STRATEGI ADAPTASI NELAYAN TERHADAP PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH DI MISOOL SELATAN, KKPD RAJA AMPAT RICI TRI HARPIN PRANATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRATEGI ADAPTASI NELAYAN TERHADAP PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH DI MISOOL SELATAN, KKPD RAJA AMPAT RICI TRI HARPIN PRANATA"

Transkripsi

1 STRATEGI ADAPTASI NELAYAN TERHADAP PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH DI MISOOL SELATAN, KKPD RAJA AMPAT RICI TRI HARPIN PRANATA DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Strategi Adaptasi Nelayan terhadap Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Daerah di Misool Selatan, KKPD Raja Ampat adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2014 Rici Tri Harpin Pranata NIM I

4

5 ABSTRAK RICI TRI HARPIN PRANATA. Strategi Adaptasi Nelayan terhadap Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Daerah di Misool Selatan, KKPD Raja Ampat. Dibimbing oleh ARIF SATRIA. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik masyarakat nelayan di Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD), strategi adaptasi nelayan, dan hubungan karakteristik rumah tangga nelayan dengan strategi adaptasi nelayan dalam menghadapi penetapan KKPD. Metode penelitian menggunakan metode kuantitatif dan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik masyarakat nelayan terdiri dari interaksi sosial nelayan, organisasi kerja, gaya hidup, manajemen keuangan, diversifikasi pekerjaan, dan adaptasi teknologi. Strategi adaptasi nelayan menghadapi penetapan KKPD meliputi diversifikasi kegiatan ekonomi, investasi, jaringan sosial, dan migrasi. Strategi adaptasi nelayan memiliki kategori tinggi pada investasi dan jaringan sosial, sedangkan diversifikasi kegiatan ekonomi dan migrasi termasuk kategori sedang. Secara umum tidak terdapat hubungan antara karakteristik rumah tangga nelayan dengan strategi adaptasi yang dilakukan. Kata kunci: karakteristik masyarakat nelayan, strategi adaptasi, karakteristik rumah tangga nelayan, KKPD ABSTRACT RICI TRI HARPIN PRANATA. Fishers Adaptation Strategy towards The Determination of Regional Marine Conservation Area in South Misool, KKPD Raja Ampat. Supervised by ARIF SATRIA. This research aims to analyze the characteristics of fishers communities in Regional Marine Conservation Area, adaptation strategies of fishers, and relationship characteristics of fishers household with adaptation strategies in facing of determination of KKPD. This research uses quantitative and qualitative methods. The results shows the characteristics of fishers communities consists of social interaction, organization of work, lifestyle, financial management, occupational diversification, and technological adaptations. The fishers adaptation strategy in facing the determination of KKPD are diversification in economic activities, investment, social networks, and migration. The adaptation strategies of fishers are in high category on investment and social networks, while the diversification of economic activities and migration are in middle category. In general there is no relationship between the characteristics of fishers household with adaptation strategies that fishers do. Keywords: characteristics of fishers communities, adaptation strategies, characteristics of fishers household, KKPD

6

7 STRATEGI ADAPTASI NELAYAN TERHADAP PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH DI MISOOL SELATAN, KKPD RAJA AMPAT RICI TRI HARPIN PRANATA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

8

9 Judul Skripsi : Strategi Adaptasi Nelayan terhadap Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Daerah di Misool Selatan, KKPD Raja Ampat Nama : Rici Tri Harpin Pranata NIM : I Disetujui oleh Dr Arif Satria, SP MSi Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen Tanggal Lulus:

10

11 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya sehingga laporan skripsi yang berjudul Strategi Adaptasi Nelayan terhadap Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Daerah di Misool Selatan, KKPD Raja Ampat dapat terselesaikan dengan baik. Laporan skripsi ini ditujukan untuk mendapat gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Arif Satria, SP MSi, dosen pembimbing yang senantiasa memberikan saran, kritik, dan motivasi selama proses penulisan skripsi ini. Dosen penguji utama, Dr Ir Ekawati S. Wahyuni, MS dan Dosen penguji akademik, Dr Ir Anna Fatchiya, MSi yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi. Keluarga tercinta, Ibunda Supinah, Alm. Ayahanda Kukuh Harmanto, Alm. Kakak Rico Dwi Tirta Perkasa, Kakakku Haryanti Rica Sulistyorini, dan Adik-adikku Rekzy Oktavian Harmanto Saputro dan Raca Dio Harnando yang dengan segenap jiwa dan raganya selalu memberikan semangat, doa, dukungan, dan kasih sayang kepada penulis. Keluarga Pakde Budi dan Bude Yati, Kakak Sepupu Mita dan dua keponakan Irsyad dan Ojan yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama penulis berada di perantauan. Sahabat-sahabatku atas persahabatan luar biasa yang kalian berikan. Teman-teman sebimbingan atas bantuan dan motivasinya selama ini. Keluarga organisasi KASOSKEMAH BEM FEMA , BPH BEM FEMA TRILOGI dan KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEILMUAN BEM KM yang selalu memberikan motivasi kepada penulis. Keluarga Besar BEM FEMA dan BEM KM IPB , yang memacu penulis untuk memunculkan ide-ide baru dan menularkan semangat baru. Keluarga Besar Mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM) angkatan 47 dan OMDA IKAMATETA yang dengan segala kemurahan hatinya selalu bisa menerima penulis apa adanya untuk menjadi bagian dari mereka. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan, dan kerja sama yang selama ini diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Bogor, Oktober 2014 Rici Tri Harpin Pranata

12

13 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN x PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 3 Kegunaan Penelitian 3 PENDEKATAN TEORITIS 5 Tinjauan Pustaka 5 Kerangka Pemikiran 15 Hipotesis Penelitian 16 Definisi Konseptual 16 Definisi Operasional 16 PENDEKATAN LAPANGAN 21 Metode Penelitian 21 Lokasi dan Waktu Penelitian 21 Teknik Pemilihan Responden dan Informan 21 Teknik Pengumpulan Data 22 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 22 KARAKTERISTIK RESPONDEN 25 Usia Responden 25 Tingkat Pendidikan Responden 25 Pengalaman sebagai Nelayan 26 Jumlah Anggota Rumah Tangga 27 Status Kependudukan 27 Ikhtisar 28 GAMBARAN UMUM DISTRIK MISOOL SELATAN 31 Kondisi Geografi dan Demografi Distrik Misool Selatan 31 Kondisi Sosial dan Ekonomi Distrik Misool Selatan 32 Kondisi Kampung di Distrik Misool Selatan 34 Ikhtisar 42 KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH RAJA AMPAT 43 Kawasan Konservasi Perairan Daerah Raja Ampat 43 Kawasan Konservasi Perairan Daerah di Distrik Misool Selatan 45 Zonasi di KKPD Misool Selatan Raja Ampat 46 Sistem Sasi di KKPD Misool Selatan 48 Ikhtisar 50 KARAKTERISTIK SOSIAL-BUDAYA DAN EKONOMI MASYARAKAT NELAYAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) DI MISOOL SELATAN 53 Karakteristik Sosial Masyarakat Nelayan KKPD di Misool Selatan 53 Karakteristik Budaya Masyarakat Nelayan KKPD di Misool Selatan 56 Karakteristik Ekonomi Masyarakat Nelayan KKPD di Misool Selatan 58 Ikhtisar 62

14

15 STRATEGI ADAPTASI NELAYAN TERHADAP PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) 65 Strategi Adaptasi Nelayan 65 Ikhtisar 76 ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK NELAYAN DENGAN STRATEGI ADAPTASI 79 Hubungan Karakteristik Nelayan dengan Strategi Adaptasi 79 Hubungan Usia dengan Strategi Adaptasi 80 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Strategi Adaptasi 81 Hubungan Pengalaman sebagai Nelayan dengan Strategi Adaptasi 82 Hubungan Jumlah Anggota Rumah Tangga dengan Strategi Adaptasi 83 Hubungan Status Kependudukan dengan Strategi Adaptasi 85 Ikhtisar 86 SIMPULAN DAN SARAN 89 Simpulan 89 Saran 90 DAFTAR PUSTAKA 91 LAMPIRAN 94 RIWAYAT HIDUP 113

16

17 DAFTAR TABEL 1 Definisi kawasan konservasi laut 5 2 Peraturan perundangan tentang konservasi 6 3 Zonasi di kawasan konservasi perairan daerah 7 4 Matriks aktivitas sosial-budaya dan ekonomi nelayan 10 5 Matriks dampak KKPD terhadap aktivitas nelayan 11 6 Matriks kategori dampak KKPD 12 7 Matriks strategi adaptasi nelayan menghadapi penetapan kawasan konservasi perairan daerah 14 8 Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia 25 9 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman sebagai nelayan Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah anggota rumah tangga Jumlah dan persentase responden berdasarkan status kependudukan Matriks pemangku kepentingan dan kepentingannya pada pengelolaan wilayah KKPD Distrik Misool Selatan Jumlah pemeluk agama di Distrik Misool Selatan Jumlah produksi tanaman perkebunan di Distrik Misool Selatan Jumlah ternak dengan produksi daging dan telur ternak Kondisi iklim di Kampung Yellu Orientasi lokasi belanja Penduduk Kampung Dabatan Kondisi iklim di Kampung Dabatan Kondisi iklim di Kampung Fafanlap Kondisi iklim di Kampung Kayerepop Kondisi iklim di Kampung Harapan Jaya Kegiatan di Daerah KKPD Perbedaan aktivitas dan kondisi yang terjadi sebelum dan sesudah di sekitar KKPD Misool Selatan Tingkat strategi diversifikasi kegiatan ekonomi responden Tingkat strategi investasi responden Tingkat strategi adaptasi membangun jaringan sosial Tingkat strategi migrasi oleh responden Sebaran strategi adaptasi nelayan berdasarkan usia Sebaran strategi adaptasi nelayan berdasarkan tingkat pendidikan Sebaran strategi adaptasi nelayan berdasarkan pengalaman sebagai nelayan Sebaran strategi adaptasi nelayan berdasarkan jumlah anggota rumah tangga nelayan Sebaran strategi adaptasi nelayan berdasarkan status kependudukan nelayan 85

18

19 DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran 15 2 Lokasi penelitian Distrik Misool Selatan, KKPD Raja Ampat 31 3 Peta zonasi KKPD Misool Selatan Raja Ampat 47 4 Siklus sasi di Misool Selatan 49 5 Jenis dan persentase interaksi sosial masyarakat nelayan KKPD di Misool Selatan 54 6 Jenis dan persentase organisasi kerja masyarakat nelayan KKPD di Misool Selatan 56 7 Jenis dan persentase kebiasaan hidup masyarakat nelayan KKPD di Misool Selatan 58 8 Jenis dan persentase penggunaan keuangan masyarakat nelayan KKPD di Misool Selatan 59 9 Jenis dan persentase diversifikasi pekerjaan masyarakat nelayan KKPD di Misool Selatan Jenis dan persentase adaptasi teknologi masyarakat nelayan KKPD di Misool Selatan Jenis dan persentase strategi adaptasi yang dilakukan nelayan Persentase kegiatan ekonomi nelayan pada bidang perikanan dan non perikanan Jenis dan persentase kegiatan ekonomi di bidang perikanan Jenis dan persentase kegiatan ekonomi di bidang non perikanan Persentase investasi pada bidang perikanan dan non perikanan Jenis dan persentase investasi kegiatan ekonomi di bidang perikanan Jenis dan persentase hubungan sosial nelayan dengan pihak lain Persentase migrasi pada bidang perikanan dan non perikanan Jenis dan persentase migrasi berdasarkan waktu Jenis dan persentase migrasi berdasarkan keikutsertaan anggota keluarga 76 DAFTAR LAMPIRAN 1 Peta Kawasan Konservasi Perairan Daerah Raja Ampat di Distrik Misool Selatan 94 2 Kerangka sampling 95 3 Kuesioner penelitian 98 4 Pedoman wawancara mendalam Hasil uji hubungan antar variabel (Chi Square) Dokumentasi penelitian 112

20

21 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia dengan jumlah pulau yang mencapai sekitar buah. Data Kelautan dan Perikanan dalam Angka (2011) menyebutkan bahwa Indonesia juga menjadi salah satu negara yang memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat, diikuti Kanada dan Rusia, dengan panjang mencapai lebih dari meter. Keanekaragaman hayati yang beragam membuat wilayah pesisir Indonesia memiliki potensi yang besar untuk ditingkatkan baik secara kualitas lingkungan dan secara kuantitas jumlah keanekaragaman hayati melalui preservasi dan konservasi. Potensi yang dimiliki oleh wilayah pesisir Indonesia tidak lepas dari masyarakat pesisir pantai yang hidup dari sumber daya di sekitarnya. Satria (2002) menyatakan bahwa secara sosiologis masyarakat pesisir memiliki karakteristik sosial yang berbeda dengan masyarakat lainnya, karena perbedaan karakteristik sumber daya yang dihadapi. Kesejahteraan secara ekonomi masyarakat pesisir sangat bergantung pada sumber daya perikanan baik perikanan tangkap di laut maupun secara budi daya, yang secara de facto bersifat terbuka (open access), sehingga kondisi lingkungan wilayah pesisir dan laut menentukan keberlanjutan kondisi sosial ekonomi mereka. Data KKP (2013) menyebutkan bahwa jumlah nelayan yang ada di Indonesia sekitar jiwa. Dari 2.2 juta jiwa nelayan, mayoritas merupakan nelayan miskin dikarenakan mereka nelayan atau dikenal dengan kemiskinan endemik, artinya apapun yang dikerjakan oleh nelayan, mereka tetap miskin (Bailey 1998 dikutip Muflikhati 2010). Kemiskinan ini dapat dilihat dari kepemilikan kapal yang digunakan nelayan untuk mencari ikan di laut. Hal ini didukung dengan laporan KKP (2013) yang menyatakan bahwa terdapat unit kapal (kurang dari 1%) nelayan yang tergolong modern dari kapal ikan yang ada di Indonesia. Kapal motor yang beroperasi sebanyak unit dan sebanyak unit berupa perahu motor tempel, serta unit berupa perahu tanpa motor yang menggunakan layar dan dayung. Berdasarkan data tersebut, mayoritas nelayan Indonesia merupakan nelayan tradisional yang dihadapkan pada persaingan ekonomi dalam hal pemanfaatan sumber daya perairan yang ada. Perlu adanya kegiatan bersama antara nelayan (masyarakat) dan pemerintah, serta pihak terkait untuk memperbaiki kondisi nelayan beserta lingkungannnya, salah satunya adalah konservasi. Konservasi saat ini telah menjadi tuntutan dan kebutuhan yang harus dipenuhi sebagai harmonisasi atas kebutuhan ekonomi masyarakat dan keinginan untuk terus melestarikan sumber daya yang ada bagi masa depan. Salah satu bentuk konservasi yang sekarang berjalan adalah kawasan konservasi perairan daerah. Status luasan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) memiliki jumlah 108 daerah. KKPD menjadi salah satu bentuk inisisasi dari kolaborasi Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Pemerintah Daerah dalam melestarikan sumber daya alam dan kesejahteraan masyarakat pesisir.

22 2 Prinsip pengelolaan kawasan konservasi perairan yang diterapkan kawasan konservasi perairan berdasarkan Design Principles of Resources Management (Ruddle 1999 dikutip KKJI 2013) menyebutkan bahwa tinjauan kritis adopsi kelembagaan lokal/adat dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan sebagai sebuah manajemen dilakukan terhadap unsur-unsur berikut: (1) definisi batas sistem kawasan dan kawasan; (2) sistem hak bagi pengguna kawasan dan sumber daya; (3) aturan main yang diterapkan bagi keberlanjutan kegiatan pemanfaatan kawasan dan sumber daya; (4) sistem penegakan hukum bagi aturan main yang telah disepakati; (5) monitoring dan evaluasi bagi implementasi pengelolaan kawasan dan sumber daya itu sendiri; (6) otoritas pengelolaan kawasan dan sumber daya sebagai institusi yang bertanggung jawab terhadap proses dan mekanisme implementasi dari pengelolaan perikanan. Pada batasan sistem kawasan dan sumber daya sangat penting untuk melihat pengetahuan lokal dari masyarakat pengguna sumber daya. Keterlibatan mereka dalam menentukan batasan wilayah perairan yang menjadi obyek kegiatan konservasi. Sistem hak bagi pengguna kawasan dan sumber daya akan menjamin keadilan dan keberlanjutan perikanan. Selain itu, perangkat pengelolaan dalam sistem aturan main muncul sebagai alat bagi implementasi pengelolaan perikanan. Pemaparan kondisi masyarakat nelayan Indonesia dan adanya konservasi sebagai bentuk solusi dalam memberikan daya dukung terhadap masyarakat dan lingkungan, perlu adanya kajian khusus yang tepat bagi masyarakat dalam beradaptasi dengan pelaksanaan konservasi. Persiapan dan pelaksanaan strategi adaptasi yang tepat dalam menghadapi penetapan kawasan konservasi harus dilakukan, sehingga masyarakat tidak rentan dengan kondisi yang baru ini. Berbagai bentuk strategi adaptasi yang tepat dalam menanggapi adanya penetapan kawasan konservasi perairan daerah yang ditetapkan oleh pemerintah sangat diperlukan. Salah satu wilayah yang ditetapkan sebagai bagian dari KKPD Raja Ampat adalah Distrik Misool Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Lokasi ini menjadi salah satu penerima penghargaan atas pengelolaan kawasan konservasi yang menjadi percontohan tingkat nasional. KKPD Raja Ampat telah ditetapkan menjadi Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) pada 3 September 2009 melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor Kep.64/Men/2009. Keputusan ini menetapkan perairan Kepulauan Raja Ampat dan Laut di sekitarnya sebagai Suaka Alam Perairan (SAP). Nelayan Misool Selatan-Raja Ampat merupakan nelayan dengan mata pencaharian pokok mencari ikan di laut. Pekerjaan ini yang dianggap memberikan hasil bagi penduduk setempat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan uraian di atas, penting untuk menganalisis strategi adaptasi yang diterapkan nelayan dalam menghadapi penetapan kawasan konservasi perairan daerah. Perumusan Masalah Kawasan Konservasi Perairan Daerah merupakan kawasan perairan yang dilindungi agar mampu mewujudkan pengelolaan sumber daya laut yang berkelanjutan. Sistem KKPD Misool Selatan-Raja Ampat adalah sistem

23 Kawasan Konservasi Perairan Daerah yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Raja Ampat No. 27 tahun 2008 tentang KKLD Raja Ampat. Sumber daya laut menjadi salah satu tumpuan hidup masyarakat pesisir atau nelayan dan telah berlangsung turun temurun dalam pengelolaannya. Terkadang penetapan KKPD memunculkan kegiatan-kegiatan berbeda yang terjadi dalam berbagai bidang, terutama aktivitas yang dilakukan nelayan sekitar kawasan konservasi. Aktivitas yang dilakukan inilah yang membentuk karakteristik masyarakat nelayan. Oleh karena itu, penting untuk dianalisis bagaimana karakteristik masyarakat nelayan di kawasan konservasi perairan daerah? Strategi adaptasi menjadi bentuk respon masyarakat menanggapi perubahan yang terjadi pada suatu hal. Adanya penetapan kawasan perairan Misool Selatan menjadi kawasan konservasi perairan daerah memunculkan respon pada nelayan yang hidup dan bergantung pada sumber daya di kawasan konservasi tersebut. Respon nelayan terjadi terutama karena perubahan penetapan kawasan konservasi. Nelayan yang tidak melakukan adaptasi terhadap perubahan yang terjadi dapat membuat mereka tidak mampu bertahan dengan kondisi yang ada, maka penting untuk dianalisis bagaimana strategi adaptasi yang dilakukan nelayan dalam menghadapi penetapan kawasan konservasi perairan daerah? Nelayan yang hidup bergantung di kawasan pesisir memiliki karakteristik yang berbeda di setiap kawasan. Karakteristik nelayan merupakan ciri-ciri yang melekat pada setiap nelayan. Pada nelayan Misool Selatan karakteristik yang ada meliputi usia, tingkat pendidikan, pengalaman sebagai nelayan, jumlah anggota keluarga, dan status kependudukan. Setiap rumah tangga nelayan akan memiliki respon yang berbeda dengan karakteristik setiap nelayan yang juga berbeda. Oleh karena itu penting dianalisis bagaimana hubungan karakteristik rumah tangga nelayan dengan strategi adaptasi nelayan dalam menghadapi penetapan kawasan konservasi perairan daerah? 3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis: 1. Karakteristik masyarakat nelayan di kawasan konservasi perairan daerah; 2. Strategi adaptasi yang dilakukan nelayan dalam menghadapi penetapan kawasan konservasi perairan daerah; 3. Hubungan karakteristik rumah tangga nelayan dengan strategi adaptasi nelayan dalam menghadapi penetapan kawasan konservasi perairan daerah. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai strategi adaptasi yang diterapkan nelayan dalam menghadapi penetapan kawasan konservasi perairan daerah. Secara lebih khusus, penelitian ini dapat bermanfaat bagi beberapa pihak, yakni: 1. Bagi swasta

24 4 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada pihak swasta mengenai pelaksanaan konservasi yang ada di daerah dengan aktivitas nelayan yang ada di dalamnya, sehingga timbul kerja sama diantara swasta, nelayan dan pihak yang terlibat dalam pengelolaan kawasan konservasi. 2. Bagi kalangan akademisi dan peneliti Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pustaka/literatur/sumber informasi dan pengetahuan mengenai pengaruh penetapan kawasan konservasi daerah terhadap strategi adaptasi yang diterapkan oleh nelayan. 3. Bagi pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam mengelola kawasan konservasi yang relevan dengan kondisi nelayan yang ada di sekitar. 4. Bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan masyarakat mengenai strategi adaptasi yang diterapkan nelayan terhadap penetapan kawasan konservasi perairan daerah.

25 5 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Kawasan Konservasi Perairan Pasal 1(8) dari PP No. 60 tahun 2007 menyatakan bahwa kawasan konservasi perairan didefinisikan sebagai kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Lebih lanjut, pengelolaan kawasan konservasi perairan dilakukan oleh pemerintah/pemerintah daerah, seperti disebutkan dalam Pasal 15(1) PP No. 60 tahun Pada Pasal 18(1) PP No. 60 tahun 2007 terkait pengelolaan, pemerintah daerah dapat melibatkan masyarakat melalui kemitraan antara unit organisasi pengelola dengan kelompok masyarakat dan/atau masyarakat adat, lembaga swadaya masyarakat, korporasi, lembaga penelitian, maupun perguruan tinggi. Tabel 1 menunjukkan berbagai macam definisi kawasan konservasi diartikan oleh beberapa sumber. Sumber UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulaupulau Kecil Direktorat Konsevasi dan Taman Nasional Laut Ditjen KP3K, DKP (2006) IUCN (1988) dikutip Supriharyono (2007) Tabel 1 Definisi kawasan konservasi laut Pengertian Kawasan Konservasi Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah upaya pelindungan, pelestarian, dan pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya. Wilayah perairan laut termasuk pesisir dan pulau-pulau kecil yang mencakup tumbuhan dan hewan di dalamnya, serta/atau termasuk bukti peninggalan sejarah dan sosial budaya di dalamnya yang dilindungi secara hukum atau cara lain yang efektif, baik dengan melindungi seluruh atau sebagian wilayah tersebut. Suatu kawasan laut atau paparan subtidal, termasuk perairan yang menutupinya, flora, fauna, sisi sejarah dan budaya, yang terkait di dalamnya, dan telah dilindungi oleh hukum dan peraturan lainnya untuk melindungi sebagian atau seluruhnya lingkungan tersebut. Berdasarkan berbagai definisi di atas, pengertian kawasan konservasi adalah sebuah kawasan yang ditetapkan sebagai upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya alam yang ada di dalamnya dengan tetap memperhatikan kondisi sumber daya manusia yang ada di sekitar kawasan. Unsur-unsur sumber daya yang ada dalam kawasan konservasi meliputi: (1) tumbuhan (flora) dan hewan (fauna); (2) sejarah dan kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat; (3) hukum/peraturan yang melindungi. Sebuah kawasan konservasi dengan ciri khas tertentu yang dilindungi ditujukan untuk mewujudkan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan. Menurut IUCN (1994) dikutip Supriharyono (2007) ada beberapa tujuan kawasan konservasi atau konservasi laut diantara, yaitu: (1)

26 6 melindungi dan mengelola sistem laut dan estuaria supaya dapat dimanfaatkan secara terus menerus dalam jangka panjang dan mempertahankan keanekaragaman genetik; (2) untuk melindungi penurunan, tekanan, populasi dan spesies langka, terutama pengawetan habitat untuk kelangsungan hidup mereka; (3) mencegah aktivitas luar yang memungkinkan kerusakan kawasan konservasi laut; (4) memberikan kesejahteraan yang terus menerus kepada masyarakat dengan menciptakan konservasi laut; (5) menyediakan pengelolaan yang sesuai, yang mempunyai spektrum luas bagi aktivitas manusia dengan tujuan utamanya adalah penataan laut dan estuaria. Saat ini sudah banyak peraturan perundangan ataupun turunannya yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengembangkan dan mengelola kawasan konservasi perairan, diantaranya yang disajikan dalam Tabel 2. Peraturan Tabel 2 Peraturan perundangan tentang konservasi UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 27 Tahun 2007 UU No. 31 tahun 2004 telah diubah dengan UU No. 45 Tahun 2009 UU No. 32 Tahun 2009 UU No. 32 Tahun 2004 diubah dengan UU No. 12 Tahun 2008 UU No. 5 Tahun 1990 Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007 Permen KP No. Per.03/Men/2010 Permen KP No. Per.04/Men/2010 Permen KP No. Per.30/Men/2010 Permen KP No. Per.02/Men/2009 Permen KP No. Per.17/Men/2008 Bahasan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Perikanan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pemerintahan Daerah Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Konservasi Sumber Daya Ikan Tata Cara Penetapan Perlindungan Jenis Ikan Pemanfataan Jenis dan Genetika Ikan Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Sistem Zonasi Kawasan Konservasi Sistem zonasi kawasan konservasi merupakan pembagian wilayah di dalam kawasan menjadi beberapa zona guna menentukan kegiatan-kegiatan pengelolaan yang diperlukan secara tepat dan efektif dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan kawasan konservasi sesuai dengan fungsi dan peruntukkannya (Manoppo 2002 dikutip Randan 2011). Zonasi menjadi pilihan pemetaan wilayah pengelolaan wilayah laut dan pesisir. Penetapan sistem zonasi ini memberikan konsekuensi baik secara langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung yang pasti dirasakan masyarakat adalah perubahan pola pemanfaatan yang biasa mereka lakukan. Penetapan zona inti dan perlindungan di suatu lokasi mengalihkan sebagian nelayan untuk melakukan aktivitas penangkapan di lokasi lain (Priyanto 2011).

27 Tetapi pengecualian di kawasan konservasi perairan daerah (KKPD), pengaturan zonasi menjadi upaya memenuhi hak masyarakat, khususnya nelayan. Menurut Burke et al. (2012), KKPD adalah wilayah laut yang sebagian besar atau seluruhnya dikelola di tingkat daerah oleh perseorangan atau kelompok yang tinggal di dekatnya. Manfaat utama dari KKPD adalah masyarakat dapat menetapkan dan menyesuaikan pendekatan pengelolaan untuk memenuhi kebutuhan mendesak dan menangani sumber daya dan kegiatan tertentu. Tabel 3 Zonasi di kawasan konservasi perairan daerah Zonasi Karakteristik Fungsi Aktivitas Nelayan Zona inti (core zone atau sanctuaries) Zona Perikanan Berkelanjutan Zona Pemanfaatan Terbatas Zona lainnya sesuai dengan karakteristik dan peruntukannya Mempunyai nilai konservasi yang sangat tinggi dan sangat rentan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Sebagai zona yang memiliki nilai. Ditentukan supaya selaras dengan berbagai pemanfaatan yang ada dalam kawasan dan sesuai dengan tujuan KKPD. Zona yang mempunyai aturan sendiri dalam pengelolaannya. Sebagai Daerah Perlindungan Laut (DPL). Diperuntukkan bagi perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan, penelitian, serta pendidikan. Perlindungan habitat dan populasi ikan, budi daya ramah lingkungan, pariwisata dan rekreasi, serta penelitian dan pengembangan, serta pendidikan. Sebagai penyangga kawasan, untuk menjaga proses-proses ekologis yang ada dalam kawasan. Perlindungan habitat dan populasi ikan, pariwisata dan rekreasi, penelitian dan pengembangan, serta pendidikan. Fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu. Tidak ada kegiatan yang ekstraktif diijinkan dalam zona inti. Dapat dimanfaatkan nelayan atau pembudi daya dan pengguna dalam pemanfaatan yang ramah lingkungan. Kegiatan yang nonperikanan komersial, seperti: olah raga air, wisata bahari, recreational fishing, penelitian, dan pendidikan. Beraktivitas sesuai dengan aturan zona tertentu. (Sumber: Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan) Menurut Burke et al. (2012) wilayah KKPD umumnya dikelola untuk pemanfaatan berkelanjutan dan bukan untuk konservasi, tetapi kebanyakan membatasi pemanfaatan sumber daya, dan banyak yang berisi daerah tertutup untuk penangkapan secara permanen, sementara, atau musiman. Hal tersebut yang menjadikan KKPD secara keseluruhan mirip dengan banyak KKP dengan memiliki zona larang-tangkap atau wilayah pemanfaatan terbatas yang luas. Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan menjelaskan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) yang diatur dengan sistem zonasi, yakni: zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona 7

28 8 pemanfaatan, dan zona lainnya. Tabel 3 menunjukkan penjelasan tentang pengelolaan KKP dengan sistem zonasi. Karakteristik Nelayan Secara geografis, kawasan pesisir terletak pada wilayah transisi antara laut dan darat yang sebagian besar masyarakat yang hidup di wilayah ini adalah nelayan. Masyarakat nelayan didefinisikan sebagai kesatuan sosial kolektif masyarakat yang hidup di kawasan pesisir dengan mata pencaharian menangkap ikan di laut dan pola-pola perilakunya diikat oleh sistem nilai budaya yang berlaku, memiliki identitas bersama dan batas-batas kesatuan sosial, struktur sosial yang mantap, dan masyarakat terbentuk karena sejarah sosial yang sama. Sebagai sebuah sistem budaya yang tersendiri dan berbeda dengan masyarakat lain yang hidup di pegunungan, lembah dan perkotaan (Kusnadi 2009). Satria (2002) mendefinisikan secara sosiologis karakteristik nelayan yang berbeda dengan karakteristik masyarakat agraris, seiring dengan perbedaan karakteristik sumber daya yang dimanfaatkan. Karakteristik sumber daya yang bersifat terbuka (open access) membuat nelayan harus berpindah-pindah untuk memperoleh hasil yang maksimal sehingga memiliki elemen resiko yang tinggi. Kondisi sumber daya yang beresiko ini yang menyebabkan masyarakat nelayan memiliki karakter yang berbeda dengan masyarakat lain. Tidak jarang masyarakat yang bukan nelayan mengartikan nelayan sebagai kelompok masyarakat yang memiliki karakter yang keras, tegas dan terbuka. Lebih lanjut Satria (2002) menjelaskan berbagai aspek yang mereprentasikan masyarakat pesisir, antara lain: 1. Sistem pengetahuan; Pengetahuan tentang teknik penangkapan ikan umumnya diperoleh secara turun temurun berdasarkan pengalaman empirik. Kuatnya pengetahuan lokal inilah yang menjadikan terjaminnya kelangsungan hidup sebagai nelayan. 2. Sistem kepercayaan; Secara teologi nelayan masih memiliki kepercayaan yang kuat bahwa laut memiliki kekuatan magic dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan agar keselamatan dan hasil tangkapan semakin terjamin. Namun, seiring berjalannya waktu berbagai tradisi di lingkungan mereka hanya sebagai salah satu alat stabilitas sosial nelayan. 3. Peran wanita; Umumnya selain banyak bergelut dalam urusan domestik rumah tangga, istri nelayan tetap menjalankan aktivitas ekonomi dalam kegiatan penangkapan di perairan dangkal, pengolahan ikan, maupun kegiatan jasa dan perdagangan. Selain itu pengaturan aktivitas ekonomi rumah tangga banyak dilakukan oleh istri nelayan. 4. Struktur sosial; Struktur yang terbentuk dalam hubungan produksi pada usaha perikanan, perikanan tangkap maupun budi daya dicirikan dengan kuatnya ikatan patron-klien. 5. Stratifikasi sosial; Bentuk stratifikasi sosial masyarakat pesisir ditunjukkan dengan semakin bertambahnya jumlah posisi sosial atau jenis pekerjaan yang bersifat horizontal maupun vertikal dan berjenjang berdasarkan ukuran ekonomi, prestise dan kekuasaan. 6. Posisi sosial nelayan; Pada masyarakat sekitar, nelayan dianggap sebagai kelompok masyarakat dengan status yang relatif rendah. Rendahnya posisi sosial nelayan menjadi akibat dari keterasingan nelayan sehingga

