JURNAL HUKUM DAN MASYARAKAT Volume 14 Nomor 2 April 2015

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JURNAL HUKUM DAN MASYARAKAT Volume 14 Nomor 2 April 2015"

Transkripsi

1 JURNAL HUKUM DAN MASYARAKAT Volume 14 Nomor 2 April 2015 ISSN AKIBAT WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN FINANCIAL LEASING Tri yanuaria Abstrak Perusahaan leasing sebagai perusahaan pembiayaan sangat meringankan konsumen yang kekurangan modal untuk membeli alat pendukung usaha, maka leasing menjadi alternatif. Leasing dalam sistem kerjanya menghubungkan kepentingan dari tiga pihak, yaitu Lessor, Lessee, dan Suplier. Hubungan lessor dengan Lessee sering diwarnai dengan berbagai persoalan, dan yang sering terjadi adalah tertundanya pemenuhan kewajiban dari Lessee pada Lessor.Akibat hukum jika terjadi wanprestasi adalah lessee diharuskan membayar ganti rugi, lessor dapat minta pembatalan perjanjian melalui pengadilan, Kreditur lessor dapat minta pemenuhan perjanjian, atau pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi dan pembatalan perjanjian dengan ganti rugi. Kata Kunci: wanprestasi, perjanjian, fianancial leasing I. Pendahuluan Pada hakikatnya perluasan usaha memang membutuhkan pembiyaaan dana, selain melalui sistem perbankan yang kita kenal selama ini ternyata tidak cukup mampu untuk menanggulangi keperluan dana dalam masyarakat hal ini disebabkan keterbatasan jangkauan penyaluran kredit oleh bank, keterbatasan sumber dana dan keterbatasan-keterbatasan yang lain yang mengakibatkan bank kurang fleksibel dalam melaksanakan fungsinya. 1 Kemudian dicarilah bentukbentuk penyandang dana untuk membantu para pelaku bisnis maupun diluar bisnis dalam rangka penyaluran dana sehingga terciptalah lembaga penyandang dana yang lebih fleksibel dan mudah dalam pengurusan administrasinya, salah satunya adalah lembaga pembiayaan ( leasing). Usaha leasing yang kita kenal di Indonesia boleh dikatakan masih baru perkembangannya. Sampai saat ini belum ada ketentuan khusus untuk perjanjian leasing, sehingga dirasakan belum adanya kepastian hukum dalam industri 1 Munir Fuady, Hukum tentang pembiayaan (dalam teori dan praktek), PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal.5

2 leasing, para pengusaha leasing melakukan perjanjian berdasarkan pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor.Kep.-122/MK/IV/2/1974, Nomor.32/M/SK/2/1974, 30/Kpb/I/1974 tertanggal 7 Februari 1974, tentang Perizinan Usaha Leasing. Melalui instrumen perjanjian leasing, konsumen dapat segera mengendarai kendaraan yang diinginkan.transaksi penjualan/pembelian kendaraan, selama ini pembelian kendaraan bermotor dengan cara kredit menggunakan istilah leasing. Pembiayaan melalui leasing ini terdapat beberapa cara salah satunya adalah financial leasing dimana dalam kontrak financial leasing mempunyai jangka waktu yang lebih singkat dari umur ekonomis barang modal yang disewakan, pada kontrak leasing ini, lessor mengharapkan dapat menerima kembali seluruh harga barang yang disewakan, termasuk biaya-biaya lainnya seperti bunga, asuransi, biaya pemeliharaan dan sebagainya. 2 Leasing sebagai lembaga pembiayaan dalam sistem kerjanya akan menghubungkan kepentingan dari tiga pihak yang berbeda, yaitu : 1. Lessor, (perusahaan leasing) sebagai pemilik barang atau pihak yang menyewakan, 2. Lessee, (nasabah atau perusahaan) yang bertindak sebagai pemakai peralatan/barang yang akan di leasing atau yang akan disewakan pihak penyewa/lessor. 3. Supplier (Vendor atau Leveransi), sebagai pihak ketiga penjual suatu barang yang akan dibeli oleh lessor untuk disewakan kepada lessee; dimana masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban dengan kepentingan masing-masing. 3 Persaingan yang semakin ketat diantara agen pemegang merek (ATPM) dalam industri kendaraan bermotor, mendorong semakin terciptanya kondisi untuk 2 Achmad Anwari, Leasing di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal 12 3 Amin Wijaya Tunggal dan Arif Djohan Tunggal, Aspek Yuridis Dalam Leasing, Rineka Cipta Jakarta.1994, hal. 3 2

3 mempermudah kepemilikan kendaraan. Tak heran hal ini menyebabkan iklan kendaraan bermotor bermunculan, dengan inti memberikan kemudahan, muncullah beragam iklan. Mulai dari cicilan/angsuran kredit ringan, tanpa uang muka,sampai dengan biaya administrasi ringan. Tidak jarang hubungan lessor dan lessee hanya harmonis pada awal perjanjian, pada saat satu pihak membutuhkan sesuatu (kendaraan bermotor) sedang pihak lain berusaha mendapatkan keuntungan, selanjutnya hubungan lessor dan lessee diwarnai berbagai persoalan dan yang utama serta paling sering adalah tertundanya pemenuhan kewajiban dari lessee pada lessor. II. Permasalahan 1. Bagaimanakah Hubungan hukum para pihak dalam perjanjian financial leasing dengan objek kendaraan bermotor? 2. Bagaimanakah akibat hukum jika terjadi wanprestasi (ingkar janji) dalam perjanjian financial leasing dengan objek kendaraan bermotor? III.Tinjauan Pustaka a. Lembaga Pembiayaan Pada Umumnya 1. Pengertian lembaga pembiayaan dan Perusahaan Pembiayaan Lembaga pembiayaan merupakan lembaga keuangan bersamasama dengan lembaga perbankan, namun dilihat dari padanan istilah dan penekanan kegiatan usahanya antara lembaga keuangan dan pembiayaan berbeda. Istilah lembaga pembiayaan merupakan padanan dari istilah bahasa Inggris financing institution. Selanjutnya pengertian Perusahaan Pembiayaan menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 ayat (5) Keppres Nomor : 61 Tahun 1988 juncto P a sal 1 a ngka (c ) Ke putusa n Me nte r i Keuanga n Nomor : 1251/KMK.013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, disebutkan bahwa Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha di luar bank dan Lembaga 3

