BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. negatif dan mengarahkannya kepada respon lain yang lebih baik dalam segi self

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. negatif dan mengarahkannya kepada respon lain yang lebih baik dalam segi self"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Self-Control Self-control membuat seseorang menahan suatu respon yang dianggap negatif dan mengarahkannya kepada respon lain yang lebih baik dalam segi self discipline, deliberate/nonimpulsive, healthy habits, work ethic, dan reliability (Tangney, Baumeister, & Boone, 2004). Self-control adalah kemampuan individu untuk berperilaku yang tenang dan tidak meledak-ledak, dapat memikirkan resiko dari perilakunya, berusaha mencari informasi sebelum megambil keputusan, tidak mengandalkan kekuatan fisik dalam menyelesaiakan masalah dan tidak bersikap egois atau mudah marah (Praptiani, 2013) Teori Kontrol Carver dan Scheier (1982) mengatakan bahwa teori kontrol merupakan sebuah pendekatan umum didalam memahami self-control. Teori kontrol digunakan untuk menganalisis perilaku individu, karena berfungsi sebagai pengambaran model dari self-control individu. Dasar dari teori kontrol adalah negative feedback loop. Fungsi dari negative feedback loop ialah menghilangkan, mengurangi dan mengetahui adanya penyimpangan nilai standar. Proses komponen yang ada di dalam sistem ini dapat kita lihat pada gambar

2 Komponen dalam Teori Kontrol Menurut Carver dan Scheier (1982) teori kontrol terbentuk dari beberapa komponen, yaitu: a) Input function yaitu sebuah persepsi yang dihasilkan dari pengindraan terhadap situasi atau kondisi pada saat ini b) Comparator yaitu mekanisme dimana hasil dari persepsi yang terjadi pada proses input function dibandingkan dengan titik acuan c) Reference value yaitu sebuah standar nilai d) Output function yaitu perilaku yang muncul setelah mengalami proses perbandingan dengan reference value. Contoh dari bagaimana penerapan mekanisme teori control yaitu ketika seorang remaja memiliki hubungan khusus dengan lawan jenis (berpacaran). Pada awalnya persepsi remaja tersebut menganggap bahwa berciuman bibir (kissing) merupakan suatu tindakan yang wajar. Namun, hal tersebut merupakan suatu hal yang dilarang agama Islam karena termasuk perilaku zina (standar nilai) menurut kacamata agama Islam. Kemudian, muncul perbandingan persepsi dengan standar nilai yang ada sehingga remaja tersebut memutuskan untuk tidak berciuman bibir lagi dan hanya mengekspresikan kasih sayangnya melalui berpegangan tangan saja. Suatu saat pasangan remaja tersebut menonton film romantis dan di dalam film tersebut ada adegan sepasang kekasih melakukan kissing. Akhirnya muncul keinginan mereka untuk melakukan kissing lagi, namun mereka mengingat bahwa kissing adalah sebuah perilaku yang dilarang agama Islam untuk

3 7 dilakukan oleh pasanngan yang belum diakui secara agama, akhirnya remaja tersebut hanya mencium tangan pasangannya sebagai hasil dari adanya ketidaksesuaian antara persepsi saat ini dan reference value (standar nilai) yang ada. Reference value Comparator Input function (perception) Output Function (Behavior) Impact on environment Disturbance (Sumber: Carver & Scheier, 1981) Gambar 2. 1The Negative feedback loop Gambar 2.1 merupakan skema dari teori kontrol dan digunakan didalam contoh yang peneliti paparkan di atas Faktor Pembentuk Self-Control Menurut Baumeister dan Exline (2000) ada empat faktor utama dalam pembentukan self-control. Diantaranya adalah :

4 8 a) Kontrol impuls yang melibatkan penahanan diri terhadap godaan dan dorongan yang tidak diinginkan lingkungan sosial ataupun pribadi. Yang mungkin termasuk ke dalam dorongan tersebut antara lain seperti dorongan atas tindakan seksual, dorongan untuk makan dan adalah Muslim Syiah dan rata-rata berusia 23 tahun, dilaporkan bahwa mayoritas dari mereka yaitu sebanyak 55% memiliki nilai religiusitas yang tinggi, dan 20% dari mereka memiliki hubungan minum, dorongan untuk memakai narkoba, dorongan melakukan kekerasan atau bersikap agresif, dan sejenisnya. b) Kontrol atas pikiran yaitu berkonsentrasi untuk mengatur pertimbangan seseorang sehingga dapat menghasilkan informasi sesuai dengan fakta dan informasi yang ada sehingga dapat menekan pikiran yang tidak di inginkan. c) Pengaruh regulasi yang melibatkan upaya untuk mengubah keadaan emosional dan suasana hati seseorang, hal yang paling sering dilakukan adalah dengan keluar dari suasana hati yang buruk. d) Kontrol diri yang relevan untuk mencapai kinerja yang optimal, dan proses pengendalian kinerja dapat mencakup ketekunan, pengelolaan tenaga yang optimal, tibal balik yang cepat dan tepat, mencegah terhambat di bawah tekanan.

