BAB II PENGATURAN LEASING DALAM HUKUM KONTRAK DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENGATURAN LEASING DALAM HUKUM KONTRAK DI INDONESIA"

Transkripsi

1 BAB II PENGATURAN LEASING DALAM HUKUM KONTRAK DI INDONESIA 1. Pengertian Leasing dan Para Pihak dalam Kontrak Leasing Leasing adalah suatu bangunan hukum yang tidak lain merupakan improvisasi dari pranata hukum konvensional yang disebut dengan sewa menyewa (lease). Dikatakan konvensional karena ternyata sewa menyewa itu merupakan bangunan tua dan sudah lama sekali ada dalam sejarah peradaban umat manusia. Pranata hukum sewa menyewa yang dikembangkan sebagai ilmu pengetahuan telah terekam dalam sejarah, paling tidak sudah sejak lebih kurang 4500 tahun sebelum masehi, yakni sewa menyewa yang dipraktekkan dan dikembangkan oleh orang-orang Sumeria. 26 Kata leasing berasal dari bahasa Inggris yaitu kata lease yang berarti menyewakan. Leasing sebagai suatu lembaga pembiayaan dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan yang masih sangat muda atau baru dilaksanakan di Indonesia pada awal tahun 1970-an dan baru diatur untuk pertama kali dalam peraturan perundang-undangan Republik Indonesia sejak tahun Eksistensi prananta hukum leasing di Indonesia sendiri sudah ada beberapa perusahaan leasing yang statusnya sama sebagai suatu lembaga keungan non bank. Oleh karena itu, maka yang dimaksudkan dengan leasing adalah setiap kegiatan pembiyaan perusahaan 26 Munir Fuady, Op. Cit. hal. 12.

2 dalam bentuk penyediaan atau menyewakan barang-barang modal untuk digunakan oleh perusahaan lain dalam jangka waktu tertentu dengan kriteria sebagai berikut : 27 a. pembiyaan perusahaan b. pembayaran sewa dilakukan secara berkala c. penyediaan barang-barang modal d. disertai dengan hak pilih atau hak opsi e. adanya nilai sisa yang disepakati. Fungsi leasing sebenarnya hampir setingkat dengan bank, yaitu sebagai sumber pembiayaan jangka menengah (dari satu tahun sampai lima tahun). Ditinjau dari segi perekonomian nasional, leasing telah memperkenalkan suatu metode baru untuk memperoleh barang modal dan menambah modal kerja. Sampai saat ini belum ada undang-undang khusus yang mengatur tentang leasing namun demikian praktek bisnis leasing telah berkembang dengan cepat, dan untuk mengantisipasi kebutuhan agar secara hukum mampunyai pegangan yang jelas dan pasti, pada tahun 1971 telah dikeluarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor : Kep-122/MK/IV/1/1974; No. 32/M/ SK/2/1974/; dan No.30/Kpb/1/1974, tertanggal 7 Februari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing. Menurut Surat Keputusan Bersama di atas, yang dimaksud dengan leasing adalah : 27 Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta : Salemba Empat, 2006), hal.190.

3 Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, untuk suatu jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barangbarang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama. Kemudian di dalam Peraturan Presiden No. 9 tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, pasal 1 Angka (5) disebutkan : Sewa Guna Usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Sewa Guna Usaha dengan hak opsi (Finance Lease) maupun Sewa Guna Usaha tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha (Lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran. Oleh Subekti mengartikan leasing adalah: 28 Perjanjian sewa-menyewa yang telah berkembang di kalangan pengusaha, di mana lessor (pihak yang menyewakan, yang sering merupakan perusahaan leasing) menyewakan suatu perangkat alat perusahaan (mesin-mesin) termasuk servis, pemeliharaan dan lain-lain kepada lesse (penyewa) untuk jangka wkatu tertentu. Berdasarkan pengertian leasing di atas, Subekti mengonstruksikan leasing tersebut sebagai berikut: 29 a. Leasing sama dengan sewa-menyewa; b. Subjek hukum yang terkait dalam perjanjian tersebut adalah pihak lessor dan lesse; c. Objeknya perangkat perusahaan termasuk pemeliharaan dan lainlain; d. Adanya jangka waktu sewa. Sedangkan menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan mengatakan bahwa leasing adalah: Suatu perjanjian dimana si penyewa barang modal (lesse) R. Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, (Bandung; Alumni, 1985), hal. 29 Ibid, hal.57

4 menyewa barang modal untuk usaha tertentu, untuk jangka waktu tertentu dan jumlah angsuran tertentu. 30 Defenisi yang dikemukakan oleh Sri Soedewi Masjchoen Sofwan memandang bahwa institusi leasing merupakan suatu kontrak atau perjanjian antara pihak lesse dan pihak lessor. Oleh kerena itu antara pihak lessor dan lesse terdapat hubungan hukum sewa menyewa. Objek yang disewa adalah barang modal. Jangka waktu dan jumlah angsuran ditentukan oleh para pihak. Kemudian oleh Salim H.S mengartikan leasing sebagai: 31 Kontrak sewa-menyewa yang dibuat antara pihak lessor dengan lesse dimana pihak lessor menyewakan kepada lesse barang-barang produksi yang harganya mahal untuk digunakan oleh lesse, dan pihak lesse berkewajiban membayar harga sewa sesuai dengan kesepakatan yang dibuat antara pihak lesse dengan lessor dengan disertai hak opsi, yaitu untuk membeli atau memperpanjang sewa. Dari pengertian leasing yang dikemukakan oleh Salim di atas dapat di temukan unsur-unsur yang terkandung dalam leasing yaitu: a. Adanya subjek hukum, yaitu pihak lessor dan lesse; b. Adanya objek, yaitu barang-barang modal yang harganya mahal; c. Adanya jangka waktu tertentu; d. Adanya sejumlah angsuran (pembayaran ini merupakan harga sewa dari barang tersebut yang dibayar secara berkala); e. Adanya hak opsi (hak lesse untuk memperpanjang atau membeli objek lesse pada masa akhir kontrak). Oleh Soerjono Soekanto, mengatakan bahwa Leasing sebenarnya merupakan suatu proses yang terkait pada lembaga keuangan, yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana dari masyarakat. 32 Memang 30 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perjanjian, (Yogyakarta: Gadjah Mada,1988), hal Salim, Op.cit,hal Soerjono Soekanto, Inventarisasi Perundang-Undangan Mengenai Leasing, Ind_Hill Co, Jakarta, 1986,hal.4

5 apabila dilihat dari sudut pembangunan ekonomi, leasing adalah salah satu cara untuk menghimpun dana yang terdapat di dalam masyarakat serta menginvestasikannya kembali kedalam sektor-sektor ekonomi tertentu yang dianggap produktif. Oleh karena itu tidak salah jika dikatakan leasing merupakan salah satu lembaga pembiayaan yang sangat penting dalam dunia usaha. 33 Seperti diuraikan di atas, kegiatan leasing sebagai lembaga pembiayaan dalam bentuk sewa guna usaha dapat dilakukan secara finance lesae maupun secara operating lease. Finance lease artinya kegiatan sewa guna usaha dimana penyewa guna usaha pada masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa (residu) yang disepakati bersama. Sedangkan operating lease adalah kegiatan sewa guna usaha dimana penyewa guna usaha tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha. 34 Sebelum memulai kegiatan usaha di bidang leasing ini, maka antara pihak penyewa dengan pihak yang menyewakan (lessor dan lesse) harus terlebih dahulu membuat kontrak leasing. Dengan demikian dalam usaha leasing tentunya terdapat beberapa pihak yang bersangkutan dalam perjanjian leasing yang terdiri dari : 35 a. Pihak yang disebut lessor, yaitu pihak yang menyewakan barang, dapat terdiri dari perusahaan. Pihak penyewa ini disebut juga sebagai investor. b. Pihak yang disebut dengan lesse, yaitu pihak yang menikmati barang tersebut dengan membayar sewa guna usaha yang mempunyai hak opsi. 33 Charlles Dulles Marpaung, Pemahaman Mendasar Atas Usaha Leasing, (Jakarta : Integrita Press, 1985 ), hal.2 34 Munir Fuady, Op.cit, hal Mangasa Sinurat dan Jane Erawati, Aspek Hukum Dalam Ekonomi, ( Medan : Universitas HKBP Nommensen, 2008 ), hal.136.

