I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1

2 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masalah pencemaran lingkungan di kota besar, khususnya Jakarta telah menunjukkan gejala yang cukup serius, khususnya masalah pencemaran air. Penyebab dari pencemaran tadi tidak hanya berasal dari buangan industri dari pabrik-pabrik yang membuang begitu saja air limbahnya tanpa pengolahan lebih dahulu ke sungai atau ke laut, tetapi juga yang tidak kalah memegang andil baik secara sengaja atau tidak adalah masyarakat Jakarta itu sendiri. Yakni akibat air buangan rumah tangga yang jumlahnya makin hari makin besar sesuai dengan perkembangan penduduk maupun perkembangan kota Jakarta. Ditambah lagi rendahnya kesadaran sebagian masyarakat yang langsung membuang kotoran/tinja maupun sampah ke dalam sungai, menyebabkan proses pencemaran sungai-sungai yang ada di Jakarta bertambah cepat. Dengan semakin besarnya laju perkembangan penduduk dan industrialisasi di Jakarta, telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Padatnya pemukiman dan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk serta buangan industri yang langsung dibuang ke badan air tanpa proses pengolahan telah menyebabkan pencemaran sungai-sungai yang ada di Jakarta bahkan air tanah dangkal di beberapa daerah di wilayah DKI Jakarta. 2

3 Air limbah kota-kota besar di Indonesia khususnya Jakarta secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga yaitu air limbah industri dan air limbah domistik yakni yang berasal dari buangan rumah tangga dan yang ke tiga yakni air limbah dari perkantoran dan pertokoan (daerah kemersial). Saat ini selain pencemaran akibat limbah industri, pencemaran akibat limbah domistikpun telah menunjukkan tingkat yang cukup serius. Di Jakarta misalnya, sebagai akibat masih minimnya fasilitas pengolahan air buangan kota (sewerage system) mengakibatkan tercemarnya badan - badan sungai oleh air limbah domistik, bahkan badan sungai yang diperuntukkan sebagai bahan baku air minumpun telah tercemar pula. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Dinas PU DKI bersama dengan Tim JICA (1989), jumlah unit air buangan dari buangan rumah tangga per orang per hari adalah 118 liter dengan konsentrasi BOD rata-rata 236 mg/lt dan pada tahun 2010 nanti diperkirakan akan meningkat menjadi 147 liter dengan konsetrasi BOD rata-rata 224 mg/lt. Data secara lengkap dapat dilihat pada lampiran Tabel I.1. Jumlah air buangan secara keseluruhan M3/hari yakni untuk air buangan domestik M3/hari, buangan perkantoran dan daerah komersial M3/hari dan buangan industri M3/hari. Secara lengkap seperti terlihat pada lampiran Tabel I.2. Masalah pencemaran air khususnya air sungai dan air tanah dangkal telah menunjukkan gejala yang serius. Masalah ini menjadi lebih serius 3

4 karena ketergantungan masyarakat akan air tanah masih sangat besar (60 %). Hal ini adalah salah satu akibat langsung dari buruknya sistem sanitasi yang ada. Sebagai contoh misalnya, sistem tangki septik yang umum digunakan oleh masyarakat adalah tangki septik dengan sistem resapan yang bahkan sering kurang memenuhi syarat teknis. Dengan semakin sempitnya lahan maka sistem resapan ini tidak layak lagi digunakan, sehingga air limbah yang meresap ke dalam tanah masih mengandung konsentrasi polutan yang tinggi. Di lain pihak laju perkembangan sistem pengolahan air limbah perkotaan secara terpusat masih sangat rendah (misalnya untuk Jakarta sampai saat ini sekitar 4 %) dan masih banyak industri baik industri kecil maupun industri besar yang belum mempunyai unit pengolahan air limbah sehingga sebagian besar air limbah masih dibuang ke perairan umum tanpa pengolahan. Oleh karena itu perlu pengkajian teknologi pengolahan air limbah industri kecil tekstil yang murah dan opersionalnya mudah serta hasilnya dapat diandalkan. Selain hal tersebut di atas masalah air limbah industri kecil tekstil yang ada di DKI Jakarta juga merupakan salah satu sumber pencemaran yang sangat potensial. Dari hasil survei yang dilakukan oleh Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair, BPPT (Juli 2000) di kelurahan Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, terdapat 34 industri kecil tekstil yang terdaftar, yang tiap industri menghasilkan air limbah antara m 3 /hari, yang kesemuanya masih 4

5

6 Tabel I.1. Perkiraan Jumlah Air Limbah Rumah Tangga Per Kapita di Jakarta. KONDISI TH 1989 KONDISI TH 20I0 GOL ATAS GOL MENENGAH GOL BAWAH RATA RATA GOL ATAS GOL MENENGAH GOL BAWAH AIR BUANGAN RUMAH TANGGA (GRAY WATER) Unit Air Limbah (lt/org.hari) Konsentrasi BOD (mg/l) Beban Polusi (gr. BOD/org.hari) 30,4 14,2 14,2 17,4 41,3 23,1 14,2 22,6 RATA RATA LIMBAH TOILET Unit Air Limbah (lt/org.hari) Konsentrasi BOD (mg/l) Beban Polusi (gr. BOD/org.hari) 10,5 10,5 TOTAL Unit Air Limbah (lt/org.hari) Konsentrasi BOD (mg/l) Beban Polusi (gr. BOD/org.hari) 40, ,7 27,9 51,8 33,6 24,7 33,4 6

7 Tabel I.2 : Perkiraan Jumlah Air Limbah di Wilayah DKI Jakarta Tahun 1989 dan Tahun 2010 LIMBAH JUMLAH AIR LIMBAH YANG DIBUANG (m3/hari) Jumlah Limbah WILAYAH DOMISTIK PERKANTORAN KOMERSIAL INDUSTRI TOTAL Spesifik (m3/ha.hari) Jakarta Pusat (78,0) (19,9) (2,1) ,6 Kondisi Utara (68,6) (9,9) (21,6) ,0 saat ini Barat (79,2) (13,4) (7,3) ,6 (1987) Selatan (85,1) (12,1) (2,8) ,9 Timur (80,2) (11,0) (8,8) ,1 TOTAL (13,1) (8,0) ,2 (78,9) Jakarta Pusat (67,0) (32,0) (1,0) ,8 Kondisi Utara (57,0) (13,1) (29,3) ,1 akan Barat (76,6) (16,6) (6,9) ,4 datang Selatan (84,0) (15,6) (0,4) ,2 (2010) Timur (74,1) (14,0) (11,8) ,6 TOTAL (72,7) (17.3) (9,9) ,7 Sumber : The Study On Urban Drainage and Waste Water Disposal Project In The City Of Jakarta,

8 dibuang langsung ke sungai atau saluran umum tanpa pengolahan sama sekali, sehingga sangat mencemari lingkungan setempat. Hasil survei selengkapnya ditunjukkan seperti pada Bab II. Oleh karena itu perlu adanya pengkajian teknologi khususnya untuk pengolahan industri kecil tekstil yang pengelolaannya mudah dan biaya operasinya murah serta tidak memerlukan lahan yang luas. I.2 Tujuan Penelitian Tujuan : Melakukan pengkajian dan penerapan teknologi biofilter atau teknologi pengolahan air limbah dengan proses kombinasi biofilter anaerobik dan aerobik untuk berbagai jenis air limbah baik air limbah domestik maupun air limbah industri khususnya industri kecil pencucian jean. Sasaran : Melakukan pengkajian teknologi proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilter anaerob-aerob menggunakan media plastik tipe sarang tawon untuk pengolahan air limbah industri kecil pencelupan jean. Membuat pilot plant Instalsi Pengolahan Air Limbah (IPAL) industri kecil tekstil kapasitas 20 M 3 /hari (satu unit IPAL untuk satu industri pencelupan jean). 8

9 I.3 Metodologi Survai Lapangan Survai ini dilakukan untuk mengetahui keadaan di lapangan mengenai jumlah dan kualitas air limbah, serta kondisi jaringan air limbah dan ketersediaan lahan. Penentuan Lokasi Lokasi prototipe unit alat pengolah air limbah dipasang di salah satu industri pencucian jean, dan harus ditentukan sedemikian rupa agar didapatkan hasil yang memuaskan, baik ditinjau dari segi teknis maupun estetika. Sedapat mungkin lokasi ditentukan agar aliran air dapat berjalan secara gravitasi untuk penghematan energi. Pengkajian Proses Pengolahan Air Limbah Skala Laboratorium Melakukan pengkajian proses pengolahan air limbah industri kecil pencelupan jean dengan proses biofilter tercelup Anaerob-aerob menggunakan media plastik sarang tawon untuk skala laboratorium. Rancang Bangun dan Konstruksi Disain unit alat pengolah air limbah dirancang berdasarkan jumlah dan kualitas air limbah, serta 9

10 sesuai dengan ketersediaan lahan yang ada. Prototipe alat pengolah air limbah industri kecil tekstil tersebut akan dirancang dalam bentuk yang kompak agar pemasangan/pembangunan serta operasinya mudah, serta diusahakan menggunakan energi sekecil mungkin. Pembangunan Prototipe dan Pengujian Karakteristik Alat Setelah prototipe alat pengolah air limbah industri kecil tekstil selesai dibangun, dilakukan pengujian karakteristik alat dan pengujian efisiensi pengolahan terhadap beberapa parameter proses misalnya efisiensi pengolahan untuk berbagai waktu tinggal. I.4 Hasil Yang Diharapkan Ujicoba pengolahan air limbah industri kecil pencelupan jean skala laboratorium. Pembangunan unit percontohan alat pengolahan air limbah industri kecil tekstil kapasitas 20 M3/hari. I.5 Ruang Lingkup Survei potensi pencemaran air oleh industri pencucian jean di Kelurahan Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. 10

11 Uji coba pengolahann air limbah pencucian jean dengan proses biofilter serta kombinasi proses pengendapan kimia dengan proses biofilter. Pembangunan pilot plant unit pengolahan air limbah industri kecil tekstil kapasitas 20 M3/hari, serta penelitian lanjutan terhadap berbagai parameter proses termasuk penelitian media biofilter dan proses mikrobiologisnya, pemasyarakatan teknologi dengan cara presentasi, promosi dengan cara pembuatan brosur. Kegiatan Studi meliputi : Survei lokasi. Mencari Lokasi Uji Coba Prototipe Pengolahan Limbah Kombinasi Biofilter Anaerob-Aerob. Ujicoba skala laboratorium. Rancang bangun Pilot Plant IPAL. Pembangunan pilot plant Unit Pengolah Limbah. Percobaan atau pengujian proses. Pelaporan dan publikasi. 11

12 BAB II SURVAI POTENSI AIR LIMBAH INDUSTRI KECIL PENCUCIAN JEAN DI KELURAHAN SUKABUMI SELATAN KECAMATAN KEBON JERUK JAKARTA BARAT 12

13 II.1 Diskripsi Umum Kelurahan Sukabumi Selatan termasuk dalam Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Bagian utara berbatasan dengan Jl. Raya Pos Pengumben Kelurahan Kelapa Dua dan Kelurahan Sukabumi Utara, sebelah timur dengan Kelurahan Grogol Selatan, sebelah selatan Jalan Raya Kebayoran Lama dan sebelah barat Kali Pesanggrahan Kelurahan Srengseng. Luas wilayahnya cukup luas sekitar ha dengan jumlah rukun tangga 78 dan rukun warga 8. Penduduk berjumlah jiwa, terdiri dari laki-laki jiwa dan wanita jiwa serta Jumlah kepala keluarga adalah Mata pencahariannya beragam, antara lain pegawai negeri, pedagang, pekerja konveksi, pekerja harian dalam industri testil, dan pegawai swasta. Pada Kelurahan Sukabumi Selatan terdapat 33 industri pencucian tekstil atau laundry yang sudah beroperasi bertahun tahun dan limbahnya mencemari lingkungan sekitarnya. Kondisi lingkungan yang tercemar dapat dengan mudah dilihat dengan banyaknya sampah dan hitamnya air selokan atau kali yang terdapat di Kelurahan Sukabumi Selatan. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap kualitas air tanah dangkal yang hingga saat ini banyak dipakai oleh masyarakat banyak. II.2 Potensi Limbah Domestik Jumlah penduduk yang besar dalam wilayah yang sempit mengakibatkan daya dukung 13

14 lingkungan menjadi berkurang. Jumlah penduduk Kelurahan Sukabumi Selatan adalah jiwa. Pencemaran Limbah Domestik untuk Jakarta dapat dilihat pada Tabel II.1. Kandungan BOD 5 berkisar 27,61-190,59 mg/l dan kandungan COD berkisar 138,68-591,24 mg/l. Dari kedua parameter itu saja sudah dapat dilihat bahwa limbah domestik perlu untuk diolah agar dapat memenuhi syarat baku mutu untuk air limbah. Belum adanya pencemar lain seperti amonia, nitrit, nitrat, sulfat, fosfat dan deterjen yang cukup banyak setiap hari dibuang ke peraian. Untuk Kota Besar seperti Jakarta, diasumsikan bahwa jumlah rata-rata limbah tiap orang adalah sekitar 150 liter (Lihat Tabel I.1). Dengan demikian potensi limbah domestik untuk kelurahan Sukabumi Selatan cukup besar, yaitu m 3 /hari. Jumlah limbah domestik yang besar ini memberikan kontribusi pencemaran lingkungan yang cukup merepotkan. Dengan nilai BOD 5 rata-rata bagi limbah domestik 300 mg/l, maka beban BOD yang ada adalah 903,3 kg BOD/hari. II.3 Limbah Cair Industri Tekstil Industri tekstil termasuk salah satu industri yang sangat banyak mengeluarkan limbah cair. Namun penanganan pengolahan limbah cair pada 14

15 industri yang termasuk berskala kecil umumnya kurang baik. Yang termasuk dalam kategori limbah industri tekstil adalah yang berasal dari operasi : Percucucian tekstil yang meliputi desizing, boiling, degreasing dan mercerizing. Pencelupan dan sistem perwarnaan lain Pengolahan akhir seperti pencucian kembali. Limbah cair dari industri tekstil umumnya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : Berwarna Bersifat sangat basa BOD sangat tinggi Padatan tersuspensi tinggi Suhu tinggi Tekstil terbagi menjadi tiga kelompok yaitu : katun, wol dan sintetis yang pengerjaan dan proses pewarnaanya berlain-lain. Disamping itu dari masing masing kelompok dapat diproses dengan berbagai cara dengan menggunakan bahan kimia yang berbeda-beda pula terutama pada proses pewarnaannya. Oleh karena itu limbahnya juga berlainan sehingga mempersulit proses pengolahannya. Di Indonesia tidak memproduksi wol sehingga yang ada hanya industri tekstil katun dan sintetis. 15

16 Tabel II.1 : Karakteristik air limbah rumah tangga di daerah Jakarta. No PARAMETER KONSENTRASI No PARAMETER KONSENTRASI 1 BOD - mg/l 27,61-190,59 mg/l 10 Zat padat ,5 tersuspensi (SS) 2 COD - mg/l 138,68-591,24 11 Deterjen (MBAS) - 0,18-29,99 mg/l 3 Angka Permanganat 64,6-256,49 12 Minyak/lemak - mg/l 0,8-12,7 (KMnO 4 ) - mg/l 4 Ammoniak (NH 3 ) 12,5-63,62 13 Cadmium (Cd) - mg/l nil mg/l 5 Nitrit (NO - 2 ) - mg/l 0,017-0, Timbal (Pb) nil - 0,01 6 Nitrat (NO - 3 ) - mg/l 3,27-27,64 15 Tembaga (Cu) - mg/l nil 7 Khlorida (Cl - ) - mg/l 32,52-57,94 16 Besi (Fe) - mg/l 0,29-1,15 8 Sulfat (SO - 4 ) - mg/l 65,04-144,99 17 Warna - (Skala Pt Co) 9 ph 6,06-6,99 18 Phenol - mg/l 0,11-1,84 16

17 Katun : Menurut Maseli dan Burford (Nemerrow 1978) limbah yang dikeluarkan dari tahapan proses finishing pada industri katun mempunyai sifat antara lain yakni BOD yang tinggi, jumlah padatan tinggi serta ph juga relatif tinggi. Bahan Sintetis : Serat sintetis merupakan polimer, terdiri atas senyawa kimia murni dan tidak mengandung kotoran bahan alami, oleh karena itu hanya dilakukan proses Scouring dan pemucatan ringan, sehingga limbah yang keluar dari kedua proses ini juga lebih ringan dibanding yang keluar dari proses yang sama pada industri katun. Proses selanjutnya dilakukan pada alat yang sama serta dengan cara yang sama dengan penanganan katun. Potensi pencemaran air buangan industri tekstil sangat bervariasi tergantung pada proses dan kapasitas produksi serta kondisi lingkungan tempat pembuangan, sehingga akibat pencemaran juga berbeda-beda. Harus diakui bahwa masih banyak industri tekstil yang hingga saat ini belum atau kurang memperhatikan masalah air buangan bekas proses pengolahan tekstil, hingga tidak mengherankan apabila kadang-kadang terjadi keluhan maupun protes dari masyarakat yang merasa terganggu oleh adanya air buangan tersebut. 17

18 Industri pencucian jeans adalah industri pencucian yang mengembangkan kegiatan menjadi industri pencucian dan pelunturan, keberadaan industri pencucian jean berkembang sejalan dengan meningkatnya komoditi pakaian jadi Indonesia. Dalam hal ini industri pakaian jadi (konveksi) mengadakan kerjasama dengan industri pencucian. Dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari industri pencucian jeans tidak selalu mengadakan prosesproses seperti tersebut diatas tetapi kegiatannya berdasarkan pesanan dari industri konveksi, misalnya industri konveksi hanya membutuhkan proses pencucian saja tanpa proses pencucian sekaligus proses pelunturan. Berdasarkan proses kegiatan industri pencucian jeans dibagi menjadi : Proses pencucian (Garment Wash) Proses ini bertujuan untuk membuang kanji dengan, maksud melemaskan pakaian jeans yang masih kaku. Bahan yang digunakan adalah air sebanyak 500 liter, detergen merk Blue-J Scour (cair dan berwarna coklat) sebanyak ml dan sebagai bahan pengganti detergen dapat digunakan zat kimia Genencor Desize-HT (cair dan berwarna biru) sebanyak 1,5 Kg. Pada proses Garment Wash ini suhu diusahakan 40 C-50 C dan pakaian digiling dalam mesin selama 25 menit. Apabila pihak konsumen hanya membutuhkan pencucian saja, maka proses selanjutnya tidak lakukan. 18

19 Proses Pelunturan Setelah proses pelemasan atau pencucian, kemudian dilakukan proses pelunturan atau pemucatan jeans dengan maksud melunturkan warna asli jeans menjadi warna dasarnya atau lebih pucat dari warna aslinya. Proses ini dilakukan tergantung pada permintaan. Proses pelunturan ada dua macam: a. Proses stone wash yaitu proses pelunturan warna pakaian jadi jeans dengan menggunakan bahan yang sama dengan batu apung sebagai bahan penggosok atau peluntur. b. Proses stone bleanching yaitu proses pelunturan warna pakaian jadi selain menggunakan bahan yang sama dengan stone wash juga ditambah dengan sodium hipoclorit yang berfungsi untuk pemutih. Penggunaan sodium Hipoclorit ini tidak banyak tentunya tergantung permintaan (sesuai dengan warna putih yang diinginkan). Proses pembilasan Setelah proses pencucian dan pelunturan, maka dilakukan proses pembilasan dimana dalam proses ini diperlukan air sebanyak 500 ml, softener sebagai pelembut sebanyak 0,6 ml dan OBA untuk 19

20 mencerahkan warna sebanyak 0,3 ml. Suhu disesuaikan tetap 30 C dan dapat diputar selama 10 menit, sedangkan untuk proses pembilasan dimana dalam proses pembilasan yang berasal dari stone bleancing selain bahan-bahan di atas ditambahkan pula sodium hipoklorit dan mengilangkan bau sebanyak 1 Kg permesin serta hidrogen perioksida (H 2 O 2 ) yang berfungsi untuk membuat bersih atau warna terang sebanyak 1kg. Proses Pemerasan Proses pemerasan adalah proses untuk menghilangkan air dari pakaian jadi jeans. Proses ini bertujuan untuk mempercepat proses pengeringan. Pada proses pemerasan ini digunakan mesin ekstrator yang berkapasitas potong pakaian yang diputar selama 5 menit. Proses Pengeringan Proses pengeringan adalah proses yang dilakukan setelah pakaian jadi telah mengalami proses pembilasan dengan maksud untuk mengeringkan pakaian jadi jeans. Proses pengeringan dapat dilakukan melalui penjemuran dengan sinar matahari maupun menggunakan mesin pengering berupa oven yang berkapasitas potong pakaian. Proses ini memerlukan waktu sekitar 45 menit sampai 1 jam. proses pewarnaan 20