29 masyarakat non-nelayan tidak mengetahui kehidupan nelayan. Alokasi waktu untuk berinteraksi dan letak geografis yang relatif jauh menjadi faktor kuat yang menyebabkan kurangnya hubungan sosial nelayan dengan masyarakat lain. Berdasarkan karakteristik masyarakat nelayan di atas, kelompok masyarakat ini juga identik dengan kemiskinan. Data KKP Dalam Angka (2013) menunjukkan pada tahun 2011 jumlah penduduk miskin Indonesia di wilayah pedesaan mencapai juta jiwa atau persen yang di dalamnya termasuk masyarakat yang hidup di kawasan pesisir. Berdasarkan laporan Lembaga swadaya masyarakat Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) pada Harian Republika tanggal 13 April 2012 menyebutkan bahwa jumlah nelayan di tanah air saat ini tersisa 2.2 juta nelayan dari total jumlah penduduk Indonesia (Purwadi 2012). Aktivitas Sosial-Budaya dan Ekonomi Nelayan Westmacott et al. (2000) dikutip Sudiono (2008) mengatakan bahwa tindakan-tindakan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan adalah suatu tantangan, dengan banyaknya jumlah orang yang terlibat, banyak diantaranya tanpa sumber pendapatan atau protein alternatif. Banyak komunitas lokal yang memiliki sedikit pilihan mata pencaharian dan kecil kemungkinan untuk beradaptasi dengan kondisi baru ini. Meningkatnya pengertian, kerja sama dan perasaan memiliki dalam komunitas setempat adalah amat penting. Mengembangkan mata pencaharian pilihan bagi komunitas nelayan sangat mungkin bila diperlukan. Aspek-aspek dari variabel sosial budaya dan ekonomi berpengaruh penting terhadap pengelolaan kawasan konservasi. Berbagai aktivitas manusia yang tinggal di wilayah pesisir berpotensi menyebab terjadinya degradasi lingkungan, khususnya aktivitas masyarakat dalam memanfaat sumber daya laut untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Secara umum, perkembangan penduduk yang cukup pesat di wilayah pesisir dan masalah kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan adalah isu sosial yang sering ditemukan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Isu-isu sosial ini jika tidak ditangani memberikan tekanan yang besar terhadap kondisi lingkungan dan sumber daya pesisir. Selain itu, budaya yang ada pada nelayan meliputi tradisi nelayan, gaya hidup, dan pengetahuan atau wawasan nelayan terhadap kehidupan sekitar mulai terkikis. Hal ini didukung dengan kemajuan dan perkembangan teknologi serta masuknya budaya barat yang berkembang pesat memberikan pengaruh kepada kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Kondisi tersebut ditunjukkan dengan memudarnya nilai-nilai budaya yang selama ini dianut, seperti melanggar larangan melaut pada hari-hari tertentu, meningkatnya pola pikir ke arah perubahan gaya hidup nelayan lokal. 9

30 10 Tabel 4 Matriks aktivitas sosial-budaya dan ekonomi nelayan Aspek Bentuk Penjelasan Sosial- Budaya Ekonomi Hubungan sosial Organisasi kerja Gaya hidup Pemanfaatan terhadap sumber daya Adaptasi Teknologi Tenaga Kerja Pengalokasian keuangan Masyarakat heterogen, interaksi struktur relasi patronklien sangat kuat (Kusnadi 2009; Mugni 2006). Nelayan buruh yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain, nelayan juragan yang memiliki alat tangkap dan dioperasikan orang lain, dan nelayan perorangan yang memiliki alat tangkap sendiri dan pengoperasian juga sendiri (Mulyadi 2007). Boros dalam menggunakan uang dengan menghabiskan banyak uang untuk merokok dan jajan (Muflikhati 2010). Bergantung pada pemanfaatan sumber daya pesisir (Satria 2002). Bergantung langsung pada hasil laut (Imron 2003 dikutip Mulyadi 2007). Memanfaatkan langsung sumber daya lingkungan pesisir, mengolah hasil ikan atau laut, menunjang ekonomi perikanan seperti tukang perahu, pemilik toko atau warung (Kusnadi 2009). Bergantung pada kondisi lingkungan, musim, dan pasar (Kusumastanto 2000). Menggunakan kapal bermotor tempel sebagai usaha meningkatkan hasil tangkapan (Herdian 2003). Melakukan modifikasi alat tangkap sesuai kondisi perairan (Sihombing 2003). Diversifikasi pekerjaan pada musim paceklik (Mugni 2006; Muflikhati 2010). Lebih dari 50 persen untuk konsumsi pangan (Pancasasti 2008). Untuk jajan dan merokok (Muflikhati 2010). Aktivitas masyakat nelayan dapat juga dilihat pada aspek ekonomi. Pada pemanfaatan sumber daya laut nelayan bergantung pada sumber daya pesisir (Satria 2002). Selain itu, hal yang sama dikemukakan oleh Imron (2003) dikutip Mulyadi (2007) bahwa aktivitas ekonomi nelayan sangat bergantung langsung pada hasil laut. Kusnadi (2009) pun menyebutkan aktivitas nelayan dengan pemanfaatan langsung sumber daya lingkungan pesisir, mengolah hasil ikan atau laut, tukang perahu, dan pemilik toko atau warung. Pada aspek pengalokasian keuangan lebih dari 50 persen nelayan untuk mengonsumsi pangan (Pancasasti 2008). Berbeda dengan hal yang ditemukan oleh Muflikhati (2010) yang menyebutkan bahwa pengalokasian keuangan digunakan untuk jajan dan merokok. Aktivitas-aktivitas tersebut ditunjukkan dalam Tabel 4. Dampak KKPD terhadap Aktivitas Nelayan Penetapan sebuah kawasan menjadi kawasan konservasi memberikan dampak pada aktivitas nelayan yang ada di sekitar kawasan. Hal ini terjadi karena penetapan kawasan yang dilakukan selalu memiliki tujuan tertentu. Berdasarkan Pasal 9(1) Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007 tentang

31 Konservasi Sumber Daya Ikan, penetapan kawasan konservasi perairan dilakukan berdasarkan kriteria ekologi, sosial dan budaya, dan ekonomi. Di sisi lain, aktivitas nelayan selalu tidak jauh diartikan hanya kegiatan di sekitar laut saja. Seperti dijelaskan oleh Undang-undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan, bahwa nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Aktivitas penangkapan ikan inilah yang berkorelasi dengan wilayah tangkapan nelayan. Namun, adanya penetapan kawasan konservasi membuat nelayan harus melakukan kegiatan yang sebelumnya tidak pernah mereka lakukan atau mengembangkan kegiatan yang sudah ada. Kegiatan ini dapat mengubah kebiasaan yang sudah lama dilakukan oleh nelayan. Aktivitas Hubungan dengan pemangku kepentingan lain Hak (bundles of right) Nelayan Pemanfaatan sumber daya laut Konflik Wilayah tangkapan Tabel 5 Matriks dampak KKPD terhadap aktivitas nelayan Sebelum Sebatas pada masyarakat adat setempat dan masyarakat sekitar (Randan 2011). Memiliki hak akses, hak pemanfaatan, hak pengelolaan, dan hak ekslusi (Ostrom dan Schager dikutip Satria 2009). Menerapkan tutup laut pada sistem Sasi (Randan 2011). Nelayan memanfaatkan laut dengan kearifan lokal, sehingga sangat minim adanya konflik (Randan 2011). Bebas dimanapun area penangkapan hasil laut (Randan 2011). Kondisi Nelayan Setelah Adanya hubungan yang lebih dengan pemangku kepentingan lain, seperti sosialisasi, pendidikan lingkungan hidup, pengawasan, monitoring terumbu karang, membangun pondok informasi, dan memberikan bantuan bagi pembangunan sarana dan prasarana kampung. Selain itu masyarakat dilibatkan dalam pengawasan dan pengelolaan DPL (Randan 2011). Membatasi hak pemanfaatan (Satria 2009). Menyesuaikan sistem sasi menjadi sistem zonasi (DPL).Namun larangan dalam sasi tetap diterapkan karena terdapat dalam peraturan kampung (Randan 2011). Terjadi konflik kecil terkait ketidaksetujuan dengan DPL yang telah ditetapkan. Namun seiring berjalannya penerapan DPL, pihak kontra semakin memahami tujuan DPL (Randan 2011). Melarang aktivitas penangkapan khusus pada zona inti karena dilindungi (Satria 2009). Kusumastanto (2000) dikutip Rachman (2013) menyatakan bahwa nelayan memiliki sifat unik yang berkaitan dengan usaha perikanan. Hal ini disebabkan usaha perikanan sangat bergantung pada lingkungan, musim dan pasar. Ketika sebuah kawasan ditetapkan sebagai kawasan konservasi dapat menjadikan 11

32 12 perubahan pada ketiga aspek tersebut. Ketergantungan pada kondisi lingkungan sangat erat hubungannya dengan kondisi wilayah penangkapan. Keberhasilan atau keberlanjutan usaha perikanan sangat bergantung pada kondisi lingkungan khususnya perairan dan sangat peka pada kerusakan khususnya pencemaran atau degradasi kualitas lingkungan. Tabel 6 Matriks kategori dampak KKPD Aspek Bentuk Kegiatan Kategori Sosial Ekonomi Lingkungan Manusia (hak akses) Kelembagaan Membangun hubungan yang lebih dengan pemangku kepentingan lain, seperti sosialisasi, pendidikan lingkungan hidup, pengawasan, monitoring terumbu karang, membangun pondok informasi, dan memberikan bantuan bagi pembangunan sarana dan prasarana kampung. Selain itu masyarakat dilibatkan dalam pengawasan dan pengelolaan DPL, penyesuaian sistem sasi menjadi sistem zonasi (DPL).Namun larangan dalam sasi tetap diterapkan karena terdapat dalam peraturan kampung (Randan 2011). Menimbulkan kelompok pro dan kontra dengan KKPD. Namun, pihak pro menjadi yang mayoritas mendominasi dan lambat laun pihak kontra beralih ke kelompok yang mendukung konservasi (Randan 2011). Meningkatkan hasil tangkapan nelayan tradisional antara 40 persen sampai 90 persen (McClanahan & Arthur 2001 dikutip Ilham 2009). Meningkatkan dan mempertahankan populasi ikan dan satwa lain (Gell & Roberts 2003 dikutip Ilham 2009). Menambah tutupan karang hidup dan indeks kemerataan karang batu (Ilham 2009). Membatasi hak pemanfaatan, melarang aktivitas penangkapan khusus pada zona inti karena dilindungi (Satria 2009). Belum memaksimalkan peran lembaga pada lembaga pengelolaan, terutama lembaga lokal, belum sinkronnya kegiatan lintas sektor di pulau atau daerah yang masuk wilayah konservasi (Ilham 2009). Positif Negatif Positif Positif Positif Negatif Negatif Kebijakan penetapan kawasan konservasi mengundang dua pemahaman keberpihakan yaitu pihak pro konservasi dan kontra konservasi terutama berkaitan dengan kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan (Randan 2011). Sebagian nelayan menganggap bahwa dengan adanya penetapan kawasan konservasi, khususnya Daerah Perlindungan Laut (DPL) akan berdampak terhadap menurunnya pendapatan nelayan karena tertutupnya sebagian area penangkapan ikan (fishing ground) mereka dan hak-hak mereka menjadi terbatas untuk memanfaatkan sumber daya yang ada. Pada kondisi lain, dimana ketergantungan nelayan pada musim semakin besar khususnya pada musim paceklik, membuat nelayan mencari kegiatan ekonomi lain atau menganggur. Sedangkan ketergantungan pada pasar, membuat

33 nelayan harus peka terhadap fluktuasi harga di pasar. Komoditas yang dijual pun harus dalam kondisi segar. Namun, wilayah tangkapan yang selama ini berada lebih dekat dengan daerah tangkapan harus mereka pindahkan dengan adanya sistem zonasi yang telah ditetapkan dalam kawasan konservasi perairan daerah. Kondisi-kondisi di atas sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 5. Beberapa penelitian telah menunjukkan dampak yang terjadi ketika sebuah kawasan ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Dampak pada Tabel 5 di atas dapat dikategorikan dalam beberapa aspek dengan kategori penilaian positif dan negatif dari penetapan sebuah kawasan menjadi kawasan konservasi. Pengkategorian tersebut dapat dilihat dalam Tabel 6. Strategi Adaptasi Nelayan Konsep adaptasi yang dinyatakan oleh Mulyadi (2007) dikutip Helmi (2012) adalah salah satu bagian dari proses evolusi kebudayaan, yakni proses yang mencakup rangkaian usaha-usaha manusia untuk menyesuaikan diri atau memberi respon terhadap perubahan lingkungan fisik maupun sosial yang terjadi secara temporal. Hal ini di dukung oleh pernyataan Bennet (1976) dan Pandey (1993) dikutip Helmi (2012) yang memandang adaptasi sebagai suatu perilaku responsif manusia terhadap perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi. Perilaku responsif tersebut memungkinkan mereka dapat menata sistem-sistem tertentu bagi tindakan atau tingkah lakunya, agar dapat menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi yang ada. Perilaku tersebut di atas berkaitan dengan kebutuhan hidup, setelah sebelumnya melewati keadaan-keadaan tertentu dan kemudian membangun suatu strategi serta keputusan tertentu untuk menghadapi keadaan-keadaan selanjutnya. Strategi diartikan oleh Bennett (1976) dikutip Helmi (2012) adalah suatu tindakan spesifik yang dipilih oleh individu atau masyarakat di dalam proses pengambilan keputusan, dengan suatu derajat yang dapat diprediksi. Selain itu, strategi diartikan juga sebagai suatu pilihan yang digunakan terhadap beberapa alternatif pilihan yang tersedia. Aspek-aspek penting dari konsep strategi menurut Crows (1989) dikutip Dharmawan (2001) dan Wisdaningtyas (2011), adalah: 1. Harus ada pilihan yang dapat seseorang pilih sebagai tindakan alternatif; 2. Kemampuan melatih kekuatan ; 3. Merencanakan strategi yang mantap, ketidakpastian (posisi) yang dihadapi seseorang dapat dieliminir; 4. Strategi dibangun sebagai respon terhadap tekanan yang hebat yang menerpa seseorang; 5. Harus ada sumber daya dan pengetahuan sehingga seseorang bisa membentuk dan mengikuti berbagai strategi yang berbeda. Sebagaimana pada Tabel 7 tentang strategi adaptasi nelayan dalam menghadapi penetapan kawasan konservasi perairan daerah. 13

34 14 Tabel 7 Matriks strategi adaptasi nelayan menghadapi penetapan kawasan konservasi perairan daerah Aspek Diversifikasi kegiatan ekonomi Investasi Jaringan Sosial Migrasi Nelayan Bentuk Strategi Adaptasi Mendiversifikasikan mata pencaharian dengan perluasan alternatif pilihan (Wahyono dkk. 2001; Kusnadi 2000). Memobilisasi peran istri dan anak-anak untuk ikut mencari nafkah keluarga, menggadaikan atau menjual barang-barang rumah tangga yang dimiliki, melakukan konversi pekerjaan bagi nelayan, bermigrasi ke kota bagi istri untuk menjadi pembantu rumah tangga (Kusnadi 2000). Mengembangkan strategi nafkah ganda agar nelayan tidak bergantung pada hasil tangkapan saja, mendorong ke arah laut lepas, problem yang ada tidak hanya semata teknologi, tetapi modal dan budaya, mengembangkan diversifikasi alat tangkap untuk mengantisipasi variasi musim (Satria 2009). Menginvestasikan uang pada teknologi penangkapan dan melakukan penangkapan jauh dari tampat pemukiman (Wahyono dkk. 2001). Melakukan hubungan baik dan kerja sama dengan nelayan lain (Kusnadi 2000). Mencari daerah tangkapan baru, membuka lapangan kerja yang terbuka di tempat yang baru dengan mengolah hasil tangkapan ikan dan menjual kue-kue tradisional, terutama wanita nelayan (istri) (Mugni 2006).

35 15 Kerangka Pemikiran Kawasan konservasi laut yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dikelola oleh pemerintah daerah bersama masyarakat dan pihak berkepentingan lain menghasilkan pengelolaan kawasan konservasi perairan daerah (KKPD). Contoh pengelolaan KKPD yang menjadi sorotan utama adalah KKPD Raja Ampat terutama di Distrik Misool Selatan. Nelayan yang berada di sekitar wilayah KKPD Misool Selatan memiliki aktivitas yang sudah lama mereka lakukan. Aktivitas tersebut dapat berupa kegiatan yang baru dilakukan setelah adanya penetapan KKPD maupun kegiatan yang lama nelayan lakukan sebelum adanya penetapan KKPD. Aktivitas ini membentuk karakteristik nelayan yang sudah ada sejak sebelum KKPD ditetapkan. Strategi adaptasi menjadi respon masyarakat nelayan sehingga mampu menjadikan diri mereka beradaptasi. Karakteristik rumah tangga nelayan juga menjadi faktor penentu strategi adaptasi yang selama ini dilakukan oleh nelayan. Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) KKPD Misool Selatan, Raja Ampat Karakteristik Sosial-Budaya dan Ekonomi Masyarakat Nelayan STRATEGI ADAPTASI NELAYAN Karakteristik Sosial Interaksi sosial Organisasi kerja Karakteristik Budaya Gaya hidup Karakteristik Rumah Tangga Nelayan Usia Tingkat pendidikan Pengalaman sebagai nelayan Jumlah anggota rumah tangga Status kependudukan Karakteristik Ekonomi Manajemen keuangan Diversifikasi pekerjaan Adaptasi teknologi Keterangan: : Fokus penelitian : Memengaruhi : Hubungan Gambar 1 Kerangka pemikiran

36 16 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian ini meliputi: 1) Hipotesis pengarah Diduga penetapan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) memengaruhi strategi adaptasi nelayan. 2) Hipotesis uji: Diduga terdapat hubungan antara karakteristik rumah tangga nelayan dengan strategi adaptasi nelayan dalam menghadapi penetapan kawasan konservasi perairan daerah. Definisi Konseptual 1) Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Daerah adalah perubahan pengelolaan kawasan konservasi yang diberikan kepada pemerintah daerah dengan berkolaborasi bersama masyarakat sekitar. 2) Strategi adaptasi nelayan adalah pilihan tindakan nelayan yang menunjukkan respon dalam menyiasati dampak dari perubahan penetapan kawasan konservasi. Definisi Operasional Penelitian ini terdiri atas beberapa variabel yang terbagi menjadi beberapa indikator. Masing-masing variabel dan indikator diberi batasan terlebih dahulu sehingga dapat ditemukan skala pengukurannya. Definisi operasional untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut. 1) Karakteristik rumah tangga nelayan merupakan ciri-ciri yang melekat pada rumah tangga nelayan rumah tangga dengan kepala keluarga bermatapencaharian sebagai nelayan yang direpresentasikan oleh ciri yang melekat pada kepala rumah tangga meliputi: usia, tingkat pendidikan, pengalaman sebagai nelayan, jumlah anggota rumah tangga dan status kependudukan. a) Usia adalah selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada saat dilaksanakan penelitian. Havighurst dan Acherman dikutip Sugiah dan Helmi (2012) membagi usia menjadi tiga kategori: i) Muda (18-30 tahun) ii) Dewasa (31-50 tahun) iii) Tua (>50 tahun) b) Pendidikan adalah jenis pendidikan/sekolah tertinggi yang pernah diikuti oleh responden, yang dibedakan ke dalam kategori: i) Rendah (jika tidak sekolah, tidak tamat dan tamat SD/sederajat) ii) Sedang (Jika tamat SMP/sederajat) iii) Tinggi (jika tamat SMA/sederajat)

37 17 c) Pengalaman sebagai nelayan adalah lama responden menjadi nelayan yang dihitung dalam satuan waktu (tahun), sejak pertama kali menjadi nelayan sampai dengan penelitian ini dilakukan yang dinyatakan dalam kategori: i) Rendah (6-14 tahun) ii) Sedang (15-27 tahun) iii) Tinggi (lebih dari 28 tahun) d) Jumlah anggota rumah tangga adalah banyaknya orang yang menetap dalam satu rumah dimana nelayan itu tinggal. Jumlah anggota rumah tangga dibedakan menjadi: i) Kecil (jika anggota rumah tangga berjumlah 1-3 orang) ii) Menengah (jika anggota rumah tangga berjumlah 4-6 orang) iii) Besar (jika anggota rumah tangga berjumlah lebih dari 7 orang) e) Status Kependudukan adalah status yang melekat pada diri nelayan karena daerah asalnya. Status kependudukan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu: i) Asli (nelayan yang mulai lahir ada di lokasi penelitian) ii) Pendatang (nelayan yang berasal dari daerah lain dan sudah tinggal bertahun-tahun di lokasi penelitian ketika penelitian dilakukan) 2) Karakteristik Sosial-Budaya dan Ekonomi Masyarakat Nelayan adalah karakteristik yang ada pada masyarakat nelayan KKPD di Misool Selatan dalam tiga bidang yaitu sosial, budaya dan ekonomi. Karakteristik tersebut antara lain: a) Karakteristik sosial adalah karakteristik yang melekat pada masyarakat nelayan karena hubungan pihak lain yang ada di sekitar kawasan konservasi, dilihat dari: 1. Interaksi sosial adalah interaksi yang dilakukan nelayan dengan pihak lain terkait dengan ketahanan hidup mereka, yaitu: a. Sering berinteraksi dengan plasma b. Melakukan peminjaman uang kepada tetangga c. Sering menjadi berhutang ke toko/kios terdekat 2. Organisasi kerja adalah kumpulan nelayan yang berhubungan dengan sejumlah nelayan lain, yaitu: a. Mengikuti perkumpulan nelayan b. Mengikut dengan pemilik kapal c. Saya menjadi salah satu pemimpin sementara di kelompok nelayan b) Karakteristik budaya adalah karakteristik yang melekat pada masyarakat nelayan KKPD di Misool Selatan yang tercermin dari kebiasaan yang dilakukan, yaitu: 1. Gaya hidup nelayan adalah perilaku yang berhubungan dengan tradisi atau kebiasaan nelayan, meliputi: a. Sering merokok ketika tidak melaut b. Sering jajan ketika tidak melaut c. Sering berada di rumah saja ketika tidak melaut

38 18 d. Membawa minuman keras ketika melaut c) Karakteristik ekonomi adalah karakteristik yang melekat pada masyarakat nelayan KKPD di Misool Selatan pada kegiatan yang berhubungan dengan keuangan nelayan, yaitu: 1. Manajemen keuangan adalah penggunaan keuangan yang dilakukan nelayan untuk memenuhi kebutuhannya, antara lain: a. Banyak menggunakan uang untuk kebutuhan makan b. Banyak menggunakan uang untuk jajan dan merokok c. Banyak menggunakan uang untuk merawat perahu d. Banyak menggunakan uang untuk menambah alat tangkap 2. Diversifikasi pekerjaan adalah berbagai pekerjaan di luar sebagai nelayan yang dilakukan oleh masyarakat nelayan, antara lain: a. Membuka kebun di dekat rumah ketika tidak melaut b. Bekerja di perusahaan c. Membudidaya rumput laut d. Membeli dan memelihara ternak e. Memiliki kios/toko untuk berjualan 3. Adaptasi teknologi adalah penggunaan teknologi yang disesuaikan dengan kondisi yang terjadi, antara lain: a. Memodifikasi alat tangkap b. Memakai motor tempel pada perahu tradisional c. Beralih ke perahu bermotor/johnson 3) Strategi adaptasi merupakan tindakan yang dilakukan nelayan dalam merespon penetapan kawasan konservasi perairan daerah yang dibagi menjadi diversifikasi kegiatan ekonomi, investasi, jaringan sosial, dan migrasi nelayan. a) Diversifikasi kegiatan ekonomi adalah kegiatan yang dilakukan oleh rumah tangga nelayan dalam menambah penghasilannya (skor 1 jika tidak ada, skor 2 jika ada). i) Rendah (jika total skor antara 6-7) ii) Sedang (jika total skor antara 8-10) iii) Tinggi (jika total skor antara 11-12) b) Investasi adalah pengalokasian keuangan yang dimiliki nelayan dalam bentuk lain (skor 1 jika tidak ada, skor 2 jika ada). i) Rendah (jika total skor antara 4-5) ii) Sedang (jika total skor 6) iii) Tinggi (jika total skor antara 7-8) c) Jaringan sosial adalah hubungan yang dijalin nelayan dalam menghadapi penetapan kawasan konservasi perairan daerah (skor 1 jika tidak ada, skor 2 jika ada). i) Rendah (jika total skor antara 4-5) ii) Sedang (jika total skor 6) iii) Tinggi (jika total skor antara 7-8) d) Migrasi nelayan adalah kegiatan berpindah dengan mengubah daerah pencarian pendapatan ekonomi setelah terjadinya penetapan kawasan konservasi perairan daerah (skor 1 jika tidak ada, skor 2 jika ada).

39 i) Rendah (jika total skor antara 5-6) ii) Sedang (jika total skor antara 7-8) iii) Tinggi (jika total skor antara 9-10) 19

40 20

41 21 PENDEKATAN LAPANGAN Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dan kualitatif untuk memperkaya analisis. Pendekatan kuantitatif yang digunakan adalah penelitian survai kepada responden. Menurut Singarimbun dan Effendi (2008), penelitian survai adalah penelitian yang mengambil sampel dari populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data primer. Metode kuantitatif digunakan untuk mencari informasi hubungan karakteristik nelayan dengan strategi adaptasi. Sedangkan metode penelitian kualitatif digunakan untuk menggali informasi mengenai KKPD Misool Selatan, karakteristik sosial-budaya dan ekonomi nelayan nelayan di sekitar KKPD dan strategi adaptasi yang dilakukan nelayan. Pendekatan kualitatif dan kuantitatif dikombinasikan dalam upaya memperkaya data dan lebih memahami fenomena sosial yang diteliti. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Raja Ampat, Papua Barat, tepatnya di Distrik Misool Selatan. Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja (purposive) mempertimbangkan kondisi KKPD yang ada di Indonesia, diantaranya ialah: 1. KKPD Raja Ampat, salah satunya Distrik Misool Selatan merupakan kawasan konservasi yang menjadi percontohan pada tingkat nasional. 2. Pelaksanaan KKPD Raja Ampat melibatkan masyarakat dalam pengelolaannya. 3. Karakteristik masyarakat nelayan Misool Selatan yang sangat beragam dengan penduduk yang terdiri dari penduduk asli dan pendatang. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2014 sampai dengan Mei Kegiatan dalam penelitian ini meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, perbaikan proposal skripsi, pengambilan data lapang, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan laporan skripsi. Selama penelitian berlangsung, pengumpulan data dan informasi dilakukan oleh peneliti melalui interaksi langsung dengan nelayan sebagai responden dan berberapa pihak yang menjadi informan. Teknik Pemilihan Responden dan Informan Populasi dari penelitian ini adalah rumah tangga nelayan di Kawasan Konservasi Perairan Daerah Misool Selatan, Raja Ampat, Papua Barat. Populasi diambil melalui survai lapangan. Kerangka sampling yang diambil adalah nelayan kawasan konservasi yang ada di Misool Selatan meliputi lima kampung (Dabatan, Yellu, Harapan Jaya, Fafanlap, Kayerepop) yaitu 250 kepala rumah tangga nelayan (Lampiran 2). Unit penelitian yang diteliti adalah rumah tangga

42 22 nelayan yang melakukan aktivitas di kawasan konservasi perairan daerah. Adapun rumah tangga nelayan yang dimaksud adalah rumah tangga dengan kepala keluarga bermatapencaharian sebagai nelayan. Penentuan jumlah sampel penelitian menggunakan teknik simple random sampling sebanyak 45 responden yang merupakan kepala rumah tangga. Teknik simple random sampling dipilih karena msyarakat khususnya nelayan dianggap mempunyai status yang setara. Informan dalam penelitian ini meliputi pihak yang berinteraksi dengan kawasan konservasi perairan daerah, yaitu nelayan, pihak kelompok konservasi, aparat kampung, pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Raja Ampat, dan Lembaga Swadaya Masyarakat The Nature Conservancy. Teknik purposive digunakan dalam menentukan informan. Pemilihan secara sengaja (purposive) dilakukan karena informasi yang didapatkan akan lebih banyak dan akurat. Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang pengumpulannya dilakukan sendiri oleh peneliti. Artinya, data tersebut diperoleh dari penelitian langsung oleh peneliti, yakni hasil wawancara dengan responden dan informan serta hasil pengukuran peneliti sendiri. Data primer yang diperoleh dari responden dilakukan melalui teknik wawancara dengan instrumen kuesioner (Lampiran 3) yang telah dipersiapkan. Sedangkan pengumpulan data dari informan dilakukan dengan wawancara mendalam menggunakan pedoman wawancara mendalam (Lampiran 4). Pada penelitian ini, responden akan difokuskan untuk melengkapi data pada pendekatan kuantitatif dan informan difokuskan untuk melengkapi data pada pendekatan kualitatif. Selain data primer, pengumpulan data dalam penelitian ini juga menggunakan data sekunder. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh pihak lain dan sudah diolah oleh pihak lain. Sumber data sekunder diperoleh dari Kantor Distrik Misool Selatan, Dinas Kelautan dan Perikanan Raja Ampat, LSM terkait, serta buku, internet, jurnal-jurnal penelitian, skripsi, tesis, dan laporan penelitian yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Penelitian ini mempunyai dua jenis data yang akan diolah dan dianalisis, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif dengan unit analisis pada rumah tangga. Data kuantitatif dari pengisian kuisioner diolah melalui penyusunan data sesuai skor yang ditentukan dan masing-masing variabel menggunakan program komputer Microsoft Excel 2013 dan melalui tabel frekuensi, tabulasi silang, dan uji korelasi menggunakan SPSS 20 for Windows. Uji korelasi pada SPSS 20 for Windows menggunakan Chi Square untuk menghubungkan antara variabel karakteristik nelayan dengan strategi adaptasi. Hasil data kemudian dianalisis secara deskriptif untuk menjelaskan hubungan yang terjadi. Analisis data kualitatif dari wawancara mendalam dan observasi dilakukan melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Pada reduksi

43 data dilakukan pemilihan, penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data hasil wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen terkait. Pada tahap ini bertujuan untuk mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu. Penyajian data dilakukan untuk menyusun segala informasi dan data yang diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca ke dalam sebuah laporan. Tahap verifikasi menjadi tahap akhir yang menganalisis hasil yang telah diolah pada tahap reduksi sehingga memungkinkan adanya penarikan kesimpulan. 23

44 24

45 25 KARAKTERISTIK RESPONDEN Usia Responden Usia responden adalah selisih antara tahun responden dilahirkan sampai tahun pada saat dilaksanakan penelitian. Usia responden memiliki variasi dari 24 tahun sampai 60 tahun dengan rata-rata usia 36.5 tahun. Variasi dan rata-rata usia responden tergolong ke dalam kelompok usia produktif, yaitu 24 tahun sampai 64 tahun. Berdasarkan hasil penelitian nelayan Misool Selatan dibagi ke dalam tiga kategori yaitu usia muda (18-30 tahun), dewasa (31-50 tahun) dan tua (lebih dari 50 tahun). Usia responden yang tergolong dalam usia muda sebanyak 9 orang (20%), golongan dewasa sebanyak 33 orang (73%), dan golongan tua sebanyak 3 orang (7%). Tabel 8 menunjukkan jumlah dan persentase responden berdasarkan usia. Usia (Tahun) Tabel 8 Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia Responden n % Muda (18-30) 9 20 Dewasa (31-50) Tua (>50) 3 7 Jumlah Tabel 8 menunjukkan kondisi usia yang memiliki persentase tertinggi pada kategori usia dewasa. Hal ini terjadi karena mayoritas nelayan adalah pendatang dari berbagai daerah di luar Misool Selatan. Penduduk pendatang berasal dari distrik lain dan penduduk luar kabupaten seperti Maluku, Flores, Buton, Seram dan Ternate. Penduduk pendatang yang kemudian bermukim di Misool Selatan pada dasarnya nelayan dari daerah lain yang datang ke daerah ini untuk bekerja. Sebagian besar usia dewasa (31-50 tahun) memang dimiliki oleh masyarakat pendatang yang telah menetap di Misool Selatan. Sedangkan usia dewasa dari masyarakat asli selain menjadi nelayan lebih banyak memilih untuk bekerja sebagai karyawan perusahaan mutiara ataupun di sektor lain. Tingkat Pendidikan Responden Tingkat pendidikan responden adalah jenis pendidikan/sekolah tertinggi yang pernah diikuti oleh responden. Berdasarkan hasil survai terhadap 45 responden nelayan, diketahui bahwa sebanyak 25 responden tidak menamatkan sekolah dan tidak menamatkan SD/Sederajat, atau 56 persen berada pada tingkat pendidikan rendah. Pada tingkat pendidikan sedang, sebanyak 15 orang atau 33 persen hanya sampai jenjang SMP. Hanya 5 orang responden memiliki tingkat pendidikan pada SMA/Sederajat dan Perguruan Tinggi, atau sebesar 11 persen dari responden tergolong pada tingkat pendidikan tinggi.