6 c. Pihak yang disebut dengan lender atau disebut juga debt-holders atau loan participants dalam transaksi leasing. Mereka umumya terdiri dari bank, insurance company, trust dan yayasan. d. Pihak supplier, yaitu penjual dan pemilik barang yang disewakan. Supplier ini dapat terdiri dari perusahaan (manufacturer) yang berada di dalam negeri atau yang mempunyai kantor pusat di luar negeri. Apabila seorang pengusaha tidak mempunyai modal atau hanya memiliki modal terbatas tetapi ingin mendirikan pabrik, pengusaha tersebut dapat memperolehnya dengan cara leasing, misalnya pengusaha tersebut hanya mempunyai tanah dan bangunan, maka untuk membeli mesinnya, pengusaha tersebut dapat melakukannya dengan cara leasing atau menyewa dari suatu leasing company, karena leasing company merupakan salah satu sumber dana bagi pengusaha yang membutuhkan barang modal, selama jangka waktu tertentu dengan membayar sewa. Dengan leasing pengusaha dapat memperoleh barang modal dengan sewa beli yang dapat diangsur setiap bulan atau setiap triwulan kepada lessor. Usaha pembiayaan melalui leasing ini dapat diperoleh dalam waktu yang cepat. Bagi perusahaan yang modalnya lemah, dengan adanya perjanjian leasing akan memberikan kesempatan pada perusahaan tersebut untuk berkembang dan dapat memiliki barang modal yang dibutuhkan perusahaan yang bersangkutan. Antara lesse dan lessor di dalam perjanjian leasing dapat mengadakan kesepakatan dalam hal menetapkan besar dan banyaknya anggsuran sesuai dengan kemampuan lesse. Dalam hal kredit besar dan banyaknya angsuran ditentukan oleh kreditor berdasarkan dari analisis bank. Dalam hukum perdata, ada tiga bentuk ikatan yang mirip satu sama lainnya, namun berlainan dalam hukumnya yaitu sewa guna usaha (leasing), sewa

7 beli dan jual beli secara angsuran. 36 Baik perjanjian sewa beli maupun jual beli dengan angsuran ketentuannya belum diatur dalam KUHPerdata. Maka dengan keluarnya Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 34/KP/II/80 tanggal 1 Februari 1980 tentang Perizinan Kegiatan Usaha Sewa Beli (hire purchase), jual beli dengan angsuran (kredit sale) dan sewa (renting), diberikan defenisi-defenisi sebagai berikut: a. Sewa beli (hire purchase) adalah jual beli barang dimana penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dengan pelunasan atas harga barang yang disepakati bersama dan yang diikat dalam suatu perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut baru beralih dari penjual kepada pembeli setelah jumlah harganya lunas dibayar pembeli kepada penjual. b. Jual beli secara angsuran (kredit sale) adalah adalah jual beli dimana penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara menerima pelunasan pembayaran barang yang dilakukan oleh pembeli dalam beberapa kali angsuran atas harga barang yang telah disepakati bersama dan yang diikat dalam suatu perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut beralih dari penjual kepada pembeli pada saat barangnya diserahkan penjual kepada pembeli. Persamaan antara perjanjian leasing dengan kedua perjanjian di atas adalah bahwa pada perjanjian leasing, lesse membayar imbalan jasa kepada lessor dalam waktu tertentu. Sedangkan pada perjanjian sewa beli dengan angsuran, pembeli membayar angsuran kepada penjual dalam waktu tertentu sesuai dengan perjanjian. 37 Untuk mengetahui bagaimana mekanisme penggunaan lembaga leasing, secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut : Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, ( Jakarta : PT Rineka Cipta, 2003), hal Richrard Burton Simatupang, Op.Cit, hal Eddy P. Soekadi, Mekanisme Leasing, ( Jakarta : Ghalia Indonesia, 1987), hal.153.

8 SKEMA I Prosedur Penggunaan Leasing Supplier Lessor 3 10 Lesse 2 Perusahaan Asuransi 4 Keterangan : 1. Lesse bebas memilih dan menentukan peralatan yang dibutuhkan, mengadakan penawaran harga dan menunjuk supplier peralatan yang dibutuhkan. 2. Setelah lesse mengisi formulir permohonan lesse, mengirimkan kepada lessor disertai dokumen pelengkap. 3. Lessor mengevaluasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lesse dengan syarat dan kondisi yang disetujui lesse (lama kontrak pembayaran sewa lesse), maka kontrak lease dapat ditandatangani.

9 4. Pada saat yang sama, lesse dapat menandatangani kontrak asuransi untuk peralatan yang lesse dengan perusahaan yang dilease dengan perusahaan asuransi yang disetujui oleh lessor seperti yang tercantum pada kontrak lease. 5. Kontrak pembelian peralatan akan ditandatangani lessor dengan supplier peralatan tersebut. 6. Supplier dapat mengirim peralatan yang dilease ke lokasi lesse. Untuk mempertahankan dan memelihara kondisi peralatan tersebut, supplier akan menandatangani perjanjian pelayanan purna jual. 7. Lease menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada supplier. 8. Supplier menyerahkan surat tanda terima (yang diterima dari lesse), bukti pemilikan dan pemindahan pemilikan kepada lessor 9. Lessor membayar harga peralatan yang dilease kepada supplier 10. Lesse membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah ditentukan kontrak leasing. Secara umum A.C.Goudsmit dan J.A.M.P. Keijser, ciri-ciri leasing adalah sebagai berikut: 39 a. Leasing merupakan suatu cara pembiayaan. Tentunya masih ada aspekaspek lain pada leasing, namun segi pembiayaan adalah suatu ciri utama, baik pada finance lease maupun pada operating lease. 39 Zaeni Ashadiye, Op.Cit, hal.103

10 b. Biasanya ada hubungan jangka waktu lease dan masa kegunaan benda yang dilease tersebut. Inilah perbedaan pokok dengan sewa menyewa biasa. Sebelumnya dapat dikatakan bahwa masa leasing dalam suatu finance lease sama dengan kegunaan ekonomis benda yang di-lease. c. Hak milik benda yang di-lease ada pada lessor. Hal ini menimbulkan dampak tertentu antara lain yang penting adalah di bidang akuntansi seperti penyusunan di bidang hukum diantaranya dalam hal melaksanakan perjanjian leasing apabila terjadi cedera janji atau wanprestasi dan dalam hal kepailitan. d. Benda yang menjadi objek leasing adalah benda-benda yang digunakan dalam suatu perusahaan. Pengertian benda-benda yang digunakan untuk perusahaan harus diberi pengertian yang luas, yakni benda-benda yang digunakan untuk menjalankan perusahaan, jadi tidak hanya benda-benda mesin yang hanya dapat digunakan untuk berproduksi, tetapi bisa juga komputer dan kendaraan bermotor. Dalam praktek leasing akhir-akhir ini, yang sering kali menjadi objek leasing adalah sepeda motor tanpa adanya hak opsi dari pemakai barang. Oleh karena itu lebih tepat kalau jual-beli sepeda motor ini tergolong pembiayaan konsumen. Dari ciri-ciri leasing yang tersebut, ada dua jenis leasing yaitu finance lease dan operating lease perbedaan antara kedua jenis leasing ini adalah menurut Mulyadi adalah sebagai berikut: Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta, Grafindo Persada, 1989), hal 92.

11 a. Finance lease adalah suatu perjanjian pembiayaan dimana lessor diminta untuk membiayai pengadaan barang modal untuk lesse, sedangkan pada operating lesse perjanjian menitikberatkan pada pemberian jasa. b. Pada finance lease, risiko ekonomis atas objeknya berada pada lesse karena lease wajib membayar kembali modal yang disediakan lessor untuk membayar barang yang bersangkutan ditambah bunga dan ongkos lain selama kontrak berjalan apapun yang terjadi, sedangkan pada operating lease risiko ekonomis atas barang modal yang dilease ada pada lessor. c. Pada finance lease, lesse hanya memikul risiko berkenaan dengan keadaan keuangan, kemampuan membayar serta bonafiditas lesse, sedangkan pada operating lesse, lessor menanggung risiko hilangnya atau rusaknya objek yang di-lease. d. Pada finance lease, jangka waktu kontrak sama dengan masa kegunaan barang modal yang bersangkutan menurut persetujuan lessor, sedangkan pada operating lesse jangka waktu perjanjian pada umumnya tidak sama dengan masa kegunaan barang modal yang bersangkutan. e. Pada akhir masa finance lease, lesse mempunyai hak opsi untuk membeli barang modal tersebut dari lessor dengan harga yang disetujui terlebih dahulu, tetapi harga barang modal pada finance lesse tak berarti jumlahnya, sedangkan pada operating lease tidak mempunyai hak opsi untuk membeli. f. Pada finance lease, pada prinsipnya dilarang mengakhiri kontrak sebelum jangka waktu yang diperjanjikan berakhir, kecuali diperjanjikan lain, sedangkan pada operating lease jangka waktu leasing tidak tertentu dan dapat diakhiri oleh lesse. g. Pada finance lease, lessor pada umumnya memberikan jasa-jasa untuk penggunaan, pengoperasian dan pemeliharaan barang modal yang di-lease, sedangkan pada operating lease hal ini tidak ada. 2. Pengaturan Leasing Sebagai Kontrak Innominat dalam Peraturan Perundang-Undangan yang Berlaku di Indonesia Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yanng berlaku di Indonesia merupakan undang-undang produk pemerintah Hindia Belanda, yang diberlakukan berdasarkan pada Pasal II Aturan Peralihan UUD Pasal II Aturan peralihan UUD 1945 berbunyi: Segala badan negara dan peraturan yang

