BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Validitas Instrumen Instrumen yang divalidasi adalah soal tes Protista dan angket yang diberikan pada siswa. Berdasarkan hasil validasi tersebut akan terungkap ragam kesulitan belajar Protista. Soal tes Protista dibuat untuk mengetahui letak kesulitan belajar siswa berdasarkan indikator kompetensi dan tingkat berpikir kognitif, sedangkan angket siswa dibuat untuk mengetahui faktor penyebab kesulitan belajar Protista. Soal tes Protista divalidasi dengan dua jenis validitas, yaitu validitas isi (content validity) dan validitas muka (face validity). Validitas isi instrumen soal tes Protista diuji agar item yang digunakan untuk melakukan evaluasi benar-benar merepresentasikan komponen ranah kemampuan tertentu yang akan diukur (Bambang Subali & Pujiati Suyanta, 2012: 41). Validitas isi penelitian ini diukur melalui analisis rasional mengenai isi tes menggunakan pendapat para ahli (expert judgement). Ahli materi dan evaluasi memberikan kritik dan masukan terhadap instrumen yang telah dibuat berkaitan dengan tujuan penelitian, ranah yang dikaji, dan kebenaran materi soal tes Protista. Penelitian ini juga menggunakan validitas muka (face validity) yang didasarkan pada kenampakan luar instrumen dan berdasarkan pandangan orang yang lebih ahli dalam segi evaluasi. Kenampakan luar instrumen soal tes meliputi kecocokan item soal tes terhadap materi dan konstruksi bahasa yang 67

2 digunakan. Angket faktor kesulitan belajar Protista divalidasi menggunakan validitas isi dengan mencari indikator-indikator yang sesuai dengan variabel yang diukur yaitu faktor penyebab kesulitan belajar Protista serta mendiskusikan dengan para ahli. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri individu meliputi faktor jasmaniah yaitu kesehatan dan cacat tubuh serta faktor psikologis yang meliputi intelegensi, rasa ingin tahu, minat, motivasi, dan kesiapan belajar. Faktor eksternal yaitu yang berasal dari luar diri individu, meliputi faktor keluarga, sekolah dan masyarakat. Hasil analisis rasional para ahli menyatakan bahwa soal tes Protista dan angket faktor kesulitan belajar Protista telah memenuhi validitas isi dan muka sehingga layak digunakan dalam penelitian dengan beberapa perbaikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ary (1982: 284) bahwa apabila semua penilai sepakat bahwa butir tes tersebut sudah mencerminkan wilayah isi dengan memadai, maka butir tes tersebut dpt dikatakan telah memiliki validitas isi. Instrumen yang telah diperbaiki kemudian dicetak dan digunakan untuk mengungkap ragam kesulitan belajar Protista. Analisis daya beda item soal tes Protista juga dilakukan untuk meningkatkan validitas tes Protista. Hasil analisis disajikan dalam tabel berikut. Tabel 5. Validasi yang Didasarkan pada Daya Beda Item Tes Protista. Daya Beda Kategori No Item 0,21-0,40 Cukup 1,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,17,19 0,41-0,70 Baik 2,16,18,20 68

3 Hasil analisis menunjukkan bahwa seluruh item soal tes Protista yang digunakan dalam penelitian memiliki daya beda antara 0,21 hingga 0,61 sehingga soal memiliki kategori cukup dan baik karena terletak antara 0,20-0,70 (lampiran 7). Hal tersebut menunjukkan bahwa item soal yang digunakan dalam penelitian dapat membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah dengan cukup baik. Tes Protista yang digunakan dalam penelitian ini merupakan tes hasil belajar, sehingga mengacu pada kriteria (criterion-reference), oleh karena itu daya beda soal tidak boleh negatif. Hasil dari tes ini menunjukkan tidak adanya daya beda yang negatif, artinya tidak ada testi yang pintar yang menjawab salah sehingga item-item tes ini dinyatakan valid dan hasil tes dapat digunakan untuk langkah selanjutnya, yaitu mengetahui letak kesulitan belajar Protista berdasarkan indikator kompetensi dan tingkat berpikir kognitif. 2. Persentase Kesulitan Belajar Protista Hasil tes Protista dapat digunakan untuk mengetahui persentase siswa yang mengalami kesulitan belajar pada materi tersebut. Persentase siswa yang mengalami kesulitan belajar ini diungkap untuk mengetahui apakah di antara siswa sampel masih terjadi kesulitan belajar Protista. Sampel penelitian terdiri dari 66 siswa yang berasal dari dua Madrasah Aliyah, masing-masing terdiri dari 38 siswa dan 28 siswa. Ada 20 butir soal yang diujikan, sehingga masing-masing soal memiliki skor 5. Skor yang diperoleh siswa dan persentase dapat dilihat dalam tabel berikut. 69

4 Persentase (%) Tabel 6. Berbagai Kategori Tingkat Kesulitan yang Dialami Siswa (n=66) Skor Kategori Tingkat Kesulitan Persentase (%) Sangat rendah 0, Rendah 16, Sedang 34, Tinggi 39, Sangat tinggi 9, Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Skor Gambar 18. Grafik Persentase Siswa yang Mengalami Kesulitan Belajar Protista dalam Berbagai Kategori Tingkat Kesulitan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan belajar Protista dalam kategori tinggi yaitu sebanyak 39,4% siswa. Berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) kedua madrasah tersebut diketahui bahwa jumlah siswa yang mencapai KKM (skor 78) adalah sebanyak 0% atau seluruh siswa belum mencapai KKM (lampiran 7). Berdasarkan hasil ini maka dapat dilakukan langkah penelitian selanjutnya yaitu menganalisis letak kesulitan belajar Protista 70

5 ditinjau dari indikator kompetensi dan tingkat berpikir kognitif serta menganalisis faktor penyebab kesulitan belajar Protista. 3. Ragam Kesulitan Belajar Protista Ragam kesulitan belajar siswa ditinjau dari letak kesulitan belajar siswa yang didasarkan pada dua hal, yaitu berdasarkan indikator pencapaian kompetensi dan tingkat berpikir kognitif. Letak kesulitan dapat diketahui dari persentase siswa yang menjawab salah pada setiap item soal. Suharsimi Arikunto (2012: ) menyatakan bahwa soal dianggap sukar apabila tingkat kesulitan 0-0,30 (persentase siswa yang menjawab salah 70%), soal dianggap sedang apabila tingkat kesulitan 0,31-0,70 (persentase siswa yang menjawab salah antara 30%-69%), dan soal dianggap mudah apabila tingkat kesulitan 0,71 (persentase siswa yang menjawab salah <30%) a. Letak Kesulitan Belajar Berdasarkan Indikator Kompetensi Indikator kompetensi merupakan kompetensi yang ingin dicapai oleh peserta didik yang dijabarkan berdasarkan Kompetensi Dasar (KD). Jumlah indikator kompetensi berdasarkan KD yang kemudian dijabarkan lagi dalam indikator soal ada enam. Siswa dianggap mengalami kesulitan belajar apabila persentase siswa yang menjawab salah lebih dari atau sama dengan 70%. Berdasarkan persentase siswa yang menjawab salah maka dapat diketahui letak kesulitan belajar siswa ditinjau dari indikator kompetensi seperti dalam tabel berikut. Persentase dan rata-rata siswa menunjukkan banyak siswa yang menjawab salah. 71

6 Persentase siswa menjawab salah (%) Tabel 7. Letak Kesulitan Belajar Siswa Berdasarkan Indikator Kompetensi (n=66). Kompetensi Dasar Indikator Kompetensi No Item Persentase (%) Rata-rata (%) Mengelompokkan Menjelaskan ciri 1 74,2 67,7 Protista morfologi Protista 2 45,5 berdasarkan ciriciri umum kelas (A) 3 83,3 Memahami cara 4 86,4 dan mengaitkan reproduksi Protista peranannya dalam 10 86,4 (B) kehidupan 13 53,0 75,3 Memahami dasar pengelompokan Protista (C) Mengelompokkan jenis Protista ke dalam kelas (D) Mengenali objek protista (E) Memahami peran Protista dalam kehidupan (F) 5 28,8 49,5 6 37,9 7 81,8 8 28,8 38,7 9 48, ,4 64, , , , , ,6 55, , , , A B C D E F Indikator Kompetensi Gambar 19. Grafik Letak Kesulitan Belajar Berdasarkan Indikator Kompetensi 72

