BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mastery Learning Belajar tuntas atau Mastery Learning sudah ada sejak enam puluh tahun yang lalu tatkala C. Washburn dan H.C. Morisson mengembangkan suatu sistem pengajaran sehingga semua siswa diharapkan dapat menguasai sejumlah tujuan pendidikan (B.Suryosubroto:2009). Bahan pelajaran yang digunakan sebagai wahana untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut dibagi atas unit-unit. Setiap unit terdiri dari bahan-bahan pelajaran yang diurutkan secara singkat sistematis dari yang mudah ke bahan yang sukar. Setiap siswa diharuskan menguasai satu unit pelajaran sebelum diperbolehkan untuk mempelajari unit pelajaran berikutnya. Bagi siswa yang gagal menguasai satu unit pelajaran tertentu harus diberikan unit pelajaran perbaikan. Ada empat cara yang digunakan oleh H.C. Morisson dalam program perbaikan (B.Suryosubroto:2009), yaitu: 1) Mengulang kembali mengajar bahan pelajaran 2) Menuturkan siswa. 3) Menyusun kembali aktivitas belajar siswa. 4) Mengadakan perbaikan terhadap kebiasaan siswa dalam cara belajarnya. Berikut ini akan dipaparkan lebih lengkap tentang Mastery Learning. 11

2 Pengertian Mastery Learning Ada banyak pendapat tentang pengertian dari Mastery Learning berdasarkan beberapa ahli pendidikan. Sebagaimana dikemukakan ole S. Nasution (dalam Sri Noviana Slamet, 2010) bahwa Mastery learning atau belajar tuntas artinya penguasaan penuh. Penguasaan penuh ini dapat dicapai apabila siswa mampu menguasai materi tertentu secara menyeluruh yang dibuktikan dengan hasil belajar yang baik pada materi tersebut. Belajar tuntas menurut B.Suryosubroto (2002) adalah: Salah satu filsafat yang mengatakan bahwa dengan sistem pengajaran yang tepat semua siswa dapat belajar dengan hasil yang baik dari hampir seluruh materi pelajaran yang diajarkan di sekolah. Pendapat lain menyebutkan bahwa Belajar tuntas adalah salah satu usaha dalam pendidikan yang bertujuan untuk memotivasi peserta didik mencapai penguasaan (Mastery Learning) terhadap kompetensi tertentu. Seperti dikemukakan oleh Hendra Jones (2009), bahwa: Dalam pelaksanaan KTSP menganut prinsip belajar tuntas. Pembelajaran tuntas dimaksudkan adalah pendekatan dalam pembelajaran yang mensyaratkan siswa menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran. Menurut DEPDIKNAS dalam DikLat BimTek KTSP 2009 menyebutkan bahwa Pembelajaran Tuntas atau Mastery Learning adalah pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan peserta didik menguasai secara tuntas seluruh Standar Kompetensi maupun Kompetensi Dasar mata pelajaran tertentu.

3 13 Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengertian dari Mastery Learning adalah sebuah sistem pengajaran yang memotivasi siswa sehingga dapat menguasai mata pelajaran yang telah diajarkan, dibuktikan dengan ketuntasan hasil belajar siswa dengan menggunakan berbagai macam metode-metode yang diterapkan Dasar-dasar Mastery Learning Menurut John B. Carroll (dalam B.Suryosubroto:2009) berdasarkan penemuannya mengenai model belajar yaitu Model of School Learning menguraikan tentang faktor-faktor pokok yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Ia menyatakan bahwa bakat siswa untuk suatu pelajaran tertentu dapat diramalkan dari waktu yang disediakan untuk mempelajarinya dan atau waktu yang dibutuhkan untuk belajar untuk mencapai tingkat penguasaan tertentu. Dalam hal ini bakat bukan diartikan sebagai kapasitas belajar tetapi sebagai kecepatan belajar atau laju belajar. Ini berarti bahwa siswa yang berbakat tinggi akan dapat menguasai bahan dengan cepat sedangkan siswa yang berbakat rendah akan menguasai bahan dengan lambat. Dengan perkataan lain J.B. Carrol mendefinisikan bakat seseorang sebagai waktu yang dibutuhkan untuk mempelajari suatu bahan pelajaran yang diberikan kepadanya sehingga mencapai tingkat penguasaan yang ditetapkan atau di tentukan. Jadi, apabila siswa memerlukan sepuluh jam untuk menguasai dengan tuntas bahan pelajaran, tetapi ternyata ia hanya menggunakan delapan jam untuk belajar, maka pada dasarnya ia hanya akan mencapai 80% penguasaan terhadap bahan yang dipelajarinya.

4 14 Jadi ringkasnya J.B. Carrol berpendapat bahwa tingkat penguasaan bahan adalah fungsi dari waktu yang digunakan secara sungguh-sungguh untuk belajar dan waktu yang benar-benar dibutuhkan untuk mempelajari suatu bahan pelajaran. = h Makin lama siswa menggunakan waktu secara sungguh-sungguh untuk belajar, makin tinggi tingkat penguasaan terhadap bahan yang dipelajarinya. Dalam kondisi belajar tertentu, waktu yang digunakan untuk belajar dan waktu yang dibutuhkan untuk menguasai bahan pelajaran tidak saja dipengaruhi oleh sifat dari individu tetapi juga oleh karakteristik dari pengajaran. Lamanya waktu belajar yang digunakan ditentukan oleh lamanya siswa mau mempelajari suatu bahan dan waktu yang disediakan atau dialokasi. Sedangkan waktu yang dibutuhkan ditentukan oleh bakat siswa, kualitas pengajaran dan kemampuan siswa untuk menangkap bahan sajian. Kemampuan siswa untuk menangkap bahan sajian ini dekat hubungannya dengan intelegensi umum siswa. Dengan demikian secara lengkap model J.B. Carrol itu dapat dirumuskan sebagai berikut:, =,, h Model dari Carrol yang masih bersifat konseptual ini akhirnya diubah oleh Benyamin S. Bloom pada tahun 1968 (dalam Kang Bull, 2010) menjadi model operasional hasil kerjanya learning for mastery theory and practice. Menurut

5 15 Bloom (dalam Block,1971) Jika siswa didistribusikan secara normal sesuai dengan kemampuan untuk suatu subyek dan jika mereka telah diberikan pembelajaran dengan kualitas dan waktu belajar yang sama, maka pencapaian pada ketuntasan masing-masing subyek juga akan didistribusikan secara normal. Selanjutnya hubungan antara kecerdasan dan kemampuan akan menjadi tinggi. Tetapi, jika siswa didistribusikan secara normal pada kecerdasan masing-masing kualitas optimal yang diterima pada pembelajaran dan waktu belajar disesuaikan dengan level masing-masing siswa maka kebanyakan siswa diharapkan dapat mencapai ketuntasan Seperti yang dijelaskan dalam DikLat/BimTek KTSP 2009 yang diselenggarakan oleh DEPDIKNAS Dalam pembelajaran konvensional, bakat (aptitude) peserta didik tersebar secara normal. Jika kepada mereka diberikan pembelajaran yang sama dalam jumlah pembelajaran dan waktu yang tersedia untuk belajar, maka hasil belajar yang dicapai akan tersebar secara normal pula. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa hubungan antara bakat dan tingkat penguasaan adalah tinggi. Secara skematis konsep tentang prestasi belajar sebagai dampak pembelajaran dengan pendekatan konvensional dapat digambarkan sebagai berikut : Normal Bakat Normal Prestasi Gambar 2.1 Skematik prestasi belajar menggunakan pendekatan konvensional