12 masih berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini. Tujuan adanya ketentuan hukum ini untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum ( rechtvacuum). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdiri atas 4 (empat) buku yaitu : a. Buku I tentang Orang b. Buku II tentang Benda c. Buku III tentang Perikatan d. Buku IV tentang Pembuktian dan Daluarsa Buku III KUHPerdata menganut sistem terbuka (open system), artinya para pihak bebas untuk mengadakan kontrak dengan siapapun, menentukan syaratsyaratnya, pelaksanaanya dan bentuk kontrak baik yang dikenal dalam KUHPerdata maupun di luar KUHPerdata. Pada prinsipnya kontrak dari aspek namanya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) macam, yaitu kontrak nominaat dan kontrak innominaat. 41 Kontrak atau perjanjian bernama (nominaat) merupakan kontrak-kontrak atau perjanjian yang dikenal di dalam KUHPerdata atau kontrak-kontrak yang bersifat umum seperti jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perjanjian untung-untungan, dan perdamaian, sedangkan kontrak tidak bernama (innominaat) merupakan kontrak-kontrak yang 41 Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2003), hal. 1

13 timbul, tumbuh dan berkembang dalam praktik dan di luar KUHPerdata. Artinya, bahwa kontrak-kontrak innominaat berlaku terhadap peraturan yang bersifat khusus, sebagaimana yang tercantum di dalam berbagai peraturan perundangundangan dan buku III KUHPerdata. Timbulnya kontrak ini karena adanya asas kebebasan berkontrak sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata sebagai akibat dari sistem terbuka (open system) yang dianut hukum perjanjian dalam KUHPerdata. 42 Hal ini berarti bahwa hukum perjanjian memberi kebebasan yang seluas-luasnya kepada para pihak untuk mengadakan perjanjian tentang apa saja asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara subjek hukum yanng satu dengan subjek hukum yang lain dalam hubungannya dengan kontrak innominaat berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Unsur-unsur yang tercantum dalam hukum kontrak innominaat menurut Salim adalah sebagai berikut. 43 a. Adanya kaidah hukum Kaidah hukum dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu kaidah hukum kontrak innominaat tertulis dan tidak tertulis. b. Adanya subjek hukum Subjek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban. Subjek hukum dalam kontrak innominaat adalah debitur dan kreditur, badan pelaksana dengan badan usaha atau usaha tetap, pengguna jasa dan penyedia jasa dan lainlain. c. Adanya objek hukum Objek hukum erat kaitannya dengan objek prestasi. Pokok prestasi dalam kontrak innominaat tergantung pada jenis kontrak yang dibuat oleh para pihak. Dalam kontrak karya misalnya yang menjadi pokok prestasinya 42 Ibid, hal.3 43 Ibid. hal.5

14 adalah melakukan eksplorasi dalam bidang pertambangan, khususnya emas dan tembaga. d. Adanya kata sepakat Kata sepakat lazim disebut dengan konsensus. Kata sepakat ini merupakan persesuaian pernyataan kehendak para pihak tentang substansi dan objek kontrak. e. Akibat hukum kontrak Akibat hukum berkaitan dengan timbulnya hak dan kewajiban dari para pihak. Dari segi aspek pengaturannya kontrak innominaat ini dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu sebagai berikut 44. a. kontrak innominaat yang telah diatur secara khusus dan dituangkan dalam bentuk undang-undang dan/atau telah diatur dalam pasal-pasal tersendiri ; b. kontrak innominaat yang telah diatur dalam peraturan pemerintah; c. kontrak innominaat yang belum ada undang-undangnya di Indonesia. Untuk saat ini kontrak leasing sebagai kontrak innominaat yang diatur dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Perindustrian dan Perdagangan Nomor: Kep-122/MK/IV/2/1974, Nomor: 32/M /SK/2/1974, dan Nomor: 30/ KPB/I/ 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing, masih tetap berlaku sebagai pedoman dalam kegiatan usaha leasing. Menurut sejarahnya, leasing pertama kali dikenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1977, oleh Bell Telephone Company untuk memasarkan hasil-hasil produksinya, yaitu alat telepon, karena pada saat itu perusahaaan sulit untuk mendapatkan kredit jangka menengah dan panjang. Pada tahun 1952 leasing mengalami perkembangan yang pesat di Amerika Serikat, yaitu dengan telah 44 Ibid.hal 2

15 didirikannya United State Leasing Coorporation. Sekitar tahun 1960 leasing berkembang di Eropa Barat. 45 Di Indonesia kegiatan leasing diperkenalkan pertama kali pada tahun 1974, yaitu dengan keluarnya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Perindustrian dan Perdagangan Nomor: Kep-122/MK/IV/2/1974, Nomor: 32/M /SK/2/1974, dan Nomor: 30/ KPB/I/ 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing. Di samping ketentuan itu, lembaga leasing juga diatur dalam: 46 a. Keppres Nomor 61 Tahun 1998 tentang Lembaga Pembiayaan b. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Leasing c. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 634/KMK.013/1990 tentang Pengadaan Barang Modal Berfasilitas Melalui Perusahaan Sewa Guna Usaha (perusahaan leasing) d. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 1169/ KMK.01/1991 tentang Ketentuan Kegiatan Sewa Guna Usaha (leasing) e. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan Keputusan-keputusan itulah yang menjadi dasar hukum berlakunya leasing di Indonesia. Tentunya pada masa mendatang perlu dipikirkan pembentukan peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang leasing yang diharapkan bahwa dengan adanya peraturan-peraturan tersebut akan menjamin 45 Ibid, hal Sri Suyatmi dan Sudiarto, Problematika Leasing di Indonesia, (Jakarta : Arikha Media Cipta, 1992), hal. 75

16 kepastian hukum para pihak dalam melakukan kontrak berdasarkan prinsip leasing. Dari ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Leasing, dapat disimpulkan bahwa bentuk perjanjian leasing harus dilakukan secara tertulis dan wajib dibuat dalam bahasa Indonesia, tanpa ketentuan harus berbentuk akta autentik atau akta dibawah tangan. Namun jika dilihat dari kekuatan pembuktiannya, selayaknya perjanjian ini dibuat dalam bentuk tertulis dengan akta otentik. Dalam perjanjian leasing paling tidak harus memuat : 47 a. jenis transaksi leasing, b. nama dan alamat masing-masing pihak, c. nama, jenis, tipe dan lokasi penggunaan barang modal, d. harga perolehan, nilai pembiayaan leasing, angsuran pokok pembiyaan, imbalan jasa leasing, nilai sisa, simpanan jaminan dan ketentuan asuransi atas barang modal yang dilease, e. masa leasing. f. ketentuan mengenai pengakhiran leasing yang dipercepat, penetapan kerugian, yang harus ditanggung lesse, dalam hal barang modal yang dilease dengan hak opsi hilang, rusak, atau tidak berfungsi karena sebab apapun, g. tanggung jawab para pihak atas barang modal yang dileasekan. Perjanjian leasing sebagai perjanjian innominaat yang tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata, dapat juga dikatakan sebagai kontrak baku atau kontrak standar. Kontrak baku adalah kontrak atau perjanjian yang berkembang dan banyak dipergunakan oleh pelaku usaha dalam hubungannya dengan konsumen. Bahkan dalam era globalisasi, pembakuan syarat-syarat perjanjian merupakan model yang tidak dapat dihindari, bagi para pelaku usaha penggunaan 47 Salim H.S, Op Cit, hal. 149