7 Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa paling banyak mengalami kesulitan dalam indikator memahami cara reproduksi Protista. Indikator kompetensi yang lain memiliki tingkat kesulitan yang bervariasi, akan tetapi secara umum hampir di seluruh indikator pencapaian kompetensi terdapat soal yang memiliki kategori sulit, kecuali pada indikator mengelompokkan Protista ke dalam kelas (lampiran 8). b. Letak Kesulitan Belajar Siswa Berdasarkan Tingkat Berpikir Kognitif Letak kesulitan belajar siswa berdasarkan tingkat berpikir kognitif, dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 8. Letak Kesulitan Belajar Siswa Berdasarkan Tingkat Berpikir Kognitif (n=66). Tingkat Berpikir Kognitif No Item Persentase (%) Rata-rata (%) Mengingat (C1) 1 74,2 55,5 5 28, ,6 Memahami (C2) 2 45,5 58,0 6 37,9 7 81,8 9 48, , , ,7 Mengaplikasikan (C3) 4 86,4 59,7 8 28, , , ,8 Menganalisis (C4) 3 83,3 80, , ,2 Mengevaluasi (C5) 18 48,5 48,5 Mencipta (C6) 20 39,4 39,4 73

8 Persentase Siswa Menjawab Salah (%) C1 C2 C3 C4 C5 C6 Tingkat Berpikir Kognitif Gambar 20. Grafik Kesulitan Belajar Berdasarkan Tingkat Berpikir Kognitif Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa banyak mengalami kesulitan pada tingkat berpikir menganalisis (analyze). Pada tingkat berpikir kognitif mengingat, ada tiga tingkat kesulitan, artinya kemampuan siswa dalam mengingat rata-rata sedang. Kemampuan siswa dalam mengaplikasikan juga sebagian besar dalam kategori sedang dan sulit, sedangkan pada tingkat berpikir mengevaluasi dan mencipta rata-rata sedang. Jumlah item yang digunakan dalam mengukur tingkat C5 (mengevaluasi) dan C6 (mencipta) hanya masing-masing satu item karena penelitian lebih ditekankan pada tingkat berpikir C1-C4. Pertimbangan dari hal tersebut adalah siswa baru mengenal materi Protista pada jenjang SMA sehingga masih berada dalam tahap mengingat hingga menganalisis. 4. Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Protista Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar siswa diteliti dengan menggunakan angket/kuesioner yang diberikan pada siswa. Hasil angket kemudian diverifikasi kebenarannya dengan melakukan wawancara dan 74

9 observasi. Wawancara dilakukan terhadap guru untuk mengetahui faktor penyebab kesulitan belajar ditinjau dari sudut pandang guru, sedangkan observasi dilakukan untuk mengetahui sarana prasarana yang terdapat di sekolah sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya. Observasi terhadap proses pembelajaran tidak dilakukan karena materi Protista telah diberikan pada semester I. a. Hasil Angket Kesulitan Belajar Protista Angket diberikan pada siswa untuk mengetahui faktor penyebab kesulitan belajar Protista. Ada dua faktor penyebab kesulitan belajar secara umum, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi: 1)rasa ingin tahu; 2)minat belajar; 3)motivasi belajar; 4)kesiapan belajar; 5)kelelahan; 6)cacat tubuh, sedangkan faktor eksternal meliputi: 1)guru; 2)pelaksanaan kurikulum; 3)sarana prasarana; 4)orang tua; dan 5)lingkungan. Masing-masing aspek dijabarkan dalam satu atau lebih pernyataan positif dengan empat alternatif jawaban (sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju). Tingkat persetujuan dari setiap pernyataan menurut Sugiyono (2014: 139) diperoleh dengan membagi jumlah skor per item pernyataan terhadap jumlah skor ideal. Berdasarkan tingkat persetujuan tiap pernyataan dapat diketahui tingkat persetujuan penyebab kesulitan belajar Protista yang diperoleh dari 100%-tingkat persetujuan masing-masing pernyataan. Nilai tingkat persetujuan penyebab kesulitan belajar yang 75

10 Tingkat Persetujuan (%) tinggi menunjukkan bahwa aspek atau pernyataan yang dimaksud dapat menjadi faktor penyebab kesulitan belajar Protista. Tabel 9. Hasil Angket Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Protista. Aspek Tingkat Persetujuan Faktor (%) Rasa ingin tahu 21,62 Minat belajar 21,57 Motivasi belajar 31,82 Kesiapan belajar 27,62 Kelelahan 29,75 Cacat tubuh 16,60 Guru 20,33 Pelaksanaan Kurikulum 36,50 Sarana Prasarana 40,12 Orang tua 14,39 Lingkungan 27, Aspek Gambar 21. Grafik Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Protista Hasil angket kesulitan belajar biologi menunjukkan faktor-faktor penyebab kesulitan belajar biologi yang ditandai dengan tingkat 76

11 persetujuan faktor yang tinggi, yaitu aspek pelaksanaan kurikulum dan sarana prasarana (lampiran 10). Aspek sarana prasarana yang menyebabkan kesulitan belajar antara lain tidak adanya penggunaan objek asli Protista dalam pembelajaran dan tidak adanya sumber belajar real di sekolah, misalnya kolam/akuarium. Aspek pelaksanaan kurikulum disebabkan oleh tidak adanya kegiatan praktikum atau pengamatan Protista. Beberapa tingkat persetujuan yang rendah juga terdapat pada aspek motivasi belajar. Siswa memiliki tingkat persetujuan yang rendah pada indikator memiliki cita-cita yang berhubungan dengan Protista dan keinginan menjadi ahli Protista. Aspek cacat tubuh dan orang tua diasumsikan tidak menyebabkan kesulitan belajar karena memiliki tingkat persetujuan yang tinggi. Hasil wawancara terhadap guru dan observasi digunakan sebagai konfirmasi data yang telah diperoleh melalui angket. b. Hasil Wawancara Wawancara dengan kedua guru pada dua madrasah dilakukan untuk mengetahui penyebab kesulitan belajar siswa dari sudut pandang guru. Dalam penelitian ini, salah satu guru tidak bersedia memberikan pernyataan sehingga poin-poin yang seharusnya digali dari wawancara diperoleh melalui wawancara dengan guru lain, wawancara dengan siswa, dan pengamatan sehingga keterangan yang diperlukan tetap dapat diperoleh. Input kemampuan rata-rata siswa yang masuk ke madrasah ratarata memiliki kecerdasan tingkat menengah yang dibuktikan dengan nilai UN SMP/MTs. Kedua madrasah juga menerapkan proses seleksi masuk 77

12 siswa baru sehingga siswa yang dapat masuk adalah siswa yang telah memenuhi kriteria akademik yang cukup baik. Kedua guru yang mengajar di kelas X merupakan guru profesional yang telah mengajar lebih dari 10 tahun dan merupakan lulusan dari pendidikan biologi dan berstatus PNS. Kedua guru menggunakan metode yang sama dalam mengajar materi Protista, yaitu dengan metode ceramah dan tanya jawab dengan menggunakan media powerpoin dan gambar-gambar. Metode ini digunakan karena dengan metode ceramah siswa mendapatkan materi lebih banyak daripada menemukan konsep sendiri melalui pengamatan sehingga lebih hemat waktu. Seluruh siswa memiliki buku LKS yang memuat ringkasan materi tentang Protista. Perpustakaan juga menyediakan buku paket yang dapat dipinjamkan oleh siswa, meskipun jumlah buku yang sesuai dengan Kurikulum 2013 lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah siswa, tetapi masih terdapat buku paket dengan kurikulum sebelumnya yang dapat dipinjamkan. Siswa mengikuti pembelajaran dengan baik, tidak mengajukan protes atau keberatan terhadap metode yang diajarkan guru. Alasan tidak adanya kegiatan pengamatan/praktikum di madrasah A karena alat-alat yang dibutuhkan untuk praktikum tidak dalam kondisi yang baik dan jumlahya tidak mencukupi, sedangkan madrasah B memiliki jumlah mikroskop dan alat yang cukup, tetapi tidak memiliki sumber belajar yang mendukung dan tidak ada penjadwalan praktikum. Guru memiliki spesimen awetan spirogyra dan beberapa jenis alga, tetapi mikroskop yang dibutuhkan untuk pengamatan ada dalam 78