6 16 Sebaliknya, apabila bakat peserta didik tersebar secara normal, dan kepada mereka diberi kesempatan belajar yang sama untuk setiap peserta didik, tetapi diberikan perlakuan yang berbeda dalam kualitas pembelajarannya, maka besar kemungkinan bahwa peserta didik yang dapat mencapai penguasaan akan bertambah banyak. Dalam hal ini hubungan antara bakat dengan keberhasilan akan menjadi semakin kecil. Secara skematis konsep prestasi belajar sebagai dampak pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran tuntas, dapat digambarkan sebagai berikut: Normal Bakat Gambar 2.2 Skematik prestasi belajar menggunakan pendekatan pembelajaran tuntas Secara singkat dijelaskan di sini, Bloom malaksanakan konsep Mastery Learning ke dalam kelas melalui proses pembelajaran yang pelaksanaannya sebagai berikut: 1) Membagi satuan pelajaran yang disediakan waktu belajar yang tetap dan pasti, 2) Tingkat penguasaan materi dirumuskan sebagai tingkat penguasaan tujuan pendidikan yang essensial. Normal Prestasi Dari model Carroll dan Bloom seperti yang telah dijelaskan di atas secara singkat, untuk lebih menerapkan konsep Mastery Learning James H. Block mencoba memampatkan waktu yang diperlukan untuk mempelajari suatu materi pelajaran dalam waktu yang tersedia, yaitu dengan cara meningkatkan semaksimal mungkin kualitas pembelajaran. Jadi dalam pelaksanaannya mengandung arti

7 17 bahwa: 1) Waktu yang sebenarnya digunakan diusahakan diperpanjang semaksimal mungkin, 2) Waktu yang tersedia diperpendek sampai semaksimal mungkin dengan cara memberikan pelayanan yang optimal dan tepat. Kemudian dapat disimpulkan dasar pembelajaran belajar tuntas (mastery learning) menurut Gusskey (Rambun Pamenan, 2006:12) sebagai berikut: 1. Semua individu dapat belajar 2. Individu belajar dalam kecepatan dan cara yang berbeda 3. Dengan memberikan kondisi pembelajaran yang baik dapat menghilangkan perbedaan individu 4. Pemberian koreksi pada kesalahan pembelajaran dapat memecahkan kesulitan belajar. Dari konsep-konsep di atas, kiranya cukup jelas bahwa harapan dari proses pembelajaran dengan pendekatan belajar tuntas adalah untuk mempertinggi ratarata prestasi peserta didik dalam belajar dengan memberikan kualitas pembelajaran yang lebih sesuai, bantuan, serta perhatian khusus bagi peserta didik yang lambat agar menguasai standar kompetensi atau kompetensi dasar Variabel-variabel Mastery learning Dilihat dari kajian konsep dasar mastery learning, maka dapat ditemukan beberapa varibel sebagai berikut: 1. Bakat siswa (aptitude): Hasil penelitian menunjukan bahwa ada korelasi yang cukup tinggi antara bakat dengan hasil pelajaran 2. Ketekunan belajar (perseverance): Ketekunan erat kaitannya dengan dorongan yang timbul dalam diri siswa untuk belajar dan mengolah informasi

8 18 secara efektif dan efisien serta pengembangan minat dan sikap yang diwujudkan dalam setiap langkah instruksional. 3. Kualitas pembelajaran (quality of instruction): Kualitas pembelajaran merupakan keadaan yang mendorong siswa untuk aktif belajar dan mempertahankan kondisinya agar tetap dalam keadaan siap menerima pelajaran. Kualitas pembelajaran ditentukan oleh kualitas penyajian, penjelasan, dan pengaturan unsur-unsur tugas belajar 4. Kesempatan waktu yang tersedia (time allowed for learning) : Penyediaan waktu yang cukup untuk belajar dalam rangka mencapai tujuan instruksional yang ditetapkan dalam suatu mata pelajaran, bidang studi atau pokok bahasan yang berbeda-beda sesuai dengan bobot bahan pelajaran dan tujuan yang ditetapkan Proses Mastery Learning Mastery Learning adalah Melakukan pendekatan diagnostik karena strategi pembelajaran tuntas atau Mastery Learning sebenarnya menganut pendekatan individual. (DikLat DEPDIKNAS,2009). Pendekatan diagnostik ini dilakukan dengan melakukan tes setelah proses pembelajaran, setelah mengetahui hasil dari tes maka dapat diketahui apakah siswa tuntas atau tidak tuntas dalam pembelajarannya. Siswa yang tidak tuntas maka akan melakukan pengulangan sampai tuntas. Dan yang telah tuntas maka siswa akan mengerjakan pengayaan. Gambar di bawah merupakan proses Mastery Learning dari DEPDIKNAS.

9 19 Proses Pembelajaran Penilaian/ Uji KD KKM (lulus) <KKM Pengayaan bisa Portofolio Remedial Lulus T U N T A S KD Berikutnya Gambar 2.3 Proses Mastery Learning pada DEPDIKNAS 2009 Dalam Mastery Learning ini menerapkan sistem pengulangan kepada siswa yang tidak mengalami ketuntasan belajar, seperti yang dikemukakan oleh Mevarech (2001) bahwa Dalam Pembelajaran Mastery Learning prosedur koreksi disesuaikan dengan kelemahan spesifik dari masing-masing siswa, sedang kan dalam pembelajaran konvensional tidak ada peluang tambahan untuk siswa kembali melakukan pekerjaan saja. Pengujian penguasaan memiliki tujuan belajar melalui proses yang dikenal sebagai keterulangan, dengan demikian pengujian penguasaan hingga dua kali untuk setiap bab dari pekerjaan tentu saja melalui tes alternatif yang mencakup tujuan dan konten yang sama (Martinez & Martinez,2001). Hsein dkk (2008) menerapkan penguasaan pembelajaran berbasis web bagi yang mereka telah gagal pada pembelajaran sebelumnya. dia menciptakan

10 20 pembelajaran remedial bagi mereka yang tidak tuntas dan akan kembali mengulangi penilaian sampai siswa sudah menguasai subjek. Proses ini ditunjukkan pada gambar di bawah ini. Tuntas Proses Pembelajar Tes Formatif Tidak tuntas Remedial Learning Tes Formatif Tuntas Tidak tuntas Gambar 2.4 Mastery Learning Process (Hsein, 2008) Dari kedua model Mastery Learning di atas terdapat baberapa komponen penting yang tidak dapat terlepas dalam Mastery Learning yaitu tes, remedial, dan pengayaan. Dalam Mastery Learning, setelah melakukan proses pembelajaran guru melakukan tes untuk mengetahui daya tangkap siswa dalam memahami pelajaran yang telah disampaikan. Dari hasil tes yang didapat maka dapat diketahui siswa yang tuntas dan siswa yang belum tuntas. Proses remedial dilakukan kepada siswa yang belum tuntas, dan proses pengayaan dilakukan kepada siswa yang telah tuntas.

11 Pengayaan dan Remedial Pengayaan Kegiatan pengayaan adalah kegiatan yang diberikan kepada siswa kelompok cepat agar mereka dapat mengembangkan potensinya secara optimal dengan memanfaatkan sisa waktu yang dimilikinya. Istilah pengayaan sudah menyiratkan kecukupan, berarti siswa yang hendak diberikan pengayaan itu sudah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai materi yang diajarkan. Pendapat Sudrajat (2008) menegaskan bahwa Pembelajaran pengayaan merupakan pembelajaran tambahan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan pembelajaran baru bagi peserta didik yang memiliki kelebihan sedemikian rupa sehingga mereka dapat mengoptimalkan perkembangan minat, bakat, dan kecakapannya. Kegiatan pengayaan dilaksanakan dengan tujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperdalam penguasaan materi pelajaran yang berkaitan dengan tugas belajar yang sedang dilaksanakan sehingga tercapai tingkat perkembangan yang optimal. Selanjutnya menurut Sudrajat (2008) Pembelajaran pengayaan memberikan pelayanan kepada peserta didik yang memiliki kecerdasan lebih dengan tantangan belajar yang lebih tinggi untuk membantu mereka mencapai kapasitas optimal dalam belajarnya. Bentuk-bentuk pelaksanaan pembelajaran pengayaan dapat dilakukan antara lain melalui: 1. Belajar Kelompok. Sekelompok peserta didik yang memiliki minat tertentu diberikan pembelajaran bersama pada jam-jam pelajaran sekolah

