DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN TARIF IMPOR TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN TARIF IMPOR TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA"

Transkripsi

1 DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN TARIF IMPOR TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA Oleh : VICTORIO INSYAUDDIN A PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 RINGKASAN Victorio Insyauddin. Dampak Kebijakan Harga Dasar Gabah dan Tarif Impor Terhadap Penawaran dan Permintaan Beras Di Indonesia. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. Masalah konsumsi beras dan pemenuhanya tetap merupakan agenda penting dalam pembangunan ekonomi indonesia. Beras merupakan makanan pokok utama penduduk indonesia mempunyai peran besar dalam mewujudkan stabilasi nasional, oleh karena itu beras dipandang sebagai komuditas politik. Laju pertumbuhan penduduk yang cepat mempengaruhi pemenuhan dan penyediaan kosumsi beras nasional. Terkait dengan produksi beras nasional pulau jawa merupakan penghasil utama beras yaitu menyumbang 56 persen dari produksi beras nasional. Konversi lahan khususnya dipulau Jawa yaitu sebesar 0,5 persen pertahun, sementara itu pertambahan luas lahan sawah diluar jawa hanya sebesar 0.05 persen pertahun. Kondisi ini diperparah banyak saluran irigasi teknis yang rusak dan tinggi harga pupuk sebagai akibat penyaluran subsidi pupuk yang tidak tepat secara langsung tingkat produktivitas lahan sawah. Lahan sawah di Pulau Jawa sendiri tampaknya akan terus bergeser menjadi lahan untuk industri dan jasa sehingga diharapkan kawasan luar Jawa diharapkan akan menjadi tumpuan harapan untuk berperan besar. Untuk mengetahui apakah memang kawasan luar Jawa mampu menjadi subtitusi penting sebagai pensuplai beras nasional dikaitkan dengan kondisi permintaan (konsumsi) beras dan sejumlah kebijakan perberasan di Indonesia, maka sangat diperlukan informasi tentang perilaku penawaran dan permintaan beras luar Jawa. Untuk melindungi petani pemerintah mengeluarkan kebijakaan harga dasar gabah. Kebijakan ini berhasil karena didukung oleh kebijikan lain melaui program intensifikasi pertanian dan monopoli bulog dalam perdagangan beras dan impor beras domestik. kebijakan harga dan monopoli beras oleh Bulog telah berperan penting dalam menunjang keberhasilan indonesia dalam memacu produksi beras, kesedian dan stabilisasi harga beras. Pada Tahun 1998 pemerintah terlibat perjanjian dengan IMF, perjanjian ini pemerintah diharuskan mereformasi kebijakan disektor pertaniaan secara substansial, mencakup liberasisasi pasar beras, penghapusan monopoli Buloq dan pendistribusian beras impor, serta penghapusan subsidi pupuk serta pembebasan tata niaga pupuk. Kebijakan tersebut akan mempengaruhi kemandirian pangan Indonesia. Tujuan penelitian ini dilakukan sebagai berikut : (1) Mengestimasi faktor faktor yang mempengaruhi produksi gabah di Jawa dan Luar Jawa, (2) Mengestimasi faktor faktor yang mempengaruhi permintaan beras di Indonesia, (3) Menganalisa pengaruh kebijakan harga dasar dan tarif terhadap produksi, konsumsi dan impor. Untuk menjawab tujuan penelitian ini digunakan metode 2SLS pengolahan data dan pengujian model digunakan program SAS 9.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi di Jawa dapat ditunjukan oleh perilaku luas areal panen padi dan produktivitas lahan. Harga gabah, harga dasar gabah, curah hujan di Jawa dan lag luas areal panen tahun sebelumnya berpengaruh nyata peningkatan luas areal panen, sedangkan harga pupuk berpengaruh nyata terhadap penurunan luas areal panen. Disisi lain, produktivitas 2

3 lahan dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh harga gabah, jumlah pengunaan pupuk kimia, dan luas areal sawah dialirin oleh irigasi. Faktor yang mempengaruhi produksi gabah di Luar jawa di pengaruhi luas areal panen dan produktivitas lahan. variabel harga gabah, curah hujan dan lag luas berpengaruh positf dan nyata terhadap luas areal panen. Sedangkan variabel yang mempengaruhi produktivitas lahan di Luar jawa yaitu variabel harga gabah, jumlah pemakaian pupuk dn lag produktivitas Perbedaan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi Jawa dan Luar jawa. Variabel harga dasar responsif terhadap perubahan luas areal panen di Jawa, sedangkan variabel harga gabah, harga pupuk dan curah hujan lebih responsif produksi gabah di Luar Jawa. Harga gabah berhubungan positif terhadap produktifitas lahan di Luar Jawa. Informasi di atas menunjukkan bahwa yang mempengaruhi perilaku produksi padi di Luar Jawa adalah harga padi, dimana petani merespon harga yang tinggi dengan meningkatkan produksi padi dengan cara meningkatkan luas areal tanam (ekstentisifasi). Curah lebih responsif terhadap perubahan luas areal lahan di Luar Jawa dibandingkan luas areal panen di Jawa, karena di Luar Jawa hanya memiliki 15 persen beririgasi teknis dan 25 persen beririgasi nonteknis (sederhana dan semiteknis). Jika dilihat untuk meningkat produktivitas diperlukan perluasan pengairan teknis di Jawa dan Luar Jawa. Koefisen determinan dari model harga gabah ditingkat petani 0.99 yang artinya persen keragaman harga gabah ditingkat petani dapat diterangkan oleh variabel variabel eksogen didalam model yakni harga dasar gabah, harga jagung, produksi padi, dan harga gabah ditingkat petani ditahun sebelumnya dapat diterangkan, sedangkan sisa dapat diterang oleh variabel lain tidak terdapat terang oleh model. Uji F diperoleh nilai F hitung sebesar yang lebih besar dari F tabel pada taraf nyata satu persen. Nilai ini menunjukan bahwa variabel variabel eksogen dalam model secara bersama sama berpengaruh nyata terhadap harga gabah. Berdasar uji t variabel eksogen yang berpengaruh positif terhadap peningkatan harga gabah, yaitu harga dasar gabah, harga beras eceran dan lag harga gabah tingkat petani tahun sebelumnya. sedangkan variabel produksi gabah nasional berpengaruh negatif dan tidak nyata terhadap harga gabah. Koefisen determinan dari model permintaaan beras Indonesia yang artinya persen permintaaan beras dapat diterangkan oleh variabel variabel eksogen didalam model yakni harga beras eceran, harga jagung, populasi jumlah penduduk, dan permintaaan tahun lalu dapat diterang oleh model, sedang tidak dapat diterangkan oleh model. Uji F hitungan berpengaruh nyata pada taraf 1 persen berarti. Hasil uji T variabel eksogen berpengaruh positif hanya variabel lag permintaan lalu, sedangkan variabel lain tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan permintaan. Koefisien determinasi (R 2 ) dari model permintaan impor beras sebesar , hal ini berarti keragaman permintaan impor beras dapat diterangkan oleh keragaman variabel variabel eksogen didalam model yakni variabel harga beras dunia, harga beras, tarif advoloren, nilai tukar rupiah, populasi penduduk Indonesia, dan permintaan impor pada tahun sebelumnya sedang sisanya dijelaskan oleh faktor faktor lain yang tidak terdapat pada dalam model. Mengunakan uji F diperoleh nilai F hitung pada taraf nyata satu persen. Nilai ini menunjukan bahwa variabel-variabel eksogen dalam model 3

