EVALUASI FUNGSI KONTINENSIA PASCA POSTERIOR SAGITTAL ANORECTOPLASTY (PSARP) TESIS. dr. Rico Darmayanto Simorangkir

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI FUNGSI KONTINENSIA PASCA POSTERIOR SAGITTAL ANORECTOPLASTY (PSARP) TESIS. dr. Rico Darmayanto Simorangkir"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA EVALUASI FUNGSI KONTINENSIA PASCA POSTERIOR SAGITTAL ANORECTOPLASTY (PSARP) TESIS dr. Rico Darmayanto Simorangkir Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 Departemen Bedah FKUI-RSCM Jakarta, April 2014

2 UNIVERSITAS INDONESIA EVALUASI FUNGSI KONTINENSIA PASCA POSTERIOR SAGITTAL ANORECTOPLASTY (PSARP) TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar spesialis bedah dr. Rico Darmayanto Simorangkir Pembimbing : dr. Sastiono, SpB, SpBA dr. Aria Kekalih, MTI Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 Departemen Bedah FKUI-RSCM Jakarta, April 2014

3

4

5 KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar spesialis bedah Jurusan Ilmu bedah pada Fakultas Kedokteran. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, mulai masa studi hingga pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.oleh karena itu, saya mengucapkan terimakasih kepada: (1) dr. Sastiono, SpB, SpBA selaku pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini; (2) dr. Aria Kekalih, MTI, selaku dosen pembimbing statistik yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam menyusun tesis ini; (3) DR. dr. Toar J.M. Lalisang, SpB (K) BD selaku Kepala Departemen Ilmu Bedah; (4) dr. Riana P.Tamba,SpB, SpBA, selaku Ketua Program Studi Ilmu Bedah, para staff pengajar di lingkungan FKUI-RSCM dan rumah sakit jejaring; (5) Dr. dr. Yefta Moenadjat, SpBP (K), selaku Koordinator Penelitian Departemen Ilmu Bedah; (6) Pihak-pihak di RSCM yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan; (7) Para pasien yang mau memberikan kesempatan belajar, kalianlah guru-guru saya yang sesungguhnya; (8) Orang tua, mertua, istriku Rima dan anak-anakku Ariel, Azel dan Aleeandra yang selalu mendoakan memberikan bantuan dukungan material dan moral dalam keadaan apapun; (9) Teman-teman seperjuanganku dr. Aseane Femelia, dr. Marethania Maheranny, dr, Syarif Mustika, semua teman residen bedah periode Januari 2008, para iv

6 sahabat-sahabat berikut, dr. Febiansyah, dr. Bonauli, dr. Okian, dr. Kshetra, dr. Dorothy, dr. Danny yang menjadi tempat berbagi suka dan duka bersama; (10) Para konsulen yang sering menjadi teman diskusi dan selalu memberi motivasi dr. Wifanto, SpB (K) BD, dr. A. Yani, SpB, SpBA, dr. Iskandar, SpB, SpBA, dr. Wuryantoro, SpB, SpBTKV, para senior yang sering saya repotkan baik untuk bertanya ataupun dimintakan bantuannya dr. Adianto, SpB (K) BD dan dr. Gunawan, SpB serta para junior dr. Eko Ristiyanto, dr. Dogma, dr. Okta, dr. Liberty, dr. Wulan, dr. Fransisca, dr. Vania yang banyak menyediakan waktu, dukungan, masukan maupun kritikan; (11) Tidak lupa saya ucapkan terimakasih pada dr. Sumanto, dr. Ganesha, dr. Novi Kurnia, dr. Aris serta pihak staff penelitian ilmu bedah mbak Dina, sekretaris divisi Bedah Anak bu Narti, dan sekretaris Kepala Departemen Ilmu Bedah mbak Ratih Jitowijaya yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini. Dan banyak nama-nama lain yang saya tidak sebutkan satu-satu. Akhir kata, saya berharaptuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi para pasien dan pengembangan ilmu bedah, khususnya ilmu bedah anak. Jakarta, 30 April 2014 Penulis v

7

8 ABSTRAK Nama : dr. Rico Darmayanto Simorangkir Program Studi : IlmuBedah Judul : EVALUASI FUNGSI KONTINENSIA PASCA POSTERIOR SAGITTAL ANORECTOPLASTY (PSARP) EVALUASI FUNGSI KONTINENSIA PASCA POSTERIOR SAGITTAL ANORECTOPLASTY (PSARP) Abstrak Latar Belakang : Sejak diperkenalkan oleh Pena dan devries, posterior sagittal anorectoplasty (PSARP) telah menjadi operasi standar pada tatalaksanan malformasi anorektal. Masalah kontinensia merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kualitas hidup pasien-pasien malformasi anorektal. Saat ini tidak ditemukan kepustakaan Indonesia yang melakukan studi evaluasi fungsi kontinensia pasca tindakan PSARP dan kaitannya dengan usia saat operasi. Metode: Dilakukan penelitian cross sectional pada 40 pasien pasca PSARP di RSCM pada periode 1 Januari Desember Evaluasi fungsi kontinensia pasca PSARP menggunakan skoring Rintala dan uji statistik menggunakan SPSS 20. Hasil: Dari 40 pasien, 28 (70%) pasien perempuan dengan 26 pasien dengan fistel (17 rektovestibuler, 6 perineal, 2 rektovagina dan 1 kloaka. Pada pasien laki-laki 9 dengan fistel (7 rektouretra dan 2 perineal). Pada evaluasi kontinensia dengan skor Rintala didapatkan 47,5% pasien dengan kontinensia normal, dimana 73,7% diantaranya adalah pasien atresia ani letak rendah. Rata-rata Functional Outcome Score (FOS) adalah 16,17. Kesimpulan: Pasien PSARP di RSCM memiliki kemungkinan untuk mendapat fungsi kontinensia yang lebih baik. Tidak ada hubungan yang bermakna antara usia saat operasi dengan hasil kontinensia pasien. Keyword : PSARP, skoring Rintala, kontinensia. vii

9 EVALUATION OF CONTINENCE FUNCTION AFTER POSTERIOR SAGITTAL ANORECTOPLASTY (PSARP) Abstract Background: Since introduced by Pena and devries, posterior sagittal anorectoplasty (PSARP) has became standard operation for management of anorektal malformation. Continens problem is the one of factors that impact the quality of life who had anorektal malformations. Until now, there is no discovered about references in Indonesia which is doing evaluation study about continence function after PSRAP operation and the correlation between age at procedure and continence result. Method: The study used cross sectional study in 40 patients who had post PSRAP operation in RSCM from 1 January Desember Performing evaluation of continence function of after PSRAP Operation was using the Rintala score and the statistic test was using SPSS 20. Result: from 40 patients, there were 28 (70%) female patients with 26 patients had fistula (17 rectovestibular, 6 perineal, 2 rectovagina and 1 cloaca). In 9 male patients had fistula (7 rectouretra, 2 perineal). Based on evaluation of continens with using the Rintala score, there is 45,% patients with normal continens, which is 73,7% is the patient who had atresia ani low location. The average of Functional Outcome Score (FOS) is Conclusion: Patients who had PSRAP Operation in RSCM has probability to get better continence function. There is no significant correlation between age at operation and continence. Keyword: PSRAP, Rintala score, continence viii

10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... vi ABSTRAK... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xii 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Pertanyaan Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Bagi Pasien dan Pelayanan Bagi Bidang Keilmuan Bagi Pengembangan Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Insiden Klasifikasi Anatomi dan Patofisiologi Kontinensia Mekanisme Sfingter Sensasi dan Propriosepsi Motilitas Kolon dan Rektosigmoid Mekanisme Terjadinya Kontinensia dan Defekasi Patofisiologi Inkontinensia Rekosntruksi Anorektal Penilaian Fungsi Pasca Rekonstruksi Rekosntruksi Anorektal Kerangka Konsep Kerangka Teori Kerangka Konsep Definisi Operasional Hipotesis ix

11 4. Metodologi Jenis Penelitian Populasi dan Sampel Populasi Kriteria Inklusi dan Eksklusi Sampel Cara Pengambilan Sampel Besar Sampel Metode Pengumpulan Data Instrumen Sumber Data Cara Pengumpulan Data Rencana Analisis Data Alur Penelitian Hasil Diskusi Penutup Simpulan Saran Daftar Pustaka x

12 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Diagram dari otot-otot ekstrinsik kanalis anal... 7 Gambar 2.2. Mekanisme kerja sfingter... 9 Gambar 3.1. Kerangka Konsep Gambar 4.1 Alur Penelitian Gambar 5.1. Scatter plot hubungan usia saat operasi dengan skor Rintala sebelum usia 24 bulan xi

13 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Klasifikasi Malformasi Anorektal Menurut Wingspread... 5 Tabel 2.2 Klasifikasi Pena... 5 Tabel 2.3 Malformasi Anorektal Klasifikasi Diagnostik Krickenbeck... 6 Tabel 2.4 Metode Kelly untuk Menilai Kontinensia Fekal Tabel 2.5 Sistem Skoring Rintala Tabel 2.6 Klasifikasi Krickenbeck untuk Hasil Fungsional Pasca Operasi Tabel 4.1 Kriteria inklusi dan eksklusi Tabel 4.2 Parameter Pengukuran Variabel Terikat Tabel 4.3 Parameter Pengukuran Variabel Independen Tabel 5.1 Gambaran Umum Responden yang Masuk dalam Penelitian Tabel 5.2 Analisa Korelasi Usia saat Prosedur PSARP dengan Skor Rintala 25 xii

14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Malformasi anorektal merupakan anomali kongenital yang cukup sering ditemukan, dengan insiden 1:3.500 sampai 1:5.000 kelahiran hidup. 1-5 Anomali lain seperti kelainan urogenital sering ikut serta dalam malformasi anorectal. Defek yang ditimbulkan mulai dari bentuk minor dengan prognosis baik hingga defek kompleks dengan prognosis buruk 1,2,5,6. Sejak diperkenalkan tahun 1982 oleh Pena dan devries, tatalaksana malformasi anorektal secara universal menggunakan posterior sagittal anorectoplasty (PSARP) sebagai operasi standar 1,5,7,8. PSARP memudahkan paparan kompleks otot-otot sfingter ani lebih baik melalui insisi di bagian posterior dari garis tengah, sehingga rektum yang baru dapat diletakkan di tempat yang tepat 5,6,9. Pasca diperkenalkannya PSARP, hasil operasi secara anatomis dan fungsional lebih baik dibandingkan teknik sebelumnya, namun pengendalian defekasi secara normal masih tidak dapat dilakukan oleh banyak pasien 8. Masalah tersering dan merupakan konsekuensi dari anak yang lahir dengan malformasi anorektal adalah masalah kontinensia 10. Evaluasi hasil secara fungsional pasca perbaikan malformasi anorektal masih banyak terkendala karena kerancuan klasifikasi dan metode penilaian kontinensiasecara universal 1. Goyal, dkk (2006) melakukan penelitian fungsional pasca operasi malformasi anorektal dengan menggunakan sistem skoring Rintala 1. Pada penelitian tersebut functional outcome score (FOS) rata-rata adalah 13,7 pada pasien laki laki dan 14 pada pasien perempuan. FOS memburuk secara progresif seiring dengan beratnya malformasi anorektal 1. 1

15 2 Masalah inkontinensia cenderung lebih buruk pada pasien dengan malformasi anorektal letak tinggi. Namun hal ini tidak berlaku untuk masalah konstipasi yang menjadi masalah pada seluruh jenis malformasi anorektal 10. Hingga saat ini penulis tidak menemukan data tentang evaluasi fungsi kontinensia yang dilakukan di Indonesia. Dengan perkiraan tindakan PSARP pertahun di RSCM sekitar pasien, maka rasanya perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui fungsi kontinensia pasca tindakan PSARP. Penulis juga ingin mengetahui apakah usia saat prosedur PSARP memengaruhi hasil kontinensia RUMUSAN MASALAH Masalah kontinensia merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kualitas hidup pasien-pasien malformasi anorektal. Namun hingga saat ini tidak ditemukan kepustakaan Indonesia yang melakukan studi evaluasi fungsi kontinensia pasca tindakan PSARP. Juga belum ada yang mengaitkan data usia saat operasi dengan fungsi kontinensia pasca PSARP PERTANYAAN PENELITIAN Bagaimana sebaran fungsi kontinensia pasien pasca PSARP di RSCM? Apakah ada hubungan usia saat operasi dengan fungsi kontinensia pasca PSARP? 1.4. TUJUAN PENELITIAN Diketahuinya sebaran fungsi kontinensia pasien pasca PSARP di RSCM. Diketahuinya hubungan usia saat operasi dengan fungsi kontinensia pasca PSARP.

16 MANFAAT PENELITIAN Bagi Pasien dan Pelayanan Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai pelayanan PSARP dan dapat menjadi masukan untuk peningkatan pelayanan bedah bagi pasien pasca PSARP Divisi Bedah Anak RSCM Bagi Bidang Keilmuan Untuk bidang Ilmu Bedah, dari penelitian ini dapat diketahui sebaran fungsi kontinensia pasien pasca PSARP di RSCM dan hubungan usia saat operasi dengan fungsi kontinensia pasca PSARP Bagi Pengembangan Penelitian Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber literatur bagi penelitianpenelitian berikutnya.

17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SEJARAH Upaya untuk menangani malformasi anorektal sudah lama dilakukan. Kolostomi inguinal pertama kali dilaporkan pada tahun 1783, kemudian pada tahun 1835 berhasil dilakukan prosedur anoplasti yang pertama. Pada pertengahan tahun 1900an, berkembang prosedur abdominoperineal satu tahap dengan reseksi rektosigmoid. 4,5,11 Sejak diperkenalkan Pena dan devries pada tahun 1982, tatalaksana malformasi anorektal menggunakan posterior sagittal anorectoplasty (PSARP) telah menjadi standar. 1,5,7,8,12 PSARP mengekspos kompleks otot-otot sfingter ani dengan lebih baik melalui insisi posterior di garis tengah, sehingga rektum baru dapat diposisikan di tempat yang tepat dengan bantuan stimulator otot. 3,5,6,9,12 Hasil operasi secara anatomi dan fungsional lebih baik daripada teknik sebelumnya, namun kendali defekasi normal masih belum dapat dicapai oleh banyak pasien INSIDEN Malformasi anorektal merupakan anomali kongenital yang cukup sering ditemukan, dengan insiden 1: kelahiran hidup. 1-5 Faktor predisposi termasuk faktor genetik (dengan atresia ani sebagai bagian dari suatu sindrom).atresia ani lebih banyak ditemukan pada pasien laki-laki, dengan temuan tersering fistel rektouretra. Sedangkan pada pasien wanita yang tersering adalah fistel rektovestibuler. 4,11 4

18 KLASIFIKASI Klasifikasi yang umum dipakai adalah Wingspread (1984) International Classification for Anorectal Malformation dan klasifikasi menurut Krickenbeck. 7 Klasifikasi menurut Wingspread (1984) membagi kelainan letak tinggi, intermediate, dan rendah berdasarkan letak ujung rektum dengan levator ani dengan memisahkan kategori laki-laki dan perempuan (tabel 2.1). 2,3 Tabel 2.1. Klasifikasi malformasi anorektal menurut Wingspread (1984) Perempuan Laki laki Letak Tinggi Agenesisanorectal a. Fistel rektovagina b. Tanpa fistel Atresia rekti Agenesis anorectal a. Fistel uretra rektoprostat b. Tanpa fistel Atresia rekti Letak Intermediate Fistel rektovestibuler Fistel rektovagina Agenesis anus tanpa fistel Fistel uretra rektobulbar Agensis anus tanpa fistel Letak Rendah Fistel anovestibuler Fistel anokutan Stenosis ani Fistel anokutan Stenosis ani Kloaka Kloaka Malforasi Jarang Malformasi jarang Malformasi jarang Di ambil dari Hassett S, et al. 10-Year outcome of children born with anorectal malformation, treated by posterior sagittal anorectoplasty,assessed according to the Krickenbeck classification. Journal of Pediatric Surgery 2009;44: Dengan pengalaman dari PSARP, Pena (1995) membuat klasifikasi berdasarkan posisi dan ada tidaknya fistel (tabel 2.2). 2,6 Tabel 2.2. Klasifikasi Pena Laki laki Fistel perineal Fistel rektouretra a. Bulbar b. Prostatik Fistel rektovesika Perempuan Fistel perineal Fistel vestibular Kloaka persisten common channel <3 cm cm common channel >3 Tanpa fistel Atresia rekti Tanpa fistel Atresia rekti Diambil dari kepustakaan nomor Levitt MA, Peña A. Anorectal malformations. Orphanet Journal of Rare Diseases 2007;2:

19 6 Karena banyak variasi dalam penilaian hasil fungsional dari tatalaksana malformasi anorektal, sebuah International Workshop mengeluarkan klasifikasi Krickenbeck yang terdiri atas kategori diagnostik, prosedur dan hasil (tabel 2.3). 2 Tabel 2.3. Malformasi anorectal klasifikasi diagnostik Krickenbeck Major clinical group Rare regional variants Fistel perineal Pouch kolon Fistel rektouretra Atresia/stenosis rekti a. Bulbar Fistel rektovaginal b. Prostatik H fistula Fistel rektovesika Lain-lain Fistel vestibuler Kloaka Tanpa fistel Stenosis ani Diambil dari kepustakaan nomor Hassett S, et al. 10-Year outcome of children born with anorectal malformation, treated by posterior sagittal anorectoplasty,assessed according to the Krickenbeck classification. Journal of Pediatric Surgery 2009;44: ANATOMI DAN PATOFISIOLOGI KONTINENSIA MEKANISME SFINGTER Kontinensia diperankan oleh struktur-struktur otot pada dasar panggul, yang terdiri dari dua komponen yakni otot levator ani dan otot koksigeus (Gambar 2.1). Otot-otot yang termasuk sebagai kelompok levator ani terdiri atas otot puborektalis, pubokoksigeus dan ileokoksigeus.selain kedua komponen otot tersebut, terdapat juga kanalis anal yang dikelilingi oleh otot sfingter interna dan eksterna. Sfingter ani interna merupakan suatu penebalan dari lapisan otot polos yang secara sirkuler mengelilingi kolon yang dipisahkan oleh septa-septa yang besar. 13

20 7 Gambar 2.1. Diagram dari otot-otot ekstrinsik kanalis anal 1, Coccyx. 2, Pubis. 3, Levator ani muscle. 4, Puborektalis muscle. 5, Deep external sfingter. 6, Superficial external sfingter. 7, Subcutaneousexternal sfingter. 8, Anococcygeal ligament. 9, Anal verge. 10, Rektum. Diambil dari Skandalakis JE, Colborn GL, Weidman TA, et al. Large Intestine and Anorektum In: Skandalakis JE, ed. Skandalakis' Surgical Anatomy Sfingter ani eksterna tersusun atas 3 loop yang terdiri loop atas, intermediate dan dasar. Tiap loop memiliki tempat perlekatannya sendiri dan arah serabut dan persarafan sendiri. 14 Seluruh kelompok otot yang bekerja dalam mekanisme sfingter dipersarafi oleh nervus pudendus yang berasal dari pleksus sakralis S 2 -S 4, baik secara motorik pada otot lurik maupun sensorik pada kulit disekitar anus maupun kanalis anal dan secara otonom melalui nervus erigentes. 5 Pada pendekatan posterosagital, otot-otot levator tampak sebagai serat otot lurik yang tersusun vertikal sampai anal dimple. Stimulasi listrik pada muscle complex mengangkat anus dan stimulasi pada serat yang mengarah parasagital akan menutup anus. Anak dengan malformasi anorektal mengalami variasi pertumbuhan otot lurik tersebut, mulai dari yang pertumbuhannya normal hingga yang hampir tidak berkembang sama sekali. 5 Umumnya pasien dengan malformasi letak rendah masih memiliki refleks relaksasi rektoanal, sedang pada pasien dengan malformasi letak tinggi jarang. Insiden konstipasi pasca prosedur PSARP dilaporkan 10-73%, dan tampak lebih sering timbul ketika teknik preservasi sfingter interna digunakan. 7

21 SENSASI DAN PROPRIOSEPSI Jalur perjalanan serabut parasimpatis pada kolon memiliki komponen excitatory dan inhibitory. Jalur excitatory memainkan peran penting dalam aktifitas propulsi kolon, terutama saat defekasi. Jalur inhibitory memungkinkan adaptasi kolon terhadap isi, dan memediasi relaksasi kolon di proksimal dari bolus fekal. 13 Kanalis anal berespon terhadap distensi dan stimulasi gaya regang proksimaldistal dari mukosa karena terdapat banyak ujung saraf sehingga area ini sensitif terhadap sentuhan ringan, nyeri, perubahan suhu. 13 Respon kontraktilitas rektum membutuhkan kemampuan untuk menilai atau merasakan adanya feses dalam rektum atau kanalis anal. Sfingter ani juga dapat mengalami relaksasi secara independen terhadap distensi rektal, yang memungkinkan epitel pada anus menilai apakah isi dari rektum gas, cair ataupun kotoran padat. 13 Mekanisme diatas menggarisbawahi bahwa defekasi merupakan suatu proses terintegrasi dari propriosepsi MOTILITAS KOLON DAN REKTOSIGMOID Relaksasi anus yang diawali oleh distensi rektaldimediasi oleh saraf intrinsik. Refleks ini tidak ditemukan pada pasien dengan penyakit Hirschprung s. Saraf ekstrinsik tidak berperan pada refleks ini, namun persarafan ekstrinsik dapat memodulasi refleks ini. 13 (Gambar 2.2.)

22 9 A B C D Gambar 2.2. Mekanisme kerja sfingter. A.Saat istirahat, B. Saat defekasi, C. Saat sfingter ani eksterna di kontraksikan menyebabkan kegagalan kontraksi otot detrusor,d. Refleks relaksasi detrusor setelah voluntary inhibitor reflex Diambil dari Skandalakis JE, Colborn GL, Weidman TA, et al. Large Intestine and Anorektum In: Skandalakis JE, ed. Skandalakis' Surgical Anatomy Anak dengan malformasi anorektal memiliki berbagai spektrum gangguan motilitas rektosigmoid. Pasien malformasi anorektal yang menjalani operasi dimana rektosigmoid dipertahankan, umumnya mengalami konstipasi. Hal ini mungkin karena hipomotilitas area rektosigmoid pada pasien malformasi anorektal, oleh karena itu konstipasi lebih sering timbul pada pasien atresia ani letak rendah, sedang pada anak atresia ani yang kehilangan rektosigmoid akan mengalami hal yang sebaliknya MEKANISME TERJADINYA KONTINENSIA DAN DEFEKASI Mekanisme untuk kontinensia tergantung dari faktor anatomi (pelvic barrier, rectal curvature, transverse rektal folds), sensasi rekto-anal, dan rektal compliance. Kontinensia merupakan fungsi gabungan dari sfingter ani eksterna dan interna. Sfingter ani eksterna bertanggung jawab dalam kontinensia secara volunter, dan sfingterani interna secara involunter. Saat terjadi relaksasi sfingter akibat distensi rektum, isi dari rektum akan terpapar di epitel anus yang memiliki reseptor untuk menilai apakan isi dari rektum gas, cair ataupun kotoran padat. Saat itu akan

23 10 diputuskan apakah akan mengeluarkan atau menahan isi rektum. Jika dirasa proses defekasi kurang nyaman, maka proses tersebut dapat ditunda, respon kontraktilitas rektum terhadap distensi kemudian menghilang saat rektum mengalami akomodasi. Mekanisme diatas menggarisbawahi bahwa defekasi merupakan suatu proses terintegrasi dari refleks somato-viseral PATOFISIOLOGI INKONTINENSIA Kemampuan mengendalikan defekasi dipengaruhi mekanisme sfingter yang baik, kemapuan untuk menampung dan menahan massa feses, volume dan konsistensi fekal, motilitas kolon, integritas struktur dasar panggul, kesadaran kortikal, fungsi kognitif, mobilitas dan kemampuan mencapai tempat defekasi. Defekasi yang normal merupakan suatu proses integrasi respon somato-visceral, yang melibatkan fungsi koordinasi dari kolo-rekto-anal. Inkontinensia timbul manakala satu atau lebih dari mekanisme tersebut terganggu dan tidak dapat dikompensasi tubuh.aspek-aspek lain yang juga berperan adalah konsistensi dan volume fekal, waktu transit kolon, komplians dan sensasi rektal, sensasi anorektal dan refleks anorektal. Pada pasien malformasi anorektal, hal-hal tersebut terganggu 4.Secara umum faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi disfungsi supra sfingter dan disfungsi sfingter REKONSTRUKSI ANOREKTAL Pada pemeriksaan awal pasien dengan malformasi anorektal, inspeksi lengkap pada perineum harus dilakukan untuk mencari adanya fistel dan memastikan jenis malformasi. Keputusan untuk melakukan kolostomi sebaiknya ditunda setelah 24 jam, karena dibutuhkan tekanan intraluminal yang cukup untuk memaksa mekonium keluar melalui fistula dan memberi informasi letak fistula. 4

24 11 Pemeriksaan radiologi baru dilakukan setelah anak berusia 24 jam. Selama masa observasi tersebut, hal-hal yang dapat membahayakan pasien harus diatasi terlebih dahulu. Juga dilakukan pemeriksaan untuk melihat ada tidaknya kelainan kongenital lain dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi tulang belakang, dan ultrasonografi abdomen. Endoskopi dilakukan pada pasien dengan kloaka untuk memastikan anatomi dan panjangnya common channel, agar dapat membantu perencanaan operasi definitif. 4 Jika pasien dengan fistel perineal, dapat segera dilakukan anoplasti tanpa kolostomi pelindung, jika setelah 24 jam tidak juga ditemukan adanya mekonium, maka dilakukan pemeriksaan radiologis cross table untuk memastikan letak rektum. Pemilihan tindakan anoplasti primer atau didahului kolostomi tergantung pada kemampuan dan pengalaman dari ahli bedah. Jika dilakukan kolostomi terlebih dahulu, maka tindakan definitif dapat dilakukan 1-3 bulan kemudian. Melakukan tindakan definitif pada usia 1-3 bulan memiliki keuntungan besar bagi pasien, termasuk penggunaan kolostomi yang lebih singkat, ukuran puntung distal dan proksimal saat penutupam kolostomi relatif tidak berbeda, lebih mudah untuk melakukan dilatasi anal, tidak terdapat sekuele psikologis pada anak akibat tindakan di daerah perineal, dan yang secara teoritis sulit dipastikan, penempatan rektum pada tempat yang semestinya pada usia dini memberikan keuntungan dalam hal potensi untuk mendapatkan sensasi lokal. 4-6,11 Seluruh tipe defek dapat di rekonstruksi dengan prosedur PSARP. Kurang lebih 10% pasien laki-laki (dengan fistel recto-bladder neck) dan 40% pasien dengan kloaka membutuhkan tambahan akses per abdominal baik secara terbuka ataupun laparoskopi. 4,11

25 PENILAIAN FUNGSI PASCA REKONSTRUKSI Untuk evaluasi fungsi pasca tindakan rekontruksi anorektal pada pasien atresia ani, terdapat beberapa sistem penilaian (tabel ). Sistem skoring Rintala menggunakan sistem skoring multivariat dengan elemen kontrol volunter, sensasi, frekuensi defekasi, soiling, konstipasi serta dampak sosial dari inkontinensia (tabel 2.6). 1,16 Metode deskriptif non skoring yang diajukan Pena merupakan dasar dari metode klasifikasi Krickenbeck (tabel 2.7.).Metode deskriptif non skoring juga diajukan oleh kelompok bedah anak Wingspread. 2,7,17 Tabel 2.4. Metode Kelly Untuk Menilai Kontinensia Fekal a Staining / smearing (terdapat bercak fekal pada celana dalam) Skor Tidak ada staining / soiling, selalu bersih 2 Kadang kadang terjadi soiling / staining 1 Selalu staining / soiling 0 b Ada atau tidaknya defekasi diluar kendali Tidak pernah 2 Kadang kadang, atau keluar feses / flatus diluar kendali 1 Selalu 0 c Kekuatan jepit sfingter (otot puborektalis) pada pemeriksaan colok dubur Kuat dan efektif 2 Lemah dan parsial 1 Tidak ada kontraksi 0 d Total skor Baik 5-6 Sedang 3-4 Buruk 0-2 Diambil dari Goyala A, Williamsa JM, Kennya SE, et al. Functional outcome and quality of life in anorectal malformations. Journal of Pediatric Surgery 2006;41: Untuk pengujian fungsi rektum secara obyektif dapat dilakukan dengan menggunakan balon manometri yang berisi cairan yang dimasukkan ke dalam saluran rektoanal dan dilakukan pengukuran statik, dan dilakukan penilaian korelasi antara refleks inhibitor rektoanal dan kontinensia secara klinis. 7 Teknik rekonstruksi malformasi anorektal merupakan faktor prognostik yang penting menentukan fungsi kontinensia anak di masa selanjutnya. Holchscneider melaporkan kontinensia yang lebih baik pada pasien yang menjalani prosedur

26 13 PSARP dibandingkan dengan prosedur abdominoperineal pull through dengan atau tanpa reseksi submukosa rektal cara Rehbein. Sedangkan Mulder dkk menemukan tidak ada perbedaan antara kedua populasi pasien tersebut 7. Untuk malformasi letak tinggi, De Vries tidak menemukan literatur yang mendukung suatu prosedur lebih superior dari PSARP. 7 Penelitian terkait hasil kontinensia pada malformasi anorektal pada anak umumnya hanya memberi hasil baik, sedang, ataupun buruk 7. Hasil yang baik bukan berarti fungsi defekasi baik, namun lebih ke arah kontinensia secara sosial. Pada era sebelum PSARP, pasien yang dinilai secara klinis baik berkisar antara 6-56% dengan 10-70% pasien dengan hasil yang buruk dalam hal kontinensia. Setelah era PSARP, Pena melaporkan sekitar sepertiga pasien dengan malformasi letak tinggi atau menengah dapat diperkirakan akan memiliki kontinensia yang total.pada penelitian Rintala dkk, yang membandingkan fungsi defekasi anak sehat dengan umur dan distribusi kelamin yang sama dengan pasien malformasi anorektal, didapatkan 35% pasien memiliki fungsi defekasi sesuai usia. Seiring dengan peningkatan usia, kontinensia semakin membaik, hal ini mungkin dikarenakan proses adaptasi dari pasien. 1,7,18 Rintala melaporkan hasil baik meningkat dari 35% pada usia 5-10 tahun menjadi 58% pada setelah pasien berusia antara tahun. Pena dan Rintala juga melaporkan pada pasien dengan anatomi tertentu, fungsi defekasi normal dapat dicapai pada usia 3 tahun. 7

27 14 Tabel 2.5. Sistem Skoring Rintala A. Kemampuan untuk menahan defekasi Selalu dapat / tidak mempunyai masalah 3 Bermasalah kurang dari 1x dalam seminggu 2 Bermasalah paling tidak 1x dalam seminggu 1 Tidak dapat mengendalikan 0 B. Keinginan / kemampuan melaporkan rasa ingin defekasi Selalu 3 Hampir selalu 2 Tidak pasti 1 Tidak dapat 0 C. Frekuensi defekasi Setiap hari atau tiap dua hari 2 Lebih sering 1 Lebih jarang 1 D. Soiling (terdapat bercak di pakaian dalam) Tidak pernah 3 Staining kurang dari 1x dalam 1 minggu, tidak membutuhkan pergantian celana dalam 2 Staining cukup sering, membutuhkan pergantuan celana dalam 1 Soiling setiap hari, membutuhkan alat bantu untuk menahannya 0 E. Accidents (kejadian bab tanpa disadari) Tidak pernah 3 Kurang 1x dalam seminggu 2 Setiap minggu terjadi, seringkali memerlukan alat bantu 1 Setiap hari, membutuhkan alat batu siang dan malam 0 F. Konstipasi Tidak mengalami konstipasi 3 Diatasi dengan pengaturan diet 2 Diatasi dengan laksatif 1 Diatasi dengan Emma 0 G.Masalah sosial Tidak mengalami masalah sosial 3 Kadang kala (masalah bau) 2 Bermasalah yang membatasi kehidupan sosial 1 Gangguan sosial dan atau psikis berat 0 H.Penilaian Normal Baik 9-16 Sedang 7-11 Buruk 6-9 Diambil dari Ure BM, Rintala RJ, Holschneider AM. Scoring Postoperative Results. In: Holschneider AM, Hutson JM, eds. Anorectal Malformations in Children. Heidelberg: Springer-Verlag Berlin 2006: Ketinggian anomali merupakan faktor prognostik penting fungsi defekasi. Secara konvensional, malformasi anorektal letak rendah dikaitkan dengan hasil yang lebih baik, dan hasil yang buruk dihubungkan dengan kerusakan neurologis atau retardasi mental. Hal ini sesuai dengan laporan dari Yeung dkk,ong dkk.dan

28 15 penelitian Rintala 7.Laki-laki dengan fistel bladder neck dan wanita dengan kloaka secara signifikan berprognosis buruk dibandingkan dengan pasien dengan fistel urogenital rendah. 1 Penyebab prognosis buruk pada pasien malformasi letak tinggi adalah hipoplasia dari otot sfingter. Selain itu, adanya abnormalitas berat sakral, berhubungan dengan hipoplasia sfingter. Jika lebih dari dua vertebra sakralis hilang, atau pasien memiliki deformitas sakral lain seperti hemivertebra, fusi vertebra, hasil fungsional akan lebih buruk dibanding pasien dengan sakrum normal atau derajat kelainan sakrum yang lebih rendah 7,13. Tabel 2.6. Klasifikasi Krickenbeck untuk hasil fungsional pasca operasi Gerakan usus sukarela Ya / Tidak Soiling Ya / Tidak Grade 1 Kadang kadang Grade 2 Setiap hari, tidak menimbulkan gangguan sosial Grade 3 Konstan, menimbulkan gangguan sosial Konstipasi Ya / Tidak Grade 1 Diatasi dengan pengaturan diet Grade 2 Membutuhkan laksatif Grade 3 Resisten terhadap laksatif Memerlukan MACE (Malone Antegrade Ya / Tidak Continence Enema) Diambil dari Hassett S, Snell S, Hughes-Thomas A, Holmes K. 10-Year outcome of children born with anorectal malformation, treated by posterior sagittal anorectoplasty,assessed according to the Krickenbeck classification. Journal of Pediatric Surgery 2009;44:

29 BAB 3 KERANGKA KONSEP KERANGKA TEORI Kerangka teori yang menjadi dasar dari penelitian ini diambil berdasarkan sistem skoring Rintala yang dihasilkan dari uji multivariat dengan memasukkan elemen kontrol volunter, sensasi, frekuensi defekasi, soiling, konstipasi serta dampak sosial dari inkontinensia 1,16 Berdasarkan literatur dan penelitian-penelitian terdahulu juga telah diidentifikasi faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi kontinensia setelah prosedur PSARP, yaitu usia saat dilakukan PSARP, letak/ketinggian defek dan jenis kelamin KERANGKA KONSEP Berdasarkan kerangka teori diatas maka dibuatlah kerangka konsep pada penilitian ini. Semua faktor yang telah di identifikasi berdasarkan skor Rintala maupun penelitian-penelitian sebelumnya diikutsertakan dalam penelitian ini. Data kuesioner responden Kemampuan menahan defekasi Kemampuan menyampaikan keinginan untuk defekasi Frekuensi defekasi Soiling Accident Konstipasi Masalah sosial akibat gangguan fungsi kontinensia Uji kontinensia dengan skoring Rintala / Variabel Terikat Normal Baik Sedang Buruk Variabel Bebas Usia saat dilakukan PSARP Gambar 3.1. Kerangka Konsep 16

30 DEFINISI OPERASIONAL Kemampuan menahan defekasi adalah kemampuan pasien untuk menahan keinginan untuk defekasi hingga mendapatkan tempat yang layak untuk defekasi. Kemampuan menyampaikan keinginan untuk defekasi adalah kemampuan pasien merasakan keinginan defekasi dan menyampaikannya. Frekuensi defekasi adalah frekuensi defekasi pasien dalam sehari. Soiling adalah kejadian terdapatnya bercak faeses pada pakaian dalam / popok yang dipakai pasien atau terdapatnya faeses pada lipat bokong pasien yang tidak dapat dikendalikan pasien. Accident adalah kejadian dimana pasien tidak dapat menahan keinginan buang air besar hingga di tempat yang seharusnya / kejadian pasien BAB tanpa dapat ditahan. Konstipasi adalah frekuensi buang air besar yang kurang dari 3x dalam 1 minggu BAB yang memerlukan mengedan berat sebelum dapat mengevakuasi faeses, rasa tidak puas / merasa ada sisa setelah defekasi Masalah sosial akibat gangguan fungsi kontinensia adalah masalah yang mengganggu sehingga pasien mengalami kesulitan dalam berinteraksi sosial dengan lingkungannya, seperti kesulitan mendapatkan teman bermain karena masalah soiling. Usia saat dilakukan PSARP adalah usia pasien saat dilakukannya prosedur PSARP. Jenis kelamin adalah jenis kelamin pasien.

31 HIPOTESIS Terdapat korelasi antara usia saat operasi PSARP terhadap fungsi kontinensia anak dengan atresia ani. Dimana semakin muda usia anak saat dilakukan PSARP (1-3 bulan) maka akan semakin baik prognosis kontinensia yang didapatkan.

32 BAB 4 METODOLOGI 4.1. JENIS PENELITIAN Penelitian ini bersifat deskriptif analitik kategorikal dengan disain cross sectional.data pada penelitian ini berasal dari rekam medik pasien dan kuesioner. Kuesioner dilakukan untuk mengetahui uji fungsi kontinensia pasca PSARP POPULASI DAN SAMPEL Populasi Populasi penelitian ini adalah semua pasien pasca PSARP di RSCM pada periode 1 Januari Desember Kriteria Inklusi dan Eksklusi Sampel Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan kriteria berikut ini : Table 4.1 Kriteria inklusi dan eksklusi Kriteria Inklusi Kriteria Ekslusi Pasien dengan diagnosa atresia ani Pasien menjalani operasi ulangan untuk Menjalani operasi PSARP di RSCM PSARP Memiliki data yang cukup dalam rekam Atresia ani letak rendah yang dapat medik ditangani dengan mini PSARP/ cutback Pasien masih dapat dihubungi Atresia ani dengan fistel rektovesika Bersedia untuk diikutsertakan dalam penelitian Sudah berusia lebih dari 2 tahun saat penelitian berlangsung Keterangan : PSARP = Posterior Sagital Anorectoplasty 19

33 Cara Pengambilan Sampel Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah semua pasien atresia ani yang dilakukan PSARP di RSCM pada tahun Besar Sampel 1. Dilakukan penilaian pasien berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi 2. Pasien yang terseleksi diberikan penjelasan tentang tata cara penelitian, pengisian kuesioner setelah menandatangani surat persetujuan penelitian 3. Penghitungan besar sampel n = Zα 2 pq d 2 n = 1,96 2.0,35.0,65 = 87 0,1 2 Jadi besar sampel yang dibutuhkan adalah 87 orang Keterangan : n Zα : 1,96 P d : 10% : Besar sampel : 35% (didapatkan dari penelitian sebelumnya) METODE PENGUMPULAN DATA Instrumen Insrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berisi komponen-komponen skoring kontinensia PSARP yang dapatkan berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Rintala, dkk. (2008).

34 Sumber Data Dalam penelitian ini digunakan 2 jenis data yaitu data sekunder dari rekam medis untuk melengkapi kuesioner skoring yang ada dan data primer mengenai kontinensia pasca operasi yang diperoleh dari wawancara via telepon atau kunjungan pasien di poliklinik bedah anak RSCM Cara Pengumpulan Data Pertama-tama peneliti mencari pasien-pasien yang dilakukan PSARP di buku registrasi pasien rawat bedah anak dan poliklinik RSCM tahun Kemudian data pasien diambil dari rekam medik dan diisi berdasarkan kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini. Data fungsi kontinensia pasca operasi diperoleh dengan menelepon orang tua pasien yang bersangkutan. Bila terdapat data-data yang tidak lengkap dari rekam medis, peneliti juga melengkapi dengan melakukan wawancara melalui telepon. Tabel 4.2 Parameter pengukuranvariabel terikat Variabel Kemampuan menahan defekasi Kemampuan menyampaikan keinginan untuk defekasi Alat Ukur Kuesioner Kuesioner Cara Ukur Diisi oleh peneliti Diisi oleh peneliti Frekuensi defekasi Kuesioner Diisi oleh peneliti Soiling Kuesioner Diisi oleh peneliti Hasil Ukur 3 = Selalu dapat/tidak mempunyai masalah 2 = Bermasalah kurang dari 1x dalam seminggu 1 = Bermasalah paling tidak 1x dalam seminggu 0 = Tidak dapat mengendalikan 3 = Selalu 2 = Hampir selalu 1 = Tidak pasti 0 = Tidak dapat 2 = Setiap hari atau setiap 2 hari 1 = Lebih sering 0 = Lebih jarang 3 = Tidak pernah 2 = Staining < dari 1x dalam 1 minggu, tidak membutuhkan penggantian celana dalam Skala Ukur Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal

35 22 Accident Kuesioner Diisi oleh peneliti Konstipasi Kuesioner Diisi oleh peneliti Masalah sosial akibat gangguan fungsi kontinensia Kuesioner Diisi oleh peneliti 3 = Tidak pernah 2 = Kurang 1x dalam seminggu 1 = Setiap minggu terjadi, seringkali mememerlukan alat bantu 0 = Setiap hari, membutuhkan alat bantu siang dan malam 3 = Tidak mengalami konstipasi 2 = Diatasi dengan pengaturan diet 1 = Diatasi dengan laksatif 0 = Diatasi dengan enema 3 = Tidak mengalami masalah sosial 2 = Kadang kala (masalah baru) 1 = Bermasalah membatasi kehidupan sosial 0 = Gangguan sosial dan atau psikis berat Ordinal Ordinal Ordinal Table 4.3 Parameter pengukuran variabel independen Variabel Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Kuesioner Diisi oleh Ordinal peneliti Usia saat dilakukan PSARP Jenis kelamin Kuesioner Diisi oleh peneliti 3 = >diatas 24 bulan 2 = >12-24 bulan 1 = >3-12 bulan 0 = >kurang dari 3 bulan 0 = Laki-laki 1 = Perempuan Nominal 4.4. RENCANA ANALISIS DATA Analisis korelasi bivariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi (proporsi) dari karakteristik demografik, komponen skoring kontinensia dari reponden. Pengolahan data menggunakan SPSS 20.

36 ALUR PENELITIAN Pasien Atresia Ani yang menjalani operasi PSARP di RSCM dalam periode 1 Januari Desember 2012 Memenuhi Kriteria Inklusi dan Eksklusi Uji Fungsional sesuai sistem skoring Rintala Normal Tidak Normal Analisis Data Pre Operatif yang Memengaruhi Hasil Uji Statistik Gambar 4.1. Alur Penelitian Hasil penelitian

37 BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian potong lintang dengan penelusuran rekam medis pasien atresia ani dari Januari 2003 hingga Desember 2012, jumlah rekam medis yang ditemukan 208 buah, dan dari sejumlah itu yang dapat dihubungi untuk diikutsertakan dan sesuai dengan kriteria inklusi sebanyak 40 pasien. Distribusi lengkap dalam tabel 5.1 Tabel 5.1. Gambaran umum responden yang masuk dalam penelitian Normal Tidak Normal Skor (18-20) Skor (6-16) Jumlah Total Jumlah % Jumlah % Jumlah % Berdasarkan jenis kelamin Perempuan 15 53,6% 13 46,4% 28 70% Laki-laki 4 33,3% 8 66,7% 12 30% Berdasarkan usia saat operasi <3 bulan 1 100% 0 0% 1 2,5% 3-12 bulan 9 56,3% 7 43,7% 16 40% bulan 4 30,7% 9 69,3% 13 32,5% >24 bulan 5 50% 5 50% 10 25% Berdasarkan letak atresia Letak tinggi 5 33,3% 10 66,7% 15 37,5% Letak rendah 14 56% 11 44% 25 62,5% Usia termuda pasien saat menjalani prosedur PSARP dalam penelitian ini adalah 1 bulan dan usia tertua 15 tahun 8 bulan. Lebih dari separuh subyek penelitian berjenis kelamin perempuan. Sebagian besar pasien menjalani prosedur PSARP sebelum usia 2 tahun (75%, n=30) dan sisanya setelah usia 2 tahun (25%, n=10) yang artinya operasi PSARP dilakukan setelah pasien melewati usia toilet training. Tipe atresia ani pada penelitian ini didominasi oleh atresia ani letak rendah 62,5% (n=25), dimana 92% (n=23) diantaranya berjenis kelamin perempuan. Setelah dilakukan wawancara untuk melihat fungsi kontinens pasien menggunakan skor Rintala, didapatkan 47,5% pasien mencapai kontinensia normal dengan rerata FOS pada penelitian ini adalah 16,17 yang jika dibedakan berdasarkan jenis kelamin: 24

38 25 16,78 untuk pasien perempuan dan 14,75 untuk pasien pria. Dari pasien yang mencapai kontinensia normal tersebut 73,7% diantaranya adalah pasien atresia ani letak rendah. Kemudian dilakukan uji korelasi Spearman s antara skor Rintala dengan usia saat operasi. Tabel 5.2. Tabel 5.2. Analisa korelasi usia saat prosedur PSARP dengan skor Rintala Spearman s Correlation Coefficient P Usia saat operasi -0,116 0,477 Peneliti melakukan analisa statistik dengan melihat korelasi antara usia saat prosedur dengan hasil skor Rintala dengan memisahkan pasien berdasarkan usia saat toilet training (2 tahun). Ditemukan korelasi terbalik, dimana semakin dini usia saat operasi akan didapatkan skor Rintala yang lebih tinggi hingga pasien berusia 2 tahun. Namun hasil tersebut tidak bermakna secara statistik; usia saat operasi (r=-0,116, p=0,477) Tren korelasi negatif ini tergambarkan dalam gambar 5.1. Gambar 5.1. Scatter plot hubungan usia saat operasi dengan skor Rintala sebelum usia 24 bulan

39 26 Dari penelusuran rekam medik terhadap kelainan kongenital penyerta yang menyertai malformasi anorektal, hanya ditemukan satu pasien laki-laki dengan agenesis sacrum, yang saat wawancara didapatkan skor Rintala 9.

40 BAB 6 DISKUSI Pada penelitian ini penulis terdapat beberapa kekurangan, diantaranya jumlah sampel yang didapatkan tidak memenuhi jumlah target sampel yang diharapkan sebelum penelitian dimulai. Pada penghitungan besar sampel minimal yang dibutuhkan sebesar 87 sampel, penelitian ini hanya mendapatkan 40 sampel yang dapat dimasukkan sebagai obyek penelitian. Hal ini dikarenakan kesulitan pencarian data pada rekam medik, ataupun pasien yang tidak dapat dihubungi lagi. Pada penelitian ini juga data didapatkan dari wawancara, sehingga masih terdapat bias yang cukup besar dikarenakan subyektifitas dari responden dan sebagian besar responden yang dihubungi adalah orang tua atau orang yang mengasuh pasien, bukan pasiennya langsung. Peneilitian ini menggunakan sistem skoring Rintala karena peneliti menyadari sulitnya mengumpulkan data dari pasien di RSCM, karena banyaknya pasien yang berdomisili jauh dari RSCM. Memang sistem yang terbaru dipakai adalah klasifikasi Krickenbeck yang sesuai dengan klasifikasi anatomi sebelum operasi. Tapi karena penelitian ini hanya berniat melihat seberapa normal kontinensia pasca PSARP di RSCM, maka peneliti memilih sistem skoring Rintala. Empat puluh pasien yang masuk dalam penlitian ini, terdiri dari 28 perempuan (70%) dan 12 laki-laki (30%). Hal ini berbeda dengan literatur yang mengatakan atresia ani cenderung lebih banyak terjadi pada pasien laki laki. Tipe atresia pada pasien laki-laki di penelitian ini, terdiri dari 9 atresia ani dengan fistel (7 tipe rektouretra, 2 perineal), dan 3 atresia ani tanpa fistel 3 letak tinggi. Sementara pada pasien perempuan, terdiri dari 26 atresia ani dengan fistel (17 tipe rektovestibuler, 6 tipe perineal, 2 tipe rektovagina, 1 kloaka), dan 2 atresia ani tanpa fistel letak tinggi. Hal ini sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa untuk pasien laki-laki didominasi oleh tipe fistel rektouretra dan pada perempuan mayoritas tipe fistel rektovestibuler.penilaian kontinensia pasca PSARP dilakukan dengan menggunakan sistem Skor Rintala. 27

41 28 Pada penelitian ini didapatkan 47,5% pasien dengan kontinensia normal, dengan 73,7% diantaranya adalah pasien atresia ani letak rendah. Hal ini lebih baik dari penelitian yang dilakukan oleh Rintala yaitu 35% pasien dengan kontinensia normal. Perbedaan ini dapat terjadi karena pada penelitian ini dilakukan eksklusi pada sampel yang menjalani reoperasi PSARP walaupun pada penelitian Rintala tidak dijelaskan kriteria eksklusi penelitian. Rata-rata Functional Outcome Score (FOS) dari seluruh pasien pada penelitian ini adalah 16,17 yang jika dibedakan berdasarkan jenis kelamin: 16,78 untuk pasien perempuan dan 14,75 untuk pasien pria. Hal ini lebih baik dari penelitian Goyal, dkk (2006) yang melakukan penelitian pasca operasi malformasi anorektal dengan menggunakan sistem skoring Rintala dengan hasil rata-rata FOS adalah 14 pada pasien perempuan dan13,7 pada pasien laki laki. Selain karena eksklusi pasien reoperasi, hal ini dapat juga terjadi karena jumlah sampel yang tidak mencukupi jumlah sampel minimal secara statistik sehingga hasil penelitian ini tidak bisa menggambarkan FOS yang sebenarnya. Pada penelitian ini, tidak ditemukan hubungan yang bermakna secara statistik antara fungsi kontinensia pasca PSARP yang diukur dengan sistem skor Rintala dengan usia saat prosedur PSARP dilakukan. Rata-rata usia saat operasi adalah 25,6 bulan dengan sebaran dari 1 bulan hingga 188 bulan. Pada kelompok usia operasi 1-24 bulan, terdapat korelasi terbalik, dimana semakin dini usia saat operasi didapatkan skor Rintala yang lebih tinggi. Namun hasil tersebut tidak bermakna secara statistik; usia saat operasi (r=-0,116, p=0,477). Peneliti mendapatkan bahwa semakin tua usia anak (mendekati usia toilet training), maka semakin rendah skor Rintala. Hal ini dapat juga terkait dengan pendeknya waktu adaptasi pasien terhadap anus yang baru dengan waktu untuk toilet training. Hal ini sesuai dengan pendapat Pena yang mengatakan sedini mungkin dilakukan penempatan anus yang baru pada tempat yang semestinya memungkinkan anak mendapatkan sensasi anal sesuai dengan yang seharusnya.

42 BAB 7 PENUTUP 7.1. SIMPULAN Dari penelitian ini didapatkan bahwa pasien pasien yang menjalani PSARP di RSCM memiliki kemungkinan untuk mendapat fungsi kontinensia yang lebih baik daripada yang dikatakan dalam literatur. Juga didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara usia saat operasi dengan hasil kontinensia pasien walaupun didapatkan kecenderungan bahwa semakin muda pasien maka akan didapatkan fungsi kontinensia yang lebih baik. 7.2 SARAN Dikarenakan jumlah sampel yang didapatkan pada penelitian ini hanya sedikit, diperlukan penelitian selanjutnya dengan sampel yang lebih banyak agar data yang didapatkan lebih dapat menggambarkan hasil yang sebenarnya. Dikarenakan penelitian dengan skor Rintala bersifat wawancara, maka ada baiknya jika didapat sampel yang cukup besar, dapat dibuat stratifikasi subyek yang diwawancara untuk mengurangi bias. Karena didapatkan kecenderungan hasil kontinensia yang lebih baik jika pasien di operasi pada usia muda, ada baiknya dalam pelayanan pasien atresia ani di RSCM prosedur PSARP dilakukan sedini mungkin sesuai anjuran Pena dimana dilakukan anoplasti pada usia 1-3 bulan. 29

43 DAFTAR PUSTAKA 1. Goyala A, Williamsa JM, Kennya SE, et al. Functional outcome and quality of life in anorectal malformations. Journal of Pediatric Surgery 2006;41: Hassett S, Snell S, Hughes-Thomas A, Holmes K. 10-Year outcome of children born with anorectal malformation, treated by posterior sagittal anorectoplasty,assessed according to the Krickenbeck classification. Journal of Pediatric Surgery 2009;44: Osifo O, Osagie T, Udefiagbon E. Outcome of primary posterior sagittal anorectoplasty of high anorectal malformation in well selected neonates. Nigerian Journal of Clinical Practice 2014;17: Pena A, Levitt MA. Anorectal Malformation. In: Grosfeld JL, James A. O'Neill J, Fonkalsrud EW, Coran AG, eds. Pediatric Surgery. 6th ed. Philadelphia, PA: Mosby Elsevier; 2006: Levitt MA, Pena A. Anorectal Malformations. In: Coran AG, Adzick NS, Krummel TM, Laberge J-M, Shamberger RC, Caldamone AA, eds. Pediatric Surgery. 7th ed. Philadelphia, PA: Elsevier Saunders; 2012: Levitt MA, Peña A. Anorectal malformations. Orphanet Journal of Rare Diseases 2007;2: Rintala RJ, Pakarinen MP. Imperforate anus: long- and short-term outcome. Seminars in Pediatric Surgery 2008;17: Yoo SY, Bae KS, Kang SJ, Kim SY, Hwang EH. How Important Is the Role of the Internal Anal Sphincter in Fecal Continence? An Experimental Study in Dogs. Journal of Pediatric Surgery 1995;30: Tsuji H, Okada A, Nakai H, Azuma T, Yagi M, Kubota A. Follow-Up Studies of Anorectal Malformations After Posterior Sagittal Anorectoplasty. Journal of Pediatric Surgery 2002;37: Kuyk EMv, Wissink-Essink M, Brugman-Boezeman ATM, et al. Multidisciplinary Behavioral Treatment of Defecation Problems: A Controlled Study in Children With Anorectal Malformations. Journal of Pediatric Surgery 2001;36: Levitt MA, Peña A. Imperforate Anus and Cloacal Malformations. In: III GWH, Murphy JP, eds. Aschraft Pediatric Surgery. 5th ed. Philadelphia, PA: Saunders Elsevier; 2010: Akhter N, Ishaque N, Chaudhary A, et al. Posterior Sagittal Anorectoplasty in the treatment of Anorectal Malformation. Annals of Pakistan Institute for Medical Science 2008;4: Bharucha AE, Blandon RE. Anatomy and Physiology of Continence. In: Ratto C, Doglietto GB, eds. Fecal Incontinence Diagnosis and Treatment. Milan, Italy: Springer-Verlag; 2007:

44 14. Skandalakis JE, Colborn GL, Weidman TA, et al. Large Intestine and Anorectum In: Skandalakis JE, ed. Skandalakis' Surgical Anatomy Zorcolo L, Bartolo DCC. Pathophysiology of Faecal Incontinence. In: Ratto C, Doglietto GB, eds. Fecal Incontinence Diagnosis and Treatment. Milan, Italy: Springer-Verlag; 2007: Ure BM, Rintala RJ, Holschneider AM. Scoring Postoperative Results. In: Holschneider AM, Hutson JM, eds. Anorectal Malformations in Children. Heidelberg: Springer-Verlag Berlin 2006: Wong KKY, Wu X, Chan IHY, Tam PKH. Evaluation of defecative function 5 years or longer after laparoscopic-assisted pull-through for imperforate anus. Journal of Pediatric Surgery 2006;46: Borg HC, Holmdahl G, Gustavsson K, Doroszkiewicz M, Sillén U. Longitudinal study of bowel function in children with anorectal malformations. Journal of Pediatric Surgery (2013) 48, ;48:

45 Lampiran 1 : Kuesioner Kuesioner Penilaian fungsi kontinensia pasca PSARP Nama Pasien : No RM : TanggalLahir : Alamat : Telpon/HP : TanggalOperasi PSARP : Identitas penjawab kuesioner Nama : Hubungan dengan pasien : Kemampuan untuk menahan keinginan Buang Air Besar (BAB) Apakah pasien mampu menahan keinginan untuk BAB jika sedang berada di tempat yang tidak tersedia / jauh dari kamar kecil? Selalu dapat / tidak ada masalah Bermasalah, namun tidak sampai 1x dalam 1 minggu Bermasalah paling tidak 1x dalam 1 minggu Selalu ada masalah / tidak dapat menahan Keinginan / kemampuan untuk melaporkan rasa ingin BAB Apakah pasien dapat melaporkan keinginan untuk BAB? Selalu Hampir selalu Tidak selalu / tidak pasti Tidak dapat Frekuensi BAB Berapa kali dalam sehari pasien BAB? Setiap satu atau dua hari sekali Lebih sering / lebih dari 1x dalam sehari Lebih jarang / BAB kurang dari 1x dalam 2 hari Soiling Apakah pasien sering cepirit / ada bercak kotoran / faeces di celana / pakaian / popok? Tidak pernah

46 Lampiran 1 : Kuesioner (Lanjutan) Kurang dari 1x dalam 1 minggu, tidak memerlukan penggantian pakaian dalam Cukup sering dan membutuhkan penggantian pakaian dalam Selalu, dan membutuhkan alat untuk dapat menahannya Accident Seberapa sering pasien BAB di celana / tidak bisa menahan BAB? Tidak pernah Tidak sampai 1x dalam 1 minggu Bermasalah paling tidak 1x dalam 1 minggu, seringkali membutuhkan alat bantu Setiap hari dan membutuhkan alat bantu siang dan malam Konstipasi Apakah pasien sulit untuk BAB / memerlukan perjuangan ekstra untuk dapat BAB? Tidak ada masalah Ya, namun dapat diatasi dengan pengaturan makanan Ya, dapat diatasi dengan obat obat pelancar BAB / laksatif Ya, diatasi dengan obat pencahar / enema Masalah sosial Apakah pasien terganggu secara sosial dikarenakan ketidak mampuan untuk menahan BAB? Tidak Kadang kadang, terganggu karena masalah bau Ya, pasien membatasi pergaulan sosial Ya, pasien terganggu dalam hubungan sosial dan mengalami psikis Jakarta,.2014 (.) Namalengkap

47 Lampiran 2 : Informed Consent INFORMED CONSENT EVALUASI FUNGSI KONTINENSIA PASCA POSTERIOR SAGITTAL ANORECTOPLASTY (PSARP) Bapak/ibu yang terhormat Departemen Ilmu Bedah FKUI-RSCMsaat ini sedang mengadakan penelitian mengenai evaluasi fungsi kontinensia pasca posterior sagittal anorectoplasty (PSARP) pada pasien-pasien dengan atresia ani yang telah menjalani prosedur PSARP. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fungsi kontinens pasca PSARP di RSCM setelah dilakukan operasi dan karakteristik pasien yang ada. Penelitian ini bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan klinisi mengenai keluhan gangguan fungsi kontinens gejala yang mungkin timbul atau menetap setelah dilakukan PSARP dan sebagai data dasar dalam penelitian selanjutnya. Pasien yang telah menjalani prosedur PSARP di RSCM periode 1 Januari 2006 sampai 31Desember 2012 serta memenuhi kriteria, setelah mendapatkan persetujuan, akan diberikan kuesioner yang dapat diisi sendiri oleh pasien ataupun dibantu oleh peneliti. Anda bebas untuk menolak ikut dalam penelitian ini. Bila anda telah memutuskan untuk ikut, anda juga bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa menyebabkan berkurangnya mutu pelayanan. Semua data penelitian ini akan diberlakukan secara rahasia sehingga tidak memungkinkan untuk disalahgunakan oleh orang lain. Anda memiliki kesempatan untuk menanyakan semua hal yang berhubungan dengan penelitian ini dengan cara menghubungi dr.rico Darmayanto di Departemen Ilmu Bedah FKUI dengan nomor HP Terima Kasih dr. Rico Darmayanto

48 Lampiran 3 : Persetujuan Tindakan Medis PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS (INFORMED CONSENT) Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Umur : Jenis Kelamin : Alamat : Dengan ini menyatakan sesungguhnya telah memberikan PERSETUJUAN untuk mengisi formulir kuesioner. Yang tujuandan manfaat dari kuesioner ini telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya. Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan..., Dokter /Peneliti Yang membuat pernyataan (dr. Rico Darmayanto) ( )

49

50

ANGKA KEBERHASILAN POSTEROSAGITTAL ANORECTOPLASTY

ANGKA KEBERHASILAN POSTEROSAGITTAL ANORECTOPLASTY ANGKA KEBERHASILAN POSTEROSAGITTAL ANORECTOPLASTY (PSARP) YANG DINILAI DARI SKOR KLOTZ PADA PASIEN MALFORMASI ANOREKTAL DIBANGSAL BEDAH RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU PERIODE JANUARI 2009 DESEMBER 2014

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian atresia ani selama hampir sebelas tahun ini didapatkan sampel / subyek penelitian sebesar 114 pasien, yaitu semua pasien atresia ani yang telah dilakukan

Lebih terperinci

MAKALAH ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA ATRESIA ANI DAN ATRESIA REKTAL

MAKALAH ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA ATRESIA ANI DAN ATRESIA REKTAL MAKALAH ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA ATRESIA ANI DAN ATRESIA REKTAL Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kulia Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita Dosen : Yuliasti Eka Purwaningrum SST, MPH Disusun oleh :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lebih sering ditemui pada beberapa area. Insidensinya bervariasi dari 50% sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lebih sering ditemui pada beberapa area. Insidensinya bervariasi dari 50% sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital yang sering kita jumpai pada kasus bedah anak. Sebagian besar pengarang menulis bahwa rerata insidensi di seluruh

Lebih terperinci

PRESENTASI KASUS ATRESIA ANI

PRESENTASI KASUS ATRESIA ANI PRESENTASI KASUS ATRESIA ANI Oleh: Akhdes Indra Objektivitas Wau (0906507766) Andhika Mangalaputra (0906507785) Narasumber: dr. Rianna P. Tamba, SpB, SpBA MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meissner dan pleksus mienterikus Auerbach. Sembilan puluh persen kelainan ini

BAB I PENDAHULUAN. Meissner dan pleksus mienterikus Auerbach. Sembilan puluh persen kelainan ini BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan kongenital pada kolon yang ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus submukosa Meissner

Lebih terperinci

Anatomi Dasar Panggul : Dibuat Mudah dan Sederhana. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K)

Anatomi Dasar Panggul : Dibuat Mudah dan Sederhana. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Anatomi Dasar Panggul : Dibuat Mudah dan Sederhana Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) OUTLINE: Tujuan Pendahuluan Tulang dan ligamen Otot-otot dasar panggul Jaringan Penyambung Viseral DeLancey Level Derajat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 Konstipasi secara umum didefinisikan sebagai gangguan defekasi yang ditandai

Lebih terperinci

Gambaran Pasien Hirschprung Disease Pada Anak Usia 0-15 Bulan di RSUD Dr.Pirngadi Medan Pada Tahun

Gambaran Pasien Hirschprung Disease Pada Anak Usia 0-15 Bulan di RSUD Dr.Pirngadi Medan Pada Tahun Gambaran Pasien Hirschprung Disease Pada Anak Usia 0-15 Bulan di RSUD Dr.Pirngadi Medan Pada Tahun 2008-2012 Oleh : MUHAMMAD NICO DARIYANTO 100100351 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia pada umumnya kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi dibandingkan dengan pola defekasi individu yang bersangkutan, yaitu frekuensi defekasi kurang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. terhentinya migrasi kraniokaudal sel krista neuralis di daerah kolon distal pada

BAB I. PENDAHULUAN. terhentinya migrasi kraniokaudal sel krista neuralis di daerah kolon distal pada BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan kongenital pada kolon yang ditandai dengan tiadanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus submukosus Meissneri dan pleksus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi, penyebab, mekanisme dan patofisiologi dari inkontinensia feses pada kehamilan. INKONTINENSIA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Serikat. American Hearth Association tahun 2013 melaporkan sekitar

BAB 1 PENDAHULUAN. Serikat. American Hearth Association tahun 2013 melaporkan sekitar BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di dunia dan penyebab paling sering kecacatan pada orang dewasa (Abubakar dan Isezuo, 2012). Stroke juga merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Embriologi dan Anatomi Anorektal Perkembangan anus dimulai dari pembentukan dua bagian, yaitu tuberkel anal kanan dan kiri yang muncul di depan lipatan tulang ekor. Tuberkel

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Atresia Ani 2.1 Definisi Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan atresia rektum.

Lebih terperinci

GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT. Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S

GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT. Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S Secara biologis pada masa usia lanjut, segala kegiatan proses hidup sel akan mengalami penurunan Hal-hal keadaan yang dapat ikut

Lebih terperinci

Fistula Urethra Batasan Gambaran Klinis Diagnosa Penatalaksanaan

Fistula Urethra Batasan Gambaran Klinis Diagnosa Penatalaksanaan Fistula Urethra Batasan Fistula urethra adalah saluran yang menghubungka antara urehtra dengan organ-organ sekitar ynag pada proses normal tidak terbentuk. Fistula urethra dapat merupakan suatu kelainan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Olivia, 2012; Pembimbing I : drg. Donny Pangemanan, SKM. Pembimbing II : dr. Laella K. Liana, Sp.PA., M.Kes.

ABSTRAK. Olivia, 2012; Pembimbing I : drg. Donny Pangemanan, SKM. Pembimbing II : dr. Laella K. Liana, Sp.PA., M.Kes. vi ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT HEMORRHOID BERDASARKAN USIA, JENIS KELAMIN, STADIUM SERTA TIPE HISTOPATOLOGIS DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2010 Olivia, 2012; Pembimbing I

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi RS dr. Kariadi/ FK Undip Semarang. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1

Lebih terperinci

PENYAKIT HIRSCHSPRUNG

PENYAKIT HIRSCHSPRUNG PENYAKIT HIRSCHSPRUNG Tujuan 1. Tujuan Instruksional Umum (TIU): - Peserta didik memahami dan mengerti tentang embriologi, anatomi, dan fisiologi saluran cerna; memahami dan mengerti patologi dan patogenesis

Lebih terperinci

*Department of Pediatric Surgery, Medical Faculty, Hasanuddin University,

*Department of Pediatric Surgery, Medical Faculty, Hasanuddin University, 2009 77 ANORECTAL FUNCTION OF HIRSPHRUNG S PATIENTS AFTER DEFINITIVE SURGERY Muhammad Hidayat*, Farid Nurmantu*, Burhanuddin Bahar** *Department of Pediatric Surgery, Medical Faculty, Hasanuddin University,

Lebih terperinci

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN Modul 2 Bedah Anak POLIPEKTOMI REKTAL (No. ICOPIM: 5-482) 1. TUJUAN : 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi rektum dan isinya, menegakkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN JENIS TOTAL HIP ARTHROPLASTY TERHADAP DERAJAT FUNGSIONAL PANGGUL DAN KUALITAS HIDUP PADA PASIEN FRAKTUR COLLUM FEMORIS

HUBUNGAN JENIS TOTAL HIP ARTHROPLASTY TERHADAP DERAJAT FUNGSIONAL PANGGUL DAN KUALITAS HIDUP PADA PASIEN FRAKTUR COLLUM FEMORIS HUBUNGAN JENIS TOTAL HIP ARTHROPLASTY TERHADAP DERAJAT FUNGSIONAL PANGGUL DAN KUALITAS HIDUP PADA PASIEN FRAKTUR COLLUM FEMORIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN USIA TERHADAP DERAJAT DIFERENSIASI KANKER PAYUDARA PADA WANITA LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN USIA TERHADAP DERAJAT DIFERENSIASI KANKER PAYUDARA PADA WANITA LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN USIA TERHADAP DERAJAT DIFERENSIASI KANKER PAYUDARA PADA WANITA LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian proposal Karya Tulis Ilmiah mahasiswa Program

Lebih terperinci

TEKNIK OPERASI DUA TAHAP PADA KASUS PENYAKIT HIRSCHSPRUNG DIAGNOSIS TERLAMBAT DI RSUP SANGLAH: STUDI DESKRIPTIF TAHUN

TEKNIK OPERASI DUA TAHAP PADA KASUS PENYAKIT HIRSCHSPRUNG DIAGNOSIS TERLAMBAT DI RSUP SANGLAH: STUDI DESKRIPTIF TAHUN TEKNIK OPERASI DUA TAHAP PADA KASUS PENYAKIT HIRSCHSPRUNG DIAGNOSIS TERLAMBAT DI RSUP SANGLAH: STUDI DESKRIPTIF TAHUN 2010-2012 Putu Dewi Octavia 1 dan I Made Darmajaya 2 1 Jurusan Pendidikan Dokter, Fakultas

Lebih terperinci

HUBUNGAN PELVIC INCIDENCE DAN HASIL AKHIR PEMBEDAHAN PADA PENYAKIT DEGENERATIF TULANG BELAKANG

HUBUNGAN PELVIC INCIDENCE DAN HASIL AKHIR PEMBEDAHAN PADA PENYAKIT DEGENERATIF TULANG BELAKANG HASIL PENELITIAN AKHIR HUBUNGAN PELVIC INCIDENCE DAN HASIL AKHIR PEMBEDAHAN PADA PENYAKIT DEGENERATIF TULANG BELAKANG Oleh R Permana Yudhadibrata Pembimbing: Dr. Otman Siregar Sp.OT (K) PROGRAM PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PERBEDAAN TITER TROMBOSIT DAN LEUKOSIT TERHADAP DERAJAT KLINIS PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) ANAK DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

PERBEDAAN TITER TROMBOSIT DAN LEUKOSIT TERHADAP DERAJAT KLINIS PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) ANAK DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI PERBEDAAN TITER TROMBOSIT DAN LEUKOSIT TERHADAP DERAJAT KLINIS PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) ANAK DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. B DENGAN POST OP HEMOROIDECTOMI DI RUANG MELATI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. B DENGAN POST OP HEMOROIDECTOMI DI RUANG MELATI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA 1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. B DENGAN POST OP HEMOROIDECTOMI DI RUANG MELATI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PEMERIKSAAN KOLONOSKOPI PADA PASIEN KELUHAN BERAK DARAH DENGAN KEJADIAN TUMOR KOLOREKTAL DI RSUP DR.

HUBUNGAN ANTARA PEMERIKSAAN KOLONOSKOPI PADA PASIEN KELUHAN BERAK DARAH DENGAN KEJADIAN TUMOR KOLOREKTAL DI RSUP DR. HUBUNGAN ANTARA PEMERIKSAAN KOLONOSKOPI PADA PASIEN KELUHAN BERAK DARAH DENGAN KEJADIAN TUMOR KOLOREKTAL DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusununtuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

EVALUASI PERDARAHAN 24 JAM PASCA HEMOROIDEKTOMI

EVALUASI PERDARAHAN 24 JAM PASCA HEMOROIDEKTOMI HALAMAN PENGESAHAN Evaluasi Perdarahan 24 Jam Pasca Hemoroidektomi Whitehead Pada Pasien yang Dipasang dan Tidak Dipasang Tampon Kassa di Kanalis Analis TESIS Oleh : Nicko Rachmanio S560802002 Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia. Angka kesakitan bayi menjadi indikator kedua

Lebih terperinci

KEBUTUHAN ELIMINASI BOWEL

KEBUTUHAN ELIMINASI BOWEL KEBUTUHAN ELIMINASI BOWEL DISUSUN OLEH : 1. SEPTIAN M S 2. WAHYU NINGSIH LASE 3. YUTIVA IRNANDA 4. ELYANI SEMBIRING ELIMINASI Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA ASFIKSIA NEONATORUM DENGAN DAYA REFLEK SUCKING PADA BAYI BARU LAHIR UMUR 0 HARI DI RSUD KARANGANYAR KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA ASFIKSIA NEONATORUM DENGAN DAYA REFLEK SUCKING PADA BAYI BARU LAHIR UMUR 0 HARI DI RSUD KARANGANYAR KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN ANTARA ASFIKSIA NEONATORUM DENGAN DAYA REFLEK SUCKING PADA BAYI BARU LAHIR UMUR 0 HARI DI RSUD KARANGANYAR KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di RSUP Dr. Kariadi Semarang bagian saraf dan rehabilitasi medik

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di RSUP Dr. Kariadi Semarang bagian saraf dan rehabilitasi medik BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Keilmuan Penelitian ini mencakup bidang ilmu saraf dan rehabilitasi medik 2. Ruang Lingkup Tempat Penelitian ini berlokasi di RSUP

Lebih terperinci

JURNAL KESEHATAN TENTANG ATRESIA ANI

JURNAL KESEHATAN TENTANG ATRESIA ANI JURNAL KESEHATAN TENTANG ATRESIA ANI Penyakit Atresia ani adalah tidak terjadinya perforasi membrane yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak berhubungan langsung

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN 51 BAB V HASIL PENELITIAN Bab ini menguraikan hasil penelitian tentang pengaruh terapi air terhadap proses defekasi pasien konstipasi di RSU Sembiring Delitua Deli Serdang yang dilaksanakan pada 4 April-31

Lebih terperinci

Konstipasi adalah penyakit dengan kelainan. Konstipasi dan Faktor Risikonya pada Sindrom Down. Ina Rosalina, Sjarif Hidayat

Konstipasi adalah penyakit dengan kelainan. Konstipasi dan Faktor Risikonya pada Sindrom Down. Ina Rosalina, Sjarif Hidayat Sari Pediatri, Sari Pediatri, Vol. 6, No. Vol. 1, 6, Juni No. 1, 2004: Juni 10-15 2004 Konstipasi dan Faktor Risikonya pada Sindrom Down Ina Rosalina, Sjarif Hidayat Konstipasi adalah keterlambatan atau

Lebih terperinci

HUBUNGAN RINITIS ALERGI DENGAN KEJADIAN ASMA BRONKIAL PADA SISWA/I SMPN 1 MEDAN. Oleh: JUNIUS F.A. SIMARMATA

HUBUNGAN RINITIS ALERGI DENGAN KEJADIAN ASMA BRONKIAL PADA SISWA/I SMPN 1 MEDAN. Oleh: JUNIUS F.A. SIMARMATA HUBUNGAN RINITIS ALERGI DENGAN KEJADIAN ASMA BRONKIAL PADA SISWA/I SMPN 1 MEDAN Oleh: JUNIUS F.A. SIMARMATA 120100267 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATRA UTARA MEDAN 2015 ii ABSTRAK Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Hirschsprung (HSCR) merupakan kelainan. kongenital yang terjadi pada sistem persarafan di usus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Hirschsprung (HSCR) merupakan kelainan. kongenital yang terjadi pada sistem persarafan di usus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Hirschsprung (HSCR) merupakan kelainan kongenital yang terjadi pada sistem persarafan di usus yang ditunjukkan dengan tidak adanya ganglion pada plexus submukosus

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENYAKIT HERNIA INGUINALIS PADA ANAK DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIODE

KARAKTERISTIK PENYAKIT HERNIA INGUINALIS PADA ANAK DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIODE KARAKTERISTIK PENYAKIT HERNIA INGUINALIS PADA ANAK DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIODE 2005 2015 OLEH : GOKULLSHAUTRI A/L SINALTHAN 130100417 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA TERHADAP PERAWATAN BUSINASI POST PSARP DI POLI BEDAH RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA TERHADAP PERAWATAN BUSINASI POST PSARP DI POLI BEDAH RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA TERHADAP PERAWATAN BUSINASI POST PSARP DI POLI BEDAH RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA Samiatin*, I Ketut Sudiana**, Harmayetty** *Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ners, Fakultas

Lebih terperinci

HUBUNGAN RIWAYAT ATOPIK ORANG TUA DAN KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA TAHUN DI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN RIWAYAT ATOPIK ORANG TUA DAN KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA TAHUN DI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN RIWAYAT ATOPIK ORANG TUA DAN KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA 13-14 TAHUN DI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1

Lebih terperinci

HUBUNGAN KADAR CARCINOEMBRYONIC ANTIGEN (CEA) DAN ALBUMIN SERUM DENGAN LOKASI KANKER KOLOREKTAL LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN KADAR CARCINOEMBRYONIC ANTIGEN (CEA) DAN ALBUMIN SERUM DENGAN LOKASI KANKER KOLOREKTAL LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN KADAR CARCINOEMBRYONIC ANTIGEN (CEA) DAN ALBUMIN SERUM DENGAN LOKASI KANKER KOLOREKTAL Studi Kasus di RSUP Dr. Kariadi LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian quasy experimental, control group pre test post test design. Jenis

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian quasy experimental, control group pre test post test design. Jenis 49 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, menggunakan desain penelitian quasy experimental, control group pre test post test design. Jenis penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH REHABILITASI MEDIK TERHADAP SKOR GDS PADA PASIEN LANJUT USIA PASKA STROKE SKRIPSI

PENGARUH REHABILITASI MEDIK TERHADAP SKOR GDS PADA PASIEN LANJUT USIA PASKA STROKE SKRIPSI PENGARUH REHABILITASI MEDIK TERHADAP SKOR GDS PADA PASIEN LANJUT USIA PASKA STROKE SKRIPSI OLEH Karina Nathania Gunawan NRP: 1523014027 2017 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK

Lebih terperinci

Asuhan Persalinan Normal. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Asuhan Persalinan Normal. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Asuhan Persalinan Normal Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Persalinan dan kelahiran dikatakan normal jika: Usia cukup bulan (37-42 minggu) Persalinan terjadi spontan

Lebih terperinci

Oleh SHOFI IKRAMINA

Oleh SHOFI IKRAMINA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, AKTIVITAS FISIK, Z-SKOR, DAN FREKUENSI LATIHAN TERHADAP KEKUATAN OTOT TUNGKAI PEMAIN BASKET REMAJA LAKI-LAKI DI KLUB BASKET SCORPIO, JAKARTA TIMUR Skripsi Ini Diajukan

Lebih terperinci

Malformasi anorektal (MAR) merupakan

Malformasi anorektal (MAR) merupakan Artikel Asli Faktor Risiko yang Mempengaruhi Luaran Klinis Malformasi Anorektal pada Neonatus di RSUD Dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh Dora Darussalam, TM Thaib Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

HUBUNGAN CARA BAYAR, JARAK TEMPAT TINGGAL DAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT RAWAT JALAN PASIEN SKIZOFRENIA DI RSJD SURAKARTA TESIS

HUBUNGAN CARA BAYAR, JARAK TEMPAT TINGGAL DAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT RAWAT JALAN PASIEN SKIZOFRENIA DI RSJD SURAKARTA TESIS HUBUNGAN CARA BAYAR, JARAK TEMPAT TINGGAL DAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT RAWAT JALAN PASIEN SKIZOFRENIA DI RSJD SURAKARTA TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Manajemen Konsentrasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN APACHE II SCORE DENGAN ANGKA KEMATIAN PASIEN DI ICU RSUP DR. KARIADI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN APACHE II SCORE DENGAN ANGKA KEMATIAN PASIEN DI ICU RSUP DR. KARIADI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN APACHE II SCORE DENGAN ANGKA KEMATIAN PASIEN DI ICU RSUP DR. KARIADI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk memenuhi sebagaian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kulit hipoalergenik untuk mempertahankan integritas kulit peristomal. Kantong

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kulit hipoalergenik untuk mempertahankan integritas kulit peristomal. Kantong BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Kolostomi 1.1 Pengertian Kolostomi adalah membuat ostomi di kolon, dibentuk bila usus tersumbat oleh tumor (Harahap, 2006) 1.2 Stoma Perlengkapan ostomi terdiri atas satu lapis

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KUALITAS ASUHAN IBU NIFAS DAN KEPUASAN PASIEN DI RSUD SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KUALITAS ASUHAN IBU NIFAS DAN KEPUASAN PASIEN DI RSUD SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KUALITAS ASUHAN IBU NIFAS DAN KEPUASAN PASIEN DI RSUD SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan NURAINI FAUZIAH R1115072

Lebih terperinci

PENGARUH PENYULUHAN TENTANG PALSI SEREBRAL TERHADAP PENGETAHUAN MASYARAKAT UMUM LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH PENYULUHAN TENTANG PALSI SEREBRAL TERHADAP PENGETAHUAN MASYARAKAT UMUM LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH PENYULUHAN TENTANG PALSI SEREBRAL TERHADAP PENGETAHUAN MASYARAKAT UMUM LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran

Lebih terperinci

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan HUBUNGAN ANTARA KETRAMPILAN SOSIAL DAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA TINGKAT I DAN II PRODI DIII KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNS SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

PANDUAN MAHASISWA CLINICAL SKILL LAB (CSL) SISTEM GASTROENTEROHEPATOLOGI

PANDUAN MAHASISWA CLINICAL SKILL LAB (CSL) SISTEM GASTROENTEROHEPATOLOGI PANDUAN MAHASISWA CLINICAL SKILL LAB (CSL) SISTEM GASTROENTEROHEPATOLOGI NAMA : NIM : FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017 PENGANTAR Panduan clinical skill lab (CSL) Sistem Gastroenterohepatologi

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN FACEBOOK

PENGARUH PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN FACEBOOK PENGARUH PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN FACEBOOK TERHADAP KEMAMPUAN MENGENAL MASALAH KEPERAWATAN PASIEN KANKER PADA MAHASISWA KEPERAWATAN UNIVERSITAS UDAYANA Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS CEFTRIAXON DAN NON-CEFTRIAXON TERHADAP KEJADIAN SURGICAL SITE INFECTION

PERBANDINGAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS CEFTRIAXON DAN NON-CEFTRIAXON TERHADAP KEJADIAN SURGICAL SITE INFECTION PERBANDINGAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS CEFTRIAXON DAN NON-CEFTRIAXON TERHADAP KEJADIAN SURGICAL SITE INFECTION PASCA KOLESISTEKTOMI Studi pada Pasien Kolesistolitiasis yang dilakukan Laparoskopik

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT PADA ANAK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011

ABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT PADA ANAK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011 ABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT PADA ANAK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011 Adelia, 2012, Pembimbing 1: Laella K.Liana, dr., Sp.PA., M.Kes Pembimbing 2: Hartini Tiono, dr.,

Lebih terperinci

INFORMED CONSENT PADA PELAYANAN ALAT KONTRASEPSI BAWAH KULIT LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

INFORMED CONSENT PADA PELAYANAN ALAT KONTRASEPSI BAWAH KULIT LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH INFORMED CONSENT PADA PELAYANAN ALAT KONTRASEPSI BAWAH KULIT Di Puskesmas Waru, Kabupaten Pamekasan, Provinsi Jawa Timur Periode 1 Januari 31 Desember 2013 LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep VARIABEL BEBAS Konsumsi Minuman Beralkohol Frekuensi konsumsi minuman beralkohol Banyaknya konsumsi minuman beralkohol VARIABEL TERIKAT Kejadian Obesitas Abdominal

Lebih terperinci

Nova Faradilla, S. Ked Ronald R. Damanik, S. Ked Wan Rita Mardhiya, S. Ked

Nova Faradilla, S. Ked Ronald R. Damanik, S. Ked Wan Rita Mardhiya, S. Ked Authors : Nova Faradilla, S. Ked Ronald R. Damanik, S. Ked Wan Rita Mardhiya, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.tk 0

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013. 28 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian pulmonologi Ilmu

Lebih terperinci

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi, Fungsi normal kandung kemih adalah mengisi dan mengeluarkan urin secara terkoordinasi dan terkontrol. Aktifitas koordinasi ini diatur oleh sistem saraf pusat dan perifer. Neurogenic bladdre adalah keadaan

Lebih terperinci

Modul 26 PENUTUPAN STOMA (TUTUP KOLOSTOMI / ILEOSTOMI) ( No. ICOPIM 5-465)

Modul 26 PENUTUPAN STOMA (TUTUP KOLOSTOMI / ILEOSTOMI) ( No. ICOPIM 5-465) Modul 26 Bedah Digestif PENUTUPAN STOMA (TUTUP KOLOSTOMI / ILEOSTOMI) ( No. ICOPIM 5-465) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan Pembelajaran umum: Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEIKUTSERTAAN ORGANISASI DENGAN REGULASI DIRI PADA REMAJA : STUDI KASUS DI SMA N 2 NGAWI

HUBUNGAN KEIKUTSERTAAN ORGANISASI DENGAN REGULASI DIRI PADA REMAJA : STUDI KASUS DI SMA N 2 NGAWI HUBUNGAN KEIKUTSERTAAN ORGANISASI DENGAN REGULASI DIRI PADA REMAJA : STUDI KASUS DI SMA N 2 NGAWI Rhea Auliya Anggareni 1, Fitri Hartanto 2 1 Mahasiswa Program Pendidikan S-1 Kedokteran Umum, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Konstipasi merupakan masalah yang cukup sering terjadi pada anak. Prevalensinya diperkirakan 0,3% sampai 8%. Menurut Van den Berg MM (dalam Jurnalis, 2013), prevalensi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang lingkup keilmuan : Ilmu Kulit dan Kelamin 2. Ruang lingkup tempat : RSUD Tugurejo Semarang 3. Ruang lingkup waktu : Periode Agustus September

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TEORI 1. Lanjut Usia (Lansia) Menurut Undang-Undang nomor 4 tahun 1965 yang termuat dalam pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50 tahun, tidak

Lebih terperinci

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia vii ABSTRAK

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia vii ABSTRAK ABSTRAK Nama : Cynthia Michelle Anggraini Program Studi : Sarjana Kedokteran Gigi Judul : Prevalensi dan Distribusi Variasi Anatomis Normal pada Pasien Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. observasional analitik dengan desain cross sectional study dimana pengukuran

BAB III METODE PENELITIAN. observasional analitik dengan desain cross sectional study dimana pengukuran BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode observasional analitik dengan desain cross sectional study dimana pengukuran variable hanya

Lebih terperinci

: ENDAH SRI WAHYUNI J

: ENDAH SRI WAHYUNI J PERBANDINGAN ANTARA LATIHAN PELVIC FLOOR MUSCLE TREATMENT (PFMT) SECARA INDIVIDU DAN BERKELOMPOK TERHADAP INKONTINENSIA URIN PADA WANITA LANJUT USIA DI PANTI WREDHA DHARMA BAKTI SKRIPSI DISUSUN UNTUK MEMENUHI

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

INKONTINENSIA URIN. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG (K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Jakarta

INKONTINENSIA URIN. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG (K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Jakarta INKONTINENSIA URIN Dr. Budi Iman Santoso, SpOG (K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Jakarta Inkontinensia urin dapat terjadi pada segala usia Asia Pasific

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1 Ruang Lingkup Keilmuan Ruang lingkup keilmuan mencakup bidang Ilmu Kesehatan Mata dan Ilmu Kesehatan Masyarakat. 3.1.2 Ruang Lingkup Tempat

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL DAN DERAJAT NYERI PADA PASIEN LOW BACK PAIN MEKANIK DI INSTALASI REHABILITASI MEDIK RSUP DR.

HUBUNGAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL DAN DERAJAT NYERI PADA PASIEN LOW BACK PAIN MEKANIK DI INSTALASI REHABILITASI MEDIK RSUP DR. HUBUNGAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL DAN DERAJAT NYERI PADA PASIEN LOW BACK PAIN MEKANIK DI INSTALASI REHABILITASI MEDIK RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan bawaan berupa aganglionosis

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan bawaan berupa aganglionosis BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan bawaan berupa aganglionosis usus ditandai tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus submukosa Meissner dan pleksus

Lebih terperinci

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta * ABSTRAK

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta *  ABSTRAK Hubungan Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Berdasarkan Skor Pittsburgh Sleep Quality Index di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Luhur Bantul Yogyakarta RELATIONSHIP BETWEEN ELDERLY GYMNASTIC

Lebih terperinci

HUBUNGAN JUMLAH VOLUME DRAINASE WATER SEALED DRAINAGE DENGAN KEJADIAN UDEMA PULMONUM RE- EKSPANSI PADA PASIEN EFUSI PLEURA MASIF

HUBUNGAN JUMLAH VOLUME DRAINASE WATER SEALED DRAINAGE DENGAN KEJADIAN UDEMA PULMONUM RE- EKSPANSI PADA PASIEN EFUSI PLEURA MASIF HUBUNGAN JUMLAH VOLUME DRAINASE WATER SEALED DRAINAGE DENGAN KEJADIAN UDEMA PULMONUM RE- EKSPANSI PADA PASIEN EFUSI PLEURA MASIF LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 27 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kesehatan Anak, khususnya Endokrinologi dan Pediatri Sosial. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

GAMBARAN KLINIS PASIEN SIROSIS HATI: STUDI KASUS DI RSUP DR KARIADI SEMARANG PERIODE LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN KLINIS PASIEN SIROSIS HATI: STUDI KASUS DI RSUP DR KARIADI SEMARANG PERIODE LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH GAMBARAN KLINIS PASIEN SIROSIS HATI: STUDI KASUS DI RSUP DR KARIADI SEMARANG PERIODE 2010-2012 LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar

Lebih terperinci

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN Modul 5 Bedah Anak BUSINASI (No. ICOPIM: 5-731) 1. TUJUAN : 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi dari anal canal, diagnosis dan pengelolaan

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN TENSION-TYPE HEADACHE DI POLIKLINIK SARAF RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran Diajukan Oleh: Fardhika J500110019

Lebih terperinci

PENGARUH PENYULUHAN TENTANG PENYAKIT EPILEPSI ANAK TERHADAP PENGETAHUAN MASYARAKAT UMUM LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH PENYULUHAN TENTANG PENYAKIT EPILEPSI ANAK TERHADAP PENGETAHUAN MASYARAKAT UMUM LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH PENYULUHAN TENTANG PENYAKIT EPILEPSI ANAK TERHADAP PENGETAHUAN MASYARAKAT UMUM LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian akhir Karya Tulis Ilmiah mahasiswa

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI UJIAN KETERAMPILAN KLINIK DASAR MODUL GASTROINTESTINAL PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER ANGKATAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI UJIAN KETERAMPILAN KLINIK DASAR MODUL GASTROINTESTINAL PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER ANGKATAN Jurnal Visi Ilmu Pendidikan halaman 894 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI UJIAN KETERAMPILAN KLINIK DASAR MODUL GASTROINTESTINAL PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER ANGKATAN 2008 Oleh :

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSENTASE LEMAK TUBUH DENGAN TOTAL BODY WATER MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN PERSENTASE LEMAK TUBUH DENGAN TOTAL BODY WATER MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN PERSENTASE LEMAK TUBUH DENGAN TOTAL BODY WATER MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian proposal

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Penyakit Dalam sub bagian Reumatologi. Penelitian ini dilakukan di poliklinik Penyakit Dalam sub bagian

BAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Penyakit Dalam sub bagian Reumatologi. Penelitian ini dilakukan di poliklinik Penyakit Dalam sub bagian BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ilmu Penyakit Dalam sub bagian Reumatologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di poliklinik Penyakit Dalam sub bagian Reumatologi

Lebih terperinci

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN KANKER PAYUDARA DAN PENANGANANNYA DI RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN KANKER PAYUDARA DAN PENANGANANNYA DI RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012 ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN KANKER PAYUDARA DAN PENANGANANNYA DI RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012 Fajri Lirauka, 2015. Pembimbing : dr. Laella Kinghua Liana, Sp.PA, M.Kes.

Lebih terperinci

HASIL KOLONOSKOPI PADA PASIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN BAWAH DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN 2012

HASIL KOLONOSKOPI PADA PASIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN BAWAH DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN 2012 1 HASIL KOLONOSKOPI PADA PASIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN BAWAH DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN 2012 Oleh : RAHMAT HIDAYAT 090100005 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini yaitu observasional analitik. Diikuti prospektif. Perawatan terbuka (Kontrol)

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini yaitu observasional analitik. Diikuti prospektif. Perawatan terbuka (Kontrol) BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini yaitu observasional analitik. B. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini yaitu cohort. Penelitian mulai dari sini Subyek tanpa faktor

Lebih terperinci

PENGARUH MENGUNYAH PERMEN KARET TERHADAP TINGKAT KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH MENGUNYAH PERMEN KARET TERHADAP TINGKAT KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH MENGUNYAH PERMEN KARET TERHADAP TINGKAT KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN (Studi pada mahasiswa tingkat awal (2014) Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang)

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang keilmuan penelitian ini adalah ilmu anestesiologi dan terapi intensif.

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang keilmuan penelitian ini adalah ilmu anestesiologi dan terapi intensif. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Bidang keilmuan penelitian ini adalah ilmu anestesiologi dan terapi intensif. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi

Lebih terperinci

LAPORAN NURSING CARE INKONTINENSIA. Blok Urinary System

LAPORAN NURSING CARE INKONTINENSIA. Blok Urinary System LAPORAN NURSING CARE INKONTINENSIA Blok Urinary System Oleh: Kelompok 3 TRIGGER JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 Ny Sophia, usia 34 tahun, datang ke klinik

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPRES HANGAT DI SUPRA PUBIK TERHADAP PEMULIHAN KANDUNG KEMIH PASCA PEMBEDAHAN DENGAN ANESTESI SPINAL DI RSUD BATANG

PENGARUH KOMPRES HANGAT DI SUPRA PUBIK TERHADAP PEMULIHAN KANDUNG KEMIH PASCA PEMBEDAHAN DENGAN ANESTESI SPINAL DI RSUD BATANG PENGARUH KOMPRES HANGAT DI SUPRA PUBIK TERHADAP PEMULIHAN KANDUNG KEMIH PASCA PEMBEDAHAN DENGAN ANESTESI SPINAL DI RSUD BATANG Skripsi ARI WIJAYANTO NIM : 11.0758.S TAUFIK NIM : 11.0787. S PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam khususnya Ilmu

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam khususnya Ilmu BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam khususnya Ilmu Geriatri dan Ilmu Kesehatan Jiwa. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu kesehatan anak khususnya sub bagian

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu kesehatan anak khususnya sub bagian BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah ilmu kesehatan anak khususnya sub bagian Gastroenterologi, nutrisi metabolik dan perinatologi. 4.2. Tempat dan waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saluran pencernaan (gastrointestinal, GI) dimulai dari mulut sampai anus. Fungsi saluran pencernaan adalah untuk ingesti dan pendorongan makanan, mencerna makanan, serta

Lebih terperinci

I KOMANG AGUS SETIAWAN

I KOMANG AGUS SETIAWAN TESIS USIA LEBIH DARI 45 TAHUN, JUMLAH LEKOSIT, RIWAYAT KONSUMSI ALKOHOL DAN KONSUMSI OBAT NSAID SEBAGAI FAKTOR RISIKO PADA ULKUS PEPTIKUM PERFORASI DI BAGIAN BEDAH RSUP SANGLAH I KOMANG AGUS SETIAWAN

Lebih terperinci

PENELITIAN TUGAS AKHIR PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH DEPARTEMEN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENELITIAN TUGAS AKHIR PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH DEPARTEMEN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENELITIAN TUGAS AKHIR PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH DEPARTEMEN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA HUBUNGAN ANTARA LAMA TIMBULNYA GEJALA KLINIS AWAL HINGGA TINDAKAN OPERASI

Lebih terperinci