12 22 biasa, sambil menunggu teman-temannya yang mengikuti pembelajaran remedial karena belum mencapai ketuntasan. 2. Belajar mandiri. Secara mandiri peserta didik belajar mengenai sesuatu yang diminati. 3. Pembelajaran berbasis tema. Memadukan kurikulum di bawah tema besar sehingga peserta didik dapat mempelajari hubungan antara berbagai disiplin ilmu. 4. Pemadatan kurikulum. Pemberian pembelajaran hanya untuk kompetensi/materi yang belum diketahui peserta didik. Dengan demikian tersedia waktu bagi peserta didik untuk memperoleh kompetensi/materi baru, atau bekerja dalam proyek secara mandiri sesuai dengan kapasitas maupun kapabilitas masing-masing Remedial Dilihat dari arti katanya, istilah remedial berasal dari kata remedy (bahasa inggris) yang berarti obat, memperbaiki, atau menolong. Karena itu remedial berarti hal-hal yang berhubungan dengan perbaikan. Sehingga pengajaran remedial merupakan suatu bentuk pengajaran yang bersifat menyembuhkan atau membetulkan pengajaran yang membuat agar hasil yang dicapai lebih baik dari pengajaran yang diberikan sebelumnya Tujuan dan fungsi remedial Pengajaran remedial memiliki tujuan yang tidak berbeda dengan tujuan instruksional umum. Tetapi karena sasarannya adalah siswa yang mempunyai

13 23 kesulitan, maka menurut (Mukhtar dan Rusmini, 2001) diharapkan melalui proses penyembuhan, perbaikan maupun pelajaran tambahan siswa dapat: 1) Memahami akan kekurangan dirinya, kelemahannya maupun kesulitannya dan bersedia untuk menerima uluran pelajaran remidial. 2) Mempunyai sikap terbuka untuk dapat merubah dirinya dalam belajar, bersikap dalam menekuni pelajaran tersebut. Hal ini perlu untuk prestasi yang lebih baik. 3) Para siswa dapat memilih materi dan fasilitas belajar yang sesuai dengan yang diperlukan. Misalnya buku teks tambahan. Alat belajar dan sebagainya. 4) Siswa dapat mengatasi hambatan belajar yang dialaminya, sesuai dengan latar belakang kesulitan belajar yang dihadapi. Sebab setiap siswa mempunyai sebab-sebab kesulitan yang berbeda. 5) Sesudah terbiasa mengatasi kesulitan, akan menimbulkan sikap baru dalam belajar yang dianggap ada pengaruhnya terhadap prestasi, misalnya sekarang membiasakan diri belajar pada waktu dini hari, dimana sebelumnya tak pernah dilakukan. 6) Dengan adanya perubahan sikap dan prestasinya maka siswa dengan mudah dapat menyelesaikan dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diterimanya. 7) Sesudah tercapai hasil yang lebih baik, akan menimbulkan kepuasan diri sehingga dapat mempertebal harga diri dan menambahkan motivasi baru.

14 24 Sedangkan dalam keseluruhan proses pembelajaran, kegiatan remedial berfungsi (Mukhtar dan Rusmini, 2001) sebagai: 1) Fungsi korektif Fungsi korektif ini berarti melalui pengajaran remedial dapat dilakukan perbaikan terhadap hal-hal yang dipandang belum memenuhi apa yang diharapkan dalam keseluruhan proses pembelajaran. 2) Fungsi pemahaman Fungsi pemahaman berarti bahwa dengan pengajaran remedial memungkinkan guru, siswa atau pihak-pihak lainnya akan dapat memperoleh pemehaman yang lebih baik dan komprehensif mengenai pribadi siswa. 3) Fungsi penyesuaian Fungsi penyesuaian berarti bahwa pengajaran remedial dapat membentuk siswa untuk bisa beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan lingkungannya (proses belajarnya). Artinya, siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuannya sehingga peluang untuk mencapai hasil belajar lebih baik semakin besar. 4) Fungsi pengayaan Fungsi pengayaan berarti bahwa pengajaran remedial akan dapat memperkaya proses pembelajaran, sehingga materi yang tidak disampaikan dengan pengajaran reguler akan dapat diperoleh melalui pengajaran remedial.

15 25 5) Fungsi akselerasi Fungsi akselerasi berarti bahwa dengan pengajaran remedial akan dapat diperoleh hasil belajar yang lebih baik dengan menggunakan waktu yang efektif dan efisien. Dengan kata lain, dapat mempercepat proses pembelajaran, baik dari segi waktu maupun materi. 6) Fungsi terapeutik Fungsi terapeutik berarti bahwa secara langsung atau tidak, pengajaran remedila akan dapat membantu menyembuhkan atau memperbaiki kondisi-kondisi kepribadia siswa yang diperkirakan menunjukkan adanya penyimpangan. Hal ini tentunya akan dapt menunjang pencapaian prestasi belajar yang lebih baik dan pencapaian prestasi yang baik akan dapat mempengaruhi pribadi (timbal balik). 2. Bentuk Kegiatan Remedial Bentuk kegiatan remedial antara lain: 1) Pemberian pembelajaran ulang dengan metode dan media yang berbeda. 2) Pemberian bimbingan secara khusus, misalnya bimbingan perorangan. 3) Pemberian tugas-tugas latihan secara khusus. 4) Pemanfaatan tutor sebaya. 2.3 Tutor sebaya Tutor Sebaya merupakan salah satu strategi pembelajaran untuk membantu memenuhi kebutuhan peserta didik. Ini merupakan pendekatan kooperatif bukan kompetitif. Edward L. Dejnozken dan David E. Kopel (American Education

16 26 Encyclopedia,1999) menyebutkan pengertian tutor sebaya adalah sebagai berikut: Tutor sebaya adalah sebuah prosedur siswa mengajar siswa lainnya. Tipe pertama adalah pengajar dan pembelajar dari usia yang sama. Tipe kedua adalah pengajar yang lebih tua usianya dari pembelajar. Tipe yang lain kadang dimunculkan pertukaran usia pengajar. Metode tutor sebaya lebih banyak digunakan dalam program perbaikan atau remidial. Para siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami bahan yang dipelajarinya akan mendapat bantuan dari teman sekelasnya sendiri yang telah tuntas (mastery) terhadap bahan tersebut. Kegiatan ini dinamakan dengan tutoring. Menurut Soekarwati (1995) tutorial adalah cara lain dari sistem pengajaran yang dapat dipakai oleh pengajar. Bertolak dari definisi tersebut maka metode tutor sebaya ini dapat digunakan untuk menyampaikan suatu pengajaran pokok bahasan dalam kegiatan belajar mengajar. Ciri-ciri model tutor sebaya antara lain: 1. Tujuan dari tutor sebaya adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah secara rasional, mengembangkan sikap sosial dan semangat gotong royong dalam kehidupan, mendinamiskan kegiatan kelompok dalam belajar sehingga tiap anggota merasa diri sebagai bagian kelompok yang bertanggung jawab, mengembangkan kemampuan kepemimpinan keterampilan pada tiap anggota kelompok dalam pemecahan masalah kelompok. 2. Siswa dalam pembelajaran ini memiliki ciri-ciri; 1) Tiap siswa merasa sadar diri sebagai anggota kelompok

17 27 2) Tiap siswa merasa sadar diri memiliki tujuan bersama berupa tujuan kelompok 3) Memiliki rasa saling membutuhkan dan tergantung 4) Interaksi dan komunikasi antar anggota 5) Ada tindakan bersama sebagai perwujudan tanggung jawab kelompok 3. Peranan guru dari pembentukan kelompok, perencanaan tugas kelompok, pelaksanaan, dan tahap evaluasi hasil belajar kelompok. Untuk menentukan siapa yang akan dijadikan tutor, diperlukan pertimbangan-pertimbangan tersendiri. Seorang tutor belum tentu siswa yang paling pandai. Yang penting diperhatikan siapa yang menjadi tutor tersebut, adalah: 1. Dapat diterima (disetujui) oleh siswa yang mendapat program perbaikan sehingga siswa tidak mempunyai rasa takut atau enggan utnuk bertanya kepadanya. 2. Dapat menerangkan bahan perbaikan yang diperlukan oleh siswa yang menerima program perbaikan. 3. Tidak tinggi hati, kejam atau keras hati terhadap sesama kawan. 4. Mempunyai daya kreativitas yang cukup untuk memberikan bimbingan, yaitu dapat menerangkan pelajaran kepada kawannya. Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002:29), metode tutor sebaya memiliki beberapa kebaikan dan kelemahan. Beberapa manfaat atau kebaikannya antara lain:

18 28 1. Ada kalanya hasilnya lebih baik bagi beberapa anak yang mempunyai perasaan takut atau enggan terhadap gurunya 2. Bagi siswa yang menjadi tutor, kegiatan tutoring ini akan mempunyai akibat memperkuat konsep yang sedang dibahas, dengan memberitahukan kepada siswa lain maka seolah-olah ia menelaah serta menghafalkan kembali. 3. Bagi siswa yang menjadi tutor, kegiatan tutoring merupakan kesempatan untuk melatih diri memegang tanggung jawab dalam mengemban suatu tugas dan melatih kesabaran. 4. Mempercepat hubungan antara sesama siswa sehingga mempertebal perasaan sosial. Kelemahan atau kesulitan metode tutor sebaya menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain dapat disebutkan antara lain: 1. Siswa yang dibantu sering kali belajar kurang serius karena hanya berhadapan dengan kawannya sehingga hasilnya kurang memuaskan. 2. Ada beberapa anak yang masih malu bertanya karena takut rahasianya diketahui oleh kawannya. 3. Pada kelas-kelas tertentu metode ini sukar dilaksanakan karena perbedaan kelamin antar tutor dengan siswa yang diberi materi pelajaran. 4. Bagi guru sukar untuk menentukan seorang tutor yang tepat bagi seorang atau beberapa orang siswa yang harus dibimbing. 5. Tidak semua siswa yang pandai atau cepat tempo belajarnya dapat mengajarkan kembali kepada kawan-kawannya.

19 Metode Tutor Sebaya dalam Implementasi Mastery Learning pada Pembelajaran TIK Terdapat lima proses pokok implementasi mastery learning dalam proses pembelajaran di kelas, yang pertama adalah proses pembelajaran yang terlebih dahulu telah ditentukan tujuan dari pembelajaran yang akan dilaksanakan, pada proses pembelajaran yang pertama ini siswa diberikan pembelajaran yang seragam atau sama baik kualitas maupun waktu yang digunakan, kemudian yang kedua adalah proses penilaian dalam hal ini berupa tes subformatif awal yang dilaksanakan setelah proses pembelajaran pertama tersebut, hasil dari tes subformatif awal ini menghasilkan siswa yang tuntas dan siswa yang tidak tuntas, seperti yang telah diungkapkan oleh Bloom bahwa jika bakat siswa berada pada posisi yang berdistribusi normal dalam suatu mata pelajaran, kemudia diberikan pembelajaran yang sama dan waktu yang sama maka prestasi belajar siswa pada mata pelajaran tersebut akan berdistribusi normal juga. Ketiga adalah proses remedial, dimana pada proses remedial dibagi menjadi dua proses yaitu proses remedial teaching dan remedial test. Pada remedial teaching ini diterapkanlah metode tutor sebaya, dimana tutornya adalah siswa-siswa yang telah tuntas dalam mengerjakan quiz formatif yang pertama. Setelah semua siswa telah tuntas, maka yang keempat adalah proses pengayaan, dimana semua siswa diberikan tambahan latihan dengan materi yang sama yang selanjutnya proses yang kelima adalah tes subformatif akhir. Untuk lebih jelasnya terdapat pada flowchart di bawah ini.

20 30 Mulai Unit 1 Proses Pembelajaran Tes Subformatif Awal Hasil > 75% Tuntas 75% Belum tuntas Belum tuntas Menjadi Tutor Sebaya Hasil Remedial dengan tutor sebaya Tuntas Pengayaan Tes Subformatif Akhir Gambar 2.5 Flowchart Metode Tutor sebaya menggunakan model Mastery Learning

21 31 Berikut ini langkah-langkah yang dilakukan dalam pembelajaran TIK : Tabel 2.1 Langkah-langkah Skenario Penerapan Tutor Sebaya dalam Implementasi Mastery Learning Kegiatan Langkah-langkah Kegaiatan Awal 1. Siswa menyimak penjelasan guru tentang tujuan pembelajaran yang akan didapat oleh siswa. 2. Apersepsi: siswa menyimak contoh-contoh kasus sederhana dari dokumen excel yang di dalamnya terdapat masalah yang berkaitan dengan fungsi lookup & reference serta sorting data & filter data. Kegaiatan Inti 1. Siswa menyimak penjelasan guru tentang pengertian dan fungsi dari fungsi lookup & reference serta sorting data & filter data. 2. Siswa memperhatikan demonstrasi yang dilakukan oleh guru tentang bagaimana cara kerja fungsi lookup & reference pada contoh kasus perhitungan nilai raport. 3. Siswa melakukan kegiatan yang sama seperti demonstrasi yang dilakukan oleh guru sebelumnya. 4. Siswa memperhatikan demonstrasi yang dilakukan oleh guru tentang bagaimana cara kerja sorting data & filter data pada

22 32 contoh kasus daftar gaji karyawan. 5. Siswa melakukan kegiatan yang sama seperti demonstrasi yang dilakukan oleh guru sebelumnya. 6. Siswa melaksanakan sub-formatif test awal yang telah disediakan oleh guru terkait dengan materi fungsi lookup & reference serta sorting data & filter data. 7. Setelah siswa mendapatkan hasil dari subformatif test akhir yang sudah dikerjakan. Guru membagi kelompok untuk melaksanakan tutor sebaya, siswa yang telah tuntas menjadi pementoring bagi siswa yang belum tuntas, dan siswa yang belum tuntas menjadi peserta mentoring dalam proses tutor sebaya. 8. Setelah proses tutor sebaya, peserta mentoring melaksanakan tes ulang (remedial test). 9. Setelah tuntas, semua siswa melakukan pengayaan. Siswa mengerjakan latihan tambahan untuk memperkuat konsep tentang materi fungsi lookup & reference serta sorting data & filter data. Kegiatan Akhir Siswa melaksanakan sub-formatif test akhir.

23 Prestasi Belajar Prestasi Belajar merupakan hasil serangkaian proses kegiatan belajar yang telah dicapai oleh siswa. Menurut Kamus besar Bahasai Indonesia, prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, biasanya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Prestasi belajar dapat diukur dengan cara kuantitatif yaitu hasil penilaian diberikan dalam bentuk angka. Alat penilaiannya disajikan dalam bentuk tes hasil belajar yang fungsinya untuk menetukan angka kemajuan hasil belajar masingmasing siswa dan merupakan laporan kepada orang tua siswa tentang kemanjuan belajar anaknya (Reja Putra Perdana:2009). Djamarah dan Zain (2002) memandang yang menjadi acuan keberhasilan proses belajar mengajar menurutnya adalah: Yang menjadi acuan keberhasilan proses belajar mengajar adalah daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individu maupun kelompok dan prilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran khusus telah dicapai oleh siswa baik secara indibidu maupun kelopmpok. Jadi dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil serangkaian proses kegiatan belajar yang telah dicapai oleh siswa yang di ukur dengan menggunakan test. 2.6 Ringkasan Tinjauan Teoretis Kesuksesan dan eksistensi Mastery Learning dalam dunia pendidikan terlihat dengan semakin banyak peneliti yang menggunakan model Mastery

