BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
|
|
- Herman Hengki Rachman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tunawicara merupakan ketidakmampuan seorang untuk berbicara. Penyandang tunawicara biasanya berkomunikasi menggunakan simbol-simbol tertentu. Seperti yang kita ketahui, penyandang tunawicara tidak hanya berkomunikasi dengan sesama penyandang tunawicara. Sudah sewajarnya, ada kalanya mereka berkomunikasi dengan orang normal bahkan yang bukan tergolong orang terdekat yang belum tentu memahami simbol yang mereka komunikasikan. Untuk itu, peneliti bermaksud untuk mengetahui bagaimana sebenarnya penyandang tunawicara memandang keterbatasannya saat dihadapkan dengan situasi yang mengharuskannya mengungkapkan pemikirannya, bahkan menunjukkan kemampuan yang Ia miliki melalui bahasa isyarat yang harus Ia gunakan, berdasarkan konsep diri yang mereka tanamkan dalam diri mereka. William D. Brooks mendefinisikan konsep diri sebagai those physical, social, and psychological perceptions of ourselves that we have derived from experiences and our interactions with others (dalam Rakhmat, 2008: 99). Jadi, konsep diri merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri. Cara seseorang menilai dirinya sendiri atau konsep diri seseorang, akan sangat berpengaruh terhadap cara mereka berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain. Konsep diri yang ditanamkan seseorang pada dirinya mengarahkan cara mereka menempatkan diri saat berhubungan atau berkomunikasi dengan orang lain secara interpersonal. Cara seseorang memandang dirinya akan mempengaruhi cara Ia bersikap atau lebih dikenal dengan nubuat yang dipenuhi sendiri; pembatasan keterbukaan dirinya terhadap orang lain atau bahkan terhadap dirinya sendiri; kepercayaan dirinya jika berhadapan dengan 1
2 orang lain; dan sikap selektifnya dalam mencari, menerima, bahkan dalam mengingat informasi yang Ia yang didapatkannya. Dalam penelitian ini, konsep diri dikaitkan dengan keharusan seorang penyandang tunawicara menggunakan bahasa isyarat dalam berkomunikasi. Selanjutnya, dalam nubuat yang dipenuhi diri sendiri, kita mengetahui bahwa melalui tindakan yang dilakukan oleh seseorang, kita akan mendapatkan gambaran mengenai bagaimana Ia membentuk konsep dirinya. Kecenderungan konsep diri positif maupun negatif, dapat kita lihat dari bagaimana seseorang bersikap. Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti mengenai kecenderungan konsep diri ke arah positif atau negatif yang tertanam dalam diri siswi penyandang tunawicara melalui sepuluh tanda yang dinyatakan oleh William D. Brooks dalam Rakhmat (2008), yakni responsifitasnya terhadap kritik dan pujian, sikap hiperkritis, merasa tidak disenangi, dan sikap pesimisnya terhadap kompetisi, atau sebaliknya keyakinannya terhadap kemampuan mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, merasa pantas menerima pujian untuk hal positif yang Ia lakukan, menyadari bahwa mereka tidak akan selalu disetujui masyarakat karena perbedaan karakter yang ada, mampu mengungkapkan kekurangan yang dimiliki dan mengubahnya. Ciri-ciri ini dikaitkan dengan keharusannya dalam menggunakan bahasa isyarat. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan kegiatan komunikasi interpersonal sebagai media penelitian konsep diri yang dimiliki subjek penelitian. Berdasarkan jurnal Penyesuaian Sosial Remaja Tuna Rungu yang Bersekolah di Sekolah Umum oleh Dian Rachmawati Wasito, dkk., dinyatakan bahwa dalam penyesuaian diri dengan lingkungan normal, misalnya memasuki sekolah regular bagi penyandang tunawicara, dapat memicu rasa frustasi dan membuat mereka memiliki kematangan sosial yang rendah. Dalam jurnal ini terdapat tiga contoh kasus kecenderungan konsep diri positif maupun negatif penyandang tunawicara. Yang pertama, kasus Y yang merasa kesulitan dalam berkomunikasi karena yang selama ini dilakukan 2
3 adalah mengalihkan pembicaraan dengan menggunakan tulisan. Ia merasa dapat memahami pembicaraan orang lain dengan memahami gerak bibir, tidak merasa kesulitan menyesuaikan diri dan mampu mengikuti nilai sosial lingkungan dengan baik, namun memilih diam dan pasif pada lingkungan. Tetapi, saat wawancara dilakukan dengan significant others, ternyata Y cenderung dinilai memilih teman dalam bergaul, hanya mau berteman dengan beberapa orang saja. Kasus kedua, A, satu-satunya siswa tunarungu SMU 66 Jakarta, dinilai tidak minder dalam pergaulan dan tetap semangat dalam belajar, meskipun memiliki keterbatasan. Meskipun awalnya Ia takut tidak diterima lingkungan baru, dan pernah diremehkan serta dituduh mencontek, namun Ia membuktikan bahwa Ia dapat mengikuti pelajaran secara mandiri seperti siswa lain. Selanjutnya, pada kasus ketiga, AM, seorang model, yang dicemooh dan diejek saat memasuki sekolah umum karena Ia tidak mengerti apa yang dibicarakan, merasa sangat