5 Self-Control dan Moralitas Di dalam kehidupan yang semakin kompleks seperti pada saat ini, moralitas dan norma sosial merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan demi menghadapi segala macam persoalan yang ada pada saat ini. Hal ini dibutuhkan agar tatanan kehidupan berjalan dengan selaras dan lebih baik. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Praptiani (2013) ditemukan bahwa ada pengaruh self-control dan agresivitas remaja dalam menghadapi sebuah konflik. Subyek dalam penelitian ini siswa SMK N 11 Malang kelas X dan XI sejumlah 493 siswa, kemudian dilakukan seleksi menggunakan instrumen peer conflict scale (PCS) diperoleh subyek yang mengalami konflik sebesar 149 siswa, terdiri dari 91 siswa laki-laki dan 58 siswa perempuan dengan rentangan usia tahun. Di dalam penelitiannya Praptiani (2013) menemukan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara self-control terhadap agresivitas remaja dalam menghadapi konflik.pengaruh self-control dan agresivitas remaja dalam menghadapi konflik memberikan pemahaman teoretik bahwa ada pengaruh selfcontrol terhadap agresivitas remaja dalam menghadapi konflik. Tinggi dan rendahnya agresivitas remaja dipengaruhi oleh self-control. Remaja yang memiliki self-control tinggi maka agresivitasnya rendah sedangkan remaja yang memiliki self-control rendah agresivitasnya tinggi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Gailiot, Gitter, Baker, dan Baumeister (2012) secara langsung menguji apakah self-control yang rendah akan menyebabkan orang melanggar norma-norma sosial dan aturan lain di dalam sebuah konflik antara keinginan pribadi dan tuntutan eksternal. Kesimpulan secara

6 10 umum yang didapat dari penelitian yang dilakukan oleh Gailiot, Gitter, Baker, dan Baumeister (2012), dikatakan bahwa self-control yang rendah meningkatkan berbagai pelanggaranaturan sosial. Yang lebih penting, ditemukan bahwa self control yang rendah berkontribusi terhadap pelanggaran aturan termasuk terlibat dalam perilaku berisikoyang termasukpelanggaranserius terhadap aturan etika, menggunakan kata-kata yang tidak senonoh dan mengabaikannormayang palingdasar danumum. Perbedaan gender ternyata mempengaruhi perbedaan self-control yang dimiliki seseorang. Di dalam penelitian yang dilakukan oleh Nakhaie, Silverman, dan LaGrange (2000) ditemukan bahwa perempuan memiliki tingkat self-control yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Dalam penelitian tersebut, disebutkan bahwa kejahatan yang dilakukan laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Sebuah hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Cheung dan Cheung (2010) juga menyebutkan bahwa kenakalan remaja pada laki-laki cenderung lebih tinggi dibanding perempuan. Menurut penelitian hal tersebut dikarenakan tingkat self- control pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Pada penelitian ini juga disebutkan bahwa laki-laki cenderung bermasalah terhadap orang tua, sekolah, dan teman sebayanya dibanding perempuan. Namun di dalam penelitian lain, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Praptiani (2013) terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan antara self-control pada laki-laki dan perempuan.

7 Religiusitas Religiusitas ialah keyakinan dan praktik seseorang terhadap agama yang dianut, yang ditujukan untuk Tuhan yang tergambar dalam cara mengahadapi permasalahan (faith-basic coping) dan berinteraksi untuk mendapatkan dukungan dengan orang yang seagama (religious social support/activities) (Hernandez, Loyola, dan Louisiana, 2011) Faktor-Faktor Religiusitas Menurut Hernandez, Loyola, dan Louisiana (2011) religiusitas terbentuk dari dua faktor utama, yaitu : 1. Faith-basic coping yaitu coping berbasis agama, dimana keyakinan dan praktik agama ditujukan untuk keperluan coping. Faith-basic coping juga mengacuh kepada kenyamanan, kedekatan, dan memahami ujian dari Tuhan dan memaknai kehidupan melalui keyakinan maupun tindakan seperti berdoa, sholat, dan sebagainya (interaksi dengan Tuhan). 2. Religious social support/activities merupakan sebuah interaksi individu dengan individu lain yang seagama dengannya, yang dimaksudkan untuk mencari dukungan, baik melalui saran spiritual, doa, maupun sumbangan keagamaan Religiusitas dan Kebahagiaan Hidup Seseorang Kebahagiaan di dalam kehidupan merupakan suatu hal yang sangat diharapkan oleh setiap individu di dunia ini. Individu yang memiliki perasaan

