PENGARUH BAHAN PENGAWET AKONAFOS DAN BUAH BINTARO TERHADAP KETAHANAN KAYU AKASIA (Acacia mangium) DENGAN SISTEM KUBUR. Oleh:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH BAHAN PENGAWET AKONAFOS DAN BUAH BINTARO TERHADAP KETAHANAN KAYU AKASIA (Acacia mangium) DENGAN SISTEM KUBUR. Oleh:"

Transkripsi

1 1 PENGARUH BAHAN PENGAWET AKONAFOS DAN BUAH BINTARO TERHADAP KETAHANAN KAYU AKASIA (Acacia mangium) DENGAN SISTEM KUBUR Oleh: Dorotea Omi Lewar NIM PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2015

2 PENGARUH BAHAN PENGAWET AKONAFOS DAN BUAH BINTARO TERHADAP KETAHANAN KAYU AKASIA (Acacia mangium) DENGAN SISTEM KUBUR Oleh: Dorotea Omi Lewar NIM Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2015

3 PENGARUH BAHAN PENGAWET AKONAFOS DAN BUAH BINTARO TERHADAP KETAHANAN KAYU AKASIA (Acacia mangium) DENGAN SISTEM KUBUR Oleh: Dorotea Omi Lewar NIM Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2015

4 HALAMAN PENGESAHAN Judul Karya Ilmiah : Pengaruh Bahan Pengawet Akonafos dan Buah Bintaro terhadap Ketahanan Kayu Akasia (Acacia mangium) dengan Sistem Kubur Nama : Dorotea Omi Lewar NIM : Program Studi Jurusan : Teknologi Hasil Hutan : Teknologi Pertanian Pembimbing, Penguji I, Penguji II, Dr. Ir. F. Dwi Joko Priyono, MP NIP Ir. Abdul Kadir Yusran NIP Firna Novari, S. Hut, MP. NIP Menyetujui, Ketua Program Studi Teknologi Hasil Hutan Mengetahui, Ketua Jurusan Teknologi Pertanian Eva Nurmarini, S. Hut. MP NIP Hamka Nurkaya, S. TP. M, Sc NIP Lulus pada tanggal : September 2015

5 KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI LABORATORIUM REKAYASA PENGOLAHAN KAYU JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA Kampus Sei Keledang Jl. Samratulangi Kotak Pos 192 Samarinda Telp (0541) , Fax (0541) SURAT KETERANGAN MELAKSANAKAN PENELITIAN Nomor. / PL21. B-3/ IX/ 2015 Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Kepala Laboratorium Rekayasa Pengolahan Kayu pada Program Studi Teknologi Hasil Hutan, menerangkan bahwa : Nama : Dorotea Omi Lewar Tempat, Tanggal Lahir : Nunukan, 16 Oktober 1992 NIM : Jurusan : Teknologi Pertanian Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian Universitas/PT : Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Semester : IV (enam) Alamat : Jl. Cipto Mangunkusumo Adalah benar melaksanakan penelitian dan telah selesai melaksanakan penelitian tersebut terhitung mulai tanggal 11 Februari s/d 8 Mei Judul penelitian Pengaruh Bahan Pengawet Akonafos dan Buah Bintaro Terhadap Ketahanan Kayu Akasia (Acacia mangium) dengan Sistem Kubur yang di lakukan dengan dosen pembimbing Dr. Ir. F. Dwi Joko Priyono, MP dan PLP pendamping Suryadi A. Md. Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. Samarinda, 26 Agustus 2015 Kepala Laboratorium Rekayasa Pengolahan Kayu Ir. Yusdiansyah, MP. NIP

6 SURAT PERNYATAAN MELAKSANAKAN PENELITIAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Dorotea Omi Lewar Tempat/Tanggal Lahir : Nunukan, 16 Oktober 1992 NIM : Program Studi : Teknologi Hasil Hutan Jurusan : Teknologi Pertanian Universitas/PT : Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Semester : VI (Enam) Alamat rumah : Jl. Cipto Mangunkusumo Adalah benar-benar MELAKSANAKAN PENELITIAN dan PENGUJIAN terhitung mulai tanggal 11 Februari sampai 8 Mei Dengan Judul Penelitian PENGARUH BAHAN PENGAWET AKONAFOS DAN BUAH BINTARO TERHADAP KETAHANAN KAYU AKASIA (Acacia mangium) DENGAN SISTEM KUBUR di bawah bimbingan Bapak Dr. Ir. F. Dwi Joko Priyono, MP, pendamping Ibu Farida Ariyani, S.Hut,MP dan Bapak Suryadi A. Md. Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. Samarinda, 25 Agustus 2015 Mahasiswa yang bersangkutan Dorotea Omi Lewar NIM

7 ABSTRAK DOROTEA OMI LEWAR. Pengaruh Bahan Pengawet Akonafos dan Buah Bintaro terhadap Ketahanan Kayu Akasia (Acacia mangium) dengan Sistem Kubur (di bawah bimbingan F. DWI JOKO PRIYONO). Penelitian ini dilatar belakangi oleh belum maksimalnya pengetahuan dan pemanfaatan kayu akasia sebagai bahan baku dalam industri pengolahan kayu. Kayu akasia termasuk kayu alternatif yang dapat dimanfaatkan sekarang ini, namun memiliki keawetan yang kurang baik, sehingga diperlukan suatu penelitian dengan melakukan pengawetan kayu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bahan pengawet akonafos dan buah bintaro terhadap kehilangan berat kayu akasia dengan sistem kubur, untuk mengetahui identifikasi rayap yang menyerang kayu akasia pada saat dikubur, dan untuk mengetahui apakah buah bintaro dapat digunakan sebagai bahan pengawet kayu. Penelitian ini menggunakan perlakuan pengawetan dengan tiga macam bahan yakni tanpa bahan pengawet, bahan pengawet akonafos dan bahan pengawet alami dari buah bintaro. Metode pengujian menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) No dan standar American Society for Testing and Material (ASTM) D Parameter yang dilihat adalah kehilangan berat dan identifikasi rayap. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bahan pengawet Akonafos dan buah bintaro tidak berpengaruh nyata terhadap kehilangan berat kayu Akasia. Rata-rata kehilangan berat kayu akasia tanpa bahan pengawet sebesar 5,99%, dengan menggunakan bahan pengawet industri sebesar 1,41%, dan dengan menggunakan bahan pengawet alami sebesar 2,94%. Jenis rayap yang menyerang kayu akasia pada saat dikubur adalah Macrotermes gilvus. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan buah bintaro dapat digunakan sebagai bahan pengawet kayu. Kata kunci: kayu akasia, pengawet, kehilangan berat, identifikasi rayap.

8 RIWAYAT HIDUP Dorotea Omi Lewar lahir pada tanggal 16 Oktober 1992 di Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara. Merupakan anak ketiga dari ibu Elis Pode Sitama dan Bapak Yosep Nama Lolon Lewar. Tahun 1997 memulai pendidikan di Tadika Santo Antony Penampang, Sabah, Malaysia. Kemudian pada 1999 melanjutkan pendidikan di Sekolah Kenegaraan Santo Antony Santung, Sabah, Malaysia, kemudian pada tahun 2000 melanjutkan pendidikan di SDN 026 Nunukan. Pada tahun 2005 melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Nunukan dan lulus sekolah menengah pertama pada tahun 2008 serta memperoleh ijazah SMA pada tahun 2011 di SMAN 1 Nunukan. Pendidikan tinggi dimulai pada tahun 2012 di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, Jurusan Teknologi Pertanian, Program Studi Teknologi Hasil Hutan. Bulan Maret-Mei 2015 mengikuti program Praktek Kerja Lapang di Kantor Balai Besar Kerajinan dan Batik Jalan Kusumanegara No. 07 Yogyakarta dan Gedung Balai Besar Kerajinan dan Batik yang berlokasi di Jalan Sidobali No. 09 Yogyakarta.

9 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan cinta kasih-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan dan menyusun karya ilmiah yang berjudul Pengaruh Bahan Pengawet Akonafos dan Buah Bintaro terhadap Ketahanan Kayu Akasia (Acacia mangium) dengan Sistem Kubur sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Ahli Madya di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Pada kesempatan ini, penulis dengan kerendahan hati menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Ir. F. Dwi Joko Priyono, MP, selaku dosen pembimbing 2. Bapak Ir. Yusdiansyah, MP, selaku Kepala Laboratorium Rekayasa Pengolahan Kayu dan Bapak Ir. Wartomo, MP, selaku Kepala Laboratorium Sifat Kayu dan Analisis Produk 3. Bapak Ir. Abdul Kadir Yusran selaku dosen penguji I dan Ibu Firna Novari, S.Hut, MP, selaku dosen Penguji II 4. Ibu Eva Nurmarini, S.Hut, MP, selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil Hutan 5. Bapak Hamka, S.TP, M.Sc, selaku Ketua Jurusan Teknologi Pertanian 6. Bapak Ir. H. Hasanudin, MP, selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda 7. Para staf pengajar, administrasi, dan PLP di Program Studi Teknologi Hasil Hutan 8. Ayah dan Ibu, terima kasih yang tak terhingga atas semua doa, dukungan, bantuan dan restunya yang sangat berharga bagi penulis. 9. Rekan-rekan mahasiswa serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu Penulis menyadari dalam penulisan karya ilmiah ini masih terdapat banyak kekurangan, namun semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Amin. Kampus Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, Agustus Penulis

10 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v BAB I. PENDAHULUAN... 1 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 5 A. Keawetan Kayu... 5 B. Kayu Akasia (Acacia mangium)... 7 C. Bintaro (Cerbera manghas L) D. Akonafos E. Rayap Tanah BAB III. METODE PENELITIAN A. Waktu Penelitian B. Tempat penelitian C. Alat dan Bahan Penelitian D. Prosedur Penelitian BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil B. Pembahasan BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 33