24 34 Learning sebagai objek penelitiannya dan terus berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi, diantaranya adalah: Yayat Supriatna (2005) dengan penelitian yang berjudul Pembelajaran Mastery Learning dengan Strategi Inquiry pada Mata Diklat Pengetahuan Dasar Teknik Mesin (PDTM) berhasil membuat siswanya memperoleh hasil belajar maksimal setelah menerapkan Mastery Learning dalam penelitiannya. Norjihan Abdul Ghani, Norhana Hamim, Noor Irmayanti Ishak (2006), dalam penelitiannya yang berjudul Applying Mastery Learning Model In Developing E-Tuition Science For Primary School Students. Penelitian ini menyatakan bahwa dengan menggunakan E-Tuition model Mastery Learning dapat membantu guru mengajar dalam proses pembelajaran dan dapat membantu siswa dalam belajar dan perbaikan karena dengan E-Tuition ini siswa dapat memperbanyak pengetahuannya karena mereka dapat belajar kapanpun dan dimanapun. Patriciah W. Wambugu and Johnson M. Changeiywo (2006) dengan penelitiannya yang berjudul Effects of Mastery Learning Approach on Secondary School Students Physics Achievement. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, siswa yang menggunakan Mastery Learning dalam pembelajaran memperoleh nilai fisika lebih bagus dari pada siswa yang menggunakan pembelajaran reguler. Tony (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika melalui Pendekatan Belajar Tuntas (Mastery Learning)

25 35 mengungkapkan bahwa dengan menggunakan pendekatan belajar tuntas ini kemampuan matematika siswa menjadi bertambah. Kristen C. Schellhase (2008) dengan penelitiannya yang berjudul Applying Mastery Learning to Athletic Training Education. Dalam penelitiannya tersebut menemukan bahwa hubungan antara Mastery Learning dengan pendidikan latihan atletik kuat pada praktek sejarah. Alysia Hayes, Simon Goldish, dan Samuel M. Bailey (2009) dalam penelitiannya yang berjudul The Effectiveness of Mastery Learning in the ASSISTment Tutoring System. Dalam penelitiannya ditemukan siswa yang diberikan Mastery Learning memperoleh nilai post-test yang lebih tinggi dari pada siswa yang tidak diberikan Mastery Learning. Hal ini dikeranakan Mastery Learning menyediakan langkah demi langkah pembelajaran dan memecahkan setiap masalah. Sri Noviana Slamet (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan Belajar Tuntas (Mastery Learning) Hubungannya dengan Motivasi Belajar Siswa pada Bidang Studi Keahlian TIK mengungkapkan bahwa motivasi belajar siswa setelah menggunakan Mastery Learning menjadi meningkat hal ini dapat dibuktikan dengan hasil belajar mereka yang meningkat dan respon mereka terhadap Mastery Learning. Norazzila Shafie, Tengku Norainun Tengku Shahdan, Mohd Shahir Liew (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Mastery Learning Assessment Model (MLAM) in Teaching and Learning Mathematics mengungkapkan hasil penelitiannya adalah siswa yang diberikan pembelajaran dengan Mastery Learning memperoleh

26 36 hasil balikan yang bagus karena ketika mereka melakukan remedial, sebelumnya mereka belajar dengan gaya belajar mereka sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan mata pelajaran baru. Mengingat semakin pesatnya perkembangan teknologi yang terjadi, pemerintah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dikemukakan data hasil penelitian yang telah dilaksanakan, berupa data keterlaksanaan proses penelitian, data ketuntasan siswa, data prestasi siswa,

Lebih terperinci

MODEL PELAKSANAAN REMEDIAL & PENGAYAAN

MODEL PELAKSANAAN REMEDIAL & PENGAYAAN MODEL PELAKSANAAN REMEDIAL & PENGAYAAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA TAHUN 2015 Ketuntasan Belajar adalah tingkat minimal pencapaian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Tujuan pembelajaran secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari dapat dikuasai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Tujuan pembelajaran secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari dapat dikuasai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Tuntas Tujuan pembelajaran secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari dapat dikuasai sepenuhnya oleh siswa. Suryobroto (2002: 96) Belajar tuntas adalah

Lebih terperinci

Metode Metode Instruksional Dina Amelia/

Metode Metode Instruksional Dina Amelia/ Metode Metode Instruksional Dina Amelia/ 702011094 1. Peer Tutoring Tutor sebaya adalah seorang/ beberapa orang siswa yang ditunjuk dan ditugaskan untuk membantu siswa-siswa tertentu yang mengalami kesulitan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Tipe-tipe kesalahan Penyebab kesalahan-kesalahan siswa dalam mengerjakan soal matematika menurut Suhertin (dalam Lisca, 2012) dikarenakan siswa tidak menguasai

Lebih terperinci

BAB III BELAJAR TUNTAS

BAB III BELAJAR TUNTAS BAB III BELAJAR TUNTAS A. Pengertian Belajar Tuntas Tujuan pembelajaran secara ideal adalah agar materi yang dipelajari dikuasai sepenuhnya atau tuntas oleh peserta didik, ini disebut dengan istilah mastery

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Konseptual 1. Metode Peer Learning (Teman Sebaya) Menurut (Miller et al.,1994), peer learning merupakan metode pembelajaran yang sangat tepat digunakan pada peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatkan martabat manusia yang memungkinkan potensi diri dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatkan martabat manusia yang memungkinkan potensi diri dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek penting bagi kehidupan suatu bangsa, karena kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas pendidikan dan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui proses pembelajaran. Guru sangat berperan penting dalam peningkatan mutu

BAB I PENDAHULUAN. melalui proses pembelajaran. Guru sangat berperan penting dalam peningkatan mutu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah adalah melalui proses pembelajaran. Guru sangat berperan penting dalam peningkatan mutu pembelajaran,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 11 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Remedial Teaching a. Pengertian Remedial Teaching Dilihat dari arti katanya remedial berarti bersifat menyembuhkan, membetulkan atau

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. II. PEMBELAJARAN PENGAYAAN A. Pembelajaran Menurut SNP... B. Hakikat Pembelajaran Pengayaan... C. Jenis Pembelajaran Pengayaan...

DAFTAR ISI. II. PEMBELAJARAN PENGAYAAN A. Pembelajaran Menurut SNP... B. Hakikat Pembelajaran Pengayaan... C. Jenis Pembelajaran Pengayaan... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... B. ujuan...... C. Ruang Lingkup... II. PEMBELAJARAN PENGAYAAN A. Pembelajaran Menurut SNP... B. Hakikat Pembelajaran Pengayaan... C. Jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang membanggakan, baik di darat, laut, maupun di udara. Hanya saja masyarakat dan generasinya belum

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Percaya Diri 1. Pengertian Percaya Diri Masalah dengan percaya diri hampir dialami oleh setiap individu dari usia remaja hingga dewasa. Percaya diri merupakan hal yang sangat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Kata matematika berasal dari bahasa latin mathematica, yang mulamula

BAB II KAJIAN TEORI. Kata matematika berasal dari bahasa latin mathematica, yang mulamula BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Matematika Kata matematika berasal dari bahasa latin mathematica, yang mulamula berasal dari kata Yunani mathematike, dari akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau

Lebih terperinci

Pembelajaran Remedial

Pembelajaran Remedial Pembelajaran Remedial Posted on 13 Agustus 2008 Dalam rangka membantu peserta didik mencapai standar isi dan standar kompetensi lulusan, pelaksanaan atau proses pembelajaran perlu diusahakan agar interaktif,

Lebih terperinci

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN A. Hasil Belajar

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN A. Hasil Belajar BAB II STUDI KEPUSTAKAAN A. Hasil Belajar Hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buliide Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo pada tahun ajaran 2013-

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buliide Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo pada tahun ajaran 2013- BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan di SDN 9 Kota Barat Kota Gorontalo yang terletak di Kelurahan Buliide Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan dan membina potensi sumber daya manusia melalui berbagai kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penjelasan Konsep Teoritis 1. Kompetensi Belajar Berdasarkan pendapat Yamin (2010) kompetensi adalah kemampuan dasar yang dapat dilakukan oleh para siswa pada tahap pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai

Lebih terperinci

PENERAPAN STRATEGI MASTERY LEARNING

PENERAPAN STRATEGI MASTERY LEARNING PENERAPAN STRATEGI MASTERY LEARNING DENGAN TUTOR SEBAYA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 LENGAYANG KABUPATEN PESISIR SELATAN Nofrida Solvia 1 Fazri Zuzano 1 Puspa Amelia 1 1 Jurusan

Lebih terperinci

WAHANA INOVASI VOLUME 4 No.2 JULI-DES 2015 ISSN :