4 secara bersama sama berpengaruh nyata terhadap permintaan impor beras. Hasil uji T hitung varibel eksogen berpengaruh nyata dan positif terhadap perubahan permintaan impor, yaitu harga beras dalam negeri, nilai tukar rupiah terhadap dollar amerika pada taraf, sedangkan lag permintan beras impor tahun lalu tidak berpengaruh. nyata. Variabel harga beras dunia, dan tarif impor berpengaruh nyata dan negatif terhadap permintaan beras impor pada taraf lima persen, sedangkan variabel produksi nasional berpengaruh nyata dan negatif pada taraf 15 persen.hasil perhitungan elastisitas menunjukan variabel yang mempunyai nilai elastisits yang lebih responsif adalah harga beras dalam negeri, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar amerika, dan produksi beras nasional. Untuk melihat dampak kebijakan beras terhadap pemintaan dan penawaran digunakan simulasi historis periode dampak kebijakan harga dasar gabah dampak positif terhadap produksi gabah indonesia sebagai pertimbangan dalam penetapan kebijakan harga dasar perlu memperhatikan perubahan harga pupuk, dan harga beras. Simulasi harga pupuk berpengaruh negatif terhadap produksi gabah, yang terkait penurun. luas areal panen dan produktivitas di Jawa dan Luar jawa. Penurunan produksi berpengaruh terhadap penurunan harga gabah ditingkat, karean penurun produksi gabah yang tidak begitu besar kenaikan harga pupuk tidak pengaruh terhadap konsumsi dan impor beras Simulasi harga HPU (harga pupuk urea) dan HGD (harga dasar gabah menunjukan terjadi peningkatan harga gabah, produktifitas lahan, dan produktivitas, tetapi simulasi menyebabkan luas areal panen menjadi turun di Jawa dan Luar Jawa. Simulasi HPU dan HGD tidak berpengaruh terhadap impor dan konsumsi beras nasional. Simulasi harga beras berpengaruh positif terhadap kenaikan harga gabah, kenaikan produksi melalui peningkatan luas areal panen dan produktivitas pada kedua daerah tersebut (Jawa dan Luas Jawa). Tetapi disisi lain, kenaikan harga beras berefek negatif terhadap penurunan konsumsi dan kenaikan impor beras. Kenaikan tarif tidak berpengaruh terhadap peningkatan produksi gabah nasional, tetapi berpengaruh penurunan impor hal ini terjadi karena bentuk pasar beras dalam negeri asimetrik. 4

5 DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN TARIF TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA Oleh : VICTORIO INSYAUDDIN A Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

6 Judul Skripsi Nama NRP : Dampak Kebijakan Harga Dasar Gabah dan Tarif Terhadap Penawaran dan Permintaan Beras di Indonesia : Victorio Insyauddin : A Disetujui : Dosen Pembimbing Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. NIP Mengetahui : Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy sopandie.m.agr NIP Tanggal Lulus : 6

7 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN TARIF TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, Juli 2009 Victorio Insyauddin A

8 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Victorio Insyauddin. Penulis dilahirkan pada 20 mei 1982 di Nagari Kinari Kabupaten Solok, sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Ir. Muhammad Fikri Insyauddin dan Hj. Firda Spd. Pada tahun 1996 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 01 Kinari. Pada tahun 1998, penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTP 1 Bukit Sundi dan pada tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMUN 1 Bukit Sundi. Selama menempuh pendidikan di sekolah menengah atas penulis aktif di beberapa organisasi, seperti Organisasi Intra Sekolah (OSIS) sebagai Kepala Seksi Olahraga dan seni. Penulis diterima di institute pertanian bogor (IPB) melalui undangan seleksi masuk IPB (USMI) pada tahun Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian bogor pada fakultas pertanian, program studi ekonomi pertanian dan sumberdaya (EPS). 8

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala Rahmat dan Karunia-Nya sehingga draft usulan penelitian ini dapat diselesaikan. Judul yang dipilih penulis dalam usulan penelitian ini, adalah Dampak Kebijakan Harga Dasar Gabah dan Tarif Impor Terhadap Permintaan dan Penawaran Beras Di Indonesia. Penulis ucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec selaku dosen pembimbing, serta seluruh dosen pengajar Departemen Sosial ekonomi Pertanian, atas panduan ilmu dan saran-sarannya. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada orang tua, keluarga serta teman-teman EPS dan ESL atas doa dan dukungan yang diberikan pada penulis. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk membantu dalam penyelesaian penelitian ini. Bogor, Oktober 2008 penulis 9

10 UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahirobbil`alamin. Segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas rahmat, kurnia, dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada 1. Kedua orang tua penulis tercinta, Ayahanda Muhammad Fikri Insyauddin dan Ibunda Firda; saudara-saudara penulis, Ryan, Yuli, dan Reza atas semangat, doa, dan kasih sayangnya. 2. Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec, selaku dosen pembimbing skripsi atas bantuan, masukan, dan bimbingannya kepada penulis. 3. Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec, selaku dosen penguji selaku dosen penguji utama atas masukan dan sarannya. 4. Bapak Adi Hadianto, Sp selaku dosen penguji wakil dari departemen atas masukan dan sarannya 5. Sahabat-sahabatku : Sefri, Firmansyah, Totok, Ezi, Yudi, Yudistira, Ifan, Willy, mas Afi dan Inoul., atas bantuan dan dukungannya 6. Teman-teman satu program study: Fitri, Evan, Zakya, Emil, dan rekan-rekan EPS 41 Seluruhnya. 7. Segenap dosen dan staf pada Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya atas segala bantuan dan ilmunya, semoga bermanfaat bagi kita semua dan mendapat balasan yang baik di sisi Allah SWT. Amin. 10

11 Daftar Isi Halaman Daftar Tabel... Vii Daftar Gambar... Ix Daftar Lampiran... X BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 8 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Beras Indonesia Kebijakan Perberasan di Indonesia Kebijakan Harga Kebijakan Subsidi Pupuk dan Kredit Usahatani Penelitian Terdahulu Penelitian Terdahulu Kebijakan Beras Penelitian terdahulu 2SLS BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Teoritis Penawaran Permintaan Produksi Kebijakan Harga Perdagangan Internasional Tarif Impor Kerangka Pemikiran Konseptual BAB VI METODELOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Model Ekonometrika Luas Areal Panen di Jawa Luas Areal Panen di Luar Jawa Produktivitas di Jawa Produktivitas di Luar Jawa Produksi Gabah dan Beras Harga Gabah di Tingkat Petani Permintaan Beras... 60

12 Impor Beras Penawaran Beras Identifikasi Model Uji Kesesuian Model Konsep Elastistas Validasi Model Simulasi Model Defesini Operasional BAB V PEMBAHASAN Keragaan Umum Hasil Pendugaan Model Ekonometrika Luas Areal Panen Padi di Jawa Luas Areal Panen di Luar Jawa Produktifitas Padi di Jawa Produktifitas Padi di Luar Jawa Harga Gabah di Tingkat Petani Permintaan Beras Impor Beras BAB IV ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN Validasi Model Simulasi Awal Hasil Simulasi Peningkatan Harga Dasar Gabah Hasil Simulasi Peningkatan Harga Pupuk Urea Hasil Simulasi Peningkatan Harga Dasar Gabah dan Harga Pupuk Urea Hasil Simulasi Peningkatan Harga Beras Eceran Hasil Simulasi Kenaikan Tarif Impor Bab IIV Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan Saran Daftar Pustaka Lampiran

13 Daftar Tabel No Teks Halaman 1. Luas Lahan, Produktifitas Dan Produksi di Jawa Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Indonesia Pengujian Order Condation Hasil Pendugaan Parameter Luas areal Panen di Jawa Hasil Pendugaan Parameter Luas areal Panen di Luar Jawa Hasil Pendugaan Parameter Produktivitas di Jawa Luas Sawah Menurut Jenis Irigasi di Indonesia Hasil Pendugaan Parameter Produktivitas di Luar Jawa Hasil Pendugaan Parameter Harga Gabah Tingkat Petani Hasil Pendugaan Parameter Permintaan Beras Hasil Pendugaan Parameter Impor Hasil Pengujiaan Validasi Simulasi Dasar Simulasi Peningkatan Harga Gabah Dasar Sebesar 25 Persen Simulasi Peningkatan Harga Pupuk Simulasi Kenaikan Harga Dasar Gabah dan Pupuk Urea Simulasi Peningkatan Harga Beras di Indonesia Simulasi Kenaikan Tarif Impor