46 26 Kondisi yang menunjukkan nelayan Misool Selatan memiliki tingkat pendidikan rendah dikarenakan letak sekolah berada di pulau lain, biaya pendidikan yang menjadi mahal, dan sarana transportasi belum memadai. Namun, adanya PNPM Mandiri dari pemerintah daerah, generasi muda yang baru sudah mendapatkan fasilitas pendidikan yang lebih baik. Akan tetapi, faktor sarana transportasi penyeberangan dan tenaga pendidikan yang masih sangat sedikit membuat anak-anak nelayan terkadang merasa malas untuk ke sekolah. Kondisi geografis Misool Selatan yang terdiri dari pulau-pulau, membuat pembangunan sekolah disesuaikan dengan setiap kampung. Gedung SD hampir ada di semua kampung, namun SMP hanya ada di Kampung Dabatan dan SMA hanya ada di Kampung Fafanlap. Tabel 9 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan Responden n % Rendah (Tidak Tamat Sekolah dan SD/Sederajat) Sedang (SMP) Tinggi (SMA/Sederajat dan PT) 5 11 Jumlah Pengalaman sebagai Nelayan Pengalaman sebagai nelayan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lama responden menjadi nelayan yang dihitung dalam satu satuan waktu (tahun). Bisa dikatakan bahwa pengalaman sebagai nelayan merupakan waktu yang digunakan sejak pertama menjadi nelayan sampai dengan penelitian ini dilakukan. Pada penelitian ini pengalaman sebagai nelayan dikategorikan menjadi tiga, yaitu pengalaman rendah (6-14 tahun), pengalaman sedang (15-27 tahun), pengalaman tinggi (>28 tahun). Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 26 orang (58%) memiliki pengalaman yang rendah sebagai nelayan, 14 orang (31%) berpengalaman sedang, dan 5 orang (11%) memiliki pengalaman yang tinggi sebagai nelayan. Tabel 10 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan pengalaman sebagai nelayan. Tabel 10 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman sebagai nelayan Pengalaman sebagai Nelayan (Tahun) Responden n % Rendah (6-14) Sedang (15-27) Tinggi (>28) 5 11 Jumlah Ketika penelitian dilakukan sebagian besar responden adalah usia dewasa dan baru menjadi nelayan ketika sudah menginjak usia muda atau dewasa. Kondisi masyarakat yang sebagian besar (Tabel 12) merupakan masyarakat

47 pendatang menjadi salah satu alasan kuat karena pengalaman mereka sebagai nelayan ada yang baru didapatkan saat menetap di lokasi penelitian. Namun pengalaman sebagai nelayan dengan rentang 6-14 tahun sudah cukup untuk menjadikan mereka nelayan yang sudah mengenal laut yang ada di sekitar daerah penelitian. Sebagian besar dari nelayan dengan pengalaman yang rendah tersebut merupakan nelayan tradisional, nelayan bagan, dan nelayan pembudidaya. 27 Jumlah Anggota Rumah Tangga Jumlah anggota rumah tangga nelayan merupakan banyaknya orang yang menetap dalam satu rumah tempat nelayan tinggal. Pada penelitian ini orang yang tinggal satu rumah tetap menjadi perhitungan meskipun bukan anggota keluarga inti. Hal ini diduga akan mempengaruhi pilihan-pilihan adaptasi yang dilakukan oleh nelayan. Tabel 11 menunjukkan Jumlah dan persentase responden berdasarkan banyaknya anggota rumah tangga nelayan. Tabel 11 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah anggota rumah tangga Jumlah Anggota Rumah Tangga (Orang) Responden n % Kecil (1-3) Menengah (4-6) Besar (>7) Jumlah Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 45 orang nelayan responden, diketahui jumlah anggota rumah tangga sebanyak 4-6 orang dimiliki olah sebagian besar nelayan yang ada di Misool Selatan, yaitu 23 orang nelayan atau 52 persen responden. Hal ini terjadi karena masyarakat sendiri kurang membatasi untuk jumlah anak yang mereka miliki. Selain itu, rumah tempat nelayan tinggal tidak hanya dihuni oleh anggota keluarga inti, melainkan saudara yang lain juga tinggal bersama nelayan. Kondisi tersebut menjadikan nelayan dengan jumlah anggota rumah tangga sebanyak 4-6 orang menjadi kategori nelayan yang mayoritas berada di Distrik Misool Selatan. Status Kependudukan Status kependudukan menjadi salah satu variabel penting yang dimiliki nelayan di Misool Selatan. Status kependudukan yang dimiliki oleh nelayan diduga memengaruhi pilihan-pilihan adaptasi yang dilakukan nelayan menanggapi perubahan status kawasan konservasi yang ada di lokasi penelitian. Status kependudukan adalah status yang melekat pada diri nelayan karena daerah asalnya. Status kependudukan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu penduduk asli dan pendatang. Tabel 12 menunjukkan jumlah dan persentase responden berdasarkan status kependudukan.

48 28 Tabel 12 Jumlah dan persentase responden berdasarkan status kependudukan Status Kependudukan Responden n % Asli Pendatang Jumlah Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Misool Selatan, sebanyak 31 orang atau 69 persen merupakan penduduk pendatang yang menetap di Misool Selatan. Penduduk pendatang yang menetap di lokasi penelitian berasal dari daerah di sekitar Misool selatan, baik dari luar distrik maupun luar kabupaten atau provinsi. Penduduk pendatang didominasi oleh nelayan dari Maluku, Flores, Buton, Seram dan Ternate dengan membawa keluarga ataupun tidak. Lebih banyaknya pendatang terjadi karena mata pencaharian di daerah Distrik Misool Selatan tidak hanya sebagai nelayan, namun terdapat lapangan pekerjaan di bidang industri, seperti menjadi karyawan perusahaan mutiara. Kondisi ini menunjukkan sebagian besar nelayan di Misool Selatan merupakan nelayan pendatang yang bekerja dan menetap di sana. Ikhtisar Karakteristik responden merupakan ciri-ciri yang melekat pada individu meliputi usia, tingkat pendidikan, pengalaman sebagai nelayan, jumlah anggota keluarga, dan status kependudukan. Usia diartikan dengan selisih antara tahun responden dilahirkan sampai tahun pada saat dilaksankan penelitian. Usia dikategorikan dengan usia muda (18-30 tahun), dewasa (31-50 tahun) dan tua (lebih dari 50 tahun). Tingkat pendidikan responden merupakan jenis pendidikan/sekotah tertinggi yang pernah diikuti oleh responden. Tingkat pendidikan ini digolongkan dalam kategori rendah (tidak sekolah, tidak tamat SD/sederajat), sedang (tamat SMP/sederajat), tinggi (tamat SMA/sederajat, dan PT). Pengalaman sebagai nelayan merupakan lama responden menjadi nelayan yang dihitung dalam satu satuan waktu (tahun) atau waktu sejak pertama menjadi nelayan sampai penelitian ini dilakukan. Kategori yang ada antara lain pengalaman rendah (6-14 tahun), pengalaman sedang (15-27 tahun), pengalaman tinggi (>28 tahun). Jumlah anggota rumah tangga adalah banyaknya orang yang menetap dalam satu rumah tempat nelayan tinggal dengan kategori kecil (1-3 orang), menengah (4-6 orang), dan besar (>7 orang). Variabel kelima adalah status kependudukan yang diartikan sebagai status yang melekat pada diri nelayan karena daerah asalnya. Status kependudukan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu penduduk asli dan pendatang. Hasil penelitian menunjukkan usia responden bervariasi dari 24 tahun sampai 60 tahun dengan rata-rata usia 36.5 tahun, dan tergolong dalam kelompok usia produktif (24-60 tahun). Usia responden yang tergolong dalam usia muda sebanyak 20 persen responden, golongan dewasa sebanyak 73 persen,

49 dan golongan tua sebanyak 7 persen. Pada tingkat pendidikan responden terdapat 56 persen berpendidikan rendah, 33 persen berpendidikan sedang, dan 11 persen tergolong pada tingkat pendidikan tinggi. Hasil penelititan pada pengalaman sebagai nelayan menunjukkan sebanyak 58 persen nelayan memiliki pengalaman yang rendah, 31 persen berpengalaman sedang, dan 11 persen memiliki pengalaman yang tinggi sebagai nelayan. Sedangkan pada hasil penelitian karakteristik jumlah anggota rumah tangga menunjukkan sebanyak 24 persen responden memiliki anggota rumah tangga kecil 52 persen responden dengan jumlah anggota rumah tangga menengah, dan 24 persen responden memiliki jumlah anggota rumah tangga yang besar. Berbeda halnya dengan status kependudukan yang memperlihatkan lebih besarnya jumlah penduduk pendatang di Misool Selatan. Sebanyak 69 persen merupakan penduduk pendatang yang menetap di Misool Selatan dan 31 persen responden merupakan penduduk asli. 29

50 30

51 31 GAMBARAN UMUM DISTRIK MISOOL SELATAN Kondisi Geografi dan Demografi Distrik Misool Selatan Secara geografis Distrik Misool Selatan terdiri dari 5 kampung yang berdekatan satu dengan yang lainnya. Secara administratif, Distrik Misool Selatan termasuk dalam Kawasan Konservasi Perairan Daerah Raja Ampat. Pusat Pemerintahan Distrik Misool yang berada di Kampung Dabatan, Kampung Yellu berada di utara distrik, Kampung Harapan Jaya berada di utara Kampung Yellu, Kampung Kayerepop berada di barat laut distrik dan Kampung Fafanlap berada di barat distrik. Batas Distrik Misool Selatan antara lain: 1) sebelah utara berbatasan dengan Pulau Batanme; 2) sebelah selatan berbatasan dengan Laut Halmahera; 3) sebelah barat berbatasan dengan Misool Barat; dan 4) sebelah timur berbatasan dengan Misool Timur. Luas Distrik Misool Selatan kurang lebih ha atau sekitar km 2. Wilayah seluas itu sebagian besar merupakan bentang laut yang diperuntukan sebagai lahan mata pencaharian masyarakat sekitar, pertambangan, hutan mangrove, dan jalur penyeberangan. Selain itu, kawasan Misool Selatan memiliki keunikan bentang lahan berupa pulau-pulau karst/kapur (line stone) yang sangat unik dan menjadi tempat penting bagi jenis penyu hijau (Eretmocheliy impicate) dan penyu sisik (Humpback turtle) sebagai jalur migrasi dan tempat bertelur. Kawasan ini pun menjadi habitat beberapa jenis mamalia laut, dugong, serta jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi seperti ikan kerap (Grouper) dan napoleon (Wrasse) (Randan 2010). Gambar 2 Lokasi penelitian Distrik Misool Selatan, KKPD Raja Ampat Adanya potensi sumber daya alam, khususnya sumber daya perairan yang dimiliki oleh Distrik Misool Selatan, terdapat berbagai pemangku kepentingan yang memiliki berbagai kepentingan masing-masing. Tabel 13 menunjukkan masing-masing pemangku kepentingan memiliki kepentingan yang berbeda.

52 32 Kepentingan yang berbeda inilah yang membuat hubungan diantara berbagai pemangku kepentingan. Hubungan yang terjadi berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perairan yang ada di wilayah KKPD Distrik Misool Selatan. Tabel 13 Matriks pemangku kepentingan dan kepentingannya pada pengelolaan wilayah KKPD Distrik Misool Selatan Pemangku kepentingan Nelayan Plasma Dinas Kelautan dan Perikanan Pengusaha pariwisata Lembaga Swadaya Masyarakat Kepentingan Menangkap ikan di perairan Distrik Misool Selatan Mengumpulkan ikan hidup hasil tangkapan nelayan dan menjual ke kapal besar Mengelola dan meningkatkan produktivitas perairan Distrik Misool Selatan Investasi dan melakukan usaha pariwisata di perairan Distrik Misool Selatan Mendampingi masyarakat Distrik Misool Selatan dalam mengelola perairan bersama Pemerintah Daerah Kondisi Sosial dan Ekonomi Distrik Misool Selatan Berdasarkan Data BPS Raja Ampat 2013, jumlah sekolah yang ada di Distrik Misool Selatan antara lain TK berjumlah 3 buah, SD berjumlah 5 buah, SMP berjumlah 2 buah, dan tidak terdapat SMA/SMK. Tenaga pendidik untuk TK hanya 3 guru dengan 47 murid. Tingkat SMP hanya ada 5 guru dengan 700 murid. Pada tingkat SMP terdapat 8 guru dengan 88 murid. Sarana Prasarana kesehatan sudah terdapat 1 buah Puskemas dan 2 buah Puskemas Pembantu. Namun, tenaga kesehatan khususnya dokter belum tersedia di Distrik ini. Hanya ada seorang bidan, 9 perawat, dan 1 lainnya tenaga pembantu kesehatan. Terdapat juga 5 buah Posyandu sebagai pusat pelayanan masyarakat tentang kesehatan anak. Tabel 14 Jumlah pemeluk agama di Distrik Misool Selatan Agama Jumlah (jiwa) Persentase (%) Islam Protestan Katolik Hindu - - Budha - - Jumlah Sumber: Raja Ampat Dalam Angka 2013 Tabel 14 menunjukkan jumlah pemeluk agama yang ada di Distrik Misool Selatan. Mayoritas penduduk di Distrik Misool Selatan beragama Islam, dengan jumlah pemeluk keyakinan ini sebesar jiwa. Kemudian Protestan sejumlah 417 jiwa dan Katolik 183 jiwa. Namun dengan jumlah pemeluk agama ini tidak diimbangi dengan jumlah tempat peribadatan. Tempat peribadatan hanya ada 3 buah masjid dan 2 buah gereja protestan. Pemeluk Agama Katolik menuju distrik lain untuk beribadah.

53 Penduduk Misool Selatan memiliki pendapatan rata-rata 3.4 juta rupiah. Mayoritas penduduk adalah bermatapencaharian sebagai nelayan. Namun dari lima kampung yang ada di Distrik Misool Selatan, mayoritas penduduk Kampung Yellu bermatapencaharian sebagai karyawan perusahaan mutiara. Penduduk setempat membangun camp (tempat menginap di laut) selama seminggu untuk mendapatkan ikan yang akan dijual ke plasma. Plasma dikenal sebagai pengumpul ikan hidup sebagaimana sistem patron-klien dilakukan di sini. Anak-anak ikut menjajakan dagangan orang tua mereka berupa pisang goreng, ikan asin, ataupun ikan mentah yang baru didapatkan dari laut. Penduduk pendatang membuka kios (toko) sebagai usaha tambahan mereka bermigrasi ke Distrik Misool. Selain itu, penduduk di Distrik Misool Selatan membuka kebun sebagai salah satu bentuk usaha ekonomi mereka. Komoditas perkebunan yang mereka usakahan antara lain, jagung dengan luas area 2 ha dan mapu berproduksi sebanyak 9 ton, Ubi Kayu dengan luas area 1 ha mampu memproduksi hingga 5 ton, Ubi Jalar yang memiliki luas area 5 ha mampu memproduksi 10 ton. Komoditas lain seperti pisan mampu berproduksi hingga 2 ton, Alpukat 3 ton, Mangga 50 ton, Rambutan 25 ton, Sirsak 7 ton, Jambu 8 ton, Sukun 22 ton, Durian 20 ton, Pepaya 8 ton, dan Jeruk 67 ton. Tanaman perkebunan lain yang memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan adalah kelapa yang memiliki luas perkebunan 610 ha dengan produksi mencapai 100 ton, dan Kakao seluas 10 ha, dengan produksi 6 ton. Tabel 15 Jumlah produksi tanaman perkebunan di Distrik Misool Selatan Komoditas Luas Area (ha) Produksi (ton) Jagung 2 9 Ubi Kayu 1 5 Ubi Jalar 5 10 Pisang - 2 Alpukat - 3 Mangga - 50 Rambutan - 25 Sirsak - 7 Jambu - 8 Sukun - 22 Durian - 20 Pepaya - 8 Jeruk - 67 Kelapa Kakao 10 6 Jumlah Sumber: Raja Ampat Dalam Angka 2013 Selain di bidang perkebunan, penduduk Misool Selatan dengan skala kecil membuat peternakan menjadi salah satu sumber penghasilan. Potensi yang ada di Misool Selatan dalam kaitannya dengan peternakan cukup menjanjikan. Namun, belum ada pelatihan atau penyuluhan yang memberitahukan tentang potensi peternakan selama ini. Sehingga, penduduk hanya memanfaatkan hasil 33

54 34 produksi ternak untuk makan, terbukti di lokasi penelitian kambing yang dibiarkan lepas tanpa ada perawatan khusus. Telur dan daging unggas masih digunakan hanya untuk dikonsumsi setiap hari tanpa dijual. Tabel 16 Jumlah ternak dengan produksi daging dan telur ternak Ternak Populasi Ternak Produksi (ekor) Daging/Telur (Kg) Produksi Telur (Kg) Sapi Kambing Ayam Kampung Itik Entok Jumlah Sumber: Raja Ampat Dalam Angka 2013 Kondisi Kampung di Distrik Misool Selatan Kampung Yellu Berdasarkan pengamatan pada saat penelitian, Kampung Yellu merupakan kampung terpadat diantara kampung yang lain. Tempat berkumpulnya masyarakat pendatang karena akses pekerjaan di perusahaan mutiara menjadi salah satu alasan kuat hal ini terjadi. Secara geografis, letak Kampung Yellu bersebelahan dengan Kampung Harapan Jaya di sebelah utara, Kampung Dabatan di selebah selatan, Kampung Lilinta (Misool Barat) di sebelah barat, dan Kampung Usaha Jaya (Misool Timur) di sebelah timur. Bisa dikatakan, karena letak kampung yang berada di tengah diantara Misool Barat dan Misool Timur, kampung ini menjadi salah satu kampung persinggahan ketika melakukan perjalanan. Jarak tempuh untuk mengakses Kampung Yellu menuju Kantor Distrik di Kampung Dabatan hanya 5 menit menggunakan speed boat bermotor berukuran mesin 40 PK. Sedangkan jarak tempuh Kampung Yellu dengan Kabupaten Sorong selama 6 jam dengan menggunakan Kapal Penyeberangan Fajar Indah. Secara administratif, Kampung Yellu memiliki 7 RT (Rukun Tangga) dan 2 RW (Rukun Warga). Kelembagaan kampung termasuk lengkap dengan adanya aparat pemerintahan kampung, badan perencanaan kampung, PKK, Lembaga Masyarakat Adat (LMA), Hansip, dan belum tersedia karang taruna dan koperasi. Aprat pemerintahan kampung terdiri dari kepala kampung, sekretaris kampung, kepala urusan kesejahteraan masyarakat, kepala urusan pembangunan, kepala urusan pembangunan, kepala urusan umum, dan bendahara kampung. Badan perencanaan kampung terdiri dari ketua, wakil ketua dengan tiga anggota tetap. Begitu pun dengan PKK, hanya memiliki ketua, wakil ketua, sekretaris dan bendahara. Sedangkan LMA hanya terdapat petuanan, yaitu seorang kepala adat yang memiliki luasan wilayah laut tertentu di sekitar distrik. Hansip hanya ada ketua dengan dua anggota tetap. Sedangkan di bidang kesehatan terdapat Bidan, Mantri Kesehatan, dan Dukun Bayi. Pendidikan aparat pemerintahan kampung terdiri dari jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan paling tinggi adalah Sekolah Menengah Atas (SMA).

55 Tugas pemerintahan kampung didukung dengan adanya sarana dan prasarana kampung yang sudah dibangun. Sarana dan prasarana kantor kepala kampung sudah tersedia dengan ruang kerja masing-masing. Pada bidang kesehatan, terdapat Posyandu dan Puskesmas Pembantu, dan Puskesmas Keliling. Terdapat 25 kios perorangan sebagai sarana ekonomi masyarakat yang menjual kebutuhan sehari-hari, beras, daging, lauk pauk dan bumbu, dan pakian. Sedangkan kebutuhan lain seperti alat elektronik, pertanian, saprodi untuk kegiatan pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan, kehutanan bisa di dapatkan di Kabupaten Sorong. Sarana olahraga masyarakat terdapat lapangan sepak bola dan lapangan voli yang terletak di tengah kampung. Pada sarana transportasi terdapat dua buah tambatan perahu dengan jumlah perahu sampan/kole-kole sebanyak 25 perahu, 10 perahu longboat, dan 10 perahu johnson. Namun hanya ada satu sekolah sebagai sarana pendidikan di kampung ini, yaitu SDN 17 Yellu. Pada bidang pertambangan terdapat pasir dan tanah liat sebagai jenis bahan tampang potensial namun belum diusahakan. Sedangkan sarana wisata yang ada di sekitar Kampung Yellu adalah Marine Eco Resort (MER) yang sudah diusahakan oleh pihak dari luar kampung. Aktivitas pada bidang pertanian yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Yellu selain sebagai nelayan adalah berkebun. Komoditas perkebunan yang banyak dilakukan oleh masyarakat berupa perkebunan kelapa, mangga, pala, pingan, cengkeh, dan coklat. Komoditas buah dan sayuran berupa terong, bayam, pepaya, tomat, dan cabai. Selain itu, masyarakat pergi ke hutan untuk menanam dan mengambil kayu jati. Pada bidang peternakan, masyarakat memelihara kambing dan ayam. Jenis ikan yang menjadi komoditas utama dalam bidang perikanan adalah ikan kerapu dan udang lobster. Aktivitas sosial yang ada di Kampung Yellu bermacam-macam, yakni pertemuan rutin warga kampung yang diadakan secara insidental sesuai kebutuhan warga, kerja bakti, kegiatan PKK, perayaan bersama hari raya nasional, perayaan bersama hari raya keagamaan, dan pengumpulan dana sosial. Selain itu warga juga melakukan pemeriksaan kesehatan umum, pemeriksaan kesehatan dan perkembangan bayi/balita, imunisasi, pemberian vitamin, pemberian makanan tambahan dan penyuluhan bagi ibu-ibu/ibu hamil. Musim/Angin Musim Tabel 17 Kondisi iklim di Kampung Yellu Bulan Awal Masa Berlangsung Bulan Akhir Musim Kemarau Juli September Musim Hujan Oktober Januari Angin Musim Barat Juli September Angin Musim Timur Juni Agustus Sumber: Data Lembaga Peningkatan Pelayanan Publik (LP3) Papua Barat, 2014 (diolah) Kondisi alami yang terjadi di Kampung Yellu terdapat empat musim/angin musim, yaitu musim kemarau berlangsung antara bulan Juli sampai September, musim hujan terjadi antara bulan Oktober sampai berakhir di bulan Januari, angin musim barat yang sering terjadi di bulan Juli sampai September bersamaan dengan musim kemarau, dan angin musim timur yang terjadi di bulan Juni sampai Agustus bersamaan dengan musim hujan. Pada tahun 1980, Kampung 35

56 36 Yellu pernah mengalami bencana kekeringan, disebabkan musim kemarau yang begitu panjang membuat persediaan air bersih sangat terbatas. Tabel 17 menunjukkan kondisi iklim di Kampung Yellu. Kampung Dabatan Kampung Dabatan merupakan kampung yang menjadi pusat pemerintahan distrik. Kantor distrik dan beberapa sarana lain terdapat di kampung ini. Secara geografis batas administrasi kampung antara lain, di sebelah utara berbatasan dengan Pulau Da a, sebelah selatan berbatasan dengan Pulau Lolisa, di sebelah barat berbatasan dengan Pulau Lomate, dan sebelah timur berbatasan dengan Pulau Suanggi. Kampung Dabatan termasuk dalam pulau terluar dari Distrik Misool yang masih berpenghuni. Sehinga jarak tempuh yang bisa dicapai antara Kampung Dabatan dengan Kabupaten Sorong adalah 6 jam menggunakan Kapal Penyeberangan Fajar Indah. Selain itu ada saran penyeberangan lain yang menempuh 12 jam perjalanan yaitu Kapal Penyeberangan Sebuk Nusantara. Secara administratif kampung, Kampung Dabatan memiliki 1 RW dengan 2 RT. Namun aparat pemerintahan termasuk dalam kondisi yang lengkap yang terdiri dari aparat pemerintahan kampung (kepala kampung, sekretaris kampung, kepala urusan kesejahteraan masyarakat, kepala urusan pembangunan, kepala urusan pemerintahan, kepala urusan umum, dan tanpa bendahara kampung), badan permusyawaratan kampung (ketua, wakil ketua dengan tiga anggota tetap), PKK (ketua, wakil ketua, dan bendahara), Hansip dengan dua orang aktif, dan tidak terdapat LMA. Aparat Kampung Dabatan tersebut memiliki jenjang pendidikan antara SD hingga SMA. Tenaga kesehatan terdiri dari bidan, dua mentri kesehatan, dan dukun bayi. Kondisi di atas tidak didukung dengan saranan pemerintahan kampung yang masih belum memadai, seperti kantor kampung yang hanya terdapat ruang kerja kepala kampung, sekretaris, kepala urusan kesejahteraan masyarakat, dan ruang badan permusyawaran kampung dengan prasarana yang masih sangat terbatas. Begitu pun yang terjadi pada sarana kesehatan yang hanya terdapat satu Posyandu, satu Puskesmas, dan satu rumah tenaga medis. Hal ini berdampak pada frekuensi pemeriksaan kesehatan umum yang masih jarang dilakukan. Sarana ekonomi yag tersedia berupa lima kios perorangan, dan satu bank yang menjadi satu-satunya di Misool Selatan. Sarana transportasi yang di Kampung Dabatan berupa tambatan perahu berjumlah dua buah yang masih dalam kondisi baik. Jenis kendaraan/angkutan umum yang melalui wilayah kampung adalah perahu motor/longboat yang beroperasi pada kurun waktu yang tidak menentu. Akses terhadap angkutan umum perahu motor/longboat masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat dengan jam operasi yang menentu sehingga dapat membantu aktivitas di bidang lain. Orientasi lokasi belanja penduduk hanya beberapa kebutuhan yang mampu dipenuhi oleh kegiatan jual beli di kampung, seperti kebutuhan harian, kebutuhan bulanan, dan kebutuhan beras, daging, sayuran, lauk pauk dan bumbu. Kebutuhan lain harus masyarakat penuhi dengan pergi ke Yellu atau Sorong untuk membeli pakaian. Ketika ke Sorong masyarakat sekaligus membeli alat elektronik, perhiasan, sprodi untuk kegiatan pertanian, peternakan, perkebunan, dan kehutanan. Khusus untuk kebutuhan saprodi kegiatan perikanan, masyarakat

57 harus ke Ibu Kota Kabupaten Waisai menggunakan kapal penyeberangan atau longboat. Tabel 18 Orientasi lokasi belanja Penduduk Kampung Dabatan Jenis Barang Kebutuhan Lokasi Sarana Perdagangan (Kampung/Distrik/Kabupaten) Sarana Transportasi Sembako Kebutuhan Karian Dalam Kampung Berjalan Kaki Sembako Kebutuhan Dalam Kampung Berjalan Kaki Bulanan Beras, Sayuran, Daging, Dalam Kampung Berjalan Kaki Lauk Pauk, dan Bumbu Sandang/Pakaian Yellu/Sorong Sampan/kole-kole, Longboat Alat Elektronik Sorong Longboat, Kapal Penyeberangan Perhiasan Sorong Longboat, Kapal Penyeberangan Saprodi untuk Kegiatan Pertanian Sorong Longboat, Kapal Penyeberangan Saprodi untuk Kegiatan Peternakan Sorong Longboat, Kapal Penyeberangan Saprodi untuk Kegiatan Perkebunan Sorong Longboat, Kapal Penyeberangan Saprodi untuk Kegiatan Kehutanan Sorong Longboat, Kapal Penyeberangan Saprodi untuk Kegiatan Perikanan Waisai Longboat, Kapal Penyeberangan Sumber: Data Lembaga Peningkatan Pelayanan Publik (LP3) Papua Barat, 2014 (diolah) Pergantian musim yang terjadi di Kampung Dabatan secara umum sama dengan yang terjadi di Kampung Yellu karena letak yang sangat dekat dengan waktu tempuh hanya 5 menit. Empat musim/angin musim yang terjadi di Kampung Dabatan tersebut antara lain musim kemarau yang berlangsung antara bulan Juli sampai September, musim hujan terjadi antara bulan Oktober sampai berakhir di bulan Januari, angin musim barat yang sering terjadi di bulan Juli sampai September bersamaan dengan musim kemarau, dan angin musim timur yang terjadi di bulan Juni sampai Agustus bersamaan dengan musim hujan. Musim/Angin Musim Tabel 19 Kondisi iklim di Kampung Dabatan Bulan Awal Masa Berlangsung Bulan Akhir Musim Kemarau Juli September Musim Hujan Oktober Januari Angin Musim Barat Juli September Angin Musim Timur Juni Agustus Sumber: Data Lembaga Peningkatan Pelayanan Publik (LP3) Papua Barat, 2014 (diolah) Kampung Fafanlap Kampung Fafanlap dapat ditempuh dalam waktu 6 jam dari Sorong menggunakan Kapal Penyeberangan Fajar Indah. Dermaga penyeberangan berada di kampung ini, sehingga membuat kampung ini ramai dengan warga dari kampung lain bahkan distrik lain ketika Kapal Penyeberangan sedang merapat. 37

58 38 Selain menggunakan Kapal Fajar Indah, Kampung Fafanlap dapat ditempuh dalam waktu 10 jam menggunakan Kapal Penyeberangan Mega Ekspres dari Waisai. Sedangkan jarak tempuh kampung ini dari distrik selama 30 menit menggunakan perahu longboat. Secara administratif kampung, Fafanlap berbatasan langsung dengan Kampung Kayerepop di sebelah selatan dengan jarak tempuh 30 menit. Batas sebelah utara dengan Kampung Gamta dan Kampung Mage (Misool Barat), sebelah barat Kampung Lilinta (Misool Barat), dan batas sebelah timur adalah Kampung Usaha Jaya (Misool Timur). Pembagian wilayah administrasi pemerintahan adalah RT dan RW dengan jumlah 4 RT dan 2 RW. Aparat Pemerintahan Kampung Fafanlap terdiri dari kepala kampung beserta wakil, bagian kepala urusan (kaur), sekretaris kampung dan bendahara. Sedangkan badan permusyawaratan kampung lengkap dengan ketua, wakil, dan anggota tetap. Bagian PKK hanya ada ketua dengan sekretaris dan bendahara serta bagian keamanan yang terdiri dari ketua dan anggota. Sarana dan prasarana pemerintahan kampung lebih memadai jika dibandingkan dengan kampung lain yang ada di Distrik Misool Selatan. Terbukti dengan adanya kantor kampung yang lengkap dengan ruang pertemuan, ruang kerja kepala kampung, ruang kerja seluruh kaur, ruang tamu, ruang PKK, dan lainnya. Kondisi peralatan pendukung aktivitas pemerintahan kampung sudah dilengkapi dengan meja, kursi, papan informasi dan meja dan kursi kerja tiap aparat pemerintahan kampung. Adanya ruang pertemuan kampung, membuat intensitas pertemuan antar penduduk untuk bermusyawarah menjadi sering dilakukan. Selain itu perayaan hari nasional, hari besar keagamaan, dan pengumpulan dana sosial pun sering dilakukan. Hanya kerja bakti yang membutuhkan waktu yang tepat untuk dilakukan di kampung ini bersama-sama dengan warga yang lain. Sarana kesehatan yang ada hanya Posyandu dan Puskesmas Pembantu dengan 7 orang dukun bayi, tanpa adanya bidan, mantri kesehatan atau perawat. Terdapat sebuah lapangan sepak bola dan voli untuk bermain para pemuda di sore hari. Sarana pendidikan yang ada sudah termasuk lengkap, yakni terdapat SDN 15 Fafanlap, SMPN 4 Fafanlap, dan SMA Guppi. Musim/Angin Musim Tabel 20 Kondisi iklim di Kampung Fafanlap Bulan Awal Masa Berlangsung Bulan Akhir Musim Kemarau Maret Juni Musim Hujan Januari Februari Angin Musim Barat April Juli Angin Musim Timur Oktober November Sumber: Data Lembaga Peningkatan Pelayanan Publik (LP3) Papua Barat, 2014 (diolah) Kondisi iklim yang dialami oleh penduduk Kampung Fafanlap berbeda dengan kampung yang lain. Musim kemarau berlangsung antara bulan Maret sampai Juni, musim hujan terjadi antara bulan Januari sampai berakhir di bulan Februari. Angin musim dirasakan oleh penduduk Kampung Fafanlap datang tidak bersamaan dengan musim kemarau atau hujan. Angin musim barat sering terjadi di bulan April sampai Juli, sedangkan angin musim timur yang terjadi di bulan Oktober sampai November. Walaupun musim kemarau terkadang melanda