4 Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan. 2. Dasar Hukum dan Fungsi Lembaga Pembiayaan Kebijakan di bidang pengembangan kegiatan lembaga pembiayaan diatur berdasarkan Keppres No. 61 Tahun 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Menurut Pasal 1 angka (2) Keppres No.61Tahun 1988 jo. Pasal 1 huruf (b) SK. Menkeu No. 1251/KMK.013/1988. Selanjutnya mengenai fungsi dari Lembaga Pembiayaan adalah sebagai berikut : 1. Melengkapi jasa-jasa keuangan yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kebutuhan pembiayaan dunia usaha yang terus meningkat dan semakin bervariasi Mengatasi kebutuhan pembiayaan guna membiayai kegiatan usaha jangka menengah/panjang, yang berskala kecil dan menengah. 3. Memberikan pola mekanisme pembiayaan yang bervariasi di antara bidang usaha dari lembaga pembiayaan tersebut yang meliputi : sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring), modal ventura (ventura capital), perdagangan surat berharga (securities company), usaha kartu kredit (credit card), dan pembiayaan konsumen (consumer finance). Sehingga dapat disesuaikan dengan jenis kebutuhan pembiayaan anggota masyarakat memerlukannya. 4. Memberikan beberapa keringanan, seperti persyaratan penyediaan agunan (collateral) yang lebih longgar, keringanan 4 Karnedi Djairan, Lembaga Pembiayaan Dan Perannya Dalam Menunjang Kegiatan Dunia Usaha, Pengembangan Perbankan November-Desember 1993, hal

5 dibidang perpajakan, karena keuntungan yang diperoleh bukan obyek pajak penghasilan Mengisi celah segmen yang belum digarap oleh industri perbankan, mengingat persaingan di pasar global memang harus direbut dan untuk mewujudkan hal itu diperlukan dukungan dari sektor keuangan, 3. Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan dan Hubungan Hukum dalam Mekanisme Perusahaan Pembiayaan. Perusahaan pembiayaan adalah perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di dalam bidang usaha pembiayaan, yang meliputi perusahaan perusahaan yang bergerak pada usaha-usaha :Sewa Guna Usaha, Modal Ventura, Perdagangan Surat Berharga, Anjak Piutang,Usaha Kartu Kredit, Pembiayaan Konsumen b. Pembiayaan Leasing Pada umumnya 1. Pengertian Leasing dan Dasar Hukum Leasing Istilah leasing sebenarnya berasal dari kata lease, yang berarti sewa menyewa, karena memang dasarnya leasing adalah sewa menyewa. Jadi leasing merupakan suatu bentuk derivatif dari sewa menyewa. Tetapi kemudian dalam dunia bisnis berkembanglah sewa menyewa dalam bentuk khusus yang disebut leasing itu atau kadangkadang disebut sebagai lease saja, dan telah berubah fungsinya menjadi salah satu jenis pembiayaan. Dalam bahasa Indonesia leasing sering diistilahkan dengan "sewa guna usaha. 6 5 Deddi Anggadiredja, Lembaga Pembiayaan di Indonesia, Pengembangan Perbankan NovemberDesember 1993, hal 1. 6 Martono, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Ekonisia, Yogyakarta, 2003, hal

6 Dasar hukum untuk leasing yang utama adalah asas kebebasan berkontrak, seperti yang terdapat dalam 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sepanjang memenuhi syarat seperti yang diatur oleh perundang-undangan, maka leasing berlaku dan ketentuan tentang perikatan seperti yang terdapat dalam buku ketiga BW, berlaku juga untuk leasing. Namun demikian, di samping alas hukum mengenai asas kebebasan berkontrak, terdapat beberapa alas hukum lain. Di antaranya adalah: 1. Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep- 38/MK/IV/1/1972, tentang Lembaga Keuangan, yang telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 562/KMK/01 1/ Keputusan Presiden Rl, No. 61 Tahun 1988, tentang Lembaga Pembiayaan. 3. Keputusan Menteri Keuangan Rl No. 448/KMK.17/2000 tentang Pembiayaan Perusahaan. 4. Keputusan Menteri Keuangan Rl, No. 634/KMK.013/1990, tentang Pengadaan Barang Modal Berfasilitas Melalui Perusahaan Sewa Guna Usaha (Perusahaan Leasing). 5. Keputusan Menteri Keuangan Rl No. 1169/KMK,01/1991, tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing). 2. Fungsi Pembiayaan Leasing. Awal mulanya leasing memang dimaksudkan sebagai usaha memberikan kemudahan pembiayaan kepada perusahaan tertentu yang memerlukannya. Tetapi dalam perkembangan kemudian, bahkan leasing dapat juga diberikan kepada individu dengan peruntukan 6

7 barang untuk kegiatan usaha. Misalnya dalam praktek cukup banyak perusahaan leasing memberikan pembiayaan dalam bentuk leasing kepada seseorang untuk membeli kendaraan bermotor baik untuk keperluan bisnis maupun untuk keperluan lainnya. 3. Pihak-pihak dalam Perjanjian Leasing Pada prinsipnya para pihak dalam leasing meliputi: 7 a. Lessor. yakni pihak yang memberikan pembiayaan dengan cara leasing kepada pihak yang membutuhkannya. Dalam hal ini lessor bisa merupakan perusahaan pembiayaan yang bersifat "multi finance," tetapi dapat juga perusahaan yang khusus bergerak di bidang leasing. b. Lessee. Ini merupakan pihak yang memerlukan barang modal, barang modal mana dibiayai oleh lessor dan diperuntukkan kepada lessee. c. Supplier. Merupakan pihak yang menyediakan barang modal yang menjadi objek leasing, barang modal mana dibayar oleh lessor kepada supplier untuk kepentingan lessee. Dapat juga supplier ini merupakan penjual biasa. Tetapi ada juga jenis leasing yang tidak melibatkan supplier, melainkan hubungan bilateral antara pihak lessor dengan pihak lessee. Misalnya dalam bentuk Sale and Lease Back. 4. Hubungan Hukum dalam Mekanisme Leasing. Hubungan hukum secara teoritik, umum dan mendasar antara lessor dan lesse adalah sebagai berikut : LESSOR SUPPLIER LESSE 7 Munir Fuady, 2006, Op. Cit., hal. 8. 7