13 kondisi kotor dan berjamur sehingga tidak dapat digunakan. Kedua guru juga memiliki alasan yang berbeda tentang tidak adanya penugasan untuk mencari objek Protista secara real. Sebagian siswa madrasah B ada di pondok pesantren sehingga waktu yang dimiliki siswa di rumah tidak banyak, sedangkan madrasah A tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan pengamatan langsung. Siswa cukup aktif dalam pembelajaran, baik bertanya maupun menjawab pertanyaan guru, terutama ketika sesi tanya jawab. Jenis-jenis pertanyaan yang sering ditanyakan oleh siswa adalah pertanyaan yang bersifat aplikatif, misalnya manfaat dan bahaya berbagai jenis makhluk hidup bagi manusia. Teknik penilaian yang digunakan oleh guru adalah uraian yang diambil dari soal dalam buku LKS siswa. akan tetapi, butir soal ulangan harian tersebut tidak dianalisis sehingga letak kesulitan belajar siswa tidak diketahui. Program remedial dilakukan dengan mengerjakan kembali soal yang berbeda. c. Hasil Observasi Observasi dilakukan untuk mengetahui keadaan sekolah baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Observasi di dalam kelas dilakukan untuk mengamati kondisi dan sarana prasarana dalam kelas. Materi Protista terletak pada semester gasal kelas X SMA/MA, sehingga aktivitas belajar dalam materi Protista tidak dapat diobservasi. Observasi juga dilakukan di luar kelas untuk mengetahui kondisi sarana dan prasarana yang ada di sekolah. berdasarkan hasil observasi, terdapat beberapa hal 79

14 yang dapat diasumsikan menjadi faktor penyebab kesulitan belajar, antara lain: 1) Pada salah satu madrasah, guru memiliki media pembelajaran lebih dari satu macam yaitu powerpoin dan gambar tanpa media real, salah satu madrasah yang lain guru memiliki media belajar real yaitu awetan ganggang dan spirogyra, akan tetapi tidak dapat digunakan dalam pembelajaran karena kondisi alat penunjang (mikroskop) tidak baik untuk pembelajaran. Penggunaan media real idealnya dapat lebih menarik minat belajar siswa dan dapat memberi pengetahuan yang nyata di sekolah. 2) Dari segi sarana dan prasarana, kedua madrasah tidak memiliki sumber belajar real materi Protista, misalnya kolam atau akuarium untuk menumbuhkan ganggang. Layanan internet di madrasah telah dipasang tetapi sulit untuk digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran, padahal dengan adanya layanan ini diharapkan siswa lebih banyak mengeksplorasi materi secara mandiri. B. Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan belajar Protista dalam kategori tinggi dengan skor ratarata 40. Berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) kedua madrasah tersebut diketahui bahwa jumlah siswa yang mencapai KKM (skor 78) adalah sebanyak 0% atau seluruh siswa belum mencapai KKM (lampiran 7). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sugihartono (2013: 152) yang menyatakan 80

15 bahwa keberhasilan belajar siswa dalam proses pembelajaran ditandai dengan penguasaan bahan pelajaran yang telah diberikan oleh guru yang diwujudkan dalam bentuk nilai yang baik. Siswa dikatakan belum berhasil dalam belajarnya apabila memiliki nilai yang rendah. Hal yang serupa dijelaskan oleh S. Nasution (2003: 36-37) yang berpendapat bahwa tujuan proses belajar mengajar secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari dikuasai sepenuhnya oleh siswa atau disebut mastery learning (belajar tuntas), artinya penguasaan penuh. Prinsip belajar tuntas menyatakan bahwa seluruh siswa dapat menguasai kompetensi yang ditargetkan, tetapi bisa melalui cara yang berbeda dan dalam waktu yang berbeda. Cita-cita ini menurut S. Nasution (2003: 36-37) hanya dapat dijadikan tujuan apabila guru meninggalkan kurva normal sebagai patokan keberhasilan mengajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa belum seluruhnya mencapai kompetensi yang ditargetkan atau mengalami kesulitan belajar yang bervariasi apabila dilihat dari indikator kompetensi maupun dari tingkatan berpikir kognitif. 1. Ragam Kesulitan Belajar Protista a. Letak Kesulitan Belajar Berdasarkan Indikator Kompetensi Indikator kompetensi pada materi Protista ada enam (hasil lengkap disajikan dalam lampiran 7). Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa siswa paling banyak mengalami kesulitan dalam indikator memahami cara reproduksi Protista. Cara reproduksi Protista bervariasi, sebagian memiliki siklus reproduksi seksual dan aseksual dan sebagian 81

16 memiliki siklus reproduksi aseksual saja, misalnya kelompok Sarcodina (Pelczar dan Chan, 2015: 225). Siswa mengalami kesulitan terutama dalam mengaplikasikan prinsip pembelahan biner untuk dapat menghitung sel anakan yang dihasilkan dan dalam menganalisis cara reproduksi Plasmodium sp. kaitannya dengan pengertian fertilisasi dan meiosis, sedangkan dalam memahami tahap-tahap yang terjadi pada proses konjugasi Paramaecium sp. terdapat 53% siswa yang menjawab salah (kategori sedang). Proses konjugasi merupakan proses perkembangbiakan seksual antara dua sel Paramaecium sp. melalui tahap plasmogami dua sel, meiosis, mitosis, pertukaran inti sel, pemisahan kedua sel, dan kariogami serta sitokinesis. Indikator menjelaskan ciri morfologi Protista yang terdiri dari tiga item soal memiliki rata-rata siswa menjawab salah sebanyak 67,7%.. Siswa mengalami kesulitan terutama dalam memahami pengertian organisme eukaryotik dan menganalisis tempat tumbuh alga berkaitan dengan sifatnya sebagai autotrof, sedangkan dalam memahami perbedaan ciri Protista dan bakteri sebanyak 45,5% siswa menjawab salah (kategori sedang). Indikator pencapaian kompetensi memahami dasar pengelompokan Protista rata-rata siswa yang menjawab salah sebanyak 49,5% atau dalam kategori sedang. Siswa harus memahami perbedaan antara Protista dengan tumbuhan, hewan, dan jamur. Sebagian besar siswa telah memahami dasar pembagian Protozoa dalam kelas dan memahami perbedaan alga dan 82

17 tumbuhan tingkat tinggi, akan tetapi siswa masih kesulitan dalam menentukan perbedaan Protista mirip jamur dan jamur. Protista mirip jamur dan sebagian besar jamur memiliki ukuran mikroskopis dan jarang ditemui oleh siswa, sehingga siswa mengalami kesulitan untuk membedakan antara keduanya. Indikator pencapaian kompetensi mengelompokkan jenis Protista ke dalam kelas memiliki rata-rata siswa yang menjawab salah sebanyak 38,7% (kategori sedang). Siswa harus memahami dasar pengelompokan Protista terlebih dahulu untuk dapat mengelompokkan jenis Protista ke dalam kelas sesuai dengan ciri-ciri yang ada. Sebagian besar siswa dapat mengelompokkan jenis Protozoa ke dalam kelas Mastigophora, Ciliata, Rhizopoda, atau Sporozoa berdasarkan ciri-ciri yang telah diketahui yaitu memiliki silia dan mendeskripsikan ciri-ciri Euglenoid sebagai Protista mirip tumbuhan dan hewan. Indikator mengenali objek Protista memiliki tingkat kesulitan ratarata siswa menjawab salah sebanyak 64,9% (sedang). Soal dengan kategori sulit dalam indikator ini ada 3, yaitu: 1)mengenal protozoa berdasarkan ciri morfologinya; 2)mengenal alga berdasarkan ciri morfologinya; dan 3)mengenal protista mirip jamur berdasarkan ciri morfologinya. Siswa belum mampu mengenali atau mengidentifikasi jenis atau kelompok Protista berdasarkan gambar atau ciri-ciri yang disebutkan. Ada dua soal dengan kategori sedang, yaitu menyebutkan organel-organel yang terdapat dalam Protozoa dan menyebutkan bagian-bagian tubuh dari Alga. Secara 83