17 kontrak baku ini dapat menjadi cara untuk mencapai tujuan ekonomi yang efisisen, praktis dan cepat. 48 Perjanjian baku adalah perjanjian yang dibuat oleh seorang pelaku usaha atau pelaku bisnis dalam bentuk formulir tertentu yang telah disediakan terlebih dahulu dan akan diberlakukan kepada seluruh konsumen yang akan membeli suatu barang atau jasa tertentu. Dalam pembuatan isi perjanjian baku tidak mengikutkan pihak konsumen kerena dari segi tujuannya adalah untuk menghemat waktu dan biaya sehingga lebih efisien. Dilihat dari segi hukum perdata, perjanjian baku tersebut masih menimbulkan persoalan karena dari awal pembuatan dan penentuan isi perjanjian tidak melibatkan kehendak dari konsumen. 49 Kontrak-kontrak leasing pada umumnya juga mengikuti ketentuan tentang kontrak baku ini, dimana lessor sebelumnya sudah mempersiapkan isi dan bentuk kontrak leasing berupa formulir-formulir, sehingga lesse tidak dapat menambahkan pendapatnya di dalam kontrak tersebut. Apabila lesse setuju untuk menggunakan lembaga leasing sebagai lembaga pembiayaan terhadap usahanya, maka lesse hanya tinggal menandatangani kontrak tersebut dan lesse dianggap setuju dengan semua isi kontrak. Pada hakekatnya leasing merupakan salah satu cara pembiayaan yang mirip dengan kredit bank. Hanya bedanya adalah leasing memberikan bantuan dalam bentuk barang modal, sedangkan bank memberikan bantuan berupa permodalan. Bank-bank di luar negeri maupun di dalam negeri dengan jeli telah melibatkan diri dalam bisnis ini. Sebagian besar dilakukan oleh pihak bank, baik secara 48 Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1992), hal Ibid, hal. 5

18 patungan maupun pemilikan total leasing bahkan telah berkembang menjadi bisnis transnasional. 50 Di Indonesia bisnis leasing masih terbilang baru, karena pemerintah baru pertama kali membuka izin bisnis ini pada tahun 1974, dengan mengundang para investor menanamkan modalnya. Waktu itupun jenis usaha ini belum begitu dikenal terbatas pada masyarakat pengusaha yang menghadapi masalah pemenuhan kebutuhan usahanya. Bila dilihat dan prospek kebutuhan pembangunan, usaha leasing jelas dapat berkembang pesat dan memainkan peranan aktif sebagai lembaga keuangan baru sebagai lembaga keuangan non bank, yang khususnya bergerak dalam bidang penyediaan barang modal, sebagai alternatif sumber pembiayaan suatu perusahaan bisnis dan mempunyai harapan untuk memenuhi kebutuhan pasarnya yang luas bagi pihak-pihak pengusaha. 51 Pada pokoknya ada dua jenis leasing yaitu penyewaan untuk pembiayaan langsung (direct financing lease) dan penyewaan untuk operasional (operating lease). Pada direct financing lease perusahaan leasing bertindak sebagai lembaga keuangan dan memilih penyewa untuk menggunakan peralatan khusus tertentu yang dimilikinya. Perusahaan itu membayar keseluruhan pembiayaan. Modal kemudian akan dilunasi secara angsuran oleh penyewa dalam waktu yang telah ditentukan. 50 Zaeni Ashadiye, Op.cit, hal Abdul Kadir Muhamad dan Rilda Murmiati, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000), hal 143.

19 Suatu perusahaan leasing yang murni memanfaatkan dana dari lembagalembaga keuangan (bank) yang seterusnya membeli sebagian peralatan (assets) yang didaftarkan sebagai pemiliknya, kemudian disewakan kepada penyewa. Jika kontrak berakhir dan peralatannya telah habis masa berlakunya, penyewa mempunyai hak pilih untuk membelinya atau dapat juga barang itu dikembalikan lagi kepada perusahaan leasing. Sedangkan operating lease merupakan penyewaan yang tidak memiliki kriteria untuk pembiayaan langsung. Umumnya berlaku dalam jangka pendek. Pemakai barang diperbolehkan menggunakan suatu barang modal selama sebagian waktu dari masa barang itu berlaku. Pada cara ini pengaturan penjualan kepada langganan menggunakan cara penyewa (leasing) yang frekuensi keduanya bertalian satu sama lain dalam bentuk credit finance. Metode ini antara lain dipakai dalam penjualan xerox, mesin-mesin computer, dan lain-lain. Sistem leasing menurut Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, memberikan peluang yang besar dan menarik bagi para pengusaha, karena mempunyai keunggulan sebagai alternatif baru bagi pembiayaan di luar sistem perbankan, misalnya : 52 a. Proses pengadaan peralatan modal relatif lebih cepat dan tidak memerlukan jaminan kebendaan, prosedurnya sederhana dan tidak ada keharusan melakukan studi kelayakan yang memakan waktu lama. b. Pengadaan kebutuhan modal alat-alat berat dan mahal dengan teknologi tinggi amat meringankan terhadap kebutuhan mengingat sistem pembayaran cicilan berjangka panjang. c. Perencanaan keuangan perusahaan lebih mudah daan sederhana. d. Posisi cash flow perusahaan akan lebih baik dan biaya-biaya modal menjadi lebih mudah dan menarik. 52 Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Op.Cit, hal. 194

20 Batasan perbedaan usaha leasing dengan lembaga keuangan bank atau non bank sebenarnya jelas. Pada leasing hanya menyediakan baranng modal, sedangkan lembaga keuangan bank menyediakan dana untuk membeli barang modal tersebut. Fungsi ini sekaligus menentukan daerah operasi masing-masing jenis usaha. Lembaga leasing lebih banyak bersifat perantara dalam mencarikan barang-barang modal dan bukan penyedia dana. Jika suatu perusahaan leasing juga menyediakan pinjaman dana, berarti sudah melanggar daerah operasi lembaga keuangan lainnya dan ini banyak terjadi dalam praktek, sehingga sering dikritik sebagai usaha leasing yang tidak murni lagi Pemberlakuan Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Menentukan Keabsahan Kontrak Leasing Untuk membuat perjanjian yang sah berdasarkan ketentuan hukum, undang-undang menentukan 4 (empat) persyaratan sebagaimana yang tercantum dalam pasal 1320 KUHPerdata, yakni : a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan c. Suatu hal tertentu d. Suatu sebab yang halal Persyaratan adanya kata sepakat dan kecakapan bertindak dalam hukum adalah syarat subjektif atau syarat yang melekat pada orang yang membuat perjanjian yang apabila tidak dipenuhi dalam sebuah perjanjian mengakibatkan perjanjian itu dapat dibatalkan (voidable), perjanjian tersebut dapat dimintakan 53 Richard Burton Simatupang, Op.Cit, hal.114

21 pembatalan kepada hakim melalui pengadilan oleh salah satu pihak. Kemudian persyaratan adanya suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal adalah syarat yang berhubungan dengan objek perjanjian yang disebut juga dengan syarat objektif perjanjian yang apabila tidak dipenuhi dapat mengakibatkan perjanjian tersebut batal demi hukum (null and void), artinya sejak awal perjanjian itu tidak pernah ada dalam perikatan sebab perikatan itu tidak pernah lahir jadi tidak ada akibat hukum apapun sehingga tidak ada dasar hukum yang dapat dijadikan alas hak untuk melakukan penuntutan atau gugatan. 54 Masing-masing persyaratan perjanjian tersebut diatur dalam pasal-pasal KUHPerdata. Mengenai sepakat ditentukan dalam Pasal 1321 KUHPerdata yang menyatakan bahwa Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. 55 Kesepakatan itu harus diberikan secara bebas dari kekhilafan, paksaan atau penipuan. Apabila dalam perjanjian kesepakatan itu diberikan secara tidak bebas, mengakibatkan perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Mengenai kecakapan ditentukan dalam Pasal 1329 KUHPerdata yang berbunyi: Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan jika oleh undangundang tidak dinyatakan tidak cakap. Cakap atau bakwaan menurut hukum adalah orang yang sudah dewasa, yaitu sudah berumur 21 tahun. Dalam Pasal 330 KUHPerdata, semua orang adalah cakap dalam membuat perikatan apabila dalam undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap. Jadi pada dasarnya semua orang adalah cakap dalam membuat perjanjian kecuali dinyatakan tidak cakap oleh 54 I.G. Rai Widjaja, Merancang Suatu Kontrak, Contrak Drafting dalam Teori dan Praktek, (Jakarta : Megapoin Kesaint Blanc, 2001), hal R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta : Intermasa, 1987), hal. 43