11 DAFTAR TABEL Nomor Tubuh Utama Halaman 1. Pengolahan Kelas Awet Kayu Hasil Analisis Kimia dan Dimensi Serat Kayu yang Terdapat dalam Kayu Akasia (Acacia mangium) dari Hutan Alam dan Tanaman Kelas Ketahanan Kayu Akasia (Acacia mangium) terhadap Serangan Rayap Tanah (Macrotermes) dan Serangan Penggerek di Laut (Pholadidae) Klasifikasi Kayu terhadap Rayap Tanah Berdasarkan Kehilangan Berat Cara Pemakaian Akonafos Kegiatan Penelitian Hasil Rata-rata Kehilangan Berat Kayu Akasia Analisis Sidik Ragam Kehilangan Berat Contoh Uji Kayu Akasia Hasil Uji BNT Terhadap Kehilangan Berat Kayu Akasia Identifikasi Jenis Rayap Nomor Lampiran Halaman 11. Kehilangan Berat Kayu Akasia Pengukuran Rayap Kasta Prajurit... 34

12 12 DAFTAR GAMBAR Nomor Tubuh Utama Halaman 1. Pohon Bintaro (Cerbera manghas L) Buah Bintaro Daun dan Bunga Bintaro Rata-rata Hasil Perhitungan Kehilangan Berat Kayu Akasia Rayap Kasta Pekerja Rayap Kasta Prajurit Nomor Lampiran Halaman 7. Bahan Baku Proses Pemotongan Bahan Baku Proses Pengamplasan Hasil Dari Pengamplasan Contoh Uji Proses Pengovenan Contoh Uji Contoh Uji Dimasukkan Kedalam Desikator Proses Penimbangan Contoh Uji Proses Penimbangan Buah Bintaro Proses Pemotongan Buah Bintaro Proses Penghancuran Buah Bintaro Hasil Buah Bintaro yang Telah Dihancurkan Proses Penakaran Pengawet Industri (akonafos) Hasil Pengawet Industri (akonafos) Proses Pemasukan Contoh Uji Kedalam Bahan Pengawet Proses Perendaman Contoh Uji Kedalam Bahan Pengawet

13 Proses Penirisan Contoh Uji Setelah Direndam dengan Bahan Pengawet Proses Pembersihan Lahan Penguburan Contoh Uji Proses Penguburan Contoh Uji Contoh Uji yang Telah Dikubur Pencabutan Contoh Uji Setelah Dikubur Proses Pencabutan Contoh Uji Setelah Dikubur Hasil Contoh Uji Setelah Dikubur Proses Pengovenan Contoh Uji Setelah Dikubur Proses Identifikasi Rayap Dibawah Mikroskop

14 BAB I PENDAHULUAN Kayu telah menjadi bagian dari kehidupan manusia karena kayu telah digunakan sebagai alat perlengkapan sehari-hari. Selain itu, beberapa karakteristik khas kayu yang tidak dijumpai pada bahan lain, yaitu tersedia hampir diiseluruh dunia, mudah diperoleh dalam berbagai bentuk dan ukuran, relatif mudah pekerjaannya, penampilan sangat dekoratif dan alami serta relatif ringan. Akasia (Acacia mangium) termasuk dalam kelompok pohon yang hijau sepanjang tahun (evergreen). Tinggi pohon dapat mencapai 30 m dengan tinggi bebas cabang mencapai setengah dari tinggi total. Kulit akasia berwarna abuabu atau coklat dengan tekstur yang kasar dan berkerut. Daun berupa philodia (daun palsu) yang berukuran besar berwarna hijau gelap, dengan ukuran panjang mencapai 25 cm dan lebar antara 3-10 cm. Bunga berkelamin ganda dengan warna putih atau kuning (Anonim, 2011). Kelas ketahanan kayu akasia (Acacia mangium) terhadap serangan rayap tanah (Macrotermes) yaitu kelas ketahanan IV dan terhadap serangan penggerek dilaut (Pholadidae) yaitu kelas ketahanan III (Muslich dan Sumarni, 2005). Hal ini menunjukkan akasia merupakan kayu yang tidak awet saat letakkan diatas tanah dan air. Untuk itu kayu akasia (Acacia mangium), perlu dilakukan pengawetan agar tidak diserang oleh organisme perusak kayu. Hunt dan Garrat (1986) menyatakan, bahwa pada prinsipnya pengawetan kayu adalah proses memasukkan bahan pengawet ke dalam kayu dengan tujuan untuk melindungi kayu atau memperpanjang umur pakai kayu sehingga dapat mengurangi frekuensi penggantian kayu pada bangunan

15 2 konstruksi permanen atau bangunan semi permanen. Lebih jauh Tarumingkeng (2000) menyebutkan, bahwa pengawetan kayu tidak lain adalah proses memasukkan bahan-bahan beracun (pestisida) yang mampu menolak bahkan membunuh hama. Menurut Tobing (1977), pengawetan kayu adalah proses perlakuan kimia atau perlakuan fisik terhadap kayu yang ditujukan untuk memperpanjang masa pakai (service life) kayu. Upaya pengawetan kayu sebenarnya sudah lama dilaksanakan, namun dalam perjalanannya banyak menghadapi hambatan dan kendala sehingga industri pengawetan kayu yang ada baik berskala usaha kecil, menengah, dan besar tidak berkembang sebagai mana yang diharapkan. Kendala- kendala tersebut meliputi biaya pengawetan yang relatif tinggi dan tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat, kebijakan dan perundangan yang ada belum mendukung berkembangnya penggunaan kayu yang diawetkan sehingga industri-industri pengawetan kayu tidak berkembang bahkan banyak yang bangkrut. Sejarah perkembangan pengawetan kayu dimulai pada tahun 1911 oleh Jawatan Kereta Api (JKA) dengan mengimpor bantalan kayu yang telah diawetkan hingga pada tahun 1997 sebagai tahun penggalangan pengawetan kayu. Sekalipun usaha pengawetan kayu sudah ada sejak jaman Belanda, namun demikian penggembangan pengawetan kayu juga dihadapkan pada beberapa kendala seperti salah presepsi, lemahnya kapasitas kelembangaan, organisasi yang kurang tepat, sumber daya manusia yang rendah, serta kurangnya sarana dan prasarana. Keawetan kayu adalah daya tahan kayu terhadap faktor-faktor perusak kayu yang datang dari luar yang disebabkan oleh serangan jamur, serangga dan binatang (Hunt dan Garrat, 1986). Menurut Tobing (1977), keawetan kayu

16 3 diartikan sebagai daya tahan kayu terhadap serangan faktor perusak kayu dari golongan biologis. Bintaro (Cerbera manghas L) digunakan sebagai tanaman yang digunakan untuk penghijauan kota yang terdapat di pingir jalan karena dapat menyerap karbon dioksida (CO 2 ). Akan tetapi, tanaman bintaro mengandung racun baik dari batang, getah, daun, bunga, dan buah. Racun yang terkandung didalamnya disebut cerberin yaitu suatu glikosida yang bisa menggangu saluran ion kalsium dalam otot jantung manusia, sehingga membuat detak jantung tidak stabil yang berujung dengan kematian. Selain itu, getahnya dipakai sebagai racun untuk membunuh hewan yaitu dengan mengoleskannya pada ujung anak panah dan batangnya akan menyebabkan keracunan apabila dibakar (Anonim, 2013). Akonafos 480 EC adalah bahan pelindung/pengawet kayu berbentuk pek atan cair berwarna kekuningan yang beremulsi dalam air dan larut dalam minyak dengan sangat baik. Berfungsi sebagai obat anti rayap dan pembasmi rayap antara lain rayap kayu kering, rayap kayu gerjajian, dan rayap tanah (Anonim, 2013). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bahan pengawet Akonafos dan buah bintaro terhadap kehilangan berat kayu akasia dengan sistem kubur, untuk mengetahui identifiksi rayap yang menyerang kayu akasia pada saat dikubur, dan untuk mengetahui apakah buah bintaro dapat digunakan sebagai bahan pengawet kayu.

17 4 Adapun hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi tentang pengaruh bahan pengawet Akonafos dan buah bintaro dengan sistem kubur terhadap kehilangan berat kayu akasia (Acacia mangium) akibat serangan rayap.

18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keawetan Kayu Keawetan kayu merupakan daya tahan suatu jenis kayu terhadap berbagai faktor perusak kayu seperti faktor biologis yaitu jamur, serangga,dan cacing laut. Keawetan kayu ditentukan oleh genetik kayu tersebut seperti berat jenis, kandungan zat ekstraktif, dan umur pohon (Weiss, 1961). Menurut Martawijaya (1981), keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiah terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang sesuai bagi organisme yang bersangkutan. Keawetan alami kayu terutama dipengaruhi oleh kadar ekstraktifnya, meskipun tidak semua zat ekstraktif beracun bagi organisme perusak kayu. Menurut Anonim (1997), umur pohon memiliki hubungan yang positif dengan keawetan kayu. Jika pohon ditebang dalam umur yang tua, pada umumnya lebih awet dibandingkan dengan pohon yang ditebang dalam umur yang muda, karena semakin lama pohon tersebut hidup maka semakin banyak zat ekstraktif yang dibentuk. Penggolongan kelas awet kayu didasarkan pada perbedaan keawetan kayu terasnya, karena bagaimanapun awetnya suatu jenis kayu, bagian gubalnya selalu memiliki keawetan yang lebih rendah. Hal ini disebabkan pada kayu teras terdapat zat-zat ekstraktif seperti fenol, tanin, alkaloid, saponin, dan damar. Zat-zat tersebut mempunyai daya racun terhadap organisme perusak kayu (Wistara et al., 2002). Di Indonesia penggolongan keawetan kayu dibagi menjadi lima kelas awet yaitu kelas I (yang paling awet) sampai dengan kelas V (yang paling tidak awet). Penggolongan keawetan kayu didasarkan pada umur pakai

