BAB V MODEL PEMBELAJARAN. dimiliki oleh guru, melainkan menambah, melengkapi, dan memperluas variasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V MODEL PEMBELAJARAN. dimiliki oleh guru, melainkan menambah, melengkapi, dan memperluas variasi"

Transkripsi

1 BAB V MODEL PEMBELAJARAN Pemilihan model mengajar bukan untuk mengubah apa yang telah dimiliki oleh guru, melainkan menambah, melengkapi, dan memperluas variasi gaya mengajar guru. Menurut beberapa hasil wawancara dengan para guru dan berbagai sumber menyatakan bahwa sesungguhnya tidak ada satu model mengajar yang paling cocok untuk semua situasi. Namun dengan adanya pemilihan model yang relevan dengan pertimbangan utama bahwa pemilihan model tersebut sesuai dengan tujuan pengajaran yang ingin dicapai. Suatu model mengajar dapat diartikan sebagai suatu rencana, pola, atau desain yang digunakan dalam mengatur materi pengajaran dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran. Berikut ini akan dideskripsikan alternatif model pembelajaran nilai etika dalam komunikasi fatis masyarakat Bugis Sidenreng Rappang. A. Deskripsi Alternatif Model Pembelajaran Alternatif model pembelajaran nilai etika dalam komunikasi fatis masyarakat Bugis Sidenreng Rappang ini dengan menggunakan model role playing (Joyce dkk, 2009: 325) yang menyediakan berbagai macam kondisi yang dapat mendorong peserta didik dalam melakukan kegiatan sosial serta mendorong peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai mahluk yang senantiasa berinteraksi dalam kehidupan masyarakat. Cara yang dikembangkan dalam model ini adalah bermain peran, simulasi, analisis m 168

2 169 endalam nilai sendiri, aktivitas yang mengembangkan sensitivitas, kegiatan di dalam maupun di luar kelas, dan diskusi kelompok. Peserta didik yang tumbuh dan berkembang di lingkungannya maka akan dibentuk pula oleh budaya terdekatnya, oleh karena itu penanaman etika berbahasa yang sesuai dengan norma yang diterima dalam masyarakat tentunya sangat berperan dalam penanaman karakter pada peserta didik. Hal ini juga telah dirumuskan dalam draft PBKB (2010: 3-4) yang bertujuan mengiternalisasi berbagai kebajikan berupa sejumlah nilai, moral, dan norma yang dapat menumbuhkan karakter dan karakter masyarakat yang hanya dapat dikembangkan dalam lingkungan budaya yang bersangkutan. Uraian tersebut didukung juga oleh pendapat Muhyidin (Bahasa dan Budaya, 2011:216) yang mengungkapkan bahwa bahasa tidak dapat dilepaskan dari budaya karena bahasa merupakan subsistem dari kebudayaan bahkan menjadi bagian terpenting dari kebudayaan. Hal ini menurutnya berimplikasi bahwa mengajarkan bahasa harus pula disertai dengan mengajarkan budaya tempat budaya tersebut hidup. B. Dasar Pemikiran Bahasa Bugis sejak ribuan tahun yang lalu digunakan oleh masyarakat sebagai alat komunikasi di Sulawesi Selatan. Dengan demikian, status bahasa Bugis usianya cukup tua. Bahasa Bugis ini menggunakan huruf lontarak yang terdiri dari 23 huruf. Berdasarkan penggolongannya, aksara lontarak tergolong tulisan silabik (suku kata) dan untuk menandai vokalnya diperlukan tanda-tanda tertentu.

3 170 Masyarakat Bugis mengenal sebuah istilah yang disebut adeq yaitu sebuah sistem normatif yang mengatur seluruh tata kehidupan masyarakat termasuk aktivitas berbicara sehari-hari. Secara konvensional, setiap individu dalam menyampaikan gagasannya maupun dalam melakukan pembicaraan dengan sesamanya senantiasa berpola. Terkait hal tersebut, maka lahirlah sistem budaya berbahasa dalam masyarakat Bugis yang dapat menakar santun atau tidaknya ucapan, sikap, dan tindak berbahasa seseorang. Etika berbahasa adalah sistem tindak laku bahasa menurut budaya dimana bahasa itu digunakan oleh masyarakat penuturnya. Dalam masyarakat Bugis dikenal adanya sebuah istilah yang disebut adeq yaitu sebuah sistem normatif yang mengatur seluruh tata kehidupan masyarakat termasuk aktivitas berbicara sehari-hari. Selain itu, etika berbahasa ini mengatur bagaimana pemilihan bahasa yang digunakan kepada seseorang dalam keadaan tertentu yang berkenaan dengan status sosial dan budaya dalam masyarakat Bugis. Dalam berkomunikasi etika berbahasa masyarakat Bugis sangat mengutamakan penghargaan dan penghormatan yang tercermin dalam konsep sipakatau dan sipakalebbi kepada sesama manusia. Selain itu, penggunaan pemarkah-pemarkah kesantunan ini disertai dengan intonasi dan sikap fisik yang beretika adalah ajaran yang sangat penting digunakan dalam berkomunikasi. Etika berbahasa dalam masyarakat Bugis tercermin dari sikap berbahasa yang santun dalam berkomunikasi sehingga tetap terwujud interakasi yang harmonis di dalam masyarakat.

4 171 Etika dalam berbahasa inilah yang akan dijadikan salah satu bahan ajar dalam membelajarkan siswa mengenai etika berwawancara. Sebagai identitas budaya, etika berbahasa ini juga merupakan kearifan lokal yang perlu dilestarikan sampai kapan pun. Model pembelajaran ini akan mengajarkan etika berbahasa yang ada dalam masyarakat Bugis, yaitu bagaimana pemilihan bahasa yang sopan ketika berbicara dengan seseorang, bagaimana intonasi suara yang digunakan serta sikap fisik yang ditampilkan ketika berbicara dengan orang lain. Penginternalisasian nilai etika dalam komunikasi fatis masyarakat Bugis Sidenreng Rappang dalam sebuah model pembelajaran merupakan salah satu bagian dari pemertahanan budaya bangsa dengan menggali nilai-nilai hidup yang baik dalam etika bertutur. C. Latar Belakang Filosofis Bahasa Bugis adalah salah satu bahasa mayor yang wilayah pemakaiannya merupakan jumlah terbesar di Sulawesi Selatan. Bahasa Bugis sebagai salah satu di antara sekian banyak bahasa daerah yang berfungsi sebagai lambang kebanggaan daerah, lambang identitas daerah, alat untuk mengungkapkan perasaan, dan bahasa pengantar pada tingkat permulaan sekolah dasar. Bahasa Bugis memiliki sejarah serta tradisi yang cukup tua dan merupakan bahasa mayor yang wilayah pemakaiannya merupakan jumlah terbesar di Sulawesi Selatan. Pada umumnya dalam komunikasi fatis masyarakat Bugis Sidenreng Rappang terkait dengan etika penggunaannya dimarkahi oleh bentuk penanda kesantunan seperti penggunaan kata ganti yang halus sebagai penanda etika

5 172 berbahasa seperti kata ganti orang kedua tunggal, -kik, kata ganti milik orang pertama tunggal, -tak, dan kata ganti orang kedua tunggal nik adalah penanda kesantunan dalam berbahasa. Kata ganti kedua tunggal -kik dan nik mengikut pada kata kerja. Kata tersebut tidak mempunyai makna jika berdiri sendiri. Kehadirannya dalam setiap kata merupakan sebagai bentuk ragam halus penanda kesopanan. Sementara kata ganti kedua tunggal tak, merupakan kata ganti yang mengikut pada kata benda. Seperti halnya dengan kata -kik dan nik, kata -tak sebagai rangkaian kata yang tak mempunyai arti bila ia berdiri sendiri atau disebut juga sebagai salah bentuk morfem terikat. Kehadiran kata tak akan mempengaruhi setiap bentuk tutur khususnya dalam berkomunikasi dengan sesama. Artinya kehadiran kata tersebut akan menjadi penanda kesopanan bagi masyarakat penutur bahasa Bugis Sidenreng Rappang. Berdasarkan uraian tersebut maka penginternalisasian nilai-nilai tersebut berupa penggunaan kata sapaan atau kata ganti yang sesuai kepada orang lain sebagai penanda identitas sosial yang sesuai digunakan ketika bertutur. Bahasa sebagai alat untuk berinteraksi sangat menentukan tercapainya komunikasi yang baik. Etika atau tata cara berbahasa yang sesuai dengan norma dan budaya masyarakat di mana bahasa itu digunakan. Seseorang yang mampu berkomunikasi dengan baik tentu saja mengetahui bagaimana seharusnya berbahasa dengan orang lain yang menjadi mitra tuturnya dalam berinteraksi.