8 12 bahagia dan puas pada akhirnya akan memunculkan konsep diri yang positif yang pada akhirnya akan membentuk harga diri yang kuat di dalam dirinya (Darokah & Diponegoro, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Darokah dan Diponegoro (2005) menyimpulkan bahwa semakin tinggi akhlak dan pelajaran agama Islam yang dimiliki siswa, semakin tinggi pula kepuasan dan afek positifnya. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pelajaran agama Islam dan akhlak memiliki hubungan positif dengan kebahagiaan siswa. Di dalam penelitian yang dilakukan oleh Aghili dan Kumar (2008) disimpulkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara religiusitas dan kebahagiaan. Komitmen beragama seseorang yang tercermin dari kereligiusitasan yang ia miliki membuatnya terhindar dari rasa kecemasan. Sehingga Aghli dan Kumar (2008) dapat menyimpulkan bahwa semakin rendah tingkat religiusitas seseorang, semakin tinggi pula rasa cemas dan ketegangan di dalam dirinya yang pada akhirnya menyebabkan individu tersebut merasa kurang bahagia atau memiliki tingkat kebahagiaan yang rendah. Selain itu, penelitian yang di lakukan oleh Clarke, Bannon, dan Denihan (2003) diperoleh hasil bahwa religiusitas dapat mengurangi kecenderungan individu untuk melakukan tindakan bunuh diri. Di dalam penelitian ini disebutkan bahwa setidaknya terjadi 439 kasus bunuh diri di Irlandia pada tahun 1999, dengan rincian 299 terjadi di pedesaan, dan 144 di perkotaan yang dilakukan oleh 349 laki-laki dan 90 wanita. Di pedesaan

9 13 bunuh diri pada laki-laki 4 kali lebih tinggi dibanding wanita, sedangkan di perkotaan 2 kali. Berdasarkan survey di dalam penelitian yang dilakukan oleh Clarke, Bannon, dan Denihan (2003) di temukan hasil bahwa tingkat religiusitas seseorang tergantung pada umur, jenis kelamin, dan lokasi tempat tinggalnya. Di sebutkan bahwa orang yang lebih tua memiliki tingkat religiusitas yang lebih tinggi dibanding yang lebih muda, selain itu disebutkan juga bahwa tingkat religiusitas wanita lebih tinggi dibanding laki-laki, sedangkan melihat lokasi tempat tinggalnya individu yang tinggal di pedesaan memiliki tingkat religiusitas yang lebih tinggi di banding yang tinggal di perkotaan. Pada akhirnya melihat kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh Clarke, Bannon, dan Denihan (2003) terlihat bahwa tingkat bunuh diri terjadi lebih banyak pada usia muda dibanding yang lebih tua karena tingkat religiusitasnya yang lebih rendah selain itu terpapar juga bahwa ada perbedaan enam kali lipat dalam tingkat bunuh diri di Irlandia antara pria dan wanita. Religiusitas dalam populasi Irlandia secara umum lebih besar pada perempuan dibandingkan laki-laki sesuai dengan ukuran berbagai keyakinan, sikap, dan praktek. Perbedaan derajat religiusitas di kalangan pria dan wanita dapat menyebabkan perbedaan dalam tingkat bunuh diri mereka. Hal ini membuktikan kepada kita bahwa religiusitas berpengaruh terhadap kebahagiaan seseorang dan ketentramannya di dalam menjalankan kehidupan. Seperti kita ketahui perilaku bunuh diri merupakan hasil dari adanya tekanan terhadap diri seseorang yang membuat dirinya merasa tidak

10 14 aman dan nyaman terhadap kehidupan yang ia jalani dikarenanakan individu tersebut menganggap bahwa hidupnya tidak berharga lagi dan tidak membahagiakan Religiusitas dan Perilaku Beresiko Selain itu religiusitas juga berpengaruh terhadap prilaku seserorang. Banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa seorang yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi cenderung lebih rendah untuk melakukan perilaku beresiko. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Shirazi dan Morowatisharifabad (2009) ditemukan hasil bahwa siswa yang memiliki tingkat religiusitas tinggi lebih memungkinkan unuk memiliki self-efficay yang tinggi didalam menolak perilaku seksual beresiko. Penelitian ini dilakukan di negara Iran dengan sample 200 mahasiswa berjenis kelamin lakilaki, minimal sudah mengemban pendidikan di perguruan tinggi selama 2 tahun dan berstatus belum menikah. Penelitian yang di lakukan Shirazi dan Morowatisharifabad (2009) menggunakan 2 metode yaitu kualitatif dan kuantitatif. Pada penelitian kualitatif, peneliti melakukan wawancara semi-terstruktur dengan 15 mahasiswa yang bertujuan untuk mengetahui pandangan mereka tentang Human Immunodeficiency Virus (HIV) Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), data yang didapat menunjukkan bahwa rata-rata dari mereka cukup baik didalam menerima informasi tentang cara mencegah HIV AIDS. Sebagian besar dari partisipan setuju bahwa keterlibatan agama memiliki peran penting dalam mencegah AIDS. Partisipan memiliki sikap

11 15 yang positif didalam melakukan perilaku seks yang aman. Sekitar 50% dari partisipan meyakini bahwa seorang laki-laki yang belum menikah tidak boleh berhubungan seks. Semua partisipan adalah Muslim Syiah dan rata-rata berusia 23 tahun, dilaporkan bahwa mayoritas dari mereka yaitu sebanyak 55% memiliki nilai religiusitas yang tinggi, dan 20% dari mereka memiliki hubungan seksual. Dari hasil penelitian ditunjukkan bahwa mahasiswa yang belum pernah berhubungan sex memiliki sikap yang lebih mendukung terhadap norma-norma untuk tidak melakukan hubungan sex sebelum menikah dibanding mereka yang aktif secara seksual. Selain itu, partisipan yang sudah melakukan seks memiliki self-efficacy yang lebih rendah didalam menolak hubungan seks. Selanjutnya, Shirazi dan Morowatisharifabad (2009) ditemukan bahwa skor religiusitas yang lebih tinggi berkorelasi dengan kontak seksual yang lebih rendah, self-efficay yang lebih tinggi, serta sikap yang lebih positif untuk tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Mahasiswa yang memiliki religiusitas tinggi 5 kali lebih mungkin untuk tidak berhubungan seksual sebelum menikah. 3,04 kali lebih mungkin memiliki self-efficacy untuk menolak seks sampai mereka menikah, dan 4,55 kali lebih mungkin untuk memiliki sikap positif untuk tidak melakukan seks sebelum menikah. Penelitian lain juga membahas tentang pengaruh religiusitas, peran orang tua, dan teman sebaya terhadap perilaku seksual beresiko pada remaja. Di dalam penelitian yang di lakukan oleh Landor, Simons, Simons, Brody, dan Gibbons (2011) dipaparkan bahwa perilaku seksual beresiko di kalangan remaja adalah sebuah masalah sosial yang sering mengakibatkan berbagai

12 16 hasil negatif pada kesehatan. Hasil negatif yang mungkin saja ditimbulkan dari perilaku seks beresiko ini antara lain seperti Infeksi Menular Seksual ( IMS), HIV/AIDS, dan kehamilan yang tidak diinginkan. Menurut Landor, Simons, Simons, Brody, dan Gibbons (2011) salah satu faktor yang dapat mengurangi perilaku seks beresiko adalah agama. Pada penelitian ini sampel berjumlah 612 orang yang di dalamnya adalah remaja dan orang tua keturunan Afrika Amerika yaitu 277 berjenis kelamin laki-laki dan 335 perempuan. Di dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sekitar 89% dari orang tua menganggap pentingnya sebuah agama dan keyakinan spiritual dalam kehidupan sehari-hari mereka. Pada penelitian ini ditunjukkan bahwa komitmen beragama pada orang tua berhubungan positif terhadap meningkatnya pola asuh otoritatif dan religiusitas remaja. Landor, Simons, Simons, Brody, dan Gibbons (2011) juga menemukan bahwa remaja yang relijius cenderung berafiliasi dengan kelompok sebayanya yang menolak perilaku seksual yang beresiko. Pada akhirnya penelitian ini menunjukkan bahwa religiusitas orang tua berfungsi sebagai faktor pelindung dan kontrol sosial bagi para remaja di dalam mengurangi kemungkinan melakukan perilaku seksual beresiko. Penyalahgunaan NARKOBA juga merupakan perilaku yang beresiko terlebih jika menggunakan jarum suntik secara bergantian pada saat mengkonsumsi NARKOBA jenis tertentu. Masalah kesehatan yang mungkin akan muncul nantinya bisa seperti penularan HIV AIDS atau gangguan kesehatan lainnya yang bahkan dapat menyebabkan kematian. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ismail (2010) di dapatkan hasil bahwa semakin

13 17 tinggi tingkat religiusitas remaja maka semakin rendah tingkat penyalahgunaan narkoba dan sebaliknya. Banyak penelitian yang telah dilakukan menunjukan hasil bahwa tingkat religiusitas laki-laki lebih rendah dibanding perempuan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Levin, Taylor, dan Chatters (1994) mereka mengatakan bahwa perempuan paruh baya memiliki tingkat religiusitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki paruh baya. Levin, Taylor, dan Chatters (1994) mengatakan dari hasil penelitiannya ditemukan bahwa perempuan paruh baya lebih banyak berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan dibandingkan laki- laki paruh baya. Berdasarkan survey di dalam penelitian yang dilakukan oleh Clarke, Bannon, dan Denihan (2003) di temukan hasil bahwa tingkat religiusitas wanita lebih tinggi dibanding lakilaki. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sullins (2006) disebutkan bahwa tingkat religiusitas perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Roth dan Kroll (2007) dalam penelitiannya disebutkan bahwa perempuan lebih sering menghadiri acara keagamaan dibandingkan dengan laki-laki. Roth dan Kroll (2007) menyebutkan bahwa secara umum tingkat religiusitas perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. 2.3 Self-Control dan Religiusitas Desmond, Ulmer, dan Bader (2013) mengatakan bahwa agama merupakan suatu hal yang dapat meningkatkan self-control seseorang. Hal ini dikarenakan