59 kampung dan distrik, terdapat 4 mata air yang selama ini selalu menyediakan persediaan air untuk minum dan untuk kebutuhan lain. Kondisi iklim tersebut ditunjukkan pada Tabel 20. Kondisi kampung yang berada di sekitar bukit, membuat tanah longsor sering terjadi ketika musim hujan. Namun, intensitas yang rendah tidak membuat masyarakat khawatir dengan kejadian yang kapan pun bisa terjadi. Selain itu, gempa bumi pernah dialami oleh penduduk Kampung Fafanlap. Gempa ini disebabkan reruntuhan yang longsor dari bukit yang berada di belakang kampung. Sarana ekonomi yang ada di Kampung Fafanlap terdapat 20 kios yang dimiliki perorangan. Barang yang dijual dan dapat dibeli oleh penduduk di kampung antara lain kebutuhan harian, beras, daging, sayuran, lauk pauk, bumbu, dan pakaian. Selain barang-barang tersebut, penduduk bisa mendapatkan dengan pergi ke Sorong. Aktivitas perekonomian selain melaut yang sering dilakukan penduduk adalah berkebun, ke hutan, beternak. Tanaman perkebunan yang banyak di hasilkan oleh penduduk adalah pisang, pepeaya, keladi, dan ubi. Selain itu penduduk juga menanam tomat, rica, bayam, kacang panjang, terong, dan kangkung. Aktivitas yang dilakukan di hutan adalah menanam dan menebang pohon, diantaranya kayu jati, kelapa, durian, dan langsat. Peternakan yang ada di kampung ini hanyalah sebatas peternakan individu dengan jenis ternak berupa ayam, kambing, dan sapi. Jenis ikan yang sangat dicari karena nilai ekonominya tinggi adalah gerapu, mami, dan bandeng. Kampung Kayerepop Kampung Kayerepop merupakan kampung terbaru jika dibandingkan dengan kampung lain yang ada di Distrik Misool Selatan. Wilayah administrasi dan pemerintahan yang tidak terlalu jauh dari distrik, Kampung Kayerepop dapat di akses dengan berbagai cara dengan waktu tempuh. Jarak tempuh Kampung Kayerepop dari Kampung Dabatan (Distrik) adalah 30 menit menggunakan perahu longboat. Jarak tempuh Kampung Kayerepop ke Waisai dalam waktu 6 jam dengan menggunakan perahu longboat. Hal ini sudah biasa dirasakan oleh nelayan setempat untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam berbagai bidang. Secara administratif kampung, batas wilayah Kampung Kayerepop antara lain, di sebelah utara berbatasan dengan Pulau Imaui Kasi, sebelah selatan berbatasan dengan Kampung Harapan Jaya, sebelah barat dengan Kampung Lilinta (Misool Barat) dan batas sebelah timur adalah hutan. Keberadaan Kampung Kayerepop berada diantara Kampung Lilinta (Misool Barat) dan kampung lain yang ada di Misool Selatan membuat Kampung Kayerepop terkadang menjadi tempat persinggahan sementara. Administrasi pemerintahan kampung menunjukkan bahwa Kampung Kayerepop terdiri dari 1 RW dan 2 RT. Aparat pemerintahan kampung terdiri dari kepala kampung, sekretaris kampung, kepala urusan kesejahteraan masyarakat, kepala urusan pembangunan, kepala urusan pemerintahan, dan kepala urusan umum, tanpa ada bendahara kampung. Selain itu, pemerintahan kampung dilengkapi dengan badan permusyawaratan kampung yang terdiri dari ketua, wakil ketua, dan dengan tiga anggota tetap. Pada bagian PKK terdapat ketua, wakil ketua, sekretaris dan bendahara. Sedangkan pada bagian keamanan terdapat seorang ketua dan dua orang anggota tetap. 39

60 40 Kondisi iklim yang dirasakan oleh penduduk Kampung Kayerepop sedikit berbeda dengan kampung lain, karena aktivitas melaut yang berbeda. Musim kemarau dirasakan penduduk Kampung Kayerepop terjadi pada bulan Mei sampai November bersamaan dengan angin musim timur yang datang pada rentang bulan tersebut. Musim hujan terjadi pada bulan Desember sampai bulan April, pada bulan ini masyarakat mengurangi intensitas untuk melaut. Hal ini dikarenakan musim hujan datang bersamaan dengan musim barat yang membawa curah hujan yang tinggi. Musim/Angin Musim Tabel 21 Kondisi iklim di Kampung Kayerepop Bulan Awal Masa Berlangsung Bulan Akhir Musim Kemarau Mei November Musim Hujan Desember April Angin Musim Barat Desember April Angin Musim Timur Mei November Sumber: Data Lembaga Peningkatan Pelayanan Publik (LP3) Papua Barat, 2014 (diolah) Pada bagian sarana dan prasarana kampung, terdapat kantor kampung dilengkapi ruang pertemuan, ruang kepala kampung, ruang sekretaris kampung, dan hanya ada ruang kepala urusan kesejahteraan masyarakat dan ruang staf. Pemerintah kampung bekerja dengan peralatan yang terbatas berupa meja, kursi tanpa perlengkapan alat tulis kantor (ATK) yang tersedia. Alat transportasi yang dimiliki oleh Kampung Kayerepop berupa satu buah perahu longboat. Kampung Kayerepop memiliki sarana peribadatan berupa sebuah masjid untuk umat Islam, sedangkan agama lain pergi ke distrik setiap melakukan peribadatan. Sarana kesehatan yang dimiliki hanya sebuah puskesmas dengan seorang mantri, dan dua orang dukun bayi. Pada sarana di bidang ekonomi terdapat 5 buah kios yang menyediakan kebutuhan sehari-hari. Kondisi geografis kampung yang tidak terlalu luas, membuat aktivitas sosial kemasyarakatan yang dilakukan oleh warga Kampung Kayerepop sering dilakukan. Kegiatan tersebut meliputi pertemuan rutin, kerja bakti/gotong royong, kegiatan PKK, perayaan bersama hari nasional, perayaan bersama hari raya keagamaan, dan pengumpulan dana sumbangan sosial. Orientasi lokasi belanja penduduk hanya beberapa kebutuhan yang mampu dipenuhi oleh kegiatan jual beli di kampung, seperti kebutuhan harian dan kebutuhan beras, daging, sayuran, lauk pauk dan bumbu. Selain itu pemenuhan kebutuhan harian penduduk Kampung Kayerepop juga dilakukan dengan berbelanja ke Kampung Yellu. Kebutuhan lain harus masyarakat penuhi dengan pergi ke Sorong seperti kebutuhan bulanan, membeli pakaian, membeli alat elektronik, perhiasan, sprodi untuk kegiatan pertanian, peternakan, perkebunan, kehutanan, dan saprodi kegiatan perikanan menggunakan perahu bermotor/ longboat. Komoditas pertanian yang diunggulkan Kampung Kayerepop meliputi bidang perkebunan, kehutanan, peternakan dan berbagai jenis ikan di perikanan. Pada bidang perkebunan, masyarakat menanam sirih, coklat, pala, pisang dan kelapa. Jenis kayu yang menjadi unggulan di bidang kehutanan adalah kayu jati dan kayu besi. Ayam, bebek, dan sapi menjadi komoditas yang sering

61 diternakkan oleh penduduk Kayerepop. Sedangkan pada perikanan, komoditas yang menjadi unggulan adalah ikan geropa, bubara, cakalang, tengiri, gutila, dan palala. Kampung Harapan Jaya Berdasarkan pengamatan pada saat penelitian, Kampung Harapan Jaya merupakan kampung yang menjadi tujuan bersandar untuk wisatawan yang menyewa penginapan di salah satu penginapan yang dibangun oleh penduduk Kampung Harapan Jaya. Terdapat dua dermaga penyeberangan di kampung ini, yaitu milik Lembaga Swadaya Masyarakat dan milik kampung yang dibangun dengan bantuan dana dari pemerintah. Secara geografis, letak Kampung Harapan Jaya bersebelahan dengan Kampung Yellu di sebelah selatan, Kampung Kayerepop di sebelah utara, Kampung Lilinta (Misool Barat) di sebelah barat, dan Kampung Usaha Jaya (Misool Timur) di sebelah timur. Bisa dikatakan, karena letak kampung yang berada di tengah diantara Misool Barat dan Misool Timur, kampung ini menjadi salah satu kampung persinggahan ketika melakukan perjalanan. Jarak tempuh untuk mengakses Kampung Harapan Jaya menuju kantor Distrik di Kampung Dabatan hanya 10 menit menggunakan speed boat bermotor 40 PK. Sedangkan jarak tempuh Kampung Harapan Jaya dengan Kabupaten Sorong selama 6 jam dengan menggunakan Kapal Penyeberangan Fajar Indah. Secara administratif, Kampung Yellu memiliki 2 RT dan 2 RW. Kelambagaan kampung termasuk lengkap dengan adanya aparat pemerintahan kampung, badan perencanaan kampung, PKK, dan bagian keamanan, tetapi belum tersedia karang taruna dan koperasi. Aparat pemerintahan kampung terdiri dari kepala kampung, sekretaris kampung, kepala urusan kesejahteraan masyarakat, kepala urusan pembangunan, kepala urusan pembangunan, kepala urusan umum, dan bendahara kampung. Badan perencanaan kampung terdiri dari ketua, wakil ketua dengan tiga anggota tetap. Bagian hanya ada ketua dengan dua anggota tetap. Sedangkan di bindang kesehatan terdapat Bidan, Mantri Kesehatan, dan Dukun Bayi. Sarana di bidang pendidikan hanya terdapat sekolah dasar (SD) yang berada di lereng bukit Kampung Harapan Jaya. Aktivitas pada bidang pertanian yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Yellu selain sebagai nelayan adalah berkebun. Komoditas perkebunan yang banyak dilakukan oleh masyarakat berupa perkebunan kelapa dan pisang. Sedangkan komoditas buah dan sayuran berupa terong, bayam, kangkung, tomat, dan cabai. Selain itu, masyarakat pergi ke hutan untuk menanam dan mengambil kayu. Pada bidang peternakan, masyarakat memelihara kambing dan ayam. Jenis ikan yang menjadi komoditas utama dalam bidang perikanan adalah ikan kerapu dan udang lobster. Berdasarkan iklim yang sering terjadi di Kampung Harapan Jaya, terdapat empat musim/angin musim, yaitu musim kemarau berlangsung antara bulan Juli sampai September, musim hujan terjadi antara bulan Oktober sampai berakhir di bulan Januari, angin musim barat yang sering terjadi di bulan Juli sampai September bersamaan dengan musim kemarau, dan angin musim timur yang terjadi di bulan Juni sampai Agustus bersamaan dengan musim hujan. Data kondisi iklim tersebut disajikan pada Tabel

62 42 Musim/Angin Musim Tabel 22 Kondisi iklim di Kampung Harapan Jaya Bulan Awal Masa Berlangsung Bulan Akhir Musim Kemarau Juli September Musim Hujan Oktober Januari Angin Musim Barat Juli September Angin Musim Timur Juni Agustus Sumber: Data Lembaga Peningkatan Pelayanan Publik (LP3) Papua Barat, 2014 (diolah) Ikhtisar Perairan Distrik Misool Selatan merupakan salah satu kawasan yang ditentukan menjadi kawasan konservasi perairan daerah. Secara geografis batas Distrik Misool Selatan antara lain: 1) sebelah utara berbatasan dengan Pulau Batanme; 2) sebelah selatan berbatasan dengan Laut Halmahera; 3) sebelah barat berbatasan dengan Misool Barat; dan 4) sebelah timur berbatasan dengan Misool Timur. Luas Distrik Misool Selatan kurang lebih ha atau sekitar km. Wilayah seluas itu sebagian besar merupakan bentang laut yang diperuntukan sebagai lahan mata pencaharian masyarakat sekitar, pertambangan, hutan mangrove, dan jalur penyeberangan. Adanya potensi sumber daya alam, khususnya sumber daya perairan yang dimiliki oleh Distrik Misool Selatan, terdapat berbagai pemangku kepentingan yang memiliki berbagai kepentingan masing-masing dan saling berhubungan. Mayoritas penduduk di Distrik Misool Selatan beragama Islam, dengan jumlah pemeluk keyakinan ini sebesar jiwa, Protestan sejumlah 417 jiwa dan Katolik 183 jiwa. Pada usaha ekonomi, penduduk membuka kebun dan beternak dalam skala kecil dan individu. Distrik Misool Selatan memiliki 5 kampung dengan pusat Pemerintahan Distrik berada di Kampung Dabatan, Kampung Yellu berada di utara distrik, Kampung Harapan Jaya berada di utara Kampung Yellu, Kampung Kayerepop berada di barat laut distrik dan Kampung Fafanlap berada di barat distrik. Kampung Yellu merupakan kampung terpadat yang ada di Misool Selatan, karena menjadi tempat bermukim penduduk dari kampung lain ataupun dari luar distrik. Kampung Dabatan menjadi pusat pemerintahan distrik, bank lokal juga terdapat di kampung ini. Kampung Fafanlap menjadi satu-satunya kampung di Misool Selatan yang memiliki dermaga penyeberangan skala besar. Setiap kapal penyeberangan merapat, kampung ini ramai oleh penduduk dari kampung lain maupun distrik lain. Kampung Kayerepop merupakan kampung yang tidak terlalu luas jika dibandingkan dengan kampung lain di Misool Selatan. Namun dengan kondisi geografis yang demikian membuat hubungan sosial semakin sering dilakukan. Kampung Harapan Jaya merupakan kampung yang memiliki usaha pariwisata dari salah seorang penduduk asli Misool Selatan. Terdapat dua dermaga penyeberangan di kampung ini, yaitu milik Lembaga Swadaya Masyarakat dan milik kampung.

63 43 KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH RAJA AMPAT Kawasan Konservasi Perairan Daerah Raja Ampat Berdasarkan laporan Rencana Pengelolaan Taman Pulau-Pulau Kecil Daerah Raja Ampat dari Unit Pelaksana Teknis Dinas KKPD, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Raja Ampat tahun 2012 Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KKP3K) Raja Ampat dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Raja Ampat No. 27 Tahun 2008 tentang Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Raja Ampat dan dijabarkan melalui Peraturan Bupati Raja Ampat No. 5 Tahun 2009 tentang Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Raja Ampat. Peraturan ini menyebutkan kawasan konservasi yang ada meliputi Kepulauan Ayau-Asia, Kawe, Selat Dampier, Teluk Mayalibit, Kepulauan Kofiau-Boo dan Misool Timur Selatan. Selain itu juga disebutkan pengelolaan kawasan konservasi ini dilakukan melalui rencana pengelolaan dan zonasi, secara kolaboratif dengan melibatkan masyarakat setempat serta sistem jejaring karena terdapat keterkaitan antara satu kawasan dengan kawasan lainnya. Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Raja Ampat terdiri dari darat dan lautan sehingga menjadikannya sebagai taman laut terbesar di Indonesia dengan berbagai potensi sumber daya alam yang melimpah (Coremap II 2009). Pada kawasan konservasi ini terdapat lebih dari 540 jenis karang keras, lebih dari jenis ikan karang, dan 700 jenis moluska. Berbagai ekosistem yang ada di KKPD Raja Ampat menjamin kelangsungan hidup berbagai jenis fauna di dalamnya. Sebaran ekosistem tersebut meliputi terumbu karang, hutan mangrove, dan padang lamun. Terumbu karang menjadi gudang keanekaragaman hayati di kawasan konservasi. Beberapa fungsi terumbu karang diantaranya sebagai tempat biotabiota laut berkembang biak, tempat mencari ikan, tempat memijah ikan, tempat berlindung ikan dan sebagai tempat tabungan ikan. Terdapat empat tipe terumbu karang yaitu karang tepi (fringing reef), karang cincin (otol), karang penghalang (barrier reef), dan taka dan gosong (patch reef). Terumbu karang tersebut terbentang di sepanjang kawasan konservasi perairan daerah Raja Ampat. Hutan mangrove menjadi ekosistem yang didominasi oleh berbagai jenis pohon yang tumbuh dan berkembang di daerah pasang surut pantai berlumpur. Jenis mangrove famili Rhizophoraceae dan Sonneratiaceae merupakan jenis yang paling banyak ditemukan di KKPD Raja Ampat. Lain halnya dengan padang lamun yang merupakan tumbuhan berbunga dengan Rhizoma, daun, dan akar sejati yang terendam di dalam laut. Padang lamun di KKPD Raja Ampat umumnya homogen dan digolongkan sebagai padang lamun yang berasosiasi dengan terumbu karang. Jenis padang lamun tersebut antara lain Enhalus acoroides, Thalassia hemrichii, Halophila ovalis, Cymodoceae rotundata, dan Syringodium isoetifolium (Rumfaker 2010). Laporan Dinas KKPD Raja Ampat (2012) menyebutkan bahwa Raja Ampat menjadi rumah bagi 76 persen spesies karang dunia. Salah satu pemicu keanekaragaman yang luar biasa ini adalah tingginya keragaman habitat mulai dari terumbu karang di perairan dangkal (termasuk terumbu karang tepi,

64 44 penghalang, patch dan atoll) hingga celah dalam antar pulau-pulau kecil utama. Tingkat keragaman hayati yang begitu tinggi menjadikan Kepulauan Raja Ampat sebagai jantung Segitiga Karang Dunia. Namun, Raja Ampat saat ini tengah menghadapi ancaman dari aktivitas manusia. Hampir 80 persen penduduk di Raja Ampat bergantung kepada sumber daya laut (perikanan) sebagai mata pencaharian utama. Hal ini menjadikan praktik perikanan yang merusak masih dijumpai, di samping adanya penangkapan berlebih (overfishing) terhadap sumber daya perikanan. Pengelolaan jangka panjang di Raja Ampat memerlukan perencanaan tata ruang laut serta strategi pengelolaan yang memperhatikan konservasi dan pemanfaatan lestari dari sumber daya alam, juga pengetahuan lokal, budaya, sejarah dan aspirasi dari masyarakat Raja Ampat. Meskipun komunitas lokal dan Pemerintah Daerah Raja Ampat telah membuat kemajuan dalam mengembangkan dan menginisiasi pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Raja Ampat, namun masih terdapat sejumlah ancaman yang saat ini berlangsung maupun yang berpotensi mengancam ekosistem yang ada. Ancaman-ancaman tersebut secara umum dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori utama: pemanfaatan sumber daya laut secara tidak berkelanjutan, dampak berbagai aktivitas daratan, berbagai tekanan dari luar, serta perubahan sosial-budaya yang dapat memberi dampak negatif terhadap ekosistem laut. No Kegiatan Tabel 23 Kegiatan di Daerah KKPD Daerah Tabungan Ikan Daerah Penangkapan Tradisional Masyarakat Daerah Budi daya 1 Penangkapan ikan x 2 Wisata menyelam dan snorkeling 3 Bagan Perahu X Dengan ijin Dengan ijin 4 Pancing Dasar dan Tonda X 5 Bermeti dan Molo alam X x 6 Jala X 7 Budi daya ikan dengan keramba, rumput laut, dan mutiara Keterangan: : Kegiatan yang boleh dilakukan x : Kegiatan yang tidak diperkenankan Sumber: TNC Raja Ampat 2014 (diolah) X Daerah Tabungan Ikan disebut sebagai Daerah Larang Tangkap (no take zone) hanya untuk wisata menyelam dan snorkeling. Aktivitas perikanan seperti penangkapan ikan tidak diperbolehkan di daerah ini. Fungsi utama daerah tabungan ikan adalah mengembalikan dan menjaga cadangan ikan yang selama ini telah hilang akibat penangkapan ikan yang merusak. Nelayan sebagai pengelola utama wilayah laut, mengambil peran penting dalam pengawasan daerah tabungan ikan. Ketika melaut, nelayan secara langsung mengawasi daerah ini dari aktivitas yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan. Pada daerah penangkapan tradisional masyarakat memperbolehkan nelayan untuk memanfaatkan sumber daya laut yang ada di dalamnya. Aktivitas yang diperbolehkan di daerah penangkapan tradisional adalah wisata menyelam dan snorkeling, alat penangkapan ikan yaitu bagan perahu, pancing dasar,

65 pancing tonda, bemeti dan molo alam, dan jala, serta budi daya rumput laut, budi daya mutiara dan budi daya dengan keramba jaring apung. Namun, penggunaan bagan perahu harus mendapatkan ijin dari pemerintah kampung sebelum nelayan membangun bagan perahu mereka. Kondisi serupa terjadi di daerah budi daya yang memperbolehkan semua aktivitas dilakukan di wilayah ini. 45 Kawasan Konservasi Perairan Daerah di Distrik Misool Selatan Kawasan konservasi perairan daerah Distrik Misool Selatan tergabung dalam KKPD Misool Timur Selatan. Penetapan ini dilakukan setelah adanya penelitian yang dilakukan pemerintah bersama Lembaga Swadaya Masyarakat terhadap sumber daya perairan yang ada di Misool Selatan pada tahun 2002 sampai Namun selama ini masyarakat Misool Selatan lebih mengenal kawasan ini sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Distrik Misool Selatan. Hal ini terjadi karena sejak pembentukan kawasan konservasi pada tahun 2006, The Nature Conservancy (TNC) bersama Dinas Kelautan dan Perikanan Raja Ampat memperkenalkan kawasan konservasi laut daerah (KKLD). Fungsi KKLD dan KKPD memiliki kesamaan berdasarkan peraturan perundangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat maupun daerah. KKPD Distrik Misool Timur Selatan memiliki luas ha dan 22 persen diantaranya adalah daerah tabungan ikan. Dukungan masyarakat terhadap kawasan konservasi dibuktikan dengan adanya deklarasi zonasi KKLP Misool Timur Selatan pada upacara adat Timai tahun Lima kampung utama yaitu Dabatan, Yellu, Harapan Jaya, Fafanlap, dan Kayerepop bersama-sama dengan distrik lain mendeklarasikan dukungan terhadap pelaksanaan kawasan konservasi perairan daerah. Hal ini dilakukan karena setelah berjalannya KKPD masyarakat semakin merasakan perubahan pada kondisi maupun aktivitas di perairan sekitar KKPD. Perbedaan tersebut ditunjukkan pada Tabel 24. Tabel 24 Perbedaan aktivitas dan kondisi yang terjadi sebelum dan sesudah di sekitar KKPD Misool Selatan No Aktivitas dan Kondisi di Perairan 1 Penggunaan alat tangkap Potasium, bom, kompresor, pukat harimau, bubu, jaring hanyut, jaring insang, dan pancing rawai KKPD Misool Selatan Sebelum Sesudah ( ) ( ) Pancing timah, pancing dasar, pancing tonda (kecuali di daerah tabungan ikan) 2 Penangkapan ikan Overfishing Dibatasi 3 Daerah penangkapan ikan Semua wilayah tangkap Kecuali daerah tabungan ikan 4 Peraturan alat tangkap Tidak ada Ada 5 Pengawasan laut dari nelayan luar Nelayan setempat Nelayan setempat, LSM, Perusahaan Swasta, DKP Raja Ampat. 6 Kondisi terumbu karang Rusak Semakin membaik 7 Peraturan kampung Tidak tertulis (adat) Tertulis (peraturan kampung) 8 Penentuan waktu sasi Sesuai musim TNC, adat, dan masyarakat

66 46 Masyarakat merasakan adanaya perbedaan kondisi yang terjadi di sekitar KKPD Misool Selatan setelah adanya pelaksanaan konservasi mulai tahun 2006 sampai Perbedaan antara sebelum dan sesudah KKPD ditetapkan terlihat pada aktivitas perikanan dan kondisi sumber daya yang ada di laut. Sebelum adanya KKPD, nelayan menggunakan alat tangkap berupa potasium, bom, kompresor, pukat harimau, bubu, jaring hanyut, jaring insang, dan pancing rawai yang tidak ramah terhadap kondisi lingkungan terutama ikan dan terumbu karang. Hal ini berdampak pada penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing). Namun setelah KKPD berjalan nelayan beralih ke alat tangkap pancing seperti pancing timah, pancing dasar, dan pancing tonda (kecuali di daerah tabungan ikan). Setelah adanya KKPD peraturan untuk kegiatan penangkapan ikan mulai dibentuk dan diterapkan. Sebelum adanya KKPD masyarakat hanya menerapkan aturan adat yang tidak mengikat secara hukum. Peraturan kampung yang muncul setelah adanya KKPD semakin menguatkan kegiatan penangkapan ikan di sekitar KKPD. Hal ini berdampak pada kondisi terumbu karang yang semakin membaik akibat sebelumnya terjadi penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan. Selain itu penentuan waktu sasi semakin memberikan hasil yang lebih menjanjikan jika dibandingkan dengan sebelum adanya KKPD. Sebelum adanya KKP, masyarakat Misool Selatan menerapkan sasi sesuai musim. Setelah adanya KKPD, masyarakat bersama adat dan TNC menentukan waktu yang baik untuk melakukan buka dan tutup sasi. Zonasi di KKPD Misool Selatan Raja Ampat Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Misool Selatan Raja Ampat merupakan kawasan perairan yang dilindungi dan dikelola melalui sistem zonasi untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya perairan dan lingkungan yang berkelanjutan. Sistem zonasi merupakan bentuk pembagian wilayah perairan ke dalam zona-zona kawasan yang diperuntukkan bagi pengelolaan yang tepat dan efektif dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan yang berkelanjutan. Aspek penting dalam zonasi yang harus diperhatikan adalah penentuan batas-batas pada zona yang ada. Penentuan zona akan menentukan pelaku yang berkepentingan untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya perairan yang ada. Zona inti merupakan bagian dari kawasan konservasi di wilayah pesisir atau pulau-pulau kecil yang dilindungi. Zona ini ditujukan bagi perlindungan terhadap habitat dan populasi sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil. Pemanfaatan terhadap zona yang ada terbatas untuk kegiatan penelitian. Pada zona inti, masyarakat diperbolehkan untuk melakukan kegiatan yang menunjang keberlangsungan sumber daya yang ada, salah satunya adalah patroli pengawasan. Kegiatan lain dengan ijin tertentu diperbolehkan selama tidak merusak daerah sekitar perairan, seperti monitoring dan penelitian non ekstraktif, pendidikan lingkungan hidup dan wisata goa/tempat keramat. Kegiatan lain yang mengganggu keberlangsungan sumber daya laut, terutama ikan, dilarang berada di daerah ini. Letak zona inti di KKPD Misool Selatan berada di laut sekitar Pulau Jaam.

67 47 Keterangan: : Zona inti : Sub zona ketahanan pangan dan pariwisata : Sub zona perikanan berkelanjutan dan budi daya : Sub zona pemanfaatan tradisional masyarakat : Sub zona sasi : Sub zona pemanfaatan umum Sumber: TNC Raja Ampat 2014 (diolah) Gambar 3 Peta zonasi KKPD Misool Selatan Raja Ampat Sub zona ketahanan pangan dan pariwisata adalah daerah yang dilindungi dan diperuntukkan bagi perkembangan ikan dan biota laut lainnya. Sub zona ketahanan pangan dan pariwisata termasuk dalam zona pemanfaatan terbatas. Tujuan utama dalam sub zona ini sebagai sumber cadangan pangan bagi masyarakat dan sekaligus memberikan manfaat ekonomi melalui kegiatan ekowisata. Nelayan diperbolehkan untuk menangkap beberapa jenis ikan tertentu dan tidak diperbolehkan untuk melakukan budi daya. Selain itu pada kawasan ini diperbolehkan adanya beberapa aktivitas pariwisata. Sub zona lain dalam zona pemanfaatan terbatas adalah sub zona perikanan berkelanjutan dan budi daya. Sub zona perikanan berkelanjutan dan budi daya merupakan zona dengan nilai konservasi, tetapi dapat bertoleransi dengan adanya pemanfaatan budi daya ramah lingkungan. Pada sub zona ini nelayan diperbolehkan untuk menangkap ikan dan melakukan budi daya, serta diperbolehkan adanya beberapa aktivitas pariwisata. Zona lain di KKPD Misool Selatan adalah zona pemanfaatan lainnya. Zona ini terdiri dari sub zona pemanfaatan tradisional, sub zona sasi, dan zona pemanfaatan umum. Sub zona pemanfaatan tradisional merupakan daerah tangkap ikan bagi masyarakat tradisional yang masih menggunakan alat tangkap tradisional dalam skala kecil. Tujuan utama sub zona pemanfaatan tradisional adalah menjamin keberlangsungan mata pencaharian nelayan tradisional. Pada sub zona ini nelayan diperbolehkan untuk melakukan budi daya. Sub zona lain yang termasuk dalam zona pemanfaatan terbatas adalah sub zona sasi. Sub zona sasi merupakan zona tradisional yang dilindungi dan diperuntukkan bagi pemanfaatan sumber daya alam yang disusun oleh masyarakat dan disahkan melalui mekanisme adat (sasi). Sub zona sasi

68 48 disepakati oleh masyarakat dengan menentukan daerah laut yang sudah menjadi milik masyarakat adat. Perlindungan yang diberikan oleh masyarakat pada sumber daya laut terbatas pada beberapa biota laut tertentu yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Pada sub zona ini kegiatan penangkapan ikan dapat dilakukan menggunakan peralatan tradisional. Sub zona pemanfaatan umum adalah daerah yang diperuntukkan bagi pengembangan infrastruktur. Sub zona pemanfaatan umum juga termasuk dalam zona pemanfaatan lainnya. Daerah yang termasuk dalam sub zona pemanfaatan umum adalah lima kampung yang ada di Misool Selatan. Semua kegiatan pemanfaatan di darat dapat dilakukan oleh nelayan maupun masyarakat luar di daerah Misool Selatan. Namun ada beberapa kegiatan yang harus mendapatkan ijin, diantaranya pemakaian rumpon, wisata goa/tempat keramat, dan pembangunan infrastruktur homestay, resor permanen, atau untuk tujuan komersial. Sistem Sasi di KKPD Misool Selatan Sasi merupakan adat pengelolaan sumber daya alam yang sudah lama diterapkan masyarakat pesisir Raja Ampat, khususnya Misool Selatan. Tradisi adat sasi mengatur pelarangan untuk menangkap hasil laut selama kurun waktu tertentu. Komitmen turun temurun dilakukan masyarakat untuk tidak melakukan penangkapan sumber daya laut tertentu dalam waktu tertentu. Oleh karena itu muncul dua bahasa penting dalam sasi yaitu buka sasi dan tutup sasi. Buka sasi adalah waktu pemanfaatan sumber daya laut tertentu dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan tutup sasi merupakan ketentuan yang melarang masyarakat mengambil hasil laut tertentu dalam kurun waktu tertentu sesuai kesepakatan yang telah ditentukan bersama. Sasi menjadi bentuk kegiatan konservasi yang sudah dijalankan sejak ratusan tahun di Misool Selatan. Buka dan tutup sasi menjadi hal yang penting dilakukan oleh masyarakat Misool Selatan karena kegiatan ini sudah menjadi turun temurun dilaksanakan. Namun sejak adanya kawasan konservasi, cara penetapan buka sasi dan tutup sasi tidak banyak mengalami perubahan. Hal ini terjadi karena tata cara buka sasi dan tutup sasi yang selama ini dilakukan selalu sama sehingga menjadi siklus yang berkelanjutan di sekitar KKPD Misool Selatan. Siklus tersebut meliputi (a) tutup sasi; (b) waktu diantara tutup dengan buka sasi; (c) buka sasi; (d) waktu diantara buka dengan tutup sasi. Kegiatan yang terjadi pada bagian tutup sasi antara lain (1) penentuan lokasi sasi; (2) monitoring awal; (3) pengawasan; dan (4) monitoring akhir. Kegiatan diantara tutup dan buka sasi meliputi (5) penentuan buka sasi; (6) kesepakatan tiga tungku dan kelompok konservasi; (7) penentuan sumber daya buka sasi; dan (8) sosialisasi. Kegiatan buka sasi meliputi (9) upacara adat/agama; (10) pengambilan hasil sasi; dan (11) distribusi hasil sasi. Kegiatan selanjutnya adalah waktu diantara buka dengan tutup sasi meliputi (12) pembentukan kelompok konservasi; dan (13) penentuan kesepakatan tutup sasi.

69 49 (13) penentuan tutup sasi (12) pembentukan kelompok konservasi (1) penentuan lokasi sasi (2) monitoring awal (3) pengawasan (d) Antara buka dengan tutup sasi (a) Tutup sasi (4) monitoring akhir (11) distribusi hasil sasi (10) pengambilan hasil sasi (9) upacara adat/agama (c) Buka sasi (b) Antara tutup dengan buka sasi (5) penentuan buka sasi (6) kesepakatan tiga tungku (7) penentuan sumber daya buka sasi (8) sosialisasi Gambar 4 Siklus sasi di Misool Selatan Siklus sasi dapat terjadi dalam jangka waktu 6 bulan bahkan sampai 2 tahun. Gambar 4 menunjukkan siklus sasi yang selama ini terjadi di Misool Selatan. Pada sub siklus tutup sasi terjadi beberapa kegiatan yang menentukan periode tutup sasi berdasarkan kondisi yang terjadi di sekitar perairan. Pertama, penentuan lokasi sasi merupakan kegiatan mencari daerah yang akan di-sasi-kan. Penentuan awal ini memperhatikan luasan daerah yang akan di sasi. Kedua, setelah luasan ditentukan monitoring awal dilakukan dengan melihat kondisi awal yang terjadi pada luasan daerah sasi. Monitoring awal akan menentukan berapa lama suatu daerah akan diterapkan sistem sasi. Selanjutnya, pengawasan yang dilakukan selama lebih kurang 6 bulan setelah monitoring awal dilakukan. Monitoring akhir menjadi tahap akhir untuk melihat perkembangan kondisi setelah beberapa bulan dilakukan tutup sasi. Tahap selanjutnya adalah antara tutup dengan buka sasi. Tahap ini menentukan buka sasi yang akan dilakukan nantinya. Beberapa tahapan yang terjadi diantaranya penentuan apakah setelah adanya monitoring akhir sudah menjadikan daerah sasi layak untuk dibuka. Jika belum layak, tutup sasi akan dilanjutkan hingga kurun waktu tertentu sesuai hasil monitoring selanjutnya. Jika sasi layak untuk dibuka, tahap selanjutnya adalah kesepakatan antara tiga tungku dengan kelompok konservasi. Tiga tungku terdiri dari kepala adat, kepala kampung, dan tokoh agama. Pertemuan ini menghasilkan waktu yang tepat untuk melakukan buka sasi. Ketika waktu sudah ditentukan, tiga tungku bersama kelompok konservasi menentukan sumber daya atau komoditas yang akan dibuka sasi dan untuk apa saja hasil sasi selain masyarakat akan menjual hasil sasi-nya sendiri. Tahap selanjutnya adalah memberitahukan kepada masyarakat

70 50 tentang pelaksanaan buka sasi, komoditas apa yang boleh diambil, dan diperuntukan untuk apa saja. Buka sasi menjadi tahap lanjutan yang penting bagi masyarakat kampung. Jangka waktu yang diberikan untuk buka sasi sekitar satu minggu. Sebelum sasi dibuka, masyarakat mengundang nelayan dari kampung lain dan distrik lain untuk mengikuti pelaksanaan buka sasi. Pertama, upacara adat atau keagamaan menjadi pembuka pelaksanaan sasi. Perahu dari kampung sekitar atau distrik lain akan memenuhi pantai dan kemudian pengambilan hasil sasi dilakukan oleh semua nelayan. Namun kesepakatan periode pengambilan hasil sasi di hari pertama dari pihak tiga tungku dan kelompok konservasi dan hari kedua oleh nelayan atau masyarakat lain. Setelah nelayan memperoleh hasil sasi, distribusi hasil sasi dilakukan melalui kesepakatan pembagian untuk kepentingan kampung dan kepentingan pribadi. Sub siklus terakhir adalah periode antara buka dengan tutup sasi. Pada periode ini terdapat pembentukan kelompok konservasi yang akan menentukan tahapan tutup sasi selanjutnya. Hasil monitoring sasi oleh kelompok konservasi akan menentukan tutup sasi. Setelah tahapan ini dilakukan akan berlanjut ke tahapan tutup sasi. Siklus sasi seperti pada Gambar 4 yang dilakukan di Misool Selatan. Kampung ataupun distrik lain memiliki tahapan buka sasi dan tutup sasi yang berbeda. Ikhtisar Kawasan Konservasi Perairan Daerah Raja Ampat dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Raja Ampat No. 27 Tahun 2008 tentang Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Raja Ampat dan dijabarkan melalui Peraturan Bupati Raja Ampat No. 5 Tahun 2009 tentang Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Raja Ampat. Peraturan ini menyebutkan kawasan konservasi yang ada meliputi Kepulauan Ayau-Asia, Kawe, Selat Dampier, Teluk Mayalibit, Kepulauan Kofiau-Boo dan Misool Timur Selatan. KKPD Raja Ampat terdiriri daratan dan lautan dengan potensi dsumber daya alam yang melimpah. Pada kawasan ini terdapat lebih dari 540 jenis karang keras, lebih dari jenis ikan karang, dan 700 jenis moluska. Ekosistem KKPD Raja Ampat berupa terumbu karang sebagai tempat bertelur dan berkembangnya ikan, hutan mangrove, dan padang lamun. Ekosistem ini mulai terancam oleh aktivitas manusia yang merusak dan dilarang untuk dilakukan, seperti penangkapan berlebihan (overfishing). Berbagai kategori kegiatan diperbolehkan, tidak diperbolehkan atau harus dengan ijin sudah ditetapkan pelaksanaannya di daerah tabungan ikan, daerah penangkapan tradisional ataupun daerah budi daya. Satu diantara kawasan konservasi dengan keanekaragaman tinggi adalah KKPD Misool Selatan yang tergabung dalam KKPD Misool Timur Selatan. Luasan sebesar ha dan 22 persen diantaranya adalah tabungan ikan membuat masyarakat memberikan dukungan melalui deklarasi zonasi pada upacara adat setempat. Aktivitas dan kondisi di perairan yang berbeda dirasakan oleh masyarakat Misool Selatan setelah adanya KKPD. Zonasi menjadi hal penting yang selalu dilakukan di kawasan konservasi. KKPD Misool Selatan Raja Ampat memiliki beberapa zona yang terbagi menjadi tiga zona utama, yaitu

71 zona inti, zona pemanfaatan terbatas dan zona pemanfaatan lainnya. Pada zona inti terdapat daerah yang dilarang untuk kegiatan penangkapan ikan, zona pemanfaatan terbatas terdapat sub zona ketahanan pangan dan pariwisata dan sub zona perikanan berkelanjutan dan budi daya, sedangkan zona pemanfaatan lainnya terdiri dari sub zona pemanfaatan tradisional, sub zona sasi, dan zona pemanfaatan umum. Pada zona-zona ini terdapat kegiatan yang diperbolehkan dan dilarang, seperti larangan pada penggunaan alat tangkap. Larangan terhadap beberapa alat tangkap yang merusak dan tidak memandang keberlanjutan fungsi lingkungan membuat kondisi perairan semakin membaik. Muncul peraturan kampung yang menjadi salah satu produk hukum yang dibuat oleh masyarakat terutama pada proses pelaksanaan sasi. Sasi menjadi suatu kegiatan adat yang turun temurun dilakukan masyarakat Misool Selatan. Pelaksanaan yang turun temurun ini membuat siklus sasi terbentuk. 51

72 52

73 53 KARAKTERISTIK SOSIAL-BUDAYA DAN EKONOMI MASYARAKAT NELAYAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) DI MISOOL SELATAN Karakteristik Sosial Masyarakat Nelayan KKPD di Misool Selatan Karakteristik masyarakat nelayan yang terjadi berupa hubungan sosial yang dilakukan nelayan dengan masyarakat lain yang ada di sekitar kawasan konservasi. Hal ini dilakukan nelayan agar terus bertahan hidup di sekitar kawasan konservasi melalui bidang sosial yang mampu mereka lakukan. Berdasarkan pengamatan karakteristik sosial masyarakat nelayan kawasan konservasi di Misool Selatan terjadi pada interaksi sosial nelayan dan organisasi kerja yang dilakukan nelayan. Interaksi Sosial Nelayan Interaksi sosial nelayan merupakan hubungan yang dilakukan nelayan dengan pihak lain terkait dengan ketahanan hidup mereka. Interaksi sosial ini disebutkan oleh Satria (2002) dengan stratifikasi masyarakat pesisir yang ditunjukkan dengan semakin bertambahnya jumlah posisi sosial atau jenis pekerjaan yang bersifat horizontal maupun vertikal dan berjenjang berdasarkan ukuran ekonomi, prestise, dan kekuasaan. Hal ini terjadi pada nelayan Misool Selatan dengan memilih interaksi sosial sebagai salah satu bidang yang dilakukan di sekitar KKPD. Pilihan kegiatan yang dilakukan oleh nelayan Misool Selatan diantaranya merasakan adanya interaksi dengan plasma, melakukan peminjaman uang kepada tetangga, dan berhutang ke toko/kios terdekat. Interaksi dengan plasma di Misool Selatan merepresentasikan sistem patron-klien yang selama ini dikenal masyarakat terutama masyarakat pesisir. Plasma adalah pihak memiliki ukuran ekonomi dan prestise yang berbeda dengan nelayan. Plasma memberikan kebutuhan melaut nelayan serta memberikan bantuan ketika nelayan yang kesulitan dalam kebutuhan sehari-hari. Nelayan sebagai klien sangat tergantung dengan plasma, karena ketika masa sulit, mereka selalu bertumpu pada plasma. Sebanyak 36.4 persen responden memilih hubungan dengan plasma karena mereka merasakan hubungan ini sangat erat yang terjadi selama ini.... Dulu sa nelayan melaut sendiri. Tetapi sekarang su dengan plasma. Karena dorang kasih kita bantuan perahu juga pinjam uang. (FZB, nelayan dari Kampung Fafanlap) -... Dahulu saya nelayan yang pergi melaut sendiri. Tetapi sekarang sudah dengan plasma. Karena dia (plasma) memberi bantuan kepada kita (saya) perahu dan juga pinjaman uang. (FZB, nelayan dari Kampung Fafanlap)

74 54 Berhutang ke toko/kios, 44.3% Hubungan dengan plasma, 36.4% Meminjam uang ke tetangga, 19.3% Gambar 5 Jenis dan persentase interaksi sosial masyarakat nelayan KKPD di Misool Selatan Sebanyak 19.3 persen responden memilih meminjam uang kepada tetangga. Hal ini dikemukakan salah seorang responden yang sekarang lebih sering meminjam ke tetangga terdekat karena kebutuhan yang semakin meningkat.... Kitorang cuma melaut, hasil tara banyak jadi sering pinjam uang ke pace mace di sana, buat kitorang beli kebutuhan. Tapi kitorang lebih sering utang ke kios di samping, utang rokok kah, gula-gula kah, atau yang lainnya. (SDP, nelayan dari Kampung Yellu) -.. Kita hanya melaut, hasil tidaklah banyak jadi sering meminjam uang kepada bapak dan ibu di sana (tetangga), untuk kita membeli kebutuhan. Tetapi kita lebih sering berhutang ke toko di samping, berhutang rokok, permen, atau yang lainnya. (SDP, nelayan dari Kampung Yellu) Persentase terbesar yang dilakukan masyarakat nelayan di sekitar KKPD adalah berhutang ke toko/kios yang ada di sekitar pemukiman nelayan (44.3%). Hal ini mereka rasakan karena hampir setiap hari satu orang nelayan bisa menghabiskan 1 sampai 2 bungkus rokok, permen dan kebutuhan lainnya sehingga mereka berhutang. Nelayan membayar hutang ini setelah mendapatkan ikan atau hasil laut lainnya. Selain itu, kebutuhan yang semakin meningkat dan harga bahan sandang dan pangan yang tinggi membuat nelayan semakin sering berhutang ke toko/kios. Organisasi Kerja Organisasi kerja yang dilakukan nelayan Misool Selatan menjadi bentuk interaksi sosial dari kumpulan nelayan yang berhubungan dengan sejumlah

75 nelayan lain. Beberapa kegiatan yang ditemukan ketika penelitian di lokasi, nelayan Misool Selatan mengikuti perkumpulan nelayan, mengikut pemilik kapal, dan menjadi pemimpin di perkumpulan nelayan. Namun selama penelitian dilakukan tidak ada organisasi/kelompok nelayan yang secara resmi dibentuk oleh nelayan bersama pemerintah setempat. Padahal nelayan setempat menginginkan adanya bantuan dalam pembentukan perkumpulan dalam bentuk kelompok yang nantinya akan membantu kegiatan perekonomian mereka.... Kalau kita bisa punya nelayan kumpul semacam kelompok, kita su bisa jual hasil laut hidup ke kapal besar. Tara lewat plasma. Jadi kita jual hasil langsung kesana... (AFB, nelayan dari Kampung Yellu) -... Kalau kita bisa membuat perkumpulan nelayan seperti kelompok (nelayan), kita sudah bisa menjual hasil laut (ikan) hidup ke kapal besar. Tidak melewati plasma (terlebih dahulu). Jadi kita (bisa) menjual langsung kesana... (AFB, nelayan dari Kampung Yellu) Kutipan wawancara di atas menunjukkan nelayan yang menginginkan adanya kelompok nelayan sehingga dapat membantu mereka dalam penjualan hasil ikan hidup. Kelompok nelayan yang dimaksud adalah kelompok yang dibentuk dan dijalankan oleh nelayan sendiri. Selama ini nelayan tidak bisa menjual dalam jumlah kecil ke kapal besar. Nelayan kecil merasa kesulitan ketika akan menjual hasil ikan hidup yang mereka dapatkan. Kapal besar hanya menerima dalam jumlah besar melalui kelompok, sehingga muncul plasma yang mengumpulkan ikan hidup milik nelayan. Perkumpulan nelayan yang ada di Misool Selatan lebih terlihat sebagai bentuk perkumpulan nelayan yang tidak terstruktur dan tidak jelas siapa yang menjadi pemimpin kelompok dan siapa yang menjadi anggota. Nelayan Misool Selatan selama satu minggu melaut dan tinggal di sekitar pulau terdekat dengan daerah melaut mereka. Nelayan setempat menyebut hal ini dengan camp, suatu tempat yang menjadi tempat berinteraksi antar nelayan lain yang sedang beristirahat dan sebagai tempat menyimpan ikan sementara dalam keramba apung. Camp juga merupakan gubuk kecil yang didirikan nelayan dan menjadi salah satu pusat organisasi kerja yang mempertemukan nelayan dari berbagai kampung yang ada di Misool Selatan maupun distrik lain. Kondisi ini dijelaskan pada kutipan hasil wawancara dengan nelayan yang berasal dari Kampung Harapan Jaya berikut:... Mas mari sama melaut, kitorang mau ke camp. Di sana Mas bisa jumpa sama nelayan kampung-kampung... (ASK, nelayan dari Kampung Harapan Jaya) -... Mas ayo bersama-sama (pergi) melaut, kita (akan) pergi ke camp (gubuk tempat istirahat nelayan). Di sana Mas bisa bertemu dengan nelayan (dari) kampung-kampung... (ASK, nelayan dari Kampung Harapan Jaya) 55

76 56 Menjadi pemimpin kelompok sementara, 25.4% Mengikuti perkumpulan nelayan, 50.7% Mengikut pemilik kapal, 23.9% Gambar 6 Jenis dan persentase organisasi kerja masyarakat nelayan KKPD di Misool Selatan Gambar 6 menunjukkan sebanyak 50.7 persen nelayan memilih mengikuti perkumpulan nelayan, dalam hal ini adalah camp nelayan. Sebanyak 23.9 persen nelayan memilih pernah mengikut pemilik kapal. Kapal yang nelayan maksud adalah kapal bagan apung yang beroperasi di sekitar laut Misool Selatan. Secara langsung nelayan yang pernah membagi kerja menjadi pemimpin kelompok sementara yang nantinya bisa berganti. Hal ini ditunjukkan sebanyak 25.4 persen nelayan menjadi pemimpin kelompok sementara. Nelayan megungkapkan hal tersebut melalui kutipan hasil wawancara berikut:... Nelayan-nelayan camp biasa langsung jadi ketua kelompok dan bagi dima dorang cari ikan. Dorang, dorang, dorang bisa saja yang bagi kitorang melaut. (SDS, nelayan dari Kampung Fafanlap) -... Nelayan-nelayan camp terbiasa langsung jadi ketua kelompok dan membagi (kerja) dimana dia (nelayan) mencari ikan (daerah melaut). Dia, dia, dia bisa saja yang membagi kita (dalam) melaut. (SDS, nelayan dari Kampung Fafanlap) Karakteristik Budaya Masyarakat Nelayan KKPD di Misool Selatan Karakteristik budaya masyarakat nelayan didefinisikan sebagai perilaku yang berhubungan dengan tradisi ataupun kebiasaan yang dilakukan oleh nelayan. Namun budaya yang sejak dahulu dijalankan semakin terkikis dengan adanya perubahan yang terjadi di masyakat. Perubahan tersebut terlihat pada teknologi yang semakin berkembang dan komposisi penduduk yang mayoritas adalah masyarakat nelayan pendatang (Tabel 12). Hal tersebut dikemukakan salah satu informan tokoh kampung Harapan Jaya berikut:

77 57 Mas, dulu di sini kalau kitorang mau jaga daerah sasi, satu sampan orang menjaga di pulau dekat sasi, berminggu-minggu tinggal di sana. Tapi sekarang dibiarkan saja, nanti ada patroli dari TNC atau nelayan yang lewat memancing. (Hj. Muikian, 50 tahun) - Mas, dahulu di daerah sini (Misool Selatan) kalau kita ingin menjaga daerah sasi, beberapa orang dalam sampan/perahu menjaga (daerah sasi) di pulau yang dekat dengan sasi, berminggu-minggu tinggal di sana. Tetapi sekarang dibiarkan saja, nanti (akan) ada patroli dari TNC atau nelayan yang lewat untuk memancing. (Hj. Muikian, 50 tahun) Gaya Hidup Nelayan Gaya hidup yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kebiasaan yang nelayan lakukan sehari-hari. Beberapa kegiatan yang semakin menjadi kebiasaan nelayan diantaranya merokok ketika tidak melaut, jajan ketika tidak melaut, berada di rumah saja ketika tidak melaut, dan membawa minuman keras ketika melaut. Gambar 7 menunjukkan terdapat sebesar 39 persen responden yang merokok ketika tidak melaut, 41 persen responden jajan ketika tidak melaut, 17.1 persen responden berada di rumah ketika tidak melaut, dan 2.9 persen membawa minuman keras ketika tidak melaut. Persentase terbesar ada pada aktivitas jajan ketika tidak melaut. Hal tersebut diungkapkan oleh Muflikhati (2010) bahwa nelayan sangat boros dalam menggunakan uang dengan menghabiskan banyak uang untuk merokok dan jajan. Seorang responden menjelaskan hal tersebut melalui kutipan hasil wawancara berikut:... Tara yang dikerjain. Ya kitorang ke warung utang rokok ambil jajan. Nanti kalau kitorang su punya hasil laut, kitorang bayar. (ALS, nelayan dari Kampung Yellu) -... Tidak ada yang dikerjakan. Ya kita (pergi) ke warung (untuk) berhutang rokok atau berhutang jajan. Nanti kalau kita sudah mempunyai penghasilan dari melaut, (akan) kita bayar. (ALS, nelayan dari Kampung Yellu) Hal lain diakui nelayan bahwa mereka sering merokok ketika tidak melaut, jajan karena tidak melaut dengan berhutang ke kios, tetap berada di rumah dan terkadang membawa minuman keras ketika melaut di malam hari agar menjaga suhu badan tetap hangat.... Melaut malam itu dingin, walaupun kitorang su biasa, tapi angin datang cepat. Kitorang bawa ini minum biar kitorang punya badan hangat. (ARW, nelayan dari Kampung Fafanlap) -... (Ketika) Melaut malam itu dingin, walaupun kita sudah biasa, tetapi (terkadang) angin datang dengan cepat. Kita membawa minuman (keras) agar badan kita tetap hangat. (ARW, nelayan dari Kampung Fafanlap)

78 58 Berada di rumah saja ketika tidak melaut, 17.1% Membawa minuman keras ketika melaut, 2.9% Merokok ketika tidak melaut, 39.0% Jajan ketika tidak melaut, 41.0% Gambar 7 Jenis dan persentase kebiasaan hidup masyarakat nelayan KKPD di Misool Selatan Karakteristik Ekonomi Masyarakat Nelayan KKPD di Misool Selatan Karakteristik ekonomi masyarakat nelayan KKPD di Misool Selatan terjadi pada berbagai bentuk, diantaranya manajemen keuangan nelayan, diversifikasi pekerjaan, dan adaptasi teknologi sebagai usaha meningkatkan hasil tangkapan mereka. Manajemen keuangan didasarkan pada pengalokasian keuangan nelayan untuk kebutuhan sehari-hari maupun bulanan mereka. Diversifikasi pekerjaan melihat pemanfaatan sumber daya yang ada di sekitar pesisir. Sebagaimana disebutkan oleh Satria (2002) bahwa nelayan bergantung pada sumber daya pesisir, salah satunya mata pencaharian lain diluar sebagai nelayan. Adaptasi teknologi menjadi bentuk respon terhadap teknologi yang berkembang untuk meningkatkan hasil laut mereka. Manajemen Keuangan Manajemen keuangan merupakan karakteristik masyarakat nelayan KKPD di Misool Selatan dengan menganekaragamkan penggunaan keuangan mereka. Manajemen keuangan tersebut meliputi menggunakan uang untuk kebutuhan makan, jajan dan membeli rokok, umtuk merawat perahu, dan untuk menambah alat tangkap. Pancasasti (2008) menyebutkan bahwa nelayan menggunakan lebih dari 50 persen keuangan untuk konsumsi pangan. Hal ini tidak berbeda jauh dengan yang dilakukan nelayan Misool Selatan. Sebesar 25.7 persen dari responden banyak menggunakan uang mereka untuk kebutuhan makan. Kondisi tersebut didukung dengan yang terjadi di lokasi penelitian bahwa kebutuhan makan (beras) nelayan dalam sehari bisa mencapai 2 kg dengan harga antara Rp sampai Rp per hari.

79 59... Untuk merawat kitorang punya perahu, beli cat, lem bisa Rp sampai Rp per bulan. Itu kalau tara terlalu rusak itu perahu. (MDR, nelayan dari Kampung Yellu) -... Untuk merawat perahu yang kita miliki, membeli cat, membeli lem bisa mencapai Rp sampai Rp per bulan. Itu kalau tidak terlalu rusak perahunya. (MDR, nelayan dari Kampung Yellu) Banyak menggunakan uang untuk menambah alat tangkap, 24.0% Banyak menggunakan uang untuk kebutuhan makan, 25.7% Banyak menggunakan uang untuk merawat perahu, 25.7% Banyak menggunakan uang untuk jajan dan membeli rokok, 24.6% Gambar 8 Jenis dan persentase penggunaan keuangan masyarakat nelayan KKPD di Misool Selatan Gambar 8 menunjukkan sebesar 24.6 persen penggunaan keuangan untuk jajan dan membeli rokok. Hal ini pun ditunjukkan bahwa 39 persen responden nelayan merokok dan 41 persen responden nelayan jajan ketika tidak melaut (Gambar 7). Disebutkan juga oleh Muflikhati (2010) bahwa pengalokasian keuangan yang ada pada nelayan sebagian besar untuk jajan dan merokok. Gambar 8 menyebutkan alokasi keuangan untuk merawat perahu sebesar 25.7 persen karena nelayan merasa perahu merupakan barang yang sangat menunjang aktivitas melaut mereka dan sebesar 24.0 persen responden menggunakan uang mereka untuk menambah alat tangkap. Menambah alat tangkap lebih banyak dilakukan pada berbagai ukuran pancing timah yang digunakan untuk melaut....ada ukuran 5, 10, 15, sampai 60. Tergantung sa melaut dimana. Pancing timah sa punya buat sendiri, beli timah di kios. (ILU, nelayan dari Kampung Fafanlap) -... (Pancing timah) Ada ukuran 5, 10, 15, dampai 60. Tergantung saya akan melaut dimana. Pancing timah yang saya miliki adalah buatan saya sendiri, dengan membeli timah di toko/kios. (ILU, nelayan dari Kampung Fafanlap)

80 60 Diversifikasi pekerjaan Masyarakat nelayan Misool Selatan melakukan pekerjaan lain yang menunjang kebutuhan hidup mereka. Diversifikasi pekerjaan menjadi salah satu bentuk karakteristik masyarakat nelayan Misool Selatan pada bidang ekonomi. Hal tersebut diungkapkan oleh Mugni (2006) dan Muflikhati (2010) bahwa nelayan melakukan pekerjaan lain khususnya pada musim paceklik. Diversifikasi pekerjaan yang dilakukan masyarakat nelayan Misool Selatan antara lain memiliki kios/toko untuk berjualan, membuka kebun, bekerja di perusahaan, budi daya rumput laut, dan membeli dan memelihara ternak. Gambar 9 di bawah menunjukkan terdapat sebesar 3.3 persen nelayan yang memiliki kios/toko untuk berjualan, 22.2 persen nelayan membuka kebun, 33.3 persen nelayan bekerja di perusahaan, 32.2 persen nelayan membudidaya rumput laut, dan 8.9 persen nelayan membeli dan memelihara ternak. Persentase terkecil terdapat pada nelayan yang memiliki kios/toko untuk berjualan. Hal ini terjadi karena pemilik kios/toko adalah nelayan pendatang dari kampung sekitar atau distrik lain.... Kios di dekat dermaga itu milik dorang dari Ternate. Dorang nelayan yang su lama tinggal di sini (Kampung Yellu). Su banyak nelayan dari luar kampung yang dorang buat kios di sini. Su lama... (IWU nelayan dari Kampung Yellu) -... Kios di dekat dermaga itu milik dia dari Ternate. Dia adalah nelayan yang sudah lama tinggal di sini (Kampung Yellu). Sudah banyak nelayan dari luar kampung yang membuat kios di sini. Sudah lama... (IWU nelayan dari Kampung Yellu) Membeli dan memelihara ternak, 8.9% Memiliki kios/toko untuk berjualan, 3.3% Membuka kebun, 22.2% Membudidaya rumput laut, 32.2% Kerja di perusahaan, 33.3% Gambar 9 Jenis dan persentase diversifikasi pekerjaan masyarakat nelayan KKPD di Misool Selatan Persentase tertinggi dari diversifikasi pekerjaan nelayan terdapat pada kerja di perusahaan. Perusahaan yang dimaksud adalah perusahaan mutiara yang

81 beroperasi di sekitar KKPD di Misool Selatan. Sebesar 33.3 persen nelayan juga bekerja di perusahaan mutiara. Hal tersebut diungkapkan salah satu nelayan responden berikut:... Kalau pagi sampai sore sa kerja di perusahaan mutiara, kalau malam sa melaut cari ikan. Buat kitorang makan dan dijual ke tetangga... (AHR, nelayan dari Kampung Harapan Jaya) -... Kalau pagi sampai sore saya bekerja di perusahaan mutiara, kalau malam saya melaut mencari ikan. Untuk kita makan dan dijual ke tetangga... (AHR, nelayan dari Kampung Harapan Jaya) Adaptasi Teknologi Adaptasi teknologi merupakan salah satu aktivitas nelayan yang ada di KKPD berhubungan dengan penggunaan teknologi yang disesuaikan dengan kondisi yang terjadi. Hal tersebut diungkapkan oleh Herdian (2003) bahwa nelayan menggunakan kapal bermotor tempel sebagai usaha meningkatkan hasil tangkapan. Selain itu nelayan melakukan modifikasi alat tangkap sesuai kondisi perairan (Sihombing 2003). Hal ini terjadi di nelayan Misool Selatan sebagai bentuk aktivitas yang di KKPD. Beralih ke perahu johnson, 8.6% 61 Memakai motor tempel pada perahu tradisional, 47.3% Memodifikasi alat tangkap, 44.1% Gambar 10 Jenis dan persentase adaptasi teknologi masyarakat nelayan KKPD di Misool Selatan Gambar 10 menunjukkan sebesar 8.6 persen responden beralih ke perahu johnson (perahu mesin), 44.1 persen responden memodifikasi alat tangkap, dan 47.3 persen responden memakai motor tempel pada perahu tradisional. Persentase terbesar ada pada tetap memakai motor tempel pada perahu tradisional. Karena ketika penelitian dilakukan hampir tidak ditemui nelayan

82 62 yang melaut menggunakan perahu dayung. Hal ini diungkapkan oleh salah seorang responden nelayan berikut.... Kitorang su pakai mesin untuk melaut karena kitorang melaut jauh di sana. Selain itu ikan tidak tentu sedang banyak dimana, jadi kitorang nelayan harus sering pindah... (DBR, nelayan dari Kampung Fafanlap)... Kita (nelayan) sudah memakai mesin untuk melaut karena kita melaut jauh di sana. Selain itu ikan tidak tentu sedang banyak ada dimana, jadi kita nelayan harus sering berpindah... (DBR, nelayan dari Kampung Fafanlap) Sebesar 44.1 persen responden nelayan memodifikasi alat tangkap mereka. Memodifikasi alat tangkap yang dilakukan nelayan adalah menambah dan beralih ke alat tangkap yang diperbolehkan di sekitar KKPD seperti berbagai ukuran pancing timah.... Sekarang sa pakai pancing timah, banyak ukuran. Ada ukuran 5, 10, 15, sampai 60. Tergantung sa melaut dimana. Pancing timah sa punya buat sendiri, beli timah di kios. (ILU, nelayan dari Kampung Fafanlap) -... Sekarang saya memakai pancing timah, dengan bermacammacam ukuran. Ada ukuran 5, 10, 15, dampai 60. Tergantung saya akan melaut dimana. Pancing timah yang saya miliki adalah buatan saya sendiri, dengan membeli timah di toko/kios. (ILU, nelayan dari Kampung Fafanlap) Ikhtisar Karakteristik masyarakat nelayan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) di Misool Selatan dilihat dari bidang sosial-budaya dan ekonomi masyarakat nelayan. Hal ini berdasarkan pada pengamatan yang dilakukan ketika penelitian berlangsung. Pada karakteristik sosial masyarakat nelayan melihat interaksi sosial yang dilakukan nelayan dan organisasi kerja nelayan. Karakteristik budaya masyarakat nelayan dilihat dari gaya hidup nelayan. Sedangkan karakteristik ekonomi masyarakat nelayan meliputi manajemen keuangan nelayan, diversifikasi pekerjaan, dan adaptasi teknologi. Persentase interaksi sosial nelayan menunjukkan berhutang ke toko/kios terdekat sebagai jenis yang paling banyak dilakukan yaitu sebesar 44.3 persen. Selain itu hubungan dengan plasma sebesar 36.4 persen dan meminjam uang ke tetangga sebesar 19.3 persen. Pada organisasi kerja masyarakat nelayan menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat nelayan pernah mengikut perkumpulan nelayan yaitu sebesar 50.7 persen. Namun perkumpulan nelayan ini belum terstruktur atau informal. Persentase mengikut pemilik kapal sebesar 23.9 persen dan menjadi pemimpin kelompok sementara sebesar 25.4 persen. Karaktersitik budaya masyarakat nelayan lebih menggambarkan kebiasaan yang dilakukan oleh nelayan. Oleh karena itu gaya hidup nelayan menjadi sorotan

83 dalam penelitian di bagian ini. Sebesar 41 persen responden masyarakat nelayan menunjukkan kebiasaan yang selalu jajan ketika tidak melaut, sebesar 39 persen merokok ketika tidak melaut, 17.1 persen berada di rumah ketika tidak melaut dan 2.9 persen responden membawa minuman keras ketika melaut. Karaktersitik ekonomi nelayan melihat manajemen keuangan masyarakat nelayan, diversifikasi pekerjaan, dan adaptasi teknologi. Manajemen keuangan menjadi penganekaragaman penggunaan keuangan nelayan. Sebesar 25.7 persen keuangan masyarakat nelayan digunakan untuk kebutuhan makan dan perawatan perahu, 24.6 persen untuk jajan dan membeli rokok, dan 24 persen untuk menambah alat tangkap. Pada saat penelitian terdapat lima diversifikasi pekerjaan yang dilakukan masyarakat nelayan, yaitu kerja di perusahaan (33.3%), membudidaya rumput laut (32.2%), membuka kebun (22.2%), membeli dan memelihara ternak (8.9%) dan memiliki kios/toko untuk berjualan (3.3%). Sedangkan pada adaptasi teknologi masyarakat nelayan memakai motor tempel pada perahu tradisional (47.3%), memodifikasi alat tangkap (44.1%) dan beralih ke perahu johnson (8.6%). 63

84 64

85 65 STRATEGI ADAPTASI NELAYAN TERHADAP PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) Strategi Adaptasi Nelayan Masyarakat nelayan di Distrik Misool Selatan mengatakan bahwa di Kawasan pesisir Distrik Misool Selatan telah terjadi perubahan status kawasan. Hal ini terlihat dari sejarah yang dulunya dikelola secara tradisional, berganti menjadi kawasan konservasi laut daerah, dan selanjutnya adalah kawasan konservasi perairan daerah. Berbagai bentuk perubahan yang terjadi di kawasan Distrik Misool Selatan akibat penetapan kawasan telah menimbulkan dampak yang cukup besar bagi kegiatan nelayan. Hal ini yang mengharuskan nelayan untuk beradaptasi dengan kondisi yang terjadi agar mampu bertahan hidup. Strategi adaptasi yang dimaksud dalam bahasan ini adalah bagaimana nelayan Distrik Misool Selatan melakukan tindakan tertentu sebagai bentuk respon terhadap perubahan yang ada di kawasan perairan yang ada di sekitarnya. Beberapa strategi adaptasi yang dilakukan berupa diversifikasi kegiatan ekonomi, melakukan investasi, membangun jaringan sosial, dan menerapkan sistem migrasi dalam hubungannya dengan penghasilan keluarga yang secara nyata dilakukan oleh masyarakat Misool Selatan. Hal tersebut terlihat pada Gambar % 50.0% 57.8% 48.9% 40.0% 30.0% 22.2% 20.0% 10.0% 6.7% 0.0% Diversifikasi kegiatan ekonomi Investasi Jaringan sosial Migrasi Gambar 11 Jenis dan persentase strategi adaptasi yang dilakukan nelayan Sebanyak 22.2 persen responden memilih untuk melakukan diversifikasi kegiatan ekonomi. Bentuk diversifikasi kegiatan ekonomi dilakukan dengan membudidaya rumput laut, mengubah penjualan hasil laut ke orang yang bukan menjadi pembeli seperti biasanya, bekerja sebagai kuli bangunan, mengikutsertakan anggota keluarga untuk bekerja, membeli dan memelihara ternak, dan bekerja di perusahaan. Selain itu, sebanyak 57.8 persen nelayan

86 66 Distrik Misool Selatan melakukan adaptasi berupa investasi dengan membeli perhiasan, membeli mesin perahu, menambah jenis alat tangkap yang ada, dan menambah armada perahu. Bentuk strategi lain yang dilakukan nelayan Distrik Misool Selatan adalah membangun jaringan sosial. Kegiatan yang dilakukan dalam membangun jaringan sosial antara lain meminta bantuan tetangga jika sedang kesulitan, meminta bantuan plasma jika sedang dilanda kesulitan, meminta bantuan saudara, dan meminta bantuan aparat pemerintahan kampung. Strategi adaptasi dengan migrasi dilakukan oleh 6.7 persen responden. Diversifikasi Kegiatan Ekonomi Sumber penghasilan nelayan Distrik Misool Selatan tidak hanya berasal dari hasil laut yang mereka dapatkan. Sumber penghasilan itu berasal dari berbagai kegiatan lain di luar bidang perikanan. Hasil pengolahan data pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat strategi-strategi adaptasi yang dilakukan nelayan Misool Selatan dalam menghadapi penetapan kawasan laut menjadi kawasan konservasi perairan daerah. Kombinasi pekerjaan lain yang dilakukan nelayan Misool Selatan menjadikan hal ini sebagai bentuk penganekaragaman sumber penghasilan dan menjadi bentuk adaptasi. Perikanan, 37.1% Non perikanan, 62.9% Gambar 12 Persentase kegiatan ekonomi nelayan pada bidang perikanan dan non perikanan Sejak tahun 2007 nelayan Misool Selatan melakukan diversifikasi kegiatan ekonomi pada kegiatan di bidang perikanan dan non-perikanan. Selain mencari ikan, nelayan mengusahakan budi daya rumput laut. Namun karena keterbatasan pengetahuan tentang budi daya rumput laut, usaha ini kurang memberikan hasil dan berhenti. Selain itu, nelayan mengubah penjualan hasil laut ke orang yang bukan menjadi pembeli seperti biasanya. Kegiatan ini mereka lakukan untuk mendapatkan pembeli lain dan membuat hasil laut mereka terjual. Gambar 12 menunjukkan nelayan Misool Selatan yang melakukan kegiatan ekonomi melalui bidang perikanan sebesar 37.1 persen dan non

87 perikanan sebesar 62.9 persen. Hal ini diungkapkan oleh Satria (2009) bahwa terdapat dua macam strategi nafkah ganda yang dilakukan nelayan, yaitu di bidang perikanan dan non-perikanan. Nelayan Misool Selatan menerapkan kegiatan ekonomi di bidang perikanan dengan membudidaya rumput laut (22.8%) dan mengubah penjualan hasil laut ke orang yang bukan menjadi pembeli seperti biasanya (77.2%). 67 Membudi daya rumput laut, 22.8% Mengubah penjualan hasil laut ke orang yang bukan menjadi pembeli seperti biasanya, 77.2% Gambar 13 Jenis dan persentase kegiatan ekonomi di bidang perikanan Kegiatan pada bidang non perikanan yang dilakukan nelayan adalah bekerja sebagai kuli bangunan (29.9%), mengikutsertakan anggota keluarga untuk bekerja (30.9%), membeli dan memelihara ternak (8.3%), dan bekerja di perusahaan (30.9%). Bekerja di perusahaan menjadi kegiatan yang paling banyak dilakukan oleh nelayan Misool Selatan. Walaupun hanya menjadi karyawan, pendapatan dari bekerja di perusahaan menjadi salah satu sumber penghasilan dan tumpuan kebutuhan hidup nelayan. Sebagian besar masyarakat nelayan Misool Selatan pernah dan sedang menjadi karyawan perusahaan budi daya mutiara. Nelayan merasa pekerjaan ini memberikan penghasilan yang pasti di setiap bulannya. Tidak hanya kepala rumah tangga, ibu rumah tangga pun menjadi salah satu pelaku strategi adaptasi nelayan pada bidang ini.

88 68 Kerja di perusahaan, 30.9% Kuli bangunan, 29.9% Membeli dan memelihara ternak, 8.3% Membuka kebun, 30.9% Gambar 14 Jenis dan persentase kegiatan ekonomi di bidang non perikanan Tabel 25 menunjukkan strategi adaptasi menggunakan diversifikasi kegiatan ekonomi termasuk respon masyarakat yang tergolong sedang. Hanya satu responden nelayan Misool Selatan melakukan diversifikasi kegiatan ekonomi pada tingkat rendah. Hal tersebut menunjukkan sebesar 2.2 persen dari seluruh responden tidak terlalu menggunakan pilihan strategi ini. Hal berbeda ditunjukkan 34 responden lainnya. Responden tersebut melakukan diversifikasi kegiatan ekonomi tingkat sedang. Persentase tingkat sedang menunjukkan sebanyak 2 sampai 4 jenis kegiatan dilakukan oleh nelayan Misool Selatan. Sebanyak 10 responden atau 22.2 persen responden menganggap strategi diversifikasi kegiatan ekonomi pada kategori tinggi. Tabel 25 Tingkat strategi diversifikasi kegiatan ekonomi responden Diversifikasi Kegiatan Ekonomi Responden n % Rendah Sedang Tinggi Jumlah Investasi Strategi selanjutnya yang dilakukan oleh nelayan Misool Selatan adalah investasi. Investasi menjadi salah satu bentuk pengalokasian dana yang dimiliki nelayan ke bentuk lain. Pada penelitian ini investasi dibedakan menjadi investasi pada bidang perikanan dan non perikanan. Gambar 15 menunjukkan persentase investasi pada bidang perikanan menjadi kegiatan utama (65.8%). Sedangkan investasi pada bidang non perikanan dilakukan oleh 34.2 persen responden nelayan. Investasi pada bidang perikanan dilakukan oleh masyarakat nelayan dengan menambah jenis alat tangkap (51.9%), membeli mesin perahu (28.6%),

89 dan menambah armada perahu (19.5%). Gambar 16 menunjukkan kegiatan menambah jenis alat tangkap adalah kegiatan yang paling banyak dilakukan oleh nelayan. Menambah alat tangkap dilakukan dengan menambah ukuran salah satu jenis alat tangkap yang sering digunakan untuk menangkap ikan, seperti pancing timah dengan berbagai ukuran. Sebelum adanya penetapan kawasan konservasi perairan daerah, nelayan masih menggunakan alat tangkap yang merusak, seperti bom, bius, kompressor, pukat harimau, bubu, jaring hanyut, jaring insang dan pancing rawal. Namun, setelah adanya penetapan kawasan konservasi perairan daerah, nelayan meninggalkan kebiasaan mengambil hasil laut yang merusak. Alat penangkapan yang masih digunakan hingga sekarang adalah berbagai ukuran pancing. Adaptasi yang dilakukan nelayan adalah dengan menambah ukuran pancing yang digunakan.... Sekarang sa pakai pancing timah, banyak ukuran. Ada ukuran 5, 10, 15, sampai 60. Tergantung sa melaut dimana... (ILU, nelayan dari Kampung Fafanlap) -... Sekarang saya memakai pancing timah, dengan bermacammacam ukuran. Ada ukuran 5, 10, 15, dampai 60. Tergantung saya akan melaut dimana... (ILU, nelayan dari Kampung Fafanlap) 69 Non perikanan, 34.2% Perikanan, 65.8% Gambar 15 Persentase investasi pada bidang perikanan dan non perikanan Masyarakat mengetahui penggunaan alat tangkap yang dapat merusak laut, terutama terumbu karang yang menjadi tempat bertelur dan pemijahan ikan. Hal ini didapatkan nelayan melalui sosialisasi penggunaan alat tangkap ramah lingkungan yang dilakukan oleh pemerintah bersama LSM. Walaupun masih ada masyarakat yang tidak mengerti manfaat yang akan didapatkan, pelaksanaan KKPD mengurangi penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Salah satu hasilnya adalah kondisi terumbu karang semakin yang membaik.

90 70... Iya Mas, sekarang terumbu karang su mulai bagus. Kalau siangsiang kitorang lewat, itu kitorang bisa lihat dasar laut. Terumbu karang, ikan-ikan, bintang laut, kitorang bisa lihat di sana... (RTS, nelayan dari Kampung Harapan Jaya) -... Iya Mas, sekarang terumbu karang sudah mulai bagus. Kalau di siang hari kita melewati laut, kita dapat melihat dasar laut. Terumbu karang, berbagai jenis ikan, dan bintang laut, dapat kita lihat di sana... (RTS, nelayan dari Kampung Harapan Jaya) Kegiatan yang paling sedikit dilakukan oleh nelayan adalah menambah armada perahu. Kegiatan menambah armada perahu merupakan penggantian jenis perahu yang dimiliki nelayan. Daerah tangkapan yang semakin jauh membuat nelayan beralih dari perahu tradisional ke perahu bermotor. Kondisi daerah tangkapan ini membuat sebagian nelayan yang lain memiliki lebih dari satu perahu. Nelayan mendapatkan perahu-perahu tersebut dengan membeli sendiri atau dari bantuan pemerintah.... Ada dua (perahu), yang satu sa beli yang satu bantuan pemerintah... (AHR, nelayan dari Kampung Harapan Jaya) -... Ada dua perahu, yang satu saya membeli sendiri dan yang satu lagi dari bantuan yang diberikan pemerintah... (AHR, nelayan dari Kampung Harapan Jaya) Pada bidang non perikanan, nelayan hanya melakukan investasi dengan membeli perhiasan. Menambah armada perahu, 19.5% Membeli mesin perahu, 28.6% Menambah jenis alat tangkap, 51.9% Gambar 16 Jenis dan persentase investasi kegiatan ekonomi di bidang perikanan Kegiatan-kegiatan pada investasi kemudian dikategorikan untuk mengetahui jumlah kegiatan yang dilakukan nelayan sebagai pilihan strategi investasi.

91 71 Investasi Tabel 26 Tingkat strategi investasi responden Responden n % Rendah Sedang Tinggi Jumlah Sebanyak 6 responden nelayan Misool Selatan melakukan investasi pada kategori rendah. Artinya, sebanyak 13.3 persen dari seluruh responden hanya menggunakan 1 jenis kegiatan pada pilihan strategi ini. Investasi pada kategori sedang dilakukan oleh 13 responden nelayan Misool Selatan dengan memilih menggunakan strategi investasi (28.9%). Hal ini menunjukkan 2 jenis kegiatan yang menjadi pilihan strategi investasi dilakukan oleh nelayan. Sebanyak 26 orang nelayan melakukan strategi investasi pada kategori tinggi (57.8%). Investasi pada kategori tinggi menunjukkan adanya 3 sampai 4 jenis kegiatan investasi yang dilakukan nelayan sebagai bentuk adaptasi terhadap penetapan KKPD. Jaringan Sosial Jaringan sosial atau hubungan sosial menjadi salah satu ciri nelayan sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam proses hidupnya. Hal ini merupakan salah satu upaya nelayan untuk bertahan dari perubahan kondisi yang terjadi. Strategi adaptasi dalam bentuk jaringan sosial dilakukan nelayan untuk memenuhi kebutuhan mereka, seperti penguasaan sumber daya, permodalan, memperoleh keterampilan, pemasaran hasil dan pemenuhan kebutuhan pokok (Wahyono dkk. 2001). Kegiatan yang dilakukan nelayan dalam kerangka jaringan sosial dalam bentuk hubungan dengan tetangga, hubungan dengan plasma, hubungan dengan saudara, dan hubungan dengan aparat pemerintahan kampung. Persentase tersebut menunjukkan hubungan nelayan dengan tetangga adalah jenis kegiatan yang paling banyak dilakukan, yaitu sebesar 31.5 persen. Berdasarkan jaringan yang terjadi di masyarakat nelayan, 27.8 persen responden menunjukkan nelayan berhubungan dengan plasma apabila sedang dilanda kesulitan. Sama halnya pada tingkat keluarga, nelayan memanfaatkan fungsi hubungan keluarga (27.5%). Pemerintahan kampung sebagai pengayom masyarakat nelayan menjadi salah satu jenis hubungan sosial yang dilakukan nelayan (12.9%). Jaringan sosial nelayan Misool Selatan menunjukkan hubungan sosial yang terbagi menjadi dua jenis, yaitu hubungan sosial secara horizontal dan vertikal. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Kusnadi (2000) bahwa status sosial-ekonomi rumah tangga nelayan terbagi menjadi dua jenis hubungan sosial yaitu hubungan sosial bersifat horizontal dan vertikal. Pada penelitian ini hubungan sosial yang bersifat horizontal adalah hubungan nelayan dengan tetangga dan saudara. Hubungan sosial dengan tetangga memiliki status sosial yang sama, walaupun kondisi ekonomi yang berbeda tetapi kondisi ekonomi nelayan di lokasi penelitian secara umum tidak jauh berbeda. Hubungan sosial dengan saudara merupakan hal wajar yang dilakukan oleh nelayan ataupun rumah tangga lain ketika ada salah satu diantaranya membutuhkan bantuan.

92 72 Hubungan yang bersifat vertikal terwujud dalam bentuk hubungan dengan aparat pemerintahan kampung dan hubungan dengan plasma dalam sistem patron-klien. Meminta bantuan aparat pemerintahan kampung jika sedang kesulitan, 12.9% Meminta bantuan tetangga jika sedang kesulitan, 31.5% Meminta bantuan saudara jika sedang kesulitan, 27.8% Meminta bantuan plasma jika sedang kesulitan, 27.8% Gambar 17 Jenis dan persentase hubungan sosial nelayan dengan pihak lain Aparat pemerintahan kampung memiliki tugas dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Walaupun kondisi ekonomi individu aparat pemerintahan kampung yang relatif sama dengan nelayan lain, status sosial sebagai aparat pemerintahan kampung menjadi faktor utama dalam hubungan sosial nelayan secara vertikal. Kondisi ini diperkuat dengan adanya kepala adat ataupun kerabat yang menjadi bagian dari aparat pemerintahan kampung. Pengaruh kepala adat menentukan keputusan dari setiap musyawarah yang dilakukan masyarakat....kitorang punya petuanan di Yellu sana. Petuanan punya suara yang kuat di Misool Selatan.. (FRY, nelayan dari Kampung Harapan Jaya) -... kita memiliki petuanan (orang yang memiliki wilayah laut secara adat/kepala adat) di Kampung Yellu. Petuanan memiliki suara yang kuat di Misool Selatan ini.. (FRY, nelayan dari Kampung Harapan Jaya) Jaringan sosial yang dibangun dengan plasma merupakan bentuk sistem patron-klien yang selama ini masih terjadi pada masyarakat nelayan di Indonesia. Plasma yang memerankan sebagai patron adalah pengumpul ikan hidup hasil tangkapan nelayan dan kemudian menjual dalam jumlah besar ke kapal dari negara lain. Klien adalah nelayan-nelayan kecil yang menangkap ikan hidup dan memiliki ketergantungan pada plasma dalam berbagai hal, khususnya dalam bidang sosial ekonomi mereka. Bentuk hubungan yang selama ini dilakukan dalam sistem patron-klien adalah pinjaman uang ketika dalam masa sulit, penyediaan rokok, bantuan keperluan alat tangkap seperti mesin perahu dan alat tangkap lain. Nelayan di Misool Selatan menyadari bahwa mereka harus menjual

93 hasil tangkapan ikan hidup kepada plasma, karena selama ini plasma memberikan bantuan. Hal ini menimbulkan ketergantungan nelayan kepada plasma....dulu sa nelayan melaut sendiri. Tetapi sekarang su dengan plasma. Karena dorang kasih kita bantuan perahu juga pinjam uang. (FZB, nelayan dari Kampung Fafanlap) -...Dahulu saya nelayan yang pergi melaut sendiri. Tetapi sekarang sudah dengan plasma. Karena dia (plasma) memberi bantuan kepada kita (saya) perahu dan juga pinjaman uang. (FZB, nelayan dari Kampung Fafanlap) Hubungan patron-klien semakin menguat manakala nelayan semakin sulit mencari ikan. Alasan utama mereka adalah daerah tangkapan yang telah berubah sejak penetapan KKPD. Hal ini memaksa mereka untuk mencari daerah lain yang cukup jauh agar mendapatkan ikan. Selain itu, kondisi kawasan yang masih dalam tahap pemulihan akibat penangkapan ikan dengan alat yang dilarang, menjadi tantangan nelayan untuk ikut mengawasi wilayah laut mereka. Tabel 27 menunjukkan strategi adaptasi membangun jaringan sosial termasuk sebagai bentuk adaptasi nelayan yang tergolong tinggi. Sebanyak 22 responden nelayan Misool Selatan melakukan jaringan sosial sebagai bentuk strategi adaptasi pada kategori tinggi (49%). Artinya, sebanyak 3 sampai 4 jenis kegiatan strategi jaringan sosial dilakukan oleh nelayan. Sebanyak 15 responden menganggap strategi membangun jaringan sosial sebagai pilihan strategi adaptasi lain yang selama ini mereka lakukan (33%). Sejumlah 8 responden memilih kategori rendah sebagai strategi adaptasi jaringan sosial yang mereka lakukan (18%). Tabel 27 Tingkat strategi adaptasi membangun jaringan sosial Membangun jaringan sosial Responden n % Rendah 8 18 Sedang Tinggi Jumlah Migrasi Migrasi secara regional yang selama ini pernah dilakukan menitikberatkan pada peningkatan kepadatan penduduk yang pesat di daerah-daerah tertentu, sebagai distribusi penduduk yang tidak merata. Namun pada penelitian ini migrasi dilakukan karena kebutuhan ekonomi nelayan. Migrasi menjadi salah satu strategi adaptasi yang dilakukan nelayan untuk bertahan dari perubahan pada kawasan konservasi. Penelitian ini terlebih dahulu memisahkan strategi adaptasi pada investasi di bidang perikanan dan non perikanan. Hasil penelitian menunjukkan migrasi pada bidang perikanan sebesar 41.5 persen dengan memperluas daerah tangkapan ikan (Gambar 18).

94 74... Kitorang ini punya laut, kenapa tara boleh menangkap ikan di sana. Kitorang harus cari ikan di laut lain. Bagus kalau dapat banyak kalau tara banyak, BBM su habis banyak... (DWN, nelayan dari Kampung Yellu) -... Kitalah yang mempunyai laut, kenapa tidak boleh menangkap ikan di sana (di daerah tangkapan yang biasanya). Kita jadi harus mencari ikan di wilayah laut yang lain. Bagus kalau mendapat ikan banyak, kalau tidak, BBM sudah habis banyak juga... (DWN, nelayan dari Kampung Yellu) Hasil wawancara di atas menunjukkan nelayan yang memperluas daerah tangkapan. Daerah tangkapan nelayan yang sebelumnya hanya di wilayah kampung sekitar mereka menjadi meluas ke daerah kampung lain. Kondisi tersebut dirasakan oleh hampir semua nelayan responden, namun mereka saling memahami ketika ada nelayan dari kampung lain masuk ke daerah tangkapan mereka. Terkecuali bagi nelayan dari luar Raja Ampat, nelayan sekitar Misool Selatan akan bertindak tegas jika tidak ada ijin tangkap ataupun ijin dari pemerintahan kampung untuk menangkap ikan di daerah tangkapan masingmasing kampung. Sering kitorang tangkap nelayan dari luar sana. Sering dorang tara bawa ijin ambil ikan. Kitorang usir saja dari sini. Kitorang jaga jaga, dorang dari luar seenaknya ambil ikan seenaknya... (ASD, nelayan dari Kampung Yellu) - Sering kita (nelayan) menangkap nelayan yang berasal dari luar (Misool) sana. Sering mereka tidak membawa surat ijin mengambil ikan. Kita mengusir mereka dari sini. Kita menjaga ikan di sini, mereka dengan seenaknya mengambil ikan itu... (ASD, nelayan dari Kampung Yellu) Perikanan, 41.5% Non perikanan, 58.5% Gambar 18 Persentase migrasi pada bidang perikanan dan non perikanan

95 75 Gambar 18 menunjukkan sebesar 58.5 persen responden melakukan migrasi non perikanan. Migrasi non perikanan dibedakan dalam dua bentuk yaitu berdasarkan waktu dan keikutsertaan anggota keluarga. Berdasarkan waktu, migrasi pada penelitian ini dibedakan menjadi 2 kegiatan yaitu berpindah kerja ke daerah lain dan menetap di sana dan berpindah kerja ke tempat lain tetapi setiap hari kembali ke tempat asal (sementara). Gambar 19 menunjukkan kegiatan yang paling banyak dilakukan nelayan adalah berpindah kerja ke daerah lain dan menetap di sana (60.4%) dan berpindah kerja ke tempat lain tetapi hanya sementara waktu sebesar 39.6 persen. Pengamatan di lokasi penelitian juga menunjukkan masyarakat yang menetap dan bermukim bukan nelayan asli dari kampung tersebut. Hal ini diperkuat oleh pengolahan data pada karateristik responden yang sebagian besar adalah nelayan pendatang (Tabel 12). Berpindah kerja ke tempat lain, tetapi setiap hari kembali tempat asal (sementara), 39.6% Berpindah kerja ke daerah lain dan menetap disana, 60.4% Gambar 19 Jenis dan persentase migrasi berdasarkan waktu Migrasi berdasarkan keikutsertaan anggota keluarga dilakukan oleh 71.4 persen nelayan dengan mengajak seluruh anggota keluarga dan 28.6 persen tanpa mengajak keluarga. Keikutsertaan anggota keluarga dengan mengajak seluruh anggota keluarga mendominasi strategi adaptasi migrasi. Hal ini terjadi karena mayoritas penduduk pendatang yang awalnya hanya sendiri bermigrasi mengajak anggota keluarga lain untuk ikut bekerja. Terlihat pada karakteristik rumah tangga responden (nelayan) yang memiliki anggota rumah tangga berjumlah 4-6 orang. Lain halnya dengan migrasi tanpa mengajak keluarga yang mayoritas dilakukan oleh pemuda Misool Selatan.

96 76 Berpindah kerja ke daerah lain tanpa mengajak keluarga, 28.6% Gambar 20 Jenis dan persentase migrasi berdasarkan keikutsertaan anggota keluarga Migrasi dengan kategori sedang dilakukan oleh 77.8 persen nelayan. Sedangkan kategori rendah dilakukan oleh 15.6 persen nelayan dan tingkat migrasi nelayan yang tinggi sebesar 6.6 persen dari seluruh responden. Migrasi Berpindah kerja ke daerah lain dengan mengajak seluruh anggota keluarga, 71.4% Tabel 28 Tingkat strategi migrasi oleh responden Responden n % Rendah Sedang Tinggi Jumlah Ikhtisar Kawasan Konservasi Perairan Daerah di Misool Selatan membawa perubahan pada aktivitas nelayan. Aktivitas ini menjadi bentuk respon nelayan terhadap perubahan yang terjdai. Respon tersebut merupakan adaptasi dengan berbagai kegiatan yang dilakukan selama pelaksanaan KKPD ini berjalan. Strategi adaptasi yang dilakukan nelayan antara lain diversifikasi kegiatan ekonomi, melakukan investasi, membangun jaringan sosial, dan menerapkan sistem migrasi. Strategi adaptasi dengan investasi adalah strategi yang paling banyak dilakukan oleh nelayan Misool Selatan, yaitu sebesar 57.8 persen. Selanjutnya, strategi adaptasi yang dilakukan adalah jaringan sosial sebesar 48.9 persen, diversifikasi kegiatan ekonomi sebesar 22.2 persen, dan migrasi sebesar 6.7 persen. Diversifikasi kegiatan ekonomi (22.2%) dibedakan menjadi dua bidang yaitu diversifikasi kegiatan ekonomi pada bidang perikanan (37.1%) dan non

97 perikanan (62.9%). Pada bidang perikanan terdapat dua jenis kegiatan yaitu membudidaya rumput laut (22.8%) dan mengubah penjualan hasil laut ke orang yang bukan menjadi pembeli seperti biasanya (77.2%). Sedangkan pada bidang non perikanan meliputi bekerja sebagai kuli bangunan (29.9%), mengikutsertakan anggota keluarga untuk bekerja (30.9%), membeli dan memelihara ternak (8.3%), dan bekerja di perusahaan (30.9%). Ada 2 sampai 4 kegiatan tersebut dilakukan nelayan sehingga membuat strategi adaptasi diversifikasi pada kategori sedang (sebanyak 34 responden atau 75.6% responden). Investasi dibedakan dalam dua bidang yaitu bidang perikanan (65.8%) dan non perikanan (34.2%). Investasi pada bidang perikanan dilakukan oleh masyarakat nelayan dengan menambah jenis alat tangkap (51.9%), membeli mesin perahu (28.6%), dan menambah armada perahu (19.5%). Sedangkan pada bidang non perikanan, nelayan hanya melakukan investasi dengan membeli perhiasan. Ada 3 sampai 4 jenis kegiatan yang dilakukan pada strategi adaptasi investasi, sehingga strategi ini tergolong pada kategori tinggi (sebanyak 26 responden atau 57.8% responden). Membangun jaringan sosial dilakukan nelayan dengan meminta bantuan tetangga (31.5%), meminta bantuan plasma jika sedang kesulitan (27.8%), meminta bantuan saudara jika sedang kesulitan (27.8%), dan meminta bantuan aparat pemerintahan kampung (12.9%). Strategi adaptasi membangun jaringan termasuk pada kategori tinggi, karena 3 sampai 4 jenis kegiatan tersebut dilakukan oleh nelayan (sebanyak 22 responden atau 49% responden). Hal yang berbeda terjadi pada strategi adaptasi dalam bentuk migrasi. Migrasi tergolong kategori sedang dengan 35 responden atau 77.8% responden melakukan 2 sampai 3 jenis kegiatan migrasi. Jenis kegiatan tersebut sebelumnya dibedakan dalam dua bidang yaitu perikanan (41.5%) dan non perikanan (58.5%). Pada bidang perikanan nelayan memperluas daerah tangkapan (41.5%). Sedangkan pada non perikanan dibedakan lagi dengan migrasi berdasarkan waktu yaitu berpindah kerja ke daerah lain dan menetap di sana (60.4%) dan berpindah kerja ke tempat lain tetapi setiap hari kembali ke tempat asal (39.6%) dan migrasi berdasarkan keikutsertaan anggota keluarga yaitu mengajak seluruh anggota keluarga (71.4%) dan tanpa mengajak anggota keluarga (28.6%). 77

98 78

99 79 ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK NELAYAN DENGAN STRATEGI ADAPTASI Hubungan Karakteristik Nelayan dengan Strategi Adaptasi Strategi adaptasi merupakan respon yang dilakukan nelayan dalam menghadapi penetapan kawasan konservasi perairan daerah. Terdapat lima jenis karakteristik rumah tangga nelayan yang diuji hubungannya dengan strategi adaptasi nelayan, yaitu usia, tingkat pendidikan, pengalaman sebagai nelayan, jumlah anggota rumah tangga dan status kependudukan. Pengujian diatara dua variabel ini dilakukan untuk mengetahui hubungan karakteristik rumah tangga nelayan dengan strategi adaptasi yang dipilih oleh nelayan. Selain itu pengujian yang digunakan dapat mengetahui beda hubungan pada jenis karakteristik rumah tangga nelayan dengan strategi adaptasi yang diterapkan oleh nelayan. Strategi adaptasi nelayan yang akan diuji meliputi, diversifikasi kegiatan ekonomi (bidang perikanan yaitu membudidaya rumput laut dan mengubah penjualan hasil laut ke orang yang bukan menjadi pembeli seperti biasanya dan non perikanan yaitu bekerja sebagai kuli bangunan, mengikutsertakan anggota keluarga untuk bekerja, membeli dan memelihara ternak, dan bekerja di perusahaan), investasi (bidang perikanan yaitu menambah jenis alat tangkap, membeli mesin perahu, dan menambah armada perahu dan non perikanan yaitu membeli perhiasan), membangun jaringan sosial (meminta bantuan tetangga, meminta bantuan plasma, meminta bantuan saudara, meminta bantuan aparat pemerintah kampung ketika sedang kesulitan), dan migrasi ((bidang perikanan yaitu memperluas daerah tangkapan dan non perikanan yaitu berpindah kerja ke daerah lain dan menetap di sana dan berpindah kerja ke tempat lain tetapi setiap hari kembali ke tempat asal (berdasarkan waktu) dan mengajak seluruh anggota keluarga dan tanpa mengajak anggota keluarga-berdasarkan keikutsertaan anggota keluarga)). Strategi adaptasi yang ditentukan dalam pengolahan data adalah strategi pada persentase tinggi. Strategi adaptasi dengan persentase tinggi antara lain diversifikasi kegiatan ekonomi yang dilakukan antara 5 sampai 6 jenis kegiatan, 3 sampai 4 jenis kegiatan pada investasi, 3 sampai 4 kegiatan pada jaringan sosial, dan 4 sampai 5 jenis kegiatan pada migrasi. Uji korelasi antara karakteristik nelayan dengan strategi adaptasi nelayan dalam menghadapi penetapan kawasan konservasi perairan daerah menggunakan hipotesis uji yang dirumuskan pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut: H 1 : Terdapat hubungan antara karakteristik nelayan dengan strategi adaptasi nelayan dalam menghadapi penetapan kawasan konservasi perairan daerah. H0 : Tidak terdapat hubungan antara karakteristik nelayan dengan strategi adaptasi nelayan dalam menghadapi penetapan kawasan konservasi perairan daerah.

100 80 Hubungan Usia dengan Strategi Adaptasi Hubungan karakteristik usia responden dengan strategi adaptasi nelayan dianalisis dengan menggunakan SPSS 20 for windows model uji Chi Square. Pengujian dua variabel ini dilakukan untuk menganalisis apakah ada beda hubungan antara usia responden yang berbeda dengan strategi adaptasi yang dipilih oleh nelayan. Usia responden yang diuji digolongkan kedalam tiga kategori, yaitu muda (18-30 tahun), dewasa (31-50 tahun), dan tua (>50 tahun). Sedangkan strategi adaptasi dikategorikan menjadi diversifikasi kegiatan ekonomi, investasi, membangun jaringan sosial, dan migrasi Tabel 29 menunjukkan strategi adaptasi dengan diversifikasi kegiatan ekonomi dilakukan oleh 2.2 persen usia muda, 17.8 persen usia dewasa, dan 2.2 persen usia tua. Strategi adaptasi nelayan dalam bentuk investasi dilakukan oleh 8.9 persen usia muda, 44.5 persen usia dewasa, dan 4.4 persen usia tua. Strategi adaptasi membangun jaringan sosial dilakukan oleh 8.9 persen usia muda, 35.6 persen usia dewasa, dan 4.4 persen usia tua. Sedangkan strategi migrasi hanya dilakukan nelayan 6.7 persen usia dewasa. Tabel 29 Sebaran strategi adaptasi nelayan berdasarkan usia Usia Strategi Adaptasi Nelayan (%) A B C D Muda Dewasa Tua Jumlah Asymp.Sig Keterangan: A= Diversifikasi Kegiatan Ekonomi C= Membangun Jaringan Sosial B= Investasi D= Migrasi Hasil pengolahan data menggunakan SPSS 20 for Windows dengan model uji Chi Square menemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara usia dengan strategi adaptasi diversifikasi kegiatan ekonomi. Hal tersebut dibuktikan dengan P-value sama dengan lebih besar dari α (0.05), yang menunjukkan kategori hubungan diantara variabel yang ada. Hal serupa terjadi pada hubungan antara usia dengan strategi adaptasi investasi yang menunjukkan tidak terdapat hubungan dengan nilai Pv (0.650) lebih besar dari α (0.05). Usia dengan strategi adaptasi membangun jaringan tidak terdapat hubungan dengan nilai Pv (0.779) lebih besar dari α (0.05). Usia dengan strategi adaptasi migrasi tidak terdapat hubungan dengan nilai Pv (0.557) lebih besar dari α (0.05). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa usia tidak berhubungan dengan pilihan-pilihan adaptasi nelayan terhadap penetapan kawasan konservasi perairan daerah. Uji hubungan pada Tabel 29 menunjukkan nilai Asymp.Sig. yang lebih besar dari α (0.05). Nilai ini menandakan bahwa H0 diterima, artinya tidak ada hubungan antara usia dengan strategi adaptasi nelayan. Kondisi tersebut terjadi karena adaptasi yang diterapkan oleh usia muda, dewasa dan tua menunjukkan tindakan strategi yang sama. Nelayan yang memiliki usia muda, dewasa, dan tua

101 menerapkan cara melaut yang sama dengan cara belajar secara mandiri atau diajarkan oleh nelayan usia tua. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Strategi Adaptasi Hubungan karakteristik tingkat pendidikan nelayan dengan strategi adaptasi nelayan dianalisis dengan menggunakan SPSS 20 for windows model uji Chi Square. Pengujian dua variabel ini dilakukan untuk menganalisis apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan yang berbeda dengan strategi adaptasi yang dipilih oleh nelayan. Tingkat pendidikan responden digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu rendah (Tidak Tamat Sekolah dan SD/Sederajat), sedang (Sekolah Menengah Pertama), dan tinggi (Sekolah Menengah Atas/Sederajat dan Perguruan Tinggi). Sedangkan strategi adaptasi dikategorikan menjadi diversifikasi kegiatan ekonomi, investasi, membangun jaringan sosial, dan migrasi. Tabel 30 Sebaran strategi adaptasi nelayan berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan Strategi Adaptasi Nelayan (%) A B C D Rendah Sedang Tinggi Jumlah Asymp.Sig Keterangan: A= Diversifikasi Kegiatan Ekonomi C= Membangun Jaringan Sosial B= Investasi D= Migrasi Tabel 30 menunjukkan strategi adaptasi diversifikasi kegiatan ekonomi dilakukan oleh 11.1 persen responden berpendidikan rendah, 8.9 persen responden berpendidikan sedang, dan 2.2 persen responden berpendidikan tinggi. Strategi adaptasi nelayan dalam bentuk investasi dilakukan oleh 31.1 persen responden berpendidikan rendah, 17.8 persen responden berpendidikan sedang, dan 8.9 persen responden berpendidikan tinggi. Strategi adaptasi membangun jaringan sosial dilakukan oleh 31.1 persen responden berpendidikan rendah, 13.3 persen responden berpendidikan sedang, dan 4.4 persen responden berpendidikan tinggi. Strategi adaptasi dalam bentuk migrasi dilakukan nelayan responden berpendidikan rendah adalah 2.2 persen, 2.2 persen responden berpendidikan sedang, dan 2.2 persen responden berpendidikan tinggi. Hasil pengolahan data menggunakan SPSS 20 for Windows dengan model uji Chi Square menemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan strategi adaptasi diversifikasi kegiatan ekonomi. Hal tersebut dibuktikan dengan P-value sama dengan lebih besar dari α (0.05), yang menunjukkan kategori hubungan diantara variabel yang ada. Hal serupa terjadi pada hubungan antara tingkat pendidikan dengan strategi adaptasi investasi yang menunjukkan tidak terdapat hubungan dengan nilai Pv (0.558) lebih besar dari α (0.05). Tingkat pendidikan dengan strategi adaptasi membangun jaringan tidak terdapat hubungan dengan nilai Pv (0.566) lebih besar dari α (0.05). Tingkat 81

102 82 pendidikan dengan strategi adaptasi migrasi tidak terdapat hubungan dengan nilai Pv (0.424) lebih besar dari α (0.05). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan tidak berhubungan dengan pilihan-pilihan adaptasi nelayan terhadap penetapan kawasan konservasi perairan daerah. Uji hubungan pada Tabel 30 menunjukkan nilai Asymp.Sig. yang lebih besar dari α (0.05). Nilai ini menandakan bahwa H 0 diterima, artinya tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan strategi adaptasi nelayan. Hal tersebut terjadi karena pendidikan informal melalui pengajaran yang diturunkan oleh generasi tua tentang cara melaut, dan belajar dari pengalaman membuat pilihan tindakan yang dilakukan nelayan telah ada sebelum nelayan mengenyam pendidikan formal. Hubungan Pengalaman sebagai Nelayan dengan Strategi Adaptasi Hubungan karakteristik pengalaman sebagai nelayan dengan strategi adaptasi nelayan dianalisis dengan menggunakan SPSS 20 for windows model uji Chi Square. Pengujian dua variabel ini dilakukan untuk menganalisis apakah ada hubungan antara pengalaman sebagai nelayan yang berbeda dengan strategi adaptasi yang dipilih oleh nelayan. Pengalaman sebagai nelayan dari responden digolongkan menjadi tiga kategori, yakni rendah (6-14 tahun), sedang (15-27 tahun), dan tinggi (>28 tahun). Sedangkan strategi adaptasi dikategorikan menjadi diversifikasi kegiatan ekonomi, investasi, membangun jaringan sosial, dan migrasi. Tabel 31 Sebaran strategi adaptasi nelayan berdasarkan pengalaman sebagai nelayan Pengalaman sebagai Nelayan Strategi Adaptasi Nelayan (%) A B C D Rendah Sedang Tinggi Jumlah Asymp.Sig Keterangan: A= Diversifikasi Kegiatan Ekonomi C= Membangun Jaringan Sosial B= Investasi D= Migrasi Tabel 31 menunjukkan strategi adaptasi diversifikasi kegiatan ekonomi dilakukan oleh 11.1 persen responden berpengalaman rendah, 6.7 persen responden berpengalaman sedang, dan 4.4 persen responden berpengalaman tinggi. Strategi adaptasi nelayan dalam bentuk investasi dilakukan oleh 26.7 persen responden berpengalaman rendah, 26.7 persen responden berpengalaman sedang, dan 4.4 persen responden berpengalaman tinggi. Strategi adaptasi membangun jaringan sosial dilakukan oleh 24.4 persen responden berpengalaman rendah, 15.6 persen responden berpengalaman sedang, dan 8.9 persen responden berpengalaman tinggi. Strategi migrasi hanya dilakukan nelayan responden berpengalaman rendah adalah 6.7 persen.

103 Hasil pengolahan data menggunakan SPSS 20 for Windows dengan model uji Chi Square menemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara pengalaman sebagai nelayan dengan strategi adaptasi diversifikasi kegiatan ekonomi. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai Pv sama dengan lebih besar dari α (0.05), yang menunjukkan tingkat hubungan diantara variabel yang ada. Namun hubungan antara pengalaman sebagai nelayan dengan strategi adaptasi investasi menunjukkan hasil yang berbeda. yang menunjukkan terdapat hubungan dengan nilai Pv (0.038) lebih kecil dari α (0.05). Kondisi ini terjadi karena pengalaman nelayan dalam melakukan investasi sangat berbeda. Nelayan dengan pengalaman tinggi melakukan jenis kegiatan pada strategi investasi yang lebih beragam dibandingkan dengan nelayan dengan pengalaman sedang ataupun rendah melalui kegiatan menambah jenis alat tangkap, membeli mesin perahu, menambah armada perahu, dan membeli perhiasan. Pengalaman sebagai nelayan dengan strategi adaptasi membangun jaringan sosial tidak terdapat hubungan dengan nilai Pv (0.302) lebih besar dari α (0.05). Pengalaman sebagai nelayan dengan strategi adaptasi migrasi tidak terdapat hubungan dengan nilai Pv (0.309) lebih besar dari α (0.05). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa secara umum pengalaman sebagai nelayan tidak berhubungan dengan pilihan-pilihan adaptasi nelayan terhadap penetapan kawasan konservasi perairan daerah. Namun terdapat hubungan pada pengalaman sebagai nelayan dengan strategi adaptasi investasi. Uji hubungan pada Tabel 31 menunjukkan nilai Asymp.Sig. yang lebih besar dari α (0.05). Nilai ini menandakan bahwa secara umum H0 diterima, artinya tidak ada hubungan antara pengalaman sebagai nelayan dengan strategi adaptasi nelayan. Hal tersebut terjadi karena pengalaman sebagai nelayan didapatkan oleh nelayan sejak kecil. Secara turun temurun pengalaman yang dimiliki oleh nelayan dengan tingkat pengalaman tinggi diajarkan ke nelayan dengan tingkat pengalaman sedang dan rendah. Namun, terdapat hubungan antara strategi adaptasi investasi dengan pengalaman sebagai nelayan. Hal tersebut terjadi karena nelayan dengan tingkat pengalaman tinggi memiliki lebih banyak investasi. Investasi yang dilakukan nelayan tersebut antara lain menambah jenis alat tangkap, membeli mesin perahu, menambah armada perahu, dan membeli perhiasan. Sedangkan nelayan dengan tingkat pengalaman sedang atau rendah paling banyak membeli perhiasan. Hubungan Jumlah Anggota Rumah Tangga dengan Strategi Adaptasi Hubungan karakteristik jumlah anggota rumah tangga nelayan dengan strategi adaptasi nelayan dianalisis dengan menggunakan SPSS 20 for windows model uji Chi Square. Pengujian dua variabel ini dilakukan untuk menganalisis apakah ada hubungan antara jumlah anggota rumah tangga nelayan yang berbeda dengan strategi adaptasi yang dipilih oleh nelayan. Jumlah anggota rumah tangga nelayan dari responden digolongkan menjadi tiga kategori, yakni kecil (1-3 orang), menengah (4-6 orang), dan besar (>7 orang). Sedangkan strategi adaptasi dikategorikan menjadi diversifikasi kegiatan ekonomi, investasi, membangun jaringan sosial, dan migrasi. Tabel 32 menunjukkan strategi adaptasi dengan diversifikasi kegiatan ekonomi dilakukan oleh 2.2 persen responden dengan jumlah anggota rumah 83

104 84 tangga kecil, 13.3 persen responden dengan jumlah anggota rumah tangga menengah, dan 6.7 persen responden dengan jumlah anggota rumah tangga besar. Strategi adaptasi nelayan dalam bentuk investasi dilakukan oleh 11.1 persen responden dengan jumlah anggota rumah tangga kecil, 31.1 persen responden dengan jumlah anggota rumah tangga menengah, dan 15.6 persen responden dengan jumlah anggota rumah tangga besar. Strategi adaptasi membangun jaringan sosial dilakukan oleh 15.6 persen responden dengan jumlah anggota rumah tangga kecil, 22.2 persen responden dengan jumlah anggota rumah tangga menengah, dan 11.1 persen responden dengan jumlah anggota rumah tangga besar. Strategi migrasi dilakukan nelayan responden dengan jumlah anggota rumah tangga kecil adalah 2.2 persen, 2.2 persen responden dengan jumlah anggota rumah tangga menengah, dan 2.2 persen responden dengan jumlah anggota rumah tangga besar. Tabel 32 Sebaran strategi adaptasi nelayan berdasarkan jumlah anggota rumah tangga nelayan Jumlah Anggota Rumah Tangga Strategi Adaptasi Nelayan (%) Nelayan A B C D Kecil Menengah Besar Jumlah Asymp.Sig Keterangan: A= Diversifikasi Kegiatan Ekonomi C= Membangun Jaringan Sosial B= Investasi D= Migrasi Hasil pengolahan data menggunakan SPSS 20 for Windows dengan model uji Chi Square menemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara jumlah anggota rumah tangga dengan strategi adaptasi diversifikasi kegiatan ekonomi. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai Pv sama dengan lebih besar dari α (0.05), yang menunjukkan kategori hubungan diantara variabel yang ada. Hal serupa terjadi pada hubungan antara jumlah anggota rumah tangga dengan strategi adaptasi investasi yang menunjukkan tidak terdapat hubungan dengan nilai Pv (0.628) lebih besar dari α (0.05). Jumlah anggota rumah tangga dengan strategi adaptasi membangun jaringan tidak terdapat hubungan dengan nilai Pv (0.526) lebih besar dari α (0.05). Jumlah anggota rumah tangga dengan strategi adaptasi migrasi tidak terdapat hubungan dengan nilai Pv (0.816) lebih besar dari α (0.05). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa jumlah anggota rumah tangga tidak berhubungan dengan pilihan-pilihan adaptasi nelayan terhadap penetapan kawasan konservasi perairan daerah. Uji hubungan pada Tabel 32 menunjukkan nilai Asymp.Sig. yang lebih besar dari α (0.05). Nilai ini menandakan bahwa H0 diterima, artinya tidak ada hubungan antara jumlah anggota rumah tangga nelayan dengan strategi adaptasi nelayan. Hal tersebut terjadi karena nelayan dengan jumlah anggota rumah tangga yang kecil, menengah, dan besar menggunakan strategi adaptasi yang sama.

105 85 Hubungan Status Kependudukan dengan Strategi Adaptasi Hubungan karakteristik status kependudukan responden dengan strategi adaptasi nelayan dianalisis dengan menggunakan SPSS 20 for windows model uji Chi Square. Pengujian dua variabel ini dilakukan untuk menganalisis apakah ada hubungan antara status kependudukan nelayan yang berbeda dengan strategi adaptasi yang dipilih oleh nelayan. Status kependudukan responden digolongkan menjadi dua kategori, yakni penduduk asli dan pendatang. Sedangkan strategi adaptasi dikategorikan menjadi diversifikasi kegiatan ekonomi, investasi, membangun jaringan sosial, dan migrasi. Tabel 33 menunjukkan strategi adaptasi dengan diversifikasi kegiatan ekonomi dilakukan oleh 8.9 persen responden dari nelayan asli, dan 13.3 persen responden dari nelayan pendatang. Strategi adaptasi nelayan dalam bentuk investasi dilakukan oleh 22.2 persen responden dari nelayan asli, dan 35.6 persen responden dari nelayan pendatang. Strategi adaptasi membangun jaringan sosial dilakukan oleh 13.3 persen responden dari nelayan asli, dan 35.6 persen responden dari nelayan pendatang. Strategi migrasi hanya dilakukan oleh 6.7 persen responden dari nelayan pendatang. Tabel 33 Sebaran strategi adaptasi nelayan berdasarkan status kependudukan nelayan Status Kependudukan Strategi Adaptasi Nelayan (%) A B C D Asli Pendatang Jumlah Asymp.Sig Keterangan: A= Diversifikasi Kegiatan Ekonomi C= Membangun Jaringan Sosial B= Investasi D= Migrasi Hasil pengolahan data menggunakan SPSS 20 for Windows dengan model uji Chi square menemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara status kependudukan nelayan dengan strategi adaptasi diversifikasi kegiatan ekonomi. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai P-value sama dengan lebih besar dari α (0.05). Hal yang sama pada hubungan antara status kependudukan nelayan dengan strategi adaptasi investasi yang menunjukkan tidak terdapat hubungan dengan nilai Pv (0.213) lebih besar dari α (0.05). Status kependudukan nelayan dengan strategi adaptasi membangun jaringan sosial tidak terdapat hubungan dengan nilai Pv (0.586) lebih besar dari α (0.05). Status kependudukan nelayan dengan strategi adaptasi migrasi tidak terdapat hubungan dengan nilai Pv (0.228) lebih besar dari α (0.05). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa status kependudukan nelayan tidak berhubungan dengan pilihan-pilihan adaptasi nelayan terhadap penetapan kawasan konservasi perairan daerah. Uji hubungan pada Tabel 33 menunjukkan nilai Asymp.Sig. lebih besar dari α (0.05). Nilai ini menandakan bahwa H0 diterima, artinya tidak ada hubungan antara status kependudukan nelayan dengan strategi adaptasi nelayan.

106 86 Hal tersebut terjadi karena status kependudukan nelayan asli maupun pendatang sudah melakukan strategi adaptasi yang ada setelah penetapan KKPD. Ikhtisar Strategi adaptasi menjadi respon yang dilakukan nelayan dalam menghadapi penetapan kawasan konservasi perairan daerah. Terdapat lima jenis karakteristik rumah tangga nelayan yang diuji hubungannya dengan strategi adaptasi nelayan, yaitu usia, tingkat pendidikan, pengalaman sebagai nelayan, jumlah anggota rumah tangga dan status kependudukan. Strategi adaptasi nelayan yang akan diuji meliputi, diversifikasi kegiatan ekonomi yang dibedakan menjadi dua bidang yaitu diversifikasi kegiatan ekonomi pada bidang perikanan (membudidaya rumput laut dan mengubah penjualan hasil laut ke orang yang bukan menjadi pembeli seperti biasanya) dan non perikanan (bekerja sebagai kuli bangunan, mengikutsertakan anggota keluarga untuk bekerja, membeli dan memelihara ternak, dan bekerja di perusahaan, investasi yang dibedakan dalam dua bidang yaitu bidang perikanan (menambah jenis alat tangkap, membeli mesin perahu, dan menambah armada perahu) dan non perikanan (membeli perhiasan, jaringan sosial (meminta bantuan tetangga, meminta bantuan plasma jika sedang kesulitan, meminta bantuan saudara jika sedang kesulitan dan meminta bantuan aparat pemerintahan kampung), migrasi yang dibedakan dalam dua bidang yaitu perikanan (memperluas daerah tangkapan) dan non perikanan (migrasi berdasarkan waktu yaitu berpindah kerja ke daerah lain dan menetap di sana dan berpindah kerja ke tempat lain tetapi setiap hari kembali ke tempat asal dan migrasi berdasarkan keikutsertaan anggota keluarga yaitu mengajak seluruh anggota keluarga dan tanpa mengajak anggota keluarga). Berdasarkan analisis data menggunakan SPSS 20 for windows model uji Chi Square, tidak terdapat hubungan antara karakteristik rumah tangga nelayan dengan strategi adaptasi. Tidak ada hubungan antara usia dengan strategi adaptasi yang dilakukan nelayan. Hal ini terbukti dengan nilai P-value hubungan usia dengan strategi adaptasi diversifikasi kegiatan ekonomi (Pv = 0.627), investasi (Pv = 0.650), membangun jaringan (Pv = 0.779), dan migrasi (Pv = 0.557) yang lebih besar dari α (0.05). Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan nelayan dengan strategi adaptasi yang dilakukan nelayan. Hal ini dibuktikan dengan nilai P-value hubungan tingkat pendidikan dengan strategi adaptasi diversifikasi kegiatan ekonomi (Pv = 0.879), investasi (Pv = 0.558), membangun jaringan (Pv = 0.566), dan migrasi (Pv = 0.424) yang lebih besar dari α (0.05). Secara umum tidak ada hubungan pengalaman sebagai nelayan dengan strategi adaptasi yang dilakukan. Hal ini terbukti dengan nilai P-value hubungan usia dengan strategi adaptasi diversifikasi kegiatan ekonomi (Pv = 0.590), membangun jaringan (Pv = 0.302), dan migrasi (Pv = 0.309) yang lebih besar dari α (0.05). Namun, ada hubungan pengalaman sebagai nelayan dengan strategi adaptasi investasi. Hasil analisis data menunjukkan nilai Pv (0.038) yang lebih kecil dari α (0.05). Tidak ada hubungan jumlah anggota rumah tangga dengan strategi adaptasi yang dilakukan nelayan. Hal ini terbukti dengan nilai P- value hubungan jumlah anggota rumah tangga dengan strategi adaptasi

107 diversifikasi kegiatan ekonomi (Pv = 0.482), investasi (Pv = 0.628), membangun jaringan (Pv = 0.528), dan migrasi (Pv = 0.816) yang lebih besar dari α (0.05). Tidak ada hubungan status kependudukan dengan strategi adaptasi. Nilai P-value hubungan usia dengan strategi adaptasi diversifikassi kegiatan ekonomi (Pv = 0.491), investasi (Pv = 0.231), membangun jaringan (Pv = 0.586), dan migrasi (Pv = 0.228) yang lebih besar dari α (0.05). 87

108 88

109 89 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kawasan Konservasi Perairan Daerah merupakan kawasan perairan yang dilindungi agar mampu mewujudkan pengelolaan sumber daya laut berkelanjutan. Hal yang perlu diperhatikan adalah sumber daya di kawasan KKPD dan karakteristik sosial-budaya dan ekonomi nelayan. Karakteristik sosial masyarakat nelayan ditunjukkan melalui interaksi sosial masyarakat nelayan. Persentase interaksi sosial menunjukkan kegiatan berhutang ke toko/kios terdekat sebagai jenis yang paling banyak dilakukan, selain hubungan dengan plasma dan meminjam uang ke tetangga. Organisasi kerja masyarakat nelayan menunjukkan sebagian besar masyarakat nelayan pernah mengikuti perkumpulan nelayan, selain dari mengikut pemilik kapal dan menjadi pemimpin kelompok sementara. Karaktersitik budaya masyarakat nelayan ditunjukkan melalui gaya hidup. Gaya hidup nelayan terdiri dari kebiasaan jajan, merokok, berada di rumah ketika tidak melaut dan membawa minuman keras ketika melaut. Karaktersitik ekonomi nelayan ditunjukkan melalui manajemen keuangan nelayan, diversifikasi pekerjaan dan adaptasi teknologi. Manajemen keuangan nelayan menunjukkan sebagian besar penggunaan keuangan untuk kebutuhan makan dan perawatan perahu, selain untuk jajan, membeli rokok dan menambah alat tangkap. Diversifikasi pekerjaan dilakukan oleh sebagian besar nelayan dengan bekerja di perusahaan, selain membudidaya rumput laut, membuka kebun, membeli dan memelihara ternak dan memiliki kios/toko untuk berjualan. Adaptasi teknologi masyarakat nelayan memakai motor tempel pada perahu tradisional sebagai adaptasi teknologi yang paling banyak dilakukan, selain memodifikasi alat tangkap dan beralih ke perahu johnson. Strategi adaptasi nelayan merupakan respon yang muncul karena adanya perubahan di kawasan konservasi. Strategi adaptasi tersebut berupa diversifikasi kegiatan ekonomi, investasi, membangun jaringan sosial, dan migrasi. Investasi menjadi strategi adaptasi yang paling banyak dilakukan oleh nelayan Misool Selatan. Strategi investasi dibedakan dalam dua bidang yaitu bidang perikanan dan non perikanan. Bidang perikanan menjadi investasi terbesar dilakukan oleh nelayan dengan menambah jenis alat tangkap, membeli mesin perahu dan menambah armada perahu. Strategi investasi non perikanan dilakukan nelayan dengan membeli perhiasan. Diversifikasi kegiatan ekonomi pun dibedakan dalam dua bidang yaitu perikanan (membudidaya rumput laut dan mengubah penjualan hasil laut ke orang yang bukan menjadi pembeli seperti biasanya) dan non perikanan (bekerja sebagai kuli bangunan, mengikutsertakan anggota keluarga untuk bekerja, membeli dan memelihara ternak dan bekerja di perusahaan). Membangun jaringan sosial dilakukan nelayan dengan meminta bantuan tetangga, plasma, saudara dan aparat pemerintahan kampung. Migrasi nelayan terjadi pada bidang perikanan (memperluas daerah tangkapan) dan non perikanan (migrasi berdasarkan waktu yaitu berpindah kerja ke daerah lain dan menetap di sana dan berpindah kerja ke tempat lain tetapi setiap hari kembali ke

110 90 tempat asal dan migrasi berdasarkan keikutsertaan anggota keluarga yaitu mengajak seluruh anggota keluarga dan tanpa mengajak anggota keluarga). Strategi adaptasi tinggi ditunjukkan oleh investasi dan membangun jaringan sosial. Sedangkan strategi adaptasi sedang ditunjukkan oleh diversifikasi kegiatan ekonomi dan migrasi. Hubungan strategi adaptasi dianalisis dengan karakteristik rumah tangga nelayan Misool Selatan. Hasil uji statistik menunjukkan secara umum tidak terdapat hubungan antara karakteristik rumah tangga nelayan dengan strategi adaptasi. Namun, hasil uji statistik pada hubungan pengalaman nelayan dengan investasi menunjukkan hal yang berbeda. Hubungan tersebut terjadi karena pengalaman nelayan dalam melakukan investasi sangat berbeda sesuai tingkat pengalaman mereka. Nelayan dengan pengalaman tinggi melakukan jenis kegiatan pada strategi investasi yang lebih beragam dibandingkan dengan nelayan dengan pengalaman sedang ataupun rendah. Investasi yang dilakukan nelayan tersebut melalui kegiatan menambah jenis alat tangkap, membeli mesin perahu, menambah armada perahu, dan membeli perhiasan. Saran Saran yang peneliti berikan setelah melakukan proses penelitian sampai penulisan laporan hasil penelitian ditujukan kepada beberapa pihak yang terlibat dalam pengelolaan KKPD Misool Selatan, diantaranya nelayan, pemerintah kampung, dan Dinas Kelautan dan Perikanan Raja Ampat. Selain itu peneliti juga memberikan saran kepada peneliti lain untuk melakukan penelitian terkait pengelolaan KKPD khususnya di Misool Selatan Raja Ampat maupun di daerah lain. Nelayan sebagai aktor yang terlibat dengan pemanfaatan sumber daya di sekitar KKPD perlu mengembangkan bentuk-bentuk mata pencaharian alternatif berbasis pengelolaan sumber daya berkelanjutan, tidak eksploitatif, memberikan nilai tambah yang tinggi, dan selaras dengan budaya yang ada. Pemerintah kampung melakukan penataan ulang kebijakan terkait dengan pengelolaan sumber daya di sekitar KKPD terutama peraturan kampung. Pemerintah kampung bersama Dinas Kelautan dan Perikanan Raja Ampat perlu melakukan upaya antisipasi dengan pendekatan ekonomi maupun sosial budaya guna mencegah potensi kerawanan sosial di masyarakat akibat menurunnya pendapatan yang disebabkan langkanya sumber daya perikanan di daerah tersebut. Selain itu perlu peningkatan kapasitas sumber daya manusia, kapasitas pemerintahan kampung, kelembagaan nelayan, dan kelembagaan lain dengan pendampingan yang intensif agar dapat mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan. Pengembangan kapasitas nelayan diantaranya dengan memberikan pelatihan kegiatan budi daya, seperti budi daya rumput laut yang dulu pernah dilakukan nelayan. Kelembagaan nelayan yang dimaksud adalah kelompok resmi yang mengakomodasi perkumpulan nelayan, sehingga nelayan dapat dengan mudah menjual hasil laut secara berkelompok ke kapal besar.

111 Kepada peneliti lain perlu adanya penelitian lanjut terkait persepsi masyarakat terhadap KKPD dan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan KKPD sehingga pengelolaan berkelanjutan dapat terjadi seperti penguatan kelembagaan, pengawasan, penegakan aturan, monitoring dan evaluasi KKPD. Lebih khusus penelitian terhadap pengaruh status kependudukan dengan persepsi dan bentuk adaptasi nelayan pendatang terhadap kawasan konservasi. 91 DAFTAR PUSTAKA Burke L, Reytar K, Spalding M, Perry A Menengok Kembali Terumbu Karang yang Terancam di Segitiga Terumbu Karang. [Buku Elektronik]. [Internet]. [diunduh 2014 Jan 15]. Tersedia pada: Bahasa_low-res_ pdf. Helmi A, Satria A Strategi adaptasi nelayan terhadap perubahan ekologis. Makara. 16: Herdian D Karakteristik sosial ekonomi dan pola hubungan patron-klien masyarakat nelayan (studi kasus Desa Bandengan, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Propinsi Jawa Barat). [tesis]. [Internet]. [diunduh 2014 Jan 7]. Tersedia pada: equence=2. Ilham Kajian dampak kawasan konservasi laut daerah pada terumbu karang. [skripsi]. [Internet]. [diunduh 2013 Des 7]. Tersedia pada: [KKJI] Kawasan Konservasi dan Jenis Ikan Laporan lokakarya kemitraan dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan. Bogor (ID): KKJI. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Kelautan dan Perikanan Dalam Angka [Internet]. [diunduh 2013 Des 30]. Tersedia pada: [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Visi, misi, grand strategy dan sasaran strategis KKP. [Internet]. [diunduh 2013 Des 30]. Tersedia pada: TUJUAN-DAN-SASARAN-STRATEGIS/?category_id=65. Kusumastanto T Sistem sosial ekonomi budaya masyarakat pesisir. Makalah disampaikan dalam Diseminasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Jawa Barat. Bandung. Kusnadi Nelayan: Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Bandung (ID): Humaniora Utama Press. Kusnadi Keberdayaan Nelayan & Dinamika Ekonomi Pesisir. Jogjakarta (ID): Lembaga Penelitian Universitas Jember dan Ar-Ruzz Media. Muflikhati I Analisis dan pengembangan model peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kesejahteraan keluarga di wilayah Pesisir Provinsi Jawa Barat. [disertasi]. [Institut Pertanian Bogor].

112 92 Mugni A Strategi rumah tangga nelayan dalam mengatasi kemiskinan (studi kasus nelayan Desa Limbangan, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat). [skripsi]. [Institut Pertanian Bogor]. Mulyadi Ekonomi Kelautan. Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo Persada. [NC] Nature Conservancy Raja Ampat Analisis Tren Monitoring Persepsi Masyarakat di Kawasan Konservasi Laut Daerah Misool Timur Selatan Dan Kofiau Raja Ampat. Sanur (ID): The Nature Conservancy, Program Kelautan Asia Pasifik. Pancasasti R Analisis perilaku ekonomi rumah tangga dan peluang kemiskinan nelayan tradisional. [skripsi]. [Internet]. [diunduh 2013 Des 24]. Tersedia pada: Pemerintah Republik Indonesia Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007 Tentang Konservasi Sumber Daya Ikan. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. [Permen] Peraturan Menteri KP No. Per.03/Men/2010 Tentang Tata Cara Penetapan Perlindungan Jenis Ikan. [Permen] Peraturan Menteri KP No. Per.04/Men/2010 Tentang Pemanfataan Jenis dan Genetika Ikan. [Permen] Peraturan Menteri KP No. Per.30/Men/2010 Tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan. [Permen] Peraturan Menteri KP No. Per.02/Men/2009 Tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan. [Permen] Peraturan Menteri KP No. Per.17/Men/2008 Tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Priyanto F Dampak zonasi taman nasional karimunjawa terhadap strategi nafkah nelayan kompresor. [skripsi]. [Internet]. [diunduh 2014 Jan 3]. Tersedia pada: Purwadi D Jumlah nelayan Indonesia tinggal dua juta. [Internet]. [diunduh 2014 Jan 8]. Republika. Nasional. [tidak ada nomor halaman dan kolom]. Tersedia pada: Rachman A Perilaku ekonomi nelayan ikan tuna dalam kerangka industrialisai perikanan. [skripsi]. [Institut Pertanian Bogor]. Randan N Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah terhadap kondisi sosial ekonomi nelayan. [skripsi]. [Internet]. [diunduh

113 2014 Jan 3]. Tersedia pada: Rumfaker MK Analisis pembayaran jasa lingkungan di Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Raja Ampat. [tesis]. [Institut Pertanian Bogor]. Satria A Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta (ID): Cidesindo. Satria A Pesisir dan Laut Untuk Rakyat. Bogor (ID): IPB Press. Sihombing HA Analisis pendapatan nelayan menurut jenis usaha di Desa Pangandaran Kabupaten Ciamis. [skripsi]. [Institut Pertanian Bogor]. Singarimbun M, Effendi S Metode Penelitian Survai. Jakarta (ID): LP3ES. Sudiono G Analisis pengelolaan terumbu karang pada Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Pulau Randayan dan sekitarnya Kabupaten Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat. [artikel]. [Internet]. [diunduh 2014 Jan 10]. Tersedia pada: Supriharyono Pengenalan Ekosistem Terumbu Karang. Jakarta (ID): Djambatan. Wahyono A, Antariksa IGP, Masyhuri I, Indrawasih R, Sudiyono Pemberdayaan Masyarakat Nelayan. Yogyakarta (ID): Media Pressindo. Wisdaningtyas K Strategi bertahan hidup masyarakat nelayan di daerah pencemaran pesisir. [tesis]. [Internet]. [diunduh 2014 Jan 7]. Tersedia pada: 93

114 94 Lampiran 1 Peta Kawasan Konservasi Perairan Daerah Raja Ampat di Distrik Misool Selatan Kayerepop Fafanlap Harapan Jaya Yellu Lokasi Penelitian Distrik Misool Selatan 1. Kampung Dabatan 2. Kampung Yellu 3. Kampung Harapan Jaya 4. Kampung Kayerepop 5. Kampung Fafanlap

115 95 Lampiran 2 Kerangka sampling a No Nama Kampung No Nama Kampung 1 AHS Dabatan 126 SNS Yellu 2 SDL Dabatan 127 BNB Yellu 3 HNB Dabatan 128 HMB Yellu 4 JNB Dabatan 129 TBL Yellu 5 MNB Dabatan 130 UNB Yellu 6 KDB Dabatan 131 SFS Yellu 7 DBO Dabatan 132 FTB Yellu 8 HRU Dabatan 133 LTB Yellu 9 ADN Yellu 134 SLT Yellu 10 AND Yellu 135 LOU Yellu 11 IDS Yellu 136 LAO Yellu 12 USS Yellu 137 LDL Yellu 13 MRD Yellu 138 JFR Yellu 14 SLN Yellu 139 INU Yellu 15 JNS Yellu 140 MHR Yellu 16 ASL Yellu 141 HST Yellu 17 NDL Yellu 142 ADN Yellu 18 SML Yellu 143 DNB Yellu 19 ASD Yellu 144 FTL Yellu 20 MDB Yellu 145 KDB Yellu 21 TMK Yellu 146 LAS Yellu 22 ALK Yellu 147 ASG Yellu 23 HLI Yellu 148 ODE Yellu 24 HLM Yellu 149 RDU Yellu 25 JBN Yellu 150 YUU Yellu 26 JBN Yellu 151 LAD Yellu 27 RDL Yellu 152 MDS Yellu 28 KMB Yellu 153 WNB Yellu 29 IKL Yellu 154 SMR Yellu 30 MSS Yellu 155 ALL Yellu 31 YMA Yellu 156 NYG Yellu 32 AMB Yellu 157 TME Yellu 33 ADM Yellu 158 FME Yellu 34 JMB Yellu 159 EWB Yellu 35 MDR Yellu 160 LBR Yellu 36 TBB Yellu 161 EDT Yellu 37 LAB Yellu 162 BYM Yellu 38 DWN Yellu 163 AMT Yellu 39 NWM Yellu 164 DLA Yellu 40 ABS Yellu 165 LNN Yellu

116 96 41 SKB Yellu 166 RJT Yellu 42 IBJ Yellu 167 MYB Yellu 43 IBB Yellu 168 HNS Yellu 44 HBW Yellu 169 SMR Yellu 45 SMB Yellu 170 SMS Fafanlap 46 SHR Yellu 171 HMD Fafanlap 47 LJB Yellu 172 LKD Fafanlap 48 ILB Yellu 173 SLR Fafanlap 49 SPD Yellu 174 MRK Fafanlap 50 SAB Yellu 175 FZB Fafanlap 51 WDL Yellu 176 LDU Fafanlap 52 MNT Yellu 177 ILU Fafanlap 53 RSB Yellu 178 AKS Fafanlap 54 SME Yellu 179 ARW Fafanlap 55 JRN Yellu 180 HRS Fafanlap 56 MSB Yellu 181 SHK Fafanlap 57 AIK Yellu 182 KNN Fafanlap 58 ARS Yellu 183 JBR Fafanlap 59 KLK Yellu 184 SAF Fafanlap 60 DLP Yellu 185 MMD Fafanlap 61 HAW Yellu 186 IDY Fafanlap 62 HSU Yellu 187 DBR Fafanlap 63 YAU Yellu 188 UJD Fafanlap 64 KBT Yellu 189 HSN Fafanlap 65 MNR Yellu 190 AMN Fafanlap 66 MSI Yellu 191 HMJ Fafanlap 67 KML Yellu 192 TLB Fafanlap 68 HHM Yellu 193 SEN Fafanlap 69 AFB Yellu 194 MAN Fafanlap 70 HHY Yellu 195 SMR Fafanlap 71 IKS Yellu 196 MKB Fafanlap 72 AKB Yellu 197 MSA Fafanlap 73 MHQ Yellu 198 MJD Fafanlap 74 ILK Yellu 199 SDS Fafanlap 75 LAB Yellu 200 CDS Fafanlap 76 DAR Yellu 201 LMI Fafanlap 77 IWU Yellu 202 LUF Fafanlap 78 SFI Yellu 203 AHS Harapan Jaya 79 ILB Yellu 204 HBS Harapan Jaya 80 FNS Yellu 205 ASK Harapan Jaya 81 ARM Yellu 206 AMJ Harapan Jaya 82 SRS Yellu 207 KRB Harapan Jaya 83 HRB Yellu 208 UNE Harapan Jaya

117 84 ADM Yellu 209 ASJ Harapan Jaya 85 AKN Yellu 210 AMB Harapan Jaya 86 ADT Yellu 211 HFS Harapan Jaya 87 MDM Yellu 212 MYS Harapan Jaya 88 RNI Yellu 213 AMS Harapan Jaya 89 HMT Yellu 214 IMS Harapan Jaya 90 MLB Yellu 215 RSL Harapan Jaya 91 DNI Yellu 216 HNL Harapan Jaya 92 MMD Yellu 217 MMS Harapan Jaya 93 CGI Yellu 218 KRF Harapan Jaya 94 HDR Yellu 219 TDS Harapan Jaya 95 LLA Yellu 220 HRN Harapan Jaya 96 OTL Yellu 221 LMD Harapan Jaya 97 MMG Yellu 222 RBU Harapan Jaya 98 KBR Yellu 223 AWA Harapan Jaya 99 ARN Yellu 224 GLS Harapan Jaya 100 ALS Yellu 225 LFA Harapan Jaya 101 SKL Yellu 226 HNS Harapan Jaya 102 FIK Yellu 227 MHT Harapan Jaya 103 LAD Yellu 228 MPL Harapan Jaya 104 AMB Yellu 229 ABS Harapan Jaya 105 JNB Yellu 230 AHR Harapan Jaya 106 ABL Yellu 231 MRS Harapan Jaya 107 HBJ Yellu 232 SSS Harapan Jaya 108 ADL Yellu 233 FRY Harapan Jaya 109 YIA Yellu 234 HHS Harapan Jaya 110 NNS Yellu 235 RTS Harapan Jaya 111 MDR Yellu 236 ARM Harapan Jaya 112 AUM Yellu 237 IMN Kayerepop 113 AAL Yellu 238 MJI Kayerepop 114 UAL Yellu 239 AFD Kayerepop 115 HNA Yellu 240 JRM Kayerepop 116 HJB Yellu 241 ADR Kayerepop 117 HDN Yellu 242 HNN Kayerepop 118 UNN Yellu 243 HLL Kayerepop 119 HRY Yellu 244 ADS Kayerepop 120 LLK Yellu 245 LSI Kayerepop 121 ABY Yellu 246 ANT Kayerepop 122 ABL Yellu 247 AIS Kayerepop 123 JNB Yellu 248 EGO Kayerepop 124 MGS Yellu 249 LSA Kayerepop 125 SNW Yellu 250 HSR Kayerepop a warna kuning merupakan responden 97

118 98 Lampiran 3 Kuesioner penelitian KUESIONER No. Responden: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN TERHADAP PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH Nomor Kuesioner : Hari/Tanggal Wawancara : Tanggal Entri Data : A. Karakteristik Responden Pada bagian ini, Anda dimohon mengisi atau memilih sesuai dengan kondisi pada diri Anda atau keluarga Anda. 1 Nama : 2 Usia :...tahun 3 Jenis Kelamin* : L/P 4 Pendidikan Terakhir* : a. Tidak Sekolah b. SD/sederajat c. SMP/sederajat d. SMA/sederajat e. Perguruan Tinggi 5 Lama tinggal di lokasi 6 Status Kependudukan* 7 Status Tempat Tinggal* 8 Pengalaman sebagai nelayan 9 Jumlah Anggota Rumah tangga :...tahun : a. Asli b. Pendatang, dari... : a. Bangunan sendiri b. Menumpang c. Kontrak/kost d. Lainnya:... :...tahun : a. Isteri b. Anak kandung c. Anak angkat d. Lainnya 10 Pendapatan Keluarga selama 1 bulan terakhir

119 99 Anggota Keluarga Pendapatan (Rp/bulan) dari Jenis Pekerjaan Utama Sampingan Total Kepala Keluarga Istri Anak/lainnya Bantuan Total 11 Dana Bantuan yang Pernah Diterima Keluarga Jenis Bantuan Tahun Pemberi Bantuan Jumlah Bantuan 1. Raskin 2. Pelayanan Kesehatan 3. Pendidikan 4. Donasi Perusahaan/LSM 5. Bantuan Lainnya: a b c Perkiraan Pengeluaran Rumah Tangga dalam 1 bulan terakhir Sumber Pengeluaran Jumlah Konsumsi Harga per Satuan (Rp) Frekuensi Konsumsi (kali/bulan) 1. Makanan 2. Rokok 3. Bahan Bakar (Solar, Bensin, Minyak Tanah, Tabung Gas, dll) 4. Pendidikan Anggota Keluarga 5. Pemeliharaan Badan/Kesehatan (peralatan mandi, obat-obatan, dll) 6. Pakaian 7. Pengeluaran lainnya Total Pengeluaran * Beri tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang disediakan Perkiraan Pengeluaran

120 100 B. Karakteristik Sosial-Budaya dan Ekonomi Masyarakat Nelayan KKPD di Misool Selatan Pada bagian ini, Anda dimohon untuk memberikan tanda centang ( ) pada bagian pilihan Ya atau Tidak sesuai dengan yang Anda alami dan mengisi keterangan jika ada informasi/data tambahan. No. Karakteritik Sosial-Budaya dan Ekonomi Nelayan Karakteristik Sosial Interaksi Sosial 13. Sering berhubungan dengan plasma Ya Tidak Keterangan 14. Melakukan peminjaman uang kepada tetangga 15. Sering menjadi berhutang ke warung/kios terdekat Organisasi Kerja 16. Mengikuti perkumpulan nelayan 17. Mengikut dengan pemilik kapal 18. Saya menjadi salah satu pemimpin sementara di kelompok nelayan Karakteristik Budaya Gaya Hidup Nelayan 19. Sering merokok ketika tidak melaut 20. Sering jajan ketika tidak melaut 21. Sering berada di rumah saja ketika tidak melaut 22. Membawa minuman keras ketika melaut Karakteristik Ekonomi Manajemen Keuangan 23. Banyak menggunakan uang untuk kebutuhan makan 24. Banyak menggunakan uang untuk jajan dan merokok 25. Banyak menggunakan uang untuk merawat perahu 26. Banyak menggunakan uang untuk menambah alat tangkap Diversifikasi Pekerjaan 27. Membuka kebun di dekat rumah ketika tidak melaut

121 Bekerja di perusahaan 29. Membudidaya rumput laut 30. Membeli dan memelihara ternak 31. Memiliki kios/toko untuk berjualan Adaptasi Teknologi 32. Memodifikasi alat tangkap 33. Memakai motor tempel pada perahu tradisional 34. Beralih ke perahu bermotor/ Jhonson C. Pilihan Strategi Adaptasi Nelayan Pada bagian ini, Anda dimohon untuk memberikan tanda centang ( ) pada bagian pilihan Ya atau Tidak sesuai dengan yang Anda alami dan mengisi keterangan jika ada informasi/data tambahan. No. Tindakan Adaptasi Nelayan Ya Tidak Keterangan Diversifikasi kegiatan ekonomi 35. Saya membudidaya rumput laut 36. Saya mengubah penjualan hasil laut ke orang yang bukan menjadi pembeli seperti biasanya 37. Saya bekerja sebagai kuli bangunan 38. Saya mengikutsertakan anggota keluarga untuk bekerja 39. Saya membeli dan memelihara ternak 40. Saya bekerja di perusahaan Investasi 41. Saya membeli perhiasan untuk kebutuhan mendesak 42. Saya membeli mesin perahu dan digunakan oleh orang lain 43. Saya menambah jenis alat tangkap yang ada 44. Saya menambah armada perahu yang saya miliki Jaringan Sosial 45. Saya meminta bantuan tetangga jika sedang kesulitan

122 Saya meminta bantuan Plasma jika sedang dilanda kesulitan 47. Saya meminta bantuan saudara jika sedang dilanda kesulitan 48. Saya meminta bantuan aparat kampung jika sedang dilanda kesulitan Migrasi 49. Saya memperluas daerah tangkapan Berdasarkan waktu 50 Saya berpindah kerja ke daerah lain dan menetap di sana 51. Saya berpindah kerja ke tempat lain, tetapi setiap hari kembali tempat asal Berdasarkan keikutsertaan anggota keluarga 52. Saya berpindah kerja ke daerah lain dengan mengajak seluruh anggota keluarga 53. Saya berpindah kerja ke daerah lain tanpa mengajak keluarga

123 103 Lampiran 4 Pedoman wawancara mendalam Pedoman Wawancara Mendalam untuk Informan Hari/tanggal : Lokasi : Nama dan Umur : Alamat : No.Tlp/HP : Jabatan : Pertanyaan : 1. Apakah Anda mengetahui mengenai kawasan konservasi perairan (KKPD) di kawasan ini? Seperti apa? 2. Siapa saja yang menjadi pengelola KKPD Raja Ampat? 3. Apakah Anda turut aktif dalam pengelolaan KKPD Raja Ampat? 4. Mengapa Anda tertarik untuk berperan serta? 5. Apakah masyarakat dilibatkan dalam proses penetapan kawasan konservasi perairan daerah? 6. Apakah anda mengetahui tentang adanya zonasi di kawasan konservasi perairan daerah? Jika iya, apa saja? 7. Apakah masyarakat dilibatkan dalam proses penetapan zonasi tersebut? Sejauhmana keterlibatan masyarakat? 8. Sejauh ini apakah manfaat yang Anda rasakan dari adanya KKPD ini? Berupa apa saja? 9. Setelah adanya penetapan kawasan konservasi perairan daerah dan zonasi yang ada di dalamnya, apakah ada peraturan-peraturan baru yang dibuat untuk nelayan? Jika ada, apa saja? 10. Apa dampak positif dan negatif dengan adanya penetapan kawasan konservasi perairan daerah? Jelaskan! 11. Jika terdapat dampak positif, apa yang dilakukan masyarakat terkait penetapan kawasan konservasi perairan daerah? (misalnya, menjaga kelestarian terumbu karang, menangkap ikan yang sudah siap panen,dll) 12. Jika terdapat dampak negatif, apa yang dilakukan pihak pengelola kawasan konservasi terkait penetapan KKPD? (misalnya, alternatif mata pencaharian, alat tangkap) 13. Apakah masyarakat menaati peraturan KKPD termasuk tentang zonasi setelah ditetapkan? 14. Apakah terjadi konflik antara masyarakat dengan pihak pengelola kawasan konservasi? Jika iya, kenapa? 15. Apakah terjadi konflik antara masyarakat dengan masyarakat lain? Jika iya, kenapa? 16. Bagaimana pandangan/harapan Anda terhadap perkembangan pengelolaan KKPD Raja Ampat?

124 104 Pedoman Wawancara Mendalam untuk Petugas Pengelola KKPD Raja Ampat Hari/tanggal : Lokasi : Nama dan Umur : Alamat : No.Tlp/HP : Jabatan : Pertanyaan : 1. Bagaimana sejarah dan latar belakang pemerintah/pengelola membentuk /KKPD Raja Ampat? 2. Sejak kapan KKPD Raja Ampat dilaksanakan? 3. Siapa saja yang terlibat dalam pembentukan KKPD Raja Ampat? 4. Bagaimana pandangan pemerintah/pengelola terhadap KKPD Raja Ampat? 5. Apa hak dan kewajiban masyarakat (terutama nelayan) yang muncul setelah adanya penetapan KKPD? 6. Bagaimana proses penetapan kawasan konservasi perairan daerah di Raja Ampat? 7. Bagaimana masyarakat menanggapi hak dan kewajiban tersebut? 8. Apa hak dan kewajiban pengelola KKPD Raja Ampat di kawasan konservasi? 9. Bagaimana masyarakat memanfaatkan sumber daya alam sebelum dan sesudah adanya penetapan KKPD? 10. Apa saja upaya yang dilakukan untuk menjaga kelestarian kawasan? 11. Apakah masyarakat (terutama nelayan) menataati peraturan/ketentuan yang tertuang dalam KKPD? Apa saja yang ditaati dan tidak ditaati? 12. Apakah yang dilakukan untuk menghindari adanya konflik dengan masyarakat? 13. Apa kesulitan yang dialami dalam membangun pemahaman dengan masyarakat terkait KKPD? 14. Apakah kekurangan dan kelebihan KKPD yang ada saat ini? 15. Apa saja program-program yang mendukung efektivitas dan optimalisasi KKPD Raja Ampat? 16. Bagaimana peran lembaga lain yang ada di sekitar KKPD Raja Ampat? (misalnya, LSM) 17. Bagaimana pandangan pemerintah/pengelola terhadap perkembangan pengelolaan KKPD Raja Ampat?

125 105 Lampiran 5 Hasil uji hubungan antar variabel (Chi Square) Hasil Uji Hubungan Usia dengan Strategi Adaptasi Diversifikasi Kegiatan Ekonomi Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square,935 a 2,627 Likelihood Ratio 1,021 2,600 Linear-by-Linear Association,898 1,343 N of Valid Cases 45 a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is,67. Hasil Uji Hubungan Usia dengan Strategi Adaptasi Investasi Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square,861 a 2,650 Likelihood Ratio,854 2,652 Linear-by-Linear Association,770 1,380 N of Valid Cases 45 a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,27. Hasil Uji Hubungan Usia dengan Strategi Adaptasi Jaringan Sosial Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square,453 a 2,797 Likelihood Ratio,459 2,795 Linear-by-Linear Association,304 1,581 N of Valid Cases 45 a. 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,47.

126 106 Hasil Uji Hubungan Usia dengan Strategi Adaptasi Migrasi Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 1,169 a 2,557 Likelihood Ratio 1,938 2,380 Linear-by-Linear Association,224 1,636 N of Valid Cases 45 a. 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is,20. Hasil Uji Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Strategi Adaptasi Diversifikasi Kegiatan Ekonomi Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square,257 a 2,879 Likelihood Ratio,252 2,882 Linear-by-Linear Association,053 1,818 N of Valid Cases 45 a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,11. Hasil Uji Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Strategi Adaptasi Investasi Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 1,166 a 2,558 Likelihood Ratio 1,262 2,532 Linear-by-Linear Association,459 1,498 N of Valid Cases 45 a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,11.

127 107 Hasil Uji Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Strategi Adaptasi Jaringan Sosial Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 1,138 a 2,566 Likelihood Ratio 1,144 2,564 Linear-by-Linear Association,915 1,339 N of Valid Cases 45 a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,44. Hasil Uji Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Strategi Adaptasi Migrasi Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 1,714 a 2,424 Likelihood Ratio 1,295 2,523 Linear-by-Linear Association 1,323 1,250 N of Valid Cases 45 a. 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is,33. Hasil Uji Hubungan Pengalaman sebagai Nelayan dengan Strategi Adaptasi Diversifikasi Kegiatan Ekonomi Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 1,054 a 2,590 Likelihood Ratio,939 2,625 Linear-by-Linear Association,741 1,389 N of Valid Cases 45 a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,11.

128 108 Hasil Uji Hubungan Pengalaman sebagai Nelayan dengan Strategi Adaptasi Investasi Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 6,567 a 2,038 Likelihood Ratio 7,187 2,028 Linear-by-Linear Association,860 1,354 N of Valid Cases 45 a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,11. Hasil Uji Hubungan Pengalaman sebagai Nelayan dengan Strategi Adaptasi Jaringan Sosial Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 2,394 a 2,302 Likelihood Ratio 2,523 2,283 Linear-by-Linear Association 1,970 1,160 N of Valid Cases 45 a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,44. Hasil Uji Hubungan Pengalaman sebagai Nelayan dengan Strategi Adaptasi Migrasi Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 2,349 a 2,309 Likelihood Ratio 3,447 2,178 Linear-by-Linear Association 1,898 1,168 N of Valid Cases 45 a. 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is,33.

129 109 Hasil Uji Hubungan Jumlah Anggota Rumah Tangga dengan Strategi Adaptasi Diversifikasi Kegiatan Ekonomi Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 1,458 a 2,482 Likelihood Ratio 1,678 2,432 Linear-by-Linear Association 1,029 1,310 N of Valid Cases 45 a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,44. Hasil Uji Hubungan Jumlah Anggota Rumah Tangga dengan Strategi Adaptasi Investasi Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square,930 a 2,628 Likelihood Ratio,922 2,631 Linear-by-Linear Association,729 1,393 N of Valid Cases 45 a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,64. Hasil Uji Hubungan Jumlah Anggota Rumah Tangga dengan Strategi Adaptasi Jaringan Sosial Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 1,279 a 2,528 Likelihood Ratio 1,290 2,525 Linear-by-Linear Association,711 1,399 N of Valid Cases 45 a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,38.

130 110 Hasil Uji Hubungan Jumlah Anggota Rumah Tangga dengan Strategi Adaptasi Migrasi Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square,407 a 2,816 Likelihood Ratio,413 2,813 Linear-by-Linear Association, ,000 N of Valid Cases 45 a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is,73. Hasil Uji Hubungan Status Kependudukan dengan Strategi Adaptasi Diversifikasi Kegiatan Ekonomi Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square,474 a 1,491 Continuity Correction b,091 1,763 Likelihood Ratio,460 1,498 Fisher's Exact Test,700,373 Linear-by-Linear Association,463 1,496 N of Valid Cases 45 a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,11. b. Computed only for a 2x2 table Hasil Uji Hubungan Status Kependudukan dengan Strategi Adaptasi Investasi Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 1,552 a 1,213 Continuity Correction b,846 1,358 Likelihood Ratio 1,596 1,207 Fisher's Exact Test,330,179 Linear-by-Linear Association 1,518 1,218 N of Valid Cases 45 a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,91. b. Computed only for a 2x2 table

131 111 Hasil Uji Hubungan Status Kependudukan dengan Strategi Adaptasi Jaringan Sosial Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square,296 a 1,586 Continuity Correction b,049 1,824 Likelihood Ratio,297 1,586 Fisher's Exact Test,749,413 Linear-by-Linear Association,289 1,591 N of Valid Cases 45 a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,84. b. Computed only for a 2x2 table Hasil Uji Hubungan Status Kependudukan dengan Strategi Adaptasi Migrasi Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 1,452 a 1,228 Continuity Correction b,313 1,576 Likelihood Ratio 2,332 1,127 Fisher's Exact Test,541,317 Linear-by-Linear Association 1,419 1,234 N of Valid Cases 45 a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is,93. b. Computed only for a 2x2 table

132 112 Lampiran 6 Dokumentasi penelitian Wawancara dengan responden nelayan Distrik Misool Selatan Perahu nelayan (longboat) Perkampungan nelayan Distrik Misool Selatan Pelampung tanda wilayah laut (sasi) Dermaga Kampung Fafanlap Distrik Misool Selatan Nelayan bersama ikan hasil tangkapan Lokasi sasi Alat pembuat pancing timah

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Pencemaran pesisir merupakan dampak negatif dari zat atau energi yang masuk baik secara langsung maupun tidak langsung pada lingkungan

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam suku bangsa yang menyebar dan menetap pada berbagai pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membentang dari Sabang sampai

Lebih terperinci

Strategi Adaptasi Nelayan Terhadap Penetapan Kawasan Konservasi Perairan... (Rici Tri Harpin Pranata dan Arif Satria)

Strategi Adaptasi Nelayan Terhadap Penetapan Kawasan Konservasi Perairan... (Rici Tri Harpin Pranata dan Arif Satria) Strategi Adaptasi Nelayan Terhadap Penetapan Kawasan Konservasi Perairan... (Rici Tri Harpin Pranata dan Arif Satria) STRATEGI ADAPTASI NELAYAN TERHADAP PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH DI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan DIREKTORAT KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KEMENTERIAN KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KEARIFAN LOKAL SASI DALAM SISTEM ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DI RAJA AMPAT

PEMANFAATAN KEARIFAN LOKAL SASI DALAM SISTEM ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DI RAJA AMPAT PEMANFAATAN KEARIFAN LOKAL SASI DALAM SISTEM ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DI RAJA AMPAT Oleh Paulus Boli Simposium Nasional Konservasi Perairan Pesisir Dan Pulau-pulau Kecil Jakarta, 9 10 Mei 2017

Lebih terperinci

OLEH : DIREKTUR KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DITJEN KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN JAKARTA, SEPTEMBER

OLEH : DIREKTUR KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DITJEN KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN JAKARTA, SEPTEMBER OLEH : DIREKTUR KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DITJEN KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN JAKARTA, SEPTEMBER 2010 Mandat Pengelolaan dan Konservasi SDI Dasar Hukum

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang merupakan pusat dari segitiga terumbu karang (coral triangle), memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (megabiodiversity). Terumbu karang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada 2001, pembahasan mengenai penetapan Gunung Merapi sebagai kawasan taman nasional mulai digulirkan. Sejak saat itu pula perbincangan mengenai hal tersebut menuai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB VIII HUBUNGAN PERUBAHAN PEREKONOMIAN NELAYAN DENGAN POLA ADAPTASI NELAYAN

BAB VIII HUBUNGAN PERUBAHAN PEREKONOMIAN NELAYAN DENGAN POLA ADAPTASI NELAYAN 102 BAB VIII HUBUNGAN PERUBAHAN PEREKONOMIAN NELAYAN DENGAN POLA ADAPTASI NELAYAN Terdapat empat variabel perubahan ekonomi responden nelayan non pariwisata dengan nelayan pariwisata dianalisis hubungannya

Lebih terperinci

Ir. Agus Dermawan, MSi -DIREKTUR KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT-

Ir. Agus Dermawan, MSi -DIREKTUR KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT- Ir. Agus Dermawan, MSi -DIREKTUR KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT- Direktorat Konservasi dan Taman Nasional laut Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Nelayan mandiri memiliki sejumlah karakteristik khas yang membedakannya dengan nelayan lain. Karakteristik tersebut dapat diketahui dari empat komponen kemandirian, yakni

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup dan sebagai barang publik yang tidak dimiliki oleh siapapun, melainkan dalam bentuk kepemilikan bersama (global commons atau common

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 2.1.1 Definisi perikanan tangkap Penangkapan ikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 45 Tahun 2009 didefinisikan sebagai kegiatan untuk memperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) Oleh : GITA ALFA ARSYADHA L2D 097 444 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT POTENSI SUMBER DAYA HAYATI KELAUTAN DAN PERIKANAN INDONESIA 17.480

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR i ANALISIS MANAJEMEN KEUANGAN, TEKANAN EKONOMI, STRATEGI KOPING DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA NELAYAN DI DESA CIKAHURIPAN, KECAMATAN CISOLOK, KABUPATEN SUKABUMI HIDAYAT SYARIFUDDIN DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI 1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari lebih 17.000 pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pulau-Pulau Kecil 2.1.1 Karakteristik Pulau-Pulau Kecil Definisi pulau menurut UNCLOS (1982) dalam Jaelani dkk (2012) adalah daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi

Lebih terperinci

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN Voluntary National Review (VNR) untuk Tujuan 14 menyajikan indikator mengenai rencana tata ruang laut nasional, manajemen

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu konservasi sumberdaya hayati menjadi salah satu bagian yang dibahas dalam Agenda 21 pada KTT Bumi yang diselenggarakan di Brazil tahun 1992. Indonesia menindaklanjutinya

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60/KEPMEN-KP/2014 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI SUAKA ALAM PERAIRAN KEPULAUAN WAIGEO SEBELAH BARAT DAN LAUT SEKITARNYA DI PROVINSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Kawasan Konservasi Perairan menurut IUCN (Supriharyono,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Kawasan Konservasi Perairan menurut IUCN (Supriharyono, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kawasan Konservasi Perairan 1. Pengertian Kawasan Konservasi Perairan Definisi Kawasan Konservasi Perairan menurut IUCN (Supriharyono, 2009)adalah suatu kawasan laut atau paparan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Data pokok kelautan dan perikanan 2010 1 menggolongkan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang banyak.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

Tantangan Ke Depan. 154 Tantangan Ke Depan

Tantangan Ke Depan. 154 Tantangan Ke Depan 5 Tantangan Ke Depan Pemahaman ilmiah kita terhadap ekosistem secara umum, khususnya pada ekosistem laut, mengalami kemajuan pesat dalam beberapa dekade terakhir. Informasi tentang pengelolaan ekosistem

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah

Lebih terperinci

Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kebijakan dan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil DISAMPAIKAN OLEH Ir. Agus Dermawan, M.Si DIREKTUR KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA,

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI ANALISIS INSTITUSI KONSERVASI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL UJUNG KULON, DESA TAMANJAYA, KAMPUNG CIBANUA, KECAMATAN SUMUR, KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN MONIKA BR PINEM PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR PENGELOLAAN KONSERVASI

PRINSIP DASAR PENGELOLAAN KONSERVASI PRINSIP DASAR PENGELOLAAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 Lima prinsip dasar Pengelolaan Konservasi 1. Proses ekologis seharusnya dapat dikontrol 2. Tujuan dan sasaran hendaknya dibuat dari sistem pemahaman

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Natuna memiliki potensi sumberdaya perairan yang cukup tinggi karena memiliki berbagai ekosistem laut dangkal yang merupakan tempat hidup dan memijah ikan-ikan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGALIHAN SAHAM DAN BATASAN LUASAN LAHAN DALAM PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PEMANFAATAN PERAIRAN DI SEKITARNYA DALAM RANGKA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perikanan pantai di Indonesia merupakan salah satu bagian dari sistem perikanan secara umum yang berkontribusi cukup besar dalam produksi perikanan selain dari perikanan

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 5 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konservasi Salah satu upaya yang dianggap efektif untuk dilakukan dalam melindungi ekosistem dan sumberdaya adalah dengan menetapkan kawasan konservasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA 73 VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA Pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Kayoa saat ini baru merupakan isu-isu pengelolaan oleh pemerintah daerah, baik

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia. Indonesia

Lebih terperinci

DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN

DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN JUDUL REKOMENDASI Strategi Optimalisasi Unsur Unsur Positif Lokal untuk Mendukung Penerapan Prinsip Prinsip Blue Economy di Wilayah Coral Triangle SASARAN REKOMENDASI Kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan pelampung di sisi atasnya dan pemberat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dulu hingga dewasa ini, Indonesia terkenal dengan julukan negara kepulauan. Negara dengan jumlah pulau lebih dari 17.000 pulau yang tersebar dari Sabang sampai

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Nilai Ekonomi Taman Nasional Alam seisinya memiliki nilai ekonomi yang dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia. Nilai ekonomi ini dapat diperoleh jika alam dilestarikan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Daerah peralihan (interface area) antara ekosistem daratan dan laut. Batas ke arah darat: Ekologis: kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang

Lebih terperinci

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA 7.1 Kerangka Umum Analytical Network Process (ANP) Prioritas strategi pengembangan TN Karimunjawa ditetapkan berdasarkan pilihan atas variabel-variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah lautan. Luas daratan Indonesia adalah km² yang menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. adalah lautan. Luas daratan Indonesia adalah km² yang menempatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Dimana dua sepertiga wilayahnya merupakan perairan. Terletak pada garis katulistiwa, Indonesia

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN LAUT TAHUN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang 4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, petani dan nelayan selalu lebih miskin dibandingkan penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, petani dan nelayan selalu lebih miskin dibandingkan penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk bermatapencaharian sebagai petani dan nelayan yang tinggal di pedesaan merupakan penyumbang terbesar jumlah penduduk miskin di Indonesia. Pada umumnya, petani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Kepulauan (Archipelagic state) terbesar di dunia. Jumlah Pulaunya mencapai 17.506 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Kurang lebih 60%

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa ekosistem

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar,

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar, 34 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki sekitar 17.504 pulau, dengan panjang garis pantai kurang lebih 91.524 km, dan luas perairan laut

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele.

BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele. 303 BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele. Berdasarkan hasil penelitian, keberadaan sumberdaya dan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk diperhatikan. Karena akhir-akhir ini eksploitasi terhadap sumberdaya pesisir dan laut

Lebih terperinci

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2013 0 BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6.1 Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Manapeu Tanahdaru Wilayah karst dapat menyediakan air sepanjang tahun. Hal ini disebabkan daerah karst memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan masih menjadi masalah yang mengancam Bangsa Indonesia. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2007 sebesar 37,17 juta jiwa yang berarti sebanyak 16,58

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: PER.15/MEN/2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: PER.15/MEN/2005 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: PER.15/MEN/2005 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PEMBUDIDAYAAN IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA YANG BUKAN UNTUK TUJUAN KOMERSIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari usaha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari usaha sumber daya manusia yang diarahkan pada tujuan meningkatkan harkat, martabat dan kemampuan manusia.

Lebih terperinci

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE (Environmental Study of University of Pattimura) Memiliki 1.340 pulau Pulau kecil sebanyak 1.336 pulau Pulau besar (P. Seram,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA RETNO ANGGRAENI

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA RETNO ANGGRAENI VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA RETNO ANGGRAENI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB III PENDEKATAN LAPANGAN

BAB III PENDEKATAN LAPANGAN 25 BAB III PENDEKATAN LAPANGAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kampung Saporkren, Distrik Waigeo Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat (lampiran satu). Penentuan lokasi penelitian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

Investasi cerdas untuk perlindungan keanekaragaman hayati laut dan membangun perikanan Indonesia. Wawan Ridwan

Investasi cerdas untuk perlindungan keanekaragaman hayati laut dan membangun perikanan Indonesia. Wawan Ridwan Investasi cerdas untuk perlindungan keanekaragaman hayati laut dan membangun perikanan Indonesia Wawan Ridwan Simposium Nasional Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, 9 10 Mei 2017 (c) Nara

Lebih terperinci

MENGAPA ASPEK RUANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA? 1. PERENCANAAN EKONOMI SERINGKALI BERSIFAT TAK TERBATAS 2. SETIAP AKTIVITAS SELAL

MENGAPA ASPEK RUANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA? 1. PERENCANAAN EKONOMI SERINGKALI BERSIFAT TAK TERBATAS 2. SETIAP AKTIVITAS SELAL KESERASIAN TATA RUANG KAWASAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA Ani Rahmawati, S.Pi, M.Si Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA MENGAPA ASPEK RUANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA? 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan

Lebih terperinci