BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Jalur Kereta Api Eksisting Dalam studi jalur ganda Cicalengka-Nagreg-Lebakjero ini terlebih dahulu dibahas data eksisting dari kondisi jalan rel, kondisi struktur jalan rel serta kondisi lalu lintas dan kemudian dilakukan analisa jalur yang sudah ada. 1. Trase Jalur Kereta Api Eksisting Jalur trase eksisiting kereta api Cicalengka-Nagreg-Lebakjero dapat dilihat pada Gambar 5.1 hingga Gambar 5.3 dan untuk keseluruhannya dapat dilihat pada lampiran. Gambar 5.1 Kondisi eksisting pada stasiun Cicalengka Sta Keterangan Jalan Batas Kepemilikan PT. KAI Jalur Eksisting Jalur Rencana Bangunan Hikmat 28

2 29 Gambar 5.2 Kondisi eksisting pada jalur lurus Sta Keterangan Jalan Batas Kepemilikan PT. KAI Jalur Eksisting Jalur Rencana Bangunan Hikmat

3 30 Gambar 5.3 Kondisi eksisting pada tikungan Keterangan Jalan Batas Kepemilikan PT. KAI Jalur Eksisting Jalur Rencana Bangunan Hikmat Dari gambar di atas dapat dilihat kondisi eksisting jalur Cicalengka-Nagreg- Lebakjero, untuk kondisi eksisting mempunyai 34 lengkung horisontal dijelaskan dalam Tabel 5.1 sebagai berikut.

4 31 (Sumber: Kementerian Perhubungan,2016) Tabel 5.1 lengkung horisontal eksisting No Antara Radius Letak KM/HM Panjang (km) V maks Kiri/kanan 100 m R 350 m 350 m < R 600 m R > 600 m KM HM PL PLA (km/jam) 1 CCL-NG ,00 40,00 KA 74 2 CCL-NG ,00 42,50 KI 68 3 CCL-NG ,00 20,00 KA 96 4 CCL-NG ,00 42,50 KA 61 5 CCL-NG ,00 42,50 KI 61 6 CCL-NG ,00 42,50 KA 61 7 CCL-NG ,00 42,50 KA 61 8 CCL-NG ,00 17,50 KI 96 9 CCL-NG ,00 42,50 KA CCL-NG ,00 42,50 KI CCL-NG ,00 42,50 KA CCL-NG ,00 42,50 KI CCL-NG ,00 42,50 KI CCL-NG ,00 42,50 KA CCL-NG ,00 42,50 KA CCL-NG ,00 30,00 KA CCL-NG ,00 42,50 KA NG-LBJ ,00 35,00 KI NG-LBJ ,00 17,50 KI NG-LBJ ,00 17,50 KA NG-LBJ ,00 42,50 KA NG-LBJ ,00 42,50 KI NG-LBJ ,00 22,50 KI NG-LBJ ,00 30,00 KA NG-LBJ ,60 17,50 KA NG-LBJ ,00 55,00 KA NG-LBJ ,00 55,00 KI NG-LBJ ,00 42,50 KI NG-LBJ ,00 55,00 KA NG-LBJ ,00 42,50 KA NG-LBJ ,00 42,50 KI NG-LBJ ,75 30,00 KI NG-LBJ ,00 42,50 KI NG-LBJ ,00 42,50 KI 61 Untuk kondisi eksisting struktur jalur kereta api Cicalengka-Nagreg- Lebakjero mengacu pada laporan pekerjaan jalur ganda Cicalengka-Cipeundeuy sebagai berikut: 1) Struktur Bagian Atas eksisting a) Rel : R 54 b) Penambat : Pendrol e-clip c) Bantalan : Beton d) Sambunga : Tipe melayang e) Wesel : 1:12 2) Desain jalur eksisting menurut laporan pekerjaan jalur ganda Cicalengka- Cipeundeuy. A. Lebar dan Jarak Jalan Rel

5 32 1. Lebar jalur kereta api 1067 mm. 2. Jarak minimum antar as jalur kereta api 4 m. 3. Ruang bebas kelas I yang diperlebar diperhitungkan adanya muatan. B. Emplasmen 1. Jarak minimum antar jalur kereta api 5,20 m. 2. Wesel menggunakan 1:2 dengan 24 buah C. Kecepatan dan Beban Gandar 1. Kecepatan Maksimum :120 km/jam. 2. Kecepatan di Emplasmen :45 km/jam. 3. Beban gandar :18 ton. D. Material 1. Jenis rel yang digunakan untuk kelas I R. 54 dengan karakteristik dan spesifikasi yang berlaku. 2. Alat penambat rel tipe elastis dengan persyaratan bahan sesuai dengan peraturan bahan jalan rel atau peraturan yang berlaku. 2. Lokasi Stasiun Lokasi wilayah studi trase jalur ganda berada dari Cicalengka Nagreg- Lebakjero, dengan jalur eksisting dan jalur ganda yang akan melewati stasiun-stasiun sebagai berikut. A. Stasiun Cicalengka Stasiun Cicalengka (Gambar 5.4) merupakan stasiun kereta api kelas II yang berada di kecamatan Cicalengka Kulon, Cicalengka, Bandung, stasiun ini berada pada ketinggian +689 mdpl dan termasuk dalam daerah operasi II. Stasiun ini mempunyai 3 jalur dengan jalur 2 merupakan sepur lurus.

6 33 Gambar 5.4 (Sumber: Kementerian Perhubungan, 2016) B. Stasiun Nagreg Stasiun Nagreg (Gambar 5.5) merupakan stasiun kelas III yaitu kecil yang terletak di kecamatan Nagreg, Bandung. Dengan letak stasiun +848 mdpl, yaitu merupakan stasiun tertinggi di Indonesia yang masih aktif, dan stasiun ini memiliki 3 jalur dengan 1 jalur lurus tetapi hanya 1-2 yang digunakan. Gambar 5.5 (Sumber: Kementerian Perhubungan, 2016) C. Stasiun Lebakjero Stasiun Lebakjero (Gambar 5.6) merupakan stasiun kelas III yang berada diperbatasan antara Ciherang dengan Garut dan merupakan stasiun paling timur di Kabupaten Bandung dengan ketinggian +818 mdpl.

7 34 Gambar 5.6 (Sumber: Kementerian Perhubungan, 2016) 3. Kebutuhan Pembangunan Jalur Kereta Api Baru Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi menjadikan mobilitas masyarakat menjadi meningkat, sehingga pergerakan pun meningkat melebihi kapasitas prasarana transportasi yang ada. Kurangnya dalam memperhitungkan faktor yang menentukan teknis maupun ekonomi dalam sistem jaringan dengan waktu yang lama sehingga menimbulkan masalah pada sistem transportasi, yaitu menyebabkan sistem prasarana trasnportasi maupun sarana transportasi rentan terhadap kelebihan kapasitas, dilihat pada Grafik 5.1 dan Tabel 5.2 kapasitas lintas kereta api dengan pertumbuhan pengguna sarana tranportasi kereta api di Jawa Barat sebagai berikut. Grafik 5.1 Pertumbuhan pengguna sarana trasnportasi kereta api di Jawa Barat 3,500, ,000, ,500, ,000, ,500, ,000, , Jumlah Penumpang per Tahun (Sumber: Kementerian Perhubungan, 2016)

8 35 No Tabel 5.2 Kapasitas lintas kereta api DAOP 2 Bandung (Sumber: Kementerian Perhubungan, 2016) Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa setiap tahunnya angka pertumbuhan pengguna jasa transportasi kereta api meningkat, sehingga dengan adanya jalur ganda diharapkan mampu mengatasi permasalahan tentang kapsitas lintas kereta api, dengan adanya jalur ganda interval keberangkatan kereta api bisa lebih ditingkatkan, karena tidak terpengaruh oleh kereta dari arah yang berlawanan. Petak Jalan Jarak (KM) Rencana pengembangan Wilayah Bandung Timur, yaitu Cicalengka oleh pemerintah daerah menjadi kawasan wisata dan industri, sehingga sejalan dengan pengembangan jalur ganda Cicalengka-Lebakjero nantinya akan berperan dalam menanggulangi kapasitas lintas dan kemacetan, dilihat pada Tabel 5.3 frekuensi kereta api jalur eksisting Cicalengka-Nagreg-Lebakjero perhari. (Sumber: GAPEKA 2015) Tabel 5.3 Frekuensi Kereta Api perhari Diharapkan pada tahun 2030 dengan adanya beroperasinya jalur ganda akan meningkatkan frekuensi kereta api, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut prediksi peningkatan kereta api. KA Penumpang Jumlah V (KM/Jam) Jumlah KA T Ratarata Kapasitas Lintas (KA/Hari) Total (Menit) 1 Cicalengka-Nagreg Nagreg-Lebakjero Frekuensi Harian Nama KA Gapeka 2011 Gapeka 2012 Gapeka 2013 Gapeka 2014 Gapeka 2015 Lodaya Argo Wilis Mutiara Selatan Malabar Turangga Serayu Pasundan Kahuripan Kutojaya Selatan Ekonomi Lokal Semen GDB-SLO-GBN-BBT

9 36 Tabel 5.4 Prediksi peningkatan kereta api 15 tahun yang akan datang. NO Nama KA Gapeka 2015 PREDIKSI KA (s/d 15 Tahun) 1 Lodaya Argo Wilis Mutiara Selatan Malabar Turangga Serayu Pasundan Kahuripan Kutojaya Selatan Ekonomi Lokal (Sumber: Kementerian Perhubungan, 2016) 4. Kondisi Prasarana Eksisting Pada jalur eksisting Cicalengka-Nagreg-Lebakjero menggunakan tipe rel 54 dengan bantalan paling banyak menggunakan bantalan beton dan penambat berupa elastis ganda. Kondisi jembatan pada lintas Cicalengka- Nagreg-Lebakjero terdapat sekitar 41 bangunan hikmat baik itu merupakan jembatan bentang panjang ataupun gorong-gorong dengan beragam jenis kontruksi. Keseluruhan bangunan hikmat terdapat 3 jembatan dengan bentang 10 m. Daftar bangunan hikmat pada Tabel 5.5 jalur eksisting Cicalengka- Nagreg-Lebakjero sebagai berikut.