8 Keterangan : 1. Pembayaran Harga barang modal secara tunai 2. Penyerahan barang modal 3. Pembayaran kembali barang modal secara cicilan 5. Mekanisme Leasing pada Umumnya Mengenai mekanisme sehingga terjadinya hubungan hukum antar para pihak, terdapat berbagai kemungkinan sebagai berikut: 8 1. Lessor membeli barang atas permintaan lesse, selanjutnya memberikan kepada lesse secara leasing. 2. Lesse membeli barang sebagai agen dari lessor, dan mengambil barang tersebut secar leasing dari lessor. 3. Lesse membeli barang atas namanya sendiri tetapi dalam kenyataannya sebagai agen dari lessor, dan mengambil barang tersebut secara leasing dari lessor. 4. Setelah lesse membeli barang atas namanya sendiri, kemudian melakukan novasi, sehingga lessor kemudian menghendaki barang tersebut dan membayarnya. 5. Setelah lesse membeli barang untuk dan atas namanya sendiri, kemudian menjualnya kepada lessor, dan mengambil kembali barang tersebut secara leasing. 6. Lessor sendiri yang mendapatkan barang secara leasing dengan hak untuk melakukan subleasing, dan memberikan subleasing kepada lesse. 6. Penggolongan Leasing Dilihat dari segi transaksi yang terjadi anara lessor dan lesse, maka leasing dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu : 8 Mahkamah Agung RI, Masalah Leasing, (Jakarta, 1989), hal 6 8

9 a. Leasing dengan hak opsi (Financial Lease) b. Leasing tanpa hak opsi (Operating Lease) 7. Perjanjian Leasing Pada Umumnya Dapat diketahui bahwa suatu perjanjian lease itu, setiap pihak baik dari pihak lessor sebagai perusahaan lease, pihak lessee sebagai pihak penyewa barang, maupun dari pihak vendor (leveransir) sebagai pihak penjual barang, maka dapat dikatakan bahwa masing-masing pihak mempunyai segi keuntungan maupun segi kerugian yang aka diterima dalam sebuah perjanjian financial lease. Dalam bukunya Leasing (Teori dan Praktek), Komar Andasasmita menyebutkan bahwa isi yang terkandung dalam suatu kontrak leasing adalah : 9 a. Obyek lease b. Hak milik dari barang lease c. Lamanya kontrak d. Kewajiban lessor dan lessee e. Pertanggungan/garansi 8. Dokumen Perjanjian Leasing Tidak ada keharusan untuk membuat kontrak leasing di depan notaris. Jadi sebelumnya kontrak bawah tangan diantara leasing dengan lessor saja secara yuridis sudah cukup dan mempunyai kekuatan hukum. Namun demikian, kadang-kadang dalm praktek sering juga dibuat leasing dalam bentuk akta notaries, terutama jika menyangkut dengan leasing dan dengan jumlah uang yang besar-besar. Wanprestasi Pada Leasing Kendaraan Bermotor 1. Pengertian Ingkar Janji (wanprestasi) 9 Kartini Muljadi, S.H. opcit, hal

10 Wanprestasi atau breach of contract merupakan salah satu sebab sehingga berjalannya kontrak menjadi terhenti. Dalam hal ini yang dimaksud dengan wanprestasi adalah salah satu pihak atau lebih tidak melaksanakan prestasinya sesuai dengan kontrak. 10 Atau dapat pula dikatakan dengan terlaksananya prestasi kewajiban-kewajiban para pihak berakhir, sebaliknya apabila si berutang atau debitur tidak melaksanakannya, ia disebut melakukan wanprestasi 2. Wanprestasi yang di sebabkan oleh kesalahan Debitur Wanprestasi dapat disebabkan oleh adanya kesalahan debitur, yang meliputi : 11 a. Kesengajaan, adalah perbuatan yang menyebabkan terjadinya wanprestasi tersebut memang diketahui oleh debitur. b. Kelalaian, adalah debitur melakukan kesalahan akan tetapi perbuatan itu tidak dimaksudkan untuk terjadinya wanprestasi yang kemudian ternyata menyebabkan terjadinya wanprestasi. Bentuk-bentuk dari wanprestasi : 12 a. Debitur tidak melakukan prestasi sama sekali; b. debitur terlambat dalam memenuhi prestasi; c. debitur tidak berprestasi sebagai mana mestinya. 3. Akibat dari Wanprestasi Sebagai akibat dari wanprestasi, maka debitur harus : 13 a. Mengganti kerugian; b. benda yang dijadikan obyek dari perikatan sejak saat tidak dipenuhinya kewajiban menjadi tanggung jawab dari debitur; 10 Mashudi dan Moch. Chidir Ali, 2001, Pengertian-Pengertian Elementer Hukum Perjanjian Perdata, Cetakan Kedua, Mandar Maju, Bandung, hal J. Satrio, Hukum Perjanjian, Bandung, PT.Citra Aditya Bhakti, 1992, hal Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Bandung, Mandarmaju, 1994,. hal Ibid, hal

11 c. jika perikatan itu timbul dari perjanjian yang timbal balik, IV. Hasil Penelitian Dan Pembahasan A. Hubungan Hukum Para Pihak dalam Perjanjian Financial Leasing Kendaraan bermotor. Pada hakikatnya, hubungan hukum yang terdapat antara Lessor dan Lesse tidaklah melibatkan pihak lain. Lessor dan Lesse merupakan kedua belah pihak yang mempunyai hubungan hukum dalam hal Leasing, khususnya leasing kendaraan bermotor. Sehingga hubungan antara lesse dan lessor sama halnya seperti hubungan antara debitur dan kreditur. Dimana lesse bertindak sebagai pihak debitur yang berhutang dan berkewajiban untuk membayar sejumlah cicilan kepada pihak kreditur yaitu lessor sebagai pihak yang memberikan modal dimana terdapat hak opsi yang sudah terkandung dalam perjanjiannya yang berisi pada intinya dengan selesainya pelunasan barang dalam bentuk kendaraan bermotor maka kepemilikan kendaraan bermotor ada pada lesse. Hubungan hukum keduanya dilihat dari sudut pandang perjanjian leasing yang ada, sebab apabila dilihat dari latar belakang terbentuknya perjanjian ini, memang tidak mungkin terjadi apabila tidak dipengaruhi oleh beberapa factor dan beberapa pihak yang mendorong terjadinya kesepakatan yang pada akhirnya sebagai metode pembayaran digunakan metode pembayaran secara leasing. Hal ini dilihat dari satu kesatuan yang komprehenif dengan satu factor utama yaitu perjanjian yang dibuat sebagai realisasi dari sebuah kesepakatan. Dalam melakukan perjanjian leasing terdapat prosedur dan mekanisme yang harus dijalankan yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut: 14 LESSOR 14 Dahlan Siamat Manajemen Lembaga keuangan. Edisi 3. Penerbit Fakultas Ekonomi UI: Jakarta,hal 93 11