18 umum, organel-organel atau bagian tubuh Protista hampir sama dengan makhluk eukaryotik yang lain sehingga siswa yang telah mendapatkan materi tentang sel dapat menjawabnya. Indikator memahami peran Protista dalam kehidupan memiliki rata-rata siswa menjawab salah sebanyak 55,3% (sedang). Ada satu soal dengan kategori sulit yaitu memahami peran Chlorella sp. dalam kehidupan manusia dan tiga soal dengan kategori sedang, yaitu: 1)mengidentifikasi penyakit yang akan timbul apabila dijangkiti oleh organisme Protista tertentu; 2)menyusun strategi dalam upaya menghindari penyakit malaria, dan; 3)memprediksi dampak eutrofikasi terhadap biota danau. b. Kesulitan Belajar Siswa Berdasarkan Tingkat Berpikir Kognitif Penilaian kognitif adalah penilaian terhadap kemampuan berpikir untuk memecahkan masalah. Taksonomi Bloom yang direvisi oleh Anderson dan Krathwol mengklasifikasikan kemampuan berpikir dalam tingkat remembering, understanding, applying, analyzing, evaluating, dan creating. Menurut Bambang Subali dan Pujiati Suyanta (2012:3) siswa tingkat SMA diharapkan memiliki tingkat berpikir tinggi (menganalisis, mengevaluasi, dan mengkreasi), akan tetapi dalam penelitian ini soal yang dibuat lebih banyak terfokus pada tingkat berpikir rendah (mengingat, memahami, mengaplikasi) dengan pertimbangan bahwa Protista merupakan salah satu materi yang baru dikenal siswa di jenjang SMA. 84

19 Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa banyak siswa mengalami kesulitan pada tingkat berpikir menganalisis (analyzing, C4), dengan rata-rata siswa menjawab salah sebanyak 80,3%. Kemampuan menganalisis adalah kemampuan memisahkan konsep ke dalam beberapa komponen dan menyelidiki hubungan antarkomponen untuk memperoleh pemahaman atas konsep tersebut secara utuh (Krathwol, 2002:214). Kemampuan analisis dapat diperoleh apabila telah mencapai kemampuan di bawahnya, yaitu mengingat, memahami, dan mengaplikasikan. Pada tingkat berpikir kognitif mengingat (remembering, C1) ratarata siswa menjawab salah sebanyak 55,5%, artinya kemampuan siswa dalam mengingat rata-rata sedang. Kemampuan mengingat merupakan kemampuan siswa dalam menyebutkan kembali informasi/pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan jangka panjang, termasuk mengenal kembali suatu hal/informasi (Krathwol, 2002:214). Kemampuan memahami (understanding, C2) memiliki rata-rata siswa menjawab salah sebanyak 58,0% (kategori sedang). Kemampuan memahami merupakan kemampuan siswa dalam menentukan makna/pengertian instruksi, ide, atau konsep yang telah diajarkan baik dalam bentuk lisan, tertulis, maupun grafik/diagram (Krathwol, 2002:214). Kemampuan siswa dalam mengaplikasikan (applying, C3) juga dalam kategori sedang dengan rata-rata siswa menjawab salah sebanyak 59,7%. Kemampuan ini mencakup kemampuan melakukan suatu hal atau 85

20 mengaplikasikan suatu prosedur dalam situasi tertentu (Krathwol, 2002:214). Tingkat berpikir mengevaluasi (evaluating, C5) rata-rata sedang dengan rata-rata siswa menjawab salah sebanyak 48,5%. Kemampuan mengevaluasi mencakup kemampuan dalam menetapkan penilaian sesuatu berdasarkan norma, kriteria atau patokan tertentu (Krathwol, 2002:214). Tingkat berpikir mencipta (creating, C6) siswa rata-rata sedang dengan rata-rata siswa menjawab salah sebanyak 39,4%. Kemampuan menciptakan merupakan kemampuan seseorang dalam memadukan unsur menjadi suatu bentuk baru yang utuh dan koheren, atau membuat suatu produk yang orisinal (Krathwol, 2002: 214). Hasil penelitian yang menunjukkan banyaknya siswa yang mengalami kesulitan pada level berpikir C4 (menganalisis) disebabkan sebagian besar siswa juga masih mengalami kesulitan pada level berpikir tingkat rendah. Lebih dari 50% siswa mengalami kesulitan pada ranah C1- C3. Kemampuan berpikir ini bersifat hierarkis, artinya level yang lebih tinggi dapat dicapai oleh siswa apabila telah melampaui level yang rendah meskipun siswa lebih sedikit mengalami kesulitan pada level berpikir C5- C6. 2. Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Siswa Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan belajar. Faktor-faktor tersebut secara umum dikelompokkan ke dalam faktor internal dan eksternal 86

21 (Sugihartono dkk., 2013: 76-7). Faktor internal yaitu yang berasal dari dalam diri individu meliputi faktor psikologis yang meliputi intelegensi, rasa ingin tahu, minat, motivasi, dan kesiapan belajar serta faktor jasmaniah yaitu kesehatan dan cacat tubuh. Faktor eksternal berasal dari luar diri individu, meliputi faktor keluarga, sekolah dan masyarakat. a. Faktor Internal Penyebab Kesulitan Belajar Protista 1) Motivasi Belajar Faktor internal yang mempengaruhi adanya kesulitan belajar Protista antara lain motivasi belajar. Aspek motivasi belajar siswa menyebabkan kesulitan belajar terutama pada indikator memiliki cita-cita yang berhubungan dengan Protista dan keinginan menjadi ahli Protista. Cita-cita merupakan salah satu motivasi yang dapat mempengaruhi semangat siswa dalam belajar. Motivasi belajar dapat membangkitkan dan mengarahkan peserta didik untuk mempelajari sesuatu yang baru, sehingga tidak adanya cita-cita yang berhubungan dengan Protista mempengaruhi semangat siswa dalam mempelajari Protista secara sungguh-sungguh. Peran guru dalam membangkitkan motivasi belajar siswa sangat besar. Apabila guru membangkitkan motivasi belajar anak didik maka meraka akan memperkuat respon yang telah dipelajari (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007: 141), jadi tugas guru selain sebagai fasilitator dalam pembelajaran juga berperan sebagai motivator agar siswa senang belajar. 87

22 2) Rasa Ingin Tahu Aspek rasa ingin tahu diwujudkan dalam 4 pernyataan (indikator). Penyebab kesulitan belajar Protista khususnya pada indikator sering membaca/mencari tahu tentang penyebab penyakit pada tanaman/hewan. Aspek rasa ingin tahu siswa yang lain yaitu keingintahuan mengenai ada tidaknya organisme mikroskopis dalam air sungai/air kolam/air sawah, keingintahuan mengenai Protista berukuran makroskopis, misalnya alga/rumput laut, dan keingintahuan mengenai peran Protista dalam ekosistem tidak menyebabkan kesulitan belajar Protista. Rendahnya minat baca siswa pada materi Protista menyebabkan pengetahuan siswa tentang materi tersebut kurang luas, padahal tersedia banyak buku-buku yang memuat materi tersebut di perpustakaan madrasah. 3) Minat Belajar Aspek minat belajar siswa secara umum bukan merupakan faktor penyebab kesulitan belajar Protista, kecuali pada indikator mengamati objek secara langsung. Hasil wawancara dengan guru juga menguatkan hal tersebut. Guru memiliki alasan yang berbeda tentang tidak adanya penugasan untuk mencari objek Protista secara real. Sebagian siswa madrasah B ada di pondok pesantren sehingga waktu yang dimiliki siswa di luar kelas tidak banyak, sedangkan madrasah A tidak melakukan pengamatan langsung karena waktu belajar digunakan untuk pembelajaran dengan ceramah dan tanya jawab di dalam kelas, padahal pembelajaran biologi seharusnya lebih menekankan adanya interaksi antara subjek didik 88

23 (siswa) dengan objek pembelajaran. Interaksi ini dapat menimbulkan adanya ketertarikan siswa terhadap pembelajaran sehingga memunculkan rasa ingin tahu siswa lebih banyak. Rasa ingin tahu ini mendorong siswa untuk belajar lebih banyak dan lebih menyenangkan. Interaksi antara subjek didik dan objek juga dapat memunculkan keterampilan dan sikap ilmiah siswa selama pengamatan atau praktikum. Indikator yang lain tidak menyebabkan kesulitan belajar Protista, antara lain adanya ketertarikan untuk mempelajari Protista, memperhatikan saat guru memberi penjelasan tentang Protista, kemauan untuk mengikuti pelajaran pada materi Protista, kemauan untuk mencatat keterangan yang diberikan guru tentang Protista, kemauan dalam mengerjakan tugas rumah/ laboratorium tentang materi Protista, kemauan berpartisipasi dalam pengamatan tentang Protista di laboratorium, dan bersungguh-sungguh dalam mengidentifikasi Protista dalam pengamatan meskipun dalam kenyataan metode pengamatan tidak dilakukan. Guru menyatakan bahwa siswa cenderung mengikuti pembelajaran dengan tertib dan melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru. Siswa juga cukup aktif bertanya di kelas apabila diberikan kesempatan bertanya. 4) Kesiapan Belajar Kesiapan belajar siswa yang merupakan faktor penyebab kesulitan belajar Protista adalah siswa sebagian tidak membaca terlebih dahulu materi yang akan diajarkan di sekolah, padahal siswa telah memiliki buku teks sebagai sumber belajar Protista. Berdasarkan hasil wawancara, 89