22 undang-undang. Sedangkan oleh undang-undang Pasal 1330 KUHPerdata yang dikatakan sebagai orang yang tidak cakap dalam membuat perjanjian adalah Orang-orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh di bawah pengampuan, orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan undang-undang, dan semua orang yang telah dilarang oleh undang-undang untuk membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Mengenai suatu hal tertentu sebagai objek perjanjian artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. Pasal 1333 KUHPerdata mengatakan bahwa Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung. Berdasarkan pasal ini maka barang yang perjanjikan harus tentu, setidak-tidaknya harus ditentukan jenisnya sedangkan jumlahnya tidak perlu ditentukan asalkan saja kemudian dapat ditentukan atau dihitung, sebab apabila suatu objek perjanjian tidak tertentu yaitu tidak jelas jenisnya dan tidak tentu jumlahnya, perjanjian yanng demikian tidak sah. 56 Mengenai sebab yang halal atau kausa yang diperbolehkan, maksudnya adalah isi perjanjian harus kausa yang sesuai dengan undang-undang atau hukum sehingga perjanjian tersebut menjadi perjanjian yang valid atau sah dan mengikat (binding). Menurut Van Brakel bahwa sebab (causa) itu menjadi dasar (untuk membenarkan) keterikatan debitur dalam perjanjian. Mengenai suatu sebab yang 56 I.G. Rai Widjaja, Op.Cit, hal. 49

23 halal diatur dalam Pasal KUHPerdata. Semua ketentuan mengenai syarat-syarat perjanjian yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata berlaku bagi semua perjanjian baik perjanjian bernama (nominaat) maupun perjanjian tidak bernama (innominaat). Artinya tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan /atau kesusilaan. Ketentuan mengenai peraturan leasing yang berlaku di Indonesia saat ini masih sangat sederhana, disebabkan belum adanya undang-undang yang khusus mengatur tentang leasing. Peraturan tentang leasing yang sekaligus menjadi dasar hukum berlakunya lembaga kegiatan pembiayaan leasing sebagaimana dalam kontrak-kontrak pada umumnya adalah sebagai berikut : 57 a. Peraturan umum (General) 1) Asas Konkordansi Hukum berdasarkan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 atas Hukum Perdata Bagi penduduk Eropa 2) Pasal 1338 mengenai Asas Kebebasan Berkontrak serta asas-asas perjanjian umum yang terdapat pada KUHPerdata. 3) Pasal KUHPerdata (Buku III Bab VII) berisikan ketentuan tentang sewa menyewa sepanjang tidak diadakan penyimpangan oleh para pihak. b. Peraturan khusus (Spesifik) 1) Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Perindustrian dan Perdagangan Nomor: Kep-122/MK/IV/2/1974, Nomor: 32/M /SK/2/1974, dan Nomor: 30/ KPB/I/ 1974 tertanggal 7 Februari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing. 2) Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. Kep 650/MK/IV/5/1974 tentang Penegasan Ketentuan Pajak Penjualan dan Besarnya Materai Terhadap Usaha Leasing. 3) Surat Edaran Direktur Jenderal Moneter No. PEG. 307/DJM/III.1/7/1974 tertanggal 8 Juli 1975 tentang : a) tata cara perizinan b) pembatasan usaha c) pembukuan 57 Achmad Anwari, Op.cit, hal.77

24 d) tingkat suku bunga e) perpajakan f) pengawasan dan pembinaan 4) Surat Edaran Dirjen Moneter Dalam Negeri No. SE. 4815/MD/1983 tertanggal 31 Agustus 1983 tentang Ketentuan Perpanjangan Izin Usaha Perusahaan Leasing dan Perpanjangan Penggunaan Tenaga Warga Negara Asing pada Perusahaan Leasing. 5) Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. S. 742/MK.011/19784 tertanggal 21 Juli 1984 mengenai PPh pasal 23 atas Usaha Financial Leasing. Sampai saat ini peraturan-peraturan mengenai leasing masih sangat sederhana sehingga dirasakan kurangnya kepastian hukum bagi para pihak. Para pihak dalam leasing mengadakan perjanjian dengan bersandarkan pada Surat Keputusan Tiga Menteri tahun 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing yang merupakan peraturan pertama mengenai leasing yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sebagaimana telah diauraikan di atas kontrak leasing adalah salah satu dari jenis kontrak innominaat atau disebut juga dengan perjanjian tidak bernama yaitu kontrak yang tumbuh dan berkembang dalam praktik atau masyarakat yang lahir berdasarkan atas asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam pasal 1338 KUHPerdata. Pasal 1338 KUHPerdata yang mengatur asas kebebasan berkontrak berbunyi sebagai berikut: Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Untuk sahnya perjanjian maka pasal 1320 KUHPerdata mengatur syaratsyarat tentang sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan, kecakapan, suatu hal tertentu dan adanya sebab yang halal. Apabila syarat-syarat yang dimaksud pasal

25 1320 KUHPerdata dipenuhi maka perjanjian mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan undang-undang demikian juga terhadap kontrak leasing. Oleh karena itu, kontrak leasing ini harus tunduk kepada peraturan KUHPerdata khususnya Buku III tentang Perikatan sebagai peraturan yang umum, walaupun ada peraturan-peraturan yang khusus mengatur tentang kegiatan usaha leasing ini, dan semua ketentuan tentang leasing tidak boleh bertentangan dengan isi KUHPerdata. Namun di dalam praktek kontrak leasing yang biasanya dibuat dalam kontrak baku yaitu kontrak yang telah disiapkan terlebih dahulu oleh pihak lessor, sehingga pihak lesse tidak memiliki kesempatan untuk menambahkan pendapatnya ke dalam kontrak tersebut, lesse hanya cukup menandatangani kontrak apabila lesse setuju dengan semua apa yang tertuang dalam kontrak. Sehingga sering lesse tidak memahami apa yang tertuang dalam kontrak dan sejauh mana batas hak dan kewajiban yang harus dipenuhinya. 4. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Kontrak Leasing Apabila terjadi kesepakatan antara pihak lessor, lessee dan supplier telah tercapai, maka akan menimbulkan hak dan kewajiban di antara para pihak. Perjanjian leasing juga sama seperti perjanjian-perjanjian lain pada umumnya menimbulkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak yang menandatangani perjanjian tersebut, karena setelah perjanjian leasing ditandatangani oleh kedua belah pihak, yakni lessor dan lesse, maka perjanjian tersebut berlaku sebagai

26 undang-undang bagi mereka dan melahirkan hak dan kewajiban bagi lessor dan lesse. 58 Secara umum mengenai hak dan kewajiban lessor dan lesse yang berkenaan dengan tindakan leasing saat ini masih berpedoman pada Pasal KUHPerdata sedangkan sebagai dasar kontrak antara para pihak dipergunakan Pasal 1338 KUHPerdata yang menganut asas kebebasan berkontrak (fredoom of contract). Pengaturan hak dan kewajiban telah ditentukan dalam perjanjian pembiayaan leasing yang telah dibuat antara pihak lessor dan lesse. Beberapa hak dan kewajiban lessor menurut Sri Suyatmi dan Sudiarto adalah sebagai berikut: a. Hak Lessor 59 1) Menerima pembayaran secara berkala dari lesse, sebagai imbalan atas penyerahan kenikmatan ekonomis atas barang modal sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak dalam perjanjian. 2) Dapat menarik kendaraan secara paksa dari konsumen/lesse apabila setelah disomasi tidak melakukan pembayaran agsuran, bunga, dan denda keterlambatan 3) Menentukan alokasi dari pembayaran yang diterima lesse 4) Melakukan penyesuaian jumlah angsuran pokok pembiayaan 5) Menetapkan jaminan atau biaya leasing di muka 6) Berhak atas ganti rugi asuransi 7) Meminta laporan-laporan sehubungan dengan penggunaan barang modal tersebut, terutama terhadap barang-barang industri berat, dan lessor setiap saat dapat mengadakan pemeriksaan atas keadaan barang modal yang disewakan oleh lesse. 8) Dapat menghentikan secara sepihak perjanjian leasing tersebut apabila terjadi kelalaian /cidera janji, baik dari konsumen/lesse ataupun penjamin. b. Kewajiban Lessor 1) Menyerahkan barang modal tersebut kepada lesse dalam keadaan baik 58 Eddy P. Soekadi, Op Cit, hal Sri Suyatmi dan Sudiarto, Problematika Leasing di Indonesia, (Jakarta : Arikha Media Cipta, 1992), hal. 64.

27 2) Memberi kenikmatan ekonomis atas barang modal tersebut kepada lesse selama janngka waktu yang ditentukan. 3) Memberi jaminan kepada lesse, bahwa lesse dapat memakai barang modal tersebut dengan bebas tanpa khawatir akan gangguan dari pihak ketiga 4) Menjamin barang tersebut bebas dari segala pembebanan hukum 5) Menyerahkan uang sebagai biaya barang yang dibeli kepada supplier. a. Hak Lesse Selain itu yang menjadi hak dan keajiban lesse adalah sebagai berikut: 1) Mendapatkan barang dari supplier dan menikmati barang yang di-leasenya tersebut tanpa gangguan. 2) Memperoleh hak pilih (optie), yaitu hak untuk membeli atau memperpanjang barang objek leasing. 3) Memakai barang leasing sesuai dengan kontrak yang dibuat antara pihak lessor dan lesse b. Kewajiban Lesse 1) Membayar uang sewa secara berkala 2) Menanggung segala risiko yang timbul dalam hal pemakaian barang modal tersebut. Oleh karena itu lesse wajib untuk mengasuransikan barang tersebut selama jangka waktu leasing agar dapat terjamin keberadaannya. 3) Membayar pajak 4) Melunasi seluruh biaya sewa apabila lesse membeli barang leasing 5) Menanggung biaya dan ongkos yang dikeluarkan oleh lessor karena dirugikan, dilanggar atau diancam oleh lesse 6) Menanggung biaya asuransi Dari berbagai hak dan kewajiban yang disajikan di atas yang paling menonjol adalah hak dari kreditor (lessor) atau lembaga pembiayaan dan kewajiban debitor (lesse). Hak yanng paling ditakuti lesse adalah hak lessor untuk menarik kendaraan yang menjadi objek pembiayaan. Penarikan ini dilakukan karena lesse tidak melaksanakan prestasinya. Dalam kontrak leasing kewajiban lesse yang paling utama adalah melakukan pembayaran angsuran dan bunga setiap bulannya. Apabila hal itu tidak diindahkan maka akibatnya objek perjanjian akan

28 ditarik oleh lessor baik secara sukarela maupun secara paksa. 60 Oleh karena itu diharapkan kepada para pihak khususnya lesse untuk dapat melaksanakan prestasinya sebagaimana yang ditentukan dalam kontrak. Selain hak dan kewajiban lessor dengan lesse di atas supplier sebagai penyedia barang juga memiliki kewajiban yang harus dipenuhi dalam kontrak, kewajiban tersebut adalah sebagai berikut : 61 a. Menyerahkan barang kepada lesse. Penyerahan adalah suatu pemindahan barang yang telah dijual kedalam kekuasaan kepunyaan si pembeli sewa. b. Untuk barang yang harus dibalik nama, mengurus balik nama atas barang yang di-lease. c. Khusus untuk kendaraan bermotor, supplier mempunyai kewajiban memperpanjang Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) kendaraan selama dalam masa leasing. Hal di atas sesuai dengan ketentuan Pasal 1513 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan Kewajiban utama sipembeli ialah membayar harga pembelian, pada waktu dan tempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian dan bilamana hal itu tidak ditetapkan dalam perjanjian, maka menurut Pasal 1514 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang bunyinya adalah Jika pada waktu membuat perjanjian tidak ditetapkan tentang itu, si pembeli harus membayar di tempat dan waktu dimana penyerahan harus dilakukan. Dalam hal tidak ada ketentuan mengenai penyerahan, maka penyerahan dilakukan di tempat dimana barang berada pada saat perjanjian sewa guna usaha dibuat, atau pembayaran dilakukan di tempat dimana perjanjian dibuat. Selain itu 60 Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUHPerdata, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2008), hal Salim, Perjanjian Dalam Praktek, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal.54.

29 lesse mempunyai kewajiban antara lain merawat barang yang di-leasing dengan biaya sendiri. 5. Berakhirnya Kontrak Leasing Seperti juga perjanjian pada lainnya, tentu perjanjian leasing dapat diputuskan kapan saja jika para pihak dalam perjanjian tersebut saling sepakat untuk itu. Ini memang prinsip yang berlaku umum dalam hukum kontrak. Biasanya, hak salah satu pihak untuk memutuskan kontrak dengan persetujuan pihak lain disebutkan secara eksplisit dalam kontrak yang bersangkutan. Pada prinsipnya ada 4 (empat) macam alasan berakhirnya perjanjian leasing, yaitu : 62 a. Berakhirnya Kontrak Leasing Karena Konsensus Dalam praktek, pemutusan kontrak leasing secara konsensus ini sangat jarang terjadi. Hal ini disebabkan karena karakteristik dari kontrak leasing salah dimana satu pihak berprestasi tunggal, yaitu pihak lessor. Artinya pihak lessor cukup sekali berprestasi yaitu menyerahkan dana untuk pembelian barang leasing tertentu. Sekali dana dicairkan, maka pada prinsipnya selesailah tugas substansial dari lessor. Tinggal pihak supplier kemudian berkewajiban menyerahkan barang kepada lesse, dan sebaliknya pihak lesse harus mengembalikan uang cicilan kepada lessor. 62 Munir Fuady, Op. Cit, hal.43

30 Setelah lessor mencairkan dana selesailah tugas substansial dari lessor, maka sangat sulit bagi lessor untuk setuju jika pihak lesse ingin memutuskan kontrak di tengah jalan, karena apabila kontrak putus di tengah jalan lalu bagaimana dengan dana yang telah dicairkan itu. Jika kemudian lesse harus menyerahkan kembali dana leasing di tengah jalan kepada lessor (prepayment), biasanya dalam kontrak ditegaskan bahwa lesse diharuskan juga membayar bunga ditambah biaya-biaya lainnya. Seandainya hal ini terjadi, maka kontrak leasing yang bersangkutan balum dapat dikatakan putus, tetapi pelaksanaannya dipercepat. Di dalam praktek, mempercepat waktu kontrak dari semula yang berjangka lebih lama, dapat saja dilakukan, bahkan sering juga hal tersebut diatur tegas dalam perjanjian. Kadang-kadang terdapat juga kontrak dimana kedua belah pihak dapat bebas memutuskannya di tengah jalan, dengan atau tanpa sebab sama sekali. Model kontrak seperti ini jarang dipraktekkan dan tidak sesuai dengan karakteristik kontrak leasing sebagai kontrak prestasi tunggal dari pihak lessor. Sebab sekali lessor telah berprestasi maka kontrak tidak mungkin diputus di tengah jalan. Kecuali terhadap transaksi leasing dimana lessor belum sempat memberikan prestasinya dalam bentuk apapun, ataupun dalam leasing dengan mana lessor dengan mudah dapat menjual barang modal dan dengan harga yang mencukupi. Sementara itu, apabila kontrak leasing diakhiri dengan cara konsensus para pihak justru belum ada satu pihak pun yang melakukan prestasi, misalnya pihak lessor pun belum ada mencairkan dananya, maka yang terjadi itu bukan pemutusan kontrak, tetapi lebih tepat dikatakan sebagai pembatalan kontrak.

31 Akibatnya kontrak dianggap tidak pernah ada sama sekali. Hanya saja dengan adanya pasal 1266 KUHPerdata, yang akan diterangkan selanjutnya, maka terjadi kekaburan antara kontrak yang dibatalkan dengan kontrak yang diputuskan. b. Berakhirnya Kontrak Leasing Karena Habis Waktu atau Habisnya Masa Kontrak Perjanjian leasing berakhir pada masa akhir kontrak leasing, sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan dalam perjanjian leasing. Berakhirnya perjanjian leasing yang demikian menimbulkan beberapa hak bagi lesse untuk: 63 1) mengakhiri kontrak dengan mengembalikan barang yanng menjadi objek leasing kepada lessor 2) mengadakan kontrak leasing yang baru dengan harga yang baru dengan nilai pasar 3) menggunakan hak pilihnya (optie) untuk membeli barang yang di leasekan. c. Putusnya Kontrak Leasing Karena Wanprestasi Wanprestasi atau breach of contract merupakan salah satu sebab sehingga berjalannya kontrak menjadi terhenti, dalam hal ini yang dimaksud sebagai wanprestasi adalah salah satu pihak atau lebih tidak melaksanakan prestasinya sesuai dengan kontrak. 64 Di dalam KUHPerdata pasal 1239 menentukan bahwa dalam hal suatu pihak melakukan wanprestasi, maka pihak lainnya dapat menuntut diberikan ganti rugi berupa biaya, rugi dan bunga. 63 Amin Widjaja Tunggal & Arif Djohan Tunggal, Op.cit, hal Suryodiningrat, Hukum Perjanjian, (Yogyakarta : Bintang Terang, 1982), hal.26.

32 Alternatif lain selain tuntutan ganti rugi oleh pihak yang dirugikan, maka dapat juga dituntut pelaksanaan perjanjian itu sendiri dengan atau tanpa ganti rugi. d. Putusnya Kontrak Leasing Karena Force Majure Walaupun hak milik belum beralih kepada lessee sebelum hak opsi beli dilaksanakan oleh pembeli, tetapi karena lessor memang dari semula bertujuan hanya sebagai penyandang dana, bukan sebagai pemilik, maka sudah selayaknya jika beban resiko dari suatu leasing yang dalam keadaan force majure dibebankan kepada lesse. Dalam kontrak-kontrak leasing, memang jelas kelihatan bahwa lessor tidak ingin mengambil risiko. Jadi, pengaturan risiko pada transaksi leasing lebih condong ke risiko yang ada pada transaksi jual beli dari pada sewa menyewa. Hanya saja dalam praktik, isu risiko ini tidak begitu dipersoalkan berhubung biasanya barang leasing yang bersangkutan telah diasuransikan. Bahkan sering juga dalam bentuk asuransi "all risk." Di mana hak untuk menerima ganti kerugian dari asuransi ini telah dialihkan kepada lessor (dilakukan cessie asuransi). Namun demikian pengaturan tentang risiko ini tetap penting mengingat jika terjadi sesuatu dan lain hal yang menyebabkan pihak asuransi tidak dapat atau tidak mau membayar seluruhnya atau sebagian dari ganti kerugian jika terjadi force majeure, misalnya dengan alasan bahwa asuransi bukan untuk "all risk", atau perusahaan asuransi jatuh pailit, ataupun karena ada "dispute" dalam melihat sebabnya terjadi peristiwa force majeure tersebut oleh karena itu, dalam hal seperti ini, pihak lessee-lah yang akhirnya menjadi pihak yang harus menanggung risiko.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan 2.1.1 Pengertian Lembaga Pembiayaan Istilah lembaga pembiayaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya 1. Pembiayaan Konsumen Pembiayaan konsumen merupakan salah satu model pembiayaan yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA ANTARA LESSEE DAN LESSOR. Aprilianti. Dosen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung.

PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA ANTARA LESSEE DAN LESSOR. Aprilianti. Dosen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung. PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA ANTARA LESSEE DAN LESSOR Aprilianti Dosen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung Abstrak Perjanjian sewa guna usaha (leasing) yang diadakan oleh Lessor dan Lesseen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek ekonomi. Kondisi demikian tidak terlepas dari peran pelaku usaha. Pelaku usaha berperan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan. Bank sebagai lembaga keuangan ternyata tidak cukup mampu untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan. Bank sebagai lembaga keuangan ternyata tidak cukup mampu untuk 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dana atau modal bagi seseorang saat ini sangatlah penting, untuk memenuhi kebutuhan dana atau modal maka diperlukan suatu lembaga pembiayaan. Bank sebagai

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan Pada tanggal 20 Desember 1988 (PakDes 20, 1988) memperkenalkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan Pada tanggal 20 Desember 1988 (PakDes 20, 1988) memperkenalkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan Pada tanggal 20 Desember 1988 (PakDes 20, 1988) memperkenalkan istilah lembaga pembiayaan yakni badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI 65 TINJAUAN YURIDIS Abstrak : Perjanjian sewa beli merupakan gabungan antara sewamenyewa dengan jual beli. Artinya bahwa barang yang menjadi objek sewa beli akan menjadi milik penyewa beli (pembeli) apabila

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

MEKANISME PEMANFAATAN LEASING DALAM PRAKTIKNYA Oleh : Taufik Effendy

MEKANISME PEMANFAATAN LEASING DALAM PRAKTIKNYA Oleh : Taufik Effendy MEKANISME PEMANFAATAN LEASING DALAM PRAKTIKNYA Oleh : Taufik Effendy ABSTRAK Leasing telah dikenal oleh bangsa Eropa dan Amerika di era 1850 an 1 dan hal ini telah menjadikan induswtri bisnis, produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI A. Pengaturan Sewa Beli di Indonesia Perjanjian sewa beli adalah termasuk perjanjian jenis baru yang timbul dalam masyarakat. Sebagaimana perjanjian jenis

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN ST., S.H.,M.H Universitas Islam Negeri Alauddin (UIN) Makassar Abstract Vehicle financing agreement was made as the embodiment of the financing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi 1 BAB I PENDAHULUAN Perkembangan masyarakat terlihat pada lembaga yang ada pada masyarakat, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi maupun hukum. Untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

MAKALAH LEASING. Diajukan dan dipersentasikan. pada mata kuliah Seminar Manajemen Keuangan. Di bawah bimbingan : Wahyu Indah Mursalini, SE, MM

MAKALAH LEASING. Diajukan dan dipersentasikan. pada mata kuliah Seminar Manajemen Keuangan. Di bawah bimbingan : Wahyu Indah Mursalini, SE, MM MAKALAH LEASING Diajukan dan dipersentasikan pada mata kuliah Seminar Manajemen Keuangan Di bawah bimbingan : Wahyu Indah Mursalini, SE, MM Di Susun Oleh : Turmudi UNIVERSITAS MAHAPUTRA MUHAMMAD YAMIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan hubungan atau pergaulan antar masyarakat memiliki batasan yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan hubungan atau pergaulan antar masyarakat memiliki batasan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara hukum pada prinsipnya mengakui bahwa kehidupan hubungan atau pergaulan antar masyarakat memiliki batasan yang menjamin hak-hak pribadi dan komunal.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata

BAB II LANDASAN TEORI. Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Koperasi Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata co yang artinya bersama dan operation yang artinya bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijanjikan oleh orang lain yang akan disediakan atau diserahkan. Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. dijanjikan oleh orang lain yang akan disediakan atau diserahkan. Perjanjian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam suasana abad perdagangan dewasa ini, boleh dikatakan sebagian besar kekayaan umat manusia terdiri dari keuntungan yang dijanjikan oleh orang lain yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan dikonsumsi. Barang dan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia otomotif di Indonesia dari tahun-ketahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia otomotif di Indonesia dari tahun-ketahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia otomotif di Indonesia dari tahun-ketahun mengalami peningkatan, hal ini dibuktikan dengan meningkatnya permintaan akan kendaraan bermotor

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang, ditegaskan bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

PERJANJIAN PENYERAHAN BENDA BERGERAK YANG TERIKAT LEASING SEBAGAI JAMINAN HUTANG

PERJANJIAN PENYERAHAN BENDA BERGERAK YANG TERIKAT LEASING SEBAGAI JAMINAN HUTANG PERJANJIAN PENYERAHAN BENDA BERGERAK YANG TERIKAT LEASING SEBAGAI JAMINAN HUTANG Amelia Friskila (Penulis Pertama) Abdul Salam (Penulis Kedua) Wenny Setiawati (Penulis Ketiga) Program Studi Ilmu Hukum,

Lebih terperinci

MAKALAH HUKUM PERIKATAN

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MAKALAH HUKUM PERIKATAN LEASING DAN BEBERAPA HAL MENGENAINYA Disusun Oleh: Hafizh Furqonul Amrullah 8111412280 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2013-2014 A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan bisnis tentunya didasarkan pada suatu perjanjian atau kontrak. Perjanjian atau kontrak merupakan serangkaian kesepakatan yang dibuat oleh para pihak untuk

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE. perusahaan pembiayaan non-bank (multi finance).