6 173 D. Landasan Estetis Mata pelajaran bahasa Indonesia adalah mata pelajaran yang termasuk dalam mata pelajaran rumpun estetika yang dimaksudkan untuk meningkatkan sensitifitas, kemampuan mengespresikan keindahan dan harmoni. Kemampuan mengapresiasi dan kemampuan mengepresikan keindahan serta harmoni mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan mensyukuri hidup, maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis. Hal itu dilakukan dengan mengaplikasikan nilai-nilai yang baik dalam interaksi seperti etika bertutur atau tata cara serta perilaku berbahasa yang santun dalam interaksi. E. Orientasi Model Salah satu cara pembelajaran nilai etika komunikasi fatis masyarakat Bugis Sidenreng Rappang pada peserta didik adalah dengan bermain peran atau dengan istilah role playing. Berdasarkan hasil analisis dan ditemukannya nilai berupa yaitu (1) Nilai meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa dan selalu menaati ajaran-nya, (2) Nilai memiliki dan mengembangkan sikap toleransi, (3) Nilai memiliki rasa menghargai diri sendiri, (4) Nilai memiliki rasa keterbukaan, (5) Nilai Mampu mengendalikan diri, (6) Nilai mampu berpikir positif, (7) Nilai memiliki menumbuhkan cinta dan kasih sayang, (8) Nilai memiliki kebersamaan, (9) Nilai memiliki rasa kesetiakawanan, (10) Nilai saling menghormati. (11) Nilai Memiliki tata krama dan sopan santun, (12) Nilai memiliki rasa malu, (13) menumbuhkan kejujuran. Nilai-Nilai inilah yang akan dijadikan landasan

7 174 pembelajaran keterampilan berbicara khususnya dalam kompetensi dasar berwawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan dengan memperhatikan etika berwawancara. Salah satu hal yang mendasari pembelajaran dan penanaman nilai tersebut sebagai bagian dari pendidikan karakter pada pola perilaku peserta didik dalam berinteraksi sebagai salah satu hal yang perlu dimiliki bagi setiap insan intelektual. Sikap dan perilaku seperti sopan santun dalam bertindak dan bertutur kata terhadap orang lain tanpa menyinggung atau menyakiti serta sesuai tata cara yang berlaku sesuai dengan norma, budaya, dan adat istiadat. Inti pengajaran model ini mengajarkan nilai-nilai moral yang baik dalam etika berbahasa yang merupakan inti dari tingkah laku yang dapat memberikan petunjuk dan memahami petunjuk-petunjuk orang lain. Efek langsung merupakan pemahaman terbaik mengenai sikap empati terhadap perbedaan-perbedaan nilai moral saat berinteraksi dengan orang lain. Efek langsung lain adalah strategi untuk memecahkan konflik dalam model yang tetap menghargai perbedaaan sudut pandang tanpa mengabaikan kebutuhan adanya nilai-nilai kemanusian universal. Dalam level yang sangat sederhana, model ini dimainkan dalam beberapa tindakan berikut; menguraikan sebuah masalah, memeragakan, dan mendiskusikan masalah tersebut. Beberapa siswa bertugas sebagai pemeran; sedang yang lain sebagai pengamat. Seseorang menempatkan dirinya dalam posisi orang lain dan mencoba berinteraksi dengan orang lain yang juga kebagian tugas sebagai pemeran. Semua rasa empati, simpati, kemarahan dan kasih

8 175 sayang meruapakn bagian kehidupan juga dilibatkan dalam praktik pemeranan ini. Hal-hal emosional ini, sebagaimana kata-kata dan tindakan-tindakan, menjadi bagian dari analisis selanjutnya. Ketika peragaan selesai, pengamat kemudian terlibat dalam upaya mengetahui beberapa hal, misalnya bagaimana bentuk perilaku dalam interaksi dalam situasi tertentu. Esensi role playing adalah keterlibatan partisipan dan pengamat dalam situasi masalah yang sebenarnya dan adanya keinginan untuk melibatkan resolusi damai serta memahami apa yang muncul dari keterlibatan tersebut. Proses role playing berperan untuk (1) mengeksplorasi perasaan siswa, (2) mentransfer dan mewujudkan pandangan mengenai perilaku, nilai, dan persepsi siswa, (3) mengembangkan skill pemecahan masalah dan tingkah laku, (4) mengeksplorasi materi pelajaran dalam cara yang berbeda. Tujuan-tujuan ini mencerminkan beberapa asumsi mengenai proses pembelajaran dalam role playing. Model ini secara implisit menganjurkan sebuah pengalaman yang berbasis pembelajaran yang terjadi di sini dan saat ini. Model ini berpandangan bahwa ada kemungkinan untuk menciptakan sebuah analogi yang asli dan sama dengan masalah kehidupan yang nyata dan lewat pengulangan kejadian ini, siswa bisa memahami dan merenungkan sampel kehidupan. Oleh karena itu, pemeranan memunculkan respons emosional dan perilaku asli yang merupakan ciri khas masing-masing siswa. Role playing versi Shaftel (Joyce, 2009:329) menekankan aspek intelektual dan emosional, yakni analisis dan diskusi dalam pemeranan yang dianggap sama pentingnya dengan role playing itu sendiri. Pendidik dalam model

9 176 ini, harus mengarahkan bagaimana siswa mengenali dan memahami perasaannya masing-masing serta menyadari bahwa perasaan mereka mempengaruhi perilaku yang mereka ditampakkan.pada dasarnya, emosi dan gagasan dapat digiring menuju sebuah kesadaran yang selanjutnya dikembangkan dalam kelompok. Reaksi kolektif dari sesama anggota kelompok bisa memunculkan gagasan baru dan memberikan arah menuju perubahan dan pertumbuhan. Secara psikologis, model ini secara tersembunyi melibatkan perilaku pribadi, nilai, dan sistem kepercayaan siswa untuk menggabungkan proses pengembangan yang dilakukan secara spontan dengan analisis yang dilakukannya. Setiap individu bisa memperoleh takaran kontrol dalam sistem kepercayaan mereka jika mereka mengembangkan nilai dan perilaku serta mengujinya saat berinteraksi dengan orang lain. Analisis semacam ini bisa membantu mereka mengevaluasi perilaku, nilai, dan konsekuensi kepercayaan mereka sendiri, sehingga hal ini memudahkan mereka untuk mengembangkan semua hal tersebut. Kata roles diartikan sebagai peran yang selanjutnya dimaknai sebagai rangkaian pesan, kata-kata, dan tindakan. Menurut Chesler dan Fox role merupakan sebuah alat yang unik dan lumrah dalam berhubungan dengan orang lain (Joyce, 2008:330). Rumusan pengertian ini menandai bahwa konsep pemeranan dalam pembelajaran bisa dengan mudah digunakan. Konsep peran dalam model ini akan mengajarkan kepada siswa untuk menyadari serta bagaimana cara memainkannya dengan memosisikan diri sebagai orang lain, dan mencoba memikirkan apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain. Namun role playing juga sangat membutuhkan kemampuan guru

10 177 untuk memanfaatkan situasi permasalahan dengan lingkungan peserta didik untuk mendorong siswa untuk bertindak, lalu melakukan diskusi untuk bertindak. Shaftel (Joyce, 2008:332) berpendapat bahwa role playing terdiri dari sembilan langkah: 1) Memanaskan suasana kelompok 2) Memilih partisipan 3) Mengatur setting tempat kejadian 4) Menyiapkan pengamat 5) Pemeranan 6) Diskusi dan Evaluasi 7) Memerankan kembali 8) Berdiskusi 9) Saling berbagi dan mengembangkan pengalaman Masing-masing langkah dan tahap ini memiliki tujuan khusus yang akan menambahkan kekayaan hasil model ini serta membantu siswa untuk fokus pada aktivitas pembelajaran. Langkah-langkah di atas dapat memastikan bahwa setiap tahapan telah mempersiapkan siswa dengan perannya masing-masing, memahami tujuan dari pemeranan itu, dan mengadakan diskusi yang tidak hanya merupakan ajang reaksi tetapi juga untuk tujuan lain yang juga sangat penting yaitu bagaimana etika dalam perilaku berbahasa dalam interaksi sosial, serta mengkaji tentang nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Sehubungan dengan mengelaborasi nilai-nilai etika pembelajaran keterampilan berbicara dengan dalam komunikasi fatis masyarakat Bugis

