3. BUDIDAYA BRACHIONUS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "3. BUDIDAYA BRACHIONUS"

Transkripsi

1 3. BUDIDAYA BRACHIONUS A) PENDAHULUAN Brachionus plicatilis pertama kali diidentifikasi sebagai Hama pada kolam budidaya belut pada tahun 1950-an dan 1960-an. Dan penelitian pertama di Jepang, Rotifera dapat digunakan sebagai pakan hidup yang sesuai bagi larva ikan yang masih muda. Dua puluh lima tahun setelah penggunaan rotifera pertama kali sebagai pakan dalam pemeliharaan larva ikan, beberapa teknik budidaya untuk menghasilkan produksi rotifera yang intensif diterapkan di selunih dunia. Brachionus memiliki ukuran yang kecil dengan kecepatan renang yang lambat menjadikan mereka mangsa yang cocok bagi larva ikan yang hanya menyerap cadangan makanan tetapi belum mampu mencerna naupli Artemia. Rotifera memiliki potensi yang sangat tinggi (kepadatan hingga 2000 ind/ml) karena tingkat reproduksinya yang sangat tinggi dan dapat menghasilkan keturunan yang besar dalam waktu yang sangat singkat. B) BIOLOGI 1. Taksonomi Brachionus tennasuk dalam kelompok Rotifera, dan diklasifikasikan sebagai berikut : Phylum : Rotifer Kelas : Monogona ta Ordo : Ploima Familia : Bra chionidae Genus : Bra chionus Spesies : Bra chionus sp. 2. Morfologi Bra chionus memiliki ukuran yang kecil yaitu mikron, tetapi ada juga yang sampai 300 mikron. Tubuh Brachionus terdiri dari sekitar 1000 sel yang seharusnya tidak dianggap sebagai tanda-tanda tunggal, tetapi sebuah plasma area. Pertumbuhan hewan ini diyakini sebagai peningkatan plasma dan bukan pembelahan sel. Epidermis mengandung lapisan padat yaitu protein keratin yang disebut lorika. Bentuk lorika dan penampakan spina (tulang punggung), serta ornamen yang ada membedakan antar spesies. Tubuh Brachionus dibedakan menjadi 3 bagian yaitu kepala, tubuh, dan kaki. Bagian kepala terdapat organ untuk berputar atau Universitas Gadjah Mada 1

2 korona yang disebut cilia anular dan memiliki nama asli rotatoria. Bagian depan korona dapat ditarik masuk dan dapat memutar sesuai gerakan air untuk mengambil partikel makanan kecil (terutama alga dan detritus). Bagian tubuh terdiri dan sistem pencemaan, sistem pengeluaran, dan organ genitalia. Karakteristik organ Brachionus adalah mastax (yang dilengkapi dengan bagian yang keras karena kapur disekitar mulut), dimana sangat efektif untuk menggiling partikel yang susah dicerna. Kaki berupa struktur yang dapat ditarik masuk dengan bentuk melingkar tanpa ruas-ruas akhir pada 1 atau 4 jari. 3. Habitat dan Sifat Brachionus di alam hidup di perairan telaga, sungai, rawa, maupun danau. Tetapi jumlah yang terbanyak di air pavan. Bra chionus terdapat melimpah pada perairan yang kaya nannoplankton dan detritus. Brachionus bersifat omnivor, jenis makanannya terdiri atas perifiton, nannoplankton, detritus dan semua partikel organik yang sesuai dengan lebar mulutnya. Makanan masuk ke dalam mulutnya dibantu oleh silia yang terletak di sekitar mulut sebelah atas. Makanan dipecah oleh alat disebut trophy. Makanan yang sudah dipecah masuk ke dalam lambung untuk dicerna. 4. Siklus Hidup Masa hidup Brachionus antara 3,4-4,4 hari pada 25 C. Umumnya larva menjadi dewasa setelah 0,5-1,5 hari dan betina mulai menetaskan telur setiap 4 jam sekali betina mampu menghasilkan 10 generasi keturunan sebelum mereka mati. Lama hidup Brachionus betina lebih lama dibandingkan dengan Brachionus jantan. Brachionus betina hidup selama hari, sedangkan yang jantan berkisar 3-6 hari. Terdapat dua tipe Brachionus betina, yaitu tipe amiktik dan miktik. Satu tipe betina dapat menghasilkan sate tipe telur, yaitu telur amiktik atau miktik. Betina amiktik ialah betina yang menghasilkan telur dan melakukan pembelahan meiosis. Telur amiktik apabila tidak dibuahi menghasilkan telur yang ukurannya kecil. Apabila telur dibuahi, menghasilkan telur yang ukurannya besar yang disebut telur dorman, dengan kulit tebal dan akan berkembang menjadi betina yang bersifat amiktik. Generasi selanjutnya dapat bersifat amiktik atau miktik. Sedangkan betina miktik adalah betina yang menghasilkan telur secara parthenogenesis. Universitas Gadjah Mada 2

3 Berikut ini adalah gambaran reproduksi seksual dan parthenogenetikal pada Brachionus : Gambar 26. Reproduksi Brachionus secara seksual dan parthenogenesis C) NILAI NUTRISI BRACHIONUS 1. Pengayaan HUFA (n-3) a. Alga Tingginya kandungan asam lemak essensial Asam Eicosapentaenoic (EPA) dan Asam Docosahexaaeonic (DHA) pada beberapa mikroalga menjadikan mereka makanan hidup yang baik bagi rotifera. Pengayaan dengan HUFA dilakukan dengan pemeliharaan bersama antara Brachionus bersama alga ( sel alga/ ml), sehingga terjadi kerjasama dalam menghasilkan asam lemak essensial dalam waktu beberapa jam dan membuat keseimbangan dengan MA / EPA pada tingkat di atas 2 untuk Brachionus-lsochrysis. Universitas Gadjah Mada 3

4 b. Formula Makanan Brachionus tumbuh pada penggantian diet CS yang terdapat komposisi yang baik 5,4 mg bahan kering EPA; 4,4 ing DHA; dan 15,6 mg (n-3) HUFA. c. Minyak Emulsi Salah satu cara yang murah untuk pengayaan Brachionus adalah dengan menggunakan minyak emulsi, karena minyak emulsi skala rumah tangga dapat disiapkan dari lichitin telur dan minyak ikan. Emulsi komersial yang dijual umumnva lebih stabil dan mengandung komposisi HUFA. 2. Pengayaan Vitamin C Kekurangan vitamin C pada larva ikan menyebabkan terjadinya kelainan bentuk operculum. Kandungan vitamin C berpengaruh pada makanan Brachionus yaitu pada tingkat asam askorbat (AA) antara budidaya dan pengayaan. Misalnya, budidaya Brachionus pada media ragi roti yang mengandung 150 mg vit C/ g berat kering dan media chlorella yang mengandung 2300 mg vit C/ g berat kering. Penyuburan Brachionus dengan AA dapat diikuti dengan penggunaan AP (Ascorbyl palmitat) sebagai sumber tambahan vitamin C. AP diubah olel Brachionus menjadi AA aktif hingga mencapai 1700 mg/g berat kering setelah peyimpanan 24 jam pengayaan dengan menggunakan 5% emulsi AP Kandungan nutrisi Brachionus ketika dijadikan makanan bagi larva tidak berubah. 3. Pengayaan Protein Protein hanya digunakan dalam diet pengayaan khususnya dirancang untuk penyuburan protein Brachionus. Tingginya kandungan protein yang digunakan dalam budidaya meningkat secara kontinyu dan berkembang selama periode pengayaan. Umumnya digunakan untuk hal yang sama sebagai minyak emulsi dan didistribusikan di tangki dengan konsentrasi 125 mg/ liter air Iaut dengan interval 2 kali yaitu antara 3-4 jam. 4. Penyimpanan Brachionus Pemanenan Brachionus yang tidak mengalami pengayaan seharusnya diberi filter yang diletakkan di bawah permukaan air. Pemanenan pada pengayaan Brachionus dilakukan dengan perhatian yang lebih ekstrim agar mereka tetap dalam keadaan bersama dalam 1 rumpun. Khususnya ketika pemanenan binatang yang dikayakan sebelum dicuci, aerasi dapat menghasilkan kelompok-kelompok. Brachionus tidak dapat dimakan dengan segera karena membutuhkan penyimpanan dalam suhu yang dingin (4 C) agar dapat menjaga kualitas nutrisi Universitas Gadjah Mada 4

5 mereka. Selama masa kelaparan pada suhu 25 C, Brachionus dapat kehilangan 26 % berat tubuhnya sebagai basil dan metabolisme. Brachionus pada saat lapar (didukung dengan minyak emulsi, diet mikropartikular atau mikroalga) sebelum diberikan sebagai pakan pada larva ikan (prosedur pengayaan secara tidak langsung) menurunkan kandungan asam lemak dengan sangat cepat. Pengayaan dalam waktu yang lama (secara langsung) dapat meningkatkan kandungan asam lemak Brachionus. Cadangan asam lemak ini lebih stabil dan dapat turun dengan cepat selama lapar. D) PRODUKSI DAN PENGGUNAAN KISTA BRACHIONUS Produksi massal Brachionus sebagai makanan larva melalui reproduksi ainiktik dapat menguntungkan ketika produksi telur istirahat digunakan sebagai bibit. Telur yang istirahat ini sering disebut sebagai kista yang relatif besar (volume mencapai 60 % dari ukuran normal betina dewasa) yang ideal untuk penyimpanan dan transport, serta dapat digunakan sebagai inokulan pada budidaya massal. Telur yang istirahat akan tenggelam dan dapat dipanen. Pada kasus sampah yang banyak di dasar perairan, pergantian air diperlukan dengan air asin agar telur istirahat dapat mengapung dan dapat dikumpulkan pada permukaan perairan. Telur istirahat dalam keadaan kering dapat disimpan lebih dan 1 tahun ketika ditempatkan pada air laut, pada suhu 25 C dengan kondisi sinar yang rendah. Telur yang istirahat ini dapat didisinfeksi dengan antibotik dengan dosis yang besar, sehingga Brachionus yang dihasilkan bebas dari bakteri. E) BUDIDAYA 1. Brachionus Air Asin / Laut a. Salinitas Meskipun Brachionus plicatill.s dapat bertahan pada jangkauan salinitas yang leas yaitu dari 1 97 ppt, reproduksi optimal hanya dapat dilakukan di bawah salinitas 35 ppt. Jika rotifera hendak dijadikan makanan bagi predator yang hidup pada salinitas berbeda (± 5 ppt), rotifera dapat diadaptasikan pada salinitas yang sangat berbeda yang mungkin akan menghambat aktifitas renang rotifera atau dapat menyebabkan kematian. b. Temperatur Suhu optimal bagi budidaya rotifera didasarkan pada morfotipe rotifera yaitu tipe-l yang dapat beradaptasi pada suhu rendah dibanding tipe-s. Pada umumnya peningkatan suhu hingga batas optimal akan meningkatkan aktititas untuk reproduktif dan di bawah suhu optimal akan menyebabkan penurunan Universitas Gadjah Mada 5

6 populasi secara perlahan. Efek suhu terhadap dinamika populasi adalah sebagai berikut : Suhu ( C) Perkembangan embrio (hari) , 0.6 Betina bertelur pertama kali (hari) Jarak/ selang waktu peneluran (jam) Lama hidup (hari) Jumlah telur selama betina hidup c. DO/ Oksigen Terlarut Brachionus dapat bertahan hidup pada air yang mengandung sekurangkurangnya 2 mg/l oksigen terlarut. Oksigen terlarut pada budidaya tergantung pada suhu, salinitas, kepadatan Brachionus, dan tipe makanan. Aerasi sehanisnya tidak begitu kuat untuk menghindari kerusakan fisik populasi. d. ph Brachionus hidup pada ph 6,6, meskipun lingkungan alami mereka di bawah kondisi budidaya memberikan hasil yang baik yakni di atas ph 7,5 e. Amonia (NH 3 ) Rasio NH 3 / NH + 4 dipengaruhi oleh temperatur dan ph air. Tingginya tingkat amonia yang tidak terionisasi bersifat racun bagi Brachionus, tetapi kondisi NH 3 di bawah 1 mg / L aman bagi Brachionus. f. Kompetitor Ciliata (Halotrica dan Hypotrica) seperti Uronenta sp. Dan Euplotes sp. tidak diharapkan dalam budidaya intensif karena mereka menjadi pesaing Brachionus dalam memperoleh makanan. Ciliata umumnya muncul pada kondisi sub optimal dan berkembang untuk bersaing dengan Brachionus. Ciliata menghasilkan sisa metabolisme yang akan meningkatkan NO - 2 di perairan dan menyebabkan penurunan ph. Langkah pencegahan Ciliata sebelum memulai usaha budidaya adalah dengan penambahan formalin dengan konsentrasi 20 mg / L, 24 jam sebelum inokulasi Brachionus. Penyaringan dan pembersihan Brachionus menggunakan penyaring plankton (< 50 m) dapat menurunkan jumlah Ciliata. g. Bakteri Pseudomonas dan Acinetobacter merupakan bakteri menguntungkan yang dapat dijadikan somber makanan tambahan penting bagi Brachionus. Beberapa spesies Pseudomonas berperan dalam sintesis vitamin B 12 yang merupakan Universitas Gadjah Mada 6

7 faktor pembatas dalam budidaya Brachionus. Meskipun beberapa bakteri tidak bersifat patogen bagi rotifera, seharusnya dapat dihindarkan sejak awal akumulasi karena transfer melalui rantai makanan dapat mengganggu predator (larva ikan). 2. Brachionus Air Tawar Brachionus calcyllorus dan Brachionus rubens merupakan rotifera yang biasa dibudidayakan di perairan tawar. Mereka memiliki toleransi terhadap temperatur antara C. Di lingkungan alami mereka, mereka tumbuh subur di perairan dengan berbagai macam komposisi ion. Brachionus calcyllorus dapat dibudidayakan di medium sintetis yang mengandung 96 mg NaHCO 3, 60 mg CaSO 4. 2H 2 O, 60 mg MgSO 4 dan 4 mg KCI pada air yang sudah diionisasi. ph optimal 6-8 pada 25 C, kadar oksigen terlarut minimum 1,2 mg/ L. Tingkat amonia bebas 3-5 mg/ L dapat menghambat reproduksi. Brachionus calcyllorus dan Brachionus rubens berhasil digabung dengan mikroalga Scenedesmus coctalo-granulatus, Kirchneriella contorta, Phacus pyrum, dan Chlorella sp., pada ragi atau makanan diet buatan "Culture Selco " (CS) dan Roti-Rich. 3. Teknik Budidaya Produksi intensif Brachionus biasanya dilakukan di dalam ruangan yang lebih terpercaya dibanding prosuksi intensif di luar ruangan. Pada dasarnya, strategi produksi sama antara fasilitas indoor dan outdoor, tetapi kepadatan awal dan panen yang tinggi memungkinkan penggunaan tangki produksi yang kecil ( umumnya 1-2 m 3 ) dengan fasilitas intensif indoor. a. Ketersediaan / stok budidaya Brachionus Volume budidaya Brachionus yang besar pada alga, ragi roti atau makanan buatan selalu memiliki resiko yang berupa kematian mendadak pada populasi Brachionus. Kegagalan teknis atau manusia dan juga kontaminasi oleh patogen atau persaingan dalam memperoleh makanan merupakan sebab utama rendahnya reproduksi yang dapat dihasilkan pada populasi yang kompleks. Budidaya Brachionus yang hanya mengandalkan sistem budidaya re-inokulasi sangat beresiko. Untuk meminimalkan resiko ini, budidaya dalam jumlah kecil dilakukan dalam botol tertutup pada ruang terisolasi untuk menghindari kontaminasi oleh bakteri dan atau Ciliata. Bibit awal pemeliharaan dapat diperoleh dari alam bebas atau dari hatchery ikan/ udang. Sebelum digunakan dalam siklus produksi, inokulum Universitas Gadjah Mada 7

8 pertama kali harus didisinfeksi / mematikan kuman. Disinfeksi yang ganas dengan mematikan Brachionus yang bebas berenang, tetapi bukan telurnya dengan menggunakan antibiotik (misalnya : erythromycin 10 mg/l, Chloramphenicol 10 mg/l, Sodium oxolinate 10 mg/l, pennicilin 100 mg/l, Streptomycin 20 mg/l) atau dengan desinfektan. Telur kemudian dipisahkan dari tubuh yang sudah mati dengan disaring dengan saringan ukuran 50 m dan diinkubasi untuk ditetaskan dan menghasilkan keturunan yang digunakan untuk budidaya stok. Budidaya stok Brachionus dalam ruangan ( 28 C ± 1 C) dengan menggunakan botol kecil (pipa sentrifugal berbentuk kerucut) yang sebelumnya diatur dengan lubang pergantian udara. Setiap pergantian air dicampur dengan udara tertutup (± 8 ml) memberikan oksigen yang cukup untuk Brachionus. Lampu pijar 3000 lux ditempatkan pada jarak 20 cm dari pipa. Untuk budidaya air laut ditambahkan air laut hingga salinitas 25 ppt. Pada hari berikutnya, kelebihan NaOCl dinetralisir dengan menggunakan Na 2 S 2 O 3. Inokulasi pertama dilakukan dengan kepadatan awal 2 rotifera/ml. Makanan terdiri dari Chlorella laut. Konsentrasi alga sekitar set/ml. Alga segar dengan konsentrasi 4 ml ditambahkan setiap hari. Setelah 1 minggu kepadatan Brachionus seharusnya meningkat dari 2 hingga 200 ind / ml. Peningkatan Brachionus merupakan bagian kecil dalam menentukan stok dan jumlah Brachionus yang dapat digunakan untuk peningkatan skala. b. Peningkatan skala budidaya stok Peningkatan skala Brachionus dalam sistem yang tetap menggunakan erlenmeyer 500 ml yang ditempatkan pada 2 cm dari lampu pijar 5000 lux. Suhu erlenmeyer diatur tidak lebih dari 30 C. Stok Brachionus dengar kepadatan 50 ind/ml membutuhkan 400 ml alga segar (Chlorella 1, sel dan ditambah 50 ml setiap hari untuk menambah suplai makanan Selama 3 hari konsentrasi Brachionus dapat meningkat hingga 200 ind / ml Dalam waktu yang singkat ini, aerasi tidak diperlukan. Pertama kali Brachionus meningkat dengan kepadatan ind ml dan disaring dengan menggunakan 2 kasa saring. Ukuran lubang bagian atas (200 m) menahan partikel sampah yang besar, sedangkan bagian bawah (50 m) mengumpulkan Brachionus. Penyaringan tidak membuat air untuk Brachionus tersumbat dan berkurang dengan batas kurang dari 1 % Konsentrasi Brachionus kemudian didistribusikan ke beberapa botol berukuran 15 liter yang dipenuhi dengan air 2 l dengan kepadatan 50 ind / ml. Untuk menghindari kontaminasi Ciliata, udara disaring dengan menggunakan filter Universitas Gadjah Mada 8

9 karbon aktif. Alga segar disupali setiap hari. Setelah penambahan alga ± 1 minggu, budidaya Brachionus pada 15 liter botol dapat digunakan untuk inokulasi budidaya massal. c. Produksi massal menggunakan alga dan ragi Mikroalga merupakan makanan rendah lemak yang baik untuk Brachionus dan dapat memberikan hasil panen yang tinggi bila alga tersedia dalam jumlah yang cukup disertai dengan pengelolaan yang tepat. Budidaya Brachionus secara massal dengan menggunakan alga sebagai makanan dapat dilakukan pada tangki besar berukuran lebih dari 50 m 3 atau dengan tangki ukuran liter dengan populasi awal Brachionus ind/ ml. Ragi roti merupakan partikel yang berukuran kecil (5-7 m) dan mengandung protein tinggi serta cocok untuk makanan Brachionus. Penambahan komponen-komponen penting pada makanan Brachionus atau pada media budidaya Brachionus diusahakan tetap dengan menggunakan partikel mikro dan formula pengemulsi. Ragi roti yang biasa digunakan adalah ragi roti segar, ragi roti instan, ragi laut (candida) atau ragi Rhodotorula. Produksi massal Brachionus dengan menggunakan alga dan ragi roti dilakukan dengan 2 model budidaya, yaitu : - Sistem budidaya "Batch" (sejumlah) Tangki kapasitas 1200 liter diisi setengah penuh dengan kepadatan alga sel / ml. Kemudian dinokulasikan Brachionus dengan kepadatan 100 ind/ ml. Salinitas dibuat 23 ppt dan suhu 30 C. Ragi roti yang aktif pada hari pertama diberikan 2 kali sehari dengan kuantitas Brachionus 0,25 g/10-6. Hari berikutnya tangki dipenuhi dengan alga dengan kepadatan yang sama dan ragi roti 0,375 g/ 10 6 Brachionus ditambahkan tiap 2 kali sehari. Pada hari berikutnya Brachionus bisa dipanen dan tangki baru diinokulasi. - Sistem budidaya semi-kontinyu Pada teknik budidaya ini Brachionus dipelihara pada tangki berkapasitas 1200 liter selama 5 hari. Selama 1-2 hari pertama volume air untuk budidaya dilipatgandakan dengan kepadatan Brachionus separuh. Hari berikutnya, separuh dari volume tangki dipanen dan dipenuhi kembali untuk menurunkan kepadatan hingga separuhnya. 5 hari tangki dipanen dan prosedur awal dilakukan kembali. Universitas Gadjah Mada 9

10 d. Produksi massal menggunakan formula makanan rendah lemak Penggunaan formula diet sebagain makanan Brachionus berperan sebagai tambahan bagi kehidupan mikroalga dan dalam waktu yang sama dapat digabung dengan EFA dan vitamin. Karakteristik fisik makanan yang optimal bagi Brachionus yaitu : partikel berukuran 7 m. berupa suspensi. tetap di kolam air dan dengan aerasi yang kuat tidak lumer. Diet dibutuhkan sebagai tambahan makanan di perairan sebelumnya, dimana di satu sisi sebagai makanan dan di sisi lain digunakan untuk aerasi dan penyerap dingin. Produksi massal dilakukan dengan tangki berkapasitas 100 liter dengan dinding, gelap halus (polyethylene) dan dijaga dalam keadaan yana teduh. Media budidaya terdiri dari air laut 25 ppt (untuk Brachionus air laut) pada suhu 25 C. Penggantian air tidak dilakukan selama 4 hari pemeliharaan. Pengeluaran udara dipasang beberapa cm di atas dasar tangki berbentuk kerucut untuk memudahkan sedimentasi dan untuk menyingkirkan partikel sampah. Kepadatan awal Brachionus 200 ind / ml dan distribusi makanan dalam jumlah yang sedikit dengan interval waktu pemberian setiap jam. Suspensi makanan dijaga dalam refrigerator pada suhu 4 C selama 30 jam. Penerapan standar strategi budidaya ini menggandakan populasi yang dihasilkan setiap 2 hari, pencapaian kepadatan panen sekitar 600 ind/ ml setelah 4 hari yang mana lebih baik dibandingkan dengan teknik tradisional dengan menggunakan alga dan ragi roti. e. Peningkatan kepadatan Brachionus Peningkatan kepadatan Brachionus dapat menimbulkan resiko stres dan dapat menurunkan rata-rata pertumbuhan reproduksi seksual, tetapi apabila telur terus dikontrol akan memberikan basil yang baik. Peningkatan Brachionus pada kepadatan tinggi memiliki pengaruh langsung terhadap rasio telur. Penurunan rata-rata dan 30 % pada kepadatan 150 Brachionus / ml menjadi 10 % pada kepadatan 2000 Brachionus / ml dan kurang dan 5 % dengan kepadatan 5000 Brachionus / ml. Pemeliharaan budidaya dengan rasio telur yang rendah ini lebih beresiko dan sistem ini seharusnya hanya digunakan pada kondisi yang terkontrol. Pengelolaan kepadatan Brachionus dapat dilakukan dengan penambahan konsentrat Chlorella air tawar, ragi roti, dan ragi yang mengandung minyak ikan. ChloreIla air tawar digunakan sebagai suplemen vitamin B 12. Pada budidaya yang bersitat kontinyu, populasi Brachionus berlipat ganda setiap hari. Dalam budidaya Brachionus ini dilakukan pergantian air Universitas Gadjah Mada 10

11 setiap hari. Penggunaan sistem ini rata-rata kepadatannya sekitar 1000 Brachionus./ ml dengan puncak inaksimum 3000 ind/ ml. 4. Panen Pemanenan skala kecil dilakukan dengan pipa yang disambungkan tangki budidaya dengan kantong penyaring yang berukuran m. Jika cara ini tidak dilakukan, penyaring yang direndam dalam perairan akan membahayakan Brachionus dan akan menyebabkan kematian. Universitas Gadjah Mada 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Brachionus plicatilis O. F. Muller Djarijah (1995) mengatakan bahwa Brachionus plicatilis merupakan organisme eukariot akuatik yang termasuk ke dalam zooplankton yang bersifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan utama bagi larva ikan yaitu pakan alami. Pakan alami, seperti

I. PENDAHULUAN. Pakan utama bagi larva ikan yaitu pakan alami. Pakan alami, seperti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha budidaya perikanan sangat dipengaruhi oleh kualitas benih dan pakan. Pakan utama bagi larva ikan yaitu pakan alami. Pakan alami, seperti plankton. Plankton sangat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Brachionus plicatilis O. F. Muller Ciri khas dasar pemberian nama rotatoria atau rotifera adalah terdapatnya suatu bangunan yang disebut korona. Korona ini berbentuk

Lebih terperinci

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) 1 Deskripsi METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan produksi massal benih ikan hias mandarin (Synchiropus splendidus),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) Oleh Adi Hardiyanto, Marwa dan Narulitta Ely ABSTRAK Induk ikan mandarin memanfaatkan pakan untuk reproduksi. Salah satu

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

MODUL: BUDIDAYA ROTIFERA

MODUL: BUDIDAYA ROTIFERA BDI-T/1/1.2 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR BUDIDAYA PAKAN ALAMI AIR TAWAR MODUL: BUDIDAYA ROTIFERA DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Materi Penelitian

METODE PENELITIAN. Materi Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2006, di PT Centralpertiwi Bahari yang berlokasi di Desa Suak, Kecamatan Sidomulyo, Lampung Selatan.

Lebih terperinci

BAB 3 BAHAN DAN METODE

BAB 3 BAHAN DAN METODE BAB 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April Mei 2007 di Laboratorium Ekologi Hewan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik Diamond Interest Grow dengan Dosis Berbeda terhadap Pertumbuhan Populasi Rotifera (Brachionus plicatilis)

Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik Diamond Interest Grow dengan Dosis Berbeda terhadap Pertumbuhan Populasi Rotifera (Brachionus plicatilis) Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 2, Juni 2015 Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik Diamond Interest Grow dengan Dosis Berbeda terhadap Pertumbuhan Populasi Rotifera (Brachionus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2013 sampai Mei 2013 dilaksanakan di Hatchery Ciparanje, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN PLANKTON UNTUK PEMBENIHAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) PADA HATCHERI SKALA RUMAH TANGGA

EFISIENSI PENGGUNAAN PLANKTON UNTUK PEMBENIHAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) PADA HATCHERI SKALA RUMAH TANGGA 869 Efisiensi penggunaan plankton untuk pembenihan... (Suko Ismi) EFISIENSI PENGGUNAAN PLANKTON UNTUK PEMBENIHAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) PADA HATCHERI SKALA RUMAH TANGGA ABSTRAK Suko Ismi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. secara taksonomi termasuk ke dalam kelompok crustacea renik yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. secara taksonomi termasuk ke dalam kelompok crustacea renik yang 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daphnia sp 2.1.1 Klasifikasi Daphnia sp. Daphnia sp. secara taksonomi termasuk ke dalam kelompok crustacea renik yang hidup secara umum di perairan tawar (Pangkey 2009). Beberapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Daphnia sp 1. Biologi Daphnia sp a. Taksonomi Daphnia sp Daphnia sp mempunyai lebih dari 20 spesies dari genusnya dan hidup pada berbagai jenis perairan tawar, terutama di daerah

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

BAB 3 BAHAN DAN METODE

BAB 3 BAHAN DAN METODE BAB 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Metode Penelitian Penelitian: Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis O. F Muller Dengan Penambahan Vitamin C Pada Media CAKAP dilaksanakan pada bulan Mei 2010 di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2009 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMIJAHAN, PENETASAN TELUR DAN PERAWATAN LARVA Pemijahan merupakan proses perkawinan antara induk jantan dengan induk betina. Pembuahan ikan dilakukan di luar tubuh. Masing-masing

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ciri khas yang merupakan dasar pemberian nama Rotatoria atau Rotifera adalah terdapatnya suatu bangunan yang disebut korona. Korona ini bentuknya bulat dan berbulubulu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antena dorsal dan 2 buah antenna lateral. Pada ujung antenna biasanya terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. antena dorsal dan 2 buah antenna lateral. Pada ujung antenna biasanya terdapat TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Umum Rotifera Rotifera merupakan sejenis organisme air yang memiliki klasifikasi menurut Ruutner dan Kolisko (1974) diacu oleh Dikkurahman (2003) sebagai berikut Phylum Kelas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Brachionus plicatilis menurut Edmonson (1963) adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Brachionus plicatilis menurut Edmonson (1963) adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Brachionus plicatilis a. Klasifikasi Klasifikasi Brachionus plicatilis menurut Edmonson (1963) adalah Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Rotifera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan budidaya ikan, pakan dibagi menjadi dua jenis, pakan buatan dan

I. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan budidaya ikan, pakan dibagi menjadi dua jenis, pakan buatan dan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu input penting dalam budidaya ikan. Pakan menghabiskan lebih dari setengah biaya produksi dalam kegiatan budidaya ikan. Dalam kegiatan budidaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan. Permasalahan yang sering dihadapi adalah tingginya

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PROSES DAN INFRASTRUKTUR HATCHERY IKAN KERAPU (Epeinephelus, Cromileptes, dll) Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) IKAN KERAPU Ikan kerapu merupakan komoditas eksport yang bernilai ekonomis tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1. Klasifikasi Secara biologis ikan lele dumbo mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis lele lainnya, yaitu lebih mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cukup tinggi, contohnya pada pembenihan ikan Kerapu Macan (Epinephelus

I. PENDAHULUAN. cukup tinggi, contohnya pada pembenihan ikan Kerapu Macan (Epinephelus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha pembenihan ikan laut berkembang pesat dan memiliki nilai jual yang cukup tinggi, contohnya pada pembenihan ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) dan Kerapu

Lebih terperinci

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi 1 Udang Galah Genjot Produksi Udang Galah Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi gaya rumah susun. Setiap 1 m² dapat diberi 30 bibit berukuran 1 cm. Hebatnya kelulusan hidup meningkat

Lebih terperinci

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan keseragaman.induk yang baik untuk pemijahan memiliki umur untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar. Spirulina

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Untuk mendukung usaha tersebut dibutuhkan Balai Benih Ikan. ikan. Ketika usaha pemeliharaan atau pembesaran berkembang dibutuhkan bibit

PENDAHULUAN. Untuk mendukung usaha tersebut dibutuhkan Balai Benih Ikan. ikan. Ketika usaha pemeliharaan atau pembesaran berkembang dibutuhkan bibit PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha budidaya perikanan di Indonesia sudah tumbuh dan berkembang. Untuk mendukung usaha tersebut dibutuhkan Balai Benih Ikan. Upaya pengembangan budidaya itu diawali dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan Ben s Fish Farm mulai berdiri pada awal tahun 1996. Ben s Fish Farm merupakan suatu usaha pembenihan larva ikan yang bergerak dalam budidaya ikan konsumsi, terutama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Larva Rajungan. Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Larva Rajungan. Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Larva Rajungan Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva Tingkat perkembangan rajungan pada umumnya tidak berbeda dengan kepiting bakau. Perbedaannya hanya pada fase

Lebih terperinci

Modul Praktikum Plankton Budidaya Daphnia sp. Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD

Modul Praktikum Plankton Budidaya Daphnia sp. Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD 2014 Modul Praktikum Plankton Budidaya Daphnia sp. Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD I. Pendahuluan Daphnia adalah jenis zooplankton yang hidup di air tawar yang mendiami kolam-kolam, sawah,

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan

I. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan alami memiliki peran penting dalam usaha akuakultur, terutama pada proses pembenihan. Peran pakan alami hingga saat ini belum dapat tergantikan secara menyeluruh.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Plankton adalah organisme yang hidup melayang layang atau mengambang di

TINJAUAN PUSTAKA. Plankton adalah organisme yang hidup melayang layang atau mengambang di 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Plankton Plankton adalah organisme yang hidup melayang layang atau mengambang di atas permukaan air dan hidupnya selalu terbawa oleh arus, plankton digunakan sebagai pakan alami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas perikanan budidaya yang permintaannya terus meningkat dan berkembang pesat. Udang vannamei memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di alam yang berguna sebagai sumber pakan yang penting dalam usaha

I. PENDAHULUAN. di alam yang berguna sebagai sumber pakan yang penting dalam usaha 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan terdiri dari pakan buatan dan pakan alami. Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dan disesuaikan dengan jenis hewan baik ukuran, kebutuhan protein, dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Jl. Peta No. 83, Bandung, Jawa Barat 40232, selama 20 hari pada bulan Maret April 2013. 3.2 Alat dan

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMBERIAN KOMBINASI FITOPLANKTON DAN RAGI DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN ROTIFERA

OPTIMASI PEMBERIAN KOMBINASI FITOPLANKTON DAN RAGI DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN ROTIFERA OPTIMASI PEMBERIAN KOMBINASI FITOPLANKTON DAN RAGI DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN ROTIFERA (Brachionus sp) Andi Khaeriyah Program Studi Budidaya Perairan Universitas Muhammadiyah Makassar

Lebih terperinci

telur, dimana setelah jam diinkubasi pada suhu 25 C kista akan menetas

telur, dimana setelah jam diinkubasi pada suhu 25 C kista akan menetas Siklus hidup Artemia (gambar 3) dimulai pada saat menetasnya kista atau telur, dimana setelah 15-20 jam diinkubasi pada suhu 25 C kista akan menetas manjadi embrio. Selanjutnya dalam waktu beberapa jam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian

III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Mei Juni 2014, di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. 3.2 Alat dan Bahan Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha budidaya ikan pada dewasa ini nampak semakin giat dilaksanakan baik secara intensif maupun ekstensif. Usaha budidaya tersebut dilakukan di perairan tawar, payau,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan salah satu sumber gizi penting untuk proses kelangsungan

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan salah satu sumber gizi penting untuk proses kelangsungan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu sumber gizi penting untuk proses kelangsungan hidup manusia. Ikan mengandung zat gizi utama berupa protein, lemak, vitamin dan mineral. Protein

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mudjiman (2008), menyatakan bahwa Moina sp merupakan kelompok udang renik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mudjiman (2008), menyatakan bahwa Moina sp merupakan kelompok udang renik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ciri-ciri dan klasifikasi Moina sp 1. Ciri-ciri dan morfologi Moina sp Mudjiman (2008), menyatakan bahwa Moina sp merupakan kelompok udang renik yang termasuk dalam filum Crustacea,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin TINJAUAN PUSTAKA Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons) Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin dalam Rahman (2012), sistematika ikan black ghost adalah sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

MODUL: PENETASAN Artemia

MODUL: PENETASAN Artemia BDI-T/1/1.4 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR BUDIDAYA PAKAN ALAMI MODUL: PENETASAN Artemia DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN

Lebih terperinci

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Desa Hanura, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi

Lebih terperinci

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Tujuan Tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah mengetahui teknik kultur Chaetoceros sp. dan Skeletonema sp. skala laboratorium dan skala massal serta mengetahui permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

VIABILITAS ROTIFER Brachionus rotundiformis STRAIN MERAS PADA SUHU DAN SALINITAS BERBEDA

VIABILITAS ROTIFER Brachionus rotundiformis STRAIN MERAS PADA SUHU DAN SALINITAS BERBEDA VIABILITAS ROTIFER Brachionus rotundiformis STRAIN MERAS PADA SUHU DAN SALINITAS BERBEDA Erly Y. Kaligis Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat Manado 95115 E-mail: erly_kaligis@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan)

USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan) USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan) Melalui berbagai media komunikasi pemerintah selalu menganjurkan kepada masyarakat untuk makan ikan. Tujuannya adalah untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Brachionus plicatilis Brachionus plicatilis merupakan salah satu Rotifera yang diklasifikasikan berdasarkan tingkat hirarkinya Edmonson (1963) sebagai berikut: Phylum

Lebih terperinci

TEKNIK PEMELIHARAAN LARVA UNTUK PENINGKATAN MUTU BENIH KERAPU PADA PRODUKSI MASSAL SECARA TERKONTROL

TEKNIK PEMELIHARAAN LARVA UNTUK PENINGKATAN MUTU BENIH KERAPU PADA PRODUKSI MASSAL SECARA TERKONTROL 331 Teknik pemeliharaan larva untuk peningkatan mutu benih... (Suko Ismi) TEKNIK PEMELIHARAAN LARVA UNTUK PENINGKATAN MUTU BENIH KERAPU PADA PRODUKSI MASSAL SECARA TERKONTROL ABSTRAK Suko Ismi dan Yasmina

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Kolam Pemijahan Kolam pemijahan dibuat terpisah dengan kolam penetasan dan perawatan larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga mudah

Lebih terperinci

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Oleh: Ibnu Sahidhir Kementerian Kelautan dan Perikanan Ditjen Perikanan Budidaya Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee 2011 Biologi Benih Kerapu Pemakan daging Pendiam,

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil silangan antara Clarias gariepinus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22 Dikenal sebagai nila merah taiwan atau hibrid antara 0. homorum dengan 0. mossombicus yang diberi nama ikan nila merah florida. Ada yang menduga bahwa nila merah merupakan mutan dari ikan mujair. Ikan

Lebih terperinci

Pakan Alami : Artemia. Klasifikasi. Morfologi

Pakan Alami : Artemia. Klasifikasi. Morfologi Pakan Alami : Artemia Artemia merupakan pakan alami yang sangat penting dalam pembenihan ikan laut, krustacea, ikan konsumsi air tawar dan ikan hias. Ini terjadi karena Artemia memiliki nilai gizi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. 3.2 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas Keadaan yang mendekati atau melampaui batas toleransi. Kondisi batas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tawes 2.1.1 Taksonomi Tawes Menurut Kottelat (1993), klasifikasi ikan tawes adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata Classis Ordo Familia Genus Species : Pisces : Ostariophysi

Lebih terperinci

Analisis Hayati UJI TOKSISITAS. Oleh : Dr. Harmita

Analisis Hayati UJI TOKSISITAS. Oleh : Dr. Harmita Analisis Hayati UJI TOKSISITAS Oleh : Dr. Harmita Pendahuluan Sebelum percobaan toksisitas dilakukan sebaiknya telah ada data mengenai identifikasi, sifat obat dan rencana penggunaannya Pengujian toksisitas

Lebih terperinci

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan Kelangsugan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Nilem Pada penelitian yang dilakukan selama 30 hari pemeliharaan, terjadi kematian 2 ekor ikan dari total 225 ekor ikan yang digunakan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

PENETASAN ARTEMIA Laporan Praktikum Pakan Alami Program Studi Budidaya Perairan, Program Sarjana, Universitas Haluoleo ARDANA KURNIAJI (I1A )

PENETASAN ARTEMIA Laporan Praktikum Pakan Alami Program Studi Budidaya Perairan, Program Sarjana, Universitas Haluoleo ARDANA KURNIAJI (I1A ) PENETASAN ARTEMIA Laporan Praktikum Pakan Alami Program Studi Budidaya Perairan, Program Sarjana, Universitas Haluoleo ARDANA KURNIAJI (I1A2 10 097) ABSTRAK Artemia atau brine shrimp merupakan salah satu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Udang windu menurut Mujiman dan Suyanto (2003) tergolong ke. Sub Ordo : Matantia. Famili: Penaedae.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Udang windu menurut Mujiman dan Suyanto (2003) tergolong ke. Sub Ordo : Matantia. Famili: Penaedae. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Udang Windu (Penaeus monodon) 2.1.1 Klasifikasi Klasifikasi Udang windu menurut Mujiman dan Suyanto (2003) tergolong ke dalam Filum : Arthropoda Sub Filum : Mandibulata

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Diaphanosoma sp. 1. Klasifikasi Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut: Fillum Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Arthropoda : Crustacea : Branchiopoda : Cladocera

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kegiatan budidaya perikanan semakin berkembang dari tahun ke tahun. Tentunya hal ini ditunjang dengan menerapkan sistem budidaya ikan yang baik pada berbagai

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KOMPOS KULIT KAKAO (Theobroma cacao) UNTUK BUDIDAYA Daphnia sp. ABSTRAK

PEMANFAATAN KOMPOS KULIT KAKAO (Theobroma cacao) UNTUK BUDIDAYA Daphnia sp. ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PEMANFAATAN KOMPOS KULIT KAKAO (Theobroma cacao) UNTUK BUDIDAYA Daphnia sp. Arif Wibowo *, Henni Wijayanti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

MODUL: PEMIJAHAN DAN PEMANENAN TELUR

MODUL: PEMIJAHAN DAN PEMANENAN TELUR BDI-L/3/3.2 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR LAUT PENGELOLAAN INDUK KERAPU: KERAPU BEBEK MODUL: PEMIJAHAN DAN PEMANENAN TELUR DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele.

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele. 17 3. METODE Rangkaian penelitian ini terdiri dari empat tahap penelitian. Seluruh kegiatan dilakukan dalam kurun waktu tahun 2009 sampai dengan 2011 di Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (d/h Loka Riset

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya ikan dapat dijadikan alternatif usaha yang dapat memberikan keuntungan dan memiliki prospek jangka panjang yang baik. Hal ini dikarenakan atas permintaan produk

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2012. Penelitian dilaksanakan di Ruang Penelitian, Hanggar 2, Balai Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Resirkulasi Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang sudah digunakan dengan cara memutar air secara terus-menerus melalui perantara sebuah

Lebih terperinci