12 LESSE (6) (1) SUPPLIER 1. Lessee menggunakan supplier untuk pemilihan dan penentuan jenis barang, spesifikasi, harga, jangka waktu pengiriman, jaminan purna jual atas barang yang akan di Lease. 2. Lessee melakukan negosiasi dengan Lessor mengenai pembutuhan kegiatan pembiayaan barang modal. Pada tahap awal ini Lessee dapat meminta Lease quotation yang tidak mengikat dari Lessor. Dalam Lease quotation ini dimuat mengenai syarat-syarat pembiayaan Leasing antara lain: keterangan barang, harga barang, cash security deposit, residual value, asuransi, biaya administrasi, jaminan uang sewa, dan persyaratan lainnya. 3. Lessor mengirimkan letter of offer atau commitment letter kepada Lessee yang berisi syarat-syarat pokok persetujuan Lessor untuk membiayai barang modal yang dibutuhkan Lessee tersebut. Apabila Lessee menyetujui semua ketentuan dan persyaratan dalam letter of offer kemudian Lessee menandatangani dan mengembalikannya kepada Lessor. 12

13 4. Penandatanganan kontrak Leasing setelah semua persyaratan dipenuhi Lessee. Kontrak Leasing tersebut sekurang-kurangnya mencakup hal-hal antara lain: Pihak-pihak yang terlibat, hak milik, jangka waktu, jasa Leasing, opsi bagi Lessee, penutupan asuransi, tanggung jawab atas objek Leasing, perpajakan, jadwal pembayaran angsuran sewa dan sebagainya. 5. Pengiriman order beli kepada supplier disertai instruksi pengiriman barang kapada Lessee sesuai dengan tipe dan spesifikasi barang yang telah disetujui. 6. Pengiriman barang dan pengecekan barang oleh Lessee sesuai pesanan. Selanjutnya Lessee menandatangani surat tanda terima dan perintah bayar dan diserahkan kepada supplier. 7. Penyerahan dokumen oleh supplier kepada Lessor termasuk faktur dan bukti-bukti kepemilikan barang lainnya. 8. Pembayaran oleh Lessor kepada supplier. 9. Pembayaran angsuran (Lease payment) secara berkala oleh Lessee kepada Lessor selama masa sewa guna usaha yang semuanya mencakup pengembalian jumlah yang dibiayai serta bunganya. 15 B. Akibat Hukum Jika terjadi Wanprestasi dalam Perjanjian Financial Leasing Kendaraan Bermotor Wanprestasi merupakan kelalaian atau kealpaan terhadap apa yang telah dijanjikan, maka untuk hal ini ada sanksi atau hukuman yang akan diberikan kepada debitur. Yang ditimbulkan bagi debitur yang lalai ada empat macam yaitu: a. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditor atau dengan kata lain kreditor harus membayar ganti rugi. 15 Ibid 13

14 b. Pembatalan perjanjian atau yang dinamakan juga pemecahan perjanjian (broken promise). c. Peralihan resiko d. Membayar biaya perkara, jika sampai diperkarakan di depan hukum. Menurut Subekti, wanprestasi yang dilakukan debitur dapat berupa empat hal yaitu: Tidak melakukan apa yang disanggupi sebagaimana dalam perjanjian. 2. Melaksanakan apa yang diperjanjikan tetapi tidak sesuai sebagaimana diperjanjikan. 3. Melakukan yang diperjanjikan tetapi terlambat. 4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Akibat Hukum dari terjadinya wanprestasi adalah sebagai berikut : 1. Debitur (lessee) diharuskan membayar ganti rugi (Pasal 1243 KUHPerdata) 2. Kreditur (lessor) dapat minta pembatalan perjanjian melalui pengadilan (Pasal 1266 KUHPerdata). 3. Kreditur (lessor) dapat minta pemenuhan perjanjian, atau pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi dan pembatalan perjanjian dengan ganti rugi ( Pasal 1267 KUHPerdata).. V. Penutup 1. Kesimpulan 16 Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta,1995, hal.1. 14

15 1. Bahwa hubungan hukum antara lessor sebagai perusahaan penyedia jasa leasing serta lessee sebagai konsumen pengguna jasa leasing dalam Leasing kendaraan bermotor adalah hubungan antara kreditur dan debitur dalam sebuah kerjasama dalam bidang pembelian kendaraan bermotor, disini lessor sebagai pihak kreditur sedangkan lessee sebagai pihak debitur. Adanya pihak lain dalam proses ini hanyalah sebagai pihak pendukung dalam mewujudkan sebuah transaksi atau merupakan alternative pembayaran secara leasing ini, sehingga dapat dikatakan bahwa leasing hanya mengikat dua pihak yang melakukan kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian leasing. Satu hal yang tidak terlepas adalah adanya fiducia sebagai jaminan kebendaan dalam Finacial Leasing. Adanya opsi untuk membeli barang tersebut dalam akhir perjanjian yang dalam perjanjian Financial Leasing kendaraan bermotor, sehingga barang dianggap secara otomatis masuk dalam penguasaan debitur setelah perjanjian leasing berakhir dimana dalam perjalanannya jaminan yang dipegang oleh pihak kreditur adalah BPKB kendaraan bermotor. 2. Bahwa akibat hukum jika terjadi wanprestasi adalah Debitur (lessee) diharuskan membayar ganti rugi (Pasal 1243 KUHPerdata), Kreditur (lessor) dapat minta pembatalan perjanjian melalui pengadilan (Pasal 1266 KUHPerdata), Kreditur (lessor) dapat minta pemenuhan perjanjian, atau pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi dan pembatalan perjanjian dengan ganti rugi ( Pasal 1267 KUHPerdata DAFTAR PUSTAKA Achmad Anwari, Leasing di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta,

16 Amin Wijaya Tunggal dan Arif Djohan Tunggal, Aspek Yuridis Dalam Leasing, Rineka Cipta, Jakarta,1994. Deddi Anggadiredja, Lembaga Pembiayaan di Indonesia, Pengembangan Perbankan November-Desember Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga keuangan. Edisi 3. Penerbit Fakultas Ekonomi UI: Jakarta, J. Satrio, Hukum Perjanjian, Bandung, PT.Citra Aditya Bhakti, Karnedi Djairan, Lembaga Pembiayaan Dan Perannya Dalam Menunjang Kegiatan Dunia Usaha, Pengembangan Perbankan November- Desember Munir Fuady, Hukum tentang pembiayaan (dalam teori dan praktek), PT Citra Aditya Bakti, Bandung, Martono, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Ekonisia, Yogyakarta, Mahkamah Agung RI, Masalah Leasing, Jakarta, Mashudi dan Moch. Chidir Ali, Pengertian-Pengertian Elementer Hukum Perjanjian Perdata, Cetakan Kedua, Mandar Maju, Bandung, Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Bandung, Mandarmaju, Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan 2.1.1 Pengertian Lembaga Pembiayaan Istilah lembaga pembiayaan

Lebih terperinci

PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA ANTARA LESSEE DAN LESSOR. Aprilianti. Dosen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung.

PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA ANTARA LESSEE DAN LESSOR. Aprilianti. Dosen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung. PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA ANTARA LESSEE DAN LESSOR Aprilianti Dosen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung Abstrak Perjanjian sewa guna usaha (leasing) yang diadakan oleh Lessor dan Lesseen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan Pada tanggal 20 Desember 1988 (PakDes 20, 1988) memperkenalkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan Pada tanggal 20 Desember 1988 (PakDes 20, 1988) memperkenalkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan Pada tanggal 20 Desember 1988 (PakDes 20, 1988) memperkenalkan istilah lembaga pembiayaan yakni badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PERJANJIAN LEASING KENDARAAN BERMOTOR PADA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN RUSDI / D

TINJAUAN HUKUM PERJANJIAN LEASING KENDARAAN BERMOTOR PADA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN RUSDI / D TINJAUAN HUKUM PERJANJIAN LEASING KENDARAAN BERMOTOR PADA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN RUSDI / D 101 09 421 ABSTRAK Karya ilmiah ini berjudul : Tinjauan Hukum Perjanjian Leasing Kendaraan Bermotor Pada Perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk electronic yang semakin canggih dan beragam. Kelebihan-kelebihan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem pasar dan model investasi menjadi acuan seberapa besar potensi laba dan

BAB I PENDAHULUAN. sistem pasar dan model investasi menjadi acuan seberapa besar potensi laba dan 5 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah. Peta perekonomian global yang mendobrak batas-batas wilayah negara, sistem pasar dan model investasi menjadi acuan seberapa besar potensi laba dan resiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk dan ragam yang dihasilkan dan yang menjadi sasaran dari produk-produk

BAB I PENDAHULUAN. produk dan ragam yang dihasilkan dan yang menjadi sasaran dari produk-produk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan industri dapat dilihat tolak ukur keberhasilannya dari beberapa faktor, antara lain ditandai dengan banyaknya produk dan ragam yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya 1. Pembiayaan Konsumen Pembiayaan konsumen merupakan salah satu model pembiayaan yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

KENDALA PENERAPAN PEMBIAYAAN LEASING UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN MASYARAKAT Nitaria Angkasa

KENDALA PENERAPAN PEMBIAYAAN LEASING UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN MASYARAKAT Nitaria Angkasa KENDALA PENERAPAN PEMBIAYAAN LEASING UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN MASYARAKAT Nitaria Angkasa E-mail: nitaria10angkasa@gmail.com ABSTRAK Sebagai usaha yang melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN. menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN. menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN A. Pengertian Lembaga Pembiayaan Perusahaan merupakan Badan Usaha yang menjalankan kegiatan di bidang perekonomian (keuangan, industri, dan perdagangan), yang dilakukan

Lebih terperinci

LEASING (SEWA-GUNA-USAHA) Pengertian

LEASING (SEWA-GUNA-USAHA) Pengertian LEASING (SEWA-GUNA-USAHA) Pengertian Leasing atau sewa-guna-usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan. Bank sebagai lembaga keuangan ternyata tidak cukup mampu untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan. Bank sebagai lembaga keuangan ternyata tidak cukup mampu untuk 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dana atau modal bagi seseorang saat ini sangatlah penting, untuk memenuhi kebutuhan dana atau modal maka diperlukan suatu lembaga pembiayaan. Bank sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek ekonomi. Kondisi demikian tidak terlepas dari peran pelaku usaha. Pelaku usaha berperan penting

Lebih terperinci

PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Perjanjian Di PT. Adira Dinamika. Multi Finance Tbk.

PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Perjanjian Di PT. Adira Dinamika. Multi Finance Tbk. PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Perjanjian Di PT. Adira Dinamika Multi Finance Tbk. Cabang Purwodadi) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah suatu tatanan perbuatan manusia. Tatanan adalah suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah peraturan. Hukum adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barangbarang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, dengan jangka

Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barangbarang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, dengan jangka LEASING Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barangbarang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, dengan jangka waktu berdasarkan pembayaran-pembayaran berkala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan hidup. Kebutuhan itu

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan hidup. Kebutuhan itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam perjalanan dan pergaulan hidupnya selalu memiliki berbagai kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan hidup. Kebutuhan itu diklasifikasikan menjadi

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE. perusahaan pembiayaan non-bank (multi finance).

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE. perusahaan pembiayaan non-bank (multi finance). BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE A. Gambaran Umum PT Adira Finance PT Adira Dinamika Multi Finance, Tbk (Adira Finance) adalah sebuah perusahaan pembiayaan

Lebih terperinci

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN 75

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN 75 A. PENGERTIAN Pengertian sewa guna usaha menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 tanggal 21 Nopember 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha: Sewa guna usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakan oleh manusia atau mesin. Transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

MAKALAH LEASING. Diajukan dan dipersentasikan. pada mata kuliah Seminar Manajemen Keuangan. Di bawah bimbingan : Wahyu Indah Mursalini, SE, MM

MAKALAH LEASING. Diajukan dan dipersentasikan. pada mata kuliah Seminar Manajemen Keuangan. Di bawah bimbingan : Wahyu Indah Mursalini, SE, MM MAKALAH LEASING Diajukan dan dipersentasikan pada mata kuliah Seminar Manajemen Keuangan Di bawah bimbingan : Wahyu Indah Mursalini, SE, MM Di Susun Oleh : Turmudi UNIVERSITAS MAHAPUTRA MUHAMMAD YAMIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Februari 1974, tentang Perizinan Usaha Leasing, mendorong pelaku bisnis jasa

BAB I PENDAHULUAN. Februari 1974, tentang Perizinan Usaha Leasing, mendorong pelaku bisnis jasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai kemudahan diberikan oleh penyedia jasa keuangan, khususnya dalam hal pemberian kredit kendaraan bermotor yang dewasa ini banyak bermunculan lembaga

Lebih terperinci

Lembaga Pembiayaan. Copyright by Dhoni Yusra

Lembaga Pembiayaan. Copyright by Dhoni Yusra Lembaga Pembiayaan Copyright by Dhoni Yusra Latar Belakang Kebutuhan akan modal usaha Modal tersebut digunakan untuk meningkatkan produksi Bila produksi meningkat, maka berarti pertumbuhan ekonomi meningkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI A. Pengaturan Sewa Beli di Indonesia Perjanjian sewa beli adalah termasuk perjanjian jenis baru yang timbul dalam masyarakat. Sebagaimana perjanjian jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak

Lebih terperinci

Pegadaian dan Sewa Guna Usaha

Pegadaian dan Sewa Guna Usaha Pegadaian dan Sewa Guna Usaha A. Pegertian Usaha Gadai Secara umum pegertian usaha gadai adalah kegiatan menjaminkan barang-barang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan negara di zaman sekarang begitu pesat dan cepat dari perkembangan Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam, bahkan di negara Indonesia yang menganut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat ekonomi tinggi, menengah dan rendah. hukum. Kehadiran berbagai lembaga pembiayaan membawa andil yang besar

BAB I PENDAHULUAN. tingkat ekonomi tinggi, menengah dan rendah. hukum. Kehadiran berbagai lembaga pembiayaan membawa andil yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia sebagai negara berkembang juga turut memacu roda perekonomian masyarakat. Sayangnya pertumbuhan ekonomi tersebut tidak ditopang oleh pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI LESSOR DALAM PERJANJIAN LEASING. Oleh : Deavid Maramis 1

ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI LESSOR DALAM PERJANJIAN LEASING. Oleh : Deavid Maramis 1 ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI LESSOR DALAM PERJANJIAN LEASING Oleh : Deavid Maramis 1 Komisi Pembimbing : Prof. Dr. Madjid Abdullah, SH, MH Dr. Jemmy Sondakh, SH, MH Dr. Wulanmas A. P. G Frederik

Lebih terperinci

MEKANISME PEMANFAATAN LEASING DALAM PRAKTIKNYA Oleh : Taufik Effendy

MEKANISME PEMANFAATAN LEASING DALAM PRAKTIKNYA Oleh : Taufik Effendy MEKANISME PEMANFAATAN LEASING DALAM PRAKTIKNYA Oleh : Taufik Effendy ABSTRAK Leasing telah dikenal oleh bangsa Eropa dan Amerika di era 1850 an 1 dan hal ini telah menjadikan induswtri bisnis, produksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Modal ventura sebagai lembaga pembiayaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Modal ventura sebagai lembaga pembiayaan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Modal ventura sebagai lembaga pembiayaan 1. Lembaga pembiayaan Pembiayaan sendiri berasal dari bahasa inggris financing, yang berasal dari kata finance yang artinya dalam kata benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman negara Indonesia telah banyak perkembangan yang begitu pesat, salah satunya adalah dalam bidang pembangunan ekonomi yang dimana sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan dikonsumsi. Barang dan atau

Lebih terperinci

Lembaga Keuangan: Leasing dan Factoring

Lembaga Keuangan: Leasing dan Factoring Pasar dan Lembaga Keuangan Lembaga Keuangan: Leasing dan Factoring Leasing/Sewa Guna Usaha: Kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance

Lebih terperinci

http://www.hadiborneo.wordpress.com/ PENGERTIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (CONSUMERS FINANCE) Lembaga pembiayaan konsumen (consumers finance) adalah suatu lembaga atau badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan hubungan atau pergaulan antar masyarakat memiliki batasan yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan hubungan atau pergaulan antar masyarakat memiliki batasan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara hukum pada prinsipnya mengakui bahwa kehidupan hubungan atau pergaulan antar masyarakat memiliki batasan yang menjamin hak-hak pribadi dan komunal.

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN LEASING PADA PT. ERA CEPAT TRANSPORTINDO

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN LEASING PADA PT. ERA CEPAT TRANSPORTINDO PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN LEASING PADA PT. ERA CEPAT TRANSPORTINDO Oleh : Budy Bhudiman Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Ibn Khaldun Bogor Abstrak Dalam rangka memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

S I L A B U S A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : KONTRAK PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN STATUS MATA KULIAH : KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2

S I L A B U S A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : KONTRAK PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN STATUS MATA KULIAH : KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 S I L A B U S A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : KONTRAK PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN STATUS MATA KULIAH : KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 B. DESKRIPSI MATA KULIAH Mata kuliah ini mempelajari berbagai

Lebih terperinci

A B S T R A K S I PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN JAMINAN FIDUSIA DI KPI KOPINDO MULTI FINANCE SURAKARTA

A B S T R A K S I PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN JAMINAN FIDUSIA DI KPI KOPINDO MULTI FINANCE SURAKARTA A B S T R A K S I PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN JAMINAN FIDUSIA DI KPI KOPINDO MULTI FINANCE SURAKARTA PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum bisnis khususnya lembaga pembiayaan (leasing)

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan analisis atau pembahasan terhadap hasil penelitian sebagaimana

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan analisis atau pembahasan terhadap hasil penelitian sebagaimana 1 BAB IV PENUTUP Berdasarkan analisis atau pembahasan terhadap hasil penelitian sebagaimana dikemukakan pada bab sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan dan saran-saran sebagai berikut : A. Kesimpulan

Lebih terperinci

MAKALAH HUKUM PERIKATAN

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MAKALAH HUKUM PERIKATAN LEASING DAN BEBERAPA HAL MENGENAINYA Disusun Oleh: Hafizh Furqonul Amrullah 8111412280 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2013-2014 A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Untuk

Lebih terperinci

BAB II BANK DAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN. Keuangan Republik Indonesia Nomor: 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan

BAB II BANK DAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN. Keuangan Republik Indonesia Nomor: 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan BAB II BANK DAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN 2.1 Pengertian Lembaga Pembiayaan Di Indonesia, walaupun telah ada pranata penyaluran dana yang dilakukan oleh bank maupun lembaga keuangan non bank, secara institusional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan perusahaan yang. menghasilkan berbagai macam produk kebutuhan hidup sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan perusahaan yang. menghasilkan berbagai macam produk kebutuhan hidup sehari-hari, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pertumbuhan dan perkembangan perusahaan yang menghasilkan berbagai macam produk kebutuhan hidup sehari-hari, yang dipasarkan secara terbuka baik pasar-pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dewasa ini, perusahaan dituntut untuk selalu

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dewasa ini, perusahaan dituntut untuk selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia usaha dewasa ini, perusahaan dituntut untuk selalu bisa mengantisipasi situasi dan kemauan pasar. Menghadapi tuntutan pasar yang semakin kompleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak masyarakat yang melakukan cara untuk meningkatkan. kesejahteraannya. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara agar

BAB I PENDAHULUAN. banyak masyarakat yang melakukan cara untuk meningkatkan. kesejahteraannya. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara agar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya pembangunan ekonomi di zaman sekarang, banyak masyarakat yang melakukan cara untuk meningkatkan kesejahteraannya. Hal ini dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi diperlukan peran serta lembaga keuangan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak krisis melanda Indonesia, perekonomian Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak krisis melanda Indonesia, perekonomian Indonesia mengalami 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak krisis melanda Indonesia, perekonomian Indonesia mengalami kemunduran baik dari sektor formal maupun sektor non formal, yaitu dengan banyaknya pengusaha