11 178 Sidenreng ini dengan memfokuskan pada nilai tata krama dan sopan santun berupa bentuk pemilihan bahasa, intonasi, sikap fisik (kinestik) yang dipilih dalam pemeranan. Melalui pemeranan, masing-masing individu yang ditunjuk sebagai model akan menghayati perasaannya dan penilaian tarhadap diri mereka sendiri. Sedang rekan yang lainnya juga akan merasakan dan memberikan penilaiaan mengenai perilaku sopan yang dimunculkan dan bisa digunakan dalam interaksi sosial. G. Model Mengajar 1. Sintaksis Model role playing ini memiliki sembilan tahap sebagai berikut. a) Memanaskan Suasana Kelompok Mengidentifikasi dan memaparkan masalah Menjelaskan masalah Menafsirkan masalah Menjelaskan role playing Pada tahap ini guru mengemukakan masalah yang diangkat dari kehidupan sehari-hari pesmerta didik yang ada kaitannya dengan dunia mereka. Sehingga diharapkan mereka ikut merasakan masalah itu hadir dihadapan mereka dan memiliki hasrat kuat untuk mengetahui bagaimana masalah itu dipecahkan. Adapun pertimbangan dalam memilih masalah yang akan diperankan, yaitu, (1) actual, hangat, (2) langsung menyangkut kehidupan peserta didik, (3) menarik

12 179 dan memotivasi rasa ingin tahu, (4) problematik dan memungkinkan berbagai alternatif pemecahan diajukan. Tahap ini lebih banyak dimaksudkan untuk memotivasi peserta didik agar tertarik pada masalah. Keberhasilan bermain peran banyak ditentukan oleh tahap awal ini. b) Memilih Partisipan atau Pemeran Menganalisis peran Memilih peran yang akan melakukan peran Pada tahap ini guru dan peserta didik melukiskan berbagai karakter yang akan diperankan. Penggambaran karakter itu didasarkan atas tuntutan cerita menurut persepsi guru dan peserta didik. Guru dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menggunakan karakter yang bagaimanakan yang dikehendaki atau sesuia dengan apa yang dirasakan. c) Mengatur Setting Mengatur sesi-sesi tindakan Kembali menegaskan peran Lebih mendekat pada situasi yang bermasalah Pada tahap ini guru mengatur bagaimana setting atau tempat proses pelaksanaan model ini dengan pertimbangan waktu keefektifan. Selain itu mengajuakn tawaran kepada peserta didik yang akan menjadi pemeran dengan tidak memaksa. Misalnya seorang peserta didik telah menyatakan diri secara sukarela, maka guru dapat memanfaatkan jasa siswa tersebut untuk memotivasi

13 180 rekannya dengan mengatakan siapa lagi yang akan mendampingi rekannya? atau Coba tunjuk siapa yang akan menjadi pendampingmu?. d) Mempersiapkan pengamat Memutuskan apa yang akan dicari Memberikan tugas pengamatan Keterlibatan pengamat dalam model ini sangat dibutuhkan sehingga semua siswa turut mengalami dan menghayati peran yang dimainkan secara aktif serta mendiskusikannya. Agar terlibat, pengamat perlu dipersiapkan dengan baik. Shaftel & Shaftel (Dahlan, 1990: 131) mengemukakan bahwa pengamat berlu diberi tugas menilai sejauh mana peran yang dimainkan cocok dengan masalah yang sesungguhnya dan apakah pemeran cukup menghayati peran yang dimainkannya dan nilai-nilai apa yang ditemukan dalam pemeranan tersebut. e) Pemeranan Memulai role play Mengukuhkan role play Menyudahi role play Pada tahap ini pemeran mulai bereaksi secara spontan. Mereka berusah memerankan setiap peran itu seakan-akan hal itu nyata mereka alami. Kemungkinan proses bermain peran ini tidak berjalan mulus namun hal itu lazim dalam sebuah pembelajaran. Pemeranan tidak perlu lama dengan menyesuaikan pola-pola perilaku yang dikehendaki. Atau ruang lingkup cerita telah terangkum dalam pemeranan. f) Berdiskusi dan Mengevaluasi

14 181 Mereview pemeranan (kejadian, posisi, kenyataan) Mendiskusikan fokus-fokus utama Mengembangkan pemeranan selanjutnya Manakala pemeran dan pengamat telah terlibat dalam pemeranan, baik secara intelektual maupun emosional maka tidak akan begitu sulit untuk melakukan diskusi. Dengan melontarkan sebuah pertanyaan, para siswa akan terpancing untuk mengajukan pendapatnya. Spontanitas diskusi ini hanya akan terjadi jiak siswa mengerti, merasakan, dan menghayati apa yang baru perankan. g) Memerankan Kembali Memainkan peran yang diubah, memberi masukan atau alternatif perilaku dalam langkah selanjutnya. Dari diskusi dan evaluasi maka akan muncul gagasan mengenai alternatifalternatif pemeranan. Maka pemeranan ulang dilakukan, dan mungkin ada perubahan karakter yang dieprankan. Perubahan yang terjadi adalah pemecahan masalah yang ditemukan oleh siswa yang telah beroleh pengalaman h) Diskusi dan evaluasi Sebagaimana dalam tahap enam Tahap ini dimaksudkan untuk mengkaji kembali hasil pemeranan ualng. Diskusi dan evaluasi berlangsung seperti pada tahap enam tetapi pada tahap ini pemecahan masalah telah jelas. Para siswa menyetujui cara tertentu untuk memecahkan masalah.

15 182 i) Berbagi dan menggeneralisasi pengalaman Menghubungkan situasi yang bernasalah dengan kehidupan di dunia nyata serta masalah-masalah yang baru muncul. Menjelaskan prinsip umum dalam tingkah laku. Tujuan pokok bermain peran ialah membantu siswa untuk memperoleh pengalaman-pengalaman berharga dalam hidupnya melalui aktivitas interaksionla dengan teman-temannya dengan bercermin pada orang lain untuk lebih memahami diri dan lingkungan sekitarnya. Tujuan ini berimplikasi pada terjadinya tukar-menukar pengalaman. 2. Sistem Sosial Sistem sosial dalam model cukup terstruktur. Guru memiliki tanggung jawab paling tidak pada awal permainan, untuk memulai tahap-tahap dan membimbing siswa melalui aktivitas dalam tiap tahap. Guru harus menanamkan kualitas dan kepercayaan antara dirinya dan siswa-siswanya. Dalam model ini, intervensi guru perlu dikurangi manakala bermain peran telah memasuki tahap pemeranan dan diskusi. Pada tahap ini, siswalah yang lebih banyak aktif. 3. Prinsip-Prinsip Reaksi 1) Ada lima prinsip reaksi yang telah dirumuskan dalam model ini, yaitu: 2) Guru harus menerima semua respons dan saran siswa dengan cara yang terkesan tidak menghakimi. 3) Guru membantu siswa mengeksplorasi berbagai sisi mengenai situasi permasalahan dan membandingkan beberapa alternatif.

16 183 4) Guru meningkatkan kesadaran siswa tentang pandangan serta perasaan mereka dengan cara membuat refleksi, memparafrase, dan menyimpulkan responrespon siswa. 5) Guru menggunakan konsep peran, dan menekankan ada banyak cara untuk memainkan peran 6) Guru menekankan bahwa ada banyak alternatif untuk memecahkan sebuah masalah 4. Sistem Penunjang Materi yang ada dalam model ini bisa diambil dari situasi nyata yang ada dalam kehidupan siswa atau berbasis pengalaman. Situasi ini akan membantu siswa dalam membentuk pengarahan peran. Pengarahan ini akan menggambarkan peran atau perasaan masing-masing karakter. Misalnya pemeranan dalam situasi ketika siswa akan melakukan wawancara dengan petani di sawahnya, pedagang di pasar, pegawai rumah sakit, pedagang kaki lima di rumah sakit, guru di sekolah, sopir angkutan, tukang ojek, dan lain-lain. 5. Penerapan Model Model role playing adalah model yang serbaguna dan dapat diterapkan dalam beberapa sasaran pembelajaran yang terbilang penting. Melalui role playing, dapat meningkatkan kemampuannya dalam mengenali dan memperhitungkan perasaannya sendiri dan perasaan orang lain, mereka bisa memiliki perilaku baru dalam menghadapi situasi yang baru dan telah mempunyai skill dalam memecahkan masalah.

17 184 Selain itu, model ini bisa merangsang timbulnya aktivitas. Karena siswa menikmati tindakan dan pemeranan, mereka akan lupa bahwa materi role playing adalah salah satu sarana untuk mengembangkan materi instruksional. Level-level akan membantu siswa untuk mengekspos nilai-nilai, perasaan, solusi masalah, dan tingkah laku yang ada dan terpendam dalam diri siswa. Pengelaborasian nilai etika komunikasi fatis masyarakat Bugis Sidenreng Rappang dalam mata pelajaran bahasa Indonesia, khususnya dalam keterampilan berbicara dengan kompetensi dasarnya berupa kegiatan berwawancara dengan Informan dari berbagai kalangan dengan memperhatikan etika berwawancara. Pemeranan akan mengevaluasi bentuk-bentuk etika yang ditampilkan seperti bagaimana membuka atau mengawali pembicaraan dengan Informan, pemilihan kalimat yang beretika, bagaimana mempertahankan komunikasi, penggunaan sapaan-sapaan yang santun kepada Informan dengan strategi yang berbeda (berdasarkan jarak sosial, konteks sosial, atau latar belakang sosialkultural yang dimunculkan dalam pemeranan) pemilihan kalimat yang digunakan ketika akan menutup pembicaraan untuk menjaga kesopansantunan dalam komunikasi sebagai bagian dari kompetensi berbicara. Dalam penerapan model ini (Joyce, 2009: 343) guru bisa mengembangkan tahapan-tahapan yang mendukung fokus terhadap situasi yang telah dipilih. Tahapan-tahapan itu sebagai berikut. a) Perasaan (1) Meneliti perasaan diri sendiri (2) Meneliti perasaan orang lain

18 185 (3) Bertindak atau melaksanakan sesuatu (4) Memainkan peran utama untuk mengubah persepsi orang lain dan persepsi pribadi b) Perilaku, Nilai, dan Persepsi (1) Mengenai nilai kebudayaan dan bagian-bagian kebudayaan (2) Memperjelas dan mengevaluasi nilai serta konflik dalam sebuah karakter c) Perilaku dan Skill Pemecahan Masalah (1) Terbuka pada semua kemungkinan solusi (2) Kemampuan mengenali sebuah masalah (3) Kemampuan mengembangkan solusi alternatif (4) Kemampuan mengevaluasi konsekuensi bagi dirinya sendiri dan orang lain mengenai alternatif solusi suatu permasalahan (5) Mengalami konsekuensi-konsekuensi dan membuat keputusan akhir berdasarkan beberapa pertimbangan beberapa konsekuensi ini (6) Menganalisis kriteria dan asumsi dibalik semua alternatif yang ada (7) Mempelajari tingkah laku yang baru d) Bahan Bahasan (1) Perasaan partisipan (2) Realitas historis: kritik sejarah, dilema, dan keputusan. Tahapan-tahapan di atas bisa membantu guru dalam memfokuskan hal-hal yang ada sesi role playing. Bermain peran dalam pembelajaran merupakan usaha untuk memecahkan masalah melalui peragaan dan diskusi. Untuk kepentingan tersebut, sejumlah peserta didik sebagai pemeran dan lainnya sebagai pengamat.

19 186 Seorang pemeran harus menghayati peran yang dimainkannya. Melalui peran, peserta didik berinteraksi dengan orang lain yang juga membawakan peran tertentu sesuai dengan tema yang dipilih. Karakater-karakter yang diperankan akan memberikan masukan sebagai bahan materi yang akan didiskusikan. Proses evaluasi akan terjadi dalam pengamatan peserta didik, berdasarkan nilai etika dalam komunikasi fatis masyarakat Bugis Sidenreng misalnya bagaimana pemeran memilih bahasa, intonasi yang digunakan saat berbicara, serta bagaimana bentuk kinestetik dalam interaksinya dengan pemeran yang lain. Selama pembelajaran berlangsung, setiap pemeranan dapat melatih sikap empati, simpati, rasa benci, marah, senang, dan peran lainnya. Pemeran tenggelam dalam peran yang dimainkannya sedangkan pengamat melibatkan dirinya secara emosional dan berusaha mengidentifikasikan perasaan dengan perasaan yang tengah bergejolak dan menguasai pemeranan. Pada pembelajaran bermain peran, pemeranan tidak dilakukan secara tuntas sampai masalah dapat dipecahkan. Hal ini dimaksudkan untuk mengundang rasa kepenasaran peserta didik yang menjadi pengamat agar turut aktif mendiskusikan dan mencari jalan keluar. Dengan demikian, diskusi setelah bermain peran akan berlangsung hidup dan menggairahkan peserta didik. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pemodelan ini yaitu pemilihan situasi permasalahan dengan mempertimbangkan (1) usia dan tingkat perkembangan siswa, (2) tema-tema nilai (semisal kesantunan, kejujuran, dan tanggung jawab),

20 187 (3) latar belakang kebudayaan, kompleksitas suatu permasalahan, sensivitas topik, dan pengalaman siswa dengan role playing. Secara umum, ketika siswa mengalami role playing dan mengembangkan sebuah kekompakan kelompok serta dukungan satu sama lain, juga dengan adanya hubungan yang baik dengan guru, maka topik itu akan memiliki nilai sensivitas lebih tinggi. 6. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring Role playing diatur secara khusus untuk mendidik siswa dalam (1) analisis nilai dan perilaku masing-masing individu, (2) pengembangan strategi-strategi dalam memecahkan masalah interpersonal dan personal, (3) pengembangan rasa empati terhadap orang lain. Sedangkan dampak pengiringnya adalah pemerolehan informasi mengenai masalah sosial dan nilai, sebagaimana dalam mengungkapkan opini seseorang. 7. Hasil Angket Berdasarkan hasil angket yang diberikan kepada 25 guru bahasa Indonesia yang terbagi di lima kecamatan, secara umum menyetujui model Role Playing digunakan untuk menanamkan perilaku bahasa yang beretika yang karena merupakan nilai-nilai luhur yang berasal dari budaya masyarakat Bugis sendiri. Menurut mereka, konsep pemeranan dalam model ini dapat membangkitkan suasana pembelajaran dengan menekankan aktivitas yang bertumpu pada siswa adalah hal yang sangat menyenang dan akan melatih kemampuan berbicara dan berinteraksi.

21 188 Model Role Playing yang menyediakan situasi-situasi yang telah ada dalam lingkungan peserta didik sehingga secara tidak langsung memberikan informasi mengenai masalah-masalah sosial, termasuk etika dalam perilaku berbahasa.

22 189 SILABUS Nama Sekolah Mata Pelajaran Kelas/Semester Standar Kompetensi : MTs : Bahasa Indonesia : VIII/I : Mengungkapkan berbagai informasi melalui wawancara dan persentasi laporan Kompetensi Dasar : Berwawancara dengan Informan dari berbagai kalangan dengan memperhatikan etika berwawancara Waktu : 6 x 40 Menit (2 x Pertemuan) A. MATERI PEMBELAJARAN Hal-hal yang diperlukan dalam kegiatan wawancara Nilai-Nilai etika dalam komunikasi fatis Masyarakat Bugis Sidengreng Rappang Sistematika penginternalisasian nilai-nilai etika komunikasi fatis masyarakat Bugis Sidenreng Rappang Fungsi Sosial Komunikasi Fatis B. INDIKATOR Mampu membuat daftar pokok pertanyaan untuk wawancara Mampu melakukan wawancara dengan narasumber dari berbagai aklangan dengan memperhatikan etika berwawancara dengan mengaplikasikan nilai etika dalam komunikasi fatis masyarakat Bugis Sidenreng Rappang.

23 190 C. KEGIATAN PEMBELAJARAN Mendengarkan wawancara untuk bertanya jawab tentang etika berwawancara Menentukan narasumber yang akan diwawancarai Menentukan topic wawancara Membuat daftar pertanyaan untuk wawancara Melakukan wawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan Mencatat pokok-pokok hasil wawancara D. PENILAIAN Jenis Tagihan: 1. Tugas Individu 2. Tugas Kelompok Bentuk Instrumen 1. Tes Uraian 2. Tes Simulasi Sumber Belajar 1. Buku Teks 2. Contoh wawancara 3. Narasumber 4. Rekaman

24 191 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Nama Sekolah Mata Pelajaran Kelas/Semester Standar Kompetensi : MTs : Bahasa Indonesia : VIII/I : Mengungkapkan berbagai informasi melalui wawancara dan persentasi laporan Kompetensi Dasar : Berwawancara dengan Informan dari berbagai kalangan dengan memperhatikan etika berwawancara Waktu : 6 x 40 Menit (2 x Pertemuan) A. Tujuan Pembelajaran Mampu melakukan wawancara dengan kalangan dengan mempertimbangkan kelengkapan isi Informan dari berbagai pertanyaan (kesesuaian dan kreativitas), pemilihan bahasa, intonasi, sikap fisik (kinesik) yang santun dalam kegiatan berwawancara) B. Materi pembelajaran Contoh-contoh wawancara Pembelajaran nilai-nilai etika dalam komunikasi fatis masyarakat Bugis Sidenreng Rappang berupa nilai yaitu nilai meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa dan selalu menaati ajaran-nya, nilai memiliki dan mengembangkan sikap toleransi, nilai memiliki rasa menghargai diri sendiri, nilai memiliki rasa keterbukaan, nilai mampu mengendalikan diri, nilai mampu berpikir positif, nilai memiliki menumbuhkan cinta dan kasih sayang, nilai memiliki kebersamaan, nilai memiliki rasa kesetiakawanan, nilai saling menghormati, milai Memiliki tata krama dan sopan santun, nilai memiliki rasa malu, dan nilai menumbuhkan kejujuran yang diaplikasikan dalam langkah-langkah etika berwawancara sebagai berikut.

25 Mengucapkan salam kepada narasumber; 2. Menggunakan sapaan hormat atau sapaan yang sesuai,atau kata ganti yang sesuai dengan indentitas sosial narasumber; 3. Menjelaskan maksud dan tujuan wawancara; 4. Menggunakan bahasa yang sesuai dengan etika berbahasa menurut norma budaya. 5. Meminta kesediaan narasumber tanpa adanya unsur paksaan (menggunakan kata seperti: mohon, maaf dan lain-lain); 6. Mengatur intonasi suara serta sikap fisik yang santun ketika melakukan wawancara; 7. Mengucapkan kata terima kasih saat mengakhiri wawancara disertai cara yang beretika sesuai dengan norma budaya. Penjelasan mengenai fungsi sosial nilai etika penggunaan komunikasi fatis dalam interaksi sosial. C. Metode Pembelajaran Inkuiri Pemeranan (pemodelan) Diskusi Pemberian Tugas D. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran Pertemuan Pertama 1. Kegiatan Awal a. Guru mengondisikan kelas dan mengadakan appersepsi menggali pengalaman yang pernah dialami siswa dalam kaitannya dengan materi b. Guru menjelaskan tentang indikator hasil belajar yang akan dicapai c. Guru memberikan motivasi kepada siswa dengan menceritakan kisah yang inspiratif yang berkaitan dengan materi. Guru mengelompokkan siswa menjadi pemeran dan

26 193 pengamat dengan memilih salah konsep pemeranan yang bisa disetting di kelas dengan memilih situasi permasalahan (mengaplikasikan tahapan-tahapan role playing menurut Shaftels) misalnya situasi ketika siswa akan melakukan wawancara dengan petani di sawahnya, pedagang di pasar, pedagang kaki lima, pegawai rumah sakit/puskesmas, guru di sekolah, sopir angkutan, tukang ojek, dll. 2. Kegiatan Inti a. Kelompok pemeran mendemonstrasikan peran yang telah diberikan, kelompok pengamat mengamati dengan cermat (guru menentukan dua kelompok memerankan kegiatan wawancara dengan Informan dengan memberikan kebebasan berdialog, siswa yang lain sebagai kelompok pengamat mengamati pemeranan yang dilakukan oleh rekannya) b. Siswa dan guru bertanya jawab tentang persepsi siswa mengenai perilaku-perilaku karakter yang diperankan oleh rekan-rekannya (etika/ kesantunan dalam kegiatan berwawancara, berupa pemilihan bahasa, intonasi suara, dan sikap fisik (kinestik) c. Siswa mendiskusikan nilai-nilai etika dalam perilaku karakter yang diperankan (berupa cara-cara yang santun untuk digunakan dalam kegiatan wawancara, misalnya membuka, menyapa, mengukuhkan, serta menutup) 3. Kegiatan Akhir a. Siswa dan guru mengadakan refleksi dengan menyimpulkan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan b. Siswa mendapat tugas secara berkelompok mengembangkan tugas wawancara di lingkungan sekitar (sesuai dengan lembar kegiatan siswa).

27 194 Pertemuan Kedua Kegiatan Awal a. Guru melakukan tanya jawab dengan siswa tentang tugas yang diberikan, serta kesulitan-kesulitan yang dialami dalam kegiatan wawancara di rumah ( misalnya bagaimana penggunaan kata sapaan yang tepat kepada Informan berdasarkan perbedaan umur atau latar belakang sosialkulturalnya, bagaimana menampilkan sikap fisik atau kinesik yang santun saat melakukan wawancara, dll) Kegiatan Inti a. Salah satu kelompok yang ditunjuk oleh guru mendemonstrasikan kegiatan wawancara yang sebagai hasil evaluasi pada pertemuan sebelumnya dan kelompok yang lain melaporkan hasil-hasil pengalamannya dalam kegiatan wawancara melakukan b. Siswa mendiskusikan manfaat etika berbahasa dalam wawancara dan interaksi sosial lainnya. Kegiatan Akhir a. Guru dan siswa menyimpulkan hasil diskusi b. Guru dan Siswa mereflekasi pembelajaran yang telah dilakukan E. Alat/ Sumber belajar a. Buku Pelajaran Bahasa Indonesia kelas VIII b. Bentuk-bentuk komunikasi fatis masyarakat Bugis c. Buku-buku pendukung d. Laptop dan LC F. Evaluasi dan Penilaian a. Teknik: Nontes b. Instrumen: Unjuk Kerja c. Instrumen penilaian

28 195 Skor No Aspek yang Dinilai Pertanyaan Pemandu Kesesuaian pertanyaan dengan tujuan 2. Kerincian dan kelengkapan pertanyaan 3. Kreativitas dalam mengajukan pertanyaan Apakah semua pertanyaan yang diajukan sesuai dengan tujuan wawancara? Apakah jumlah pertanyaan cukup untuk mendapatkan informasi yang ada dalam tujuan? Apakah pewawancara berusaha mengaitkan pertanyaan lanjutan dengan jawaban orang yang diwawancarai (tidak terpaku kaku pada daftar pertanyaan)? 4. Etika berwawancara a. Apakah pewawancara menggunakan pemilihan bahasa yang santun, ketika memulai, mengkuhkan dan menutup wawancara kepada Informan? b. Apakah intonasi suara santun saat digunakan ketika berwawancara dengan Informan? c. Apakah sikap fisik (kinesik) yang ditampilkan santun ketika berwawancara dengan Informan? Jumlah Skor :

29 196 LEMBAR KEGIATAN SISWA Nama Kegiatan : Wawancara Hari/Tanggal : Tempat : Topik : Tujuan : Langkah Kegiatan: 1. Menyiapkan alat tulis, alat perekam dalam melakukan kegiatan wawancara. 2. Melakukan observasi di lingkungan seperti di pasar, sekolah, kantor pemerintahan, rumah sakit, rumah, dll. 3. Mengamati, merekam, mencatat hasil observasi mengenai bentuk-bentuk pemilihan bahasa, intonasi, kinesik (sikap fisik) yang ditemukan selama proses observasi. 4. Membuat teks wawancara sesuai dengan topik yang telah dipilih dan menjelaskan intonasi suara dan sikap fisik (kinesik) yang ditampilkan saat kegiatan berlangsung. 5. Merekam pemodelan wawancara yang telah dilakukan (menggunakan handphone, handycam, voice recorder) 6. Bagi yang tidak merekam dengan video, teks wawancara dilengkapi dengan penjelasan mengenai intonasi dan sikap fisik (kinesik yang ditampilkan). 7. Siswa membuat laporan analisis nilai etika berwawancara yang diperankan melalui pemodelan.

30 197

BAB I PENDAHULUAN. satu sistem Pendidikan Nasional yang diatur dalam UU No.20 Tahun tentang sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. satu sistem Pendidikan Nasional yang diatur dalam UU No.20 Tahun tentang sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-undang 1945 mengamanatkan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta agar pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem Pendidikan Nasional yang

Lebih terperinci

Narasumber. (siswa) menit 2 x 40. Tentukan pola. Tulislah enam pokok laporan dari laporan. urutan laporan dan buktikan. dengarkan! yang kamu.

Narasumber. (siswa) menit 2 x 40. Tentukan pola. Tulislah enam pokok laporan dari laporan. urutan laporan dan buktikan. dengarkan! yang kamu. Sekolah : SMP/MTs... Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas/Semester : VIII/ Silabus Standar Kompetensi : Mendengarkan Memahami wacana lisan berbentuk laporan Kompetensi Dasar Materi Pokok/ Pembelajaran

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Bagan Penelitian Tindakan Kelas

Gambar 3.1 Bagan Penelitian Tindakan Kelas BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Berdasarkan masalah yang ditemukan, metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Arikunto (2010:128), penelitian tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan oleh sebagian besar guru. Apakah hal tesebut dikarenakan guru kurang

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan oleh sebagian besar guru. Apakah hal tesebut dikarenakan guru kurang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Metode role playing pada proses belajar mengajar jarang atau tidak pernah dilaksanakan oleh sebagian besar guru. Apakah hal tesebut dikarenakan guru kurang memahami

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PESERTA DIDIK KELAS V SDN 2 PURWOSARI BABADAN PONOROGO TAHUN PELAJARAN

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PESERTA DIDIK KELAS V SDN 2 PURWOSARI BABADAN PONOROGO TAHUN PELAJARAN PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PESERTA DIDIK KELAS V SDN 2 PURWOSARI BABADAN PONOROGO TAHUN PELAJARAN 2013 2014 Sugiani Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Abstrak:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang mengembangkan nilainilai karakter bangsa pada diri peserta didik, sehingga peserta didik dapat memaknai karakter bangsa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kecerdasan Interpersonal

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kecerdasan Interpersonal 2.1 Kecerdasan Interpersonal BAB II KAJIAN TEORI 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Interpersonal Kecerdasan interpersonal bisa dikatakan juga sebagai kecerdasan sosial, diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Chaer (2011: 1) mengemukakan bahwa bahasa adalah sistem lambang berupa bunyi, bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi negara Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat dimaknai sebagai bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar Menurut Hakim (2000: 14), belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

Peningkatan Kemampuan Membaca Puisi Melalui Teknik Pemodelan Siswa Kelas IV SDN 05 Bunobogu

Peningkatan Kemampuan Membaca Puisi Melalui Teknik Pemodelan Siswa Kelas IV SDN 05 Bunobogu Peningkatan Kemampuan Membaca Puisi Melalui Teknik Pemodelan Siswa Kelas IV SDN 05 Bunobogu Yayu M.Binol, Ali Karim, Efendi Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berkaitan erat dengan proses belajar mangajar. Seperti di sekolah tempat pelaksanaan pendidikan, peserta didik dan pendidik saling melaksanakan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan suatu gambaran untuk kemampuan yang ada pada diri seseorang. Kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu berbeda-beda, dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan, dan pendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) 1. PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM PENDIDIKAN IPS DI SMP 1.1. Latar Belakang Pembelajaran Kontekstual Ada kecenderungan dewasa ini utnuk

Lebih terperinci

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKN MATERI PEMILIHAN PENGURUS ORGANISASI SEKOLAH MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN.

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKN MATERI PEMILIHAN PENGURUS ORGANISASI SEKOLAH MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN. Dinamika: Jurnal Praktik Penelitian Tindakan Kelas Pendidikan Dasar & Menengah Vol. 7, No. 2, April 2017 ISSN 0854-2172 MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKN MATERI PEMILIHAN PENGURUS ORGANISASI SEKOLAH MELALUI

Lebih terperinci

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam mengaplikasikan metode ceramah adalah sebagai berikut:

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam mengaplikasikan metode ceramah adalah sebagai berikut: Nama : Hana Meidawati NIM : 702011109 1. Metode Ceramah Penerapan metode ceramah merupakan cara mengajar yang paling tradisional dan tidak asing lagi dan telah lama dijalankan dalam sejarah pendidikan.

Lebih terperinci

BAB V MODEL BERBASIS MULTIKULTURAL DAN PEMBELAJARANYA DALAM MASYARAKAT DWIBAHASAWAN

BAB V MODEL BERBASIS MULTIKULTURAL DAN PEMBELAJARANYA DALAM MASYARAKAT DWIBAHASAWAN 189 BAB V MODEL BERBASIS MULTIKULTURAL DAN PEMBELAJARANYA DALAM MASYARAKAT DWIBAHASAWAN Implementasi pendidikan multikultural di sekolah perlu diperjelas dan dipertegas. Bentuk nyata pembelajaran untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Tindakan Pada bab IV ini akan dikemukakan tentang: (1) Deskrispi kondisi awal (prasiklus), (2) Pelaksanaan tindakan (siklus I-II), (3) Hasil penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia satu dengan lainnya. Manusia pasti menggunakan bahasa untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia satu dengan lainnya. Manusia pasti menggunakan bahasa untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sebuah sarana yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Sesuai dengan fungsinya, bahasa memiliki peran sebagai penyampai pesan antara manusia

Lebih terperinci

BIORMATIKA Jurnal Ilmiah FKIP Universitas Subang Vol.4 No 1 Pebruari 2017 ISSN

BIORMATIKA Jurnal Ilmiah FKIP Universitas Subang Vol.4 No 1 Pebruari 2017 ISSN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) PADA MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS III DI SD NEGERI SETRAGALIH KECAMATAN CIBOGO

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Untuk mencapai tujuan pembelajaran, guru dituntut untuk mampu memilih dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Untuk mencapai tujuan pembelajaran, guru dituntut untuk mampu memilih dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Untuk mencapai tujuan pembelajaran, guru dituntut untuk mampu memilih dan menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi untuk mengaktifkan siswa. Belajar merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Syaiful Bahri Djamarah, 2010:105. Pengertian hasil belajar adalah suatu proses

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Syaiful Bahri Djamarah, 2010:105. Pengertian hasil belajar adalah suatu proses BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Hasil Belajar Menurut Syaiful Bahri Djamarah, 2010:105. Pengertian hasil belajar adalah suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MODEL ROLE PLAYING UNTUK PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BAGI SISWA KELAS IV SDN 1 LUNDONG

PENGGUNAAN MODEL ROLE PLAYING UNTUK PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BAGI SISWA KELAS IV SDN 1 LUNDONG PENGGUNAAN MODEL ROLE PLAYING UNTUK PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BAGI SISWA KELAS IV SDN 1 LUNDONG Rustiana Primasari 1, Wahyudi 2, Joharman 3 PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret, Jl. Kepodang 67A

Lebih terperinci

BAB IV HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Data Pratindakan Peneliti terlebih dahulu melakukan tahap pratindakan sebelum melaksanakan proses penelitian. Tujuannya adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 51 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini karena data yang

Lebih terperinci

SILABUS. Kegiatan Pembelajaran

SILABUS. Kegiatan Pembelajaran KELAS XII SEMESTER 1 SILABUS Semester : 1 Standar : Mendengarkan 1. Memahami informasi dari berbagai laporan 1.1 Membedakan antara fakta dan opini dari berbagai laporan lisan Laporan laporan kegiatan OSIS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Asertif 2.1.1. Pengertian Perilaku Asertif Menurut Smith (dalam Rakos, 1991) menyatakan bahwa perilaku asertif merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat banyak sekali nilai-nilai dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat banyak sekali nilai-nilai dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat banyak sekali nilai-nilai dalam kehidupan yang harus dijalankan sesuai dengan tata caranya masing-masing. Jika nilai-nilai itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan perkembangan yang terjadi pada peserta didik. Supaya perubahan pada peserta didik dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. maka ia akan berusaha untuk mengetahui lebih banyak tentang kesenian. Begitu juga terhadap mata pelajaran PKn.

BAB II KAJIAN TEORI. maka ia akan berusaha untuk mengetahui lebih banyak tentang kesenian. Begitu juga terhadap mata pelajaran PKn. BAB II KAJIAN TEORI A. Hasil Belajar PKn Kondisi belajar mengajar yang efekif adalah adanya minat perhatian siswa dalam belajar mata pelajaran PKn. Minat merupakan suatu sifat yang relatif menetap pada

Lebih terperinci

2015 PEMBELAJARAN TARI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN EMPATI SISWA KELAS VII A DI SMPN 14 BANDUNG

2015 PEMBELAJARAN TARI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN EMPATI SISWA KELAS VII A DI SMPN 14 BANDUNG BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu cita-cita besar dari kebijakan sistem pendidikan nasional saat ini adalah dapat terjadinya revolusi mental terhadap bangsa ini. Mengingat kondisi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan penulis adalah dengan menggunakan penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan penulis adalah dengan menggunakan penelitian 37 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis adalah dengan menggunakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research), karena penelitian tindakan kelas

Lebih terperinci

Keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa Mengembangkan pengetahuan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mengembangkan rasa ingin tahu dan sifat

Keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa Mengembangkan pengetahuan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mengembangkan rasa ingin tahu dan sifat Ida Kaniawati Keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa Mengembangkan pengetahuan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mengembangkan rasa ingin tahu dan sifat positif. Mengembangkan keterampilan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi utama bagi seorang anak untuk mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan anak untuk menerjemahkan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERENCANAAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BAHASA DI SD BERBASIS BUDAYA LOKAL. Oleh Supartinah, M.Hum.

PENGEMBANGAN PERENCANAAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BAHASA DI SD BERBASIS BUDAYA LOKAL. Oleh Supartinah, M.Hum. PENGEMBANGAN PERENCANAAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BAHASA DI SD BERBASIS BUDAYA LOKAL Oleh Supartinah, M.Hum. supartinah@uny.ac.id Pendahuluan Budaya dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terdiri dari 12 orang siswa laki-laki dan 13 orang siswa perempuan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terdiri dari 12 orang siswa laki-laki dan 13 orang siswa perempuan. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Hasil Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan metode bermain peran dalam mengatasi masalah belajar siswa memerankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN BAB III PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk bermasyarakat. Untuk memenuhi fungsi kemasyarakatan digunakan bahasa sebagai alat komunikasi utama. Bahasa adalah sekumpulan bunyi yang diucapkan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN. Ibtidaiyah (MI) Sekecamatan Gandusari Kabupaten Trenggalek

BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN. Ibtidaiyah (MI) Sekecamatan Gandusari Kabupaten Trenggalek 1 BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN a.i.a. Pengaruh pola asuh terhadap di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Sekecamatan Gandusari Kabupaten Trenggalek Ada pengaruh yang positif signifikansi pola asuh terhadap prestasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih dari sekedar realisasi satu sasaran, atau bahkan beberapa sasaran. Sasaran itu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih dari sekedar realisasi satu sasaran, atau bahkan beberapa sasaran. Sasaran itu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keberhasilan Keberhasilan adalah hasil serangkaian keputusan kecil yang memuncak dalam sebuah tujuan besar dalam sebuah tujuan besar atau pencapaian. keberhasilan adalah lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan bermain peran merupakan salah satu keterampilan berbahasa lisan yang penting dikuasai oleh siswa, termasuk siswa Sekolah Menengah Pertama. Seperti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 54 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Refleksi Awal Proses Pengembangan Perangkat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelas V B SD Negeri 45 Kota Bengkulu. Subjek dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci

memperoleh pengetahuan dan keterampilan sehingga timbul adanya suatu

memperoleh pengetahuan dan keterampilan sehingga timbul adanya suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kemampuan keterampilan dan sikap. Seseorang dapat belajar dari pengalaman sendiri maupun pengalaman

Lebih terperinci

Kompetensi Dasar : 1. IPS : Menunjukkan sikap hidup rukun dalam kemajemukan keluarga. 2. IPA : Membedakan lingkungan sehat dan tidak sehat.

Kompetensi Dasar : 1. IPS : Menunjukkan sikap hidup rukun dalam kemajemukan keluarga. 2. IPA : Membedakan lingkungan sehat dan tidak sehat. RENCANAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) TEMATIK Nama Sekolah :... Tema : Budi Pekerti Kelas/Semester : I / 1 Alokasi Waktu : 2 minggu Standar Kompetensi : 1. IPS : Memahami identitas diri dan keluarga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN TEORETIS BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan pustaka 2.1.1 Komunikasi Teraupetik Menurut Stuart (1998), mengatakan komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dengan klien dalam memperbaiki

Lebih terperinci

Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli

Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli Mashura SMP Negeri 2 ToliToli, Kab. ToliToli, Sulteng ABSTRAK Strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsinya sebagai individu maupun makhluk sosial. Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsinya sebagai individu maupun makhluk sosial. Komunikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan sarana paling utama dalam kehidupan manusia, yang berarti tak ada seorangpun yang dapat menarik diri dari proses ini baik dalam fungsinya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kemampuan Berbahasa Menurut Yuliani Nurani Sujiono (2013) kemampuan berbahasa pada anak umur 5-6 tahun berkembang dengan cepat dan menjadi matang pada masa kanakkanak. Pada anak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran 1. Belajar 1) Pengertian Belajar Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999).

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999). BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kematangan Emosional 2.1.1. Pengertian Kematangan Emosional Kematangan emosional dapat dikatakan sebagai suatu kondisi perasaan atau reaksi perasaan yang stabil terhadap suatu

Lebih terperinci

BAB III. terdiri dari 15 laki-laki dan 10 perempuan. Adapun permasalahan dalam penelitian ini

BAB III. terdiri dari 15 laki-laki dan 10 perempuan. Adapun permasalahan dalam penelitian ini 48 BAB III HASIL PENELITIAN TENTANG KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR BAHASA ARAB DENGAN MENERAPKAN METODE ROLE PLAYING (Bermain Peran) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN HIWAR SISWA DALAM BAHASA ARAB A. Deskripsi Setting

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran resiliensi pada istri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga dengan menggunakan kajian fenomenologi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dari sudut pandang: (i) hakikat menulis, (ii) fungsi, tujuan, dan manfaat menulis, (iii) jenis-jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah pembelajaran sangat ditentukan keberhasilannya oleh masingmasing guru di kelas. Guru yang profesional dapat ditandai dari sejauh mana

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK MELALUI METODE BERMAIN PERAN USIA 5 6 TAHUN DI TK 011 PERMATAKU MERANGIN KABUPATEN KAMPAR

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK MELALUI METODE BERMAIN PERAN USIA 5 6 TAHUN DI TK 011 PERMATAKU MERANGIN KABUPATEN KAMPAR MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK MELALUI METODE BERMAIN PERAN USIA 5 6 TAHUN DI TK 0 PERMATAKU MERANGIN KABUPATEN KAMPAR Guru TK 0 Permataku Merangin Kabuapten Kampar email: gustimarni@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. 79 Universitas Indonesia. Materi dan metode..., Muhammad Yakob, FIB UI, 2009

BAB 4 KESIMPULAN. 79 Universitas Indonesia. Materi dan metode..., Muhammad Yakob, FIB UI, 2009 BAB 4 KESIMPULAN Dari hasil pembahasan karya akhir ini dapat disimpulkan bahwa materi ajar cerpen adalah subtansi dasar yang akan disampaikan kepada siswa dalam proses pembelajaran sastra tingkat MTs.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik, dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 35 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Tindakan Penelitian ini merupakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan oleh peneliti yang menggunakan rancangan penelitian model

Lebih terperinci

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) KTSP Perangkat Pembelajaran Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : Bahasa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB V PENUTUP. A. Simpulan BAB V PENUTUP A. Simpulan Dari keseluruhan kajian mengenai pemikiran Kiai Ṣāliḥ tentang etika belajar pada bab-bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan penting, terutama mengenai konstruksi pemikiran

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI GAYA GESEK

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI GAYA GESEK Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016) PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI GAYA GESEK Ai Nurhayati 1, Regina Lichteria Panjaitan 2, Dadan Djuanda 3

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama sekolah : SD NEGERI CIPETE 1. Hari/Tanggal : Sabtu, 17 Mei 2014

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama sekolah : SD NEGERI CIPETE 1. Hari/Tanggal : Sabtu, 17 Mei 2014 69 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama sekolah : SD NEGERI CIPETE 1 Mata pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas/Semester : V/2 Alokasi waktu : 2 x 35 Menit Pertemuan : 1 Hari/Tanggal : Sabtu, 17 Mei

Lebih terperinci

PENINGKATAN PEMAHAMAN UNSUR INSTRINSIK DAN EKSTRINSIK SASTRA MELALUI METODE PRESENTASI DISKUSI. Eri Sutatik SMA Negeri 2 Tanggul Kabupaten Jember

PENINGKATAN PEMAHAMAN UNSUR INSTRINSIK DAN EKSTRINSIK SASTRA MELALUI METODE PRESENTASI DISKUSI. Eri Sutatik SMA Negeri 2 Tanggul Kabupaten Jember Dinamika: Jurnal Praktik Penelitian Tindakan Kelas Pendidikan Dasar & Menengah Vol. 6, No. 2, April 2016 ISSN 0854-2172 PENINGKATAN PEMAHAMAN UNSUR INSTRINSIK DAN EKSTRINSIK SASTRA MELALUI METODE PRESENTASI

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Istilah disiplin berasal dari bahasa latin : Disciplina yang berarti tertib,

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Istilah disiplin berasal dari bahasa latin : Disciplina yang berarti tertib, 5 BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Hakikat Disiplin Anak 2.1.1 Pengertian Disiplin Istilah disiplin berasal dari bahasa latin : Disciplina yang berarti tertib, taat atau mengandalikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terletak di Jl. Kalikebo, Desa Wiro, Bayat, Klaten berdiri pada

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terletak di Jl. Kalikebo, Desa Wiro, Bayat, Klaten berdiri pada 26 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Profil Tempat Penelitian Sekolah yang menjadi tempat penelitian adalah SMP Negeri 3 Bayat yang terletak di Jl. Kalikebo, Desa Wiro, Bayat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki strategi itu ialah harus menguasai teknik teknik penyajian atau biasanya disebut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki strategi itu ialah harus menguasai teknik teknik penyajian atau biasanya disebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki strategi, agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati dan dipahami serta dimanfaatkan oleh masyarakat pembaca. Karya sastra memberikan kesenangan dan pemahaman

Lebih terperinci

Rumpun Pembelajaran Interaksi Sosial

Rumpun Pembelajaran Interaksi Sosial Rumpun Pembelajaran Interaksi Sosial Landasan Psikologi Rumpun Interaksi Sosial Role Playing Landasan Filosofis Aliran humanisme berpandangan dan mengingatkan kita akan gagasan-gagasan seperti kecintaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengajaran satra mempunyai peranan penting dalam mencapai berbagai aspek dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengajaran satra mempunyai peranan penting dalam mencapai berbagai aspek dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pengajaran satra mempunyai peranan penting dalam mencapai berbagai aspek dari tujuan pendidikan dan pengajaran secara umum. Dalam pengajaran satra peserta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. sehari-hari. Perilaku sosial mempengaruhi penyesuaian sosial individu. Individu yang

BAB II KAJIAN TEORI. sehari-hari. Perilaku sosial mempengaruhi penyesuaian sosial individu. Individu yang BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Perilaku Sosial Anak 2.1.1) Pengertian Perilaku Sosial Anak Hakikat manusia adalah mahluk sosial yang selalu berhubungan dan membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penulis melaksanakan penelitian di Sekolah Menengah Pertama Negeri 9

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penulis melaksanakan penelitian di Sekolah Menengah Pertama Negeri 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Setting dan Waktu Penelitian Penulis melaksanakan penelitian di Sekolah Menengah Pertama Negeri 9 Bandung, Jalan Semar No. 5 Bandung. Subjek penelitian ini adalah siswa

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA SALINAN - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya mencapai kedewasaan subjek didik yang mencakup segi intelektual, jasmani dan rohani, sosial maupun emosional. Undang-Undang Sisdiknas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion yang dalam. persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan.

BAB II LANDASAN TEORI. satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion yang dalam. persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Komunikasi Kata komunikasi berasal dari kata latin cum yang kata depan yang berarti dengan, bersama dengan, dan unus yaitu kata bilangan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Keterampilan Mengungkapkan Pendapat. 1. Mengungkapkan pendapat sebagai keterampilan berbicara

BAB II KAJIAN TEORI. A. Keterampilan Mengungkapkan Pendapat. 1. Mengungkapkan pendapat sebagai keterampilan berbicara BAB II KAJIAN TEORI A. Keterampilan Mengungkapkan Pendapat 1. Mengungkapkan pendapat sebagai keterampilan berbicara Keterampilan berbicara memiliki cakupan materi mengungkapkan pikiran, perasaan dan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode merupakan cara kerja dalam memahami objek yang menjadi

BAB III METODE PENELITIAN. Metode merupakan cara kerja dalam memahami objek yang menjadi 58 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode merupakan cara kerja dalam memahami objek yang menjadi sasaran penelitian. Peneliti dapat memilih salah satu dari berbagai metode yang ada sesuai

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN SAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian di SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung tahun

BAB V SIMPULAN SAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian di SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung tahun 85 BAB V SIMPULAN SAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian di SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung tahun pelajaran 2013/2014 dapat disimpulkan bahwa pembelajaran membaca teks pidato pada siswa kelas

Lebih terperinci

SILABUS MATA PELAJARAN: BAHASA DAERAH KURIKULUM Kompetensi Dasar Indikator Materi Pokok Pembelajaran Penilaian. Silabus Bahasa Daerah SMP/MTs 36

SILABUS MATA PELAJARAN: BAHASA DAERAH KURIKULUM Kompetensi Dasar Indikator Materi Pokok Pembelajaran Penilaian. Silabus Bahasa Daerah SMP/MTs 36 SILABUS MATA PELAJARAN: BAHASA DAERAH KURIKULUM 2013 Satuan Pendidikan Kelas Semester : SMP/MTs : VIII : Ganjil Kompetensi Inti 1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya 2. Menghargai dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar Seseorang akan mengalami perubahan pada tingkah laku setelah melalui suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

Lebih terperinci

NILAI-NILAI SIKAP TOLERAN YANG TERKANDUNG DALAM BUKU TEMATIK KELAS 1 SD Eka Wahyu Hidayati

NILAI-NILAI SIKAP TOLERAN YANG TERKANDUNG DALAM BUKU TEMATIK KELAS 1 SD Eka Wahyu Hidayati NILAI-NILAI SIKAP TOLERAN YANG TERKANDUNG DALAM BUKU TEMATIK KELAS 1 SD Eka Wahyu Hidayati I Proses pendidikan ada sebuah tujuan yang mulia, yaitu penanaman nilai yang dilakukan oleh pendidik terhadap

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN UNIT 5 9.1 Menyimpulkan pesan pidato/ ceramah/ khotbah yang didengar 10.1 Berpidato/ berceramah/ berkhotbah dengan intonasi yang tepat dan artikulasi serta volume suara yang jelas 15.1 Mengidentifikasi

Lebih terperinci

2015 PEMBELAJARAN TARI KREASI UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII DI SMPN 45 BANDUNG

2015 PEMBELAJARAN TARI KREASI UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII DI SMPN 45 BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berhasilnya suatu proses kegiatan belajar mengajar itu dapat tercermin salah satunya dari minat belajar siswa mengikuti proses kegiatan tersebut. Sejalan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Sekolah Mata Pelajaran Kelas/Semester Alokasi Waktu : SMP N 2 BANJAR : Seni Budaya (Seni Teater) : VIII / (Satu) : x pertemuan (3 JP) A. Kompetensi Inti. Menghargai dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran sebagai penyampai pesan antara manusia satu dengan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran sebagai penyampai pesan antara manusia satu dengan lainnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi vital yang dimiliki oleh manusia dan digunakan untuk berinteraksi antarsesamanya. Sesuai dengan fungsinya, bahasa memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan sosial yang sering terjadi di masyarakat membuktikan adanya penurunan moralitas, kualitas sikap serta tidak tercapainya penanaman karakter yang berbudi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar 5 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar 5 Hasil belajar adalah perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak dapat hidup sendiri

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak dapat hidup sendiri 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia memerlukan manusia lain untuk memenuhi segala kebutuhan

Lebih terperinci

Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan

Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan Ruang lingkup Ekonomi tersebut merupakan cakupan yang amat luas, sehingga dalam proses pembelajarannya harus dilakukan bertahap dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa siswa, karena siswa tidak hanya belajar menulis, membaca,

BAB I PENDAHULUAN. bahasa siswa, karena siswa tidak hanya belajar menulis, membaca, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) menjadi sebuah proses belajar bahasa yang berada pada fase paling penting bagi penguasaan bahasa siswa, karena siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum tingkat satuan pendidikan sekolah dasar (KTSP) mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum tingkat satuan pendidikan sekolah dasar (KTSP) mata pelajaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum tingkat satuan pendidikan sekolah dasar (KTSP) mata pelajaran bahasa Indonesia menyebutkan bahwa fungsi utama bahasa adalah sarana peningkatan pengetahuan

Lebih terperinci