14 Daftar Gambar No Teks Halaman 1. Perkembangan Tingkat Swasembada Dan Ketergantungan Impor Penetapan Harga Minimum Penerapan Harga Maksimum Kurva Perdagangan Internasional Kurva Tarif Impor Kerangka Operasional Penelitiaan Kurva pembentukan Harga Dasar Gabah dan Harga Dasar Pembeliaan Pemerintah Grafik Selisih Harga Beras Domestik dan Internasional

15 Daftar Lampiran No Halaman 1. Data dan Variabel Penelitian Hasil Estimasi parameter luas areal panen di jawa Hasil Estimasi parameter Produktivitas di Jawa Hasil Estimasi parameter luas areal panen di Luar jawa Hasil Estimasi parameter produktivitas di Luar jawa Hasil Estimasi parameter Harga gabah Hasil Estimasi parameter Permintaan beras Hasil Estimasi parameter Impor Hasil Uji Autokorelasi, Heteroskedastisitas, dan Normal Validasi Model Simulasi Dasar Hasil Simulasi Kenaikan Harga Dasar dan Pupuk Hasil Simulasi Kenaikan Harga Dasar, Pupuk dan beras Hasil Simulasi Kenaikan Tarif Impor 25 Persen

16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Beras merupakan makanan pokok utama penduduk Indonesia mempunyai peran besar dalam mewujudkan stabilitas nasional, oleh karena itu beras dipandang sebagai komuditas politik. Pemerintah berkepentingan dengan komoditas beras sebagai komoditas upah (wage goods) sekaligus komoditas politik. Pemerintah berkepentingan mengendalikan harga komuditas ini karena berhubungan dengan infalsi dan kestabilan ekonomi makro. Beras juga dipandang sebagai komoditas politik, apabila terjadi gejolak harga dan ketersediaan di pasar, maka akan terjadi keresahan sosial. hal ini terkait merupakan makanan pokok utama dengan tingkat partisipasi konsumsi beras mencapai 95 peresen. Jika dikait dengan tingkat pengeluaran untuk bahan makan di Indonesia mencapai dari pendapatan lonjakan harga pangan berakibat turun dayabeli dan tidak terpenuhi kebutuhan dasar masyarakat.. Pengalaman tahun 1966 dan 1998 menunjukan lonjakan harga pangan menimbulkan goncangan politik dan keamanan. oleh karena itu pemerintah berupaya menjamin keterrsediaan dan kestabilan harga padi/beras untuk memantapkan ketahanan pangan, ekonomi, dan politik. Salah satu upaya pemerintah dalam memantapkan ketahanan pangan adalah swasembada beras. Dengan berbagai program intensifikasi, antara lain Bimas, Inmas, dan Insus, maka produksi semakin meningkat dan tercapai 16

17 swasembada beras tahun Selain program intersifikasi pertanian, pemerintah membuat kebijakan insentif berupa pupuk subsidi dan kredit pertanian. Era Orde Baru pemerintah mengeluarkan kebijakaan harga dasar gabah. Kebijakan ini berhasil, karena didukung oleh kebijakan lain melalui program intensifikasi pertanian, monopoli bulog pada perdagangan beras impor dan pendistribusiannya. Kebijakan harga dan monopoli beras oleh Bulog telah berperan penting dalam menunjang keberhasilan indonesia dalam memacu laju produksi beras, kesedian dan stabilisasi harga beras. Pada masa itu, Bulog menunjang stabilitas harga gabah/beras dengan sistim manajemen stok (buffer stock management) nasional oleh Bulog di tingkat pusat dan Dolog di tingkat daerah.bulog berperan sebagai lembaga pemegang monopoli impor beras, serta menjamin ketersediaan dan produksi beras nasional melalui pengaturan waktu dan jumlah impor. Menurut Mulyana (1998) efektifan kebijakan harga dasar gabah, dan kestabilan harga di tingkat konsumen dapat dipertahankan dengan sistem pengadaan dan pelepasan stok beras, operasi pasar yang merupakan bagian fungsi Bulog sebagai lembaga mengelola stok beras nasional. Kondisi perekonomian Indonesia yang dilanda oleh krisis ekonomi menyebabkan rendahnya daya beli masyarakat. Tahun 1998 pemerintah terlibat perjanjian dengan IMF, perjanjian ini pemerintah diharuskan mereformasi kebijakan disektor pertaniaan secara substansial, mencakup (1) liberasisasi pasar beras, (2) penghapusan monopoli Buloq dalam distribusi Impor beras dan (3) penghapusan subsidi pupuk serta pembebasan tata niaga pupuk. Akibat perjanjian tersebut harga gabah yang diterima petani tidak mampu menutupi biaya usahatani 17

18 Perubahan lingkungan ekonomi global dan liberalisasai perdagangan beras berdampak pada kebijakan harga dasar gabah yang tidak efektif dalam menjamin ketersediaan pangan dan kestabilan harga gabah/beras. Kondisi ini diperparah selama tahun 1999 impor beras tidak dibatasi dengan tarif nol persen. Dengan demikiaan pemerintah dituntut untuk menetapkan kebijakan harga dan insetif pertaniaan lainya sehingga mampu menjamin stabilitas harga dan produksi padi nasional. Perubahan lingkungan ekonomi global dan tidak memadainya instrumen pendukung, maka HDG yang ditetapakan pemerintah tidak efektif. ketidakefektifan menyebabkan harga gabah yang diterima petani relatif rendah, hal ini dikhawatirkan dapat menurunkan insentif petani untuk menggunakan teknologi produksi, khususnya benih bermutu dan pupuk secara optimal. Apabila hal ini tidak segera diatasi, maka dikhawatirkanakan berdampak pada: (a) stagnasi atau bahkan penurunan produktivitas, (b) penurunan luas tanam/panen padi karena petani beralih ke komoditas lain yang lebih menguntungkan, dan (c) alih fungsi lahan sawah, baik karena dijual atau digunakan untuk peruntukan lain yang non pertanian, karena menanam padi tidak menguntungkan lagi. Jika tersebut terjadi maka akan dapat mengancam kemandirian pangan beras nasional. pemerintah dituntut untuk menerapkan kebijakan harga dan insentif pertanian lainnya sehingga mampu menjamin stabilitas harga dan produksi padi nasional Terkait dengan produksi beras nasional pulau Jawa merupakan penghasil utama beras yaitu menyumbang 56 persen dari produksi beras nasional, Sumatera (23 persen), Sulawesi (10 persen) dan Kalimatan (7 persen). khusus pulau Jawa hambatan terbesar meningkatnya angka konversi lahan, menurut 18

19 Irawan di Jawa ribu hektar pertahun luas areal sawah dikonversi mengakibatkan pulau Jawa kehilangan potensi produksi gabah sebesar 2,41 juta ton.konversi lahan di pulau Jawa berdampak pada penurunan kapasitas produksi padi nasional, mengingat pulau Jawa merupakan penyangga utama produksi beras nasional dan tingkat produktivitas lahan di Jawa lebih tinggi di bandingkan Luar Jawa Perumusan Masala Untuk mendukung ketahanan pangan nasional, maka upaya peningkatan padi harus ditempuh. Peningkatan produksi padi dan produktivitas lahan sawah mutlak diperlukan guna mencapai kemandirian pangan nasional. Sedangkan di Pulau Jawa diperlukan kebijakan untuk mempertahan luas areal sawah, serta peningkatan produksi gabah sebab pulau jawa merupakan penyangga utama produksi padi nasional. Peningkatan produksi di Indonesia menghadapi beberapa kendala antara lain; Pertama konversi lahan sawah khusus di Pulau Jawa yang terjadi secara besar besaran mengubah lahan menjadi daerah perumahan, kawasan industri, dan lahan non pertanian lainnya. Hasil penelitian Irawan (2004) mengungkapkan selama periode rata rata ribu hektar per tahun luas lahan sawah yang konversi menjadi lahan non pertanian, hal menyebabkan hilang potensi optimal produksi gabah sebesar 8,63 juta ton atau 31 persen dari total produksi gabah ditahun berdasarkan sensus pertanian tahun 2003 luas konversi lahan pada periode konversi lahan secara nasional sebesar 187,72 ribu hektar pertahun atau 2.42 persen luas sawah yang tersedia. Jika diperbandingkan antara Jawa dan Luar Jawa, rata rata luas konversi lahan di 19