tertekan, sehingga mengakibatkannya menjadi anak tertutup dan rendah diri, lalu memilih pasif terhadap lingkungannya. Berdasarkan ciri-ciri konsep diri positif dan ciri-ciri konsep diri negatif di atas, kasus pertama dan ketiga, menggambarkan kecenderungan konsep diri negatif, perasaan tidak diterima oleh orang lain membuat Y dan AM merasa tertekan dan memilih untuk menutup diri. Sedangkan pada kasus A, Ia cenderung membuktikan bahwa dirinya setara dengan orang lain, sehingga Ia tidak minder dalam pergaulan dan pendidikannya. Menurut Marcel Danesi (2010) dalam bukunya Pesan, Tanda, dan Makna, isyarat dapat didefinisikan sebagai penggunaan tangan, lengan, dan kadangkadang kepala untuk membuat tanda. Isyarat pada manusia bersifat produktif dan bervariasi. Untuk kasus dalam penelitian ini, isyarat yang dimaksud tentu saja difokuskan pada bahasa isyarat yang digunakan oleh penyandang tunawicara saat berkomunikasi. 3
4 Untuk lebih fokus, penelitian ini dilakukan pada siswi-siswi Sekolah Luar Biasa Negeri Cicendo Bandung. Sekolah ini beralih berstatus negeri terhitung mulai tanggal 2 Januari 2009 berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat No /22256-Disdik dan diresmikan pada Kamis, 26 Februari Sebagaimana anak normal, anak-anak penyandang tunawicara juga berhak mengenyam pendidikan secara formal. Sesuai dengan pernyataan dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran. Ini dilanjutkan lagi dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) pada Pasal 5 ayat 1 yang menyatakan bahwa Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan ayat 2 yang menyatakan bahwa Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial, berhak memperoleh pendidikan khusus. Selanjutnya, pada Bab V bagian 11 pasal 32 ayat 1, dijelaskan lebih lanjut mengenai pendidikan khusus, yakni Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Di Indonesia, sejarah perkembangan pendidikan luar biasa dimulai saat Belanda masuk ke Indonesia ( ), sehingga sistem persekolahan yang diperkenalkan berorientasi barat. Untuk pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus atau penyandang cacat dibuka lembaga-lembaga khusus. Lembaga pertama untuk pendidikan anak tunanetra dan tunagrahita dimulai pada tahun 1927 di Bandung, sedangkan untuk tunarungu dimulai pada tahun 1930 yang juga terletak di Kota Bandung, yang sekarang dikenal dengan Luar Biasa Negeri Cicendo Bandung, yang merupakan SLB Tunarungu pertama di Indonesia bahkan Asia, dan memiliki program vokasional unggulan terutama untuk tata boga dan batik, dan sudah mendapatkan sertifikasi sistem manajemen mutu, dengan akreditasi sekolah A. 4
5 Pada 1996 SLB-B YP3ATR dijadikan dua sekolah, berdasarkan penelitian relawan VHO Tn. Frend yang menyatakan bahwa Tunarungu Murni tidak bisa digabungkan dengan Tunarungu Plus (Tunarungu Plus gangguan lain). Setelah mengalami beberapa kali pergantian nama dan merasa kekurangan kualitas maka sekolah ini dinegerikan. SLBN Cicendo dikenal memiliki program vokalisasi unggulan. Salah satu program pengajaran di sekolah ini adalah program vokasional seperti tata boga, batik otomotif, komputer, dan keterampilan lokakarya. Karya siswasiswi di sekolah inipun sudah banyak dipasarkan dan sering diikutkan untuk pameran bahkan tingkat Asia Tenggara. Namun, untuk produk makanan yang mereka produksi masih belum terlalu diterima oleh masyarakat Indonesia secara umum di pasar. Tetapi bagi beberapa instansi di Kota Bandung sudah sering melakukan pemesanan, selain itu untuk negara lain seperti Singapura, bahkan mereka sering memesan impor pangan dari sekolah ini. Saat ini, meskipun dengan keterbatasan fisik, banyak prestasi yang dimiliki oleh siswa-siswi SLBN Cicendo seperti yang dinyatakan wakil kepala sekolah kesiswaan SLBN Cicendo, Ibu Dedeh Rohayati, diantaranya pada tiga tahun terakhir sekolah ini mendapatkan medali emas renang pada OSN, juara 1, 2, dan 3 desain web tingkat nasional di tahun yang berbeda, juara 1 tari jaipong tingkat nasional, juara 2 lomba pantomim tingkat nasional, pemenang bulu tangkis nasional, lomba atletik lari 100 meter, lempar lembing antartuna rungu, lomba modelling, juara 1 tata rias tingkat propinsi, dan sering menjadi tamu undangan untuk penampilan angklung dan tari merak di acara-acara nasional, yang tidak hanya diadakan di Bandung atau Jawa Barat, tetapi juga sampai ke Ibu Kota Jakarta. Mengingat bahwa sekolah ini merupakan sekolah SLB tuna rungu pertama di Indonesia bahkan Asia, dan tetap mampu mempertahankan keberadaan dan prestasinya semenjak masa penjajahan hingga saat ini, didukung dengan 5
6 prestasi nasional dan internasional yang diraih siswa-siswinya semakin mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian di sekolah ini. Berhubung kondisi siswa pada SLBN Cicendo saat ini tidak ada penyandang tunawicara saja, maka penelitian dilakukan kepada siswi penyandang tunawicara sekaligus tunarungu. Tunarungu adalah seorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan oleh tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga anak tersebut tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari. (Murni Winarsih dalam Fidiawati, 2012) Penelitian ini peneliti lakukan difokuskan hanya pada siswa perempuan saja. Hal ini dikarenakan remaja perempuan dinilai lebih dewasa daripada laki-laki pada usia yang sama, sehingga lebih mudah pula menerima keadaannya. Seperti hasil penelitian yang dilakukan di Newcastle University, kedewasaan yang lebih cepat ini karena pada dasarnya otak remaja perempuan mengalami kematangan lebih cepat daripada laki-laki sekitar 10 tahun. Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Cerebral Cortex ini menyatakan bahwa seiring bertambahnya usia, otak akan mengalami pengecilan. Ini dikarenakan pemangkasan beberapa koneksi yang tidak perlu sehingga pengolahan dan kerja otak lebih ramping dan efisien. Menurut salah satu penelitinya, Dr. Marcus Kaiser, cara perkembangan otak yang demikian merupakan bagian dari proses belajar yang normal. Secara keseluruhan, otak masih berkembang, tetapi kehilangan koneksi seiring kedewasaan, ungkapnya, Jumat, 20 Desember Ini diibaratkan seperti saat berada di pesta dan semua orang berbicara, kita akan kesulitan berkonsentrasi, namun saat beberapa suara pergi, kita akan lebih mudah mendengarkan. 6
7 Para ilmuwan tersebut melakukan penelitian terhadap 121 orang yang berusia 4-40 tahun, dan mendapatkan bahwa pada anak perempuan, proses pemangkasan dimulai pada usia 10 tahun. Peneliti lainnya, Sol Lim mengatakan bahwa hilangnya konektivitas pada otak ini benar-benar membantu meningkatkan fungsi otak dengan reorganisasi jaringan lebih efisien, dan membantu otak untuk lebih fokus pada informasi penting. Kedewasaan sangat diuji ketika kita memiliki keterbatasan, karena seseorang bukan hanya dihadapkan pada penerimaan dirinya di hadapan orang lain, tetapi juga penerimannya terhadap keterbatasan dan kondisi yang dimilikinya sendiri. Keterbatasan yang dimiliki penyandang tunawicara terkadang menjadikannya dipandang rendah atau diragukan oleh orang lain. Hal ini memungkinkan munculnya penilaian negatif terhadap dirinya sendiri. Berdasarkan hal ini, peneliti bermaksud untuk mengetahui kecenderungan konsep diri, cara berkomunikasi, serta perasaan seorang komunikator tunawicara dalam menyampaikan pemikirannya saat mengharuskannya menggunakan bahasa isyarat kepada orang normal. Berdasarkan penjabaran sebelumnya, maka peneliti bermaksud mengulas kembali secara ringkas tentang latar belakang, bahwasanya penelitian ini berangkat dari fenomena bahwa dengan keterbatasan yang mereka miliki siswa-siswi penyandang tunarungu dan tuna wicara tetap mampu memiliki prestasi sangat bagus. Untuk itu peneliti bermaksud untuk mengetahui kecenderungan konsep diri positif atau negatif yang tertanam pada mereka. Penelitian ini dilakukan pada penyandang tunawicara dikarenakan konsep diri disini dikaitkan dengan keharusannya menggunakan bahasa isyarat saat menyampaikan pemikirannya dalam komunikasi. Penelitian dilakukan di sekolah dikarenakan pernyataan mengenai hak untuk memperoleh pendidikan yang sama yang dinyatakan pada UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) pada Pasal 5 ayat 2 mengenai hak untuk mendapatkan pendidikan khusus bagi warga yang memiliki keterbatasan. Selanjutnya, pemilihan SLB Negeri Cicendo dikarenakan sekolah ini 7
8 merupakan sekolah SLB tuna rungu tertua di Asia yang tetap mampu mempertahankan prestasinya hingga saat ini. Penelitian hanya dilakukan kepada siswi saja dikarenakan berdasarkan penelitian yang dilakukan di Newcastle University, tingkat kedewasaan perempuan lebih baik daripada laki-laki meskipun mereka berada pada usia yang sama, dan kedewasaan ini akan semakin diuji dengan keterbatasan yang mereka miliki. Hal ini lah yang melatarbelakangi bahasan skripsi peneliti. 1.2 Fokus Penelitian Penelitian yang peneliti lakukan berfokus pada pembahasan mengenai Bagaimana kecenderungan konsep diri positif dan negatif siswi-siswi penyandang tunawicara yang memiliki keterbatasan fisik dalam pergaulan sehari-hari? Adapun pertanyaan-pertanyaan inti yang peneliti ajukan untuk melihat konsep diri subjek penelitian berpedoman kepada ciri-ciri konsep diri positif dan negatif Brooks dan Emmert, yakni mengenai: 1. Bagaimana subjek penelitian memandang dirinya sendiri? 2. Bagaimana kecenderungan konsep diri subjek penelitian? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kecenderungan konsep diri seorang penyandang tunawicara dan menganalisa kecenderungan konsep diri tersebut kearah positif atau negatif untuk kemudian diarahkan lagi ke konsep diri yang semakin positif. Adapun penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: 1. Mengetahui pandangan siswi penyendang tunawicara terhadap dirinya sendiri. 2. Menganalisis kecenderungan konsep diri (positif dan negatif) penyandang tunawicara berdasarkan ciri-ciri dari Brooks dan Emmert. 8
9 1.4 Manfaat Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, peneliti berharap tulisan ini dapat memberikan manfaat untuk beberapa pihak, terutama berhubungan dengan pembentukan konsep diri bagi penyandang tunawicara. a. Secara teoritis 1. Dapat dimanfaatkan untuk penelitian selanjutnya, sebagai gambaran mengenai konsep diri orang yang memiliki cacat fisik. 2. Hasil yang didapatkan dari data mengenai kecenderungan positif maupun negatif ini dapat dijadikan referensi bagi tenaga pengajar penyandang tunawicara mengenai konsep diri dilihat dari sudut pandang psikologi komunikasi. 3. Menjadi referensi untuk penanaman konsep diri positif bagi pihak yang berhubungan dengan subjek penelitian. b. Secara praktis 1. Bagi peneliti, sebagai pengaplikasian ilmu dengan kondisi lapangan, serta wujud kepedulian terhadap lingkungan sekitar 2. Bagi orang tua dan keluarga penyandang tunawicara, sebagai gambaran mengenai kecenderungan konsep diri subjek penelitian sebagai penyandang tunawicara, dan konsep diri yang harus ditanamkan kepada subjek penelitian kedepannya. 3. Bagi tenaga pengajar penyandang tunawicara, sebagai pengingat pentingnya membangun konsep diri yang baik dalam diri para penyandang tunawicara. 1.5 Tahap Penelitian Metode penelitian yang peneliti gunakan adalah metode penelitian kualitatif, dengan tahapan seperti berikut: 9
10 Gambar 1.1 Tahapan Penelitian Menentukan topik penelitian Menentukan masalah dan fokus penelitian Menentukan sumber data Mengumpulkan data Menganalisis data Memvalidasi data Kesimpulan dan saran 1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Penelitian yang akan peneliti lakukan bertempat di Sekolah Luar Biasa Negeri Cicendo Bandung. Sekolah ini peneliti pilih dikarenakan peneliti menilai bahwa pengalaman untuk menanamkan konsep diri yang baik sudah cukup matang dari pihak sekolah mengingat sekolah ini sudah ada semenjak zaman penjajahan Belanda Waktu Penelitian Tabel 1.1 Waktu Penelitian Bulan No Tahapan Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun 2015 Persiapan 1. penyusunan proposal skripsi Bab I sampai Bab 10
11 III Pengumpulan data sekunder berupa data studi penelitian terdahulu, dan melakukan observasi tahap awal, serta pengumpulan data informan Pengumpulan data secara primer kepada informan melalui observasi dan wawancara mendalam secara interpersonal mengenai konsep diri Penyelesaian data meliputi kesimpulan dan saran 11
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkomunikasi merupakan suatu hal yang mendasar bagi semua orang. Banyak orang yang menganggap bahwa berkomunikasi itu suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Namun,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Oleh karenanya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hak untuk memperoleh pendidikan merupakan hak semua warga negara, tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus. Hal ini telah ditegaskan dalam UUD 1945 pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan berdasarkan bab III ayat 5 dinyatakan bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan dengan berbagai kesempurnaan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan dengan berbagai kesempurnaan. Kesempurnaan yang diciptakan tidak hanya dilihat dari segi fisik namun kelebihaannya yang dimilikinya. Pada
Lebih terperinciBAB I. A. Latar Belakang Masalah
BAB I A. Latar Belakang Masalah Pendidikan harus mendapatkan dukungan untuk menjalankan fungsi penyelenggaraannya bagi masyarakat dengan sebaik-baiknya. Fungsi pendidikan baik bersifat formal maupun non
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan dapat dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: Pendidikan formal,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia perhatian akan peran pendidikan dalam pengembangan masyarakat, dimulai sekitar tahun 1900, saat Indonesia masih dijajah Belanda. Para pendukung politik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan kebutuhan yang berbeda-beda. Dalam usaha untuk memenuhi kebutuhankebutuhan tersebut manusia memerlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya perbedaan kondisi dengan kebanyakan anak lainnya. Mereka adalah yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang membutuhkan pendidikan dan layanan khusus untuk mengoptimalkan potensi kemanusiaannya secara utuh akibat adanya perbedaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Penyelenggaraan pendidikan di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap warga negara di Indonesia mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia bermacam-macam,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Keterbatasan, tidak menjadi halangan bagi siapapun terutama keterbatasan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Konteks Penelitian Keterbatasan, tidak menjadi halangan bagi siapapun terutama keterbatasan fisik, tidak menjadi halangan bagi wanita penyandang tuna rungu, Irena Cherry, untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga Negara dengan negaranya begitu juga sebaliknya. Hak dan kewajiban ini diatur dalam undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. Pendidikan di Indonesia telah memasuki tahap pembaruan dimana pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan hak warga negara sebagai sumber daya insani yang sepatutnya mendapat perhatian terus menerus dalam upaya peningkatan mutunya. Peningkatan mutu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berperan penting dalam usaha menciptakan masyarakat yang beriman, berakhlak mulia, berilmu serta demokratis dan bertanggungjawab. Pendidikan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam lini kehidupan. Semua orang membutuhkan pendidikan untuk memberikan gambaran dan bimbingan dalam
Lebih terperinci2016 MINAT SISWA PENYANDANG TUNANETRA UNTUK BERKARIR SEBAGAI ATLET
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuhan telah memberikan karunia kepada umat manusia secara adil. Masingmasing individu diberikan kelebihan dan kekurangan dalam menjalani hidupnya. Setiap manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Warga Negara Republik Indonesia yang memiliki keragaman budaya, perbedaan latar belakang, karakteristik, bakat dan minat, peserta didik memerlukan proses pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik yang terjadi pada peradaban umat manusia sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan manusia untuk dapat menerima perbedaan yang terjadi diantara umat manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya manusia terlahir di dunia dengan keadaan normal dan sempurna. Namun pada kenyataannya hal tersebut tidak dialami oleh semua orang. Beberapa orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam melaksanakan tugas belajar yang dilakukan oleh siswa sehingga menjadi kebiasaan. Dalam pendidikan keberhasilan
Lebih terperinciLAPORAN KEGIATAN PELATIHAN QUICK JUDGEMENT TEST IST (PPSDM CONSULTANT)
LAPORAN KEGIATAN PELATIHAN QUICK JUDGEMENT TEST IST (PPSDM CONSULTANT) Disusun Oleh : Yuli Asmi Rozali 200110148 Novendawati Wahyu Sitasari 215020571 Sulis Mariyati 201030160 Fakultas Psikologi Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Luar Biasa merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses penbelajaran karena kelainan fisik,
Lebih terperinci2014 IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL PADA KETERAMPILAN MEMBUAT SPAKBOR KAWASAKI KLX 150 MENGGUNAKAN FIBERGLASS DI SMALB-B
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai tugas untuk menghasilkan generasi yang baik, manusia manusia yang lebih berbudaya, manusia sebagai individu yang memiliki kepribadian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan dengan berbagai keberagaman dimana terdapat persamaan dan perbedaan serta kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri setiap inividu. Setiap
Lebih terperinci2015 UPAYA GURU D ALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN VOKASIONAL BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecakapan hidup adalah berbagai jenis keterampilan yang memupuk dan melatih remaja putra dan putri menjadi anggota masyarakat yang kreatif, inovatif, produktif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang besar dan merupakan salah satu negara berkembang, yang pada saat ini sedang giat melakukan pembangunan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang normal saja, tetapi juga untuk anak yang berkebutuhan khusus. Oleh karena itu pemerintah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah hak asasi sekaligus sebuah sarana untuk merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan sangat strategis
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Badan Pusat Statistik Nasional, pada tahun 2007, terdapat 82.840.600 anak berkebutuhan khusus diantara 231.294.200 anak Indonesia. (Kementrian Kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Pendidikan tidak hanya bertindak sebagai alat yang dapat meningkatkan kapasitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah program. Program melibatkan sejumlah komponen yang bekerja sama dalam sebuah proses untuk mencapai tujuan yang diprogramkan. Sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak-anak yang Spesial ini disebut juga sebagai Anak Berkebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya tumbuh sempurna, sehat, tanpa kekurangan apapun. Akan tetapi, terkadang ada hal yang mengakibatkan anak tidak berkembang
Lebih terperinciSeminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan yang menjadi acuan dari penulisan laporan ini. Dari latar belakang permasalahan tersebut maka dapat diuraikan pokok-pokok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan. Individu senantiasa akan menjalani empat tahapan perkembangan, yaitu masa kanak-kanak, masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara fisik. Anak Berkebutuhan Khusus dibagi ke dalam dua kelompok yaitu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang memiliki keterbatasan secara fisik. Anak Berkebutuhan Khusus dibagi ke dalam dua kelompok yaitu anak yang bermasalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Ia hanya hidup, berkembang, dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Ia hanya hidup, berkembang, dan berperan sebagai manusia dengan berhubungan dan bekerja sama dengan manusia lain. Salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, seperti yang tercantum dalam Undang Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakekat pendidikan adalah suatu usaha untuk mendewasakan anak didik dan memberi bekal pengetahuan agar mampu dan cakap dalam melakukan tugas hidupnya, hal tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan upaya sadar untuk mengembangkan kemampuan peserta didik baik di dalam maupun di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Melalui pernyataan tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Galih Wiguna, 2014
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan secara terencana, sistematis, dan logis.pendidikan diharapkan dapat membentuk sumber daya manusia yang siap menghadapi kemajuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Anak tuna rungu
1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Tunarungu diambil dari kata Tuna dan Rungu. Tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang atau anak dikatakan tuna rungu apabila ia tidak mampu mendengar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang beralamat di Jl. Rajekwesi 59-A Perak Bojonegoro. Di SLB-B Putra
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang SLB-B Putra Harapan Bojonegoro merupakan salah satu sekolah luar biasa khusus penyandang cacat tunarungu yang ada di Bojonegoro yang berada di bawah naungan yayasan
Lebih terperincirepository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Komunikasi merupakan hal terpenting yang dilakukan oleh manusia dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Komunikasi merupakan hal terpenting yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Umumnya kita menggunakan komunikasi agar bisa menyampaikan pesan kita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, setiap individu terkadang mengalami suatu hambatan. Hambatan yang terjadi pada suatu individu beragam jenisnya. Beberapa jenis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan dalam pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan pra syarat untuk mencapai tujuan dalam pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang menginginkan tubuh yang sempurna. Banyak orang yang mempunyai anggapan bahwa penampilan fisik yang menarik diidentikkan dengan memiliki tubuh yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Pendidikan merupakan sarana untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik. Menjadi insan-insan yang terdidik merupakan salah
Lebih terperincirepository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang sangat mendasar untuk perkembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang sangat mendasar untuk perkembangan manusia dan menjadi kebutuhan bagi semua manusia. Pemerintah juga memberikan kewajiban setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu fase dalam perkembangan individu adalah masa remaja. Remaja yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak ke
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang begitu bahagia dan ceria tanpa lagi ada kesepian. dengan sempurna. Namun kenyataannya berkata lain, tidak semua anak dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, anak merupakan anugerah terindah dari Tuhan yang Maha Esa bagi orang tua. Kehadiran seorang anak begitu dinantikan dan ditunggu dalam sebuah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting dalam kehidupan, baik dalam kehidupan keluarga ataupun kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan bertujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan masyarakat. Pendidikan juga merupakan usaha sadar untuk menyiapkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tiap tahunnya, hal ini ditandai dengan prestasi anak bangsa yang sudah mampu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obyek Pendidikan di Indonesia saat ini mengalami perkembangan yang cukup baik tiap tahunnya, hal ini ditandai dengan prestasi anak bangsa yang sudah mampu menunjukkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putri Permatasari, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya pendidikan di Indonesia telah dijamin seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa : Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan yang layak belum tentu dapat dirasakan oleh semua orang. Berbagai macam perlakuan yang tidak layak sering dirasakan hampir pada semua orang, baik dalam pendidikan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 KONTEKS MASALAH Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia yang tidak akan pernah terlepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Kita mengetahui bahwa manusia merupakan makhluk yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan untuk membangun Negara yang merdeka adalah dengan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut telah diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak dasar bagi setiap Warga Negara Indonesia, tak terkecuali bagi anak berkebutuhan khusus. Semua anak berhak mendapatkan pendidikan. Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran dan pasal 31 ayat 2 yang berbunyi Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugerah terindah yang diberikan Allah kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga bisa menjadi sebuah impian setiap orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus merupakan individu yang diciptakan oleh Yang Maha Kuasa dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Perbedaannya hanya mereka membutuhkan metode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia unggul dan kompetitif dalam upaya menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran pada dasarnya adalah suatu proses terjadinya interaksi antara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembelajaran pada dasarnya adalah suatu proses terjadinya interaksi antara guru dengan siswa melalui kegiatan terpadu dari dua bentuk kegiatan yakni
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk hidup sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan saling membutuhkan satu sama lain, selain makhluk sosial manusia juga membutuhkan yang namanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. belajarnya. Segala bentuk kebiasaan yang terjadi pada proses belajar harus. terhadap kemajuan dalam bidang pendidikan mendatang.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budaya belajar merupakan salah satu usaha yang diciptakan manusia untuk mencapai tujuan dalam hidupnya. Dalam pendidikan, keberhasilan peserta didik dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia di dunia baik itu pendidikan formal maupun non formal. Begitu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia akhir-akhir ini sangat terbilang pesat, seiring dengan perkembangan dunia kebutuhan akan pendidikanpun semakin meningkat. Pendidikan akan selalu
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan
BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Masa kanak-kanak adalah masa yang terindah dalam hidup dimana semua terasa menyenangkan serta tiada beban. Namun tidak semua anak dapat memiliki kesempatan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak pada umumnya adalah suatu anugerah Tuhan yang sangat berharga dan harus dijaga dengan baik agar mampu melewati setiap fase tumbuh kembang dalam kehidupannya.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dan kemanusiaan adalah dua entitas yang saling berkaitan, pendidikan selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan diselenggarakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari masa pranatal, bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, dan masa tua. Masing-masing fase memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap individu telah diatur di dalam Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan bagi setiap individu telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar 1945 dalam alenia 4 yang isinya adalah dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendengaran, baik sebagian maupun seluruhnya yang berdampak kompleks
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kehilangan fungsi pendengaran, baik sebagian maupun seluruhnya yang berdampak kompleks dalam kehidupannya. Anak tunarungu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses bantuan yang diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam Djumhur mengartikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak
Lebih terperinci2014 MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SISWA TUNANETRA
1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Menurut Syahidin (2009, hlm. 19) manusia yang terlahir diciptakan oleh Allāh yang salah satu tujuannya adalah untuk dijadikan sebagai khalīfaħ di muka bumi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah anak-anak normal yang tidak mengalami kebutuhan khusus dalam pendidikannya. Hal ini sudah berjalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paling dasar. Di tingkat ini, dasar-dasar ilmu pengetahuan, watak, kepribadian,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan ditingkat sekolah dasar merupakan pendidikan formal yang paling dasar. Di tingkat ini, dasar-dasar ilmu pengetahuan, watak, kepribadian, moral,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sekolah Luar Biasa PKK Propinsi Lampung sebagai salah satu sekolah centara
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah Luar Biasa PKK Propinsi Lampung sebagai salah satu sekolah centara yang telah ditunjuk untuk menyelenggarakan Sekolah Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan setiap anak di dunia ini berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Tidak hanya anak normal saja
Lebih terperinciBUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS
1 BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak. Kehilangan pendengaran yang ringan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik. Interaksi tersebut sangatlah penting untuk tercapainya tujuan pendidikan. Menurut Ki Hajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara tentang pemerataan akses pendidikan di Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) baik yang diselenggarakan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kejadian diskriminasi terhadap anak berkebutuhan khusus sering kali terjadi di Indonesia. Menurut Komnas HAM, anak berkebutuhan khusus yang merupakan bagian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gangguan autistik muncul sekitar tahun 1990-an. Autistik mulai dikenal secara luas sekitar tahun 2000-an (Yuwono, 2009: 1). Berbicara adalah salah satu aspek yang sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mendapatkan kesempurnaan yang diinginkan karena adanya keterbatasan fisik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki keinginan untuk lahir dengan kondisi fisik yang normal dan sempurna, namun pada kenyataannya ada manusia yang tidak dapat mendapatkan kesempurnaan
Lebih terperinciMENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART
MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART GUNAWAN WIRATNO, S.Pd SLB N Taliwang Jl Banjar No 7 Taliwang Sumbawa Barat Email. gun.wiratno@gmail.com A. PENGANTAR Pemerataan kesempatan untuk memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Pendidikan diberikan kepada seorang anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk dapat saling mengisi dan saling membantu satu dengan yang lain.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia karena dibekali memiliki akal budi, kepribadian serta kecerdasan yang membedakannya dengan makhluk lainnya.
Lebih terperinciMETODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU (SLB/B) MELALUI ALAT PERAGA UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA
METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU (SLB/B) MELALUI ALAT PERAGA UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA (Studi kasus di Kelas VIII SMPLB-B Yayasan Rehabilitasi Tuna Rungu Wicara
Lebih terperinciAHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010
AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 SIAPAKAH? ANAK LUAR BIASA ANAK PENYANDANG CACAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PENDIDIKAN INKLUSIF Pendidikan inklusif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mendapat pendidikan yang sama merupakan hak setiap individu yang menempati suatu negara tanpa terkecuali pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK). Hal
Lebih terperinci2015 PENGARUH METODE DRILL TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMAKAI SEPATU BERTALI PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS 3 SDLB DI SLB C YPLB MAJALENGKA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak asasi setiap warga Negara Indonesia dan untuk itu setiap warga Negara termasuk anak berkebutuhan khusus berhak memperoleh pendidikan yang bermutu
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR STRATEGIK PEMEROLEHAN BAHASA ANAK TUNARUNGU ( Studi kasus di SLB B Karnnamanohara Yogyakarta ) T E S I S
FAKTOR-FAKTOR STRATEGIK PEMEROLEHAN BAHASA ANAK TUNARUNGU ( Studi kasus di SLB B Karnnamanohara Yogyakarta ) T E S I S oleh : FARIDA YULIATI NIM : Q 100 050 061 Program Studi : Magister Manajemen Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu negara memiliki kewajiban untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan seperti yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal 31 ayat (1) yang berbunyi bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini, tidak semua orang berada pada kondisi fisik yang sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan ada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Pendidikan luar biasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi para peserta didik yang memiliki kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan
Lebih terperinci