24 perpustakaan madrasah juga menyediakan buku paket yang dapat dipinjamkan oleh siswa. Jumlah buku yang sesuai dengan Kurikulum 2013 lebih sedikit dari jumlah siswa, tetapi buku paket kurikulum sebelumnya dapat dipinjamkan. Siswa memperoleh tingkat pemahamannya lebih tinggi apabila membaca terlebih dahulu materi yang akan diajarkan dan bertanya kepada guru tentang materi yang belum dikuasainya. 5) Kelelahan dan Cacat Tubuh Faktor fisiologis pada aspek kelelahan dan cacat tubuh berdasarkan angket tidak banyak berpengaruh terhadap kesulitan belajar materi Protista karena tingkat persetujuan faktor yang rendah. 6) Faktor Intelegensi siswa Hasil uji peringkat bertanda Wilcoxon menunjukkan adanya beda rata-rata nilai UN SMP/MTs dengan hasil tes Protista. Negative ranks menunjukkan adanya penurunan nilai hasil UN SMP/MTs terhadap hasil tes pada 66 siswa dengan rata-rata penurunan 33,50, artinya terdapat faktor-faktor lain yang menyebabkan kesulitan belajar Protista. Nilai hasil UN SMP/MTs rata-rata siswa cukup baik dan adanya seleksi siswa baru sehingga siswa yang masuk ke sekolah merupakan siswa pilihan. Hal ini sesuai dengan pendapat Muhibbin Syah (2012: ) bahwa kesulitan belajar (learning difficulty) tidak hanya menimpa siswa yang berkemampuan rendah saja, tetapi juga pada siswa berkemampuan tinggi dan berkemampuan rata-rata yang disebabkan faktor-faktor tertentu yang menghambat tercapainya kinerja akademik yang sesuai dengan harapan. 90

25 b. Faktor Eksternal Penyebab Kesulitan Belajar Protista Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri individu, dan dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu faktor nonsosial dan faktor sosial. Faktor-faktor yang diteliti dalam penelitian ini antara lain: guru, pelaksanaan kurikulum, sarana prasarana, orang tua, dan lingkungan. 1) Sarana Prasarana dan Pelaksanaan Kurikulum Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap kesulitan belajar siswa antara lain sarana prasarana dan pelaksanaan kurikulum yang saling berhubungan. Tidak adanya kegiatan praktikum di sekolah disebabkan oleh kurangnya daya dukung terhadap kegiatan tersebut, misalnya tidak adanya objek asli Protista yang membantu siswa dalam memahami materi, tidak adanya kolam/akuarium yang dapat dikembangkan untuk menyediakan objek Protista, dan kurangnya alat-alat yang dibutuhkan untuk melakukan pengamatan pada salah satu madrasah yang diamati. Keadaan ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Alisuf Sabri (2007: 90) bahwa penyebab timbulnya kesulitan belajar di sekolah di antaranya tidak adanya dukungan dari lingkungan belajar. Persoalan tersebut menyebabkan siswa tidak banyak berinteraksi dengan objek asli, padahal belajar biologi menurut Djohar (Suratsih dkk, 2010: 6) merupakan perwujudan dari interaksi subjek (anak didik) dengan objek yang terdiri dari benda dan kejadian, proses dan produk. Pendidikan biologi merupakan alat pendidikan dan bukan tujuan pendidikan. Konsekuensi dalam pembelajaran hendaknya subyek belajar melakukan 91

26 interaksi dengan obyek belajar secara mandiri, sehingga dapat mengeksplorasi dan menemukan konsep. Rulis Hidayatussaadah (2016: 59) juga menyatakan bahwa pembelajaran Biologi bersifat faktual, artinya siswa dapat mengamati objek Biologi secara langsung baik di dalam kelas maupun di laboratorium sehingga keberadaan laboratorium untuk mendukung proses pembelajaran Biologi sangatlah penting. Pelaksanaan pembelajaran yang lebih banyak menggunakan metode ceramah dan tanya jawab dengan media powerpoin dan gambargambar dengan alasan siswa dapat lebih banyak menerima materi dengan diberi ceramah sehingga lebih hemat waktu. Hal ini menyebabkan siswa yang memiliki beragam karakter tidak dapat sepenuhnya memahami materi yang disampaikan hanya dengan satu metode. Caroll (Sugihartono dkk., 2013: 152) mengatakan bahwa apabila peserta didik diberi kesempatan menggunakan waktu yang dibutuhkan untuk belajar, dan mereka menggunakan dengan sebaik-baiknya, maka mereka akan mencapai tingkat hasil belajar yang diharapkan. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Nasution (2003: 38) yang menyatakan bahwa jika diberi metode pengajaran yang lebih bermutu yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap anak serta waktu belajar yang lebih banyak, maka dapat dicapai keberhasilan penuh bagi setiap anak dalam tiap bidang studi, jadi keberhasilan belajar siswa juga sangat tergantung pada durasi dan metode pembelajaran. Keterbatasan sarana prasarana yang tersedia menuntut guru untuk mengembangkan kreatifitas dalam pembelajaran sehingga siswa 92

27 dapat mengikuti pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan, misalnya dengan metode demonstrasi. 2) Guru Faktor-faktor dari aspek guru secara umum tidak menyebabkan kesulitan belajar Protista tersebut yaitu: 1)menyampaikan materi tentang Protista dengan jelas dan mudah dipahami; 2)masuk kelas dan keluar kelas dengan disiplin dalam pembelajaran Protista; 3)menguasai materi Protista; 4)memberi jawaban memuaskan atas pertanyaan yang diajukan oleh siswa. Faktor guru yang menyebabkan kesulitan belajar Protista adalah tidak menggunakan metode pengamatan yang dapat membantu siswa memahami materi. Guru mengalami kesulitan untuk menyediakan awetan dari alga laut atau spirogyra karena letak geografis yang jauh dari laut dan pengadaan pengawet yang sulit dilakukan, sedangkan preparat segar tidak dapat diadakan karena kekurangan waktu dan alat pengamatan. 3) Orang Tua Aspek orang tua juga tidak mempengaruhi kesulitan belajar Protista. Dukungan belajar dari orang tua pada siswa cukup tinggi baik dari segi moral, misalnya mengingatkan dalam belajar maupun dari segi material, misalnya menyediakan alat-alat belajar yang dibutuhkan siswa. 4) Lingkungan Aspek lingkungan berkaitan dengan kenyamanan dalam pembelajaran dan daya dukung sumber belajar alami cukup bagus. Letak ruang kelas yang cukup jauh dari jalan raya memungkinkan siswa belajar 93

28 dengan tenang karena terhindar dari kebisingan. Ruang kelas juga memiliki penerangan dan ventilasi yang baik serta cukup bersih. Sumber belajar alami Protista tersedia di lingkungan luar sekolah, misalnya sawah, sungai, atau kolam. Aspek lingkungan yang berkaitan dengan daya dukung terhadap pembelajaran secara real dengan adanya objek Protista dan sumber belajar buatan lebih rendah. Hal ini disebabkan siswa kurang mengetahui ada tidaknya sumber belajar buatan dan objek yang ada di dalamnya, misalnya Balai Perikanan. Balai Perikanan dapat dijadikan sebagai sumber belajar buatan manusia (by utilization) dengan objek pembelajaran berupa plankton. Hal-hal yang dapat dipelajari antara lain peran dalam ekosistem dan rantai makanan serta keanekaragamannya. 94

ANALISIS RAGAM KESULITAN BELAJAR BIOLOGI MATERI PROTISTA MAN DI KABUPATEN WONOSOBO TAHUN AJARAN 2016/2017

ANALISIS RAGAM KESULITAN BELAJAR BIOLOGI MATERI PROTISTA MAN DI KABUPATEN WONOSOBO TAHUN AJARAN 2016/2017 Analisis Ragam Kesulitan... (Fitarahmawati) 403 ANALISIS RAGAM KESULITAN BELAJAR BIOLOGI MATERI PROTISTA MAN DI KABUPATEN WONOSOBO TAHUN AJARAN 2016/2017 ANALYSIS LEARNING DIFFICULTY PROTIST MAN IN WONOSOBO