10 37 Tabel 5.5 Daftar bangunan hikmat jalur eksisting Cicalengka-Nagreg-Lebakjero No Letak+HmKomponen Aset No. BH Letak Km- Bentang Dipasang Jenis Hm Hulu Hilir Empl Tahun RM Cicalengka km b Jembatan Penyeberangan Box Culvert Box Culvert Box Culvert ,7 Duiker b ,5 Pipa Besi ,5 Duiker ,6 Talang Air ,7 Plat Bet Duiker a Viaduck Bypass ,6 Talang Air ,7 Urung Bet a ,5 Urung Bet Rs bet Bert a Box Culvert Box Culvert ,7 Pelat Bet Box Culvert a ,3 Urung Bet ,3 Urung Bet Box Culvert Rs bet Bert 6 Rs bet Bert 6 Rs bet Bert ,3 Rs bet Bert 5 Rs bet Bert 4,3 Rs bet Bert Box Culvert ,7 Sal Terbuka Nagreg Km Pelat bet Duiker Duiker Box Culvert ,5 Pipa Besi a ,5 Box Culvert b ,3 Pipa Besi ,8 Dind.rk.lla ,8 Dind.rk.lla ,8 Dind.rk.lla ,8 Dind.rk.lla ,8 Dind.rk.lla ,8 Dind.rk.lla ,5 Pipa besi a Box Culvert Duiker duiker a Box Culvert Rs. Pelat Rs. Pelat Rs. Pelat Duiker ,7 Sal Terbuka ,7 Sal Terbuka Lebakjero Km (Sumber:Kementrian Perhubungan, 2016)

11 38 5. Kondisi Geografis Kondisi geografis wilayah Kabupaten Bandung sebagian besar berada pada wilayah yang berada diantara bukit-bukit dan gunung-gunung, serta pada lintas jalur eksisting banyak melewati jurang dan tebing tinggi sehingga terjadinya rawan bencana, seperti longsong, karena adanya sesar/patahan pada daerah operasi Bandung 2. Pada lintas Cicalengka-Nagreg-Lebakjero mempunyai jalur yang berliku. 6. Kondisi Pengunaan Lahan Sekitar Pada lintas eksisting Cicalengka-Nagreg-Lebakjero secara umum penggunaan lahan disekitar jalur pada Tabel 5.6 berupa perkebunan, pemukiman, hutan dan perbukitan/pegunungan. Tabel 5.6 Tata guna lahan eksisting No Lahan Persentase (%) 1 Semak Belukar 5 2 Gedung 1 3 Kebun 2 4 Pemukiman 15 5 Rumput 15 6 Sawah irigasi 3 7 Sawah Tadah Hujan 28 8 Tanah Ladang 31 Pada Gambar 5.7 hanya sebagian kecil wilayah lintas jalur kereta api eksisting yang dibangun berdekatan dengan perumahan penduduk atau lokasi kegiatan masyarakat. Sebagian besar wilayah yang dilewati berupa perbukitan dan pegunungan dengan tebing yang cukup terjal dan lembah yang curam.

12 39 Gambar 5.7 Peta tataguna lahan alur kereta api DAOP 2 (Sumber: Kementrian Perhubungan, 2016) 7. Kondisi Demografi a) Kecamatan Cicalengka Dari data yang didapat wilayah yang dilewati jalur eksisting rata-rata merupakan para pekerja lahan pertanian, wilayahnya juga didominasi oleh lahan pertanian berupa sawah dan tegalan, terutama dijumpai di Desa Cicalengka Wetan, Cicalengka Kulon, Babakan Peuteuy, Cikuya dan Dampit. Dengan jumlah penduduk sebesar 121,653 jiwa, luas wilayah 3,599 km 2 dan, kepadatan penduduk 3,380 jiwa. b) Kecamatan Nagreg Di kecamatan Nagreg banyak terdapat kelompok UKM yang berkembang diantaranya industri kulit, kayu, logam mulia, anyaman, bata merah/keramik, kain/tenun, dan makanan ringan. Wilayahnya juga didominasi oleh lahan pertanian berupa jagung, ubi kayu, dan padi sawah. Fasilitas pariwisata yang dapat dijumpai seperti kolam renang, pemandian air panas, danau wisata, pemandingan umum, bumi perkemahan. Dengan

13 40 jumlah penduduk 56,160 jiwa, luas wilayah 4,930 m 2, dan kepadatan penduduk 1,139 jiwa. 8. Kondisi Ekonomi Kondisi ekonomi pada lintas Cicalengka-Nagreg-Lebakjero rata-rata penduduk bekerja sebagai petani dan perternakan, tetapi menurut Badan Statistik Kabupaten Bandung, 2015, untuk kecamatan Cicalengka banyak yang bekerja pada bidang pertanian dan perternakan karena pada daerah Cicalengka berundak, sehingga dimanfaatkan warga sekitar sebagai pertanian dan sebagian besar adalah padi, palawija dan sayuran besar. Sektor perternakan daerah sekitar banyak yang berternak sapi pedaging dan sapi perah, sedangkan untuk Kecamatan Nagreg, sebagian besar penduduknya bekerja pada bidang Petanian, Perternakan dan Parawisata. Diharapkan nantinya dengan adanya jalur ganda akan berdampak baik kepada masyarakat sekitar dalam menaikan taraf ekonomi daerah yang dilalui jalur ganda. 9. Kondisi Transportasi Menurut Badan Statistik Kota Bandung tahun 2015, moda transportasi di Kota Bandung meliputi darat (termasuk kereta api) dan udara, pajang jalan di Kota Bandung adalah 1,236,48 km dengan kondisi 54,25% dalam kondisi baik dan 19,08% dalam kondisi rusak. Kondisi sarana transportasi umum belum cukup memadai, karena minimnya moda transportasi dengan kapasitas besar untuk mengangkut pergerakan penumpang dan barang sehingga dengan adanya jalur ganda nantinya bisa membantu mengurangi permasalahan tentang moda transportasi masal. 10. Kondisi Operasional Eksisting Pada jalur eksisting kondisi operasional kereta api sangat lambat karena umumnya kereta api yang dioperasikan dengan kecepatan rendah, sehingga nantinya dengan adanya jalur ganda diharapkan mampu meningkatkan kecepatan rata-rata dan meningkatkan kapasitas lintas kereta api. Pada Table 5.7 adalah jumlah kereta api dalam 1 hari. Pada GAPEKA 2015 kereta api yang melintas di DAOP 2 Bandung berjumlah 108/hari kereta api dan khusus pada jalur Cicalengka-Nagreg-Lebakjero berjumlah 24.

14 41 Sedangkan menurut GAPEKA Tabel 5.8 menunjukan jumlah penumpang kereta api lintas Cicalengka-Nagreg-Lebakjero dalam 1 kali jalan sebagai berikut. Tabel 5.7 Jumlah penumpang dalam 1 kali jalan. Jumlah Penumpang 1x Perjalanan Nama KA Gapeka Gapeka Gapeka Gapeka Gapeka Lodaya Argo Wilis Mutiara Selatan Malabar Turangga Serayu Pasundan Kahuripan Kutojaya Selatan Ekonomi Lokal (Sumber: Kementerian Perhubungan, 2016) Tabel 5.8 Jumlah kereta api perhari Jumlah Kereta Harian Nama KA Gapeka 2011 Gapeka 2012 Gapeka 2013 Gapeka 2014 Gapeka 2015 Lodaya Argo Wilis Mutiara Selatan Malabar Turangga Serayu Pasundan Kahuripan Kutojaya Selatan Ekonomi Lokal Semen GDB-SLO-GBN-BBT (Sumber: Kementerian Perhubungan, 2016) B. Analisis Jalur Baru Untuk Jalur Ganda Dalam merencanakan jalur baru akan dibuat beberapa alternatif trase, sehingga pada akhirnya dipilih salah satu trase yang dapat memenuhi syarat suatu trase terbaik. Dalam perancangan trase ada beberapa aspek yang digunakan untuk menentukan trase terbaik sebagai berikut.

15 42 1. Aspek Teknis Pada lintas Cicalengka-Nagreg-Lebakjero trase jalur baru akan melewati daerah perbukitan dan pegunungan dengan sisi kiri jurang dan pada sisi kanan perbukitan sehingga pada proses pengerjaanya akan memilih sisi kiri atau kanan untuk trase baru, karena pada tiap sisi akan melakukan pekerjaan yang sama sulitnya. Pada sisi kiri dilakukan timbunan dan pada sisi kanan akan dilakukan pengerjaan galian, kondisi sekitar dapat dilihat pada Gambar 5.8 Gambar 5.8 Kondisi kelerengan jalur Cicalengka-Nagreg-Lebakjero. (Sumber: Kementerian Perhubungan, 2016) Pada lintas Cicalengka-Nagreg-Lebakjero ada beberapa segmen jalur baru akan melewati daerah rawan bencana seperti patahan, banjir dan longsor karena daerah jawa barat merupakan daerah yang terletak pada jalur vulkanik-magmatik yang merupakan bagian dari Busur sunda. Busur Sunda membentang dari Pulau Sumatera ke arah Nusa Tenggara yang merupakan manifestasi dari interaksi antara lempeng Samudera Indo-Australia dengan lempeng Eurasia, sehingga menjadikan kondisi wilayah Jawa Barat perlipatan atau persesaran sehingga dikhawatirkan akan menggangu jalur kereta api.

16 43 Dari Table 5.9 dapat dilihat lokasi atau titik yang rawan bencana pada jalur kereta api. Tabel 5.9 Daerah rawan bencana Daerah rawan KM/HM Petak Jalan Jumlah Longsor, Amblas, Banjir CCL-NG 3 Cicalengka Longsor, Amblas, Banjir CCL-NG 3 Longsor, Amblas, Batu jatuh NG-LBJ 3 Longsor, Amblas, Batu jatuh NG-LBJ 1 (Sumber: Kementerian Perhubungan, 2016) Pada trase baru kereta api lintas Cicalengka-Nagreg-Lebakjero hanya sebagian kecil yang melewati daerah rawan bencana, tetapi pada lintas jalan baru memiliki daya dukung tanah yang sama dengan kondisi eksisting serta sebagian besar jalur melewati kondisi topografi yang cendrung berbukit dan lembah. Pada proses pengerjaan trase baru nantinya tergantung pemilihan dimana letak trase baru, pada sisi kiri akan banyak menimbun sehingga proses pengerjaan akan memerlukan waktu lama dan biaya pekerjaan yang besar, sedangkan pada sisi kanan pengerjaan akan lebih cepat di bandingkan dengan sisi kiri tetapi dibutuhkan volume galian yang lebih besar. Sedangkan untuk lintasan sebidang pada jalan raya akan diprediksi adanya antrian kendaraan saat kereta api melintas. 2. Aspek Non-Teknis Jalur trase baru lintas Cicalengka-Nagreg-Lebakjero memiliki potensi terjadinya konflik sosial yang cukup tinggi karena banyak melewati pemukiman warga walaupun masih dalam wilayah kepemilikan tanah milik PT. KAI, dilihat pada sisi kiri kemungkinan hanya membutuhkan pekerjaan pembebasan karena pada sisi kiri lahan yang digunakan warga sekitar hanya sebagain kecil sebaliknya untuk sisi kanan banyak warga yang memanfaatkan lahan sekitar sebagai pemukiman maupun ladang seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5.9 berikut.

17 44 Gambar 5.9 Kondisi tataguna lahan sekitar jalur baru. (Sumber: Kementerian Perhubungan, 2016) Diharapkan dampak lingkungan dan fisik pada proses pekerjaan jalur ganda dari pra-kontruksi, kontruksi, hingga tahap operasional nantinya tidak akan berdampak pada lingkungan sekitar, karena dengan adanya pengerjaan hingga berjalannya kereta api tidak menimbulkan dampak seperti kebisingan, polusi udara, getaran, serta kerusakan tanah yang akan menimbulkan masalah kedepannya. Jalur ganda baru yang nantinya akan melintas jauh dari cagar alam sekitar, sehingga pembangunan jalur kereta api ganda tidak mengganggu kawasan cagar alam atau situs budaya budaya dengan radius < 500 m arah barat dari trase. Kondisi keamanan sarana prasarana berpotensi kecil mendapat ancaman keamanan seperti pencurian, perusakan, serta aksi vandalism pada sarana maupun prasarana, karena nantinya akan dijaga tiap perlintasannya serta mengadakan sosialisasi terhadap warga sekitar tentang keamanan jalur ganda. 3. Aspek Operasi Pengerjaan jalur ganda Cicalengka-Nagreg-Lebakjero sangat mementingkan aspek operasi karena tujuan utama dalam pengerjaan jalur ganda, pada jalur eksisting akan terjadi tundaan/delay akibat dari pembangunan jalur ganda, sedangkan untuk efek operasi jalur ganda ketika sudah dapat digunakan dapat membuat kecepatan operasi meningkat dan

18 45 membuat kapasitas lintas juga meningkat, walaupun kecepatan dan kapasitas lintas kereta api meningkat, tetapi untuk keselamatan operasi kereta api juga diperhitungkan pada jalur ganda sehingga meminimalisir kemungkinan kecelakaan kereta api. 4. Aspek Ekonomi Pada pengerjan jalur ganda, kebutuhan dana tergantung terhadap perencanaan trase di sisi kiri maupun kanan sangat penting dalam meminimalisis penggunaan dana. Pada sisi kiri kemungkinan besar akan banyak menggunakan dana yang besar untuk pekerjaan timbunan, karena kondisi pada sisi kiri adalah jurang yang lumayan dalam sehingga dilakukan pekerjaan timbunan dimana sepanjang trase eksisting memiliki kondisi geografis yang berbeda-beda dilihat dari arah Nagreg-lebakjero memiliki kondisi geografis yang lebih curam dari Cicalengka-Nagreg sehingga memerlukan biaya pekerjaan timbunan yang besar. Manfaat ekonomi yang berdampak pada pembangunan jalur ganda memberikan kontribusi yang besar dalam bidang ekonomi seperti meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada wilayah lintas, serta sebagai tulang punggung angkutan umum di Jawa Barat dan memberikan nilai finansial tinggi serta menjadi aset Jawa Barat dalam pengembangan investasi untuk peningkatan pelayanan. Setelah dilakukan analisis terhadap 4 aspek didapatkan 3 trase alternative terbaik sebagai berikut: 1. Alternatif 1 Pada alternatif pertama, perencanaan jalur KA baru berada pada sisi kiri jalur KA eksisting dari arah Cicalengka Sampai LebakJero, sehingga jalur baru mengikuti lengkung Horisontal dan kecepatan maksimum pada kondisi eksisting. Pertimbangan untuk memilih alternatif 1 sebagai berikut. a. Aspek teknis, dilihat pada kondisi wilayah pada sisi kiri merupakan daerah jurang sehingga membutuhkan volume timbunan yang tinggi serta berpotensi rawan longsor yang mengakibatkan pekerjaan kontruksi yang lebih lama dan sulit karena kendala dilokasi.

19 46 b. Aspek teknis dan ekonomi, pada perencanaan jalur kereta api baru berada pada wilayah yang sudah direncanakan sebelumnya dari hasil kerja topografi dan wilayah kepemilikan PT. Kereta Api Indonesia. c. Aspek non-teknis dan ekonomi, pembebasan lahan yang sedikit, namun pada alternatif 1 melewati jurang sehingga memerlukan volume timbunan yang banyak karena kondisi wilayah yang berbukit. d. Aspek non-teknis dan sosial, karena trase eksisting dan trase yang baru tidak banyak melewati pemukiman sehingga tidak terlalu berdampak pada bangunan masyarakat sekitar. e. Aspek operasi dan teknis, pada perencangan trase baru kecepatan maksimum yang diizinkan mengikuti kondisi eksisting. f. Banyaknya lengkung horisontal dengan jari jari kurang dari 350 meter. 2. Alternatif 2 Pada alternatif kedua, perencanaan jalur baru semuanya berada pada sebelah kanan dari arah Cicalengka sampai Lebakjero, Pertimbangan untuk pemilihan alternatif 2 sebagai berikut. a. Aspek teknis, pengerjaan kontruksi lebih cepat dibandingkan dengan alternatif 1 karena pada alternatif 2 tidak melewati jurang. b. Aspek teknis dan ekonomi, pada perencanaan jalur kereta api baru berada pada wilayah yang sudah direncanakan sebelumnya dari hasil kerja topografi dan wilayah kepemilikan PT. Kereta Api Indonesia. c. Aspek non-teknis dan ekonomi, pemilihan rencana trase pada sisi kanan jalur eksisting memungkinkan pembebasan lahan yang sedikit, tetapi untuk pengerjaan galian banyak karena kondisi lahan yang berbukitbukit. d. Aspek non-teknis dan sosial, tidak terlalu berdampak pada bangunan masyarakat. e. Aspek operasi dan teknis, pada perencangan trase baru kecepatan maksimum yang diizinkan mengikuti kondisi eksisting. f. Banyaknya lengkung horisontal dengan jari jari kurang dari 350 meter.

20 47 3. Alternatif 3 Pada alternatif ketiga, perencanaan jalur baru akan berada pada sisi kiri jalur eksisting dimulai dari Cicalengka sampai Nagreg dan dilakuakan switching jalur trase pindah kesisi kanan dari Nagreg sampai Lebakjero, sehingga jalur baru mengikuti lengkung Horisontal dan kecepatan maksimum yang diizinkan pada kondisi eksisting dengan 2 kali shifting, pertimbangan pemilihan alternatif 3 sebagai berikut. a. Aspek teknis, pada alternatif 3 pengerjaan kontruksi yang paling singkat dan cepat karena sedikit melewati jurang dan sedikit pengerjaan galian. b. Aspek teknis dan ekonomi, pada perencanaan jalur kereta api baru berada pada wilayah yang sudah direncanakan sebelumnya dari hasil kerja topografi dan wilayah kepemilikan PT. Kereta Api Indonesia. c. Aspek non-teknis dan ekonomi, pemilihan alternatif 3 memungkinkan menjadi alternatif yang paling dipilih karena sedikit timbunan dan sedikit galian serta pembebasan lahan yang sedikit. d. Aspek non-teknis dan sosial, tidak terlalu berdampak pada bangunan masyarakat. e. Aspek operasi dan aspek teknis, pada perencangan trase baru kecepatan maksimum yang diizinkan mengikuti kondisi eksisting. f. Banyaknya lengkung horisontal dengan jari-jari kurang dari 350 meter. C. Analisis Multikriteria Pada perencanaan jalur ganda Cicalengka-Nagreg-Lebakjero memiliki kriteria yang dikembangkan menjadi sub-kriteria pada Tabel 5.10 untuk memilih beberapa trase alternatif jalur ganda, sehingga tiap kriteria dievalusi menjadi subkriteria untuk penentuan trase terpilih jalur ganda kereta api. Sub-kriteria yang dikembangkan untuk pemilihan jalur ganda sebagai berikut.

