENUGASAN KEPADA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) UNTUK MELAKUKAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK YANG MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi memiliki peran penting bagi kehidupan masyarakat baik dalam bidang ekonomi, sosial budaya, dan sosial politik, sehingga transportasi menjadi urat nadi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN Agus Sugiyono Bidang Perencanaan Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Gedung BPPT II, Lantai 20, Jl. M.H. Thamrin

Lebih terperinci

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA RENCANA AKSI PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) By: TIM P2RUED-P Pedoman Penyusunan dan Petunjuk Teknis RUED Penjelasan Pokok-Pokok

Lebih terperinci

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan. S ensus Penduduk, merupakan bagian terpadu dari upaya kita bersama untuk mewujudkan visi besar pembangunan 2010-2014 yakni, Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Data AMDK tahun 2011 Gambar 1.1 Grafik volume konsumsi air minum berdasarkan tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Data AMDK tahun 2011 Gambar 1.1 Grafik volume konsumsi air minum berdasarkan tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Jakarta sebagai metropolitan dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat menghasilkan permasalahan mendasar yang pelik dan salah satunya adalah ketersediaan

Lebih terperinci

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KEBIJAKAN KONVERSI BAHAN BAKAR GAS UNTUK KENDARAAN BERMOTOR

KEBIJAKAN KONVERSI BAHAN BAKAR GAS UNTUK KENDARAAN BERMOTOR SEMINAR KONVERSI BBG UNTUK KENDARAAN BERMOTOR LEMBAGA PENGEMBANGAN INOVASI DAN KEWIRAUSAHAAN ITB Bandung, 23 Februari 2012 KEBIJAKAN KONVERSI BAHAN BAKAR GAS UNTUK KENDARAAN BERMOTOR Dr. Retno Gumilang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/05/18/Th.XVII, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 EKONOMI LAMPUNG TUMBUH 5,05 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN I-2015 Perekonomian Lampung triwulan I-2016

Lebih terperinci

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 1 Pendahuluan Energi Primer Kelistrikan 3 Energy Resources Proven Reserve Coal 21,131.84 million tons Oil Natural Gas (as of 2010) 3,70

Lebih terperinci

B A B 1 P E N D A H U L U A N. bernama Pelabuhan Panjang yang merupakan salah satu Pelabuhan Laut kelas

B A B 1 P E N D A H U L U A N. bernama Pelabuhan Panjang yang merupakan salah satu Pelabuhan Laut kelas 1 B A B 1 P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Provinsi Lampung sebagai gerbang pulau Sumatra memiliki pelabuhan yang bernama Pelabuhan Panjang yang merupakan salah satu Pelabuhan Laut kelas 1 yang

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh No.1368, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Hasil Pemetaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG HASIL PEMETAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG

Lebih terperinci

PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) Oleh Ir. EDDY SAPUTRA SALIM, M.Si Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Utara PADA ACARA SOSIALISASI RENCANA UMUM

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

LEAP MANUAL PENYUSUNAN DATA BACKGROUND STUDY RPJMN TAHUN LONG-RANGE ENERGY ALTERNATIVES PLANNING SYSTEM

LEAP MANUAL PENYUSUNAN DATA BACKGROUND STUDY RPJMN TAHUN LONG-RANGE ENERGY ALTERNATIVES PLANNING SYSTEM LEAP LONG-RANGE ENERGY ALTERNATIVES PLANNING SYSTEM MANUAL PENYUSUNAN DATA BACKGROUND STUDY RPJMN TAHUN 2015-2019 Direktorat Sumber Daya Energi, Mineral dan Pertambangan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Lebih terperinci

ANALISIS ANGKUTAN KERETA API DAN IMPLIKASINYA PADA BUMN PERKERETAAPIAN INDONESIA

ANALISIS ANGKUTAN KERETA API DAN IMPLIKASINYA PADA BUMN PERKERETAAPIAN INDONESIA ANALISIS ANGKUTAN KERETA API DAN IMPLIKASINYA PADA BUMN PERKERETAAPIAN INDONESIA Biro Riset LM FEUI Operator angkutan kereta api di Indonesia saat ini dilakukan oleh BUMN Perkeretaapian, yaitu PT. Kereta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN Energi merupakan penggerak utama roda perekonomian nasional. Konsumsi energi terus meningkat mengikuti permintaan berbagai sektor pembangunan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/02/18 Tahun XVIII, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016 EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016 TUMBUH 5,15 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TAHUN SEBELUMNYA Perekonomian Lampung

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KOTA SURABAYA

Lebih terperinci

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara Pendahuluan Program Low Cost Green Car (LCGC) merupakan program pengadaan mobil ramah lingkungan yang diproyeksikan memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 01 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 01 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBL.lK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 01 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan minyak bumi yang semakin menipis diakibatkan sumber daya alam ini tidak dapat diperbaharui dan juga diakibatkan jumlah penduduk di dunia yang meningkat.

Lebih terperinci