14 18 agama dapat menegakkan standar moral tertentu, sehingga membuat individu memiliki motivasi untuk menjadi pribadi yang baik. Selain itu, Desmond, Ulmer, dan Bader (2013) juga berpendapat bahwa agama membuat individu merasa bersalah apabila melanggar tata sosial yang ada, agama juga membuat individu memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan dan umat beragama lainnya. Agama membuat individu mampu menguatkan karakter di dalam dirinya, melatih sistem moral di dalam diri, meningkatkan introspeksi diri, dan merasa bahwa segala perbuatan baik dan buruk dicatatat dan diamati oleh Tuhan. Desmond, Ulmer, dan Bader (2013) menggambarkan bahwa self-control seperti otot seorang yang rajin berolahraga, maka program yang berbasis agama dapat berfungsi sebagai media pelatihan dari otot self-control tersebut. Di dalam penelitian yang dilakukan oleh McCullough dan Willoughby (2009) ditemukan bahwa agama secara positif berkaitan dengan self-control serta sifat-sifat seperti kesadaran dan keramahan. Ditemukan juga bahwa agama mempengaruhi pemilihan tujuan, mengejar tujuan, dan manajemen tujuan. Bukti yang ada mendukung penelitian ini bahwa beberapa ritual keagamaan (meditasi, doa, pencitraan agama, dan membaca kitab suci) dapat meningkatkan self-control. Hal ini juga konsisten tehadap penelitian lainnya. Penelitian lain yang dilakukan oleh Welch, Tittle, dan Grasmick (2006) menyebutkan bahwa seorang yang memiliki religiusitas yang tinggi juga memiliki self-control yang bagus dibandingkan dengan seorang yang religiusitasnya rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Carter, McCullough, dan Carver (2012) juga menyebutkan bahwa religiusitas berkorelasi positif dengan self-control. Seorang yang memiliki tingkat relgiusitas yang lebih tinggi percaya bahwa setiap tingkah laku mereka diawasi

15 19 oleh Tuhan, sehingga mereka cenderung memiliki self-monitoring yang lebih tinggi dan pada akhirnya memunculkan self-control pada dirinya. Di dalam artikel yang ditulis oleh Wood (2012) hal serupa juga ditemukan pada sebuah studi dari Queen s University. Dalam studi tersebut disebutkan bahwa ketika individu berpikir tentang agama, maka akan lebih memunculkan self-control pada dirinya. Di dalam artikel yang ditulis oleh Wood (2012) disebutkan bahwa hal yang paling menarik yang ditemukan dalam studi ini adalah ketika konsep agama ternyata mampu mengisi bahan bakar dari self-control seseorang. 2.4 Kerangka Berpikir Kerusakan moral pada remaja relijiusitas Self-control Gambar 2. 2Kerangka Berpikir Kerangka berpikir ini menggambarkan tentang fenomena yang terjadi pada saat ini, yaitu dimana mulai memudarnya nilai-nilai ajaran agama di dalam diri seseorang khususnya remaja. Seperti kita ketahui, pada saat ini banyak terjadi kasus kriminal yang melibatkan seorang remaja, contohnya kasus pornografi, pembunuhan, seks bebas, NARKOBA, dan lain sebagainya. Peneliti berasumsi bahwa memudarnya nilai-nilai ajaran agama pada remaja dapat mengakibatkan

16 20 kurang atau tidak adanya self-control pada diri mereka, dan salah satu faktor yang dapat menumbuhkan self-control pada diri mereka adalah kerelijiusitasan yang dimilikinya.

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DAN SELF-CONTROL DI KALANGAN REMAJA

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DAN SELF-CONTROL DI KALANGAN REMAJA HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DAN SELF-CONTROL DI KALANGAN REMAJA Muhammad Saddam Haviez Bina Nusantara University, Jl. Kemanggisan Ilir No. 45 Kemanggisan Palmerah, Jakarta 11480, Tel: (+62-21) 532-7630/Fax:

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau mengarahkan diri ke arah yang lebih baik ketika di hadapkan dengan godaangodaan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau mengarahkan diri ke arah yang lebih baik ketika di hadapkan dengan godaangodaan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi self-control Self-control di definisikan sebagai kemampuan individu untuk menahan diri atau mengarahkan diri ke arah yang lebih baik ketika di hadapkan dengan godaangodaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan yang terjadi pada remaja melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana remaja menjadi labil

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promiskuitas merupakan aktifitas seksual yang dilakukan dengan banyak atau lebih dari satu pasangan yang telah dikenal ataupun baru dikenal. Dampak perilaku promiskuitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fenomena kehidupan remaja yang sangat menonjol adalah terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat terjadi, karena

Lebih terperinci

Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf

Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf Helda Novia Rahmah, Ahmad, Ratna Mardiati Fakultas Psikologi, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap hari orang-orang menolak dorongan untuk melakukan hal-hal

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap hari orang-orang menolak dorongan untuk melakukan hal-hal BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Self-Control 2. 1. 1. Definisi Self-Control Setiap hari orang-orang menolak dorongan untuk melakukan hal-hal yang dapat merugikan dirinya sendiri, seperti menghindari makanan

Lebih terperinci

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya perilaku seksual pranikah di kalangan generasi muda mulai mengancam masa depan bangsa Indonesia. Banyaknya remaja yang melakukan perilaku seksual pranikah

Lebih terperinci

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEKS BEBAS PADA MAHASISWA TINGKAT I TAHUN AJARAN 2013-2014 FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Perubahan pada masa remaja mencakup perubahan fisik, kognitif, dan sosial. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang berada pada masa yang potensial, baik dilihat dari segi kognitif, emosi maupun fisik. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam mempengaruhi perilaku seksual berpacaran pada remaja. Hal ini tentu dapat dilihat bahwa hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia remaja merupakan dunia yang penuh dengan perubahan. Berbagai aktivitas menjadi bagian dari penjelasan usianya yang terus bertambah, tentu saja karena remaja yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan seperti perubahan intelektual,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk mengubah cara

BAB 2 LANDASAN TEORI. terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk mengubah cara BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1. Self-Control 2. 1. 1. Definisi Self-control Self-control adalah tenaga kontrol atas diri, oleh dirinya sendiri. Selfcontrol terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja ialah suatu waktu kritis seseorang dihadapkan pada berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan menyangkut moral, etika, agama,

Lebih terperinci

PERNYATAAN UNTUK MENGUKUR PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS

PERNYATAAN UNTUK MENGUKUR PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS PERNYATAAN UNTUK MENGUKUR PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS Petunujuk pengisian : 1. Bacalah pertanyaan soal dengan seksama 2. Jika pertanyaan dianggap benar maka beri tanda ceklist ( ) pada kolom

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa yang memiliki banyak masalah, seperti masalah tentang seks. Menurut Sarwono (2011), menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku seks dapat diartikan sebagai suatu perbuatan untuk menyatakan cinta dan menyatukan kehidupan secara intim. Sebagai manusia yang beragama, berbudaya, beradab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang, kehidupan seksual dikalangan remaja sudah lebih bebas dibanding dahulu. Terbukanya saluran informasi seputar seks bebas beredar dimasyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan. Kemitraan Kementerian Kesehatan hasil Riset Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan. Kemitraan Kementerian Kesehatan  hasil Riset Kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan Kemitraan Kementerian Kesehatan www.depkes.go.id hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak,

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak, remaja dan dewasa. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV) dan ditandai dengan imunosupresi berat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Notoatmodjo (2007) masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketegangan ketegangan yang sedang dialami. Manusia memiliki kecerdasan pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. ketegangan ketegangan yang sedang dialami. Manusia memiliki kecerdasan pikiran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama merupakan hasil budaya yang diciptakan manusia untuk melepaskan diri dari ketegangan ketegangan yang sedang dialami. Manusia memiliki kecerdasan pikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bonus demografi, dimana penduduk usia produktif yaitu penduduk dengan usia 15

BAB I PENDAHULUAN. bonus demografi, dimana penduduk usia produktif yaitu penduduk dengan usia 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan penduduk terbanyak keempat di dunia yaitu sebesar 256 juta jiwa pada tahun 2015. Pada tahun 2025 diproyeksikan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan pandemi terhebat dalam kurun waktu dua dekade terakhir. AIDS adalah kumpulan gejala penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 Perilaku seksual pranikah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang yang terjadi akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Perilaku seksual pranikah ini akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome

BAB I PENDAHULUAN. Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome adalah penyakit yang merupakan kumpulan gejala akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian kehamilan diluar nikah pada remaja di pedesaan dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang rendah akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Insidensi infeksi HIV-AIDS secara global cenderung semakin meningkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini salah satu aspek kesehatan yang menjadi bencana bagi manusia adalah penyakit yang disebabkan oleh suatu virus yaitu HIV (Human Immunodeficiency Virus)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (2004: 206) menyatakan bahwa Secara psikologis masa remaja adalah

Lebih terperinci

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun oleh : PUJI YATMI J

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun oleh : PUJI YATMI J PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI DI SMK PGRI KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus atau HIV merupakan suatu virus yang dapat menyebabkan penurunan kekebalan tubuh pada manusia. Virus ini akan memasuki tubuh manusia dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Putri Nurul Falah F 100

Lebih terperinci

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH HIV/AIDS Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH 1 Pokok Bahasan Definisi HIV/AIDS Tanda dan gejala HIV/AIDS Kasus HIV/AIDS di Indonesia Cara penularan HIV/AIDS Program penanggulangan HIV/AIDS Cara menghindari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru dimana secara sosiologis, remaja

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. lalu lintas menjadi pembunuh terbesar ketiga, setelah penyakit jantung koroner

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. lalu lintas menjadi pembunuh terbesar ketiga, setelah penyakit jantung koroner BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di Indonesia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2011 menyatakan kecelakaan lalu lintas menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi bagian dari kehidupan manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini akan sangat berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja ditandai dengan perubahan-perubahan fisik pubertas dan emosional yang kompleks,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi merupakan hal yang sangat penting dalam skala global. Pada tahun 2005, terdapat 1.21 miliar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengalaman hidup sebagai

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengalaman hidup sebagai BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengalaman hidup sebagai homoseksual dengan pendekatan studi fenomenologi ini, menyimpulkan dan menyarankan beberapa hal. 6.1 Kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati, 2007). Acquired

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati, 2007). Acquired BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang termasuk dalam famili lentivirus. HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marital intercouse

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marital intercouse BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marital intercouse atau kinky-seks merupakan bentuk pembahasan seks yang di pandang tidak wajar. Tidak saja agama

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN Variabel Penelitian, Definisi Operasional, dan Hipotesis

BAB 3 METODE PENELITIAN Variabel Penelitian, Definisi Operasional, dan Hipotesis BAB 3 METODE PENELITIAN 3. 1. Variabel Penelitian, Definisi Operasional, dan Hipotesis 3. 1. 1. Variabel Penelitian Variabel penelitian merupakan semua hal dalan suatu penelitian yang datanya ingin diperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Menyadarkan para wanita tuna susila tentang bahaya HIV/AIDS itu perlu dilakukan untuk menjaga kesehatan masyarakat. Hal ini penting karena para wanita tuna susila itu dapat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang menjadi sebuah kebutuhan dan paling penting dalam hidup seseorang agar dapat menjalani kehidupan secara aktif dan produktif. Apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang indah, tetapi tidak setiap remaja dapat menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang beberapa permasalahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan remaja pada zaman sekarang berbeda dengan zaman pada tahun 90 an. Dimulai tahun 2000 hingga saat ini remaja dalam berperilaku sosial berbeda dalam mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masa remaja merupakan masa yang membutuhkan perhatian dan perlindungan khusus. 1 Remaja merupakan individu berusia 10-19 tahun yang mengalami transisi dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh menurunnya daya tubuh akibat infeksi oleh virus HIV

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh menurunnya daya tubuh akibat infeksi oleh virus HIV BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang AIDS dapat diartikan sebagai kumpulan dari gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya daya tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus).

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. yang bisa dikatan kecil. Fenomena ini bermula dari trend berpacaran yang telah

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. yang bisa dikatan kecil. Fenomena ini bermula dari trend berpacaran yang telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Periode sekolah dimulai saat anak berusia kurang lebih 6 tahun. Periode tersebut meliputi periode pra-remaja atau pra-pubertas. Periode ini berakhir saat anak berusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem kelompok kecil (Basori, 2013). Dalam bahasa Arab mentoring dikenal juga

BAB I PENDAHULUAN. sistem kelompok kecil (Basori, 2013). Dalam bahasa Arab mentoring dikenal juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mentoring Agama Islam (MAI) merupakan pembinaan akhlak dengan sistem kelompok kecil (Basori, 2013). Dalam bahasa Arab mentoring dikenal juga dengan halaqoh (lingkaran)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB І PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB І PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB І PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja memiliki peran yang cukup besar dalam menentukan proposi remaja yang diindikasikan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk (Indrawanti, 2002). Menurut WHO (1995)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Berdasarkan sensus penduduk terbaru yang dilaksanakan pada tahun 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini, anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) dan Perkumpulan. Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jateng tahun 2012 mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Data Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) dan Perkumpulan. Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jateng tahun 2012 mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Survei Penduduk yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta jiwa, 63,4 juta

Lebih terperinci

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON Disusun oleh: Nama : NIP : LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan satu periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, pada tahun 2010 tercatat 48 % kekerasan terjadi pada anak,

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, pada tahun 2010 tercatat 48 % kekerasan terjadi pada anak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyimpangan seksual marak terjadi akhir-akhir ini. Halini dibuktikan dengan banyaknya kekerasan seksual dan perempuan yang hamil di luar nikah. Menurut data Komisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku seksual yang tidak sehat di kalangan remaja khususnya remaja yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa hasil penelitian bahwa yang

Lebih terperinci

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immunodefiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang didapat, disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah salah satu fase kehidupan yang pasti akan dilewati oleh semua manusia. Fase ini sangat penting, karena pada saat remaja seseorang akan mencari jati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit menular maupun tidak menular sekarang ini terus. berkembang. Salah satu contoh penyakit yang saat ini berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit menular maupun tidak menular sekarang ini terus. berkembang. Salah satu contoh penyakit yang saat ini berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit menular maupun tidak menular sekarang ini terus berkembang. Salah satu contoh penyakit yang saat ini berkembang diantaranya Acquired Immuno Defesiiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Nilai - nilai yang ada di Indonesiapun sarat dengan nilai-nilai Islam. Perkembangan zaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena perubahan yang terjadi dalam masyarakat dewasa ini khususnya bagi remaja merupakan suatu gejala yang dianggap normal, sehingga dampak langsung terhadap perubahan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat SKRIPSI HUBUNGAN SUMBER INFORMASI DAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 7 SURAKARTA TAHUN 2011 Proposal skripsi Skripsi ini Disusun untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik maupun psikologis diantaranya peningkatan emosional, kematangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masalah perilaku seks pra nikah di kalangan remaja pada saat ini merupakan masalah yang sifatnya sudah nasional, remaja Indonesia pada saat sekarang ini mengalami

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Analisis Deskriptif Penelitian ini dilakukan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Desember 2016. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja sedang mencari-cari figur panutan, namun figur itu tidak ada didekatnya.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja sedang mencari-cari figur panutan, namun figur itu tidak ada didekatnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa krisis identitas bagi kebanyakan anak remaja. Remaja sedang mencari-cari figur panutan, namun figur itu tidak ada didekatnya. Secara umum dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan permasalahan sosial yang komplek. Keberadaan anak

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan permasalahan sosial yang komplek. Keberadaan anak BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak jalanan merupakan fenomena nyata bagian dari kehidupan yang menimbulkan permasalahan sosial yang komplek. Keberadaan anak jalanan sering diabaikan dan tidak dianggap

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan salah satu masalah kesehatan global yang jumlah penderitanya meningkat setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku seks bebas merupakan perilaku seksual yang dilakukan tanpa batas baik tingkah laku seksnya sendiri maupun dengan siapa seks itu dilakukan tanpa melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang dapat merusak sistem pertahanan tubuh manusia. Sejalan dengan berkembangnya proses infeksi, mekanisme pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus).

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus). Kasus HIV dan AIDS pertama kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013). Tingkah laku yang

Lebih terperinci

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular seksual (PMS) adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit atau jamur, yang penularannya terutama melalui hubungan seksual dari seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial budaya, yang berjalan antara umur 12

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis, maupun

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 KEBERMAKNAAN HIDUP PADA ODHA (ORANG DENGAN HIV/AIDS) WANITA (STUDI KUALITATIF MENGENAI PENCAPAIAN MAKNA HIDUP PADA WANITA PASCA VONIS TERINFEKSI HIV/AIDS) Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak menuju dewasa, dimana masa perkembangan ini berlangsung cukup singkat dari rentang usia 13 18 tahun. Pada masa ini remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku seksual yang berisiko di kalangan remaja khususnya remaja yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa hasil penelitian bahwa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini budaya barat telah banyak yang masuk ke negara kita dan budaya barat ini sangat tidak sesuai dengan budaya negara kita yang kental dengan budaya timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini masih terdapat banyak penyakit di dunia yang belum dapat diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan kesehatan yang sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini persoalan-persoalan yang dihadapi oleh umat muslim semakin kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang dihadapi ataupun ditanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014 BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana seorang anak mengalami pubertas dan mulai mencari jati diri mereka ingin menempuh jalan sendiri dan diperlakukan secara khusus. Disinilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang

BAB I PENDAHULUAN. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia. AIDS atau Acquired

Lebih terperinci

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI KELAS XI SMA YADIKA CICALENGKA

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI KELAS XI SMA YADIKA CICALENGKA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sejak pertama kali ditemukan (1987) sampai dengan Juni 2012, kasus HIV/AIDS tersebar di 378 (76%) dari 498 kabupaten/kota di seluruh (33) provinsi di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bereproduksi. Masa ini berkisar antara usia 12/13 hingga 21 tahun, dimana 13-14

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bereproduksi. Masa ini berkisar antara usia 12/13 hingga 21 tahun, dimana 13-14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa dimana remaja mulai mengalami kematangan seksual, kesuburan, dan kemampuan untuk bereproduksi. Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seseorang yang mengkonsumsinya (Wikipedia, 2013). Pada awalnya, alkohol

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seseorang yang mengkonsumsinya (Wikipedia, 2013). Pada awalnya, alkohol 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minuman berakohol adalah minuman yang mengandung etanol. Etanol adalah bahan psikoaktif yang akan menyebabkan penurunan kesadaran bagi seseorang yang mengkonsumsinya

Lebih terperinci