21 48 Tabel 5.10 Penentuan penilaian sub-kriteria berdasarkan aspek-aspek Kriteria A Teknik Nilai Kondisi Geologi dan Topografi Desain Trase 1 Penilaian Sub-Kriteria Seluruh trase jalur kereta api baru melewati daerah rawan bencana termasuk sesar, patahan, banjir dan longsor, dan memiliki daya dukung tanah rendah, variasi kondisi topografi tinggi mencakup daerah perbukitan, bergelombang, dan dataran rendah. Sebagaian besar trase jalur kereta api baru melewati daerah rawan bencana termasuk sesar, patahan, banjir dan longsor, dan memiliki daya dukung tanah sedang, variasi kondisi topografi tinggi mencakup daerah perbukitan, bergelombang dan dataran rendah. Sebagaian besar trase jalur kereta api baru melewati daerah rawan bencana termasuk sesar, patahan, banjir dan longsor, dan memiliki daya dukung tanah tinggi, variasi kondisi topografi tinggi mencakup daerah perbukitan, bergelombang dan dataran rendah. Hanya sebagian kecil trase jalur KA baru melewati daerah rawan bencana, memiliki daya dukung tanah yang cukup tinggi, dan kondisi topografi sebagian besar berada pada daerah cenderung datar. Seluruh trase jalur KA baru tidak melewati daerah rawan bencana, memiliki daya dukung tanah yang tinggi, dan berada pada kondisi topografi yang datar Desain alinyemen vertikal dan alinyemen horisontal trase berdampak siginifikan pada

22 49 Tabel 5.10 Lanjutan Kriteria A Teknik 2. Desain Trase Nilai Penilaian Sub-Kriteria prasarana lainnya yang menyebabkan pada beberapa lokasi terjadi pergeseran dan pembongkaran stasiun dan rumah sinyal, serta jarak antara as eksisting-as rencana mencapai > 300 m. Desain alinyemen vertikal dan alinyemen horisontal trase berdampak cukup siginifikan pada posisi prasarana lainnya yang menyebabkan pada beberapa lokasi terjadi pergeseran dan pembongkaran stasiun dan rumah sinyal, serta jarak antara as eksistingas rencana mencapai m. Desain alinyemen vertikal dan alinyemen horisontal trase tidak berdampak siginifikan pada posisi prasarana lainnya yang menyebabkan pada beberapa lokasi terjadi pergeseran dan pembongkaran stasiun dan rumah sinyal, serta jarak antara as eksistingas rencana hanya berkisar m. Desain alinyemen vertikal dan alinyemen horisontal trase berdampak kecil pada prasarana lainnya yang menyebabkan terjadi pergeseran dan pembongkaran stasiun dan rumah sinyal, serta jarak antara as eksistingas rencana maksimum hanya 20 m. Desain alinyemen vertikal dan alinyemen horisontal trase tidak menyebabkan pergeseran dan pembongkaran stasiun dan rumah sinyal. Sulit untuk dilaksanakan dan memerlukan waktu pengerjaan yang lama karena

23 50 A Kriteria Teknik Kemudahan dan Pelaksanaan Dampak Terhadap Lalulintas Jalan Raya Tabel 5.10 Lanjutan Nilai Penilaian Sub-Kriteria memerlukan dukungan teknologi dan SDM yang telah memiliki sertifikasi khusus. Cukup sulit untuk dilaksanakan dan memerlukan waktu pengerjaan yang cukup 2 lama karena memerlukan dukungan teknologi dan SDM yang telah memiliki sertifikasi khusus. Dapat dikerjakan meski terdapat tantangan dalam pelaksanaannya mengingat kondisi 3 geologi yang memerlukan teknik khusus untuk antisipasinya. 4 Tidak menemui kendala yang berarti. 5 Dapat dilaksanakan dengan mudah. 1 Dampak tinggi, diindikasikan oleh menurunnya kinerja jaringan jalan di sekitar jalur KA dengan meningkatnya nilai rasio volume dan kapasitas hingga mencapai 0,91 1,00 serta rawan terjadinya kecelakaan. 2 Dampak cukup tinggi, diindikasikan oleh menurunnya kinerja jaringan jalan di sekitar jalur KA dengan meningkatnya nilai rasio volume dan kapasitas hingga mencapai 0,80 0,90 serta memiliki potensi adanya kecelakaan. 3 Dampak sedang, diindikasikan dengan terlihatnya antrian kendaraan di perlintasan sebidang saat KA melintas meskipun setelah itu lalulintas kembali normal serta memiliki potensi adanya kecelakaan. Dampak rendah, diindikasikan dengan tetap

24 51 Tabel 5.10 Lanjutan Kriteria Nilai Penilaian Sub-Kriteria 4 teraturnya kondisi jalan dengan minimal risiko terjadinya kecelakaan. 5 Tidak ada pengaruh. B. Operasi Pembangunan jalur KA ganda akan sangat berdampak tinggi pada tundaan/delay 1 perjalanan beberapa kereta api eksisting maksimum mencapai > 1 jam per hari pada jam-jam sibuk. Pembangunan jalur KA ganda akan berdampak 2 cukup tinggi pada tundaan/delay perjalanan beberapa kereta api eksisting maksimum 30 menit 1 jam perhari pada jam-jam sibuk. 1. Efek Pada Operasi Eksisting 3 Pembangunan jalur KA ganda akan berdampak sedang pada tundaan/delay perjalanan beberapa kereta api eksisting maksimum 15 menit 30 menit perhari pada jam-jam sibuk. Pembangunan jalur KA ganda akan berdampak 4 rendah pada tundaan/delay perjalanan beberapa kereta api eksisting maksimum 5 menit 15 menit perhari pada jam-jam sibuk Pembangunan jalur KA ganda tidak akan 5 berdampak pada tundaan/delay perjalanan beberapa kereta api eksisting. Kecepatan operasi perjalanan kereta api di 1 jalur KA tidak mengalami peningkatan namun 2. Efek Pada Operasi KA Jalur Ganda kapasitas lintas meningkat 50%. Kecepatan operasi perjalanan kereta api di 2 jalur KA tidak mengalami peningkatan namun kapasitas lintas meningkat 75%.

25 52 Tabel 5.10 Lanjutan Kriteria B Operasi 3. Keselamatan Operasi C. Non-Teknis Konflik 1. Kemasyarakatan Nilai Penilaian Sub-Kriteria Kecepatan operasi perjalanan kereta api di jalur KA tidak mengalami peningkatan namun kapasitas lintas meningkat 90%. Kecepatan operasi perjalanan kereta api di jalur ganda mengalami sedikit peningkatan namun kapasitas lintas meningkat 100%. Kecepatan operasi perjalanan kereta api di jalur ganda mengalami peningkatan menjadi > 80 km/jam dan kapasitas lintas meningkat 100%. Operasi kereta api pada jalur ganda akan beresiko pada terjadinya > 10 kecelakaan kereta api dalam 1 tahun. Operasi kereta api pada jalur ganda akan beresiko pada terjadinya 5 10 kecelakaan kereta api dalam 1 tahun. Operasi kereta api pada jalur ganda akan beresiko pada terjadinya 2 5 kecelakaan kereta api dalam 1 tahun. Operasi kereta api pada jalur ganda akan beresiko pada terjadinya < 2 kecelakaan kereta api dalam 1 tahun. Operasi kereta api pada jalur ganda tidak beresiko terjadi kecelakaan kereta api. Memiliki potensi terjadinya konflik sosial yang tinggi karena jalur KA melewati kawasan pemukiman padat penduduk yang jarak huniannya sangat dekat dengan jalur KA dan membutuhkan pembebasan lahan

26 53 Tabel 5.10 Lanjutan C Kriteria Non Teknis Nilai Penilaian Sub-Kriteria yang sangat luas pada > 50% wilayah dari total panjang trase. Memiliki potensi terjadinya konflik sosial dengan frekuensi kejadian sering karena jalur 2 KA melewati kawasan pemukiman padat penduduk yang jarak huniannya dekat dengan jalur KA dan membutuhkan pembebasan Memiliki potensi terjadinya konflik sosial yang cukup tinggi karena jalur KA melewati 3 kawasan pemukiman penduduk yang cukup padat namun masih berada dalam wilayah kepemilikan lahan PT. KAI sehingga hanya membutuhkan pekerjaan penertiban lahan. Memiliki potensi terjadinya konflik sosial yang rendah karena jalur KA melewati kawasan 4 pemukiman penduduk yang jarang dan masih berada dalam wilayah kepemilikan lahan PT. KAI sehingga hanya membutuhkan pekerjaan penertiban lahan. Tidak ada konflik sosial karena jalur KA tidak 5 melewati kawasan pemukiman penduduk dan tidak membutuhkan pembebasan lahan. Dampak lingkungan fisik yang ditimbulkan (kebisingan, kualitas udara, kualitas air, getaran, kerusakan tanah) akibat kegiatan 2. Lingkungan dan Fisik 1 pembangunan jalur kereta api ganda tergolong tinggi dan bersifat menerus mulai dari tahap pra-konstruksi, konstruksi hingga masa operasional KA. 2 Dampak lingkungan fisik yang ditimbulkan (kebisingan, kualitas udara, kualitas air,

27 54 Tabel 5.10 Lanjutan C Kriteria Non Teknis Nilai Penilaian Sub-Kriteria getaran, kerusakan tanah) akibat kegiatan pembangunan jalur kereta api ganda tergolong cukup tinggi pada tahap prakonstruksi dan konstruksi sementara pada masa operasional KA hanya aspek tertentu seperti getaran yang masih terasa. Dampak lingkungan fisik yang ditimbulkan (kebisingan, kualitas udara, kualitas air, getaran, kerusakan tanah) akibat kegiatan 3 pembangunan jalur kereta api ganda tergolong sedang pada tahap prakonstruksi dan konstruksi sementara pada masa operasional KA hanya aspek tertentu yang masih terasa. Dampak lingkungan fisik yang ditimbulkan (kebisingan, kualitas udara, kualitas air, 4 getaran, kerusakan tanah) akibat kegiatan pembangunan jalur kereta api ganda tergolong rendah terutama pada tahap prakonstruksi dan konstruksi. Tidak ada dampak lingkungan fisik yang ditimbulkan (kebisingan, kualitas udara, 5 kualitas air, getaran, kerusakan tanah) akibat kegiatan pembangunan jalur kereta api ganda. 3. Cagar Alam-Budaya 1 Terdapat kawasan cagar alam ataupun situs budaya yang tepat dilewati trase jalur KA ganda sehingga pembangunan jalur KA ganda berpotensi mengganggu keberadaan kawasan atau situs tersebut.dari tahap pra-konstruksi, konstruksi hingga masa operasional KA.

28 55 Tabel 5.10 Lanjutan C Kriteria Non Teknis Nilai Penilaian Sub-Kriteria Terdapat kawasan cagar alam ataupun situs budaya yang berada di dekat trase jalan KA 2 ganda sehingga pembangunan dan pengoperasian jalur KA ganda berpotensi mengganggu keberadaan kawasan atau situs tersebut. Terdapat kawasan cagar alam ataupun situs budaya yang berada cukup jauh (radius 100 m m) dari trase jalan KA ganda sehingga pembangunan jalur KA ganda berpotensi mengganggu keberadaan kawasan atau situs tersebut. Terdapat kawasan cagar alam ataupun situs budaya yang berada jauh (radius > 500 m) dari 4 trase jalan sehingga pembangunan jalur KA ganda tidak berpengaruh pada kawasan atau situs tersebut. 5 Tidak ada kawasan cagar alam ataupun situs budaya di sekitar trase jalur KA ganda. Sarana Prasarana Jalur KA ganda berpotensi 1 besar mendapat ancaman keamanan dari aksi vandalism oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Sarana Prasarana Jalur KA ganda berpotensi 4. Keamanan dari Vandalism 2 cukup besar mendapat ancaman keamanan dari aksi vandalism oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Sarana Prasarana Jalur KA ganda berpotensi 3 cukup besar mendapat ancaman keamanan dari aksi vandalism oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

29 56 Tabel 5.10 Lanjutan Kriteria C Non Teknis D. Ekonomi 1. Kebutuhan Dana 2. Manfaat Ekonomi Nilai Interval Penilaian Sub-Kriteria Sarana Prasarana Jalur KA ganda berpotensi kecil mendapat ancaman keamanan dari aksi vandalism oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Sarana Prasarana Jalur KA ganda aman dari ancaman aksi vandalism. Membutuhkan alokasi dana yang besar untuk pelaksanaan pembangunan jalur KA ganda. Alokasi dana yang dibutuhkan untuk pelaksanaan pembangunan jalur KA ganda cukup tinggi. Alokasi dana untuk pelaksanaan pembangunan jalur KA ganda tidak terlalu besar. Membutuhkan alokasi dana yang kecil untuk pelaksanaan pembangunan jalur KA ganda. Dana pembangunan yang dibutuhkan sangat kecil. Tidak memberikan manfaat ekonomi secara nyata baik kepada pengguna jasa angkutan KA ataupun kepada masyarakat secara umum. Memberikan manfaat ekonomi dengan skala rendah yang dampaknya hanya sebagian kecil dapat dinikmati oleh pengguna jasa angkutan KA dan masyarakat. Pembangunan Jalur Kereta Api Ganda cukup signifikan dalam meningkatkan efisiensi nilai waktu dan biaya operasional kendaraan, namun belum maksimal dalam

30 57 Tabel 5.10 Lanjutan Kriteria D Ekonomi 3. Finansial Nilai Interval Penilaian Sub-Kriteria mendorong pertumbuhan ekonomi kewilayahan. Pembangunan Jalur Kereta Api Ganda akan memberikan kontribusi dalam peningkatan manfaat ekonomi serta mampu menunjukkan perannya dalam ikut mendorong pertumbuhan ekonomi kewilayahan. Perannya sudah optimal sehingga tidak hanya memberikan kontribusi dalam peningkatan manfaat ekonomi, mampu menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi kewilayahan, namun juga sebagai tulang punggung angkutan umum di Provinsi Jawa Barat. Pengoperasian jalur KA ganda memberikan nilai finansial yang rendah sehingga membutuhkan subsidi yang besar untuk mempertahankan keberadaannya. Pengoperasian jalur KA ganda memberikan nilai finansial yang rendah namun membutuhkan subsidi kecil untuk mempertahankan keberadaannya. Nilai finansial yang diperoleh dari pengoperasian jalur KA ganda hanya mampu menutup biaya operasional KA. Nilai finansial perolehan operasional jalur KA ganda akan mampu memberikan surplus sehingga dapat dialokasikan untuk pemeliharaan dan pengembangan investasi untuk meningkatkan pelayanan.

31 58 Tabel 5.10 Lanjutan D Kriteria Ekonomi Nilai Interval Penilaian Sub-Kriteria Keberadaan jalur KA ganda memberikan nilai 5 finansial tinggi yang stabil dan konsisten dari satu periode ke periode berikutnya. Sumber: Direktoral Jenderal Perkeretaapian 2016 Setelah setiap kriteria dikembangkan menjadi sub-kriteria dengan pointpoint yang telah dibagi dari terkecil hingga yang terbesar, dilakukan pemilihan point-point pada setiap subkriteria yang didasarkan pada data-data dilapangan serta dilakukan pemilihan terbaik, sehingga nantinya tiap point yang dipilih berpengaruh terhadap pemilihan trase terbaik pada jalur ganda. Dilakukan pembobotan pada tiap kriteria tersebut bertujuan untuk mambagi tiap sub-ktiteria yang diutamakan dalam penelitian ini, karena pada studi trase jalur ganda kereta api Cicalengka-Nagreg-Lebakjero kriteria yang diutamakan adalah kritria operasi, non-teknis, ekonomi dan teknis. Pembobotan untuk kriteria operasi 30 % karena mengacu pada RIPNas serta tujuan perencanaan jalur ganda adalah untuk menjadikan jalur ganda tersebut sebagai solusi kemacetan serta diharapkan mampu meningkatkan kapsitas lintas kereta api jalur Cicalengka-Nagreg-Lebakjero. Pembobotan kriteria non-teknis sebesar 25 % karena permasalahan terletak pada kemasyarakatannya contohnya pada lokasi penelitian tanah milik milik PT. Kereta Api Indonesia cukup banyak didirikan bangunan oleh masyarakat sekitar sehingga diperlukannya pendekatan terhadap masyarakan untuk pembebasan tanah milik PT. Kereta Api Indonesia yang nantinya akan di bangun jalur ganda, serta dampak yang dirasakan masyarakat nantinya yaitu kebisingan, polusi udara, getaran, serta kerusakan tanah disekitar lokasi dari tahap pra-konstruksi hingga tahap operasi kereta api. Pembobotan pada kriteria ekonomi 25 % didasarkan pada RIPNas yaitu dengan adanya pembangunan jalur ganda Cicalengka-Nagereg-Lebakjero

32 59 diharapkan mampu meningkatkan perkonomian sekitar lokasi dan perekonomian nasional, sedangkan pembobotan pada kriteria teknis 20 % didasarkan pada sudah adanya jalur eksisting dan sudah adanya batas tanah milik PT. Kereta Api Indonesia sehingga nantinya pembangunan jalur ganda tinggal mengikuti jalur eksisting. Dengan sub-kriteria yang sudah didefinisikan pada Tabel 5.11, setelah itu dilakukan perhitungan untuk menentukan indeks prioritas kriteria dengan persamaan (3.1) sebagai sebagai berikut. m IP = n=1 bn Nm... (3.1) Dengan : IP = Indeks Proritas Kriteria bn = Bobot sub kriteria-n Nn = Nilai Sub Kriteria m = Jumlah Sub kriteria tata cara penerapan analisi multikriteria sebagai berikut: Sub-kriteria nantinya akan mendapakan bobot dari bobot kriteria yang dibagi sama dengan jumlah sub-kriteria, sebagai berikut 1. Kriteria Operasi = 30 % jumlah sub-kriteria A. Efek pada operasi KA eksisting = 10 % B. Efek pada operasi KA ganda = 10 % C. Keselamatan Operasi = 10 % 2. Kriteria Non-teknis = 25 % jumlah sub-kriteria A. Konflik sosial kemasyarakatan = 6,3 % B. Lingkungan dan fisik = 6,3 % C. Cagar alam-budaya = 6,3 % D. Keamanan dan vandalism = 6,3 % 3. Kriteria Ekonomi = 25 % jumlah sub-kriteria A. Kebutuhan dana = 8,33 % B. Manfaat ekonomi = 8,33 % C. Finansial = 8,33 % 4. Kriteria Teknis = 20 % jumlah sub-kriteria A. Kondisi topografi dan geologi = 5 % B. Desain trase = 5 %

33 60 C. Kemudahan pelaksanaan = 5 % D. Dampak terhadap lalulintas = 5 % 1. Efek Pada KA Eksisting A. Nilai x Bobot a) Alternatif 1 dipilih sub-kriteria = 2 didapat dari nilai sub-kriteria dengan mempertimbangkan data-data di lapangan IP = bn Nn = 10% 2 = 0,2 b) Alternatif 2 dipilih sub-kriteria = 3 didapat dari niai sub-kriteria dengan mempertimbangkan data-data di lapangan = 10% 3 = 0,3 c) Alternatif 3 dipilih sub-kriteria = 4 didapat dari niai sub-kriteria dengan mempertimbangkan data-data di lapangan = 10% 4 = 0,4 2. Total jumlah Sub-Kriteria Jumlah dari nilai x bobot didapatkan sebagai berikut untuk alternatif 1 dari setiap sub-kriteria nantinya akan dijumlahkan untuk mendapatkan nilai total sub-kriteria pada alternatif 1, nilai tersebut akan digunakan untuk membandingkan dari tiap alternatif lainya sehingga didapatkan pemilihan terbaik berdasarkan nilai tersebut, Contoh perhitungan alternatif 1 sebagai berikut. A. Efek pada operasi KA eksisting : Alternatif 1 = 0,2 B. Efek pada operasi KA ganda. : Alternatif 1 = 0,5 C. Keselamatan Operasi. : Alternatif 1 = 0,2 D. Konflik Sosial Kemasyarakatan. : Alternatif 1 = 0,125 E. Lingkungan dan Fisik. : Alternatif 1 = 0,188 F. Cagar Alam-Budaya. : Alternatif 1 = 0,188 G. Keamanan dari Vandalism. : Alternatif 1 = 0,25 H. Kebutuhan Dana. : Alternatif 1 = 0,167 I. Manfaat Ekonomi. : Alternatif 1 = 0,417 J. Finansial. : Alternatif 1 = 0,417 K. Kondisi Geologi dan Topografi. : Alternatif 1 = 0,150

34 61 L. Desain Trase. : Alternatif 1 = 0,150 M. Kemudahan Pelaksanaan. : Alternatif 1 = 0,100 N. Dampak Terhadap Lalulintas. : Alternatif 1 = 0,150 + Total = 3,200 Setiap sub-kriteria pada alternatif dilakukan penjumlahan sehingga nantinya didapatkan nilai terbaik untuk trase jalur ganda Cicalengka- Nagreg-Lebakjero dengan membandingkan 3 alternatif. Tabel 5.11 Rekapitulasi Nilai Bobot Untuk Kriteria dan Sub-Kriteria. Kiteria Nilai Nilai x Bobot Bobot Aternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Aternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 A. Operasi Kereta Api 1. Efek pada operasi KA eksisting % Efek pada operasi KA ganda % Keselamatan Operasi % % B. Non-Teknis 1. Konflik Sosial Kemasyarakatan % Lingkungan dan Fisik % Cagar Alam-Budaya % Keamanan dari Vandalism % % C. Ekonomi 1. Kebutuhan Dana % Manfaat Ekonomi % Finansial % % D. Teknis 1. Kondisi Geologi dan Topografi % Desain Trase % Kemudahan Pelaksanaan % Dampak Terhadap Lalulintas % % Total 100% Hasil perbandingan bobot untuk kriteria dan sub-kriteria dapat disimpulkan bahwa, didapatkan hasil pada tiap alternatif sebagai berikut, alternatif 1 : 3.200, alternatif 2 : 3.783, alternatif Hasil analisis memperlihatkan bahwa dari kriteria operasi, teknik, non-teknik, dan ekonomi, penilaian Alternatif 3 dengan nilai 3,991 memiliki nilai tertinggi dari 2 alternatif lainnya, untuk itu alternatif trase jalur ganda Cicalengka-Nagreg-Lebakjero dengan menggunakan analisis multikriteria terpilih alternatif 3 sebagai trase terbaik untuk jalur ganda.

35 62 D. Rekapitulasi Kebutuhan Trase Terpilih 1. Trase Jalur Ganda Setelah dilakukan perencanaan dan analisis multikriteria terpilih alternatif 3, yaitu jalur dari Cicalengka-Nagreg akan berada pada sisi kiri dan saat berada distasiun Nagreg jalur di switching ke kanan hingga di stasiun Lebakjero, kondisi jalur ganda dapat dilihat pada Gambar 5.10, sampai dengan Gambar 5.12 untuk gambar secara keseluruhan dapat dilihat pada lampiran. Gambar 5.10 Kondisi jalur ganda pada stasiun Cicalengka Sta Keterangan Jalan Batas Kepemilikan PT. KAI Jalur Eksisting Jalur Rencana Bangunan Hikmat

36 63 Gambar 5.11 Kondisi jalur ganda pada jalur lurus pada Sta Keterangan Jalan Batas Kepemilikan PT. KAI Jalur Eksisting Jalur Rencana Bangunan Hikmat

37 64 Gambar 5.12 Kondisi jalur ganda pada tikungan pada STA Keterangan Jalan Batas Kepemilikan PT. KAI Jalur Eksisting Jalur Rencana Bangunan Hikmat Untuk ketentuan-ketentuan atau kriteria desain jalur kereta api ganda Cicalengka-Nagreg-Lebakjero mengikuti desain struktur jalur tase eksisting. A. Lebar dan Jarak Jalan Rel 1. Lebar jalur kereta api 1067 mm. 2. Jarak minimum antar as jalur kereta api 4 m. 3. Ruang bebas kelas 1 B. Emplasmen 1. Jarak minimum antar jalur kereta api 5,20 m. 2. Wesel menggunakan 1:2.

38 65 C. Kecepatan dan Beban Gandar 1. Kecepatan Maksimum : 120 km/jam. 2. Kecepatan di Emplasmen : 45 km/jam. 3. Beban gandar : 18 ton. D. Material 1. Jenis rel yang digunakan untuk kelas 1 R. 54 dengan karakteristik dan spesifikasi yang berlaku. 2. Alat penambat rel tipe elastis dengan persyaratan bahan sesuai dengan peraturan bahan jalan rel atau peraturan yang berlaku. Tabel 5.12 Rekapitulasi Kebutuhan Pembangunan Jalur Kereta Api No Jenis Prasarana Rencana Pembangunan Prasarana 1. Jalur rel KA Kelas jalan = kelas I Lebar Sepur = Tipe rel R 54 Jenis Bantalan = Beton Jenis penambat = pandrol e- clips Jenis sambungan = tipe melayang Tipe wesel = 1:12 Ballas Suballas Subgrade Emplasemen 2 Wesel 24 unit 4. Estimasi Biaya Pekerjaan Berikut ini merupakan rekapitulasi rencana anggaran biaya yang digunakan dalam analisis perhitungan biaya pembangunan jalur baru trase ganda kereta api antara stasiun Cicalengka-Nagreg-Lebakjero. Penjabaran secara detail estimasi rencana Anggaran Biaya (RAB) pekerjaan pembangunan jalur baru trase ganda kereta api antara stasiun Cicalengka- Nagreg-Lebakjero secara rinci terdapat pada tabel rencana anggaran biaya pada lampiran.

39 66 Tabel 5.13 Rekapitulasi rencana anggaran biaya No. URAIAN PEKERJAAN SAT VOL H. SATUAN JUMLAH (Rp.) (Rp.) 1 Pengadaan Bantalan Beton lengkap dengan penambat elastis unit 24, ,000 19,635,611,964 2 Pengadaan Bantalan Kayu dan penambat elastis unit ,055, ,673,107 3 Pengadaan Base Blate Bantalan Kayu (untuk daerah sambungan unit , ,854,741 4 Pengadaan Plat sambung dan baut lengkap (per sambungan) set ,816, ,403,611 5 Pengadaan Balas kricak m2 35, ,000 14,927,040,000 6 Pengerjaan Balas kricak m2 35, ,700 10,501,488,000 7 Pengadaan Wesel unit ,600,000,000 86,400,000,000 8 Pemasangan Bantalan Beton unit 24, , ,125,394 9 Pemasangan Bantalan Kayu (untuk sambungan) unit ,700 19,972, Pemasangan Pelat Sambung, Baut, dan Alat Penambat unit ,200 23,216, Mengebor Rel R.54 untuk tiap titik sambungan rel ttk , ,458, Muat, Angkut bongkar Rel R.54 dari lokasi penimbunan ke loka ton ,011, ,316, Pekerjaan Pemasangan Rel m'sp 14, ,400 1,889,240, Pengelasan Rel ttk 1, ,883,100 1,949,392, Membuat dan Memasang Patok km/hm per 100 m unit , ,614, Membuat dan Memasang Patok Lengkung per 10 m unit 1, , ,830, Membuat dan Memasang Patok Heling (awal dan akhir) unit ,755,625 61,446, Membuat dan Memasang Papan Lengkung (awal dan akhir) unit ,981 14,594, Pekerjaan Angkat Listring, HTT sampai kecepatan 20 km/jam m'sp 14, , ,295, Pekerjaan Angkat Listring, HTT sampai kecepatan 40 km/jam m'sp 14, ,529 1,219,527, Pekerjaan Angkat Listring, HTT sampai kecepatan 60 km/jam m'sp 14, ,883 1,326,898, Pekerjaan Angkat Listring, MTT (3 kali) m'sp 43, ,299 9,430,108, Pekerjaan Switch Over Jumlah PPN 10 % Total Dibulatkan ls ,146, ,293, ,866,402,472 15,186,640, ,053,042, ,053,000,000 Secara keseluruhan, biaya yang dibutuhkan untuk pekerjaan pembangunan jalur ganda trase baru kereta api antara stasiun Cicalengka-Nagreg-Lebakjero adalah sebesar Rp. 167,053,000,000.00,- terbilang Seratus Enam Puluh Tujuh Milyar Lima Puluh Tiga Juta Rupiah

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR STUDI TRASE JALUR GANDA KERETA API CICALENGKA-NAGREG-LEBAKJERO BANDUNG, JAWA BARAT

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR STUDI TRASE JALUR GANDA KERETA API CICALENGKA-NAGREG-LEBAKJERO BANDUNG, JAWA BARAT NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR STUDI TRASE JALUR GANDA KERETA API CICALENGKA-NAGREG-LEBAKJERO BANDUNG, JAWA BARAT Febby Ananda 2, Sri Atmaja P. Rosyidi PJNNR 3, Dian Setiawan M. 4 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI A. Struktur Jalur Kereta Api

BAB III LANDASAN TEORI A. Struktur Jalur Kereta Api BAB III LANDASAN TEORI A. Struktur Jalur Kereta Api Perencanaan jalan rel merupakan suatu konstruksi yang direncanakan sebagai prasarana atau infrastruktur perjalanan kereta api. Struktur jalan rel merupakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Kondisi Stasiun Eksisting Dalam sebuah perancangan pengembangan stasiun kereta api harus terlebih dahulu mengetahui kondisi-kondisi stasiun

Lebih terperinci

Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Surabaya -Krian

Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Surabaya -Krian Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Surabaya - Krian DISUSUN OLEH ARIA DWIPA SUKMANA 3109100012 DOSEN PEMBIMBING BUDI RAHARDJO, ST, MT. JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API SURABAYA - KRIAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Kondisi Stasiun Eksisting Stasiun Cicalengka merupakan stasiun yang berada pada lintas layanan Cicalengka-Nagreg-Lebakjero, terletak

Lebih terperinci

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana (S-1) pada Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang: a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat 1. Kondisi Eksisting Stasiun Lahat Stasiun Lahat merupakan stasiun yang berada di Jl. Mayor Ruslan, Kelurahan Pasar Baru,

Lebih terperinci

TUGAS PERENCANAAN JALAN REL

TUGAS PERENCANAAN JALAN REL TUGAS PERENCANAAN JALAN REL Pebriani Safitri 21010113120049 Ridho Fauzan Aziz 210101131200050 Niken Suci Untari 21010113120104 Aryo Bimantoro 21010113120115 BAB I Pendahuluan Latar Belakang Maksud Tujuan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA 4.1. TINJAUAN UMUM Pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang dewasa ini cukup tinggi menyebabkan mobilitas massa meningkat, sehingga kebutuhan pergerakannya pun meningkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah perpindahan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan atau tanpa menggunakan alat bantu. Transportasi merupakan unsur penting untuk

Lebih terperinci

Tabel Hasil Hitungan Galian Dan Timbunan

Tabel Hasil Hitungan Galian Dan Timbunan LAMPIRAN I Tabel Hasil Hitungan Galian Dan Timbunan 69 + 640 53,864 45,00 9,914 35896,965 45,159 44,200 69 + 740 53,784 45,00 9,834 35452,383 45,159 44,200 69 + 840 53,705 45,00 9,755 35010,340 45,159

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA STA PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU

PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA STA PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA 104+000- STA 147+200 PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU Vicho Pebiandi 3106 100 052 Dosen Pembimbing Ir. Wahyu Herijanto,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan daerah yang memiliki kepadatan penduduk paling tinggi di Indonesia. Jawa Barat merupakan sebuah provinsi yang berada di Pulau

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para

BAB III LANDASAN TEORI. Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Interaksi Sistem Kegiatan Dan Jaringan Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para perencana transportasi adalah sebagai berikut: 1. Memahami cara kerja

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 38 BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Umum Pada tahap kegiatan desain teknis ini, akan dilakukan analisis dan perhitungan lanjut yang lebih komprehensif dan mendalam yang ditujukan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Data AMDK tahun 2011 Gambar 1.1 Grafik volume konsumsi air minum berdasarkan tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Data AMDK tahun 2011 Gambar 1.1 Grafik volume konsumsi air minum berdasarkan tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Jakarta sebagai metropolitan dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat menghasilkan permasalahan mendasar yang pelik dan salah satunya adalah ketersediaan

Lebih terperinci

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API SURABAYA - KRIAN

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API SURABAYA - KRIAN JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (014) 1-5 1 PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API SURABAYA - KRIAN Aria Dwipa Sukmana, Budi Rahardjo Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Rencana Jaringan Kereta Api di Pulau Sumatera Tahun 2030 (sumber: RIPNAS, Kemenhub, 2011)

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Rencana Jaringan Kereta Api di Pulau Sumatera Tahun 2030 (sumber: RIPNAS, Kemenhub, 2011) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNAS) 2030 telah direncanakan program jangka panjang pembangunan Trans Sumatera Railways yang membentang dari Provinsi

Lebih terperinci

Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Lintas Cirebon Kroya Koridor Prupuk Purwokerto BAB I PENDAHULUAN

Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Lintas Cirebon Kroya Koridor Prupuk Purwokerto BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Seiring dengan meningkatnya kebutuhan dan perkembangan penduduk maka semakin banyak diperlukan penyediaan sarana dan prasarana transportasi yang baik untuk melancarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia, Pasifik dan Australia dengan ketiga lempengan ini bergerak saling menumbuk dan menghasilkan suatu

Lebih terperinci

1) Kegiatan Angkatan Track Dengan Metode Konvensional Pada bagian ini metode angkatan yang dilakukan adalah menentukan titik titik perdoman angkatan. Tiap titik tinggi bukanlah sebagai titik pedoman, tetapi

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Umum Pada tahap kegiatan desain teknis ini, akan dilakukan analisis dan perhitungan lanjut yang lebih komprehensif dan mendalam yang ditujukan untuk melakukan desain

Lebih terperinci

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan penduduk dan semakin menggeliatnya mobilitas ekonomi Masyarakat terutama di sektor industri, pertanian dan perkebunan menuntut kesiapan prasarana

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. TINJAUAN UMUM Pada tahap kegiatan desain teknis ini, akan dilakukan analisis dan perhitungan lanjut yang lebih komprehensif dan mendalam yang ditujukan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Kajian Pola Operasi 1. Jenis dan Kegiatan Stasiun Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 33 Tahun 2011 tentang Jenis, Kelas, dan Kegiatan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Umum Desain konstruksi jalur rel kereta api harus direncanakan sesuai dengan persyaratan teknis, dengan harapan mampu memberikan desain yang optimal dan dapat dipertanggungjawabkan.

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian atau studi yang direncanakan berada di jalur kereta api Lintas Muara Enim Lahat, yaitu dimulai dari Stasiun Muara Enim (Km 396+232) sampai

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung Perancangan tata letak jalur kereta api (KA) Stasiun Betung tidak lepas dari gambaran umum lokasi penelitian berdasaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bandara Adisucipto adalah bandar udara yang terletak di Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Semula Bandara Adisucipto

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. TINJAUAN UMUM Pada tahap kegiatan desain teknis ini, akan dilakukan analisis dan perhitungan lanjut yang lebih komprehensif dan mendalam yang ditujukan untuk melakukan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi jalan raya terjadi banyak kerusakan, polusi udara dan pemborosan bahan

BAB I PENDAHULUAN. kondisi jalan raya terjadi banyak kerusakan, polusi udara dan pemborosan bahan BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah suatu sistem yang menggerakkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lainnya, menggunakan kendaraan, kereta api, pesawat

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analaisis Tata Letak Jalur pada Stasiun Muara Enim

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analaisis Tata Letak Jalur pada Stasiun Muara Enim BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analaisis Tata Letak Jalur pada Stasiun Muara Enim 1. Kondisi Eksisting Stasiun Muara Enim Stasiun Muara Enim merupakan stasiun yang berada di Kecamatan Muara Enim, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kereta api merupakan salah satu prasarana transportasi darat yang memegang peranan penting dalam mendistribusikan penumpang dan barang antar suatu tempat. Kelebihan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan jalur tepi di sepanjang jalan tol CAWANG CIBUBUR dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan jalur tepi di sepanjang jalan tol CAWANG CIBUBUR dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Khusus Pembangunan jalur dan stasiun Light Rail Transit akan dilaksanakan menggunakan jalur tepi di sepanjang jalan tol CAWANG CIBUBUR dengan jalur layang (Elevated) dengan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 69/1998, PRASARANA DAN SARANA KERETA API *35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL ANTARA BANYUWANGI-SITUBONDO- PROBOLINGGO

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL ANTARA BANYUWANGI-SITUBONDO- PROBOLINGGO PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL ANTARA BANYUWANGI-SITUBONDO- PROBOLINGGO Oleh, RIFCHI SULISTIA ROSADI 3109100066 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

KINERJA OPERASI KERETA API BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA

KINERJA OPERASI KERETA API BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA KINERJA OPERASI KERETA API BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA Dewi Rosyani Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha Jalan Suria Sumantri 65 Bandung, Indonesia, 40164 Fax: +62-22-2017622 Phone:

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN KONSTRUKSI BAGIAN ATAS JALAN REL DALAM KEGIATAN REVITALISASI JALUR KERETA API LUBUK ALUNG-KAYU TANAM (KM 39,699-KM 60,038)

ANALISIS KELAYAKAN KONSTRUKSI BAGIAN ATAS JALAN REL DALAM KEGIATAN REVITALISASI JALUR KERETA API LUBUK ALUNG-KAYU TANAM (KM 39,699-KM 60,038) ANALISIS KELAYAKAN KONSTRUKSI BAGIAN ATAS JALAN REL DALAM KEGIATAN REVITALISASI JALUR KERETA API LUBUK ALUNG-KAYU TANAM (KM 39,699-KM 60,038) Wilton Wahab 1 * dan Sicilia Afriyani 2 1 Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015)

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di antara pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasific. Pada

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel I. 1 Data Kecelakaan Kereta Api

BAB I PENDAHULUAN. Tabel I. 1 Data Kecelakaan Kereta Api BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sistem Transportasi nasional memiliki peranan penting dalam mendukung pembangunan nasional. Besarnya jumlah penduduk Indonesia menjadikan kebutuhan akan sistem transportasi

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API I. UMUM Perkeretaapian merupakan salah satu moda transportasi yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Kereta api merupakan salah satu dari moda transportasi nasional yang ada sejak masa kolonial sampai dengan sekarang dan masa

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian dan análisis yang telah dikemukakan pada bab-bab terdahulu, maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.164, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Penetapan. Trase. Jalur Kereta Api. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 11 TAHUN 2012 TENTANG TATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 TINJAUAN UMUM PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 TINJAUAN UMUM Jembatan sebagai sarana transportasi mempunyai peranan yang sangat penting bagi kelancaran pergerakan lalu lintas. Dimana fungsi jembatan adalah menghubungkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu daerah yang memiliki cadangan batubara terbesar di Indonesia dengan potensi yang ada sekitar 22,24 miliar ton atau

Lebih terperinci

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng No. 380, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kereta Api. Jalur. Persyaratan Teknis. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 60 TAHUN 2012 TENTANG PERSYARATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di Indonesia adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Memperoleh pangan yang cukup merupakan suatu hal yang sangat penting bagi manusia agar berada dalam kondisi sehat, produktif dan sejahtera. Oleh karena itu hak untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Moda kereta api berperan untuk menurunkan biaya logistik nasional, karena daya angkutnya yang besar akan menghasilkan efisiensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pemetaan geologi merupakan salah satu bentuk penelitian dan menjadi suatu langkah awal dalam usaha mengetahui kondisi geologi suatu daerah menuju pemanfaatan segala sumber daya yang terkandung

Lebih terperinci

Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan

Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan Pulau Jawa yang termasuk dalam kelompok Kawasan Telah Berkembang di Indonesia, merupakan wilayah dengan perkembangan perekonomian yang sangat

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan 1. Analisis kapasitas lintas Dari hasil analisis Grafik perjalanan kereta api (Gapeka) 2015 didapatkan kesimpulan mengenai persentase jenis kereta api pada jalur Rewulu-Wojo.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

1. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tinjauan Umum

1. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tinjauan Umum 78 1. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Umum Perencanaan konstruksi jalur kereta api harus direncanakan sesuai persyaratan teknis sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara teknis dan ekonomis. Secara

Lebih terperinci

MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH

MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH Diklat Perencanaan dan Persiapan Pengadaan Tanah KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) sangat kaya dan berlimpah. Salah satu SDA yang cukup berlimpah tersebut terdapat di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun Menurut (Utomo 2009), pada tata letak jalur stasiun (emplasemen) yang terdiri dari jalan jalan rel yang tersusun dari sedemikian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAH ULU AN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAH ULU AN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki cakupan wilayah sangat luas, yang terdiri dari daerah daratan dan lautan. Indonesia terletak pada 6 o Lintang Selatan - 11

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Moda Angkutan Kereta Api Nasional Penyelenggaraan perkeretaapian telah menujukkan peningkatan peran yang penting dalam menunjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjaun Umum Jembatan adalah suatu struktur yang melintasi suatu rintangan baik rintangan alam atau buatan manusia (sungai, jurang, persimpangan, teluk dan rintangan lain) dan

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN PENDAHULUAN Angkutan jalan merupakan salah satu jenis angkutan, sehingga jaringan jalan semestinya ditinjau sebagai bagian dari sistem angkutan/transportasi secara keseluruhan. Moda jalan merupakan jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 TINJAUAN UMUM Jembatan sebagai sarana transportasi mempunyai peranan yang sangat penting bagi kelancaran pergerakan lalu lintas. Dimana fungsi jembatan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan terutama dalam mendorong kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional Peran perkeretaapian dalam penggerak utama perekonomian nasional telah disebutkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENENTUAN LOKASI (Route Location)

PENENTUAN LOKASI (Route Location) PENENTUAN LOKASI (Route Location) Penentuan lokasi jalan merupakan suatu tahapan dalam rekayasa jalan yang dilakukan setelah tahapan perencanaan (planning) dan sebelum tahap perancangan (design) suatu

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I.1 Tinjauan Umum

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I.1 Tinjauan Umum I-1 I BAB I PENDAHULUAN I.1 Tinjauan Umum Jembatan sebagai sarana transportasi mempunyai peranan yang sangat penting bagi kelancaran pergerakan lalu lintas. Dimana fungsi jembatan adalah menghubungkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No 60 Tahun 2012 tentang persyaratan teknis jalur kereta api, persyaratan tata letak, tata

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT - 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai suatu negara kepulauan yang mempunyai banyak sekali gunungapi yang berderet sepanjang 7000 kilometer, mulai dari Sumatera, Jawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan UU RI No 38 Tahun 2004 tentang Jalan, dijelaskan bahwa jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap

Lebih terperinci

Oleh : ARIF SETIYAFUDIN ( )

Oleh : ARIF SETIYAFUDIN ( ) Oleh : ARIF SETIYAFUDIN (3107 100 515) 1 LATAR BELAKANG Pemerintah Propinsi Bali berinisiatif mengembangkan potensi pariwisata di Bali bagian timur. Untuk itu memerlukan jalan raya alteri yang memadai.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: a. Penanganan tumburan KA 174 Kutojaya dengan

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM SAMPAI DENGAN KM ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA

KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM SAMPAI DENGAN KM ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM 109+635 SAMPAI DENGAN KM 116+871 ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA DOUBLE TRACK GEOMETRIC INVESTIGATION FROM KM 109+635 UNTIL KM 116+870 BETWEEN CIGANEA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki kurang lebih 17.504 buah pulau, 9.634 pulau belum diberi nama dan 6.000 pulau tidak berpenghuni

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Tol Pandaan-Malang dengan Jenis Perkerasan Lentur

Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Tol Pandaan-Malang dengan Jenis Perkerasan Lentur E69 Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Tol Pandaan-Malang dengan Jenis Perkerasan Lentur Muhammad Bergas Wicaksono, Istiar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI DAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN LOKASI DAN WILAYAH BAB III TINJAUAN LOKASI DAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Kondisi Umum Pegunungan Menoreh Kulonprogo 3.1.1. Tinjauan Kondisi Geografis dan Geologi Pegunungan Menoreh Pegunungan Menoreh yang terdapat pada Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa jalan dan jembatan yang merupakan bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa jalan dan jembatan yang merupakan bagian dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sarana dan prasarana sub sistem transportasi di Indonesia dapat berupa jalan dan jembatan yang merupakan bagian dari pembangunan nasional, dimaksudkan

Lebih terperinci

PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN DENGAN PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA GRESIK STA STA KABUPATEN GRESIK PROPINSI JAWA TIMUR

PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN DENGAN PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA GRESIK STA STA KABUPATEN GRESIK PROPINSI JAWA TIMUR PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN DENGAN PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA GRESIK STA 3+000 STA 6+000 KABUPATEN GRESIK PROPINSI JAWA TIMUR Adalea Ivana P 3107030064 Rendy Ajan J 3107030074 PROGRAM STUDI DIPLOMA

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

d. penyiapan bahan sertifikasi kecakapan personil serta penyiapan sertifikasi peralatan informasi dan peralatan pengamatan bandar udara.

d. penyiapan bahan sertifikasi kecakapan personil serta penyiapan sertifikasi peralatan informasi dan peralatan pengamatan bandar udara. b. pemberian bimbingan teknis di bidang peralatan informasi dan komunikasi bandar udara dan peralatan pengamanan bandar udara; c. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang peralatan informasi dan komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. murah, aman dan nyaman. Sebagian besar masalah transportasi yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. murah, aman dan nyaman. Sebagian besar masalah transportasi yang dialami BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sektor transportasi dengan sarana dan prasarana yang memadai, sangatlah diperlukan adanya untuk pertumbuhan dan perkembangan wilayah sebagai tempat kegiatan manusia

Lebih terperinci

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran

Lebih terperinci

Desa Kunir. Desa Karanggayam. Lokasi 4 Desa Kaliwungu. Lokasi 3 Desa Purwokerto. Jalan Nasional III. Desa Ngunut Lokasi 2. Lokasi 1.

Desa Kunir. Desa Karanggayam. Lokasi 4 Desa Kaliwungu. Lokasi 3 Desa Purwokerto. Jalan Nasional III. Desa Ngunut Lokasi 2. Lokasi 1. P E M E R I N T A H K A B U P A T E N B L I T A R B A D A N P E R E N C A N A A N P E M B A N G U N A N D A E R A H J a l a n S e m e r u N o m o r 4 0 T e l p. ( 0 3 4 2 ) 8 0 8 1 6 5 F a x. ( 0 3 4 2

Lebih terperinci