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mendeskripsikan ragam kesulitan belajar Biologi yang dialami oleh siswa

BAB III METODE PENELITIAN. mendeskripsikan ragam kesulitan belajar Biologi yang dialami oleh siswa BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang berfungsi untuk mendeskripsikan ragam kesulitan belajar Biologi yang dialami oleh siswa kelas X di MAN

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kisi-kisi Soal Tes Protista : MAN 1 Wonosobo, MAN Kalibeber Wonosobo. Menganalisis dasar pengelompok an Protista

Lampiran 1 Kisi-kisi Soal Tes Protista : MAN 1 Wonosobo, MAN Kalibeber Wonosobo. Menganalisis dasar pengelompok an Protista LAMPIRAN 100 Lampiran 1 Sekolah Mata Pelajaran Kisi-kisi Soal Tes Protista : MAN 1 Wonosobo, MAN Kalibeber Wonosobo : Biologi Kelas/Semester : X/1 Bentuk Butir Tes Alokasi Waktu Kompetensi Dasar engelompokkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Berikut ini diuraikan beberapa definisi operasional dari istilah yang terkait dalam permasalahan penelitian ini, di antaranya: 1. Pengembangan tes tertulis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Dalam penelitian ini, waktu yang digunakan penulis untuk mulai mengadakan penelitian sampai menyelesaikannya adalah selama satu bulan, mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, proses, dan produk. Sains (fisika) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

Lebih terperinci

KISI-KISI KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN PROFESIONAL GURU BIDANG STUDI BIOLOGI

KISI-KISI KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN PROFESIONAL GURU BIDANG STUDI BIOLOGI KISI-KISI KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN PROFESIONAL GURU BIDANG STUDI BIOLOGI Kompetensi Subkompetensi Indikator Esensial Deskriptor A. Memiliki kompetensi kepribadian sebagai pendidik B. Memiliki kompetensi

Lebih terperinci

IMPLIKASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING

IMPLIKASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING IMPLIKASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PELAJARAN BIOLOGI KELAS VII-A SMP NEGERI 1 GESI TAHUN AJARAN 2007/2008 SKRIPSI OLEH : NANIK SISWIDYAWATI X4304016 FAKULTAS

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), bahwa tingkat kelulusan ujian

1. PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), bahwa tingkat kelulusan ujian 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ujian nasional merupakan salah satu program untuk melihat prestasi siswa yang diharapkan angka kelulusan mencapai 100 %, namun menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. minggu pertama semester gasal tahun pelajaran 2016/2017, SMK Negeri 1

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. minggu pertama semester gasal tahun pelajaran 2016/2017, SMK Negeri 1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil observasi awal yang telah dilakukan peneliti pada minggu pertama semester gasal tahun pelajaran 2016/2017, SMK Negeri 1 Pandak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Sekolah Menengah Atas (SMA) swasta Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2013/ 2014. Subjek yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Definisi operasional bertujuan memberikan persamaan persepsi terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. Definisi operasional bertujuan memberikan persamaan persepsi terhadap BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Definisi operasional bertujuan memberikan persamaan persepsi terhadap istilah yang ada dalam penelitian ini. 1. Analisis kualitas soal, soal dianalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan pendidikan dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan hidup. Dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (R&D) bertujuan untuk menghasilkan sebuah produk berupa Lembar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (R&D) bertujuan untuk menghasilkan sebuah produk berupa Lembar BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian Research and Development (R&D) bertujuan untuk menghasilkan sebuah produk berupa Lembar Kegiatan Siswa (LKS) melalui

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Volume 01, Nomor 1

Prosiding Seminar Nasional Volume 01, Nomor 1 Prosiding Seminar Nasional Volume 01, Nomor 1 PENINGKATAN MOTIVASI, AKTIVITAS, DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI EKOSISTEM MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING KELAS VIIF SMP NEGERI

Lebih terperinci

Oleh: Umi Hidayah Sahida 1, Noorhidayati 2, Kaspul 3 Program Studi Pendidikan Biologi PMIPA FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin 1,2,3

Oleh: Umi Hidayah Sahida 1, Noorhidayati 2, Kaspul 3 Program Studi Pendidikan Biologi PMIPA FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin 1,2,3 Jurnal Wahana-Bio Volume XVI Desember 2016 UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X MIA 1 SMA NEGERI 6 BANJARMASIN PADA KONSEP EKOSISTEM MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata pelajaran Biologi tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) termasuk dalam rumpun mata pelajaran IPA dan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data penelitian yang terjaring menggunakan seluruh instrumen penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data penelitian yang terjaring menggunakan seluruh instrumen penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Data penelitian yang terjaring menggunakan seluruh instrumen penelitian dikelompokkan menjadi lima data utama berdasarkan pertanyaan penelitian. Bagian pertama

Lebih terperinci

Keterlibatan siswa baik secara fisik maupun mental merupakan bentuk

Keterlibatan siswa baik secara fisik maupun mental merupakan bentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi pengetahuan, sikap, dan keterampilan dengan melibatkan aktivitas fisik dan mental siswa. Keterlibatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan kondisi belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi-potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa : Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari kompetensi guru sebagai pendidik. Sesuai dengan Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari kompetensi guru sebagai pendidik. Sesuai dengan Undang-undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Keterlibatan guru dalam proses pembelajaran dan mengajar tidak lepas dari kompetensi guru sebagai pendidik. Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dibuat beberapa definisi operasional sebagai berikut:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dibuat beberapa definisi operasional sebagai berikut: 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. DEFINISI OPERASIONAL Agar tidak meluasnya beberapa pengertian dalam penelitian ini, maka dibuat beberapa definisi operasional sebagai berikut: 1. Asesmen Portofolio

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari proses pembelajaran yang di dalamnya terdapat beberapa komponen

BAB I PENDAHULUAN. dari proses pembelajaran yang di dalamnya terdapat beberapa komponen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar mengajar dalam pendidikan merupakan segi yang penting dalam meningkatkan kualitas dan kemajuan pendidikan, oleh karena itu pengadaan pembaharuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam hal ini melibatkan keterampilan dan penalaran. Untuk. untuk kreatif, percaya diri dan berfikir kritis.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam hal ini melibatkan keterampilan dan penalaran. Untuk. untuk kreatif, percaya diri dan berfikir kritis. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mata pelajaran biologi di SMA mempelajari segala sesuatu tentang kehidupan berupa benda yang dapat ditangkap oleh alat indra manusia dan oleh alat bantu (mikroskop)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Setting dan Karakteristik Subyek Penelitian 3.1.1 Setting Penelitian Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 2 Jono, pada kelas IV semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian Tempat penelitian ini berlokasi di SD Negeri 2 Ngenden Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Letak Sekolah Dasar Negeri 2 Ngenden

Lebih terperinci

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN TEAM GAME TOURNAMENT MELALUI PENDEKATAN JELAJAH ALAM SEKITAR DAN PENILAIAN PORTOFOLIO

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN TEAM GAME TOURNAMENT MELALUI PENDEKATAN JELAJAH ALAM SEKITAR DAN PENILAIAN PORTOFOLIO 236 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol. 2, No. 1, 2008, hlm 236-243 PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN TEAM GAME TOURNAMENT MELALUI PENDEKATAN JELAJAH ALAM SEKITAR DAN PENILAIAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Penelitian Penelitian dilakukan terhadap desain kegiatan laboratorium mengenai konsep protista yang digunakan di SMA Negeri dan Swasta di Kota Bandung.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dikemukakan mengenai metode penelitian yang digunakan meliputi lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terkandung dalam judul penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah atas Negeri 1 Teras. SMA Negeri 1 Teras Kabupaten Boyolali terletak di Jl.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui proses pembelajaran. Guru sangat berperan penting dalam peningkatan mutu

BAB I PENDAHULUAN. melalui proses pembelajaran. Guru sangat berperan penting dalam peningkatan mutu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah adalah melalui proses pembelajaran. Guru sangat berperan penting dalam peningkatan mutu pembelajaran,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di SDN 4 Tamanwinangun Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen. SDN $ Tamanwinangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil atau tidaknya pencapaian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Rejondani Prambanan. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat terlepas dari kegiatan belajar, baik ketika seseorang melaksanakan aktivitas sendiri,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Seting Penelitian 3.1.1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK), karena penelitian yang dilakukan bertujuan untuk memecahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah faktor penting dalam menentukan masa depan dan kelangsungan hidup suatu bangsa dan negara. Masalah pendidikan menjadi perhatian serius bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era global ini, tantangan dunia pendidikan begitu besar, hal ini yang

BAB I PENDAHULUAN. Di era global ini, tantangan dunia pendidikan begitu besar, hal ini yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era global ini, tantangan dunia pendidikan begitu besar, hal ini yang mendorong para peserta didik untuk mendapatkan prestasi terbaik. Pendidikan di Indonesia

Lebih terperinci

UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK FAKULTAS TARBIYAH

UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK FAKULTAS TARBIYAH UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2014-2015 FAKULTAS TARBIYAH Mata Kuliah Semester/ Jurusan Nama/NIM Kelas : Evaluasi Pembelajaran Biologi : VI / IPA Biologi : Ahmad Rifai/14121620633 : C Hari/Tanggal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan memegang peranan penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber daya yang lebih berkualitas.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Hakikat Belajar Menurut Nana Sudjana (2005: 28), belajar adalah suatu proses yang diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Dalam

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA POKOK BAHASAN ATURAN PANGKAT, AKAR, DAN LOGARITMA UNTUK SMA KELAS X DENGAN PENDEKATAN PENEMUAN TERBIMBING

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA POKOK BAHASAN ATURAN PANGKAT, AKAR, DAN LOGARITMA UNTUK SMA KELAS X DENGAN PENDEKATAN PENEMUAN TERBIMBING PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA POKOK BAHASAN ATURAN PANGKAT, AKAR, DAN LOGARITMA UNTUK SMA KELAS X DENGAN PENDEKATAN PENEMUAN TERBIMBING ARTIKEL ILMIAH OLEH FAHRUR ROZI HADIYANTO NIM 209311423325 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menentukan kualitas sumber daya manusia di suatu negara,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menentukan kualitas sumber daya manusia di suatu negara, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan menentukan kualitas sumber daya manusia di suatu negara, sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pada bab 2 pasal 3 menyatakan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31. Ayat (3) mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31. Ayat (3) mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia salah satunya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 41 BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Untuk menghindari penafsiran yang berbeda maka diperlukan penjelasan mengenai beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian melalui definisi operasional

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. A. Metode penelitian

BAB III METODOLOGI. A. Metode penelitian A. Metode penelitian BAB III METODOLOGI Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Arikunto (2006), penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan keadaan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENUNTUN PRAKTIKUM YANG DILENGKAPI GAMBAR PADA MATERI PROTISTA UNTUK SISWA KELAS X SMA

PENGEMBANGAN PENUNTUN PRAKTIKUM YANG DILENGKAPI GAMBAR PADA MATERI PROTISTA UNTUK SISWA KELAS X SMA PENGEMBANGAN PENUNTUN PRAKTIKUM YANG DILENGKAPI GAMBAR PADA MATERI PROTISTA UNTUK SISWA KELAS X SMA Melda Yulia 1, Siska Nerita 2, Lince Meriko 2 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 176 BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Bab ini adalah bagian penutup dari tulisan ini dan berdasarkan temuan hasil analisis data yang diperoleh dari kegiatan studi pendahuluan, uji coba terbatas,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Penelitian yang memiliki aspek kualitatif dan kuantitatif adalah analisis konten.

Lebih terperinci

Eka Pratiwi Tenriawaru*, Nurhayati B, Andi Faridah Arsal. Program Studi Biologi, Fakultas MIPA Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK

Eka Pratiwi Tenriawaru*, Nurhayati B, Andi Faridah Arsal. Program Studi Biologi, Fakultas MIPA Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK Jurnal Dinamika, September 2011, halaman 74-90 ISSN 2087-7889 Vol. 02. No. 2 Peningkatan Motivasi, Aktivitas, dan Hasil Belajar Biologi Siswa melalui Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair

Lebih terperinci

MEIDITA CAHYANINGTYAS K

MEIDITA CAHYANINGTYAS K PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK BERKIRIM SALAM DAN SOAL UNTUK MENINGKATKAN MINAT DAN HASIL BELAJAR SOSIOLOGI SISWA KELAS X-1 SMA NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2012/2013 MEIDITA CAHYANINGTYAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan dalam dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), menurut Susilo ( 2007 : 6 ) PTK adalah penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan variabel, gejala, atau keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan industri, sains, dan teknologi yang pesat di abad 21 membawa konsekuensi besar bagi kehidupan manusia. Manusia dituntut untuk mampu beradaptasi dengan perubahan

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan atau dilaksanakan di SMA Negeri 2 Serui, jalan

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan atau dilaksanakan di SMA Negeri 2 Serui, jalan BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Subjek Penelitian. Penelitian ini dilakukan atau dilaksanakan di SMA Negeri 2 Serui, jalan flamboyan famboaman serui, Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini merupakan kelanjutan dari bab II yang berisi tentang penjelasan mengenai langkah-langkah penelitian, definisi operasional, sumber data penelitian, instrumen penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Kondisi Fisik Sekolah Dan Pembelajaran Di Sekolah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Kondisi Fisik Sekolah Dan Pembelajaran Di Sekolah BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Kondisi Fisik Sekolah Dan Pembelajaran Di Sekolah Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Colomadu. Bangunan ini didirikan di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Kesulitan belajar siswa yang dimaksud adalah profil kemampuan siswa dalam

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Kesulitan belajar siswa yang dimaksud adalah profil kemampuan siswa dalam BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional 1. Kesulitan belajar siswa yang dimaksud adalah profil kemampuan siswa dalam merespon soal tes diagnosis serta latar belakang siswa yang mempengaruhi kemampuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini diuraikan mengenai metode penelitian, lokasi dan subjek penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian, teknik pengumpulan data, serta analisis data. A.

Lebih terperinci

Almiati SMK Negeri 8 Semarang. Abstrak

Almiati SMK Negeri 8 Semarang. Abstrak 1 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA SMK NEGERI 8 SEMARANG DALAM MATERI INTEGRAL Almiati SMK Negeri 8 Semarang Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada masa kini di seluruh dunia telah timbul pemikiran baru terhadap status pendidikan. Pendidikan diterima dan dihayati sebagai kekayaan yang sangat berharga

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subyek Penelitian Penelitian dilaksanakan di beberapa lokasi di Kota Bandung. Pemilihan lokasi berdasarkan pada tempat pelaksanaan pendampingan pengembangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional Untuk menghindari salah penafsiran variabel yang digunakan dalam penelitian ini, berikut ini adalah penjelasan operasionalnya: 1. Model Pembelajaran

Lebih terperinci

PROFIL PERTANYAAN SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 6 TANJUNGPINANG PADA MATERI SISTEM PERTAHANAN TUBUH BERDASARKAN QUESTION CATEGORY SYSTEM FOR SCIENCE

PROFIL PERTANYAAN SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 6 TANJUNGPINANG PADA MATERI SISTEM PERTAHANAN TUBUH BERDASARKAN QUESTION CATEGORY SYSTEM FOR SCIENCE PROFIL PERTANYAAN SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 6 TANJUNGPINANG PADA MATERI SISTEM PERTAHANAN TUBUH BERDASARKAN QUESTION CATEGORY SYSTEM FOR SCIENCE DAN TAKSONOMI BLOOM ARTIKEL E-JOURNAL Oleh Fitriyani

Lebih terperinci

PENERAPAN PAIKEM PADA MATERI MENJELANG PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA (Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar)

PENERAPAN PAIKEM PADA MATERI MENJELANG PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA (Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar) PENERAPAN PAIKEM PADA MATERI MENJELANG PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA (Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar) Siti Halimatus Sakdiyah, Didik Iswahyudi Universitas Kanjuruhan Malang halimatus@unikama.ac.id,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan menerapkan model

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan menerapkan model 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional Untuk menghindari berbagai penafsiran terhadap definisi yang digunakan dalam penelitian ini, maka diberikan penjelasan beberapa defenisi operasional

Lebih terperinci

KEMAMPUAN GURU MATA PELAJARAN IPA DALAM PEMBUATAN SOAL ULANGAN DI SMP NEGERI 5 PURWODADI

KEMAMPUAN GURU MATA PELAJARAN IPA DALAM PEMBUATAN SOAL ULANGAN DI SMP NEGERI 5 PURWODADI KEMAMPUAN GURU MATA PELAJARAN IPA DALAM PEMBUATAN SOAL ULANGAN DI SMP NEGERI 5 PURWODADI NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Biologi Disusun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menyamakan persepsi terhadap variabel-variabel yang digunakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menyamakan persepsi terhadap variabel-variabel yang digunakan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional Untuk menyamakan persepsi terhadap variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu adanya definisi operasional untuk menghindari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketrampilan atau sikap. Proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa

BAB I PENDAHULUAN. ketrampilan atau sikap. Proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini mengkaji kemampuan mahasiswa biologi FKIP Unila dalam

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini mengkaji kemampuan mahasiswa biologi FKIP Unila dalam 39 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini mengkaji kemampuan mahasiswa biologi FKIP Unila dalam mengembangkan perangkat penilaian pada jenjang SMA selama melaksanakan Praktek

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Penjelasan definisi operasional dalam penelitian diuraikan sebagai berikut: 1. Asesmen alternatif elektronik yang dimaksud adalah software yang dapat menilai

Lebih terperinci

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN METODE NUMBERED HEADS TOGETHER

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN METODE NUMBERED HEADS TOGETHER PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN METODE NUMBERED HEADS TOGETHER PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI KELAS X AK 2 SMK NEGERI 1 BANYUDONO TAHUN AJARAN 2011/2012 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: FARIDA A 210

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN GETARAN DAN GELOMBANG DENGAN MODEL INKUIRI TERSTRUKTUR UNTUK SISWA KELAS VIIIA SMPN 31 BANJARMASIN

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN GETARAN DAN GELOMBANG DENGAN MODEL INKUIRI TERSTRUKTUR UNTUK SISWA KELAS VIIIA SMPN 31 BANJARMASIN PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN GETARAN DAN GELOMBANG DENGAN MODEL INKUIRI TERSTRUKTUR UNTUK SISWA KELAS VIIIA SMPN 31 BANJARMASIN Anisah, Mustika Wati, dan Andi Ichsan Mahardika Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN METODE KARYA WISATA. Oleh : Bambang Irawan, M.Si* dan Piawati** ABSTRAK

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN METODE KARYA WISATA. Oleh : Bambang Irawan, M.Si* dan Piawati** ABSTRAK UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN METODE KARYA WISATA Oleh : Bambang Irawan, M.Si* dan Piawati** ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) peningkatan aktivitas pembelajaran peserta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan metode penelitian, setting penelitian dan subjek penelitian, sasaran penelitian, data dan cara pengambilannya,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pada subtopik pembuatan indikator asam basa alami. Optimasi dilakukan di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pada subtopik pembuatan indikator asam basa alami. Optimasi dilakukan di 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah penuntun praktikum kimia skala kecil pada subtopik pembuatan indikator asam basa alami. Optimasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kelas IV SDN Ledok 5 Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga. Waktu penelitian dimulai pada awal smester dua tahun ajaran 0/0

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat penelitian merupakan sumber diperolehnya data yang dibutuhkan dari masalah yang akan diteliti. Tempat penelitian yang

Lebih terperinci

Hasil belajar biologi siswa ditinjau dari penggunaan berbagai metode mengajar dengan pendekatan discovery

Hasil belajar biologi siswa ditinjau dari penggunaan berbagai metode mengajar dengan pendekatan discovery Hasil belajar biologi siswa ditinjau dari penggunaan berbagai metode mengajar dengan pendekatan discovery terpimpin di SMP Oleh: Mia Yuniati NIM K 4302529 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah

Lebih terperinci

Pengaruh Model Discovery learning Dengan Media Teka-Teki Silang Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa pada Materi Sistem Koloid

Pengaruh Model Discovery learning Dengan Media Teka-Teki Silang Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa pada Materi Sistem Koloid JURNAL EDUKASI KIMIA e-issn: 2548-7825 p-issn: 2548-4303 JEK Pengaruh Model Discovery learning Dengan Media Teka-Teki Silang Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa pada Materi Sistem Koloid Muhammad

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif. luas kedepan untuk mencapai suatu cita-cita yang diharapkan dan mampu

I. PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif. luas kedepan untuk mencapai suatu cita-cita yang diharapkan dan mampu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 21 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Sampel Penelitian Penelitian ini berlokasi di SMA Negeri 7 Bandung dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 7 Bandung Tahun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Sejarah MAN Sampit Madrasah Aliyah Negeri Sampit pada awal berdirinya merupakan alih fungsi dari sekolah Pendidikan Guru Agama Negeri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah menentukan model atau metode mengajar tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional, biologi merupakan mata pelajaran yang mewajibkan siswa untuk

BAB I PENDAHULUAN. nasional, biologi merupakan mata pelajaran yang mewajibkan siswa untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biologi adalah mata pelajaran yang memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi. Terlebih lagi, biologi juga menuntut siswa untuk mampu menghafal teori yang ada. Menginggat

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEDIA WAYANG UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMAK CERITA PENDEK. Widayati

PENGGUNAAN MEDIA WAYANG UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMAK CERITA PENDEK. Widayati PENGGUNAAN MEDIA WAYANG UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMAK CERITA PENDEK Widayati Kepala SDN Kepuharum Kec. Kutorejo Kab. Mojokerto Email: waidayatiwidayati260@gmail.com Tersedia Online di http://www.jurnal.unublitar.ac.id/

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang dipergunakan dalam penelitian adalah Research and

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang dipergunakan dalam penelitian adalah Research and 35 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang dipergunakan dalam penelitian adalah Research and Development (penelitian dan pengembangan). Menurut Sukmadinata (2011: 167), dalam penelitian

Lebih terperinci

LAMPIRAN-LAMPIRAN. Inventarisasi Jenis-Jenis..., Dyah Ayu Setianingrum, FKIP UMP, 2015

LAMPIRAN-LAMPIRAN. Inventarisasi Jenis-Jenis..., Dyah Ayu Setianingrum, FKIP UMP, 2015 122 LAMPIRAN-LAMPIRAN 123 Lampiran 1 Angket respon pengguna Terhadap Media Pembelajaran Video Protista a. Angket Respon Guru Terhadap Media Pembelajaran Angket di bawah ini bertujuan untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terdiri dari lima tahap yaitu Analysis (Analisis), Design (Perancangan),

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terdiri dari lima tahap yaitu Analysis (Analisis), Design (Perancangan), BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pengembangan perangkat pembelajaran matematika materi Bangun Ruang Sisi Lengkung dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasan fisika kelas VII B semester ganjil di salah satu SMPN di Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. bahasan fisika kelas VII B semester ganjil di salah satu SMPN di Kabupaten BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan hasil evaluasi kegiatan pembelajaran pada beberapa pokok bahasan fisika kelas VII B semester ganjil di salah satu SMPN di Kabupaten Bandung Barat diperoleh

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN LABORATORIUM TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPA PESERTA DIDIK SMPN 3 PALAKKA KABUPATEN BONE

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN LABORATORIUM TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPA PESERTA DIDIK SMPN 3 PALAKKA KABUPATEN BONE EFEKTIFITAS PENGGUNAAN LABORATORIUM TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPA PESERTA DIDIK SMPN 3 PALAKKA KABUPATEN BONE THE EFFECTIVENESS OF THE LABORATORY UTILIZATION TOWARD MOTIVATION AND LEARNING OUTCOMES

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP kelas VIII Laboratorium Percontohan UPI Bandung sebanyak 3 kelas semester 1. Sampel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai tempat, waktu dan subjek penelitian tindakan kelas (PTK). Adapun mengenai hal tersebut

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini akan dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Sukaresmi Kelas X semester 2 (genap) tahun pelajaran 2012/2013. Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan adalah Quasi Experimental dengan desain

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan adalah Quasi Experimental dengan desain 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Metode yang digunakan adalah Quasi Experimental dengan desain penelitian the matching only pretest-posttest control group design (Fraenkel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitasnya sehingga harapan dan cita-cita pendidikan dapat tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. kualitasnya sehingga harapan dan cita-cita pendidikan dapat tercapai. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia yang berkompetensi karena di dalam pendidikanlah individu diproses menjadi manusia

Lebih terperinci