21 pada proses ini pakaian jadi jeans diberi warna yang sesuai dengan permintaan dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Sebagai hasil sampingan dari proses kegiatan industri pencucian jeans adalah limbah yang dihasilkan dari proses pencucian jeans. Limbah pencucian jeans secara fisik berwarna biru atau ungu berbau kaporit yang menyengat serta terdapat busa berwarna. Selain itu ada zat-zat tersuspensi dari batu apung yang hancur dari proses pelunturan banyak mengendap di saluran air, sehingga menyebabkan pendangkalan, seperti limbah industri lainnya, limbah pencucian jeans ini dapat menimbulkan gangguan terhadap manusia, biota air maupun gangguan estetika. II.4 Industri Laundry di Kelurahan Sukabumi Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat Saat ini terdapat 34 Industri Laundry yang beroperasi di Kelurahan Sukabumi Selatan. Ratarata tiap industri mempunyai 6 alat pencucian dengan mesin pemeras dan pengeringnya. Beberapa industri memang ada yang mencapai 8 9 mesin pencuci. II.4.1 Potensi Limbah Rata-Rata Tiap Industri Laundry Dengan asumsi unit beroprasi 24 jam sehari, maka diperkirakan dalam satu hari industri melakukan 5 kali pencucian. Untuk satu kali 21

22 pencucian membutuhkan air 3000 liter. Dengan demikian jika lima kali cucian, maka satu mesin akan membutuhkan liter tiap hari. Jika satu industri mempunyai 6 mesin pencuci, maka untuk satu industri limbahnya menjadi liter tiap hari, suatu jumlah yang cukup besar (Lihat Tabel II.2). Tabel II.2 : Analisis Jumlah Limbah Untuk Satu Mesin Pencuci No Proses Jumlah air (liter) Max (liter) 1 Garmen Kocok Celup/ bio/ bleaching 4 Pencucian Softener Operasi 24 jam = maksimum 5 kali run liter Dari hasil survei rata-rata industri terdapat liter 6 mesin jumlah limbah/hari II.4.2 Potensi Limbah Industri Laundry Saat ini di Kelurahan Sukabumi Selatan ada 34 industri yang beroperasi, dengan demikian jumlah limbah totalnya menjadi sangat besar. Jika untuk satu industri saja jumlah rata-rata limbahnya liter, maka total limbah dari aktivitas pencucian tekstil di Sukabumi Selatan mencapai 3060 m 3 tiap hari. Jika nilai BOD 5 rata-rata 22

23 berkisar 1500 mg/l, maka beban BOD-nya menjadi 4590 kg BOD 5 /hari. II.5 Kualitas Air Limbah Hasil survai menunjukkan bahwa limbah industri pencucian tekstil dapat dikelompokkan menjadi kelas ringan (BOD < 200 mg/l), kelas sedang (BOD mg/l), dan berat (BOD > 1000 mg/l). Untuk industri-industri yang mempumyai nilai BOD rendah atau ringan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut atau ulangan, karena dilapangan belum ditemukan unit pengolahan limbah yang memadai. Untuk itu perlu dilakukan pemantauan terus-menerus (Lihat Tabel II.3). Pembagian kelas kualitas air hanya berdasarkan kandungan nilai BOD 5 saja, untuk pencucian tekstil warna merupakan indikator penting karena menyangkut estetika. Untuk yang kualitas airnya sedang harus sudah dibuatkan pengolahan limbah dan untuk industri yang nilai BOD 5 melebihi 1000 mg/l harus mendapat prioritas penanganan. 23

24 Tabel II.3 : Kualitas Air Limbah No. NAMA PERUSAHAAN TANGGAL BOD COD mg/ l mg/ l Kelas Ringan 1. Madinah Jaya 21 Juni ,20 4,45 2. Citra Harum 21 Juni ,20 39,80 3. Kilat Laundry 21 juni ,00 92,31 4. Harapan Jaya Laundry 21 Juni ,30 99,62 5. Mahkota Laundry 21 Juni ,60 37,81 6. Matahari 14 Juni ,10 137,04 7. Winner 14 Juni ,00 321,43 8. Gemilau sejati 21 Juni ,40 277,78 9. Master 14 Juni ,00 360, Kusnan Laundry 21 Juni ,50 148, Barokah 21 Juni ,00 294,12 Kelas Sedang 12. Fajar 21 Juni ,00 518, Sentertal 22 Juni ,00 503,70 24

25 Lanjutan Tabel II.3 : Kualitas Air Limbah No. NAMA PERUSAHAAN TANGGAL BOD COD mg/ l mg/ l 14. Firrini 21 Juni ,00 462, Prospec Warna 21 Juni ,70 499, Nur Laundry 21 Juni , , Laundry Saba 9 Juni , , Prima Laundry 21 Juni ,00 833, Permata Laundry 21 Juni ,56 444, Asia Perdana 21 Juni ,00 870, Jaguar 13 Juni ,00 636, Gunung Ringgit 9 Juni ,00 872, Asoka 21 Juni ,00 861, Kiki Laundry 13 Juni ,60 767, Jaya Mandiri 21 Juni , , Intan Sari Citra,PT 14 Juni , , Rabel 21 Juni , ,04 25

26 Lanjutan Tabel II.3 : Kualitas Air Limbah No. NAMA PERUSAHAAN TANGGAL BOD COD mg/ l mg/ l Kelas Berat 28. Laundry Bersaudara 9 Juni , , Grand Cardinal 13 Juni , , Aulia Abadi 13 Juni , ,79 26

27 II.6 Lokasi Industri dan Usulan Pengolahan Limbah Berdasarkan survei lapangan, lokasi industri pencucian jean yang ada di kelurahan Sukabumi Selatan, kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, secara lengkap ditunjukkan seperti pada Tabel II.1 dan Gambar II.1. Pada Gambar II.1 dapat dilihat letak lokasi industri di Kelurahan Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Daerah Sukabumi Selatan secara topografi naik dan turun, wilayahnya dilalui sedikitnya 3 buah sungai atau kali. Lokasi industri yang menyebar dan terbatasnya lahan membuat sulit untuk menentukan lokasi pengolahan limbah. Dari pola penyebaran industri, paling sedikit dibutuhkan 6 unit pengolahan limbah secara terpusat. Untuk menentukan lokasi prioritas dapat dilihat nilai BOD 5 dan beban pencemarannya serta ketersediaan lahan. Berdasarkan kondisi tersebut maka, lokasi yang mempunyai prioritas untuk dibangun unit pengolah limbah ditunjukkan seperti pada Gambar II.2. Nomor urut lokasi merupakan urutan prioritas. Sedangkan untuk lokasi yang sulit untuk dilakukan pengolahan secara terpusat disarankan untuk dilakukan dengan pengolahan secara individual yakni masing-masing industri harus mempuyai IPAL sendiri-sendiri. 27

28 Tabel II. 1. Hasil Survei Limbah Industri Tekstil, Kelurahan Sukabumi Selatan, Jakarta Barat No Nama Perusahaan Jenis Industri Kapasitas Produksi Nama Jalan Jumlah Naker (orang) Bahan2 yg digunakan (Kg/krg*)/bulan Jml Air Buangan (m 3 /hari) Sumber Air Buangan Mesin yang digunakan (unit) Sarana Pengolahan Limbah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) 1 Harapan Jaya Pencucian Raya Pos Tidak ada Saluran Jean Pengumben 10 B umum 2 Citra Harapan Pencucian jean 3 Madinah Jaya Pencucian jean 4 Permata Loundry Pencucian Jean 5 Gemilau Sejati Pencucian jean 6 Mahkota Laundry Pencucian Jean Raya Pos Pengumben 46 Hypo Sodium Garam Na2CO 3 H 2 O 2 Bt apung* 12 OBA Sabun Na2CO 3 Softener Bt apung* FF No OBA Sabun Na2CO 3 Softener Bt apung* FF No. 45 OBA Softener Sabun Na2CO 3 H 2 O 2 Bt apung* Pahlawan I/47 20 Sabun Na2CO 3 Softener Bt apung* Pahlawan HIPO Sabun Softener Bt apung* Pencucian Oven Boiler Cuci Peras 35 Pencucian Oven Boiler Cuci Peras 30 Pencucian Oven Boiler Cuci Peras 20 Pencucian Oven Boiler Cuci Peras 30 Pencucian Oven Boiler Cuci Peras 40 Pencucian Oven Boiler Cuci Peras Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Saluran Pembua ngan Saluran umum Saluran umum Saluran umum Saluran umum Saluran umum 28

29 Tabel II. 1: Hasil Survei Limbah Industri Tekstil, Kelurahan Sukabumi Selatan, Jakarta Barat (lanjutan). No Nama Perusahaan Jenis Industri Kapasitas Produksi Nama Jalan Jumlah Naker (orang) Bahan2 yg digunakan (Kg/krg*)/bulan Jml Air Buangan (m 3 /hari) Sumber Air Buangan Mesin yang digunakan (unit) Sarana Pengolahan Limbah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) 7 Asia Perdana Pencucian Pahlawan CC Tidak ada Saluran Citra jeans II/33B umum 8 Prospec Warna Pencucian jean 9 Firrini Jaya Pencucian jean 10 JMR Laundry Pencucian jean 11 Kilat Laundry Pencucian jean 12 Kusnan Laundry Pencucian jean 13 Nur Laundry Pencucian jean Pahlawan CC II/33D Pahlawan CC II/28 Pahlawan II 003/05 No 5 Pahlawan CC II/34 11 NaOH Na 2 CO 3 Bt apung* 13 OBA Softener Sabun NaOH Bt apung* 24 NaOH Sabun Na2CO 3 Bt apung* 4 OBA SAbun Softener Bt apung* 16 OBA Sabun Softener Bt apung* H. Sholeh II/60 12 OBA Sabun Softener Bt apung* Pahlawan CC II 11 NaOH Sabun Na2CO 3 Bt apung* Pencucian Oven Boiler Cuci Peras 25 Pencucian Oven Boiler Cuci Peras 30 Pencucian Oven Boiler Cuci Peras 20 Pencucian Oven Boiler Cuci Peras 35 Pencucian Oven Boiler Cuci Peras 15 Pencucian Oven Boiler Cuci Peras 40 Pencucian Oven Boiler Cuci Peras Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Saluran Pembua ngan Saluran umum Saluran umum Saluran umum Saluran umum Saluran umum Saluran umum 29

30 Tabel II. 1: Hasil Survei Limbah Industri Tekstil, Kelurahan Sukabumi Selatan, Jakarta Barat (lanjutan). No Nama Perusahaan Jenis Industri Kapasitas Produksi Nama Jalan Jumlah Naker (orang) Bahan2 yg digunakan (Kg/krg*)/bulan Jml Air Buangan (m 3 /hari) Sumber Air Buangan Mesin yang digunakan (unit) Sarana Pengolahan Limbah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) 14 Jaya Mandiri Pencucian Komp.H Said No Tidak ada Saluran jean 47 umum 16 OBA Sabun Softener Bt apung* 15 Gunung Ringgit Laundry H. Tohir No OBA Sabun Pewarna Softener Bt apung* 16 Laundry Bersaudara Laundry H. Soleh IA No sabun NaOH Garam Na2CO 3 Kaporit Bt apung* Warna 17 ASOKA Laundry BB No OBA Na2CO 3 Softener Bt apung* 18 Fajar Laundry Joglo Raya 75 6 OBA Sabun Na2CO 3 Softener Bt apung* Nufo Pencucian Oven Boiler Cuci Peras 20 Pencucian Oven Boiler Cuci Peras 45 Pencucian Oven Boiler Cuci Peras 15 Pencucian Oven Boiler Cuci Peras 15 Pencucian Oven Boiler Cuci Peras Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Saluran Pembua ngan Saluran umum Saluran umum Saluran umum Saluran umum 30

31 Tabel II. 1: Hasil Survei Limbah Industri Tekstil, Kelurahan Sukabumi Selatan, Jakarta Barat (lanjutan). No Nama Perusahaan Jenis Industri Kapasitas Produksi Nama Jalan Jumlah Naker (orang) Bahan2 yg digunakan (Kg/krg*)/bulan Jml Air Buangan (m 3 /hari) Sumber Air Buangan Mesin yang digunakan (unit) Sarana Pengolahan Limbah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) 19 Sentral Laundry AA No Hypo Sabun Softener Na 2 CO 3 H 2 O 2 Bt apung* Pencucian Oven Boiler Cuci Peras Tidak ada Saluran umum 20 Aulia Abadi Laundry Assirot No OBA Sabun Na2CO 3 Softener Bt apung* 21 Jaguar Laundry H. Soleh II/8A 20 OBA Na 2 SO 4 Softener Na2CO 3 Detergen Bt apung* 22 Norman Laundry Assirot No OBA Na 2 SO 4 Softener Na2CO 3 Detergen Bt apung* 23 KIKI Laundry Laundry Assirot No OBA Sabun NaOH Softener Bt apung* Pencucian Oven Boiler Cuci Peras 50 Pencucian Oven Boiler Cuci Peras 50 Pencucian Oven Boiler Cuci Peras 15 Pencucian Oven Boiler Cuci K Cuci B Peras Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Saluran Pembua ngan Saluran umum Saluran umum Saluran umum Saluran umum 31

32 Tabel II. 1: Hasil Survei Limbah Industri Tekstil, Kelurahan Sukabumi Selatan, Jakarta Barat (lanjutan). No Nama Perusahaan Jenis Industri Kapasitas Produksi Nama Jalan Jumlah Naker (orang) Bahan2 yg digunakan (Kg/krg*)/bulan Jml Air Buangan (m 3 /hari) Sumber Air Buangan Mesin yang digunakan (unit) Sarana Pengolahan Limbah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) 24 Matahari Laundry Persatuan HIPO Sabun NaOH Softener Bt apung* Pencucian Oven Boiler Cuci Peras Tidak ada Saluran umum 25 Matahari Laundry Danau sunter C1/16A 16 Hypo Sabun Na2CO 3 Bt apung* 26 Laundry SABA Laundry Persatuan 12 8 OBA Sabun Softener NaOH Bt apung* 27 Intan Sari Laundry Persatuan OBA Sabun Softener Bt apung* 28 Master Laundry H. Soleh II/8A 30 Kaporit OBA NaOH Softener Na2CO 3 Bt apung* 29 Rabel Laundry H. Daut OBA Sabun NaOH Softener Bt apung* Pewarna Pencucian Oven Boiler Cuci Peras 25 Pencucian Oven Boiler Cuci Peras 20 Pencucian Oven Boiler Cuci Peras 20 Pencucian Oven Boiler Cuci Peras 20 Pencucian Oven Boiler Cuci Peras Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Saluran Pembua ngan Saluran umum Saluran umum Saluran umum Saluran umum Saluran umum 32

33 Tabel II. 1: Hasil Survei Limbah Industri Tekstil, Kelurahan Sukabumi Selatan, Jakarta Barat (lanjutan). No Nama Perusahaan Jenis Industri Kapasitas Produksi Nama Jalan Jumlah Naker (orang) Bahan2 yg digunakan (Kg/krg*)/bulan 30 KIKI Laundry Laundry Assirot No OBA Sabun NaOH Softener Bt apung* Pewarna 31 Winner Laundry Persatuan OBA Sabun Garam Softener Na2CO 3 Bt apung* Jml Air Buangan (m 3 /hari) Sumber Air Buangan 20 Pencucian Oven Boiler Cuci Peras 50 Pencucian Oven Boiler Cuci Peras Mesin yang digunakan (unit) Sarana Pengolahan Limbah Tidak ada Tidak ada Saluran Pembua ngan Saluran umum Saluran umum 32 Diamond Wash Laundry Tohir 37 8 OBA Sabun Na2CO 3 Softener Bt apung* 33 Barokah Laundry Tohir 36 A 15 OBA Sabun Na2CO 3 Softener Bt apung* H 2 O 2 34 Grand cardinal Laundry KPBD OBA Kaporit Sabun Garam Softener Na2CO 3 Bt apung* Pencucian Oven Boiler Cuci Peras 50 Pencucian Oven Boiler Cuci B Cuci K Peras 15 Pencucian Oven Boiler Cuci Peras Tidak ada Tidak ada Tidak ada Saluran umum Saluran umum Saluran umum 33

34 Tabel III.2 : Baku Mutu Limbah Cair Untuk Limbah Tekstil. PARAMETER KADAR MAKSIMU M (mg/l) Terpadu Pencucian Kapas, Pemintalan, penenunan BEBAN LIMBAH MAKSIMUM (kg/ton) Sizing/ Desizing Scouring Bleaching merserisasi Dyeing Printing BOD (5 Hari, 20 0C) COD (Bichromat) Padatan tersuspensi total Fenol (total) Chrom (total) Minyak dan Lemak PH Zat Organik Debit Limbah maksimum : M3 per ton produk tekstil

35 Gambar II.1 : Lokasi Industri Landry, Debit (m3/hari), BOD (mg/l), COD (mg/l) dan ph Air Limbah 35

36 36 Gambar II.2 : Lokasi Industri Tekstil dan Rencana IPAL di Sukabumi Selatan

37 BAB III PENGOLAHAN AIR LIMBAH PENCUCIAN JEAN DENGAN PROSES BIOFILTER TERCELUP ANAEROB-AEROB UJI COBA SKALA LABORATORIUM 37

38 III.1 Proses Pengolahan Air Limbah Secara Biologis Pengolahan air buangan secara biologis adalah suatu cara pengolahan yang diarahkan untuk menurunkan atau menyisihkan substrat tertentu yang terkandung dalam air buangan dengan memanfaatkan aktifitas mikroorganisme untuk melakukan perombakan substrat tersebut. Menurut Djajadiningrat (1990) pengolahan secara biologis dapat diklasifikasikan berdasarkan 3 pendekatan, yaitu berdasarkan lingkungan proses biologis, macam-macam biotransformasi yang terjadi, dan konfigurasi bioreaktornya. III.1.1 Lingkungan Proses Biologis Menurut Grady & Lim (1980), proses pengolahan air buangan secara biologi merupakan suatu proses biokimia yang dapat berlangsung dalam 2 lingkungan utama, yaitu : a. Lingkungan aerob b. Lingkungan anaerob Lingkungan aerob, yaitu lingkungan dimana kadar oksigen terlarut (DO) di dalam air terdapat cukup banyak, sehingga oksigen merupakan faktor pembatas. Pada keadaan ini oksigen bertindak sebagai akseptor elektron akhir dalam metabolisme 38

39 mikroba, dan pertumbuhan akan berlangsung secara efisien. Sedangkan lingkungan anaerob merupakan kebalikan dari aerob, yaitu pada lingkungan ini tidak terdapat oksigen terlarut atau ada dalam konsentrasi yang sangat rendah, sehingga oksigen menjadi faktor pembatas berlangsungnya proses metabolisme aerob. Pada kondisi ini bahan lain akan bertindak sebagai akseptor elektron akhir. Jika bahan tersebut adalah molekul organik, maka istilah yang dipakai untuk menyebutkan proses yang berlangsung adalah fermentasi. Jika akseptor elektron akhir tersebut merupakan bahan anorganik, pertumbuhan tersebut dikatakan mengalami respirasi anaerob. III Proses Pengolahan Secara Anaerob Menurut Mosey (1983), secara garis besar mekanisme proses pengolahan air limbah secara anaerob adalah konversi bahan organik atau organik karbon menjadi gas bio atau gas methan dan karbondioksida. Proses konversi tersebut meliputi tiga tahapan proses, yaitu : A. Tahap Hidrolisis dan Fermentasi Tahap hidrolisis adalah tahap penguraian polimer-polimer organik tak larut menjadi senyawa organik terlarut. Polimer organik tak larut tersebut hadir dalam bentuk protein, karbohidrat dan lemak. 39

40 Proses hidrolisis seperti dijelaskan oleh Henze (1983) sebagai berikut : Lemak dihidrolisis menjadi asam lemak yang selanjutnya diubah menjadi asam propionat Protein dihidrolisis menjadi asam amino yang selanjutnya diubah menjadi asam keto. Karbohidrat dihidrolisis menjadi asam keto dan alkohol. Asam keto yang berasal dari hidrolisis protein dan karbohidrat diubah menjadi asam piruvat, yang selanjutnya diubah lagi menjadi asam laktat, asam propionat dan asam butirat. Proses hidrolisis dan fermentasi dilakukan oleh aktivitas bakteri pembentuk asam yang merupakan bakteri fakultatif. B. Tahap Asetogenesis Tahap asetogenesis merupakan tahap pembentukan asam asetat. Asam asetat yang terbentuk sebagian besar berasal dari asam propionat dan asam butirat. Pada tahap ini dihasilkan asam asetat, hidrogen dan karbondioksida. Menurut Mosey (1983), reaksi kimia pembentukan asam asetat adalah sebagai berikut : Asam propionat menjadi asam asetat : CH 3 CH 2 COOH + 2 H 2 O CH 3 COOH + CO 2 + 3H 2 40

41 Asam butirat menjadi asam asetat : CH 3 CH 2 CH 2 COOH + 2H 2 O 2 CH 3 COOH + 2H 2 C. Tahap Metanogenesis Tahap ini merupakan tahap terakhir dari mekanisme proses anaerob. Pada tahap ini gas metana akan terbentuk, baik yang berasal dari asam asetat maupun dari hidrogen. Secara keseluruhan tahap ini merupakan tahapan yang paling menentukan dari keseluruhan tahap mekanisme proses secara anaerob. Menurut Mosey (1983), proses metanogenesis merupakan proses yang berjalan paling lambat dari keseluruhan mekanisme anaerob. Hal ini dikarenakan oleh karena lambatnya pembelahan diri dari bakteri metana asetoklastik. Reaksi pembentukan gas metana adalah sebagai berikut : Pembentukan gas metana dari asam asetat : CH 3 COOH CH 4 + CO 2 Pembentukan gas metana dari hidrogen : 3H 2 + CO 2 CH 4 + H 2 O Hal yang perlu diperhatikan dari ketiga tahapan pada mekanisme proses anaerob adalah bahwa secara keseluruhan proses konversi tersebut dilakukan oleh mikroorganisme yang berbeda, di mana pada tahap hidrolisis dilakukan oleh bakteri 41

42 fakultatif dan pada proses asetogenesis oleh bakteri anaerob. III Proses Pengolahan Secara Aerob Berbeda dengan proses anaerob, beban pengolahan pada proses aerob lebih rendah, sehingga prosesnya ditempatkan sesudah proses anaerob. Pada proses aerob hasil pengolahan dari proses anaerob masih mengandung zat organik dan nutrisi yang dapat diubah menjadi sel baru, hidrogen maupun karbondioksida oleh sel bakteri baru tersebut dalam kondisi oksigen yang cukup.sistem penguraian aerob umumnya dioperasikan secara kontinyu. Persamaan umum reaksi penguraian secara aerob adalah sebagai berikut : mikroba aerob Bahan organik + O 2 Sel baru + energi untuk sel + CO 2 + H 2 O + produk akhir lainnya III.1.2 Faktor Yang berpengaruh di dalam Proses Biologis Beberapa faktor yang berpengaruh di dalam proses pengolahan air limbah secara biologis antara lain yakni : 42

43 Temperatur Temperatur tidak hanya mempengaruhi aktifitas metabolisme mikroorganisme, tetapi juga mempengaruhi faktor lain seperti kecepatan transfer gas dan karakteristik pengendapan lumpur. Temperatur optimum untuk mikroorganisme untuk proses aerob adalah sama dengan untuk proses anaerob. ph Air Nilai ph merupakan faktor kunci bagi pertumbuhan mikroorganisme. Beberapa bakteri dapat hidup pada ph di atas 9,5 dan di bawah 4,0. Secara umum ph optimum bagi pertumbuhan mikroorganisme adalah 6,5-7,5. Waktu tinggal hidrolis (WTH) Waktu Tinggal Hidrolis (WTH) adalah waktu perjalanan limbah cair di dalam reaktor, atau dapat pula dikatakan lamanya proses pengolahan limbah cair tersebut. Semakin lama waktu tinggal maka penghilangan yang terjadi akan semakin besar. Waktu tinggal dalam reaktor biologis sangat bervariasi dari 1 jam hingga berhari-hari. (Gair, 1989). Nutrien Di samping kebutuhan karbon dan energi, mikroorganisme juga membutuhkan nutrien untuk sintesa sel dan pertumbuhan. Kebutuhan nutrien 43

44 dinyatakan dalam bentuk perbandingan karbon dan nitrogen dan fosfor yang merupakan nutrien anorganik utama yang diperlukan mikroorganisme dalam bentuk BOD:N:P (Benefield & Randall, 1980). III.1.3 Konfigurasi Reaktor Berdasarkan atas kondisi biakan atau pertumbuhan mikroorganisme yang berperan di dalam proses pengolahan air limbah secara bilogis secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga yakni proses biologis dengan biakan tersuspensi (suspended culture), proses biologis dengan biakan melekat (attached culture) dan proses pengolahan dengan sistem lagoon atau kolam. Proses biologis dengan biakan tersuspensi adalah sistem pengolahan dengan menggunakan aktifitas mikro-organisme untuk menguraikan senyawa polutan yang ada dalam air dan mikroorganime yang digunakan dibiakkan secara tersuspesi di dalam suatu reaktor. Beberapa contoh proses pengolahan dengan sistem ini antara lain : proses lumpur aktif standar/konvesional (standard activated sludge), step aeration, contact stabilization, extended aeration, oxidation ditch (kolam oksidasi sistem parit) dan lainya. Proses biologis dengan biakan melekat yakni proses pengolahan limbah dimana mikro-organisme yang digunakan dibiakkan pada suatu media sehingga mikroorganisme tersebut melekat pada permukaan media. Beberapa contoh teknologi pengolahan air limbah dengan cara ini antara lain : trickling filter atau biofilter, rotating biological 44

45 contactor (RBC), contact aeration/oxidation (aerasi kontak) dan lainnnya. Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan lagoon atau kolam adalah dengan menampung air limbah pada suatu kolam yang luas dengan waktu tinggal yang cukup lama sehingga dengan aktifitas mikro-organisme yang tumbuh secara alami, senyawa polutan yang ada dalam air akan terurai. Untuk mempercepat proses penguraian senyawa polutan atau memperpendek waktu tinggal dapat juga dilakukam proses aerasi. Salah satu contoh proses pengolahan air limbah dengan cara ini adalah kolam aerasi atau kolam stabilisasi (stabilization pond). Proses dengan sistem lagoon tersebut kadang-kadang dikategorikan sebagai proses biologis dengan biakan tersuspensi. Secara garis besar klasifikasi proses pengolahan air limbah secara aerobik dapat dilihat seperti pada Gambar III.1. III.1.4 Peranan Mikrorganisme Dalam Pengolahan Biologis Dalam pengolahan biologis keberadaan mikroorganisme sangat dibutuhkan karena proses tidak akan berlangsung tanpa kehadiran mikroorganisme pengurai. Menurut Metcalf & Eddy (1991), berdasarkan kebutuhan nutrisi yang digunakan, mikroorganisme dapat dibedakan menjadi : 45

46 46 Gambar III.1 : Klasifikasi proses pengolahan air limbah secara biologis berdasarkan konfigurasi reaktor.

47 1) Mikroorganisme heterotrof, yaitu mikroorganisme yang menggunakan substrat organik karbon sebagai sumber energi. 2) Mikroorganisme autotrof, mikroorganisme yang menggunakan senyawa CO 2 atau HCO 3 - sebagai sumber karbon untuk proses metabolismenya, dimana sumber karbon diperoleh dari proses oksidasi dari bakteri heterotrof. 3) Mikroorganisme fakultatif autotrof, yaitu mikroorganisme yang dapat menggunakan CO 2 dan senyawa organik sebagai sumber karbon. Bakteri, jamur, alga, protozoa, crustacea dan virus adalah mikroorganisme yang berperan penting dalam proses pengolahan air buangan. Diantara mikroorganisme yang memegang peranan terpenting adalah bakteri dan juga yang paling banyak digunakan dalam proses pengolahan air buangan, sehingga struktur sel mikroorganisme lainnya dapat disamakan dengan bakteri (Metcalf & Eddy, 1991). Seperti dikutip oleh Metcalf & Eddy (1991) dari Hoover & Porges (1952), bahwa sel bakteri sebagian besar terdiri dari air (80%) dan sisanya merupakan materi kering (20%). Materi kering tersebut terdiri dari 10 % bahan anorganik dan 90 % bahan organik (C 5 H 7 O 2 N). 47

48 Untuk memperoleh hasil yang memuaskan dari suatu proses pengolahan air limbah secara biologis diperlukan desain sistem pengolahan yang efektif. Menurut Benefield & Randall (1980), untuk mendapatkan desain yang efektif diperlukan faktorfaktor berikut : Kebutuhan nutrisi mikroorganisme Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme Metabolisme mikroorganisme Hubungan antara pertumbuhan mikroorganisme dan pemakaian substrat Berdasarkan temperatur untuk tumbuh dan berkembang biak, maka mikroorganisme dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu : Mikroorganisme Psikofilik, yaitu mikroorganisme yang hidup dan tumbuh pada temperatur (10 30) o C, dengan temperatur optimal (12 18) o C. Mikroorganisme Mesofilik, yaitu mikroorganisme yang hidup dan tumbuh pada temperatur (20 50) o C, dengan temperatur optimal (25 40) o C. Mikroorganisme Thermofilik, yaitu mikroorganisme yang hidup dan tumbuh pada temperatur (35 75) o C, dengan temperatur optimal (55 65) o C. 48

49 Berdasarkan sumber energi yang dibutuhkan untuk proses metabolismenya, dapat digolongkan menjadi : Mikroorganisme fototrof, yaitu mikroorganisme yang menggunakan cahaya sebagai sumber energi. Mikroorganisme kemototrof, yaitu mikroorganisme yang memanfaatkan hasil reaksi oksidasi-reduksi untuk memenuhi kebutuhan energi. Mikroorganisme mengalami proses metabolisme yang terdiri dari katabolisme dan anabolisme. Proses anabolisme memerlukan energi (reaksi endergonik) dan terjadi pada proses sintesa mikroorganisme. Sedangkan proses katabolisme yang terjadi pada proses oksidasi dan respirasi merupakan reaksi eksergonik karena melepaskan energi (Reynolds, 1982). Proses transformasi substrat berlangsung dalam suatu kelompok protein yang berperan sangat penting dalam proses biologis, yaitu enzim yang bersifat katalis. Menurut Metcalf & Eddy (1991), kultur bakteri melakukan konversi yang dapat digambarkan menurut reaksi berikut ini : Oksidasi dan sintesa : (bahan organik) bakteri COHNS + O 2 + Nutrien CO 2 + NH 3 + C 5 H 7 NO 2 49

50 Respirasi endogenous : bakteri C 5 H 7 NO O 2 5 CO 2 + NH 3 + 2H 2 O + energi Bahan organik seperti C, O, H, N dan S terkandung dalam air buangan. III.2 Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Film Mikrobiologis (Biofilm) Proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilm atau biofilter secara garis besar dapat diklasifikasikan seperti pada Gambar III.2. Proses tersebut dapat dilakukan dalam kondisi aerobik, anaerobik atau kombinasi anaerobik dan aerobik. Proses aerobik dilakukan dengan kondisi adanya oksigen terlarut di dalam reaktor air limbah, dan proses anaerobik dilakukan dengan tanpa adanya oksigen dalam reaktor air limbah. Sedangkan proses kombinasi anaerob-aerob adalah merupakan gabungan proses anaerobik dan proses aerobik. Proses ini biasanya digunakan untuk menghilangan kandungan nitrogen di dalam air limbah. Pada kondisi aerobik terjadi proses nitrifikasi yakni nitrogen ammonium diubah menjadi nitrat (NH > NO 3 ) dan pada kondisi anaerobik terjadi proses denitrifikasi yakni nitrat yang terbentuk diubah menjadi gas nitrogen (NO > N 2 ). 50

51 Gambar III.2 : Kalsifikasi cara pengolahan air limbah dengan proses film mikrobiologis(proses biofilm). 51

52 III.2.1 Prinsip Pengolahan Air Limbah Dengan Sistem Biofilm Mekanisme proses metabolisme di dalam sitem biofilm aerobik secara sederhana dapat diterangkan seperti pada Gambar III.3. Gambar tersebut menunjukkan suatu sistem biofilm yang yang terdiri dari medium penyangga, lapisan biofilm yang melekat pada medium, lapisan alir limbah dan lapisan udara yang terletak diluar. Senyawa polutan yang ada di dalam air limbah misalnya senyawa organik (BOD, COD), ammonia, phospor dan lainnya akan terdifusi ke dalam lapisan atau film biologis yang melekat pada permukaan medium. Pada saat yang bersamaan dengan menggunakan oksigen yang terlarut di dalam air limbah senyawa polutan tersebut akan diuraikan oleh mikroorganisme yang ada di dalam lapisan biofilm dan energi yang dihasilhan akan diubah menjadi biomasa. Sulpai oksigen pada lapisan biofilm dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya pada sistem RBC yakni dengan cara kontak dengan udara luar, pada sistem Trickling Filter dengan aliran balik udara, sedangkan pada sistem biofilter tercelup dengan menggunakan blower udara atau pompa sirkulasi. Jika lapiasan mikrobiologis cukup tebal, maka pada bagian luar lapisan mikrobiologis akan berada dalam kondisi aerobik sedangkan pada bagian dalam biofilm yang melekat pada medium akan berada dalam kondisi anaerobik. 52

53 Gambar III.3 : Mekanisme proses metabolisme di dalam sistem biofilm. Pada kondisi anaerobik akan terbentuk gas H 2 S, dan jika konsentrasi oksigen terlarut cukup besar maka gas H 2 S yang terbentuk tersebut akan diubah menjadi sulfat (SO 4 ) oleh bakteri sulfat yang ada di dalam biofilm. Selain itu pada zona aerobik nitrogen ammonium akan diubah menjadi nitrit dan nitrat dan 53

54 selanjutnya pada zona anaerobik nitrat yang terbentuk mengalami proses denitrifikasi menjadi gas nitrogen. Oleh karena di dalam sistem bioflim terjadi kondisi anaerobik dan aerobik pada saat yang bersamaan maka dengan sistem tersebut maka proses penghilangan senyawa nitrogen menjadi lebih mudah. Hal ini secara sederhana ditunjukkan seperti pada Gambar III.4. Gambar III.4 : Mekanisne penghilangan Ammonia di dalam proses biofilter. III.2.2 Keunggulan Proses Film Mikrobiologis (Biofilm) Pengolahan air limbah dengan proses biofim mempunyai beberapa keunggulan antara lain : 54

55 Pengoperasiannya mudah Di dalam proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilm, tanpa dilakukan sirkulasi lumpur, tidak terjadi masalah bulking seperti pada proses lumpur aktif (Activated sludge process). Oleh karena itu pengelolaaanya sangat mudah. Lumpur yang dihasilkan sedikit Dibandingakan dengan proses lumpur aktif, lumpur yang dihasilkan pada proses biofilm relatif lebih kecil. Di dalam proses lumpur aktif antara % dari BOD yang dihilangkan (removal BOD) diubah menjadi lumpur aktif (biomasa) sedangkan pada proses biofilm hanya sekitar %. Hal ini disebabkan karena pada proses biofilm rantai makanan lebih panjang dan melibatkan aktifitas mikroorganisme dengan orde yang lebih tinggi dibandingkan pada proses lumpur aktif. Dapat digunakan untuk pengolahan air limbah dengan konsentrasi rendah maupun konsentrasi tinggi. Oleh karena di dalam proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilm mikroorganisme atau mikroba melekat pada permukaan medium penyangga maka pengontrolan terhadap mikroorganisme atau mikroba lebih mudah. Proses biofilm tersebut cocok digunakan untuk mengolah air limbah dengan konsentrasi rendah maupun konsentrasi tinggi. 55

56 Tahan terhadap fluktuasi jumlah air limbah maupun fluktuasi konsentrasi. Di dalam proses biofilter mikro-organisme melekat pada permukaan unggun media, akibatnya konsentrasi biomasa mikro-organisme per satuan volume relatif besar sehingga relatif tahan terhadap fluktuasi beban organik maupun fluktuasi beban hidrolik. Pengaruh penurunan suhu terhadap efisiensi pengolahan kecil. Jika suhu air limbah turun maka aktifitas mikroorganisme juga berkurang, tetapi oleh karena di dalam proses biofilm substrat maupun enzim dapat terdifusi sampai ke bagian dalam lapisan biofilm dan juga lapisan biofilm bertambah tebal maka pengaruh penurunan suhu (suhu rendah) tidak begitu besar. III.2.3 Proses Biofilm atau Biofilter Tercelup (Submerged Biofilter) Proses pengolahan air limbah dengan proses biofilm atau biofilter tercelup dilakukan dengan cara mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologis yang di dalamnya diisi dengan media penyangga untuk pengebang-biakan mikroorganisme dengan atau tanpa aerasi. Untuk proses anaerobik 56

57 dilakukan tanpa pemberian udara atau oksigen. Posisi media biofilter tercelup di bawah permukaan air. Media biofilter yang digunakan secara umum dapat berupa bahan material organik atau bahan material anorganik. Untuk media biofilter dari bahan organik misalnya dalam bentuk tali, bentuk jaring, bentuk butiran tak teratur (random packing), bentuk papan (plate), bentuk sarang tawon dan lain-lain. Sedangkan untuk media dari bahan anorganik misalnya batu pecah (split), kerikil, batu marmer, batu tembikar, batu bara (kokas) dan lainnya. Di dalam proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilter tercelup aerobik, sistem suplai udara dapat dilakukan dengan berbagai cara, tetapi yang sering digunakan adalah seperti yang tertera pada Gambar III.5. Beberapa cara yang sering digunakan antara lain aerasi samping, aerasi tengah (pusat), aerasi merata seluruh permukaan, aerasi eksternal, aerasi dengan air lift pump, dan aersai dengan sistem mekanik. Masing-masing cara mempunyai keuntungan dan kekurangan. Sistem aerasi juga tergantung dari jenis media maupun efisiensi yang diharapkan. Penyerapan oksigen dapat terjadi disebabkan terutama karena aliran sirkulasi atau aliran putar kecuali pada sistem aerasi merata seluruh permukaan media. 57

58 Gambar III.5 : Beberapa metoda aerasi untuk proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilter tercelup. 58

59 Di dalam proses biofilter dengan sistem aerasi merata, lapisan mikroorganisme yang melekat pada permukaan media mudah terlepas, sehingga seringkali proses menjadi tidak stabil. Tetapi di dalam sistem aerasi melalui aliran putar, kemampuan penyerapan oksigen hampir sama dengan sistem aerasi dengan menggunakan difuser, oleh karena itu untuk penambahan jumlah beban yang besar sulit dilakukan. Berdasarkan hal tersebut diatas belakangan ini penggunaan sistem aerasi merata banyak dilakukan karena mempunyai kemampuan penyerapan oksigen yang besar. Jika kemampuan penyerapan oksigen besar maka dapat digunakan untuk mengolah air limbah dengan beban organik (organic loading) yang besar pula. Oleh karena itu diperlukan juga media biofilter yang dapat melekatkan mikroorganisme dalam jumlah yang besar. Biasanya untuk media biofilter dari bahan anaorganik, semakin kecil diameternya luas permukaannya semakin besar, sehinggan jumlah mikroorganisme yang dapat dibiakkan juga menjadi besar pula. Jika sistem aliran dilakukan dari atas ke bawah (down flow) maka sedikit banyak terjadi efek filtrasi sehingga terjadi proses peumpukan lumpur organik pada bagian atas media yang dapat mengakibatkan penyumbatan. Oleh karena itu perlu proses pencucian secukupnya. Jika terjadi penyumbatan maka dapat terjadi aliran singkat (Short pass) dan juga terjadi penurunan jumlah aliran sehingga kapasitas pengolahan dapat menurun secara drastis. 59

60 III.2.4 Media Biofilter Sebagai tempat tumbuh dan berkembang mikroorganisme, media yang akan digunakan dapat terbuat dari bahan organik dan anorganik. Untuk media dari bahan organik antara lain terdapat dalam bentuk tali, jaring, butiran tak teratur, plate dan sarang tawon. Media organik ini banyak yang dibuat dengan cara dicetak dari bahan tahan karat dan ringan misalnya PVC dengan luas permukaan spesifik yang besar dan porositas rongga yang besar sehingga dapat melekatkan mikroorganisme dalam jumlah besar tanpa menyebabkan kebuntuan. Sedangkan untuk media anorganik antara lain batu pecah, kerikil, batu marmer, tembikar, batu bara muda (kokas). Menurut Metcalf & Eddy (1991), untuk mendapatkan permukaan media yang luas, media dapat dimodifikasikan dalam berbagai bentuk seperti bergelombang, saling-silang dan sarang tawon. Sedangkan menurut Hooran (1990), dua sifat paling penting yang harus ada dari suatu media adalah : Luas permukaan media, semakin luas permukaan media maka semakin besar jumlah biomassa per unit volume. Persentase ruang kosong, semakin besar ruang kosong maka semakin besar kontak 60

61 Untuk media biofilter dari bahan organik banyak yang dibuat dengan cara dicetak dari bahan tahan karat dan ringan misalnya PVC dan lainnya, dengan luas permukaan spesifik yang besar dan volule rongga (porositas) yang besar, sehingga dapat melekatkan mikroorganisme dalam jumlah yang besar dengan resiko kebuntuan yang sangat kecil. Dengan demikian memungkinkan untuk pengolahan air limbah dengan beban konsentrasi yang tinggi serta efisiensi pengolahan yang cukup besar. Salah Satu contoh media biofilter yang banyak digunakan yakni media dalam bentuk sarang tawon (honeycomb tube) dari bahan PVC. Beberapa contoh perbandingan luas permukaan spesifik dari berbagai media biofilter dapat dilitat pada Tabel III.1. Tabel III.1 : Perbandingan luas permukaanspesifik media biofilter. No. Jenis Media Luas permukaan spesifik (m 2 /m 3 ) 1 Trickling Filter dengan batu pecah 2 Modul Sarang Tawon (honeycomb modul) 3 Tipe Jaring 50 4 RBC

62 III.3 Uji Coba III.3.1 Material Dan Metoda Penelitian III Material A. Air Limbah Air limbah yang digunakan untuk penelitian diambil dari air limbah yang dihasilkan oleh industri pencucian jeans Prospek Warna, di Kelurahan Sukabumi Selatan, Jakarta Selatan. B. Media Biofilter Media biofilter yang digunakan adalah media dari bahan plastik PVC tipe sarang tawon dengan spesifikasi sebagai berikut : Tipe : Sarang Tawon, cross flow. Material : PVC Ukuran Modul : 30 cm x 25 cm x 30 cm Ukuran Lubang : 2 cm x 2 cm Ketebalan : 0,5 mm Luas Spesifik : m 2 /m 3 Berat : kg/m 3 Porositas Ronga : 0,98 Warna : Bening Transparant 62

63 III Prosedur Analisis Seluruh prosesdur analisis yakni BOD, COD dan padatan tersuspensi (suspended solids, SS) serta parameter warna didasarkan pada American Standard Method. Para meter warna menggunakan skala Pt-Co. III Prosedur percobaan A. Model Reaktor Pengolahan air limbah dilakukan dengan cara mengoperasikan reaktor biologis yang terdiri dari bak pengendapan awal, biofilter anaerob, biofilter aerob serta bak pengendapan akhir. Skema proses pengolahan serta ukuran rekator ditunjukkan seperti pada Gambar III.6.a dan III.6.b. Lebar reaktor 30 cm, panjang reaktor 130 cm, dan tinggi 50 cm. Spesifikasi reaktor dan perlengkapannya ditunjukkan seperti pada Tabel III.2. Air limbah di tampung ke dalam tangki penampung, selanjutnya dialirkan ke bak pengendapan awal. Dari bak pengendapan awal air limbah dialirkan ke biofilter anaerob. Biofilter anaerob terdiri dari dua ruangan yang diisi dengan media palstik sarang tawon. Arah aliran dimdalam biofilter anaerob adalah dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Air limpasan dari biofilter anaerob selanjutnya masuk ke biofilter aerob. Di dalam biofilter aerob juga diisi dengan media sarang tawon dengan arah aliran dari atas ke bawah, sambil 63

64 dihembus dengan udara menggunakan blower. Selanjutnya, air limbah masuk ke bak pengendapan akhir melalui bagian bawah bak. Air limbah di dalam bak pengadapan akhir sebagian disirkulasi ke biofilter aerob dengan ratio sirkulasi hidrolik (Hydaulic Recycle Ratio, HRR ) sama dengan 1 (satu). Air limpasan dari bak pengendapan akhir merupakan air olahan. B. Proses Pengembangbiakan Mikroorganisme (Seeding) Pengembang-biakanan mikroorganisme atau disebut juga seeding dilakukan untuk menumbuhkan mikroorganisme. Seeding yang dilakukan adalah seeding secara alami dengan cara mengalirkan air limbah domestik secara kontinyu ke dalam reaktor biofilter. Penggunaan air limbah domestik dikarenakan air buangan ini kaya akan mikroorganisme dan telah mempunyai sumber karbon yang cukup sehingga pertumbumbuhan mikroorganisme pada media akan menjadi cepat. Dan pemberian tambahan karbon dari glukosa hanya diberikan sewaktu-waktu pada saat konsentrasi COD limbah domestik rendah, glukosa tidak diberikan setiap hari. Dalam proses ini telah terbentuk lapisan biofilm yang menyelimuti media sarang tawon. 64

65 Gambar III.6.a : Diagram proses pengolahan air limbah pencucian jean yang digunakan untuk penelitian. 65

66 Gambar III.6.b : Diagram proses pengolahan air limbah pencucian jean yang digunakan untuk penelitian. Kombinasi pengolahan kimia fisika dengan proses biologis 66

67 Tabel III.2 : Spesifikasi Reaktor biofilter dan Perlengkapannya yang digunakan untuk percobaan. REAKTOR : Bahan Tinggi Panjang Lebar Volume URAIAN MEDIA: Tipe Ukuran Ukuran lubang Luas spesifik Porositas rongga KETERANGAN Kaca, diameter 6 mm 50 cm 130 cm 25 cm 195 liter Sarang tawon (PVC) 30 x 25 x 30 cm 2 x 2 cm ± 226 m 2 /m 3 0,98 67

68 Lanjutan Tabel III.2 : PIPA INLET dan OUTLET PVC, diameter 0,5 inchi AERATOR : Suplai udara 1,105 L/menit POMPA SIRKULASI : Debit RESERVOIR : Bahan Volume 900 liter/menit Plastik 200 liter BAK PEMBUBUHAN : Bentuk Bahan Ukuran Buffle Channel Kaca 40 x 30 x 65 cm 68

69 Lanjutan Tabel III.2 : Ukuran Reaktor 69

70 C. Aklimatisasi Aklimatisasi adalah pengadaptasian mikroorganisme terhadap air buangan yang akan diolah. Pengadaptasian dilakukan dengan cara mengganti air limbah domestik secara perlahan dengan air limbah dari industri pewarnaan jeans. Lapisan biofilm yang terbentuk akan semakin menebal. Akhir dari aklimatisasi adalah ketika air buangan domestik telah 100 % tergantikan dengan air buangan pencucian jeans dan efisiensi penurunan konsentrasi COD yang cukup tinggi dan stabil. Tahapan proses aklimatisasi dapat dilihat pada Tabel III.3. Tabel III.3 : Tahapan aklimatisasi Tahapan Air limbah domestik (%) Air limbah pewarnaan jeans (%) Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV Tahap V Tahap VI Tahap VII Tahap VIII Tahap IX Tahap X

71 D. Percobaan Reaktor yang digunakan mempunyai kapasitas sebesar 195 liter. Simulasi ini akan menggunakan 4 jenis waktu tinggal yaitu 72 jam (3 hari), 48 jam (2 hari), 36 jam (1,5 hari) dan 24 jam (1 hari). Hal ini berarti debit yang akan dialirkan untuk masingmasing waktu tinggal dapat di lihat pada Tabel III.4. Tabel III.4: Variasi Waktu Tinggal dan Debit Air Baku Waktu Tinggal (jam) Debit (liter/menit) 72 0, , , ,136 Percobaan pertama dilakukan hanya dengan proses biofilter tanpa pembubuhan bahan kimia, sedangkan percobaan ke dua dilakukan dengan cara kombinasi pembubuhan bahan kimia yakni ferrosulfat dengan proses biofilter. Pengambilan contoh (Sampling) yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan pada titiktitik tertentu yang kemudian akan dianalisa parameternya. Adapun letak titik-titk tersebut dapat dilihat pada gambar III.1, yakni : Titik 0 : Influen Titik 1 : Efluen bak pembubuhan 71

72 Titik 2 : Influen anoksik 1 Titik 3 : Efluen anoksik 2 / influen anaerob Titik 4 : Efluen reaktor (yang akan dibuang ke perairan) Pengambilan sampel dilakukan ketika kondisi reaktor telah stabil. Penentuan kondisi tunak dilakukan dengan mengukur kandungan organik (COD) pada setiap titik sampling tersebut. E. Analisa Parameter Dalam penelitian ini adapun parameter yang akan diukur adalah : 1) Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD), yaitu untuk mengetahui jumlah oksigen yang diperlukan untuk mendegradasikan senyawa organik secara kimiawi. Analisa untuk pengukuran parameter ini yang digunakan adalah metode bikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) secara open refluks. 2) Kebutuhan Oksigen Biologis (BOD), yaitu jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme dalam proses biokimia untuk proses penguraian substrat. Analisa yang digunakan untuk mengukur parameter ini adalah metode Winkler pada 20 0 C selama 5 hari. 3) Padatan tersuspensi (TSS), yaitu dapat berupa senyawa organik dan anorganik. Dekomposisi padatan yang tersuspensi ini akan meningkatkan nilai BOD dan COD, sehingga 72

73 4) Warna, air yang mempunyai warna yang bukan warna alami akan mengganggu estetika dan penyerapan sinar matahari untuk kehidupan ekosistem perairan tersebut. Warna yang pekat dari air buangan umumnya disebabkan karena kandungan organik yang tinggi dan banyaknya padatan yang tersuspensi. Analisa parameter untuk pengukuran parameter ini adalah dengan metode kolorimetri menggunakan spektrofotometer III.3.2 Hasil Percobaan Dan Pembahasan Secara garis besar kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini terbagi atas 3 tahapan kegiatan, yaitu tahap seeding (pembenihan), tahap aklimatisasi dan tahap penelitian berdasarkan waktu tinggal hidrolis (WTH). Dari seluruh rangkaian percobaan yang telah dilakukan, diperoleh hasil penelitian yang kemudian dikelompokkan dan dianalisa sehingga diperoleh sub bab pembahasan. Pembahasan meliputi tahap seeding, tahap aklimatisasi, kinerja biofilter dalam penghilangan BOD, COD, TSS dan warna. Sebelum penelitian dilaksanakan terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan terhadap air limbah pencucian jeans untuk mengetahui 73

74 karakteristik limbah tersebut. Secara umum karakteristik air limbah pencucian jean yang digunakan untuk perbobaan dapat dilihat pada Tabel III.5. Tabel III.5 : Karakteristik limbah pecucian jeans No Parameter Satuan Konsentrasi 1 BOD mg/l COD mg/l TSS mg/l Warna Pt.Co ph - 6,0-6,8 Sumber : Hasil penelitian III Hasil Seeding Seeding atau disebut juga sebagai pembenihan merupakan langkah awal dari penelitian reaktor biologis. Dalam tahapan ini dilakukan upaya untuk menumbuhkan mikroorganisme pada media penyokong, mikroorganisme ini sangat berperan penting dalam proses pengolahan biologis ini. Di dalam penelitian ini seeding dilakukan secara alami, yaitu mikroorganisme langsung dibiakkan di dalam reaktor dengan cara mengalirkan air limbah domestik secara kontinyu ke dalam reaktor. Air limbah domestik dipilih untuk pembiakan ini karena limbah domestik kaya akan sumber karbon yang 74

75 diperlukan mikroorganisme untuk hidup dan juga di dalam air tersebut terkandung berbagai mikroorganisme. Dengan demikian proses pembiakan tidak perlu memakan waktu terlalu lama. Walaupun demikian, sumber karbon yang diperlukan tetap dijaga dengan sesekali memberikan penambahan glukosa. Di dalam proses seeding ini air buangan domestik yang memang telah banyak mengandung bakteri dialirkan secara kontinyu ke dalam reaktor biofilter dan secara bersamaan aerator juga dijlalankan, setelah lapisan lendir/biofilm telah tumbuh dapat dilakukan aklimatisasi. Pertumbuhan mikroorganisme pada media dapat dilihat dari peningkatan efisiensi penghilangan COD. Efisiensi penghilangan COD yang meningkat menunjukkan adanya aktifitas mikroorganisme yang telah tumbuh semakin banyak dan mendegradasi senyawa organik yang ada di dalam air buangan tersebut. Dalam hal ini VSS tidaklah menjadi parameter utama karena proses seeding dilakukan secara langsung pada reaktor dan mikroorganisme yang ada langsung melekat pada media membentuk lapisan biofilm. Dengan demikian nilai VSS yang terdapat pada larutan di dalam reaktor kecil. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel III.6 dan Gambar III.7 dan III.8. Dari tabel dan grafik tersebut terlihat bahwa pada minggu pertama penghilangan COD yang dapat dilakukan kurang dari 45 %. Hal ini terjadi karena pada saat pengoperasian awal belum terbentuk lapisan biofilm yang berarti 75

76 mikroorganisme belum banyak yang menempel pada media, hal ini juga dapat dilihat pada hasil pengukuran VSS yang keluar masih tinggi. Karena bila lapisan biofilm sudah terbentuk, berarti mikroorganisme yang melekat pada media telah banyak sehingga VSS yang keluar akan mempunyai nilai yang kecil. Setelah seeding berjalan selama satu bulan, lapisan biofilm mulai terlihat menebal dan efisiensi penghilangan COD sudah mulai tinggi, yaitu mencapai 70% tetapi belum cukup stabil dan masih terlalu rendah untuk dilanjutkan pada tahapan selanjutnya yaitu aklimatisasi. Setelah 70 hari efisiensi telah mencapai 85%, sebenarnya telah sesuai untuk pengaklimatisasian tetapi untuk itu harus dijaga agar kondisi ini stabil. Kondisi stabil dicapai setelah 84 hari, yaitu dimana efisiensi pneyisihan tetap berada pada 85%. Dengan demikian pengaklimatisasian dapat dilakukan. III Hasil Aklimatisasi Setelah mikroorganisme yang tumbuh cukup banyak (hal ini terlihat pada ketebalan biofilm) dan efisiensi penghilangan COD telah tinggi dan stabil, maka dapat dilakukan proses pengadaptasian atau disebut juga aklimatisasi. 76

77 Tabel III.6 : Hasil Seeding COD Waktu Operasi Influen Efisiensi Efluen zona Penghilangan Efluen Efisiensi Total N Total P Influen Efluen (Hari) reaktor anoksik COD Zona Biofilter Penghilangan Influen Influen Reaktor Reaktor (mg/l) (mg/l) Anoksik (%) (mg/l) Total (%) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) , ,5 6,3 1, , ,8 14,3 1, , , , , , ,3 8,44 1, , ,7 6,12 1, , ,2 5,46 1, , , , , , ,4 9,21 1, , ,8 5,9 1, , , , ,7 6,12 1, , ,1 8,2 1,

78 Lanjutan Tabel III.6. COD Efisiensi Influen Efluen zona Penghilangan Efluen Efisiensi Total N Total P Influen reaktor anoksik COD Zona Biofilter Penghilangan Influen Influen Reaktor , , , , , ,3 9,92 1, , , , ,7 17,24 1, , , , ,0 10,21 1, , , , ,1 8,44 1, , ,2 7,69 1, , ,2 9,67 1, Waktu Operasi (Hari) Efluen Reaktor 78

79 Grafik seeding COD dan VSS Konsentrasi COD (mg/l) Influen COD Influen VSS Waktu pengoperasian Efluen reaktor COD Efluen VSS Konsentrasi VSS (mg/l) Gambar III.7 : Penurunan konsentrasi COD dan VSS pada saat seeding. 79

80 Grafik seeding penyisihan COD Konsentrasi COD (mg/l) ,0 90,0 80,0 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0 Efisiensi penyisihan (%) Waktu pengoperasian (hari ke) Influen Efluen reaktor Efisiensi total reaktor Gambar III.8 : Efisiensi Penghilangan COD pada saat seeding. 80

81 Aklimatisasi dilakukan dengan cara mengganti secara bertahap air limbah domestik yang digunakan pada waktu seeding dengan air limbah pencucian jeans. Penggantian ini dilakukan dengan perbandingan 10% air limbah pencucian jeans dan 90% air limbah domestik yang kemudian secara bertahap akan menjadi 100% air limbah pencucian jeans. Titik akhir aklimatisasi dicapai ketika efisiensi penghilangan COD telah stabil pada saat air limbah domestik telah seluruhnya (100% ) digantikan dengan air limbah pencucian jeans yang di ambil dari air limbah yang dikeluarkan oleh industri pencucian jean. Hasil proses aklimatisasi secara lengkap dapat dilihat pada Tabel III.7 dan Gambar III.9. Dari Tabel III.7 dan Gambar III.9 tersebut dapat dilihat pada saat perbandingan limbah pencucian jeans dengan limbah domestik 10 % :dibanding 90%, konsentrasi COD di dalam influen air limbah yang masuk reaktor biofiloter adalah 432 mg/l, dan efisiensi pengilangan COD mencapai 82%. Pada saat influen telah 100 % diganti dengan limbah pencucian jean yakni setelah waktu operasi 39 hari, konsentrasi COD mencapai 1476 mg/l dan efisiensi penghilangan COD 90,7 %. Proses berjalan stabil setelah aklimatisasi berjalan selama 41 hari dengan efisiensi penghilangan COD mencapai 90,7 %. Proses aklimatisasi dilakukan dengan kondisi waktu tinggal (WTH) 72 jam. 81

82 Tabel III.7 : Efisiensi penghilangan COD selama proses aklimatisasi. Efisiensi Ratio Vol. Limbah Influen penghilangan Efisiensi Total Hari tekstil thd Reaktor Efluen Zona COD Efluen Penghilangan COD ke vol limbah Zona Anoksik Reaktor domestik (mg/l) Aksik (mg/l) (%) (mg/l) Di dalam reaktor (%) 1 10 % : 90 % , , % : 90 % , , % : 80 % , , % : 70 % , , % : 60 % , , % : 50 % , , % : 40 % , , % : 30 % , , % : 30 % , , % : 30 % , , % : 30 % , , % : 20 % , , % : 20 % , , % : 20 % , ,5 82

83 Lanjutan Tabel III.7 Efisiensi Ratio Vol. Limbah Influen penghilangan Efisiensi Total Hari tekstil thd Reaktor Efluen Zona COD Efluen Penghilangan COD ke vol limbah Zona Anoksik Reaktor domestik (mg/l) Aksik (mg/l) (%) (mg/l) Di dalam reaktor (%) % : 20 % , , % : 10 % , , % : 10 % , , % : 10 % , , % : 10 % , , % , , % , , % , ,6 83

84 Grafik Aklimatisasi Penghilangan COD Konsentrasi COD (mg/l) % 100% 100,0 90,0 80,0 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0 Efisiensi Penghilangan(%) Waktu pengoperasian (hari ke) Influen Efluen reaktor Efluen anoksik Efisiensi anoksik Efisiensi reaktor Gambar III.9 : Efisiensi Penghilangan COD pada saat aklimatisasi 84

85 III Hasil Percobaan Berdasarkan variasi Waktu Tinggal Hidrolis (WTH) A. Pengolahan Air limbah Pencucian Jean dengan Proses Biofilter Anaerob-Aerob (Tanpa Penambahan Bahan Kimia) Setelah proses aklimatisasi berjalan dengan baik yaitu diindikasikan dengan semakin meningkatnya efisiensi penghilangan COD dan limbah domestik telah 100% tergantikan dengan limbah pewarnaan jeans, maka pengoperasian secara kontinyu dapat dilakukan. Dalam pengoperasian kontinyu ini, sampling parameter BOD, COD, SS dan warna dilakukan pada 4 titik pengambilan sampel (gambar 3.2, BAB III). Proses dalam biofilter dikatakan telah berada dalam kondisi tunak (steady state) jika biofilm tumbuh dengan baik dan efisiensi penghilangan relatif konstan. Dalam pengoperasian kontinyu ini, debit yang mengalir disesuaikan dengan waktu tinggal yang dipilih. Waktu tinggal yang dipilih adalah 72 jam, 48 jam, 36 jam dan 24 jam. Pengoperasian diawali dari waktu tinggal 72 jam hingga yang terpendek 24 jam. Penghilangan COD : Efisiensi penghilangan COD untuk setiap waktu tinggal dapat dilihat pada Tabel III. 8 sampai dengan Tabel III.11 dan Gambar III.10. Dari hasil tersebut terlihat pada saat penggantian waktu tinggal terjadi penurunan efisiensi terlebih dahulu dan setelah 2-3 hari barulah mencapai kestabilan. Penggantian waktu tinggal dilakukan setelah 85

86 pengoperasian dijalankan selama setidaknya 4 kali dari waktu tinggal terpilih. Penurunan efisiensi pada saat penggantian terjadi disebabkan oleh adaptasi dari mikroorganisme yang tumbuh di dalam reaktor biofilter karena adanya perubahan debit aliran dari pengoperasian sebelumnya (menjadi lebih kecil) sehingga beban hidroliknyapun menjadi lebih besar. Dari hasil tersebut terlihat untuk waktu tinggal hidrolis (WTH) 72 jam konsentrasi COD di dalam influen rata-rata 1588 mg/l sedangkan konsentrasi COD di dalam efluen turun mencapai rata-rata 146 mg/l, dengan efisiensi penghilangan COD mencapai 90,8 %. Untuk waktu tinggal hidrolis 48 jam konsentrasi COD di dalam influent rata-rata 1591 mg/l sedangkan konsentrasi COD di dalam efluen turun menjadi sekitar 87 mg/l dengan efisiensi penghilangan COD menjadi sekitar 87 %. Untuk waktu tinggal 36 jam efisiensi penghilangan COD turun menjadi 84 %, dan untuk waktu tinggal 24 jam efisiensi penghilangan COD turun menjadi sekitar 78%. Dari hasil percobaan tersebut terlihat juga bahwa penghilangan polutan organik (COD) sebagian besar terjadi di dalam reaktor biofilter zona anaosik yakni terjadi di dalam bak pengendapan awal yang berfungsi sebagai bak pengendap sekaligus sebagai bak digester dan di dalam bak biofilter anaerob. Pada zona anoksik tersebut dengan waktu tinggal jam efisiensi penghilangan COD berkisar antara %. Sedangkan efisiesi total penghilangan COD yakni setelah zona aerob dengan waktu tinggal jam berkisar antara %. Dengan demikian zona 86

87 anoksik atau anaerob mempunyai kontribusi yang besar di dalam penghilangan COD, sedangkan zona aerob mempunyai kontribusi terhadap penghilangan COD hanya sekitar 10 %. Penghilangan BOD : Untuk penghilangan BOD menunjukkan kecen-derungan yang sama dengan peng-hilangan COD. Efisiensi penghilangan BOD untuk setiap waktu tinggal dapat dilihat pada Tabel III.12 sampai dengan Tabel III.15 dan Gambar III.11. Konsentrasi BOD di dalam influen berkisar antara mg/l. Untuk waktu tinggal hidrolis (WTH) 72 jam efisiensi penghilangan BOD mencapai 91 %, untuk waktu tinggal hidrolis 48 jam efisiensi penghilangan BOD turun menjadi sekitar 90 %, untuk waktu tinggal 36 jam efisiensi penghilangan BOD 87 %, dan untuk waktu tinggal 24 jam efisiensi penghilangan BOD turun menjadai sekitar 85%. Pada saat penggantian waktu tinggal menjadi lebih pendek terjadi penurunan efisiensi terlebih dahulu dan setelah 2-3 hari barulah mencapai kestabilan. Penurunan efisiensi pada saat penggantian terjadi karena adanya perubahan debit aliran dari pengoperasian sebelumnya (menjadi lebih kecil) sehingga beban hidroliknyapun menjadi lebih besar. Dari gambar dan gambar tersebut terlihat bahwa penghilangan senyawa organik (COD,BOD) pada zona anoksik mencapai hingga %, sementara zona aerob hanya menyisihkan sekitar 10%. Hal ini dikarenakan zona anoksik memiliki waktu tinggal yang lebih lama 2 kali lipat 87

88 daripada zona aerob, dengan demikian penghilangannya menjadi lebih banyak. Walaupun demikian zona aerob tetap diperlukan karena zona aerob juga berguna untuk menurunkan bau dan meningkatkan DO pada efluen akhir. Menurut Rittmann & Mc Carty (2001) pada reaktor gabungan anoksik-aerob kandungan nitrat dari zona aerob akan diturunkan dengan cara diresirkulasi kembali ke bak influen lalu kemudian terjadi proses denitrifikasi pada zona anoksik. Dari hasil percobaan tersebut di atas dibuat hubungan antara besarnya beban organik yakni beban BOD (kg-bod per m 3 volume reaktor per hari) dterhadap efisiensi penghilangan BOD. Hasil perhitungan tersebut ditunjukkan seperti pada Gambar 9. Dari hasil percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin pendek waktu tinggal hidrolis di dalam reaktor biofilter efisiensi penghilangan menjadi semakin kecil. Selain itu semakin besar beban organik efisiensi penghilangan menjadi semakin kecil. Untuk beban BOD sebesar 1,225 kg/m 3.hari, efisiensi penghilangan BOD mencapai 92 %, sedangkan untuk beban BOD 3,658 kg/m 3.hari efsiensi penghilangan BOD turun menjadi 85,9 %. Hubungan antara beban BOD (BOD Loading) dengan efisiensi penghilangan menjunjukkan hubungan linier yang dengan persamaan Y = - 2,5945 X + 95,005 dengan niliai Regresi R = 0,97068 dimana Y adalah efisiensi penghilangan BOD (%), dan X adalah beban BOD (kg-bod/m 3 - reaktor.hari) 88

89 Penghilangan Zat Padat Tresuspensi (TSS) : Dari hasil percobaan terlihat bahwa dengan proses biofilter anaerob-aerob tercelup menggunakan media plastik sarang tawon dapat menghilangakan zat padat tersuspensi atau total suspended solids (TSS) dengan baik. Efisiensi penghilangan TSS untuk kondisi waktu tinggal 72 jam, 48 jam, 36 jam dan 24 jam selengkapnya dapat dilihat seperti pada Tabel III.16 sampai dengan Tabel III.19 dan Gambar III EFISIENSI PENGHILANGAN [%] Y = X R = LOADING [kg-bod/m3.hari] Gambar III.12 : Grafik hubungan antara bebanbod dengan Efisiensi Penghilangan Konsentrasi zat padat tersuspensi di dalam air limbah yang masuk reaktor biofilter berkisar antara mg/l. Dengan kondisi waktu tinggal hidrolis 89

90 (WTH) 72 jam efisiensi penghilangan TSS mencapai 93,25 %. Dengan kondisi waktu tinggal 48 jam efisiensi penghilangan TSS rata-rata 90 %. Untuk waktu tinggal (WTH) 36 jam efisiensi penghilangan TSS turun menjadi sekitar 89 %, dan untuk waktu tinggal 24 jam efisiensi penghilangan TSS tutrun menjadi sekitar 87 %. Makin pendek waktu tinggal di dalam reaktor biofilter efisiensi penghilangan TSS juga semakin kecil. Penghilangan Warna : Efisiensi penghilangan warna di dalam air limbah pencucian jean dengan proses biofilter anaerob-aerob dengan menggunakan media plastik sarang tawon pada percobaan ini hanya kira-kira 57,2 % untuk waktu tinggal 72 jam, sedangkan dengan kondisi waktu tinggal (WTH) 24 jam efisiensi penghilangan warna turun menjadi kira-kira 48 %. Hasil selengkapnya dapat dilihat seperti pada Tabel III.20 samapi dengan Tabel III.23 dan Gambar III.14. Dari hasil penelitian tersebut secara keseluruhan menunjukan bahwa semakin pendek waktu tinggal pada reaktor maka semakin menurun pula efisiensi peng-hilangannya yaitu untuk COD dari 90,8% pada waktu tinggal 72 jam menjadi hanya 78 % pada waktu tinggal 24 jam, untuk BOD dari 91,6% menjadi 85%, untuk TSS dari 93,25% menjadi 80% dan untuk warna tidak terlalu signifikan dari 57,2% menjadi 48%. Dari hasil percobaan tersebut di atas terlihat juga bahwa penghilangan konsentrasi parameter 90

91 BOD, COD, SS dan warna terbesar terdapat pada zona anoksik, yaitu hingga 88% sementara zona aerob hanya menyisihkan tidak lebih dari 10%. Dapat dikatakan bahwa dalam reaktor biofilter ini zona anoksiklah yang bekerja paling optimum. Hal ini dikarenakan zona anoksik memiliki waktu tinggal yang lebih lama 2 kali lipat daripada zona aerob, dengan demikian penghilangannya menjadi lebih banyak. Waktu tinggal yang lebih lama ini dikarenakan adanya 2 zona anoksik. Tetapi walaupun demikian bukan berarti zona aerob tidak diperlukan. Karena walaupun efisiensi penghilangan parameter zona anoksik telah mencapai 88% tetapi efluennya masih berada di atas baku mutu dan masih dapat didegradasi secara biologis. Zona aerob juga berguna untuk menurunkan bau dan meningkatkan DO pada efluen akhir. Menurut Rittmann & Mc Carty (2001) pada reaktor gabungan anoksik-aerob kandungan nitrat dari zona aerob akan diturunkan dengan cara diresirkulasi kembali ke bak influen lalu kemudian terjadi proses denitrifikasi pada zona anoksik. Untuk pengolahan air limbah industri pencucian jean hanya dengan proses biofilter anaerob-aerob dengan efisiensi pengolahan di atas 90 % memerlukan waktu tinggal hidrolis 72 jam atau 3 hari. Agar supaya efisensi pengolahan tetap tinggi dan waktu tinggal hidrolis lebih pendek maka perlu dilengkapi dengan proses pengendapan dengan bahan kimia sebelum masuk ke proses biofilter. 91

92 Tabel III.8 : Penghilangan COD di dalam reaktor biofilter untuk waktu tinggal 72 jam Tanggal Hari ke- Efluen Efisiensi Efluen Aerob Influen Anoksik Anoksik (total) Efisiensi (total) mg/l mg/l % mg/l % 17-Apr , ,6 18-Apr , ,6 19-Apr , ,7 20-Apr , ,9 21-Apr , ,0 22-Apr , ,8 23-Apr , ,1 24-Apr , ,9 25-Apr , ,0 26-Apr , ,6 27-Apr , ,6 28-Apr , ,6 29-Apr , ,8 92

93 Tabel III.9 : Penghilangan COD di dalam reaktor biofilter untuk waktu tinggal 48 jam Tanggal Hari ke- Influen efluen anoksik Efisiensi anoksik Efluen Aerob (total) Efisiensi (total) mg/l mg/l % mg/l % 30-Apr , ,0 01-Mei , ,6 02-Mei , ,0 03-Mei , ,0 04-Mei , ,9 05-Mei , ,9 06-Mei , ,9 07-Mei , ,8 08-Mei , ,9 93

94 Tabel III.10 : Penghilangan COD di dalam reaktor biofilter untuk waktu tinggal 36 jam Tanggal Hari ke- Influen efluen anoksik Efisiensi anoksik efluen Aerob (total) Efisiensi (total) mg/l mg/l % mg/l % 09-Mei , ,8 10-Mei , ,6 11-Mei , ,6 12-Mei , ,8 13-Mei , ,9 14-Mei , ,8 15-Mei , ,9 94

95 Tabel III.11 : Penghilangan COD di dalam reaktor biofilter untuk waktu tinggal 24 jam Tanggal Hari ke- efluen aerob Influen efluen anoksik Efisiensi anoksik (total) Efisiensi (total) mg/l mg/l % mg/l % 16-Mei , ,7 17-Mei , ,4 18-Mei , ,4 19-Mei , ,5 20-Mei , ,6 21-Mei , ,4 22-Mei , ,5 23-Mei , ,6 24-Mei , ,5 25-Mei , ,6 26-Mei , ,7 95

96 Grafik Efisiensi Penghilangan COD Konsentrasi COD (mg/l) JAM 48 JAM 36 JAM Waktu Operasi (Hari) 24 JAM 100,0 95,0 90,0 85,0 80,0 75,0 70,0 65,0 60,0 55,0 50,0 Efisiensi Penghilangan(%) Influen Efluen anoksik Efluen reaktor Efisiensi anoksik Efisiensi total reaktor Gambar III.10 : Penghilangan COD di dai dalam reaktor biofilter pada berbagai variasi waktu tinggal (WTH) 96

97 Tabel III.12 : Penghilangan BOD di dalam reaktor biofilter untuk waktu tinggal 72 jam Tanggal Hari ke- Influen Efluen Anoksik Efisiensi Anoksik Efluen Aerob (total) Efisiensi (total) mg/l mg/l % mg/l % 17-Apr , ,6 18-Apr , ,7 19-Apr , ,0 20-Apr , ,2 21-Apr , ,3 22-Apr , ,8 23-Apr , ,4 24-Apr , ,6 25-Apr , ,7 26-Apr , ,1 27-Apr , ,2 28-Apr , ,8 29-Apr , ,3 97

98 Tabel III.13 : Penghilangan BOD di dalam reaktor biofilter untuk waktu tinggal 48 jam Tanggal Hari ke- Influen efluen anoksik Efisiensi Anoksik Efluen Aerob (total) Efisiensi (total) mg/l mg/l % mg/l % 30-Apr , ,8 01-Mei , ,8 02-Mei , ,5 03-Mei , ,8 04-Mei , ,5 05-Mei , ,6 06-Mei , ,8 07-Mei , ,7 08-Mei , ,9 98

99 Tabel 4.14 : Penghilangan BOD di dalam reaktor biofilter untuk waktu tinggal 36 jam Tanggal Hari ke- Influen Efluen Anoksik Efisiensi Anoksik Efluen Aerob (total) Efisiensi (total) mg/l mg/l % mg/l % 09-Mei , ,2 10-Mei , ,2 11-Mei , ,8 12-Mei , ,8 13-Mei , ,8 14-Mei , ,8 15-Mei , ,9 99

100 Tabel 4.15 : Penghilangan BOD di dalam reaktor biofilter untuk waktu tinggal 24 jam Tanggal Hari ke- Influen Efluen Anoksik Efisiensi Anoksik Efluen Aerob (total) Efisiensi (total) mg/l mg/l % mg/l % 16-Mei , ,7 17-Mei , ,7 18-Mei , ,4 19-Mei , ,8 20-Mei , ,7 21-Mei , ,9 22-Mei , ,9 23-Mei , ,9 24-Mei , ,9 25-Mei , ,9 26-Mei , ,9 100

101 1400 Grafik Penghilangan BOD 100, ,0 94,0 Konsentrasi BOD (mg/l) WTH = 72 jam WTH = 48 jam WTH = 36 jam WTH = 24 jam 91,0 88,0 85,0 82,0 79,0 76,0 73,0 Efisiensi Penghilangan (%) ,0 Waktu Operasi (Hari) Influen mg/l efluen anoksik mg/l efluen aerob (total) mg/l Efisiensi anoksik % Efisiensi Total % Gambar III.11: Penghilangan BOD di dalam reaktor biofilter pada berbagai variasi waktu tinggal (WTH) 101

102 Tabel III.16 : Penghiloangan TSS di dalam reaktor biofilter dengan waktu tinggal 72 jam Tanggal Hari ke- I nfluen efluen anoksik Efisiensi anoksik efluen aerob (total) Efisiensi aerob (total) mg/l mg/l % mg/l % 17-Apr , ,7 18-Apr , ,7 19-Apr , ,8 20-Apr , ,2 21-Apr , ,6 22-Apr , ,4 23-Apr , ,5 24-Apr , ,3 25-Apr , ,4 26-Apr , ,2 27-Apr , ,6 28-Apr , ,2 29-Apr , ,5 102

103 Tabel III.17 : Penghiloangan TSS di dalam reaktor biofilter dengan waktu tinggal (WTH) 48 jam Tanggal Hari ke- I nfluen Efluen Anoksik Efisiensi Anoksik Efluen Aerob (total) Efisiensi (total) mg/l mg/l % mg/l % 30-Apr , ,2 01-Mei , ,6 02-Mei , ,9 03-Mei , ,8 04-Mei , ,8 05-Mei , ,8 06-Mei , ,0 07-Mei , ,7 08-Mei , ,0 103

104 Tabel III.18 : Penghiloangan TSS di dalam reaktor biofilter dengan waktu tinggal (WTH) 36 jam Tanggal Hari ke- Influen Efluen Anoksik Efisiensi anoksik Efluen Aerob (total) Efisiensi (total) mg/l mg/l % mg/l % 09-Mei , ,7 10-Mei , ,3 11-Mei , ,8 12-Mei , ,0 13-Mei , ,8 14-Mei , ,9 15-Mei , ,9 104

105 Tabel III.19 : Penghiloangan TSS di dalam reaktor biofilter dengan waktu tinggal (WTH) 24 jam Tanggal Hari ke- Influen Efluen Anoksik Efisiensi Anoksik Efluen Aerob (total) Efisiensi (total) mg/l mg/l % mg/l % 16-Mei , ,9 17-Mei , ,9 18-Mei , ,3 19-Mei , ,6 20-Mei , ,0 21-Mei , ,8 22-Mei , ,8 23-Mei , ,9 24-Mei , ,7 25-Mei , ,8 26-Mei , ,9 105

106 Grafik Penghilangan TSS Konsentrasi SS (mg/l) JAM 48 JAM 36 JAM 24 JAM 100,0 95,0 90,0 85,0 80,0 75,0 70,0 65,0 60,0 55,0 50, Efisiensi Penghilangan SS (%) 40 Waktu Operasi (Hari) Influen Efluen anoksik Efluen reaktor Efisiensi anoksik Efisiensi total reaktor Gambar III.13 : Penghilangan TSS di dalam reaktor biofilter pada berbagai variasi waktu tinggal (WTH) 106

107 Tabel III.20 : Penghilangan Warna di dalam reaktor biofilter dengan waktu tinggal (WTH) 72 jam Tanggal Hari ke- Influen Efluen Anoksik Efisiensi Anoksik Efluen Aerob (total) Efisiensi Total Pt.Co Pt.Co % Pt.Co % 17-Apr , ,7 18-Apr , ,5 19-Apr , ,6 20-Apr , ,6 21-Apr , ,8 22-Apr , ,7 23-Apr , ,6 24-Apr , ,7 25-Apr , ,7 26-Apr , ,6 27-Apr , ,8 28-Apr , ,1 29-Apr , ,7 107

108 Tabel III.21: Penghilangan Warna di dalam reaktor biofilter dengan waktu tinggal (WTH) 48 jam Tanggal Hari ke- Influen Efluen Anoksik Efisiensi Anoksik Efluen Aerob (total) Efisiensi Total Pt.Co Pt.Co % Pt.Co % 30-Apr , ,5 01-Mei , ,9 02-Mei , ,0 03-Mei , ,8 04-Mei , ,8 05-Mei , ,8 06-Mei , ,9 07-Mei , ,9 08-Mei , ,0 108

109 Tabel III.22 : Penghilangan Warna di dalam reaktor biofilter dengan waktu tinggal (wth) 36 jam Tanggal Hari ke- Influen efluen anoksik Efisiensi anoksik efluen aerob (total) Efisiensi aerob (total) Pt.Co Pt.Co % Pt.Co % 09-Mei , ,8 10-Mei , ,3 11-Mei , ,4 12-Mei , ,4 13-Mei , ,5 14-Mei , ,6 15-Mei , ,5 109

110 Tabel III.22 : Penghilangan Warna di dalam reaktor biofilter dengan waktu tinggal (wth) 24 jam Tanggal Hari ke- Influen efluen anoksik Efisiensi anoksik efluen aerob (total) Efisiensi aerob (total) Pt.Co Pt.Co % Pt.Co % 16-Mei , ,3 17-Mei , ,3 18-Mei , ,3 19-Mei , ,4 20-Mei , ,5 21-Mei , ,4 22-Mei , ,5 23-Mei , ,5 24-Mei , ,5 25-Mei , ,3 26-Mei , ,5 110

111 Grafik Penghilangan Warna Konsentrasi Warna (Pt.Co) JAM 48 JAM 36 JAM 24 JAM 100,0 90,0 80,0 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 Efisiensi Penghilangan Warna(%) 0 0, Waktu Operasi (Hari) Influen Efluen anoksik Efluen aerob Efisiensi aerob Efisiensi anoksik Gambar III.14 : Penghilangan Warna di dalam reaktor biofilter pada berbagai variasi waktu tinggal (WTH) 111

112 B. Pengolahan Air limbah Pencucian Jean dengan Kombinasi Proses Pengendapan Kimia dengan Proses Biofilter Anaerob- Aerob (Dengan Penambahan Ferosulfat 400 mg/l)) Untuk mengkatkan efisiensi pengolahan dan memperpendek waktu tinggal di dalam reaktor biofilter maka sebelum masuk ke dalam reaktor biofilter di berikan penambahan bahan kimia yang dalam hal ini dipilih bahan koagulan dari senyawa besi, yaitu ferro sulfat (FeSO 4.7H 2 O). Pemilihan ferro sulfat sebagai koagulan dikarenakan rentang ph optimumnya yang lebih lebar. Ferosulfat yang umum digunakan adalah berbentuk butiran (granular) dengan kandungan FeSO 4 sebanyak 55%. Untuk menentukan dosis optimum dari koagulan yang akan dipakai digunakan metode Jar Test. Di dalam metode Jar Test ini terjadi proses koagulasi dan flokulasi dimana pengadukannya diatur dengan kecepatan yang sama tetapi dengan dosis koagulan yang berbeda. Untuk penelitian ini dosis ferro sulfat yang akan dipakai adalah 150 mg/l, 200 mg/l, 250 mg/l, 300 mg/l, 350 mg/l dan 400 mg/l. Untuk persentase penurunan warna dan COD dapat dilihat pada Tabel III.23. Dari hasil Jar Test tersebut terlihat bahwa penurunan optimum terdapat pada penambahan ferro sulfat sebanyak 400 mg/l dengan efisiensi penurunan sebesar 77,8% untuk warna dan 47% untuk COD. Karena itu untuk meningkatkan kualitas efluen agar memenuhi baku mutu 112

113 penambahan ferro sulfat yang diberikan sebesar 400 ppm. Untuk penambahan ini waktu tinggal reaktor kontinyu yang digunakan adalah 24 jam dan bak pembubuhan kimia yang dipergunakan berbentuk buffle channel. Tabel III.23 : Hasil Jar Test Penghilangann COD dengan Ferosulfat. Dosis koagulan Konsentrasi warna Penghilangan Konsentrasi Penghilanga n Ferro (Pt.Co) Warna (%) COD (mg/l) COD (%) sulfat (mg/ltr) Sumber : Hasil penelitian Skema proses percobaan pengolahan air limbah pencucian jean dengan kombinasi proses pengendapan dengan penambahan ferro sulfat 400 mg/l, dan proses biofilter tercelup anaerob-aerob dengan waktu tinggal 24 jam dapat dilihat pada Gambar Gambar III.6.b. Hasil percobaan selengkapnya dapat dilihat seperti pada Tabel III.24 sampai dengan Tabel III.27 dan Gambar III.15 sampai dengan Gambar III

114 Penghilangan COD : Pada percobaan tiga hari pertama tanpa tanpa penambahan ferosulfat efisisensi penghilangan pada bak pengendapan hanya mencapai 15 %, dan setelah penambahan ferosulfat sebesar 400 mg/l efisiensi penghilangan COD di dalam Bak pengendapan kimia dapat mencapai sekitar 45 %. Setelah kondisi stabil efisensi penghilangan COD kumulatif mulai bak pengendapan kimia sampai zona anoksik mencapai sekitar 85 %. Sedangkan efisiensi penghilangan COD setelah zona aerob atau efisensi total mencapai 92 %. Grafik penghilangan COD di dalam air limbah pencucian jean dengan menggunakan kombinasi proses pengendapan kimia dan proses biofilter dapat dilihat seperti pada Tabel III.24 dan Gambar III.15. Penghilangan BOD : Konsentrasi BOD di dalam air limbah berkisar antara mg/l. Pada percobaan tiga hari pertama tanpa tanpa penambahan ferosulfat efisisensi penghilangan pada bak pengendapan hanya mencapai 20 %, dan setelah penambahan ferosulfat sebesar 400 mg/l efisiensi penghilangan BOD di dalam Bak pengendapan kimia dapat mencapai sekitar 50 %. Setelah kondisi stabil efisensi penghilangan BOD kumulatif mulai bak pengendapan kimia sampai zona anoksik mencapai sekitar 87 %. Sedangkan efisiensi penghilangan BOD setelah zona aerob atau efisensi total mencapai 94 %. Grafik penghilangan BOD di dalam air limbah pencucian jean dengan menggunakan 114

115 kombinasi proses pengendapan kimia dan proses biofilter dapat dilihat seperti pada Tabel III.25 dab Gambar III.16. Penghilangan TSS Konsentrasi TSS di dalam air limbah berkisar antara mg/l. Pada percobaan tiga hari pertama tanpa tanpa penambahan ferosulfat efisisensi penghilangan pada bak pengendapan hanya mencapai 44 %, dan setelah penambahan ferosulfat sebesar 400 mg/l efisiensi penghilangan TSS di dalam Bak pengendapan kimia dapat mencapai sekitar 72 %. Setelah kondisi stabil efisensi penghilangan TSS kumulatif mulai bak pengendapan kimia sampai zona anoksik mencapai sekitar 88 %. Sedangkan efisiensi penghilangan TSS setelah zona aerob atau efisensi total mencapai 94 %. Hasil selengkapnya terlihat seperti pada Tabel III.26 dan Gambar III.17. Penghilangan Warna Konsentrasi Warna di dalam air limbah berkisar antara skala pt-co. Pada percobaan tiga hari pertama tanpa tanpa penambahan ferosulfat efisisensi penghilangan pada bak pengendapan hanya mencapai 46 %, dan setelah penambahan ferosulfat sebesar 400 mg/l efisiensi penghilangan Warna di dalam Bak pengendapan kimia dapat mencapai sekitar 75 %. Setelah kondisi stabil efisensi penghilangan Warna kumulatif mulai bak pengendapan kimia sampai zona anoksik mencapai sekitar 90 %. Sedangkan 115

116 efisiensi penghilangan Warna setelah zona aerob atau efisensi total mencapai 95 %. Hasil selengkapnya terlihat seperti pada Tabel III.27 dan Gambar III.18. Dari hasil percobaan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dengan kombinasi proses pengendapan dengan penambahan ferro sulfat dengan proses biofilter dapat digunakan untuk pengolahan air limbah pencucian jean atau industri kecil tekstil dengan baik, khususnya dapat menurunkan polutan senywa organik, zat padat tersuspensi serta dapat menghilangkan warna dengan sangat efektif. Temperatur selama pengoperasian biofilter dengan media sarang tawon ini adalah berkisar antara 27 o C 29 o C. Dengan demikian jenis mikroba yang bekerja di ph selama penelitian ini berada pada kisaran 6,5-8. Jenis mikroorganisme yang paling baik untuk menyisihkan kandungan organik adalah bakteri dan bakteri akan tumbuh dengan baik pada kisaran ph 7-8 (Flathman, 1994). Dalam penelitian ini juga dilakukan sirkulasi yaitu dari bak efluen (pengendapan akhir) disirkulasi kembali ke bak pengendapan awal dengan rasio resirkulasi 1:1. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan beban hidrolik dan juga meningkatkan mengurangi nilai BOD karena terjadi peningkatan DO. Selain itu percampuran influen baku dengan sirkulasi efluen dapat menghilangkan masalah BOD over load dan kekurangan DO (Rittmann & Mc Carty, 2001). 116

117 Tabel III. 24 : Penghilangan COD di dalam Air limbah pencucian jean dengan kombinasi proses Kimia dan proses biofilter. Waktu tinggal Di dalam Biofilter 1 hari (24 jam) dengan Ferro Sulfat 400 ppm Tanggal Efluen Bak Efisiensi Efluen Efisiensi Efluen Aerob Efisiensi Hari ke- Influen Kimia Bak Kimia Anoksik Anoksik (total) Total mg/l mg/l % mg/l % mg/l % 27-Mei , , , Mei , , , Mei , , , Mei , , , Mei , , , Jun , , , Jun , , , Jun , , , Jun , , , Jun , , , Jun , , ,688 Keterangan : Pada 3 hari pertama pengoperasian belum ditambahkan Ferro Sulfat, tetapi telah dilewatkan bak pembubuhan yang berbentuk buffle channel. 117

118 Grafik Efisiensi Penghilangan COD dgn penambahan FeSO4 400 ppm , ,0 Konsentrasi COD (mg/ltr) Tanpa FeSO4 80,0 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 Efisiensi Penghilangan COD(%) ,0 Waktu Operasi (Hari) Influen bak kimia Efluen anoksik Efisiensi bak kimia Efisiensi total reaktor Efluen bak kimia Efluen reaktor Efisiensi anoksik Gambar III.15 : Penghilangan COD di dalam Air limbah pencucian jean dengan kombinasi proses Kimia dan proses biofilter. Waktu tinggal Di dalam Biofilter 1 hari (24 jam) dengan penambahan Ferro Sulfat 400 pp 118

119 Tabel III.25 : Penghilangan BOD di dalam Air limbah pencucian jean dengan kombinasi proses Kimia dan proses biofilter. Waktu tinggal Di dalam Biofilter 1 hari (24 jam) dengan Ferro Sulfat 400 ppm Efluen Bak Efisiensi Bak Efluen Efisiensi Efluen Aerob Efisiensi Tanggal Hari ke- Influen Kimia Kimia Anoksik Anoksik (total) Total mg/l mg/l % mg/l % mg/l % 27-Mei , , ,5 28-Mei , , ,6 29-Mei , , ,6 30-Mei , , ,1 31-Mei , , ,0 01-Jun , , ,1 02-Jun , , ,2 03-Jun , , ,1 04-Jun , , ,0 05-Jun , , ,0 Keterangan: Pada 3 hari pertama pengoperasian belum ditambahkan Ferro Sulfat, tetapi telah dilewatkan bak pembubuhan yang berbentu buffle channel 119

120 ,0 Konsentrasi BOD (mg/ltr) Tanpa FeSO4 90,0 80,0 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 Efisiensi Penghilangan BOD (%) ,0 Waktu Operasi (Hari) Influen bak kimia Efluen anoksik Efisiensi Bak Kimia Efisiensi Total Efluen bak kimia Efluen reaktor Efisiensi anoksik Gambar III.16 : Grafik Penghilangan BOD di dalam Air limbah pencucian jean dengan kombinasi proses Kimia dan proses biofilter. Waktu tinggal Di dalam Biofilter 1 hari (24 jam) dengan penambahan Ferro Sulfat 400 ppm 120

121

122 Tabel III.26 : Penghilangan TSS di dalam Air limbah pencucian jean dengan kombinasi proses Kimia dan proses biofilter. Waktu tinggal Di dalam Biofilter 1 hari (24 jam) dengan Ferro Sulfat 400 ppm Efluen Bak Efisiensi Bak Efluen Efisiensi Efluen Aerob Tanggal Hari ke- Influen Kimia Kimia Anoksik Anoksik (total) mg/l mg/l % mg/l % mg/l 27-Mei , , Mei , , Mei , , Mei , , Mei , , Jun , , Jun , , Jun , , Jun , , Jun , , Jun , ,8 34 Keterangan : Pada 3 hari pertama pengoperasian belum ditambahkan Ferro Sulfat, tetapi telah dilewatkan bak pembubuhan yang berbentuk buffle channel. 122

123 Grafik Penghilangan TSS di dalam Air limbah pencucian jean dengan kombinasi proses Kimia dan proses biofilter. Konsentrasi TSS (mg/l) Tanpa Influen bak kimia Efluen anoksik Efisiensi bak kimia Efisiensi total reaktor Waktu Operasi (Hari) 100,0 90,0 80,0 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0 Efluen bak kimia Efluen aerob Efisiensi anoksik Efisiensi Penghilangan TSS (%) Gambar III.17 : Grafik Penghilangan TSS di dalam Air limbah pencucian jean dengan kombinasi proses Kimia dan proses biofilter. Waktu tinggal Di dalam Biofilter 1 hari (24 jam) dengan penambahan Ferro Sulfat 400 ppm 123

124 Tabel III.27 : Penghilangan Warna di dalam Air limbah pencucian jean dengan kombinasi proses Kimia dan proses biofilter. Waktu tinggal Di dalam Biofilter 1 hari (24 jam) dengan Ferro Sulfat 400 ppm Tanggal Hari ke- Influen Efluen Bak Kimia Efisiensi Bak Kimia Efluen Anoksik Efisiensi Anoksik Efluen Aerob (total) Efisiensi Total Pt.Co Pt.Co % Pt.Co % Pt.Co % 27-Mei , , ,3 28-Mei , , ,5 29-Mei , , ,3 30-Mei , , ,3 31-Mei , , ,4 01-Jun , , ,2 02-Jun , , ,4 03-Jun , , ,5 04-Jun , , ,5 05-Jun , , ,3 06-Jun , , ,3 Keterangan : Pada 3 hari pertama pengoperasian belum ditambahkan Ferro Sulfat, tetapi telah dilewatkan bak pembubuhan yang berbentuk buffle channel 124

125 Grafik Penghilangan Warna di dalam Air limbah pencucian jean dengan kombinasi proses Kimia dan proses biofilter Konsentrasi Warna (Pt.Co) Tanpa FeSO ,0 90,0 80,0 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0 Efisiensi Penghilangan Warna (%) Waktu Operasi (Hari) Influen bak kimia Efluen anoksik Efisiensi bak kimia Efisiensi total reaktor Efluen bak kimia Efluen aerob Efisiensi anoksik Gambar III.18 : Grafik Penghilangan Warna di dalam Air limbah pencucian jean dengan kombinasi proses Kimia dan proses biofilter. Waktu tinggal Di dalam Biofilter 1 hari (24 jam) dengan penambahan Ferro Sulfat 400 ppm 125

126 III Identifikasi Mikroorganisme Identifikasi mikroorganisme yang berperan dalam bioreaktor aerob bermedia sarang tawon ini dilakukan untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang berperan dalam proses penghilangan bahanbahan pencemar selama pengoperasian. Identifikasi dilakukan pada Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Univesitas Trisakti. Hasil identifikasi dapat dilihat pada Tabel III.28. Tabel II.28 : Identifikasi Mikroorganisme No Mikroorganisme 1 Eschericia Coli 2 Basilus Subtilis 3 Serratia Marcescens Pseudomonas Aeruginosa Sumber : Hasil penelitian Lab. Mikrobiologi, FK-TRISAKTI Dari hasil identifikasi mikroorganisme tersebut, ternyata mikroorganisme yang terdapat pada media sesuai dengan yang ditulis Metcalf & Eddy (1991), yaitu pada pertumbuhan melekat (attached growth) bakteri yang paling umum terdapat pada media antara lain adalah Pseudomonas dan Eschericia Coli. Menurut Handajani (1996), mikroorganisme yang dominan terdapat dalam air limbah tekstil dan mampu mendegradasi warna dan zat organik 126

127 antara lain adalah Pseudomonas aeruginosa. Sedangkan Rohaeni (1997) mengutip dari Idaka (1978), mikroorganisme yang mampu menyisihkan warna anatara lain adalah Bacillus subtilis III.4 KESIMPULAN Berdasarkan hasil percobaan tersebut diatas dapat disimpuklan bahwa : Proses biofilter menggunakan media plastik sarang tawon dapat digunakan untuk mengolahan air limbah pencucian dan pewarnaan jeans dengan hasil yang baik. Efisiensi penghilangan polutan dipengaruhi oleh waktu tinggal hidrolis di dalam reaktor atau beban pengolahan (beban organik). Semakin lama waktu tinggal hidrolis (WTH) di dalam reaktor biofilter atau semakin besar beban pengolagan (loading) efisiensi penghilangan semakin kecil. Pengolahan air limbah industri pencucian jean dengan proses biofilter anaerob-aerob menggunakan media plastik sarang tawon dengan kondisi waktu tinggal 1-3 hari di dapatkan efisensi penghilangan COD, BOD, SS dan Warna masing-masing yakni : COD %, BOD %, total zat padat tersuspensi (TSS) %, dan Warna %. Makin kecil waktu tinggal di dalam reaktor biofilter efisiensi penghilangan juga semakain kecil. 127

128 Hubungan antara beban BOD (BOD Loading) dengan efisiensi penghilangan menjunjukkan hubungan linier yang dengan persamaan Y = - 2,5945 X + 95,005 dengan niliai Regresi R = 0,97068 dimana Y adalah efisiensi penghilangan BOD (%), dan X adalah beban BOD (kg- BOD/m 3 -reaktor.hari) Dengan menggunakan kombinasi proses pengendapan kimia dengan penambahan ferosulfat 400 mg/l dan proses biofilter anaerobaerob dengan waktu tinggal 24 jam didapatkan efisiensi total penghilangan polutan yang lebih baik yakni masing-masing untuk COD 92 %, BOD 94 %, TSS 94 % dan Warna 95 %. Dari hasil identifikasi, mikroorganisme yang berperan dalam proses biofilter anaerob-aerob antara lain yakni Eschericia Coli, Basilus Subtilis, Serratia Marcescens dan Pseudomonas Aeruginosa. 128

129 BAB IV PILOT PLANT PENGOLAHAN AIR LIMBAH PENCUCIAN JEAN MENGGUNAKAN KOMBINASI PROSES PENGENDAPAN KIMIA DENGAN PROSES BIOFILTER TERCELUP ANAEROB-AEROB 129

130 IV.1 Rancang Bangun IPAL IV.1.1 Proses Pengolahan Air limbah yang berasal dari limbah ipencucian jean serta limbah domestik dialirkan melalui saluran terbuka yang dilengkapi dengan bak pemisah pasir, dan selanjutnya air limbah dialirkan ke bak penampung yang berfungsi sebagai bak ekualisasi. Bak ekualisasi ini dilengkapi dengan saringan kasar dan saringan halus pada bagian inletnya, yang berfungsi untuk menyaring kotoran padat yang ikut di dalam air limbah. Dari bak ekualisasi, air limbah dipompa ke bak pengendapan kimia sambil diinjeksi dengan bahan koagulan ferosulfat. Efluen limbah dari bak pengendapan kimia selanjutnya dialirkan secara gravitasi ke reaktor biofilter anerob, selaqnjutna efluen dari reaktor biofilter anaerob dialirkan ke reaktor biofilter anaerob-aerob yang terdiri dari bak pengendapan awal, biofilter zona anaerob, biofilter zona aerob dan bak pengendapan akhir. Efluen dari biofilter anerob pertama masuk ke bak pengendapan awal, dan dari bak pengendapan awal air limbah dialirkan ke biofilter zona anaerob dengan arah aliran dari atas ke bawah, dan dari bawah ke atas. Di dalam bak biofilter anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan plastik tipe sarang tawon. Jumlah bak kontaktor anaerob terdiri dari dua buah ruangan. Penguraian zat-zat organik yang ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau facultatif aerobik. Setelah beberapa 130

131 hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikro-organisme. Mikroorganisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap Air limpasan dari bak biofilter anaerob dialirkan ke bak biofilter aerob. Di dalam bak biofilter aerob ini diisi dengan media dari bahan pasltik tipe rarang tawon, sambil diaerasi atau dihembus dengan udara sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada permukaan media. Dengan demikian air limbah akan kontak dengan mikro-orgainisme yang tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada permukaan media yang mana hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, deterjen serta mempercepat proses nitrifikasi, sehingga efisiensi penghilangan ammonia menjadi lebih besar. Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa mikro-organisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air limpasan (over flow) dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa khlor untuk membunuh micro-organisme patogen. Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum. 131

132 Dengan menggunakan kombinasi proses pengendapan kimia dengan proses biofilter anaerob dan aerob tersebut selain dapat menurunkan zat organik (BOD, COD), ammonia, deterjen, padatan tersuspensi (SS), phospat dan lainnya. Diagram proses pengolahan air limbah pencucian jean menggunakan kombinasi proses pengendapan kimia dengan biofilter anaerob-aerob dan skenario penurunan konsentrasi BOD dapat dilihat pada Gambar IV.1, sedangankan Diagram proses biofilter anaerob-aerob dan skenario penurunan konsentrasi BOD dapat dilihat pada Gambar IV.2. IV.1.2 Keunggulan Proses Proses dengan Biofilter Anaerob-Aerob ini mempunyai beberapa keuntungan yakni : Adanya air buangan yang melalui media kerikil yang terdapat pada biofilter mengakibatkan timbulnya lapisan lendir yang menyelimuti kerikil atau yang disebut juga biological film. Air limbah yang masih mengandung zat organik yang belum teruraikan pada bak pengendap bila melalui lapisan lendir ini akan mengalami proses penguraian secara biologis. Efisiensi biofilter tergantung dari luas kontak antara air limbah dengan mikro-organisme yang menempel pada permukaan media filter tersebut. Makin luas bidang kontaknya maka 132

133 Biofilter juga berfungsi sebagai media penyaring air limbah yang melalui media ini. Sebagai akibatnya, air limbah yang mengandung suspended solids dan bakteri E.coli setelah melalui filter ini akan berkurang konsentrasinya. Efesiensi penyaringan akan sangat besar karena dengan adanya biofilter up flow yakni penyaringan dengan sistem aliran dari bawah ke atas akan mengurangi kecepatan partikel yang terdapat pada air buangan dan partikel yang tidak terbawa aliran ke atas akan mengendapkan di dasar bak filter. Sistem biofilter anaerob-aerb ini sangat sederhana, operasinya mudah dan tanpa memakai bahan kimia serta tanpa membutuhkan energi. Poses ini cocok digunakan untuk mengolah air limbah dengan kapasitas yang tidak terlalu besar. 133

134 134 Gambar IV.1: Diagram proses pengolahan air limbah pencucian jean menggunakan kombinasi proses pengendapan kimia dengan biofilter anaerob-aerob dan skenario penurunan konsentrasi BOD.

135 Gambar IV.2 : Diagram proses biofilter anaerob-aerob dan skenario penurunan konsentrasi BOD. 135

136 Dengan kombinasi proses Anaerob-Aerob, efisiensi penghilangan senyawa phospor menjadi lebih besar bila dibandingankan dengan proses anaerob atau proses aerob saja. Selama berada pada kondisi anaerob, senyawa phospor anorganik yang ada dalam sel-sel mikrooragnisme akan keluar sebagai akibat hidrolosa senyawa phospor. Sedangkan energi yang dihasilkan digunakan untuk menyerap BOD (senyawa organik) yang ada di dalam air limbah. Selama berada pada kondisi aerob, senyawa phospor terlarut akan diserap oleh bakteria atau mikroorganisme dan akan sintesa menjadi polyphospat dengan menggunakan energi yang dihasilkan oleh proses oksidasi senyawa organik (BOD). Dengan demikian dengan kombinasi proses anaerob-aerob dapat menghilangkan BOD maupun phospor dengan baik. Proses ini dapat digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban organik yang cukup besar. Pengelolaannya sangat mudah. Biaya operasinya rendah. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif, Lumpur yang dihasilkan relatif sedikit. Dapat menghilangkan nitrogen dan phospor yang dapat menyebabkan euthropikasi. Suplai udara untuk aerasi relatif kecil. Dapat digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang cukup besar. 136

137 Dapat menghilangan padatan tersuspensi (SS) dengan baik. IV.1.3 Rancang Bangun dan Spesifikasi Teknis IPAL Kkapasitas 20 m 3 per hari IV.1.3.A Perhitungan Teknis Dalam desain unit pengolahan limbah tekstil kapasitas individual ini ada beberapa kriteria desain yang ditetapkan, dengan mempertimbang kondisi air baku (campuran dengan domestik waste) dan kualitas air keluaran yang ditetapkan adalah sebagai berikut : Kapasitas Pengolahan : 20 m3/hari Influent BOD : 1500 mg/l Effluent BOD : < 50 mg/l Effluent SS : < 50 ppm Efisiensi pengolahan : % 1. Bak Ekualisasi Debit Air Limbah = 20 m 3 /hari = 835 lt/jam = 0,835 m 3 /jam 137

138 Konsentrasi BOD din dalam air limbah = 1500 mg/l Waktu Tinggal = 10 Jam Volume Efektif = 10/24 x 20 m 3 = 8,34 m 3 Dimensi : Lebar : 1,5 m Panjang : 4 m Kedalaman : 1,38 m ----> dibulatkan 1,5m Tinggi Ruang Bebas : 0,5 m Jadi : Dimensi Bak ekualisasi = 1,5 m x 4 m x 2 m Disain bak dapat dilihat seperti pada Gambar IV Bak Pengendapan Kimia Tipe Bak Pengendap adalah Pengendapan dengan papan miring. Efisiensi Penurunan BOD = 45 % Konsentrasi BOD Masuk = 1500 mg/l Konsentrasi BOD Keluar = 825 mg/l Waktu tinggal di dalam bak = 6 jam Volume Efektif = 5 m 3 Dimensi Bak : Lebar : 1,5 m Panjang : 2,5 m Kedalaman : 1,3 m Tinggi ruang bebas : 0.2 m Dimensi Bak : 1,5 m x2,5 m x1,5 m Disain bak dapat dilihat seperti pada Gambar IV

139 Kebutuhan Bahan Kimia (Koagulan) Bahan kimia yang digunakan : ferosulfat (FeSO 4.n H 2 O) Tipe : butiran (granular) Dosis Ferosulfat = 400 mg/l Debit Limbah = 20 m 3 /hari. Laju alir pompa dosing = liter/jam = 0,24 0,36 m 3 /hari Untuk menentukan konsentrasi Ferosulfat di dalam larutan Ferosulfat (larutan koagulan) dapat dihitung berdasarkan ilustrasi sepeti pada Gambar IV.. Berdasarkan ilustrasi tersebut di dapatkan persamaan : Q1 x C1 + Q2 x C2 = Q3 x C > dimana : Q1 = Debit air limbah (m 3 /hari) C1 = Konsentrasi ferosulfat awal di dalam air Limbah Q2 = Laju alir larutan ferosulfat yang diinjeksikan ke dalam air limbah (m 3 /hari) C2 = Konsentrasi ferosulfat di dalam larutan (gr/m 3 ) Q3 = Laju alir total (m 3 ) C3 = Konsentrasi ferosulfat yang diharapkan (400 gr//m 3 ) 139

140 Gambar IV. ferosulfat. : Ilustrasi perhitungan injeksi Q1 = 20 m 3 /hari Ci = 0 Q2 = 0,24 m 3 /hari C2 = belum diketahui Q3 = 20,24 m 3 /hari C3 = 400 gr/m 3 Jadi : 20,24 X 400 C2 = gr/m 3 = gr/m 3 0,24 Dengan demikian untuk mendapatkan konsentrasi injeksi ferosulfat sebesar 400 mg/l dilakukan dengan cara menginjeksikan larutan ferosulfat 140

141 dengan konsentrasi mg/l ke dalam air limbah dengan laju injeksi 0,24 m 3 /hari atau 10 liter/jam. Untuk membuat larutan ferosulfat dengan konsentrasi gr/m 3 dilakukan dengan cara melarutkan gr ferosulfat ke dalam 200 liter air. 3. Bak Biofilter Anaerob Debit Air Limbah = 20 m 3 /hari = 835 lt/jam = 0,835 m 3 /jam Efisiensi Penurunan BOD = 70 % Konsentrasi BOD Masuk = 825 mg/l Konsentrasi BOD Keluar = 330 mg/l Berdasarkan percobaan seperti pada Bab III, Gambar III. 12, unntuk beban BOD Volumetrik 1-4 kg/m 3 -reaktor.hari didapatkan efisiensi penghilangan BOD %. Ditetapkan : Beban BOD volumetrik 3,5 kg-bod/m 3.hari. Jumlah BOD masuk Reaktor = 20 m 3 /hari x 825 gr/m 3 = gr-bod/hari =16,5 kg-bod/hari. 16,5 kg-bod/hari Volume Efektif Reaktor = = 3,5 kg-bod/m 3.hari = 4,7 m 3 141

142 Dimensi Reaktor Biofilter Anaerobik : Lebar : 1,5 m Panjang : 1,5 m Kedalaman air : 2,0 m Tinggi ruang bebas : 0,3 m Reaktor Biofilter Anaerobik tersebut diisi dengan media dari bahan plastik tipe sarang tawon. Ratio volume media dengan volume efektif Reaktor adalah 0,6. Volume media = 0,6 x 4,7 m 3 = 2,82 m 3 Beban BOD per volume media = = 5,85 kg-bod/m 3.hari. 16,5 kg-bod/hari 2,82 m 3 Chek : Untuk standar High Rate Trickiling Filter beban BOD berkisar antara 0,4 4,7 kg- BOD/m 3.hari dengan efisiensi pengolahan sekitar 80 %. Disain Reaktor Biofilter Anaerob dapat dilihat seperti pada Gambar IV Bak Biofilter Anaerob-Aerob (Pengolahan Lanjut) 142

143 Diagram proses biofilter anaerob-aerob dan skenario penurunan konsentrasi BOD di dalam reaktor dapat dilihat seperti pada Gambar IV.2. Reaktor terdiri dari beberapa bagian yakni : bak pengendapan awal, bak biofilter anaerob, bak biofilter aerob dan bak pengendapan akhir. Gambar IV.2 : Diagram proses biofilter anaerob-aerob dan skenario penurunan konsentrasi BOD a. Ruang Pengendapan Awal Debit Air Limbah = 0,835 m 3 /jam = 20 m 3 /hari = 835 lt/jam Waktu Tinggal = 1,4 Jam Efisiensi Penurunan BOD = 25 % Konsentrasi BOD Masuk = 330 mg/l Konsentrasi BOD Keluar = 250 mg/l 143

144 Volume Efektif = 1,4/24 x 20 m 3 = 1,18 m 3 Dibulatkan menjadi 1,2 m 3 Dimensi Bak : Lebar : 1 m Panjang : 0,6 m Kedalaman air : 2 m Tinggi ruang bebas : 0,1 m Chek Waktu Tinggal rata-rata = 1,44 Jam Beban permukaan (surface loading) rata-rata = 20 m 3 /hari = = 33 m3/m2.hari (0,6 x 1) m 2 Standar JWWA : Beban permukaan = m3/m2.hari. (JWWA) b. Bak Biofilter Anaerob (Zona Pengolahan lanjut anoksik ) Debit Air Limbah = 20 m 3 /hari = 835 lt/jam = 0,835 m 3 /jam Konsentrasi BOD Masuk = 250 mg/l Konsentrasi BOD Keluar = 100 mg/l Efisiensi Penurunan BOD = 60 % Jumlah BOD masuk Reaktor = 20 m 3 /hari x 250 gr/m 3 144

145 = 5000 gr-bod/hari = 5 kg-bod/hari. Ditetapkan : Beban BOD volumetrik 2,0 kg- BOD/m 3.hari. 5 kg-bod/hari Volume Efektif Reaktor = = 2,0 kg-bod/m 3.hari = 2,5 m 3 Dimensi Bak : 1 m X 1,2 m X 2 m Lebar : 1 m Panjang : 0,6 m Kedalaman air : 2 m Tinggi ruang bebas : 0,1 m Di bagi menjadi dua ruangan yakni masing-masing dengan ukuran ; Lebar : 1 m Panjang : 0,6 m Kedalaman air : 2 m Tinggi ruang bebas : 0,1 m Waktu Tinggal Total = 3 Jam Tiap-tiap ruang diisi dengan media biofiloter dati bahan plastik tipe sarang tawon. Ratio volume media terhadap volume reaktor = 0,7 Volume media yang diperlukan = 0,7 x 2,5 m 3 = 1,75 m 3 145

146 5 kg-bod/hari Beban BOD per volume media = = 1,75 m 3 = 2,85 kg-bod/m 3.hari. Chek : Untuk standar High Rate Trickiling Filter beban BOD berkisar antara 0,4 4,7 kg- BOD/m 3.hari dengan efisiensi pengolahan sekitar 80 %. c. Bak Biofilter Aerob (Zona Pengolahan lanjut Aerob) Debit Air Limbah = 20 m 3 /hari = 835 lt/jam = 0,835 m 3 /jam Konsentrasi BOD Masuk = 100 mg/l Konsentrasi BOD Keluar = 50 mg/l Efisiensi Penurunan BOD = 50 % Jumlah BOD masuk Reaktor = = 20 m 3 /hari x 100 gr/m 3 = 2000 gr-bod/hari = 2 kg-bod/hari. BOD yang dihilangkan = 0,5 x 2 kg-bod/hari = = 1,0 kg-bod/hari Ditetapkan : Beban BOD volumetrik 1,7 kg- BOD/m 3.hari. 146

147 2 kg-bod/hari Volume Efektif Reaktor = = 1,7 kg-bod/m 3.hari = 1,2 m 3 Dimensi Bak : 1 m X 1,2 m X 2 m Lebar : 1 m Panjang : 0,6 m Kedalaman air : 2 m Tinggi ruang bebas : 0,1 m Waktu Tinggal = 1,5 Jam Reaktor diisi dengan media biofiloter dari bahan plastik tipe sarang tawon. Ratio volume media terhadap volume reaktor = 0,7 Volume media yang diperlukan = 0,7 x 1,2 m 3 = 0,84 m 3 2 kg-bod/hari Beban BOD per volume media = = 0,84 m 3 = 2,38 kg-bod/m 3.hari. kebutuhan Oksigen (udara) : Kebutuhan oksigen di dalam reaktor biofilter aerob sebanding dengan jumlah BOD yang dihilangkan. Kebutuhan teoritis = Jumlah BOD yang dihilangkan 147

148 = 1,0 kg/hari. Faktor keamanan ditetapkan + 1, > Kebutuhan Oksigen Teoritis = 1,4 kg/hari. = 1,4 x 1,0 kg/ hari Temperatur udara rata-rata = 28 o C Berat Udara pada suhu 28 o C = 1,1725 kg/m 3. Di asumsikan jumlah oksigen didalam udara 23,2 %. Jumlah Kebutuhan Udara teoritis = = 1,4 kg/hari 1,1725 kg/m 3 x 0,232 g O 2 /g Udara = 5,15 m 3 /hari. Efisiensi Difuser = 1 % (tipe pipa berlubang) 5,15 m 3 /hari Kebutuhan Udara Aktual = = 0,01 = 515 m 3 /hari = 0,330 m 3 /menit. = 330 liter per menit. Chek : Ratio Volume Udara /Volume Air Limbah = 25,75 148

149 Blower Udara Yang diperlukan : Spesifikasi Blower : Kapasitas Blower Head Jumlah Tipe blower Listrik = 500 liter/menit = 2800 mm-aqua = 1 unit = HIBLOW = 60 watt, 220 volt. d. Ruangan Pengendapan Akhir Debit Air Limbah = 20 m 3 /hari = 835 lt/jam = 0,835 m 3 /jam Waktu Tinggal = 1,4 Jam Volume Efektif = 1,4/24 x 20 m 3 = 1,18 m 3 dibulatkan 1,2 m 3 Dimensi = 1 m X 0,6 m X 2 m Konsentrasi BOD Masuk = 50 mg/l Konsentrasi BOD Keluar = 50 mg/l Chek Waktu Tinggal rata-rata = 1,44 Jam Beban permukaan (surface loading) rata-rata = 20 m 3 /hari = = 33 m3/m2.hari (0,6 x 1) m 2 Standar JWWA : 149

150 Beban permukaan = m3/m2.hari. (JWWA) IV.1.3.B Spesifikasi Teknis Dari hasil perhintungan di atas ditentukan spesifikasi teknis bangunan IPAL serta peralatan pendukung sebagai berikut : 1. Bak Penampung Air Limbah Dimensi : 150 cm X 400 cm X 200 cm Bahan : Beton semen cor Volume Efektif : 10 M3 Lebar : 1,5 m Panjang : 4 m Kedalaman : 1,5m Tinggi Ruang Bebas : 0,5 m Waktu Tinggal : 10 jam 2. Bak Pengedapan dengan Bahan Kimia Dimensi : 150 cm X 250 cm X 150 cm Lebar : 1,5 m Panjang : 2,5 m Kedalaman : 1,3 m Tinggi ruang bebas : 0.2 m Bahan Volume Efektif : Fiber glass : 5 M3 150

151 Total Retention Time : 4 jam 3. Unit Reaktor Biofiloter Anaerob Dimensi : 150 cm X 150 cm X 230 cm Bahan : Fiber glass Volume Efektif : 4,5 M3 Total Retention Time : 5 jam Tipe media biofilter : Sarang tawon, Bahan : PVC Volume Media : 2,8 m 3 4. Unit Reaktor Biofilter Anaerob-Aerob Dimensi : 100 cm X 310 cm X 225 cm Bahan : Fiber glass Volume Efektif : 6 M3 Total Retention Time : 7,2 jam Tipe media biofilter : Sarang tawon Bahan : PVC Volume Media biofilter: 2,7 M3 5. Media Pembiakan Mikroba Material Ketebalan Luas Kontak Spsesifik Diameter lubang Warna Berat Spesifik : PVC sheet : 0,15 0,23 mm : m2/m3 : 2 cm x 2 cm : bening transparan : kg/m3 151

152 Porositas Rongga : 0,98 4. Blower Udara Tipe Listrik Head Q udara Jumlah : Hi Blow : 60 watt, 220 volt. : 2 m air : 500 liter/menit : 1unit 5. Pompa Air Baku Tipe Kapasitas Listrik Total Head Jumlah :Submersible Pump : 20 liter/menit : 250 watt, 220 volt : 8 meter : 1 unit 6. Pompa Sirkulasi Tipe Kapasitas Listrik Total Head 7. Bak Kontrol Dimensi bahan Jumlah : Submersible Pump : 10 liter/menit : 60 watt : 6 meter : 50 cm x 50 cm x 50 cm : bata-semen : 1 unit. 8. Pompa Dosing 152

153 Tipe : Pulsa Feeder 150/100 Tekanan : 7 Bar Kapasitas : 15 liter per jam Jumlah : 1 unit 9. Chemical Tank Volume Bahan Perlenkapan Listrik : 200 liter : Polyethylene : Motor Pengaduk : 200 watt, 220 volt 153

154 154 Gambar IV.3 : BAK EKUALISASI IPAL PENCUCIAN JEAN (VOL. 8 M3) Dimensi : 1 m x 4 m X 2 m

155 Gambar IV.4.A : BAK KOAGULASI DENGAN BAHAN KIMIA (Potongan Melintang) 155

156 156 Gambar IV.4.B : BAK KOAGULASI DENGAN BAHAN KIMIA (Tampak Atas)

157 Gambar IV.5.A : Reaktor Biofilter Anaerob 157

158 158 Gambar IV.5.B : Reaktor Biofilter Anaerob

159 Gambar IV.6 : Reaktor Biofilter Anaerob-Aerob (Reaktor Pengolahan Lanjut). 159

160 160 Gambar IV.7 : Diagram proses pengolahan air limbah pencucian jean dengan menggunakan kombinasi proses pengendapan kimia dengan proses biofilter anaerob-aerob.

161 Gambar IV.8 : TATA LETAK PERALATAN IPAL 161

162 IV.2 Peralatan IPAL Peralatan utama IPAL industri kecil tekstil yang digunakan untuk pembangunan pilot plant terdiri dari bak pengendapan kimia, reaktor biofilter anaerob, reaktor biofilter aerob, pompa air baku limbah, pompa dosing bahan kimia, tangki bahan kimia, blower udara serta media biofilter tipe sarang tawon. Foto peralatan dapat dilihat seperti pada gambar berikut. 1. Bak Pengendapan Dengan Bahan Kimia Gambar IV.9.a : Bak Pengendapan kimia (dilihat dari samping) 162

163 Gambar IV.9.b : Bak Pengendapan kimia (dilihat dari depan) Gambar IV.9.c : Bak Pengendapan kimia (dilihat dari atas) 163

164 2. Bak Reaktor Anaerob Gambar IV.10 : Reaktor Bofilter Anaerob 3. Bak Reaktor Aerob Gambar IV.11.a : Reaktor Bofilter Aerob (dilihat dari samping) 164

165 Gambar IV.11.b : Reaktor Bofilter Aerob (dilihat dari depan) 4. Pompa Air Limbah Gambar IV.12 : Pompa Air Limbah 165

166 5. Blower Udara Gambar IV.13 : Blower Udara 6. Media Pembiakan Mikroba (Plastik Sarang Tawon) Gambar IV.14 : Media Biofilter darai bahan palstik tipe sarang tawon 166

167 7. Pompa Dising 8. Chemical Tank Gambar IV.15 : Pompa Dosing Gambar IV.16 : Tangki Bahan Kimia 167

168 IV.3 Pembangunan dan pemasangan IPAL Proses pembangunan dan pamasanganipal dapat dilihat seperti pada gambar dibawah ini. Gambar 17: Pembuatan Bak Ekualisasi 168

169 Gambar 18: Bak Ekualisasi 169

170 Gambar 19 : Pilot Plant IPAL industri pencucian jean kapasitas m 3 per har 170

171 Gambar 20: Bak Pengendapan Kimia 171

172 Gambar 21: Pemasangan Media biofilter di dalam Reaktor Biofiloter Anaerob dan Reaktor Biofilter Anaerob-Aerob (Raktor Pengolahan Lanjut) 172

173 Gambar 22 : IPAL Tekstil Kapasitas M3 per hari yang telah terpasang 173

BAB II SURVAI POTENSI AIR LIMBAH INDUSTRI KECIL PENCUCIAN JEAN DI KELURAHAN SUKABUMI SELATAN KECAMATAN KEBON JERUK JAKARTA BARAT

BAB II SURVAI POTENSI AIR LIMBAH INDUSTRI KECIL PENCUCIAN JEAN DI KELURAHAN SUKABUMI SELATAN KECAMATAN KEBON JERUK JAKARTA BARAT BAB II SURVAI POTENSI AIR LIMBAH INDUSTRI KECIL PENCUCIAN JEAN DI KELURAHAN SUKABUMI SELATAN KECAMATAN KEBON JERUK JAKARTA BARAT II. Diskripsi Umum Kelurahan Sukabumi Selatan termasuk dalam Kecamatan Kebon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masalah pencemaran lingkungan di kota besar, khususnya Jakarta telah menunjukkan gejala yang cukup serius, khususnya masalah pencemaran air.

Lebih terperinci

BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK

BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK 52 3.1 Karakteristik Air Limbah Domestik Air limbah perkotaan adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses seluruh kegiatan yang meliputi limbah

Lebih terperinci

BAB 5 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES FILM MIKROBIOLOGIS (BIOFILM)

BAB 5 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES FILM MIKROBIOLOGIS (BIOFILM) BAB 5 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES FILM MIKROBIOLOGIS (BIOFILM) 90 5.1 Klasifikasi Proses Film Mikrobiologis (Biofilm) Proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilm atau biofilter secara garis

Lebih terperinci

Pusat Teknologi Lingkungan, (PTL) BPPT 1

Pusat Teknologi Lingkungan, (PTL) BPPT 1 Bab i pendahuluan Masalah pencemaran lingkungan oleh air limbah saat ini sudah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan seperti halnya di DKI Jakarta. Beban polutan organik yang dibuang ke badan sungai atau

Lebih terperinci

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA 2. 1 Pengumpulan Air Limbah Air limbah gedung PT. Sophie Paris Indonesia adalah air limbah domestik karyawan yang berasal dari toilet,

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN AIR LIMBAH PENCUCIAN JEAN DENGAN PROSES BIOFILTER TERCELUP ANAEROB-AEROB UJI COBA SKALA LABORATORIUM

BAB III PENGOLAHAN AIR LIMBAH PENCUCIAN JEAN DENGAN PROSES BIOFILTER TERCELUP ANAEROB-AEROB UJI COBA SKALA LABORATORIUM BAB III PENGOLAHAN AIR LIMBAH PENCUCIAN JEAN DENGAN PROSES BIOFILTER TERCELUP ANAEROB-AEROB UJI COBA SKALA LABORATORIUM 37 III.1 Proses Pengolahan Air Limbah Secara Biologis Pengolahan air buangan secara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Limbah merupakan sisa suatu kegiatan atau proses produksi yang antara lain dihasilkan dari kegiatan rumah tangga, industri, pertambangan dan rumah sakit. Menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS 13.1. Pendahuluan Tepung beras merupakan bahan baku makanan yang sangat luas sekali penggunaannya. Tepung beras dipakai sebagai bahan pembuat roti, mie dan

Lebih terperinci

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi jasa di DKI Jakarta, kualitas lingkungan hidup juga menurun akibat pencemaran. Pemukiman yang padat,

Lebih terperinci

BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK

BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK 286 12.1 PENDAHULUAN 12.1.1 Permasalahan Masalah pencemaran lingkungan di kota besar misalnya di Jakarta, telah

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL 34 3.1. Uraian Proses Pengolahan Air limbah dari masing-masing unit produksi mula-mula dialirkan ke dalam bak kontrol yang dilengkapi saringan kasar (bar screen) untuk menyaring

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit Pencemaran air limbah sebagai salah satu dampak pembangunan di berbagai bidang disamping memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat. Selain itu peningkatan

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS 12.1. Pendahuluan Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi, kwalitas lingkungan hidup juga menurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor seperti pariwisata, industri, kegiatan rumah tangga (domestik) dan sebagainya akan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 13 UJI COBA IPAL DOMESTIK INDIVIDUAL BIOFILTER ANAEROB -AEROB DENGAN MEDIA BATU SPLIT

BAB 13 UJI COBA IPAL DOMESTIK INDIVIDUAL BIOFILTER ANAEROB -AEROB DENGAN MEDIA BATU SPLIT BAB 13 UJI COBA IPAL DOMESTIK INDIVIDUAL BIOFILTER ANAEROB -AEROB DENGAN MEDIA BATU SPLIT 304 13.1 PENDAHULUAN 13.1.1 Latar Belakang Masalah Masalah pencemaran lingkungan di kota besar, khususnya di Jakarta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah cair atau yang biasa disebut air limbah merupakan salah satu jenis limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. Sifatnya yang

Lebih terperinci

INSTALASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH (IPAL)

INSTALASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH (IPAL) INSTALASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH (IPAL) Proses Pengelolaan Air Limbah secara Biologis (Biofilm): Trickling Filter dan Rotating Biological Contactor (RBC) Afid Nurkholis 1, Amalya Suci W 1, Ardian Abdillah

Lebih terperinci

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH 5 2.1 Proses Pengolahan Air Limbah Domestik Air limbah domestik yang akan diolah di IPAL adalah berasal dari kamar mandi, wastavel, toilet karyawan, limpasan septik tank

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES BIOFILM TERCELUP

TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES BIOFILM TERCELUP TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES BIOFILM TERCELUP Oleh : Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng. *) Abstract Water pollution in the big cities in Indonesia has shown serious problems. One of the potential

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota besar, semakin banyak didirikan Rumah Sakit (RS). 1 Rumah Sakit sebagai sarana upaya perbaikan

Lebih terperinci

PENYEMPURNAAN IPAL & DAUR ULANG AIR GEDUNG BPPT

PENYEMPURNAAN IPAL & DAUR ULANG AIR GEDUNG BPPT PENYEMPURNAAN IPAL & DAUR ULANG AIR GEDUNG BPPT Setiyono Pusat Teknologi Lingkungan, Kedeputian TPSA Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jl. M.H. Thamrin No. 8, Lantai 12, Jakarta 10340 e-mail: setiyono@hotmail.com

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN IPAL & FASILITAS DAUR ULANG AIR GEDUNG GEOSTECH

PEMBANGUNAN IPAL & FASILITAS DAUR ULANG AIR GEDUNG GEOSTECH PEMBANGUNAN IPAL & FASILITAS DAUR ULANG AIR GEDUNG GEOSTECH Nusa Idaman Said Pusat Teknologi Lingkungan, Kedeputian TPSA Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jl. M.H. Thamrin No. 8, Lantai 12, Jakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan industri adalah salah satu kegiatan sektor ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kontribusi sektor industri terhadap

Lebih terperinci

A. Regulasi IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau Sewage Treatment Plant Regulation

A. Regulasi IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau Sewage Treatment Plant Regulation A. Regulasi IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau Sewage Treatment Plant Regulation 1. UU No 32 thn 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Gambar 1. Pencemaran air sungai Pasal

Lebih terperinci

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang OP-18 REKAYASA BAK INTERCEPTOR DENGAN SISTEM TOP AND BOTTOM UNTUK PEMISAHAN MINYAK/LEMAK DALAM AIR LIMBAH KEGIATAN KATERING Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, menjelaskan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN PROSES BIOLOGIS BIAKAN MELEKAT MENGGUNAKAN MEDIA PALSTIK SARANG TAWON

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN PROSES BIOLOGIS BIAKAN MELEKAT MENGGUNAKAN MEDIA PALSTIK SARANG TAWON PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN PROSES BIOLOGIS BIAKAN MELEKAT MENGGUNAKAN MEDIA PALSTIK SARANG TAWON Oleh : Nusa Idaman Said *) Abstrak Masalah yang sering muncul dalam hal pengelolaan limbah

Lebih terperinci

4.1. Baku Mutu Limbah Domestik

4.1. Baku Mutu Limbah Domestik Bab iv Rencana renovasi ipal gedung bppt jakarta Agar pengelolaan limbah gedung BPPT sesuai dengan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Nomor 122 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Air

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE

PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE Deddy Kurniawan W, Fahmi Arifan, Tri Yuni Kusharharyati Jurusan Teknik Kimia PSD III Teknik, UNDIP Semarang

Lebih terperinci

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM L A M P I R A N 268 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM PARAMETER KADAR MAKSIMUM BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/ton) TSS 20 0,40 Sianida Total (CN) tersisa 0,2 0,004 Krom Total (Cr) 0,5

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN J. Tek. Ling Edisi Khusus Hal. 58-63 Jakarta Juli 2008 ISSN 1441-318X PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN Indriyati dan Joko Prayitno Susanto Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian

Lebih terperinci

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan Industri Tahu 1. Faktor Penyebab Terjadinya Pencemaran

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pabrik tahu merupakan industri kecil (rumah tangga) yang jarang memiliki instalasi pengolahan limbah dengan pertimbangan biaya yang sangat besar dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian Penelitian biofiltrasi ini targetnya adalah dapat meningkatkan kualitas air baku IPA Taman Kota Sehingga masuk baku mutu Pergub 582 tahun 1995 golongan B yakni

Lebih terperinci

MAKALAH KIMIA ANALITIK

MAKALAH KIMIA ANALITIK MAKALAH KIMIA ANALITIK Aplikasi COD dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Disusun oleh : Ulinnahiyatul Wachidah ( 412014003 ) Ayundhai Elantra ( 412014017 ) Rut Christine ( 4120140 ) Universitas Kristen

Lebih terperinci

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi).

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi). KINERJA KOAGULAN UNTUK PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU KETUT SUMADA Jurusan Teknik Kimia Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur email : ketutaditya@yaoo.com Abstrak Air

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 66 BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1 Penyebab Penyimpangan Baku Mutu Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang ada di Central Parkmenggunakan sistem pengolahan air limbah Enviro RBC.RBC didesain untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Limbah Limbah deidefinisikan sebagai sisa atau buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Limbah adalah bahan buangan yang tidak terpakai yang berdampak negatif jika

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. IV.1 Karakteristik Air Limbah

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. IV.1 Karakteristik Air Limbah 49 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1 Karakteristik Air Limbah Air limbah dalam penelitian ini adalah air limbah Rumah Sakit Makna yang berlokasi di Jalan Ciledug Raya, Tangerang dan tergolong rumah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Unit Operasi IPAL Mojosongo Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Mojosongo di bangun untuk mengolah air buangan dari kota Surakarta bagian utara, dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 85 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisa Karakteristik Limbah Pemeriksaan karakteristik limbah cair dilakukan untuk mengetahui parameter apa saja yang terdapat dalam sampel dan menentukan pengaruhnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

PENGELOLAAN AIR LIMBAH PKS

PENGELOLAAN AIR LIMBAH PKS PENGELOLAAN AIR LIMBAH PKS 2 PENDAHULUAN Kebijakan Perusahaan Melalui pengelolaan air limbah PMKS akan dipenuhi syarat buangan limbah yang sesuai dengan peraturan pemerintah dan terhindar dari dampak sosial

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH TANGGA SKALA INDIVIDUAL

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH TANGGA SKALA INDIVIDUAL BAB VI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH TANGGA SKALA INDIVIDUAL TANGKI SEPTIK - FILTER UP FLOW 132 Nusa Idaman Said VI.1 PENDAHULUAN Masalah pencemaran lingkungan di kota besar misalnya di Jakarta, telah menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber pendapatan, juga memiliki sisi negatif yaitu berupa limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK 9.1. Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan di kota-kota, khususnya di Tegal telah menunjukkan gejala yang cukup serius, terutama masalah pencemaran air. Penyebab

Lebih terperinci

BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL

BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL 5.1 Masalah Air Limbah Layanan Kesehatan Air limbah yang berasal dari unit layanan kesehatan misalnya air limbah rumah sakit,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEDIA SERAT PLASTIK PADA PROSES BIOFILTER TERCELUP UNTUK PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH TANGGA NON TOILET

PENGGUNAAN MEDIA SERAT PLASTIK PADA PROSES BIOFILTER TERCELUP UNTUK PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH TANGGA NON TOILET Nusa Idaman Said : Penggunaan Media Serat Palstik pada Proses JAI Vol. 1, No.2 25 PENGGUNAAN MEDIA SERAT PLASTIK PADA PROSES BIOFILTER TERCELUP UNTUK PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH TANGGA NON TOILET Oleh

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI KECIL TEKSTIL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROB-AEROB TERCELUP MENGGUNAKAN MEDIA PLASTIK SARANG TAWON

PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI KECIL TEKSTIL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROB-AEROB TERCELUP MENGGUNAKAN MEDIA PLASTIK SARANG TAWON PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI KECIL TEKSTIL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROB-AEROB TERCELUP MENGGUNAKAN MEDIA PLASTIK SARANG TAWON Oleh : Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng. *) Abstrak Masalah pencemaran air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 1. Limbah Cair Hotel. Usaha perhotelan yang berkembang cepat, limbah rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 1. Limbah Cair Hotel. Usaha perhotelan yang berkembang cepat, limbah rumah tangga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Limbah Cair Hotel Usaha perhotelan yang berkembang cepat, limbah rumah tangga yang semakin berlimpah mengakibatkan timbulnya pencemaran yang semakin meningkat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi yang cukup besar untuk pengembangan industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh cukup pesat. Pada tahun

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK disusun oleh : Dr. Sugiarto Mulyadi

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK disusun oleh : Dr. Sugiarto Mulyadi PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK disusun oleh : Dr. Sugiarto Mulyadi Pendahuluan Dengan keluarnya PERMEN LHK No. P. 68 tahun 2016, tentang Baku Air Limbah Domestik maka air limbah domestik atau sewer harus

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT KAJIAN ASPEK PEMILIHAN TEKNOLOGI

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT KAJIAN ASPEK PEMILIHAN TEKNOLOGI Pengolahan Air Limbah rumah Sakit BAB VII PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT KAJIAN ASPEK PEMILIHAN TEKNOLOGI VII.1 PENDAHULUAN 153 Nusa Idaman Said Rumah sakit adalah merupakan fasilitas sosial yang tak

Lebih terperinci

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG PERANCANGAN PABRIK PENGOLAHAN LIMBAH Oleh: KELOMPOK 2 M. Husain Kamaluddin 105100200111013 Rezal Dwi Permana Putra 105100201111015 Tri Priyo Utomo 105100201111005 Defanty Nurillamadhan 105100200111010

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN Rizal 1), Encik Weliyadi 2) 1) Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Pembuatan Biogas Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN SISTEM BIOFILTER ANEROB-AEROB

TEKNOLOGI PENGOLAHAAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN SISTEM BIOFILTER ANEROB-AEROB TEKNOLOGI PENGOLAHAAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN SISTEM BIOFILTER ANEROB-AEROB Oleh Ir. Nusa Idaman Said, M.Sc. dan Heru Dwi Wahjono, B.Eng. Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL

BAB IV PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL BAB IV PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL 4.1. Industri Kecil Tekstil Di Indonesia industri tekstil merupakan salah satu penghasil devisa bagi negara. Dalam melakukan kegiatannya, industri tekstil

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK Wahyu Widayat Pusat Teknologi Lingkungan, Kedeputian TPSA Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jl. M.H. Thamrin No. 8, Lantai 12, Jakarta 10340 e-mail: wdytwahyu@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir-hampir 0,1% dari padanya berupa benda-benda

Lebih terperinci

BAB 9 KOLAM (PONDS) DAN LAGOON

BAB 9 KOLAM (PONDS) DAN LAGOON BAB 9 KOLAM (PONDS) DAN LAGOON 177 Di dalam proses pengolahan air limbah secara biologis, selain proses dengan biakan tersuspensi (suspended culture) dan proses dengan biakan melekat (attached culture),

Lebih terperinci

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar POLUSI Standart Kompetensi : Memahami polusi dan dampaknya pada manusia dan lingkungan Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi jenis polusi pada lingkungan kerja 2. Polusi Air Polusi Air Terjadinya polusi

Lebih terperinci

Desain Alternatif Instalasi Pengolahan Air Limbah Pusat Pertokoan Dengan Proses Anaerobik, Aerobik Dan Kombinasi Aanaerobik Dan Aerobik

Desain Alternatif Instalasi Pengolahan Air Limbah Pusat Pertokoan Dengan Proses Anaerobik, Aerobik Dan Kombinasi Aanaerobik Dan Aerobik Desain Alternatif Instalasi Pengolahan Air Limbah Pusat Pertokoan Dengan Proses Anaerobik, Aerobik Dan Kombinasi Aanaerobik Dan Aerobik Oleh : Ananta Praditya 3309100042 Pembimbing: Ir. M Razif, MM. NIP.

Lebih terperinci

Proses Nitrifikasi Dan Denitrifikasi Dalam Pengolahan Limbah

Proses Nitrifikasi Dan Denitrifikasi Dalam Pengolahan Limbah Proses Nitrifikasi Dan Denitrifikasi Dalam Pengolahan Limbah Salmah Fakultas Teknik Program Studi Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara BAB I 1.1 Nitrifikasi yang Menggunakan Proses Lumpur Aktif Dua

Lebih terperinci

BAB 1 MASALAH PENCEMARAN AIR DI WILAYAH DKI JAKARTA

BAB 1 MASALAH PENCEMARAN AIR DI WILAYAH DKI JAKARTA BAB 1 MASALAH PENCEMARAN AIR DI WILAYAH DKI JAKARTA 1 1.1 Pendahuluan Masalah pencemaran lingkungan khususnya masalah pencemaran air di kota besar di Indonesia, telah menunjukkan gejala yang cukup serius,.

Lebih terperinci

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan

Lebih terperinci

BAB II UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL)

BAB II UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BAB II UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) 5 2.1. Unit Instalasi Pengolahan Air Limbah Instalasi pengolahan air limbah PT. Kinocare Era Kosmetindo terdiri dari unit pemisah lemak 2 ruang, unit

Lebih terperinci

L A M P I R A N DAFTAR BAKU MUTU AIR LIMBAH

L A M P I R A N DAFTAR BAKU MUTU AIR LIMBAH L A M P I R A N DAFTAR BAKU MUTU AIR LIMBAH 323 BAKU MUTU AIR LIMBAH INDUSTRI KECAP PARAMETER BEBAN PENCEMARAN Dengan Cuci Botol (kg/ton) Tanpa Cuci Botol 1. BOD 5 100 1,0 0,8 2. COD 175 1,75 1,4 3. TSS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Hal ini tentu saja membawa berbagai dampak terhadap kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Hal ini tentu saja membawa berbagai dampak terhadap kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dekade terakhir ini perkembangan sektor pariwisata semakin pesat. Hal ini tentu saja membawa berbagai dampak terhadap kehidupan manusia. Salah satu aspek pendukung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN / RESTORAN

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN / RESTORAN BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN / RESTORAN 4.1. Pendahuluan Rumah makan saat ini adalah suatu usaha yang cukup berkembang pesat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

SEWAGE DISPOSAL. AIR BUANGAN:

SEWAGE DISPOSAL. AIR BUANGAN: SEWAGE DISPOSAL. AIR BUANGAN: Metcalf & Eddy: kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri, bersama dengan air tanah, air permukaan, dan

Lebih terperinci

PENJELASAN TEKNIS SEWAGE TREATMENT PLANT ( STP ) BIO FILTRATION- ANAEROB-AEROB PT. BESTINDO AQUATEK SEJAHTERA

PENJELASAN TEKNIS SEWAGE TREATMENT PLANT ( STP ) BIO FILTRATION- ANAEROB-AEROB PT. BESTINDO AQUATEK SEJAHTERA PENJELASAN TEKNIS SEWAGE TREATMENT PLANT ( STP ) BIO FILTRATION- ANAEROB-AEROB PT. BESTINDO AQUATEK SEJAHTERA I. PENDAHULUAN : Masalah air limbah di Indonesia baik limbah domestik maupun air limbah industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas manusia yang semakin beragam di berbagai sektor sekarang ini sehingga menimbulkan dampak positif dan dampak negatif, salah satu dampak negatif dari aktivitas

Lebih terperinci

APLIKASI BIO-BALL UNTUK MEDIA BIOFILTER STUDI KASUS PENGOLAHAN AIR LIMBAH PENCUCIAN JEAN

APLIKASI BIO-BALL UNTUK MEDIA BIOFILTER STUDI KASUS PENGOLAHAN AIR LIMBAH PENCUCIAN JEAN APLIKASI BIO-BALL UNTUK MEDIA BIOFILTER STUDI KASUS PENGOLAHAN AIR LIMBAH PENCUCIAN JEAN Oleh : Nusa Idaman Said Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair, Pusat Pengkajian dan Penerapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci

TL-4140 Perenc. Bangunan Pengolahan Air Limbah L A G O O N / P O N D S

TL-4140 Perenc. Bangunan Pengolahan Air Limbah L A G O O N / P O N D S TL-4140 Perenc. Bangunan Pengolahan Air Limbah L A G O O N / P O N D S OXIDATION PONDS (KOLAM OKSIDASI) Bentuk kolam biasanya sangat luas, tetapi h (kedalamannya) kecil atau dangkal, bila kedalaman terlalu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahu merupakan salah satu jenis makanan sumber protein dengan bahan dasar kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain mengandung gizi yang baik,

Lebih terperinci

PEMULIHAN KUALITAS AIR LIMBAH LAUNDRY DENGAN MEMBANDINGKAN REAKTOR BIOFILTER DAN SLOW SAND FILTER. Oleh : Satria Pratama Putra Nasution

PEMULIHAN KUALITAS AIR LIMBAH LAUNDRY DENGAN MEMBANDINGKAN REAKTOR BIOFILTER DAN SLOW SAND FILTER. Oleh : Satria Pratama Putra Nasution PEMULIHAN KUALITAS AIR LIMBAH LAUNDRY DENGAN MEMBANDINGKAN REAKTOR BIOFILTER DAN SLOW SAND FILTER Oleh : Satria Pratama Putra Nasution 3308100040 Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL 8.1. Pendahuluan Di Indonesia industri tekstil merupakan salah satu penghasil devisa bagi negara. Dalam melakukan kegiatannya, industri tekstil besar ataupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sektor industri menyebabkan peningkatan berbagai kasus

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sektor industri menyebabkan peningkatan berbagai kasus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sektor industri menyebabkan peningkatan berbagai kasus pencemaran terhadap sumber-sumber air. Bahan pencemar air yang seringkali menjadi masalah

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

penambahan nutrisi berupa lumpur sebanyak ± 200 ml yang diambil dari IPAL

penambahan nutrisi berupa lumpur sebanyak ± 200 ml yang diambil dari IPAL 63 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian dengan menggunakan Fluidized Bed Reaktor secara aerobik dengan media styrofoam ini dimulai dengan melakukan strarter bakteri yaitu dengan penambahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi, baik industri maupun domestik, yang kehadirannya pada suatu saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi, baik industri maupun domestik, yang kehadirannya pada suatu saat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Limbah adalah zat atau bahan buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi, baik industri maupun domestik, yang kehadirannya pada suatu saat tertentu tidak dikehendaki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan penduduk dikarenakan tempat tinggal mereka telah tercemar. Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan penduduk dikarenakan tempat tinggal mereka telah tercemar. Salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi dewasa ini dibeberapa negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, isu kualitas lingkungan menjadi permasalahan yang perlu dicari pemecahannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Salah. untuk waktu sekarang dan masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Salah. untuk waktu sekarang dan masa yang akan datang. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar dari makhluk hidup. Air mempunyai fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Salah satunya yaitu berhubungan

Lebih terperinci

I. ACARA : DISSOLVED OXYGEN (DO), CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) DAN CO 2 : 1. Untuk Mengetahui Kadar CO 2 yang terlarut dalam air 2.

I. ACARA : DISSOLVED OXYGEN (DO), CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) DAN CO 2 : 1. Untuk Mengetahui Kadar CO 2 yang terlarut dalam air 2. I. ACARA : DISSOLVED OXYGEN (DO), CHEMICAL OXYGEN II. TUJUAN DEMAND (COD) DAN CO 2 : 1. Untuk Mengetahui Kadar CO 2 yang terlarut dalam air 2. Untuk mengetahui jumlah kebutuhan oksigen kimia 3. Untuk mengoksidasi

Lebih terperinci

III.2.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit Makna Ciledug.

III.2.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit Makna Ciledug. 39 III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Instalasi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit Makna, Ciledug yang terletak di Jalan Ciledug Raya no. 4 A, Tangerang. Instalasi Pengolahan Air

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Analisis bahan baku biogas dan analisis bahan campuran yang digunakan pada biogas meliputi P 90 A 10 (90% POME : 10% Aktivator), P 80 A 20

Lebih terperinci