20 Luar Jawa sebesar 132,01 ribu hektar atau 1.68 luas lahan tersedia sedangkan, Jawa mengalami konversi lahan ribu hektar atau 2.89 persen dari luas lahan tersedia. Konversi lahan mengakibatkan beberapa hal, yaitu; 1) konversi lahan yang yang besar akan mengurangi produksi pangan sehingga kemandirian pangan tidak terwujud, dan 2) konversi lahan sawah pada daerah beririgasi teknis yang produktivitas lahan tinggi Penyusutan lahan persawahan di Jawa disebabkan oleh desakan pertambahan penduduk, perkembangan sektor industri, konversi lahan produktif menjadi real estate, daerah wisata dan peruntukan lainnya yang saling tumpang tindih. Jika konversi lahan dengan laju yang begitu cepat sampai tahun 2020, maka potensi kehilangan gabah di Jawa sekitar 82 juta ton per tahun, setara dengan pemenuhan kebutuhan beras bagi seratus juta penduduk pulau Jawa tahun 2020, sementara hingga saat ini 63 persen suplai beras nasional masih bersumber dari pulau Jawa (Irawan, 1998). Lahan sawah di Pulau Jawa sendiri tampaknya akan terus bergeser menjadi lahan untuk industri dan jasa sehingga dalam era selanjutnya kawasan luar Jawa diharapkan akan menjadi tumpuan harapan untuk berperan besar. Untuk mengetahui apakah memang kawasan luar Jawa mampu menjadi subtitusi penting sebagai pensuplai beras nasional dikaitkan dengan kondisi permintaan (konsumsi) beras dan sejumlah kebijakan perberasan di Indonesia, maka sangat diperlukan informasi tentang perilaku penawaran dan permintaan beras Jawa dan Luar Jawa. Pada tahun 1999, Indonesia melaksanakan kebijakan liberalisasi perdagangan dan distribusi beras impor, serta menghapus monopoli BULOG. sejak diberlakukan kebijakan tersebut, penetapan harga dasar gabah tidak efektif 20

21 lagi. tingkat HDG yang ditetapkan tidak berdasarkan pada rasionalitas ekonomi dan tidak mempertimbangkan kondisi pasar internasional. Pada tahun 1999 pemerintah menetap nol persen tarif impor, masuknya impor beras pada masa tersebut menyebabkan harga beras dalam negeri turun dari Rp 2370/kg menjadi 1950/kg sehingga menyebabakan turunnya harga rata gabah di tingkat petani.. liberalilasi perdagangan beras berimbas banyak masuk beras impor menyebabkan penurunan harga beras dalam negeri, untuk melindungi petani dari penurunan harga gabah/beras pemerintah diharapkan membuat kebijakan proteksi dan kebijakan pertanian lain guna meningkatkan produksi gabah nasional. Kendala ketiga, anomali berdampak terhadap produksi produksi padi. Anomali iklim berupa El Nino dan La Nina, memberi dampak yang sangat nyata terhadap penurunan curah hujan tahun, lam periode dan curah hujan musim kemarau, serta pergesaran musim di Jawa dan luar jawa sebagai sentra produksi padi. Pada saat kemarau panjang pada tahun 1998, menyebabkan jumlah impor meningkat, dan ditahun 2001 terjadi musim hujan yang panjang, menyebabkan pemintaan impor menurun (BPS, 2003) hal ini membuktikan anomali iklim berpengaruh terhadap produksi padi di Indonesia Keempat, peningkatan biaya produksi produksi mendorong petani secara perlahan meninggalkan pertanian sebab hasil yang didapat tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Hal tersebut disebabkan tingginya harga pupuk sebagai akibat dari kelangkaan pupuk saat musim tanam. Menurut Kariyasa (2007) tinggi harga pupuk disebabkan; (1) Harga pupuk KCl dan ZA yang berfluktuasi mengikuti harga di pasar internasional dan pergerakan nilai tukar rupiah, 2) perbedaan harga pupuk subsidi dengan nonsubsidi mendorong terjadi 21

22 penyelewengan pupuk tidak prosedurnya dan 3) pola distribusi pupuk yang belum optimal sehingga tidak tetap sasaran, waktu dan jumlah. Disisi lain beban hidup petani semakin berat seiring kenaikan biaya produksi,hal ini mendorong petani secara perlahan meninggalkan pertanian sebab tidak menjanjikan sebagai sumber pendapatan utama. Ini dapat dilihat pada 4 ciri utama usahatani padi di Jawa (Suryana et al 2001) antara lain: (1) rata- rata penguasaan lahan usaha tani berskla kecil tau 0.30 ha; (2) 70 persen petani padi berada digaris kemiskinan khusus buruh tani dan petani berskala kecil; (3) sekitar 60 persen petani padi merupakan net consurmer beras; dan (4) rata rata pendapatan rumah tangga petani dari usahatani sekitar 30 persen dari total pendapatan. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan permasalahan dari penelitian adalah: 1. Faktor faktor apa saja yang mempengaruhi produksi gabah di Jawa dan Luar Jawa? 2. Faktor faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan beras di Indonesia? 3. Menganalisa pengaruh kebijakan harga dasar dan tarif terhadap produksi beras indonesia, konsumsi, dan impor beras? 1.3.Tujuan Penelitian 1. Mengestimasi faktor faktor yang mempengaruhi produksi gabah di Jawa dan Luar jawa 2. Mengestimasi faktor faktor yang mempengaruhi permintaan beras di indonesia 3. Mengestimasi pengaruh kebijakan harga dasar dan tarif terhadap produksi, konsumsi, dan impor 22

23 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi kepada stakeholder tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penawaran dan permintaan beras Indonesia. Informasi tersebut dapat digunakan oleh stakeholder untuk: 1. Membuat kebijakan pertanian dan perdagangan beras dalam rangka meningkatkan produksi dan pencapai swasembada beras 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan informasi, terutama bagi pembuat kebijakan (policy maker), perencanaan dan pelaksana pembangunan dalam menentukan arah pelaksanaan kegiatan pembangunan sektor pertanian di indonesia. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya serta dapat memperkaya pustaka yang berkaitan dengan kajian terhadap pembangunan pertanian khusus tanaman pangan utama Ruang Lingkup Penelitian Analisis penelitian ini dibatasi pada wilayah Indonesia yang dibagi dua menjadi jawa dan luar jawa. tujuan pembagian ini untuk memperbandingkan pengaruh daerah tersebut terhadap kebijakan pertanian. Selain itu, menilai dampak kebijakan pertanian perubahan harga gabah, konsumsi dan impor. 23

24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Perkembangan Beras Indonesia Berdasarkan data Susenas terlihat bahwa sebagian besar penduduk Indonesia lebih banyak menggunakan pengeluarannya untuk makanan. Pada tahun 2002, lebih dari 82 persen penduduk Indonesia menggunakan lebih dari enam puluh persen pengeluarannya untuk makanan. Untuk penduduk miskin, persentase pengeluaran rumah tangga yang digunakan untuk makanan jauh lebih besar. Untuk kelompok penduduk miskin, maka tidak kurang dari persen dari total pengeluaran digunakan untuk makanan (Amang et al. 1999). Elastisitas pengeluaran makanan yang positif mengakibatkan adanya kenaikan pendapatan/pengeluaran perkapita akan meningkatkan pengeluaran atau permintaan untuk makanan lebih cepat dari pada pertumbuhan penduduk. Dengan demikian, semakin tinggi elastisitas pendapatan, maka kenaikan konsumsi atau permintaan bahan makanan akan semakin lebih besar daripada kenaikan penduduk. Kenyataan bahwa bagian terbesar dari penduduk Indonesia menggunakan sebagian besar pengeluarannya untuk makanan maka kebijakan harga makanan khusus harga pangan utama dijaga kestabilan harga. Kenaikan harga pangan akan berdampak pada pola pengeluaran sebagian besar penduduk Indonesia, hal ini dapat dilihat kenaikan harga beras diperkotaan perubahan pola konsumsi setelah kenaikan harga beras terlihat nyata pada rumah tangga berpenghasilan rendah, perubahan itu berbentuk penurunan kualitas beras. Hal ini membuktikan perubahan jenis beras sangat dipengaruhi oleh pendapatan rumah tangga, 24

25 sedangkan rumah tangga pendapatan tinggi peluang untuk mengubah jenis beras yang dikonsumsi cenderung kecil. Membandingkan kebijakan harga makanan di Indonesia dengan kebijakan di negara-negara yang pendapatan per kapitanya lebih tinggi, pangsa pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi makanan lebih rendah dari negara berpenghasilan rendah. Kenaikan harga bahan makanan di negara yang memiliki pendapatan perkapita yang relatif tidak akan berdampak besar terhadap anggaran sebagian besar rumah tangga. Komposisi permintaan beras, Permintaan terhadap beras meliputi konsumsi di dalam rumah; di luar rumah antara lain di rumah makan, hotel; konsumsi makanan hasil industri pengolahan; dan kebutuhan beras untuk cadangan rumah tangga, disamping itu produk padi juga dipergunakan untuk benih dan campuran pakan. Secara umum terdapat kecenderungan penurunan konsumsi beras per kapita di dalam rumah, yang diiringi peningkatan konsumsi diluar rumah dan konsumsi produk-produk industri pangan. Komposisi penggunaan beras pada tahun 2009 yaitu: 79,6 persen (di dalam rumah); 10,8 persen (di luar rumah); dan 9,6 persen (makanan hasil industri). Data konsumsi beras di dalam rumah diperoleh dari Susenas, selanjutnya kebutuhan beras untuk bahan baku industri pengolahan diperoleh dari rasio angka transaksi antara konsumsi industri dan konsumsi di dalam rumah. Dilihat dari segi produksi beras, daerah penghasil padi terbesar di pulau Jawa sebesar 56 persen dari produksi gabah nasional berada, selebihnya tersebar 22 persen terdapat di Sumatera, 10 pesen di Sulawesi, 5 persen di Kalimantan, dan 7 persen di Pulau pulau lain (BPS 2008). Dengan pola sebaran produksi seperti 25

26 itu maka Pulau Jawa tetap berperan sebagai penyangga utama produksi beras nasional. Tabel 1 Luas panen padi di Pulau Jawa selama menunjukan kecenderungan yang menurun. Data BPS (2008) 2000 bahwa luasan areal panen di Jawa telah turun dari ribu ha pada tahun menjadi ribu pada tahun Periode tahun laju produksi padi pertahun sebesar 1.24 pertahun, penurunan laju disebabkan laju areal panen sebesar 0.15 pertahun sebagai akibat peningkatan konversi lahan pertania di jawa. berdasarkan tabel 1 di Jawa pada tahun laju produksi berada titik terendah dikarena laju luas areal panen turun sebesar 1.63 persen, sedangkan produktivitas naik sebesar kenaikan laju produksi terjadi pada tahun 2001, sumbangan terbesar laju produktivitas lahan sebesar sebesar 2.10 persen. Tabel 1. Luas Areal Panen, Produktivitas dan Produksi Padi di Pulau Jawa Tahun Tahun Arel Panen Laju Produksi Laju Produktivitas Laju (000 Ha) (%) (000 Ton) (%) (Ton/Ha) (%) sumber

27 Menurut Surono(2001) Hambatan produksi terkait dengan luas areal panen di Jawa disebabkan: (1) Laju pertambahan penduduk meningkatkan permintaan akan lahan perumahan dan infrasktural lain yang menyebakan konversi lahan pertanian ke lahan non pertanian; (2) Kenaikan harga input yang meningkat yang menyebabkan penurun produktivitas; dan (3) Faktor iklim misal efek el nino dan el nina yang menyebabkan kekeringan, dan banjir, untuk mengatasi hal tersebut diperlukan investasi untuk memperluas lahan beririgasi. Produksi pada periode tahun mengalami laju peningkatan jumlah produksi meningkat dari tahun ke tahun, kecuali 2002 dan Penurunan produksi ini diakibatkan penurunan luas areal panen. Penurunan areal panen pada tahun 2005 disebabkan oleh beberapa hal, diantara kekeringan pada akhir tahun 2004 yang mengakibatkan pergeseran musim sehingga luas areal panen januari-april turun (Femina, 2006). selain itu, penurunan areal ini akibat meningkat areal puso pada bulam januari-agustus tahun Produktivitas lahan di Jawa megalami peningkatan, pada periode setiap tahun laju produktivitas naik sebesar 1.38 persen. Permasalahan yang lain yaitu, sempit skala usaha yang dikelola oleh petani, setidaknya 4 ciri utama usahatani di Jawa terkait dengan sempit lahan khusus dipulau jawa: (1) Rata-rata pengusahan lahan di usahatani padi sekitar 0, 3 hektar; (2) 70 persen (khususnya buruh tani dan petani kecil) termasuk golongan miskin dan berpendapatan rendah; (3) Sekitar 60 persen petani petani padi adalah net consumer; dan (4) rata-rata pendapatan keluarga petani 30 persen berasal dari usaha tani. Menunjang kemandirian pangan diperlukan upaya peningkatan produksi gabah di Luar jawa dan mempertahankan produktivitas di Jawa. 27

28 Perkembangan produksi gabah di Indonesia dapat dilihat pada tabel 2. Produksi padi di dalam periode , produksi padi Indonesia menunjukan peningkatan dengan laju 2.55 persen pertahun, disebabkan peningkatan produktivitas yang sampai mencapai 3.54 persen pertahun merupakan periode prarevolusi hijau di Indonesia. Setelah itu pada periode meningkat dengan laju produksi meningkat 4.23 persen pertahun dan 6.54 persen pertahun pada periode Laju peningkatan produksi ini sebagian besar merupakan kontribusi kenaikan laju produktivitas berupa terobosan teknologi dan revolusi hijau, hal ditandai dimulai program inmas/bimas dan program insentif lain indonesia meningkat dengan laju yang semakin besar hingga mencapai swasembada beras pada Periode produksi beras masih meningkat sebesar 3.49 persen pertahun. Pertumbuhan produksi padi pada era revolusi hijau yang dimulai pada mampu mengalami pertumbuhan yang begitu cepat, hal ini terjadi karena didukung oleh beberapa faktor (Mulyana et all, 2006) yaitu (1) terobosan teknologi baru khususnya teknologi bibit unggul yang dapat meningkatkan luas areal intensitas panen, serta peningkatan responsif tanaman padi terhadap pengunaan pupuk kimia sehingga produktivitas padi meningkat; (2) pembangunan jaringan irigasi teknis berbasis bendungan, sehingga meningkatkan potensi intensifikasi dan ekstensifikasi lahan; (3) dukungan kebijakan pertanian (berupa kebijakan harga, insentif produksi dan kebijakan pendukung lain) komprehensif dan terpadu sehingga laju pertumbuhan produksi gabah meningkat; (4) sistem administrasi yang sentralistik memudahkan pengawasan kebijakan diterapkan; dan (5) dukungan politik yang kuat untuk pencapai kemandirian pangan. 28

29 Namun dalam periode berikut yaitu tahun laju produksi gabah nasional turun 3.99 menjadi 1.29 pertahun. Penyebab penurunan ini sebagai akibat dari penurunan luas areal panen dan produktivitas lahan. Penurunan luas areal panen di Jawa disebabkan penurunan luas baku sawah akibat konversi lahan pertanian dimulai sejak pertengahan dekade tahun 1980-an, pada tersebut perkembangan industri meningkat di Jawa. Luas baku sawah di Luar jawa mengalami penurunan pertumbuhan sejak awal tahun 1990, pada periode ini indostri di Luar Jawa mulai berkembang. Sedangkan penurunan produktivitas lahan akibat terjadinya kejenuhan teknologi dan belum ada teknologi baru untuk meningkatkan laju produktivitas. hal terlihat pada pemakaian pupuk tidak lagi responsif terhadap produktivitas lahan sebagai akibat pemakai pupuk tak berimbang dan belum ada variates bibit unggul guna meningkat produktivitas. Selama masa dan pasca krisis ekonomi ( ) di Indonesia laju pertumbuhan produksi beras mengalami sebesar 0,68 persen pertahun dan laju produktivitas turun 0.22 persen. penurunan ini sebagai akibat dari leberalisasi perdagan beras, penghapusan monopoli BULOG terhadap monopoli dan pendistribusi beras impor, serta penghapusan subsidi pupuk. Berikut ini merupakan perkembangan luas areal panen, produktivitas dan produksi padi Indonesia dari periode prarevolusi hijau sampai leberalisasi perdagangan beras dapat dilihat pada Tabel 2. 29

30 Tabel 2. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Indonesia tahun Produksi Laju Arel Laju Produktivita Laju (ton) (%) panen (ha) (%) s (ton/ha) (%) ,21 2, , ,12 3,66 4, , ,54 4,06 1, ,28 4, , , Sumber : BPS diolah (2008) Periode tahun terjadi peningkatan produksi sebesar persen dan luas areal panen meningkat sebesar 0.98 persen serta produktivitas meningkat sebesar 1.58 persen. Peningkatan ini terjadi pemerintah mulai serius meperbaiki kebijakan pertanian khusus tanama pangan, hal terbukti pemerintah mengeluarkan kebijakan harga dasar yang baru, peningkatan kredit usahatani, pemberlakuan kembali subsidi pupuk, dan kebijakan pendukung lainya. 30

31 Kemampuan Swasembada Beras Nasional Menunjukan Korelasi Negatif Terhadap Tingkat Ketergantungan Impor Hal Ini Dapat Dilihat Pada Gambar persen(%) tahun tingkat swasembada tingkat ketergantungan Gambar 1. Perkembangan Swasembada dan Tingkat Ketergantungan Impor Hal tersebut juga dapat dilihat peningkatan tingkat swasembada dan penurunan tingkat kertergantungan impor (Gambar 1) pada periode 1998 tingkat swasembada sebesar 80 persen, kemudian pada tahun berikut tingkat swasembada meningkat sebesar 99 persen dan puncak indonesia mampu berswasembada pangan pada tahun 2007/2008. Untuk meningkatkan kemampuan produksi beras nasional, beberapa upaya dapat dilakukan seperti pemeliharaan kapasitas sumber daya lahan dan perairan, perluasan lahan baku untuk produksi, peningkatan intensitas tanam, peningkatan produktivitas tanaman serta penekanan kehilangan hasil. Upaya untuk meningkatkan produksi beras Nasional dengan cara membuka lahan pertanian baru pada lokasi-lokasi yang memungkinkan dengan tetap memperhatikan rencana tata ruang wilayah dan kaidah-kaidah kelestarian lingkungan; yang difasilitasi oleh Pemda.Upaya untuk memacu peningkatan 31

32 produktivitas usaha pangan mencakup: penciptaan varietas unggul baru, dan teknologi berproduksi yang lebih efisien, teknologi pasca panen untuk menekan kehilangan hasil, dan teknologi yang menunjang peningkatan intensitas tanam. Pada masa orde baru upaya menyediakan insentif untuk meningkatkan produksi pangan khusus beras sangat intensif dilaksanakan Kebijakan Perberasan di Indonesia. Kebijakan beras dindonesia berupa kebijakan harga dasar gabah, kredit usahatani, dan kebijakan subsisi pupuk Kebijakan Harga Kebijakan harga didukung dengan kebijakan monopoli Buloq terhadap beras guna menjamin kesediaan pangan stabilisasi harga beras yang menjamin kestabilan harga gabah. Penerapan harga dasar mulai diterapkan pada tahun 1969 dan merupakan kebijakan yang masing dipertahankan hingga kini. Formula yang dipakai untuk dijadikan dasar kebijakan berubah, pada mula mengaju pada perbandingan harga gabah kering giling dengan harga urea perkilo. Kemudian rumusan ini disempurnakan dengan harga gabah lumbung dengan harga pupuk dengan sistem C & F (cost and freitgh), nilai kurs serta ongkos dan konversi gabah keberas, namun masih tetap berstandarkan pada biaya produksi yang diwakili oleh harga pupuk urea. Pada tahun 1972 perhitungan harga gabah berdasarkan revenue cost rasio dengan cara menghitung perbandingan harga gabah terhadap biaya usahatani seperti harga pupuk, upah, bibit, pestisida dan lain-lain. Rasio tersebut ditetapkan diatas 2 hal tersebut sehingga harga dasar gabah yang ditetapkan akan mampu memberikan insentif kepada petani untuk berproduksi. Rumusan tersebut 32

33 disempurnakan dengan IBCR (incremental benefit cost ratio), peningkatan keuntungan dikaitkan dengan penambahan biaya usaha tani padi. Bila IBCR lebih besar dari nol maka petani akan memperoleh keuntungan dari usahatani padi, jika sebaliknya petani mendapatkan kerugian. Era liberaslisasi perdagangan beras tahun 1999 perintah mencabut beberapa kebijakan yang berpengaruh terhadap keefektifan kebijakan harga dasar gabah seperti; penghapusan monopoli BULOG terhadap distribusi beras impor dan penghapusan subsidi pupuk. Kebijakan tersebut berdampak terhadap rendah nilai tukar petani terhadap biaya produksi. Untuk membantu petani dibuatlah Paket Kebijakan Harga Dasar Gabah/Beras Pembelian Pemerintah(HDPP) yang berlaku saat ini ditetapkan melalui Inpres No.9, 31 Desember 2002, efektif berlaku pada 1 Januari Kebijakan Subsidi Pupuk dan Kredit Usahatani Kebijakan subsidi pupuk dan kredit usahatani dari tahun ke tahun dapat dilihat perkembangan melalui 4 periode waktu yaitu (1) tahun , (2) periode , (3) Periode , dan (4) periode 2003 hingga sekarang. Periode Pada masa ini semua kebutuhan pupuk masih diimpor. Untuk membantu petani, pemerintah memberikan kredit dan melakukan pengaturan distribusi pupuk (Program Padi Sentra), akan tetapi akibat besarnya tunggakan kredit petani, maka tahun 1963 Program Padi Sentra ditutup. Pendistribusian pupuk diganti dengan kebijakan berupa pemberian hak monopoli penyaluran pupuk dan impor pupuk pada PN Pertani dan PT Pusri berdasar Surat Mentan/ Ketua Bimas No. 380/1970 tanggal 7 Juli pola pendistribusian 33

34 pupuk diatur oleh pemerintah dalam upaya penyediaan pupuk yang memadai di tingkat petani. Penyaluran pupuk secara konsinyasi dari Produsen ke Petani melalui perantara penyalur/pengecer. Pada periode ini pengadaan dan penyaluran pupuk program Bimas dan Inmas berada di bawah satu tangan, walaupun selanjutnya dilakukan oleh banyak pelaku. Petani peserta Bimas mendapat keringanan berupa subsidi harga pupuk. Kebijakan ini sesungguhnya merupakan peluang bisnis bagi setiap badan usaha untuk terlibat dalam pendistribusian pupuk. Namun demikian, kelemahannya adalah tidak adanya batasan ketentuan stok, sehingga tidak ada jaminan ketersediaan setiap waktu. Kurangnya stok juga dipicu karena adanya pengembalian kredit yang macet dari petani, dan di sisi lain pemerintah tidak mempunyai cukup dana untuk mengimpor pupuk (Darwis dan Nurmanaf, 2004). Periode , pada awal periode ini sampai tahun 1993, seluruh pupuk untuk sektor pertanian disubsidi dan ditataniagakan dengan penanggungjawab pengadaan dan penyaluran pupuk pada satu tangan yaitu PT. Pusri. Perkembangan berikutnya, sejak tahun 1993/1994 hanya pupuk Urea untuk sektor pertanian yang disubsidi dan ditataniagakan. Pengadaan dan penyaluran pupuk Urea bersubsidi dibawah tanggung jawab untuk jenis lainnya tidak diatur, namun tidak ada jaminan kemantapan ketersediaan pupuk akibat adanya disparitas harga antara pasar pupuk urea bersubsidi dan non subsidi. Dalam tahun 1998, pupuk SP36, ZA dan KCl kembali disubsidi, walaupun hanya untuk beberapa waktu saja, dimana pada tanggal 1 Desember 1998 subsidi pupuk dan tataniaganya dicabut. 34

35 Periode Terhitung mulai tanggal 1 Desember 1998 sampai tanggal 13 Maret 2001 pupuk tidak disubsidi dan pupuk menjadi komoditi bebas, dimana berlaku mekanisme supply and demand. Kebijakan yang dilaksanakan pada dasarnya dimaksudkan untuk lebih meningkatkan efisiensi distribusi pupuk agar terjamin ketersediaannya. Liberalisasi sistem distribusi pupuk pada awalnya diharapkan posistif bagi ketersediaan dan harga pupuk di tingkat petani, hal ini disebabkan (Sudaryanto 2001) karena terjadinya persaingan yang sehat antar pelaku bisnis pupuk sehingga penetapan harga ditentukan oleh mekanisme pasar. Ketersediaan pupuk yang cukup di tingkat petani dan jarang terjadi kelangkaan, serta harga pupuk relatif stabil dikarenakan persaingan yang sehat antar penyalur/agen pupuk. Kebijakan liberalisasi distribusi pupuk namun kenyataannya dilapangan menghasilkan dampak negatif hal ini dapat dilihat pada kondisi pasar pupuk dalam negeri. Menurut Kariyasa (2007) efek negatif liberalisasi pupuk yaitu: (1) harga pupuk KCl dan ZA yang berfluktuasi mengikuti harga dipasar Internasional dan pergerakan nilai tukar rupiah yang diikuti turunnya penggunaan kedua jenis pupuk tersebut, hal mendorong petani mencari pupuk alternatif yang diragukan kualitas dan efektivitasnya. (2) Ada indikasi struktur pasar oligopolistik, dimana distributor dengan modal yang kuat akses ke Lini I dan II serta bebas menyalurkan pupuk ke luar wilayah kerjanya dan penyaluran pupuk ke sektor non pangan, hal ini menyebabakan kelangkaan secara nasional, khususnya pupuk Urea. Periode Sekarang. Pada periode pasar bebas, dimana tidak adanya subsidi untuk jenis pupuk apapun dan harga ditentukan oleh mekanisme pasar, yaitu berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran pasar ternyata juga tidak 35

36 menjamin tersedianya pupuk di tingkat petani sesuai dengan jumlah dan waktu yang dibutuhkan, dan harganya pun selalu di atas daya beli petani. Dampak kenaikan harga pupuk menyebabkan banyak petani yang tidak melakukan pemupukan secara berimbang. Pemerintah kembali menerapkan kebijakan subsidi pupuk untuk subsektor Tanaman Pangan, dan Perkebunan Rakyat serta sistem pendistribusiannya diatur berdasarkan SK Menperindang No.70/MPP/Kep/2003 yang ditetapkan tanggal 11 Februari 2003 yang efektif mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Sistem pendistribusian pupuk berdasarkan rayonisasi, dimana setiap produsen bertanggung jawab penuh untuk memenuhi permintaan di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya. Jika produsen tidak mampu memenuhi permintaan pupuk bersubsidi di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya dari hasil produksi sendiri, wajib melakukan kerjasama dengan produsen lainnya dalam bentuk kerja sama operasional (KSO). Selama ini program kredit usahatani, khususnya padi dan palawija, telah mengalami beberapa kali perubahan kebijakan. Setelah terjadinya tunggakan yang tinggi pada kredit Bimas/Inmas akibat puso pada tahun 1970-an dan awal an, pada tahun1985 pemerintah mengeluarkan program KUT yang menggunakan pendekatan kelompok. Seperti halnya kredit Bimas/Inmas, KUT pun mengalami kemacetan dengan total tunggakan sekitar 23 persen dari realisasi kredit Rp1,184 triliun yang disalurkan hingga musim tanam 1997/1998. Meskipun demikian, sejak tahun 1998 pemerintah mengubah KUT dengan sistem baru dan plafon ditingkatkan secara drastis, yaitu lebih dari 13 kali lipat menjadi Rp8,4 triliun. September 2000, tingkat tunggakan KUT mencapai Rp 6,169 triliun atau 73,69 36

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Beras merupakan makanan pokok utama penduduk Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI Prof. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Situasi Penawaran dan permintaan Beras di Indonesia. Kondisi penawaran dan permintaan beras di Indonesia dapat diidentifikasi

TINJAUAN PUSTAKA Situasi Penawaran dan permintaan Beras di Indonesia. Kondisi penawaran dan permintaan beras di Indonesia dapat diidentifikasi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Situasi Penawaran dan permintaan Beras di Indonesia Kondisi penawaran dan permintaan beras di Indonesia dapat diidentifikasi berdasarkan perkembangan komponen utamanya yaitu produksi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di sektor pertanian suatu daerah harus tercermin oleh kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak ketahanan pangan. Selain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pupuk merupakan salah satu faktor produksi yang penting bagi petani. Keberadaan pupuk secara tepat baik jumlah, jenis, mutu, harga, tempat, dan waktu akan menentukan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia beras mempunyai bobot yang paling

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan 6 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi I. Pendahuluan Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional, Pemerintah terus berupaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional sebagai sumber pendapatan, pembuka kesempatan kerja, pengentas kemiskinan dan peningkatan ketahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi terwujudnya ketahanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. politik. Oleh karena itu, ketersediaan beras yang aman menjadi sangat penting. untuk mencapai ketahanan pangan yang stabil.

BAB I PENDAHULUAN. politik. Oleh karena itu, ketersediaan beras yang aman menjadi sangat penting. untuk mencapai ketahanan pangan yang stabil. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Beras sebagai salah satu bahan pangan pokok memiliki nilai strategis dan mempunyai pengaruh yang besar dalam bidang ekonomi, lingkungan dan sosial politik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha)

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumber daya yang sangat mendukung untuk sektor usaha pertanian. Iklim tropis yang ada di Indonesia mendukung berkembangnya sektor pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar mengembangkan sektor pertanian. Sektor pertanian tetap menjadi tumpuan harapan tidak hanya dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian Februari 2011 ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI Pendahuluan 1. Situasi perberasan yang terjadi akhir-akhir ini (mulai Maret 2008) dicirikan dengan

Lebih terperinci

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN I. PENDAHULUAN 1. Salah satu target utama dalam Rencana Strategis

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.Kerangka Teoritis 3.1.1. Penawaran Penawaran individu adalah penawaran yang disediakan oleh individu produsen sedangkan penawaran agregat merupakan penjumlah dari penawaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil komoditas pertanian berupa padi. Komoditas padi dikonsumsi dalam bentuk beras menjadi nasi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang terus tumbuh berimplikasi pada meningkatnya jumlah kebutuhan bahan pangan. Semakin berkurangnya luas lahan pertanian dan produksi petani

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,

BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut UU pangan no 18 tahun 2012 pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah negara. Peran sektor pertanian sebagai penyedia bahan makanan utama merupakan peran strategis terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam membentuk Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah memberikan kontribusi

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Menurut Dillon (2009), pertanian adalah sektor yang dapat memulihkan dan mengatasi krisis ekonomi di Indonesia. Peran terbesar sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras bagi bangsa Indonesia dan negara-negara di Asia bukan hanya sekedar komoditas pangan atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen,

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen, IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas jagung dengan periodisasi tiga musim tanam jagung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting perananya dalam Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal tersebut bisa kita lihat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan sawah memiliki manfaat sebagai media budidaya yang menghasilkan bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki manfaat bersifat fungsional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan data Susenas terlihat bahwa sebagian besar penduduk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan data Susenas terlihat bahwa sebagian besar penduduk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Perkembangan Beras Indonesia Berdasarkan data Susenas terlihat bahwa sebagian besar penduduk Indonesia lebih banyak menggunakan pengeluarannya untuk makanan. Pada tahun 2002,

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) 74 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 74-81 Erizal Jamal et al. ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) Erizal Jamal, Hendiarto, dan Ening Ariningsih Pusat Analisis Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan penting pada perekonomian nasional. Untuk mengimbangi semakin pesatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peranan sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan

Lebih terperinci

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena berkah kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia sangat tinggi. Menurut Amang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia sangat tinggi. Menurut Amang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang jumlah penduduknya 255 juta pada tahun 2015, dengan demikian Indonesia sebagai salah satu pengkonsumsi beras yang cukup banyak dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN Oleh : Sumaryanto Muhammad H. Sawit Bambang Irawan Adi Setiyanto Jefferson Situmorang Muhammad Suryadi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi manfaat tidak saja digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga sebagai bahan baku industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH Oleh: Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian TUJUAN KEBIJAKAN DAN KETENTUAN HPP Harga jual gabah kering panen (GKP) petani pada saat panen raya sekitar bulan Maret-April

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. salah satu negara berkembang yang mayoritas. penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian.

PENDAHULUAN. salah satu negara berkembang yang mayoritas. penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mayoritas penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian. Hingga saat ini dan beberapa tahun mendatang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan dalam pembangunan Indonesia, namun tidak selamanya sektor pertanian akan mampu menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tidak bisa dipungkiri beras merupakan kebutuhan pokok paling penting dimasyarakat Indonesia. Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat

Lebih terperinci

DAMPAK PENGHAPUSAN TARIF IMPOR KEDELAI DI INDONESIA

DAMPAK PENGHAPUSAN TARIF IMPOR KEDELAI DI INDONESIA DAMPAK PENGHAPUSAN TARIF IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh: RONI A 14105600 PROGRAM SARJANA EKTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN RONI, Dampak Penghapusan

Lebih terperinci

DAMPAK PEMBANGUNAN JARINGAN IRIGASI TERHADAP PRODUKSI, PENDAPATAN, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

DAMPAK PEMBANGUNAN JARINGAN IRIGASI TERHADAP PRODUKSI, PENDAPATAN, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 2004 Dwi Haryono Makalah Falsafah Sains (PPs-702) Sekolah Pascasarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Nopember 2004 Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab) Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki peranan penting

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KACANG TANAH DI INDONESIA. Oleh : TIAS ARUM NARISWARI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KACANG TANAH DI INDONESIA. Oleh : TIAS ARUM NARISWARI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KACANG TANAH DI INDONESIA Oleh : TIAS ARUM NARISWARI H14053612 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG 7.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Analisis finansial dan ekonomi usahatani jagung memberikan gambaran umum dan sederhana mengenai tingkat kelayakan usahatani

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA 5.1. Hasil Estimasi Model Hasil estimasi model dalam penelitian ini ditunjukkan secara lengkap pada Lampiran 4 sampai Lampiran

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah 15 II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian mengenai beras di Indonesia telah banyak dilakukan. Namun demikian, berikut disarikan beberapa temuan hasil penelitian yang terkait dengan konversi lahan sawah, ketersediaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... i iv v vi vii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 5 1.3 Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BERAS DI JAWA TIMUR SKRIPSI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BERAS DI JAWA TIMUR SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BERAS DI JAWA TIMUR SKRIPSI Diajukan Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi Oleh : RADIX ADININGAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan beberapa alasan, pertama, sektor pertanian merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional, Pemerintah terus berupaya

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional, Pemerintah terus berupaya I. PENDAHULUAN Formatted: Indent: Left: 0,63 cm, Hanging: 0,62 cm, Tab stops: 1,25 cm, List tab + Not at 1,9 cm A. Latar Belakang dan Identifikasi Masalah 1. Latar Belakang Dalam rangka pencapaian ketahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam beragam bentuk, maksud, dan tujuan. Mulai dari keluarga, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. dalam beragam bentuk, maksud, dan tujuan. Mulai dari keluarga, komunitas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan hal yang penting bagi siapapun manusia dan dimanapun ia berada. Kebutuhan manusia akan pangan harus dapat terpenuhi agar keberlansungan hidup manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian, dimana pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Perberasan Indonesia Kebijakan mengenai perberasan di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 1969/1970. Kebijakan tersebut (tahun 1969/1970 s/d 1998) mencakup kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian PENDAHULUAN POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN Dr. Adang Agustian 1) Salah satu peran strategis sektor pertanian dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah memberikan amanat bahwa prioritas pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok di Indonesia. Beras bagi masyarakat Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik di negara ini. Gejolak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Proses alih fungsi lahan dapat dipandang sebagai suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi serta perubahan struktur sosial ekonomi

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG 5.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Jawa Timur dan Jawa Barat 5.1.1. Jawa Timur Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang

I. PENDAHULUAN. manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan hal yang sangat penting karena merupakan kebutuhan dasar manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang subsidi pupuk merupakan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 71/12/ Th. XVII, Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI DAN JAGUNG TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PER MUSIM TANAM UNTUK SATU HEKTAR LUAS PANEN

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK No. 66/12/32/Th.XVI, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PER MUSIM TANAM UNTUK SATU HEKTAR LUAS

Lebih terperinci

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi 1.1. Latar Belakang Upaya pemenuhan kebutuhan pangan di lingkup global, regional maupun nasional menghadapi tantangan yang semakin berat. Lembaga internasional seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas padi memiliki arti strategis yang mendapat prioritas dalam pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat Indonesia, baik di pedesaan maupun

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Musyawarah perencanaan pembangunan pertanian merumuskan bahwa kegiatan pembangunan pertanian periode 2005 2009 dilaksanakan melalui tiga program yaitu :

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 No. 70/12/72/Th. XVII, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PER MUSIM TANAM UNTUK SATU HEKTAR LUAS PANEN PADI SAWAH PADA TAHUN 2014 SEBESAR Rp

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah pangan merupakan salah satu masalah nasional yang sangat penting dari keseluruhan proses pembangunan dan ketahanan nasional suatu bangsa. Pangan menyangkut kesejahteraan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PUPUK BERSUBSIDI TERHADAP KINERJA INDUSTRI PUPUK DI INDONESIA

ANALISIS PENGARUH PUPUK BERSUBSIDI TERHADAP KINERJA INDUSTRI PUPUK DI INDONESIA i ANALISIS PENGARUH PUPUK BERSUBSIDI TERHADAP KINERJA INDUSTRI PUPUK DI INDONESIA OLEH DESI PUSPO RINI H14102080 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci