BAB I PENDAHULUAN. disingkat PBM. Istilah belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat
|
|
- Doddy Rachman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 i BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam peristilahan pendidikan dikenal ungkapan proses belajar mengajar atau disingkat PBM. Istilah belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan. Sifat perubahan perilaku dalam belajar ini relatif permanen. Dengan demikian, hasil belajar dapat diidentifikasi dari adanya kemampuan melakukan sesuatu secara permanen dan dapat diulang-ulang dengan hasil yang sama (Mohamad Ali, 1983:5), sedangkan mengajar dapat diartikan sebagai upaya dalam memberi perangsang (stimulus), bimbingan, pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar (Chauhan dalam Mohamad Ali, 1983:3). Mengajar merupakan suatu proses yang kompleks. Dalam mengajar guru tidak hanya sekedar menyampaikan informasi kepada siswa tetapi banyak juga melakukan kegiatan lain, terutama bila diinginkan hasil belajar yang lebih baik pada seluruh siswa. Dalam PBM tertumpu satu persoalan yaitu bagaimana guru memberi kemungkinan bagi siswa agar terjadi proses belajar yang efektif atau dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan. Untuk itu, dalam PBM diperlukan kemampuan guru dalam menggunakan metode. Istilah metode dapat diartikan sebagai suatu cara yang operasional dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran. Metode yang dipergunakan dalam proses interaksi belajar mengajar dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain yaitu (1) siswa yang tingkat kematangannya berbeda; (2) tujuan yang berbagai jenis dan fungsinya; (3) situasi yang beragam keadaannya; (4) fasilitas yang berbagai kualitas dan kuantitasnya; dan (5) guru yang pribadi dan kemampuan profesionalnya berbeda-beda. Menurut Rusyana (1984:87), i
2 ii pembicaraan tentang metode tidak boleh tidak harus memperhatikan faktor-faktor yang tersangkut dalam pelaksanaan pengajaran yakni (1) faktor guru yang mengajar; (2) faktor murid yang belajar; dan (3) faktor bahan pelajaran. Menurut Soejono Dardjowidjojo (1995:1), meskipun keberhasilan pengajaran bahasa tergantung pada banyak faktor, namun dalam usaha untuk perbaikan orang pada umumnya hanya berbicara tentang satu hal saja, yakni metode. Dengan demikian, yang selalu tampak menonjol adalah perdebatan yang tak kunjung padam mengenai metode dan jarang sekali yang berbicara tentang hal-hal lain yang juga relevan. Penggunaan metode-metode dalam proses belajar mengajar erat kaitannya dengan keberhasilan mutu pendidikan. Dewasa ini banyak isu tentang rendahnya mutu pendidikan. Tudingan ini menjadi lingkaran setan antara pendidikan tinggi, pendidikan menengah, pendidikan dasar, dan akhirnya kembali lagi ke pendidikan tinggi, dan terus begitu tidak pernah berakhir. Oleh sebab itu, penelitian ini akan dilaksanakan di pendidikan dasar. Hal ini berlandaskan bahwa pendidikan dasar termasuk sekolah dasar dianggap sebagai fondasi yang memegang peranan yang sangat penting untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Itulah sebabnya, pada jenjang pendidikan dasar ini perlu diletakkan dasar-dasar yang kokoh bagi tegaknya bangunan pendidikan yang menyeluruh. Pendidikan dasar sembilan tahun merupakan lembaga pendidikan pertama bagi peserta didik untuk belajar membaca, menulis, dan berhitung. Kecakapan ini merupakan landasan dan wahana pokok yang menjadi syarat mutlak yang harus dikuasai peserta didik untuk menggali pengetahuan lebih lanjut. Dalam pengajaran bahasa ada empat aspek keterampilan berbahasa yakni mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek tersebut sama pentingnya dalam kehidupan. Namun, dalam kehidupan sehari-hari aspek membaca lebih diperlukan. ii
3 iii Hampir semua orang dalam kehidupan modern tiap hari membaca. Oleh sebab itu, membaca merupakan salah satu bahan pengajaran utama dalam pendidikan dasar. Pada jenjang pendidikan dasar dikenal adanya pengajaran membaca permulaan. Sehubungan dengan hal ini Devine (1989:1) mengatakan bahwa pada tahap ini tugas guru adalah (1) memberikan kesempatan lebih lanjut kepada siswa untuk mempertajam kesadarannya terhadap bunyi dan bentuk, (2) menghubungkan antara bunyi yang diucapkan dengan huruf cetak, (3) mengembangkan konsep-konsep kata dan kalimat, (4) menciptakan situasi yang memungkinkan siswa dapat melihat pola-pola secara lebih baik, (5) membantu siswa untuk memahami bahasa lisan dan bahasa tulisan, (6) mengadakan kesempatan berorganisasi bagi siswa untuk berlatih menggunakan bahasa lisan, (7) memperkenalkan dan menjelaskan kata-kata baru dan konsep-konsep yang diwakili oleh kata-kata itu, (8) membimbing siswa dalam memperoleh pengetahuan baru yang kemudian dapat mereka gunakan untuk menafsirkan teks dan pesan-pesan lisan secara lebih baik, (9) menunjukkan kepada siswa bagaimana cara mendapatkan informasi dari teks dan memadukannya dengan pengetahuan yang telah mereka miliki sehingga menghasilkan makna, dan (10) membantu siswa dalam melihat bahwa membaca adalah suatu sumber kenikmatan, sumber pengetahuan, dan suatu cara untuk memaknai dunia di sekitar mereka. Selanjutnya, Devine (1989:7) menyebutkan bahwa membaca awal dapat didefinisikan sebagai pemerolehan tiga benang pengetahuan siswa yang berhubungan dengan (1) fungsional, (2) formal, dan (3) konvensional. Pertama, fungsional berkenaan dengan fungsi bahan cetak. Siswa mula-mula menjadi sadar terhadap kata-kata yang dicetak yang menunjukkan makna bahasa sehingga mereka bisa menemukan kata dan konsep itu berada dalam bentuk cetak dan dalam bahasa lisan. Kedua, formal berkenaan dengan bentuk dan struktur bahan cetak. Siswa mencoba mengenali bahan cetak atau mengejanya sehingga iii
4 iv mereka menyadari bahwa huruf-huruf memiliki bentuk-bentuk yang berbeda yang dapat dihubungkan dengan bunyi-bunyi kata yang dikenalnya dan mereka dapat menjodohkan bunyi huruf dengan bunyi awal dalam kata tersebut. Ketiga, konvensional berkenaan dengan konvensi bahan cetak. Siswa memperoleh berbagai informasi tentang konvensi bahan cetak dan istilah-istilah yang berhubungan dengan membaca. Misalnya mereka menjadi paham tentang istilah-istilah seperti "Lihat kalimat pertama!", "Temukan kata di bagian atas halaman!", atau mereka mengetahui tentang kaidah seperti membaca dari kiri ke kanan. Dari keterangan di atas jelas sekali bahwa peran guru sangat penting dalam membimbing siswa belajar membaca. Devine (1989:1) mengemukakan beberapa pertanyaann dalam bukunya yang berjudul Teaching Reading in The Elementary School from Theory to Practice. Pertanyaan-pertanyaannya adalah (1) apakah pendekatan terbaik dalam mengajar membaca permulaan, (2) kesiapan apa yang paling penting, (3) bagaimana siswa dapat memahami teks yang dicetak? (4) strategi-strategi apa yang dapat digunakan untuk membantu siswa dalam memahami apa yang mereka baca, dan (5) materi pelajaran apa yang paling efektif. Sampai saat ini di Indonesia dikenal ada enam metode membaca permulaan yakni (1) metode abjad/alfabet; (2) metode bunyi; (3) metode suku kata; (4) metode kata; (5) metode kalimat/global; dan (6) metode struktural analitik sintetik/sas. Tujuan tiap metode membaca permulaan adalah dalam waktu yang relatif singkat, dengan cara yang mudah, dengan media yang tersedia, dan sesuai dengan jiwa anak, murid dapat membaca. Itulah sebabnya, keefektifan metoda-metoda tersebut perlu diteliti. Kajian penelitian ini akan terfokus pada keefektifan tiga metode yakni metode abjad, metode global, dan metode SAS. 1.2 Rumusan Masalah iv
5 v Penelitian ini akan mencobakan tiga buah metode membaca permulaan, yaitu (1) metode abjad, (2) metode global, dan (3) metode SAS. Ketiga metode itu tentunya mempengaruhi hasil belajar. Oleh sebab itu, disusunlah rumusan masalah penelitian ini dalam bentuk pertanyaan berikut. 1) Bagaimanakah pelaksanaan metode abjad dalam proses belajar mengajar membaca permulaan di sekolah dasar? 2) Bagaimanakah pelaksanaan metode global dalam proses belajar mengajar membaca permulaan di sekolah dasar? 3) Bagaimanakah pelaksanaan metode SAS dalam proses belajar mengajar membaca peremulaan di sekolah dasar? 4) Metode membaca permulaan manakah yang paling efektif dalam mencapai hasil belajar membaca permulaan di sekolah dasar? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mendeskripsikan pelaksanaan metode abjad dalam proses belajar mengajar membaca permulaan di sekolah dasar. 2) mendeskripsikan pelaksanaan metode global dalam proses belajar mengajar membaca permulaan di sekolah dasar. 3) mendeskripsikan pelaksanaan metode SAS dalam proses belajar mengajar membaca permulaan di sekolah dasar. 4) mengetahui metode yang paling efektif dalam mencapai tujuan pengajaran membaca permulaan di sekolah dasar. v
6 vi 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan yang berkenaan dengan hal-hal berikut. 1) Pengembangan teori. Teori metode pembelajaran membaca permulaan seyogianya mengikuti perkembangan teori atau disiplin ilmu yang mempengaruhinya, yaitu psikologi linguistik, sosiologi, dan pengajaran bahasa. Penciptaan teori baru tidak dapat dihasilkan dari puncak teori yang ada. Pemanfaatan teori yang ada dengan pengkajian yang terus menerus akan melahirkan teori baru yang dapat diyakini kebenarannya, baik secara empirik maupun secara ilmiah. 2) Pemecahan masalah pendidikan. Masalah pendidikan yang dipecahkan terutama yang berkenaan dengan metode membaca permulaan. Dengan penelitian ini diharapkan diketahui metode mana yang paling efektif dan efisien. 3) Peningkatan mutu pendidikan. Hal ini akan tercapai jika metode membaca yang efektif dan efisien dapat diketahui secara pasti dan efisien setelah disebutkan bahwa membaca adalah kunci dasar kemajuan sehingga memerlukan metode yang tepat untuk mengerjakannya. 1.5 Anggapan Dasar dan Hipotesis Anggapan Dasar Penelitian ini bermula dari asumsi sebagai berikut. 1) Kegiatan membaca adalah kegiatan yang sangat diperlukan oleh setiap orang. 2) Membaca permulaan merupakan dasar bagi membaca lanjutan. 3) Penggunaan metode yang efektif dan efisien akan ikut menunjang keberhasilan Pencapaian tujuan pendidikan Hipotesis vi
7 vii Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah berupa hipotesis kerja (Hi) yakni sebagai berikut. Metode SAS lebih efektif dari metode abjad dan dari metode global dalam proses belajar mengajar membaca permulaan di sekolah dasar. 1.6 Definisi Operasional Variabel Penelitian ini mempunyai dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas berbentuk metode yang terdiri atas metode abjad (X1), metode global (X2), dan metode SAS (X3). Sedangkan variabel terikat berwujud hasil belajar. Adapun definisi operasional dari variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut. (a) Metode abjad Metode abjad yang dimaksudkan dalam penelitian ini ialah metode eja yang melafalkan huruf sesuai dengan nama huruf yang bersangkutan; sesuai dengan ucapan huruf pada Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. (b) Metode Global Metode global ialah metode yang secara operasional mula-mula disajikan dari kalimat secara global. Kalimat tersebut kemudian dianalisis menjadi kata, kata dianalisis menjadi suku kata, dan suku kata dianalisis menjadi huruf. Huruf yang terurai tidak dirangkaikan kembali menjadi suku kata sehingga metode ini hanya mempunyai proses menganalisis (deglobalisasi). (c) Metode SAS vii
8 viii Metode SAS adalah metode yang secara operasional merangkaikan dimensi struktural, analitis, dan sintetis dengan memanfaatkan asas struktur dalam linguistik dan asas global dalam psikologi. (d) Hasil Belajar Hasil belajar ialah skor yang dicapai setiap murid dalam post-test setelah mengalami eksperimentasi suatu perlakuan variabel bebas, dalam hal ini metode yang dicobakan, baik kepada kelompok eksperimen maupun kepada kelompok kontrol. 1.7 Kerangka Laporan Penelitian Sistematika penulisan penelitian ini sebagai berikut. Bab I berkenaan dengan pengajuan masalah penelitian yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Bab II berupa landasan teori yang terdiri atas kajian teori dan temuan penelitian yang relevan. Bab III berupa metodologi yang meliputi metode dan desain penelitian, hipotesis, sampel, dan teknik analisis data. Bab IV Bab V berupa pembahasan hasil analisis data. berupa simpulan dan rekomendasi. BAB II viii
9 ix MEMBACA, MEMBACA PERMULAAN, DAN METODE MEMBACA PERMULAAN Dalam bab ini dibahas berbagai tulisan yang diangggap relevan dengan masalah penelitian. 2.1 Membaca Membaca ialah 1.melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati), 2. mengeja atau melafalkan apa yang tertulis, 3. mengucapkan, 4. mengetahui atau meramalkan, 5. menduga, memperhitungkan, memahami (Moeliono (peny.), 1994:72). Batasan ini menjelaskan bahwa membaca merupakan suatu proses mengetahui dan memahami segala sesuatu yang terdapat dalam bahan bacaan, baik dengan dilisankan maupun hanya dalam hati. Pengertian itu sejalan dengan pendapat Hudgson dalam Tarigan (1987:7) yang mengemukakan bahwa membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Finocchiaro and Bonomo dalam Tarigan (1987:8) juga mengemukakan bahwa membaca adalah memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung di dalam bahan tertulis. Membaca adalah memahami pola-pola bahasa dari gambaran tertulisnya (Lado dalam Tarigan, 1987:9). Membaca bukanlah semata-mata proses visual. Membaca melibatkan dua macam informasi; yang pertama, datangnya dari apa yang ada di depan mata dan yang kedua, datangnya dari apa yang ada di belakang mata (Smith dalam Baradja, 1990:105). Selanjutnya, Baradja menerangkan bahwa membaca adalah suatu aktivitas untuk memahami ide-ide penulis melalui suatu teks. Dari sisi lain bisa dikatakan bahwa penulis mencoba mengkomunikasikan isi pesannya melalui suatu teks kepada pembaca. Isi pesan ini bisa berupa ide, fakta, ungkapan isi hati, dan sebagainya. Nuraeni (1996/1997:12) mengemukakan beberapa pengertian membaca. ix
10 x 1. Membaca adalah perbuatan yang bertujuan dan dilakukan dengan sadar serta sekaligus menggunakan beberapa jenis keterampilan: mengamati, memahami, dan memikirkan. 2. Membaca adalah suatu keterampilan yang akan mendapatkan kemampuan tertinggi pada akhir pelajaran. 3. Membaca adalah kegiatan yang kompleks. 4. Membaca adalah memahami bahasa tulisan. 5. Membaca adalah proses yang aktif yang melibatkan interaksi antara pembaca dan tulisan (bacaan). 6. Membaca merupakan kegiatan untuk memperoleh berbagai informasi untuk memperluas cakrawala pengetahuan pembacanya. Dari uraian tersebut dapatlah dirumuskan tiga pengertian membaca. Pertama, adalah pengertian yang sempit, yang menganggap membaca itu hanyalah suatu proses pengenalan simbol-simbol tertulis saja; suatu proses pengenalan kata-kata. Kedua, adalah pengertian yang agak luas, yang memandang mekanisme membaca di samping sebagai proses pengenalan katakata dan frase, bacaan juga sebagai proses pemaduan dan penataan berbagai unsur makna, sehingga menjadi suatu kesatuan ide yang utuh dan bermakna. Ketiga, adalah pengertian yang luas, yaitu pengertian yang memandang membaca itu sebagai suatu proses atau kegiatan yang memberikan reaksi kritis kreatif terhadap bacaan dalam mengemukakan signifikansi, nilai, fungsi, dan hubungan isi bacaan itu dengan suatu masalah kehidupan yang lebih luas serta dampak dari masalah yang dipaparkan pengarang. Dalam bukunya Reading in the Elementary School, George D. Spache (1967:4-26) mengemukakan bahwa membaca adalah suatu proses yang beraneka segi. Itulah sebabnya, dia mendefinisikan membaca beraneka cara yaitu sebagai berikut. x
11 xi 1. Reading as skill development. Membaca adalah perkembangan keterampilan yang bermula dari pengenalan kata dan berlanjut kepada membaca evaluating atau membaca kritis. 2. Reading as a visual act. Membaca adalah tindak visual, suatu pergerakan mata. 3. Reading as a perceptual act. Membaca adalah tindak perseptual, pengenalan kata dan penentuan maknanya 4. Reading as a reflection of cultural background. Membaca merupakan refleksi latar belakang budaya. 5. Reading as a thinking process. Membaca adalah proses berpikir atau proses kognitif. Pendapat tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Harjasujana dan Yeti Mulyati (1996/1997:5-26) yang memandang 1. membaca sebagai suatu proses psikologis; 2. membaca sebagai suatu proses sensoris; 3. membaca sebagai proses perseptual; 4. membaca sebagai proses perkembangan; dan 5. membaca sebagai proses perkembangan keterampilan. Kalau diamati, ternyata membaca memiliki berbagai-bagai segi, sehingga dapat dipahami jika definisinya juga berbagai-bagai pula. 2.2 Membaca Permulaan Secara garis besar jenis membaca ada dua yaitu membaca permulaan dan membaca lanjutan (Depdikbud, 1991/1992:4). Membaca permulaan merupakan salah satu aspek yang amat penting karena hasilnya akan menjadi landasan untuk memahami ilmu-ilmu yang amat luas, dan lebih khusus lagi untuk pengajaran bahasa Indonesia (Soejono, 1984:19). Keterampilan membaca permulaan merupakan salah satu kunci keberhasilan karena dengan itu xi
12 xii para siswa akan lebih mampu menggali informasi dari berbagai sumber tertulis. Membaca permulaan adalah dasar bagi kegiatan membaca lanjutan. Selain itu, membaca permulaan merupakan bagian pengajaran yang penting untuk ditekankan pada kelas-kelas rendah (kelas I dan II). Sehubungan dengan hal itu, di dalam buku Petunjuk Teknis Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar terdapat keterangan yang menyebutkan bahwa salah satu bidang garapan pengajaran bahasa di sekolah dasar yang memegang peranan penting ialah membaca. Tanpa memiliki kemampuan membaca yang memadai sejak dini, anak akan mengalami kesulitan belajar di kemudian hari. Kemampuan membaca menjadi dasar utama tidak saja bagi pengajaran bahasa sendiri, tetapi juga bagi pengajaran mata pelajaran lain. Dengan membaca, anak akan memperoleh pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan daya pikirnya. Mengingat pentingnya peranan membaca tersebut bagi perkembangan anak, maka cara guru mengajar membaca harus benar (1991/1992:1). Tujuan pelajaran membaca permulaan adalah mengetahui huruf dan terampil mengubah huruf menjadi suara. Lebih lengkapnya Soejono (1983:19) memaparkan tentang tujuan pelajaran membaca permulaan adalah sebagai berikut. a. Mengenalkan pada para siswa huruf-huruf dalam abjad, sebagai tanda suara atau tanda bunyi. b. Melatih keterampilan siswa untuk mengubah huruf-huruf dalam kata menjadi suara. c. Mengetahui huruf-huruf dalam abjad dan melatih keterampilan siswa untuk menyuarakannya dan dalam waktu singkat dapat mempraktekkannya dalam membaca lanjut. Mengenalkan anak pada huruf adalah suatu dasar pendidikan umum yang sangat penting. Dengan pengetahuan huruf itu terbukalah bagi siswa segenap cabang kebudayaan xii
13 xiii bangsa, bahkan kebudayaan umat manusia di seluruh dunia. Hasil usaha manusia tersimpan dalam buku-buku, yang pada hakikatnya hanya berisi kelompok-kelompok huruf. Dengan mengenal huruf, anak mampu menggali ilmu dari segala bidang. Di dalam buku Petunjuk Teknis Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar juga diterangkan bahwa pengajaran membaca permulaan diberikan di kelas I dan II SD. Sesuai dengan kemampuan dan perkembangan kejiwaan anak, pengajaran membaca permulaan di kelas I bertujuan agar anak terampil membaca, sedangkan di kelas II di samping agar anak terampil membaca, juga mengembangkan pengetahuan bahasa dan keterampilan berbahasa. Hal ini diperlukan anak untuk menghadapi pelajaran bahasa di kelas III, yang jumlah dan jenis pelajarannya bertambah. Adanya tambahan jumlah dan jenis mata pelajaran itu membawa konsekuensi munculnya istilah dan ungkapan baru. Untuk memahami istilah dan ungkapan baru tersebut, diperlukan pengetahuan bahasa dan keterampilan berbahasa yang memadai. Pengajaran membaca permulaan di kelas I dibagi menjadi dua tahap yaitu membaca permulaan tanpa buku dan membaca permulaan dengan buku. Membaca permulaan tanpa buku diberikan dengan pertimbangan agar anak yang baru masuk sekolah tidak langsung dibebani dengan masalah-masalah yang memberatkan dirinya.waktu yang diperlukan untuk pengajaran membaca permulaan tanpa buku maksimal 8-10 minggu. Dalam situasi yang memungkinkan waktu tersebut sangat dipersingkat. Sisa waktu dari catur wulan pertama digunakan untuk berlatih membaca dengan buku. 2.3 Metode Pengajaran Membaca Permulaan Kegiatan pengajaran merupakan suatu sistem. Dalam pelaksanaannya tersangkut antara lain faktor guru yang mengajar, murid yang belajar, bahan pelajaran, dan metode pengajaran. Semua faktor itu berperan dalam mencapai tujuan pengajaran. xiii
14 xiv Metode adalah cara yang teratur dan terpikir dengan baik untuk mencapai maksud. Metode merupakan cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan ( Suhendar dan Pin Supinah, 1993:81). Hornby menyatakan method is a way of doing something. Dalam Ensiklopedia Indonesia disebutkan bahwa kata metode berasal dari bahasa Yunani `methodos` yang berarti jalan/cara. Dalam dunia pengajaran metode diartikan sebagai rencana penyajian bahan yang menyeluruh dengan urutan yang sistematis berdasarkan pendekatan tertentu. Dalam membaca permulaan dikenal beberapa macam metode yaitu (1) metode abjad/ alfabet (2) metode bunyi / the phonic method (3) metode suku kata (4) metode kata (5) metode global/metode kalimat dan (6) metode Struktural Analitik Sintetik/ SAS (Momo, 1980:5-6) Metode Abjad (Metode Eja atau The Alphabetic Method ) Secara history, metode ini merupakan metode yeng tertua dalam membaca permulaan (Sugiarto, 1982:9; Zuchdi dan Budiasih, 1994/1997:53). Metode ini dipakai sejak jaman kerajaan Yunani dan Romawi. Soejono (1983:20 ) menjelaskan bahwa metode abjad didasarkan atas teori ilmu jiwa atau ilmu jiwa asosiasi, atau ilmu jiwa mosaik. Ilmu jiwa ini mendahulukan unsur-unsur untuk sampai pada keseluruhan. Metode ini mulai mengajarkan huruf sebagai unsur kata, kemudian menyusunnya menjadi suku kata, kata, hingga kalimat. Menurut ilmu jiwa unsur, manusia mengenal dan memperoleh pengertian sesuatu barang dengan menyusun bagian-bagian barang itu menjadi wujud keseluruhannya. Kalau ilmu jiwa ini benar, maka untuk mengenal seekor binatang dengan melihat dulu ekornya, xiv
15 xv kemudian badan, kaki, dan kepalanya, terakhir baru diketahui bahwa itu adalah burung umpamanya ( Soejono, 1983:21 ). Metode abjad melaksanakan pengajarannya dengan kegiatan sebagai berikut. 1) Mengenalkan beberapa huruf. 2) Merangkai huruf menjadi suku kata. 3) Merangkai suku kata menjadi kata. 4) Menyusun kata kata menjadi kalimat ( Depdikbud, 1994:4 ). Adapun langkah pengajarannya dijelaskan oleh Soejono (1983:20-21) yaitu sebagai berikut. (1) Mulai dengan mengenalkan huruf. Tiap huruf diajarkan menurut bunyi dalam abjadnya. Misalnya : b = [be] m = [em] a = [a] t = [te] i = [i] (2.) Menyusun huruf menjadi suku kata b [be] dan a [a] = ba b [be] dan i [i] = bi m [em] dan a [a] = ma t (te) dan i (i) = ti (3) Menyusun suku kata menjadi kata ba - bi = babi ma - ti = mati (4) Menyusun kata menjadi kalimat babi - mati = babi mati Metode Bunyi atau Metode Suara atau The Phonic Method xv
16 xvi Metode ini selangkah lebih maju daripada metode abjad (Sugiarto, dkk., 1982:10). Bedanya antara metode abjad dan metode bunyi terletak pada pengucapan huruf. Pada metode abjad huruf diucapkan sebagai abjad [a], [be], [ce], dan seterusnya sedangkan pada metode bunyi, huruf diucapkan sesuai dengan bunyinya [a], [eb],[ec], dan seterusnya (Zuchdi dan Budiasih, 1996/1997:53), (Sugiarto, 1982:10), (Momo, 1980: 4-5). Secara lebih jelas, berikut ini dikemukakan langkah-langkah mengajarkan membaca permulaan dengan menggunakan metode bunyi. (1) Mulai dengan mengenalkan beberapa huruf Tiap huruf dilafalkan menurut bunyi atau menurut bunyi konsonan itu dengan bantuan bunyi huruf di depannya. Misalnya b diucapkan [eb] u diucapkan [u] d diucapkan [ed] i diucapkan [i] n diucapkan [en] (2) Menyusun/merangkai huruf menjadi suku kata, misalnya: n-i = ni b-u = bu d-i = di (3) Menyusun/menggabungkan suku kata menjadi kata, misalnya: i-ni = ini bu-di = budi (4) Merangkai kata menjadi kalimat, misalnya: xvi
17 xvii ini-budi = ini budi Metode Suku Kata atau Metode Kupas Rangkai Suku Kata Metode kupas rangkai suku kata dalam penerapannya menggunakan cara merangkaikan dan menguraikan. Untuk memperkenalkan huruf kepada siswa, suku kata yang sudah dikenal oleh siswa diuraikan menjadi huruf, kemudian huruf dirangkaikan lagi menjadi suku kata (Zuchdi dan Budiasih, 1996/1997:54). Dengan metode kupas rangkai suku kata, anak-anak mulai belajar beberapa buah suku kata yang kemudian dirangkaikan menjadi kata dengan memakai tanda sambung. Meskipun tulisan yang dibaca itu sudah merupakan kalimat, untuk jangka lama tertentu suku katanya tetap dipisah-pisahkan dengan memakai tanda sambung. Anak mengenal huruf dengan jalan mengupas suku kata yang kemudian merangkaikannya kembali menjadi suku kata (Momo, 1980:5). Secara rinci, langkah pengajaran metode suku kata dapat digambarkan sebagai berikut. (1) Mengenalkan beberapa suku kata. ma ta ni na (2) Merangkaikan suku kata menjadi kata dengan memakai tanda sambung. ma ta = ma-ta ni na = ni-na (3) Merangkaikan kata-kata menjadi kalimat dengan setiap suku katanya tetap dipisahkan dengan memakai tanda sambung. xvii
18 xviii ma-ta ni - na = ma - ta ni - na Untuk mengenalkan huruf, suku kata itu dikupas/diuraikan menjadi huruf dan kemudian dirangkaikan kembali menjadi suku kata ma - ta = m a - t a = ma - ta ni - na = n i - n a = ni - na Metode Kata Lembaga atau Metode Kupas Rangkai Kata atau The Key Words atau The Method of The Normal Word Penerapan metode kata lembaga sama dengan penerapan metode suku kata. Bedanya pada langkah permulaan mengajarkannya. Metode suku kata diawali dengan memperkenalkan suku kata sedangkan metode kata lembaga diawali dengan kata lembaga atau kata yang sudah dikenal oleh anak (Zuchdi dan Budiasih, 1996/1997:54). Metode kata lembaga didasarkan atas pendekatan kata, yaitu cara mengajarkan membaca permulaan dengan menampilkan kata. Tegasnya, metode kata lembaga memulai mengajarkan membaca dengan mengenalkan kata, menguraikan kata menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf, kemudian menggabungkan huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, selanjutnya memvariasikan huruf yang sudah dikenal menjadi suku kata dan suku kata menjadi kata tertentu dan kata lainnya (Depdikbud, 1994:5). Metode kata lembaga mengenalkan huruf-huruf yang akan diajarkan dalam bentuk kata-kata. Kata-kata itu dinamai kata lembaga. Kata-kata tersebut tentunya selalu merupakan lembaga suatu pengertian. Dengan kata lain, kata yang mengandung pengertian (Soejono, 1983:23). xviii
19 xix Dengan uraian berikut dapat dirinci langkah-langkah menggunakan metode kata lembaga. Dalam metode ini ada dua cara; pertama metode kata lembaga lama, kedua metode kata lembaga baru. Tabelnya adalah sebagai berikut. No A. Metode kata lembaga lama Analisis Sintesis Langkah mengenalkan kata lembaga dengan memperlihatkan gambar dan di bawahnya digantungkan kata lembaganya. Umpamanya, mana, bola, dan sebagainya. Langkah mengurai/analisis a. Kata itu diuraikan menjadi suku kata. mana ma - na bola bo - la b. Suku kata diuraikan menjadi huruf. ma m - a na n - a bo b - o la l - a Langkah menyusun/sintesis a. Huruf disusun menjadi suku kata. m-a ma n - a na b-o bo l-a la b. Suku kata disusun menjadi kata. bo - la bola c. Kata-kata disusun menjadi kalimat mana bola. d. Pada waktunya kalimat disusun B. Metode kata lembaga baru Analisis Sintesis 1a. Langkah pendahuluan guru bercerita sebagai pendahuluan; cerita itu mengandung kata-kata lembaga: mana, bola, dan sebagainya. 1b. Langkah mengenalkan kata lembaga dengan memperlihatkan gambar dan di bawahnya digantungkan kata lembaga yang umpamanya: mana; bola, dan sebagainya. 2. Langkah mengurai/menganalisis a. Kata itu diuraikan menjadi suku kata. mana ma - na bola bo - la b. Suku kata diuraikan menjadi huruf. ma m - a na n - a bo b - o la l - a 3. Langkah menyusun/sintesis a. Huruf disusun menjadi kata. m-a ma n-a na b-o bo l-a la b. Suku kata disusun menjadi kata. bo - la bola c. Kata-kata disusun menjadi kalimat. mana bola. d. Pada waktunya kalimat disusun menjadi cerita. mana bola xix
20 xx menjadi cerita. mana bola ini bola bola siapa bola amin ini bola bola siapa bola amin Metode Global atau Metode Kalimat atau The Sentence Method atau The Global Method Metode global didasarkan atas pendekatan kalimat yaitu cara memulai mengajarkan membaca permulaan dengan menampilkan kalimat di bawah gambar. Jelasnya, metode ini memulai pengajaran membaca permulaan dengan membaca kalimat secara utuh yang ada di bawah gambar, membaca kalimat tanpa bantuan gambar, menguraikan kalimat menjadi kata, menguraikan kata menjadi suku kata, dan menguraikan suku kata menjadi huruf (Depdikbud, 1994 : 5). Huruf yang terurai itu tidak dirangkaikan kembali menjadi suku kata sehingga metode ini hanya mempunyai proses menganalisis deglobalisasi (Momo, 1980 :6). Metode global didasarkan pada ilmu jiwa global atau teori ilmu jiwa totalitas atau keseluruhan. Keseluruhan sebagai struktur diamati secara global; kemudian bagianbagiannya. Bagian yang diamati makin lama makin terperinci. Jadi, menurut teori ini mengamati sesuatu benda tidak dimulai dari bagian atau unsur-unsurnya tetapi dimulai dari keseluruhan yang mengandung pengertian menuju ke bagian-bagiannya (Soejono, 1983 : 22-23). Menurut Sugiarto (1982 : 14), metode global dimulai oleh Van Ehrenfel (Austria), kemudian disebarluaskan oleh Buhler, W. Kohler, K. Koffka, Ehrenstein. Pentingnya, teori Gestalt psychologi telah ditunjukkan oleh M. Wertheimer. Teori dalam membaca permulaan digunakan pertama kali oleh Edouard Claprede (Genevo) dan Ovide Decroly (Belgia). Pengaruhnya meluas ke Negeri Belanda kemudian dibawa ke Indonesia. Pada metode global anak belajar membaca dari kalimat bukan dari huruf. Anak membaca secara kalsikal dengan menggunakan pias kalimat klasikal (besar). Setelah itu mereka menggunakan pias kecil secara individual melalui pias kalimat individual (pias kecil) xx
21 xxi yaitu melalui buku. Dengan pengenalan kalimat yang berulang-ulang, anak bahkan dapat mengenali kata-kata. Setelah semua kata dikenal dengan lancar, barulah mereka disuruh menganalisis kata-kata sehingga dapat mengenal hurufnya satu persatu (Sugiarto, 1982:14). Lebih jelasnya, berikut ini diuraikan langkah-langkah pengajarannya. No Langkah pengajaran Contoh pelaksanaan 1 Diperlihatkan gambar sambil Gambar topi bercerita (pendek, menarik) atau diperkenalkan sebuah syair lagu. 2 3 Syair/cerita itu ditulis di atas pias (klasikal) dan selalu diulang agar murid dapat menghafalnya Cerita/syair tersebut kemudian dipotong-potong sehingga menjadi pias-pias kalimat. topi saya bundar bundar topi saya jika tidak bundar bukan topi saya topi saya bundar bundar topi saya jika tidak bundar bukan topi saya 4 5 Pias-pias kalimat dikacaukan letaknya kemudian anak disuruh menyusunnya kembali menjadi cerita semula. Pias kalimat dipotong-potong menjadi kata-kata kemudian disusun dengan berbagai variasi. bukan topi saya jika tidak bundar topi saya bundar bundar topi saya topi saya bundar topi saya bundar topi topi saya topi saya bundar xxi
22 xxii 6 7 Kata-kata disusun seperti kalimat semula atau menjadi kalimat baru. Kata-kata diuraikan ke dalam suku kata. topi saya bundar topi bundar saya bundar topi saya to pi sa ya bun dar 8 9 Suku kata disusun menjadi kata semula dan kata baru. Suku kata diuraikan sampai ke huruf. to pi sa ya bun dar dar to sa bun sa dar sa pi t o p i s a y a b u n d a r Metode Struktural Analitik Sintetik (SAS) Metode SAS dilandasi oleh landasan-landasan psikologis, pedagogis, dan linguistik (Aridi dan Anwar Jassin, 1978/1979 : 3; Momo, 1980 : 8-9; Sugiarto, 1982 : 27-28). 1) Landasan Psikologis a) Pengamatan pertama bersifat global (totalitas) Menurut teori Gestalt, dalam penghayatan manusia keadaan keseluruhan lebih primer daripada bagian-bagian (Suhadi, 1979 : 5). Dalam metode SAS pun anak-anak pertama kalinya mengamati sesuatu benda secara keseluruhan (global atau totalitas). Yang pertama xxii
23 xxiii kali tampak dalam ingatan adalah struktur, bangun atau susunan dari benda itu. Jelasnya, penampilan pertama sesuatu benda teramati secara struktural (Momo, 1980 : 8). b) Anak berusia sekolah memiliki sifat melit (ingin tahu) Sifat melit yang terdapat pada anak menimbulkan keinginan untuk menganalisis benda yang telah dikenalnya secara global atau secara totalitas. Ia merusak, melepaskan, atau memisahkan bagian-bagian benda itu menjadi unsur-unsur yang paling kecil. Setelah mengetahui fungsi dari bagian-bagian itu, timbul keinginan untuk merangkaikan kembali bagian-bagian itu menjadi bentuk semula secara totalitas (Momo, 1980:10). 2) Landasan Paedagogik (a) Mengembangkan potensi dan pengalaman anak Potensi dan pengalaman anak dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya dikembangkan di sekolah. Pengajaran dan pendidikan di sekolah merupakan penambahan dan perluasan pengalaman yang berupa ilmu pengetahuan dengan suasana yang tidak jauh berbeda dengan suasana keluarga dan lingkungan sekitarnya (Momo, 1980:9). Dengan demikian, dapat diartikan bahwa mendidik berarti membantu anak agar dapat mengembangkan pengalamannya. Pengalaman anak dijadikan pangkal tolak pendidikan (Sugiarto, 1982:29). b) Membimbing anak agar dapat mencari, memecahkan, dan menemukan jawaban suatu masalah. Anak diharapkan dapat mencari serta memecahkan dan menemukan jawaban dari suatu masalah. Dalam pengajaran, guru memberi problema kemudian anak didik mencari dan akhirnya mendapatkan sendiri jawaban/kesimpulan/pendapatnya (discovery/problem solving approach). xxiii
24 xxiv c) Membimbing anak agar dapat bekerja sendiri dan bertanggung jawab. Pendidikan hendaklah dapat merangsang agar anak berbuat. Guru hanya membimbing dan anak didik aktif berbuat dan melaksanakan tugasnya dengan bertanggung jawab (Sugiarto, 1982:29). 3) Landasan linguistik a) Bahasa itu ucapan, bukan tulisan Tatkala seseorang lahir ke dunia ia telah diajak berbahasa oleh ibunya. Bahasa itu berupa ucapan. Setelah mengenal huruf, barulah masyarakat menggunakan tulisan di samping ucapan untuk keperluan hidup sehari-hari (Momo, 1980:8). Hal ini sesuai dengan pendapat Sugiarto (1982:28) yang mengatakan bahwa bahasa yang sebenarnya ialah bahasa dalam fungsinya sebagai alat komunikasi umum yakni bahasa lisan. (b) Unsur bahasa ialah kalimat. Pada hakikatnya struktur terkecil dalam bahasa ialah kalimat (Sugiarto, 1982:28). (c) Bahasa mempunyai struktur yang unik. Begitu pun bahasa Indonesia, strukturnya berbeda dengan bahasa lainnya. Kaidah-kaidahnya juga berbeda dengan bahasa lain. Itulah sebabnya, dalam pengajaran membaca permulaan hendaknya diperhitungkan kemungkinan kesukaran yang akan dialami anak, yang disebabkan oleh perbedaan latar belakang bahasa ibu pada setiap anak (Aridi dan Anwar Jassin, 1978/1979:5 ; Sugiarto, 1982: 28, Momo,1980:8). Berikut ini diuraikan langkah-langkah metode SAS dalam pengajaran membaca permulaan tanpa buku. 1) Merekam bahasa anak; 2) Menampilkan gambar saat bercerita; 3) Membaca gambar; xxiv
25 xxv 4) Membaca gambar dengan kartu kalimat; 5) Membaca kalimat secara struktural; 6) Proses analitik; dan 7) Proses sintetik (Momo, 1980:12-15). Ada beberapa prinsip dalam metode SAS. 1. Pengajaran selalu dimulai dengan menunjukkan struktur kalimat secara utuh dan lengkap. Struktur terkecil ialah kalimat. 2. Struktur tersebut hendaklah membentuk konsep yang jelas dalam pikiran anak. Untuk ini, struktur perlu ditampilkan berulang-ulang (drill). 3. Konsep yang jelas mendorong timbulnya hasrat untuk mengetahui unsur-unsurnya (analisis). 4. Anak mendapatkan unsur, fungsi unsur, dan relasi antarunsur. 5. Bagian-bagian ini kemudian dikembangkan menjadi struktur semula (sintesis) (Sugiarto, 1982:29). Selanjutnya, Sogiarto secara jelas mengemukakan empat langkah umum metode SAS. 1. Rekaman 1) Merekam ditampilkan pada permulaan pengajaran dengan tujuan membiasakan anak berbicara spontan berporos pada pengalamannya. 2) Merekam merupakan ciri khas metode SAS yang bertujuan mengembangkan pengalaman anak. 3). Merekam dapat dilaksanakan dengan tanya jawab, bercerita, dan sebagainya. 4) Kesempatan ini digunakan oleh guru untuk mengarahkan pembicaraan kepada pokok bahan. xxv
26 xxvi 5) Merekam merupakan kesempatan untuk meratakan/menyamakan pengalaman anak. 6) Merekam boleh diisi dengan apersepsi, tetapi merekam bukan apersepsi. 2. Struktural 1) Menampilkan struktur terkecil berupa kalimat. 2) Struktur hendaklah menimbulkan konsep yang jelas. Konsep yang jelas ini dapat dicapai dengan jalan menampilkannya berkali-kali (drill). 3) Konsep yang jelas merangsang sifat ingin tahu anak. Sifat ingin tahu yang lebih jauh tentang konsep ini bahkan dibangkitkan dan disalurkan secara sistematis dalam analisis. 3. Analisis 1) Struktur dianalisis secara sistematis. 2) Analisis dilakukan sampai ke bagian yang dikehendaki (di SD kelas I analisis sampai simbol terkecil yaitu huruf itu diperlukan). 4. Sintetis 1) Anak memperoleh sendiri bagian-bagian secara analitis. 2) Unsur-unsur tersebut dikembalikan lagi kepada kosep semula melalui proses sintetis. 3) Setelah proses sintesis ini selesai, diharapkan anak memperoleh pengertian tentang unsur-unsur struktur, fungsi unsur dalam struktur, dan relasi unsur dalam struktur. Lebih jelasnya, diuraikan langkah-langkah pelaksanaan metode SAS menurut Sugiarto, 1982 : ; Depdikbud, 1979 : ; Momo, 1980 : Urutan Kegiatan Pelaksanaan Metode SAS 1. Merekam Bahasa Anak xxvi
27 xxvii Merekam bahasa anak dilakukan dengan sengaja. Guru dapat secara langsung merekam bahasa anak-anak tersebut pada saat mereka sedang istirahat, bertanya jawab di kelas, dan sebagainya. Contohnya, pada saat anak-anak beristirahat, guru mencatat kata-kata yang diucapkan oleh mereka, misalnya, ibu, bapak, adik, kakak, aku, rumah, boneka, bola, dan lain-lain. Kata-kata yang diucapkan anak-anak secara spontan ketika beristirahat/bertanya jawab itu akan menjadi modal dasar bagi guru untuk menyusun cerita yang ada hubungannya dengan bahan pelajaran. 2. Menampilkan gambar sambil bercerita Setelah guru merekam bahasa anak dan meneliti hasil rekaman, guru berusaha untuk menyajikan suatu cerita yang menarik misalnya mengenai seorang anak laki-laki yang seusia dengan murid kelas I. Cerita itu ada hubungannya dengan lima struktur kalimat yang akan diperkenalkan kepada anak-anak. Contoh: guru bercerita mengenai `Budi`. Budi mempunya ibu, ayah, seorang kakak perempuan, dan seorang adik laki-laki. Budi anak yang rajin. Di rumah ia suka membantu ibu menyiram tanaman dan membersihkan halaman. Budi sudah bersekolah, ia duduk di kelas satu. Sambil atau sesudah bercerita, guru menampilkan beberapa gambar yang ada hubungannya dengan isi cerita yaitu gambar Budi, ibu, ayah, seorang perempuan, dan seorang laki-laki kecil. Dengan gambar itu diharapkan muncul kalimat dari anak. Guru berusaha mengarahkan munculnya kalimat yang diperlukan untuk setiap gambar sesuai dengan bahan pelajaran. 3. Membaca Gambar xxvii
28 xxviii Anak-anak diharapkan dapat mengucapkan sebuah kalimat tatkala melihat sebuah gambar. Misalnya, waktu guru menampilkan gambar Budi, munculah sebuah kalimat Ini Budi. Begitu pula waktu guru menampilkan gambar ibu Budi, muncullah kalimat Ini ibu Budi, dan seterusnya. 4. Membaca gambar dengan kartu kalimat Setelah anak-anak lancar membaca gambar, guru meletakkan kartu kalimat di bawah gambar. Waktu anak membaca gambar Budi dengan mengucapkan Ini Budi, sekaligus terlihat kartu kalimat ini budi. Begitu pula waktu membaca gambar ibu budi dengan mengucapkan Ini ibu Budi, terlihatlah kartu kalimat ini ibu budi dan seterusnya. Ketika anak membaca gambar yang di bawahnya ada kartu kalimat, perhatiannya akan tertuju kepada kartu kalimat itu. Secara global mereka dapat membedakan kartu-kartu kalimat yang berada di bawah gambar-gambar itu. 5. Membaca kalimat secara struktural Secara berangsur-angsur gambar yang menjadi petunjuk bunyi kartu kalimat itu dihilangkan, hingga akhirnya hanya kartu-kartu kalimat saja yang dibaca oleh anak. Letak kartu kalimat diubah menjadi tersusun ke bawah dan sewaktu-waktu tempatnya dipertukarkan. Penampilan pertama kartu-kartu kalimat adalah sebagai berikut. ini budi ini ibu budi ini bapak budi ini kakak budi ini adik budi 6. Proses Analitik xxviii
29 xxix (Menguraikan kalimat - kata - suku kata - huruf) Melalui pendengaran, anak-anak sudah merasakan adanya kelompok-kelompok di dalam sebuah kalimat. Pada kartu kalimat pun mulai terlihat adanya bagian-bagian itu. Lebih jelas lagi, ketika bagian-bagian itu dipisahkan menjadi sebuah kata yang disebut kartu kata. Analisis selanjutnya dari kata menjadi suku kata, dari suku kata menjadi huruf. Prosesnya sama seperti analisis kalimat menjadi kata. Hasil analisis yang berupa suku kata atau huruf merupakan kartu-kartu terpisah sebagai kartu suku kata atau kartu huruf. Proses analisis berakhir dengan ditemukannya bagian-bagian paling kecil yang berupa huruf. Contoh penguraian kalimat ini budi ini budi ini budi i ni bu di i n i b u d i 7. Proses Sintetik (Menggabungkan kembali huruf - suku kata - kata - kalimat) Huruf-huruf yang telah terpisah itu digabungkan kembali menjadi suku kata. Suku-suku kata tersebut dirangkaikan menjadi kata; kata dirangkaikan kembali menjadi kalimat; kembali kepada bentuk semula. Inilah yang dinamai sintetik. Proses sintetik tersebut dapat digambarkan sebagai berikut. i n i b u d i xxix
30 xxx i ni bu di ini budi ini budi 2.4 Penilaian terhadap Pembelajaran Membaca Permulaan Penilaian merupakan alat ukur untuk mengetahui seberapa jauh tujuan-tujuan pengajaran yang telah ditetapkan dapat dicapai setelah siswa mengalami aktivitas belajar. Penilaian ini juga merupakan bukti nyata tentang kadar pencapaian tujuan yang berupa kemampuan dan keterampilan yang dimiliki siswa (Nurgiyantoro, 1995:19). Ada dua jenis alat penilaian yakni (1) teknik nontes, dan (2) teknik tes. Teknik nontes meliputi koesioner, wawancara, dan pengamatan. Lain halnya dengan teknik nontes, teknik tes dapat dibedakan menjadi berbagai macam. Berdasarkan jumlah individu yang dites, tes dapat dibedakan menjadi tes individual dan tes kelompok. Berdasarkan jawaban yang dikehendaki, tes dapat dibedakan ke dalam tes perbuatan dan tes verbal. Dari segi penyusunannya, tes dapat dibedakan atas tes buatan guru dan tes standar. Selain itu, tes pengukur keberhasilan juga dapat dibedakan atas (1) tes kemampuan awal, yang terdiri dari pretes, tes prasarat, dan tes penempatan; (2) tes diagnostik; (3) tes formatif; dan (4) tes sumatif. Dari segi bentuknya, tes dapat dibedakan atas (1) tes esai dan (2) tes objektif (Nurgiyantoro, 1995:19). xxx
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Keterampilan berbahasa ( language skill) dalam kurikulum di sekolah. biasanya mencakup empat segi, yaitu:
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Keterampilan Berbahasa Keterampilan berbahasa ( language skill) dalam kurikulum di sekolah biasanya mencakup empat segi, yaitu: a) Keterampilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Nasional menyebutkan bahwa sistem pendidikan nasional harus dapat memberi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-undang nomor 2 tahun 1989 yang membahas Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa sistem pendidikan nasional harus dapat memberi pendidikan dasar
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Hakikat Kemampuan Membaca Permulaan 2.1.1.1. Pengertian Membaca Permulaan Pembelajaran membaca permulaan erat kaitannya dengan pembelajaran menulis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting karena menjadi salah satu
Lampiran 18. Peningkatan Hasil Tes Kemampuan Membaca Permulaan Siswa pada Pratindakan, Siklus I, dan Siklus II 162 Lampiran 19. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Selama Proses Pembelajaran Sintetik (SAS)
Lebih terperinciKEEFEKTIFAN METODE PENGAJARAN MEMBACA DAN MENULIS (MMP) (STUDI DESKRIPTIF TERHADAP PENGALAMAN GURU-GURU KELAS SATU SEKOLAH DASAR)
KEEFEKTIFAN METODE PENGAJARAN MEMBACA DAN MENULIS (MMP) (STUDI DESKRIPTIF TERHADAP PENGALAMAN GURU-GURU KELAS SATU SEKOLAH DASAR) Nasrun Adil Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Setiap
Lebih terperinciMENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA TEKNIS DENGAN MENGGUNAKAN KARTU HURUF PADA SISWA KELAS II SD
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA TEKNIS DENGAN MENGGUNAKAN KARTU HURUF PADA SISWA KELAS II SD Pertiwi Laboro Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo Abstrak : Bahasa merupakan saran yang efektif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kecenderungan; sikap, muatan/nilai dan kemampuan guna meningkatkan kemampuan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku, meliputi perubahan kecenderungan; sikap, muatan/nilai dan kemampuan guna meningkatkan kemampuan dan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Hasil Belajar Para ahli mengemukakan beberapa pengertian hasil belajar. Dimyati dan Mudjiono (1999),
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar Para ahli mengemukakan beberapa pengertian hasil belajar. Dimyati dan Mudjiono (1999), menjelaskan hasil belajar merupakan hal yang dapat
Lebih terperinci2015 PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS EKSPLANASI KOMPLEKS
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan agar siswa memiliki kemampuan berbahasa yang mumpuni serta dapat berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dengan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar W. S. Winkel (2000:4) menyimpulkan belajar adalah aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lancar. Keterampilan membaca memiliki peranan yang sangat penting. Dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD hendaknya berjalan seefektif mungkin karena Bahasa Indonesia termasuk pembelajaran yang utama. Salah satu faktor keberhasilan suatu
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dalam bentuk lambang lambang grafis, yang perubahannya menjadi wicara bermakna dalam
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1. Hakikat Membaca Pada hakikatnya membaca merupakan keterampilan mengenal dan memahami tulisan dalam bentuk lambang lambang grafis, yang perubahannya menjadi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Membaca 2.1.1 Pengertian Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi utama bagi seorang anak untuk mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan anak untuk menerjemahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini yang selanjutnya disebut Paud merupakan pendidikan yang sangat mendasar dan sangat menentukan bagi perkembangan anak di kemudian
Lebih terperinciPERBANDINGAN KEEFEKTIFAN METODE ABJAD, METODE GLOBAL, DAN METODE SAS DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR MEMBACA PERMULAAN DI SEKOLAH DASAR
PERBANDINGAN KEEFEKTIFAN METODE ABJAD, METODE GLOBAL, DAN METODE SAS DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR MEMBACA PERMULAAN DI SEKOLAH DASAR (Studi Kuasi Eksperimen di Sekolah Dasar Negeri Banjaran) Nunuy Nurjanah
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
23 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Deskripsi Kondisi Awal. Penelitian ini dilakukan di kelas I SD Negeri Kebolampang Kecamatan Winong Kabupaten Pati Tahun Pelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia di sekolah memegang peranan penting dalam mengupayakan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari karena bahasa merupakan alat komunikasi antar manusia. Secara luas dapat diartikan bahwa komunikasi
Lebih terperinciPENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PERMULAAN MENGGUNAKAN TEKNIK KATA LEMBAGA PADA SISWA KELAS II SD NEGERI JANTI KECAMATAN SLAHUNG KABUPATEN PONOROGO
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PERMULAAN MENGGUNAKAN TEKNIK KATA LEMBAGA PADA SISWA KELAS II SD NEGERI JANTI KECAMATAN SLAHUNG KABUPATEN PONOROGO Basori Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Abstrak:
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. baik dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. 1. kemampuan ini dunia akan tertutup dan terbatas hanya pada apa yang ada di
BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Tentang Membaca 1. Pengertian Membaca Membaca adalah suatu hal yang amat penting bagi kehidupan manusia, baik dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. 1 Dalam masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang mempunyai peranan yang penting dalam dunia pendidikan dan merupakan penunjang dalam semua bidang studi.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika 2.1.1.1 Pengertian Matematika Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. meningkatkan mutu pendidikan secara nasional. Agar tidak tertinggal dan untuk
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Materi Pembelajaran IPA Untuk menanggapi kemajuan era global dan semakin pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, kurikulum sains termasuk IPA terus disempurnakan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbahasa berarti terampil menyimak (mendengarkan), terampil berbicara,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajaran keterampilan berbahasa, sesuai namaya bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan bahasa siswa. Terampil berbahasa berarti terampil
Lebih terperinci2013 PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI MELALUI METODE MIND MAPPING DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH DASAR
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan dasar bagi pengetahuan manusia. Bahasa juga dikatakan sebagai alat komunikasi yang digunakan oleh setiap manusia dengan yang lain. Sebagai alat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang berhubungan dengan empat keterampilan. Keterampilan merupakan salah satu unsur kompetensi yang harus dimiliki
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
4 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1.1 Pembelajaran Membaca dan Menulis Pada awal masuk BAB II KAJIAN PUSTAKA persekolahan siswa kelas 1 SD, pembelajaran yang utama adalah membaca dan menulis.
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas yang
45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart. Di dalam metode penelitian ini terdapat empat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar merupakan suatu proses yang berkesinambungan dalam membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Proses belajar dimulai sejak manusia dilahirkan.
Lebih terperinciSri Sunarti. Sri Sunarti SD Negeri 1 Pakis
Upaya Peningkatan Motivasi dan Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Media Kartu Huruf Pada Siswa Kelas 1 SD Negeri 1 Pakis Kecamatan Kradenan Tahun Pelajaran 2017/2018 Sri Sunarti srisunartipks1@gmail.com
Lebih terperinciUpaya Meningkatkan Kemampuan Menulis Permulaan Siswa Melalui Metode SAS Siswa Kelas 1 SDN Tondo Kecamatan Bungku Barat Kabupaten Morowali
Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis Permulaan Siswa Melalui Metode SAS Siswa Kelas 1 SDN Tondo Kecamatan Bungku Barat Kabupaten Morowali Azlia Latae, Sahruddin Barasandji, dan Muhsin Mahasiswa Program
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
29 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Kondisi Awal. Penelitian ini dilakukan di kelas I MI Miftahul Ulum Curah Keris Kalipang Kecamatan Grati Kabupaten Pasuruan Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Aep Suryana, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) merupakan bagian penting dalam kerangka pengembangan pendidikan nasional yang bertujuan untuk
Lebih terperinciPezi Awram
315 PROBLEMATIKA MEMBACA CEPAT SISWA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA Pezi Awram Pezi.awram@yahoo.com ABSTRAK Makalah ini disusun untuk menjelaskan problema apa saja dalam membaca cepat khususnya siswa
Lebih terperincipeningkatan kualitas kehidupan, serta pertumbuhan tingkat intelektualitas, dimensi pendidikan juga semakin kompleks. Hal ini tentu membutuhkan desain
Eni Sukaeni, 2012 Penggunaan Model Penemuan Konsep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan kualitas kehidupan, serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Resha Aprylet, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa kanak-kanak adalah masa yang sangat peka untuk menerima berbagai stimulasi dari lingkungan. Keberhasilan anak dalam mencapai perkembangan yang optimal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan bersifat sangat penting demi terwujudnya kehidupan pribadi yang mandiri dengan taraf hidup yang lebih baik. Sebagaimana pengertiannya menurut Undang-undang
Lebih terperinciAas Asiah Instansi : Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Siliwangi Bandung
PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN ARGUMENTASI DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA SISWA KELAS V SD ISLAM AL-IKHLAS CIANJUR TAHUN AJARAN 2011/2012 Aas Asiah Email : aasasiah84@yahoo.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari karena
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari karena bahasa merupakan alat komunikasi antar manusia. Secara luas dapat diartikan bahwa komunikasi
Lebih terperinciBAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN
BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN Dalam bab ini diuraikan proses pengembangan model penilaian otentik dalam pembelajaran membaca pemahaman yang telah
Lebih terperinci2014 KEEFEKTIFAN MOD EL PEMECAHAN MASALAH (PROBLEM SOLVING) D ALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS D ISKUSI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca dan keterampilan menulis. Keempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Bahasa merupakan sesuatu yang penting untuk dikuasai karena bahasa adalah sarana interaksi dan alat komunikasi antar manusia. Negara Indonesia merupakan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. KAJIAN TEORI 1. Lingkungan Sekolah a. Pengertian Lingkungan Sekolah Manusia sebagai makhluk sosial pasti akan selalu bersentuhan dengan lingkungan sekitar,
Lebih terperinciPENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE STRUKTUR ANALITIK SINTETIK (SAS)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan lajunya perkembangan zaman, pemerintah telah menetapkan suatu acuan baru tentang tujuan pendidikan untuk diterapkan demi terciptanya sumber daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting terhadap kemajuan suatu bangsa di dunia. Pendidikan diproses
Lebih terperinciPeningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Kelas I MIS Sinoutu Melalui Metode Struktural Analitik Sintetik (SAS)
Peningkatan Membaca Permulaan Siswa Kelas I MIS Sinoutu Melalui Metode Struktural Analitik Sintetik (SAS) Muslimin, Muh. Tahir, dan Idris Patekkai Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yaitu
BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yaitu suatu metode yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari suatu perlakuan (intervensi) yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Membaca adalah salah satu prasyarat agar anak dapat mempelajari atau
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membaca adalah salah satu prasyarat agar anak dapat mempelajari atau memahami sesuatu. Membaca juga merupakan pintu gerbang pengetahuan. Dengan kemampuan membaca
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3 disebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh pesan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membaca adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh pesan melalui media kata untuk berkomunikasi dengan diri sendiri dan orang lain. Kemampuan membaca memegang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia Sekolah Dasar disebutkan bahwa standar kompetensi menulis untuk kelas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Dasar disebutkan bahwa standar kompetensi menulis untuk kelas V SD untuk
Lebih terperinciMETODE SAS (STRUKTURAL ANALITIK SINTETIK) DALAM PENINGKATAN MEMBACA PERMULAAN DI KELAS I SEKOLAH DASAR
METODE SAS (STRUKTURAL ANALITIK SINTETIK) DALAM PENINGKATAN MEMBACA PERMULAAN DI KELAS I SEKOLAH DASAR Wilujeng Setyani 1, Suhartono 2, Imam Suyanto 3 PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret, Jl. Kepodang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia. Melalui pendidikan, diharapkan setiap individu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai kedudukan yang penting dalam meningkatkan sumber daya manusia. Melalui pendidikan, diharapkan setiap individu memiliki kompetensi pengetahuan,
Lebih terperinciPENERAPAN TEKNIK TPS (THINK, PAIR, AND SHARE) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENENTUKAN KALIMAT UTAMA PARAGRAF DESKRIPSI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia, sebagai salah satu identitas atau pembeda dari bangsa lain, selain sebagai bahasa persatuan juga berkedudukan sebagai bahasa negara dan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diajarkan. Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan salah satu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu hal yang terpenting dalam kehidupan manusia adalah bahasa. Bahasa merupakan salah satu hasil kebudayaan yang harus dipelajari dan diajarkan. Pengajaran
Lebih terperinciNurdia Artu. Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako ABSTRAK
Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Kelas IV SDN Pembina Liang Melalui Penerapan Strategi Survey Questions Reading Recite Review (SQ3R) Nurdia Artu Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Pendidikan pada dasarnya adalah upaya untuk membentuk manusia yang berkualitas dan
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Pendidikan Pendidikan pada dasarnya adalah upaya untuk membentuk manusia yang berkualitas dan bertanggung jawab, sehingga melahirkan generasi yang tangguh. Dalam undang-undang
Lebih terperinciPEMBUATAN TES TERTULIS
PEMBUATAN TES TERTULIS BENTUK SOAL 1. SOAL JAWABAN SINGKAT 2. SOAL BENAR- SALAH 3. SOAL MENJODOHKAN 4. SOAL PILIHAN GANDA 5. SOAL URAIAN SOAL JAWABAN SINGKAT KARAKTERISTIK: SOAL YANG MENUNTUT PESERTA TES
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mampu berkomunikasi dengan baik. Salah satu cara untuk meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia adalah salah satu mata pelajaran pokok yang diajarkan di sekolah, baik pada tingkat dasar, tingkat menengah, maupun tingkat atas. Selain itu,
Lebih terperinciRENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Kelas/Semester : II/ Pertemuan Ke- : Alokasi Waktu : x 5 menit Standar Kompetensi : Memahami pesan pendek dan dongeng yang dilisankan Kompetensi Dasar : Menceritakan kembali isi dongeng yang didengarnya
Lebih terperinciMENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAANDENGAN MENGGUNAKAN METODE SAS SISWA DI SDN 115 KAB. PINRANG GUSRI
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAANDENGAN MENGGUNAKAN METODE SAS SISWA DI SDN 1 KAB. PINRANG GUSRI Tenaga Edukatif di KabupatenPinrang Email: Gusri@yahoo.co.id Abstract This study entitled Improving
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang sedang dikembangkan oleh pemerintah saat ini, karena usia dini berada pada
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Arti make a match adalah mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Make a Match 2.1.1 Arti Make a Match Arti make a match adalah mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban soal sebelum habis waktu yang ditentukan. Menurut Lie (2002:30) bahwa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, pemahaman dan keterampilan atau sikap. dari aspek kognitif, psikomotorik, dan efektif. Guru yang kompeten akan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar pada setiap individu atau kelompok untuk merubah sikap dari tidak tahu menjadi tahu seanjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia tidak akan lepas dari kegiatan berbahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia dalam berkomunikasi dengan tujuan menyampaikan ide,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peran penting dalam kehidupan. Pendidikan bahasa sastra Indonesia yang menitikberatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu kebutuhan manusia sehingga memegang peran penting dalam kehidupan. Pendidikan bahasa sastra Indonesia yang menitikberatkan pada keterampilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kompetensi yang harus dikuasai oleh guru adalah evaluasi pembelajaran. Kompetensi tersebut sejalan dengan tugas dan tanggung jawab guru dalam pembelajaran,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Masalah Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi siswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan upaya yang dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab untuk membantu perkembangan kepribadian serta kemampuan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
Lebih terperinciDAFTAR ISI. KATA PENGANTAR.. UCAPAN TERIMA KASIH. DAFTAR SINGKATAN. BAB I PENDAHULUAN 1. A. Latar Belakang 1. B. Rumusan Masalah Penelitian..
DAFTAR ISI Halaman PERNYATAAN ABSTRAK ABSTRACT.. KATA PENGANTAR.. UCAPAN TERIMA KASIH. DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR DAFTAR SINGKATAN. DAFTAR LAMBANG i ii iii iv vi xii xxiv xxxiv xliv xlv BAB
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bahasa Indonesia secara umum mempunyai fungsi sebagai alat komunikasi sosial. Pada dasarnya bahasa erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Manusia sebagai anggota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menulis merupakan salah satu bentuk keterampilan berbahasa, yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menulis merupakan salah satu bentuk keterampilan berbahasa, yang merupakan hal penting dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar. Di dalam kegiatan
Lebih terperinciRENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN TEMATIK SIKLUS I
35 Lampiran 1 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN TEMATIK SIKLUS I Tema Kelas/Semester Waktu : Keluarga : I/I : 4 x 35 menit (2 x pertemuan) Standar Kompetensi Bahasa Indonesia : Memahami teks pendek dengan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk
8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui bahasa tulis.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sarana yang sangat penting dalam kehidupan anak, karena dengan berbahasa anak dapat berkomunikasi dengan orang lain. Akhadiah ( Suhartono :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan tersebut akan mendapatkan informasi ataupun pengalaman
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan cara, perbuatan atau proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Interaksi yang dilakukan
Lebih terperinciSeloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
SELOKA 5 () (016) Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/seloka KEEFEKTIFAN METODE EJA DAN METODE SAS BERDASARKAN MINAT BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bahasa adalah sarana yang digunakan untuk berkomunikasi dengan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sarana yang digunakan untuk berkomunikasi dengan sesama manusia dalam kehidupan sehari-hari. Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam interaksi dirinya dengan lingkungannya. Hasil dari interaksi yang dilakukan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan suatu proses perubahan tingkah laku individu dalam interaksi dirinya dengan lingkungannya. Hasil dari interaksi yang dilakukan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju merupakan suatu hal yang sangat urgen dalam masyarakat modern, karena dapat membuat manusia
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar IPA Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnya, saling berbagi pengalaman, dan saling belajar dengan yang lain. Di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia, bahasa merupakan alat komunikasi. Manusia berinteraksi melalui bahasa. Mereka dapat saling berhubungan satu dengan yang lainnya, saling
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Riama N Sihombing, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Proses belajar yaitu proses interaksi antara guru dan siswa dimana saat siswa tidak tahu menjadi tahu atau proses belajar dimana adanya perubahan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Tematik a. Pengertian Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang mengunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hubungan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Hartati (2006: 34)
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sarana komunikasi manusia untuk menjalin hubungan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Hartati (2006: 34) bahasa adalah simbol
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan karangan argumentasi sebagai
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Berikut ini terdapat beberapa penelitian relevan yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan karangan argumentasi sebagai berikut.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia karena pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia karena pada hakikatnya manusia lahir dalam keadaan tidak berdaya, tidak langsung dapat berdiri sendiri, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan media berkomunikasi dengan orang lain. Tercakup semua
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan media berkomunikasi dengan orang lain. Tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Menulis merupakan salah satu cara manusia untuk mengungkapkan sebuah ide atau gagasan kepada orang lain melalui media bahasa tulis. Bahasa tulis tentu berbeda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Reni Febriyenti, 2015
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menulis karangan merupakan kompetensi dasar yang harus dicapai pada pembelajaran Bahasa Indonesia kelas IV sekolah dasar. Terdapat beberapa kompetensi dasar yang memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemanusiaan untuk bermasyarakat dan menjadi manusia yang sempurna. Menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana menumbuh kembangkan potensi kemanusiaan untuk bermasyarakat dan menjadi manusia yang sempurna. Menurut Sahertian (2008: 26) pendidik
Lebih terperinciII. LANDASAN TEORI. untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis
II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis melalui media
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN TEMATIK (SIKLUS I)
40 LAMPIRAN 1 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN TEMATIK (SIKLUS I) Tema : Lingkungan Kelas / semester : 1 / I Waktu : 6 x 35 menit ( 3 x pertemuan ) A. Standar Kompetensi : Bahasa Indonesia 3. Membaca teks
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan dan pendapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan siswa baik dalam bidang akademik, sosial maupun pribadi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebagai suatu proses yang dinamis. Pendidikan akan selalu berkembang dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat.
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.
1 BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan segala usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana dan bertujuan mengubah tingkah laku manusia kearah yang lebih baik dan sesuai
Lebih terperinciTampubolon menyebutnya sebagai Kemampuan Efektif Membaca. Walaupun keduanya
Kemampuan Efektif Membaca 1. Definisi KEM Penggunaan KEM di kalangan para ahli bahasa memiliki istilah berbeda-beda. Ahmadslamet menyebutkan KEM sebagai Kecepatan Efektif Membaca, sedangkan Tampubolon
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia diharapkan dapat saling mengenal dan berhubungan satu sama lain, saling berbagi pengalaman dalam
Lebih terperinci