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE. perusahaan pembiayaan non-bank (multi finance). BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE A. Gambaran Umum PT Adira Finance PT Adira Dinamika Multi Finance, Tbk (Adira Finance) adalah sebuah perusahaan pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barangbarang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, dengan jangka

Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barangbarang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, dengan jangka LEASING Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barangbarang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, dengan jangka waktu berdasarkan pembayaran-pembayaran berkala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak krisis melanda Indonesia, perekonomian Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak krisis melanda Indonesia, perekonomian Indonesia mengalami 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak krisis melanda Indonesia, perekonomian Indonesia mengalami kemunduran baik dari sektor formal maupun sektor non formal, yaitu dengan banyaknya pengusaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( ) PENGERTIAN PERJANJIAN KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) (166010200111038) FANNY LANDRIANI ROSSA (02) (166010200111039) ARLITA SHINTA LARASATI (12) (166010200111050) ARUM DEWI AZIZAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Salah satu tantangan terbesar bagi hukum di Indonesia adalah terus berkembangnya perubahan di dalam masyarakat yang membutuhkan perhatian dan pengaturan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan hidup. Kebutuhan itu

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan hidup. Kebutuhan itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam perjalanan dan pergaulan hidupnya selalu memiliki berbagai kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan hidup. Kebutuhan itu diklasifikasikan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Pada Umumnya Ketentuan Pasal 1233 Kitab Undang Undang Hukum Perdata mengawali ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 44 BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 4.1 Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Perjanjian yang akan dianalisis di dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ekonomi dan perdagangan dewasa ini, sulit dibayangkan bahwa pelaku usaha, baik perorangan maupun badan hukum mempunyai modal usaha yang cukup untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. ataulebih. Syarat syahnya Perjanjian menurut pasal 1320 KUHPerdata :

BAB III TINJAUAN TEORITIS. ataulebih. Syarat syahnya Perjanjian menurut pasal 1320 KUHPerdata : BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Perjanjian menurut pasal 1313 KUHPerdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang ataulebih. Syarat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PERJANJIAN LEASING KENDARAAN BERMOTOR PADA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN RUSDI / D

TINJAUAN HUKUM PERJANJIAN LEASING KENDARAAN BERMOTOR PADA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN RUSDI / D TINJAUAN HUKUM PERJANJIAN LEASING KENDARAAN BERMOTOR PADA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN RUSDI / D 101 09 421 ABSTRAK Karya ilmiah ini berjudul : Tinjauan Hukum Perjanjian Leasing Kendaraan Bermotor Pada Perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perdagangan merupakan sektor jasa yang menunjang kegiatan ekonomi antar anggota masyarakat dan antar bangsa. Bagi Indonesia dengan ekonominya yang bersifat terbuka,

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN. menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN. menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN A. Pengertian Lembaga Pembiayaan Perusahaan merupakan Badan Usaha yang menjalankan kegiatan di bidang perekonomian (keuangan, industri, dan perdagangan), yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari bermacam-macam kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari bermacam-macam kebutuhan dan salah satunya adalah transportasi. Transportasi merupakan kebutuhan yang pokok bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berwujud perjanjian secara tertulis (kontrak). berjanji untuk melakukan suatu hal. 1

BAB I PENDAHULUAN. berwujud perjanjian secara tertulis (kontrak). berjanji untuk melakukan suatu hal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum perjanjian merupakan bagian daripada Hukum Perdata pada umumnya, dan memegang peranan yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya dalam bidang

Lebih terperinci

BAB II AKUNTANSI SEWA

BAB II AKUNTANSI SEWA BAB II AKUNTANSI SEWA 2.1. PENGERTIAN SEWA Pada awalnya sewa lebih dikenal dengan istilah leasing, leasing itu sendiri berasal dari kata lease yang berarti sewa atau yang lebih umum diartikan sebagai sewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit merupakan suatu istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk electronic yang semakin canggih dan beragam. Kelebihan-kelebihan atas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di. Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah

PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di. Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah penduduk di Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. suatu kontrak antara lessor (pemilik barang modal) dengan lessee (pengguna

BAB II LANDASAN TEORI. suatu kontrak antara lessor (pemilik barang modal) dengan lessee (pengguna BAB II LANDASAN TEORI A. Sewa Guna Usaha 1. Definisi Sewa Guna Usaha Leasing Definisi sewa guna usaha (Suandy, 2008), yakni "Sewa guna usaha adalah suatu kontrak antara lessor (pemilik barang modal) dengan

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT PERJANJIAN KREDIT Yang bertanda tangan di bawah ini : I. ------------------------------------- dalam hal ini bertindak dalam kedudukan selaku ( ------ jabatan ------- ) dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian, 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI 2.1 Pengertian Perjanjian Kredit Pasal 1313 KUHPerdata mengawali ketentuan yang diatur dalam Bab Kedua Buku III KUH Perdata, dibawah judul Tentang

Lebih terperinci

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract) Definisi pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian,

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK 1. Pengaturan Perjanjian Kredit Pengertian perjanjian secara umum dapat dilihat dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu suatu perbuatan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PEMBIAYAAN AKTIVA TETAP MELALUI LEASING DAN BANK KAITANNYA DENGAN PENGHEMATAN PAJAK

KEPUTUSAN PEMBIAYAAN AKTIVA TETAP MELALUI LEASING DAN BANK KAITANNYA DENGAN PENGHEMATAN PAJAK Jurnal Akuntansi FE Unsil, Vol. 3, No. 2, 2008 ISSN : 1907-9958 KEPUTUSAN PEMBIAYAAN AKTIVA TETAP MELALUI LEASING DAN BANK KAITANNYA DENGAN PENGHEMATAN PAJAK Hiras Pasaribu (Staf Pengajar Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 6 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pengertian Aktiva Tetap Menurut Kusnadi et al. (1998:342) dalam bukunya mengatakan bahwa, Aktiva tetap adalah semua benda yang dimiliki oleh perusahaan

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

Pegadaian dan Sewa Guna Usaha

Pegadaian dan Sewa Guna Usaha Pegadaian dan Sewa Guna Usaha A. Pegertian Usaha Gadai Secara umum pegertian usaha gadai adalah kegiatan menjaminkan barang-barang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan negara di zaman sekarang begitu pesat dan cepat dari perkembangan Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam, bahkan di negara Indonesia yang menganut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan keberadaan lembaga-lembaga pembiayaan. Sejalan dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan keberadaan lembaga-lembaga pembiayaan. Sejalan dengan semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dalam suatu masyarakat diikuti dengan kebutuhan keberadaan lembaga-lembaga pembiayaan. Sejalan dengan semakin berkembang dan meningkatnya pembangunan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Uraian Teori Beberapa teori akan dipakai sebagai acuan dalam penelitian ini, yaitu pengertian perjanjian, pembiayaan leasing dan teori fidusia. 2.1.1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM LESSOR TERHADAP OBJEK LEASING APABILA LESSEE WANPRESTASI

PERLINDUNGAN HUKUM LESSOR TERHADAP OBJEK LEASING APABILA LESSEE WANPRESTASI PERLINDUNGAN HUKUM LESSOR TERHADAP OBJEK LEASING APABILA LESSEE WANPRESTASI Oleh: Ni Kadek Candika Prawani Nyoman Mas Aryani Program Kekhususan Hukum Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas Udayana Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain sebagai makhluk sosial dimana manusia saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, sebuah dimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi diperlukan peran serta lembaga keuangan untuk

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR (Studi Kasus Pada PT. Federal Internasional Finance Surakarta ) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat

Lebih terperinci

PINJAMAN BERJANGKA DAN SEWA GUNA USAHA

PINJAMAN BERJANGKA DAN SEWA GUNA USAHA Modul ke: PINJAMAN BERJANGKA DAN SEWA GUNA USAHA Fakultas FEB Agus Herta Sumarto, S.P., M.Si Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id PENGERTIAN LEASING : FASB-13: (Financial Accounting Standard Board)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Oleh: Firya Oktaviarni 1 ABSTRAK Pembiayaan konsumen merupakan salah

Lebih terperinci

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Perikatan dalam bahasa Belanda disebut ver bintenis. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti

Lebih terperinci

BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG. A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian

BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG. A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian kontrak, tetapi menurut Para pakar hukum bahwa kontrak adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem pasar dan model investasi menjadi acuan seberapa besar potensi laba dan

BAB I PENDAHULUAN. sistem pasar dan model investasi menjadi acuan seberapa besar potensi laba dan 5 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah. Peta perekonomian global yang mendobrak batas-batas wilayah negara, sistem pasar dan model investasi menjadi acuan seberapa besar potensi laba dan resiko

Lebih terperinci

JURNAL HUKUM DAN MASYARAKAT Volume 14 Nomor 2 April 2015

JURNAL HUKUM DAN MASYARAKAT Volume 14 Nomor 2 April 2015 JURNAL HUKUM DAN MASYARAKAT Volume 14 Nomor 2 April 2015 ISSN 1693-2889 AKIBAT WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN FINANCIAL LEASING Tri yanuaria Abstrak Perusahaan leasing sebagai perusahaan pembiayaan sangat

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci