RENCANA STRATEGIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RENCANA STRATEGIS"

Transkripsi

1 2017 RENCANA STRATEGIS KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Tim Penyusunan Renstra Komnas Perempuan 1/1/2017

2 SEKAPUR SIRIH Perumusan Rencana Strategis adalah upaya untuk memberikan landasan dan arah bagi kerja Komnas Perempuan yang secara umum menjadi indikator capaian kerja untuk periode 5 tahun mendatang. Rencana Strategis ini disusun berdasarkan analisa capaian yang telah dilakukan Komnas Perempuan sejak tahun 1998 dan analisa terhadap kondisi kekerasan dan pelanggaran hak-hak Perempuan. Proses pembahasannya dilakukan secara intensif yang diikuti oleh seluruh Komsioner dan Badan Pekerja Komnas Perempuan. Renstra ini menjadi dokumen yang harapannya menjadi pegangan bagi Komnas Perempuan dan sekaligus referensi bagi para mitra Komnas Perempuan dalam melakukan berbagai kerja sama yang sinergi dan kerja-kerja lainnya yang saling melengkapi dalam upaya pemenuhan hak-hak perempuan dan penghapusan segala bentuk kekerasan yang berbasis gender. Ditetapkan oleh Sidang Paripurna ke- Di : Jakarta Pada : i

3 DAFTAR ISI Sekapur sirih... i Daftar isi... ii Ringkasan Eksekutif... iii BAB I: PENDAHULUAN KONDISI UMUM POTENSI DAN PERMASALAHAN Potensi Permasalahan...15 BAB II: VISI, MISI, DAN TUJUAN KOMNAS PEREMPUAN VISI KOMNAS PEREMPUAN MISI KOMNAS PEREMPUAN TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS...39 BAB III: ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KOMNAS PEREMPUAN KERANGKA REGULASI KERANGKA KELEMBAGAAN...44 BAB IV: TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN TUJUAN STRATEGIS JANGKA PANJANG TUJUAN JANGKA PENDEK PERJANJIAN KINERJA...52 BAB V: PENUTUP...55 LAMPIRAN...56 A. Matriks Penetapan Kinerja B. Kerangka Regulasi C. Kerangka Kelembagaan D. Kerangka Pendanaan ii

4 Ringkasan Eksekutif (Executive Summary) Rencana Strategis Komnas Perempuan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) adalah lembaga negara yang independen untuk penegakan hak asasi perempuan Indonesia. Komnas Perempuan didirikan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 181 Tahun 1998, dan kemudian diperkuat dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 65 Tahun Komnas Perempuan lahir dari tuntutan masyarakat sipil (terutama kelompok perempuan) kepada pemerintah untuk mewujudkan tanggung jawab negara atas berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan, terutama kekerasan seksual yang dialami perempuan etnis Tionghoa dalam kerusuhan Mei Komnas Perempuan sebagai bagian dari mekanisme HAM Nasional memiliki peran penting sebagai correctional system terhadap lembaga eksekutif, legislatif dan judikatif. Sesuai dengan dasar pendiriannya, Komnas Perempuan diberikan mandat spesifik untuk penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan di Indonesia/indonesia. Untuk menjalankan mandat tersebut Komnas Perempuan memiliki tugas pokok untuk: 1). Menyebarluaskan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia dan upaya-upaya pencegahan dan penghapusannya; 2). Melaksanakan pengkajian dan penelitian terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi perlindungan hak-hak asasi perempuan; 3). Melaksanakan pemantauan dan pendokumentasian kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran HAM perempuan; 4). Memberi saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga legislatif, dan yudikatif, serta organisasi-organisasi masyarakat guna mendorong penyusunan dan pengesahan kerangka hukum dan kebijakan untuk penegakan dan pemajuan hak-hak asasi perempuan; dan 5). Mengembangkan kerja sama regional dan internasional untuk penegakan dan pemajuan hak-hak asasi perempuan. Selama 16 tahun keberadaannya, Komnas Perempuan telah banyak menghasilkan capaian terkait dengan upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan penegakan serta pemajuan hak asasi perempuan. Di sektor kebijakan, Komnas Perempuan berada di garda terdepan dalam mendorong lahirnya UU PKDRT, UU Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan UU Perlindungan Saksi dan Korban. Di samping itu, Komnas Perempuan juga melakukan pemantauan secara intensif terhadap berbagai peraturan daerah yang diskriminatif, dan mengadvokasi harmonisasi kebijakan yang mengacu pada konstitusi negara. Komnas Perempuan melakukan pemantauan dan pendokumentasian terhadap berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia yang dituangkan dalam sejumlah laporannya termasuk meluncurkan Catatan Tahunan (CATAHU) Kekerasan terhadap Perempuan Indonesia, yang selama ini telah menjadi acuan bagi institusi-institusi strategis di level pemerintah dan masyarakat. Melalui Program Pundi Perempuan, Komnas Perempuan telah berhasil mendekatkan akses lembaga-lembaga pengada layanan terhadap dukungan pendanaan, agar lembaga pengada layanan dapat terus beroperasi menangani korban. Sampai saat ini, Pundi Perempuan telah membantu mendanai kurang lebih 39 lembaga pengada layanan. Komnas Perempuan juga mengembangkan sistem pemulihan bagi korban kekerasan dan pelanggaran HAM masa lalu, dan tidak lelah mengingatkan pemerintah untuk memenuhi hak-hak dasar mereka sebagai warga negara. Tidak hanya di level iii

5 nasional, Komnas Perempuan juga aktif melakukan advokasi regional dan internasional untuk memperkuat penegakan dan pemajuan hak asasi perempuan Di balik berbagai capaian tersebut, Komnas Perempuan masih menghadapi banyak tantangan dan hambatan. Tantangan terbesar di level internal adalah status kelembagaan Komnas Perempuan yang belum kuat. Di dalam tata struktur ketatanegaraan Indonesia, Komnas Perempuan digolongkan dalam kelompok Badan Lainnya atau Lembaga Non Struktural (LNS). Karena statusnya ini, Komnas Perempuan masih sering dipersepsikan sebagai bagian dari Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KNPPA) atau bahkan disamakan dengan NGO. Padahal Komnas Perempuan adalah salah satu Lembaga Nasional HAM/LNHAM atau NHRI (National Human Rights Institution). Di level eksternal Komnas Perempuan masih berhadapan dengan konsep pembangunan nasional yang kurang mempertimbangkan adanya gender gap sehingga berakibat pada proses pemiskinan perempuan di berbagai sektor. Hal ini diperparah dengan menguatnya kapitalisme yang dimainkan oleh private sectors yang hanya berorientasi pada keuntungan ekonomi tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan sehingga menimbulkan konflik sumber daya alam, dan kaum perempuan menjadi korban di dalamnya. Menguatnya fundamentalisme global yang mengusung politisasi identitas atas nama agama dan moralitas, juga seringkali mendiskreditkan kelompok minoritas dan kelompok perempuan. Rendahnya pemahaman aparat penegak hukum terhadap kompleksitas persoalan kekerasan terhadap perempuan, menyebabkan akses keadilan bagi perempuan korban sangatlah sulit terwujud. Berdasarkan kondisi di atas, Komnas Perempuan merumuskan rencana strategisnya untuk 5 tahun ke depan ( ), dengan menetapkan 7 isu prioritas; 1) Kekerasan terhadap perempuan dalam konteks pelanggaran HAM masa lalu, konflik dan bencana 2) Kekerasan terhadap perempuan akibat pemiskinan perempuan, termasuk dalam konteks migrasi, eksploitasi tenaga kerja di pabrik dan rumah tangga, dan eksploitasi sumber daya alam; 3) Kekerasan terhadap perempuan dalam konteks perkawinan dan keluarga; 4) Kekerasan Seksual; 5) Kekerasan terhadap perempuan dalam konteks diskriminasi dan politisasi identitas atas nama agama, moralitas, budaya dan kepentingan politik; 6) Penguatan Gerakan Sosial dan Perlindungan Perempuan Pembela HAM (WHRD); dan 7) Kelembagaan Komnas Perempuan sebagai Lembaga HAM Nasional. Untuk mendukung 7 isu prioritas ini, Komnas Perempuan menetapkan 4 ranah kerja yang akan terus digarap yaitu, perempuan korban, negara, masyarakat, dan kelembagaan nasional HAM. Untuk ranah korban, Komnas Perempuan memiliki target terhadap menguatnya kapasitas korban dalam berorganisasi dan meningkatnya kemampuan untuk melakukan advokasi, pemantauan dan pemulihan atas hak-hak mereka. Di ranah negara, Komnas Perempuan berupaya untuk meloloskan berbagai undang-undang dan kebijakan yang kondusif bagi pemenuhan hak-hak perempuan, diantaranya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Perubahan atas UU Penempatan dan Perlindungan Tenaga kerja Indonesia di Luar Negeri, Rativikasi Konvensi ILO 198, RUU Perlindungan PRT, RUU KUHP, RUU KUHAP, RUU Pembela HAM, RUU Masyarakat Adat, RUU Perubahan atas UU Pengadilan HAM, RUU KKR, RUU Perubahan atas UU Perkawinan, RUU KKG, RUU Perubahan atau UU HAM, dan RUU Disabilitas. Untuk ranah iv

6 masyarakat Komnas Perempuan akan mendorong terbangunnya forum akademisi, CSO, organisasi masyarakat dan kelompok-kelompok strategis lainnya, dalam mengembangkan pengetahuan perempuan sebagai dasar kebijakan pembangunan di Indonesia. Di samping itu, Komnas Perempuan juga menggalang advokasi dan sinergi bersama dengan kelompok strategis untuk isu Papua, Pekerja Migran, dan Kelompok Perempuan Rentan Diskriminasi lainnya. Sedangkan di ranah kelembagaan, Komnas Perempuan mentargetkan terwujudnya Satuan Kerja Mandiri yang terpisah dari Komnas HAM sebagai Satuan Kerja Induk. v

7 BAB I: PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM Kekerasan terhadap perempuan tidak bisa dipisahkan dari adanya ketimpangan hubungan antara perempuan dan laki-laki, atau yang sering disebut ketimpangan jender dalam kehidupan bermasyarakat. HaI ini sekaligus berarti ketimpangan hubungan kekuasan antara laki-laki dan perempuan. Kondisi sosial ini masih diperkuat oleh mitos, prasangka, dan stereotip yang menyuburkan diskriminasi terhadap perempuan dalam lingkungan domestik maupun di ranah publik. Kenyataan bahwa berbagai bentuk tindak kekerasan dialami perempuan dari berbagai latar belakang pendidikan, suku, tingkatan sosial ekonomi, agama, dan usia. Sedang opini publik hingga kini masih berada pada suatu kontinium: dari pandangan ekstrim yang cenderung menyalahkan perempuan korban (blaming the victim) seperti, perempuan yang mengundang, salahnya sendiri pergi malam hari, siapa suruh ia memakai rok yang ketat, dan sebagainya, sampai ke ekstrim yang lain, bahwa hak perempuan perlu dihormati siapapun dia, dimanapun ia berada. 1 Temuan Komnas Perempuan atas angka kekerasan terhadap perempuan yang dipaparkan dalam laporan Catatan tahunan (CATAHU) selama lima tahun terakhir menunjukan angka yang cukup signifikan Data Kekerasan terhadap Perempuan Series 1 Column1 Column Kekerasan terhadap perempuan tidak hanya berpengaruh pada fisik tapi juga jiwa perempuan sebagai manusia seutuhnya. Dampaknya bukan hanya pada ia, seorang perempuan tapi juga kehidupan. Karena, ia, seorang perempuan yang melahirkan kehidupan. Di Indonesia, pengakuan terhadap hak perempuan salah satunya ditunjukan saat Pemerintah Indonesia meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan pada tahun 1984 menjadi UU no. 7 tahun Kemudian ditegaskan lagi pada sidang ke-11 Komite Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW) tahun 1992, yang melahirkan Rekomendasi Umum Nomor 19 yang menyatakan: 1 Laporan Tiga Tahun Pertama Komnas Perempuan , h.i. 2 Laporan CATAHU Komnas Perempuan

8 Kekerasan berbasis gender adalah suatu bentuk diskriminasi yang merupakan hambatan serius bagi kemampuan perempuan untuk menikmati hak-hak dan kebebasannya atas dasar persamaan hak dengan laki-laki. Rekomendasi Umum ini juga secara resmi memperluas larangan atas diskriminasi berdasarkan gender dan merumuskan tindak kekerasan berbasis gender sebagai: tindak kekerasan yang secara langsung ditujukan kepada perempuan karena ia berjenis kelamin perempuan atau mempengaruhi perempuan secara proposional. Termasuk di dalamnya tindakan yang mengakibatkan kerugian atau penderitaan fisik, mental dan seksual, ancaman untuk melakukan tindakan-tindakan tersebut, pemaksaan dan bentuk-bentuk perampasan hak kebebasan lainnya. Karena itu penghapusan kekerasan terhadap perempuan merupakan mutlak sebagai bagian pengakuan terhadap hak asasi manusia itu sendiri dan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran HAM. Hal ini ditegaskan pula dalam Deklarasi dan Program Aksi Wina (Tahun 1993; Bag. 1, Ayat 18): Hak Asasi Perempuan dan anak perempuan merupakan bagian yang melekat, menyatu dan tidak terpisahkan dari hak asasi manusia yang universal. Partisipasi perempuan sepenuhnya dan sama dalam kehidupan politik, sipil dan ekonomi, sosial dan budaya pada tingkat nasional, regional dan international, serta pembasmian segala bentuk diskriminasi atas dasar jenis kelamin merupakan tujuan yang mendapat prioritas pada masyarakat internasional. Seorang perempuan yang mengalami kekerasan tidak akan dapat secara optimal mengembangkan dirinya dan berpartisipasi dalam pembangunan dan karenanya akan mempengaruhi nilai daya saing sumber daya manusia Indonesia secara keseluruhan. Mempertimbangkan urgensi akar dan dampak kekerasan terhadap perempuan sebagai satu masalah pembangunan di Indonesia, Pemerintah Indonesia menetapkan dalam salah satu tujuan pembangunan sebagaimana dicanangkan dalam RPJPN dan ditegaskan dalam RPJMN II ( ) dan RPJMN III ( ) melalui strategi Pengarusutamaan Gender (PUG), adalah pengembangan kualitas sumber daya manusia yang berdaya saing, baik laki-laki dan perempuan. 3 Dalam dimensi hukum dan HAM, penghapusan kekerasan terhadap perempuan juga menjadi bagian dari sasaran dari pembangunan hukum dan HAM Nasional , yakni sasaran ketiga penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM, dengan arah kebijakan 3.4. Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan. 4 Kelahiran Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) sendiri pada 15 Oktober 1998 merupakan pengejewantahan tanggungjawab negara atas kekerasan terhadap perempuan pada masa itu. Meluasnya kekerasan seksual terhadap perempuan etnis Tionghoa yang terjadi pada kurun tragedi Mei 98, membangkitkan gerakan masyarakat anti kekerasan, khususnya gerakan perempuan, yang menuntut tanggung jawab negara untuk itu. Melalui serangkaian dialog oleh tokoh perempuan, Presiden RI ketiga, Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie mengeluarkan pernyataan penyesalan, sebagai berikut: Setelah saya mendengar laporan dari Ibu-Ibu tokoh masyarakat anti kekerasan terhadap perempuan, dengan bukti-bukti yang nyata dan otentik, mengenai kekerasan terhadap perempuan dalam bentuk apa pun juga di bumi Indonesia pada umumnya dan khususnya yang terjadi pada pertengahan bulan Mei 1998, menyatakan penyesalan yang mendalam terhadap terjadinya kekerasan tersebut yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. 5 3 Pembangunan Kesetaran Gender, Background Study RPJMN III , Bappenas, Background Study RPJMN III Bidang Pembangunan Hukum Nasional, Bappenas, Pernyataan Presiden RI ke-3, B.J. Habibie, par. I, 15 Juli

9 Pernyataan ini sekaligus ditindaklanjuti dengan mendirikan Komnas Perempuan sebagai bentuk tanggung jawab negara pada 9 Oktober tahun 1998 melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 181 Tahun 1998 dan kemudian diperbaharui melalui Peraturan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Nomor 65 Tahun MANDAT Mandat utama Komnas Perempuan fokus pada Penghapusan segala bentuk Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia/Indonesia yang dijabarkan menjadi misi Komnas Perempuan (a). mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakkan hak-hak asasi perempuan di Indonesia; (b). meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan di Indonesia (Keppres No.181/Tahun 1998, dalam Pasal 4 dan 5). Sebagai mekanisme HAM untuk perempuan, Komnas Perempuan bekerja berlandaskan: 1. Konstitusi, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) 3. Undang-Undang No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam atau tidak Manusiawi (CAT) 4. Deklarasi Internasional tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, serta kebijakan-kebijakan lainnya tentang hak asasi manusia. TUGAS POKOK Tugas pokok Komnas Perempuan berdasarkan pasal 4 Perpres No. 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, adalah: 1. Menyebarluaskan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia dan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan, serta penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Ruang lingkup dari tugas pertama ini meliputi: a. Meningkatkan kesadaran publik dan penghormatan terhadap HAM perempuan melalui pendidikan HAM berbasis jender dan upaya-upaya advokasi yang partisipatif b. Mempublikasikan dan mendiseminasikan temuan, pandangan dan rekomendasi tentang bentuk-bentuk KtP, pola-pola baru kekerasan terhadap perempuan, kebijakan yang kondusif dan diskriminatif, serta dampak dan penangannya. c. Memberikan informasi bagi setiap individu yang ingin mengetahui tentang LNHAM dan kerja-kerjanya, isu kekerasan terhadap perempuan, serta ruang partisipasi masyarakat d. Melakukan konsultasi, dengar pendapat publik dan pelibatan lainnya atas isu ham perempuan, khususnya tentang kekerasan terhadap perempuan 2. Melaksanakan pengkajian dan penelitian terhadap berbagai peraturan perundangundangan yang berlaku, serta berbagai instrumen internasional yang relevan bagi perlindungan hak-hak asasi perempuan. Ruang lingkup dari tugas kedua ini meliputi: a. Mengkaji substansi undang-undang, keputusan peradilan, dan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah untuk memajukan ham 3

10 perempuan untuk harmonisasi dengan Konstitusi dan Instrumen HAM Internasional b. Mengkaji Instrumen HAM Internasional, baik berupa instrumen hukum, standar dan pedoman, resolusi, laporan ahli, pelapor khusus PBB serta kesepakatan internasional HAM yang relevan lainnya. c. Membuat dan menyampaikan laporan-laporan tentang hal-hal tersebut pada poin (a) kepada pihak yang relevan, utamanya penyelenggara negara (APH, APN, dan Parlemen) dan institusi serta aktor strategis lainnya. 3. Melaksanakan pemantauan, termasuk pencarian fakta dan pendokumentasian kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran HAM perempuan, serta penyebarluasan hasil pemantauan kepada publik dan pengambilan langkah-langkah yang mendorong pertanggungjawaban dan penanganan. Ruang lingkup dari tugas ketiga ini meliputi: a. Menyelenggarakan pemantauan dan pendokumentasian pola-pola kekerasan terhadap perempuan di ranah personal, publik/komunitas, dan negara b. Meminta dan mengkaji dokumen kebijakan, instrumen-instrumen ham, keputusan pengadilan dan dokumen yang relevan lainnya untuk kepentingan pemantauan dan melihat dampak dari dokumen tersebut terhadap pemenuhan hak perempuan korban c. Menerima dan mendengarkan pengaduan atau informasi dari perempuan korban, keluarga dan pendampingnya, baik yang disampaikan secara lisan maupun melalui dokumen dan bentuk lainnya. d. Memberikan Informasi untuk kepentingan perempuan korban, khususnya dalam hal pemulihan hak-hak perempuankorban, dan membukakan peluang untuknya, melalui antara lain, namun tidak terbatas pada, sistem rujukan, amicus curiae (saksi ahli), surat dukungan. e. Melakukan penguatan kapasitas kepada mitra Komnas Perempuan untuk melakukan pemantauan dan pendokumentasian. f. Mengolah, menganalisa dan membuat laporan hasil pemantauan sebagai dasar untuk menjadi bahan masukan atau rekomendasi untuk pelaksanaan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan pemenuhan hak-hak perempuan korban. 4. Memberi saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga legislatif, dan yudikatif, serta organisasi-organisasi masyarakat guna mendorong penyusunan dan pengesahan kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, serta perlindungan HAM penegakan dan pemajuan HAM perempuan. Ruang lingkup dari tugas keempat ini meliputi: a. Mempertimbangkan, merundingkan, dan membuat rekomendasi-rekomendasi tentang upaya-upaya penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan pemenuhan hak-hak perempuan korban di tingkat lokal, nasional, regional dan internasional yang dirujuk penyelenggara negara (APH, APN, dan Parlemen) dan institusi serta aktor strategis lainnya; b. Memberikan saran dan pandangan tentang masalah HAM perempuan yang diajukan dan yang dibutuhkan oleh penyelenggara negara (APH, APN, dan Parlemen) dan institusi serta aktor strategis lainnya; 5. Mengembangkan kerja sama regional dan internasional guna meningkatkan upayaupaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan 4

11 FUNGSI Indonesia, serta perlindungan, penegakan dan pemajuan hak-hak asasi perempuan. Ruang lingkup dari tugas kelima ini meliputi: a. Membuat dan menyampaikan laporan independen kepada mekanisme ham regional dan internasional tentang pola-pola kekerasan terhadap perempuan serta kondisi perlindungan, penegakan, pemenuhan dan pemajuan ham perempuan dalam kapasitasnya sebagai Lembaga Nasional HAM dengan mandat khusus penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan b. Memfasilitasi, mendukung dan memperkuat kerjasama antar mekanisme ham di nasional, regional, dan internasional tentang upaya-upaya penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan pemenuhan hak-hak perempuan korban c. Memperkuat peran strategis CSO, khususnya CSO yang bergerak di isu perempuan termasuk WHRD dalam rangka memperluas kerja, dan mengembangkan jaringan yang bergerak dalam bidang pemajuan dan perlindungan ham perempuan. Fungsi Komnas Perempuan sebagai salah satu Lembaga HAM Nasional untuk memantau, mendorong, mengkoreksi dan memberi masukan kepada penyelenggara negara (APH, APN dan Parlemen) dan institusi serta aktor strategis lainnya untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan. PERAN STRATEGIS Peran strategis Komnas Perempuan sebagai berikut: 1. Pemantau dan pelapor tentang pelanggaran HAM berbasis gender dan kondisi pemenuhan hak perempuan korban, 2. Pusat pengetahuan (resource center) tentang hak asasi perempuan dan KtP, 3. Inisiator dan pemicu perubahan serta perumusan kebijakan, 4. Negosiator, penjembatan dan pembuka akses antara pemerintah dengan komunitas korban, CSO, Pembela HAM Perempuan, institusi maupun aktor strategis lainnya untuk penghapusan KtP. 5. Fasilitator pengembangan dan penguatan jaringan di tingkat lokal, nasional, regional dan internasional untuk kepentingan pencegahan, peningkatan kapasitas penanganan dan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. PRINSIP DAN CARA KERJA Dalam melaksanakan mandatnya, Komnas Perempuan memegang teguh prinsip kerja dan cara kerja sebagai Lembaga Nasional HAM sesuai amanat Prinsip Paris. Prinsip kerja dan cara kerja tersebut dijabarkan sebagai berikut: PRINSIP KERJA 1. Menjamin kerahasiaan saksi dan korban KtP serta korban pelanggaran HAM; 2. Memberikan respons cepat dan strategis terhadap kasus-kasus kekerasan atau pelanggaran HAM Perempuan; 3. Mendengar suara perempuan korban dan mencari upaya penyelesaian sesuai dengan kebutuhan korban dan prinsip-prinsip HAM perempuan hak atas kebenaran, keadilan, pemulihan dan jaminan ketidakberulangan ; 4. Anti kekerasan, Independen, tidak berpihak (Imparsial), Non partisan, Nirlaba 5

12 CARA KERJA 1. Keputusan tertinggi ada pada mekanisme Sidang Komisi Paripurna. 2. Membentuk komisi-komisi kerja maupun mekanisme-mekanisme khusus yang disepakati dalam Sidang Komisi Paripurna. 3. Bekerjasama dengan lembaga-lembaga negara, sesama lembaga HAM maupun lembaga strategis lainnya. 4. Membangun dan memperkuat jaringan utamanya organisasi perempuan, lembaga layanan, komunitas korban maupun kelompok-kelompok strategis lainnya untuk memperkuat fungsi dan kerja lembaga HAM 5. Melaksanakan konsultasi dengan lembaga-lembaga negara, ahli, CSO, dan aktoraktor strategis lainnya, untuk pemajuan dan perlindungan HAM 6. Membangun kerjasama di tingkat lokal, nasional, regional dan internasional dengan memperhatikan peran-peran relevan untuk pemenuhan HAM perempuan dan upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Mandat, prinsip dan cara kerja sebagaimana tersebut di atas merupakan arah dan landasan gerak Komnas Perempuan dalam upaya penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan yang diterjemahkan dalam implementasi program dan kegiatan untuk mendukung terjangkaunya sasaran strategis berupa: Terlindunginya perempuan dari segala bentuk kekerasan dan terpenuhinya Hak Korban atas kebenaran, Keadilan dan Pemulihan serta jaminan ketidakberulangan, sebagai berikut: PENETAPAN KINERJA KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA UNIT KERJA : KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN TAHUN ANGGARAN : 2014 SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET (1) (2) (3) Terlaksananya Jumlah kebijakan negara yang diseleraskan 3 Kebijakan Negara pencegahan dan penanggulangan segala bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan dan Pemenuhan Hak Korban upaya pencegahan dan penanggulagan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan serta perlindungan, penegakan dan pemajuan HAM perempuan Jumlah mitra kampanye Komnas Perempuan 90% Mitra Jumlah rilis Komnas Perermpuan 80 Rilis media Jumlah pengunjung Website Komnas Perempuan 20% Pengunjung 6

13 Jumlah kajian terkait isu kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan HAM perempuan Hasil kajian dan rekomendasi yang ditindaklanjuti terkait isu kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan HAM perempuan Jumlah rekomendasi hasil pemantauan yang ditindaklanjuti Jumlah laporan pemantauan dan pemetaan terkait isu kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan HAM perempuan Prosentase pengaduan masyarakat yang ditindaklanjuti Prosentase panduan Pemulihan korban pelanggaran HAM yang dikembangkan Pengelolaan Gaji, Honor dan Tunjangan 2 Kajian 8 Rekomendasi 4 Rekomendasi 5 Pemantauan 100% Ditindaklanjuti 1 Panduan/Modul 12 Bulan layanan Jumlah SDM yang didiklatkan Jumlah SOP dan Kebijakan atau Aturan terkait Jumlah pertemuan Internasional terkait dengan isu perempuan yang dihadiri Jumlah rekomendasi Sidang HAM dan Konsultasi Publik yang terintegrasi dalam RKP Komnas Perempuan Berikut adalah hasil yang telah dicapai Komnas Perempuan dalam upaya pencegahan dan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan pada : a. Terkait pemantauan dan pendokumentasian berbasis HAM dan gender Komnas Perempuan membaca peta kekerasan terhadap perempuan di Indonesia berbasis suara korban. Berdasarkan program ini terdapat capaian sebagai berikut : Catatan Tahunan KtP di Indonesia yang menjadi acuan kebijakan dan institusi strategis. Ditenemukenalinya pola-pola kekerasan seksual sebanyak15 pola. UU hanya mengenal 3 pola Didokumentasikannya kebijakan diskriminatif di 7 propinsi dan 16 kabupaten kota sebanyak 364 kebijakan per Agustus Terdampinginya pemantauan perempuan dan tersedianya laporan 4 dekade kekerasan di Papua, KtP di Aceh paska pemberlakuan kebijakan atas nama agama dan moralitas 7

14 Peta kekerasan perempuan dan pemiskinan akibat konflik sumber daya alam Peta kekerasan terhadap perempuan di tahanan dan serupa tahanan Peta kekerasan KtP dan intoleransi beragama Laporan pemantauan 10 media yang mendorong peliputan berbasis HAM dan gender dan berprinsip melindungi perempuan korban pemantauan lembaga HAM untuk migran di perbatasan, tahanan/detention b. Membangun Basis pengetahuan: menemukenali /meninjau ulang pola-pola baru KtP Non state actor : Melihat pertanggungjawaban HAM atas pelaku non negaraàmelihat anatomi kekuasaan dan policy makers di Indonesia. Hukum dan penghukuman (kerjasama dengan UI)à melihat ulang pola penghukuman dan maknanya bagi perempuan korban. Dimensi KtP dalam gratifikasi seksual KtP berbasis budaya Kejahatan perkawinan Victimisasi perempuan dalam pemberlakuan PKDRT c. Pensikapan Penting atas isu KtP di Indonesia : Mendorong kesadaran dan komitmen publik dan Negara Mendorong diadopsinya/ ratifikasi konvensi internasionalàmigran dan keluarganya, dll Input proses legislasi : RUU perlindungan migran, PRT, OPCAT, RUU Penanganan konflik sosial, masyarakat adat, revisi KUHP dan KUHAP, RUU KKG, Pelembagaan komitmen negara dalam kebijakan : MOU dengan APH, kemengterian dan Peradi tentang peradilan pidana terpadu, adopsi kurikulum, parameter berbasis HAM dan gender dalam penyusunan peraturan daerah, dll. Pembatalan batas 180 hari review Perda, evaluasi pemberlakuan UU pornografi, dll. d. Reformasi kebijakan Mendorong diadopsinya/ ratifikasi konvensi internasionalàmigran dan keluarganya, dll Input proses legislasi : RUU perlindungan migran, PRT, OPCAT, RUU Penanganan konflik sosial, masyarakat adat, revisi KUHP dan KUHAP, RUU KKG, Pelembagaan komitmen negara dalam kebijakan : MOU dengan APH, kemengterian dan Peradi tentang peradilan pidana terpadu, adopsi kurikulum, parameter berbasis HAM dan gender dalam penyusunan peraturan daerah, dll. Pembatalan batas 180 hari review Perda, evaluasi pemberlakuan UU pornografi, dll. e. Membangun Sistem Pemulihan Korban Memantau akses perempuan pada keadilan di 3 wilayahà korban memilih mekanisme informal yang ramah, murah dan mudah. Perdasi pemulihan perempuan korban untuk perempuan asli Papua Membangun metodologi pemantauan integratif dengan pemulihan untuk korban : Anyam Noken di Papua, pantau lintas korban kekerasan berbasis agama Sistem pemulihan bagi ex migran à tanggung jawab negara bukan hanya tanggung jawab keluargaà bangun inisitaif berbasis komunitas di NTT. 8

15 Menerobos ke daerah-->adanya komitmen 3 wilayah untuk mengawal pelanggaran HAM masa lalu : Palu, Solo, DKI. f. Pelembagaan pengetahuan dalam institusi pendidikan HAM BG di SLTA Kurikulum APH Lemhanas berkomitmen gunakan terbitan KP sebagai referensi Memecah kebisuan dalam lembaga agama g. Advokasi internasional untuk memperkuat komitmen dan mekanisme HAM di nasional, regional, internasional Diadopsinya laporan KP dalam UPR, Cedaw, ICCPR, kunjungan resmi komisi tinggi Dewan HAM PBB KP dipercaya/didengar sebagai advisor/expert dalam forum strategis : Dewan HAM PBB, Intergovt Asia Pacific, komisi HAM regional Sumber pengetahuan institusi internasional/tamu negara/tamu internasional : kepala negara/high officers negara, parlemen, komisi HAM, perguruan tinggi, donors, evaluator, dll h. Optimalisasi KP sebagai Penjembatan CSO (kelompok perempuan) dan Negara Konsultasi publik : kerja-kerja KP, renstra, laporan-laporan penting Indonesia ke mekanisme internasional Reformis lokal : membangun sinergi multi elemen untuk memantau produksi legislasi di daerah Memperjuangkan survival organisasi perempuan : dekatkan akses dana 39 lembaga perempuan, Pundi perempuan. Berkerja dengan lebih dari 1700 Jaringan di nasional dan lokal; Dari berbagai elemen (akademisi, kelompok korban, pemerintah pusat dan daerah, kelompok adat, keagamaan, lembaga donor, penegak hukum, media, ormas, dan lainnya); dalam berbagai bentuk kerja, untuk pendataan KtP (Catahu), kampanye, reformasi kebijakan dan penegakan hukum, forum belajar, kelompok reformis lokal, dan lainnya. i. Mendukung hak dan kerja-kerja WHRD (women human right defender) Linkage antara akademisi dan WHRD melalui PDP (pengetahuan dari Perempuan) Memperkuat pengetahuan/kapasitas WHRD (à skill pemantauan dan pelaporan berbasis HAM dan gender (Aceh, Papua, disabilitas, LGBT, pendamping korban (forum belajar), Akses capacity building : scholarship dalam dan luar negeri Pundi sehat WHRD j. Penguatan kelembagaan KP sebagai NHRI Membangun mekanisme sidang HAM dengan 3 lembaga HAM di Indonesia Memahamkan negara dan publik tentang NHRI: kajian dan advokasi Mendorong pengakuan dan dukungan negara atas kerja NHRI : status hukum dalam konstitusi, tidak diletakkan sebagai LNS/komisi adhoc, dukungan finansial yang sesuai dengan kebutuhan NHRI, dll. Membangun resource centre (RC) untuk HAM dan perempuan. 9

16 Capaian ini didukung pula dengan persepsi masyarakat yang dihimpun baik dari proses evaluasi maupun refleksi bersama mitra. Menurut hasil evaluasi eksternal, keberadaan Komnas Perempuan diakui sebagai institusi yang penting untuk penegakan HAM, sebagai role mode untuk mekanisme HAM perempuan yang independen dan sebagai sumber pengetahuan/source of knowldge untuk isu kekerasan berbasis gender. Keberadaan NHRI urgen dibutuhkan pemerintah Indonesia.karena masih tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi dalam berbagai konteks kehidupan berbangsa dan bernegara; upaya pengungkapan kebenaran, keadilan dan pemulihan sebagai hak-hak dasar perempuan korban, termasuk korban pelanggaran HAM masa lalu yang belum terpenuhi; kebijakankebijakan diskriminatif terhadap perempuan yang masih berlangsung, dan lain sebagainya. Kondisi ini membutuhkan perhatian yang khusus guna menciptakan dan mendekatkan keadilan bagi perempuan korban. 6 Untuk itu, Komnas Perempuan senantiasa melakukan refleksi terhadap peran dan kerja strategis yang dilakukannya melalui berbagai mekanisme yang dikembangkan.konsultasi publik, melakukan evaluasi (eksternal-internal) dan pertanggungjawaban publik, merupakan bagian dari upaya untuk menjadikan Komnas Perempuan sebagai lembaga yang reflektif terhadap kebutuhan pemenuhan hak perempuan. Hal ini diharapkan menjadi proses siklus refleksi bagi komnas perempuan.selain itu Komnas Perempuan dalam strategi kerjanya mengedepankan sinergi bersama dengan mitra-mitra strategisnya, baik dengan gerakan perempuan, komunitas korban, lembaga negara, jaringan maupun mekanisme regional dan internasional. Konsultasi Publik merupakan salah satu bentuk dan cara kerja Komnas Perempuan untuk memenuhi mandatnya serta meneguhkan mekanisme transparansi dan akuntabilitas publik. Tujuannya selain untuk mendapatkan masukan yang berakar pada konstituen mengenai gambaran terakhir terkait kondisi pemenuhan HAM perempuan dan strategi advokasinya, Komnas Perempuan juga ingin memperoleh masukan untuk menerjemahkan mandatnya sebagai NHRI (National Human Right Institution) ke dalam kerjakerja strategis yang dituangkan dalam Rencana Strategis Komnas Perempuan. Komnas Perempuan menjaring aspirasi masyarakat melalui berbagai proses sebagai berikut : 1. Pertemuan ahli (expert meeting) pada tanggal 30 September Konsultasi publik dan mitra strategis pada tanggal 23 Oktober Penyampaian laporan tahunan Komnas Perempuan dan masukan publik setiap akhir tahun 4. Forum nasional kebangsaan yang merupakan konsultasi publik di bidang konstitusi dan perempuan dalam hukum nasional pada tanggal Februari 2014 dan 5 November Forum evaluasi RPJMN setiap enam bulan sekali Berdasarkan konsultasi publik tersebut di atas didapatkan sejumlah rekomendasi yang akan dipaparkan berikut ini berdasarkan subjek sasaran. I. Masyarakat 1. Adanya advokasi bersama antara pendamping korban dan pembela HAM 2. Adanya sistem pemulihan berbasis komunitas 3. Pelibatan laki-laki. Hal ini termasuk konseling laki-laki untuk pencegahan KDRT dan ulama laki-laki dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan. 4. Hukum adat untuk perlindungan perempuan yaitu melawan budaya yang menjadi alat pelanggengan KtP dan mengubahnya menjadi alat perlindungan. 5. Intervensi terhadap media agar menghentikan stigma terhadap perempuan 6 Laporan Evaluasi Eksternal tentang Dampak Kinerja Komnas Perempuan selama angka 4 huruf (j). 10

17 6. Penguatan mekanisme lokal terhadap lembaga lokal 7. penguatan kapasitas pendamping/pembela HAM II. Korban 1. Peningkatan kapasitas dan pemberdayaan korban 2. Penguatan korban dan konsolidasi korban III. Negara 1. Harmonisasi peraturan perundang-undangan 2. Mendorong negara untuk patuh terhadap dokumen HAM yang diproduksi dirinya sendiri misalnya peraturan perundang-undangan dan RAN HAM 3. Mengembangkan sistem pemulihan diantaranya melalui peningkatan kualitas P2TP2A, RSU dan RSU Daerah sebagai pemberi layanan medis bagi perempuan korban, meningkatkan jumlah dan spesifikasi rumah aman terkait jenis kekerasannya bagi perempuan korban termasuk di kedutaan besar Indonesia, pembentukan mekanisme paska trauma yang tidak diakomodasi dalam P2TP2A dan mendetilkan konsep rekonsiliasi dan rehabilitasi. 4. Mengembangkan sistem untuk repatriasi dan reintegrasi untuk korban trafficking serta buruh migran yang terkena kasus. Hal ini tidak sebatas pemulangan tetapi antara lain penguatan ekonomi korban serta akses terhadap bantuan dinsos. 5. Pengakuan pelanggaran Hak ekosob sebagai pelanggaran HAM berat 6. Pemenuhan keadilan, yang meliputi empat hal, antara lain: A. Perbaikan pada Sistem Peradilan a) Perbaikan sistem penyelidikan, penyidikan dan penuntutan pelanggaran HAM. b) Revitalisasi Ruang Pelayanan Khusus di kepolisian c) Perlu adanya SEMA tentang modus pemalsuan alamat perempuan yang digugat cerai suami d) Perbaikan sistem eksekusi sehingga putusan pengadilan yang menguntungkan korban dapat dilaksanakan e) Peningkatan kapasitas aparat penegak hukum (APH) f) Peradilan militer mengadopsi standar penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan misalnya informasi kepada korban pada setiap tahapan B. Optimalisasi dan perluasan peran LPSK C. Diplomasi bilateral untuk kepentingan buruh migran termasuk peningkatan kapasitas di Kedutaan-kedutaan besar Indonesia terkat pendampingan hukum dan pendampingan psikologis D. Penguatan sistem referal dan implementasinya IV. Kelembagaan Komnas Perempuan sebagai Lembaga HAM Harapan publik terhadap KP sangat besar. Terkait fungsi yang diperankan KP terdapat rekomendasi sebagai berikut: 1. Pusat pengelola pengetahuan termasuk didalamnya memunculkan bahasa/istilah baru untuk sebuah fakta pelanggaran HAM misalpemiskinan perempuan dalam konteks kejahatan kemanusiaan (crime against humanity) baik dalam lingkup hukum m aupun wacana. KP juga diharapkan mengisi kekosongan pengetahuan tentang isu HAM dalam pendidikan formal sekaligus menjembataninya dengan Kementrian pendidikan. 2. Intermediary atau penghubung korban dan masyarakat sipil dengan pemerintah/pejabat publik, akademisi, organisasi perempuan regional dan pelapor khusus (special rapporteur) PBB. 3. Pusat penyebaran HAM. 11

18 4. Pusat data korban. 5. Monitoring pelanggaran kekerasan terhadap perempuan termasuk advokasi melalui dukungan penanganan terhadap pelanggaran HAM di daerah-daerah. Adapun mengenai penguatan KP sebagai lembaga HAM yang perlu memenuhi kriteria dalam Paris Principle terdapat rekomendasi sebagai berikut: 1. Penguatan landasan hukum KP dengan tetap menjamin independensi. 2. Quasi yuridiksi yaitu tidak hanya dapat memonitoring dan memberikan rekomendasi tetapi penambahan kewenangan melakukan pemanggilan (sub poena), adanya kewajiban lembaga penerima untuk merespon rekomendasi KP, meminta klarifikasi apabila rekomendasi KP dintolakan dan publikasi respon lembaga penerima rekomendasi 3. Terus melakukan pelaporan kepada publik 4. Rekrutmen anggota KP yang tetap menjamin independensi 5. Menambahkan SGBV (sexual and gender based violence), kekerasan berbasis orientasi seksual dan identitas gender sebagai bagian kekerasan terhadap perempuan dan adanya subkom untuk diskriminasi berbasis orientsi seksual dan identitas gender. 6. Pengisian staf yang menjamin independensi 7. Kewenangan dan kemandirian mengelola anggaran untuk menjamin independensi 8. Monitoring dan evaluasi terhadap segala program KP 1.2. POTENSI DAN PERMASALAHAN Potensi Sila ketiga Kemanusiaan yang adil dan beradab dan sila kelima Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dari Pancasila secara mutlak menjamin kesetaraan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk dalam relasi gender. Penghormatan nilai-nilai kemanusiaan dan perwujudan keadilan sosial merupakan jiwa dari kesetaraan dan keadilan tersebut. Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan dengan tegas tujuan Pemerintahan Pemerintahan Negara Indonesia, yakni untuk...melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 juga secara mutlak menjamin dan melindungi hak-hak perempuan. Perempuan sebagaimana laki-laki adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki hak-hak dasar yang melekat pada hakekat dan keberadaannya sebagai manusia. Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peringatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan dan kecerdasan serta keadilan (Pasal 2 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia). Hak perempuan adalah hak asasi manusia yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi negara, hukum, pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Negara, terutama pemerintah, bertanggungjawab atas perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia (Pasal 28I Ayat 4). 12

19 Sebagai bagian dari jaminan dan perlindungan hak asasi manusia, termasuk hak perempuan, UUD Negara RI 1945 menegaskan 40 hak setiap warga negara yang dijamin Konstitusi. Secara keseluruhan, hak-hak tersebut dikategorikan ke dalam 14 rumpun, sebagaimana uraian berikut: 40 HAK KONSTITUSIONAL DALAM 14 RUMPUN I. HAK ATAS KEWARGANEGARAAN 1 Hak atas status kewarganegaraan. Ps 28 D (4) 2 Hak atas kesamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan. Ps 27 (1) II. HAK ATAS HIDUP 3 Hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya. Ps 28 A, 28 I (1) 4 Hak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang. Ps 28 B (2) III. HAK UNTUK MENGEMBANGKAN DIRI 5 Hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar, Ps 28 C (1) pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya. 6 Hak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia bermartabat. Ps 28 H (3) 7 Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk Ps 28 F mengembangkan pribadi dan lingkungan sosial. 8 Hak atas pendidikan. Ps 31 IV. HAK ATAS KEMERDEKAAN PIKIRAN & KEBEBASAN MEMILIH 9 Hak atas kemerdekaan pikiran dan hati nurani. Ps 28 I (1) 10 Hak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Ps 28 E (2) 11 Hak untuk bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Ps 28 E (1), 29 (2) 12 Hak untuk bebas memilih pendidikan, pengajaran, pekerjaan, Ps 28 E (1) kewarganegaraan, dan tempat tinggal. 13 Hak atas kebebasan berserikat. Ps 28 E (3) 14 Hak untuk menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nurani. Ps 28 E (2) V. HAK ATAS INFORMASI 15 Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. Ps 28 F 16 Hak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Ps 28 F VI. HAK ATAS KERJA & PENGHIDUPAN LAYAK 17 Hak atas penghidupan dan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan. Ps 27 (2) 18 Hak untuk bekerja dan memperoleh imbalan dan perlakuan yang adil Ps 28 D (2) dan layak dalam hubungan kerja. 19 Hak untuk tidak diperbudak. Ps 28 I (1) VII. HAK ATAS KEPEMILIKAN & PERUMAHAN 20 Hak untuk mempunyai hak milik pribadi. Ps 28 H (4) 21 Hak untuk bertempat tinggal. Ps 28 H (1) VIII. HAK ATAS KESEHATAN & LINGKUNGAN SEHAT 22 Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin. Ps 28 H (1) 23 Hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Ps 28 H (1) 24 Hak untuk memperoleh layanan kesehatan. Ps 28 H (1) IX. HAK BERKELUARGA 25 Hak untuk membentuk keluarga. Ps 28 B (1) X. HAK ATAS KEPASTIAN HUKUM & KEADILAN 26 Hak atas pengakuan, jaminan dan perlindungan dan kepastian hukum Ps 28 D (1) yang adil. 27 Hak atas kesamaan di muka hukum. Ps 28 D (1) 13

20 28 Hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum. Ps 28 I (1) XI. HAK BEBAS DARI ANCAMAN, DISKRIMINASI & KEKERASAN 29 Hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk Ps 28 G (1) berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. 30 Hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan Ps 28 G (2) derajat martabat manusia. 31 Hak untuk bebas dari perlakuan diskriminatif. Ps 28 I (2) 32 Hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Ps 28 H (2) XII. HAK ATAS PERLINDUNGAN 33 Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, Ps 28 G (1) dan harta benda yang di bawah kekuasaannya. 34 Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang Ps 28 I (2) bersifat diskriminatif. 35 Hak atas perlindungan identitas budaya dan hak masyarakat Ps 28 I (3) tradisional yang selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. 36 Hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Ps 28 B (2) 37 Hak untuk memperoleh suaka politik dari negara lain. Ps 28 G (2) XIII. HAK MEMPERJUANGKAN HAK 38 Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara Ps 28 C (2) kolektif. 39 Hak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Ps 28 XIV. HAK ATAS PEMERINTAHAN 40 Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Ps 28 D (3) Prinsip non-diskriminasi merupakan karakter utama dari hak-hak tersebut. Setiap hak yang disebutkan dalam UUD Negara RI 1945 ditujukan kepada setiap orang bukan kepada kelompok istimewa tertentu, bukan kepada penduduk mayoritas, dan juga bukan kepada jenis kelamin tertentu. Laki-laki dan perempuan merupakan pemilik hak yang dimaksud UUD 1945 tanpa pembedaan sama sekali. Jaminan dan perlindungan tanpa kecuali dijabarkan secara eksplisit dalam pasal tersendiri yang menyatakan hak setiap orang untuk bebas dari diskriminasi. Konstitusi menegaskan kedudukan dan hak yang sama bagi setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan, dalam kehidupan bermasyarakat baik di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, hukum, dan bidang kemasyarakatan lainnya. Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu (Pasal 28I Ayat 2). Pasal ini menegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan perlindungan atas perlakuan diskriminatif yang dialami dan berhak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan (pasal 28 H ayat 2). Perlakuan khusus bagi perempuan dijamin dan dilindungi UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pada Pasal 49 Ayat 2 dan 3 dinyatakan bahwa perempuan memiliki hak khusus yang melekat pada dirinya dikarenakan fungsi reproduksinya. Perempuan juga berhak untuk 14

21 mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap halhal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi perempuan. Hak untuk mendapatkan kemudahan atau perlakuan khusus merupakan peluang yang disediakan Konstitusi untuk memperbaiki sistem yang diskriminatif dan memastikan hak-hak warga negara terpenuhi demi keadilan dan kesetaraan. Dengan demikian, segala bentuk diskriminasi adalah pelanggaran hak asasi manusia; oleh karena itu diskriminasi harus dihapuskan dari sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan UUD Dalam 10 tahun Reformasi, terdapat 9 (sembilan) Undang-undang yang menjabarkan hak-hak konstitusional tersebut dan menjadi landasan hukum dalam penyusunan Strategi Nasional Pemenuhan Hak Konstitusional Perempuan, yakni [1] UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; [2] UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM; [3] UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; [4] UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri; [5] UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga; [6] UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban; [7] UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan; [8] UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang; dan [9] UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. 7 Keseluruhan undang-undang tersebut menegaskan tentang hak asasi perempuan sebagai bagian dari hak asasi manusia (HAM). Perempuan memperoleh perlindungan dan jaminan pemenuhan hak-hak konstitusionalnya dari Undang-undang, baik dalam kehidupan rumah tangga, tempat bekerja, dalam keadaan bencana, maupun di dalam dan luar negeri, dan di mana saja. Jauh sebelum reformasi tiba, Indonesia juga telah mengesahkan beberapa Konvensi Internasional yang melindungi perempuan dan menjadi dasar dalam penyusunan Strategi Nasional Pemenuhan Hak Konstitusional Perempuan, yakni [1] Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Internasional mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita; [2] Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia; [3] Undang-undang Nomor 29 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial; [4] UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahaan Konvenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik; dan [5] UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Permasalahan Eksternal Substansi Hukum Meskipun nyaris seluruh Konvensi telah Indonesia ratifikasi, tidak dengan serta merta harmonisasi terjadi. Lebih dari itu, masih ada UU yang tidak harmonis dengan UUD 1945 dan amandemennya. Demikian pula ketidakharmonisan antara satu UU dengan UU lainnya, antara peraturan perundang-undangan di bawah UU dengan UU dan kebijakan yang tidak harmonis dengan peraturan perundang-undangan. Salah satu contoh adalah UU 1/PNPS/1965 yang masih berubah meskipun Indonesia telah meratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik pada tahun Catahu Komnas Perempuan 2007, hal

22 Kepatuhan terhadap hukum juga merupakan persoalan tersendiri. Dalam kasus-kasus perempuan tak jarang ditemui aparat negara yang tidak (mau) menjalankan hukum ataupun melanggar dokumen negara seperti RAN HAM ataupun ratifikasi kovenan/konvensi. Seperti yang menjadi rekomendasi CEDAW yaitu Indonesia harus menjamin peraturan, prinsip dan konsep CEDAW diaplikasikan di hukum nasional dan daerah. Revisi KUHP dan KUHAP yang telah bertahun-tahun dimulai tak kunjung selesai. Padahal bagi penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan, 2 dokumen ini diperlukan untuk menampung perkembangan zaman terkait hukum acara yang lebih ramah bagi perempuan. Misalnya penggunaan video conference bagi perempuan korban yang tidak berani/sanggup datang ke pengadilan. Ataupun penekanan pembuktian lebih pada silent evidence daripada mengandalkan pengakuan terdakwa atau adanya saksi yang pada umumnya sulit ditemui pada kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan. Rekomendasi Universal Periodical Review (UPR) salah satunya adalah amandemen Hukum Kriminal dan Prosedur Hukum Kriminal agar mengkriminalkan penyiksaan. Amandemen KUHP juga datang dari rekomendasi Komisioner Tinggi PBB mengenai hak asasi perempuan agar bisa ditangani di pengadilan, termasuk kasus penyiksaan seksual karena istilah ini tidak dikenal di KUHP. Perda-perda inkonstitusional yang diskriminatif juga semakin banyak. Catatan Komnas Perempuan menunjukkan pada tahun 2014 terdapat 342 kebijakan diskriminatif. Dari jumlah tersebut sebanyak 265 kebijakan secara langsung menyasar perempuan atas nama agama dan moralitas. Dari 265 kebijakan tersebut, 76 kebijakan mengatur cara berpakaian berdasarkan interpretasi tunggal ajaran agama penduduk mayoritas. 124 kebijakan tentang prostitusi dan pornografi. 27 kebijakan tentang pemisahan ruang publik laki-laki dan perempuan atas alasan moralitas; 19 diantaranya menggunakan istilah khalwat 8 atau mesum. Ada pula 35 kebijakan terkait pembatasan jam keluar malam. Rekomendasi CEDAW dalam hal ini yaitu negara mencabut UU diskriminatif di level provinsi, termasuk di Aceh, yang membatasi hak perempuan dalam menjalani keseharian; ketentuan berpakaian dan membatasi pergerakan, dan mengkaji sanksi terhadap hubungan yang dituduh immoral. Mengenai substansi hukum yang perlu diperbaiki tampak pada berbagai rekomendasi dari mekanisme HAM internasional sebagai berikut : Memperkuat peraturan tentang kekerasan terhadap perempuan, termasuk menghukum semua bentuk kekerasan seksual rekomendasi ICESCR Menghapus aturan politik dan hukum yang mendiskriminasikan status perempuan dan melanggar hak reproduksi dan seksual rekomendasi UPR Mengamandemen UU 23/2004 dan Hukum Pidana dengan menjelaskan dan mengkriminalkan perkosaan dalam pernikahan rekomendasi CEDAW Mengkaji ulang UU Perkawinan terkait dengan kehidupan keluarga, yakni melarang poligami, menentukan usia minimum pernikahan yakni 18 tahun, meninggalkan perbedaan peran antara laki-lai dan perempuan dalam rumah tangga, melindungi pernikahan beda agama, menjamin hak waris yang setara bagi perempuan, baik anak maupun pasangan dan menyediakan pernikahan sipil kepada semua perempuan rekomendasi CEDAW Mengkaji UU 8/2012 tentang partai politik dengan menjamin setidaknya 1 dari 3 kandidat ada di daftar pemilih adalah perempuan rekomendasi CEDAW. Mengadopsi draf UU pekerja rumah tangga dan menjamin memasukkan upah minimum, lebmur, regulasi jumlah kerja per hari, keamanan sosial, hak untuk bergerak dan mengakses informasi rekomendasi CEDAW. 8 Berarti berduaan bersama orang yang berbeda jenis kelamin dan bukan muhrim (dapat dikawini). 16

23 Mencabut regulasi Menteri Kesehatan bulan November 2010 (No.1636/MENKES/PER/XI/2010) yang mengharuskan sunat perempuan dilakukan oleh praktisi medis, serta mengembalikan Surat Edaran Dirjen Pelayanan Kesehatan dari Kementerian Kesehatan yang melarang praktik sunat perempuan, serta mengkriminalkan segala bentuk FGM, termasuk sunat perempuan, dan memberi sanksi bagi pelaku (CEDAW) Sistem Peradilan sebagai mekanisme pemenuhan hak Secara umum kelemahan sistem peradilan membawa masalah pada penanganan kasus kekerasan yang korbannya adalah perempuan. Misal kelemahan dalam sistem penyelidikan, penyidikan dan penuntutan kasus pelanggaran berat HAM dalam UU Pengadilan HAM. Mengenai pelanggaran HAM berat tampak dari rekomendasi CEDAW yaitu Indonesia perlu mengadopsi draf UU mengenai pembentukan komisi rekonsiliasi dan kebenaran nasional untuk bisa menerima aduan dan menginvestigasi pelanggaran HAM berat. Tetapi banyak pula persoalan spesifik perempuan korban tentang akses lembaga peradilan. Minimnya Ruang Pelayanan Khusus di kepolisian merupakan persoalan krusial yang dialami perempuan korban di luar kota besar. Demikian pula dengan eksekusi putusan terkait hak perempuan seperti pada kasus penelantaran anak. Peradilan militer juga merupakan sistem yang masih menyulitkan bagi perempuan korban. Informasi perkara yang sulit didapatkan, adanya atasan yang berhak menghukum hingga belum adanya standar penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan adalah sebagian dari masalah tersebut. Pada level pemulihan melalui judicial review, mekanisme yang tertutup di MA membuatnya tidak akuntabel dan terpercaya. Pemohon dan termohon tidak dimintai keterangan serta tidak memiliki kesempatan untuk mengajukan bukti tertulis, saksi dan ahli. Padahal uu mensyaratkan seluruh putusan harus dibacakan dalam sidang yang terbuka. Oleh karena ini, uji materil peraturan perundang-undangan di bawah UU merupakan titik lemah dalam pemenuhan hak korban. Adapun mekanisme yang telah sangat transparan di Mahkamah Konstitusi, di sisi lain tidak memiliki jalur individual complaint. Akibatnya orang yang merasa terlanggar hak konstitusionalnya tetapi tidak terkait dengan UU, tidak memiliki mekanisme pemulihan Sistem pemulihan Sistem pemulihan mulai dari penyediaan layanan kesehatan, sistem pemulangan bagi korban dan P2TP2A masih perlu dioptimalkan. Semakin jauh dari pusat kota semakin minim sistem pemulihan ini bekerja. Padahal perempuan korban tidak sedikit yang berasal dari daerah jauh ini. Hal ini juga menjadi perhatian komite ECOSOC yaitu Indonesia perlu mengambil langkah-langkah untuk menjamin akses pemulihan bagi korban, termasuk di area terpencil. Rekomendasi lain komite ini adalah perlunya mengalokasikan sumberdaya finansial di level kabupaten dan provinsi untuk efektifitas dari Standar Pelayanan Minimum dan mempercepat pendirian shelter bagi korban kekerasan. Juga memperbaiki koordinasi institusional dan monitoring dari rencana implementasi Standar Pelayanan Minimum (ICESCR) Permasalahan kultur penegak hukum tergambar dari berbagai rekomendasi mekanisme HAM intenasional khususnya CEDAW yaitu perlunya pelatihan bagi hakim tentang CEDAW, termasuk pengadilan agama, untuk membangun budaya hukum yang berdasarkan prinsip non diskriminasi berdasarkan seks dan memberi pelatihan pada hakim, jaksa, aparat penegak hukum mengenai KtP. 17

24 Adapun ICESCR merekomendasikan perlunya peningkatan kesadaran diantara aparat penegak hukum mengenai kekerasan terhadap perempuan dan kepada publik yang lebih luas tentang kampanye zero tolerance kepada kekerasan Kondisi perempuan a. Buruh migran perempuan (termasuk PRT migran) Sebagian besar buruh migran Indonesia adalah perempuan dan sebagian besar dari mereka bekerja sebagai pekerja rumah tangga. PRT memiliki keretanan yang berlipat karena tempat bekerja mereka di ruang privat sehingga rentan terhadap kekerasan dan sangat tergantung dari majikan untuk pemenuhan kehidupan sehari-hari. Kerentanan ini ironisnya berbanding terbalik dengan perlindungan pemerintah. PRT termasuk yang paling dieksploitasi karena termasuk pekerja yang bekerja pada perseorangan dan harus kembali ke Indonesia untuk memperpanjang kontrak padahal rantai kekerasan salah satunya berada di titik-titik kepulangan. Saat ini pemerintah mendorong perempuan bekerja di luar negeri dengan program. Tanpa perlindungan maka ini sama dengan menempatkan perempuan pada situasi kekerasan. Berdasarkan data BNP2TKI, di tahun 2013 sebanyak pekerja migran Indonesia kembali ke tanah air dalam kondisi menghadapi masalah, baik perselisihan hubungan kerja, pelanggaran dan kekerasan. Adapan 10 besar jenis masalah yang dihadapi oleh pekerja migran antara lain : Jenis Kasus Jumlah PHK Sepihak Sakit akibat Kerja Gaji tidak dibayar Masalah pada majikan sehingga putus hubungan kerja Dokumen tidak lengkap Penganiayaan dan penyiksaan 975 Pekerjaan tidak sesuai kontrak kerja 694 Kekerasan Seksual 481 Kembali dalam keadaan Hamil & membawa anak 300 Kecelakaan kerja 142 Berdasarkan data Kementrian Luar Negeri, jumlah pekerja migran yang terancam hukuman mati sebanyak 418 orang WNI. Terdiri dari 156 perempuan dan Hingga saat ini upaya-upaya bantuan hukum dan perlindungan untuk membebaskan pekerja migran dari hukuman mati dilakukan oleh Kementrian Luar negeri. Pada 2013, sebanyak 170 orang pekerja migran bebas dari ancaman hukuman mati, terdiri dari 66 perempuan dan 104. Negara yang terbanyak membebaskan adalah Malaysia 98 orang, terdiri dari 13 perempuan dan 85 laki-laki. Kemudian kerajaan Arab Saudi 46 orang, terdiri dari 35 perempuan dan 11 laki-laki. Malaysia 98 orang. Cina 22 orang, terdiri 14 perempuan dan 8 orang laki-laki. Iran dan Singapura, masing-masing 2 perempuan. Sementara itu, masih terdapat 248 orang yang masih terancam hukuman mati, tersebar di 8 negara, dengan komposisi sebagai berikut : Negara Perempuan Laki-laki Total Malaysia Arab Saudi

25 Cina Singapura Brunei 1-1 Iran 1-1 Thailand 1-1 Uni Emirat Arab 1-1 Total Adapun rekomendasi CEDAW untuk isu adalah perlunya mengembangkan kesepakatan dan MoU dengan negara2 dimana Indonesia mengirimkan tenaga kerja dan membentuk mekanisme di Negara tujuan untuk menangani pelanggaran HAM perempuan selama bekerja. Selain itu Indonesia perlu melihat persoalan terkait dengan resiko eksploitasi pekerja migran yang tidak terlatih, penahanan paspor dan hutang-hutang mereka dengan agen yang merekrut. Indonesia juga perlu memperkuat inspeksi dari agen yang merekrut dan pusat melatihan untuk mengawasi pelanggaran HAM, mendorong hukuman bagi perusahaan yang gagal menghormati hak pekerja yang direkrutnya, menangkap dan menghukum orang-orang yang melakukan proses rekrutmen illegal, termasuk pelaku perdagangan perempuan pekerja migrant untuk buruh paksa dan eksploitasi seksual. UPR (Universal Periodic Review)/ RPU (Riview Periodik Universal) merekomendasikan Indonesia menyediakan bantuan hukum bagi pekerja migran. b. Perempuan pekerja (non migran) Dalam keluarga dengan tingkat pendapatan rendah, perempuan bekerja menjadi kebutuhan. Karena tidak adanya pembagian peran maka perempuan pekerja ini mendapat beban berkali-kali lipat karena memiliki kewajiban di rumah tangga selain pekerjaan di luar rumah. Jenis pekerjaan mereka beragam mulai PRT, nelayan perempuan, buruh tani, buruh kebun, buruh jasa, petani perempuan dan lain-lain. Pada umumnya mereka memiliki tingkat kesehatan yang rendah, rentan kekerasan dan mengalami diskriminasi seperti upah atau kondisi kerja lain. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada 2008 jumlah PRT mencapai 2 Juta orang; 12% diantaranya merupakan PRT anak dan 90% adalah perempuan. Sementara itu berdasarkan hasil Rapid Assesment yang dilakukan oleh LSM JALA PRT, jumlah PRT diperkirakan mencapai orang. Kerentanan terhadap perbudakan dapat terlihat dari jam kerja yang panjang, upah rendah bahkan banyak kasus tidak dibayar dan tidak ada standard pengupahan yang jelas, beban kerja berlapis, hambatan untuk berkomunikasi, bersosialisasi, bermobilitas dan bersosialisasi. c. Perempuan dengan orientasi seksual dan identitas gender yang didiskriminasi Perempuan dengan orientasi seksual, identitas gender dan ekspresi berbeda rentan mengalami kekerasan. Hak atas pekerjaan, kesehatan dan hak lainnya juga terlanggar semata karena identitas, orientasi dan ekspresi ini. Pada tahun 2013 ada 49 kasus ke lembaga pengada layanan yang kemudian mengirim pengaduan ke Komnas Perempuan, dan ada 2 kasus yang langsung datang ke Komnas Perempuan. Jenis kekerasan yang dialami LBT antara lain penganiayaan dan pembunuhan waria, kekerasan fisik, seksual dan psikis, ekonomi, didiskriminasi dan dikriminalisasi. d. Perempuan masyarakat adat 19

26 Perempuan yang menjadi bagian masyarakat adat mengalami kekerasan berlapis. Baik dari pihak di luar masyarakat adat maupun dari komunitas adat itu sendiri. Masih banyak adat yang yang menomorduakan perempuan dalam pengambilan keputusan. Sedangkan pelepasan tanah masyarakat adat secara manipulatif atau sewenang-wenang membuat perempuan masyarakat adat kehilangan sumber penghidupannya. Diskriminasi juga dialami perempuan masyarakat adat terkait agama/keyakinan mereka. Meskipun UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan menegaskan prinsip non diskriminasi dalam penyelenggaraan administrasi kependudukan dan mewajibkan setiap warga negara untuk mencatatkan peristiwa penting dalam hidupnya (kelahiran, perkawinan, perceraian, dan kematian; bagi yang tidak melakukan pencatatan dapat dikenai sanksi denda), pada kenyataannya tidak semua orang dapat menikmati pelayanan yang setara. Perempuan penghayat dan penganut agama leluhur mengadukan bahwa mereka mendapatkan perlakuan berbeda; mereka tidak dapat mencantumkan apa yang diyakini di dalam kartu tanda penduduk, melainkan kolom yang dikosongkan atau diberi tanda strip (-) ataupun diminta untuk memilih salah satu dari agama yang tersedia. Akibat dari isian kartu tanda penduduk yang berbeda, mereka kerap tidak dapat mengakses layanan publik lainnya karena dianggap tidak beragama ataupun berpaham komunis -keduanya dilarang oleh negara-, ataupun belum beragama. Perempuan penghayat dan penganut agama leluhur juga melaporkan bahwa prasyarat pencatatan perkawinan menyebabkan mereka diperlakukan berbeda dalam hal penikmatan hak berorganisasi. Mereka wajib berorganisasi sebab pencatatan perkawinannya hanya dapat dilakukan jika dinyatakan sah oleh pemimpin keyakinannya yang telah mendaftarkan organisasi keyakinan itu ke pemerintah. Padahal agama leluhur kerap tidak mengenal bentuk organisasi yang dimaksudkan negara untuk dapat didaftarkan, juga tidak semua penghayat atau penganut agama leluhur menjadi bagian dari organisasi yang didaftarkan itu. Jika mereka tidak dapat mencatatkan perkawinannya maka perempuan (dan anak) yang dilahirkan dari perkawinan tersebut akan kehilangan perlindungan hukum serta, karena akte anak haya akan menyebutkan nama ibu maka perempuan akan menyandang sitgma sebagai bukan perempuan baik karena memiliki anak di luar pernikahan. e. Perempuan korban kejahatan masa lalu 9 Yang utama bagi korban kejahatan masa lalu adalah pelurusan sejarah. Pengakuan adalah basis dari pemenuhan hak-hak lainnya. Berbagai pelanggaran menimpa korban antara lain terusir dari tempat tinggalnya sehingga tidak lagi memiliki rumah. Perempuan korban kejahatan masa lalu memiliki persoalan yang khas daripada korban peristiwa sama yang laki-laki antara lain Status keperdataan anak orang hilang Kekerasan seksual termasuk perbudakan seksual, perkosaan, pelecehan dan lain-lain Kekerasan di tempat tahanan Status anak luar kawin dengan bapak aparat yang ditugaskan negara di wilayah konflik Pemberantasan terorisme juga menyisakan persoalan terhadap istri dan anak yang tak jarang tidak mengetahui aktivitas suami/bapaknya. Mereka mengalami stigma dan diskriminasi sehingga mempengaruhi penghidupannya. f. Perempuan disabilitas 9 Istilah ini hanya sementara hingga ditemukan yang lebih tepat. Berdasarkan hasil konsultasi publik, diusulkan menggunakan istilah lain karena masa lalu berkonotosi kejahatan ini tidak berpengaruh terhadap kehidupan masa kini dan tidak perlu diselesaikan lagi. Beberap istilah yang bisa diusulkan untuk mengganti adalah : konflik, keamanan. 20

27 Perempuan dengan disabilitas mengalami berbagai lapis kekerasan. Mulai dari kekerasan, hingga kesulitan mengakses lembaga peradilan. Beberapa uu bahkan secara tertulis mendiskriminasi mereka misalnya UU Perkawinan yang membolehkan poligami bahkan tanpa ijin apabila istri mengalami disabilitas. g. Perempuan pembela HAM (Human Rights Defenders) Perempuan yang menjadi pembela rentan terhadap kekerasan. Menyuarakan serta memperjuangkan hak-hak masyarakat juga masih sering diasosiasikan dengan maskulinitas. Akibatnya hambatan juga dapat muncul dari lingkungan sosial/masyarakat yang masih memiliki pemahaman perempuan tidak cocok berada di luar rumah. Respon negatif juga muncul dari aparatur negara. Dalam perjuangannya, perempuan pembela HAM (WHRD-women humanrights defenders) kerap menghadapi intimidasi dan stigmatisasi, penganiayaan, penyiksaan, dan kriminalisasi akibat aktivismenya. Dalam empat tahun terakhir, Komnas Perempuan mencatat bahwa perempuan pembela HAM untuk pembelaan hak-hak masyarakat adat atau konflik sumber daya alam adalah yang paling rentan mengalami kekerasan dan kriminalisasi, sebagaimana yang terjadi di Fatumnasi-Nusa Tenggara Timur, Serdang Bedage-Sumatera Utara, Luwuk Bangai-Sulawesi Tengah, Papua, Bengkulu dan Riau. Pada kasus di Sulawesi Tengah, misalnya, perempuan pembela HAM tersebut dituduh melakukan penghasutan, ditangkap, dijatuhi hukuman penjara empat tahun, dan saat ini sedang menunggu putusan Mahkamah Agung. Pada tahun 2012, ada lima kasus intimidasi yang dialami WHRDs, salah satunya dialami oleh organisasi perempuan Yabiku, di Kefa, Nusa Tenggara Timur, pada 9 Desember Pembakaran diduga terkait bincang-bincang (talkshow) di radio setempat tentang kekerasan seksual yang dilakukan oeh pejabat publik. Sebelumnya Yabiku telah menerima sejumlah teror dan ancaman melalui telefon gelap. Komnas Perempuan mendesakkan proses hukum bagi pelaku intimidasi dan kekerasan terhadap WHRDs, serta membebaskan pembela HAM dari segala tindak kriminalisasi sebagai bagian tidak terpisahkan dari komitmen negara menegakkan HAM. h. Pekerja dalam prostitusi Pekerja seks maupun perempuan yang dilacurkan mengalami berbagai eksploitasi. Baik dari keluarga, pasangan, klien maupun orang disekelilingnya. Banyak pula yang mengalami kekerasan di tempat kerjanya. Perdagangan perempuan dan perbudakan seksual juga merupakan kasus yang tercatat. i. Perempuan yang bekerja di dunia hiburan & media Perempuan yang bekerja di dunia hiburan dan media tidak bebas dari kekerasan. Perdagangan anak di dunia hiburan merupakan fakta tersembunyi. Hal serupa juga untuk perempuan yang dilacurkan di dunia hiburan ini. Selain itu jam kerja yang panjang sekitar jam/hari menimbulkan situasi rentan bagi kesehatan perempuan. Kebebasan berserikat juga merupakan suatu masalah sehingga menyebabkan daya tawar pekerja hiburan rendah. j. Perempuan politisi Di luar statusnya yang seakan tinggi, perempuan politisi tidak bebas dari eksploitasi dan kekerasan. Eksploitasi bisa datang dari partai maupun keluarga. Sedangkan pelecehan seksual juga menjadi kasus yang tercatat. k. Perempuan dengan status agama minoritas (antara agama & intra agama) Perempuan Ahmadiyah menghadapi kekerasan fisik, intimidasi, pelecehan seksual dan ancaman perkosaan. Hal ini dipantau Komnas Perempuan dalam serangan pada komunitas Ahmadiyah tahun 2005, di beberapa Kabupaten di Jawa Barat dan di Nusa Tenggara Barat. Selain stigmatisasi 21

28 dan intimidasi secara luas dialami oleh Ahmadiyah, korban dari serangan ini di NTB terpaksa tinggal di pengungsian sudah selama tujuh tahun, tanpa kepastian untuk dapat kembali, kehilangan akses pada properti dan sumber penghidupannya, dan juga kesulitan untuk mengakses layanan publik dan kehilangan hak politik dalam pemilu/ pemilukada sebab tidak memiliki kartu tanda penduduk. Komnas Perempuan mencatat perempuan muda di pengungsian rentan kawin usia muda karena tidak dapat melanjutkan pendidikannya, dan ada perempuan muda tuna daksa yang tidak mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah daerah. Pada serangan di Cikeusik, Banten, 2011, perempuan menjadi kepala keluarga tunggal akibat kehilangan anggota keluarganya yang terbunuh maupun yang dikriminalisasikan. Komnas Perempuan mencatat adanya pelecehan seksual dan ancaman perkosaan yang ditujukan kepada anggota komunitas dan juga pendamping advokasi tindak intoleransi terhadap komunitas Kristen HKBP Filadelfia, Bekasi. Sementara tidak terlihat proses hukum pada pelaku tindak intoleransi, pemimpin komunitas justru diancam kriminalisasi. Intimidasi kepada komunitas HKBP Filadelfia terjadi hingga sekarang, dan terutama menguat pada setiap hari minggu ketika ibadah hendak dilangsungkan, meski Perempuan Syiah dan Sunni di Sampang (Jawa Timur) melaporkan trauma berkepanjangan yang mereka derita akibat serangan terhadap komunitas Syiah, Serangan terakhir mengakibatkan 1 orang terbunuh, puluhan luka-luka dan sekurangnya 276 orang penganut Syiah yang terdiri dari anak-anak, perempuan dan lak-laki dewasa serta lansia mengungsi ke gedung olah raga (GOR) Sampang. Sampai hari ini mereka belum berani secara terang-terangan dan berkelangsungan kembali ke tempat tinggalnya karena tidak ada jaminan rasa aman. Beban menjadi orang tua tunggal dihadapi oleh istri dari pemuka komunitas yang mengalami kriminalisasi sebagaimana dialami di komunitas Ahmadiyah, Syiah, Bahai, dan Gereja Pantekosta di Indonesia.26 Mereka juga harus menghadapi stigmatisasi dan pengucilan oleh warga sekitar. Pada saat bersamaan mereka menjadi penyokong kelangsungan hidup keluarga dan komunitasnya. Perempuan anggota komunitas GKI Yasmin melaporkan bahwa mereka terus merasa was-was dalam menjalankan ibadahnya, baik di lokasi maupun di rumah warga. Sampai saat ini pembangunan gereja tidak dapat dilakukan akibat pembangkangan dari pemerintah daerah meski telah ada putusan MA dan rekomendasi dari Obmudsman untuk pencabutan pelarangan izin pembangunan tersebut. Perempuan anggota komunitas gereja yang diserang di Aceh, 2012, menyampaikan kepada pendamping bahwa ia ketakutan wajahnya dikenali dan akan mengalami kekerasan atau intimidasi lanjutan dalam kehidupannya sehari-hari, di samping rasa kekuatiran setiap kali hendak beribadah. Kekuatiran ini terjadi pasca publikasi tentang tindak serangan dan penutupan paksa lokasi ibadah di Banda Aceh, Oktober Komnas Perempuan mendapatkan laporan27 bahwa sampai dengan Mei 2012 lalu di Singkil, Aceh terdapat 19 rumah ibadah yang telah ditutup. Pada 16 November 2012, terjadi penyerangan terhadap komunitas Tengku Ayub di Bireun karena dituduh sebagai aliran sesat. Tiga orang meninggal dunia, 9 luka, dan para perempuan sampai sekarang hidup dalam ketakutan. l. Perempuan, Kekerasan Seksual dan Kesehatan Reproduksi Perempuan, di luar atribut maupun pekerjaannya, tercatat mengalami perkosaan dari pasangan baik dalam pernikahan maupun diluar pernikahan. Kampus juga bukan tempat yang aman. 22

29 Kekerasan seksual bisa terjadi oleh teman maupun dosen atau pekerja di kampus tersebut. Ayah baik yang sedarah maupun tidak juga tercatat sebagai pelaku kekerasan seksual. Demikian pula dari rekan kerja maupun atasan. Tercatat pula penularan HIV-AIDS oleh pasangan. Selain itu terjadi pemaksaan kontrasepsi baik oleh pasangan maupun negara melalui pelibatan aparat keamanan. Di sisi lain, terdapat larangan aborsi baik bagi pasangan menikah maupun tidak menikah. Kekerasan seksual yang tidak kentara tapi nyata adalah eksploitasi perempuan dalam perebutan tender. Mengenai kesehatan reproduksi, belum terjadi pemerataan informasi dan penanganan. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya angka kematian ibu dan bayi di daerah tertentu seperti NTT. Pemerintah juga mencoba memanipulasi data dengan tidak memasukkan angka tertinggi dalam statistik terkait kematian ibu dan bayi ini. Padahal angka ini bukanlah angka statistik biasa melainkan terkait dengan nyawa manusia. Kasus kekerasan seksual yang dilaporkan kepada KP pada tahun 2013 berjumlah kasus. Jenis kekerasan seksual mengambil bentuk: pencabulan, perkosaan, percobaan perkosaan, persetubuhan, pelecehan seksual, melarikan anak perempuan, pornografi, kekerasan di tempat kerja dan kekerasan seksual lainnya. Di antara bentuk kekerasan seksual yang tercatat adalah perkosaan (1.074) dan pencabulan (789). Ada pula persetubuhan yang tercatat sebanyak 299 kasus serta pelecehan seksual 249 kasus. m. Domestifikasi perempuan Domestifikasi perempuan terus berlangsung secara struktural dan kultural. Secara struktural ketentuan pengurangan pajak penghasilan tidak memasukkan anak bagi perempuan sebagai faktor pengurangan pajak. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam UU 1/1974 tentang Perkawinan yang menyatakan laki-laki adalah kepala rumah tangga dan perempuan sebagai ibu rumah tangga. Penempatan perempuan sebagai non pencari penghasilan atau bukan pencari penghasilan utama keluarga menjadi landasan aturan di atas. Akibat lain, sering kali perempuan bekerja tidak mendapat tunjangan keluarga dan jaminan kesehatan untuk keluarga. Tiadanya fasilitas negara seperti ruang menyusui, day care untuk anak dan cuti melahirkan untuk laki-laki semakin mengekalkan konstruksi tersebut. Perempuan dengan gaji menengah dan bawah akan kesulitan mempertahankan pekerjaannya setelah memiliki anak. Padahal angka pengangguran laki-laki dan sebaliknya angka perempuan bekerja cukup tinggi. Kemiskinan yang tak ada jalan keluar serta fasilitas yang membuat perempuan nyaris tidak punya pilihan untuk tidak bekerja ironis bila dibandingkan dengan data ibu yang bunuh diri dan/atau membunuh anaknya karena kemiskinan serta datanak kurang gizi. Akses perempuan terhadap sumber-sumber ekonomi menambah peran perempuan diarahkan hanya pada lingkungan rumah tangga. Sebagai contoh, pasar tradisional yang lekat dengan kehidupan perempuan hanya aksesibel bila perempuan sebagai konsumen dan tidak sebagai pedagang, terutama dalam pembangunan maupun renovasi pasar. Domestifikasi yang rentetannya sering kali adalah ketergantungan ekonomi mengakibatkan perempuan semakin rentan apalagi dalam situasi mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Data KP menunjukkan sejak tahun menunjukkan peningkatan 5 kali lipat pelaporan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Sebelum disahkan UU PKDRT, dalam rentang , 23

30 jumlah KDRT yang dilaporkan sebanyak kasus. Namun setelah diberlakukan UU PKDRT, selama tahun , terdapat kasus KDRT terlaporkan. 10 Pada tahun 2008, kekerasan terhadap perempuan (KTP) mengalami peningkatan lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan tahun 2007 ( kasus), yaitu 213% menjadi kasus. 11 Sedangkan pada tahun 2013 pengaduan kekerasan dalam rumah tangga dan/atau relasi personal (KDRT/RP) mencapai kasus. Dari jumlah laporan tersebut dapat dipilah bentuk kekerasan yaitu kekerasan terhadap isteri (KTI, 64%), kekerasan dalam pacaran (KDP, 21%), kekerasan terhadap anak perempuan (KTAP, 7%), kekerasan dari mantan suami (KMS,1%), kekerasan mantan pacar (KMP, 1%), dan kekerasan terhadap pekerja rumah tangga (PRT, 23 kasus) Internal Selain tantangan dari eksternal diatas, Komnas Perempuan sebagai lembaga nasional HAM bermandat spesifik juga menghadapi tantangan internal, antara lain yang terkait: 1. Status kelembagaan 2. Mandat dan kewenangan 3. Sumber daya manusia 4. Infrastruktur 5. Anggaran Status kelembagaan Komnas Perempuan yang didirikan pada 15 Oktober 1998 dengan berdasarkan pada Keppres (pada tahun 1998) dan kemudian diperbaharui dengan Perpres (pada tahun 2005) dalam tata struktur ketatanegaraan Indonesia digolongkan dalam kelompok Badan Lainnya atau Lembaga Non Struktural (LNS). Karena statusnya ini, Komnas Perempuan sebagai salah satu NHRI (National Human Rights Institution)/ LNHAM (Lembaga Nasional HAM) masih sering disalahpersepsikan dengan Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KNPPA) dan bahkan juga dengan NGO. Dalam lingkup yang luas, bersama sesama LNHAM lain, Komnas HAM dan KPAI, Komnas Perempuan masih disalahpahami. Definisi dan pemahaman terhadap apa itu serta bagaimana status, kedudukan, dan fungsi LNHAM juga belum padu, masih beragam. Sebagian pihak, memandang bahwa Komisi HAM, karena menggunakan istilah komisi, dianggap sebagai mekanisme ad-hoc, terutama saat sistem negara belum utuh. Selain itu, ada pula yang memahami LNHAM adalah NGO, karena LNHAM cenderung independen dan kritis. Juga, masih terdapat pemikiran simplistik, bahwa satu negara cukup dengan satu lembaga HAM. Sehingga pernah terlintas menggabungkan berbagai mekanisme HAM nasional yang ada (Komnas Perempuan- Komnas HAM-KPAI). Padahal secara de facto ketiga komisi HAM ini berbeda fokus, sejarah, dan urgensinya. Semangat untuk penggabungan atas nama efisiensi birokrasi, mengesampingkan prinsip yang lebih besar, bahwa negara telah melembagakan subordinasi perempuan di level kelembagaan. 12 Lebih jauh, terkait dengan manejemen kelembagaan Komnas Perempuan cukup berbeda dari dua LNHAM lainnya. Sejak awal pendirian, Komnas Perempuan tidak berdiri atas kaki sendiri. Diawalnya pada tahun 1998, sebagaimana layaknya lembaga baru lainnya masih dalam naungan Sekretariat Negara. Hal ini terus berlangsung hingga tahun 2006, ketika terjadi pemisahan Komnas Perempuan dari Sekretariat Negara, pilihannya adalah menginduk pada salah satu 10 Catahu Komnas Perempuan 2007, hal Catahu Komnas Perempuan 2008, hal Mengulas Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) sebagai Lembaga Nasional HAM atau NHRI (National Human Rights Institution) dengan mandat spesifik, Komnas Perempuan, 2013, h.xiii. 24

31 Lembaga Negara, antara lain Kementrian Hukum dan HAM, Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Komnas HAM. Secara sederhana pilihan ini karena melihat kedekatan tupoksinya. Pilihan ini tidak dilihat bahwa terdapat perbedaan mendasar antara lain bahwa kementrian Hukum dan HAM dan KNPPA adalah didalam kelompok Pemerintah (Eksekutif) dan Komnas Perempuan ada dalam kelompok NHRI/LNHAM. Karenanya pada saat itu, Komnas Perempuan harus memilih Komnas HAM sebagai Satuan Kerja Induk. Soal status dan bentuk kelembagaan Komnas Perempuan ini sesungguhnya juga merupakan bentuk dari perjuangan kaum perempuan di Indonesia untuk mendefinisikan bentuk-bentuk perjuangannya. Hal ini karena baik di dunia, apalagi di dunia ini, Komnas Perempuan merupakan satu-satunya lembaga yang berdiri, tidak ada role model yang bisa ditiru dan dijadikan acuan pembentukannya. Bahkan hingga saat ini, Komnas Perempuan masih satu-satunya di dunia dan selalu menjadi acuan baik dalam dan luar negeri (PBB) untuk merujuk kelembagaan perempuan sebagai role model dan acuan Mandat dan kewenangan Kewenangan utama sebuah NHRI menurut Paris Prinsiple yakni promotion of human right (pemajuan hak asasi manusia) dan protection of human right (perlindungan hak asasi manusia). promosi dan protectin. Quasi yurisdiksi kewenangan tambahan untuk mendukung kerja-kerja NHRI. Jelaskan tiga istilah itu dan cangkupannya apa saja. Kewenangan pemajuan hak asasi manusia ini antara lain, yakni: 1. Memberikan masukan Persoalan HAM kepada Pemerintah, Parlemen (DPR), atau lembaga lain diluar pemerintahan. Dengan memberikan publikasikan pendapat mereka, rekomendasi, usulan dan laporan. Terkait persoalan-persoalan: (i) Setiap Kebijakan atau Undang-Undang, atau juga keputusan dari badan peradilan, yang dimaksudkan untuk menjaga dan memberikan perlindungan terhadap HAM. Lembaga HAM Nasional akan memeriksa Undang-Undang, Kebijakan, Rancangan Undang-Undang guna memastikan bahwa kebijakan-kebijakan tersebut sesuai dengan prinsip dasar HAM. Bila perlu, dapat merkomendasikan untuk mengajukan Undangundang, Amandemen Undang-Undang atau Kebijakan yang terkait; (ii) Setiap Pelanggaran HAM, berhak untuk mengambil langkah-langkah penyusunan Laporan HAM nasional, atau yang lebih khusus terkait: memberikan gambaran tentang kondisi pelanggaran HAM yang terjadi disuatu wilayah, dan memberikan usulan langkah-langkah yang perlu untuk diambil dan disikapi oleh pemerintah. (iii) Untuk memajukan serta menjamin harmonisasi peraturan perundang-undangan nasional sesuai dengan standar HAM Internasional. (iv) Untuk mendorong ratifikasi instrumen HAM Internasional, hal-hal yang dicapai dalam (v) pelaksanaan Instrumen. Untuk memberikan laporan kepada PBB dan komite-komite di PBB, serta lembaga HAM regional. 2. Bekerjasama dengan PBB atau organisasi lainnya, baik lembaga nasional maupun internasional dalam pemajuan dan perlindungan HAM 3. Membantu dalam memformulasikan program pendidikan, penelitian tentang HAM yang menjadi bagian mata pelajaran di sekolah, universitas dan lingkungan profesional 4. Mempublikasikan laporan tentang HAM sebagai upaya untuk menghapuskan bentuk-bentuk diskriminasi, termasuk diskriminasi ras. Sebagai upaya meningkatkan kesadaran publik melalui pendidikan dan informasi yang menggunakan semua alat publikasi 13 Itulah mengapa, tidak ditemukan rujukan literatur, baik kajian atau terbitan lain yang bisa dijadikan rujukan. Karena itu, sejak tahun 2011, Komnas Perempuan berinisiasi untuk mengembangkan kajian tentang kelembagaan LNHAM dan khususnya tentang LNHAM bermandat spesifik. Kajian diterbitkan pada tahun 2013 berjudul Mengulas Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) sebagai Lembaga Nasional HAM atau NHRI (National Human Rights Institution) dengan mandat spesifik 25

32 5. Membuat kerjasama dengan media dalam upaya perlindungan dan pemajuan HAM Sedangkan kewenangan perlindungan hak asasi manusia ini, antara lain yakni: 1. Melakukan pemantauan terhadap tempat-tempat pemenjaraan; 2. Menerima pengaduan secara individu maupun secara lembaga atau kelompok atau menjadi media pada pihak-pihak yang pemerintah yang berwenang 3. Melakukan penyelidikan tentang pelanggaran HAM 4. Melakukan investigasi atas pengaduan adanya pelanggaran HAM 5. Terlibat dalam proses hokum dipengadilan (sebagai pihak terkait), atau sebagai pembela Adapun quasi jurisdiksi 14 merupakan tambahan kewenangan dalam Paris Principle. Suatu institusi nasional dapat diberi kewenangan untuk mendengar dan mempertimbangkan pengaduan dan petisi tentang situasi-situasi tertentu. Kasus-kasus dapat diajukan kepada institusi nasional oleh perorangan, wakil-wakilnya, pihak ketiga, organisasi non-pemerintah, perkumpulan serikat buruh atau organisasi perwakilan lainnya. Dalam keadaan semacam itu, dan tanpa mengurangi prinsipprinsip yang tercantum di atas tentang kekuasaan komisi, fungsi-fungsi yang dipercayakan kepada mereka didasarkan pada prinsip-prinsip berikut ini: 1. Mencari penyelesaian damai melalui rekonsiliasi atau, sesuai batas-batas yang ditetapkan hukum, melalui keputusan yang mengikat atau, bilamana perlu, secara rahasia; 2. Menginformasikan kepada pihak yang menyampaikan pengaduan mengenai haknya, terutama mengenai upaya pemulihan yang tersedia baginya dan meningkatkan aksesnya pada upaya pemulihan tersebut; 3. Menampung semua pengaduan atau keluhan atau menyampaikannya ke pejabat yang berwenang lainnya dengan batas-batas yang ditentukan hukum; 4. Membuat rekomendasi-rekomendasi kepada pihak yang berwenang, terutama dengan mengajukan amendemen atau perubahan hukum, peraturan, atau praktek administratif, terutama apabila peraturan itu telah menciptakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh orang-orang yang mengajukan pengaduan untuk menuntut haknya. Adapun lima (5) mandat Komnas Perempuan yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2005 yakni: 1. Menyebarluaskan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia dan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan serta penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan; 2. Melaksanakan pengkajian dan penelitian terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku serta berbagai instrumen internasional yang relevan bagi perlindungan hak-hak asasi manusia perempuan; 3. Melaksanakan pemantauan, termasuk pencarian fakta dan pendokumentasian tentang segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran hak asasi manusia perempuan serta penyebarluasan hasil pemantauan kepada publik dan pengambilan langkah-langkah yang mendorong pertanggungjawaban dan penanganan; 4. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga legislatif, dan yudikatif serta organisasi-organisasi masyarakat guna mendorong penyusunan dan pengesahan kerangka hukum dan kebijakan yang mendorong upaya-upaya pencegahan dan 14 Dalam istilah hukum kata Yuridiksi secara umum dapat diartikan hak atau wewenang untuk menetapkan hukum, bila dihubungkan dengan ajaran trias politica, yuridiksi mencakup kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Dalam beberapa kajian tentang mandat quasiyuridictional bagi NHRI, banyak disamakan dengan istilah Quasi-yudicial dalam istilah hukum yaitu wewenang dari sebuah lembaga yang memiliki kewenangan seperti pengadilan atau hakim untuk mendengarkan saksi, menetapkan hukum atau memberi sanksi hukum pada seseorang/lembaga. Lembaga-lembaga yang mempunyai kewenangan quasi-yudicial di Indonesia antara lain: Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Komite Anti Dumping Indonesia, dan Komisi Pemberantasan Korupsi. 26

33 penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia serta perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak-hak asasi manusia perempuan; 5. Mengembangkan kerja sama regional dan internasional guna meningkatkan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia serta perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak-ahak asasi manusia perempuan. Dalam praktiknya, untuk memenuhi tanggungjawabnya kepada konstituennya yakni perempuan korban dan kelompok rentan, Komnas Perempuan melakukan beberapa langkah perluasan terhadap mandatnya, antara lain: a) Mandat untuk memberikan rekomendasi, diperluas juga menjadi: Memberikan masukan dan menjadi pihak terkait tidak langsung dalam proses Judicial Review di Mahkamah Agung (Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 8 Tahun 2005) dan Mahkamah Konstitusi (Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-undang Pemilu, Undangundang 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1965 tentanga Penodaan Agama {lebih dikenal dengan PNPS No 1/65}, dan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1965 tentang Barang Cetakan yang Menimbulkan Keresahan {PNPS No.4/65}). Pada bagian perluasan mandat ini, maka sesungguhnya Komnas Perempuan telah memerankan peran Amicu Curiae. Sebuah peran yang secara bahasa berarti "friend of the court". Yaitu pihak yang bukan menjadi bagian dalam pembelaan hukum, namun dapat mempengaruhi keputusan dari hakim/pengadilan. Pihak terkait ini dapat memberikan informasi terkait argumentasi hokum atau bagaimana sebuah kasus yang dipersoalkan dapat mempengaruhi banyak orang. Dalam Paris Principle peran ini merupakan salah satu peran yang ada dalam quasi jurisdikasi. Sedangkan kewenangan subpoena power sebagai sebuah kewenangan untuk meminta seseorang hadir atau memberikan kesaksian, dan meminta barang bukti atau dokumen yang terkait dengan pelanggaran HAM. Kewenangan ini merupakan kewenangan yang dapat memaksa seseorang hadir berdasarkan penetapan pengadilan. Peran inilah yang belum pernah dilakukan Komnas Perempuan. Berbagai laporan pelanggaran HAM misalnya kasus 1965 dan Mei 1998yang telah didokumentasikan selanjutnya diberikan kepada Komnas HAM untuk ditindaklanjuti ke penyidik Kejaksaan Agung. b) Mandat pemantauan diperluas menjadi menerima laporan langsung masyarakat, khususnya kelompok korban dan pendampingnya tentang kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran HAM perempuan. Keluhan individual (korban) diterima melalui Unit Pengaduan untuk Rujukan (UPR), suatu mekanisme internal yang dikembangkan Komnas Perempuan untuk merespon kebutuhan langsung korban kekerasan. 15 Mekanisme ini dibangun karena Komas Perempuan tidak punya mandate untuk melakukan pendampingan, sementara itu banyak pengaduan dimana korbannya membutuhkan pendampingan. Berdasarkan syarat-syarat yang termuat dalam quasi yurisdiksi, maka hanya syarat pertama dalam quasi yurisdiksi ini yakni mencari penyelesaian damai melalui rekonsiliasi atau, sesuai batas-batas yang ditetapkan hukum, melalui keputusan yang mengikat atau (secara rahasia) yang tidak dilakukan Komnas Perempuan. Adapun berdasarkan wawancara dengan Ifdhal Kasim, Ketua Komnas HAM pada tanggal 4 Maret 2011/Senin diketahui bahwa laporan pemantauan kasus 1965 yang menurut Komnas Perempuan telah menyusun BAP layaknya BAP yang segera bisa ditindaklanjuti. Menurut Ifdal, BAP tersebut tidak dapat disebut BAP karena Komnas Perempuan tidak memiliki mandat ini. Sehingga Komnas HAM menilai 15 Peran pemantauan Komnas Perempuan adalah bagian dari mengemban mandat untuk mengembangkan sistem pemantauan, pendokumentasian dan evaluasi atas fakta kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran hak asasi perempuan Indonesia, serta atas kinerja lembaga-lembaga negara dan masyarakat dalam memenuhi hak perempuan korban kekerasan dan diskriminasi. 27

34 laporan kasus 1965 hanya bersifat kajian saja yang tidak berkekuatan hukum. Dalam hal ini Komnas HAM harus melakukan investigasi ulang seperti menyusun BAP dan menemui para saksi dan korban kasus Sumber daya manusia Jumlah total SDM Komnas Perempuan saat ini 81 orang dengan rincian 15 orang Komisioner, 1 Sekretaris Jenderal, 50 Badan pekerja, 14 relawan UPR, 1 relawan lembaga internasional (AVI). Sebagaimana disebutkan diatas bahwa Komnas Perempuan tidak memiliki mandat untuk penanganan kasus atau quasi jurisdiksi, namun demikian kondisi di masyarakat yang menuntut untuk pemenuhan haknya ketika terjadi kasus kekerasan terhadap dirinya membuat Komnas Perempuan mengembangkan mekanisme pengaduan dan rujukan dan membentuk unit khusus yakni Unit Pengaduan dan Rujukan (UPR) yang digawangi oleh Sub Komisi Pemantauan dan diisi oleh para relawan yang dengan sukarela mengabdikan sebagian waktu, tenaga, pikiran dan bahkan sumberdayanya untuk membantu para korban tragedi kemanusiaan yang datang melapor di Komnas Perempuan. Keminatan dari para relawan untuk bergabung dengan Komnas Perempuan tidak pernah surut namun demikian karena kondisi lembaga baik dana dan ruangan yang disediakan untuk para relawan membuat tenaga relawan pasang surut mulai dapat dilihat dalam tabel penerimaan relawan dibawah ini. Tabel. Jumlah penerimaan relawan UPR per tahunnya. Tahun Jumlah Relawan Jika dilihat dari jumlah kasus yang diterima oleh Komnas Perempuan tiap tahunnya, tentu terjadi ketimpangan antara kapasitas relawan dan jumlah kasus sebagaimana dilihat dalam tabel dibawah ini. TAHUN Surat/ UPR (Telp & Datang langsung) Total Bila dicermati dalam bentuk grafik adalah sbb: 28

35 UPR (Telp & Datang langsung) Surat/ Infrastruktur Sebagaimana status kelembagaan Komnas Perempuan, kondisi fasilitas dan insfrastruktur Komnas Perempuan juga penuh tantangan. Pada awal pendiriannya, negara belum menyediakan tempat kerja yang layak bagi Komnas Perempuan hingga masih menumpang di Komnas HAM. dari gudang ke gedung istilah yang digunakan Kamala Chandrakirana ketika mengungkapkan sejarah kantor Komnas Perempuan 16. Akhirnya melalui perjuangan para anggota Komnas Perempuan, pada tahun 2002, Sekretariat Negara memberikan persetujuan untuk penggunaan gedung belakang Komnas HAM sekaligus memberikan dana untuk renovasi dari satu lantai menjadi 3 lantai seperti yang saat ini dapat dilihat. Perjalanan perjuangan gedung ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini. NO NO.SURA T /SES/ VII/99 TANGGAL 19 Juli 1999 Komnas HAM 2 20 Juli 1999 Komnas HAM RESUME SURAT-SURAT TERKAIT PENGGUNAAN GEDUNG KOMNAS PEREMPUAN DIKELUARK DITUJUKAN PERIHAL PENANDATANGAN AN OLEH KEPADA SURAT Sekretaris Permintaan Jenderal, Bantuan Departemen Pemanfaatan Luar Negeri Gedung Komnas HAM Sekretaris Jenderal Komnas HAM Pemanfaatan Gedung DEPLU belakang Komnas HAM 1. Marzuki Darusman selaku Ketua Komnas HAM 2. Saparinah Sadli, selaku Ketua Komnas Perempuan Marzuki Darusman selaku Ketua Komnas HAM KETERANGAN Surat kedua, Surat pertama tertanggal 4 Mei 1999 dengan No. Surat 3.632/SES/V/99 Memorandum tentang seluruh ruangan lantai 3 (tiga) pada gedung belakang Komnas HAM akan diperuntukkan sebagai kantor Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan 3 888/PL/IX/ 8 Departemen Ketua Komnas Pemanfaatan Rahardjo Jamtono, Persetujuan pemanfaatan 16 Rekam Juang Komnas Perempuan, 16 Tahun Menghapus Kekerasan Terhadap Perempuan, Komnas Perempuan, 2014, h

36 99/02 September B- 1481/setne g/u/8/ /KNAK TP- SS/Par/VI/ 03 6 B- 115/Setneg /U/I/ Agustus Juni Januari 2004 Luar Negeri RI Sekretariat Negara Komnas Perempuan Sekretariat Negara HAM Ketua Komnas Perempuan Bp. Rildo Ananda Anwar, Deputi Sesneg Bidang Administrasi, Sekretariat Negara Sekretariat jenderal Komnas HAM ruangan pada Gedung Komnas HAM Rencana renovasi ruangruang perkantoran Komnas Perempuan Verifikasi Peruntukkan Gedung Batas Peruntukkan Gedung Kantor selaku Sekretaris Jenderal. Atas nama Menteri Luar Negeri Taufik Sukasah, Kepala Biro Umum Saparinah Sadli selaku Ketua dan Kamala Chandrakirana selaku Sekretaris Jenderal Taufik Sukasah, Kepala Biro Umum ruangan-ruangan yang tidak dipakai, yaitu seluruh ruangan yang terletak di lantai III Gedung Komnas HAM bagian belakang Merujuk surat Komnas Perempuan No. 214/KNAKTP-SS/Par/VII/02 tanggal 26 Juli 2002 Isi surat juga memuat pernyataan tetap diperuntukkan sebagai kantor Komnas Perempuan Ada catatan tertulis yaitu rapat Sekneg 16/7/03, tentang : - Peruntukkan gedung KP akan dibahas dengan pimpinan Sekneg - Lantai dasar : Sebagai ruang pertemuan bersama Ruang baru untuk KP putuskan penggunaanya (sharing dengan KHAM) - Lantai 2 sudah selesai - Lantai 3 : renovasi tahun 2004 Sedang ada dialog dengan Komnas HAM menyangkut penggunaan lantai dasar dari gedung Sekretariat Negara di belakang Komnas HAM, khususnya sehubungan dengan pembangunan yang sedang dilakukan oleh Komnas HAM di lokasi bekas pelantaran parkir. Sdr. Gembong Triyono, telah menyatakan kesediaannya untuk menyerahkan hasil pembangunan tersebut kepada Komnas Perempuan jika ada verifikasi dari pihak Sekneg tentang peruntukkan gedung tersebut pada Komnas Perempuan Terhitung mulai tanggal 21 Januari 2004, ditetapkan batas peruntukkan bangunan gedung Kantor Komnas HAM, sebagai berikut : 1. Gedung A (depan) dan bangunan tambahan baru berlantai III diperuntukkan bagi Komnas HAM 2. Gedung B (belakang) lantai 1, 2, dan 3 diperuntukkan bagi 30

37 7 06/BU/I/04 25 Januari 2004 Komnas HAM Sdr. Taufik Sukasah, selaku Kepala Biro Umum, Sekretariat Negara Batas Peruntukkan Gedung kantor Atikah Nuraini, selaku Biro Umum Komnas Perempuan Surat tanggapan atas surat Sekneg No. B- 115/Setneg/U/I/2004 Menyampaikan permintaan untuk menindaklanjuti penetapan tersebut agar Sekneg segera membentuk tim guna melakukan : 1. Pengukuran lapangan tentang batas peruntukkan bangunan gedung Komnas HAM dan Komnas Perempuan 2. Inventarisasi aset yang berada di wilayah gedung kantor Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk diserahterimakan 3. Penyiapan Berita Acara serah terima atau surat perjanjian antara Sekneg, Komnas HAM dan Komnas Perempuan 8 052/BU/IV/ /KNAK TP- KC/Par/VI/ Perj- 26/Setneg/ 07/ Perj- 09/Setneg/ Sesmen/07 / April 2004 Komnas HAM 11 Juni 2004 Komnas Perempuan Sekretaris Jenderal Komnas Perempuan Kepala Biro Umum, Sekretariat Negara Pembangunan dan Penataan Gedung kantor Komnas HAM Perbaikan/Perub ahan draft Perjanjian Peminjaman Gedung Sekretariat Negara Jl. Latuharhari No. 4B 21 Juli 2004 Perjanjian peminjaman tanah dan bangunan gedung sekretariat Negara RI di Jalan Latuharhari No. 4B, Jakarta pusat antara Sekretariat Negara RI dengan Komnas Perempuan 21 Juli 2006 Perjanjian Perpanjangan Pinjam Pakai Gedung Milik sekretariat Negara antara Sekretariat Negara RI dengan Komnas Perempuan Atikah Nuraini, selaku Biro Umum Kamala Chandrakirana, selaku Ketua Kamala Chandrakirana, selaku Ketua dan Rildo Ananda Anwar selaku Deputi Sekretaris Negara Bidang Administrasi Kamala Chandrakirana, selaku Ketua dan Rildo Ananda Anwar selaku Sekretaris Menteri, Sekretaris Negara Bersifat pemberitahuan Perbaikan/perubahan draft perjanjian peminjaman gedung Sekneg Perjanjian peminjaman 21 Juli Juli 2006 Perjanjian peminjaman 21 Juli Juli

38 12 Perj- 04/Setneg/ Sesmen/07 / Perj- 05/Kemens etneg/ses men/09/ Perj- 10/Kemens etneg/ses men/09/ Juli 2008 Perjanjian Perpanjangan Pinjam Pakai Gedung Milik sekretariat Negara antara Sekretariat Negara RI dengan Komnas Perempuan 5 September September 2013 Perjanjian Penggunaan Sementara Gedung Milik sekretariat Negara antara Sekretariat Negara RI dengan Komnas HAM Perjanjian Penggunaan Sementara Gedung Milik sekretariat Negara antara Sekretariat Negara RI dengan Komnas HAM Kamala Chandrakirana, selaku Ketua dan Rildo Ananda Anwar selaku Sekretaris Menteri, Sekretaris Negara Lambock V. Nahattands, selaku Sekretaris Kementrian Sekretariat Negara, dengan Masduki, selaku Sekretaris jenderal Komnas HAM Lambock V. Nahattands, selaku Sekretaris Kementrian Sekretariat Negara, dengan Masduki, selaku Sekretaris jenderal Komnas HAM Perjanjian peminjaman 21 Juli Juli 2010 Perjanjian penggunaan gedung 5 September September 2013 Ada pernyataan di pasal 1 ayat (2) yaitu : Gedung Kantor milik pihak pertama yang digunakan sementara oleh Pihak Kedua sebagaimana tertuang dalam surat perjanjian ini, hanya boleh dipergunakan sebagai Kantor Komnas Perempuan, untuk memenuhi kebutuhan ruangan kantor Komnas Perempuan Segala sesuatu yang berkaitan dengan tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 hingga pasal 9 perjanjian ini, hanya dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan antara Pihak Kedua dengan Komnas Perempuan sebagai pengguna Gedung B (belakang) Pihak Komnas Perempuan tidak mendatangani surat perjanjian ini dikarenakan Komnas Perempuan adalah merupakan satker dari Komnas HAM. Dalam manajemen pengelolaan aset negara, seluruh aset Komnas Perempuan tercatat sebagai aset Komnas HAM Perjanjian penggunaan gedung 5 September September 2015 Ada pernyataan di pasal 1 ayat (2) yaitu : Gedung Kantor milik pihak pertama yang digunakan sementara oleh Pihak Kedua sebagaimana tertuang dalam surat perjanjian ini, hanya boleh dipergunakan sebagai Kantor Komnas Perempuan, untuk memenuhi kebutuhan ruangan kantor Komnas 32

39 Perempuan Pihak Komnas Perempuan tidak mendatangani surat perjanjian ini dikarenakan Komnas Perempuan adalah merupakan satker dari Komnas HAM. Dalam manajemen pengelolaan aset negara, seluruh aset Komnas Perempuan tercatat sebagai aset Komnas HAM Jika dilihat lagi untuk kondisi saat ini berdasarkan analisa beban gedung, yakni perbandingan antara luas gedung dengan jumlah barang dan orang yang faktual menempati gedung saat ini, maka gedung sudah dikatagorikan tidak layak bagi kondisi kerja layak. Hal ini juga didasari bahwa salah satu fungsi dan peruntukan gedung Komnas Perempuan adalah sebagai memorialisasi 17 sejarah pelanggaran ham masa lalu, dalam hal ini terkait kasus pelanggaran ham perempuan pada tragedi Mei 98. Salah satu bentuk memorialisasi gedung Komnas Perempuan adalah Prasasti Pernyataan Presiden atas Berbagai Aksi Kekerasa Pada Peristiwa Kerusuhan di berbagai tempat secara bersamaan termasuk KtP Anggaran Tantangan kelembagaan komnas perempuan sebagai lembaga nasional HAM bermandat spesifik, yang dihadapkan pada kebijakan anggaran Negara (APBN) yang mengharuskan penghematan dan efektifitas anggaran, tetapi justru memangkas hampir keseluruhan pendanaan program untuk kerja-kerja Komnas Perempuan, misalnya yang terjadi pada tahun 2012, pemotongan anggaran kepada Komnas Perempuan adalah 85% dari total pagu kegiatan atau sekitar 3,3Milyar rupiah. Hal ini menunjukkan belum dipahaminya kerja-kerja HAM, di mana Komnas Perempuan menjalankan perannya sebagai bentuk LNHAM (Lembaga Nasiional HAM) dalam ketatanegaraan RI. Padahal, pengakuan LNHAM ini sesuai prinsip paris, bahwa posisi lembaga HAM dalam intitusi Negara adalah menjadi kewajiban yang harus diadopsi dalam kesatuan sistem ketatanegaraannya. Tabel. Perbandingan penerimaan dana Komnas Perempuan dan Total APBN RI Total alokasi APBN RI Total: Rp Dengan rincian: : : : Total Anggaran Komnas Perempuan Total: Rp , Dengan rincian: : : : Prosentase perbandingannya Prosentase yang diterima Kp dibanding total APBN adalah 0,060% 17 MEMORIALISASI merupakan proses pembangunan representasi fisik/bangunan atau ragam kegiatan peringatan sejarah masa lalu dan ditempatkan di wilayah-wilayah publik. Bangunan atau ragam kegiatan dirancang untuk menyuarakan reaksi khusus atau sekumpulan reaksi, termasuk penghargaan dari masyarakat dari sebuah kegiatan atau tokoh didalamnya; refleksi personal atau duka cita; kebanggaan, kemarahan, atau kesedihan tentang apa yang telah terjadi; atau pembelajaran/keingitahuan tentang sejarah masa lalu. [Rumusan dirangkum dari Memorialization and Democracy: State Policy and Civic Action (2007)] 18 Disangkal, Tragedi Mei 1998 dalam perjalanan bangsa, Komnas Perempuan, h

40 - 2013: : : : Hal ini sejalan dengan analisa Seknas Fitra yang menyampaikan hal serupa tentang Pengabaian Negara dalam Melindungi Warga Negara Perempuan dari Tindak Kekerasan 19. Bentuk lain pengabaian negara terhadap hak-hak perempuan dan anak bisa dilihat dari kurang seriusnya negara dalam mengatasi persoalan kekerasan yang dialami oleh perempuan. Tengoklah alokasi anggaran RAPBN 2013 yang diterima oleh Komnas Perempuan, yang dinilai masih jauh dari kepantasan. Dalam RAPBN 2013 program khusus perlindungan perempuan yang dialokasikan untuk Komnas Perempuan hanya tersedia Rp10,6 miliar, padahal program-program perlindungan yang menjadi tanggung jawab Komnas Perempuan begitu luas. Mencakup advokasi kebijakan, pencegahan dan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan, pengaduan dan dokumentasi aduan kekerasan, hingga pemberian konseling bagi perempuan korban kekerasan. Dari Rp10,6 miliar tersebut, alokasi yang dianggarkan untuk melakukan advokasi dan menindaklanjuti kasus-kasus pelanggaran HAM yang diterima oleh lembaga ini hanya sebesar Rp152 juta dengan target laporan sebanyak 240 kasus saja. Angka ini turun dari alokasi sebelumnya di APBN 2012 sebesar Rp253 juta. Jika dibagi per kasus, artinya hanya tersedia dana Rp (enam ratus tiga puluh tiga ribu rupiah) saja. Bandingkan dengan alokasi RAPBN 2013 untuk pemeliharaan rumah jabatan anggota DPR dan Wisma Peristirahatan Anggota DPR yang mencapai Rp3,04 miliar, atau alokasi untuk Perawatan Kendaraan Dinas yang mencapai Rp. 3,10 miliar. Minimnya alokasi anggaran ini sangat tidak sebanding dengan banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan yang diterima oleh Komnas Perempuan. Sepanjang tahun Maret 2011 saja Komnas Perempuan mencatat ada kasus kekerasan terhadap perempuan, dimana 96 persen nya adalah KDRT ( Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan data kasus yang terjadi di tahun 2007 sebanyak kasus. Dengan tidak sebandingnya anggaran perlindungan dengan tugas dan tanggung jawab Komnas Perempuan tersebut, membuat kebijakan dan kegiatan perlindungan terhadap perempuan terancam lumpuh karena ketiadaan anggaran. Hal ini diperparah dengan rumitnya birokrasi penganggaran yang harus dijalani, padahal persoalan kekerasan yang dialami oleh perempuan tidak bisa menunggu untuk segera diselesaikan. 19 RAPBN 2013 Rasa Pencitraan, Seknas Fitra, 34

41 Penerimaan dan Pengeluaran APBN Pagu Total Pengeluaran HONOR OPERASIONAL KEGIATAN Total Penyerapan 89% 81% 87% 82% 62% Peny. Honor 23% 32% 45% 31% 32% Peny. Ops 18% 23% 36% 24% 21% Peny. Keg 47% 26% 7% 27% 10% Dalam kurun waktu 5 tahun dana yang diterima Komnas Perempuan berkisar antara 7-10 Milyar. Dengan komposisi dana untuk honor rata-rata 3 Milyar, operasional rata-rata 2,3 Milyar dan kegiatan 2,6 Milyar. Selam masa tersebut tidak pernah ada kenaikan dana, tetapi justru pemotongan anggaran. Hampir tiap tahun, Komnas Perempuan mengalami pemotongan anggaran Untuk alokasi honor tiap tahunnya berkisar antara 2-3 Milyar, selama 5 tahun tidak mengalami perubahan, padahal kenaikan BBM dan inflasi sejak tahun 2010 sampai 2014 sudah mengalami kenaikan beberapa kali. Terbatasnya jumlah personil dan dana berdampak juga pada kinerja Komnas Perempuan. Penyerapan dana menjadi tidak maksimal, penyerapan hanya berkisar antara %. 35

42 Penyerapan Dana APBN Total Pagu Pagu Honor Realisasi Honor Pagu Ops Realisasi Ops Pagu Kegiatan Realisasi Keg %-HONOR 100% 100% 97% 97% 79% % Ops 91% 63% 77% 74% 54% % Keg 83% 84% 87% 75% 47% Untuk mensupport seluruh kegiatan Komnas Perempuan yang tidak didukung sepenuhnya dari pemerintah, Komnas Perempuan mencari support dana bantuan yang diperoleh dari beberapa lembaga donor, diantara : Tabel. DATA PENERIMAAN HIBAH TA (Per 30 Oktober 2014) Nama Donor AUSAID Nowergia MAMPU UNFPA HIVOS OHCHR OSI Swiss Embassy NZAID AIPJT

43 UNFPA UNIFEM UNDP MRP Total Penerimaan Komposisi dana yang diterima dari donor untuk gaji dan kegiatan. Umumnya dengan pembagian 70% untuk kegiatan, dan 30% untuk dukungan lembaga. Tetapi riil yang diterima KP tidak seperti itu, support untuk lembaga dilihat dari penyerapan hanya berkisar 4-19%. Bila Komnas perempuan ingin ada kenaikan untuk dukungan lembaga, berarti komponen kegiatan juga harus naik. Hal ini sangat memberatkan, dengan jumlah SDM yang sangat terbatas. Selain tantangan soal besaran alokasi, Komnas Perempuan juga menghadapi soal administrasi lembaga nasional HAM dalam skema pendanaan negara. Soal administrasi ini bisa menjadi pedang bermata dua bagi Komnas Perempuan sebagai LNHAM. Terkait standar biaya dan juga tata kelola administrasi yang kurang mengakomodir kerja-kerja sebuah lembaga nasional HAM. Misalnya pertimbangan soal transparansi tanpa hati-hati juga akan mengesampingkan prinsip kerahasiaan korban dan respon cepat layaknya lembaga nasional HAM. Sebaliknya mengedepankan prinsip HAM bisa serta merta dibaca sebagai pengabaian terhadap kepatuhan administrasi lembaga negara. 37

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia melekat pada setiap orang tanpa kecuali, tidak dapat

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

KENALI HAK ANDA. Kompilasi oleh Komnas Perempuan. Hak Konstitusional SETIAP WARGA NEGARA INDONESIA. dalam. Rumpun

KENALI HAK ANDA. Kompilasi oleh Komnas Perempuan. Hak Konstitusional SETIAP WARGA NEGARA INDONESIA. dalam. Rumpun 40 14 Hak Konstitusional SETIAP WARGA NEGARA INDONESIA dalam KENALI HAK ANDA Rumpun Kompilasi oleh Komnas Perempuan I. Hak Atas Kewarganegaraan 1. Hak atas status kewarganegaraan Pasal 28D (4) 2. Hak atas

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PELINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara melindungi

Lebih terperinci

KEJAHATAN SEKSUAL Lindungi Hak Korban. Masruchah Komnas Perempuan 11 Januari 2012

KEJAHATAN SEKSUAL Lindungi Hak Korban. Masruchah Komnas Perempuan 11 Januari 2012 KEJAHATAN SEKSUAL Lindungi Hak Korban Masruchah Komnas Perempuan 11 Januari 2012 KOMNAS PEREMPUAN Mei 1998 : kerusuhan dibeberapa kota besar, dengan berbagai bentuk kekerasan Kekerasan seksual menjadi

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia: Peta Persoalan dan refleksi peran CSO di Indonesia Yuniyanti Chuzaifah Ketua Komnas Perempuan ( )

Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia: Peta Persoalan dan refleksi peran CSO di Indonesia Yuniyanti Chuzaifah Ketua Komnas Perempuan ( ) Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia: Peta Persoalan dan refleksi peran CSO di Indonesia Yuniyanti Chuzaifah Ketua Komnas Perempuan (2010-2014) TENTANG KOMNAS PEREMPUAN Komnas Anti Kekerasan Terhadap

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara melindungi dan menjamin

Lebih terperinci

Meneguhkan Komitmen Negara pada Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dan Jaminan Hak-hak Asasi Perempuan

Meneguhkan Komitmen Negara pada Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dan Jaminan Hak-hak Asasi Perempuan Meneguhkan Komitmen Negara pada Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dan Jaminan Hak-hak Asasi Perempuan Komnas Perempuan Berdiri: 15 Oktober 1998 Konsultasi Publik Bersama Mitra Strategis 13 Desember

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK, SALINAN BUPATI DEMAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM

Lebih terperinci

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017 Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid 14-15 November 2017 Kondisi kekerasan seksual di Indonesia Kasus kekerasan terhadap perempuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KOMNAS PEREMPUAN. Jakarta, 11 Desember 2014

KOMNAS PEREMPUAN. Jakarta, 11 Desember 2014 KERANGKA ACUAN LAPORAN PERTANGGUNG JAWABAN PUBLIK Perkokoh Pengetahuan, mekanisme HAM perempuan dan Dukungan Bersama Hapuskan Kekerasan terhadap Perempuan untuk Bangsa Indonesia KOMNAS PEREMPUAN Jakarta,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPTEN LUMAJANG NOMOR 48 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN LUMAJANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN BOJONEGORO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional Oleh Agung Putri Seminar Sehari Perlindungan HAM Melalui Hukum Pidana Hotel Nikko Jakarta, 5 Desember 2007 Implementasi

Lebih terperinci

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN LAMPIRAN I KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TANGGAL 11 MEI 2004 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN 2004 2009 I. Mukadimah 1. Sesungguhnya Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Disajikan dalam kegiatan pembelajaran untuk Australian Defence Force Staff di Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, Indonesia 10 September 2007

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa umat manusia berkedudukan

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

23 Oktober Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia

23 Oktober Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia 23 Oktober 2017 Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Setelah mengikuti siklus ketiga Tinjauan Periodik Universal (Universal Periodic Review - UPR) Indonesia, saya menyambut

Lebih terperinci

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi

Lebih terperinci

Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender

Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL 1 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 66 TAHUN : 2013 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PUSAT PELAYANAN TERPADU PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN KELOMPOK RENTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

JAWA TIMUR MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

JAWA TIMUR MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.170, 2008 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4919) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

TEMA: PERAN DPR-RI DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DAN DEMOKRASI DI INDONESIA. Kamis, 12 November 2009

TEMA: PERAN DPR-RI DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DAN DEMOKRASI DI INDONESIA. Kamis, 12 November 2009 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PIDATO KETUA DPR-RI PADA ACARA ULANG TAHUN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (FISIPOL) KE-15 UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA DAN DIES NATALIS KE-56 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

MENCEGAH DISKRIMINASI DALAM PERATURAN DAERAH

MENCEGAH DISKRIMINASI DALAM PERATURAN DAERAH MENCEGAH DISKRIMINASI DALAM PERATURAN DAERAH (Mengenal Pedoman Pengujian Kebijakan Konstitusional) Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Disampaikan dalam Workshop Perencanaan

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA UUD 1945 Tap MPR Nomor III/1998 UU NO 39 TAHUN 1999 UU NO 26 TAHUN 2000 UU NO 7 TAHUN 1984 (RATIFIKASI CEDAW) UU NO TAHUN 1998 (RATIFIKASI KONVENSI

Lebih terperinci

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KOTA PARIAMAN, Menimbang :

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN 2015-2019 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Komitmen Negara Republik

Lebih terperinci

Setiap norma per. Per-UU-an wajib melarang perlakuan : b.perbedaan; c.pengucilan; dan d.pembatasan. Atas dasar jenis kelamin

Setiap norma per. Per-UU-an wajib melarang perlakuan : b.perbedaan; c.pengucilan; dan d.pembatasan. Atas dasar jenis kelamin PENGINTEGRASIAN PARAMETER KESETARAAN GENDER DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN (Tahapan Teknis dalam menyusun Rancangan PUU dengan Alat /Pisau Analisis Parameter Kesetaraan Gender) PENGANTAR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember 1984 mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang mennunjukan komitmennya untuk

Lebih terperinci

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4919 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170) PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DI BIDANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

Lebih terperinci

Lembaga Akademik dan Advokasi Kebijakan dalam Perlindungan Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender Margaretha Hanita

Lembaga Akademik dan Advokasi Kebijakan dalam Perlindungan Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender Margaretha Hanita + Lembaga Akademik dan Advokasi Kebijakan dalam Perlindungan Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender Margaretha Hanita Disampaikan dalam Seminar Nasional "Jaringan dan Kolaborasi untuk Mewujudkan Keadilan

Lebih terperinci

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN QANUN KOTA LANGSA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 181 TAHUN 1998 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 181 TAHUN 1998 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 181 TAHUN 1998 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-Undang Dasar 1945 menjamin semua

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : perlu dilanjutkan dengan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun ; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai

2015, No Mengingat : perlu dilanjutkan dengan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun ; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.144, 2015 HAM. Rencana Aksi. Nasional. Tahun 2015-2019. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENCEGAHAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN TINDAK KEKERASAN DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Singkatan dalam Rujukan: PUTMK: Putusan Mahkamah Konstitusi HPMKRI 1A: Himpunan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Jilid 1A

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Salah satu dari keempat NSPK yang diterbitkan dalam bentuk pedoman ini adalah Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak.

KATA PENGANTAR. Salah satu dari keempat NSPK yang diterbitkan dalam bentuk pedoman ini adalah Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak. KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA KATA PENGANTAR Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi,

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN

Lebih terperinci

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Majelis Umum, Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Desember 1993 [1] Mengikuti perlunya penerapan secara

Lebih terperinci

INDEKS KINERJA PENEGAKAN HAM 2011

INDEKS KINERJA PENEGAKAN HAM 2011 RINGKASAN TABEL INDEKS KINERJA PENEGAKAN HAM 2011 SETARA Institute, Jakarta 5 Desember 2011 SCORE 2011 PENYELESAIAN PELANGGARAN HAM MASA LALU 1,4 KEBEBASAN BEREKSPRESI 2,5 KEBEBASAN BERAGAMA/BERKEYAKINAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa umat manusia berkedudukan

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS 2017 Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si KOALISI PEREMPUAN INDONESIA Hotel Ambara, 19 Januari 2017 Pengertian Keadilan dan Kesetaraan Gender

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 SERI E NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR: 2 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 SERI E NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR: 2 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 SERI E NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR: 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENCEGAHAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang : a. bahwa Kota

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN 2011-2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 2 TAHUN 2013 SERI C NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa umat manusia berkedudukan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

Mewujudkan Perlindungan Perempuan Korban melalui Pemenuhan Bantuan Hukum: Kertas Posisi Terhadap Pembahasan RUU Bantuan Hukum

Mewujudkan Perlindungan Perempuan Korban melalui Pemenuhan Bantuan Hukum: Kertas Posisi Terhadap Pembahasan RUU Bantuan Hukum Mewujudkan Perlindungan Perempuan Korban melalui Pemenuhan Bantuan Hukum: Kertas Posisi Terhadap Pembahasan RUU Bantuan Hukum Mewujudkan Perlindungan Perempuan Korban melalui Pemenuhan Bantuan Hukum: Kertas

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk (multi-ethnic society). Kesadaran akan kemajemukan tersebut sebenarnya telah ada sebelum kemerdekaan,

Lebih terperinci

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA MUKADIMAH Konsil LSM Indonesia menyadari bahwa peran untuk memperjuangkan partisipasi masyarakat dalam segala proses perubahan membutuhkan pendekatan dan pentahapan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gencarnya pembangunan yang dilakukan oleh negara pada hakikatnya memberikan dampak buruk kepada perempuan. Maraknya kasus-kasus yang terjadi terhadap perempuan seperti

Lebih terperinci

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR XVII /MPR/1998

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR XVII /MPR/1998 MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA -------------- KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR XVII /MPR/1998 TENTANG HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan

Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan 1 Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan I.PENDAHULUAN Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat

Lebih terperinci

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000)

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000) AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000) Perubahan kedua terhadap pasal-pasal UUD 1945 ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000. Perubahan tahap kedua ini ini dilakukan terhadap beberapa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015

PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER,

Lebih terperinci

Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum

Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum No. Draft RUU Bantuan Hukum Versi Baleg DPR RI 1. Mengingat Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan.

Ringkasan Putusan. Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10-17-23/PUU-VII/2009 tanggal 25 Maret 2010 atas Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, dengan hormat

Lebih terperinci

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) Konvensi Hak Anak (KHA) Perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis antara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Hak Anak Istilah yang perlu

Lebih terperinci