Lebih terperinci

PINJAMAN BERJANGKA DAN SEWA GUNA USAHA

PINJAMAN BERJANGKA DAN SEWA GUNA USAHA Modul ke: PINJAMAN BERJANGKA DAN SEWA GUNA USAHA Fakultas FEB Agus Herta Sumarto, S.P., M.Si Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id PENGERTIAN LEASING : FASB-13: (Financial Accounting Standard Board)

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DALAM PERJANJIAN LEASING SAMMY F KAMBEY / D

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DALAM PERJANJIAN LEASING SAMMY F KAMBEY / D PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DALAM PERJANJIAN LEASING SAMMY F KAMBEY / D 101 10 588 ABSTRAK Perekonomian di Indonesia yang semakin sulit membuat pemerintah memperkenalkan suatu lembaga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 6 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pengertian Aktiva Tetap Menurut Kusnadi et al. (1998:342) dalam bukunya mengatakan bahwa, Aktiva tetap adalah semua benda yang dimiliki oleh perusahaan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM

BAB III TINJAUAN UMUM BAB III TINJAUAN UMUM A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masingmasing bersepakat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi maka sarana penyediaan dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

BAB II AKUNTANSI SEWA

BAB II AKUNTANSI SEWA BAB II AKUNTANSI SEWA 2.1. PENGERTIAN SEWA Pada awalnya sewa lebih dikenal dengan istilah leasing, leasing itu sendiri berasal dari kata lease yang berarti sewa atau yang lebih umum diartikan sebagai sewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia otomotif di Indonesia dari tahun-ketahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia otomotif di Indonesia dari tahun-ketahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia otomotif di Indonesia dari tahun-ketahun mengalami peningkatan, hal ini dibuktikan dengan meningkatnya permintaan akan kendaraan bermotor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perdagangan merupakan sektor jasa yang menunjang kegiatan ekonomi antar anggota masyarakat dan antar bangsa. Bagi Indonesia dengan ekonominya yang bersifat terbuka,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bisnis alat berat / alat konstruksi semakin bergairah seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Bisnis alat berat / alat konstruksi semakin bergairah seiring dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis alat berat / alat konstruksi semakin bergairah seiring dengan semakin surutnya dampak krisis ekonomi moneter. Dalam tiga tahun terakhir, lahan usaha alat-alat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Uraian Teori Beberapa teori akan dipakai sebagai acuan dalam penelitian ini, yaitu pengertian perjanjian, pembiayaan leasing dan teori fidusia. 2.1.1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN SUB SEKTOR LEMBAGA PEMBIAYAAN DI INDONESIA Sejarah Perusahaan Sub Sektor Lembaga Pembiayaan

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN SUB SEKTOR LEMBAGA PEMBIAYAAN DI INDONESIA Sejarah Perusahaan Sub Sektor Lembaga Pembiayaan 14 BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN SUB SEKTOR LEMBAGA PEMBIAYAAN DI INDONESIA 2.1. Sejarah Perusahaan Sub Sektor Lembaga Pembiayaan Sejarah perusahaan sub sektor lembaga pembiayaan dimulai sejak tahun 1974,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan kurang fleksibel dalam melakukan fungsinya. Sehingga

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan kurang fleksibel dalam melakukan fungsinya. Sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan dana atau modal bagi seseorang saat ini sangatlah penting, untuk memenuhi kebutuhan dana atau modal maka diperlukan suatu lembaga pembiayaan. Bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan budaya maupun pertahanan dan keamanan. Salah satu indikasi

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan budaya maupun pertahanan dan keamanan. Salah satu indikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan suatu negara dapat dilihat dari pesatnya pembangunan yang mencakup berbagai macam sektor seperti bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya maupun pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia setiap hari selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Karena setiap manusia pasti selalu berkeinginan untuk dapat hidup layak dan berkecukupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kemajuan di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk yang semakin canggih dan beragam, antara lain sepeda motor. Kelebihan-kelebihan atas suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu Putra (2012), melakukan penelitian pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Pakraman Kedewatan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

SUMBER-SUMBER PEMBELANJAAN

SUMBER-SUMBER PEMBELANJAAN SUMBER-SUMBER PEMBELANJAAN PERTEMUAN 11 MANAJEMEN KEUANGAN LANJUTAN ANDRI HELMI M, S.E., M.M. JENIS-JENIS 1. Sumber dana jangka pendek 2. Sumber dana jangka menengah 3. Sumber dana jangka panjang Sumber

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari manusia pasti saling membutuhkan satu sama lainnya. Oleh sebab itu diwajibkan

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari manusia pasti saling membutuhkan satu sama lainnya. Oleh sebab itu diwajibkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan tuhan sebagai makhluk sosial yang mana manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa berinteraksi dengan manusia lain. Dalam

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1169/KMK.01/1991 TENTANG KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1169/KMK.01/1991 TENTANG KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1169/KMK.01/1991 TENTANG KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka untuk lebih memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering kita mendapati perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Definisi pembiayaan (finance) berdasarkan Surat Keputusan Menteri

BAB I PENDAHULUAN. Definisi pembiayaan (finance) berdasarkan Surat Keputusan Menteri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Dalam perkembangan bisnis dan usaha dana merupakan salah satu sarana penting dalam rangka pembiayaan. Kalangan perbankan selama ini diandalkan sebagai satu-satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pembiayaan (financing institution) merupakan badan usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pembiayaan (financing institution) merupakan badan usaha yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga Pembiayaan (financing institution) merupakan badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi maka sarana penyediaan dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pembiayaan mana yang paling menguntungkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pembiayaan mana yang paling menguntungkan agar dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembelian aktiva tetap, perusahaan harus mempertimbangkan alternatif pembiayaan mana yang paling menguntungkan agar dapat meminimalkan pengeluaran perusahaan dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. suatu kontrak antara lessor (pemilik barang modal) dengan lessee (pengguna

BAB II LANDASAN TEORI. suatu kontrak antara lessor (pemilik barang modal) dengan lessee (pengguna BAB II LANDASAN TEORI A. Sewa Guna Usaha 1. Definisi Sewa Guna Usaha Leasing Definisi sewa guna usaha (Suandy, 2008), yakni "Sewa guna usaha adalah suatu kontrak antara lessor (pemilik barang modal) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat telah memberikan kemajuan yang luar biasa kepada

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat telah memberikan kemajuan yang luar biasa kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian, perdagangan, dan perindustrian yang semakin meningkat telah memberikan kemajuan yang luar biasa kepada konsumen karena ada beragam variasi

Lebih terperinci

Financial Check List. Definisi Pembiayaan. Mengapa Masyarakat. Memerlukan Jasa. Pembiayaan? Kapan Masyarakat. Memerlukan Jasa. Pembiayaan?

Financial Check List. Definisi Pembiayaan. Mengapa Masyarakat. Memerlukan Jasa. Pembiayaan? Kapan Masyarakat. Memerlukan Jasa. Pembiayaan? Daftar Isi Financial Check List 1 01 Definisi Pembiayaan 3 02 Mengapa Masyarakat Memerlukan Jasa Pembiayaan? 5 5 03 Kapan Masyarakat Memerlukan Jasa Pembiayaan? 6 6 04 Siapa Saja Nasabah 8 Jasa Pembiayaan?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelian aset tetap, perusahaan harus mempertimbangkan alternatif

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelian aset tetap, perusahaan harus mempertimbangkan alternatif BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam pembelian aset tetap, perusahaan harus mempertimbangkan alternatif pembiayaan mana yang paling menguntungkan agar dapat meminimalkan pengeluaran perusahaan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TETANG PERJANJIAN JUAL BELI ANGSURAN, WANPRESTASI, SERTA LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TETANG PERJANJIAN JUAL BELI ANGSURAN, WANPRESTASI, SERTA LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TETANG PERJANJIAN JUAL BELI ANGSURAN, WANPRESTASI, SERTA LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1. Perjanjian Jual Beli Angsuran 2.1.1. Pengertian Perjanjian Sebelum membahas pengertian jual

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut SK Menkeu No / KMK.013 / 1988 Lembaga Pembiayaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut SK Menkeu No / KMK.013 / 1988 Lembaga Pembiayaan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembaga Pembiayaan 1. Pengertian Lembaga Pembiayaan Menurut SK Menkeu No. 1251 / KMK.013 / 1988 Lembaga Pembiayaan Merupakan badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Pengertian Perseroan Terbatas Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan Nasional, peran

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan Nasional, peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan masyarakat dapat dilihat pada perkembangan lembaga yang ada pada masyarakat tersebut, baik di bidang ekonomi, sosial, budaya dan politik. Sejalan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. asalnya pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu. (1) Akumulasi penyusutan (depresiasi) perusahaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. asalnya pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu. (1) Akumulasi penyusutan (depresiasi) perusahaan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Penelitian ini dilandasi dengan berbagai teori yang relevan, khususnya mengenai sumber pembiayaan perusahaan. 2.1.1 Sumber pembiayaan modal perusahaan Menurut Riyanto

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian Pembiayaan Pengertian sewa guna secara umum menurut Kasmir, 2002 adalah perjanjian pihak lessor (perusahaan leassing) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya modal dalam mengembangkan unit usaha yang sedang dijalankan,

BAB I PENDAHULUAN. adanya modal dalam mengembangkan unit usaha yang sedang dijalankan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, seiring dengan pertumbuhan perekonomian yang terjadi, kebutuhan masyarakat atas barang atau jasa semakin meningkat sekaligus bervariasi. Hal ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang melibatkan para investor dan kontraktor asing. Kalau jumlah proyek-proyek skala besar yang berorientasi jangka panjang

I. PENDAHULUAN. yang melibatkan para investor dan kontraktor asing. Kalau jumlah proyek-proyek skala besar yang berorientasi jangka panjang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis alat berat / alat konstruksi semakin bergairah seiring dengan semakin surutnya dampak krisis ekonomi moneter. Dalam tiga tahun terakhir, lahan usaha alat-alat

Lebih terperinci

BAB II PEMBIAYAAN KONSUMEN SEBAGAI SALAH SATU BIDANG USAHA PEMBIAYAAN. 2.1.1. Pengertian Lembaga Pembiayaan. dibutuhkan masyarakat perlu diperluas.

BAB II PEMBIAYAAN KONSUMEN SEBAGAI SALAH SATU BIDANG USAHA PEMBIAYAAN. 2.1.1. Pengertian Lembaga Pembiayaan. dibutuhkan masyarakat perlu diperluas. BAB II PEMBIAYAAN KONSUMEN SEBAGAI SALAH SATU BIDANG USAHA PEMBIAYAAN 2.1. Lembaga Pembiayaan 2.1.1. Pengertian Lembaga Pembiayaan Dewasa ini Indonesia termasuk salah satu negara yang berkembang perekonomiannya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PEMBIAYAAN AKTIVA TETAP MELALUI LEASING DAN BANK KAITANNYA DENGAN PENGHEMATAN PAJAK

KEPUTUSAN PEMBIAYAAN AKTIVA TETAP MELALUI LEASING DAN BANK KAITANNYA DENGAN PENGHEMATAN PAJAK Jurnal Akuntansi FE Unsil, Vol. 3, No. 2, 2008 ISSN : 1907-9958 KEPUTUSAN PEMBIAYAAN AKTIVA TETAP MELALUI LEASING DAN BANK KAITANNYA DENGAN PENGHEMATAN PAJAK Hiras Pasaribu (Staf Pengajar Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada khususnya, maka kebutuhan akan pendanaan menjadi hal yang utama bagi

BAB I PENDAHULUAN. pada khususnya, maka kebutuhan akan pendanaan menjadi hal yang utama bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya dunia bisnis pada umummya dan dunia industri pada khususnya, maka kebutuhan akan pendanaan menjadi hal yang utama bagi kalangan

Lebih terperinci

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. Leasing berasal dari kata lease yang berarti sewa atau lebih umum sebagai

BAB II LANDASAN TEORITIS. Leasing berasal dari kata lease yang berarti sewa atau lebih umum sebagai BAB II LANDASAN TEORITIS A. Sewa Guna Usaha 1. Pengertian Sewa Guna Usaha Leasing berasal dari kata lease yang berarti sewa atau lebih umum sebagai sewa-menyewa. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam PSAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu menunjukkan arah untuk menyatukan ekonomi global, regional ataupun lokal, 1 serta dampak terhadap

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR DENGAN JAMINAN FIDUSIA (Studi kasus di PT. Mandiri Tunas Finance)

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR DENGAN JAMINAN FIDUSIA (Studi kasus di PT. Mandiri Tunas Finance) PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR DENGAN JAMINAN FIDUSIA (Studi kasus di PT. Mandiri Tunas Finance) ABSTRAKSI SKRIPSI Disusun Oleh : APRIYA RUKMALA SARI C 100 990 177

Lebih terperinci

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN ST., S.H.,M.H Universitas Islam Negeri Alauddin (UIN) Makassar Abstract Vehicle financing agreement was made as the embodiment of the financing

Lebih terperinci