19 6 kayu dalam kondisi penggunaan yang selalu berhubungan dengan tanah lembab dimana terdapat koloni rayap (Tabel 1). Tabel 1. Penggolongan Kelas Awet Kayu Kelas Awet Umur Pakai (Tahun) I > 8 II 5-8 III 3-5 IV 1-3 V < 1 Sumber: Nandika et al.,1996 Penggolongan kelas awet kayu ini hanya berlaku untuk dataran rendah tropik dan tidak termasuk ketahanan terhadap organisme penggerek di laut (Nandika et al., 1996). Tobing (1977) menyatakan bahwa untuk mengetahui sifat keawetan kayu terhadap faktor perusak biologis dapat dilakukan dengan dua cara pengujian, yaitu: a. Uji kuburan (Graveyard Test) Dalam pengujian menggunakan cara ini, kayu dalam ukuran tertentu ditanam di lapangan dan diperiksa dalam jangka waktu tertentu untuk menentukan masa pakainya. Kelemahan dari cara ini adalah waktu pengujiannya yang sangat panjang menyulitkan pengamatan, lapangan pengujian harus selalu dirawat agar tidak menjadi semak-semak, serta sulit menetapkan apakah kayu tersebut rusak oleh jamur atau oleh rayap bila kedua faktor tersebut terdapat bersama-sama di lapangan pengujian. b. Uji Laboratorium (Laboratory Test) Pengujian dengan menggunakan cara ini memerlukan waktu lebih pendek dan umur pakai kayu ditentukan dari besarnya kehilangan berat contoh uji kayunya. Cara ini dilakukan untuk mengatasi kelemahankelemahan cara kuburan (graveyard test), tetapi cara ini juga masih

20 7 memiliki kekurangan yaitu hanya jenis-jenis organisme perusak kayu tertentu yang dapat dibiakkan di laboratorium dan sulit mengatur kondisi yang sesuai dengan kondisi alam sebenarnya. B. Kayu Akasia (Acacia mangium) Akasia termasuk kedalam kelompok pohon yang hijau sepanjang tahun (evergreen). Tinggi pohon dapat mencapai 30 m dengan tinggi bebas cabang mencapai setengah dari tinggi total. Kulit akasia berwarna abu-abu atau cokelat dengan tekstur yang kasar dan berkerut. Daun berupa philodia (daun palsu) yang berukuran besar berwarna hijau gelap, dengan ukuran panjang mencapai 25 cm dan lebar antara 3-10 cm. Bunga berkelamin ganda dengan warna putih atau kuning (Mandang dan Pandit, 2002). Kayu akasia memiliki ciri umum antara lain kayu teras berwarna cokelat pucat sampai cokelat tua, kadang-kadang cokelat zaitun sampai cokelat kelabu, batasnya tegas dengan gubal yang berwarna kuning pucat sampai kuning jerami. Sifat fisik kayu akasia yaitu berat jenis rata-rata 0,63 (0,43-0,66). Kayu akasia termasuk kedalam kelas awet III dan kelas kuat II-III. Kegunaannya antara lain sebagai bahan baku konstruksi ringan sampai berat, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga, lantai, papan dinding, tiang, tiang pancang, selain itu baik juga untuk kayu bakar dan arang (Mandang dan Pandit, 2002). Saat ini pohon akasia telah banyak ditanam, terutama di Benua Asia. Kayu akasia dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan kertas, kayu bakar, kayu konstruksi dan bahan baku furniture. Tegakannya berguna sebagai pengendali erosi, tempat tinggal bagi hewan dan sebagai peneduh. Sifat yang bernilai dari jenis ini adalah kemampuannya untuk berkompetisi dengan rumput

21 8 (Imperata cylindrica), sehingga dapat mengurangi jumlah rumput pada tanah yang penutupan lahannya jarang. Hasil analisis kimia dan dimensi serat kayu yang terdapat dalam kayu akasia (Acacia mangium) dari hutan alam dan tanaman dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Hasil Analisis Kimia dan Dimensi Serat Kayu yang Terdapat Dalam Kayu Akasia (Acacia mangium) Dari Hutan Alam dan Tanaman. Komponen Kimia (%) Asal Kayu Alam Tanaman Lignin 24,00 24,89 Sellulosa 46,39 43,85 Silika 0,24 0,99 Pentosan 16,83 17,87 Abu 0,99 0,25 Kelarutan Dalam: Air Dingin 3,65 5,75 Air Panas 7,64 7,28 NAOH 1% 24,59 20,17 Sumber: Pasaribu dan Roliadi (1990) a. Klasifikasi Acacia mangium Menurut Turnbull (1986), pohon akasia (Acacia mangium) diklasifikasikan sebagai berikut: Nama botani Marga Submarga Sinonim Nama lokal di Indonesia : Acacia mangium Willd. : Leguminoseae : Mimosoideae : Rancosperma mangium (Willd.) Pedley : mangga hutan, tongke hutan (Seram), nak (Maluku), laj (Aru), dan jerri (Irian Jaya) Nama lokal di negara lain : black wattle, brown salwood, hickory wattle, mangium, (Australia, Inggris), mangium, kayu safoda (Malaysia), maber (Filipina),

22 9 arr (Papua Nugini), dan krathinthepha (Thailand). b. Kelas Ketahanan Kayu Akasia (Acacia mangium) terhadap jenis Serangan Kelas ketahanan kayu akasia (Acacia mangium) terhadap serangan rayap tanah (Macrotermes) dan serangan penggerek di laut (Pholadidae) dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kelas Ketahanan Kayu Akasia (Acacia mangium) Terhadap Serangan Rayap Tanah (Macrotermes) dan Serangan Penggerek Dilaut (Pholadidae) Jenis Serangan Intensitas Serangan Rayap tanah (Macrotermes) 55 (Hebat) IV Penggerek dilaut (Pholadidae) ++ (Sedang) III Sumber: Muslich dan Sumarni (2005) Kelas Ketahanan c. Klasifikasi Kayu Terhadap Rayap Tanah Berdasarkan Kehilangan Berat Klasifikasi kayu terhadap rayap tanah berdasarkan kehilangan berat dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Klasifikasi Kayu Akasia Terhadap Rayap Tanah Berdasarkan Kehilangan Berat Sesuai SNI Kelas Ketahanan Kehilangan Berat (%) I Sangat tahan < 3,52 II Tahan 3,52-7,30 III Sedang 7,30-10,96 IV Buruk 10,96-18,94 V Sangat buruk 18,94-31,89 C. Bintaro (Cerbera manghas L.) Tumbuhan bintaro mempunyai ciri-ciri berupa biji banyak, memiliki ketinggian mencapai 4-6 m dengan batang tegak berkayu banyak percabangan, bentuk bulat, dan berbintil-bintil hitam, kulit batangnya tebal dan berkerak. Daun bintaro merupakan daun tunggal dan berbentuk lonjong memanjang, simetris dan

23 10 menumpul pada bagian ujung dengan ukuran bervariasi, tersusun secara spiral, dan terkadang berkumpul pada ujung roset, tepi daun rata, pertulangan daun meyirip, permukaan licin, dengan ukuran panjang cm, lebar 3-5 cm, dan berwarna hijau tua. Daun bintaro biasanya berjejalan di ujung cabang, dan bunganya berwarna putih, berbau harum, dan terletak di ujung batang. Bunga tanaman ini berbentuk terompet, merupakan bunga majemuk berkelamin dua (hermaprodit), dengan panjang tangkai putik 2-2,5 cm, kepala sari bagian bunga berwarna coklat, sedangkan kepala putiknya hijau keputih-putihan. Buah bintaro merupakan buah drupa (berbiji) dengan serat lignoselulosa yang menyerupai buah kelapa dan berbentuk oval mirip dengan buah manga, berwarna hijau pucat saat masih muda, berwarna merah bila sudah masak, dan berwarna kehitaman setelah tua, namun daging buahnya berserat dan tidak dapat dimakan karena beracun. Biji bintaro berbentuk pipih, panjang, berakar tunggang, dan berwarna cokelat. Seluruh bagian tanaman bintaro mengandung getah berwarna putih seperti susu (Purwaningtias, 2014). Hampir seluruh bagian tanaman Bintaro mengandung racun cerberin, namun memiliki banyak potensi, baik sebagai tanaman penghijauan maupun sebagai penghasil biofuel. Apabila dikonsumsi, biji tumbuhan bintaro dapat menyebabkan muntah, mengantuk, denyutan nadi menjadi lemah, tekanan darah rendah, keletihan, sakit perut, degup jantung yang tidak normal, dan anak mata mengembarn. Daun tumbuhan ini juga dapat memberi pengaruh pada sistem saraf pusat. Inti biji bintaro yang masak dan segar mengandung cerberin 0,6% setiap 1% dari komponen yang ada pada biji tersebut dan zat pahit yang beracun (Purwaningtias, 2014).

24 11 Menurut Anonim (2013), pohon bintaro (Cerbera manghas L) diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Bangsa Suku Marga Jenis : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Contortae : Apocynaceae : Cerbera : Cerbera manghas L Nama Umum/dagang : Bintaro Gambar 1. Pohon Bintaro (Cerbera manghas L)

25 12 Gambar 2. Buah Bintaro Gambar 3. Daun dan Bunga Bintaro

26 13 D. Akonafos Akonafos 480 EC adalah bahan pelindung/pengawet kayu berbentuk pekatan cair berwarna kekuningan yang beremulsi dalam air dan larut dalam minyak dengan sangat baik. Akonafos mengandung klorpirifos 48%. Harga akonafos Rp ,00 per liter, berfungsi sebagai obat anti rayap pembasmi rayap antara lain rayap kayu kering, rayap kayu gerjajian, dan rayap tanah (Anonim, 2013). Menurut Anonim (2013), Akonafos 480 EC memiliki keunggulan sebagai berikut: a. Kualitas super dan sangat ampuh membasmi rayap b. Penggunaan praktis, hemat, efisien dan aman c. Daya kerja tinggi, efektif dan tepat sasaran d. Mampu melindungi hingga 5-6 tahun e. Dipergunakan juga pada pondasi bangunan dan papan gipsum Tabel 5. Cara Pemakaian Akonafos Penggunaan Hama Dosis (ml/ltr air) Cara Aplikasi Kayu Kering Perendaman Kayu Gergajian Rayap Kayu 6-12 Pelaburan/ kuas Kayu Log Penyemprotan Kayu Lapis Rayap Penyemprotan Papan Gipsum Tanah Vakum /Tekan Pondasi Siram/Semprotkan Rayap Bangunan pada tanah atau Tanah pondasi Akonafos 480 EC adalah produk termisida import berkualitas super. Diproduksi dan diformulasikan oleh AAKO - Netherlands, adalah salah satu perusahaan termisida terbaik didunia dari Belanda. diproduksi dengan kualitas berstandar international dan telah diakui serta digunakan dibanyak negara di dunia (Anonim, 2013).

27 14 E. Rayap Tanah Rayap adalah serangga pemakan selulosa yang termasuk ke dalam Ordo Blatodea, tubuhnya berukuran kecil sampai sedang, hidup dalam kelompok sosial dengan sistem kasta. Dalam setiap koloni rayap, umumnya terdapat tigakasta, yaitu kasta pekerja, kasta prajurit, dan kasta reproduktif (Borror et al., 1992). Menurut Supriana (1994), kasta pekerja umumnya berjumlah paling banyak dalam koloni dan berfungsi sebagai pencari dan pemberi makan bagi seluruh anggota reproduktif (raja atau ratu) yang berfungsi untuk berkembang biak, dan kasta prajurit berfungsi untuk menjaga koloni dari seranga musuh, seperti semut. Makanan dari kasta pekerja disampaikan kepada kasta prajurit dan kasta reproduktif melalui anus atau mulut. Menurut Tambunan dan Nandika (1989), di dalam hidupnya rayap mempunyai 4 sifat yang khas, yaitu: 1. Trophalaksis, yaitu sifat rayap untuk saling menjilat dan melakukan pertukaran makanan melalui anus dan mulut. 2. Cryptobiotic, yaitu sifat menyembunyikan diri, menjauhkan diri daricahaya dan gangguan. Sifat ini tidak berlaku pada rayap yang bersayap. 3. Cannibalism, yaitu sifat rayap untuk memakan sesamanya yang telah lemah atau sakit. Sifat ini menonjol dalam keadaan kekurangan makanan. 4. Necrophagy, yaitu sifat rayap yang memakan bangkai sesamanya. Rayap tanah merupakan rayap yang masuk ke dalam kayu melalui tanah atau lorong-lorong pelindung yang dibangunnya.untuk hidupnya diperlukan kelembaban tertentu secara tetap. Oleh karena itu, untuk mendapatkan persediaan air, rayap selalu berhubungan dengan tanah dan membuat sarang di dalam tanah (Nandika et al., 2003).

28 15 Menurut Tarumingkeng (2001), rayap tanah merupakan serangga sosial yang hanya dapat hidup jika berada di dalam koloninya, karena di dalam koloninya terdapat bahan-bahan dan proses-proses yang dapat menjamin kelangsungan hidupnya. Rayap tanah sangat ganas dan dapat menyerang objek-objek berjarak 200 m dari sarangnya. Untuk mencapai kayu sasarannya mereka bahkan dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa centimeter, dengan bantuan enzim yang dikeluarkan dari mulutnya. Jenis rayap ini biasannya menyerang kayu yang berhubungan dengan tanah, misalnya bantalan rel kereta api ataupun tiang listrik. Meskipun demikian rayap ini juga menyerang kayu yang tidak berhubungan dengan tanah melalui terowongan yang dibuat dari dalam tanah. Sistematika jenis rayap ini adalah: Kelas Ordo Famili Subfamili Genus Spesies : Insekta : Isoptera : Rhinotermitidae : Coptotermitinae : Coptotermes : Coptotermes curvignathus Holmgren Rayap tanah mudah menyerang kayu sehat atau kayu busuk yang ada di dalam atau di atas tanah lembab, juga dapat membentuk saluran-saluran yang terlindung pada pondasi-pondasi atau penghalang-penghalang lain yang tidak dapat ditembus serta dapat mendirikan sarang berbentuk seperti menara langsung dari tanah. Saluran-saluran dan menara-menara yang terbuat dari tanah yang halus akan dicerna sebagian, kemudian direkatkan bersama dengan ekskresi serangga, memungkinkan rayap tersebut menciptakan kondisi

29 16 kelembaban dalam kayu yang cocok, jika tidak kayu akan kering sehingga tahan terhadap serangan dari jenis rayap ini (Hunt dan Garratt 1986). Rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) kasta prajurit memiliki ciri-ciri sebagai berikut: kepala berwarna kuning, antena, labrum,dan pronotum kuning pucat; antena terdiri dari 15 segmen, segmen kedua dan keempat sama panjangnya, mandibel berbentuk seperti arit dan melengkung di ujungnya, batas antar sebelah dalam dari mandibel sama sekali rata; panjang kepala dengan mandibel 2,46-2,66 mm, panjang kepala tanpa mandibel 1,56-1,68 mm; lebar kepala 1,40-1,44 mm dengan lebar pronotum 1,00-1,03 mm dan panjangnya 0,56 mm; panjang badan 5,5-6,0 mm; bagian abdomen ditutupi dengan rambut yang menyerupai duri; abdomen berwarna putih kekuning-kuningan (Nandika et al., 2003). Berdasarkan hasil analisis molekuler dan analisis morfologi menunjukkan bahwa rayap masuk dalam golongan kecoak yang berkerabat dekat dengan Cryptocercus. Kekerabatan rayap dan Cryptocercus merupakan kerabat dekat dari Ordo Blatodea sehingga konsekuensi dari analisis filogeni tersebut diusulkan bahwa isoptera tidak digunakan lagi untuk nama kelompok rayap dan sekaligus ditempatkan suku termitidae untuk mengakomodasi semua jenis rayap dan tingkatan famili yang ada sekarang diturunkan tingkatan taksonnya (Inward et al., 2007).

30

31

32

33

34

35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Kehilangan Berat Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan tiga perlakuan terhadap objek kayu, diperoleh data kehilangan berat sebagai berikut. Tabel 7. Hasil Rata-rata Kehilangan Berat Kayu Akasia No Perlakuan Kehilangan Berat (%) 1 Tanpa bahan pengawet (kontrol) 5,99 2 Industri (akonafos) 1,41 3 Alami (buah bintaro) 2,94 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kehilangan berat kayu akasia berkisar antara 1,41-5,99%. Dimana kehilangan berat pada kayu akasia tanpa bahan pengawet (kontrol) sebesar 5,99%, untuk perlakuan dengan menggunakan bahan pengawet industri (Akonafos) sebesar 1,41%, dan dengan menggunakan bahan pengawet alami (buah bintaro) sebesar 2,94%. Kehilangan berat terendah terdapat pada perlakuan dengan menggunakan bahan pengawet industri. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4. Kehilangan Berat Kehilangan Berat(%) 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 5,99 2,94 1,41 a b b Perlakuan Gambar 4. Rata-rata Hasil Perhitungan Kehilangan Berat Kayu Akasia

36 24 Berdasarkan hasil sidik ragam untuk kehilangan berat diperoleh data sebagai berikut. Tabel 8. Analisis Sidik Ragam Kehilangan Berat Contoh Uji Kayu Akasia Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Ftabel kerangaman bebas kuadrat tengah Fhitung (SK) (Db) (JK) (KT) 5% 1% Perlakuan 2 54,46 27,23 11,92** 3,89 6,93 Galat 12 27,40 2,28 Total 14 81,85 Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa pengawet yang diberikan berpengaruh sangat nyata terhadap kehilangan kayu akasia, sehingga analisa dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) untuk mengetahui pengaruh bahan pengawet yang teroptimum. Hasil uji BNT dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil Uji BNT Terhadap Besar Kehilangan Berat Kayu Akasia No Perlakuan Rataan (%) 1 Kontrol (P1) 5,99 a 2 Industri (P2) 1,41 b 3 Alami (P3) 2,94 b Keterangan: Nilai rataan yang bersuperscript sama menunjukkan hal yang tidak berbeda nyata. Berdasarkan hasil BNT pada taraf 5% perlakuan kontrol berpengaruh nyata dengan perlakuan penggunaan bahan pengawet industri dan perlakuan bahan pengawet alami, sedangkan perlakuan dengan menggunakan bahan pengawet industri dan perlakuan dengan menggunakan bahan pengawet alami tidak berbeda nyata. 2. Jenis Rayap yang Menyerang Adapun identifikasi rayap yang menyerang kayu akasia dengan tiga perlakuan pada saat dikubur, telah berhasil diketahui, yaitu jenis dengan ciri-ciri sebagaimana pada Tabel 10.

37 25 Tabel 10. Identifikasi Jenis Rayap Parameter Identifikasi Spesies Rayap Panjang kepala prajurit Panjang tubuh dari capit sampai ekor Jumlah ruas antena Hasil Macrotermes gilvus 5-6 mm, terdapat dua ukuran prajurit (besar dan kecil) 8-10 mm ruas Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa identifikasi jenis rayap yang menyerang kayu akasia dengan tiga perlakuan pada saat dikubur adalah spesies Macrotermes gilvus yang memiliki ciri-ciri panjang kepala prajurit 5-6 mm terdapat dua ukuran prajurit yaitu prajurit besar dan prajurit kecil, panjang tubuh dari capit sampai ekor 8-10 mm, dan jumlah ruas antena ruas. Gambar 5. Rayap Kasta Pekerja

38 26 Gambar 6. Rayap Kasta Prajurit B. Pembahasan 1. Kehilangan Berat Perhitungan persen dari kehilangan berat contoh uji kayu akasia (Acacia mangium) umur 17 tahun untuk tanpa bahan pengawet (kontrol) sebesar 5,99%, Ini menunjukkan bahwa klasifikasi kayu berdasarkan persentase kehilangan berat akibat serangan rayap tanah termasuk kelas II yang artinya kayu akasia termasuk kayu yang tahan terhadap serangan rayap tanah. Kondisi ini sesuai dengan Anonim (2006), dimana kehilangan berat dengan presentasi 3,52%- 7,50% memiliki kelas II dengan tingkat ketahanan yaitu tahan terhadap serangan rayap tanah. Setelah diawetkan dengan bahan pengawet industri kayu akasia memiliki rata-rata kehilangan berat sebesar 1,41%. Hal ini menunjukkan bahan pengawet industri dapat meningkatkan keawetan kayu. Ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Prasetiyo dan Yusuf (2005) dalam Salmayanti (2013), bahwa penggunaan kayu yang awet atau telah diawetkan dengan bahan pengawet anti rayap dapat mencegah serangan rayap. Kayu yang kurang awet

39 27 sebenarnya menjadi lebih awet dan tahan terhadap serangan rayap jika diberi perlakuan pengawetan kayu. Kayu akasia yang telah diawetkan dengan bahan pengawet industri termasuk kelas I dengan ketahanan sangat tahan terhadap serangan rayap tanah, kondisi ini sesuai dengan Anonim (2006), bahwa dikatakan kelas I dengan tingkat ketahanan sangat tahan apabila presentase kehilangan berat < 3,52%. Kemudian kayu akasia diawetkan dengan bahan pengawet alami yaitu dengan menggunakan buah bintaro. Buah bintaro dihancurkan terlebih dahulu kemudian dicampur dengan air, lalu rendam contoh uji yang akan diawetkan selama 1 minggu. Setelah kayu akasia diawetkan dengan menggunakan buah bintaro, kayu akasia memiliki kehilangan berat sebesar 2,94%. Ini menunjukkan bahwa buah bintaro mengandung racun sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengawet kayu. Hal ini sama dengan apa yang dikemukakan Anonim (2011), yang menyatakan bahwa seluruh bagian tanaman bintaro beracun karena mengandung senyawa golongan alkaloid, yang bersifat repellent (tidak disukai rayap) dan antifeedant (tidak mau dimakan rayap). Biji buah bintaro mengandung cerberin yang menghambat seluruh ion kalsium di dalam otot jantung. Kayu akasia yang tidak diawetkan termasuk kelas awet II, namun setelah diawetkan dengan buah bintaro kayu akasia menjadi kelas awet I dengan tingkat ketahanan sangat tahan terhadap serangan rayap tanah dimana presentase tingkat kehilangan berat < 3,52%, (Anonim, 2006). Nillai kehilangan berat pada tiga perlakuan yang dilakukan hasil yang sangat berbeda nyata, terbukti darihasil f-hitung sebesar 11,92 yang nilainya

40 28 lebih besar dari f-tabel sebesar 6,93 pada tingkat kepercayaan 99% (lihat Tabel 8). Karena sangat berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) (lihat Tabel 9). Hasil dari uji BNT menunjukkan bahwa kehilangan berat kayu akasia yang menggunakan bahan pengawet industri (akonafos) berbeda nyata dengan kayu akasia tanpa menggunakan bahan pengawet. Demikian pula dengan kayu akasia dengan menggunakan bahan pengawet alami (buah bintaro) berbeda nyata dengan kayu akasia tanpa menggunakan bahan pengawet, sedangkan kayu akasia yang menggunakan bahan pengawet industri (Akonafos) tidak berbeda nyata dengan kayu akasia yang menggunakan bahan pengawet alami (buah bintaro). Dengan menggunakan Anonim (2006), seperti yang ditunjukkan Tabel 4, maka penggunaan buah bintaro sebagai bahan anti rayap mampu menaikkan kelas ketahanan kayu terhadap rayap tanah, dari kelas II menjadi kelas I, terbukti dari nilai kehilangan berat kayu tanpa pengawet sebesar 5,99% sedangkan yang diawetkan dengan buah bintaro sebesar 2,94%. 2. Identifikasi Rayap Berdasarkan pengamatan di lokasi penelitian pada sampel kayu ditemukan rayap dengan ciri-ciri pada kasta prajurit kepala berwarna coklat merah, panjang kepala prajurit rata-rata 5-6 mm, panjang tubuh dari capit sampai ekor 8-10 mm, jumlah ruas antena 12-16, prajurit terdapat dua ukuran yaitu prajurit besar dan kecil (dimorfis), pada saat diganggu prajurit tidak mengeluarkan cairan, ini menunjukkan bahwa jenis rayap yang terdapat di Arboretum Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, adalah jenis Macrotermes gilvus (Hagen) dan termasuk dalam Famili Termitidae (Gambar 4 dan gambar 5).

41 29 Kondisi ini sesuai dengan Tarumingkeng (2006), dimana Macrotermes gilvus (Hagen), memiliki ciri-ciri kepala prajurit berwarna coklat merah, dan terdapat dua ukuran prajurit (dimorfis) dengan panjang kepala prajurit besar 4,8-5,5 mm, dan panjang kepala prajurit kecil 3,0-3,4 mm.

42 berikut: BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan diatas adalah sebagai 1. Jenis bahan pengawet berpengaruh sangat nyata terhadap serangan rayap pada kayu akasia, ditinjau dari rata-rata kehilangan berat kayu. Rata-rata kehilangan berat kayu akasia tanpa menggunakan bahan pengawet sebesar 5,99%, dengan menggunakan bahan pengawet Akonafos sebesar 1,41%, dan dengan menggunakan bahan pengawet alami (buah bintaro) sebesar 2,94%. 2. Jenis rayap yang menyerang kayu akasia pada saat dikubur adalah Macrotermes gilvus (Hagen) famili Termitidae terbukti dari terdapat dua ukuran prajurit berat ciri-ciri pajang kepala prajurit 5-6 mm dan panjang tubuh dari capit sampai ekor 8-10 mm, dan jumlah ruas antena ruas. 3. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan buah bintaro dapat digunakan sebagai bahan pengawet kayu. B. Saran Saran dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Buah bintaro dapat digunakan sebagai bahan pengawet kayu karena mudah didapat tanpa mengeluarkan biaya bila dibandingkan dengan pengawet Akonafos yang harus dibeli. 2. Perlu penelitian untuk penggunaan bagian pohon bintaro lainnya (daun, kulit, dan lain-lain) untuk penelitian lanjutan.

43 31 DAFTAR PUSTAKA Anonim Pengawetan Kayu dan Bambu. Tim ELSSPAT. Jakarta: Puspa Swara American Society for Testing and Materials (ASTM). Standard Test Method of Evaluating Wood Preservatives by Field Test with Stakes. American Society for Testing and Materials. United States: ASTM D Standar Nasional Indonesia (SNI) No tahun Uji Ketahanan Kayu dan Produk Kayu Terhadap Organisme Perusak Kayu Bintaro (Cerbera manghas L) Sebagai Pestisida Nabati, Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri Badan Litbang Pertanian Puslit Bank Perkebunan, Volume 17 No. 1, April htm (diunduh 24 Agustus 2015) Manfaat dan Mengomsumsi Buah. dan larangan mengkon sumsi-buah.html (diunduh 09 Februari 2015) Kesehatan Tanaman Obat. s/2-058.pdf (diunduh 09 Februari 2015) Akonafos. (diunduh 19 Februari 2015). Borror DJ, Thriphelehorn CA dan Johnson NF Pengenalan Serangga Edisi 6 (terjemahan). Yogyakarta: UGM Press. Hunt GM dan Garratt GA Pengawetan Kayu; Diterjemahkan oleh Mohamad Jusuf; Disunting oleh Soenardi Prawirohatmojo. Jakarta: Akademika Pressindo. Inward D, Beccaloni G dan Eggleton P Death of an Order: a Comprehen sive Molecular Phylogenetic Study Confirms that Termites are Eusocial Cockroaches. Journal Biology Letters Vol 3: London. Mandang, Y. L. dan Pandit, I. K. N Seri Manual: Pedoman Identifikasi Jenis Kayu Lapangan. Bogor: PROSEA Indonesia. Martawijaya A, KartasujanaI, Kadir K dan Prawira SA Atlas Kayu Indonesia; Jilid I Jakarta: Departemen Kehutanan.332

44 32 Muslich dan Sumarni Kelas Awet 25 Jenis Kayu Andalan Setempat Jawa Barat Dan Jawa Timur Terhadap Penggerek Kayu Di Laut %20 THD%20MARINE-P.pdf (09 Februari 2015). Nandika D, Soenaryo dan Saragih A Kayu dan Pengawetan Kayu. Jakarta: Dinas Kehutanan DKI Jakarta. Nandika D, Rismayadi Y dan Diba F Rayap: Biologi dan Pengendaliannya. Surakarta: Muhamadiyah University Press. Purwaningtias, R Potensi Minyak Biji Buah Bintaro (Cerbera manghas L) Sebagai Energi Alternatif Penghasil Biodiesel universitas Semarang. html (diunduh 17 Februari 2015). Sastrosupadi, A Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Edisi Revisi. Karisius. Yogyakarta. Supriana N Perilaku Rayap. Bogor: Badan Pengembangan dan Penelitian Departemen Kehutanan. Tambunan B, Nandika D Detiriorasi Kayu oleh Faktor Biologis. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Bogor: IPB. Tarumingkeng R.C Manajemen Deteriorasi Hasil Hutan. UKRIDA press. Bogor Biologi dan Perilaku Rayap. Bunga Rampai Jejak Langkah Pengabdian. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Tobing T. L Pengawetan Kayu. Bogor : Lembaga Kerjasama Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Turnbull, J. W Australian acacias in developing countries. Prosiding International Workshop held at the Forestry Training Centre, Gympie, Queensland, Australia, 4 7 August Prosiding ACIAR No. 16.Australian Centre for International Agricultural Research, Canberra, Australia. Krisnawati1106. pdf (diunduh 09 Januari 2015). Weiss HF Preservation of Structural Timber. American: The Mc Graw-Hill Book Company, Inc. Wistara INJ, Rachmansyah R dan Denes F Young RA Ketahanan 10 Jenis Kayu Tropis. Jurnal Teknologi Hasil Hutan Volume XV. Badan Litbang Kehutanan. Bogor.

45 34 Tabel 11. Kehilangan Berat Kayu Akasia No Perlakuan Ulangan BKT sebelum BKT sesudah Kehilangan dikubur (B1) dikubur (B2) berat (%) 1 Kontrol U11 24,71 23,15 6,31 U12 20,66 19,44 5,91 U13 27,03 24,95 7,70 U14 22,82 21,71 4,86 U15 21,98 20,84 5,19 Jumlah 117,2 110,09 29,97 Rata-rata 23,44 22,018 5,99 2 Industri U21 22,74 22,60 0,62 U22 22,56 22,36 0,89 U23 32,01 31,46 1,72 U24 25,49 25,13 1,41 U25 31,57 30,81 2,41 Jumlah 134,31 132,36 7,05 Rata-rata 26,862 26,472 1,41 3 Alami U31 27,34 25,50 6,73 U32 29,19 28,73 1,58 U33 25,45 24,90 2,16 U34 26,33 25,49 3,19 U35 21,85 21,62 1,05 Jumlah 130,16 126,24 14,71 Rata-rata ,248 2,94 Tabel 12.IdentifikasiRayap Panjang Kepala Panjang Tubuh Jumlah Ruas Antena

46 35 Gambar 7. Bahan Baku Gambar 8. Proses Pemotongan Bahan Baku

47 36 Gambar 9. Proses Pengamplasan Contoh Uji Gambar 10. Hasil Dari Pengamplasan Contoh Uji

48 37 Gambar 11. Proses Pengovenan Contoh Uji Gambar 12. Contoh Uji Dimasukkan Ke Dalam Desikator

49 38 Gambar 13. Proses Penimbangan Contoh Uji Gambar 14. Proses Penimbangan Buah Bintaro

50 39 Gambar 15. Proses Pemotongan Buah Bintaro Gambar 16. Proses Penghancuran Buah Bintaro

51 40 Gambar 1 7. Hasil Buah Bintaro yang Telah Dihancurkan Gambar 18. Proses Penakaran Pengawet Industri (akonafos)

52 41 Gambar 19. Hasil Pengawet Industri (akonafos) Gambar 20. Proses Pemasukan Contoh Uji Kedalam Bahan Pengawet

53 42 Gambar 21. Proses Perendaman Contoh Uji Kedalam Bahan Pengawet Gambar 22. Proses Penirisan Contoh Uji Setelah Direndam Dengan Bahan Pengawet

54 43 Gambar 23. Proses Pembersihan Lahan Penguburan Contoh Uji Gambar 24. Proses Penguburan Contoh Uji

55 44 Gambar 25. Contoh Uji yang Telah Dikubur Gambar 26. Penguburan Contoh Uji Setelah 3 Bulan

56 45 Gambar 27. Proses Pencabutan Contoh Uji Setelah Dikubur Gambar 28. Hasil Contoh Uji Setelah Dikubur

57 46 Gambar 29. Proses Pengovenan Contoh Uji Setelah Dikubur Gambar 30. Proses Identifikasi Rayap Di Bawah Mikroskop

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keawetan Kayu Keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiah terhadap serangan organisme perusak yang datang dari luar, seperti misalnya jamur, serangga, marine

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian Empat Jenis Kayu Rakyat berdasarkan Persentase Kehilangan Bobot Kayu Nilai rata-rata kehilangan bobot (weight loss) pada contoh uji kayu sengon, karet, tusam,

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI GULA TERHADAP MUTU SUKADE PEPAYA (Carica papaya L.) Oleh YULIANA SABARINA LEWAR NIM

PENGARUH KONSENTRASI GULA TERHADAP MUTU SUKADE PEPAYA (Carica papaya L.) Oleh YULIANA SABARINA LEWAR NIM PENGARUH KONSENTRASI GULA TERHADAP MUTU SUKADE PEPAYA (Carica papaya L.) Oleh YULIANA SABARINA LEWAR NIM. 100500148 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kehilangan Berat (Weight Loss) Contoh Uji Kehilangan berat (WL) merupakan salah satu respon yang diamati karena berkurangnya berat contoh uji akibat aktifitas makan rayap

Lebih terperinci

PENGENALAN RAYAP PERUSAK KAYU YANG PENTING DI INDONESIA

PENGENALAN RAYAP PERUSAK KAYU YANG PENTING DI INDONESIA PENGENALAN RAYAP PERUSAK KAYU YANG PENTING DI INDONESIA 4 Pengantar Jenis-jenis rayap (Ordo Isoptera) merupakan satu golongan serangga yang paling banyak menyebabkan kerusakan pada kayu yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kehilangan Berat Kehilangan berat dapat menjadi indikasi respon serangan rayap terhadap contoh uji yang diberi perlakuan dalam hal ini berupa balok laminasi. Perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sebaran rayap tanah di berbagai vegetasi Hutan Pendidikan Gunung Walat memiliki luas wilayah 359 ha, dari penelitian ini diperoleh dua puluh enam contoh rayap dari lima

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Papan partikel Papan partikel adalah papan yang dibuat dari partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya yang diikat dengan perekat organik ataupun sintesis kemudian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi

TINJAUAN PUSTAKA. terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Alami Kayu Keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiah terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi organisme yang bersangkutan (Duljapar,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mahoni Mahoni merupakan famili Meliaceae yang meliputi dua jenis yaitu Swietenia macrophylla King (mahoni daun besar) dan Swietenia mahagoni Jacq (mahoni daun kecil). Daerah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl.,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Mahkota Dewa 1. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., dengan nama sinonim Phaleria papuana. Nama umum dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kayu jati sebagai bahan bangunan seperti kuda-kuda dan kusen, perabot rumah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kayu jati sebagai bahan bangunan seperti kuda-kuda dan kusen, perabot rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu jati merupakan salah satu jenis kayu yang diminati dan paling banyak dipakai oleh masyarakat, khususnya di Indonesia. Selain memiliki sifat yang awet dan kuat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Rayap Pada Kayu Umpan Di Kampung Babakan Cimareme Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Rayap Pada Kayu Umpan Di Kampung Babakan Cimareme Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam, berasal dari bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan teknologi. Kayu merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penggunaan baik sebagai bahan konstruksi maupun sebagai bahan non-konstruksi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penggunaan baik sebagai bahan konstruksi maupun sebagai bahan non-konstruksi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu merupakan hasil hutan yang dibutuhkan manusia untuk berbagai penggunaan baik sebagai bahan konstruksi maupun sebagai bahan non-konstruksi. Namun pada kenyataannya,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kingdom plantae, Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas

TINJAUAN PUSTAKA. Kingdom plantae, Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas 4 TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit (BKS) Menurut sistem klasifikasi yang ada kelapa sawit termasuk dalam Kingdom plantae, Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Monocotyledoneae, Family

Lebih terperinci

Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan

Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan Jenis-jenis kayu untuk konstruksi di proyek- Pada kesempatan ini saya akan berbagi informasi tentang Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan Kayu adalah material

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Rayap Rayap adalah serangga sosial yang termasuk ke dalam ordo Blatodea, kelas heksapoda yang dicirikan dengan metamorfosis sederhana, bagian-bagian mulut mandibula.

Lebih terperinci

KEAWETAN ALAMI KAYU ULIN (Eusideroxylon zwageri T. et B.) PADA UMUR YANG BERBEDA DARI HUTAN TANAMAN DI KALIMANTAN SELATAN ADE ZUMARLIN

KEAWETAN ALAMI KAYU ULIN (Eusideroxylon zwageri T. et B.) PADA UMUR YANG BERBEDA DARI HUTAN TANAMAN DI KALIMANTAN SELATAN ADE ZUMARLIN KEAWETAN ALAMI KAYU ULIN (Eusideroxylon zwageri T. et B.) PADA UMUR YANG BERBEDA DARI HUTAN TANAMAN DI KALIMANTAN SELATAN ADE ZUMARLIN DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuwan Amerika

TINJAUAN PUSTAKA. (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuwan Amerika TINJAUAN PUSTAKA Oriented Strand Board (OSB) Awalnya produk OSB merupakan pengembangan dari papan wafer (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuwan Amerika pada tahun 1954. Limbah-limbah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saninten (Castanopsis argentea Blume A.DC) Sifat Botani Pohon saninten memiliki tinggi hingga 35 40 m, kulit batang pohon berwarna hitam, kasar dan pecah-pecah dengan permukaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan dan obat-obatan.namun demikian, hasil hutan yang banyak dikenal penduduk adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Retensi Retensi adalah banyak atau jumlah bahan pengawet yang terdapat dalam kayu. Rata-rata retensi dalam metode pengawetan rendaman dingin selama 10 hari dan metode

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. setiap kecamatan di Kota Medan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Data jumlah sekolah menengah pertama di setiap kecamatan

TINJAUAN PUSTAKA. setiap kecamatan di Kota Medan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Data jumlah sekolah menengah pertama di setiap kecamatan TINJAUAN PUSTAKA Bangunan Sekolah Menengah Pertama Kota Medan memiliki 350 sekolah menengah pertama dengan perincian 45 buah milik pemerintah dan 305 buah milik pihak swasta. Rincian sebaran SMP di setiap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Efektifitas Fumigasi Amonia Fumigasi amonia bertujuan mereaksikan amonia dengan tanin dalam kayu agar terjadi perubahan warna secara permanen. Fumigasi amonia akan menhasilkan perubahan

Lebih terperinci

HERBARIUM. Purwanti widhy H 2012

HERBARIUM. Purwanti widhy H 2012 HERBARIUM Purwanti widhy H 2012 Agar suatu tumbuhan dapat terus dilihat keberadaannya, maka pengawetan tumbuhan menjadi alternative cara untuk melindungi keberadaan tumbuhan Salah satu pengawetan tumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tiap tahunnya (Rachmawati, 1996), sedangkan menurut Wahyuni (2000), di Kabupaten

I. PENDAHULUAN. tiap tahunnya (Rachmawati, 1996), sedangkan menurut Wahyuni (2000), di Kabupaten 1 I. PENDAHULUAN Indonesia mengalami kerugian ekonomi akibat serangan rayap pada kayu bangunan rumah penduduk mencapai 12,5% dari total biaya pembangunan perumahan tiap tahunnya (Rachmawati, 1996), sedangkan

Lebih terperinci

UJI KEAWETAN KAYU KARET (Hevea braziliensis) TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH DENGAN MENGGUNAKAN RENDAMAN KAYU ULIN (Eusideroxylon zwageri) Oleh:

UJI KEAWETAN KAYU KARET (Hevea braziliensis) TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH DENGAN MENGGUNAKAN RENDAMAN KAYU ULIN (Eusideroxylon zwageri) Oleh: UJI KEAWETAN KAYU KARET (Hevea braziliensis) TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH DENGAN MENGGUNAKAN RENDAMAN KAYU ULIN (Eusideroxylon zwageri) Oleh: Andri Kurniawan NIM. 100 500 074 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rayap Coptotermes curvignathus Hobngren Rayap dikenal sebagai serangga sosial yang berukuran kecil sampai sedang, hidup dalam koloni-koloni dan membagi kegiatan-kegiatan utamanya

Lebih terperinci

PREFERENSI RAYAP TERHADAP BEBERAPA JENIS KAYU LOKAL DI KALIMANTAN TIMUR. Oleh: AFEN SETIAWAN NIM

PREFERENSI RAYAP TERHADAP BEBERAPA JENIS KAYU LOKAL DI KALIMANTAN TIMUR. Oleh: AFEN SETIAWAN NIM PREFERENSI RAYAP TERHADAP BEBERAPA JENIS KAYU LOKAL DI KALIMANTAN TIMUR Oleh: AFEN SETIAWAN NIM. 130 500 040 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman TINJAUAN PUSTAKA Mikroorganisme Endofit Endofit merupakan asosiasi antara mikroorganisme dengan jaringan tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman inang bervariasi mulai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan rayap yang paling luas serangannya di Indonesia. Klasifikasi

Lebih terperinci

Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu

Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu SNI 01-7207-2006 Standar Nasional Indonesia Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu ICS 79.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1993). Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang mengganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. 1993). Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang mengganggu dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kerusakan tanaman akibat serangan hama menjadi bagian budidaya pertanian sejak manusia mengusahakan pertanian ribuan tahun yang lalu. Mula-mula manusia membunuh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

C10. Oleh : Titik Sundari 1), Burhanuddin Siagian 2), Widyanto D.N. 2) 1) Alumni Fakultas Kehutanan UGM, 2) Staf Pengajar Fakultas Kehutanan UGM

C10. Oleh : Titik Sundari 1), Burhanuddin Siagian 2), Widyanto D.N. 2) 1) Alumni Fakultas Kehutanan UGM, 2) Staf Pengajar Fakultas Kehutanan UGM C10 DIMENSI SERAT DAN PROPORSI SEL PADA BEBERAPA VARIASI UMUR POHON DAN LETAK RADIAL BATANG Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex Benth. DARI DESA KEDUNGPOH, GUNUNGKIDUL Oleh : Titik Sundari 1), Burhanuddin

Lebih terperinci

ABSTRAK. ACHMAD MAHDI. Pengawetan Kayu Karet (Havea brasiliensis) Menggunakan Trusi dengan Metode Vakum Tekan (di bawah bimbingan H.

ABSTRAK. ACHMAD MAHDI. Pengawetan Kayu Karet (Havea brasiliensis) Menggunakan Trusi dengan Metode Vakum Tekan (di bawah bimbingan H. ABSTRAK ACHMAD MAHDI. Pengawetan Kayu Karet (Havea brasiliensis) Menggunakan Trusi dengan Metode Vakum Tekan (di bawah bimbingan H.Taman Alex) Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui retensi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1 cm SNI JIS. 1 cm. Gambar 4 Miselium yang menempel pada kayu contoh uji sengon longitudinal.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1 cm SNI JIS. 1 cm. Gambar 4 Miselium yang menempel pada kayu contoh uji sengon longitudinal. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Visual Kayu Pengamatan visual kayu merupakan pengamatan yang dilakukan untuk melihat dampak akibat serangan jamur pelapuk P. ostreatus terhadap contoh uji kayu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kota Medan mempunyai 805 sekolah dasar dengan perincian 401 buah

TINJAUAN PUSTAKA. Kota Medan mempunyai 805 sekolah dasar dengan perincian 401 buah TINJAUAN PUSTAKA Bangunan Sekolah Dasar Kota Medan mempunyai 805 sekolah dasar dengan perincian 401 buah milik pemerintah dan 404 buah milik pihak swasta. Rincian sebaran SD di Kota Medan disajikan pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama lima bulan yaitu dari bulan Maret sampai dengan Juni dan dilanjutkan kembali bulan November sampai dengan Desember 2011

Lebih terperinci

PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et.

PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et. PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et. B) DI PERSEMAIAN Balai Besar Penelitian Dipterokarpa RINGKASAN Kendala

Lebih terperinci

JENIS KAYU DARI HUTAN RAKYAT UNTUK MEBEL DAN KERAJINAN

JENIS KAYU DARI HUTAN RAKYAT UNTUK MEBEL DAN KERAJINAN JENIS KAYU DARI HUTAN RAKYAT UNTUK MEBEL DAN KERAJINAN Oleh: Kasmudjo* Abstrak Jenis kayu dari hutan rakyat jumlahnya cukup banyak. Terdiri dari jenis kayu yang sudah dikenal maupun belum dengan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil hutan non kayu sebagai hasil hutan yang berupa produk di luar kayu

BAB I PENDAHULUAN. Hasil hutan non kayu sebagai hasil hutan yang berupa produk di luar kayu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil hutan non kayu sebagai hasil hutan yang berupa produk di luar kayu yang dihasilkan dari pengolahan hutan, contohnya produk ekstraktif. Produk ekstraktif merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kayu yang harus diketahui dalam penggunaan kayu adalah berat jenis atau

TINJAUAN PUSTAKA. kayu yang harus diketahui dalam penggunaan kayu adalah berat jenis atau TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu perlu diperhatikan untuk pengembangan penggunaan kayu secara optimal, baik dari segi kekuatan maupun keindahan. Beberapa sifat fisis kayu yang harus diketahui

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PKMP. PEMANFAATAN EKSTRAK LIMBAH BUNGKIL JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBAGAI BIO-ANTI RAYAP

LAPORAN AKHIR PKMP. PEMANFAATAN EKSTRAK LIMBAH BUNGKIL JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBAGAI BIO-ANTI RAYAP LAPORAN AKHIR PKMP PEMANFAATAN EKSTRAK LIMBAH BUNGKIL JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBAGAI BIO-ANTI RAYAP Oleh : Reza Ramadhan Anita Dewanti Nia Widyastuti Singgih Mukti Wibowo Yennova Sari E24070084

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Keberadaan sekolah-sekolah sekarang ini dianggap masih kurang

TINJAUAN PUSTAKA. Keberadaan sekolah-sekolah sekarang ini dianggap masih kurang TINJAUAN PUSTAKA Bangunan Sekolah Dasar Keberadaan sekolah-sekolah sekarang ini dianggap masih kurang memadai baik dari segi jumlah maupun kelengkapan fasilitas di dalamnya. Saat ini terdapat hampir lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamplung Nyamplung memiliki sebaran yang luas di dunia, dari Afrika, India, Asia Tenggara, Australia Utara, dan lain-lain. Karakteristik pohon nyamplung bertajuk rimbun-menghijau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. organisme hidup yaitu tumbuhan (Praptoyo, 2010). Kayu termasuk salah satu hasil

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. organisme hidup yaitu tumbuhan (Praptoyo, 2010). Kayu termasuk salah satu hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu adalah suatu material yang merupakan produk hasil metabolisme organisme hidup yaitu tumbuhan (Praptoyo, 2010). Kayu termasuk salah satu hasil sumber daya alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin berkurang pasokan kayunya dari hutan alam, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia melaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Dephut, 1998): Kingdom : Plantae Divisio : Spematophyta

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 514/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN JERUK BESAR KOTARAJA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 514/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN JERUK BESAR KOTARAJA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 514/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN JERUK BESAR KOTARAJA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Respon Kehilangan Berat Setelah dilakukan proses pengumpanan terhadap rayap tanah selama empat minggu, dari data yang diperoleh dilakukan pengujian secara statistik untuk

Lebih terperinci

KERUGIAN EKONOMIS AKIBAT SERANGAN RAYAP PADA BANGUNAN RUMAH MASYARAKAT DI DUA KECAMATAN (MEDAN DENAI DAN MEDAN LABUHAN)

KERUGIAN EKONOMIS AKIBAT SERANGAN RAYAP PADA BANGUNAN RUMAH MASYARAKAT DI DUA KECAMATAN (MEDAN DENAI DAN MEDAN LABUHAN) Jurnal Biologi Sumatera, Juli 2007, hlm. 23 27 ISSN 1907-5537 Vol. 2, No. 2 KERUGIAN EKONOMIS AKIBAT SERANGAN RAYAP PADA BANGUNAN RUMAH MASYARAKAT DI DUA KECAMATAN (MEDAN DENAI DAN MEDAN LABUHAN) Ameilia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemunduran Mutu Kayu Bowyer et al. (2003) menyebutkan bahwa faktor penyebab kemunduran (deteriorasi) mutu kayu terbagi dalam dua kelompok besar yaitu faktor biologis dan faktor

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi ,

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi , II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi Degradasi lahan adalah proses menurunnya kapasitas dan kualitas lahan untuk mendukung suatu kehidupan (FAO 1993). Degradasi lahan mengakibatkan hilang atau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut sistem klasifikasinya, sawit termasuk dalam kingdom plantae,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut sistem klasifikasinya, sawit termasuk dalam kingdom plantae, TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit (BKS) Menurut sistem klasifikasinya, sawit termasuk dalam kingdom plantae, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, famili arecaceae, sub

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Borror Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi VI. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

DAFTAR PUSTAKA. Borror Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi VI. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. DAFTAR PUSTAKA Abdurachman dan Hadjib. 2009. Sifat Fisika dan Mekanik Kayu Laminan Campuran Kayu Mangium dan Sengon. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Volume 27 No 3. Barly dan Sabarudi. 2010. Kajian Industri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika hama rayap (Coptotermes curvinagthus Holmgren) menurut

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika hama rayap (Coptotermes curvinagthus Holmgren) menurut TINJAUAN PUSTAKA Biologi Coptotermes curvignathus Holmgren Sistematika hama rayap (Coptotermes curvinagthus Holmgren) menurut Nandika, dkk (2003) adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Inventarisasi Hutan Menurut Dephut (1970), inventarisasi hutan adalah pengumpulan dan penyusunan data mengenai hutan dalam rangka pemanfaatan hutan bagi masyarakat secara lestari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 11 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2012 sampai dengan Mei 2012, bertempat di Laboratorium Pengelohan Hasil Hutan, Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

Dramaga, Bogor, 16680, Indonesia. IPB Dramaga, Bogor, 16680, Indonesia Corresponding author: (Fauzi Febrianto)

Dramaga, Bogor, 16680, Indonesia. IPB Dramaga, Bogor, 16680, Indonesia Corresponding author: (Fauzi Febrianto) Keawetan Alami Sembilan Jenis Kayu dari Kampus Dramaga Institut Pertanian Bogor terhadap Serangan Rayap (Natural Durability of Nine Woods Species Grown in Dramaga Campus Bogor Agricultural University against

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Singkat Merbau Menurut Merbau (Instia spp) merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan dan mempunyai nilai yang ekonomi yang tinggi karena sudah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763 16 TINJAUAN PUSTAKA A. Kelapa sawit Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Sub famili Genus Spesies : Plantae

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEKERABATAN FENETIK TUJUH ANGGOTA FAMILIA APOCYNACEAE. Rahmawati, Hasanuddin, Cut Nurmaliah, Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Unsyiah,

HUBUNGAN KEKERABATAN FENETIK TUJUH ANGGOTA FAMILIA APOCYNACEAE. Rahmawati, Hasanuddin, Cut Nurmaliah, Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Unsyiah, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Biologi, Volume 1, Issue 1, Agustus 2016, hal 1-9 HUBUNGAN KEKERABATAN FENETIK TUJUH ANGGOTA FAMILIA APOCYNACEAE Rahmawati, Hasanuddin, Cut Nurmaliah, Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu juga merupakan komoditi ekspor, penghasil devisa, maka kualitas kayu

I. PENDAHULUAN. kayu juga merupakan komoditi ekspor, penghasil devisa, maka kualitas kayu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hasil kekayaan hutan adalah kayu. Kayu banyak dimanfaatkan di bidang properti, seperti rumah dan meubel. Disamping komoditi dalam negeri, kayu juga merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa TINJAUAN PUSTAKA Produksi Biomassa dan Karbon Tanaman selama masa hidupnya membentuk biomassa yang digunakan untuk membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cengkeh adalah tumbuhan asli Maluku, Indonesia. Cengkeh dikenal dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman asli Indonesia ini tergolong

Lebih terperinci

PENGAWETAN KAYU MANGGA (Mangifera indica) SECARA TEKANAN DENGAN PERMETHRIN UNTUK MENCEGAH SERANGAN RAYAP KAYU KERING

PENGAWETAN KAYU MANGGA (Mangifera indica) SECARA TEKANAN DENGAN PERMETHRIN UNTUK MENCEGAH SERANGAN RAYAP KAYU KERING PENGAWETAN KAYU MANGGA (Mangifera indica) SECARA TEKANAN DENGAN PERMETHRIN UNTUK MENCEGAH SERANGAN RAYAP KAYU KERING Danar Satwiko, Tomy Listyanto, dan Ganis Lukmandaru Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Botani Tanaman Sawi Sendok. Tanaman sawi sendok termasuk family Brassicaceae, berasal dari daerah pantai Mediteranea yang telah dikembangkan di berbagai

Lebih terperinci

Muhammad Sayuthi Laboratorium Hama Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala

Muhammad Sayuthi Laboratorium Hama Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala RAYAP MACROTERMES GILVUS (HAGEN) (ISOPTERA: TERMITIDAE) SEBAGAI HAMA PENTING PADA TANAMAN JARAK PAGAR (J. CURCAS) DI KEBUN INDUK JARAK PAGAR (KIJP) PAKUWON SUKABUMI JAWA BARAT (The Macrotermes gilvus Hagen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi dan Morfologi Kacang Tunggak Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari genus Vignadan termasuk ke dalam kelompok yang disebut catjangdan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol., No., Juni 009 : 7 PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL THE INFLUENCE OF NATURAL AND ARTIFICIAL DRYING FOWORD THE

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA MUDA (CocosNucifera) SEBAGAI BAHAN BAKU BRIKET ARANG. Oleh: NICO PRADANA NIM.

PEMANFAATAN LIMBAH SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA MUDA (CocosNucifera) SEBAGAI BAHAN BAKU BRIKET ARANG. Oleh: NICO PRADANA NIM. PEMANFAATAN LIMBAH SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA MUDA (CocosNucifera) SEBAGAI BAHAN BAKU BRIKET ARANG Oleh: NICO PRADANA NIM. 120 500 031 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Pupuk merupakan bahan alami atau buatan yang ditambahkan ke tanah dan dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan menambah satu atau lebih hara esensial. Pupuk dibedakan menjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kehilangan Berat (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keawetan Alami Hasil perhitungan kehilangan berat ke empat jenis kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 4. Data hasil pengukuran disajikan pada Lampiran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani Tanaman Pakchoi dan Syarat Tumbuh. Pakchoy adalah jenis tanaman sayuran yang mirip dengan tanaman sawi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani Tanaman Pakchoi dan Syarat Tumbuh. Pakchoy adalah jenis tanaman sayuran yang mirip dengan tanaman sawi. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Pakchoi dan Syarat Tumbuh Pakchoy adalah jenis tanaman sayuran yang mirip dengan tanaman sawi. Pakchoy dan sawi dapat ditanam di dataran rendah maupun di dataran

Lebih terperinci

TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN

TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN Oleh : Ir. Suwignyo Widyaiswara Balai Diklat Kehutanan Samarinda Abstrak Ulin adalah salah satu jenis pohon

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Papan Partikel. Sorghum (Shorgum bicolour) merupakan salah satu sumber daya alam

TINJAUAN PUSTAKA. Papan Partikel. Sorghum (Shorgum bicolour) merupakan salah satu sumber daya alam TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Sorghum (Shorgum bicolour) merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk keperluan pangan, pakan, energy, dan industri. Kelebihan dari tanaman sorghum adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman gonda dalam bahasa jawa disebut gondo atau orang barat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman gonda dalam bahasa jawa disebut gondo atau orang barat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Gonda Tanaman gonda dalam bahasa jawa disebut gondo atau orang barat menyebutnya chikenspike termasuk dalam keluarga Sphenocleaceae. Klasifikasi taksonomi dijelaskan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Volume Pohon Secara alami, volume kayu dapat dibedakan menurut berbagai macam klasifikasi sortimen. Beberapa jenis volume kayu yang paling lazim dipakai sebagai dasar penaksiran,

Lebih terperinci

PENGOLAHAN KAYU (WOOD PROCESSING) Abdurachman. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan

PENGOLAHAN KAYU (WOOD PROCESSING) Abdurachman. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan PENGOLAHAN KAYU (WOOD PROCESSING) Abdurachman Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Jl. Gunung Batu No. 5. Bogor 16610. Telp/fax : 0251 8633378/0251 86333413

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Tanaman Sagu Spesies Mitroxylon Sago

Gambar 1.1. Tanaman Sagu Spesies Mitroxylon Sago 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman sagu (Metroxylon sago) merupakan tanaman yang tersebar di Indonesia, dan termasuk tumbuhan monokotil dari keluarga Palmae, marga Metroxylon, dengan ordo

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah 3 TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Hillel (1998) menyatakan bahwa tanah yang padat memiliki ruang pori yang rendah sehingga menghambat aerasi, penetrasi akar, dan drainase. Menurut Maryamah (2010) pemadatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mentimun Papasan Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota Cucurbitaceae yang diduga berasal dari Asia dan Afrika. Tanaman mentimun papasan memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

Lebih terperinci