WAHANA INOVASI VOLUME 4 No.2 JULI-DES 2015 ISSN : WAHANA INOVASI VOLUME 4 No.2 JULI-DES 2015 ISSN : 2089-8592 PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP CAHAYA DALAM PEMBELAJARAN IPA TERPADU MELALUI MODEL QUANTUM TEACHING PADA SISWA KELAS VIII-D SMP NEGERI 1 BILAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat dan bangsa. Kemajuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. mengajar yang melibatkan guru dan siswa. Upaya ini juga mengandung tujuan agar

BAB II KAJIAN TEORITIS. mengajar yang melibatkan guru dan siswa. Upaya ini juga mengandung tujuan agar BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1. Hakikat Pembelajaran Matematika 2.1.1. Pengertian Pembelajaran Menurut Ali (2000:13), pembelajaran adalah suatu upaya memberi rangsangan, bimbingan, arahan, dan dorongan agar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kekuatan perhatian pada suatu situasi belajar. Unsur motivasi dalam hal ini sangat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kekuatan perhatian pada suatu situasi belajar. Unsur motivasi dalam hal ini sangat BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsentrasi Siswa 1. Pengertian konsentrasi Konsentrasi menurut Sardiman (2007: 40) dimaksudkan memusatkan segenap kekuatan perhatian pada suatu situasi belajar. Unsur motivasi

Lebih terperinci

Kata kunci : Metode Pembelajaran Tutor Sebaya, Luas Permukaan dan Volume Prisma dan Limas, Hasil Belajar. 1

Kata kunci : Metode Pembelajaran Tutor Sebaya, Luas Permukaan dan Volume Prisma dan Limas, Hasil Belajar. 1 PENGARUH METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA (Suatu Penelitian Pada Materi Luas Permukaan dan Volume Prisma dan Limas Di Kelas VIII Smp Negeri 8 Gorontalo) Uswatun

Lebih terperinci

PENERAPAN MASTERY LEARNING PADA PEMBELAJARAN. Zen Istiarsono *

PENERAPAN MASTERY LEARNING PADA PEMBELAJARAN. Zen Istiarsono * PENERAPAN MASTERY LEARNING PADA PEMBELAJARAN Zen Istiarsono * Abstract Specifically, mastery learning is a method whereby students are not advanced to a subsequent learning objective until they demonstrate

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran adalah kegiatan inti institusi pendidikan dan sangat berpengaruh pada mutu pendidikan secara keseluruhan. Berbagai metode telah dikembangkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA TERHADAP MOTIVASI BELAJAR, MINAT BELAJAR DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA KELAS XI ILMU ALAM MAN MODEL SORONG

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA TERHADAP MOTIVASI BELAJAR, MINAT BELAJAR DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA KELAS XI ILMU ALAM MAN MODEL SORONG 30 Jurnal Ilmu Pendidikan Indonesia, Volume 3, Nomor 1, Edisi Februari 2015, hlm. 30-49 PENGARUH METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA TERHADAP MOTIVASI BELAJAR, MINAT BELAJAR DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA KELAS

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. kegiatan program remedial dengan Reciprocal Teaching berlangsung. menunjukkan bahwa aktivitas siswa dalam mendengarkan/memperhatikan

BAB V PEMBAHASAN. kegiatan program remedial dengan Reciprocal Teaching berlangsung. menunjukkan bahwa aktivitas siswa dalam mendengarkan/memperhatikan BAB V PEMBAHASAN A. Aktivitas Siswa Berdasarkan hasil penelitian pada bab sebelumnya, aktivitas siswa selama kegiatan program remedial dengan Reciprocal Teaching berlangsung menunjukkan bahwa aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kejadian menghasilkan ke kejadian yang lain (Kuhn, 1991 dalam; John W

BAB I PENDAHULUAN. kejadian menghasilkan ke kejadian yang lain (Kuhn, 1991 dalam; John W BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia tingkat pendidikan formal diawali dari Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tolak ukur kemajuan suatu bangsa. Oleh sebab itu sangat penting untuk memperhatikan kemajuan pendidikan yang ada di negara kita. Bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini sistem pendidikan masih cenderung mengarah pada dua

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini sistem pendidikan masih cenderung mengarah pada dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama ini sistem pendidikan masih cenderung mengarah pada dua masalah pokok, yakni 1) bagaimana mengadaptasikan dengan benar kurikulum dan metode pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap perkembangan dunia pendidikan. Dengan adanya kurikulum 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap perkembangan dunia pendidikan. Dengan adanya kurikulum 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu bentuk upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kesadaran tentang pentingnya pendidikan telah mendorong berbagai upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran. dasar untuk pengembangan materi lebih lanjut.

BAB I PENDAHULUAN. semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran. dasar untuk pengembangan materi lebih lanjut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Keberhasilan proses belajar mengajar dapat diukur dari keberhasilan siswa mengikuti kegiatan pembelajaran. Keberhasilan tersebut dapat terlihat dari tingkat pemahaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin lama semakin berkembang dan merupakan kebutuhan mutlak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin lama semakin berkembang dan merupakan kebutuhan mutlak yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan sangat berperan penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, oleh karna itu dari waktu ke waktu selalu dilakukan usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Perserikatan Bangsa-Bangsa). (Yusuf dan Anwar, 1997) dalam menjawab tantangan zaman di era globalisasi. Pembelajaran bahasa Arab

BAB I PENDAHULUAN. (Perserikatan Bangsa-Bangsa). (Yusuf dan Anwar, 1997) dalam menjawab tantangan zaman di era globalisasi. Pembelajaran bahasa Arab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi, perkembangan teknologi komunikasi yang sangat cepat menjadikan jarak bukan suatu hambatan untuk mendapatkan informasi dari berbagai penjuru

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Pembelajaran Matematika Matematika berasal dari bahasa Yunani, mathein atau manthenien yang artinya mempelajari. Kata matematika diduga erat hubungannya dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Belajar Tuntas 2.1.1 Pengertian Belajar Tuntas Belajar tuntas adalah siswa yang telah tuntas menguasai pelajaran yang telah diberikan oleh guru dan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum 2013 pada tingkat dasar menggunakan pendekatan pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik saintifik mengedepankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses kegiatan pembelajaran di sekolah merupakan kegiatan yang sangat penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Proses pembelajaran merupakan proses yang

Lebih terperinci

Azizahwati Laboratorium Pendidikan Fisika, Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau, Pekanbaru 28293

Azizahwati Laboratorium Pendidikan Fisika, Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau, Pekanbaru 28293 Jurnal Geliga Sains 3 (2), 29-33, 2009 Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Riau ISSN 1978-502X PENERAPAN STRATEGI MASTERY LEARNING UNTUK MENDESKRIPSIKAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TUTOR SEBAYA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII PELAJARAN IPS TERPADU DI SMP N 10 PADANG JURNAL

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TUTOR SEBAYA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII PELAJARAN IPS TERPADU DI SMP N 10 PADANG JURNAL PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TUTOR SEBAYA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII PELAJARAN IPS TERPADU DI SMP N 10 PADANG JURNAL Oleh : ANCE EFRIDA NPM. 09020122 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman i ii KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan C. Ruang Lingkup

DAFTAR ISI. Halaman i ii KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan C. Ruang Lingkup DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan C. Ruang Lingkup II. HAKIKAT PEMBELAJARAN REMEDIAL A. Pembelajaran Menurut SNP B. Pengertian Pembelajaran Remedial C. Prinsip

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENDEKATAN BELAJAR TUNTAS (MASTERY LEARNING) DENGAN POLA KELOMPOK REMEDIAL UNTUK MENINGKATKAN KETUNTASAN DAN MOTIVASI BELAJAR FISIKA PADA SISWA SMPN 2 SAKTI KABUPATEN PIDIE Bustami 1, Yusrizal

Lebih terperinci

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE RESITASI DAN KERJA KELOMPOK

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE RESITASI DAN KERJA KELOMPOK PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE RESITASI DAN KERJA KELOMPOK Nurmasari Nasution SD Negeri 074038 Tohia, kota Gunungsitoli Abstract: This study aims to determine the use of methods of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demi kelangsungan masa depannya. Demikian halnya dengan Indonesia menaruh

BAB I PENDAHULUAN. demi kelangsungan masa depannya. Demikian halnya dengan Indonesia menaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang memperlukan usaha dan dana yang cukup besar, hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa demi kelangsungan

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIIID SMPN 2 BURAU

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIIID SMPN 2 BURAU Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN 2443-1109 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIIID SMPN 2 BURAU Maryana 1 SMP

Lebih terperinci

BELAJAR TUNTAS (MASTERY LEARNING): SEJARAH, DESKRIPSI DAN IMPLIKASI

BELAJAR TUNTAS (MASTERY LEARNING): SEJARAH, DESKRIPSI DAN IMPLIKASI BELAJAR TUNTAS (MASTERY LEARNING): SEJARAH, DESKRIPSI DAN IMPLIKASI I. Pendahuluan Tampaknya orang cenderung untuk menerima sebagai satu prinsip bahwa dalam pengajaran klasikal, hasil prestasi belajar

Lebih terperinci

PENERAPAN TEORI BELAJAR VYGOTSKY DALAM INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR

PENERAPAN TEORI BELAJAR VYGOTSKY DALAM INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR PENERAPAN TEORI BELAJAR VYGOTSKY DALAM INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR Pendahuluan Perkembangan manusia adalah sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatankegiatan sosial dan budaya, yang merupakan suatu proses-proses

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Kajian Teori 1. Model pembelajaran Millis (Suprijono, 2012, hlm. 45) berpendapat bahwa model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR IPS DENGAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIF NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) Abstrak

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR IPS DENGAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIF NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) Abstrak UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR IPS DENGAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIF NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) Triyatno 1, John Sabari 2 1 Mahasiswa Program Pascasarjana PIPS Universitas PGRI Yogyakarta

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 36 B. TUJUAN 36 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 36 D. UNSUR YANG TERLIBAT 36 E. REFERENSI 37 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 37

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 36 B. TUJUAN 36 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 36 D. UNSUR YANG TERLIBAT 36 E. REFERENSI 37 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 37 DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 36 B. TUJUAN 36 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 36 D. UNSUR YANG TERLIBAT 36 E. REFERENSI 37 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 37 G. URAIAN PROSEDUR KERJA 39 LAMPIRAN 1 : ALUR PROSEDUR KERJA

Lebih terperinci

BELAJAR TUNTAS (MASTERY LEARNING) Oleh: Basuki,M.Pd. Widyaiswara Madya. Abstrak

BELAJAR TUNTAS (MASTERY LEARNING) Oleh: Basuki,M.Pd. Widyaiswara Madya. Abstrak BELAJAR TUNTAS (MASTERY LEARNING) Oleh: Basuki,M.Pd. Widyaiswara Madya Abstrak Tujuan guru mengajar adalah agar bahan yang disampaikannya dikuasai sepenuhnya oleh semua siswa, bukan hanya oleh beberapa

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Hasil pembelajaran dengan strategi pembelajaran Team Quiz yang

BAB V PEMBAHASAN. Hasil pembelajaran dengan strategi pembelajaran Team Quiz yang 75 BAB V PEMBAHASAN 1. Hasil belajar siswa Hasil pembelajaran dengan strategi pembelajaran Team Quiz yang diterapkan di kelas eksperimen tidak menunjukkan hasil belajar fisika siswa yang lebih baik dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan utama dalam proses pendidikan di sekolah adalah proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan utama dalam proses pendidikan di sekolah adalah proses belajar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan utama dalam proses pendidikan di sekolah adalah proses belajar mengajar. Dimyati dan Mudjiono (1996:7) mengemukakan siswa adalah penentu terjadi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Tantangan masa depan yang selalu berubah sekaligus persaingan yang semakin ketat memerlukan keluaran pendidikan yang tidak hanya terampil dalam suatu bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan berfungsi membantu peserta didik dalam mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan berfungsi membantu peserta didik dalam mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan berfungsi membantu peserta didik dalam mengembangkan dirinya, yaitu pengembangan semua potensi, kecakapan, serta karakteristik pribadinya ke arah

Lebih terperinci

PENERAPAN MULTIMEDIA INTERAKTIF MODEL TUTORIAL TERHADAP PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA MATA PELAJARAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

PENERAPAN MULTIMEDIA INTERAKTIF MODEL TUTORIAL TERHADAP PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA MATA PELAJARAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI PENERAPAN MULTIMEDIA INTERAKTIF MODEL TUTORIAL TERHADAP PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA MATA PELAJARAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI Alifia Nurilmi Diansyah ABSTRAK Proses pembelajaran yang

Lebih terperinci

BELAJAR TUNTAS. Muhammad Rusmin B. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

BELAJAR TUNTAS. Muhammad Rusmin B. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 94 Belajar Tuntas BELAJAR TUNTAS Muhammad Rusmin B. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Abstract: In the process of mastery learning, there are many things that should

Lebih terperinci

PERATURAN AKADEMIK SMA NEGERI 1 PARE

PERATURAN AKADEMIK SMA NEGERI 1 PARE PERATURAN AKADEMIK SMA NEGERI 1 PARE BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Latar Belakang Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 dan peraturan pemerintah RI No. 19 tahun 2005 mengamanatkan; Setiap satuan pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah bagian dari perjalanan hidup manusia, yaitu sebagai sebuah rangkaian proses yang tiada henti demi pengembangan kemampuan serta prilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diterapkannya kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diterapkannya kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang kemudian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak diterapkannya kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang kemudian disempurnakan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), maka pembelajaran

Lebih terperinci

BBM 5 MODEL PEMBELAJARAN TUNTAS

BBM 5 MODEL PEMBELAJARAN TUNTAS BBM 5 MODEL PEMBELAJARAN TUNTAS M asalah ketuntasan dalam belajar merupakan masalah yang sangat penting bagi para siswa sekolah dasar dalam mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan,

Lebih terperinci

PELAKSANAAN REMEDIAL TEACHING DALAM MENCAPAI KETUNTASAN BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN FISIKA DI SMA NEGERI SE-KOTA PEKANBARU

PELAKSANAAN REMEDIAL TEACHING DALAM MENCAPAI KETUNTASAN BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN FISIKA DI SMA NEGERI SE-KOTA PEKANBARU PELAKSANAAN REMEDIAL TEACHING DALAM MENCAPAI KETUNTASAN BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN FISIKA DI SMA NEGERI SE-KOTA PEKANBARU Resiana Heri Agusti 1, Azhar 2, Azizahwati 2 Email : resiana.heri.agusti@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. IPTEK, dituntut sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing secara

BAB I PENDAHULUAN. IPTEK, dituntut sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia hidup tidak lepas dari pendidikan. Untuk menghadapi tantangan IPTEK, dituntut sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing secara global. Oleh

Lebih terperinci

Aulia Putri : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 0

Aulia Putri : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 0 Aulia Putri : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 0 STUDI PERBANDINGAN PEMBERIAN REMEDIAL TEACHING MENGGUNAKAN METODE TUTOR SEBAYA DAN METODE PEMBERIAN TUGAS TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS

Lebih terperinci

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 4 No. 4 ISSN X. Maspupah SDN Inpres 1 Birobuli, Sulawesi Tengah

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 4 No. 4 ISSN X. Maspupah SDN Inpres 1 Birobuli, Sulawesi Tengah Penerapan Metode Pembelajaran Demonstrasi Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Perkalian Bilangan Cacah di Kelas II SDN Inpres 1 Birobuli Maspupah SDN Inpres 1 Birobuli, Sulawesi Tengah ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah pendidikan yang menjadi perhatian saat ini adalah sebagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah pendidikan yang menjadi perhatian saat ini adalah sebagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pendidikan yang menjadi perhatian saat ini adalah sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pemanfaatannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Metode Peer Tutoring ( Tutor Sebaya )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Metode Peer Tutoring ( Tutor Sebaya ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Metode Peer Tutoring ( Tutor Sebaya ) Menurut Ischak dan Warji dalam Suherman (2003:276) berpendapat bahwa tutor sebaya adalah sekelompok siswa yang telah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau dalam bahasa Inggris disebut Classroom Action Research terdiri dari tiga kata, yaitu penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat menengah yang bertujuan untuk mewujudkan Sumber Daya Manusia

BAB I PENDAHULUAN. tingkat menengah yang bertujuan untuk mewujudkan Sumber Daya Manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah lembaga pendidikan formal tingkat menengah yang bertujuan untuk mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berakhlak mulia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajaran di Sekolah Menengah Atas (SMA)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajaran di Sekolah Menengah Atas (SMA) 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran di Sekolah Menengah Atas (SMA) 1. Kurikulum dan Perkembangannya Istilah kurikulum (curriculum) berasal dari kata curir (pelari) dan curere (tempat berpacu), dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas suatu bangsa sangat ditentukan oleh pendidikan. Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam

Lebih terperinci

Peningkatan Keterampilan Siswa Menulis Pantun Melalui Teknik Balas Pantun di Kelas IV SDN 1 Tatura

Peningkatan Keterampilan Siswa Menulis Pantun Melalui Teknik Balas Pantun di Kelas IV SDN 1 Tatura Peningkatan Keterampilan Siswa Menulis Pantun Melalui Teknik Balas Pantun di Kelas IV SDN 1 Tatura Sustri Do embana SDN 1 Tatura, Palu, Sulawesi Tengah ABSTRAK Permasalahan utama pada penelitian ini adalah

Lebih terperinci

Orientasi pada kinerja Individu dalam dunia kerja, 2) justifikasi khusus pada

Orientasi pada kinerja Individu dalam dunia kerja, 2) justifikasi khusus pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah lembaga pendidikan formal tingkat menengah yang bertujuan untuk mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berakhlak mulia,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kerjasama a. Pengertian Kerjasama Kerjasama dalam proses pembelajaran merupakan salah satu hal yang penting dalam suatu proses pembelajaran. Kerjasama dalam belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (PP No.19 tahun 2005). Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan pendidikan selalu muncul bersamaan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan pendidikan selalu muncul bersamaan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan pendidikan selalu muncul bersamaan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, pengaruh informasi dan kebudayaan serta situasi dan kondisi lingkungan

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TGT UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA DALAM BELAJAR IPA

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TGT UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA DALAM BELAJAR IPA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TGT UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA DALAM BELAJAR IPA Jasimin,Sriyono, Nur Ngazizah. Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Muhammadiyah Purworejo Jalan K.H.A. Dahlan,

Lebih terperinci

PENGARUH METODE TUTOR SEBAYA TERHADAP HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA MATA KULIAH ANALISIS REAL

PENGARUH METODE TUTOR SEBAYA TERHADAP HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA MATA KULIAH ANALISIS REAL PENGARUH METODE TUTOR SEBAYA TERHADAP HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA MATA KULIAH ANALISIS REAL Darma Ekawati 1, Karmila 2 Dosen Program Studi Pendidikan Matematika 1,2 Universitas Cokroaminoto Palopo E-mail:

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN BUKU SEKOLAH ELEKTRONIK FISIKA DALAM PEMBELAJARAN TUNTAS TERHADAP PENCAPAIAN KOMPETENSI SISWA KELAS X SMA N 4 PADANG

PENGARUH PENGGUNAAN BUKU SEKOLAH ELEKTRONIK FISIKA DALAM PEMBELAJARAN TUNTAS TERHADAP PENCAPAIAN KOMPETENSI SISWA KELAS X SMA N 4 PADANG PILLAR OF PHYSICS EDUCATION, Vol. 2. Oktober 2013, 73-80 PENGARUH PENGGUNAAN BUKU SEKOLAH ELEKTRONIK FISIKA DALAM PEMBELAJARAN TUNTAS TERHADAP PENCAPAIAN KOMPETENSI SISWA KELAS X SMA N 4 PADANG Rahmi Hasynah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya. Ketercapaian tujuan pendidikan dapat diwujudkan melalui program

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya. Ketercapaian tujuan pendidikan dapat diwujudkan melalui program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar, sistematis, dan berkelanjutan untuk mengembangkan potensi yang dibawa manusia, menanamkan sifat dan memberikan kecakapan sesuai dengan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Script, Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa, Mata Pelajaran Geografi ABSTRACT

ABSTRAK. Kata Kunci : Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Script, Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa, Mata Pelajaran Geografi ABSTRACT PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SCRIPT PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI DALAM PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IPS 2 SMA JAGADHITA AMLAPURA KECAMATAN KARANGASEM KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan saat ini merupakan kebutuhan primer setiap manusia. Pendidikan tidak boleh dianggap sepele, karena pendidikan akan meningkatkan harkat dan martabat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM REMEDIAL PADA MATA PELAJARAN PAI KELAS XI SMK NURUL UMMAH PANINGGARAN

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM REMEDIAL PADA MATA PELAJARAN PAI KELAS XI SMK NURUL UMMAH PANINGGARAN BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM REMEDIAL PADA MATA PELAJARAN PAI KELAS XI SMK NURUL UMMAH PANINGGARAN Pada bab IV akan membahas tentang analisis Pelaksanaan Program Remedial Pada Mata Pelajaran PAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Hal semacam itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Hal semacam itulah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dihadapi dunia pendidikan Indonesia adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini banyak tantangan yang dihadapi manusia, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini banyak tantangan yang dihadapi manusia, salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekarang ini banyak tantangan yang dihadapi manusia, salah satunya adalah tantangan pekerjaan yang menuntut kriteria-kriteria tinggi yang menimbulkan persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu untuk memperbaiki proses pembelajaran tersebut yaitu. kemampuan dalam situasi belajar mengajar yang lebih aktif.

BAB I PENDAHULUAN. satu untuk memperbaiki proses pembelajaran tersebut yaitu. kemampuan dalam situasi belajar mengajar yang lebih aktif. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan interaksi atau hubungan timbal balik antaraguru dan siswa dalam situasi pendidikan. Salah satu untuk memperbaiki

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Pendidikan yang baik dan terarah, akan menjadi jalan tercapainya

BAB. I PENDAHULUAN. Pendidikan yang baik dan terarah, akan menjadi jalan tercapainya BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang baik dan terarah, akan menjadi jalan tercapainya tujuan pendidikan nasional. Salah satu unsur yang sangat berperan untuk mewujudkannya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah memprogramkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebagai acuan dan pedoman bagi pelaksanaan

Lebih terperinci

PROFIL KETUNTASAN BELAJAR DITINJAU DARI PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING

PROFIL KETUNTASAN BELAJAR DITINJAU DARI PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING PROFIL KETUNTASAN BELAJAR DITINJAU DARI PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP PENCAPAIAN KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM) BIOLOGI SISWA KELAS VIIA DI SMP NEGERI 2 KARTASURA TAHUN AJARAN 2008/2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tantangan berat bangsa Indonesia adalah menyiapkan sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tantangan berat bangsa Indonesia adalah menyiapkan sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tantangan berat bangsa Indonesia adalah menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas yaitu manusia yang cerdas, unggul dan berdaya saing. Kualitas

Lebih terperinci

Efektivitas Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kontekstual

Efektivitas Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kontekstual Fakultas Pendidikan Islam dan Keguruan Universitas Garut p-issn: 1907-932X; e-issn: 2579-9274 Efektivitas Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kontekstual Euis Cucu Sukmanah Sekolah Dasar Negeri Janggala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi mengenai latar belakang peneliti mengambil judul skripsi. Selain itu, dalam bab ini peneliti membahas rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian tindakan, manfaat penelitian,

Lebih terperinci

50 Media Bina Ilmiah ISSN No

50 Media Bina Ilmiah ISSN No 50 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787 PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA KELAS VIII D SMP NEGERI I RENDANG SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 74 A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Pengelolaan Pembelajaran Fisika Dengan Menerapkan Model Pembelajaran Langsung Pada Materi Pokok Suhu Dan Kalor Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci